i ANALISIS HUBUNGAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE, KONDISI PSIKOLOGIS, DUKUNGAN SUAMI, DAN PENDIDIKAN DENGAN POLA MENYUSUI NURZAKIAH ULFAH DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 ii iii PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Hubungan Kunjungan Antenatal Care, Kondisi Psikologis, Dukungan Suami, dan Pendidikan dengan Pola Menyusui adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2016 Nurzakiah Ulfah NIM I14314017 iv v ABSTRAK NURZAKIAH ULFAH. Analisis Hubungan Kunjungan Antenatal Care, Kondisi Psikologis, Dukungan Suami, dan Pendidikan dengan Pola Menyusui. Dibimbing oleh Dadang Sukandar. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan kunjungan antenatal care, kondisi psikologis, dukungan suami, dan pendidikan dengan pola menyusui. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study. Responden dalam penelitian ini berjumlah 60 ibu menyusui yang memiliki bayi berusia 6-12 bulan di Desa Ciaruteun Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor Barat. Hasil deskriptif memperlihatkan bahwa 97% busui melakukan kunjungan antenatal care secara lengkap, 51% tergolong kedalam pola menyusui parsial, dan hanya 22% busui yang berhasil menyusui secara eksklusif. Sebanyak 78% busui tidak mengalami depresi, 93.3% memiliki tingkat pengetahuan ASI eksklusif yang rendah, dan 92% busui mendapatkan dukungan suami. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa karakteristik busui (usia, pekerjaan, dan paritas), frekuensi kunjungan antenatal care, kondisi psikologis ibu, dan pengetahuan ASI eksklusif tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan pola menyusui (p>0.05). Namun, hasil kolerasi Spearman menunjukkan bahwa adanya hubungan antara pendidikan ibu dan dukungan suami dengan pola menyusui (p<0.05). Kata Kunci: kondisi psikologis, kunjungan antenatal care, pengetahuan, pola menyusui ABSTRACT NURZAKIAH ULFAH. Analysis Correlation Antenatal Care Visit, Psycological Condition, Husban Support, and Education with Breastfeeding Pattern. Supervised by Dadang Sukandar. This study was aimed to asses analysis correlation antenatal care visit, psycological condition, husban support, and education with breastfeeding pattern. The design of this reaserch was cross sectional study. Respondent in this research was 60 mothers that had infant of 6-12 month old and was conducted in Ciaruten Udik Villages, Subsdistrict of Cibungbulang, District of Bogor. The result showed that 97% subjects was completed antenatal care frequency, 51% subject had partial breastfeeding pattern, and 22% subjects was succsesed exclusive breastfeeding pattern. The 78% subjects was not depression, 93.3% had low knowledge of exclusive brestfeeding, dan 92% subjects had husban support. Spearman correlation showed that there was not significant correlation between the mothers characteristic (age, occupation, and paritas), antenatal care frequency, postpartum psycological condition, and knowledge of exclusive breast feeding with breastfeeding pattern (p>0.05). Spearman analysis showed that there was significant correlation between the education mother and husban support with breastfeeding pattern (p<0.05). Kata Kunci: psycological condition mothers postpartum, antenatal care frequency, knowledge, breastfeeding pattern vi vii ANALISIS HUBUNGAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE, KONDISI PSIKOLOGIS, DUKUNGAN SUAMI, DAN PENDIDIKAN DENGAN POLA MENYUSUI NURZAKIAH ULFAH Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi Dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 viii ix Judul Skripsi Nama NIM : Analisis Hubungan Kunjungan Antenatal Care, Kondisi Psikologis, Dukungan Suami, dan Pendidikan dengan Pola Menyusui : Nurzakiah Ulfah : I14134017 Disetujui oleh Prof Dr Ir Dadang Sukandar, MSc Pembimbing Diketahui oleh Dr Rimbawan Ketua Departemen Tanggal Lulus : x xi PRAKATA Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga Karya Ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih pada penelitian yang dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Januari 2016 ialah Analisis Hubungan Kunjungan Antenatal Care, Kondisi Psikologis, Dukungan Suami, dan Pendidikan dengan Pola Menyusui. Terciptanya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Dadang Sukandar, MSc selaku dosen pembimbing akademik dan dosen pembimbing skripsi yang telah banyak mencurahkan ilmunya dalam membimbing selama penyelesaian skripsi ini. 2. Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MSc selaku dosen penguji skripsi yang telah banyak memberikan masukan untuk skripsi ini. 3. Kepala Desa Ciaruteun Udik dan Segenap kader yang telah memberikan banyak bantuan dalam pengambilan data penelitian. 4. Ibu (Rahayu Wardani), Ayah (Mahmud Juhansyah), Adik (Afzal Nur Iman), dan keluarga tercinta yang telah memberikan do’a, dukungan, dan semangat kepada penulis. 5. Rifani RN, Linda O, Yusuf NF, dan Dyana S sebagai pembahas seminar yang telah memberikan saran dan masukan untuk penulisan skripsi ini. 6. Sahabat D3 Manajemen Industri Jasa Makanan dan Gizi (Ranthy dan Rahmi) yang telah membantu dalam pengambilan data dan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini. 7. Teman-teman seperjuangan Ulfa Maesya Z, Nurul Hikmah, Meiliana H, Tia Rindjani, Fitrianisa Tiaranti, Utari DN, dan Syska DV atas dukungannya dalam penulisan skripsi ini. 8. Rakian, Gusti Warni, Isra Maretfa, Tri O, Nunis Retia Mustika, Ika YF, Ulfa MZ, Lulu RJ, dan Taupik A yang telah menjadi teman diskusi dalam penelitian dan penulisan skripsi ini serta senantiasa selalu memeberikan do’a dan dukungan kepada penulis. 9. Teman-teman Sahabat Cakrawala (Rino, Rudi, Hermansyah, Manan, Dede A, Sopyan, Ipung, Fanka, Intan, dan yang lainnya) dan Poporose Adv (Eggy, Said, Angga, Ali, M.Alparizy, dan yang lainnya) yang telah memberikan doa dan dukungannya kepada penulis. 10. Keluarga besar Wisma Lamban Muli dan teman-teman alih jenis 7, 8 dan GM 49, teman-teman KKN-P Palimanan 2015 serta pihak – pihak terkait yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu sebutkan atas dukungannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, April 2016 Nurzakiah Ulfah xii xiii DAFTAR ISI ABSTRAK ABSTRACT PRAKATA DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Hipotesis Penelitian Manfaat Penelitian KERANGKA PEMIKIRAN METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Busui Jenis dan Cara Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Desa Ciaruteun Udik Karakteristik Busui Karakteristik Bayi Riwayat Persalinan Frekuensi Kunjungan ANC (Antenatal Care) Pola Menyusui Kondisi Psikologis Ibu Postpartum Pengetahuan ASI Eksklusif Dukungan Suami Hubungan Antar Variabel SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP iv v x xi xi xi 1 1 2 3 3 3 3 5 5 5 6 7 9 10 10 10 11 13 14 16 19 20 23 25 28 30 35 38 xi DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Variabel, jenis data, alat, dan cara pengumpulan data Pengkategorian variabel penelitian Sebaran busui berdasarkan karakteristiknya Sebaran karakteristik bayi Sebaran contoh berdasarkan riwayat persalinan Sebaran usia pemberian makanan/minuman selain ASI Sebaran busui berdasarkan pertanyaan kondisi psikologis Tingkat pengetahuan ASI eksklusif busui Sebaran busui berdasarkan pertanyaan dukungan suami 6 7 11 12 14 18 20 23 24 DAFTAR GAMBAR 1 Bagan kerangka pemikiran 2 Sebaran busui berdasarkan status gizi bayi 3 Sebaran busui berdasarkan frekuensi kunjungan ANC 4 Sebaran busui berdasarkan pola menyusui 5 Sebaran busui berdasarkan kondisi psikologis ibu postpartum 6 Sebaran busui berdasarkan dukungan suami 4 12 16 17 19 24 DAFTAR LAMPIRAN 1 Sebaran busui berdasarkan pertanyaan pengetahuan ASI eksklusif 36 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kehamilan dan kelahiran seorang bayi merupakan salah satu perkembangan reproduksi yang membahagiakan dan dinantikan sebagian besar keluarga. Kehamilan, persalinan, dan menjadi seorang ibu merupakan peristiwa penting dalam kehidupan seorang wanita. Persalinan dan menyusui merupakan proses yang harus dihadapi ibu setelah proses kehamilan. Memulihkan kondisi fisik setelah melahirkan dan merawat anak merupakan tantangan yang harus dihadapi seorang ibu. Kondisi psikologis ibu pun akan mengalami perubahan, dimana sebelumnya belum mempunyai momongan yang kini telah menjadi seorang ibu bagi bayinya (Jayasima et al. 2014). Morbiditas yang berkaitan dengan masalah psikologis merupakan masalah kesehatan utama yang dialami ibu pasca melahirkan, dengan angka kejadian depresi sekitar 10%-15% (Wijayanti et al. 2013). Perubahan fisiologis yang cukup drastis setelah melahirkan dapat mempengaruhi perubahan psikologis khususnya pada ibu baru. Periode postpartum menjadi faktor risiko yang kuat pada perkembangan dari gangguan mood yang serius. Depresi pasca persalinan merupakan suatu gangguan emosional ibu berupa adanya perubahan mood yang cepat berubah dan berganti-ganti (mood swing), dari tingkatan yang sangat ringan yang bersifat sementara (baby blues) sampai depresi psikosa yang sangat berat dan memerlukan penanganan pskiatri(Sinclair 2009). Postpartum blues atau yang sering disebut baby blues merupakan periode emosional stress yang terjadi pada 80% ibu setelah melahirkan (Bahiyatun 2009). Baby blues ini dapat terjadi setiap waktu setelah melahirkan, tetapi seringkali memuncak pada hari kelima setelah melahirkan (Pearlstein et al. 2009). Postpartum blues yang berlangsung sampai 2 minggu maka akan mengalami masalah psikologis yang lebih serius menjadi depresi postpartum. Masalah sosial dan lingkungan, seperti tekanan dalam hubungan pernikahan, hubungan keluarga, riwayat sindrom pramenstruasi, rasa cemas, rasa takut tentang persalinan, dan depresi selama masa hamil dan penyesuaian sosial yang buruk merupakan faktor presdiposisi terjadinya postpartum blues (Pearlstein et al. 2009). Kondisi psikologis seorang ibu merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pola pemberian ASI. Gangguan psikologis dapat berpengaruh terhadap hubungan antara ibu dan bayi serta pola menyusui (Hatton et al. 2005). Pola menyusui berdasarkan laporan Riskesdas dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu menyusui eksklusif, menyusui predominan, dan menyusui parsial sesuai dengan definisi WHO. Menyusui eksklusif dimana bayi tidak diberikan makanan atau minuman lain termasuk air putih selain menyusui. Menyusui predominan yaitu menyusui bayi tetapi pernah memberikan sedikit air atau minuman berbasis air misalnya teh sebagai makanan atau minuman prelakteal sebelum ASI keluar. Menyusui parsial yaitu menyusui bayi serta diberikan makanan buatan selain ASI, baik susu formula, bubur, atau makanan lainnya sebelum bayi berumur 6 bulan, baik dilakukan secara kontinyu maupun diberikan sebagai makanan pralekteal. Persentase pola menyusui pada bayi umur 0 bulan adalah 39.8% menyusui eksklusif, 5.1% menyusui predominan, dan 55.1% 2 menyusui parsial. Persentase menyusui parsial melebihi persentase menyusui eksklusif pada bayi 0 bulan. Persentase menyusui eksklusif juga semakin menurun dengan meningkatnya kelompok umur bayi (Riskesdas 2010). Hal tersebut menandakan bahwa pada bayi umur 0 bulan sudah tidak mendapatkan ASI eksklusif. Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia (2013), prevalensi pemberian ASI Eksklusif di Jawa Barat sebesar 33.7%, lebih rendah dari prevalensi pemberian ASI Eksklusif di Indonesia 54.34%. Rendahnya pemberian ASI eksklusif disebabkan oleh berbagai faktor mulai dari kurangnya pengetahuan ibu terkait ASI eksklusif, kondisi psikologis ibu, kondisi kesehatan ibu, dukungan keluarga dan suami, masalah kesehatan ibu, serta kurangnya peran serta dari petugas kesehatan dalam memberikan pengarahan mengenai pentingnya ASI eksklusif. Salah satu cara untuk meningkatkan cakupan pemberian ASI eksklusif yaitu dengan diadakannya program KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) pada setiap puskesmas. Program KIA ini pelaksanaannya bersamaan dengan antenatal care. Antenatal care merupakan pengawasan sebelum persalinan terutama ditujukan pada perkembangan dan pertumbuhan janin dalam rahim. Konseling terkait kesehatan dan gizi termasuk informasi persiapan pemberian ASI, IMD (Insisiasi Menyusu Dini), tata cara menyusui dengan posisi yang benar, dan menyusui secara eksklusif dilakukan pada saat antenatal care berlangsung. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk menganalisis terkait frekuensi kunjungan antenatal care, kondisi psikologis ibu postpartum, pola menyusui, pengetahuan ASI eksklusif, dan dukungan suami. Perumusan Masalah Setiap ibu yang mengalami proses melahirkan dapat mengalami gangguan psikologis. Gangguan psikologis, pengetahuan ibu mengenai ASI, dan dukungan suami dapat mempengaruhi hubungan antara ibu dan anak serta pola menyusui. Selain itu, peran tenaga kesehatan juga sangat berperan dalam kesuksesan pemberian ASI eksklusif yang salah satunya dilakukan melalui konseling pada saat kunjungan antenatal care. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka rumusan pokok-pokok permasalahan yang akan menjadi fokus penelitian adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah karakteristik ibu menyusui (busui)? 2. Bagaimanakah karakteristik bayi dan riwayat persalinan? 3. Bagaimanakah frekuensi kunjungan antenatal care, pola menyusui ibu, kondisi psikologis ibu postpartum, pengetahuan ASI eksklusif, dan dukungan suami? 4. Apakah terdapat hubungan antara karakteristik busui dengan pola menyusui? 5. Apakah terdapat hubungan antara frekuensi kunjungan antenatal care dengan pola menyusui? 6. Apakah terdapat hubungan antara kondisi psikologis ibu postpartum dengan pola menyusui? 7. Apakah terdapat hubungan antara pengetahuan ASI eksklusif dengan pola menyusui? 8. Apakah terdapat hubungan antara dukungan suami dengan pola menyusui? 3 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis hubungan kunjungan antenatal care, kondisi psikologis, dukungan suami, dan pendidikan dengan pola menyusui. Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi karakteristik busui (usia, pekerjaan, pendidikan, dan paritas). 2. Mengidentifikasi karakteristik bayi (usia, jenis kelamin, status gizi) dan riwayat persalinan. 3. Mengidentifikasi frekuensi kunjungan antenatal care, pola menyusui ibu, kondisi psikologis ibu postpartum, pengetahuan ASI eksklusif, dan dukungan suami. 4. Menganalisis hubungan karakteristik busui dengan pola menyusui. 5. Menganalisis hubungan frekuensi kunjungan antenatal care dengan pola menyusui. 6. Menganalisis hubungan kondisi psikologis ibu postpartum dengan pola menyusui. 7. Menganalisis hubungan pengetahuan ASI eksklusif dengan pola menyusui. 8. Menganalisis hubungan dukungan suami dengan pola menyusui. Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan positif antara karakteristik busui, frekuensi kunjungan antenatal care, kondisi psikologis ibu postpartum, pengetahuan ASI eksklusif dan dukungan suami dengan pola menyusui. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai frekuensi kunjungan antenatal care, kondisi psikologis ibu postpartum, pola menyusui pengetahuan ASI eksklusif dan dukungan suami. Selain itu, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan solusi mengenai permasalahan terkait pola menyusui yaitu menyusui eksklusif. KERANGKA PEMIKIRAN UNICEF dan WHO merekomendasikan pemberian ASI eksklusif sampai bayi berumur enam bulan. Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia (2013), prevalensi pemberian ASI Eksklusif di Jawa Barat sebesar 33.7%, lebih rendah dari prevalensi pemberian ASI Eksklusif di Indonesia 54.34%. Rendahnya pemberian ASI Eksklusif disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya yaitu 4 tingkat pendidikan ibu, usia ibu, status pekerjaan ibu, jumlah anak, dukungan keluarga dan suami, kurangnya informasi dan pemahaman ibu, kurangnya peran serta dari petugas kesehatan dalam memberikan pengarahan mengenai pentingnya ASI eksklusif, serta kondisi psikologis ibu. Banyak ibu mengalami gangguan mood setelah melahirkan yang disebabkan oleh pengalaman sewaktu melahirkan dan keraguan akan kemampuan dalam membesarkan seorang anak (Bahiyatun 2009). Periode postpartum merupakan salah satu faktor yang kuat sebagai faktor resiko perkembangan dari gangguan mood yang serius (Bahiyatun 2009). Ibu yang mengalami depresi postpartum cenderung memiliki kemungkinan besar untuk berhenti menyusui. Hal ini dapat terjadi jika tidak adanya dukungan dari pihak keluarga terutama suami. Dukungan suami merupakan hal terpenting yang dibutuhkan bagi seorang ibu yang baru melahirkan. Selain dukungan suami, pengetahuan ibu mengenai pola menyusui juga sangat penting dalam keberhasilan menyusui eksklusif. Karakteristik Busui: -Usia -Pendidikan -Pekerjaan -Paritas Karakteristik Bayi: -Usia -Jenis kelamin -Status Gizi Keterangan Pengetahuan ASI Eksklusif Pola Menyusui: -Parsial -Predominan -Eksklusif -Lainnya Frekuensi kunjungan (antenatal care) Riwayat Persalinan: -Tempat persalinan -Penolong persalinan -Proses persalinan -Berat badan lahir -Status IMD -Ruang rawat ibu dan bayi pasca melahirkan Kondisi Psikologis Depresi Postpartum Dukungan Suami : : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti : Hubungan yang dianalisis : Hubungan yang tidak dianalisis Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran analisis hubungan kunjungan antenatal care, kondisi psikologis, dukungan suami, dan pendidikan dengan pola menyusui Kurangnya pengetahuan ibu tentang ASI menjadi salah satu penghambat keberlangsungan pemberian ASI. Pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif dapat 5 diperoleh dari beberapa sumber informasi. Ibu membutuhkan berbagai informasi penting yang umumnya disediakan oleh pelayanan dan tenaga kesehatan (Brown et al. 2005). Lumbiganon et al. (2012) menyatakan bahwa konsultasi mengenai laktasi dan pendidikan formal mengenai ASI eksklusif selama masa kehamilan dapat meningkatkan durasi pemberian ASI eksklusif. Antenatal care merupakan pengawasan sebelum persalinan terutama ditujukan pada perkembangan dan pertumbuhan janin dalam rahim. Jenis pelayanan antenatal care salah satunya yaitu komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) (Kemenkes 2010). Informasi dan edukasi yang akan diberikan kepada ibu hamil salah satunya mengenai inisiasi menyusu dini (IMD) dan ASI eksklusif. Menyusui eksklusif merupakan salah satu kategori dari pola menyusui. Pola menyusui dikategorikan menjadi menyusui parsial, predominan, dan eksklusif. Persentase pola menyusui pada bayi usia 0 bulan adalah 39.8% menyusui eksklusif, 5.1% menyusui predominan, dan 55.1% menyusui parsial. Persentase menyusui eksklusif semakin menurun dengan bertambahnya usia bayi (Riskesdas 2010). Penelitian ini menganalisis hubungan antara karakteristik busui, kondisi psikologis, dukungan suami, dan frekuensi kunjungan antenatal care dengan pola menyusui. Secara keseluruhan, skema kerangka pemikiran penelitian ini disajikan pada Gambar 1. METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruteun Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Lokasi penelitian dilakukan secara random sampling serta purposive dengan mempertimbangkan kemudahan akses dan perizinan. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Desember 2015 sampai Januari 2016. Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Responden dalam penelitian ini adalah ibu menyusui yang mempunyai bayi berusia 6-12 bulan. Jumlah responden yang memiliki bayi berusia 6-12 bulan diketahui berdasarkan data yang terdapat pada posyandu di Desa Ciaruteun Udik. Terdapat 6 posyandu di Desa Ciaruteun Udik. Responden yang memiliki bayi berusia 6-12 bulan diambil seluruhnya dari ke-6 posyandu tersebut. Penentuan responden dilakukan dengan menggunakan kriteria inklusi yaitu responden memiliki buku KIA dan bersedia menjadi responden. Penentuan jumlah responden minimal dilakukan berdasarkan estimasi porposi dengan menggunakan rumus (Linclon 2006 dalam Swarjana 2012). n z12 / 2 P(1 P) d2 6 Keterangan: n = responden P = prevalensi ASI Eksklusif Jawa Barat 2013 yaitu 33.7% (Profil Kesehatan Jawa Barat 2013) d = presisi mutlak (12%) P(z > z α/2) = α/2 Berdasarkan perhitungan didapatkan minimal responden yang harus dipenuhi adalah 60 ibu menyusui yang memiliki bayi berusia 6-12 bulan di Desa Ciaruteun Udik. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer mencakup karakteristik busui, karakteristik bayi usia 6-12 bulan, frekuensi kunjungan antenatal care, pola menyusui, kondisi psikologis ibu pospartum, dukungan suami, pengetahuan ASI eksklusif, dan riwayat persalinan. Data sekunder yaitu profil Desa Ciaruteun Udik. Tabel 1 menunjukkan variabel, jenis data, alat, dan cara pengumpulan data. Tabel 1 Variabel, jenis data, alat, dan cara pengumpulan data No 1 2 3 4 5 6 Variabel Karakteristik busui: Usia Pendidikan terakhir Pekerjaan utama Paritas Karakteristik bayi 6-12 bulan: Usia Jenis kelamin Status Gizi Kunjungan ANC Trimester I Trimester II Trimester III Pola Menyusui Parsial Predominan Eksklusif Lainnya Kondisi Psikologis Ibu Postpartum: Perasaan senang dan bahagia Perasaan khawatir dan cemas Perasaan ketakutan dan panik Perasaan sedih dan jengkel Perasaan tidak bahagia Dukungan Suami Jenis Data Primer Primer Wawancara dan pengisian kuesioner Primer & Sekunder Wawancara dan pengisian kuesioner Primer Wawancara dan pengisian kuesioner Primer Wawancara dan pengisian kuesioner Primer Wawancara dan pengisian kuesioner Wawancara dan pengisian kuesioner Wawancara dan pengisian 7 Pengetahuan ASI Eksklusif Primer 8 Primer dan Sekunder Riwayat Persalinan: Alat dan Cara Pengumpulan Data Pengisian kuesioner Tabel 1 Variabel, jenis data, alat, dan cara pengumpulan data (lanjutan) 9 Tempat persalinan Penolong persalinan Proses persalinan Berat badan lahir Status IMD Profil Desa Ciaruteun Udik 7 kuesioner Sekunder Data desa Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data meliputi editing, coding, entry, cleaning, dan analisis data. Data yang terkumpul diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel 2013 dan Statistical Program for Social Science (SPSS) for Windows versi 16.0. Hasil pengolahan data kemudian dianalisis secara deskriptif dan inferensia. Analisis statistik menggunakan uji Spearman untuk menguji hubungan antar variabel setelah dilakukan uji normalitas. Kategori penilaian variabel-variabel yang diteliti tersaji pada Tabel 2. Tabel 2 Pengkategorian variabel penelitian No 1 Variabel Usia Busui 2 Pekerjaan 3 Pendidikan 4 Paritas 5 Jenis Kelamin Bayi 6 Status Gizi (BB/U) 7 Kunjungan ANC 8 Pola Menyusui Kategori <20 tahun 20-34 tahun >35 tahun Tidak bekerja PNS/Polri/BUMN/BUMD Pegawai Swasta Petani Nelayan Buruh Lainnya Tidak pernah sekolah Tidak tamat SD/sederajat Tamat SD/sederajat Tamat SMP/sederajat Tamat SMA/sederajat Tamat D1/D2/D3/PT Primipara (1 anak) Multipara (2-3 anak) Grade multipara (≥4 anak) Laki-laki Perempuan Gizi Buruk(<-3.0) Gizi Kurang(≥ -3,0 - < -2.0) Gizi Baik (≥ -2.0) ANC lengkap ANC tidak lengkap Parsial Predominan Eksklusif Acuan Riskesdas 2013 Riskesdas 2013 Riskesdas 2013 Varney 2007 Ketentuan Peneliti Riskesdas 2013 Yulaikha 2009 Ketentuan Peneliti 8 Tabel 2 Pengolahan dan analisis data (lanjutan) 9 10 11 12 Kondisi Psikologis Ibu Postpartum Dukungan Suami Tingkat Pengetahuan ASI Eksklusif Tempat persalinan 13 Penolong Persalinan 14 Proses Persalinan 15 Berat Badan Bayi Lahir Status IMD 16 17 Ruang rawat ibu dan bayi pasca melahirkan Lainnya Skor ≤ 10 Skor ≥ 10 Mendukung ASI eksklusif Tidak Mendukung ASI eksklusif Rendah (<60%) Sedang (60-80%) Tinggi (>80%) Rumah sakit Rumah Praktik bidan/klinik bersalin Puskesmas Dokter Bidan Dukun/paraji Oprasi caesar Normal ≤ 2500 gram > 2500 gram Ya Tidak Rawat gabung Rawat pisah Cox dan Holden 2003 Ketentuan Peneliti Khomsan 2000 Riskesdas 2013 Riskesdas 2013 Riskesdas 2013 Alhamda dan Sriani 2015 Ketentuan Peneliti Ketentuan peneliti Kondisi psikologis ibu postpartum dinilai dengan menggunakan instrumen Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS). EPDS adalah salah satu metode untuk mendeteksi depresi pasca persalinan. Skala Edinburgh terdiri dari 10 pertanyaan kuesioner dengan 4 pilihan jawaban dimana masing-masing jawaban mempunyai skor 0-3. Skor ≤ 10 menunjukkan tidak ada tanda resiko depresi dan skor ≥ 10 menunjukkan adanya tanda resiko depresi (Cox dan Holden 2003). Nilai z-score untuk menentukan status gizi bayi dihitung dengan menggunakan WHO Anthro versi 3.2.2. Status gizi dikategorikan