ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS DENGAN ANEMIA BERAT DI RUANG 7 (NIFAS) RSUD dr. SOEKARDJO KOTA TASIKMALAYA TAHUN 2016 LAPORAN TUGAS AKHIR Diajukan Guna Melengkapi Sebagai Syarat Mencapai Gelar Ahli Madya Kebidanan Disusun Oleh : IRMA KUSNIANDANI NIM. 13DB277064 PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2016 ASUHAN KEBIDANAN PADAIBU NIFAS DENGAN ANEMIA BERAT DI RUANG 7 (NIFAS) RSUD dr. SOEKARDJO KOTA TASIKMALAYA1 Irma Kusniandani2 Anisa Nur Amalia3 Heni Heryani4 INTISARI Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alatalat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung kira-kira selama 6 minggu atau 42 hari, namun secara keseluruhan akan pulih dalam waktu 3 bulan. Anemia berat postpartum yang disebabkan oleh pemasukan zat besi yang tidak cukup serta kehilangan darah selama kehamilan dan persalinan. Jika anemia berat tidak di kelola dengan baik, akan terjadi syok hipovolemik. Selain itu anemia berat pada ibu nifas dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari dan aktivitas menyusui dikarenakan penderita merasa males, pusing dan cepat lelah. Tujuan penyusunan laporan tugas akhir ini untuk memperoleh pengalaman nyata dan melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan anemia berat dengan menggunakan pendekatan proses manajemen kebidanan. Asuhan kebidanan pada ibu nifas ini dilakukan selama 7 hari di Ruang Nifas RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya. Dari hasil penyusunan laporan tugas akhir ini mendapatkan gambaran dan pengalaman nyata dalam pembuatan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan anemia berat. Kesimpulan dari hasil pelaksanaan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan anemia berat di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya dilaksanakan cukup baik. Kata Kunci : Nifas Anemia Berat Kepustakaan : 14 Buku, 6 media elektronik (2005-2015) Halaman : i-x, 43 halaman, 8 lampiran 1 Judul Penulisan Ilmiah 2Mahasiswa STIKes Muhammadiyah Ciamis 3Dosen STIKes Muhammadiyah Ciamis 4dosen STIKes Muhammadiyah Ciamis vii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dengan letak geografisnya terdapat 300 pulau besar dan kecil, penyebaran penduduk yang belum merata, tingkat sosial ekonomi dan pendidikan yang belum memadai, sehingga menyebabkan kurang kemampuan dalam menjangkau tingkat kesehatan tertentu. Dengan demikian kesehatan reproduksi sangat erat kaitannya dengan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian anak (AKA). Indonesia merupakan Negara berkembang dan anggota ASEAN yang mempunyai angka kematian ibu (AKI) tertinggi dari survey kesehatan rumah tangga, sehingga Indonesia menduduki peringkat pertama di banding Negara ASEAN lainnya, yaitu dengan nilai angka 3,9/1.000 persalinan. Sedangkan angka kematian anak (AKA) di Indonesia mencapai 70/1.000 persalinan. Dengan demikian, masalah ini merupakan tantangan besar bagi upaya meningkatkan sumber daya manusia/SDM (Kusnaka, 2005). Dalam survey yang dilakukan WHO, menetapkan lima jenis ketentuan sebagai kriteria klasifikasi wanita yaitu, kesehatan, perkawinan, pendidikan, pekerjaan, dan persamaan. Meskipun AKI dan AKA belum dapat ditentukan secara berarti, keadaan ini dapat berubah mengikut sertakan masyarakat menolong dirinya sendiri dalam bidang kesehatan, dengan secara aktif mengambil bagian untuk memelihara kesehatannya (WHO, 2005). Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, Angka Kematian Ibu (AKI) masih cukup tinggi yaitu 359/100.000 kelahiran hidup. Penyebab kematian ibu paling banyak terjadi pada masa nifas, yaitu karena pendarahan setelah persalinan 28%, eklamsia 24%, infeksi 11%, kurang energi setelah melahirkan 9%, abortus 5%, partus lama 5%, emboli 3% dan anemia 3% (SDKI, 2012). AKI berdasarkan profil kesehatan jawa barat tahun 2013 sebesar 96/100.000 kelahiran hidup. Menurut data dari Dinas Kesehatan kota Tasikmalaya tahun 2015, bahwa AKI di kota tasikmalaya yaitu sebesar 29 kasus/10.000 kelahiran hidup. Pada umumnya kematian ibu terjadi pada masa nifas (48,3%), pada masa kehamilan (37,9%), dan pada masa persalinan (13,7%), sedangkan 1 2 jumlah AKB yaitu sebesar 147 bayi dari jumlah bayi yang lahir hidup sebesar 13.427 bayi (DinKes Kota Tasikmalaya, 2015). Anemia pada masa nifas yaitu suatu komplikasi yang dapat terjadi pada ibu setelah melahirkan karena kadar hemoglobin kurang dari normal, yang dapat menyebabkan kehilangan zat besi dan dapat berpengaruh dalam proses laktasi dan dapat mengakibatkan rahim tidak berkontraksi (Azwar, 2009). Masa nifas merupakan masa yang rawan bagi ibu, sekitar 60% kematian terjadi setelah melahirkan dan hampir 50% pada masa nifas terjadi pada 24 jam pertama setelah persalinan, diantaranya disebabkan oleh adanya komplikasi dan perdarahan setelah persalinan (Saleha, 2009). Saat kehamilan apabila ibu kekurangan darah dan diwaktu persalinan ibu mengalami perdarahan, maka di dalam masa nifas ibu dapat mengalami anemia. Anemia adalah salah satu komplikasi yang sering dialami ibu pada masa nifas apabila kekurangan zat besi dapat menyebabkan rahim tidak berkontraksi karena darah tidak cukup memberikan oksigen ke rahim (Kurniasih, 2009). Berdasarkan data yang diperoleh dari ruang nifas (7) RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya pada tahun 2015 terhitung dari bulan Januari-desember terdapat 793 kasus ibu nifas dengan komplikasi. Komplikasi tersebut diantaranya anemia 394 kasus (49,7%), retensio urine 172 kasus (21,7%), sisa plasenta 135 kasus (17%), rupture perineum grade IV 20 kasus (2,5%), lain-lain 72 kasus (9%) (RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya, 2015). Hasil penelitian diperoleh ibu nifas yang berpengetahuan baik serta tidak mengalami anemia (normal) sebanyak 17 orang (53,1%) lebih tinggi dibanding dengan pengetahuan ibu nifas yang baik serta mengalami anemia ringan sebanyak 2 orang (6,2%). Dan ibu nifas yang berpengetahuan cukup serta mengalami anemia ringan sebanyak 13 orang (40,6%) lebih tinggi dibanding ibu nifas yang berpengetahuan cukup serta tidak mengalami anemia normal (Masruroh, 2011). Masa nifas merupakan tantangan bagi ibu yang baru melahirkan. Pemulihan dari proses melahirkan, belajar menjadi orang tua dan mengurus diri sendiri membutuhkan banyak energi. Menderita anemia pada masa post partum dapat membuat proses ini menjadi lebih sulit. Anemia terjadi bila kadar hemoglobin dalam darah rendah. 3 Hal yang terpenting juga dalam masa nifas yaitu evaluasi terjadinya perdarahan, sebab perdarahan nifas bisa menyebabkan kematian pada ibu post partum. Perdarahan pasca persalinan adalah komplikasi yang terjadi pada tenggang antara persalinan dan masa pasca persalinan. Faktor predisposisi antara lain adalah anemia, penyebab perdarah yang paling sering adalah atonia uteri, retensio plasenta. Yang terpenting juga dalam masa nifas yaitu laktasi. Sejak kehamilan muda sudah terjadi persiapan-persiapan pada kelenjar mamae untuk menghadapi masa laktasi. Tetapi seiring berjalannya waktu, banyak ibu yang enggan menyusui bayinya dengan alasan bekerja atau dengan menyusui dapat merubah bentuk payudara. Anemia adalah kondisi dimana sel-sel darah merah berkurang jumlah dan volumenya, atau kondisi dimana kadar hemoglobin rendah didalam darah. Rendahnya kadar hemoglobin dapat disebabkan oleh kurangnya zat besi, vitamin B12 dan asam folat (Proverawati, 2011). Anemia postpartum didefinisikan sebagai kadar hemoglobin kurang dari 11gr/dl, ini merupakan masalah yang umum dibidang kebidanan meskipun wanita hamil dengan kadar zat besi yang terjamin kosentrasi hemoglobin biasanya berkisar 11-12 g/dl sebelum hamil. Akibat dari anemia biasanya terjadi perdarahan, retensio plasenta, Antonia uteri dan bisa disebabkan pada