BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Audit Internal Audit merupakan pengendalian manajemen serta pendukung utama untuk tercapainya pengendalian internal dalam suatu organisasi. Selama melaksanakan kegiatannya, audit harus bersikap objektif dan kedudukannya dalam organisasi harus bersifat independen. 2.1.1 Pengertian Audit Internal Audit Internal mempunyai peranan yang cukup penting dalam suatu organisasi seperti yang dikemukakan oleh Lawrence B. Sawyer mengutip pernyataan dari Institute of Internal Auditors mengenai pengertian audit internal (Sawyer, 2005: 9) yakni : “Internal auditing is an independent appraisals function established within an organization to examine and evaluate its activities as a service to the organization.” Menurut pernyataan IIA tersebut, fungsi audit internal dalam suatu organisasi adalah untuk memeriksa dan juga mengevaluasi segala operasional perusahaan dengan penilaian yang independen, agar tidak menyimpang dari tujuan perusahaan itu sendiri. Memeriksa dan juga mengevaluasi merupakan tugas utama dan juga peran yang harus dilaksanakan auditor internal terhadap perusahaan. 14 15 Pengertian audit internal yang dikemukakan oleh Sawyer, secara garis besar sama halnya dengan yang dikemukakan oleh Committee of Sponsoring Organization (COSO) yaitu : “Internal audit is the process affected by an entity’s board of directors, management and other personnel, designed to provide reasonable assurance regarding the achievement of objective in: 1) effectiveness and efficiency operations, 2) reability of financial reporting, 3) the compliance with applicable laws and regulations.” (Arens, 2008:65) Audit internal merupakan proses yang dijalankan oleh pihak-pihak penting organisasi seperti dewan direksi, manajemen, dan personil lainnya dalam suatu organisasi yang bertujuan untuk menciptakan efektivitas dan efisiensi operasi, keandalan laporan keuangan yang memadai dan juga kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Pengertian audit internal banyak dikemukakan oleh para ahli audit. Pada intinya semua memandang audit internal sebagai suatu fungsi yang independen, yang memberikan pelayanan kepada organisasi dalam menilai sistem pengendalian intern suatu perusahaan. 2.1.2 Tujuan Audit Internal Pernyataan tujuan audit internal yang dikemukakan oleh Tugiman (2006: 2) sebagai berikut: ”Tujuan pemeriksaan internal adalah membantu para anggota organisasi agar dapat melaksanakan tanggungjawabnya secara efektif. Untuk itu pemeriksa internal akan melakukan analisis, penilaian, dan mengajukan saran-saran. Tujuan pemeriksaan mencakup pula pengembangan pengawasan yang efektif dengan biaya yang wajar.” 16 Tujuan dari audit internal harus dimuat dalam suatu Charter Audit Internal, hal ini sesuai dengan pernyataan Standar Profesi Audit Internal (SPAI, 2004: 15) yaitu: “Tujuan, kewenangan dan tanggung jawab fungsi audit internal harus dinyatakan secara formal dalam CharterAudit Internal konsisten dengan Standar Profesi Audit Internal (SPAI), dan mendapat persetujuan dari pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi.” Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi harus memahami dengan jelas tujuan dari pelaksanaan audit internal. Diharapkan dengan adanya pemahaman mengenai tujuan, tugas, dan tanggungjawab dari audit internal, maka akan mendorong mereka (pihak-pihak yang memiliki otoritas tinggi) untuk memberikan dukungan sepenuhnya terhadap pelaksanaan fungsi audit internal. 2.1.3 Ruang Lingkup Audit Internal Ruang lingkup audit internal menurut IIA mencakup pendekatan sistematis yang dirancang untuk mengevaluasi dan meningkatan kecukupan atau kememadaian dan keefektifan manajemen resiko, pengendalian, pengelolaan organisasi serta kualitas dari kinerja organisasi dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya dalam organisasi. Lingkup pengendalian audit internal yang dimuat dalam SPAI (2004: 13) adalah sebagai berikut: “Fungsi audit internal melakukan evaluasi dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan proses pengelolaan resiko, pengendalian, dan governance, dengan menggunakan pendekatan yang sistematis, teratur dan menyeluruh.” 2.1.4 Wewenang dan Tanggungjawab Audit Internal Wewenang dan tanggungjawab audit internal harus dinyatakan secara tegas dalam dokumen tertulis yang formal. Wewenang dan tanggungjawab dari fungsi 17 audit internal ini dimuat dalam suatu Internal Audit Charter. Charter tersebut harus mendapat persetujuan dari Direktur Utama dan Dewan Komisaris. Berikut ini merupakan salah satu kewenangan yang dimiliki auditor internal yang dinyatakan oleh IIA (Sawyer, 2005:33). “Authorized acces to records, personnel and resources needed to conduct the audit” Pernyataan IIA diatas megemukakan bahwa salah satu wewenang auditor internal adalah memiliki akses atas catatan-catatan, personil-personil dan sumber daya yang dibutuhkan untuk keperluan dalam menjalankan tugas audit. Tanggungjawab dari auditor internal yang dikemukakan oleh (Amin Widjadja Tunggal, 2005: 21) dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Direktur audit internal memiliki tanggungjawab dalam menetapkan program audit internal organisasi. Direktur audit internal bertugas untuk mengarahkan personil atau karyawan dan aktivitas-aktivitas departemen audit internal yang menyiapkan rencana tahunan, untuk memeriksa semua unit organisasi beserta aktivitas yang telah dilakukan organisasi. Direktur audit internal menyajikan program yang telah dibuat untuk persetujuan. 2. Auditing supervisor memiliki tanggungjawab dalam membantu direktur auditor internal dalam mengembangkan program audit tahunan yang telah dibuat dan membantu dalam mengkoordinasi kinerja pihak auditing dengan auditor independen agar memberikan cakupan audit yang sesuai. 3. Tanggungjawab senior auditor adalah menerima program audit dan instruksi untuk area audit yang telah ditugaskan oleh auditing supervisor. Senior auditor memimpin staf auditor dalam pekerjaan lapangan audit, dengan 18 memantau dan memberikan instruksi yang telah ia terima, agar pelaksanaan audit dapat berjalan sesuai. 4. Tanggungjawab staf auditor adalah melaksanakan tugas audit pada suatu lokasi audit sesuai dengan aturan dan intruksi yang diterimanya. Dari pernyataan di atas auditor internal tidak mempunyai wewenang untuk memberi perintah langsung pada pegawai-pegawai bidang operasi. Dengan demikian terlihat jelas bahwa audit internal hanya bertanggungjawab sebatas penilaian yang dilakukannya, sedangkan tindakan koreksinya merupakan tugas dari manajemen. Peran auditor internal menurut Iman S. Tunggal dan Amin W. Tunggal (2002:49), adalah sebagai Compliance Auditor dalam hal ini auditor internal bertanggungjawab kepada direktur utama dan mempunyai akses kepada komite, memonitor pelaksanaan kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur organisasi, mengevaluasi sistem pengendalian internal, memelihara dan mengamankan aktiva perusahaan dengan meminimalisir resiko yang terjadi, serta menelaah kinerja korporat melalui mekanisme audit keuangan dan audit operasional. Selain itu, audit internal juga berperan sebagai Internal Business Consultant dalam hal ini audit internal membantu komite audit dalam menilai resiko dengan memberi nasihat pada pihak manajemen, melaksanakan fungsi konsultan dan memastikan pelaksanaan corporate governance, serta menelaah peraturan corporate governance minimal dalam setahun sekali. 