berdasarkan kategori status gizi BB/U Riskesdas (2013) yaitu nilai z-score<-3.0 untuk status gizi buruk, nilai z-score ≥ -3,0 - < -2.0 untuk status gizi kurang, nilai z-score ≥ 2.0 untuk status gizi baik. Pengetahuan ASI eksklusif dinilai dengan instrumen kuesioner pengetahuan ASI eksklusif berdasarkan Warni (2015). Terdapat 10 pertanyaan mengenai ASI eksklusif yaitu makanan yang baik untuk bayi baru lahir, manfaat pemberian ASI, kandungan gizi ASI, IMD, kolostrum, durasi pemberian ASI eksklusif, seberapa sering bayi disusui, tanda bayi telah cukup minum ASI, cara memperbanyak produksi ASI, dan cara ibu bekerja tetap dapat memberikan ASI. Total skor dari 10 pertanyaan pengetahuan ASI eksklusif berjumlah 35 skor, dimana pada pertanyaan makanan yang baik untuk bayi baru lahir terdapat 2 skor untuk jawaban benar. Pertanyaan manfaat pemberian ASI terdapat 9 skor untuk jawaban benar. Pertanyaan kandungan gizi ASI terdapat 6 skor untuk jawaban benar. Pertanyaan mengenai IMD terdapat 3 skor dan kolostrum terdapat 2 skor untuk jawaban benar. Pertanyaan mengenai durasi pemberian ASI eksklusif terdapat 1 skor untuk jawaban benar. Pertanyaan seberapa sering bayi disusui terdapat 2 skor 9 untuk jawaban benar. Pertanyaan tanda bayi telah cukup minum ASI terdapat 3 skor untuk jawaban benar. Pertanyaan cara memperbanyak produksi ASI terdapat 5 skor untuk jawaban benar. Pertanyaan cara ibu bekerja tetap dapat memberikan ASI terdapat 2 skor pertanyaan benar. Skor jawaban benar dari masing-masing pertanyaan dijumlahkan dan dibagi dengan total skor jawaban benar (35), kemudian dikategorikan berdasarkan Khomsan (2000). Terdapat 3 kategori tingkat pengetahuan yaitu tingkat pengetahuan rendah (<60%), tingkat pengetahuan sedang (60-80%), dan tingkat pengetahuan tinggi (>80%). Definisi Operasional Frekuensi antenatal care adalah jumlah pemeriksaan kehamilan yang telah dilakukan oleh busui selama masa kehamilan. Ibu menyusui (busui) adalah seorang ibu yang sedang dalam masa menyusui pada bayi usia 0-2 tahun. Karakteristik busui adalah ciri-ciri khas yang dimiliki oleh busui meliputi usia, pendidikan, pekerjaan, dan paritas. Kondisi psikologis ibu postpartum adalah kondisi yang dialami busui yang meliputi rasa khawatir, cemas, sedih, ketakutan, panik, senang, bahagia, dan bahagia pada saat postpartum. Kunjungan antenatal care lengkap adalah kunjungan antenatal care minimal 4 kali kunjungan yang terdiri dari satu kali kunjungan pada trimester I, satu kali kunjungan pada trimester II, dan dua kali kunjungan pada trimester III. Paritas adalah jumlah persalinan yang telah dilakukan oleh busui dengan bayi yang dilahirkan hidup atau pun dilahirkan dalam keadaan mati. Pekerjaan busui adalah pekerjaan yang memberikan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup, dapat dikategorikan atas petani, nelayan, pegawai negeri, pegawai swasta, wirausaha, buruh, dan tidak bekerja. Pendidikan busui adalah tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuh busui dan dikategorikan menjadi tidak pernah sekolah, tamat SD, tamat SMP, tamat SMA, dan tamat perguruan tinggi. Pola menyusui adalah proses pemberian ASI yang dikelompokan menjadi parsial, predominan, eksklusif, dan lainnya. Pola menyusui eksklusif adalah tidak memberi bayi makanan atau minuman lain, termasuk air putih, selain menyusui sebelum bayi berusia 6 bulan (kecuali obat-obatan dan vitamin atau mineral tetes serta ASI perah juga diperbolehkan). Pola menyusui lainnya adalah ibu memberikan makanan atau minuman lain selain ASI sebelum bayi berusia 6 bulan atau sebagai makanan pralekteal dan ibu berhenti menyusui. Pola menyusui parsial adalah menyusui bayi serta diberikan makanan buatan selain ASI, baik susu formula, bubur, atau makanan lainnya sebelum bayi berumur 6 bulan, baik diberikan secara kontinyu maupun diberikan sebagai makanan pralekteal. Pola menyusui predominan adalah menyusui bayi tapi pernah memberi sedikit air atau minuman berbasis air, misalnya teh sebagai makanan/minuman pralekteal sebelum ASI keluar atau sebelum bayi berusia 6 bulan. 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Desa Ciaruteun Udik Desa Ciaruteun Udik berada di Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Letak lokasi wilayah Desa Ciaruteun Udik berada 5 Km dari ibu kota kecamatan dan 40 Km dari ibu kota kabupaten. Desa Ciaruteun Udik terdiri dari 6 wilayah rukun warga dan 23 rukun tetangga. Enam wilayah rukun warga Desa Ciaruteun Udik meliputi Dusun Cimanggu I, Dusun Cimanggu II, Dusun Cimanggu III, Dusun Ciaruteun, Dusun Layungsari, Dusun Cibereum, Dusun Cibereum Sari, Dusun Sukakarya I, Dusun Bababakan Cigola, Dusun Cigola, dan Dusun Gunung Leutik. Luas wilayah Desa Ciaruteun Udik sebesar 205 177 Ha. Sebagian besar lahan di desa dipergunakan untuk lahan sawah (176.110 Ha). Selain itu juga dipergunakan untuk perumahan, kuburan, jalan, perkantoran, lapangan olahraga, tanah bangunan pendidikan, dan tanah bangunan peribadatan. Jumlah rumah tangga yang tinggal di desa sebanyak 1 989 KK dengan kelompok umur didominasi oleh laki-laki sebanyak 4 081 orang dan perempuan sebanyak 3 676 orang. Masyarakat Desa Ciaruteun Udik mayoritas beragama Islam dan mayoritas pendidikan terakhir yaitu sekolah dasar (SD). Masyarakat desa sebagian besar bermatapencaharian sebagai buruh tani dan petani. Selain itu juga masyarakat ada yang bermatapencaharian sebagai buruh kasar, pedagang, PNS/TNI/Polri, karyawan, pertukangan, sopir, dan yang lainnya. Karakteristik Ibu Menyusui Ibu menyusui (busui) dalam penelitian ini yaitu seorang ibu yang memiliki bayi berusia 6-12 bulan. Karakteristik busui dalam penelitian ini meliputi usia, pendidikan terkahir, pekerjaan, dan paritas. Usia busui pada penelitian ini berkisar antara 17-40 tahun. Usia busui diklasifikasikan berdasarkan Riskesdas (2013) menjadi <20 tahun, 20-34 tahun, dan >35 tahun. Sebagian besar busui (85%) memiliki rentang usia 20-34 tahun pada penelitian ini. Hal tersebut menandakan bahwa sebagian besar busui berada pada usia produktif. Usia 20-30 tahun merupakan rentang usia aman untuk bereproduksi. Rentang usia tersebut merupakan rentang usia dimana ibu memiliki resiko gangguan kesehatan rendah, serta sudah memiliki kematangan baik segi emosional, sosial, dan reproduksi. Ibu pada usia tersebut umumnya memiliki kemampuan laktasi lebih baik daripada yang berumur lebih dari 30 tahun sehingga ibu yang berusia 20-30 tahun memiliki peluang yang lebih besar untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayinya (Roesli 2000). Tingkat pendidikan formal yang tinggi dapat membentuk nilai-nilai progresif pada diri seseorang dalam menerima hal-hal baru, termasuk pentingnya pemberian ASI secara eksklusif pada bayi (Budioro 2008). Pendidikan terakhir busui dikelompokkan menjadi 5 kategori yaitu tidak pernah sekolah, SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat, dan diploma. Sebagian besar busui telah menyelesaikan pendidikan terakhirnya di sekolah dasar (41.7%) dan hanya 11 sebagian kecil busui yang menyelesaikan pendidikan terakhirnya hingga diploma (3.3%). Tabel 3 Sebaran busui berdasarkan karakteristiknya Karakteristik Busui n % Usia (tahun) <20 tahun 1 1.7 20-34 tahun 51 85.0 >35 tahun 8 13.3 Pendidikan Terakhir SD/Sederajat 25 41.7 SMP/Sederajat 19 31.7 SMA/sederajat 14 23.3 Diploma 2 3.3 Pekerjaan Tidak bekerja 58 96.7 Pegawai swasta 1 1.7 Buruh 1 1.7 Paritas (2.15±1.04) 18 30 Primipara 32 53.3 Multipara 10 16.7 Grade Multipara 60 100.0 Total Status pekerjaan diduga mempunyai kaitan dengan pola pemberian ASI. Kemajuan teknologi, perkembangan industri, urbanisasi, dan pengaruh kebudayaan barat menyebabkan pergeseran nilai-nilai sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat (Purnamawati 2003). Hampir seluruh busui (96.7%) tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga. Sebagian kecil busui sebanyak 1.7% bekerja sebagai pegawai swasta dan buruh. Paritas adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan baik lahir dalam keadaan hidup ataupun lahir dalam keadaan mati. Sebagian besar busui tergolong kedalam paritas multipara (53.3%) yaitu telah melahirkan 2-3 anak, 16.7% busui lainnya tergolong kedalam paritas grade multipara yaitu telah melahirkan lebih dari atau sama dengan 4 anak. Data sebaran busui berdasarkan karakteristiknya disajikan pada Tabel 3. Karakteristik Bayi Karakteristik bayi dalam penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin, dan status gizi. Usia bayi pada penelitian ini berkisar antara 6-12 bulan. Sebanyak 31.6% bayi berusia 6-7 bulan, sebanyak 30% bayi berusia 8-9 bulan, dan sebanyak 38.4% bayi berusia 10-12 bulan. Persentase bayi berjenis kelamin perempuan dengan jenis kelamin laki-laki tidak jauh berbeda. Bayi berjenis kelamin laki-laki sebesar 51.7% dan bayi berjenis kelamin perempuan sebesar 48.3%. Sebagian besar bayi merupakan anak kedua (41.7%) dan sebanyak 30% bayi merupakan anak pertama. Data sebaran karakteristik bayi disajikan pada Tabel 4. 12 Tabel 4 Sebaran karakteristik bayi Karakteristik Bayi n Usia (bulan) 6-7 19 8-9 18 10-12 23 Jenis Kelamin Laki-laki 31 Perempuan 29 Total 60 % 31.6 30 38.4 51.7 48.3 100.0 Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi didalam tubuh. Status gizi dibagi menjadi tiga kategori yaitu status gizi kurang, normal, dan gizi lebih (Almatsier 2005). Status gizi bayi usia 6-12 bulan pada penelitian ini diukur dengan menggunakan indikator BB/U. BB/U merefleksikan BB relatif dibandingkan dengan umur anak. Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran mengenai masa tubuh. Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Oleh sebab itu, indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi saat ini (Supariasa et al. 2002). Status Gizi 90,0% 80,0% 80,0% 70,0% 60,0% 50,0% 40,0% 30,0% 16,7% 20,0% 10,0% 3,3% 0,0% Gizi Buruk Gizi Kurang Gizi Baik Gambar 2 Sebaran busui berdasarkan status gizi bayi Rata-rata nilai z-score BB/U adalah -0.986±1.21. Nilai z-score pada penelitian ini berkisar antara -6.09-0.98. Sebagian besar status gizi bayi berusia 612 bulan berdasarkan indeks BB/U berstatus gizi baik (80.0%). Namun, sebanyak 16.7% bayi berstatus gizi kurang dan 3.3% bayi berstatus gizi buruk. Berdasarkan bagan UNICEF (1998), status gizi diantaranya dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan gizi, pola makan, dan pola asuh. Bayi yang berstatus gizi kurang dan berstatus gizi buruk pada penelitian ini diduga karena kurangnya pengetahuan mengenai ASI eksklusif ibu dan pola asuh ibu yang kurang. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif dan pola asuh diduga karena sebanyak 41.7% ibu menyelesaikan pendidikannya di bangku sekolah dasar. Pola asuh yang kurang ditandai dengan ibu tidak menyusui secara eksklusif. Busui memberikan bayi makanan dan minuman selain ASI sebelum bayi berusia 6 bulan. Pemberian makanan dan minuman selain ASI pada usia kurang dari 6 bulan dapat 13 meningkatkan angka kesakitan kepada bayi sehingga dapat berpengaruh terhadap status gizi bayi. Jumlah bayi yang bersatus gizi baik pada penelitian ini masih dibawah jumlah bayi berstatus gizi baik (90.55%) di Kabupaten Bogor (Profil Kesehatan Jawa Barat 2012). Jumlah bayi yang berstatus gizi kurang dan buruk pada penelitian ini berada diatas jumlah bayi yang berstatus gizi kurang (7.56%) dan gizi buruk (0.75%) di Kabupaten Bogor (Profil Kesehatan Jawa Barat 2012). Sebaran busui berdasarkan status gizi bayi tersaji pada Gambar 2. Riwayat Persalinan Riwayat persalinan pada penelitian ini meliputi berat badan bayi lahir, tempat persalinan, penolong persalinan, proses persalinan, ruang rawat pasca persalinan, dan status IMD. Bayi dikatakan lahir dengan BBLR (berat badan bayi lahir rendah) jika berat badan bayi lahir ≤2500 gram (Alhamda dan Sriani 2015). Sebagian besar (88.3%) bayi lahir dengan berat badan >2500 gram. Sebagian bayi yang lahir dengan BBLR (6.7%) merupakan bayi yang lahir pada usia kehamilan kurang dari bulannya. Usia kehamilan menurut Meadow dan Newell (2009) dibagi menjadi kedalam tiga kelompok yaitu preterm (<37 minggu), aterm (37-42 minggu), dan postterm (>42 minggu). Berat badan bayi lahir paling rendah sebesar 1100 gram dengan periode kelahiran saat janin berusia 6 bulan. Bayi yang lahir dengan BBLR sering terlalu lemah untuk dapat menghisap ASI secara efektif sehingga tidak diberi makan secara langsung melalui payudara ibu. Selain itu, ASI yang terdapat pada ibu pun belum keluar dengan maksimal. Hal tersebut menyebabkan bayi diberikan makanan selain ASI untuk memenuhi kebutuhannya. Sebuah penelitian menyatakan bahwa pada 218 ibu yang melahirkan bayi BBLR, sebanyak 83% ibu memberikan susu formula sejak bayi lahir (Smith et al. 2003). Sebanyak 18.1% bayi yang lahir dengan BBLR berstatus gizi buruk. Sebanyak 27.2% bayi yang lahir dengan BBLR berstatus gizi kurang. Arnisam (2007) menyatakan bahwa bayi yang lahir dengan BBLR mempunyai resiko 3.34 kali lebih besar untuk berstatus gizi kurang dibandingkan dengan anak yang tidak BBLR. Lebih dari sebagian busui 66.7% melakukan proses persalinan di klinik bersalin dan sebanyak 20% busui melakukan proses persalinan di rumah sakit. Beberapa busui (11.7%) yang melakukan proses persalinan di rumah dikarenakan tidak sempat untuk pergi ke klinik bersalin. Sebagian besar busui (80%) melakukan proses persalinan dengan ditolong oleh tenaga kesehatan bidan. Busui yang melahirkan dengan ditolong oleh dokter sebanyak 10%, sedangkan busui yang melakukan proses persalinan di rumah ditolong oleh paraji sebanyak 10%. Bayi (40%) yang dilahirkan dirumah diberi makanan pralekteal oleh paraji. Makanan pralekteal yang diberikan oleh paraji berupa kopi, madu, air asam, dan air gula. Hal tersebut dikarenakan kebudayaan yang masih dipercaya paraji baik untuk diberikan kepada bayi yang baru lahir. Proses persalinan 88.3% busui berlangsung secara normal dan 11.7% busui berlangsung secara caesar. Sebagian besar busui 83.3% setelah melahirkan berada satu ruangan dengan bayinya. Sebanyak 45% busui melakukan proses IMD (Inisiasi Menyusu Dini) 1 jam pertama setelah melahirkan. Busui yang melakukan IMD sebagian besar melahirkan di tempat praktik bidan. Tidak semua bayi dapat mengalami inisiasi 14 menyusu dini. Hal ini berkaitan erat dengan penolong kelahiran, karena tidak semua penolong kelahiran dapat atau mau menerapkan inisiasi menyusu dini kepada bayi yang baru lahir (Rachmadewi 2009). Berdasarkan penelitian Maretfa (2015), ibu yang melaksanakan IMD mempunyai kemungkinan 3.6 kali lebih besar untuk mendapatkan ASI eksklusif dibandingkan dengan ibu yang tidak melakukan IMD. Sebaran busui berdasarkan riwayat persalinan tersaji pada Tabel 5. Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan riwayat persalinan Riwayat Persalinan Berat Badan Bayi Lahir (2993.33±1100-4400) ≤2500 g >2500 g Tempat Persalinan Rumah sakit Rumah Praktik Bidan Puskesmas Penolong Persalinan Dokter Bidan Dukun/Paraji Proses Persalinan Operasi caesar Normal Ruang rawat pasca persalinan Rawat gabung Rawat pisah Status IMD Ya Tidak Total n % 11 49 18.3 81.7 12 7 40 1 20 11.7 66.7 1.7 6 48 6 10 80 10 7 53 11.7 88.3 50 10 83.3 16.7 27 33 60 45 55 100 Frekuensi Kunjungan Antenatal Care Antenatal care merupakan pengawasan sebelum persalinan terutama ditujukan pada perkembangan dan pertumbuhan janin dalam rahim. Antenatal care juga merupakan asuhan untuk menyiapkan persalinan menuju well born baby dan well health mother, menyiapkan perawatan bayi dan laktasi, serta memulihkan kesehatan ibu yang optimal saat akhir masa nifas (Manuaba et al. 2009). Tujuan pelayanan kebidanan (WHO), yaitu: (a) Pengawasan saat penanganan wanita hamil dan pada saat persalinan. (b) Perawatan dan pemeriksaan wanita sesudah persalinan. (c) Perawatan neonatus-bayi. (d) Pemeliharaan dan pemberian laktasi (Yulaikha 2009). Frekuensi kunjungan antenatal care pada penelitian ini cukup bervariasi antara 3-14 kali kunjungan selama masa kehamilan. Kunjungan antenatal care yang dianjurkan untuk ibu hamil yaitu setiap 4 minggu sekali pada trimester I, setiap 3 minggu sekali pada trimester II, dan setiap dua minggu sekali pada trimester III (Suminem 2009). Sebanyak 93% busui melakukan 3 kali kunjungan pada trimester I, sebanyak 88% busui melakukan 3 kali kunjungan pada trimester II dan sebanyak 51% busui melakukan 3 kali kunjungan pada trimester III. Busui 15 yang melakukan kunjungan 2 minggu sekali pada trimester III sebanyak 41%. Semakin berkurangnya jumlah busui yang memeriksakan kehamilan dengan bertambahnya usia trimester pada kehamilan, diduga karena sulitnya akses yang ditempuh untuk mencapai tempat praktik bidan dengan tidak adanya transportasi umum dan jalanan yang berbatu untuk beberapa dusun. Semakin bertambahnya usia kehamilan maka akan diiringi dengan semakin membesarnya kandungan yang dapat menyebabkan busui menjadi mudah lelah pada saat berjalan. Selain itu, juga diduga karena busui menganggap dengan semakin bertambahnya usia kehamilan maka kondisi janin di dalam rahim sudah semakin kuat. Sebagian besar busui (97%) telah melakukan kunjungan antenatal care secara lengkap yaitu minimal sebanyak 4 kali, yaitu 1 kali pada trimester I, 1 kali pada trimester II, dan 2 kali pada trimester III (Yulaikha 2009). Sebanyak 3% busui tidak melakukan kunjungan antenatal care secara lengkap dikarenakan busui melahirkan sebelum bulannya (prematur) yaitu pada usia kandungan 6 bulan dan 7 bulan. Hal tersebut menyebabkan busui tidak melakukan kunjungan antenatal care pada trimester III. Busui yang tidak melakukan kunjungan antenatal care secara lengkap juga tidak melakukan IMD kepada bayinya diduga karena bayi yang lahir secara prematur segera dipindahkan ke dalam inkubator setelah dilahirkan. Sebanyak 41.5% busui yang melakukan kunjungan antenatal care secara lengkap melakukan IMD kepada bayinya. Sebaran busui berdasarkan frekuensi kunjungan antenatal care tersaji pada Gambar 3. Sebagian besar busui (98.3%) memeriksakan kehamilannya oleh bidan. Terdapat satu tempat praktik bidan desa di Desa Ciaruteun Udik. Selain memeriksakan kehamilan di tempat praktik bidan, beberapa busui ada yang memeriksakan kehamilannya pada saat pelaksanaan kegiatan posyandu. Pelayanan antenatal care pada ibu hamil diantaranya yaitu pemeriksaan fisik (pengukuran berat badan, LILA (lingkar lengan atas), tekanan darah, tinggi fudus uteri, denyut nadi, letak janin), imunisasi TT (Tetanus Tokso), pemberian TTD (tablet tambah darah), pemeriksaan laboratorium (salah satunya pemeriksaan kadar HB), tatalaksana/penanganan khusus, dan KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi) efektif (Kemenkes 2010). KIE efektif pada saat pelaksanaan antenatal care sangat penting untuk memberikan informasi dan edukasi kepada ibu hamil diantaranya mengenai anemia, pentingnya konsumsi TTD, pelaksanaan IMD, kolostrum, dan ASI eksklusif hingga 6 bulan. KIE juga penting supaya ibu hamil dapat menjaga keadaan gizi pada saat hamil dengan mengonsumsi makanan yang beragam dan mengonsumsi TTD, serta ibu dapat memberikan makanan terbaik bagi bayinya berupa kolostrum dan ASI saja terutama ketika baru lahir hingga usia 6 bulan pertama. Konseling berupa penatalaksanaan IMD, kolostrum, ASI eksklusif selama 6 bulan dan manfaatnya yang dilakukan pada saat antenatal care dapat mempengaruhi informasi dan pengetahuan pada ibu hamil sehingga dapat berpengaruh kepada keputusan ibu dalam menyusui bayinya. Briawan et al. (2015) menyatakan sebanyak 81% ibu hamil di Kabupaten Tasikmalaya mendapatkan penjelasan mengenai anemia, 53.7% mendapatkan penjelasan manfaat suplemen tambah darah, 90.1% mendapatkan penjelasan minum TTD sekali perhari, 34.7% tidak menerima nasihat cara minum TTD, dan 90.1% tidak menerima nasihat cara mengatasi efek samping. Sebanyak 82.35% ibu hamil di 16 Kabupaten Tasikmalaya yang menerima 30 tablet TTD (Fe1), ditemukan bahwa hanya sebanyak 30% ibu ibu hamil yang mengonsumsi TTD sebanyak 30 tablet. Frekuensi Kunjungan ANC 3% 97% Kunjungan lengkap Kunjungan tidak lengkap Gambar 3 Sebaran busui berdasarkan frekuensi kunjungan ANC Pola Menyusui UNICEF dan WHO merekomendasikan pemberian ASI eksklusif sampai bayi berumur enam bulan. Setelah itu, anak harus diberi makanan padat dan semi padat sebagai makanan tambahan selain ASI. ASI eksklusif dianjurkan pada beberapa bulan pertama kehidupan karena ASI tidak terkontaminasi dan mengandung banyak gizi yang diperlukan anak pada umur tersebut (Pusat Data dan Informasi 2014). Pola menyusui berdasarkan Riskesdas (2010) dikelompokkan menjadi 3 yaitu pola menyusui eksklusif, pola menyusui predominan, dan pola menyusui parsial. Pola menyusui pada penelitian ini dikelompokkan menjadi 4 yaitu menyusui eksklusif, menyusui predominan, menyusui parsial, dan menyusui lainnya. Gambar 4 menyajikan sebaran busui berdasarkan pola menyusui. Sebanyak 98.3% dari busui yang menyusui bayinya, hanya 22% busui yang berhasil menyusui secara eksklusif dan terdapat 15% busui yang berhenti menyusui bayi sebelum berusia 6 bulan. Penelitian Akeredolu et al. (2014) menunjukkan bahwa dari 74% ibu yang menyusui, hanya 14.7% ibu yang menyusui bayinya secara eksklusif. Sekitar 43.3% ibu memberikan makanan tambahan selain ASI pada usia 4-6 bulan. Sebagian besar busui (51%) tergolong kedalam pola menyusui parsial. Hal tersebut dimana ibu memberikan makanan buatan selain ASI sebelum bayi berusia 6 bulan secara kontinue atau sebagai makanan pralekteal seperti susu formula, bubur, atau makanan lainnya. Sebagian busui lainnya (15%) tergolong menyusui lainnya. Busui yang menyusui dengan pola menyusui lainnya merupakan busui yang memberikan cairan sebagai makanan pralekteal dan juga makanan buatan selain ASI sebelum bayi berusia 6 bulan serta berhenti menyusui bayinya. Sebanyak 12% busui tergolong kedalam pola menyusui predominan yaitu dimana busui menyusi dan pernah memberikan sedikit air atau minuman sebagai makanan pralekteal atau sebelum bayi berusia 6 bulan. Sebanyak 76.8% bayi dengan pola menyusui 17 eksklusif dan sebanyak 70.9% bayi dengan pola menyusui parsial berstatus gizi baik. Sedangkan sebagian besar bayi yang berstatus gizi kurang dan berstatus gizi buruk menyusui dengan pola menyusui parsial pada penelitian ini. Pola Menyusui 15% 22% 12% 51% Menyususi eksklusif Menyusui predominan Menyususi parsial Menyususi lainnya Gambar 4 Sebaran busui berdasarkan pola menyusui Banyaknya busui yang menyusui secara parsial kepada bayinya disebabkan oleh ASI pada saat setelah melahirkan belum keluar atau produksi ASI sedikit (30%), puting ibu terlalu kecil (8.3%), dan ibu merasa memberikan ASI saja tidak cukup (33%). Sebagian besar busui yang merasa memberikan ASI saja tidak cukup, juga menganggap bahwa bayi mereka sudah waktunya untuk diberikan makan. Hal tersebut disimpulkan busui ketika busui sedang makan atau minum dan bayi melihat terus kearah busui dan menggapai makanan yang sedang dimakan. Penelitian Mushaphi et al. (2008) menyatakan bahwa alasan ibu memberikan makanan tambahan selain ASI dikarenakan presepsi ibu sendiri. Ibu memiliki presepsi bahwa bayi tidak puas dengan ASI saja, bayi selalu menangis, dan bayi tidak tidur dengan pulas. Ibu juga berpresepsi bahwa ibu tidak memiliki ASI yang cukup dan ibu merasa bahwa bayinya lapar. Persentase pola menyusui pada bayi usia 0 bulan adalah 61.6% menyusui eksklusif, 3.3% menyusui predominan, 23% menyusui parsial, dan 11.6% menyusui lainnya. Persentase pola menyusui pada bayi usia 6 bulan adalah 22% menyusui eksklusif, 12% menyusui predominan, 51% menyusui parsial, dan 15% menyusui lainnya pada penelitian ini. Berdasarkan Riskesdas (2010), persentase menyusui eksklusif semakin menurun dengan bertambahnya usia bayi. Menyusui eksklusif hanya 15.3% pada bayi berusia 5 bulan, sedangkan menyusui predominan 1.5% dan menyusui parsial 83.2%. Makanan pralekteal adalah makanan atau minuman yang diberikan kepada neonatus sebelum ASI keluar. Makanan pralekteal biasanya diberikan kepada neonatus dengan proses menyusui lebih dari 1 jam setelah lahir dengan alasan ASI belum keluar atau alasan tradisi. Pengenalan dini makanan yang rendah energi dan gizi atau yang disiapkan dalam kondisi tidak higienis dapat menyebabkan anak mengalami kurang gizi dan terinfeksi organisme asing, sehingga mempunyai daya tahan tubuh yang rendah terhadap penyakit diantara anak-anak (Pusat Data dan Informasi 2014). Sebagian besar busui (38.3%) memberikan makanan atau minuman selain ASI pada usia 0 bulan. Pemberian makanan pada usia 0 bulan dikarenakan ASI yang belum keluar atau sedikit setelah melahirkan, ASI tidak