masa hamilnya kurang mengkonsumsi tablet Fe. Penanganan anemia memperbanyak asupan makanan yang mengandung zat besi antara lain hati, sayuran hijau atau daging dan bisa juga diberikan tambahan suplemen tablet Fe. Dalil tentang nifas diambil dari hadis yang berbunyi : Artinya : Dari ummu salamah RA beliau berkata : “wanita yang sedang mengalami masa nifas pada zaman nabi duduk (menegeluarkan darah) selama 40 hari atau 40 malam (H.R ummu salamah). Dalam hadis ini terdapat dalil yang menunjukan masa umumnya nifas yaitu 40 hari. Jadi jika dalam waktu lebih dari 40 hari ibu nifas masih mengeluarkan darah itu berarti terdapat salah satu penyulit pada ibu nifas atau bisa disebabkan perdarahan yang dapat menyebabkan anemia pada ibu nifas. 4 Sehubungan dengan adanya program pemerintah untuk mencapai target MDGs (Milenium Development Goal’s) yaitu salah satunya adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat seoptimal mungkin, maka pemerintah telah memberikan pelatihan kepada tenaga kesehatan untuk ikut berpartisipasi dalam memberikan pelayanan yang optimal. Berdasarkan data diatas, angka kejadian ibu nifas dengan anemia masih cukup tinggi dan apabila tidak segera ditangani dapat membawa pengaruh buruk terhadap ibu nifas, sehingga penulis tertarik mengambil kasus dengan berjudul “Asuhan kebidanan pada Ny. L umur 39 tahun P 3A0 1 hari post partum dengan anemia berat di ruang 7 (Nifas) RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, perumusan masalah pada study kasus ini adalah : “ Bagaimana Asuhan Kebidanan Pada Ny. L P3A0 Umur 39 tahun dengan anemia berat di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya?” C. Tujuan 1. Tujuan Umum Melaksanakan asuhan kebidanan pada Ny. L umur 39 tahun P3A0 post partum dengan anemia berat, secara mandiri dan kolaborasi dengan pendekatan manajemen kebidanan dan di dokumentasikan dalam bentuk SOAP. 2. Tujuan Khusus a. Melakukan pengkajian pada ibu post partum dengan anemia berat yang berisi masalah pada masa nifas. b. Melakukan interpretasi data serta merumuskan diagnosa kebidanan dengan masalah ibu post partum dengan anemia berat. c. Mengidentifikasi diagnosa potensial atau masalah pada ibu post partum dengan anemia berat. d. Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera pada ibu post partum dengan anemia berat. e. Menyusun rencana asuhan kebidanan pada ibu post partum dengan anemia berat. 5 f. Melaksanakan perencanaan secara efisien dan aman pada ibu post partum dengan anemia berat. D. Manfaat a. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan Kasus komprehensif ini dapat di jadikan sebagai bahan evaluasi belajar terhadap materi yang telah di berikan, dan dapat di jadikan sebagai bahan bacaan serta wawasan bagi mahasiswi kebidanan khususnya dalam materi Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas dengan Anemia Berat b. Manfaat Bagi Penulis Dapat menambah wawasan dan pengembangan pengetahuan serta pengalaman berharga dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu Nifas dengan anemia berat c. Manfaat Bagi Lahan Praktik Dapat mempertahankan semua pelayanan yang sudah maksimal dan dapat meningkatkan pelayanan kebidanan pada klien secara komprehensif, sehingga klien dapat merasa puas dan senang atas pelayanan yang telah diberikan 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Masa Nifas 1. Pengertian Masa Nifas Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung kira-kira selama 6 minggu atau 42 hari, namun secara keseluruhan akan pulih dalam waktu 3 bulan. Masa nifas atau post partum disebut juga puerperium yang berasal dari bahasa latin yaitu dari kata “puer” yang artinya bayi dan “parous” berarti melahirkan. Nifas yaitu darah yang keluar dari rahim karena sebab melahirkan atau setelah melahirkan. Waktu masa nifas yang paling lama pada wanita yang umumnya adalah 40 hari, dimulai sejak setelah