Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Audit Internal
Audit merupakan pengendalian manajemen serta pendukung utama untuk
tercapainya pengendalian internal dalam suatu organisasi. Selama melaksanakan
kegiatannya, audit harus bersikap objektif dan kedudukannya dalam organisasi
harus bersifat independen.
2.1.1 Pengertian Audit Internal
Audit Internal mempunyai peranan yang cukup penting dalam suatu
organisasi seperti yang dikemukakan oleh Lawrence B. Sawyer mengutip
pernyataan dari Institute of Internal Auditors mengenai pengertian audit internal
(Sawyer, 2005: 9) yakni :
“Internal auditing is an independent appraisals function established within
an organization to examine and evaluate its activities as a service to the
organization.”
Menurut pernyataan IIA tersebut, fungsi audit internal dalam suatu
organisasi adalah untuk memeriksa dan juga mengevaluasi segala operasional
perusahaan dengan penilaian yang independen, agar tidak menyimpang dari
tujuan perusahaan itu sendiri. Memeriksa dan juga mengevaluasi merupakan tugas
utama dan juga peran yang harus dilaksanakan auditor internal terhadap
perusahaan.
14
15
Pengertian audit internal yang dikemukakan oleh Sawyer, secara garis besar
sama halnya dengan yang dikemukakan oleh Committee of Sponsoring
Organization (COSO) yaitu :
“Internal audit is the process affected by an entity’s board of directors,
management and other personnel, designed to provide reasonable
assurance regarding the achievement of objective in: 1) effectiveness and
efficiency operations, 2) reability of financial reporting, 3) the compliance
with applicable laws and regulations.” (Arens, 2008:65)
Audit internal merupakan proses yang dijalankan oleh pihak-pihak penting
organisasi seperti dewan direksi, manajemen, dan personil lainnya dalam suatu
organisasi yang bertujuan untuk menciptakan efektivitas dan efisiensi operasi,
keandalan laporan keuangan yang memadai dan juga kepatuhan terhadap hukum
dan peraturan yang berlaku.
Pengertian audit internal banyak dikemukakan oleh para ahli audit. Pada
intinya semua memandang audit internal sebagai suatu fungsi yang independen,
yang
memberikan
pelayanan
kepada
organisasi
dalam
menilai
sistem
pengendalian intern suatu perusahaan.
2.1.2 Tujuan Audit Internal
Pernyataan tujuan audit internal yang dikemukakan oleh Tugiman (2006: 2)
sebagai berikut:
”Tujuan pemeriksaan internal adalah membantu para anggota organisasi
agar dapat melaksanakan tanggungjawabnya secara efektif. Untuk itu
pemeriksa internal akan melakukan analisis, penilaian, dan mengajukan
saran-saran. Tujuan pemeriksaan mencakup pula pengembangan
pengawasan yang efektif dengan biaya yang wajar.”
16
Tujuan dari audit internal harus dimuat dalam suatu Charter Audit Internal,
hal ini sesuai dengan pernyataan Standar Profesi Audit Internal (SPAI, 2004: 15)
yaitu:
“Tujuan, kewenangan dan tanggung jawab fungsi audit internal harus
dinyatakan secara formal dalam CharterAudit Internal konsisten dengan
Standar Profesi Audit Internal (SPAI), dan mendapat persetujuan dari
pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi.”
Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi harus memahami dengan jelas
tujuan dari pelaksanaan audit internal. Diharapkan dengan adanya pemahaman
mengenai tujuan, tugas, dan tanggungjawab dari audit internal, maka akan
mendorong mereka (pihak-pihak
yang memiliki otoritas tinggi)
untuk
memberikan dukungan sepenuhnya terhadap pelaksanaan fungsi audit internal.
2.1.3 Ruang Lingkup Audit Internal
Ruang lingkup audit internal menurut IIA mencakup pendekatan sistematis
yang dirancang untuk mengevaluasi dan meningkatan kecukupan atau
kememadaian dan keefektifan manajemen resiko, pengendalian, pengelolaan
organisasi serta kualitas dari kinerja organisasi dalam menjalankan tugas dan
tanggungjawabnya dalam organisasi. Lingkup pengendalian audit internal yang
dimuat dalam SPAI (2004: 13) adalah sebagai berikut:
“Fungsi audit internal melakukan evaluasi dan memberikan kontribusi
terhadap peningkatan proses pengelolaan resiko, pengendalian, dan
governance, dengan menggunakan pendekatan yang sistematis, teratur dan
menyeluruh.”
2.1.4 Wewenang dan Tanggungjawab Audit Internal
Wewenang dan tanggungjawab audit internal harus dinyatakan secara tegas
dalam dokumen tertulis yang formal. Wewenang dan tanggungjawab dari fungsi
17
audit internal ini dimuat dalam suatu Internal Audit Charter. Charter tersebut
harus mendapat persetujuan dari Direktur Utama dan Dewan Komisaris.
Berikut ini merupakan salah satu kewenangan yang dimiliki auditor internal
yang dinyatakan oleh IIA (Sawyer, 2005:33).
“Authorized acces to records, personnel and resources needed to conduct the
audit”
Pernyataan IIA diatas megemukakan bahwa salah satu wewenang auditor internal
adalah memiliki akses atas catatan-catatan, personil-personil dan sumber daya
yang dibutuhkan untuk keperluan dalam menjalankan tugas audit.
Tanggungjawab dari auditor internal yang dikemukakan oleh (Amin
Widjadja Tunggal, 2005: 21) dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Direktur audit internal memiliki tanggungjawab dalam menetapkan program
audit
internal
organisasi.
Direktur
audit
internal
bertugas
untuk
mengarahkan personil atau karyawan dan aktivitas-aktivitas departemen
audit internal yang menyiapkan rencana tahunan, untuk memeriksa semua
unit organisasi beserta aktivitas yang telah dilakukan organisasi. Direktur
audit internal menyajikan program yang telah dibuat untuk persetujuan.
2. Auditing supervisor memiliki tanggungjawab dalam membantu direktur
auditor internal dalam mengembangkan program audit tahunan yang telah
dibuat dan membantu dalam mengkoordinasi kinerja pihak auditing dengan
auditor independen agar memberikan cakupan audit yang sesuai.
3. Tanggungjawab senior auditor adalah menerima program audit dan instruksi
untuk area audit yang telah ditugaskan oleh auditing supervisor. Senior
auditor memimpin staf auditor dalam pekerjaan lapangan audit, dengan
18
memantau dan memberikan instruksi yang telah ia terima, agar pelaksanaan
audit dapat berjalan sesuai.
4. Tanggungjawab staf auditor adalah melaksanakan tugas audit pada suatu
lokasi audit sesuai dengan aturan dan intruksi yang diterimanya.
Dari pernyataan di atas auditor internal tidak mempunyai wewenang untuk
memberi perintah langsung pada pegawai-pegawai bidang operasi. Dengan
demikian terlihat jelas bahwa audit internal hanya bertanggungjawab sebatas
penilaian yang dilakukannya, sedangkan tindakan koreksinya merupakan tugas
dari manajemen.
Peran auditor internal menurut Iman S. Tunggal dan Amin W. Tunggal
(2002:49), adalah sebagai Compliance Auditor dalam hal ini auditor internal
bertanggungjawab kepada direktur utama dan mempunyai akses kepada komite,
memonitor pelaksanaan kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur organisasi,
mengevaluasi sistem pengendalian internal, memelihara dan mengamankan aktiva
perusahaan dengan meminimalisir resiko yang terjadi, serta menelaah kinerja
korporat melalui mekanisme audit keuangan dan audit operasional. Selain itu,
audit internal juga berperan sebagai Internal Business Consultant dalam hal ini
audit internal membantu komite audit dalam menilai resiko dengan memberi
nasihat pada pihak manajemen, melaksanakan fungsi konsultan dan memastikan
pelaksanaan corporate governance, serta menelaah peraturan corporate
governance minimal dalam setahun sekali.