19 2.1.5 Independensi Audit Internal Menurut Islahuzzaman (2012), Auditor yang independen adalah auditor yang tidak dipengaruhi oleh berbagai kekuatan yang berasal dari luar diri auditor dalam mempertimbangkan fakta yang dijumpainya dalam audit. Indepenensi lebih banyak ditentukan faktor luar diri auditor. Menurut Arens (2009:111), auditor tidak hanya harus independen dalam fakta, tetapi juga harus independen dalam penampilan. Independen dalam fakta (independence in fact) ada bila auditor benar-benar mampu mempertahankan sikap yang tidak biasa sepanjang audit, sedangkan independensi dalam penampilan (independence in appearance) adalah hasil dari interprestasi lain atas independensi. Sedangkan menurut Suhayti (2010:51) definisi dari independensi yaitu: “indepndensi dalam audit berarti cara pandang yang tidak memihak di dalam pelaksanaan pengujian, evaluasi hasil pemeriksaan, dan penyusunan laporan audit. Sikap mental audit tersebut harus meliputi independence in fact dan independence in appearance.” 1. Independence in fact merupakan independen dalam kenyataan akan ada apabila pada kenyataan auditor mampu mepertahankan sikap yang tidak memihak sepanjang pelaksanaannya auditnya. Artinya sebagai suatu kejujuran yang tiak memihak dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya, hal ini berarti bahwa dalam mempertimbangkan fakta-fakta yang dipakai sebagai dasar pemberia,n pendapat, auditor harus objektif dan tidak berprasangka. 2. Independence in appaearance merupakan independen dalam penampilan adalah hasil interprestasi pihak lain mengenai independen ini. Auditor akan 20 dianggap tidak independen apabila auditor termasuk memiliki hubungan tertentu (misalnya hubungan keluarga) dengan kliennya yang dapat menimbulkan kecurigaan bahwa auditor tersebut akan memihak kliennya dan tidak independen. Dari uraian di atas dapat disimpulkan independen berarti sikap mental yang tidak bisa dipengaruhi, tidak dikendalikan pihak lain, tidak bergantung pada pihal lain, adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan. Menurut Sawyers (2005), Auditor yang profesional harus memiliki independensi untuk memenuhi kewajiban profesionalnya memberikan opini yang objektif, tidak bias, dan tidak dibatasi; dan melaporkan masalah apa adanya, bukan melaporkan sesuai keinginan eksekutif atau lembaga. Auditor internal harus bebas hambatan dalam melaksanakan auditnya. Hanya dengan begitu auditor internal bisa disebut melaksanakan audit dengan profesional. Indikator independensi tersebut adalah: 1. Independensi dalam program audit a. Bebas dari interval manajerial atas program audit. b. Bebas dari segala intervensi prosedur audit. c. Bebas dari segala persyaratan untuk penugasan audit selain yang memang disyaratkan untuk sebuah proses audit. 21 2. Independensi dalam verivikasi a. Bebas dalam mengakses semua catatan, memeriksa aktiva, dan karyawan yang relevan dengan audit yang dilakukan. b. Mendapatkan kerja sama yang aktifdari karyawan manajemen selama verifikasi audit. c. Bebas dari segala manajerial yang berusaha membatasi aktivayang diperiksa atau membatasi pemerolahan bahan bukti. d. Bebas dari kepentingan pribadi yang menghambat verfikasi audit. 3. Independensi dalam Pelaporan a. Bebas dari perasaan wajib memodifikasi dampak atau signifikan dalam laporan audit. b. Bebas dari tekanan untuk tidak melaporkan hal-hal yang signifikan dalam laporan audit. c. Menghindari penggunaan kata-kata yang menyesatkan baik secara sengaja maupun tidak sengaja dalam pelaporan fakta, opini, dan rekomendasi dalam interpretasi auditor. d. Bebas dari segala usaha untuk meniadakan pertimbangan auditor mengenal fakta atau opini dalam laporan audit inetrnal. 2.1.6 Kompetensi Auditor Internal Menurut Lee dan Stone dalam kutipan Kharismatuti (2012) mendefinisikan kompetensi sebagai keahlian yang cukup yang secara eksplisit dapat digunakan untuk melakukan audit secara objektif. Sedangkan menurut Kamus Kompetensi LOMA dalam Alim (2009) kompetensi didefinisikan 22 sebagai aspek-aspek pribadi dari seorang pekerja yang memungkinkan dia untuk mencapai kinerja superior. Aspek-aspek pribadi ini mencangkup sifat, motifmotif, sistem nilai, sikap, pengetahuan dan keterampilan dimana kompetensi akan mengarahkan tingkah laku, sedangkan tingkah laku akan menghasilkan kinerja. Sedangkan Trotter (1986) dalam kutipan Saifudin (2004:23) mendefenisikan bahwa orang yang kompeten adalah orang yang dengan keterampilannya mengerjakan pekerjaan dengan mudah, cepat, intuitif dan sangat jarang atau tidak pernah membuat kesalahan. Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary dalam Kharismatuti (2012) mendefinisikan kompetensi adalah keterampilan dari seorang ahli. Dimana ahli didefinisikan sebagai seorang yang memiliki tingkat ketrampilan tertentu atau pengetahuan yang tinggi dalam subyek tertentu yang diperoleh dari pelatihan dan pengalaman. Adapun kompetensi menurut De Angelo dalam Kharismatuti (2012) dapat dilihat dari berbagai sudut pandang yakni sudut pandang auditor individual dan audit tim dan masing-masing sudut pandang akan dibahas lebih mendetail berikut ini: 1. Kompetensi Auditor Individual Ada banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan auditor, antara lain pengetahuan dan pengalaman. Untuk melakukan tugas pengauditan, auditor memerlukan pengetahuan pengauditan dan pengetahuan mengenai bidang pengauditan, akuntansi dan industri klien. Selain itu juga pengalaman dalam melakukan audit. 23 a. Pengetahuan Menurut Widhi dalam kutipan Kharismatuti (2013), menyatakan bahwa pengetahuan memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Pengetahuan dapat diukur dari seberapa tinggi pendidikan seorang auditor karena dengan demikian auditor akan mempunyai semakin banyak pengetahuan (pandangan) mengenai bidang yang digelutinya sehingga dapat mengetahui berbagai masalah secara lebih mendalam. Menurut Kusharyanti (2003) secara umum ada 5 pengetahuan yang harus dimiliki oleh seorang auditor yaitu: (1) Pengetahuan pengauditan umum; (2) Pengetahuan area fungsional; (3) Pengetahuan mengenai isu-isu akuntansi yang paling baru; (4) Pengetahuan mengenai industri khusus; dan (5) Pengetahuan mengenai bisnis umum serta penyelesaian masalah. Pengetahuan pengauditan umum seperti risiko audit, prosedur audit, dan lain-lain kebanyakan diperoleh diperguruan tinggi, sebagian dari pelatihan dan pengalaman. Demikian juga dengan isu akuntansi, auditor bisa mendapatkannya dari pelatihan profesional yang diselenggarakan secara berkelanjutan. Pengetahuan mengenai industri khusus dan hal-hal umum ke banyakan diperoleh dari pelatihan dan pengalaman. b. Pengalaman Audit menuntut keahlian dan profesionalisme yang tinggi. Keahlian tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh pendidikan formal tetapi banyak faktor lain yang mempengaruhi antara lain adalah pengalaman. Dalam 24 kutipan Hernadianto (2009), pengalaman menciptakan struktur pengetahuan, yang terdiri atas suatu sistem dari pengetahuan yang sistematis dan abstrak. Pengetahuan ini tersimpan dalam memori jangka panjang dan dibentuk dari lingkungan pengalaman langsung masa lalu. Singkat kata, teori ini menjelaskan bahwa melalui pengalaman auditor dapat memperoleh pengetahuan dan mengembangkan struktur pengetahuannya. Auditor yang berpengalaman akan memiliki lebih banyak pengetahuan dan struktur memori lebih baik dibandingkan auditor yang belum berpengalaman. Dalam kutipan Hernadianto (2009) mengatakan bahwa seorang auditor menjadi ahli terutama diperoleh melalui pelatihan dan pengalaman. Seorang auditor yang lebih berpengalaman akan memiliki skema yang lebih baik dalam mendefinisikan keliruan-keliruan daripada auditor yang kurang berpengalaman. Menurut Mayangsari (2010) auditor yang berpengalaman memiliki keunggulan dalam hal: (1) Mendeteksi kesalahan; (2) Memahami kesalahan secara akurat; dan (3) Mencari penyebab kesalahan. Pengalaman audit adalah pengalaman auditor dalam melakukan audit laporan keuangan baik dari segi lamanya waktu maupun banyaknya penugasan yang pernah ditangani. 