ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS DENGAN ANEMIA BERAT

advertisement
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS DENGAN
ANEMIA BERAT DI RUANG 7 (NIFAS) RSUD
dr. SOEKARDJO KOTA TASIKMALAYA
TAHUN 2016
LAPORAN TUGAS AKHIR
Diajukan Guna Melengkapi Sebagai Syarat Mencapai
Gelar Ahli Madya Kebidanan
Disusun Oleh :
IRMA KUSNIANDANI
NIM. 13DB277064
PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS
2016
ASUHAN KEBIDANAN PADAIBU NIFAS DENGAN
ANEMIA BERAT DI RUANG 7 (NIFAS) RSUD
dr. SOEKARDJO KOTA TASIKMALAYA1
Irma Kusniandani2 Anisa Nur Amalia3 Heni Heryani4
INTISARI
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alatalat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung kira-kira
selama 6 minggu atau 42 hari, namun secara keseluruhan akan pulih dalam waktu 3
bulan. Anemia berat postpartum yang disebabkan oleh pemasukan zat besi yang tidak
cukup serta kehilangan darah selama kehamilan dan persalinan. Jika anemia berat tidak
di kelola dengan baik, akan terjadi syok hipovolemik. Selain itu anemia berat pada ibu
nifas dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari dan aktivitas menyusui dikarenakan
penderita merasa males, pusing dan cepat lelah.
Tujuan penyusunan laporan tugas akhir ini untuk memperoleh pengalaman nyata
dan melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan anemia berat dengan
menggunakan pendekatan proses manajemen kebidanan. Asuhan kebidanan pada ibu
nifas ini dilakukan selama 7 hari di Ruang Nifas RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya.
Dari hasil penyusunan laporan tugas akhir ini mendapatkan gambaran dan
pengalaman nyata dalam pembuatan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan anemia
berat. Kesimpulan dari hasil pelaksanaan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan
anemia berat di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya dilaksanakan cukup baik.
Kata Kunci
: Nifas Anemia Berat
Kepustakaan
: 14 Buku, 6 media elektronik (2005-2015)
Halaman
: i-x, 43 halaman, 8 lampiran
1
Judul Penulisan Ilmiah 2Mahasiswa STIKes Muhammadiyah Ciamis 3Dosen
STIKes Muhammadiyah Ciamis 4dosen STIKes Muhammadiyah Ciamis
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia dengan letak geografisnya terdapat 300 pulau besar dan kecil,
penyebaran penduduk yang belum merata, tingkat sosial ekonomi dan pendidikan
yang belum memadai, sehingga menyebabkan kurang kemampuan dalam
menjangkau tingkat kesehatan tertentu. Dengan demikian kesehatan reproduksi
sangat erat kaitannya dengan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian anak
(AKA). Indonesia merupakan Negara berkembang dan anggota ASEAN yang
mempunyai angka kematian ibu (AKI) tertinggi dari survey kesehatan rumah
tangga, sehingga Indonesia menduduki peringkat pertama di banding Negara
ASEAN lainnya, yaitu dengan nilai angka 3,9/1.000 persalinan. Sedangkan angka
kematian anak (AKA) di Indonesia mencapai 70/1.000 persalinan. Dengan
demikian, masalah ini merupakan tantangan besar bagi upaya meningkatkan
sumber daya manusia/SDM (Kusnaka, 2005).
Dalam survey yang dilakukan WHO, menetapkan lima jenis ketentuan
sebagai kriteria klasifikasi wanita yaitu, kesehatan, perkawinan, pendidikan,
pekerjaan, dan persamaan. Meskipun AKI dan AKA belum dapat ditentukan
secara berarti, keadaan ini dapat berubah mengikut sertakan masyarakat
menolong dirinya sendiri dalam bidang kesehatan, dengan secara aktif mengambil
bagian untuk memelihara kesehatannya (WHO, 2005).
Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,
Angka Kematian Ibu (AKI) masih cukup tinggi yaitu 359/100.000 kelahiran hidup.
Penyebab kematian ibu paling banyak terjadi pada masa nifas, yaitu karena
pendarahan setelah persalinan 28%, eklamsia 24%, infeksi 11%, kurang energi
setelah melahirkan 9%, abortus 5%, partus lama 5%, emboli 3% dan anemia 3%
(SDKI, 2012).
AKI berdasarkan profil kesehatan jawa barat tahun 2013 sebesar
96/100.000 kelahiran hidup. Menurut data dari Dinas Kesehatan kota Tasikmalaya
tahun 2015, bahwa AKI di kota tasikmalaya yaitu sebesar 29 kasus/10.000
kelahiran hidup. Pada umumnya kematian ibu terjadi pada masa nifas (48,3%),
pada masa kehamilan (37,9%), dan pada masa persalinan (13,7%), sedangkan
1
2
jumlah AKB yaitu sebesar 147 bayi dari jumlah bayi yang lahir hidup sebesar
13.427 bayi (DinKes Kota Tasikmalaya, 2015).
Anemia pada masa nifas yaitu suatu komplikasi yang dapat terjadi pada ibu
setelah melahirkan karena kadar hemoglobin kurang dari normal, yang dapat
menyebabkan kehilangan zat besi dan dapat berpengaruh dalam proses laktasi
dan dapat mengakibatkan rahim tidak berkontraksi (Azwar, 2009).
Masa nifas merupakan masa yang rawan bagi ibu, sekitar 60% kematian
terjadi setelah melahirkan dan hampir 50% pada masa nifas terjadi pada 24 jam
pertama setelah persalinan, diantaranya disebabkan oleh adanya komplikasi dan
perdarahan setelah persalinan (Saleha, 2009).
Saat kehamilan apabila ibu kekurangan darah dan diwaktu persalinan ibu
mengalami perdarahan, maka di dalam masa nifas ibu dapat mengalami anemia.
Anemia adalah salah satu komplikasi yang sering dialami ibu pada masa nifas
apabila kekurangan zat besi dapat menyebabkan rahim tidak berkontraksi karena
darah tidak cukup memberikan oksigen ke rahim (Kurniasih, 2009).