melahirkan atau sebelum melahirkan (yang disertai tanda-tanda kelahiran). Jika sudah selesai dengan masa 40 hari akan tetapi darah tidak berhenti atau tetap keluar darah, maka perhatikanlah bila keluarnya disaat ‘adah (kebiasaan) haid, maka itu darah haid atau menstruasi. Untuk batasnya maksimalnya para ulama berselisih pendapat. Ulama syafi’iyah berpendapat darah nifas maksimalnya adalah 60 hari. Ada juga yang berpendapat 40 hari. Dalam hadits Ummu salamah, dimana ia berkata : : “Dari ummu salamah RA beliau berkata : “wanita yang sedang mengalami masa nifas pada zaman nabi duduk (menegeluarkan darah) selama 40 hari atau 40 malam (H.R ummu salamah). Akan tetapi, jika darah keluar dan tidak pada masa-masa haidnya dan darah itu terus mengalir, maka ibu harus segera memeriksakan diri ke bidan atau dokter. 6 7 Adapun pengertian masa nifas menurut para ahli antara lain : a. Menurut Williams dalam Anggraeni (2010) puerperium didefinisikan sebagai masa persalinan selama dan segera setelah melahirkan, meliputi minggu-minggu berikutnya pada waktu alat-alat reproduksi kembali ke keadaan tidak hamil atau kembali normal. b. Menurut saleha (2009) masa nifas adalah masa setelah melahirkan selama 6 minggu atau 40 hari menurut hitungan awam. Proses ini dimulai setelah selesainya persalinan dan berakhir setelah alat-alat reproduksi kembali seperti keadaan sebelum hamil/tidak hamil sebagai akibat dari adanya perubahan fisiologis dan psikologis karena proses persalinan. 2. Tujuan Asuhan Masa Nifas Tujuan dari pemberian asuhan pada masa nifas adalah untuk : a. Menjaga ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis. b. Melaksanakan skrining secara komprehensif, deteksi dini, mengobati atau merujuk apabila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayi. c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, KB, cara dan manfaat menyusui, pemberian imunisasi serta perawatan bayi sehari-hari. d. Memberikan pelayanan keluarga berencana. e. Mendapatkan kesehatan emosi. 3. Tahapan dalam masa nifas Dalam masa nifas terdapat tiga periode yaitu : a. Periode immediate postpartum atau puerperium dini adalah masa segera plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini sering terdapat banyak masalah, misalnya perdarahan karena atonia uteri. Oleh sebab itu, bidan harus dengan teratur melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lokhea, tekanan darah dan suhu. b. Periode intermedial atau early postpartum (24jam - 1 minggu). Di fase ini bidan memastikan involusio uteri dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan, lokhea tidak berbau busuk, tidak ada demam, ibu cukup mendapatkan cairan dan makanan, serta ibu dapat menyusui bayinya dengan baik. 8 c. Periode late postpartum (1-5 minggu). Di periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta konseling KB (Aleha, 2009). 4. Proses Nifas Uterus berangsur-angsur mengecil sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil a. Involusi TFU Berat Uterus Tabel 2.1. Proses involusi uterus Involusi Plasenta 7 hari (1 minggu) Tinggi Fundus Berat Fundus Sepusat 1000 gram Pertengahan pusat- 500 gram simfisis 14 hari (2 minggu) Tak teraba 350 gram 42 hari (6 minggu) Tak teraba 50 gram 56 hari (8 minggu) Normal 30 gram Sumber : Manuaba, 2007 b. Plasenta mengecil karena kontraksi dan menonjol ke kavum uteri dengan diameter 7,5 cm, minggu ke-3 menjadi 3,5 cm, minggu ke-6 menjadi 2,4cm dan akhirnya pulih. c. Luka-luka pada jalan lahir apabila tidak disertai infeksi akan sembuh dalam 6-7 hari. Lochea adalah cairan yang berasal dari kavum uteri dan vagina pada masa nifas. Ada beberapa macam lochea : 1) Lochea Rubra (curenta) adalah berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, vernic caseosa, lanugo dan meconium, selama 2 hari pasca persalinan. 2) Lochea sanguilenta adalah berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, hari ke-3 sampai ke-7 pasca persalinan. 