2. Kompetensi Tim Audit Standar pekerjaan lapangan yang kedua menyatakan bahwa jika pekerjaan menggunakan asisten maka harus disupervisi dengan semestinya. Dalam 25 suatu penugasan, satu tim audit biasanya terdiri dari auditor junior, auditor senior, manajer dan partner. Tim audit ini dipandang sebagai faktor yang lebih menentukan kualitas audit. Berdasarkan pengertian tersebut internal auditor memiliki kemampuan profesional apabila dapat memberikan jaminan atau kepastian bahwa teknis dan latar belakang pendidikan para auditor internal tersebut telah sesuai dengan pemeriksaan yang akan dilaksanakan, juga haruslah memiliki atau mendapatkan pengetahuan, kecakapan dari berbagai disiplin ilmu yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawab pemeriksaan. Adapun beberapa komponen dari “kompetensi auditor” menurut Rai (2010), yakni mutu personal, pengetahuan umum, dan keahlian khusus. 1. Mutu Personal Dalam menjalankan tugasnya, seorang auditor harus memiliki mutu personal yang baik, seperti: 1. Berpikiran terbuka (open-minded); 2. Berpikiran luas (broad-minded); 3. Mampu menangani ketidakpastian; 4. Mampu bekerjasama dalam tim; 5. Rasa ingin tahu (inquisitive); 6. Mampu menerima bahwa tidak ada solusi yang mudah; 7. Menyadari bahwa beberapa temuan dapat bersifat subjektif. 26 2. Pengetahuan Umum Seorang auditor harus memiliki pengetahuan umum untuk memahami entitas yang diaudit dan membantu pelaksanaan audit. Pengetahuan dasar ini meliputi kemampuan untuk melakukan reviu analitis (analytical review), pengetahuan teori organisasi untuk memahami suatu organisasi, pengetahuan auditing, dan pengetahuan tentang sektor public. Yang tak boleh dilupakan, adalah pengetahuan akuntansi untuk membantu dalam memahami siklus entitas dan laporan keuangan serta mengolah data dan angka yang diperiksa. 3. Keahlian Khusus Keahlian khusus yang harus dimiliki seorang auditor antara lain keahlian untuk melakukan wawancara, kemampuan membaca cepat, statistic, keterampilan mengoperasikan computer, serta kemampuan menulis dan mempresentasikan laporan dengan baik. 2.1.7 Profesionalisme Auditor Internal Profesionalisme menurut Tugiman dalam jurnal bisnis manajemen dan ekonomi yang ditulis oleh Asikin (2006:791) yaitu mengartikan profesionalisme sebagai suatu sikap dan perilaku seseorang dalam melakukan profesi tertentu. Definisi-definisi audit internal yang telah dikemukakan sebelumnya membawa kepada konsekuensi tuntutan profesionalitas sebagai bentuk peran profesi dalam memberikan nilai tambah pada perusahaan. Profesi merupakan jenis pekerjaan yang memenuhi beberapa kriteria, sedangkan profesionalisme merupakan suatu 27 atribut individual yang penting tanpa melihat apakah suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau tidak. Seorang auditor bisa dikatakan profesional apabila telah memenuhi dan mematuhi Standards Professional Practice Internal Auditing yang telah ditetapkan oleh The Institute ofInternal Auditors dalam Effendi (2006), antara lain: a. Standar atribut, yang meliputi otoritas, tanggung jawab, independensi, objektivitas, kemahiran profesional dan perhatian profesional yang harus diberikan, dan program perbaikan dan penjaminan kualitas. b. Standar kinerja, yang meliputi pengaturan aktivitas internal auditor, sifat pekerjaan, keterlibatan perencanaan, melakukan keterlibatan, pemantauan kemajuan dan penerimaan manajemen risiko. Seseorang yang memiliki jiwa profesionalisme senantiasa mendorong dirinya untuk mewujudkan kerja yang profesional. Kualitas profesionalisme didukung oleh ciri-ciri sebagai berikut (Asikin, 2006): 1. Keinginan untuk selalu menampilkan perilaku yang mendekati piawai ideal. 2. Meningkatkan dan memelihara profesionalnya. 3. Keinginan untuk sentiasa mengejar kesempatan pengembangan profesional yang dapat meningkatkan dan memperbaiki kualitas pengetahuan dan keterampilannya. 4. Mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesionalnya. Agar terciptanya auditor internal yang efektif, maka dibutuhkan auditor internal yang profesional, untuk mencapai kedua hal tersebut diperlukan adanya 28 kriteria atau standar. Tugiman (2006:13) mengemukakan beberapa kriteria tersebut sebagai berikut: 1. Independensi Audit internal harus mandiri dan terpisah dari berbagai kegiatan yang diperiksa oleh objektivitas para pemeriksa internal (internal auditor). Status organisasi dari unit audit internal haruslah memberi keleluasan dan kebebasan yang bertanggungjawab dalam rangka memenuhi dan menyelesaikan tugas pemeriksaan yang diberikan kepada unit audit internal tersebut. 2. Kemampuan profesional Audit internal harus dilaksanakan dengan keahlian dan ketelitian profesional. Menurut Tugiman (2006:27) kemampuan profesional merupakan tanggungjawab bagian audit internal dan setiap auditor internal. Pimpinan audit internal dalam setiap pemeriksaan haruslah menugaskan orang-orang yang secara bersama atau keseluruhan memiliki pengetahuan, kemampuan, dan berbagai disiplin ilmu yang diperlukan untuk melaksanakan pemeriksaan secara tepat dan pantas. 3. Lingkup Pekerjaan Lingkup pekerjaan auditor internal harus meliputi pengujian dan evaluasi terhadap kecukupan dan keefektifan sistem pengendalian internal yang dimiliki organisasi dan kualitas pelaksanaan tanggung jawab yang diberikan. 29 4. Pelaksanaan Kegiatan Pemeriksaan Kegiatan audit (pemeriksaan) harus meliputi perencanaan audit (audit program), pengujian dan pengevaluasian informasi, pemberitahuan hasil (reporting), dan menindak lanjuti (follow up). a. Perencanaan audit: pemeriksa internal atau audit internal haruslah merencanakan setiap pemeriksaan. b. Pengujian dan pengevaluasian informasi: pemeriksa internal harus mengumpulkan, menganalisis, menginterpretasi, dan membuktikan kebenaran informasi untuk mendukung hasil pemeriksaan. c. Penyampaian hasil pemeriksaan: pemeriksa internal harus melaporkan hasil-hasil pemeriksaan yang diperoleh dari kegiatan pemeriksaannya. d. Tindak lanjut hasil pemeriksaan: pemeriksa internal harus terus memantau tindak lanjut hasil pemeriksaan untuk memastikan bahwa hasil pemeriksaan yang dilaporkan kepada manajemen perusahaan telah dilakukan tindak lanjut yang tepat oleh manajemen perusahaan tersebut. 