19
2.1.5 Independensi Audit Internal
Menurut Islahuzzaman (2012), Auditor yang independen adalah auditor
yang tidak dipengaruhi oleh berbagai kekuatan yang berasal dari luar diri auditor
dalam mempertimbangkan fakta yang dijumpainya dalam audit. Indepenensi lebih
banyak ditentukan faktor luar diri auditor.
Menurut Arens (2009:111), auditor tidak hanya harus independen dalam
fakta, tetapi juga harus independen dalam penampilan. Independen dalam fakta
(independence in fact) ada bila auditor benar-benar mampu mempertahankan
sikap yang tidak biasa sepanjang audit, sedangkan independensi dalam
penampilan (independence in appearance) adalah hasil dari interprestasi lain atas
independensi.
Sedangkan menurut Suhayti (2010:51) definisi dari independensi yaitu:
“indepndensi dalam audit berarti cara pandang yang tidak memihak di
dalam pelaksanaan pengujian, evaluasi hasil pemeriksaan, dan penyusunan
laporan audit. Sikap mental audit tersebut harus meliputi independence in
fact dan independence in appearance.”
1. Independence in fact merupakan independen dalam kenyataan akan ada
apabila pada kenyataan auditor mampu mepertahankan sikap yang tidak
memihak sepanjang pelaksanaannya auditnya. Artinya sebagai suatu
kejujuran yang tiak memihak dalam merumuskan dan menyatakan
pendapatnya, hal ini berarti bahwa dalam mempertimbangkan fakta-fakta
yang dipakai sebagai dasar pemberia,n pendapat, auditor harus objektif dan
tidak berprasangka.
2. Independence in appaearance merupakan independen dalam penampilan
adalah hasil interprestasi pihak lain mengenai independen ini. Auditor akan
20
dianggap tidak independen apabila auditor termasuk memiliki hubungan
tertentu (misalnya hubungan keluarga) dengan kliennya yang dapat
menimbulkan kecurigaan bahwa auditor tersebut akan memihak kliennya
dan tidak independen.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan independen berarti sikap mental yang
tidak bisa dipengaruhi, tidak dikendalikan pihak lain, tidak bergantung pada pihal
lain, adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan
adanya pertimbangan yang objektif tidak memihak dalam diri auditor dalam
merumuskan.
Menurut Sawyers (2005), Auditor yang profesional harus memiliki
independensi untuk memenuhi kewajiban profesionalnya memberikan opini yang
objektif, tidak bias, dan tidak dibatasi; dan melaporkan masalah apa adanya,
bukan melaporkan sesuai keinginan eksekutif atau lembaga. Auditor internal
harus bebas hambatan dalam melaksanakan auditnya. Hanya dengan begitu
auditor internal bisa disebut melaksanakan audit dengan profesional. Indikator
independensi tersebut adalah:
1. Independensi dalam program audit
a. Bebas dari interval manajerial atas program audit.
b. Bebas dari segala intervensi prosedur audit.
c. Bebas dari segala persyaratan untuk penugasan audit selain yang
memang disyaratkan untuk sebuah proses audit.
21
2. Independensi dalam verivikasi
a. Bebas dalam mengakses semua catatan, memeriksa aktiva, dan karyawan
yang relevan dengan audit yang dilakukan.
b. Mendapatkan kerja sama yang aktifdari karyawan manajemen selama
verifikasi audit.
c. Bebas dari segala manajerial yang berusaha membatasi aktivayang
diperiksa atau membatasi pemerolahan bahan bukti.
d. Bebas dari kepentingan pribadi yang menghambat verfikasi audit.
3. Independensi dalam Pelaporan
a. Bebas dari perasaan wajib memodifikasi dampak atau signifikan dalam
laporan audit.
b. Bebas dari tekanan untuk tidak melaporkan hal-hal yang signifikan dalam
laporan audit.
c. Menghindari penggunaan kata-kata yang menyesatkan baik secara
sengaja maupun tidak sengaja dalam pelaporan fakta, opini, dan
rekomendasi dalam interpretasi auditor.
d. Bebas dari segala usaha untuk meniadakan pertimbangan auditor
mengenal fakta atau opini dalam laporan audit inetrnal.
2.1.6 Kompetensi Auditor Internal
Menurut
Lee
dan
Stone
dalam
kutipan
Kharismatuti
(2012)
mendefinisikan kompetensi sebagai keahlian yang cukup yang secara eksplisit
dapat digunakan untuk melakukan audit secara objektif. Sedangkan menurut
Kamus Kompetensi LOMA dalam Alim (2009) kompetensi didefinisikan
22
sebagai aspek-aspek pribadi dari seorang pekerja yang memungkinkan dia untuk
mencapai kinerja superior. Aspek-aspek pribadi ini mencangkup sifat, motifmotif, sistem nilai, sikap, pengetahuan dan keterampilan dimana kompetensi akan
mengarahkan tingkah laku, sedangkan tingkah laku akan menghasilkan kinerja.
Sedangkan
Trotter
(1986)
dalam
kutipan
Saifudin
(2004:23)
mendefenisikan bahwa orang yang kompeten adalah orang yang dengan
keterampilannya mengerjakan pekerjaan dengan mudah, cepat, intuitif dan sangat
jarang atau tidak pernah membuat kesalahan.
Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary dalam Kharismatuti (2012)
mendefinisikan kompetensi adalah keterampilan dari seorang ahli. Dimana ahli
didefinisikan sebagai seorang yang memiliki tingkat ketrampilan tertentu atau
pengetahuan yang tinggi dalam subyek tertentu yang diperoleh dari pelatihan dan
pengalaman. Adapun kompetensi menurut De Angelo dalam Kharismatuti
(2012) dapat dilihat dari berbagai sudut pandang yakni sudut pandang auditor
individual dan audit tim dan masing-masing sudut pandang akan dibahas lebih
mendetail berikut ini:
1. Kompetensi Auditor Individual
Ada banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan auditor, antara lain
pengetahuan dan pengalaman. Untuk melakukan tugas pengauditan, auditor
memerlukan pengetahuan pengauditan dan pengetahuan mengenai bidang
pengauditan, akuntansi dan industri klien. Selain itu juga pengalaman dalam
melakukan audit.
23
a. Pengetahuan
Menurut Widhi dalam kutipan Kharismatuti (2013), menyatakan
bahwa pengetahuan memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas
audit. Pengetahuan dapat diukur dari seberapa tinggi pendidikan seorang
auditor karena dengan demikian auditor akan mempunyai semakin
banyak pengetahuan (pandangan) mengenai bidang yang digelutinya
sehingga dapat mengetahui berbagai masalah secara lebih mendalam.
Menurut Kusharyanti (2003) secara umum ada 5 pengetahuan
yang harus dimiliki oleh seorang auditor yaitu: (1) Pengetahuan
pengauditan umum; (2) Pengetahuan area fungsional; (3) Pengetahuan
mengenai isu-isu akuntansi yang paling baru; (4) Pengetahuan mengenai
industri khusus; dan (5) Pengetahuan mengenai bisnis umum serta
penyelesaian masalah. Pengetahuan pengauditan umum seperti risiko
audit, prosedur audit, dan lain-lain kebanyakan diperoleh diperguruan
tinggi, sebagian dari pelatihan dan pengalaman. Demikian juga dengan
isu akuntansi, auditor bisa mendapatkannya dari pelatihan profesional
yang diselenggarakan secara berkelanjutan. Pengetahuan mengenai
industri khusus dan hal-hal umum ke banyakan diperoleh dari pelatihan
dan pengalaman.
b. Pengalaman
Audit menuntut keahlian dan profesionalisme yang tinggi. Keahlian
tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh pendidikan formal tetapi banyak
faktor lain yang mempengaruhi antara lain adalah pengalaman. Dalam
24
kutipan
Hernadianto
(2009),
pengalaman
menciptakan
struktur
pengetahuan, yang terdiri atas suatu sistem dari pengetahuan yang
sistematis dan abstrak. Pengetahuan ini tersimpan dalam memori jangka
panjang dan dibentuk dari lingkungan pengalaman langsung masa lalu.
