analisis hubungan kunjungan antenatal care

advertisement
i
ANALISIS HUBUNGAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE,
KONDISI PSIKOLOGIS, DUKUNGAN SUAMI, DAN
PENDIDIKAN DENGAN POLA MENYUSUI
NURZAKIAH ULFAH
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Hubungan
Kunjungan Antenatal Care, Kondisi Psikologis, Dukungan Suami, dan
Pendidikan dengan Pola Menyusui adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2016
Nurzakiah Ulfah
NIM I14314017
iv
v
ABSTRAK
NURZAKIAH ULFAH. Analisis Hubungan Kunjungan Antenatal Care, Kondisi
Psikologis, Dukungan Suami, dan Pendidikan dengan Pola Menyusui. Dibimbing
oleh Dadang Sukandar.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan kunjungan antenatal
care, kondisi psikologis, dukungan suami, dan pendidikan dengan pola menyusui.
Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study. Responden dalam
penelitian ini berjumlah 60 ibu menyusui yang memiliki bayi berusia 6-12 bulan
di Desa Ciaruteun Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor Barat. Hasil
deskriptif memperlihatkan bahwa 97% busui melakukan kunjungan antenatal
care secara lengkap, 51% tergolong kedalam pola menyusui parsial, dan hanya
22% busui yang berhasil menyusui secara eksklusif. Sebanyak 78% busui tidak
mengalami depresi, 93.3% memiliki tingkat pengetahuan ASI eksklusif yang
rendah, dan 92% busui mendapatkan dukungan suami. Hasil uji korelasi
Spearman menunjukkan bahwa karakteristik busui (usia, pekerjaan, dan paritas),
frekuensi kunjungan antenatal care, kondisi psikologis ibu, dan pengetahuan ASI
eksklusif tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan pola menyusui
(p>0.05). Namun, hasil kolerasi Spearman menunjukkan bahwa adanya hubungan
antara pendidikan ibu dan dukungan suami dengan pola menyusui (p<0.05).
Kata Kunci: kondisi psikologis, kunjungan antenatal care, pengetahuan, pola
menyusui
ABSTRACT
NURZAKIAH ULFAH. Analysis Correlation Antenatal Care Visit, Psycological
Condition, Husban Support, and Education with Breastfeeding Pattern.
Supervised by Dadang Sukandar.
This study was aimed to asses analysis correlation antenatal care visit,
psycological condition, husban support, and education with breastfeeding pattern.
The design of this reaserch was cross sectional study. Respondent in this research
was 60 mothers that had infant of 6-12 month old and was conducted in Ciaruten
Udik Villages, Subsdistrict of Cibungbulang, District of Bogor. The result showed
that 97% subjects was completed antenatal care frequency, 51% subject had
partial breastfeeding pattern, and 22% subjects was succsesed exclusive
breastfeeding pattern. The 78% subjects was not depression, 93.3% had low
knowledge of exclusive brestfeeding, dan 92% subjects had husban support.
Spearman correlation showed that there was not significant correlation between
the mothers characteristic (age, occupation, and paritas), antenatal care frequency,
postpartum psycological condition, and knowledge of exclusive breast feeding
with breastfeeding pattern (p>0.05). Spearman analysis showed that there was
significant correlation between the education mother and husban support with
breastfeeding pattern (p<0.05).
Kata Kunci: psycological condition mothers postpartum, antenatal care frequency,
knowledge, breastfeeding pattern
vi
vii
ANALISIS HUBUNGAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE,
KONDISI PSIKOLOGIS, DUKUNGAN SUAMI, DAN
PENDIDIKAN DENGAN POLA MENYUSUI
NURZAKIAH ULFAH
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
Dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
viii
ix
Judul Skripsi
Nama
NIM
: Analisis Hubungan Kunjungan Antenatal Care, Kondisi
Psikologis, Dukungan Suami, dan Pendidikan dengan Pola
Menyusui
: Nurzakiah Ulfah
: I14134017
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Dadang Sukandar, MSc
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Rimbawan
Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
x
xi
PRAKATA
Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga Karya Ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang
dipilih pada penelitian yang dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai
Januari 2016 ialah Analisis Hubungan Kunjungan Antenatal Care, Kondisi
Psikologis, Dukungan Suami, dan Pendidikan dengan Pola Menyusui.
Terciptanya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Dadang Sukandar, MSc selaku dosen pembimbing akademik
dan dosen pembimbing skripsi yang telah banyak mencurahkan ilmunya
dalam membimbing selama penyelesaian skripsi ini.
2. Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MSc selaku dosen penguji skripsi yang telah
banyak memberikan masukan untuk skripsi ini.
3. Kepala Desa Ciaruteun Udik dan Segenap kader yang telah memberikan
banyak bantuan dalam pengambilan data penelitian.
4. Ibu (Rahayu Wardani), Ayah (Mahmud Juhansyah), Adik (Afzal Nur
Iman), dan keluarga tercinta yang telah memberikan do’a, dukungan, dan
semangat kepada penulis.
5. Rifani RN, Linda O, Yusuf NF, dan Dyana S sebagai pembahas seminar
yang telah memberikan saran dan masukan untuk penulisan skripsi ini.
6. Sahabat D3 Manajemen Industri Jasa Makanan dan Gizi (Ranthy dan
Rahmi) yang telah membantu dalam pengambilan data dan motivasi dalam
penyelesaian skripsi ini.
7. Teman-teman seperjuangan Ulfa Maesya Z, Nurul Hikmah, Meiliana H,
Tia Rindjani, Fitrianisa Tiaranti, Utari DN, dan Syska DV atas
dukungannya dalam penulisan skripsi ini.
8. Rakian, Gusti Warni, Isra Maretfa, Tri O, Nunis Retia Mustika, Ika YF,
Ulfa MZ, Lulu RJ, dan Taupik A yang telah menjadi teman diskusi dalam
penelitian dan penulisan skripsi ini serta senantiasa selalu memeberikan
do’a dan dukungan kepada penulis.
9. Teman-teman Sahabat Cakrawala (Rino, Rudi, Hermansyah, Manan, Dede
A, Sopyan, Ipung, Fanka, Intan, dan yang lainnya) dan Poporose Adv
(Eggy, Said, Angga, Ali, M.Alparizy, dan yang lainnya) yang telah
memberikan doa dan dukungannya kepada penulis.
10. Keluarga besar Wisma Lamban Muli dan teman-teman alih jenis 7, 8 dan
GM 49, teman-teman KKN-P Palimanan 2015 serta pihak – pihak terkait
yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu sebutkan atas
dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2016
Nurzakiah Ulfah
xii
xiii
DAFTAR ISI
ABSTRAK
ABSTRACT
PRAKATA
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Hipotesis Penelitian
Manfaat Penelitian
KERANGKA PEMIKIRAN
METODE
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian
Jumlah dan Cara Pengambilan Busui
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Pengolahan dan Analisis Data
Definisi Operasional
HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil Desa Ciaruteun Udik
Karakteristik Busui
Karakteristik Bayi
Riwayat Persalinan
Frekuensi Kunjungan ANC (Antenatal Care)
Pola Menyusui
Kondisi Psikologis Ibu Postpartum
Pengetahuan ASI Eksklusif
Dukungan Suami
Hubungan Antar Variabel
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
iv
v
x
xi
xi
xi
1
1
2
3
3
3
3
5
5
5
6
7
9
10
10
10
11
13
14
16
19
20
23
25
28
30
35
38
xi
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Variabel, jenis data, alat, dan cara pengumpulan data
Pengkategorian variabel penelitian
Sebaran busui berdasarkan karakteristiknya
Sebaran karakteristik bayi
Sebaran contoh berdasarkan riwayat persalinan
Sebaran usia pemberian makanan/minuman selain ASI
Sebaran busui berdasarkan pertanyaan kondisi psikologis
Tingkat pengetahuan ASI eksklusif busui
Sebaran busui berdasarkan pertanyaan dukungan suami
6
7
11
12
14
18
20
23
24
DAFTAR GAMBAR
1 Bagan kerangka pemikiran
2 Sebaran busui berdasarkan status gizi bayi
3 Sebaran busui berdasarkan frekuensi kunjungan ANC
4 Sebaran busui berdasarkan pola menyusui
5 Sebaran busui berdasarkan kondisi psikologis ibu postpartum
6 Sebaran busui berdasarkan dukungan suami
4
12
16
17
19
24
DAFTAR LAMPIRAN
1 Sebaran busui berdasarkan pertanyaan pengetahuan ASI eksklusif
36
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kehamilan dan kelahiran seorang bayi merupakan salah satu perkembangan
reproduksi yang membahagiakan dan dinantikan sebagian besar keluarga.
Kehamilan, persalinan, dan menjadi seorang ibu merupakan peristiwa penting
dalam kehidupan seorang wanita. Persalinan dan menyusui merupakan proses
yang harus dihadapi ibu setelah proses kehamilan. Memulihkan kondisi fisik
setelah melahirkan dan merawat anak merupakan tantangan yang harus dihadapi
seorang ibu. Kondisi psikologis ibu pun akan mengalami perubahan, dimana
sebelumnya belum mempunyai momongan yang kini telah menjadi seorang ibu
bagi bayinya (Jayasima et al. 2014).
Morbiditas yang berkaitan dengan masalah psikologis merupakan masalah
kesehatan utama yang dialami ibu pasca melahirkan, dengan angka kejadian
depresi sekitar 10%-15% (Wijayanti et al. 2013). Perubahan fisiologis yang cukup
drastis setelah melahirkan dapat mempengaruhi perubahan psikologis khususnya
pada ibu baru. Periode postpartum menjadi faktor risiko yang kuat pada
perkembangan dari gangguan mood yang serius. Depresi pasca persalinan
merupakan suatu gangguan emosional ibu berupa adanya perubahan mood yang
cepat berubah dan berganti-ganti (mood swing), dari tingkatan yang sangat ringan
yang bersifat sementara (baby blues) sampai depresi psikosa yang sangat berat
dan memerlukan penanganan pskiatri(Sinclair 2009).
Postpartum blues atau yang sering disebut baby blues merupakan periode
emosional stress yang terjadi pada 80% ibu setelah melahirkan (Bahiyatun 2009).
Baby blues ini dapat terjadi setiap waktu setelah melahirkan, tetapi seringkali
memuncak pada hari kelima setelah melahirkan (Pearlstein et al. 2009).
Postpartum blues yang berlangsung sampai 2 minggu maka akan mengalami
masalah psikologis yang lebih serius menjadi depresi postpartum. Masalah sosial
dan lingkungan, seperti tekanan dalam hubungan pernikahan, hubungan keluarga,
riwayat sindrom pramenstruasi, rasa cemas, rasa takut tentang persalinan, dan
depresi selama masa hamil dan penyesuaian sosial yang buruk merupakan faktor
presdiposisi terjadinya postpartum blues (Pearlstein et al. 2009). Kondisi
psikologis seorang ibu merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
pola pemberian ASI. Gangguan psikologis dapat berpengaruh terhadap hubungan
antara ibu dan bayi serta pola menyusui (Hatton et al. 2005).
Pola menyusui berdasarkan laporan Riskesdas dikelompokkan menjadi tiga
kategori yaitu menyusui eksklusif, menyusui predominan, dan menyusui parsial
sesuai dengan definisi WHO. Menyusui eksklusif dimana bayi tidak diberikan
makanan atau minuman lain termasuk air putih selain menyusui. Menyusui
predominan yaitu menyusui bayi tetapi pernah memberikan sedikit air atau
minuman berbasis air misalnya teh sebagai makanan atau minuman prelakteal
sebelum ASI keluar. Menyusui parsial yaitu menyusui bayi serta diberikan
makanan buatan selain ASI, baik susu formula, bubur, atau makanan lainnya
sebelum bayi berumur 6 bulan, baik dilakukan secara kontinyu maupun diberikan
sebagai makanan pralekteal. Persentase pola menyusui pada bayi umur 0 bulan
adalah 39.8% menyusui eksklusif, 5.1% menyusui predominan, dan 55.1%
2
menyusui parsial. Persentase menyusui parsial melebihi persentase menyusui
eksklusif pada bayi 0 bulan. Persentase menyusui eksklusif juga semakin menurun
dengan meningkatnya kelompok umur bayi (Riskesdas 2010). Hal tersebut
menandakan bahwa pada bayi umur 0 bulan sudah tidak mendapatkan ASI
eksklusif. Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia (2013), prevalensi pemberian
ASI Eksklusif di Jawa Barat sebesar 33.7%, lebih rendah dari prevalensi
pemberian ASI Eksklusif di Indonesia 54.34%.
Rendahnya pemberian ASI eksklusif disebabkan oleh berbagai faktor mulai
dari kurangnya pengetahuan ibu terkait ASI eksklusif, kondisi psikologis ibu,
kondisi kesehatan ibu, dukungan keluarga dan suami, masalah kesehatan ibu, serta
kurangnya peran serta dari petugas kesehatan dalam memberikan pengarahan
mengenai pentingnya ASI eksklusif. Salah satu cara untuk meningkatkan cakupan
pemberian ASI eksklusif yaitu dengan diadakannya program KIA (Kesehatan Ibu
dan Anak) pada setiap puskesmas. Program KIA ini pelaksanaannya bersamaan
dengan antenatal care. Antenatal care merupakan pengawasan sebelum
persalinan terutama ditujukan pada perkembangan dan pertumbuhan janin dalam
rahim. Konseling terkait kesehatan dan gizi termasuk informasi persiapan
pemberian ASI, IMD (Insisiasi Menyusu Dini), tata cara menyusui dengan posisi
yang benar, dan menyusui secara eksklusif dilakukan pada saat antenatal care
berlangsung. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk
menganalisis terkait frekuensi kunjungan antenatal care, kondisi psikologis ibu
postpartum, pola menyusui, pengetahuan ASI eksklusif, dan dukungan suami.
Perumusan Masalah
Setiap ibu yang mengalami proses melahirkan dapat mengalami gangguan
psikologis. Gangguan psikologis, pengetahuan ibu mengenai ASI, dan dukungan
suami dapat mempengaruhi hubungan antara ibu dan anak serta pola menyusui.
Selain itu, peran tenaga kesehatan juga sangat berperan dalam kesuksesan
pemberian ASI eksklusif yang salah satunya dilakukan melalui konseling pada
saat kunjungan antenatal care. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan
maka rumusan pokok-pokok permasalahan yang akan menjadi fokus penelitian
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah karakteristik ibu menyusui (busui)?