Berdasarkan data yang diperoleh dari ruang nifas (7) RSUD dr. Soekardjo
Kota Tasikmalaya pada tahun 2015 terhitung dari bulan Januari-desember
terdapat 793 kasus ibu nifas dengan komplikasi. Komplikasi tersebut diantaranya
anemia 394 kasus (49,7%), retensio urine 172 kasus (21,7%), sisa plasenta 135
kasus (17%), rupture perineum grade IV 20 kasus (2,5%), lain-lain 72 kasus (9%)
(RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya, 2015).
Hasil penelitian diperoleh ibu nifas yang berpengetahuan baik serta tidak
mengalami anemia (normal) sebanyak 17 orang (53,1%) lebih tinggi dibanding
dengan pengetahuan ibu nifas yang baik serta mengalami anemia ringan
sebanyak 2 orang (6,2%). Dan ibu nifas yang berpengetahuan cukup serta
mengalami anemia ringan sebanyak 13 orang (40,6%) lebih tinggi dibanding ibu
nifas yang berpengetahuan cukup serta tidak mengalami anemia normal
(Masruroh, 2011).
Masa nifas merupakan tantangan bagi ibu yang baru melahirkan.
Pemulihan dari proses melahirkan, belajar menjadi orang tua dan mengurus diri
sendiri membutuhkan banyak energi. Menderita anemia pada masa post partum
dapat membuat proses ini menjadi lebih sulit. Anemia terjadi bila kadar hemoglobin
dalam darah rendah.
3
Hal yang terpenting juga dalam masa nifas yaitu evaluasi terjadinya
perdarahan, sebab perdarahan nifas bisa menyebabkan kematian pada ibu post
partum. Perdarahan pasca persalinan adalah komplikasi yang terjadi pada
tenggang antara persalinan dan masa pasca persalinan. Faktor predisposisi
antara lain adalah anemia, penyebab perdarah yang paling sering adalah atonia
uteri, retensio plasenta. Yang terpenting juga dalam masa nifas yaitu laktasi. Sejak
kehamilan muda sudah terjadi persiapan-persiapan pada kelenjar mamae untuk
menghadapi masa laktasi. Tetapi seiring berjalannya waktu, banyak ibu yang
enggan menyusui bayinya dengan alasan bekerja atau dengan menyusui dapat
merubah bentuk payudara.
Anemia adalah kondisi dimana sel-sel darah merah berkurang jumlah dan
volumenya, atau kondisi dimana kadar hemoglobin rendah didalam darah.
Rendahnya kadar hemoglobin dapat disebabkan oleh kurangnya zat besi, vitamin
B12 dan asam folat (Proverawati, 2011).
Anemia postpartum didefinisikan sebagai kadar hemoglobin kurang dari
11gr/dl, ini merupakan masalah yang umum dibidang kebidanan meskipun wanita
hamil dengan kadar zat besi yang terjamin kosentrasi hemoglobin biasanya
berkisar 11-12 g/dl sebelum hamil.
Akibat dari anemia biasanya terjadi perdarahan, retensio plasenta, Antonia
uteri dan bisa disebabkan pada masa hamilnya kurang mengkonsumsi tablet Fe.
Penanganan anemia memperbanyak asupan makanan yang mengandung zat besi
antara lain hati, sayuran hijau atau daging dan bisa juga diberikan tambahan
suplemen tablet Fe.
Dalil tentang nifas diambil dari hadis yang berbunyi :
Artinya : Dari ummu salamah RA beliau berkata : “wanita yang sedang
mengalami masa nifas pada zaman nabi duduk (menegeluarkan darah)
selama 40 hari atau 40 malam (H.R ummu salamah).
Dalam hadis ini terdapat dalil yang menunjukan masa umumnya nifas yaitu
40 hari. Jadi jika dalam waktu lebih dari 40 hari ibu nifas masih mengeluarkan
darah itu berarti terdapat salah satu penyulit pada ibu nifas atau bisa disebabkan
perdarahan yang dapat menyebabkan anemia pada ibu nifas.
4
Sehubungan dengan adanya program pemerintah untuk mencapai target
MDGs (Milenium Development Goal’s) yaitu salah satunya adalah untuk
meningkatkan
derajat
kesehatan
masyarakat
seoptimal
mungkin,
maka
pemerintah telah memberikan pelatihan kepada tenaga kesehatan untuk ikut
berpartisipasi dalam memberikan pelayanan yang optimal.
Berdasarkan data diatas, angka kejadian ibu nifas dengan anemia masih
cukup tinggi dan apabila tidak segera ditangani dapat membawa pengaruh buruk
terhadap ibu nifas, sehingga penulis tertarik mengambil kasus dengan berjudul
“Asuhan kebidanan pada Ny. L umur 39 tahun P 3A0 1 hari post partum dengan
anemia berat di ruang 7 (Nifas) RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, perumusan
masalah pada study kasus ini adalah : “ Bagaimana Asuhan Kebidanan Pada Ny.
L P3A0 Umur 39 tahun dengan anemia berat di RSUD dr. Soekardjo Kota
Tasikmalaya?”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Melaksanakan asuhan kebidanan pada Ny. L umur 39 tahun P3A0 post
partum dengan anemia berat, secara mandiri dan kolaborasi dengan
pendekatan manajemen kebidanan dan di dokumentasikan dalam bentuk
SOAP.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada ibu post partum dengan anemia berat yang
berisi masalah pada masa nifas.
b. Melakukan interpretasi data serta merumuskan diagnosa kebidanan
dengan masalah ibu post partum dengan anemia berat.
c. Mengidentifikasi diagnosa potensial atau masalah pada ibu post partum
dengan anemia berat.
d. Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera pada ibu post partum
dengan anemia berat.
e. Menyusun rencana asuhan kebidanan pada ibu post partum dengan
anemia berat.
5
f. Melaksanakan perencanaan secara efisien dan aman pada ibu post
partum dengan anemia berat.
D. Manfaat
a. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan
Kasus komprehensif ini dapat di jadikan sebagai bahan evaluasi belajar
terhadap materi yang telah di berikan, dan dapat di jadikan sebagai bahan
bacaan serta wawasan bagi mahasiswi kebidanan khususnya dalam materi
Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas dengan Anemia Berat
b. Manfaat Bagi Penulis
Dapat menambah wawasan dan pengembangan pengetahuan serta
pengalaman berharga dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu
Nifas dengan anemia berat
c. Manfaat Bagi Lahan Praktik
Dapat mempertahankan semua pelayanan yang sudah maksimal dan dapat
meningkatkan pelayanan kebidanan pada klien secara komprehensif,
sehingga klien dapat merasa puas dan senang atas pelayanan yang telah
diberikan
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Konsep Dasar Masa Nifas
1. Pengertian Masa Nifas
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa
nifas berlangsung kira-kira selama 6 minggu atau 42 hari, namun secara
keseluruhan akan pulih dalam waktu 3 bulan. Masa nifas atau post partum
disebut juga puerperium yang berasal dari bahasa latin yaitu dari kata
“puer” yang artinya bayi dan “parous” berarti melahirkan. Nifas yaitu darah
yang keluar dari rahim karena sebab melahirkan atau setelah melahirkan.