Singkat kata, teori ini menjelaskan bahwa melalui pengalaman auditor
dapat
memperoleh
pengetahuan
dan
mengembangkan
struktur
pengetahuannya. Auditor yang berpengalaman akan memiliki lebih
banyak pengetahuan dan struktur memori lebih baik dibandingkan
auditor yang belum berpengalaman.
Dalam kutipan Hernadianto (2009) mengatakan bahwa seorang
auditor menjadi ahli terutama diperoleh melalui pelatihan dan
pengalaman. Seorang auditor yang lebih berpengalaman akan memiliki
skema yang lebih baik dalam mendefinisikan keliruan-keliruan daripada
auditor yang kurang berpengalaman.
Menurut
Mayangsari
(2010)
auditor
yang berpengalaman
memiliki keunggulan dalam hal: (1) Mendeteksi kesalahan; (2)
Memahami kesalahan secara akurat; dan (3) Mencari penyebab
kesalahan. Pengalaman audit adalah pengalaman auditor dalam
melakukan audit laporan keuangan baik dari segi lamanya waktu maupun
banyaknya penugasan yang pernah ditangani.
2. Kompetensi Tim Audit
Standar pekerjaan lapangan yang kedua menyatakan bahwa jika pekerjaan
menggunakan asisten maka harus disupervisi dengan semestinya. Dalam
25
suatu penugasan, satu tim audit biasanya terdiri dari auditor junior, auditor
senior, manajer dan partner. Tim audit ini dipandang sebagai faktor yang
lebih menentukan kualitas audit.
Berdasarkan pengertian tersebut internal auditor memiliki kemampuan
profesional apabila dapat memberikan jaminan atau kepastian bahwa teknis dan
latar belakang pendidikan para auditor internal tersebut telah sesuai dengan
pemeriksaan yang akan dilaksanakan, juga haruslah memiliki atau mendapatkan
pengetahuan, kecakapan dari berbagai disiplin ilmu yang dibutuhkan untuk
melaksanakan tanggung jawab pemeriksaan.
Adapun beberapa komponen dari “kompetensi auditor” menurut Rai (2010),
yakni mutu personal, pengetahuan umum, dan keahlian khusus.
1. Mutu Personal
Dalam menjalankan tugasnya, seorang auditor harus memiliki mutu
personal yang baik, seperti:
1.
Berpikiran terbuka (open-minded);
2.
Berpikiran luas (broad-minded);
3.
Mampu menangani ketidakpastian;
4.
Mampu bekerjasama dalam tim;
5.
Rasa ingin tahu (inquisitive);
6.
Mampu menerima bahwa tidak ada solusi yang mudah;
7.
Menyadari bahwa beberapa temuan dapat bersifat subjektif.
26
2. Pengetahuan Umum
Seorang auditor harus memiliki pengetahuan umum untuk memahami
entitas yang diaudit dan membantu pelaksanaan audit. Pengetahuan dasar ini
meliputi kemampuan untuk melakukan reviu analitis (analytical review),
pengetahuan
teori
organisasi
untuk
memahami
suatu
organisasi,
pengetahuan auditing, dan pengetahuan tentang sektor public. Yang tak
boleh dilupakan, adalah pengetahuan akuntansi untuk membantu dalam
memahami siklus entitas dan laporan keuangan serta mengolah data dan
angka yang diperiksa.
3. Keahlian Khusus
Keahlian khusus yang harus dimiliki seorang auditor antara lain keahlian
untuk melakukan wawancara, kemampuan membaca cepat, statistic,
keterampilan mengoperasikan computer, serta kemampuan menulis dan
mempresentasikan laporan dengan baik.
2.1.7 Profesionalisme Auditor Internal
Profesionalisme menurut Tugiman dalam jurnal bisnis manajemen dan
ekonomi yang ditulis oleh Asikin (2006:791) yaitu mengartikan profesionalisme
sebagai suatu sikap dan perilaku seseorang dalam melakukan profesi tertentu.
Definisi-definisi audit internal yang telah dikemukakan sebelumnya membawa
kepada konsekuensi tuntutan profesionalitas sebagai bentuk peran profesi dalam
memberikan nilai tambah pada perusahaan. Profesi merupakan jenis pekerjaan
yang memenuhi beberapa kriteria, sedangkan profesionalisme merupakan suatu
27
atribut individual yang penting tanpa melihat apakah suatu pekerjaan merupakan
suatu profesi atau tidak.
Seorang auditor bisa dikatakan profesional apabila telah memenuhi dan
mematuhi Standards Professional Practice Internal Auditing yang telah ditetapkan
oleh The Institute ofInternal Auditors dalam Effendi (2006), antara lain:
a. Standar atribut, yang meliputi otoritas, tanggung jawab, independensi,
objektivitas, kemahiran profesional dan perhatian profesional yang harus
diberikan, dan program perbaikan dan penjaminan kualitas.
b. Standar kinerja, yang meliputi pengaturan aktivitas internal auditor, sifat
pekerjaan, keterlibatan perencanaan, melakukan keterlibatan, pemantauan
kemajuan dan penerimaan manajemen risiko.
Seseorang yang memiliki jiwa profesionalisme senantiasa mendorong
dirinya untuk mewujudkan kerja yang profesional. Kualitas profesionalisme
didukung oleh ciri-ciri sebagai berikut (Asikin, 2006):
1. Keinginan untuk selalu menampilkan perilaku yang mendekati piawai ideal.
2. Meningkatkan dan memelihara profesionalnya.
3. Keinginan untuk sentiasa mengejar kesempatan pengembangan profesional
yang dapat meningkatkan dan memperbaiki kualitas pengetahuan dan
keterampilannya.
4. Mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesionalnya.
Agar terciptanya auditor internal yang efektif, maka dibutuhkan auditor
internal yang profesional, untuk mencapai kedua hal tersebut diperlukan adanya
28
kriteria atau standar. Tugiman (2006:13) mengemukakan beberapa kriteria
tersebut sebagai berikut:
1. Independensi
Audit internal harus mandiri dan terpisah dari berbagai kegiatan yang
diperiksa oleh objektivitas para pemeriksa internal (internal auditor). Status
organisasi dari unit audit internal haruslah memberi keleluasan dan
kebebasan
yang
bertanggungjawab
dalam
rangka
memenuhi
dan
menyelesaikan tugas pemeriksaan yang diberikan kepada unit audit internal
tersebut.
2. Kemampuan profesional
Audit internal harus dilaksanakan dengan keahlian dan ketelitian
profesional.
Menurut
Tugiman
(2006:27)
kemampuan
profesional
merupakan tanggungjawab bagian audit internal dan setiap auditor internal.
Pimpinan audit internal dalam setiap pemeriksaan haruslah menugaskan
orang-orang yang secara bersama atau keseluruhan memiliki pengetahuan,
kemampuan,
dan
berbagai
disiplin
ilmu
yang
diperlukan
untuk
melaksanakan pemeriksaan secara tepat dan pantas.
3. Lingkup Pekerjaan
Lingkup pekerjaan auditor internal harus meliputi pengujian dan evaluasi
terhadap kecukupan dan keefektifan sistem pengendalian internal yang
dimiliki organisasi dan kualitas pelaksanaan tanggung jawab yang
diberikan.
29
4. Pelaksanaan Kegiatan Pemeriksaan
Kegiatan audit (pemeriksaan) harus meliputi perencanaan audit (audit
program), pengujian dan pengevaluasian informasi, pemberitahuan hasil
(reporting), dan menindak lanjuti (follow up).
a. Perencanaan audit: pemeriksa internal atau audit internal haruslah
merencanakan setiap pemeriksaan.
b. Pengujian dan pengevaluasian informasi: pemeriksa internal harus
mengumpulkan, menganalisis, menginterpretasi, dan membuktikan
kebenaran informasi untuk mendukung hasil pemeriksaan.
c. Penyampaian hasil pemeriksaan: pemeriksa internal harus melaporkan
hasil-hasil pemeriksaan yang diperoleh dari kegiatan pemeriksaannya.
d. Tindak lanjut hasil pemeriksaan: pemeriksa internal harus terus
memantau tindak lanjut hasil pemeriksaan untuk memastikan bahwa
hasil pemeriksaan yang dilaporkan kepada manajemen perusahaan telah
dilakukan tindak lanjut yang tepat oleh manajemen perusahaan tersebut.