9 d. Setelah persalinan bentuk serviks agak mengganggu seperti corong berwarna merah kehitaman, konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat perlukaan kecil. e. Ligament, fasia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan, setelah bayi lahir secara berangsur-angsur menjadi mengecil dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh kebelakang dan menjadi retro fleksi karena ligamentum rotundum menjadi kendor. 5. Penanganan Masa Nifas a. Mobilisasi : Setelah persalinan ibu harus beristirahat, tidur terlentang, kemudian boleh miring ke kanan dan ke kiri untuk mencegah terjadinya thrombosis dan tromboemboli. Pada hari ke 2 diperbolehkan duduk, hari ke tiga jalan-jalan dan hari keempat/kelima sudah diperbolehkan pulang. b. Makanan harus bermutu, bergizi dan cukup kalori. Sebaiknya makan makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan buah-buahan. Makan bergizi tersebut dicontohkan dalam al-quran surat annahl ayat 69, yang berbunyi : Artinya : “kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya,didalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebedaran tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan”. (Q.S An-Nahl : 69). c. Hendaknya kencing dapat dilakukan sendiri secepatnya. Kadangkadang wanita mengalami sulit kencing, karena sfingter uretra ditekan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi musculus sfringter ani selama 10 persalinan, juga oleh karena adanya oedema kandung kemih yang terjadi selama persalinan. d. Perawatan payudara telat dimulai sejak wanita hamil supaya puting susu lemas, tidak keras dan kering sebagai persiapan untuk menyusui bayinya. e. Untuk mengatsai masa laktasi sejak dari kehamilan telah terjadi perubahan-perubahan pada kelenjar mamae yaitu : 1) Proliferasi kelenjar-kelenjar, dan jaringan lemak bertambah. 2) Keluaran cairan susu jolong dari duktus laktiferus disebut colostrums. 3) Berwarna kuning-putih susu. 4) Hipervaskularisasi pada permukaan dan bagian dalam, dimana vena-vena berdilatasi sehingga tampak jelas. 5) Setelah persalinan, pengaruh supresi estrogen dan progesterone hilang. Maka timbul pengaruh hormone laktogenik (LH) atau prolaktin yang akan merangsang air susu. Disamping itu, pengaruh oxytocin menyebabkan mio-epitel kelenjar susu berkontraksi sehingga air susu keluar. Produksi akan banyak setelah 2-3 hari dalam masa nifas (manuaba, 2007). 6. Kunjungan masa nifas Table 2.2 Asuhan yang diberikan pada kunjungan masa nifas Kunjungan Waktu Asuhan Mencegah perdarahan masa nifas oleh karena Antonia uteri. Mendeteksi dan perawatan penyebab lain perdarahan serta melakukan rujukan bila perdarahan berlanjut. 1 Memberi konseling pada ibu dan 6 - 8 jam post keluarga partum perdarahan yang disebabkan Antonia tentang cara uteri. Pemberian ASI awal. mencegah 11 Mengajarkan cara mempererat hubungan antara ibu dan bayi baru lahir. Menjaga bayi tetap sehat melalui pencegahan hipotermi. Setelah bidan melakukan pertolongan persalinan, maka bidan harus menjaga ibu dan bayi untuk 2 jam pertama setalah kelahiran atau sampai keadaan ibu dan bayi baru lahir dalam keadaan baik. Memastikan involusi uterus berjalan dengan normal, uterus berkontraksi dengan baik, tinggi fundus uterus dibawah umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi dan perdarahan. Memastikan ibu mendapat istirahat yang cukup. 2 6 hari post Partum Memastikan ibu mendapat makanan yang bergizi dan cukup cairan. Memastikan ibu menyususi dengan baik dan benar serta tidak ada tandatanda kesulitan menyusui. Memberikan konseling tentang perawatan bayi baru lahir. Sumber : Manuaba, 2007 7. Tanda Bahaya Masa Nifas Tanda bahaya nifas yaitu adanya tanda-tanda yang menggangu sampai membahayakan keadaan ibu yang terjadi pada masa nifas. 