keluar, dan faktor budaya. Sebagian busui lainnya (13.3%) memberikan makanan 18 atau minuman selain ASI pada usia 5 bulan. Busui memberikan makanan atau minuman selain ASI pada usia tersebut untuk memperkenalkan makanan kepada bayi. Sebaran busui berdasarkan usia pemberian makanan/minuman selain ASI disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Sebaran busui berdasarkan usia pemberian makanan/minuman selain ASI Usia bayi mendapatkan makanan/minuman n % selain ASI 0 bulan 23 38.3 1 bulan 3 5 2 bulan 3 5 3 bulan 4 6.7 4 bulan 6 10 5 bulan 8 13.3 6 bulan 13 22 Total 60 100 Sebanyak 33.3% bayi mendapatkan makanan pralekteal. Susu formula merupakan makanan yang paling banyak busui berikan (26%) kepada bayi sebelum ASI keluar atau sebagai makanan pralekteal. Bayi diberikan makanan pralekteal dikarenakan ASI belum keluar dan bayi menangis. Oleh sebab itu, bayi diberikan susu formula sebagai makanan pralekteal oleh tenaga kesehatan untuk memenuhi kebutuhan bayi yang baru lahir. Tidak semua ibu dapat mengeluarkan ASI dalam jumlah yang banyak pada hari-hari pertama setelah melahirkan. Roesli (2000) menjelaskan bahwa meskipun ASI yang keluar pada hari pertama sedikit menurut ukuran kita, tetapi volume kolostrum yang ada dalam payudara mendekati kapasitas lambung bayi yang berusia 1-2 hari. Susu formula sebagai makanan pralekteal diberikan kepada bayi (13.3%) yang lahir dengan BBLR dan usia kelahiran kurang dari bulannya. Selain susu formula, terdapat madu, air gula, kopi, air putih, dan air asam yang diberikan sebagai makanan pralekteal. Pemberian madu, air gula, air kopi, air asam, dan air putih kepada bayi merupakan kebudayaan yang dipercaya oleh masyarakat setempat. Madu, air gula, dan air kopi diberikan kepada bayi supaya bayi berhenti menangis. Air asam dan air putih diberikan kepada bayi untuk membersihkan lendir-lendir yang terdapat didalam mulut bayi. Penelitian Lawan et al. (2004) menyatakan mitos budaya yang kuat di Afrika, budaya bahwa bayi harus diberi air putih untuk mencegah dehidrasi telah mempengaruhi ibu dalam memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. Penelitian Firanika (2010) juga menunjukkan hasil bahwa masyarakat di Bogor yang mayoritas merupakan suku Sunda memberikan madu dan air gula di hari pertama setelah melahirkan. Hal ini dipercaya dapat memberikan tenaga kepada bayi. Sebagian besar busui memberikan susu formula (36.7%), air putih (36.7%), bubur formula (25.0%), dan biskuit (16.7%) sebagai makanan dan minuman sebelum bayi berusia 6 bulan. 19 Kondisi Psikologis Ibu Postpartum Periode postpartum menyebabkan stres emosional terutama pada ibu baru. Postpartum blues terjadi pada 10 hari pertama setelah melahirkan pada 15-85% wanita, dengan kejadian puncak postpartum blues pada hari ke-5. Hatton et al. (2005) menyatakan bahwa wanita dengan gejala depresi memungkinkan untuk tidak menyusui pada 6 minggu postpartum daripada wanita tanpa gejala depresi. Gejala umum yang terjadi pada postpartum blues yaitu terjadinya perubahan suasana hati, mudah marah, mudah sedih, kelelahan, cemas, dan kebingungan (Pearlstein et al. 2009). Kondisi psikologis ibu postpartum dinilai berdasarkan skor hasil kuesioner EPDS (Edinburgh Postnatal Depression Scale). Skor yang diperoleh pada penelitian ini berdasarkan kuesioner EPDS berkisar antara 0-16. Gambar 5 menyajikan sebaran busui berdasarkan kondisi psikologis. Lebih dari setengah busui (78%) tidak mengalami depresi. Sebanyak 70% busui sudah memiliki pengalaman dalam hal mengurus anak. Hal tersebut menandakan busui bukanlah ibu baru. Selain itu, sebagian besar busui tinggal bersama orang tua, mertua, dan saudara sehingga busui tidak melakukan segala sesuatunya sendiri terutama dalam hal mengurus bayi. Kondisi Psikologis Ibu Postpartum 22% 78% Depresi Tidak Depresi Gambar 5 Sebaran busui berdasarkan kondisi psikologis ibu postpartum Busui yang mengalami depresi (22%) menyatakan bahwa busui merupakan ibu baru yang tidak memiliki pengalaman dalam hal mengurus bayi. Selain itu, terdapat beberapa busui yang memiliki permasalahan pribadi yang membuat busui merasa depresi. Postpartum blues yang berlangsung sampai 2 minggu akan mengalami masalah psikologis yang lebih serius menjadi depresi postpartum. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan kondisi ini yaitu perubahan kadar hormon, ketidaknyamanan yang tidak diharapkan (payudara bengkak dan nyeri sewaktu persalinan), kecemasan setelah pulang dari rumah sakit, menyusui ASI, dan perubahan pola tidur (Bahiyatun 2009). Tabel 7 menyajikan sebaran busui berdasarkan kondisi psikologis. Sebanyak 51.7% busui mengalami depresi karena merasa cemas dan khawatir tanpa alasan yang jelas. Sebanyak 40% busui mengalami depresi karena merasa takut dan panik tanpa alasan serta busui merasa segala sesuatunya merasa sulit untuk dikerjakan. Sebanyak 25% busui mengalami depresi karena busui menyalahkan diri sendiri ketika sesuatu terjadi tidak sebagaimana semestinya. Busui merasa cemas, khawatir, takut, dan panik tanpa alasan yang jelas dikarenakan busui terlalu khawatir jika bayinya sakit. Jika bayinya sakit maka 20 busui akan sangat merasa bersalah dan menyalahkan diri sendiri. Busui merasa segala sesuatunya terasa sulit untuk dikerjakan karena karena busui kini mempunyai bayi yang menjadi pusat perhatian. Hal tersebut menyebabkan busui lebih mendahulukan bayinya daripada hal-hal yang lain seperti mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Banyak ibu mengalami perasaan let down setelah melahirkan yang disebabkan oleh pengalaman sewaktu melahirkan dan keraguan akan kemampuan dalam membesarkan seorang anak (Bahiyatun 2009). Tabel 7 Sebaran busui berdasarkan pertanyaan kondisi psikologis Depresi n Pertanyaan Saya mampu tertawa dan merasakan hal-hal yang menyenangkan Saya melihat segala sesuatunya sangat menyenangkan Saya menyalahkan diri saya sendiri ketika sesuatu terjadi tidak sebagai semestinya Saya merasa cemas dan khawatir tanpa alasan yang jelas Saya merasa takut atau panik tanpa alasan yang jelas Segala sesuatunya terasa sulit untuk dikerjakan Saya merasa tidak bahagia sehingga sulit untuk tidur Saya merasa sedih atau merasa diri saya menyedihkan Saya merasa tidak bahagia sehingga menyebabkan saya menangis Muncul pikiran untuk menyakiti diri saya sendiri % Tidak Depresi n % 4 6.7 56 93.3 0 0.0 60 100.0 15 25.0 45 75.0 31 51.7 29 48.3 24 40.0 36 60.0 24 40.0 36 60.0 22 36.7 38 63.3 3 5.0 57 95.0 2 3.3 54 90.0 0 0.0 60 100.0 Pengetahuan ASI Eksklusif Pengetahuan secara sederhana didefinisikan sebagai informasi yang disimpan dalam ingatan. Pengetahuan termasuk didalamnya pengetahuan mengenai pola menyusui, dapat diperoleh melalui pendidikan formal dan informal. Pendidikan formal dari sekolah dengan kurikulum dan jenjang yang telah ditetapkan, sedangkan pendidikan informal dapat diperoleh dari seluruh aspek kehidupan (Pranadji 1988). Brown et al. (2003) menyatakan kurangnya pengetahuan ibu tentang ASI menjadi salah satu penghambat keberlangsungan pemberian ASI. Pengetahuan tentang menyusui biasanya diperoleh dari ibu atau nenek mereka yang kurang mengetahui tentang proses menyusui yang baik dan tidak memberikan banyak dukungan (Welford 2001). ASI merupakan makanan terbaik untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi agar mendapatkan tumbuh kembang yang optimal. Pemberian ASI eksklusif dimulai kurang dari 1 jam setelah melahirkan sampai umur 6 bulan (AsDI, IDAI, dan PERSAGI 2015). Hampir seluruh busui (95%) mengetahui bahwa makanan yang bagus bagi bayi baru lahir adalah ASI eksklusif. Hanya sebagian kecil busui (3.3%) yang mengetahui bahwa kolostrum merupakan makanan yang baik diberikan bagi bayi yang baru lahir. Beberapa busui juga menyatakan bahwa air putih, air tajin, air madu, pisang, dan susu formula merupakan makanan yang 21 bagus bagi bayi yang baru lahir. Hal tersebut diduga karena busui memberikan makanan tersebut kepada bayi setelah lahir. ASI mengandung zat gizi yang paling sesuai untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi yang sedang tumbuh kembang. ASI mudah dicerna, diserap, dan digunakan secara efisien oleh tubuh bayi. ASI juga dapat melindungi bayi dari kejadina infeksi dan dapat memberikan interaksi psikologis antara bayi dan ibu (AsDI, IDAI, dan PERSAGI 2015). Sebagian besar busui (85%) mengetahui manfaat ASI yaitu ASI dapat memberikan gizi yang baik untuk pertumbuhan bayi. Sebanyak 40% busui mengetahui bahwa ASI memiliki manfaat praktis dan ekonomis. Sebanyak 26.7% busui mengetahui bahwa ASI bermanfaat untuk meningkatkan batin antara ibu dan anak. Sebanyak 26.7% busui mempunyai pengetahuan yang salah mengenai manfaat ASI. Busui beranggapan bahwa ASI bermanfaat untuk menjadikan anak lebih mudah gemuk. Pemberian ASI ekskslusif juga memiliki keuntungan bagi ibu yaitu dapat mengurangi pendarahan akibat melahirkan dan memiliki resiko lebih kecil terkena kanker payudara (Tryggvadottir et al. 2001). ASI memiliki kandungan gizi yang lengkap bagi bayi. ASI mengandung protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral (AsDI, IDAI, dan PERSAGI 2015).Sebagian busui (56.7%) tidak mengetahui zat gizi yang terkandung didalam ASI. Kandungan zat gizi ASI yang paling banyak diketahui oleh busui yaitu vitamin, protein, dan mineral. Sebanyak 31.7% mengetahui bahwa ASI mengandung vitamin. Sebanyak 25% busui mengetahui bahwa ASI mengandung protein dan sebanyak 20% mengetahui bahwa ASI mengandung mineral. Busui tidak mengetahui zat gizi yang terkandung didalam ASI diduga karena busui tidak memiliki informasi mengenai ASI lebih mendalam. Busui hanya mengetahui bahwa ASI merupakan makanan yang baik bagi bayi. Inisiasi menyusu dini adalah proses membiarkan bayi menyusu sendiri segera setelah kelahiran. Bayi memiliki kemampuan alami untuk menyusu sendiri selama diberikan kesempatan kontak kulit dengan ibunya setidaknya selama satu jam setelah bayi lahir (Roesli 2008). Sebagian busui (50%) tidak mengetahui mengenai IMD. Sebagian busui sebanyak 33.3% mengetahui bahwa IMD dilakukan segera setelah bayi lahir, bayi diletakan diatas dada ibu dan sebanyak 20% busui mengetahui bahwa bayi dibiarkan mencari puting ibu sendiri. Sebanyak 3.3% dan 5% busui memiliki pengetahuan yang salah mengenai IMD. Busui beranggapan bahwa bayi disusui setelah disusui oleh susu formula dan bayi disusui setelah beberapa jam setelah melahirkan. Penelitian Nugraheni (2011) menyatakan bahwa ibu yang memiliki pengetahuan inisiasi menyusu dini sedang cenderung tidak melakukan inisiasi menyusu dini dan telah memberikan air putih kepada bayinya serta melakukannya dikarenakan ASI tidak keluar. Kolostrum merupakan ASI yang diproduksi selama beberapa hari (3-5 hari) pertama setelah persalinan, berupa cairan bening dan berwarna kekuningan. Kolostrum kaya akan antibodi, sel darah putih, dan vitamin A (AsDI, IDAI, dan PERSAGI 2015). Sebagian besar busui (70%) juga tidak mengetahui apa itu kolostrum. Sebagian busui (21.7%) mengetahui bahwa kolostrum merupakan ASI yang berwarna kekuning-kuningan dan baik diberikan kepada bayi. Sebagian besar busui tidak mengetahui mengenai kolostrum diduga karena busui belum pernah mendapatkan informasi mengenai kolostrum baik dari kader, bidan, maupun berbagai media. 