5. Manajemen bagian audit internal
Pimpinan audit internal harus mengelola bagian audit internal dengan tepat.
a. Kebijaksanaan dan prosedur: pimpinan audit internal harus membuat
berbagai kebijaksanaan dan prosedur secara tertulis yang akan
dipergunakan sebagai pedoman bagi pelaksanaan kegiatan fungsi audit
internal.
b. Koordinasi: pimpinan audit internal harus mengkoordinasi usaha-usaha
atau kegiatan audit internal dengan auditor eksternal perusahaan untuk
30
memastikan bahwa seluruh lingkup penugasan sudah memadai dan
meminimalkan duplikasi pemeriksaan.
Adanya profesionalisme internal audit yang handal diharapkan dalam upaya
mengambil langkah untuk mengantisipasi setiap tindakan penyimpangan yang
mungkin terjadi dimasa yang akan datang Asikin (2006:2). Saran dan sikap
korektif dari internal auditor akan sangat membantu untuk mencegah kejadian
penyimpangan terulang lagi dalam perusahaan dan menjadi bahan penindakan
bagi karyawan yang melakukan tindakan penyimpangan.
2.2
Good Corporate Governance
2.2.1 Definisi Good Corporate Governance
Menurut Sutojo dan Aldridge (2005:1), kata Governance diambil dari kata
latin, yaitu gubamance yang artinya mengarahkan dan mengendalikan. Dalam
ilmu manajemen bisnis, kata tersebut diadaptasi menjadi Corporate Governance
dan diartikan sebagai upaya mengarahkan (directing) dan mengendalikan (control)
kegiatan organisasi, termasuk perusahaan. Sedangkan menurut Mardiasmo dalam
bukunya Akuntansi Sektor Publik (2002:17), Governance sering dapat diartikan
sebagai cara mengelola urusan-urusan publik. Menurut Tunggal (2008), Good
Corporate Governance merupakan suatu prinsip dasar pengelolaan perusahaan
secara transparan, akuntabel dan adil sesuai dengan aturan dan etika yang berlaku
umum.
Menurut Organization for Economic Co-opertaion and Development
yang dikutip oleh Imam (2002:1), definisi Good Corporate Governance yaitu:
31
“Corporate Governance is the system by which business corporations are
directed and controlled. The Corporate Governance structure specifies the
distributions of rights and responsibilities among different participants in the
corporation, such as, the board managers, shareholders and other
stakeholders, and spells put the roles and procedures for making decisions
on corporate affairs. By doing this, it also provides the structure through
which the company objectives are set, and the means of attaining those
objectives and monitoring performance.”
Tulisan Organization for Economic Co-operation and Development
mendefinisikan Corporate Governance sebagai sekumpulan hubungan antara
pihak manajemen perusahaan, board dan pemegang saham, dan pihak lain yang
mempunyai kepentingan dengan perusahaan. Corporate Governance juga
mensyaratkan adanya struktur, perangkat untuk mencapai tujuan, dan pengawasan
atas kinerja. Corporate Governance yang baik dapat memberikan perangsang atau
insentif yang baik bagi baord dan manajemen untuk mencapai tujuan yang untuk
kepentingan perusahaan dan pemegang saham dan harus memfasilitasi
pemonitoran yang efektif, sehingga mendorong perusahaan untuk menggunakan
sumber daya yang lebih efisien.
Menurut Iman dan Amin (2002:4), pengertian Corporate Governance
sebagai berikut:
“Corporate Governance is a blend of law, regulation and appropriate
voluntary private sector practices which enable a corporation to attract
financilan and human capital, perform effectively and thereby perpetuate
itself by generating long term economic value for its shareholders and
society as a whole.”
World Bank mendefinisikan Corporate Governance adalah kumpulan
hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi oleh perusahaan yang
dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien,
dengan demikian corporate governance dapat menghasilkan nilai ekonomi jangka
32
panjang yang berkesinambungan bagi pemegang saham maupun masyarakat
sekitar secara keseluruhan. Corporate Governance berperan penting untuk dapat
meningkatkan nilai perusahaan secara berkelanjutan dan dapat memberikan
manfaat bagi kepentingan pemegang saham dan stakeholders yang terkait.
Menurut Iman dan Amin (2002:7) mendefinisikan Corporate Governance
sebagai berikut:
“Corporate Govenance consist of an inter-related set of mechanism
comprising institusional shareholders, boards of directors and
commissioners, managers remunerate according to performance, the market
for corporate control, ownership structure, financial structure, relational
investors, and product market competition. A company’s management of its
business risk if of crucial importance.”
Iman dan Amin mendefinisikan Corporate Govenance terdiri atas
sekumpulan mekanisme yang saling berkaitan yang terdiri atas pemegang saham
institusional, dewan direksi dan komisaris, para manajer yang dibayar berdasarkan
kinerjanya, pasar sebagai pengendali perseroan, struktur kepemilikan, struktur
keuangan, investor terkait dan persaingan produk. Manajemen perusahaan
terhadap risiko bisnis merupakan hal yang sangat penting.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa Good
corporate governance adalah sistem yang mengatur, mengelola, dan mengawasi
proses pengendalian usaha menaikan nilai saham sekaligus sebagai bentuk
perhatian kepada stakeholders, karyawan, kreditur, dan masyarakat sekitar. Good
Corporate Governace berusaha menjaga keseimbangan di antara pencapaian
tujuan ekonomi dan tujuan perusahaan. Tantangan dalam corporate governance
adalah mencari cara untuk memaksimalkan penciptaan kesejahteraan sedemikian
33
rupa, sehingga tidak membebankan ongkos yang tidak patut kepada pihak ketiga
atau masyarakat luas.
Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia, penerapan praktik
Good Corporate Governance dipertegas dengan dikeluarkanya Keputusan
Menteri BUMN Nomor Kep-117/M-MBU/2002 pasal 1 tentang penerapan praktik
Good Corporate Governance pada BUMN. Pengertian Corporate Governance
berdasarkan keputusan ini adalah:
“Suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk
meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna
mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap
memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya berdasarkan peraturan
perundang-undangan dan nilai-nilai etika.”
Yang dimaksud dengan organ dalam pengertian di atas adalah Rapat Umum
Pemegang Saham, komisaris dan direksi untuk Perusahaan Perseorangan dan
pemilik modal, dewan pengawas dan direksi untuk Perusahaan Umum dan
Perusahaan Jawatan, sedangkan stakeholders adalah pihak yang memiliki
kepentingan dengan BUMN, baik langsung maupun tidak langsung, yaitu
pemegang saham maupun pemilik modal, komisaris maupun dewan pengawas,
direksi serta karyawan maupun pemerintah, kreditur, dan pihak yang
berkepentingan. Good corporate governance (GCG) didefinisikan sebagai
struktur karena Good Corporate Governance (GCG) berperan dalam mengatur
hubungan antara dewan komisaris, direksi, pemegang saham,dan stakeholders
lainnya. Sementara sebagai sistem, Good Corporate Governnace (GCG) menjadi
dasar mekanisme pengecekan dan perimbangan (check and balances) kewenangan
atas pengendalian perusahaan yang dapat membatasi peluang pengelolaan yang
34
salah, dan peluang penyalahgunaan aset perusahaan. Good Corporate Governance
sebagai proses karena Good Corporate Governance (GCG) memastikan
transparansi dalam proses perusahaan atas penentuan tujuan perusahaan,
pencapaian, dan pengukuran kinerjanya.
Prinsip Good Corporate Governance (GCG) merupakan kaidah, norma,
ataupun korporasi yang diperlukan dalam sistem pengelolaan BUMN yang sehat.
Dengan demikian untuk lebih meningkatkan kinerja BUMN, pelaksanaan prinsip
Good Corporate Governance (GCG) perlu lebih dioptimalkan dan Keputusan
Menteri tersebut merupakan perangkat pendukungnya.