5. Manajemen bagian audit internal Pimpinan audit internal harus mengelola bagian audit internal dengan tepat. a. Kebijaksanaan dan prosedur: pimpinan audit internal harus membuat berbagai kebijaksanaan dan prosedur secara tertulis yang akan dipergunakan sebagai pedoman bagi pelaksanaan kegiatan fungsi audit internal. b. Koordinasi: pimpinan audit internal harus mengkoordinasi usaha-usaha atau kegiatan audit internal dengan auditor eksternal perusahaan untuk 30 memastikan bahwa seluruh lingkup penugasan sudah memadai dan meminimalkan duplikasi pemeriksaan. Adanya profesionalisme internal audit yang handal diharapkan dalam upaya mengambil langkah untuk mengantisipasi setiap tindakan penyimpangan yang mungkin terjadi dimasa yang akan datang Asikin (2006:2). Saran dan sikap korektif dari internal auditor akan sangat membantu untuk mencegah kejadian penyimpangan terulang lagi dalam perusahaan dan menjadi bahan penindakan bagi karyawan yang melakukan tindakan penyimpangan. 2.2 Good Corporate Governance 2.2.1 Definisi Good Corporate Governance Menurut Sutojo dan Aldridge (2005:1), kata Governance diambil dari kata latin, yaitu gubamance yang artinya mengarahkan dan mengendalikan. Dalam ilmu manajemen bisnis, kata tersebut diadaptasi menjadi Corporate Governance dan diartikan sebagai upaya mengarahkan (directing) dan mengendalikan (control) kegiatan organisasi, termasuk perusahaan. Sedangkan menurut Mardiasmo dalam bukunya Akuntansi Sektor Publik (2002:17), Governance sering dapat diartikan sebagai cara mengelola urusan-urusan publik. Menurut Tunggal (2008), Good Corporate Governance merupakan suatu prinsip dasar pengelolaan perusahaan secara transparan, akuntabel dan adil sesuai dengan aturan dan etika yang berlaku umum. Menurut Organization for Economic Co-opertaion and Development yang dikutip oleh Imam (2002:1), definisi Good Corporate Governance yaitu: 31 “Corporate Governance is the system by which business corporations are directed and controlled. The Corporate Governance structure specifies the distributions of rights and responsibilities among different participants in the corporation, such as, the board managers, shareholders and other stakeholders, and spells put the roles and procedures for making decisions on corporate affairs. By doing this, it also provides the structure through which the company objectives are set, and the means of attaining those objectives and monitoring performance.” Tulisan Organization for Economic Co-operation and Development mendefinisikan Corporate Governance sebagai sekumpulan hubungan antara pihak manajemen perusahaan, board dan pemegang saham, dan pihak lain yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan. Corporate Governance juga mensyaratkan adanya struktur, perangkat untuk mencapai tujuan, dan pengawasan atas kinerja. Corporate Governance yang baik dapat memberikan perangsang atau insentif yang baik bagi baord dan manajemen untuk mencapai tujuan yang untuk kepentingan perusahaan dan pemegang saham dan harus memfasilitasi pemonitoran yang efektif, sehingga mendorong perusahaan untuk menggunakan sumber daya yang lebih efisien. Menurut Iman dan Amin (2002:4), pengertian Corporate Governance sebagai berikut: “Corporate Governance is a blend of law, regulation and appropriate voluntary private sector practices which enable a corporation to attract financilan and human capital, perform effectively and thereby perpetuate itself by generating long term economic value for its shareholders and society as a whole.” World Bank mendefinisikan Corporate Governance adalah kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi oleh perusahaan yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, dengan demikian corporate governance dapat menghasilkan nilai ekonomi jangka 32 panjang yang berkesinambungan bagi pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. Corporate Governance berperan penting untuk dapat meningkatkan nilai perusahaan secara berkelanjutan dan dapat memberikan manfaat bagi kepentingan pemegang saham dan stakeholders yang terkait. Menurut Iman dan Amin (2002:7) mendefinisikan Corporate Governance sebagai berikut: “Corporate Govenance consist of an inter-related set of mechanism comprising institusional shareholders, boards of directors and commissioners, managers remunerate according to performance, the market for corporate control, ownership structure, financial structure, relational investors, and product market competition. A company’s management of its business risk if of crucial importance.” Iman dan Amin mendefinisikan Corporate Govenance terdiri atas sekumpulan mekanisme yang saling berkaitan yang terdiri atas pemegang saham institusional, dewan direksi dan komisaris, para manajer yang dibayar berdasarkan kinerjanya, pasar sebagai pengendali perseroan, struktur kepemilikan, struktur keuangan, investor terkait dan persaingan produk. Manajemen perusahaan terhadap risiko bisnis merupakan hal yang sangat penting. Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa Good corporate governance adalah sistem yang mengatur, mengelola, dan mengawasi proses pengendalian usaha menaikan nilai saham sekaligus sebagai bentuk perhatian kepada stakeholders, karyawan, kreditur, dan masyarakat sekitar. Good Corporate Governace berusaha menjaga keseimbangan di antara pencapaian tujuan ekonomi dan tujuan perusahaan. Tantangan dalam corporate governance adalah mencari cara untuk memaksimalkan penciptaan kesejahteraan sedemikian 33 rupa, sehingga tidak membebankan ongkos yang tidak patut kepada pihak ketiga atau masyarakat luas. Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia, penerapan praktik Good Corporate Governance dipertegas dengan dikeluarkanya Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-117/M-MBU/2002 pasal 1 tentang penerapan praktik Good Corporate Governance pada BUMN. Pengertian Corporate Governance berdasarkan keputusan ini adalah: “Suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika.” Yang dimaksud dengan organ dalam pengertian di atas adalah Rapat Umum Pemegang Saham, komisaris dan direksi untuk Perusahaan Perseorangan dan pemilik modal, dewan pengawas dan direksi untuk Perusahaan Umum dan Perusahaan Jawatan, sedangkan stakeholders adalah pihak yang memiliki kepentingan dengan BUMN, baik langsung maupun tidak langsung, yaitu pemegang saham maupun pemilik modal, komisaris maupun dewan pengawas, direksi serta karyawan maupun pemerintah, kreditur, dan pihak yang berkepentingan. Good corporate governance (GCG) didefinisikan sebagai struktur karena Good Corporate Governance (GCG) berperan dalam mengatur hubungan antara dewan komisaris, direksi, pemegang saham,dan stakeholders lainnya. Sementara sebagai sistem, Good Corporate Governnace (GCG) menjadi dasar mekanisme pengecekan dan perimbangan (check and balances) kewenangan atas pengendalian perusahaan yang dapat membatasi peluang pengelolaan yang 34 salah, dan peluang penyalahgunaan aset perusahaan. Good Corporate Governance sebagai proses karena Good Corporate Governance (GCG) memastikan transparansi dalam proses perusahaan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, dan pengukuran kinerjanya. Prinsip Good Corporate Governance (GCG) merupakan kaidah, norma, ataupun korporasi yang diperlukan dalam sistem pengelolaan BUMN