22 WHO (2002) merekomendasikan untuk memberikan hanya ASI saja sampai usia 6 bulan untuk keuntungan yang optimal bagi ibu dan bayi. Sebagian besar busui (80%) mengetahui bahwa bayi hanya diberi ASI saja hingga usia 6 bulan. Beberapa busui masih memiliki pengetahuan yang salah bahwa bayi hanya diberi ASI saja hingga usia 2 tahun, kurang dari 6 bulan, dan lebih dari 6 bulan. Sebagian besar busui sudah memiliki pengetahuan yang baik mengenai seberapa sering seharusnya anak disusui. Sebanyak 53.3% busui mengetahui bahwa bayi harus disusui sesering mungkin dan sebanyak 41.7% busui mengetahui bahwa bayi disusui sesuai dengan permintaan bayi tersebut minimal 8 kali dalam sehari. Bayi berusia 4 hari membutuhkan ASI setiap 2 jam selama 15-20 menit untuk satu payudara. Frekuensi pemberian ASI berkurang ketika bayi berusia 3-6 bulan yaitu mencapai 7-8 kali sehari (Perkins dan Vannais 2004). Bayi yang telah cukup disusui akan tampak puas, bayi dapat tidur dengan pulas dan melepas sendiri payudara ibu. Selain itu, terjadi kenaikan berat badan sebesar 25-30 gram/hari (750-900 gram/bulan) selama tiga bulan pertama (AsDI, IDAI, dan PERSAGI 2015). Sebagian besar busui juga sudah memiliki pengetahuan yang baik mengenai tanda-tanda anak telah cukup minum ASI. Sebanyak 86.7% mengetahui bahwa bayi terlihat kenyang setelah disusui misalnya dengan melepas puting ibu. Sebanyak 23.3% busui mengetahui bahwa bayi akan tidur pulas selama 1-2 jam dan sebanyak 10% busui mengetahui bahwa bayi akan bertambah berat badannya setiap bulan. Sebanyak 98.3% busui mengetahui bahwa cara memperbanyak produksi ASI yaitu dengan ibu cukup makan dan minum. Sebagian besar busui tidak mengetahui bahwa menyusui lebih sering, membiarkan bayi menyusu hingga payudara terasa kosong, dan menyusui bayi dengan posisi yang benar dapat meningkatkan produksi ASI. Sebagian besar busui hanya mengetahui cara memperbanyak produksi ASI yaitu dengan ibu cukup makan dan minum diduga karena busui sering mendapat masukan untuk memperbanyak makan buah dan sayuran untuk memperbanyak produksi ASI. Sebagian besar busui (58.4%) tidak mengetahui bagaimana cara ibu berkerja tetap dapat memberikan ASI kepada bayinya. Hal tersebut disebabkan karena busui sebagian besar (96.7%) tidak bekerja dan busui tidak pernah meninggalkan bayinya dalam jangka waktu yang lama. Sebagian busui (33.3%) mengetahui cara ibu berkerja tetap dapat memberikan ASI kepada bayinya yaitu dengan cara memerah ASI terlebih dahulu. Sebanyak 11.7% busui memiliki pengetahuan yang salah yaitu dengan meninggalkan susu formula dirumah. Hal tersebut diduga karena busui memberikan susu formula kepada bayinya. Sebaran busui berdasarkan pertanyaan pengetahuan ASI eksklusif disajikan pada pada Lampiran 1. Tabel 8 menyajikan tingkat pengetahuan ASI eksklusif busui. Sebagian besar busui sebanyak 93.3% memiliki tingkat pengetahuan ASI eksklusif yang rendah. Brown et al. (2005) menyatakan bahwa kurangnya pengetahuan ibu tentang ASI menjadi salah satu penghambat keberlangsungan pemberian ASI. Hanya 6.7% busui memiliki tingkat pengetahuan ASI eksklusif sedang. Pengetahuan yang busui dapatkan mengenai ASI, sebagian besar didapatkan berdasarkan pengalaman yang busui alami. Hal tersebut diduga karena sebagian besar busui menyelesaikan pendidikan terakhirnya pada jenjang sekolah dasar. Pendidikan memiliki pengaruh penting terhadap pengetahuan gizi, sikap, dan asupan makan anak (Imdad et al. 2011). Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa 23 pengetahuan seseorang dipengeruhi oleh faktor internal (intellegensia, minat, dan kondisi fisik) dan faktor eksternal (dukungan keluarga dan masyarakat). Kurangnya pengetahuan juga diduga kerena busui memiliki minat yang kurang untuk memperbanyak informasi mengenai ASI dan manfaatnya, baik dengan bertanya kepada kader, bidan, dan mencari informasi dari berbagai media. Hal tersebut menyebabkan kurangnya informasi terkait ASI eksklusif yang busui terima. Hasil penelitian Arifin (2002) menyatakan bahwa kurangnya informasi merupakan faktor utama yang berpengaruh terhadap kegagalan pemberian ASI eksklusif. Tabel 8 Tingkat pengetahuan ASI eksklusif busui Tingkat Pengetahuan ASI Rendah Sedang Tinggi Total Mean ± (Min-Max) n 56 4 0 60 % 93.3 6.7 0.0 100.0 28.5±(5.7-68.6) Pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif dapat diperoleh dari beberapa sumber informasi. Ibu membutuhkan berbagai informasi penting yang umumnya disediakan oleh tenaga kesehatan. Salah satu informasi penting yang harus disampaikan oleh tenaga kesehatan yaitu terkait ASI kslusif, IMD, kolostrum, dan bagaimana cara menyusui yang benar. Selain informasi yang didapatkan dari tenaga kesehatan, informasi yang berasal dari suami, keluarga, teman, dan jaringan sosial serta berbagai media juga berpengaruh terhadap pengetahuan ibu (Brown et al. 2005). Dukungan Suami Suami adalah orang terdekat ibu yang banyak berpengaruh selama kehamilan, persalinan, dan setelah bayi lahir, termasuk dalam hal pemberian ASI. Dukungan suami yang diberikan dalam bentuk apapun dapat mempengaruhi kondisi emosional ibu yang berdampak terhadap produksi ASI (Roesli 2001). Tabel 9 merupakan sebaran busui berdasarkan pertanyaan dukungan suami. Sebagian besar busui (96.7%) mempunyai suami yang mendukung dalam hal pemberian ASI eksklusif meskipun ibu bekerja ataupun sibuk. Akan tetapi, meskipun suami mendukung untuk tetap memberikan ASI eksklusif, suami tetap melihat kondisi busui seperti kesanggupan busui dalam memberikan ASI kepada bayinya. Sebagian besar busui juga mendapatkan dukungan dari suami yaitu dengan suami turut serta menggendong apabila bayi lapar dan minta disusui (95%), menyediakan waktu bagi bayinya (91.7%), dan mengajak jalan-jalan bayi keluar rumah (90%). Sebanyak 83.3% suami busui menyarankan busui untuk mengonsumsi makanan untuk memperlancar ASI. Suami busui menyarankan untuk mengonsumi sayur dan buah, terutama sayur daun katuk sebagai makanan untuk memperlancar ASI. Sebanyak 95% suami busui tidak memberikan informasi mengenai ASI eksklusif, hal tersebut dikarenakan ketidaktahuan suami mengenai ASI eksklusif. Sebagian besar dari suami busui (83.3%) menyelesaikan pendidikan terakhirnya 24 di bangku sekolah dasar. Pendidikan dapat berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang. Seseorang yang memiliki pendidikan tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang pendidikannya lebih rendah. Kurangnya dukungan informasi mengenai ASI dari suami busui dapat disebabkan karena suami busui yang sibuk bekerja sehingga suami jarang mencari informasi terkait ASI. Februhartanty (2008) menjelaskan bahwa rendahnya partisipasi suami dalam mencari informasi mengenai kesehatan anak dapat diakibatkan karena adanya anggapan bahwa segala sesuatu yang beruhubungan dengan kesejateraan anak lebih menjadi tanggungjawab ibu daripada ayah. Hasil penelitian Wahyuningsih dan Machmudah (2013) menyatakan bahwa lebih banyak ibu yang memberikan ASI eksklusif mendapatkan dukungan informasional oleh suami. Hartono dalam Sari (2009) menjelaskan bahwa ayah bisa saling berbagi informasi bersama ibu dan terbuka untuk belajar tentang seluruh proses menyusui. Ayah yang sensitif dan suportif adalah faktor yang menentukan kesuksesan proses menyusui. Tabel 9 Sebaran busui berdasarkan pertanyaan dukungan suami Ya Dukungan Suami Suami mendukung ibu tetap memberikan ASI eksklusif walaupun ibu bekerja atau sibuk Suami menasehati untuk memberikan ASI eksklusif Suami menyarankan ibu untuk mengonsumsi makanan yang memperlancar ASI Suami membantu mengurus bayi saat terbangun ditengah malam Suami menyediakan waktu untuk bayinya Suami memberikan informasi mengenai ASI eksklusif Suami menggendong bayi dan memberikan kepada ibu untuk disusui Suami mengajak jalan-jalan bayi ke luar rumah Suami pernah memberikan pujian ketika ibu sedang menyusui bayinya atau karena ibu menysusui bayinya Tidak n % n % 58 96.7 2 3.3 47 78.3 13 21.7 50 83.3 10 16.7 47 78.3 13 21.7 55 91.7 5 8.5 3 5.0 57 95.0 57 95.0 3 5.0 54 90.0 6 10.0 49 81.7 11 18.3 Dukungan Suami 8% 92% Mendukung Tidak mendukung Gambar 6 Sebaran busui berdasarkan dukungan suami 25 Motivasi seorang ibu sangat menentukan dalam pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan sehingga dorongan dan dukungan dari pemerintah, petugas kesehatan, dan dukungan keluarga menjadi penentu timbulnya motivasi ibu dalam menyusui (Suriniah 2009). Gambar 6 merupakan sebaran busui berdasarkan dukungan suami. Sebagian besar busui (92%) mendapatkan dukungan dari suami untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. Dukungan atau support dari orang lain atau orang terdekat, sangat berperan dalam sukses tidaknya menyusui. Semakin besar dukungan yang didapatkan untuk terus menyusui maka akan semakin besar pula kemampuan untuk dapat bertahan terus menyusui. Dukungan suami maupun keluarga sangat besar pengaruhnya, seorang ibu yang kurang mendapatkan dukungan oleh suami ataupun keluarga lainnya besar kemungkinan untuk beralih ke susu formula (Proverawati dan Rahmawati 2010). Hubungan Antar Variabel Hubungan antara variabel pada penelitian ini diuji dengan menggunakan korelasi Spearman. Variabel-variabel yang diuji diantaranya yaitu karakteristik busui, frekuensi kunjungan antenatal care, kondisi psikologis ibu postpartum, pengetahuan ASI eksklusif, dan dukungan suami terhadap pola menyusui. Hubungan Karakteristik Busui dengan Pola Menyusui Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa karakteristik busui (usia, pekerjaan, dan paritas) belum mempunyai hubungan yang signifikan dengan pola menyusui (p>0.05). Hal tersebut menunjukkan bahwa usia, pekerjaan, dan paritas belum berpengaruh terhadap pola menyusui pada penelitian ini. Semakin bertambah usia dan semakin tinggi kategori paritas busui belum menjamin akan semakin baiknya pola menyusui busui. Hasil ini sejalan dengan penelitian Pratiwi (2014) bahwa usia ibu dan paritas tidak terdapat hubungan dengan pemberian ASI esklusif. Hasil ini juga sejalan dengan penelitian Atabik (2013) bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pekerjaan ibu dengan praktik pemberian ASI eksklusif di Desa Pamotan Kabupaten Rembang. Seorang ibu yang tidak bekerja bukanlah jaminan bahwa ibu dapat menyusui dengan pola menyusui eksklusif, walaupun ibu memiliki waktu yang lebih banyak bersama bayinya. Busui yang berusia kurang dari 20 tahun pada penelitian ini menyusui secara parsial kepada bayinya. Hal ini sejalan dengan penelitian Etem et al. (2001) yang menyatakan bahwa usia ibu yang lebih muda berhubungan nyata dengan pemberian ASI hanya sampai bayi usia 2 bulan. Busui dengan paritas multipara memiliki kesempatan lebih besar untuk menyusui secara eksklusif kepada bayinya dibandingkan denganbusui dengan paritas primipara. Proveravati dan Rahmawati (2010) mengatakan bahwa pada ibu yang melahirkan lebih dari satu kali, produksi ASI jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang melahirkan pertama kali. Pengalaman menyusui yang baik akan mendorong keinginan ibu untuk menyusui kembali pada kelahiran berikutnya dan sebaliknya pengalaman yang buruk akan membuat ibu menjadi trauma untuk menyusui kembali (Nelson 2000). Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa pendidikan terakhir berhubungan dengan pola menyusui (p=0.041; r=0.265). Artinya semakin tinggi jenjang pendidikan busui maka semakin baik pula pola menyusui busui. Pola 26 menyusui yang semakin baik ditandai dengan semakin meningkatnya pola menyusui eksklusif. Joel (2013) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara pendidikan dengan kesadaran untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. Ibu yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi memiliki pengetahuan dan wawasan yang lebih luas dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan rendah. Ibu dapat menggali informasi mengenai cara menyusui yang benar dan menerima dengan baik segala informasi mengenai ASI eksklusif. Hubungan Frekuensi Kunjungan Antenatal Care dengan Pola Menyusui Hasil uji korelasi Spearmanmenunjukkan bahwa frekuensi kunjungan antenatal care belum mempunyai hubungan yang signifikan dengan pola menyusui (p=0.446; r=0.100). Artinya bahwa semakin seringnya busui melakukan kunjungan antenatal care belum menjamin akan semakin baiknya pola menyusui busui. Belum adanya hubungan yang signifikan antara frekuensi kunjungan antenatal care dengan pola menyusui busui diduga karena busui sebagian besar tidak mendapatkan konseling mengenai IMD, ASI eksklusif, serta pentingnya IMD dan ASI eksklusif oleh bidan. Sebanyak 78.3% busui tidak mendapatkan konseling mengenai IMD dan sebanyak 58.3% busui tidak mendapatkan konseling mengenai ASI eksklusif. Kegiatan konseling secara intensif mengenai IMD, ASI eksklusif, serta pentingnya IMD dan ASI eksklusif seharusnya dapat dilaksanakan pada saat kunjungan antenatal care berlangsung. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian (Kirimurun 2014) yang menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan yang signifikan antara frekuensi kunjungan antenatal care dengan riwayat pemberian ASI. Jenis pelayanan antenatal care salah satunya yaitu komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE). Materi KIE yang akan disampaikan kepada ibu hamil salah satunya mengenai inisiasi menyusu dini (IMD) dan ASI eksklusif. Tenaga kesehatan akan memberikan informasi dan edukasi mengenai skin to skin contact untuk IMD, kolostrum, rawat gabung, ASI saja dalam kurun waktu 6 bulan dan tidak diberi susu formula, keinginan untuk menyusui, penjelasan mengenai pentingnya ASI, dan perawatan puting susu (Kemenkes 2010). Menurut penelitian Lumbiganon et al. (2012), konsultasi mengenai laktasi dan pendidikan formal mengenai ASI eksklusif selama masa kehamilan dapat meningkatkan durasi pemberian ASI eksklusif. Kurangnya informasi pada saat masa kehamilan mengenai ASI eksklusif dapat menjadi salah satu penyebab ibu tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. Ibu yang merasa mendapat konseling menyusui yang baik dari petugas kesehatan, berpeluang 2.4 kali lebih berhasil dalam memberikan ASI eksklusif dibandingkan yang mendapat konseling kurang baik dari petugas kesehatan (Frinsevae 2008). Hubungan Kondisi Psikologis Ibu Postpartum dengan Pola Menyusui Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa kondisi psikologis ibu postpartum belum mempunyai hubungan yang signifikan dengan pola menyusui (p=0.472; r=0.095). Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin baiknya kondisi psikologis busui belum menjamin semakin baik pula pola menyusui. Hubungan kondisi psikologis ibu dengan pola menyusui belum signifikan diduga karena sebagian besar busui memiliki pendidikan (41.7%) dan pengetahuan (93.3%) yang 27 rendah terkait ASI. Selain kondisi psikologis ibu, pemahaman ibu serta rasa kepedulian ibu untuk memberikan makanan terbaik kepada bayinya sangat berpengaruh terhadap keberhasilan ASI eksklusif. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Utari et al. (2013) bahwa tidak terdapat korelasi antara kondisi psikologis dengan pola pemberian ASI. Berdasarkan penelitian Henderson et al. (2003), pada satu tahun pertama kehidupan seorang bayi, ibu yang mengalami depresi postpartum memiliki kemungkinan lebih besar untuk berhenti menyusui daripada ibu yang tidak mengalami depresi postpartum. Sebanyak15% busuidari yang mengalami depresi pada penelitian ini berhenti menyusui bayinya dan sebanyak 69% lainnya menyusui secara parsial. Sebanyak 23% busui dari yang tidak mengalami depresi berhasil berhasil menyusui secara eksklusif dan 15% busui dari yang mengalami depresi berhasil menyusui secara eksklusif. Artinya bahwa busui yang tidak mengalami depresi memiliki kesempatan lebih untuk dapat menyusui secara eksklusif kepada bayinya dibandingkan dengan busui yang mengalami depresi. Selain kondisi psikologis ibu yang dapat mempengaruhi pola menyusui, pola menyusui terutama menyusui eksklusif juga berpengaruh terhadap kondisi psikologis ibu. Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan yang signifikan pada skor depresi dari masa setelah melahirkan sampai tiga bulan setelah melahirkan pada ibu yang memberikan ASI eksklusif (Figueiredo et al. 2013). Hubungan Pengetahuan ASI Eksklusif dengan Pola Menyusui Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa pengetahuan belum mempunyai hubungan yang signifikan dengan pola menyusui (p=0.284; r=0.141). Belum berhubungannya pengetahuan ASI eksklusif dengan pola menyusui diduga karena kurangnya informasi dan pemahaman ibu terkait ASI. Meskipun sebanyak 95% busui mengetahui ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi dan sebanyak 80% busui mengetahui bahwa bayi hanya diberikan ASI saja sampai usia 6 bulan, tidak menjamin bahwa busui telah paham mengenai ASI eksklusif serta manfaatnya. Kuzma (2013) menyatakan meskipun ibu menyatakan bahwa ASI merupakan makan yang terbaik untuk bayinya, akan tetapi jika rendahnya pengetahuan mengenai manfaat ASI eksklusif dan bahaya pemberian makanan pralekteal akan mempengaruhi dalam prilaku terhadap pemberian ASI eksklusif. Selain itu, kendala menyusui seperti puting busui terlalu kecil dan ASI yang keluar sedikit pun berpengaruh terhadap keberhasilan menyusui. Banyak busui yang merasa ASI nya keluar sedikit berhenti untuk menyusui atau menyusui dengan dibantu oleh formula. Hal tersebut dapat dikarenakan sebagian besar busui tidak mengetahui bahwa menyusui lebih sering, membiarkan bayi menyusu sampai payudara terasa kosong, dan menyusui dengan posisi yang benar dapat meningkatkan produksi ASI. Menyusui lebih sering dan membiarkan bayi menyusu hingga payudara terasa kosong dapat meningkatkan produksi ASI. Hal tersebut dikarenakan produksi ASI dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor yang menghambat produksi ASI dan faktor yang meningkatkan produksi ASI. Faktor yang menghambat produksi ASI dipengaruhi oleh Feedback Inhibitor of Lactation (FIL) yaitu protein whey yang terkandung didalam ASI. Faktor FIL akan semakin banyak jika payudara terisi penuh oleh ASI sehingga produksi ASI menurun. Produksi ASI akan meningkat dengan berkurangnya faktor FIL yang ditandai dengan semakin sedikitnya ASI yang ada pada payudara. Faktor yang 28 meningkatkan produksi ASI yaitu hormon prolaktin. Terjadi rangsangan pada puting susu dan sekitar payudara ketika bayi menyusu. Rangsangan tersebut memacu pengeluaran hormon prolaktin sehingga keluarnya ASI (Indrastuti 2015). Ibu yang berpresepsi bahwa ASI yang diproduksinya sedikit dan menghentikan atau mengurangi intensitas pemberian ASI kepada bayinya dengan memberikan susu formula, akan menyebabkan berkurangnya produksi ASI pada ibu tersebut. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Nughraeni (2011) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan IMD dengan pelaksanaan IMD. Bwalya et al. (2015) menyatakan bahwa tingkat pengetahuan mengenai ASI eksklusif yang tinggi tidak dipraktikan sepenuhnya untuk memberikan ASI saja selama 6 bulan di Zambia. Hal tersebut dilihat dari rendahnya tingkat pemberian ASI eksklusif yaitu sebanyak 29.9% di Kaufe dan 31.1% di Mazabuka. Sebagian besar ibu yang tidak menyusui secara eksklusif selama 6 bulan dikarenakan mereka memberikan air putih kepada bayinya sebelum ASI keluar. Sebagian besar ibu menyatakan bahwa apa yang mereka lakukan dipengaruhi oleh keyakinan adat dan budaya mereka. Selain itu, keluarga dan rekan-rekan turut serta memainkan peranan penting dalam hal pemberian informasi (Joel 2013). Hubungan Dukungan Suami dengan Pola Menyusui Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa dukungan suami mempunyai hubungan yang signifikan dengan pola menyusui (p=0.026; r=0.287). Hal ini sejalan dengan penelitian Hargi (2013) di wilayah kerja Puskesmas Arjasa Kabupaten Jember bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan suami dengan sikap ibu dalam pemberian ASI eksklusif .Sebanyak 80% busui dari suami yang tidak mendukung untuk memberikan ASI eksklusif termasuk kedalam pola menyusui parsial dan predominan, serta 20% busui berhenti menyusui pada penelitian ini. Penelitian Sari (2011) menunjukkan bahwa ayah yang kurang memberi dukungan memikili peluang 2.8 kali lebih tinggi untuk istrinya tidak memberikan ASI eksklusif dibanding dengan ayah yang memberi dukungan. Seorang ayah mempunyai peranan penting dalam keberhasilan ibu menyusui. Ayah berperan dalam mempengaruhi perasaan dan semangat ibu untuk menyusui dan untuk terus memberikan yang terbaik bagi anaknya (Hartono dalam Sari 2011). Sebanyak 23.6% busui yang mendapatkan dukungan suami berhasil menyusui secara eksklusif pada penelitian ini. Hasil penelitian Hani (2014) di wilayah kerja Puskesmas Pisangan menyatakan bahwa dukungan suami yang didapatkan oleh ibu primipara tidak memiliki hubungan dengan keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Ibu yang mendapatkan dukungan suami yang baik dan berhasil memberikan ASI eksklusif sebesar (25.8%). SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Busui pada penelitian ini sebanyak 85% berusia 20-34 tahun. Sebanyak 41.7% busui menyelesaikan pendidikan terakhirnya di sekolah dasar. Sebagian 29 besar busui tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga dan tergolong kedalam paritas multipara (melahirkan 2-3 anak). Sebanyak 38.4% bayi berusia 10-12 bulan dan 51.7% berjenis kelamin laki-laki. Sebagian besar bayi berstatus gizi baik, namun sebanyak 3.3% berstatus gizi buruk dan 16.7% berstatus gizi kurang. Hal tersebut diduga karena kurangnya pola asuh ibu dan kurangnya pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif. Sebagian besar bayi lahir dengan berat badan normal (>2500 g), namun sebanyak 18.3% bayi lahir dengan BBLR. Sebanyak 6.7% bayi yang lahir dengan BBLR merupakan bayi yang lahir secara prematur. Sebanyak 18.1% bayi yang lahir dengan BBLR berstatus gizi buruk. Sebanyak 27.2% bayi yang lahir dengan BBLR berstatus gizi kurang. Sebanyak 45% busui melakukan IMD 1 jam pertama setelah melahirkan pada bayinya. Sebagian besar ibu melahirkan ditolong oleh bidan di tempat praktik bidan. Sebagian besar busui telah melakukan kunjungan antenatal care secara lengkap. Sebanyak 3% busui yang tidak melakukan kunjungan antenatal care secara lengkap dikarenakan bayi lahir secara prematur yaitu pada usia kandungan 6 bulan dan 7 bulan. Sebagian besar busui menyusui dengan pola menyusui parsial. Sebanyak 70.9% bayi dengan pola menyusui parsial berstatus gizi baik. Sebagian besar busui tidak mengalami depresi postpartum dan memiliki tingkat pengetahuan ASI eksklusif yang rendah. Busui yang mengalami depresi (22%) merupakan ibu baru yang belum mempunyai pengalaman dalam hal mengurus anak. Tingkat pengetahuan ASI eksklusif yang rendah diduga karena kurangnya informasi yang diperoleh ibu terkait ASI eksklusif. Sebagian besar busui tidak mengetahui mengenai IMD dan kolostrum. Sebagian besar busui mendapatkan dukungan suami untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan busui dan dukungan suami dengan pola menyusui (p<0.05). Saran Sebanyak 78.3% busui tidak mendapatkan konseling mengenai IMD dan sebanyak 58.3% busui tidak mendapatkan konseling mengenai ASI eksklusif. Konseling mengenai IMD, kolostrum, dan ASI eksklusif sangat penting untuk dapat tercapainya pola menyusui yang baik yakni pola menyusui eksklusif. Tenaga kesehatan khususnya bidan sebaiknya menerapkan konseling mengenai IMD, kolostrum, dan ASI eksklusif selama kunjungan antenatal care berlangsung. Konseling secara langsung dan komunikatif secara berkala dapat menanamkan pemahaman yang baik kepada ibu terutama pada ibu yang berpendidikan rendah. Selain itu, pada penelitian selanjutnya perlu dilakukan perbandingan antara ibu bekerja dan ibu tidak bekerja, ibu yang memiliki pendidikan tinggi dan rendah, serta pola konsumsi sayur dan buah pada ibu menyusui. 30 DAFTAR PUSTAKA Akeredolu IA, Osisanya JO, Seriki MJS, Okorafor U. 2014. Mothers nutritional knowledge, infant feeding practics and nutritional status of children (0-24 month) in Lagos State Nigeria. European J Of Nutrition and Food Safety. 4(4): 364-374. Alhamda S, Sriani Y. 2015. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Yogyakarta(ID): Deepublish. Almatsier S. 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka. Arifin. 2002. Faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan pemberian ASI eksklusif [skripsi]. Bogor (ID): IPB. Arnisam. 2007. Hubungan berat badan lahir rendah (BBLR) dengan status gizi anak usia 6-24 bulan [skripsi]. Yogyakarta (ID): UGM. [AsDI] Asosiasi Dietisien Idonesia, [IDAI] Ikatan Dokter Anak Indonesia, [PERSAGI] Persatuan Ahli Gizi Indonesia. Penuntun Diet Anak. Jakarta (ID): FKUI. Atabik A. 2013. Faktor ibu yang berhubungan dengan praktik pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Pamotan [skripsi]. Semarang (ID): UNS. Bahiyatun. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta (ID): EGC. Briawan D, Madanijah S, Amalia L. 2015. Efektivitas intervensi peningkatan kapasitas tenaga kesehatan tentang suplementasi gizi pada ibu hamil dalam upaya menurunkan angka kematian ibu [penelitian unggulan perguruan tinggi]. Bogor (ID): IPB. Brown JE et al. 2005. Nutrition Though the Life Cycle. Balmont (USA): Thomson Wadsworth. Budioro B. 2008. Pengantar Pendidikan (Penyuluhan) Kesehatan Masyarakat. Semarang (ID): UNDIP. Bwalya MK, Mukonka V, Kankasa C, Masaninga F, Babaniyi O, Siziya S. 2015. Infants and young children feeding practices and nutritional status in two districs of Zambia. International Breastfeeding J. doi: 10.1186/s13006-0150033. Cox J, Holden J. 2003. Perinatal Mental Health: A Guide to Edinburgh Postnatal Depression Scale. London: Royal College of Psychiatrists. Eastwood M. 2003. Principle of Human Nutrition (2nd Edition). USA: Blackwell Publishing Company. Etem IO, Votto N, Laventhal JM. 2001. The timing and predictors of the early termination of breastfeeding. Pediatrics J. 107:543-548. Februhartanty J. 2008. Strategic roles of father in optiming breastfeeding practices: a study in an urban setting of Jakarta [disertasi]. Jakarta (ID): UI. Figueiredo B, Dias CC, Brandao S, Canario C, Costa RN. 2013. Breastfeeding and postpartum depression: state of the art review. J De Pediatria. 84(4):332-338. Firanika R. 2010. Aspek budaya dalam pemberian ASI eksklusif di Kelurahan Bubulak Kota Bogor tahun 2010 [skripsi]. Jakarta (ID): Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. 31 Frinsevae. 2008. Hubungan pelayanan konseling menyusui oleh bidan dengan praktik pemberian ASI eksklusif di Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah [tesis]. Jakarta (ID): UI. Hani UR. 2014. Hubungan dukungan suami terhadap keberhasilan pemberian ASI eksklusif pada ibu primipara di wilayah kerja Puskesmas Pisangan [skripsi]. Jakarta (ID): UIN. Hargi JP. 2013. Hubungan dukungan suami dengan sikap ibu dalam pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Arjasa Kabupaten Jember [skripsi]. Jember (ID): Universitas Jember. Hatton DC, Hohner JH, Coste S, Dorato V, Curet LB, McCarron DA. 2005. Symptoms of postpartum depression and breastfeeding. J Hum Lact. 21(4). doi:10.1177/0890334405280947. Henderson JJ. Evans SF, Straton JAY, Priest SR, Hagan R. 2003. Impact of posnatal depression on breastfeeding duration. Brith J. 30:3. Indrastuti R. 2015. Pabrik asi cepat kosong cepat isi [internet]. Tersedia pada ogja.aimi-asi.org. diakses pada 31 Maret 2016. Imdad A, Yakob MY, Bhutta ZA. 2011. Impact of maternal eductiaon on complementary feeding and provision of complementary food on child growth in developing countries. BMC Public Health II. 3: 525. [Infodatin] Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan. 2014. Situasi dan Analisis ASI Eksklusif. Jakarta (ID): Kemenkes RI. Jayasima AM, Deliana SM, Mabruri MI. 2014. Postpartum blues syndrom pada kelahiran anak pertama. Developmental and Clinical Psychology. 3(1). Issn:2252-6358. Joel AB. 2013. Appraisal of nursing mothers’ knoeledge and practice of exclusive breastfeeding in Yobe State, Nigeria. J of Bio, Agr, Heath. 3(20). issn: 2224-3208. [KEMENKES RI] Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu. Jakarta (ID): Direktur Jendral Bina Kesehatan Masyarakat. . 2014. Profil Kesehatan Indonesia 2013. Jakarta (ID): Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Status Gizi. Bogor (ID): IPB. Kirimurun MP. 2014. Hubungan frekuensi kunjungan ANC (ante natal care) dengan riwayat pemberian ASI pada bayi usia 6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Mopah Kabupaten Merauke Provinsi Papua [skripsi]. Semarang (ID): UNDIP. Kuzma J. 2013. Knowledge, attitude and practice related to infant feeding among women in rural Panpua New Guinea: a descriptive, mixed method study. International Breastfeeding J. 8 (16). Lawan UM, Amole GT, Jahum MG, Sani A. 2004. Age-appropiate feeding practices and nutritonal status of infants attending child walfare clinic at a teaching hospital in Nigeria. J Of Fam and Comm Med. 21(1): 6-12. doi: 10.4103/2230-8229.128766. Lumbiganon P, Martis S, Laopaiboon M, Festin MR, Ho JJ, Hakimi M. 2012. Antenatal breastfeeding education for increasing breastfeeding duration. 32 Cochrane Database Of Systematic Review. 10. doi:1002/14651858.CD006425. Manuaba IAC, Manuaba IBGF, Manuaba IBG. 2009. Buku Ajar Patologi Obstetri Untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta (ID): EGC. Maretfa I. 2015. Analisis hubungan inisasi menyusu dini dan pemberian ASI eksklusif dengan morbiditas dan status gizi bayi di Sumatera [skripsi]. Bogor (ID): IPB. Meadow SR, Newell SJ. 2009. Lecture Notes: Pediatrika. Edisi ke-7. Hartini K, Rachmawati AD, penerjemah; Safitri A, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Lecture Notes on Pediactrics. Ed ke-7. Mushapi LF, Mbhenyane XG, Khoza LB, Amey AKA. 2008. Infant-feeding practices of mothers and the nutritional status infants in the Vhembe Distric of Limpopo Province. S Afr J Clin Nutr. 21(2): 36-41. Nelson WE. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta (ID): Fakultas Kedokteran UI. Notoadmojo S. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta (ID): Rineka Cipta. Nugraheni DK. 2011. Pengetahuan dan pelaksanaan IMD, pemberian asi eksklusif serta status gizi batita di perdesaan dan perkotaan [skripsi]. Bogor (ID): IPB. Pearlstein T, Howard M, Salisbury A, Zlotnick C. 2009. Postpartum depression. American J Of Obestrics and Gynecology. 10. doi:1016/J.AJOG.2008.11.0033. Perkins S, Vannais C. 2004. Breastfeeding for Dummies. USA: Wiley Publishing Inc. Pranadji DK. 1988. Pendidikan Gizi (Proses Belajar Mengajar). Bogor (ID): IPB. Pratiwi A. 2014. Pengetahuan dan sikap ibu terhadap pemberian ASI eksklusif pada persatuan istri tentara (persit) di Batalyon Arhanduse 6 [skripsi]. Bogor (ID): IPB. Proverawati A, Rahmawati E. 2010. Kapita Selekta ASI dan Menyusui. Yogyakarta (ID): Nuha Medika. Purnamawati S. 2003. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pola pemberian ASI pada bayi usia empat bulan (analisis data Susenas 2011). Media Litbang Kesehatan. 3(3). Rachmadewi A. 2009. Pengetahuan, sikap, dan praktik pemberian ASI serta status gizi bayi usia 4-12 bulan di pedesaan dan perkotaan [skripsi]. Bogor (ID): IPB. [Riskesdas] Riset Kesehatan Dasar Indonesia. 2010. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia Tahun 2010. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan RI. . 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia Tahun 2013. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan RI. Roesli U. 2000. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta (ID): Trubus Agriwidya. . 2001. Bayi Sehat Berkat ASI Eksklusif. Jakarta (ID): Gramedia. . 2008. Inisiasi Menyusu Dini Plus ASI Eksklusif. Jakarta (ID): Pustaka Bunda. Saminem. 2009. Kehamilan Normal. Jakarta (ID): EGC. 33 Sari RR. 2011. Hubungan karakteristik, pengetahuan, sikap, dan dukungan ayah terhadap pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Talang Kabupaten Solok tahun 2011 [skripsi]. Depok (ID): UI. Smith MM, Durkin M, Hinton VJ, Bellinger D, Kuhn L. 2003. Initiation of breastfeeding among mothers very low birth weight infants. Pediatrics J. 111: 1337-1342. Supariasa IDN. Bakri B, Fajar I. Penilaian Status Gizi. Jakarta (ID): EGC. Suriniah. 2009. Buku Pintar Merawat Bayi 0-12 Bulan; Panduan Bagi Ibu Baru Untuk Menjalani Hari-Hari Bahagia dan Menyenangkan Bersama Bayinya. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Swarjana IK. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta (ID): Andi Offset. Tryggvadottir L, Tulinius H, Eyfjord JE, Sigurvinsson T. 2001. Breastfeeding reduced risk of breast cancer in an icelandic cohort study. American J of Epidemiology. 1:154. Unicef. 1998. The State of The World’s Children. Oxford (USA): Oxford University Press. Utari AP, Roosita K, Damanik MR. 2013. Pengetahuan gizi, keluhan kesehatan, kondisi psikologis, dan pola pemberian ASI ibu postpartum. J Gizi Pangan. 893): 187-192. issn: 1978-1059. Varney H, Kriebs JM, Gegor CL. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Ed. 4 vol 1. Jakarta (ID): EGC. Wahyuningsih D. Machmudah. 2013. Dukungan suami dalam pemberian ASI eksklusif. J Keperawatan Maternitas. 1(2): 93-101. Warni G. 2015. Pengetahuan dan persepsi terkait pemberian ASI pada pasangan pranikah di KUA Kecamatan Bogor Timur [skripsi]. Bogor (ID): IPB. Welford. 2011. Menyusui Bayi Anda. Jakarta (ID): Dian Rakyat. Wijayanti K, Wijayanti FA, Nuryanti E. 2013. Gambaran faktor-faktor risiko postpartum blues di wilayah Kerja puskesmas Blora. J Keb. 2(5). 20897699. [WHO] World Health Organization. 2002. The optimal duration of exclusive breast feeding, report of an expert consultation. Switzerland (Geveva): WHO. Yulaikha. 2009. Kehamilan: Seri Asuhan Kehamilan. Jakarta (ID): EGC. 34 35 LAMPIRAN 36 Lampiran 1 Sebaran busui berdasarkan pertanyaan pengetahuan ASI eksklusif Topik Pertanyan Makanan untuk bayi baru lahir ASI Air putih Air madu Air tajin Pisang Susu formula Kolostrum Tidak tahu Manfaat ASI Mengurangi pendarahan setelah melahirkan Mengurangi kesuburan setelah melahirkan/digunakan sebagai KB alami Menjadikan anak lebih mudah gemuk Meningkatkan batin antara ibu dan anak ASI memberikan gizi yang baik untuk pertumbuhan bayi ASI mudah dicerna oleh bayi Bayi terhindar dari diare dan alergi Mengurangi kanker payu dara Praktis dan ekonomis Meningkatkan kecerdasan bayi Tidak tahu Kandungan gizi ASI Protein Karbohidrat Lemak Vitamin Mineral Air Tidak tahu Pengetahuan tentang IMD Segera setelah bayi lahir diletakan diatas dada ibu Bayi disusui setelah disusui formula Bayi dibiarkan mencari sendiri puting ibu Bayi disusui beberapa jam setelah melahirkan Terjadi satu jam pertama setelah melahirkan Tidak tahu Pengetahuan tentang kolostrum ASI yang keluar di hari-hari pertama kelahiran ASI yang berwarna kekuning-kuningan dan baik diberikan kepada bayi ASI yang dibuang sebelum menyusui pertama kali Tidak tahu Usia pemberian ASI eksklusif 2 tahun n % 57 3 5 1 1 6 2 4 95 5.0 8.3 1.7 1.7 10.0 3.3 6.7 6 10 5 8.3 16 16 26.7 26.7 51 85 15 11 3 11 24 6 25 18.3 5 18.3 40 10.0 15 7 2 19 12 11 34 25 11.7 3.3 31.7 20 18.3 56.7 20 2 13 3 5 30 33.3 3.3 21.7 5.0 8.3 50.0 5 8.3 13 21.7 2 42 3.3 70.0 8 13.3 Lampiran 2 Sebaran busui berdasarkan pertanyaan pengetahuan ASI eksklusif (lanjutan) Kurang dari 6 bulan 1 6 bulan 48 Lebih dari 6 bulan 1 Tidak tahu 2 Waktu menyusui bayi Sesuai permintaan anak (minimal 8 kali sehari) 25 3 kali sehari 0 Setiap 1 jam sekali 6 Sesering mungkin 32 Tidak tahu 0 Tanda anak minum cukup ASI Kelihatan kenyang setelah disusui (puting dilepas) 52 Tidur pulas 1-2 jam 14 Tidur pulas maksimal ½ jam 2 Sering buang air besar 1 Bertambah berat badannya setiap bulan 6 Tidak tahu 1 Cara meningkatkan produksi ASI Biarkan bayi menyusu sampai payudara terasa kosong 4 Menyusui lebih sering 4 Menyusui disaat bayi menangis 1 Posisi menyusui bayi benar 5 Ibu cukup makan dan minum 59 Ibu dan bayi rileks 2 Tidak tahu 1 Cara ibu bekerja dalam memberikan ASI Dengan memerah ASI terlebih dahulu 20 Memerah ASI ditempat kerja. menyimpan ASI 5 ditempat yang dingin dan dibawa pulang untuk diberikan kepada bayi Meninggalkan susu formula dirumah 7 Tidak tahu 28 37 1.7 80 1.7 3.3 41.7 0.0 10.0 53.3 0.0 86.7 23.3 3.3 1.7 10.0 1.7 6.7 6.7 1.7 8.3 98.3 3.3 1.7 33.3 8.3 11.7 46.7 38 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Garut, Jawa Barat pada tanggal 23 Juli 1992. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Mahmud Juhansyah dan Ibu Rahayu Wardani. Pendidikan Sekolah Dasar Negeri (SDN) Mangun Jaya 01 ditempuh pada tahun 1998 sampai tahun 2004. Penulis melanjutkan sekolah di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Tambun Selatan dan lulus tahun 2007. Penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Tambun Selatan dan lulus pada tahun 2010. Penulis melanjutkan pendidikannya di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada bulan Juli 2010 di program keahlian Manajemen Industri Jasa Makanan dan Gizi melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menempuh pendidikan penulis melakukan praktik kerja lapang di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan di Jakarta Timur selama tiga bulan mulai tanggal 2 Juli 2012 hingga 31 September 2012 dan praktik usaha jasa boga di Aerofood ACS Bandara Soekarno-Hatta selama tiga bulan mulai tanggal 29 Oktober 2012 hingga 18 Januari 2013. Tahun 2013 penulis diberikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang sarjana pada program alih jenis Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selama menempuh pendidikan, penulis melakukan kuliah kerja nyata berbasis profesi (KKN-P) di Desa Panongan Kabupaten Cirebon selama tiga bulan pada tahun 2015. Penulis menyelesaikan pendidikan sarjana gizi pada tahun 2016.