Berdasarkan Keputusan Menteri tersebut, penerapan Good Corporate
Governance (GCG) merupakan kewajiban bagi BUMN. BUMN wajib
menerapkan Good Corporate Governance (GCG) secara konsisten dan atau
menjadikan
Good
Corporate
Governance
(GCG)
sebagai
landasan
operasionalnya. Penerapan Good Corporate Governance (GCG) pada BUMN
dilaksanakan berdasarkan keputusan ini dengan tetap memperhatikan ketentuan
dan norma yang berlaku serta anggaran dasar BUMN.
2.2.2 Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance (GCG)
Menurut Iman dan Amin (2002:9) prinsip-prinsip Internasional mengenai
Corporate Governance mulai muncul dan berkembang baru-baru ini. Prinsipprinsip Corporate Governance yang dikembangkan oleh OECD bermaksud untuk
membantu anggota dan non-anggota dalam usaha untuk menilai dan memperbaiki
kerangka kerja legal, institusional dan pengaturan untuk Corporate Governance di
negara-negara mereka, dan memberikan petunjuk dan usulan untuk pasar modal,
35
investor, korporasi, dan pihak lain yang mempunyai peranan dalam proses
mengembangkan Good Corporate Governance (GCG).
a.
Transparansi (Transparency)
Transparansi menurut Iman dan Amin (2002:7) yaitu pengungkapan
informasi kinerja perusahaan, baik ketetapan waktu maupun akurasinya
(keterbukaan dalam proses, decision making, control, fairness, quality,
standardization, efficiency time and cost).
Dalam hubungannya transparansi dengan meningkatkan kinerja dari
perusahaan,
prinsip
ini
mengatur
berbagai
hal
diantaranya
mengatur
pengembangan teknologi informasi manajemen sehingga dapat memastikan
penilaian kinerja yang terbaik, serta pengambilan keputusan yang efektif oleh
pihak manajemen dapat memanajemen risiko dalam tingkatan perusahaan untuk
memastikan seluruh risiko dapat dikelola pada waktu yang dapat ditolelir yang
dimana dapat mempengaruhi kinerja di perusahaan itu sendiri, adanya sistem
akuntansi yang berdasar pada standar akuntansi sehingga dapat memastikan
kualitas dari laporan keuangan dan disclosure, serta adanya mempublikasian
informasi keuangan dan informasi lainnya yang material dan ini akan berdampak
pada kinerja perusahaan secara tepat waktu dan akurat.
Menurut Iman dan Amin (2002:16), kerangka kerja Corporate Governance
harus memastikan bahwa pengungkapan yang tepat waktu dan akurat dilakukan
terhadap semua hal yang material berkaitan dengan perusahaan mencakup situasi
keuangan, kinerja, kepemilikan, dan tata kelola perusahaan.
36
1. Pengungkapan mencakup, akan tetapi tidak terbatas pada informasi yang
material:
a. Hasil keuangan dan operasi perusahaan.
b. Tujuan perusahaan.
c. Kepemilikan saham utama dan hak-hak pemberian suara.
d. Anggota dewan komisaris (board of directors) dan eksekutif kunci, dan
remunerasi mereka.
e. Faktor-faktor risiko material yang dapat diperkirakan.
f. Isu material yang berkaitan dengan pekerja dan stakeholders yang lain.
g. Struktur dan kebijakan tata kelola.
2. Informasi harus disiapkan, diaudit, dan diungkapkan sesuai dengan standar
akuntansi, pengungkapan keuangan dan non-keuangan, dan audit yang
bermutu tinggi.
3. Audit tahunan harus dilakukan oleh auditor independen agar memberikan
keyakinan eksternal dan obyektif atas cara laporan keuangan disusun dan
disajikan.
4. Saluran penyebaran informasi harus memberikan akses yang wajar, tepat
waktu dan efisien biaya terhadap informasi yang relevan untuk pemakai. Inti
dari prinsip keterbukaan dan transparansi adalah bahwa kerangka.
Corporate Governance harus menjamin adanya pengungkapan yang tepat
waktu dan akurat untuk setiap permasalahan yang berkaitan dengan perusahaan.
Pengungkapan yang tepat waktu dan akurat untuk setiap permasalahan yang
berkaitan dengan perusahaan. Pengungkapan ini meliputi informasi mengenai
37
keadaan keuangan, kinerja perusahaan. Disamping itu, informasi yang diungkapan
harus disusun, diaudit, dan disajikan sesuai dengan standar yang berkualitas
tinggi. Manajemen juga diharuskan meminta auditor eksternal melakukan audit
yang bersifat independen atas laporan keuangan.
b.
Kemandirian (Independency)
Menurut Iman dan Amin (2002:8), kemandirian adalah sebagai keadaan
dimana perusahaan bebas dari pengaruh atau tekanan pihak lain yang tidak sesuai
dengan mekanisme korporasi.
Prinsip ini mengharuskan perusahaan menggunakan tenaga ahli dalam
setiap divisi atau bagian dalam perusahaannya sehingga pengelolaan perusahaan
dapat dipercaya, prinsip ini juga mengharuskan perusahaan memiliki kebijakan
intern dalam perusahaan yang sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku,
prinsip ini harus dilaksanakan dengan baik agar perusahaan tidak gampang
terpengaruh atau di intervensi oleh pihak-pihak dari dalam maupun dari luar yang
tidak sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku mekanisme korporasi.
Prinsip ini harus dilaksanakan dengan baik agar tidak gampang terpengaruh
oleh pihak-pihak dari dalam maupun dari luar yang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, dan prinsip korporasi yang tidak sehat, sehingga perusahaan
dapat terhindar dari berbagai macam masalah dan benturan kepentingan antara
perusahaan dan direksi yang dapat memperburuk citra perusahaan aktivitas
perusahaan
dapat
dijalankan
dengan
baik
dan
dinamis.
Akibat
tidak
diberlakukannya prinsip ini adalah proses penilaian kelayakan yang tidak fair,
bias, dan merupakan bom waktu bagi masalah dibelakang hari dalam bentuk
38
proses pengelolaan perusahaan yang tidak efektif dan efisien, maupun kelayakan
jaminan yang ada dalam perusahaan.
c.
Akuntabilitas (Accountability)
Menurut Iman dan Amin (2002:7), akuntabilitas merupakan penciptaan
sistem pengawasan yang efektif berdasarkan keseimbangan pembagian kekuasaan
antara board of commissioners, board of directions, shareholders, dan auditor
(pertanggungjawaban wewenang, Traceable, reasonable).
Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban atas pelaksanaan fungsi dan
tugas-tugas sesuai dengan wewenang yang dimiliki oleh seluruh organ
perseroan.Dalam hal ini, direksi (beserta manajer) bertanggung jawab atas
keberhasilan pengurusan perusahaan dalam rangka mencapi tujuan yang telah
disetujui oleh pemegang saham. Komisaris bertanggung jawab atas keberhasilan
pengawasan dan pemberian nasehat kepada direksi dalam rangka pengelolaan
perusahaan. Pemegang saham bertanggung jawab atas keberhasilan pembinaan
dalam rangka pengelolaan perusahaan.
Prinsip ini mengatur bagaimana sebaiknya perusahaan membentuk komite
audit untuk memperkuat fungsi pengawasan intern oleh komisaris. Peran dari
pada auditor internal dapat membantu dalam memperbaiki kinerja perusahaan,
para auditor internal ini akan memberikan masukan kepada pihak manajemen atas
kesalahan dan kekurangan yang akan datang dalam mengelola sebuah perusahaan
pada periode lalu agar dapat diperbaiki pada masa yang akan datang. Oleh karena
itu pembentukan dan penetapan kembali peran dan fungsi auditor internal sangat
penting, dan prinsip ini mengatur bagaimana praktik audit yang sehat dan
39
independent dan prinsip ini juga menetapkan suatu sistem penilaian kinerja
melalui akuntansi dan sistem informasi yang baik.