2. Bagaimanakah karakteristik bayi dan riwayat persalinan?
3. Bagaimanakah frekuensi kunjungan antenatal care, pola menyusui ibu,
kondisi psikologis ibu postpartum, pengetahuan ASI eksklusif, dan dukungan
suami?
4. Apakah terdapat hubungan antara karakteristik busui dengan pola menyusui?
5. Apakah terdapat hubungan antara frekuensi kunjungan antenatal care dengan
pola menyusui?
6. Apakah terdapat hubungan antara kondisi psikologis ibu postpartum dengan
pola menyusui?
7. Apakah terdapat hubungan antara pengetahuan ASI eksklusif dengan pola
menyusui?
8. Apakah terdapat hubungan antara dukungan suami dengan pola menyusui?
3
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis hubungan kunjungan
antenatal care, kondisi psikologis, dukungan suami, dan pendidikan dengan pola
menyusui.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi karakteristik busui (usia, pekerjaan, pendidikan, dan paritas).
2. Mengidentifikasi karakteristik bayi (usia, jenis kelamin, status gizi) dan
riwayat persalinan.
3. Mengidentifikasi frekuensi kunjungan antenatal care, pola menyusui ibu,
kondisi psikologis ibu postpartum, pengetahuan ASI eksklusif, dan dukungan
suami.
4. Menganalisis hubungan karakteristik busui dengan pola menyusui.
5. Menganalisis hubungan frekuensi kunjungan antenatal care dengan pola
menyusui.
6. Menganalisis hubungan kondisi psikologis ibu postpartum dengan pola
menyusui.
7. Menganalisis hubungan pengetahuan ASI eksklusif dengan pola menyusui.
8. Menganalisis hubungan dukungan suami dengan pola menyusui.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan positif antara karakteristik
busui, frekuensi kunjungan antenatal care, kondisi psikologis ibu postpartum,
pengetahuan ASI eksklusif dan dukungan suami dengan pola menyusui.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
frekuensi kunjungan antenatal care, kondisi psikologis ibu postpartum, pola
menyusui pengetahuan ASI eksklusif dan dukungan suami. Selain itu, diharapkan
penelitian ini dapat dijadikan solusi mengenai permasalahan terkait pola menyusui
yaitu menyusui eksklusif.
KERANGKA PEMIKIRAN
UNICEF dan WHO merekomendasikan pemberian ASI eksklusif sampai
bayi berumur enam bulan. Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia (2013),
prevalensi pemberian ASI Eksklusif di Jawa Barat sebesar 33.7%, lebih rendah
dari prevalensi pemberian ASI Eksklusif di Indonesia 54.34%. Rendahnya
pemberian ASI Eksklusif disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya yaitu
4
tingkat pendidikan ibu, usia ibu, status pekerjaan ibu, jumlah anak, dukungan
keluarga dan suami, kurangnya informasi dan pemahaman ibu, kurangnya peran
serta dari petugas kesehatan dalam memberikan pengarahan mengenai pentingnya
ASI eksklusif, serta kondisi psikologis ibu.
Banyak ibu mengalami gangguan mood setelah melahirkan yang disebabkan
oleh pengalaman sewaktu melahirkan dan keraguan akan kemampuan dalam
membesarkan seorang anak (Bahiyatun 2009). Periode postpartum merupakan
salah satu faktor yang kuat sebagai faktor resiko perkembangan dari gangguan
mood yang serius (Bahiyatun 2009). Ibu yang mengalami depresi postpartum
cenderung memiliki kemungkinan besar untuk berhenti menyusui. Hal ini dapat
terjadi jika tidak adanya dukungan dari pihak keluarga terutama suami. Dukungan
suami merupakan hal terpenting yang dibutuhkan bagi seorang ibu yang baru
melahirkan. Selain dukungan suami, pengetahuan ibu mengenai pola menyusui
juga sangat penting dalam keberhasilan menyusui eksklusif.
Karakteristik Busui:
-Usia
-Pendidikan
-Pekerjaan
-Paritas
Karakteristik Bayi:
-Usia
-Jenis kelamin
-Status Gizi
Keterangan
Pengetahuan ASI
Eksklusif
Pola Menyusui:
-Parsial
-Predominan
-Eksklusif
-Lainnya
Frekuensi kunjungan
(antenatal care)
Riwayat Persalinan:
-Tempat persalinan
-Penolong persalinan
-Proses persalinan
-Berat badan lahir
-Status IMD
-Ruang rawat ibu dan
bayi pasca melahirkan
Kondisi Psikologis
Depresi
Postpartum
Dukungan Suami
:
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
: Hubungan yang dianalisis
: Hubungan yang tidak dianalisis
Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran analisis hubungan kunjungan antenatal
care, kondisi psikologis, dukungan suami, dan pendidikan dengan
pola menyusui
Kurangnya pengetahuan ibu tentang ASI menjadi salah satu penghambat
keberlangsungan pemberian ASI. Pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif dapat
5
diperoleh dari beberapa sumber informasi. Ibu membutuhkan berbagai informasi
penting yang umumnya disediakan oleh pelayanan dan tenaga kesehatan (Brown
et al. 2005). Lumbiganon et al. (2012) menyatakan bahwa konsultasi mengenai
laktasi dan pendidikan formal mengenai ASI eksklusif selama masa kehamilan
dapat meningkatkan durasi pemberian ASI eksklusif. Antenatal care merupakan
pengawasan sebelum persalinan terutama ditujukan pada perkembangan dan
pertumbuhan janin dalam rahim. Jenis pelayanan antenatal care salah satunya
yaitu komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) (Kemenkes 2010). Informasi dan
edukasi yang akan diberikan kepada ibu hamil salah satunya mengenai inisiasi
menyusu dini (IMD) dan ASI eksklusif. Menyusui eksklusif merupakan salah satu
kategori dari pola menyusui. Pola menyusui dikategorikan menjadi menyusui
parsial, predominan, dan eksklusif. Persentase pola menyusui pada bayi usia 0
bulan adalah 39.8% menyusui eksklusif, 5.1% menyusui predominan, dan 55.1%
menyusui parsial. Persentase menyusui eksklusif semakin menurun dengan
bertambahnya usia bayi (Riskesdas 2010).
Penelitian ini menganalisis hubungan antara karakteristik busui, kondisi
psikologis, dukungan suami, dan frekuensi kunjungan antenatal care dengan pola
menyusui. Secara keseluruhan, skema kerangka pemikiran penelitian ini disajikan
pada Gambar 1.
METODE
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Penelitian
dilakukan di Desa Ciaruteun Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor.
Lokasi penelitian dilakukan secara random sampling serta purposive dengan
mempertimbangkan kemudahan akses dan perizinan. Pengumpulan data dilakukan
pada bulan Desember 2015 sampai Januari 2016.
Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh
Responden dalam penelitian ini adalah ibu menyusui yang mempunyai bayi
berusia 6-12 bulan. Jumlah responden yang memiliki bayi berusia 6-12 bulan
diketahui berdasarkan data yang terdapat pada posyandu di Desa Ciaruteun Udik.
Terdapat 6 posyandu di Desa Ciaruteun Udik. Responden yang memiliki bayi
berusia 6-12 bulan diambil seluruhnya dari ke-6 posyandu tersebut. Penentuan
responden dilakukan dengan menggunakan kriteria inklusi yaitu responden
memiliki buku KIA dan bersedia menjadi responden. Penentuan jumlah responden
minimal dilakukan berdasarkan estimasi porposi dengan menggunakan rumus
(Linclon 2006 dalam Swarjana 2012).
n
z12 / 2 P(1  P)
d2
6
Keterangan:
n = responden
P = prevalensi ASI Eksklusif Jawa Barat 2013 yaitu 33.7%
(Profil Kesehatan Jawa Barat 2013)
d = presisi mutlak (12%)
P(z > z α/2) = α/2
Berdasarkan perhitungan didapatkan minimal responden yang harus
dipenuhi adalah 60 ibu menyusui yang memiliki bayi berusia 6-12 bulan di Desa
Ciaruteun Udik.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data
primer mencakup karakteristik busui, karakteristik bayi usia 6-12 bulan, frekuensi
kunjungan antenatal care, pola menyusui, kondisi psikologis ibu pospartum,
dukungan suami, pengetahuan ASI eksklusif, dan riwayat persalinan. Data
sekunder yaitu profil Desa Ciaruteun Udik. Tabel 1 menunjukkan variabel, jenis
data, alat, dan cara pengumpulan data.
Tabel 1 Variabel, jenis data, alat, dan cara pengumpulan data
No
1




2
3
4


5




6
Variabel
Karakteristik busui:
Usia
Pendidikan terakhir
Pekerjaan utama
Paritas
Karakteristik bayi 6-12 bulan:
Usia
Jenis kelamin
Status Gizi
Kunjungan ANC
Trimester I
Trimester II
Trimester III
Pola Menyusui
Parsial
Predominan
Eksklusif
Lainnya
Kondisi Psikologis Ibu
Postpartum:
Perasaan senang dan bahagia
Perasaan khawatir dan cemas
Perasaan ketakutan dan panik
Perasaan sedih dan jengkel
Perasaan tidak bahagia
Dukungan Suami
Jenis Data
Primer
Primer
Wawancara dan pengisian
kuesioner
Primer & Sekunder
Wawancara dan pengisian
kuesioner
Primer
Wawancara dan pengisian
kuesioner
Primer
Wawancara dan pengisian
kuesioner
Primer
Wawancara dan pengisian
kuesioner
Wawancara dan pengisian
kuesioner
Wawancara dan pengisian
7  Pengetahuan ASI Eksklusif
Primer
8
Primer dan Sekunder
Riwayat Persalinan:
Alat dan Cara
Pengumpulan Data
Pengisian kuesioner
Tabel 1 Variabel, jenis data, alat, dan cara pengumpulan data (lanjutan)
9
Tempat persalinan
Penolong persalinan
Proses persalinan
Berat badan lahir
Status IMD
Profil Desa Ciaruteun Udik
7
kuesioner
Sekunder
Data desa
Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data meliputi editing, coding, entry, cleaning, dan analisis data.
Data yang terkumpul diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft
Excel 2013 dan Statistical Program for Social Science (SPSS) for Windows versi
16.0. Hasil pengolahan data kemudian dianalisis secara deskriptif dan inferensia.
Analisis statistik menggunakan uji Spearman untuk menguji hubungan antar
variabel setelah dilakukan uji normalitas. Kategori penilaian variabel-variabel
yang diteliti tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2 Pengkategorian variabel penelitian
No
1
Variabel
Usia Busui
2
Pekerjaan
3
Pendidikan
4
Paritas
5
Jenis Kelamin Bayi
6
Status Gizi (BB/U)
7
Kunjungan ANC
8
Pola Menyusui





























Kategori
<20 tahun
20-34 tahun
>35 tahun
Tidak bekerja
PNS/Polri/BUMN/BUMD
Pegawai Swasta
Petani
Nelayan
Buruh
Lainnya
Tidak pernah sekolah
Tidak tamat SD/sederajat
Tamat SD/sederajat
Tamat SMP/sederajat
Tamat SMA/sederajat
Tamat D1/D2/D3/PT
Primipara (1 anak)
Multipara (2-3 anak)
Grade multipara (≥4 anak)
Laki-laki
Perempuan
Gizi Buruk(<-3.0)
Gizi Kurang(≥ -3,0 - < -2.0)
Gizi Baik (≥ -2.0)
ANC lengkap
ANC tidak lengkap
Parsial
Predominan
Eksklusif
Acuan
Riskesdas 2013
Riskesdas 2013
Riskesdas 2013
Varney 2007
Ketentuan
Peneliti
Riskesdas 2013
Yulaikha 2009
Ketentuan
Peneliti
8
Tabel 2 Pengolahan dan analisis data (lanjutan)
9
10
11
12
Kondisi Psikologis
Ibu Postpartum
Dukungan Suami
Tingkat
Pengetahuan ASI
Eksklusif
Tempat persalinan
13
Penolong
Persalinan
14
Proses Persalinan
15
Berat Badan Bayi
Lahir
Status IMD
16
17
Ruang rawat ibu
dan bayi pasca
melahirkan























Lainnya
Skor ≤ 10
Skor ≥ 10
Mendukung ASI eksklusif
Tidak Mendukung ASI eksklusif
Rendah (<60%)
Sedang (60-80%)
Tinggi (>80%)
Rumah sakit
Rumah
Praktik bidan/klinik bersalin
Puskesmas
Dokter
Bidan
Dukun/paraji
Oprasi caesar
Normal
≤ 2500 gram
> 2500 gram
Ya
Tidak
Rawat gabung
Rawat pisah
Cox dan Holden
2003
Ketentuan
Peneliti
Khomsan 2000
Riskesdas 2013
Riskesdas 2013
Riskesdas 2013
Alhamda dan
Sriani 2015
Ketentuan
Peneliti
Ketentuan
peneliti
Kondisi psikologis ibu postpartum dinilai dengan menggunakan instrumen
Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS). EPDS adalah salah satu metode
untuk mendeteksi depresi pasca persalinan. Skala Edinburgh terdiri dari 10
pertanyaan kuesioner dengan 4 pilihan jawaban dimana masing-masing jawaban
mempunyai skor 0-3. Skor ≤ 10 menunjukkan tidak ada tanda resiko depresi dan
skor ≥ 10 menunjukkan adanya tanda resiko depresi (Cox dan Holden 2003).
Nilai z-score untuk menentukan status gizi bayi dihitung dengan
menggunakan WHO Anthro versi 3.2.2. Status gizi dikategorikan berdasarkan
kategori status gizi BB/U Riskesdas (2013) yaitu nilai z-score<-3.0 untuk status
gizi buruk, nilai z-score ≥ -3,0 - < -2.0 untuk status gizi kurang, nilai z-score ≥ 2.0 untuk status gizi baik.
Pengetahuan ASI eksklusif dinilai dengan instrumen kuesioner pengetahuan
ASI eksklusif berdasarkan Warni (2015). Terdapat 10 pertanyaan mengenai ASI
eksklusif yaitu makanan yang baik untuk bayi baru lahir, manfaat pemberian ASI,
kandungan gizi ASI, IMD, kolostrum, durasi pemberian ASI eksklusif, seberapa
sering bayi disusui, tanda bayi telah cukup minum ASI, cara memperbanyak
produksi ASI, dan cara ibu bekerja tetap dapat memberikan ASI. Total skor dari
10 pertanyaan pengetahuan ASI eksklusif berjumlah 35 skor, dimana pada
pertanyaan makanan yang baik untuk bayi baru lahir terdapat 2 skor untuk
jawaban benar. Pertanyaan manfaat pemberian ASI terdapat 9 skor untuk jawaban
benar. Pertanyaan kandungan gizi ASI terdapat 6 skor untuk jawaban benar.