Waktu masa nifas yang paling lama pada wanita yang umumnya
adalah 40 hari, dimulai sejak setelah melahirkan atau sebelum melahirkan
(yang disertai tanda-tanda kelahiran). Jika sudah selesai dengan masa 40
hari akan tetapi darah tidak berhenti atau tetap keluar darah, maka
perhatikanlah bila keluarnya disaat ‘adah (kebiasaan) haid, maka itu darah
haid atau menstruasi.
Untuk batasnya maksimalnya para ulama berselisih pendapat.
Ulama syafi’iyah berpendapat darah nifas maksimalnya adalah 60 hari. Ada
juga yang berpendapat 40 hari. Dalam hadits Ummu salamah, dimana ia
berkata :
: “Dari ummu salamah RA beliau berkata : “wanita yang sedang mengalami
masa nifas pada zaman nabi duduk (menegeluarkan darah) selama 40 hari
atau 40 malam (H.R ummu salamah).
Akan tetapi, jika darah keluar dan tidak pada masa-masa haidnya
dan darah itu terus mengalir, maka ibu harus segera memeriksakan diri ke
bidan atau dokter.
6
7
Adapun pengertian masa nifas menurut para ahli antara lain :
a. Menurut Williams dalam Anggraeni (2010) puerperium didefinisikan
sebagai masa persalinan selama dan segera setelah melahirkan,
meliputi minggu-minggu berikutnya pada waktu alat-alat reproduksi
kembali ke keadaan tidak hamil atau kembali normal.
b.
Menurut saleha (2009) masa nifas adalah masa setelah melahirkan
selama 6 minggu atau 40 hari menurut hitungan awam. Proses ini
dimulai setelah selesainya persalinan dan berakhir setelah alat-alat
reproduksi kembali seperti keadaan sebelum hamil/tidak hamil sebagai
akibat dari adanya perubahan fisiologis dan psikologis karena proses
persalinan.
2. Tujuan Asuhan Masa Nifas
Tujuan dari pemberian asuhan pada masa nifas adalah untuk :
a.
Menjaga ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis.
b.
Melaksanakan skrining secara komprehensif, deteksi dini, mengobati
atau merujuk apabila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayi.
c.
Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,
KB, cara dan manfaat menyusui, pemberian imunisasi serta perawatan
bayi sehari-hari.
d.
Memberikan pelayanan keluarga berencana.
e.
Mendapatkan kesehatan emosi.
3. Tahapan dalam masa nifas
Dalam masa nifas terdapat tiga periode yaitu :
a.
Periode immediate postpartum atau puerperium dini adalah masa
segera plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini sering
terdapat banyak masalah, misalnya perdarahan karena atonia uteri.
Oleh sebab itu, bidan harus dengan teratur melakukan pemeriksaan
kontraksi uterus, pengeluaran lokhea, tekanan darah dan suhu.
b.
Periode intermedial atau early postpartum (24jam - 1 minggu). Di fase
ini bidan memastikan involusio uteri dalam keadaan normal, tidak ada
perdarahan, lokhea tidak berbau busuk, tidak ada demam, ibu cukup
mendapatkan cairan dan makanan, serta ibu dapat menyusui bayinya
dengan baik.
8
c.
Periode late postpartum (1-5 minggu). Di periode ini bidan tetap
melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta konseling KB
(Aleha, 2009).
4. Proses Nifas
Uterus berangsur-angsur mengecil sehingga akhirnya kembali seperti
sebelum hamil
a.
Involusi TFU Berat Uterus
Tabel 2.1. Proses involusi uterus
Involusi
Plasenta
7 hari (1 minggu)
Tinggi Fundus
Berat Fundus
Sepusat
1000 gram
Pertengahan pusat-
500 gram
simfisis
14 hari (2 minggu)
Tak teraba
350 gram
42 hari (6 minggu)
Tak teraba
50 gram
56 hari (8 minggu)
Normal
30 gram
Sumber : Manuaba, 2007
b.
Plasenta mengecil karena kontraksi dan menonjol ke kavum uteri
dengan diameter 7,5 cm, minggu ke-3 menjadi 3,5 cm, minggu ke-6
menjadi 2,4cm dan akhirnya pulih.
c.
Luka-luka pada jalan lahir apabila tidak disertai infeksi akan sembuh
dalam 6-7 hari.
Lochea adalah cairan yang berasal dari kavum uteri dan vagina
pada masa nifas. Ada beberapa macam lochea :
1)
Lochea Rubra (curenta) adalah berisi darah segar dan sisa-sisa
selaput ketuban, sel-sel desidua, vernic caseosa, lanugo dan
meconium, selama 2 hari pasca persalinan.
2)
Lochea sanguilenta adalah berwarna merah kuning berisi darah
dan lendir, hari ke-3 sampai ke-7 pasca persalinan.
9
d.
Setelah persalinan bentuk serviks agak mengganggu seperti corong
berwarna merah kehitaman, konsistensinya lunak, kadang-kadang
terdapat perlukaan kecil.
e.
Ligament, fasia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu
persalinan, setelah bayi lahir secara berangsur-angsur menjadi
mengecil dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh
kebelakang dan menjadi retro fleksi karena ligamentum rotundum
menjadi kendor.
5. Penanganan Masa Nifas
a.
Mobilisasi : Setelah persalinan ibu harus beristirahat, tidur terlentang,
kemudian boleh miring ke kanan dan ke kiri untuk mencegah terjadinya
thrombosis dan tromboemboli. Pada hari ke 2 diperbolehkan duduk,
hari ke tiga jalan-jalan dan hari keempat/kelima sudah diperbolehkan
pulang.
b.
Makanan harus bermutu, bergizi dan cukup kalori. Sebaiknya makan
makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran
dan buah-buahan.