yang sehat. Dengan demikian untuk lebih meningkatkan kinerja BUMN, pelaksanaan prinsip Good Corporate Governance (GCG) perlu lebih dioptimalkan dan Keputusan Menteri tersebut merupakan perangkat pendukungnya. Berdasarkan Keputusan Menteri tersebut, penerapan Good Corporate Governance (GCG) merupakan kewajiban bagi BUMN. BUMN wajib menerapkan Good Corporate Governance (GCG) secara konsisten dan atau menjadikan Good Corporate Governance (GCG) sebagai landasan operasionalnya. Penerapan Good Corporate Governance (GCG) pada BUMN dilaksanakan berdasarkan keputusan ini dengan tetap memperhatikan ketentuan dan norma yang berlaku serta anggaran dasar BUMN. 2.2.2 Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Menurut Iman dan Amin (2002:9) prinsip-prinsip Internasional mengenai Corporate Governance mulai muncul dan berkembang baru-baru ini. Prinsipprinsip Corporate Governance yang dikembangkan oleh OECD bermaksud untuk membantu anggota dan non-anggota dalam usaha untuk menilai dan memperbaiki kerangka kerja legal, institusional dan pengaturan untuk Corporate Governance di negara-negara mereka, dan memberikan petunjuk dan usulan untuk pasar modal, 35 investor, korporasi, dan pihak lain yang mempunyai peranan dalam proses mengembangkan Good Corporate Governance (GCG). a. Transparansi (Transparency) Transparansi menurut Iman dan Amin (2002:7) yaitu pengungkapan informasi kinerja perusahaan, baik ketetapan waktu maupun akurasinya (keterbukaan dalam proses, decision making, control, fairness, quality, standardization, efficiency time and cost). Dalam hubungannya transparansi dengan meningkatkan kinerja dari perusahaan, prinsip ini mengatur berbagai hal diantaranya mengatur pengembangan teknologi informasi manajemen sehingga dapat memastikan penilaian kinerja yang terbaik, serta pengambilan keputusan yang efektif oleh pihak manajemen dapat memanajemen risiko dalam tingkatan perusahaan untuk memastikan seluruh risiko dapat dikelola pada waktu yang dapat ditolelir yang dimana dapat mempengaruhi kinerja di perusahaan itu sendiri, adanya sistem akuntansi yang berdasar pada standar akuntansi sehingga dapat memastikan kualitas dari laporan keuangan dan disclosure, serta adanya mempublikasian informasi keuangan dan informasi lainnya yang material dan ini akan berdampak pada kinerja perusahaan secara tepat waktu dan akurat. Menurut Iman dan Amin (2002:16), kerangka kerja Corporate Governance harus memastikan bahwa pengungkapan yang tepat waktu dan akurat dilakukan terhadap semua hal yang material berkaitan dengan perusahaan mencakup situasi keuangan, kinerja, kepemilikan, dan tata kelola perusahaan. 36 1. Pengungkapan mencakup, akan tetapi tidak terbatas pada informasi yang material: a. Hasil keuangan dan operasi perusahaan. b. Tujuan perusahaan. c. Kepemilikan saham utama dan hak-hak pemberian suara. d. Anggota dewan komisaris (board of directors) dan eksekutif kunci, dan remunerasi mereka. e. Faktor-faktor risiko material yang dapat diperkirakan. f. Isu material yang berkaitan dengan pekerja dan stakeholders yang lain. g. Struktur dan kebijakan tata kelola. 2. Informasi harus disiapkan, diaudit, dan diungkapkan sesuai dengan standar akuntansi, pengungkapan keuangan dan non-keuangan, dan audit yang bermutu tinggi. 3. Audit tahunan harus dilakukan oleh auditor independen agar memberikan keyakinan eksternal dan obyektif atas cara laporan keuangan disusun dan disajikan. 4. Saluran penyebaran informasi harus memberikan akses yang wajar, tepat waktu dan efisien biaya terhadap informasi yang relevan untuk pemakai. Inti dari prinsip keterbukaan dan transparansi adalah bahwa kerangka. Corporate Governance harus menjamin adanya pengungkapan yang tepat waktu dan akurat untuk setiap permasalahan yang berkaitan dengan perusahaan. Pengungkapan yang tepat waktu dan akurat untuk setiap permasalahan yang berkaitan dengan perusahaan. Pengungkapan ini meliputi informasi mengenai 37 keadaan keuangan, kinerja perusahaan. Disamping itu, informasi yang diungkapan harus disusun, diaudit, dan disajikan sesuai dengan standar yang berkualitas tinggi. Manajemen juga diharuskan meminta auditor eksternal melakukan audit yang bersifat independen atas laporan keuangan. b. Kemandirian (Independency) Menurut Iman dan Amin (2002:8), kemandirian adalah sebagai keadaan dimana perusahaan bebas dari pengaruh atau tekanan pihak lain yang tidak sesuai dengan mekanisme korporasi. Prinsip ini mengharuskan perusahaan menggunakan tenaga ahli dalam setiap divisi atau bagian dalam perusahaannya sehingga pengelolaan perusahaan dapat dipercaya, prinsip ini juga mengharuskan perusahaan memiliki kebijakan intern dalam perusahaan yang sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku, prinsip ini harus dilaksanakan dengan baik agar perusahaan tidak gampang terpengaruh atau di intervensi oleh pihak-pihak dari dalam maupun dari luar yang tidak sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku mekanisme korporasi. Prinsip ini harus dilaksanakan dengan baik agar tidak gampang terpengaruh oleh pihak-pihak dari dalam maupun dari luar yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan prinsip korporasi yang tidak sehat, sehingga perusahaan dapat terhindar dari berbagai macam masalah dan benturan kepentingan antara perusahaan dan direksi yang dapat memperburuk citra perusahaan aktivitas perusahaan dapat dijalankan dengan baik dan dinamis. Akibat tidak diberlakukannya prinsip ini adalah proses penilaian kelayakan yang tidak fair, bias, dan merupakan bom waktu bagi masalah dibelakang hari dalam bentuk 38 proses pengelolaan perusahaan yang tidak efektif dan efisien, maupun kelayakan jaminan yang ada dalam perusahaan. c. Akuntabilitas (Accountability) Menurut Iman dan Amin (2002:7), akuntabilitas merupakan penciptaan sistem pengawasan yang efektif berdasarkan keseimbangan pembagian kekuasaan antara board of commissioners, board of directions, shareholders, dan auditor (pertanggungjawaban wewenang, Traceable, reasonable). Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban atas pelaksanaan fungsi dan tugas-tugas sesuai dengan wewenang yang dimiliki oleh seluruh organ perseroan.Dalam hal ini, direksi (beserta manajer) bertanggung jawab atas keberhasilan pengurusan perusahaan dalam rangka mencapi tujuan yang telah disetujui oleh pemegang saham. Komisaris bertanggung jawab atas keberhasilan pengawasan dan pemberian nasehat kepada direksi dalam rangka pengelolaan perusahaan. Pemegang saham bertanggung jawab atas keberhasilan pembinaan dalam rangka pengelolaan perusahaan. Prinsip ini mengatur bagaimana sebaiknya perusahaan membentuk komite audit untuk memperkuat fungsi pengawasan intern oleh komisaris. Peran dari pada auditor internal dapat membantu dalam memperbaiki kinerja perusahaan, para auditor internal ini akan memberikan masukan kepada pihak manajemen atas kesalahan dan kekurangan yang akan datang dalam mengelola sebuah perusahaan pada periode lalu agar dapat diperbaiki pada masa yang akan datang. Oleh karena itu pembentukan dan penetapan kembali peran dan fungsi auditor internal sangat penting, dan prinsip ini mengatur bagaimana praktik audit yang sehat dan 39 independent dan prinsip ini juga menetapkan suatu sistem penilaian kinerja melalui akuntansi dan sistem informasi yang baik. Kerangka kerja Good Corporate Governance (GCG) memastikan sistem pengendalian strategis dan monitoring berjalan dengan baik serta memastikan akuntabilitas dewan eksekutif pada perusahaan, pemegang saham, dan stakeholder. Dewan bertanggung jawab untuk mematuhi kinerja dan pencapaian target return bagi pemegang saham dan mencegah berlarutnya konflik kepentingan, dan juga menjaga kompetisi yang fair dalam perusahaan. Agar akuntabilitas ini efektif, dewan juga harus menjaga independensinya dari manajemen. Tanggung jawab dewan yang lain adalah memastikan ditaatinya hukum, etika dan lain-lain. Menurut Iman dan Amin (2002:17), dalam hal ini, kerangka kinerja Corporate Governance harus memastikan pedoman strategik perusahaan, pemonitoran manajemen yang efektif oleh dewan komisaris, dan akuntabilitas dewan komisaris terhadap perusahaan dan pemegang saham. 