Pertanyaan mengenai IMD terdapat 3 skor dan kolostrum terdapat 2 skor untuk
jawaban benar. Pertanyaan mengenai durasi pemberian ASI eksklusif terdapat 1
skor untuk jawaban benar. Pertanyaan seberapa sering bayi disusui terdapat 2 skor
9
untuk jawaban benar. Pertanyaan tanda bayi telah cukup minum ASI terdapat 3
skor untuk jawaban benar. Pertanyaan cara memperbanyak produksi ASI terdapat
5 skor untuk jawaban benar. Pertanyaan cara ibu bekerja tetap dapat memberikan
ASI terdapat 2 skor pertanyaan benar. Skor jawaban benar dari masing-masing
pertanyaan dijumlahkan dan dibagi dengan total skor jawaban benar (35),
kemudian dikategorikan berdasarkan Khomsan (2000). Terdapat 3 kategori
tingkat pengetahuan yaitu tingkat pengetahuan rendah (<60%), tingkat
pengetahuan sedang (60-80%), dan tingkat pengetahuan tinggi (>80%).
Definisi Operasional
Frekuensi antenatal care adalah jumlah pemeriksaan kehamilan yang telah
dilakukan oleh busui selama masa kehamilan.
Ibu menyusui (busui) adalah seorang ibu yang sedang dalam masa menyusui
pada bayi usia 0-2 tahun.
Karakteristik busui adalah ciri-ciri khas yang dimiliki oleh busui meliputi usia,
pendidikan, pekerjaan, dan paritas.
Kondisi psikologis ibu postpartum adalah kondisi yang dialami busui yang
meliputi rasa khawatir, cemas, sedih, ketakutan, panik, senang, bahagia, dan
bahagia pada saat postpartum.
Kunjungan antenatal care lengkap adalah kunjungan antenatal care minimal 4
kali kunjungan yang terdiri dari satu kali kunjungan pada trimester I, satu
kali kunjungan pada trimester II, dan dua kali kunjungan pada trimester III.
Paritas adalah jumlah persalinan yang telah dilakukan oleh busui dengan bayi
yang dilahirkan hidup atau pun dilahirkan dalam keadaan mati.
Pekerjaan busui adalah pekerjaan yang memberikan penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan hidup, dapat dikategorikan atas petani, nelayan,
pegawai negeri, pegawai swasta, wirausaha, buruh, dan tidak bekerja.
Pendidikan busui adalah tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuh busui
dan dikategorikan menjadi tidak pernah sekolah, tamat SD, tamat SMP,
tamat SMA, dan tamat perguruan tinggi.
Pola menyusui adalah proses pemberian ASI yang dikelompokan menjadi parsial,
predominan, eksklusif, dan lainnya.
Pola menyusui eksklusif adalah tidak memberi bayi makanan atau minuman lain,
termasuk air putih, selain menyusui sebelum bayi berusia 6 bulan (kecuali
obat-obatan dan vitamin atau mineral tetes serta ASI perah juga
diperbolehkan).
Pola menyusui lainnya adalah ibu memberikan makanan atau minuman lain
selain ASI sebelum bayi berusia 6 bulan atau sebagai makanan pralekteal
dan ibu berhenti menyusui.
Pola menyusui parsial adalah menyusui bayi serta diberikan makanan buatan
selain ASI, baik susu formula, bubur, atau makanan lainnya sebelum bayi
berumur 6 bulan, baik diberikan secara kontinyu maupun diberikan sebagai
makanan pralekteal.
Pola menyusui predominan adalah menyusui bayi tapi pernah memberi sedikit
air atau minuman berbasis air, misalnya teh sebagai makanan/minuman
pralekteal sebelum ASI keluar atau sebelum bayi berusia 6 bulan.
10
HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil Desa Ciaruteun Udik
Desa Ciaruteun Udik berada di Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor.
Letak lokasi wilayah Desa Ciaruteun Udik berada 5 Km dari ibu kota kecamatan
dan 40 Km dari ibu kota kabupaten. Desa Ciaruteun Udik terdiri dari 6 wilayah
rukun warga dan 23 rukun tetangga. Enam wilayah rukun warga Desa Ciaruteun
Udik meliputi Dusun Cimanggu I, Dusun Cimanggu II, Dusun Cimanggu III,
Dusun Ciaruteun, Dusun Layungsari, Dusun Cibereum, Dusun Cibereum Sari,
Dusun Sukakarya I, Dusun Bababakan Cigola, Dusun Cigola, dan Dusun Gunung
Leutik.
Luas wilayah Desa Ciaruteun Udik sebesar 205 177 Ha. Sebagian besar
lahan di desa dipergunakan untuk lahan sawah (176.110 Ha). Selain itu juga
dipergunakan untuk perumahan, kuburan, jalan, perkantoran, lapangan olahraga,
tanah bangunan pendidikan, dan tanah bangunan peribadatan. Jumlah rumah
tangga yang tinggal di desa sebanyak 1 989 KK dengan kelompok umur
didominasi oleh laki-laki sebanyak 4 081 orang dan perempuan sebanyak 3 676
orang. Masyarakat Desa Ciaruteun Udik mayoritas beragama Islam dan mayoritas
pendidikan terakhir yaitu sekolah dasar (SD). Masyarakat desa sebagian besar
bermatapencaharian sebagai buruh tani dan petani. Selain itu juga masyarakat ada
yang bermatapencaharian sebagai buruh kasar, pedagang, PNS/TNI/Polri,
karyawan, pertukangan, sopir, dan yang lainnya.
Karakteristik Ibu Menyusui
Ibu menyusui (busui) dalam penelitian ini yaitu seorang ibu yang memiliki
bayi berusia 6-12 bulan. Karakteristik busui dalam penelitian ini meliputi usia,
pendidikan terkahir, pekerjaan, dan paritas. Usia busui pada penelitian ini berkisar
antara 17-40 tahun. Usia busui diklasifikasikan berdasarkan Riskesdas (2013)
menjadi <20 tahun, 20-34 tahun, dan >35 tahun. Sebagian besar busui (85%)
memiliki rentang usia 20-34 tahun pada penelitian ini. Hal tersebut menandakan
bahwa sebagian besar busui berada pada usia produktif. Usia 20-30 tahun
merupakan rentang usia aman untuk bereproduksi. Rentang usia tersebut
merupakan rentang usia dimana ibu memiliki resiko gangguan kesehatan rendah,
serta sudah memiliki kematangan baik segi emosional, sosial, dan reproduksi. Ibu
pada usia tersebut umumnya memiliki kemampuan laktasi lebih baik daripada
yang berumur lebih dari 30 tahun sehingga ibu yang berusia 20-30 tahun memiliki
peluang yang lebih besar untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayinya
(Roesli 2000).
Tingkat pendidikan formal yang tinggi dapat membentuk nilai-nilai
progresif pada diri seseorang dalam menerima hal-hal baru, termasuk pentingnya
pemberian ASI secara eksklusif pada bayi (Budioro 2008). Pendidikan terakhir
busui dikelompokkan menjadi 5 kategori yaitu tidak pernah sekolah, SD/sederajat,
SMP/sederajat, SMA/sederajat, dan diploma. Sebagian besar busui telah
menyelesaikan pendidikan terakhirnya di sekolah dasar (41.7%) dan hanya
11
sebagian kecil busui yang menyelesaikan pendidikan terakhirnya hingga diploma
(3.3%).
Tabel 3 Sebaran busui berdasarkan karakteristiknya
Karakteristik Busui
n
%
Usia (tahun)
<20 tahun
1
1.7
20-34 tahun
51
85.0
>35 tahun
8
13.3
Pendidikan Terakhir
SD/Sederajat
25
41.7
SMP/Sederajat
19
31.7
SMA/sederajat
14
23.3
Diploma
2
3.3
Pekerjaan
Tidak bekerja
58
96.7
Pegawai swasta
1
1.7
Buruh
1
1.7
Paritas (2.15±1.04)
18
30
Primipara
32
53.3
Multipara
10
16.7
Grade Multipara
60
100.0
Total
Status pekerjaan diduga mempunyai kaitan dengan pola pemberian ASI.
Kemajuan teknologi, perkembangan industri, urbanisasi, dan pengaruh
kebudayaan barat menyebabkan pergeseran nilai-nilai sosial, ekonomi, dan
budaya masyarakat (Purnamawati 2003). Hampir seluruh busui (96.7%) tidak
bekerja atau sebagai ibu rumah tangga. Sebagian kecil busui sebanyak 1.7%
bekerja sebagai pegawai swasta dan buruh. Paritas adalah jumlah anak yang
pernah dilahirkan baik lahir dalam keadaan hidup ataupun lahir dalam keadaan
mati. Sebagian besar busui tergolong kedalam paritas multipara (53.3%) yaitu
telah melahirkan 2-3 anak, 16.7% busui lainnya tergolong kedalam paritas grade
multipara yaitu telah melahirkan lebih dari atau sama dengan 4 anak. Data
sebaran busui berdasarkan karakteristiknya disajikan pada Tabel 3.
Karakteristik Bayi
Karakteristik bayi dalam penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin, dan
status gizi. Usia bayi pada penelitian ini berkisar antara 6-12 bulan. Sebanyak
31.6% bayi berusia 6-7 bulan, sebanyak 30% bayi berusia 8-9 bulan, dan
sebanyak 38.4% bayi berusia 10-12 bulan. Persentase bayi berjenis kelamin
perempuan dengan jenis kelamin laki-laki tidak jauh berbeda. Bayi berjenis
kelamin laki-laki sebesar 51.7% dan bayi berjenis kelamin perempuan sebesar
48.3%. Sebagian besar bayi merupakan anak kedua (41.7%) dan sebanyak 30%
bayi merupakan anak pertama. Data sebaran karakteristik bayi disajikan pada
Tabel 4.
12
Tabel 4 Sebaran karakteristik bayi
Karakteristik Bayi
n
Usia (bulan)
6-7
19
8-9
18
10-12
23
Jenis Kelamin
Laki-laki
31
Perempuan
29
Total
60
%
31.6
30
38.4
51.7
48.3
100.0
Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang
dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi didalam
tubuh. Status gizi dibagi menjadi tiga kategori yaitu status gizi kurang, normal,
dan gizi lebih (Almatsier 2005). Status gizi bayi usia 6-12 bulan pada penelitian
ini diukur dengan menggunakan indikator BB/U. BB/U merefleksikan BB relatif
dibandingkan dengan umur anak. Berat badan adalah salah satu parameter yang
memberikan gambaran mengenai masa tubuh. Berat badan adalah parameter
antropometri yang sangat labil. Oleh sebab itu, indeks BB/U lebih
menggambarkan status gizi saat ini (Supariasa et al. 2002).
Status Gizi
90,0%
80,0%
80,0%
70,0%
60,0%
50,0%
40,0%
30,0%
16,7%
20,0%
10,0%
3,3%
0,0%
Gizi Buruk
Gizi Kurang
Gizi Baik
Gambar 2 Sebaran busui berdasarkan status gizi bayi
Rata-rata nilai z-score BB/U adalah -0.986±1.21. Nilai z-score pada
penelitian ini berkisar antara -6.09-0.98. Sebagian besar status gizi bayi berusia 612 bulan berdasarkan indeks BB/U berstatus gizi baik (80.0%). Namun, sebanyak
16.7% bayi berstatus gizi kurang dan 3.3% bayi berstatus gizi buruk. Berdasarkan
bagan UNICEF (1998), status gizi diantaranya dipengaruhi oleh kurangnya
pengetahuan gizi, pola makan, dan pola asuh. Bayi yang berstatus gizi kurang dan
berstatus gizi buruk pada penelitian ini diduga karena kurangnya pengetahuan
mengenai ASI eksklusif ibu dan pola asuh ibu yang kurang. Kurangnya
pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif dan pola asuh diduga karena sebanyak
41.7% ibu menyelesaikan pendidikannya di bangku sekolah dasar. Pola asuh yang
kurang ditandai dengan ibu tidak menyusui secara eksklusif. Busui memberikan
bayi makanan dan minuman selain ASI sebelum bayi berusia 6 bulan. Pemberian
makanan dan minuman selain ASI pada usia kurang dari 6 bulan dapat
13
meningkatkan angka kesakitan kepada bayi sehingga dapat berpengaruh terhadap
status gizi bayi. Jumlah bayi yang bersatus gizi baik pada penelitian ini masih
dibawah jumlah bayi berstatus gizi baik (90.55%) di Kabupaten Bogor (Profil
Kesehatan Jawa Barat 2012). Jumlah bayi yang berstatus gizi kurang dan buruk
pada penelitian ini berada diatas jumlah bayi yang berstatus gizi kurang (7.56%)
dan gizi buruk (0.75%) di Kabupaten Bogor (Profil Kesehatan Jawa Barat 2012).
Sebaran busui berdasarkan status gizi bayi tersaji pada Gambar 2.
Riwayat Persalinan
Riwayat persalinan pada penelitian ini meliputi berat badan bayi lahir,
tempat persalinan, penolong persalinan, proses persalinan, ruang rawat pasca
persalinan, dan status IMD. Bayi dikatakan lahir dengan BBLR (berat badan bayi
lahir rendah) jika berat badan bayi lahir ≤2500 gram (Alhamda dan Sriani 2015).
Sebagian besar (88.3%) bayi lahir dengan berat badan >2500 gram. Sebagian bayi
yang lahir dengan BBLR (6.7%) merupakan bayi yang lahir pada usia kehamilan
kurang dari bulannya. Usia kehamilan menurut Meadow dan Newell (2009)
dibagi menjadi kedalam tiga kelompok yaitu preterm (<37 minggu), aterm (37-42
minggu), dan postterm (>42 minggu).
Berat badan bayi lahir paling rendah sebesar 1100 gram dengan periode
kelahiran saat janin berusia 6 bulan. Bayi yang lahir dengan BBLR sering terlalu
lemah untuk dapat menghisap ASI secara efektif sehingga tidak diberi makan
secara langsung melalui payudara ibu. Selain itu, ASI yang terdapat pada ibu pun
belum keluar dengan maksimal. Hal tersebut menyebabkan bayi diberikan
makanan selain ASI untuk memenuhi kebutuhannya. Sebuah penelitian
menyatakan bahwa pada 218 ibu yang melahirkan bayi BBLR, sebanyak 83% ibu
memberikan susu formula sejak bayi lahir (Smith et al. 2003). Sebanyak 18.1%
bayi yang lahir dengan BBLR berstatus gizi buruk. Sebanyak 27.2% bayi yang
lahir dengan BBLR berstatus gizi kurang. Arnisam (2007) menyatakan bahwa
bayi yang lahir dengan BBLR mempunyai resiko 3.34 kali lebih besar untuk
berstatus gizi kurang dibandingkan dengan anak yang tidak BBLR.