Makan bergizi tersebut dicontohkan dalam al-quran surat annahl ayat 69, yang berbunyi :
Artinya : “kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan
tempuhlah jalan tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari
perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam
warnanya,didalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi
manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda (kebedaran tuhan) bagi orang-orang yang
memikirkan”. (Q.S An-Nahl : 69).
c.
Hendaknya kencing dapat dilakukan sendiri secepatnya. Kadangkadang wanita mengalami sulit kencing, karena sfingter uretra ditekan
oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi musculus sfringter ani selama
10
persalinan, juga oleh karena adanya oedema kandung kemih yang
terjadi selama persalinan.
d.
Perawatan payudara telat dimulai sejak wanita hamil supaya puting
susu lemas, tidak keras dan kering sebagai persiapan untuk menyusui
bayinya.
e.
Untuk mengatsai masa laktasi sejak dari kehamilan telah terjadi
perubahan-perubahan pada kelenjar mamae yaitu :
1)
Proliferasi kelenjar-kelenjar, dan jaringan lemak bertambah.
2)
Keluaran cairan susu jolong dari duktus laktiferus disebut
colostrums.
3)
Berwarna kuning-putih susu.
4)
Hipervaskularisasi pada permukaan dan bagian dalam, dimana
vena-vena berdilatasi sehingga tampak jelas.
5)
Setelah
persalinan,
pengaruh
supresi
estrogen
dan
progesterone hilang. Maka timbul pengaruh hormone laktogenik
(LH) atau prolaktin yang akan merangsang air susu. Disamping
itu, pengaruh oxytocin menyebabkan mio-epitel kelenjar susu
berkontraksi sehingga air susu keluar. Produksi akan banyak
setelah 2-3 hari dalam masa nifas (manuaba, 2007).
6. Kunjungan masa nifas
Table 2.2 Asuhan yang diberikan pada kunjungan masa nifas
Kunjungan
Waktu
Asuhan

Mencegah perdarahan masa nifas
oleh karena Antonia uteri.

Mendeteksi dan perawatan penyebab
lain
perdarahan
serta
melakukan
rujukan bila perdarahan berlanjut.

1
Memberi konseling pada ibu dan
6 - 8 jam post
keluarga
partum
perdarahan yang disebabkan Antonia
tentang
cara
uteri.

Pemberian ASI awal.
mencegah
11

Mengajarkan
cara
mempererat
hubungan antara ibu dan bayi baru
lahir.

Menjaga bayi tetap sehat melalui
pencegahan hipotermi.

Setelah bidan melakukan pertolongan
persalinan, maka bidan harus menjaga
ibu dan bayi untuk 2 jam pertama
setalah
kelahiran
atau
sampai
keadaan ibu dan bayi baru lahir dalam
keadaan baik.

Memastikan involusi uterus berjalan
dengan normal, uterus berkontraksi
dengan baik, tinggi fundus uterus
dibawah
umbilicus,
tidak
ada
perdarahan abnormal.

Menilai adanya tanda-tanda demam,
infeksi dan perdarahan.

Memastikan ibu mendapat istirahat
yang cukup.
2
6 hari post Partum 
Memastikan ibu mendapat makanan
yang bergizi dan cukup cairan.

Memastikan ibu menyususi dengan
baik dan benar serta tidak ada tandatanda kesulitan menyusui.

Memberikan
konseling
tentang
perawatan bayi baru lahir.
Sumber : Manuaba, 2007
7. Tanda Bahaya Masa Nifas
Tanda bahaya nifas yaitu adanya tanda-tanda yang menggangu sampai
membahayakan keadaan ibu yang terjadi pada masa nifas.
8. Tanda-tanda bahaya postpartum :
12
a.
Sakit kepala yang terus menerus, nyeri ulu hati, ada gangguan
penglihatan.
b.
Pembengkakan pada muka dan tangan.
c.
Demam, pengeluaran dari vagina yang berbau busuk, perdarahan
yang banyak secara tiba-tiba.
d.
Terasa nyeri pada bagian bawah perut atau punggung.
e.
Payudara terasa berat, sakit, bengkak, merah, panas dan puting
pecah-pecah/lecet.
f.
Adanya kesulitan menyusui bayi.
g.
Terasa sakit atau panas ketika buang air kecil (kencing).
h.
Sulit untuk buang air besar, wasir.
i.
Kaki terasa sakit, merah, lembek, bengkak dan mengkilat.
j.
Nafsu makan hilang dengan waktu yang lama.
k.
Merasa sangat lelah, nafas sampai terengah-engah
l.
Merasa sedih atau tidak dapat mengasuh sendiri bayinya.
9. Peran dan Tanggung Jawab Bidan Dalam Masa Nifas
Bidan memiliki peranan yang sangat penting dalam pemberian asuhan
postpartum. Adapun peran dan tanggung jawab dalam masa nifas antara
lain :
a.
Memberikan dukungan secara berkesinambungan selama masa nifas
sesuai dengan kebutuhan ibu untuk mengurangi ketegangan fisik dan
psikologis selama masa nifas.
b.
Memberikan dukungan serta memantau kesehatan fisik ibu dan bayi.
c.
Mendukung
dan
memantau
psikologis,
emosi,
sosial
serta
memberikan semangat pada ibu.
d.
Sebagai promoter hubungan antara ibu dan bayi serta keluarga.
e.
Membantu ibu dalam menyusui bayinya dan mendorong ibu untuk
menyusui bayinya dengan meningkatkan rasa nyaman.
f.
Membangun kepercayaan diri ibu dalam perannya sebagai ibu.
g.
Membuat kebijakan, perencanaan program kesehatan yang berkaitan
ibu dengan anak dan mampu melakukan kegiatan administrasi.
h.
Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan.
13
i.
Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara
mencegah perdarahan, mengenai tanda-tanda bahaya, menjaga gizi
yang baik serta mempraktekan kebersihan yang aman.
j.
Melakukan manajemen asuhan dengan cara mengumpulkan data,
menetapkan diagnosa dan rencana tindakan serta melaksanakannya
untuk mempercepat proses pemulihan dan mencegah komplikasi
dengan memenuhi kebutuhan ibu dan bayi selama periode nifas.
k.
Memberikan asuhan secara profesional (Saleha, 2009).