Kerangka kerja Good Corporate Governance (GCG) memastikan sistem
pengendalian strategis dan monitoring berjalan dengan baik serta memastikan
akuntabilitas dewan eksekutif pada perusahaan, pemegang saham, dan
stakeholder. Dewan bertanggung jawab untuk mematuhi kinerja dan pencapaian
target return bagi pemegang saham dan mencegah berlarutnya konflik
kepentingan, dan juga menjaga kompetisi yang fair dalam perusahaan. Agar
akuntabilitas ini efektif, dewan juga harus menjaga independensinya dari
manajemen. Tanggung jawab dewan yang lain adalah memastikan ditaatinya
hukum, etika dan lain-lain.
Menurut Iman dan Amin (2002:17), dalam hal ini, kerangka kinerja
Corporate Governance harus memastikan pedoman strategik perusahaan,
pemonitoran manajemen yang efektif oleh dewan komisaris, dan akuntabilitas
dewan komisaris terhadap perusahaan dan pemegang saham.
1. Anggota dewan komisaris bertindak dengan dasar informasi yang lengkap,
itikad baik, penelitian yang cermat dan hati-hati, dan kepentingan yang
paling baik bagi perusahaan dan pemegang saham.
2. Apabila keputusan dewan komisaris dapat mempengaruhi kelompok
pemegang saham yang berbeda dengan cara yang berbeda, dewan komisaris
harus memperlakukan semua pemegang saham secara layak.
3. Dewan komisaris harus memastikan ketaatan terhadap hukum yang berlaku
dan mempertimbangkan kepentingan stakeholders.
40
4. Dewan komisaris harus memenuhi fungsi-fungsi kunci tertentu, mencakup:
a. Menelaah dan mengarahkan strategi korporat, rencana tindakan utama,
kebijakan risiko, anggaran tahunan dan rencana usaha, menetapkan
sasaran kinerja; memonitor implementasi dan kinerja korporat; dan
mengawasi pengeluaran modal yang pokok, akuisisi.
b. Memilih, memberi kompensasi, memonitor dan bila perlu mengganti
eksekutif kunci dan mengawasi perencanaan sukses (succession
planning).
c. Menelaah eksekutif kunci dan remunerasi dewan komisaris, dan
memastikan suatu proses nominasi dewan komisaris yang formil dan
transparan.
d. Memonitor dan mengelola benturan kepentingan yang potensial dari
manajemen, anggota dewan komisaris dan pemegang saham, mencakup
penyalahgunaan aktiva korporat dan penyalahgunaan dalam transaksitransaksi
pihak
yang
mempunyai
hubungan
istimewa
(telated
partytransaction).
e. Meyakini
integritas
akuntansi
dan
sistem
pelaporan
keuangan
perusahaan, mencakup audit independen dan sistem pengendalian yang
tepat berjalan, khususnya sistem pemonitoran risiko, pengendalian
keuangan, dan ketaatan terhadap hukum.
f. Memonitor efektivitas praktik-praktik tata kelola yang beroperasi dan
melakukan perubahan-perubahan bila perlu.
g. Mengawasi proses pengungkapan dan komunikasi.
41
5. Dewan komisaris harus dapat melaksanakan pertimbangan yang obyektif
tentang urusan korporat secara independen, khususnya terhadap manajemen.
a. Dewan komisaris harus mempertimbangkan menugaskan sejumlah dewan
komisaris non-eksekutif yang memadai untuk melakukan pertimbangan
yang independen tentang tugas-tugas dimana terdapat suatu potensial
benturan kepentingan. Contoh dari tanggung jawab penting adalah
pelaporan keuangan, nominasi dan remunerasi eksekutif dan dewan
komisaris.
b. Anggota dewan komisaris harus mencurahkan waktu yang memadai
terhadap tanggung j awab mereka.
c. Agar dapat memenuhi tanggung jawab mereka, anggota dewan komisaris
harus mempunyai akses terhadap informasi yang akurat, relevan, dan tepat
waktu.
Inti dari prinsip akuntabilitas dewan komisaris (board of directors) adalah
bahwa kerangka Corporate Governance harus menjamin adanya pedoman
strategis perusahaan, pemantauan yang efektif terhadap manajemen yang
dilakukan oleh dewan komisaris terhadap perusahaan dan pemegang saham.
Prinsip ini juga memuat kewenangan-kewenangan yang harus dimiliki oleh dewan
komisaris beserta kewajiban-kewajiban profesionalnya kepada pemegang saham
dan stakeholders lainnya.
42
d.
Pertanggungjawaban (Responsibility)
Menurut Iman dan Amin (2002:8), pertanggungjawaban perusahaan artinya
perusahaan
sebagai
bagian
dari
masyarakat,
bertanggungjawab
kepada
stakeholders dan lingkungan dimana perusahaan berada.
Prinsip ini mengatur pemenuhan tanggung jawab perusahaan sebagai entitas
bisnis dalam masyarakat kepada stakeholders untuk mewujudkan perusahaan
menjadi Good Corporate Citizen. Dengan demikian perusahaan akan menjadi
profesional dan penuh etika dalam menjalankan usahanya, menghindari
penyalahgunaan kekuasaan yang dimiliki oleh organ-organ internal perusahaan,
dan adanya lingkungan bisnis yang baik seperti adanya larangan monopoli dan
praktik persaingan yang tidak sehat. Perusahaan responsible mempunyai
tanggungjawab sosial yang berlaku yang perlu dipertimbangkan, termasuk
konsumen.
Board of directors (Dewan Komisaris) merupakan faktor sentral dalam
corporate governance karena hukum perseroan menempatkan tanggungjawab
legal atas urusan suatu perusahaan kepada board of directors. Board of directors
secara
legal
bertanggung
jawab
untuk
menetapkan
sasaran
korporat,
mengembangkan kebijakan yang luas, dan memilih personel tingkat atas
untukmelaksanakan sasaran dan kebijakan tersebut. Board of directors juga
menelaah kinerja manajemen untuk meyakinkan bahwa perusahaan dijalankan
secara baik dan kepentingan pemegang saham dilindungi.
Tugas dan tanggung jawab komisaris menurut Iman dan Amin (2002:38),
yaitu:
43
1. Melakukan pengawasan terhadap kebijakan pengurusan perseroan yang
dilakukan direksi serta memberi nasehat kepada direksi termasuk mengenai
rencana
pengembangan
perseroan,
pelaksanaan
ketentuan-ketentuan
anggaran dasar dan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Memberikan pendapat dan saran kepada Rapat Umum Pemegang Saham
mengenai rencana pengembangan perseroan, rencana kerja dan anggaran
tahunan perseroan serta perubahan dan tambahannya.
3. Mengawasi pelaksanaan rencana kerja dan anggaran perseroan serta
menyampaikan hasil penilaian serta pendapatnya kepada Rapat Umum
Pemegang Saham.
4. Mengikuti perkembangan kegiatan perseroan. Dalam hal ini perseroan
menunjukan gejala kemunduran, segera melaporka kepada Rapat Umun
Pemegang Saham dengan disertai saran mengenai langkah perbaikan yang
harus ditempuh.
5. Memberikan pendapat dan saran kepada Rapat Umum Pemegang Saham
mengenai setiap persoalan lainnya yang dianggap penting bagi pengurusan
perseroan.
6. Melakukan tugas-tugas pengawasan lainnya yang ditentukan oleh Rapat
Umum Pemegang Saham.
7. Komisaris mengadakan rapat sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan, dan
dalam rapat tersebut komisaris dapat mengundang direksi.
44
e.
Kewajaran (Fairness)
Menurut Iman dan Amin (2002:6), fairness adalah kesetaraan perlakuan
dari perusahaan terhadap pihak-pihak yang berkepentingan sesuai dengan kriteria
dan proporsi yang seharusnya. Dalam hal ini ditekankan agar pihak-pihak yang
berkepentingan
terhadap
perusahaan
terlindungi
dari
kecurangan
serta
penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh orang dalam. Dengan begitu
peran dan tanggung jawab komisaris dan manajemen sangat diperlukan.