Lebih dari sebagian busui 66.7% melakukan proses persalinan di klinik
bersalin dan sebanyak 20% busui melakukan proses persalinan di rumah sakit.
Beberapa busui (11.7%) yang melakukan proses persalinan di rumah dikarenakan
tidak sempat untuk pergi ke klinik bersalin. Sebagian besar busui (80%)
melakukan proses persalinan dengan ditolong oleh tenaga kesehatan bidan. Busui
yang melahirkan dengan ditolong oleh dokter sebanyak 10%, sedangkan busui
yang melakukan proses persalinan di rumah ditolong oleh paraji sebanyak 10%.
Bayi (40%) yang dilahirkan dirumah diberi makanan pralekteal oleh paraji.
Makanan pralekteal yang diberikan oleh paraji berupa kopi, madu, air asam, dan
air gula. Hal tersebut dikarenakan kebudayaan yang masih dipercaya paraji baik
untuk diberikan kepada bayi yang baru lahir. Proses persalinan 88.3% busui
berlangsung secara normal dan 11.7% busui berlangsung secara caesar.
Sebagian besar busui 83.3% setelah melahirkan berada satu ruangan dengan
bayinya. Sebanyak 45% busui melakukan proses IMD (Inisiasi Menyusu Dini) 1
jam pertama setelah melahirkan. Busui yang melakukan IMD sebagian besar
melahirkan di tempat praktik bidan. Tidak semua bayi dapat mengalami inisiasi
14
menyusu dini. Hal ini berkaitan erat dengan penolong kelahiran, karena tidak
semua penolong kelahiran dapat atau mau menerapkan inisiasi menyusu dini
kepada bayi yang baru lahir (Rachmadewi 2009). Berdasarkan penelitian Maretfa
(2015), ibu yang melaksanakan IMD mempunyai kemungkinan 3.6 kali lebih
besar untuk mendapatkan ASI eksklusif dibandingkan dengan ibu yang tidak
melakukan IMD. Sebaran busui berdasarkan riwayat persalinan tersaji pada Tabel
5.
Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan riwayat persalinan
Riwayat Persalinan
Berat Badan Bayi Lahir (2993.33±1100-4400)
≤2500 g
>2500 g
Tempat Persalinan
Rumah sakit
Rumah
Praktik Bidan
Puskesmas
Penolong Persalinan
Dokter
Bidan
Dukun/Paraji
Proses Persalinan
Operasi caesar
Normal
Ruang rawat pasca persalinan
Rawat gabung
Rawat pisah
Status IMD
Ya
Tidak
Total
n
%
11
49
18.3
81.7
12
7
40
1
20
11.7
66.7
1.7
6
48
6
10
80
10
7
53
11.7
88.3
50
10
83.3
16.7
27
33
60
45
55
100
Frekuensi Kunjungan Antenatal Care
Antenatal care merupakan pengawasan sebelum persalinan terutama
ditujukan pada perkembangan dan pertumbuhan janin dalam rahim. Antenatal
care juga merupakan asuhan untuk menyiapkan persalinan menuju well born baby
dan well health mother, menyiapkan perawatan bayi dan laktasi, serta
memulihkan kesehatan ibu yang optimal saat akhir masa nifas (Manuaba et al.
2009). Tujuan pelayanan kebidanan (WHO), yaitu: (a) Pengawasan saat
penanganan wanita hamil dan pada saat persalinan. (b) Perawatan dan
pemeriksaan wanita sesudah persalinan. (c) Perawatan neonatus-bayi. (d)
Pemeliharaan dan pemberian laktasi (Yulaikha 2009).
Frekuensi kunjungan antenatal care pada penelitian ini cukup bervariasi
antara 3-14 kali kunjungan selama masa kehamilan. Kunjungan antenatal care
yang dianjurkan untuk ibu hamil yaitu setiap 4 minggu sekali pada trimester I,
setiap 3 minggu sekali pada trimester II, dan setiap dua minggu sekali pada
trimester III (Suminem 2009). Sebanyak 93% busui melakukan 3 kali kunjungan
pada trimester I, sebanyak 88% busui melakukan 3 kali kunjungan pada trimester
II dan sebanyak 51% busui melakukan 3 kali kunjungan pada trimester III. Busui
15
yang melakukan kunjungan 2 minggu sekali pada trimester III sebanyak 41%.
Semakin berkurangnya jumlah busui yang memeriksakan kehamilan dengan
bertambahnya usia trimester pada kehamilan, diduga karena sulitnya akses yang
ditempuh untuk mencapai tempat praktik bidan dengan tidak adanya transportasi
umum dan jalanan yang berbatu untuk beberapa dusun. Semakin bertambahnya
usia kehamilan maka akan diiringi dengan semakin membesarnya kandungan
yang dapat menyebabkan busui menjadi mudah lelah pada saat berjalan. Selain
itu, juga diduga karena busui menganggap dengan semakin bertambahnya usia
kehamilan maka kondisi janin di dalam rahim sudah semakin kuat.
Sebagian besar busui (97%) telah melakukan kunjungan antenatal care
secara lengkap yaitu minimal sebanyak 4 kali, yaitu 1 kali pada trimester I, 1 kali
pada trimester II, dan 2 kali pada trimester III (Yulaikha 2009). Sebanyak 3%
busui tidak melakukan kunjungan antenatal care secara lengkap dikarenakan
busui melahirkan sebelum bulannya (prematur) yaitu pada usia kandungan 6
bulan dan 7 bulan. Hal tersebut menyebabkan busui tidak melakukan kunjungan
antenatal care pada trimester III. Busui yang tidak melakukan kunjungan
antenatal care secara lengkap juga tidak melakukan IMD kepada bayinya diduga
karena bayi yang lahir secara prematur segera dipindahkan ke dalam inkubator
setelah dilahirkan. Sebanyak 41.5% busui yang melakukan kunjungan antenatal
care secara lengkap melakukan IMD kepada bayinya. Sebaran busui berdasarkan
frekuensi kunjungan antenatal care tersaji pada Gambar 3. Sebagian besar busui
(98.3%) memeriksakan kehamilannya oleh bidan. Terdapat satu tempat praktik
bidan desa di Desa Ciaruteun Udik. Selain memeriksakan kehamilan di tempat
praktik bidan, beberapa busui ada yang memeriksakan kehamilannya pada saat
pelaksanaan kegiatan posyandu.
Pelayanan antenatal care pada ibu hamil diantaranya yaitu pemeriksaan
fisik (pengukuran berat badan, LILA (lingkar lengan atas), tekanan darah, tinggi
fudus uteri, denyut nadi, letak janin), imunisasi TT (Tetanus Tokso), pemberian
TTD (tablet tambah darah), pemeriksaan laboratorium (salah satunya pemeriksaan
kadar HB), tatalaksana/penanganan khusus, dan KIE (komunikasi, informasi, dan
edukasi) efektif (Kemenkes 2010). KIE efektif pada saat pelaksanaan antenatal
care sangat penting untuk memberikan informasi dan edukasi kepada ibu hamil
diantaranya mengenai anemia, pentingnya konsumsi TTD, pelaksanaan IMD,
kolostrum, dan ASI eksklusif hingga 6 bulan. KIE juga penting supaya ibu hamil
dapat menjaga keadaan gizi pada saat hamil dengan mengonsumsi makanan yang
beragam dan mengonsumsi TTD, serta ibu dapat memberikan makanan terbaik
bagi bayinya berupa kolostrum dan ASI saja terutama ketika baru lahir hingga
usia 6 bulan pertama.
Konseling berupa penatalaksanaan IMD, kolostrum, ASI eksklusif selama 6
bulan dan manfaatnya yang dilakukan pada saat antenatal care dapat
mempengaruhi informasi dan pengetahuan pada ibu hamil sehingga dapat
berpengaruh kepada keputusan ibu dalam menyusui bayinya. Briawan et al.
(2015) menyatakan sebanyak 81% ibu hamil di Kabupaten Tasikmalaya
mendapatkan penjelasan mengenai anemia, 53.7% mendapatkan penjelasan
manfaat suplemen tambah darah, 90.1% mendapatkan penjelasan minum TTD
sekali perhari, 34.7% tidak menerima nasihat cara minum TTD, dan 90.1% tidak
menerima nasihat cara mengatasi efek samping. Sebanyak 82.35% ibu hamil di
16
Kabupaten Tasikmalaya yang menerima 30 tablet TTD (Fe1), ditemukan bahwa
hanya sebanyak 30% ibu ibu hamil yang mengonsumsi TTD sebanyak 30 tablet.
Frekuensi Kunjungan ANC
3%
97%
Kunjungan lengkap
Kunjungan tidak lengkap
Gambar 3 Sebaran busui berdasarkan frekuensi kunjungan ANC
Pola Menyusui
UNICEF dan WHO merekomendasikan pemberian ASI eksklusif sampai
bayi berumur enam bulan. Setelah itu, anak harus diberi makanan padat dan semi
padat sebagai makanan tambahan selain ASI. ASI eksklusif dianjurkan pada
beberapa bulan pertama kehidupan karena ASI tidak terkontaminasi dan
mengandung banyak gizi yang diperlukan anak pada umur tersebut (Pusat Data
dan Informasi 2014). Pola menyusui berdasarkan Riskesdas (2010)
dikelompokkan menjadi 3 yaitu pola menyusui eksklusif, pola menyusui
predominan, dan pola menyusui parsial. Pola menyusui pada penelitian ini
dikelompokkan menjadi 4 yaitu menyusui eksklusif, menyusui predominan,
menyusui parsial, dan menyusui lainnya.
Gambar 4 menyajikan sebaran busui berdasarkan pola menyusui.
Sebanyak 98.3% dari busui yang menyusui bayinya, hanya 22% busui yang
berhasil menyusui secara eksklusif dan terdapat 15% busui yang berhenti
menyusui bayi sebelum berusia 6 bulan. Penelitian Akeredolu et al. (2014)
menunjukkan bahwa dari 74% ibu yang menyusui, hanya 14.7% ibu yang
menyusui bayinya secara eksklusif. Sekitar 43.3% ibu memberikan makanan
tambahan selain ASI pada usia 4-6 bulan. Sebagian besar busui (51%) tergolong
kedalam pola menyusui parsial. Hal tersebut dimana ibu memberikan makanan
buatan selain ASI sebelum bayi berusia 6 bulan secara kontinue atau sebagai
makanan pralekteal seperti susu formula, bubur, atau makanan lainnya.
Sebagian busui lainnya (15%) tergolong menyusui lainnya. Busui yang
menyusui dengan pola menyusui lainnya merupakan busui yang memberikan
cairan sebagai makanan pralekteal dan juga makanan buatan selain ASI sebelum
bayi berusia 6 bulan serta berhenti menyusui bayinya. Sebanyak 12% busui
tergolong kedalam pola menyusui predominan yaitu dimana busui menyusi dan
pernah memberikan sedikit air atau minuman sebagai makanan pralekteal atau
sebelum bayi berusia 6 bulan. Sebanyak 76.8% bayi dengan pola menyusui
17
eksklusif dan sebanyak 70.9% bayi dengan pola menyusui parsial berstatus gizi
baik. Sedangkan sebagian besar bayi yang berstatus gizi kurang dan berstatus gizi
buruk menyusui dengan pola menyusui parsial pada penelitian ini.
Pola Menyusui
15%
22%
12%
51%
Menyususi eksklusif
Menyusui predominan
Menyususi parsial
Menyususi lainnya
Gambar 4 Sebaran busui berdasarkan pola menyusui
Banyaknya busui yang menyusui secara parsial kepada bayinya disebabkan
oleh ASI pada saat setelah melahirkan belum keluar atau produksi ASI sedikit
(30%), puting ibu terlalu kecil (8.3%), dan ibu merasa memberikan ASI saja tidak
cukup (33%). Sebagian besar busui yang merasa memberikan ASI saja tidak
cukup, juga menganggap bahwa bayi mereka sudah waktunya untuk diberikan
makan. Hal tersebut disimpulkan busui ketika busui sedang makan atau minum
dan bayi melihat terus kearah busui dan menggapai makanan yang sedang
dimakan. Penelitian Mushaphi et al. (2008) menyatakan bahwa alasan ibu
memberikan makanan tambahan selain ASI dikarenakan presepsi ibu sendiri. Ibu
memiliki presepsi bahwa bayi tidak puas dengan ASI saja, bayi selalu menangis,
dan bayi tidak tidur dengan pulas. Ibu juga berpresepsi bahwa ibu tidak memiliki
ASI yang cukup dan ibu merasa bahwa bayinya lapar. Persentase pola menyusui
pada bayi usia 0 bulan adalah 61.6% menyusui eksklusif, 3.3% menyusui
predominan, 23% menyusui parsial, dan 11.6% menyusui lainnya. Persentase pola
menyusui pada bayi usia 6 bulan adalah 22% menyusui eksklusif, 12% menyusui
predominan, 51% menyusui parsial, dan 15% menyusui lainnya pada penelitian
ini. Berdasarkan Riskesdas (2010), persentase menyusui eksklusif semakin
menurun dengan bertambahnya usia bayi. Menyusui eksklusif hanya 15.3% pada
bayi berusia 5 bulan, sedangkan menyusui predominan 1.5% dan menyusui parsial
83.2%.
