BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh human immunodeficiency virus (HIV) dan ditandai dengan imunosupresi berat yang menimbulkan infeksi oportunistik, neoplasma sekunder, dan manifestasi neurologis (Kumar et al., 2007). Menurut data WHO tahun 2012, ada sekitar 2,1 juta remaja yang hidup dengan HIV. Sepertujuh dari semua kasus HIV baru, terjadi selama masa remaja (WHO, 2012). Dalam laporan Kementrian Kesehatan per Maret 2015, dilaporkan jumlah kasus baru HIV selama Januari sampai dengan Maret 2015 adalah 7.212 kasus, dengan jumlah remaja yang terinfeksi 18,4%. Sementara itu, jumlah kasus AIDS adalah 595 kasus dengan jumlah remaja terinfeksi AIDS 2,4% (Kemenkes RI, 2015). Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Ditjen PP & PL) melaporkan bahwa provinsi Jawa Barat menduduki urutan ke-empat jumlah kasus HIV terbanyak di Indonesia setelah DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Papua, yaitu dengan jumlah kasus HIV 18.727. Provinsi Jawa Barat menduduki urutan keenam kasus AIDS terbanyak di Indonesia setelah Jawa Timur, Papua, DKI Jakarta, Bali, Jawa Tengah dengan jumlah kasus AIDS 4.919 (Ditjen PP & PL, 2016). Persentase infeksi HIV tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 25-49 tahun (69.7%), diikuti kelompok umur 20-24 tahun (16.6%), dan kelompok umur ≥ 50 tahun (7.2%) (Ditjen PP & PL, 2016). Berdasarkan data yang dihimpun mitra Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) selama periode Juli 2011 hingga Maret 2012, bahwa 30 persen dari 20.000 wanita pekerja seks berusia dibawah 24 tahun (PKBI, 2014). Wanita pekerja seks (WPS) adalah suatu pekerjaan di mana seorang perempuan menggunakan atau mengeksploitasi tubuhnya untuk mendapatkan 1 Universitas Kristen Maranatha uang. Sebelum istilah WPS diperkenalkan, dahulu istilah yang dikenal adalah pelacur. Sejarah panjang pelacuran secara tidak terelakkan menimbulkan hubungan sosial yang beragam dan tidak konsisten di tempat pelacuran itu berlangsung (Widyastuti, 2009). Jumlah Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) pada kelompok WPS di Indonesia tahun 2016 sebesar 16.710 orang, jumlah ini mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2015 yang berjumlah 16.373 orang (Ditjen PP & PL, 2016). Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun, menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun dan menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum menikah. Jumlah kelompok usia 10-19 tahun di Indonesia menurut sensus penduduk tahun 2010 sebanyak 43,5 juta atau sekitar 18% dari jumlah penduduk. Di dunia diperkirakan kelompok remja berjumlah 1,2 milyar atau 18% dari jumlah penduduk dunia (WHO,2014). Remaja adalah masa depan bangsa yang berperan dalam melanjutkan pembangunan. Jumlah remaja yang besar, merupakan potensi sumber daya manusia yang sangat berharga apabila dibina dengan baik. Sebaliknya, potensi yang besar tersebut bila tidak dibina dengan baik akan menimbulkan berbagai persoalan serius antara lain penyalahgunaan narkotika, kenakalan remaja, kehamilan yang tidak diinginkan dan permasalahan lainnya yang amat berpengaruh terhadap kesiapan remaja untuk menyongsong masa depan (Permata, 2003). Hendrik Blum (1974) dalam konsepnya menggambarkan bahwa status kesehatan seseorang atau suatu komunitas masyarakat, merupakan hasil interaksi berbagai faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari faktor fisik dan psikis, sedangkan faktor eksternal terdiri dari berbagai faktor, antara lain sosial, budaya masyarakat, lingkungan fisik, politik, ekonomi, pendidikan dan sebagainya (Blum MD. Hendrik L, 1974). Pada dekade abad ke 20, penduduk Indonesia memiliki ciri-ciri usia muda dengan rata-rata tingkat pendidikan yang relatif masih rendah. Hal ini dapat 2 Universitas Kristen Maranatha dilihat pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dilaporkan setiap tahun oleh WHO. Pada tahun 2009 Indonesia menduduki urutan nomor 111 dari 182 bangsa-bangsa di dunia (WHO, 2009). Pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuan tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah (Notoatmodjo, 2007). Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah atau tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang makin baik pula pengetahuannya (Wied Hary A., 1996). Dengan meningkatnya angka kejadian HIV/AIDS di kalangan WPS remaja maka upaya untuk pencegahan penyebaran infeksi ini perlu terus dilakukan. Hal ini sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap dan perilaku remaja. Salah satu faktor yang berpengaruh adalah tingkat pendidikan, diharapkan dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas. Berdasarkan uraian di atas, penulis mengadakan penelitian mengenai hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan, sikap, dan perilaku WPS remaja mengenai infeksi HIV/AIDS di Klinik X Bandung. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Adakah hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan WPS remaja mengenai infeksi HIV/AIDS di Klinik X Bandung. 2. Adakah hubungan tingkat pendidikan dengan sikap WPS remaja mengenai infeksi HIV/AIDS di Klinik X Bandung. 3. Adakah hubungan tingkat pendidikan dengan perilaku WPS remaja mengenai infeksi HIV/AIDS di Klinik X Bandung 3 Universitas Kristen Maranatha 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menelaah hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan, sikap dan perilaku WPS remaja mengenai infeksi HIV/AIDS di Klinik X Bandung. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat akademis penelitian karya tulis ilmiah ini adalah menyajikan dan memperkaya data epidemiologi mengenai pengetahuan, sikap dan perilaku WPS remaja mengenai infeksi HIV/AIDS di klinik X Bandung. Manfaat praktis penelitian ini adalah menambah wawasan masyarakat tentang pengetahuan, sikap dan perilaku WPS remaja mengenai infeksi HIV/AIDS, sehingga masyarakat dapat berkontribusi dalam upaya pencegahan penyakit ini. 1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis 1.5.1 Kerangka Pemikiran HIV/AIDS telah menjadi pandemi yang mengkhawatirkan masyarakat dunia, karena disamping belum ditemukan obat dan vaksin untuk pencegahan, penyakit ini juga memiliki “Window periode” dan fase asimtomatik yang relatif panjang dalam perjalanan penyakitnya. Hal tersebut menyebabkan pola perkembangan seperti fenomena gunung es (iceberg phenomena) (Depkes RI, 2006). Hasil Survei Demografi & Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) menunjukkan bahwa pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi belum memadai yang dapat dilihat dengan hanya 35,3% remaja perempuan dan 31,2% remaja laki-laki usia 15-19 tahun mengetahui bahwa perempuan dapat hamil dengan satu kali berhubungan seksual. Informasi tentang HIV relatif lebih banyak diterima remaja, meskipun hanya 9,9% remaja perempuan dan 10,6% laki-laki memiliki pengetahuan komprehensif mengenai 4 Universitas Kristen Maranatha HIV/AIDS. Tempat pelayanan mengenai kesehatan reproduksi remaja juga belum banyak diketahui oleh remaja. (Kemenkes RI, 2015) Pada tahun 2011, sepertiga perempuan pekerja seks menyatakan tidak menggunakan kondom dengan pelanggan terakhir mereka. Terdapat kurang dari setengah pengguna narkoba suntik (41%) yang secara konsisten menggunakan kondom dengan pasangan tidak tetap. Kira-kira 39% laki-laki pelanggan perempuan pekerja seks tidak menggunakan kondom dalam hubungan seksual komersial terakhir mereka. (Unicef Indonesia, 2012). Pencegahan akan infeksi HIV/AIDS adalah tanggung jawab tiap individu, faktor pengetahuan sangat berperan dalam hal ini yang diperoleh melalui pendidikan Masyarakat dengan tingkat pendidikan yang tinggi, memiliki pengetahuan, sikap dan perilaku akan pencegahan HIV/AIDS yang baik (Murni et al. 2003). 1.5.2 Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini adalah 1. Terdapat hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan WPS remaja mengenai infeksi HIV/AIDS di Klinik X Bandung. 2. Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan sikap WPS remaja mengenai infeksi HIV/AIDS di Klinik X Bandung. 3. Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan perilaku WPS remaja mengenai infeksi HIV/AIDS di Klinik X Bandung. 5 Universitas Kristen Maranatha