Prinsip ini mengatur bahwa suatu perusahaan harus menetapkan aturan
perusahaan untuk dapat melindungi kepentingan dari pada pemegang saham,
khususnya para pemegang saham minoritas, dan prinsip ini pun mengharuskan
adanya penetapan kebijakan agar terlindungi dari kecurangan yang dilakukan oleh
orang dalam atau yang berasal dari dalam (self dealing). Oleh karena itu, peranan
dan tanggung jawab komisaris dan manajemen sangat diperlukan dan prinsip ini
pula mengedepankan kewajaran dalam setiap informasi yang bersifat material dan
diungkapkan secara penuh (full disclosure).
Menurut Iman dan Amin (2002:12), kerangka corporate governance harus
dapat melindungi hak-hak pemegang saham.
1. Hak-hak pemegang saham mencakup:
a. Metode
yang
aman
dalam
pencatatan
kepemilikan
(ownership
registration).
b. Mengalihkan atau pemindahan saham.
c. Memperoleh informasi yang relevan tentang perusahaan pada waktu
yang tepat dan berkala.
45
d. Berpartisipasi dan memberi suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham.
e. Memilih anggota dewan komisaris (board of directors).
f. Mendapatkan pembagian laba perusahaan.
2. Pemegang saham mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam dan secara
memadai diberi informasi tentang keputusan yang berkaitan dengan
perubahan perusahaan yang fundamental, seperti:
a. Perubahan anggaran dasar (statute atau articles of incorporation),
b. Otoritas tambahan saham, dan
c. Transaksi-transaksi yang luar biasa sebagai akibat dari penjualan
perusahaan.
3. Pemegang saham harus mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi secara
efektif dan memberi suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham, yaitu:
a. Para pemegang saham yang harus dilengkapi dengan informasi yang
memadai dan tepat waktu yang berkaitan dengan tanggal, tempat, dan
agenda rapat umum, dan juga informasi yang lengkap dan tepat waktu
tentang masalah-masalah yang akan diputuskan dalam rapat.
b. Peluang harus diberikan kepada pemegang saham untuk menanyakan
tentang dewan komisaris dan mencantumkan hal-hal dalam agenda rapat
umum dengan bergantung pada pembatasan-pembatasan yang masuk
akal.
c. Pemegang saham harus dapat memberi suara secara pribadi dan pengaruh
yang sama harus diberikan terhadap suara, apakah dilakukan secara
pribadi.
46
4. Struktur modal yang memungkinkan pemegang saham tertentu untuk
memperoleh suatu tingkat pengendalian yang tidak seimbang atau sepadan
dengan kepemilikan ekuitas mereka harus diungkapkan.
5. Markets for corporate control harus dapat berfungsi dalam keadaan yang
efisien dan transparan.
a. Aturan-aturan dan prosedur-prosedur yang mempengaruhi akuisisi
tentang pengandalian korporat dalam pasar modal, dan transaksitransaksi yang luar biasa, seperti merger dan penjualan porsi yang
substansial dari aktiva korporat harus secara jelas diungkapkan agar
investor memahami hak mereka. Transaksi harus terjadi pada harga yang
transparan dan di bawah kondisi yang wajar yang melindungi hak dari
seluruh pemegang saham sesuai dengan kelompoknya.
b. Alat-alat yang anti pengambilalihan seharusnya tidak digunakan untuk
melindungi manajemen dari akuntabilitas atau tanggungjawab.
6. Pemegang saham, termasuk investor kelmbagaan, harus mempertimbangkan
biaya dan manfaat untuk melaksanakan hak pemberian suara (voting rights).
Inti dari prinsip perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham adalah
bahwa kerangka yang dibangun dalam corporate governance harus mampu
melindungi hak-hak dasar pemegang saham, yaitu hak untuk:
a. Menjamin keamanan metode pendaftaran saham yang dimilikinya,
b. Mengalihkan atau memindahkan saham yang dimiliknya,
c. Memperoleh informasi yang relevan tetntang perusahaan secara berkala
dan teratur,
47
d. Ikut berperan dan memberikan suara dalam RUPS,
e. Memilih anggota dewan komisaris dan direksi, serta
f. Memperoleh pembagian keuntungan perusahaan.
Menurut Iman dan Amin (2002:14), kerangka kerja corporate governance
juga harus memastikan perlakuan yang sama terhadap seluruh pemegang saham
asing. Semua pemegang saham harus mempunyai kesempatan untuk memperoleh
ganti rugi pelanggan yang efektif atas hak-hak mereka:
1. Semua pemegang saham dari kelompok yang sama harus diperlakukan
secara sama rata atau adil:
a. Dalam setiap kelompok, semua pemegang saham harus mempunyai hak
pemberian suara yang sama. Semua investor dapat memperoleh informasi
tentang hak pemberian suara yang melekat pada seluruh kelompok saham
sebelum saham tersebut dibeli. Setiap perubahan dalam hak pemberian
suara harus tergantung pada suara pemegang saham.
b. Suara harus diberikan oleh kustodian atau nominess dalam suatu keadaan
sesuai dengan manfaat pemilik saham.
c. Proses dan prosedur untuk rapat pemegang saham harus memungkinkan
perlakuan yang sama bagi seluruh pemegang saham. Prosedur
perusahaan seharusnya tidak mengakibatkan terlalu sulit atau mahal
untuk memberikan suara.
2. Praktik-praktik
insider
trading
penyalahgunaan harus dilarang.
dan
self
dealing
yang
bersifat
48
3. Anggota dewan komisaris (boardof directors) dan manajer disyaratkan
untuk mengungkapkan setiap kepentingan yang material dalam transaksitransaksi atau hal-hal yang mempengaruhi perusahaan.
Inti dari prinsip perlakuan terhadap seluruh pemegang saham adalah bahwa
kerangka corporate governance harus menjamin adanya perlakuan yang sama
terhadap seluruh pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas dan
asing. Seluruh pemegang saham harus memiliki kesempatan untuk mendapatkan
penggantian atau perbaikan atas pelanggaran dari hak-hak mereka. Prinsip ini juga
mensyaratkan adanya perlakuan yang sama atas saham-saham yang berada dalam
satu kelas, melarang praktik-praktik insider trading dan self dealing, dan
mengharuskan anggota dean komisaris untuk melakukan keterbukaan jika
menemukan transaksi-transaksi yang mengandung benturan kepentingan (conflict
of interest).
2.2.3 Manfaat Good Corporate Governance (GCG)
Corporate Governance yang tidak efektif merupakan penyebab utama
terjadinya krisis ekonomi dan kegagalan pada berbagai perusahaan di Indonesia
akhir-akhir ini. Penerapan corporate governance yang efektif dapat memberikan
sumbangan yang penting dalam memperbaiki kondisi perekonomian, serta
menghindari terjadinya krisis dan kegagalan serupa di masa depan.
Dengan melaksanakan corporate governance, menurut Forum for
Corporate Govenance in Indonesia dalam kutipan Permata (2013:4) ada
beberapa manfaat yang bisa diperoleh, antara lain:
49
1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan
keputusan
yang
lebih
baik,
meningkatkan
efisiensi
operasional
perusahaan, serta lebih baik meningkatkan pelayanan kepada stakeholders.
2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaaan yang lebih murah dan
tidak rigid (karena faktor kepercayaan) yang pada akhirnya akan
meningkatkan corporatevalue.
3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di
Indonesia.
4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena
sekaligus akan meningkatkan shareholdersvalue dan dividen. Khusus bagi
BUMN dapat membantu penerimaan bagi APBN terutama dari hasil
privatisasi.