Makanan pralekteal adalah makanan atau minuman yang diberikan kepada
neonatus sebelum ASI keluar. Makanan pralekteal biasanya diberikan kepada
neonatus dengan proses menyusui lebih dari 1 jam setelah lahir dengan alasan ASI
belum keluar atau alasan tradisi. Pengenalan dini makanan yang rendah energi dan
gizi atau yang disiapkan dalam kondisi tidak higienis dapat menyebabkan anak
mengalami kurang gizi dan terinfeksi organisme asing, sehingga mempunyai daya
tahan tubuh yang rendah terhadap penyakit diantara anak-anak (Pusat Data dan
Informasi 2014). Sebagian besar busui (38.3%) memberikan makanan atau
minuman selain ASI pada usia 0 bulan. Pemberian makanan pada usia 0 bulan
dikarenakan ASI yang belum keluar atau sedikit setelah melahirkan, ASI tidak
keluar, dan faktor budaya. Sebagian busui lainnya (13.3%) memberikan makanan
18
atau minuman selain ASI pada usia 5 bulan. Busui memberikan makanan atau
minuman selain ASI pada usia tersebut untuk memperkenalkan makanan kepada
bayi. Sebaran busui berdasarkan usia pemberian makanan/minuman selain ASI
disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Sebaran busui berdasarkan usia pemberian makanan/minuman selain ASI
Usia bayi mendapatkan makanan/minuman
n
%
selain ASI
0 bulan
23
38.3
1 bulan
3
5
2 bulan
3
5
3 bulan
4
6.7
4 bulan
6
10
5 bulan
8
13.3
6 bulan
13
22
Total
60
100
Sebanyak 33.3% bayi mendapatkan makanan pralekteal. Susu formula
merupakan makanan yang paling banyak busui berikan (26%) kepada bayi
sebelum ASI keluar atau sebagai makanan pralekteal. Bayi diberikan makanan
pralekteal dikarenakan ASI belum keluar dan bayi menangis. Oleh sebab itu, bayi
diberikan susu formula sebagai makanan pralekteal oleh tenaga kesehatan untuk
memenuhi kebutuhan bayi yang baru lahir. Tidak semua ibu dapat mengeluarkan
ASI dalam jumlah yang banyak pada hari-hari pertama setelah melahirkan. Roesli
(2000) menjelaskan bahwa meskipun ASI yang keluar pada hari pertama sedikit
menurut ukuran kita, tetapi volume kolostrum yang ada dalam payudara
mendekati kapasitas lambung bayi yang berusia 1-2 hari.
Susu formula sebagai makanan pralekteal diberikan kepada bayi (13.3%)
yang lahir dengan BBLR dan usia kelahiran kurang dari bulannya. Selain susu
formula, terdapat madu, air gula, kopi, air putih, dan air asam yang diberikan
sebagai makanan pralekteal. Pemberian madu, air gula, air kopi, air asam, dan air
putih kepada bayi merupakan kebudayaan yang dipercaya oleh masyarakat
setempat. Madu, air gula, dan air kopi diberikan kepada bayi supaya bayi berhenti
menangis. Air asam dan air putih diberikan kepada bayi untuk membersihkan
lendir-lendir yang terdapat didalam mulut bayi. Penelitian Lawan et al. (2004)
menyatakan mitos budaya yang kuat di Afrika, budaya bahwa bayi harus diberi air
putih untuk mencegah dehidrasi telah mempengaruhi ibu dalam memberikan ASI
eksklusif kepada bayinya. Penelitian Firanika (2010) juga menunjukkan hasil
bahwa masyarakat di Bogor yang mayoritas merupakan suku Sunda memberikan
madu dan air gula di hari pertama setelah melahirkan. Hal ini dipercaya dapat
memberikan tenaga kepada bayi. Sebagian besar busui memberikan susu formula
(36.7%), air putih (36.7%), bubur formula (25.0%), dan biskuit (16.7%) sebagai
makanan dan minuman sebelum bayi berusia 6 bulan.
19
Kondisi Psikologis Ibu Postpartum
Periode postpartum menyebabkan stres emosional terutama pada ibu baru.
Postpartum blues terjadi pada 10 hari pertama setelah melahirkan pada 15-85%
wanita, dengan kejadian puncak postpartum blues pada hari ke-5. Hatton et al.
(2005) menyatakan bahwa wanita dengan gejala depresi memungkinkan untuk
tidak menyusui pada 6 minggu postpartum daripada wanita tanpa gejala depresi.
Gejala umum yang terjadi pada postpartum blues yaitu terjadinya perubahan
suasana hati, mudah marah, mudah sedih, kelelahan, cemas, dan kebingungan
(Pearlstein et al. 2009). Kondisi psikologis ibu postpartum dinilai berdasarkan
skor hasil kuesioner EPDS (Edinburgh Postnatal Depression Scale). Skor yang
diperoleh pada penelitian ini berdasarkan kuesioner EPDS berkisar antara 0-16.
Gambar 5 menyajikan sebaran busui berdasarkan kondisi psikologis. Lebih dari
setengah busui (78%) tidak mengalami depresi. Sebanyak 70% busui sudah
memiliki pengalaman dalam hal mengurus anak. Hal tersebut menandakan busui
bukanlah ibu baru. Selain itu, sebagian besar busui tinggal bersama orang tua,
mertua, dan saudara sehingga busui tidak melakukan segala sesuatunya sendiri
terutama dalam hal mengurus bayi.
Kondisi Psikologis Ibu Postpartum
22%
78%
Depresi
Tidak Depresi
Gambar 5 Sebaran busui berdasarkan kondisi psikologis ibu postpartum
Busui yang mengalami depresi (22%) menyatakan bahwa busui
merupakan ibu baru yang tidak memiliki pengalaman dalam hal mengurus bayi.
Selain itu, terdapat beberapa busui yang memiliki permasalahan pribadi yang
membuat busui merasa depresi. Postpartum blues yang berlangsung sampai 2
minggu akan mengalami masalah psikologis yang lebih serius menjadi depresi
postpartum. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan kondisi ini yaitu perubahan
kadar hormon, ketidaknyamanan yang tidak diharapkan (payudara bengkak dan
nyeri sewaktu persalinan), kecemasan setelah pulang dari rumah sakit, menyusui
ASI, dan perubahan pola tidur (Bahiyatun 2009).
Tabel 7 menyajikan sebaran busui berdasarkan kondisi psikologis.
Sebanyak 51.7% busui mengalami depresi karena merasa cemas dan khawatir
tanpa alasan yang jelas. Sebanyak 40% busui mengalami depresi karena merasa
takut dan panik tanpa alasan serta busui merasa segala sesuatunya merasa sulit
untuk dikerjakan. Sebanyak 25% busui mengalami depresi karena busui
menyalahkan diri sendiri ketika sesuatu terjadi tidak sebagaimana semestinya.
Busui merasa cemas, khawatir, takut, dan panik tanpa alasan yang jelas
dikarenakan busui terlalu khawatir jika bayinya sakit. Jika bayinya sakit maka
20
busui akan sangat merasa bersalah dan menyalahkan diri sendiri. Busui merasa
segala sesuatunya terasa sulit untuk dikerjakan karena karena busui kini
mempunyai bayi yang menjadi pusat perhatian. Hal tersebut menyebabkan busui
lebih mendahulukan bayinya daripada hal-hal yang lain seperti mengerjakan
pekerjaan rumah tangga. Banyak ibu mengalami perasaan let down setelah
melahirkan yang disebabkan oleh pengalaman sewaktu melahirkan dan keraguan
akan kemampuan dalam membesarkan seorang anak (Bahiyatun 2009).
Tabel 7 Sebaran busui berdasarkan pertanyaan kondisi psikologis
Depresi
n
Pertanyaan
Saya mampu tertawa dan merasakan hal-hal yang
menyenangkan
Saya melihat segala sesuatunya sangat
menyenangkan
Saya menyalahkan diri saya sendiri ketika sesuatu
terjadi tidak sebagai semestinya
Saya merasa cemas dan khawatir tanpa alasan yang
jelas
Saya merasa takut atau panik tanpa alasan yang
jelas
Segala sesuatunya terasa sulit untuk dikerjakan
Saya merasa tidak bahagia sehingga sulit untuk
tidur
Saya merasa sedih atau merasa diri saya
menyedihkan
Saya merasa tidak bahagia sehingga menyebabkan
saya menangis
Muncul pikiran untuk menyakiti diri saya sendiri
%
Tidak Depresi
n
%
4
6.7
56
93.3
0
0.0
60
100.0
15
25.0
45
75.0
31
51.7
29
48.3
24
40.0
36
60.0
24
40.0
36
60.0
22
36.7
38
63.3
3
5.0
57
95.0
2
3.3
54
90.0
0
0.0
60
100.0
Pengetahuan ASI Eksklusif
Pengetahuan secara sederhana didefinisikan sebagai informasi yang
disimpan dalam ingatan. Pengetahuan termasuk didalamnya pengetahuan
mengenai pola menyusui, dapat diperoleh melalui pendidikan formal dan
informal. Pendidikan formal dari sekolah dengan kurikulum dan jenjang yang
telah ditetapkan, sedangkan pendidikan informal dapat diperoleh dari seluruh
aspek kehidupan (Pranadji 1988). Brown et al. (2003) menyatakan kurangnya
pengetahuan ibu tentang ASI menjadi salah satu penghambat keberlangsungan
pemberian ASI. Pengetahuan tentang menyusui biasanya diperoleh dari ibu atau
nenek mereka yang kurang mengetahui tentang proses menyusui yang baik dan
tidak memberikan banyak dukungan (Welford 2001).
ASI merupakan makanan terbaik untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi agar
mendapatkan tumbuh kembang yang optimal. Pemberian ASI eksklusif dimulai
kurang dari 1 jam setelah melahirkan sampai umur 6 bulan (AsDI, IDAI, dan
PERSAGI 2015). Hampir seluruh busui (95%) mengetahui bahwa makanan yang
bagus bagi bayi baru lahir adalah ASI eksklusif. Hanya sebagian kecil busui
(3.3%) yang mengetahui bahwa kolostrum merupakan makanan yang baik
diberikan bagi bayi yang baru lahir. Beberapa busui juga menyatakan bahwa air
putih, air tajin, air madu, pisang, dan susu formula merupakan makanan yang
21
bagus bagi bayi yang baru lahir. Hal tersebut diduga karena busui memberikan
makanan tersebut kepada bayi setelah lahir.
ASI mengandung zat gizi yang paling sesuai untuk memenuhi kebutuhan
gizi bayi yang sedang tumbuh kembang. ASI mudah dicerna, diserap, dan
digunakan secara efisien oleh tubuh bayi. ASI juga dapat melindungi bayi dari
kejadina infeksi dan dapat memberikan interaksi psikologis antara bayi dan ibu
(AsDI, IDAI, dan PERSAGI 2015). Sebagian besar busui (85%) mengetahui
manfaat ASI yaitu ASI dapat memberikan gizi yang baik untuk pertumbuhan bayi.
Sebanyak 40% busui mengetahui bahwa ASI memiliki manfaat praktis dan
ekonomis. Sebanyak 26.7% busui mengetahui bahwa ASI bermanfaat untuk
meningkatkan batin antara ibu dan anak. Sebanyak 26.7% busui mempunyai
pengetahuan yang salah mengenai manfaat ASI. Busui beranggapan bahwa ASI
bermanfaat untuk menjadikan anak lebih mudah gemuk. Pemberian ASI
ekskslusif juga memiliki keuntungan bagi ibu yaitu dapat mengurangi pendarahan
akibat melahirkan dan memiliki resiko lebih kecil terkena kanker payudara
(Tryggvadottir et al. 2001).
ASI memiliki kandungan gizi yang lengkap bagi bayi. ASI mengandung
protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral (AsDI, IDAI, dan PERSAGI
2015).Sebagian busui (56.7%) tidak mengetahui zat gizi yang terkandung didalam
ASI. Kandungan zat gizi ASI yang paling banyak diketahui oleh busui yaitu
vitamin, protein, dan mineral. Sebanyak 31.7% mengetahui bahwa ASI
mengandung vitamin. Sebanyak 25% busui mengetahui bahwa ASI mengandung
protein dan sebanyak 20% mengetahui bahwa ASI mengandung mineral. Busui
tidak mengetahui zat gizi yang terkandung didalam ASI diduga karena busui tidak
memiliki informasi mengenai ASI lebih mendalam. Busui hanya mengetahui
bahwa ASI merupakan makanan yang baik bagi bayi.
Inisiasi menyusu dini adalah proses membiarkan bayi menyusu sendiri
segera setelah kelahiran. Bayi memiliki kemampuan alami untuk menyusu sendiri
selama diberikan kesempatan kontak kulit dengan ibunya setidaknya selama satu
jam setelah bayi lahir (Roesli 2008). Sebagian busui (50%) tidak mengetahui
mengenai IMD. Sebagian busui sebanyak 33.3% mengetahui bahwa IMD
dilakukan segera setelah bayi lahir, bayi diletakan diatas dada ibu dan sebanyak
20% busui mengetahui bahwa bayi dibiarkan mencari puting ibu sendiri.
Sebanyak 3.3% dan 5% busui memiliki pengetahuan yang salah mengenai IMD.
Busui beranggapan bahwa bayi disusui setelah disusui oleh susu formula dan bayi
disusui setelah beberapa jam setelah melahirkan. Penelitian Nugraheni (2011)
menyatakan bahwa ibu yang memiliki pengetahuan inisiasi menyusu dini sedang
cenderung tidak melakukan inisiasi menyusu dini dan telah memberikan air putih
kepada bayinya serta melakukannya dikarenakan ASI tidak keluar.
Kolostrum merupakan ASI yang diproduksi selama beberapa hari (3-5 hari)
pertama setelah persalinan, berupa cairan bening dan berwarna kekuningan.
Kolostrum kaya akan antibodi, sel darah putih, dan vitamin A (AsDI, IDAI, dan
PERSAGI 2015). Sebagian besar busui (70%) juga tidak mengetahui apa itu
kolostrum. Sebagian busui (21.7%) mengetahui bahwa kolostrum merupakan ASI
yang berwarna kekuning-kuningan dan baik diberikan kepada bayi. Sebagian
besar busui tidak mengetahui mengenai kolostrum diduga karena busui belum
pernah mendapatkan informasi mengenai kolostrum baik dari kader, bidan,
maupun berbagai media.
22
WHO (2002) merekomendasikan untuk memberikan hanya ASI saja sampai
usia 6 bulan untuk keuntungan yang optimal bagi ibu dan bayi. Sebagian besar
busui (80%) mengetahui bahwa bayi hanya diberi ASI saja hingga usia 6 bulan.
Beberapa busui masih memiliki pengetahuan yang salah bahwa bayi hanya diberi
ASI saja hingga usia 2 tahun, kurang dari 6 bulan, dan lebih dari 6 bulan.
Sebagian besar busui sudah memiliki pengetahuan yang baik mengenai seberapa
sering seharusnya anak disusui. Sebanyak 53.3% busui mengetahui bahwa bayi
harus disusui sesering mungkin dan sebanyak 41.7% busui mengetahui bahwa
bayi disusui sesuai dengan permintaan bayi tersebut minimal 8 kali dalam sehari.