B. Konsep Dasar Anemia Postpartum
Masa setelah melahirkan merupakan masa yang memiliki tantangan
bagi kebanyakan ibu-ibu muda. Pemulihan dari melahirkan, belajar menjadi
orang tua, dan mengurus diri sendiri membutuhkan banyak tenaga. Menderita
anemia
setelah
menyebabkan
melahirkan
kadar
dapat
hemoglobin
memperburuk
menurun.
keadaan.
Hemoglobin
Anemia
merupakan
pembawa oksigen kedalam sel darah merah, karena sel darah merah
bertanggung jawab untuk membawa oksigen ke sel-sel lain dalam tubuh,
masalah dengan pengantaran oksigen, (yang terjadi bila menderita anemia)
akan menyebabkan tubuh tidak bekerja dengan semestinya.
Zat besi merupakan komponen penting dari hemoglobin, apabila
tubuh kekurangan zat besi akan menyebabkan sistem pengantaran oksigen
dalam tubuh yang akan menyebabkan gejala-gejala sulit bernafas dan kondisi
kelelahan merupakan gejala klasik anemia.
1.
Pengertian
Anemia adalah suatu keadaan dimana seorang ibu sehabis
melahirkan sampai dengan kira-kira 5 minggu dalam kondisi pucat, lemah
dan kurang tenaga.
Anemia postpartum didefinisikan sebagai kadar hemoglobin
kurang dari 10 gr/dl, ini masalah yang umum dalam bidang kebidanan.
Meskipun wanita hamil dengan kadar zat besi yang terjamin, kosentrasi
hemoglobin biasanya berkisar 11-12 gr/dl sebelum melahirkan. Hal ini
diperburuk dengan kehilangan darah saat melahirkan dan pada saat
masa nifas (Prawihardjo, 2007).
14
2.
Etiologi
Anemia defisiensi besi merupakan penyebab paling sering dari
anemia postpartum yang disebabkan oleh pemasukan zat besi yang tidak
cukup serta kehilangan darah selama kehamilan dan persalinan. Anemia
postpartum berhubungan dengan lamanya perawatan di rumah sakit,
depresi, kecemasan dam pertumbuhan janin terhambat. kehilangan
darah adalah penyebab lain dari anemia. Kehilangan darah setelah
melahirkan yang signifikan setelah melahirkan dapat meningkatkan
resiko terjadinya anemia postpartum banyaknya cadangan hemoglobin
dan zat besi selama persalinan dapat menurunkan resiko terjadinya
anemia berat dan mempercepat pemulihan.
a. Adanya perdarahan sewaktu/sehabis melahirkan.
b. Adanya anemia sejak dalam kehamilan yang disebabkan oleh faktor
nutrisi dan hipervolemi.
c. Adanya gejala pembekuan darah.
d. Kurangnya intake zat besi ke dalam tubuh.
(Prawihardjo, 2006)
3.
Patofisiologi
Perdarahan sehingga kekurangan banyak unsur zat besi.
Kebutuhan zat besi meningkat, dengan adanya perdarahan, gemeli,
multiparitas, dan makin tuanya kehamilan. Aborsi tidak normal / saluran
cerna terganggu, misalnya defisiensi vitamin C sehingga penyerapan Fe
terganggu. Intake kurang misalnya kualitas menu jelek atau muntah terus
(Prawihardjo, 2006).
4.
Kategori Anemia
Menurut Waryana (2010) kategori tingkat keparahan pada anemia
yang bersumber dari WHO adalah sebagai berikut :
a. Kadar Hb 11 gr% tidak anemia
b. Kadar Hb 9-10 gr% anemia ringan
c. Kadar Hb 7-8 gr% anemia sedang
d. Kadar Hb <7 gr% anemia berat.
5.
Klasifikasi Anemia
Klasifikasi anemia berdasarkan penyebabnya dapat dikelompokan
menjadi 3 kategori yaitu ;
15
a. Anemia karena hilangnya sel darah merah, terjadi akibat perdarahan
Karena
berbagai
gastrointestinal,
sebab
seperti
perlukaan,
perdarahan
uterus,
perdarahan
perdarahan
hidung
dan
perdarahan akibat operasi.
b. Anemia karena menurunya produksi sel darah merah, dapat
disebabkan karena kekurangan unsur penyusun sel darah merah
(asam folat, vitamin B12 dan zat besi), gangguan fungsi sum-sum
(adanya tumor, pengobatan, toksin), tidak adekuatnya simulasi
karena berkurangnya eritropoitin (pada penyakit ginjal kronik).
Menurut Masruroh (2011) dalam jurnal ilmiah kesehatan akbid
uniska Kendal edisi ke-1 tahun 2011 bahwa hasil penelitian ini
menunjukan sebagian ibu nifas tidak mengalami anemia (normal)
yaitu sebanyak 17 orang (53,1%) ibu nifas yang mengalami anemia
ringan sebanyak 15 orang (46,9%) dan tidak ada ibu nifas yang
mengalami anemia sedang maupun berat.
c. Penyebab masalah Anemia Gizi Besi (AGB) adalah kurangnya daya
beli masyarakat untuk mengkonsumsi makanan sumber zat besi,
terutama dengan ketersediaan biologis tinggi (asal hewan) dan pada
perempuan ditambah dengan kehilangan darah melalui haid atau
persalinan (Almatsier 2002).
Selama masa nifas tidak adanya kehilangan darah berlebihan,
kosentrasi Hb tidak banyak berbeda dengan kosentrasi sebelum
melahirkan. Setelah melahirkan, kadar Hb biasanya berfluktuasi
sedang disekitar kadar pra persalinan selama beberapa hari
kemudian meningkat kekadar yang lebih tinggi dari pada kadar tidak
hamil. Kecepatan dan besarnya peningkatan pada awal masa nifas
ditentukan oleh jumlah hemoglobin yang bertambah selama
kehamilan dan jumlah darah yang hilangan saat persalinan serta
dimodifikasi oleh penurunan volume plasma selama nifas.
6.