1. Anggota dewan komisaris bertindak dengan dasar informasi yang lengkap, itikad baik, penelitian yang cermat dan hati-hati, dan kepentingan yang paling baik bagi perusahaan dan pemegang saham. 2. Apabila keputusan dewan komisaris dapat mempengaruhi kelompok pemegang saham yang berbeda dengan cara yang berbeda, dewan komisaris harus memperlakukan semua pemegang saham secara layak. 3. Dewan komisaris harus memastikan ketaatan terhadap hukum yang berlaku dan mempertimbangkan kepentingan stakeholders. 40 4. Dewan komisaris harus memenuhi fungsi-fungsi kunci tertentu, mencakup: a. Menelaah dan mengarahkan strategi korporat, rencana tindakan utama, kebijakan risiko, anggaran tahunan dan rencana usaha, menetapkan sasaran kinerja; memonitor implementasi dan kinerja korporat; dan mengawasi pengeluaran modal yang pokok, akuisisi. b. Memilih, memberi kompensasi, memonitor dan bila perlu mengganti eksekutif kunci dan mengawasi perencanaan sukses (succession planning). c. Menelaah eksekutif kunci dan remunerasi dewan komisaris, dan memastikan suatu proses nominasi dewan komisaris yang formil dan transparan. d. Memonitor dan mengelola benturan kepentingan yang potensial dari manajemen, anggota dewan komisaris dan pemegang saham, mencakup penyalahgunaan aktiva korporat dan penyalahgunaan dalam transaksitransaksi pihak yang mempunyai hubungan istimewa (telated partytransaction). e. Meyakini integritas akuntansi dan sistem pelaporan keuangan perusahaan, mencakup audit independen dan sistem pengendalian yang tepat berjalan, khususnya sistem pemonitoran risiko, pengendalian keuangan, dan ketaatan terhadap hukum. f. Memonitor efektivitas praktik-praktik tata kelola yang beroperasi dan melakukan perubahan-perubahan bila perlu. g. Mengawasi proses pengungkapan dan komunikasi. 41 5. Dewan komisaris harus dapat melaksanakan pertimbangan yang obyektif tentang urusan korporat secara independen, khususnya terhadap manajemen. a. Dewan komisaris harus mempertimbangkan menugaskan sejumlah dewan komisaris non-eksekutif yang memadai untuk melakukan pertimbangan yang independen tentang tugas-tugas dimana terdapat suatu potensial benturan kepentingan. Contoh dari tanggung jawab penting adalah pelaporan keuangan, nominasi dan remunerasi eksekutif dan dewan komisaris. b. Anggota dewan komisaris harus mencurahkan waktu yang memadai terhadap tanggung j awab mereka. c. Agar dapat memenuhi tanggung jawab mereka, anggota dewan komisaris harus mempunyai akses terhadap informasi yang akurat, relevan, dan tepat waktu. Inti dari prinsip akuntabilitas dewan komisaris (board of directors) adalah bahwa kerangka Corporate Governance harus menjamin adanya pedoman strategis perusahaan, pemantauan yang efektif terhadap manajemen yang dilakukan oleh dewan komisaris terhadap perusahaan dan pemegang saham. Prinsip ini juga memuat kewenangan-kewenangan yang harus dimiliki oleh dewan komisaris beserta kewajiban-kewajiban profesionalnya kepada pemegang saham dan stakeholders lainnya. 42 d. Pertanggungjawaban (Responsibility) Menurut Iman dan Amin (2002:8), pertanggungjawaban perusahaan artinya perusahaan sebagai bagian dari masyarakat, bertanggungjawab kepada stakeholders dan lingkungan dimana perusahaan berada. Prinsip ini mengatur pemenuhan tanggung jawab perusahaan sebagai entitas bisnis dalam masyarakat kepada stakeholders untuk mewujudkan perusahaan menjadi Good Corporate Citizen. Dengan demikian perusahaan akan menjadi profesional dan penuh etika dalam menjalankan usahanya, menghindari penyalahgunaan kekuasaan yang dimiliki oleh organ-organ internal perusahaan, dan adanya lingkungan bisnis yang baik seperti adanya larangan monopoli dan praktik persaingan yang tidak sehat. Perusahaan responsible mempunyai tanggungjawab sosial yang berlaku yang perlu dipertimbangkan, termasuk konsumen. Board of directors (Dewan Komisaris) merupakan faktor sentral dalam corporate governance karena hukum perseroan menempatkan tanggungjawab legal atas urusan suatu perusahaan kepada board of directors. Board of directors secara legal bertanggung jawab untuk menetapkan sasaran korporat, mengembangkan kebijakan yang luas, dan memilih personel tingkat atas untukmelaksanakan sasaran dan kebijakan tersebut. Board of directors juga menelaah kinerja manajemen untuk meyakinkan bahwa perusahaan dijalankan secara baik dan kepentingan pemegang saham dilindungi. Tugas dan tanggung jawab komisaris menurut Iman dan Amin (2002:38), yaitu: 43 1. Melakukan pengawasan terhadap kebijakan pengurusan perseroan yang dilakukan direksi serta memberi nasehat kepada direksi termasuk mengenai rencana pengembangan perseroan, pelaksanaan ketentuan-ketentuan anggaran dasar dan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Memberikan pendapat dan saran kepada Rapat Umum Pemegang Saham mengenai rencana pengembangan perseroan, rencana kerja dan anggaran tahunan perseroan serta perubahan dan tambahannya. 3. Mengawasi pelaksanaan rencana kerja dan anggaran perseroan serta menyampaikan hasil penilaian serta pendapatnya kepada Rapat Umum Pemegang Saham. 4. Mengikuti perkembangan kegiatan perseroan. Dalam hal ini perseroan menunjukan gejala kemunduran, segera melaporka kepada Rapat Umun Pemegang Saham dengan disertai saran mengenai langkah perbaikan yang harus ditempuh. 5. Memberikan pendapat dan saran kepada Rapat Umum Pemegang Saham mengenai setiap persoalan lainnya yang dianggap penting bagi pengurusan perseroan. 6. Melakukan tugas-tugas pengawasan lainnya yang ditentukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham. 7. Komisaris mengadakan rapat sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan, dan dalam rapat tersebut komisaris dapat mengundang direksi. 44 e. Kewajaran (Fairness) Menurut Iman dan Amin (2002:6), fairness adalah kesetaraan perlakuan dari perusahaan terhadap pihak-pihak yang berkepentingan sesuai dengan kriteria dan proporsi yang seharusnya. Dalam hal ini ditekankan agar pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan terlindungi dari kecurangan serta penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh orang dalam. Dengan begitu peran dan tanggung jawab komisaris dan manajemen sangat diperlukan. Prinsip ini mengatur bahwa suatu perusahaan harus menetapkan aturan perusahaan untuk dapat melindungi kepentingan dari pada pemegang saham, khususnya para pemegang saham minoritas, dan prinsip ini pun mengharuskan adanya penetapan kebijakan agar terlindungi dari kecurangan yang dilakukan oleh orang dalam atau yang berasal dari dalam (self dealing). Oleh karena itu, peranan dan tanggung jawab komisaris dan manajemen sangat diperlukan dan prinsip ini pula mengedepankan kewajaran dalam setiap informasi yang bersifat material dan diungkapkan secara penuh (full disclosure). Menurut Iman dan Amin (2002:12), kerangka corporate governance harus dapat melindungi hak-hak pemegang saham. 