Bayi berusia 4 hari membutuhkan ASI setiap 2 jam selama 15-20 menit untuk satu
payudara. Frekuensi pemberian ASI berkurang ketika bayi berusia 3-6 bulan yaitu
mencapai 7-8 kali sehari (Perkins dan Vannais 2004).
Bayi yang telah cukup disusui akan tampak puas, bayi dapat tidur dengan
pulas dan melepas sendiri payudara ibu. Selain itu, terjadi kenaikan berat badan
sebesar 25-30 gram/hari (750-900 gram/bulan) selama tiga bulan pertama (AsDI,
IDAI, dan PERSAGI 2015). Sebagian besar busui juga sudah memiliki
pengetahuan yang baik mengenai tanda-tanda anak telah cukup minum ASI.
Sebanyak 86.7% mengetahui bahwa bayi terlihat kenyang setelah disusui
misalnya dengan melepas puting ibu. Sebanyak 23.3% busui mengetahui bahwa
bayi akan tidur pulas selama 1-2 jam dan sebanyak 10% busui mengetahui bahwa
bayi akan bertambah berat badannya setiap bulan.
Sebanyak 98.3% busui mengetahui bahwa cara memperbanyak produksi
ASI yaitu dengan ibu cukup makan dan minum. Sebagian besar busui tidak
mengetahui bahwa menyusui lebih sering, membiarkan bayi menyusu hingga
payudara terasa kosong, dan menyusui bayi dengan posisi yang benar dapat
meningkatkan produksi ASI. Sebagian besar busui hanya mengetahui cara
memperbanyak produksi ASI yaitu dengan ibu cukup makan dan minum diduga
karena busui sering mendapat masukan untuk memperbanyak makan buah dan
sayuran untuk memperbanyak produksi ASI. Sebagian besar busui (58.4%) tidak
mengetahui bagaimana cara ibu berkerja tetap dapat memberikan ASI kepada
bayinya. Hal tersebut disebabkan karena busui sebagian besar (96.7%) tidak
bekerja dan busui tidak pernah meninggalkan bayinya dalam jangka waktu yang
lama. Sebagian busui (33.3%) mengetahui cara ibu berkerja tetap dapat
memberikan ASI kepada bayinya yaitu dengan cara memerah ASI terlebih dahulu.
Sebanyak 11.7% busui memiliki pengetahuan yang salah yaitu dengan
meninggalkan susu formula dirumah. Hal tersebut diduga karena busui
memberikan susu formula kepada bayinya. Sebaran busui berdasarkan pertanyaan
pengetahuan ASI eksklusif disajikan pada pada Lampiran 1.
Tabel 8 menyajikan tingkat pengetahuan ASI eksklusif busui. Sebagian
besar busui sebanyak 93.3% memiliki tingkat pengetahuan ASI eksklusif yang
rendah. Brown et al. (2005) menyatakan bahwa kurangnya pengetahuan ibu
tentang ASI menjadi salah satu penghambat keberlangsungan pemberian ASI.
Hanya 6.7% busui memiliki tingkat pengetahuan ASI eksklusif sedang.
Pengetahuan yang busui dapatkan mengenai ASI, sebagian besar didapatkan
berdasarkan pengalaman yang busui alami. Hal tersebut diduga karena sebagian
besar busui menyelesaikan pendidikan terakhirnya pada jenjang sekolah dasar.
Pendidikan memiliki pengaruh penting terhadap pengetahuan gizi, sikap, dan
asupan makan anak (Imdad et al. 2011). Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa
23
pengetahuan seseorang dipengeruhi oleh faktor internal (intellegensia, minat, dan
kondisi fisik) dan faktor eksternal (dukungan keluarga dan masyarakat).
Kurangnya pengetahuan juga diduga kerena busui memiliki minat yang kurang
untuk memperbanyak informasi mengenai ASI dan manfaatnya, baik dengan
bertanya kepada kader, bidan, dan mencari informasi dari berbagai media. Hal
tersebut menyebabkan kurangnya informasi terkait ASI eksklusif yang busui
terima. Hasil penelitian Arifin (2002) menyatakan bahwa kurangnya informasi
merupakan faktor utama yang berpengaruh terhadap kegagalan pemberian ASI
eksklusif.
Tabel 8 Tingkat pengetahuan ASI eksklusif busui
Tingkat Pengetahuan ASI
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
Mean ± (Min-Max)
n
56
4
0
60
%
93.3
6.7
0.0
100.0
28.5±(5.7-68.6)
Pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif dapat diperoleh dari beberapa
sumber informasi. Ibu membutuhkan berbagai informasi penting yang umumnya
disediakan oleh tenaga kesehatan. Salah satu informasi penting yang harus
disampaikan oleh tenaga kesehatan yaitu terkait ASI kslusif, IMD, kolostrum, dan
bagaimana cara menyusui yang benar. Selain informasi yang didapatkan dari
tenaga kesehatan, informasi yang berasal dari suami, keluarga, teman, dan
jaringan sosial serta berbagai media juga berpengaruh terhadap pengetahuan ibu
(Brown et al. 2005).
Dukungan Suami
Suami adalah orang terdekat ibu yang banyak berpengaruh selama
kehamilan, persalinan, dan setelah bayi lahir, termasuk dalam hal pemberian ASI.
Dukungan suami yang diberikan dalam bentuk apapun dapat mempengaruhi
kondisi emosional ibu yang berdampak terhadap produksi ASI (Roesli 2001).
Tabel 9 merupakan sebaran busui berdasarkan pertanyaan dukungan suami.
Sebagian besar busui (96.7%) mempunyai suami yang mendukung dalam hal
pemberian ASI eksklusif meskipun ibu bekerja ataupun sibuk. Akan tetapi,
meskipun suami mendukung untuk tetap memberikan ASI eksklusif, suami tetap
melihat kondisi busui seperti kesanggupan busui dalam memberikan ASI kepada
bayinya. Sebagian besar busui juga mendapatkan dukungan dari suami yaitu
dengan suami turut serta menggendong apabila bayi lapar dan minta disusui
(95%), menyediakan waktu bagi bayinya (91.7%), dan mengajak jalan-jalan bayi
keluar rumah (90%). Sebanyak 83.3% suami busui menyarankan busui untuk
mengonsumsi makanan untuk memperlancar ASI. Suami busui menyarankan
untuk mengonsumi sayur dan buah, terutama sayur daun katuk sebagai makanan
untuk memperlancar ASI.
Sebanyak 95% suami busui tidak memberikan informasi mengenai ASI
eksklusif, hal tersebut dikarenakan ketidaktahuan suami mengenai ASI eksklusif.
Sebagian besar dari suami busui (83.3%) menyelesaikan pendidikan terakhirnya
24
di bangku sekolah dasar. Pendidikan dapat berpengaruh terhadap pengetahuan
seseorang. Seseorang yang memiliki pendidikan tinggi akan mempunyai
pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang pendidikannya
lebih rendah. Kurangnya dukungan informasi mengenai ASI dari suami busui
dapat disebabkan karena suami busui yang sibuk bekerja sehingga suami jarang
mencari informasi terkait ASI. Februhartanty (2008) menjelaskan bahwa
rendahnya partisipasi suami dalam mencari informasi mengenai kesehatan anak
dapat diakibatkan karena adanya anggapan bahwa segala sesuatu yang
beruhubungan dengan kesejateraan anak lebih menjadi tanggungjawab ibu
daripada ayah. Hasil penelitian Wahyuningsih dan Machmudah (2013)
menyatakan bahwa lebih banyak ibu yang memberikan ASI eksklusif
mendapatkan dukungan informasional oleh suami. Hartono dalam Sari (2009)
menjelaskan bahwa ayah bisa saling berbagi informasi bersama ibu dan terbuka
untuk belajar tentang seluruh proses menyusui. Ayah yang sensitif dan suportif
adalah faktor yang menentukan kesuksesan proses menyusui.
Tabel 9 Sebaran busui berdasarkan pertanyaan dukungan suami
Ya
Dukungan Suami
Suami mendukung ibu tetap memberikan ASI
eksklusif walaupun ibu bekerja atau sibuk
Suami menasehati untuk memberikan ASI eksklusif
Suami menyarankan ibu untuk mengonsumsi
makanan yang memperlancar ASI
Suami membantu mengurus bayi saat terbangun
ditengah malam
Suami menyediakan waktu untuk bayinya
Suami memberikan informasi mengenai ASI
eksklusif
Suami menggendong bayi dan memberikan kepada
ibu untuk disusui
Suami mengajak jalan-jalan bayi ke luar rumah
Suami pernah memberikan pujian ketika ibu sedang
menyusui bayinya atau karena ibu menysusui
bayinya
Tidak
n
%
n
%
58
96.7
2
3.3
47
78.3
13
21.7
50
83.3
10
16.7
47
78.3
13
21.7
55
91.7
5
8.5
3
5.0
57
95.0
57
95.0
3
5.0
54
90.0
6
10.0
49
81.7
11
18.3
Dukungan Suami
8%
92%
Mendukung
Tidak mendukung
Gambar 6 Sebaran busui berdasarkan dukungan suami
25
Motivasi seorang ibu sangat menentukan dalam pemberian ASI eksklusif
selama 6 bulan sehingga dorongan dan dukungan dari pemerintah, petugas
kesehatan, dan dukungan keluarga menjadi penentu timbulnya motivasi ibu dalam
menyusui (Suriniah 2009). Gambar 6 merupakan sebaran busui berdasarkan
dukungan suami. Sebagian besar busui (92%) mendapatkan dukungan dari suami
untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. Dukungan atau support dari
orang lain atau orang terdekat, sangat berperan dalam sukses tidaknya menyusui.
Semakin besar dukungan yang didapatkan untuk terus menyusui maka akan
semakin besar pula kemampuan untuk dapat bertahan terus menyusui. Dukungan
suami maupun keluarga sangat besar pengaruhnya, seorang ibu yang kurang
mendapatkan dukungan oleh suami ataupun keluarga lainnya besar kemungkinan
untuk beralih ke susu formula (Proverawati dan Rahmawati 2010).
Hubungan Antar Variabel
Hubungan antara variabel pada penelitian ini diuji dengan menggunakan
korelasi Spearman. Variabel-variabel yang diuji diantaranya yaitu karakteristik
busui, frekuensi kunjungan antenatal care, kondisi psikologis ibu postpartum,
pengetahuan ASI eksklusif, dan dukungan suami terhadap pola menyusui.
Hubungan Karakteristik Busui dengan Pola Menyusui
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa karakteristik busui (usia,
pekerjaan, dan paritas) belum mempunyai hubungan yang signifikan dengan pola
menyusui (p>0.05). Hal tersebut menunjukkan bahwa usia, pekerjaan, dan paritas
belum berpengaruh terhadap pola menyusui pada penelitian ini. Semakin
bertambah usia dan semakin tinggi kategori paritas busui belum menjamin akan
semakin baiknya pola menyusui busui. Hasil ini sejalan dengan penelitian Pratiwi
(2014) bahwa usia ibu dan paritas tidak terdapat hubungan dengan pemberian ASI
esklusif. Hasil ini juga sejalan dengan penelitian Atabik (2013) bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara tingkat pekerjaan ibu dengan praktik pemberian
ASI eksklusif di Desa Pamotan Kabupaten Rembang. Seorang ibu yang tidak
bekerja bukanlah jaminan bahwa ibu dapat menyusui dengan pola menyusui
eksklusif, walaupun ibu memiliki waktu yang lebih banyak bersama bayinya.
Busui yang berusia kurang dari 20 tahun pada penelitian ini menyusui
secara parsial kepada bayinya. Hal ini sejalan dengan penelitian Etem et al. (2001)
yang menyatakan bahwa usia ibu yang lebih muda berhubungan nyata dengan
pemberian ASI hanya sampai bayi usia 2 bulan. Busui dengan paritas multipara
memiliki kesempatan lebih besar untuk menyusui secara eksklusif kepada bayinya
dibandingkan denganbusui dengan paritas primipara. Proveravati dan Rahmawati
(2010) mengatakan bahwa pada ibu yang melahirkan lebih dari satu kali, produksi
ASI jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang melahirkan pertama kali.
Pengalaman menyusui yang baik akan mendorong keinginan ibu untuk menyusui
kembali pada kelahiran berikutnya dan sebaliknya pengalaman yang buruk akan
membuat ibu menjadi trauma untuk menyusui kembali (Nelson 2000).
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa pendidikan terakhir
berhubungan dengan pola menyusui (p=0.041; r=0.265). Artinya semakin tinggi
jenjang pendidikan busui maka semakin baik pula pola menyusui busui. Pola
26
menyusui yang semakin baik ditandai dengan semakin meningkatnya pola
menyusui eksklusif. Joel (2013) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang
positif antara pendidikan dengan kesadaran untuk memberikan ASI eksklusif
kepada bayinya. Ibu yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi memiliki
pengetahuan dan wawasan yang lebih luas dibandingkan dengan ibu yang
berpendidikan rendah. Ibu dapat menggali informasi mengenai cara menyusui
yang benar dan menerima dengan baik segala informasi mengenai ASI eksklusif.
Hubungan Frekuensi Kunjungan Antenatal Care dengan Pola Menyusui
Hasil uji korelasi Spearmanmenunjukkan bahwa frekuensi kunjungan
antenatal care belum mempunyai hubungan yang signifikan dengan pola
menyusui (p=0.446; r=0.100). Artinya bahwa semakin seringnya busui melakukan
kunjungan antenatal care belum menjamin akan semakin baiknya pola menyusui
busui. Belum adanya hubungan yang signifikan antara frekuensi kunjungan
antenatal care dengan pola menyusui busui diduga karena busui sebagian besar
tidak mendapatkan konseling mengenai IMD, ASI eksklusif, serta pentingnya
IMD dan ASI eksklusif oleh bidan. Sebanyak 78.3% busui tidak mendapatkan
konseling mengenai IMD dan sebanyak 58.3% busui tidak mendapatkan
konseling mengenai ASI eksklusif. Kegiatan konseling secara intensif mengenai
IMD, ASI eksklusif, serta pentingnya IMD dan ASI eksklusif seharusnya dapat
dilaksanakan pada saat kunjungan antenatal care berlangsung. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian (Kirimurun 2014) yang menunjukkan bahwa tidak
adanya hubungan yang signifikan antara frekuensi kunjungan antenatal care
dengan riwayat pemberian ASI.