Jenis-jenis Anemia
a. Anemia Defisiensi Zat Besi
Anemia akibat kekurangan zat besi. Zat besi merupakan bagian dari
molekul hemoglobin. Kurangnya zat besi dalam tubuh bisa
disebabkan karena banyak hal. Kurangnya zat besi pada orang
16
dewasa hampir selalu disebabkan karena perdarahan menahun,
berulang-ulang yang bisa berasal dari semua bagian tubuh (Soebroto,
2010).
b. Anemia Defisiensi Vitamin C
Anemia yang disebabkan kekurangan vitamin C yang berat dalam
jangka waktu lama. Penyebab kurangnya vit C adalah kurangnya
asupan vitamin C dalam asupan makanan sehari-hari. Vitamin C
banyak ditemukan pada cabai hijau, jeruk, lemon, stroberi, tomat,
brokoli, lobak hijau, dam sayuran lainya serta semangka. Salah satu
fungsi vitamin C adalah membantu penyerapan zat besi, sehingga bila
terjadi kekurangan vitamin C, maka jumlah zat besi yang diserap akan
berkurang dan bisa terjadi anemia (Soebroto, 2010).
7.
Gejala Anemia
Menurut Soebroto (2010) gejala yang sering terjadi muncul pada
penderita anemia diantaranya :
a. Lemah, letih, lesu, mudah lelah, dan lunglai.
b. Wajak tampak pucat.
c. Mata berkunang-kunang.
d. Nafsu makan berkurang.
e. Sulit berkonsentrasi dan mudah lupa.
f. Sering sakit.
Menurut Soebroto (2010) anemia dapat menimbulkan manifestasi klinis
yang luas, bergantung pada :
a. Kecepatan timbulnya anemia.
b. Usia individu.
c. Mekanisme kompensasi.
d. Tingkat aktivitasnya.
e. Keadaan penyakit yang mendasarinya.
f. Beratnya anemia.
Salah satu tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia
adalah pucat. Keadaan ini umumnya diakibatkan dari berkurangnya
volume
darah,
berkurangnya
hemoglobin
dan
vasokonstriksi
memaksimalkan pengiriman O² ke organ-organ vital. Warna kulit bukan
17
merupakan indeks yang dapat dipercaya untuk pucat karena dipengaruhi
pigmentasi kulit, suhu dan keadaan serta distribusi bantalan kapiler.
Gejala anemia dapat berupa Kepala pusing, palpitalis, pandangan
berkunang-kunang, perubahan jaringan epitel kuku, gangguan sistem
neurumuskular, lesu, lemah, lelah, disphagia dan pembesaran kelenjar
limpa. Bila kadar Hb <7 gr/dl maka gejala-gejala dan tanda-tanda anemia
akan jelas (Rukiyah, 2010).
8.
Diagnosis
a. Perdarahan Karena kontraksi uterus yang kurang baik.
b. Bisa terjadi infeksi perpuralis
c. Bisa terjadi sesak nafas, karena O² berkurang yang masuk kedalam
peredaran darah.
Dalam mendiagnosis anemia tidak hanya berdasarkan gejalagejala yang dikeluhkan pasien, namun juga dari pemeriksaan fisik yang
dilakukan oleh dokter. Dokter memerlukan test laboratorium, uji
laboratorium yang paling baik untuk mendiagnosis meliputi pengukuran
hematokrit atau kadar hemoglobin (Hb). Anemia dapat di diagnosis
dengan pasti kalau kadar Hb lebih rendah dari batas normal, berdasarkan
kelompok umur dan jenis kelamin (Soebroto, 2010).
Pemeriksaan kadar hemoglobin yang sering dilakukan yaitu :
1) Metode Sahli
Metode
Sahli merupakan
salah
satu
cara
penetapan
hemoglobin secara visual. Darah diencerkan menggunakan larutan
HCI sehingga hemoglobin berubah menjadi hematin asam.
Haemometer sahli terdiri atas :
a)
Tabung pengencer, panjang 12 cm, dinding bergaris mulai angka
2 (bawah) sampai dengan 22 (atas). Dua tabung standar warna.
b)
Pipet Hb dengan pipa karet panjang 12,5 cm terdapat angka 20.
Pipet HCI
c)
Botol tempat aquabides dan HCI 0,1 N
d)
Batang pengaduk (dari glass)
e)
Larutan HCI 0,1 N
f)
Aquabides
18
Cara kerja haemometer sahli yaitu :
(1) Isi tabung pengencer dengan HCI 0,1 N sampai angka 2
(2) Dengan pipet Hb, hisap darah sampai angka 20 mm, jangan
sampai ada gelembung udara yang ikut terhisap.
(3) Hapus darah yang ada pada ujung pipet dengan tissue.
(4) Tuangkan darah kedalam tabung pengencer, bilas dengan
aquabides bila masih ada darah dalam pipet.
(5) Biarkan satu menit.
(6) Tambahkan aquabides tetes demi tetes, aduk dengan batang
kaca pengaduk.
(7) Bandingkan larutan dalam tabung pengencer dengan warna
larutas standar.
(8) Bila sudah sama penambahan aquabides dihentikan, baca kadar
hb pada skala yang ada ditabung pengencer.
2) Metode Haemometer Digital
Cara kerja haemometer digital :
a) Pastikan kode card sudah terpasang pada alat hemometer digital
b) Pasang strip pada ujung alat
c) Bersihkan ujung jari pada bagian yang akan diambil darahnya
d) Setelah darah yang keluar pada ujung jari sudah cukup,
dekatkan sampel darah pada ujung jari tersebut ke satu mulut
strip supaya diserap langsung oleh ujung mulut strip
e) Tunggu hasilnya dan baca kadar Hb nya (Soebroto, 2010).
9. Penanganan
Pengobatan terhadap anemia meliputi pemberian zat besi secara
oral atau parenteral (suntik), transfusi darah, dan suntik obat (eritropeotin)
yang membantu tubuh menciptakan lebih banyak sel darah merah.
Suplemen zat besi merupakan pilihan tepat bagi wanita hamil yang
membutuhkan zat besi lebih banyak. Wanita postpartum yang mengalami
efisiensi zat besi dan anemia memerlukan suplemen zat besi, dan biasanya
diberikan sampai 6 bulan. Banyak dari perempuan yang mengalami anemia
tidak responsive hanya dengan pemberian preparat zat besi saja. Asam
folat, vit B12 dan protein semuanya mempunyai peran pada struktur
19
hemoglobin. Vitamin A dan C juga memberikan konstribusi dalam
penyerapan besi.