Selain manfaat tersebut, menurut Iman dan Amin (2002:9), dengan
menerapkan corporate governance yang baik akan memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Perbaikan dalam komunikasi,
2. Memperkecil potensial benturan (konflik kepentingan),
3. Fokus pada strategi-strategi utama,
4. Peningkatan dalam produktivas dan efisiensi,
5. Kesinambungan manfaat,
6. Promosi citra perusahaan,
7. Peningkatan kepuasan pelanggan,
8. Perolehan kepercayaan investor,
50
9. Dapat mengukur target kinerja manajemen perusahaan.
Dengan corporate governance yang baik, keputusan-keputusan penting
perusahaan tidak lagi hanya ditetapkan oleh satu pihak yang dominan (misalnya
direksi), akan tetapi ditetapkan setelah mendapatkan masukan dari, dan dengan
mempertimbangkan
kepentingan
berbagai
pihak
yang
berkepentingan
(stakeholders). Selain itu, corporate governance yang baik dapat mendorong
pengelolaan organisasi yang lebih demokratis (karena melibatkan partisipasi
banyak kepentingan), lebih accountable (karena ada sistem yang akan meminta
pertanggungjawaban atas setiap tindakan), dan lebih transparan serta akan
meningkatkan keyakinan bahwa perusahaan dan organisasi lainnya dapat
menyumbangkan manfaat tersebut dalam jangka panjang.
Menurut Fauziah dalam majalah Swasembada (2005:30), manfaat Good
Corporate Governance (GCG) terasa signifikan. Dari sisi manajemen, dapat
dilihat bahwa suasana kerja menjadi lebih nyaman dan teratur, artinya segala
proses kerja berjalan mulus, terkontrol, dan tercipta kerja tim yang solid. Selain
itu, penjualan bisa di atas pasar, profit meningkat, berbagai penghargaan dapat
diperoleh, dan meningkatnya kepercayaan mitra. Dengan GCG, integritas
perusahaan lebih dipercaya pihak luar yang berkepentingan (stakeholders),
memacu profesionalisme karyawan, kinerja keuangan yang cemerlang, serta
stabilitas harga saham yang jempolan.
51
2.2.4 Tujuan Good Corporate Governance (GCG)
Tujuan penerapan Good Corporate Governance (GCG) pada Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) berdasarkan Keputusan Menteri BUMN Nomor 117/MMBU/2002 pasal 4 adalah:
a. Memaksimalkan BUMN dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan,
akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan adil agar perusahaan
memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional.
b. Mendorong pengelolaan BUMN secara profesional, transparan dan efisien,
serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ.
c. Mendorong agar organ dalam membuat keputusan dan menjalankan
tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku serta kesadaran akan adanya tanggung
jawab sosial BUMN terhadap stakeholders maupun kelestarian lingkungan
di sekitar BUMN.
d. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional.
e. Meningkatkan iklim investasi nasional.
f. Menyukseskan program privatisasi BUMN.
Dengan demikian, penerapan pelaksanaan prinsip Good Corporate
Governance (GCG) secara optimal akan mampu mendorong peningkatan kinerja
perusahaan yang ada, dan pada gilirannya memberikan value creation semua
pihak yang terkait dengan perusahaan.
Penerepan Good Corporate Governance (GCG) bukanlah hal yang sulit.
Bagi pihak luar, perusahaan-perusahaan yang sarat dengan Korupsi, Kolusi, dan
52
Nepotisme ini selalu menampilkan kinerja yang bagus, seperti penjualan yang
meningkat laba bersih yang terus melonjak, dan ekspansi yang tidak pernah
berhenti.
2.3
Kerangka Pemikiran
Perwujudan
Good
Corporate
Governance
(GCG)
ternyata
sangat
membutuhkan peran akuntan perusahaan, baik peran dari akuntan manajemen
maupun peran auditor internal. Auditor internal yang bertugas meneliti dan
mengevaluasi bekerjanya sistem akuntansi disamping menilai seberapa jauh
kebijakan dan program kerja manajemen dijalankan memiki peran yang penting
dalam perusahaan. Auditor sebagai salah satu profesi yang menunjang
terwujudnya Good Corporate Governance (GCG) saat ini telah menjadi
komponen utama dalam mewujudkan pengelolaan perusahaan secara sehat.
Bahkan untuk pengendalian korporasi yang lebih luas, pertanggungjawaban bagi
publik ditampilkan dengan kewajiban pembentukan Auditor Internal dan Dewan
Audit (Hasnati, 2004).
Menurut Sawyers (2005), Auditor yang profesional harus memiliki
independensi untuk memenuhi kewajiban profesionalnya memberikan opini yang
objektif, tidak bias, dan tidak dibatasi; dan melaporkan masalah apa adanya,
bukan melaporkan sesuai keinginan eksekutif atau lembaga. Auditor internal
harus bebas dari hambatan dalam melaksanakan auditnya. Hanya dengan begitu
auditor internal bisa disebut melaksanakan audit dengan profesional. Menurut
Tugiman (2006), Audit internal adalah suatu fungsi penilaian yang independen
dalam suatu organisasi yang dilaksanakan. Tujuan pemeriksaan internal adalah
53
membantu para anggota organisasi agar dapat melaksanakan tanggung jawabnya
secara efektif. Dengan sikap auditor internal yang independen maka akan mampu
membantu manajemen dalam meningkatkan Good Corporate Governance (GCG).
Menurut Mulyadi (2002:58) kompetensi auditor diukur melalui banyaknya
ijazah/ sertifikat yang dimiliki serta jumlah/banyaknya keikutsertaan yang
bersangkutan dalam pelatihan-pelatihan, seminar atau symposium. Semakin
banyak sertifikat yang dimiliki dan semakin sering mengikuti pelatihan atau
seminar/symposium diharapkan auditor yang bersangkutan akan semakin cakap
dalam melaksanakan tugasnya. Dengan banyaknya sertifikat dan pelatihan yang
diikuti maka kompetensi auditor akan membantu organisasi dalam meningkatkan
Good Corporate Governance (GCG).
Keterkaitan antara profesionalisme auditor internal dengan Good Corporate
Governance (GCG) bisa dilihat dari peran auditor internal itu sendiri yang
tercermin dari definisi, tujuan, ruang lingkup, wewenang, tugas, dan
tanggungjawab auditor internal yang dihubungkan dengan prinsip-prinsip Good
Corporate Governance (GCG). Dilihat dari definisinya, auditor internal adalah
sebagai orang yang independen yang memberikan penilaian yang objektif
terhadap kegiatan operasi perusahaan. Terdapat empat aktivitas utama audit
internal yaitu compliance, operational, verification, dan eveluation (Yolanda,
2009). Sudah terlihat suatu hubungan antara Independensi, Kompetensi,
dan
Profesionalisme Auditor Internal dengan prinsip-prinsip Good Corporate
Governance (GCG), semua aktivitas, tujuan, dan ruang lingkup audit internal
dapat meningkatkan pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG).
54
Penjelasan
mengenai
pengaruh
independensi,
kompetensi,
dan
profesionalisme auditor internal terhadap good corporate governance dapat dilihat
secara singkat melalui gambar kerangka pemikiran sebagai berikut:
Independensi Auditor
Internal



Independensi dalam
program Audit
Independensi dalam
verifikasi
Independensi dalam
pelaporan
Good Corporate
Governance (GCG)
Kompetensi Auditor Internal



Mutu Personal
Pengetahuan Umum
Keahlian Khusus



Profesionalisme Auditor
Internal






Independensi
Kemampuan Profesional
Lingkup Pekerjaan
Pelaksanaan Kegiatan
Pemeriksaan
Bagian Audit Internal
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran

Akuntabilitas
(Accountability)
Pertanggung
jawaban
(Responbility)
Keterbukaan
(Tranparancy)
Kewajaran
(Fairness)
Kemandirian
(Independency)
55
2.4
Hipotesis
Berdasarkan
kerangka
pemikiran
tentang
pengaruh
independensi,
kompetensi, dan profesionalisme auditor internal terhadap Good Corporate
Governance (GCG), maka dapat dikembangkan hipotesis dengan penjelasan
sebagai berikut:
H1: Independensi berpengaruh signifikan terhadap Good Corporate
Governance (GCG).
H2: Kompetensi berpengaruh signifikan terhadap Good Corporate
Governance (GCG).
H3: Profesionalisme berpengaruh signifikan terhadap Good Corporate
Governance (GCG).
H3: Independensi, Kompetensi, dan Profesionalisme secara simultan
berpengaruh Signifikan terhadap Good Corporate Governance
(GCG).
.
.
Download