1. Hak-hak pemegang saham mencakup: a. Metode yang aman dalam pencatatan kepemilikan (ownership registration). b. Mengalihkan atau pemindahan saham. c. Memperoleh informasi yang relevan tentang perusahaan pada waktu yang tepat dan berkala. 45 d. Berpartisipasi dan memberi suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham. e. Memilih anggota dewan komisaris (board of directors). f. Mendapatkan pembagian laba perusahaan. 2. Pemegang saham mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam dan secara memadai diberi informasi tentang keputusan yang berkaitan dengan perubahan perusahaan yang fundamental, seperti: a. Perubahan anggaran dasar (statute atau articles of incorporation), b. Otoritas tambahan saham, dan c. Transaksi-transaksi yang luar biasa sebagai akibat dari penjualan perusahaan. 3. Pemegang saham harus mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi secara efektif dan memberi suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham, yaitu: a. Para pemegang saham yang harus dilengkapi dengan informasi yang memadai dan tepat waktu yang berkaitan dengan tanggal, tempat, dan agenda rapat umum, dan juga informasi yang lengkap dan tepat waktu tentang masalah-masalah yang akan diputuskan dalam rapat. b. Peluang harus diberikan kepada pemegang saham untuk menanyakan tentang dewan komisaris dan mencantumkan hal-hal dalam agenda rapat umum dengan bergantung pada pembatasan-pembatasan yang masuk akal. c. Pemegang saham harus dapat memberi suara secara pribadi dan pengaruh yang sama harus diberikan terhadap suara, apakah dilakukan secara pribadi. 46 4. Struktur modal yang memungkinkan pemegang saham tertentu untuk memperoleh suatu tingkat pengendalian yang tidak seimbang atau sepadan dengan kepemilikan ekuitas mereka harus diungkapkan. 5. Markets for corporate control harus dapat berfungsi dalam keadaan yang efisien dan transparan. a. Aturan-aturan dan prosedur-prosedur yang mempengaruhi akuisisi tentang pengandalian korporat dalam pasar modal, dan transaksitransaksi yang luar biasa, seperti merger dan penjualan porsi yang substansial dari aktiva korporat harus secara jelas diungkapkan agar investor memahami hak mereka. Transaksi harus terjadi pada harga yang transparan dan di bawah kondisi yang wajar yang melindungi hak dari seluruh pemegang saham sesuai dengan kelompoknya. b. Alat-alat yang anti pengambilalihan seharusnya tidak digunakan untuk melindungi manajemen dari akuntabilitas atau tanggungjawab. 6. Pemegang saham, termasuk investor kelmbagaan, harus mempertimbangkan biaya dan manfaat untuk melaksanakan hak pemberian suara (voting rights). Inti dari prinsip perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham adalah bahwa kerangka yang dibangun dalam corporate governance harus mampu melindungi hak-hak dasar pemegang saham, yaitu hak untuk: a. Menjamin keamanan metode pendaftaran saham yang dimilikinya, b. Mengalihkan atau memindahkan saham yang dimiliknya, c. Memperoleh informasi yang relevan tetntang perusahaan secara berkala dan teratur, 47 d. Ikut berperan dan memberikan suara dalam RUPS, e. Memilih anggota dewan komisaris dan direksi, serta f. Memperoleh pembagian keuntungan perusahaan. Menurut Iman dan Amin (2002:14), kerangka kerja corporate governance juga harus memastikan perlakuan yang sama terhadap seluruh pemegang saham asing. Semua pemegang saham harus mempunyai kesempatan untuk memperoleh ganti rugi pelanggan yang efektif atas hak-hak mereka: 1. Semua pemegang saham dari kelompok yang sama harus diperlakukan secara sama rata atau adil: a. Dalam setiap kelompok, semua pemegang saham harus mempunyai hak pemberian suara yang sama. Semua investor dapat memperoleh informasi tentang hak pemberian suara yang melekat pada seluruh kelompok saham sebelum saham tersebut dibeli. Setiap perubahan dalam hak pemberian suara harus tergantung pada suara pemegang saham. b. Suara harus diberikan oleh kustodian atau nominess dalam suatu keadaan sesuai dengan manfaat pemilik saham. c. Proses dan prosedur untuk rapat pemegang saham harus memungkinkan perlakuan yang sama bagi seluruh pemegang saham. Prosedur perusahaan seharusnya tidak mengakibatkan terlalu sulit atau mahal untuk memberikan suara. 2. Praktik-praktik insider trading penyalahgunaan harus dilarang. dan self dealing yang bersifat 48 3. Anggota dewan komisaris (boardof directors) dan manajer disyaratkan untuk mengungkapkan setiap kepentingan yang material dalam transaksitransaksi atau hal-hal yang mempengaruhi perusahaan. Inti dari prinsip perlakuan terhadap seluruh pemegang saham adalah bahwa kerangka corporate governance harus menjamin adanya perlakuan yang sama terhadap seluruh pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas dan asing. Seluruh pemegang saham harus memiliki kesempatan untuk mendapatkan penggantian atau perbaikan atas pelanggaran dari hak-hak mereka. Prinsip ini juga mensyaratkan adanya perlakuan yang sama atas saham-saham yang berada dalam satu kelas, melarang praktik-praktik insider trading dan self dealing, dan mengharuskan anggota dean komisaris untuk melakukan keterbukaan jika menemukan transaksi-transaksi yang mengandung benturan kepentingan (conflict of interest). 2.2.3 Manfaat Good Corporate Governance (GCG) Corporate Governance yang tidak efektif merupakan penyebab utama terjadinya krisis ekonomi dan kegagalan pada berbagai perusahaan di Indonesia akhir-akhir ini. Penerapan corporate governance yang efektif dapat memberikan sumbangan yang penting dalam memperbaiki kondisi perekonomian, serta menghindari terjadinya krisis dan kegagalan serupa di masa depan. Dengan melaksanakan corporate governance, menurut Forum for Corporate Govenance in Indonesia dalam kutipan Permata (2013:4) ada beberapa manfaat yang bisa diperoleh, antara lain: 49 1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan, serta lebih baik meningkatkan pelayanan kepada stakeholders. 2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaaan yang lebih murah dan tidak rigid (karena faktor kepercayaan) yang pada akhirnya akan meningkatkan corporatevalue. 3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. 