Untuk menghindari semua itu, Centre Of Disease Control And
Prevention merekomendasikan untuk melakukan skrining anemia terhadap
wanita 4-6 minggu postpartum, dengan perdarahan yang banyak sewaktu
melahirkan, dan pada kelahiran kembar, sehingga anemia postpartum bisa
diketahui lebih dini.
a. Pemberian sulfas ferosis 3x100 mg/hari dikombinasi dengan asam
folat / B12 : 15-30 mg/hari
b. Pemberian vitamin C untuk membantu penyerapan
c. Anemia berat perlu transfusi.
(Prawihardjo, 2007)
Hasil yang diharapkan setelah melaksanakan tindakan yaitu
anemia dapat teratasi, keadaan umum baik dan ibu merasa nyaman.
(Varney, 2004)
C. Teori Manajemen Kebidanan
1. Pengertian manajemen kebidanan
Manajemen kebidanan adalah bentuk pendekatan yang bidan
dalam
memberikan
alur
pikir
bidan,
pemecahan
masalah
atau
pengambilan keputusan klinis. Asuhan yang dilakukan harus dicatat secara
benar,
sederhana,
jelas,
logis
sehingga
perlu
sesuatu
metode
pendokumentasian. (Varney, 2008)
a. Tujuh langkah manajemen menurut Halen Varney
Pengkajian merupakan metode pengumpulan semua informasi
data yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan
dengan kondisi klien. Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara
anamnesa dan pemeriksaan fisik yang sesuai dengan kebutuhan dan
pemeriksaan tanda-tanda vital. (Soepardan, 2008)
1. Langkah I (Pengumpulan Data Dasar)
Pada
langkah
ini,
dilakukan
pengkajian
dengan
mengumpulkan semua data yang diperlukan untuk mengevaluasi
keadaan klien secara lengkap yaitu :
a) Riwayat Kesehatan
b) Pemeriksaan fisik sesuai kebutuhannya
20
c) Meninjau catatan terbaru atau catatan sebelumnya
d) Meninjau data laboratorium dan membandingkan dengan hasil
studi.
Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua data yang
akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi pasien.
Bidan mengumpulkan data dasar awal yang lengkap.
2. Langkah II (Interpretasi Data Dasar)
Menurut
teori
Soepardan,
(2008)
Interpretasi
Data
merupakan metode identifikasi terhadap diagnosis atau masalah
berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah
dikumpulkan. Data dasar tersebut kemudian di interpretasikan
sehingga dapat dirumuskan diagnosis yang spesifik baik rumusan
diagnosis atau masalah, keduanya harus ditangani. Meskipun
masalah tidak dapat diartikan diagnosis. Tetapi tetap membutuhkan
penanganan. Masalah sering berkaitan dengan hal-hal yang dialami
wanita yang diidentifikasi oleh bidan sesuai dengan hasil
pengkajian. Masalah juga sering menyertai diagnosis. Interpretasi
data terdiri dari masalah atau diagnosa dan kebutuhan.
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap
diagnosa atau masalah atau kebutuhan klien berdasarkan
interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan.
3. Langkah III (Identifikasi Diagnosis atau Masalah Potensial)
Menurut
teori
Soepardan
(2008),
diagnosa
potensial
merupakan identifikasi yang dilakukan berdasarkan masalah yang
sudah diidentifikasi. Langkah ini antisipasi bila memungkinkan
dilakukan pencegahan agar tidak terjadi kegawatdaruratan. Pada
langkah ini penting sekali melakukan asuhan yang aman.
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau
diagnosis potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan
diagnosis yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan
antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil
mengamati klien. Bidan dapat diharapkan bersiap-siap bila masalah
potensial ini benar-benar terjadi. Pada langkah ini penting sekali
melakukan asuhan yang aman.
21
4. Langkah IV (Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera)
Menurut
teori
Soepardan,
(2008),
tindakan
segera
merupaka tindakan yang dilakukan dengan cara menetapkan
kebutuhan tentang perlunya tindakan segera oleh bidan/dokter
untuk dikonsultasikan atau ditangani dengan anggota tim kesehatan
yang lain sesuai dengan kondisi klien.
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau
dokter untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan
anggota tim kesehatan yang lain dengan kondisi klien. Langkah ke
empat ini mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen
kebidanan.
5. Langkah V (Perencanaan)
Menurut Soepardan (2008), perencanaan merupakan
rencana asuhan yang menyeluruh yang ditentukan berdasarkan
langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan
menejemen untuk masalah atau diagnosis yang telah di identifikasi
atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data tidak lengkap
dapat dilengkapi.
Rencana asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa
kebidanan.
Pada
langkah
ini
direncanakan
asuhan
yang
menyeluruh ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah
ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosa atau
masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini
data dasar yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Setiap rencana
asuhan haruslah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu oleh bidan
dan klien agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien
merupakan bagian dari pelaksanaan rencan tersebut.
6. Langkah VI (Pelaksanaan)
Menurut Soepardan (2008), pelaksanaan merupakan
rencana asuhan menyeluruh dan dilakukan dengan efisien dan
aman.
Pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang
telah diuraikan pada langkah sebelumnya, dilaksanakan secara
22
efisien dan aman. Perencanaan ini dapat dilakukan seluruhnya oleh
bidan atau sebagian oleh klien atau anggota kesehatan yang lain
dalam situs di ketika bidan berkolaborasi dengan Dokter untuk
menangani klien yang mengalami komplikasi, keterlibatan bidan
dalam manajemen asuhan bagi klien adalah bertanggung jawab
terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama yang menyeluruh
tersebut.
Manajemen
efisien
akan
menyingkat
waktu
dan
menghemat biaya serta meningkatkan mutu asuhan klien.
7. Langkah VII (Evaluasi)
Menurut Soepardan (2008), evaluasi dilakukan secara
siklus dan dengan mengkaji ulang aspek asuhan yang tidak efektif
untuk
mengetahui
faktor
mana
yang
mengutungkan
atau
menghambat keberhasilan asuhan yang diberikan.
Langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang
sudah diberikan, meliputi kebutuhan terhadap masalah yang
diidentifikasi di dalam masalah dan diagnosis. Menurut Halen
Varney, alur berfikir bidan pada saat menghadapi klien meliputi
tujuh langkah, agar diketahui orang lain apa yang telah dilakukan
seorang bidan melalui proses berfikir sistematis, maka dilakukan
pendokumentasian dalam bentuk SOAP yaitu :
1) S: Subjektif Data, menggambarkan pendokumentasian hasil
pengumpulan data klien dan keluarga melalui anamnesa
sebagai langkah I Varney.