Jenis pelayanan antenatal care salah satunya yaitu komunikasi, informasi,
dan edukasi (KIE). Materi KIE yang akan disampaikan kepada ibu hamil salah
satunya mengenai inisiasi menyusu dini (IMD) dan ASI eksklusif. Tenaga
kesehatan akan memberikan informasi dan edukasi mengenai skin to skin contact
untuk IMD, kolostrum, rawat gabung, ASI saja dalam kurun waktu 6 bulan dan
tidak diberi susu formula, keinginan untuk menyusui, penjelasan mengenai
pentingnya ASI, dan perawatan puting susu (Kemenkes 2010). Menurut penelitian
Lumbiganon et al. (2012), konsultasi mengenai laktasi dan pendidikan formal
mengenai ASI eksklusif selama masa kehamilan dapat meningkatkan durasi
pemberian ASI eksklusif. Kurangnya informasi pada saat masa kehamilan
mengenai ASI eksklusif dapat menjadi salah satu penyebab ibu tidak memberikan
ASI eksklusif kepada bayinya. Ibu yang merasa mendapat konseling menyusui
yang baik dari petugas kesehatan, berpeluang 2.4 kali lebih berhasil dalam
memberikan ASI eksklusif dibandingkan yang mendapat konseling kurang baik
dari petugas kesehatan (Frinsevae 2008).
Hubungan Kondisi Psikologis Ibu Postpartum dengan Pola Menyusui
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa kondisi psikologis ibu
postpartum belum mempunyai hubungan yang signifikan dengan pola menyusui
(p=0.472; r=0.095). Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin baiknya kondisi
psikologis busui belum menjamin semakin baik pula pola menyusui. Hubungan
kondisi psikologis ibu dengan pola menyusui belum signifikan diduga karena
sebagian besar busui memiliki pendidikan (41.7%) dan pengetahuan (93.3%) yang
27
rendah terkait ASI. Selain kondisi psikologis ibu, pemahaman ibu serta rasa
kepedulian ibu untuk memberikan makanan terbaik kepada bayinya sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan ASI eksklusif. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian Utari et al. (2013) bahwa tidak terdapat korelasi antara kondisi
psikologis dengan pola pemberian ASI.
Berdasarkan penelitian Henderson et al. (2003), pada satu tahun pertama
kehidupan seorang bayi, ibu yang mengalami depresi postpartum memiliki
kemungkinan lebih besar untuk berhenti menyusui daripada ibu yang tidak
mengalami depresi postpartum. Sebanyak15% busuidari yang mengalami depresi
pada penelitian ini berhenti menyusui bayinya dan sebanyak 69% lainnya
menyusui secara parsial. Sebanyak 23% busui dari yang tidak mengalami depresi
berhasil berhasil menyusui secara eksklusif dan 15% busui dari yang mengalami
depresi berhasil menyusui secara eksklusif. Artinya bahwa busui yang tidak
mengalami depresi memiliki kesempatan lebih untuk dapat menyusui secara
eksklusif kepada bayinya dibandingkan dengan busui yang mengalami depresi.
Selain kondisi psikologis ibu yang dapat mempengaruhi pola menyusui, pola
menyusui terutama menyusui eksklusif juga berpengaruh terhadap kondisi
psikologis ibu. Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan yang signifikan
pada skor depresi dari masa setelah melahirkan sampai tiga bulan setelah
melahirkan pada ibu yang memberikan ASI eksklusif (Figueiredo et al. 2013).
Hubungan Pengetahuan ASI Eksklusif dengan Pola Menyusui
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa pengetahuan belum
mempunyai hubungan yang signifikan dengan pola menyusui (p=0.284; r=0.141).
Belum berhubungannya pengetahuan ASI eksklusif dengan pola menyusui diduga
karena kurangnya informasi dan pemahaman ibu terkait ASI. Meskipun sebanyak
95% busui mengetahui ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi dan sebanyak
80% busui mengetahui bahwa bayi hanya diberikan ASI saja sampai usia 6 bulan,
tidak menjamin bahwa busui telah paham mengenai ASI eksklusif serta
manfaatnya. Kuzma (2013) menyatakan meskipun ibu menyatakan bahwa ASI
merupakan makan yang terbaik untuk bayinya, akan tetapi jika rendahnya
pengetahuan mengenai manfaat ASI eksklusif dan bahaya pemberian makanan
pralekteal akan mempengaruhi dalam prilaku terhadap pemberian ASI eksklusif.
Selain itu, kendala menyusui seperti puting busui terlalu kecil dan ASI yang
keluar sedikit pun berpengaruh terhadap keberhasilan menyusui.
Banyak busui yang merasa ASI nya keluar sedikit berhenti untuk menyusui
atau menyusui dengan dibantu oleh formula. Hal tersebut dapat dikarenakan
sebagian besar busui tidak mengetahui bahwa menyusui lebih sering, membiarkan
bayi menyusu sampai payudara terasa kosong, dan menyusui dengan posisi yang
benar dapat meningkatkan produksi ASI. Menyusui lebih sering dan membiarkan
bayi menyusu hingga payudara terasa kosong dapat meningkatkan produksi ASI.
Hal tersebut dikarenakan produksi ASI dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor
yang menghambat produksi ASI dan faktor yang meningkatkan produksi ASI.
Faktor yang menghambat produksi ASI dipengaruhi oleh Feedback Inhibitor of
Lactation (FIL) yaitu protein whey yang terkandung didalam ASI. Faktor FIL
akan semakin banyak jika payudara terisi penuh oleh ASI sehingga produksi ASI
menurun. Produksi ASI akan meningkat dengan berkurangnya faktor FIL yang
ditandai dengan semakin sedikitnya ASI yang ada pada payudara. Faktor yang
28
meningkatkan produksi ASI yaitu hormon prolaktin. Terjadi rangsangan pada
puting susu dan sekitar payudara ketika bayi menyusu. Rangsangan tersebut
memacu pengeluaran hormon prolaktin sehingga keluarnya ASI (Indrastuti 2015).
Ibu yang berpresepsi bahwa ASI yang diproduksinya sedikit dan menghentikan
atau mengurangi intensitas pemberian ASI kepada bayinya dengan memberikan
susu formula, akan menyebabkan berkurangnya produksi ASI pada ibu tersebut.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Nughraeni (2011) yang
menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan
IMD dengan pelaksanaan IMD. Bwalya et al. (2015) menyatakan bahwa tingkat
pengetahuan mengenai ASI eksklusif yang tinggi tidak dipraktikan sepenuhnya
untuk memberikan ASI saja selama 6 bulan di Zambia. Hal tersebut dilihat dari
rendahnya tingkat pemberian ASI eksklusif yaitu sebanyak 29.9% di Kaufe dan
31.1% di Mazabuka. Sebagian besar ibu yang tidak menyusui secara eksklusif
selama 6 bulan dikarenakan mereka memberikan air putih kepada bayinya
sebelum ASI keluar. Sebagian besar ibu menyatakan bahwa apa yang mereka
lakukan dipengaruhi oleh keyakinan adat dan budaya mereka. Selain itu, keluarga
dan rekan-rekan turut serta memainkan peranan penting dalam hal pemberian
informasi (Joel 2013).
Hubungan Dukungan Suami dengan Pola Menyusui
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa dukungan suami
mempunyai hubungan yang signifikan dengan pola menyusui (p=0.026; r=0.287).
Hal ini sejalan dengan penelitian Hargi (2013) di wilayah kerja Puskesmas Arjasa
Kabupaten Jember bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan
suami dengan sikap ibu dalam pemberian ASI eksklusif .Sebanyak 80% busui dari
suami yang tidak mendukung untuk memberikan ASI eksklusif termasuk kedalam
pola menyusui parsial dan predominan, serta 20% busui berhenti menyusui pada
penelitian ini. Penelitian Sari (2011) menunjukkan bahwa ayah yang kurang
memberi dukungan memikili peluang 2.8 kali lebih tinggi untuk istrinya tidak
memberikan ASI eksklusif dibanding dengan ayah yang memberi dukungan.
Seorang ayah mempunyai peranan penting dalam keberhasilan ibu menyusui.
Ayah berperan dalam mempengaruhi perasaan dan semangat ibu untuk menyusui
dan untuk terus memberikan yang terbaik bagi anaknya (Hartono dalam Sari
2011). Sebanyak 23.6% busui yang mendapatkan dukungan suami berhasil
menyusui secara eksklusif pada penelitian ini. Hasil penelitian Hani (2014) di
wilayah kerja Puskesmas Pisangan menyatakan bahwa dukungan suami yang
didapatkan oleh ibu primipara tidak memiliki hubungan dengan keberhasilan
pemberian ASI eksklusif. Ibu yang mendapatkan dukungan suami yang baik dan
berhasil memberikan ASI eksklusif sebesar (25.8%).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Busui pada penelitian ini sebanyak 85% berusia 20-34 tahun. Sebanyak
41.7% busui menyelesaikan pendidikan terakhirnya di sekolah dasar. Sebagian
29
besar busui tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga dan tergolong kedalam
paritas multipara (melahirkan 2-3 anak). Sebanyak 38.4% bayi berusia 10-12
bulan dan 51.7% berjenis kelamin laki-laki. Sebagian besar bayi berstatus gizi
baik, namun sebanyak 3.3% berstatus gizi buruk dan 16.7% berstatus gizi kurang.
Hal tersebut diduga karena kurangnya pola asuh ibu dan kurangnya pengetahuan
ibu mengenai ASI eksklusif. Sebagian besar bayi lahir dengan berat badan
normal (>2500 g), namun sebanyak 18.3% bayi lahir dengan BBLR. Sebanyak
6.7% bayi yang lahir dengan BBLR merupakan bayi yang lahir secara prematur.
Sebanyak 18.1% bayi yang lahir dengan BBLR berstatus gizi buruk. Sebanyak
27.2% bayi yang lahir dengan BBLR berstatus gizi kurang. Sebanyak 45% busui
melakukan IMD 1 jam pertama setelah melahirkan pada bayinya. Sebagian besar
ibu melahirkan ditolong oleh bidan di tempat praktik bidan.
Sebagian besar busui telah melakukan kunjungan antenatal care secara
lengkap. Sebanyak 3% busui yang tidak melakukan kunjungan antenatal care
secara lengkap dikarenakan bayi lahir secara prematur yaitu pada usia kandungan
6 bulan dan 7 bulan. Sebagian besar busui menyusui dengan pola menyusui
parsial. Sebanyak 70.9% bayi dengan pola menyusui parsial berstatus gizi baik.
Sebagian besar busui tidak mengalami depresi postpartum dan memiliki tingkat
pengetahuan ASI eksklusif yang rendah. Busui yang mengalami depresi (22%)
merupakan ibu baru yang belum mempunyai pengalaman dalam hal mengurus
anak. Tingkat pengetahuan ASI eksklusif yang rendah diduga karena kurangnya
informasi yang diperoleh ibu terkait ASI eksklusif. Sebagian besar busui tidak
mengetahui mengenai IMD dan kolostrum. Sebagian besar busui mendapatkan
dukungan suami untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. Hasil uji
korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
pendidikan busui dan dukungan suami dengan pola menyusui (p<0.05).
Saran
Sebanyak 78.3% busui tidak mendapatkan konseling mengenai IMD dan
sebanyak 58.3% busui tidak mendapatkan konseling mengenai ASI eksklusif.
Konseling mengenai IMD, kolostrum, dan ASI eksklusif sangat penting untuk
dapat tercapainya pola menyusui yang baik yakni pola menyusui eksklusif.
Tenaga kesehatan khususnya bidan sebaiknya menerapkan konseling mengenai
IMD, kolostrum, dan ASI eksklusif selama kunjungan antenatal care
berlangsung. Konseling secara langsung dan komunikatif secara berkala dapat
menanamkan pemahaman yang baik kepada ibu terutama pada ibu yang
berpendidikan rendah. Selain itu, pada penelitian selanjutnya perlu dilakukan
perbandingan antara ibu bekerja dan ibu tidak bekerja, ibu yang memiliki
pendidikan tinggi dan rendah, serta pola konsumsi sayur dan buah pada ibu
menyusui.
30
DAFTAR PUSTAKA
Akeredolu IA, Osisanya JO, Seriki MJS, Okorafor U. 2014. Mothers nutritional
knowledge, infant feeding practics and nutritional status of children (0-24
month) in Lagos State Nigeria. European J Of Nutrition and Food Safety.
4(4): 364-374.
Alhamda S, Sriani Y. 2015. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Yogyakarta(ID): Deepublish.
Almatsier S. 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka.
Arifin. 2002. Faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan pemberian ASI
eksklusif [skripsi]. Bogor (ID): IPB.
Arnisam. 2007. Hubungan berat badan lahir rendah (BBLR) dengan status gizi
anak usia 6-24 bulan [skripsi]. Yogyakarta (ID): UGM.
[AsDI] Asosiasi Dietisien Idonesia, [IDAI] Ikatan Dokter Anak Indonesia,
[PERSAGI] Persatuan Ahli Gizi Indonesia. Penuntun Diet Anak. Jakarta
(ID): FKUI.
Atabik A. 2013. Faktor ibu yang berhubungan dengan praktik pemberian ASI
eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Pamotan [skripsi]. Semarang (ID):
UNS.
Bahiyatun. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta (ID): EGC.
Briawan D, Madanijah S, Amalia L. 2015. Efektivitas intervensi
peningkatan kapasitas tenaga kesehatan tentang suplementasi gizi pada ibu
hamil dalam upaya menurunkan angka kematian ibu [penelitian unggulan
perguruan tinggi]. Bogor (ID): IPB.
Brown JE et al. 2005. Nutrition Though the Life Cycle. Balmont (USA): Thomson
Wadsworth.
Budioro B. 2008. Pengantar Pendidikan (Penyuluhan) Kesehatan Masyarakat.
Semarang (ID): UNDIP.
Bwalya MK, Mukonka V, Kankasa C, Masaninga F, Babaniyi O, Siziya S. 2015.
Infants and young children feeding practices and nutritional status in two
districs of Zambia. International Breastfeeding J. doi: 10.1186/s13006-0150033.
Cox J, Holden J. 2003. Perinatal Mental Health: A Guide to Edinburgh Postnatal
Depression Scale. London: Royal College of Psychiatrists.
Eastwood M. 2003. Principle of Human Nutrition (2nd Edition). USA: Blackwell
Publishing Company.
Etem IO, Votto N, Laventhal JM. 2001. The timing and predictors of the early
termination of breastfeeding. Pediatrics J. 107:543-548.
Februhartanty J. 2008. Strategic roles of father in optiming breastfeeding
practices: a study in an urban setting of Jakarta [disertasi]. Jakarta (ID): UI.