4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholdersvalue dan dividen. Khusus bagi BUMN dapat membantu penerimaan bagi APBN terutama dari hasil privatisasi. Selain manfaat tersebut, menurut Iman dan Amin (2002:9), dengan menerapkan corporate governance yang baik akan memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Perbaikan dalam komunikasi, 2. Memperkecil potensial benturan (konflik kepentingan), 3. Fokus pada strategi-strategi utama, 4. Peningkatan dalam produktivas dan efisiensi, 5. Kesinambungan manfaat, 6. Promosi citra perusahaan, 7. Peningkatan kepuasan pelanggan, 8. Perolehan kepercayaan investor, 50 9. Dapat mengukur target kinerja manajemen perusahaan. Dengan corporate governance yang baik, keputusan-keputusan penting perusahaan tidak lagi hanya ditetapkan oleh satu pihak yang dominan (misalnya direksi), akan tetapi ditetapkan setelah mendapatkan masukan dari, dan dengan mempertimbangkan kepentingan berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders). Selain itu, corporate governance yang baik dapat mendorong pengelolaan organisasi yang lebih demokratis (karena melibatkan partisipasi banyak kepentingan), lebih accountable (karena ada sistem yang akan meminta pertanggungjawaban atas setiap tindakan), dan lebih transparan serta akan meningkatkan keyakinan bahwa perusahaan dan organisasi lainnya dapat menyumbangkan manfaat tersebut dalam jangka panjang. Menurut Fauziah dalam majalah Swasembada (2005:30), manfaat Good Corporate Governance (GCG) terasa signifikan. Dari sisi manajemen, dapat dilihat bahwa suasana kerja menjadi lebih nyaman dan teratur, artinya segala proses kerja berjalan mulus, terkontrol, dan tercipta kerja tim yang solid. Selain itu, penjualan bisa di atas pasar, profit meningkat, berbagai penghargaan dapat diperoleh, dan meningkatnya kepercayaan mitra. Dengan GCG, integritas perusahaan lebih dipercaya pihak luar yang berkepentingan (stakeholders), memacu profesionalisme karyawan, kinerja keuangan yang cemerlang, serta stabilitas harga saham yang jempolan. 51 2.2.4 Tujuan Good Corporate Governance (GCG) Tujuan penerapan Good Corporate Governance (GCG) pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berdasarkan Keputusan Menteri BUMN Nomor 117/MMBU/2002 pasal 4 adalah: a. Memaksimalkan BUMN dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan adil agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional. b. Mendorong pengelolaan BUMN secara profesional, transparan dan efisien, serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ. c. Mendorong agar organ dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial BUMN terhadap stakeholders maupun kelestarian lingkungan di sekitar BUMN. d. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional. e. Meningkatkan iklim investasi nasional. f. Menyukseskan program privatisasi BUMN. Dengan demikian, penerapan pelaksanaan prinsip Good Corporate Governance (GCG) secara optimal akan mampu mendorong peningkatan kinerja perusahaan yang ada, dan pada gilirannya memberikan value creation semua pihak yang terkait dengan perusahaan. Penerepan Good Corporate Governance (GCG) bukanlah hal yang sulit. Bagi pihak luar, perusahaan-perusahaan yang sarat dengan Korupsi, Kolusi, dan 52 Nepotisme ini selalu menampilkan kinerja yang bagus, seperti penjualan yang meningkat laba bersih yang terus melonjak, dan ekspansi yang tidak pernah berhenti. 2.3 Kerangka Pemikiran Perwujudan Good Corporate Governance (GCG) ternyata sangat membutuhkan peran akuntan perusahaan, baik peran dari akuntan manajemen maupun peran auditor internal. Auditor internal yang bertugas meneliti dan mengevaluasi bekerjanya sistem akuntansi disamping menilai seberapa jauh kebijakan dan program kerja manajemen dijalankan memiki peran yang penting dalam perusahaan. Auditor sebagai salah satu profesi yang menunjang terwujudnya Good Corporate Governance (GCG) saat ini telah menjadi komponen utama dalam mewujudkan pengelolaan perusahaan secara sehat. Bahkan untuk pengendalian korporasi yang lebih luas, pertanggungjawaban bagi publik ditampilkan dengan kewajiban pembentukan Auditor Internal dan Dewan Audit (Hasnati, 2004). Menurut Sawyers (2005), Auditor yang profesional harus memiliki independensi untuk memenuhi kewajiban profesionalnya memberikan opini yang objektif, tidak bias, dan tidak dibatasi; dan melaporkan masalah apa adanya, bukan melaporkan sesuai keinginan eksekutif atau lembaga. Auditor internal harus bebas dari hambatan dalam melaksanakan auditnya. Hanya dengan begitu auditor internal bisa disebut melaksanakan audit dengan profesional. Menurut Tugiman (2006), Audit internal adalah suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi yang dilaksanakan. Tujuan pemeriksaan internal adalah 53 membantu para anggota organisasi agar dapat melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif. Dengan sikap auditor internal yang independen maka akan mampu membantu manajemen dalam meningkatkan Good Corporate Governance (GCG). Menurut Mulyadi (2002:58) kompetensi auditor diukur melalui banyaknya ijazah/ sertifikat yang dimiliki serta jumlah/banyaknya keikutsertaan yang bersangkutan dalam pelatihan-pelatihan, seminar atau symposium. Semakin banyak sertifikat yang dimiliki dan semakin sering mengikuti pelatihan atau seminar/symposium diharapkan auditor yang bersangkutan akan semakin cakap dalam melaksanakan tugasnya. Dengan banyaknya sertifikat dan pelatihan yang diikuti maka kompetensi auditor akan membantu organisasi dalam meningkatkan Good Corporate Governance (GCG). Keterkaitan antara profesionalisme auditor internal dengan Good Corporate Governance (GCG) bisa dilihat dari peran auditor internal itu sendiri yang tercermin dari definisi, tujuan, ruang lingkup, wewenang, tugas, dan tanggungjawab auditor internal yang dihubungkan dengan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG). Dilihat dari definisinya, auditor internal adalah sebagai orang yang independen yang memberikan penilaian yang objektif terhadap kegiatan operasi perusahaan. Terdapat empat aktivitas utama audit internal yaitu compliance, operational, verification, dan eveluation (Yolanda, 2009). Sudah terlihat suatu hubungan antara Independensi, Kompetensi, dan Profesionalisme Auditor Internal dengan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG), semua aktivitas, tujuan, dan ruang lingkup audit internal dapat meningkatkan pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG). 54 Penjelasan mengenai pengaruh independensi, kompetensi, dan profesionalisme auditor internal terhadap good corporate governance dapat dilihat secara singkat melalui gambar kerangka pemikiran sebagai berikut: Independensi Auditor Internal Independensi dalam program Audit Independensi dalam verifikasi Independensi dalam pelaporan Good Corporate Governance (GCG) Kompetensi Auditor Internal Mutu Personal Pengetahuan Umum Keahlian Khusus Profesionalisme Auditor Internal Independensi Kemampuan Profesional Lingkup Pekerjaan Pelaksanaan Kegiatan Pemeriksaan Bagian Audit Internal Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Akuntabilitas (Accountability) Pertanggung jawaban (Responbility) Keterbukaan (Tranparancy) Kewajaran (Fairness) Kemandirian (Independency) 55 2.4 Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran tentang pengaruh independensi, kompetensi, dan profesionalisme auditor internal terhadap Good Corporate Governance (GCG), maka dapat dikembangkan hipotesis dengan penjelasan sebagai berikut: H1: Independensi berpengaruh signifikan terhadap Good Corporate Governance (GCG). H2: Kompetensi berpengaruh signifikan terhadap Good Corporate Governance (GCG). H3: Profesionalisme berpengaruh signifikan terhadap Good Corporate Governance (GCG). H3: Independensi, Kompetensi, dan Profesionalisme secara simultan berpengaruh Signifikan terhadap Good Corporate Governance (GCG). . .