2) O: Objektif Data yaitu menggambarkan pendokumentasian hasil
pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium dan diagnostik
lain yang dirumuskan dalam fokus untuk mendukung asuhan
sebagai langkah I varney.
3) A: Assessment atau analisa data yaitu menggambarkan
pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data
subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi, diagnosa atau
masalah, antisipasi diagnosa atau masalah potensial,
perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter, konsultan
atau kolaborasi dan rujukan sebagai langkah 2, 3, 4 Varney.
23
4) P: planning atau penatalaksanaan yaitu menggambarkan
pendokumentasian
dari
perencanaan,
tindakan
Implementasi (I) dan Evaluasi (E) berdasarkan Assessment
sebagai langkah 5, 6 dan 7 Varney (Salmah, 2006).
D. Konsep Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Dengan Anemia
1. Konsep asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan anemia
Asuhan kebidanan pada ibu nifas adalah asuhan yang dapat memberi
arah yang jelas untuk mengoordinasi pelayanan, mengajarkan informasi
yang penting, serta manyiapkan ibu nifas untuk bisa mandiri dalam
merawat diri dan bayinya.
S: ibu mengatakan merasa lemas setelah persalinan
O : a. Pemeriksaan fisik menggunakan insfeksi (indra penglihatan) pada
ibu nifas dengan anemia dilakukan insfeksi konjungtiva dan vulva
untuk melihat apakah konjungtiva pucat atau tidak dan pada bagian
vulva di lihat banyaknya pengeluaran darah.
b. Pemeriksaan fisik menggunakan palpasi yang di lakukan meliputi
nadi.
c. Pemeriksaan fisik menggunakan auskultasi dengan menggunakan
stetoskop untuk mengetahui denyut jantung.
d. Pemeriksaan laboratorium.
A: Menganalisa hasil pemeriksaan, dan masalah potensial anemia berat
dan bisa menimbulkan syok hipovolemik
P: Antisipasi pertama yang di lakukan bidan pada ibu nifas dengan anemia
berat yaitu melakukan kolaborasi dengan dokter obgyn, untuk
pemberian terapi dan transfusi darah.
E. Landasan Hukum dan Peran Serta Tanggung Jawab Bidan
Dalam menangani kasus seorang bidan di beri kewenangan sesuai dengan
permenkes No. 1464/Menkes/Per/IX/2010 tentang izin dan penyelenggaraan
Praktek Bidan, Kewenangan yang di miliki bidan Meliputi
Pasal 9
Bidan dalam menjalankan praktek berwenang untuk memberikan Pelayanan
yang meliputi : Pelayanan kesehatan ibu, Pelayanan kesehatan anak,
Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.
24
Pasal 10
1. Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 di berikan
pada, masa nifas, dan masa menyusui dan masa di antara dua kehamilan.
2. Pelayanan kesehatan ibu nifas sebagaimana di maksud pada ayat (1)
meliputi : Pelayanan ibu nifas normal, Pelayanan ibu menyusui, Pelayanan
konseling pada masa diantara dua kehamilan.
3. Bidan dalam memberikan pelayanan pada ibu
nifas sebagaimana di
maksud pada ayat (2) berwenang untuk penanganan kegawat-daruratan,
di lanjutkan dengan perujukan, pemberian Vit A dosis tinggi pada ibu nifas,
Bimbingan inisiasi menyusui dini dan Promosi ASI Ekslusif, Pemberian
uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum, Penyuluhan
dan konseling, Pemberian surat keterangan cuti bersalin.
DAFTAR PUSTAKA
Al-QURAN Surat An-Nahl Ayat 69
Almatsier (2002 ) Anemia Pada Ibu Hamil.Jakarta : Trans Info Media
Ayah Bunda (2012) Anemia Komplikasi di Masa Nifas Tersedia dalam :
http://www.ayahbunda.co.id/. [diakses tanggal 28 April 2016]
Buku Saku Anemia. ( 2009).
Dinkes Jabar, (2013). Profil Kesehatan Jawa
http://www.dinkes.jabar.go.id[diakses 23 April 2016]
Barat.
Tersedia
dalam
Ika, WE. (2012). Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas Ny.A P1A0 dengan Anemia
Berat di RB Marga Waluya Surakarta Tahun 2012. Karya Tulis Ilmiah. Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada Surakarta.
Kemenkes. (2009). Angka Kematian Ibu. Tersedia dalam http://depkes.go.id.
[diakses 25 April 2016]
Keputusan menteri kesehatan RI No.1465/MENKES/PER/IX/2010 Tentang izin dan
penyelenggaraan Praktek Bidan
Lisnawati Lilis. (2013). Asuhan Kebidanan Terkini Kegawat Daruratan Maternal dan
Neonatal : Trans Info Media
Manuaba. (2007). Gawat Darurat Obstetri Ginekologi dan Obstetri Ginekologi Sosial
Untuk Profesi Bidan, Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Notoatmojo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta : Rineka
Cipta
Prawihardjo, Sarwono (2005). Ilmu Kebidanan. Cetakan ke-8. Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka
Prawihardjo, Sarwono (2006). Ilmu Kebidanan. Cetakan ke-8. Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka
Price. (2005). Anemia Pada Ibu Hamil. Jakarta : Trans Info Media
Proverawati Atikah (2011) Anemia dan Anemia Kehamilan : Nuha Medika
Rukiyah, dkk (2010). Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan) : Trans Info Media
Saifudin, A. (2009). Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Buku Panduan
Praktis, Edisi 2 Cetakan III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo
Saleha. (2009). Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta : Salemba Medika
Soebroto .(2010) Anemia Kehamilan . jakarta : Trans Info Medika
Soepardan, S. (2007). Konsep Kebidanan. Jakarta : EGC
Suherni, dkk (2007). Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta :Fitramaya
Suwandi. (2010). Survey AKI dan AKB di Indonesia. Tersedia dalam :
http://j3ffunk.blogspot.com/2011/05/survey-aki-dan-akb-di-indonesia.html. [diakses
tanggal 28 April 2016]
Varney (2004) Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Jakarta
WHO (1992) Anemia Pada Ibu Hamil, jakarta : Trans Info Medika
Winkjosastro, dkk ( 2008). Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka
Download