Figueiredo B, Dias CC, Brandao S, Canario C, Costa RN. 2013. Breastfeeding
and postpartum depression: state of the art review. J De Pediatria.
84(4):332-338.
Firanika R. 2010. Aspek budaya dalam pemberian ASI eksklusif di Kelurahan
Bubulak Kota Bogor tahun 2010 [skripsi]. Jakarta (ID): Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah.
31
Frinsevae. 2008. Hubungan pelayanan konseling menyusui oleh bidan dengan
praktik pemberian ASI eksklusif di Kabupaten Katingan, Kalimantan
Tengah [tesis]. Jakarta (ID): UI.
Hani UR. 2014. Hubungan dukungan suami terhadap keberhasilan pemberian ASI
eksklusif pada ibu primipara di wilayah kerja Puskesmas Pisangan [skripsi].
Jakarta (ID): UIN.
Hargi JP. 2013. Hubungan dukungan suami dengan sikap ibu dalam pemberian
ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Arjasa Kabupaten Jember
[skripsi]. Jember (ID): Universitas Jember.
Hatton DC, Hohner JH, Coste S, Dorato V, Curet LB, McCarron DA. 2005.
Symptoms of postpartum depression and breastfeeding. J Hum Lact. 21(4).
doi:10.1177/0890334405280947.
Henderson JJ. Evans SF, Straton JAY, Priest SR, Hagan R. 2003. Impact of
posnatal depression on breastfeeding duration. Brith J. 30:3.
Indrastuti R. 2015. Pabrik asi cepat kosong cepat isi [internet]. Tersedia pada
ogja.aimi-asi.org. diakses pada 31 Maret 2016.
Imdad A, Yakob MY, Bhutta ZA. 2011. Impact of maternal eductiaon on
complementary feeding and provision of complementary food on child
growth in developing countries. BMC Public Health II. 3: 525.
[Infodatin] Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan. 2014. Situasi dan
Analisis ASI Eksklusif. Jakarta (ID): Kemenkes RI.
Jayasima AM, Deliana SM, Mabruri MI. 2014. Postpartum blues syndrom pada
kelahiran anak pertama. Developmental and Clinical Psychology. 3(1).
Issn:2252-6358.
Joel AB. 2013. Appraisal of nursing mothers’ knoeledge and practice of exclusive
breastfeeding in Yobe State, Nigeria. J of Bio, Agr, Heath. 3(20). issn:
2224-3208.
[KEMENKES RI] Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Pedoman
Pelayanan Antenatal Terpadu. Jakarta (ID): Direktur Jendral Bina
Kesehatan Masyarakat.
. 2014. Profil
Kesehatan Indonesia 2013. Jakarta (ID): Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Status Gizi. Bogor (ID): IPB.
Kirimurun MP. 2014. Hubungan frekuensi kunjungan ANC (ante natal care)
dengan riwayat pemberian ASI pada bayi usia 6 bulan di wilayah kerja
Puskesmas Mopah Kabupaten Merauke Provinsi Papua [skripsi]. Semarang
(ID): UNDIP.
Kuzma J. 2013. Knowledge, attitude and practice related to infant feeding among
women in rural Panpua New Guinea: a descriptive, mixed method study.
International Breastfeeding J. 8 (16).
Lawan UM, Amole GT, Jahum MG, Sani A. 2004. Age-appropiate feeding
practices and nutritonal status of infants attending child walfare clinic at a
teaching hospital in Nigeria. J Of Fam and Comm Med. 21(1): 6-12. doi:
10.4103/2230-8229.128766.
Lumbiganon P, Martis S, Laopaiboon M, Festin MR, Ho JJ, Hakimi M. 2012.
Antenatal breastfeeding education for increasing breastfeeding duration.
32
Cochrane
Database
Of
Systematic
Review.
10.
doi:1002/14651858.CD006425.
Manuaba IAC, Manuaba IBGF, Manuaba IBG. 2009. Buku Ajar Patologi Obstetri
Untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta (ID): EGC.
Maretfa I. 2015. Analisis hubungan inisasi menyusu dini dan pemberian ASI
eksklusif dengan morbiditas dan status gizi bayi di Sumatera [skripsi].
Bogor (ID): IPB.
Meadow SR, Newell SJ. 2009. Lecture Notes: Pediatrika. Edisi ke-7. Hartini K,
Rachmawati AD, penerjemah; Safitri A, editor. Jakarta (ID): Penerbit
Erlangga. Terjemahan dari: Lecture Notes on Pediactrics. Ed ke-7.
Mushapi LF, Mbhenyane XG, Khoza LB, Amey AKA. 2008. Infant-feeding
practices of mothers and the nutritional status infants in the Vhembe Distric
of Limpopo Province. S Afr J Clin Nutr. 21(2): 36-41.
Nelson WE. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta (ID): Fakultas Kedokteran UI.
Notoadmojo S. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta (ID): Rineka Cipta.
Nugraheni DK. 2011. Pengetahuan dan pelaksanaan IMD, pemberian asi eksklusif
serta status gizi batita di perdesaan dan perkotaan [skripsi]. Bogor (ID): IPB.
Pearlstein T, Howard M, Salisbury A, Zlotnick C. 2009. Postpartum depression.
American
J
Of
Obestrics
and
Gynecology.
10.
doi:1016/J.AJOG.2008.11.0033.
Perkins S, Vannais C. 2004. Breastfeeding for Dummies. USA: Wiley Publishing
Inc.
Pranadji DK. 1988. Pendidikan Gizi (Proses Belajar Mengajar). Bogor (ID): IPB.
Pratiwi A. 2014. Pengetahuan dan sikap ibu terhadap pemberian ASI eksklusif
pada persatuan istri tentara (persit) di Batalyon Arhanduse 6 [skripsi]. Bogor
(ID): IPB.
Proverawati A, Rahmawati E. 2010. Kapita Selekta ASI dan Menyusui.
Yogyakarta (ID): Nuha Medika.
Purnamawati S. 2003. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pola pemberian
ASI pada bayi usia empat bulan (analisis data Susenas 2011). Media
Litbang Kesehatan. 3(3).
Rachmadewi A. 2009. Pengetahuan, sikap, dan praktik pemberian ASI serta status
gizi bayi usia 4-12 bulan di pedesaan dan perkotaan [skripsi]. Bogor (ID):
IPB.
[Riskesdas] Riset Kesehatan Dasar Indonesia. 2010. Laporan Hasil Riset
Kesehatan Dasar Indonesia Tahun 2010. Jakarta (ID): Departemen
Kesehatan RI.
. 2013. Laporan Hasil Riset
Kesehatan Dasar Indonesia Tahun 2013. Jakarta (ID): Departemen
Kesehatan RI.
Roesli U. 2000. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta (ID): Trubus Agriwidya.
. 2001. Bayi Sehat Berkat ASI Eksklusif. Jakarta (ID): Gramedia.
. 2008. Inisiasi Menyusu Dini Plus ASI Eksklusif. Jakarta (ID): Pustaka
Bunda.
Saminem. 2009. Kehamilan Normal. Jakarta (ID): EGC.
33
Sari RR. 2011. Hubungan karakteristik, pengetahuan, sikap, dan dukungan ayah
terhadap pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Talang
Kabupaten Solok tahun 2011 [skripsi]. Depok (ID): UI.
Smith MM, Durkin M, Hinton VJ, Bellinger D, Kuhn L. 2003. Initiation of
breastfeeding among mothers very low birth weight infants. Pediatrics J.
111: 1337-1342.
Supariasa IDN. Bakri B, Fajar I. Penilaian Status Gizi. Jakarta (ID): EGC.
Suriniah. 2009. Buku Pintar Merawat Bayi 0-12 Bulan; Panduan Bagi Ibu Baru
Untuk Menjalani Hari-Hari Bahagia dan Menyenangkan Bersama Bayinya.
Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
Swarjana IK. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta (ID): Andi
Offset.
Tryggvadottir L, Tulinius H, Eyfjord JE, Sigurvinsson T. 2001. Breastfeeding
reduced risk of breast cancer in an icelandic cohort study. American J of
Epidemiology. 1:154.
Unicef. 1998. The State of The World’s Children. Oxford (USA): Oxford
University Press.
Utari AP, Roosita K, Damanik MR. 2013. Pengetahuan gizi, keluhan kesehatan,
kondisi psikologis, dan pola pemberian ASI ibu postpartum. J Gizi Pangan.
893): 187-192. issn: 1978-1059.
Varney H, Kriebs JM, Gegor CL. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Ed. 4 vol 1.
Jakarta (ID): EGC.
Wahyuningsih D. Machmudah. 2013. Dukungan suami dalam pemberian ASI
eksklusif. J Keperawatan Maternitas. 1(2): 93-101.
Warni G. 2015. Pengetahuan dan persepsi terkait pemberian ASI pada pasangan
pranikah di KUA Kecamatan Bogor Timur [skripsi]. Bogor (ID): IPB.
Welford. 2011. Menyusui Bayi Anda. Jakarta (ID): Dian Rakyat.
Wijayanti K, Wijayanti FA, Nuryanti E. 2013. Gambaran faktor-faktor risiko
postpartum blues di wilayah Kerja puskesmas Blora. J Keb. 2(5). 20897699.
[WHO] World Health Organization. 2002. The optimal duration of exclusive
breast feeding, report of an expert consultation. Switzerland (Geveva):
WHO.
Yulaikha. 2009. Kehamilan: Seri Asuhan Kehamilan. Jakarta (ID): EGC.
34
35
LAMPIRAN
36
Lampiran 1 Sebaran busui berdasarkan pertanyaan pengetahuan ASI eksklusif
Topik Pertanyan
Makanan untuk bayi baru lahir
ASI
Air putih
Air madu
Air tajin
Pisang
Susu formula
Kolostrum
Tidak tahu
Manfaat ASI
Mengurangi pendarahan setelah melahirkan
Mengurangi kesuburan setelah melahirkan/digunakan
sebagai KB alami
Menjadikan anak lebih mudah gemuk
Meningkatkan batin antara ibu dan anak
ASI memberikan gizi yang baik untuk pertumbuhan
bayi
ASI mudah dicerna oleh bayi
Bayi terhindar dari diare dan alergi
Mengurangi kanker payu dara
Praktis dan ekonomis
Meningkatkan kecerdasan bayi
Tidak tahu
Kandungan gizi ASI
Protein
Karbohidrat
Lemak
Vitamin
Mineral
Air
Tidak tahu
Pengetahuan tentang IMD
Segera setelah bayi lahir diletakan diatas dada ibu
Bayi disusui setelah disusui formula
Bayi dibiarkan mencari sendiri puting ibu
Bayi disusui beberapa jam setelah melahirkan
Terjadi satu jam pertama setelah melahirkan
Tidak tahu
Pengetahuan tentang kolostrum
ASI yang keluar di hari-hari pertama kelahiran
ASI yang berwarna kekuning-kuningan dan baik
diberikan kepada bayi
ASI yang dibuang sebelum menyusui pertama kali
Tidak tahu
Usia pemberian ASI eksklusif
2 tahun
n
%
57
3
5
1
1
6
2
4
95
5.0
8.3
1.7
1.7
10.0
3.3
6.7
6
10
5
8.3
16
16
26.7
26.7
51
85
15
11
3
11
24
6
25
18.3
5
18.3
40
10.0
15
7
2
19
12
11
34
25
11.7
3.3
31.7
20
18.3
56.7
20
2
13
3
5
30
33.3
3.3
21.7
5.0
8.3
50.0
5
8.3
13
21.7
2
42
3.3
70.0
8
13.3
Lampiran 2 Sebaran busui berdasarkan pertanyaan pengetahuan ASI
eksklusif (lanjutan)
Kurang dari 6 bulan
1
6 bulan
48
Lebih dari 6 bulan
1
Tidak tahu
2
Waktu menyusui bayi
Sesuai permintaan anak (minimal 8 kali sehari)
25
3 kali sehari
0
Setiap 1 jam sekali
6
Sesering mungkin
32
Tidak tahu
0
Tanda anak minum cukup ASI
Kelihatan kenyang setelah disusui (puting dilepas)
52
Tidur pulas 1-2 jam
14
Tidur pulas maksimal ½ jam
2
Sering buang air besar
1
Bertambah berat badannya setiap bulan
6
Tidak tahu
1
Cara meningkatkan produksi ASI
Biarkan bayi menyusu sampai payudara terasa kosong
4
Menyusui lebih sering
4
Menyusui disaat bayi menangis
1
Posisi menyusui bayi benar
5
Ibu cukup makan dan minum
59
Ibu dan bayi rileks
2
Tidak tahu
1
Cara ibu bekerja dalam memberikan ASI
Dengan memerah ASI terlebih dahulu
20
Memerah ASI ditempat kerja. menyimpan ASI
5
ditempat yang dingin dan dibawa pulang untuk
diberikan kepada bayi
Meninggalkan susu formula dirumah
7
Tidak tahu
28
37
1.7
80
1.7
3.3
41.7
0.0
10.0
53.3
0.0
86.7
23.3
3.3
1.7
10.0
1.7
6.7
6.7
1.7
8.3
98.3
3.3
1.7
33.3
8.3
11.7
46.7
38
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Garut, Jawa Barat pada tanggal 23 Juli 1992. Penulis
merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Mahmud
Juhansyah dan Ibu Rahayu Wardani. Pendidikan Sekolah Dasar Negeri (SDN)
Mangun Jaya 01 ditempuh pada tahun 1998 sampai tahun 2004. Penulis
melanjutkan sekolah di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Tambun
Selatan dan lulus tahun 2007. Penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas
Negeri (SMAN) 2 Tambun Selatan dan lulus pada tahun 2010.
Penulis melanjutkan pendidikannya di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada
bulan Juli 2010 di program keahlian Manajemen Industri Jasa Makanan dan Gizi
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menempuh
pendidikan penulis melakukan praktik kerja lapang di Rumah Sakit Umum Pusat
Persahabatan di Jakarta Timur selama tiga bulan mulai tanggal 2 Juli 2012 hingga
31 September 2012 dan praktik usaha jasa boga di Aerofood ACS Bandara
Soekarno-Hatta selama tiga bulan mulai tanggal 29 Oktober 2012 hingga 18
Januari 2013.
Tahun 2013 penulis diberikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan
ke jenjang sarjana pada program alih jenis Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas
Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selama menempuh pendidikan,
penulis melakukan kuliah kerja nyata berbasis profesi (KKN-P) di Desa Panongan
Kabupaten Cirebon selama tiga bulan pada tahun 2015. Penulis menyelesaikan
pendidikan sarjana gizi pada tahun 2016.
Download