8. Tanda-tanda bahaya postpartum : 12 a. Sakit kepala yang terus menerus, nyeri ulu hati, ada gangguan penglihatan. b. Pembengkakan pada muka dan tangan. c. Demam, pengeluaran dari vagina yang berbau busuk, perdarahan yang banyak secara tiba-tiba. d. Terasa nyeri pada bagian bawah perut atau punggung. e. Payudara terasa berat, sakit, bengkak, merah, panas dan puting pecah-pecah/lecet. f. Adanya kesulitan menyusui bayi. g. Terasa sakit atau panas ketika buang air kecil (kencing). h. Sulit untuk buang air besar, wasir. i. Kaki terasa sakit, merah, lembek, bengkak dan mengkilat. j. Nafsu makan hilang dengan waktu yang lama. k. Merasa sangat lelah, nafas sampai terengah-engah l. Merasa sedih atau tidak dapat mengasuh sendiri bayinya. 9. Peran dan Tanggung Jawab Bidan Dalam Masa Nifas Bidan memiliki peranan yang sangat penting dalam pemberian asuhan postpartum. Adapun peran dan tanggung jawab dalam masa nifas antara lain : a. Memberikan dukungan secara berkesinambungan selama masa nifas sesuai dengan kebutuhan ibu untuk mengurangi ketegangan fisik dan psikologis selama masa nifas. b. Memberikan dukungan serta memantau kesehatan fisik ibu dan bayi. c. Mendukung dan memantau psikologis, emosi, sosial serta memberikan semangat pada ibu. d. Sebagai promoter hubungan antara ibu dan bayi serta keluarga. e. Membantu ibu dalam menyusui bayinya dan mendorong ibu untuk menyusui bayinya dengan meningkatkan rasa nyaman. f. Membangun kepercayaan diri ibu dalam perannya sebagai ibu. g. Membuat kebijakan, perencanaan program kesehatan yang berkaitan ibu dengan anak dan mampu melakukan kegiatan administrasi. h. Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan. 13 i. Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara mencegah perdarahan, mengenai tanda-tanda bahaya, menjaga gizi yang baik serta mempraktekan kebersihan yang aman. j. Melakukan manajemen asuhan dengan cara mengumpulkan data, menetapkan diagnosa dan rencana tindakan serta melaksanakannya untuk mempercepat proses pemulihan dan mencegah komplikasi dengan memenuhi kebutuhan ibu dan bayi selama periode nifas. k. Memberikan asuhan secara profesional (Saleha, 2009). B. Konsep Dasar Anemia Postpartum Masa setelah melahirkan merupakan masa yang memiliki tantangan bagi kebanyakan ibu-ibu muda. Pemulihan dari melahirkan, belajar menjadi orang tua, dan mengurus diri sendiri membutuhkan banyak tenaga. Menderita anemia setelah menyebabkan melahirkan kadar dapat hemoglobin memperburuk menurun. keadaan. Hemoglobin Anemia merupakan pembawa oksigen kedalam sel darah merah, karena sel darah merah bertanggung jawab untuk membawa oksigen ke sel-sel lain dalam tubuh, masalah dengan pengantaran oksigen, (yang terjadi bila menderita anemia) akan menyebabkan tubuh tidak bekerja dengan semestinya. Zat besi merupakan komponen penting dari hemoglobin, apabila tubuh kekurangan zat besi akan menyebabkan sistem pengantaran oksigen dalam tubuh yang akan menyebabkan gejala-gejala sulit bernafas dan kondisi kelelahan merupakan gejala klasik anemia. 1. Pengertian Anemia adalah suatu keadaan dimana seorang ibu sehabis melahirkan sampai dengan kira-kira 5 minggu dalam kondisi pucat, lemah dan kurang tenaga. Anemia postpartum didefinisikan sebagai kadar hemoglobin kurang dari 10 gr/dl, ini masalah yang umum dalam bidang kebidanan. Meskipun wanita hamil dengan kadar zat besi yang terjamin, kosentrasi hemoglobin biasanya berkisar 11-12 gr/dl sebelum melahirkan. Hal ini diperburuk dengan kehilangan darah saat melahirkan dan pada saat masa nifas (Prawihardjo, 2007). 14 2. Etiologi Anemia defisiensi besi merupakan penyebab paling sering dari anemia postpartum yang disebabkan oleh pemasukan zat besi yang tidak cukup serta kehilangan darah selama kehamilan dan persalinan. Anemia postpartum berhubungan dengan lamanya perawatan di rumah sakit, depresi, kecemasan dam pertumbuhan janin terhambat. kehilangan darah adalah penyebab lain dari anemia. Kehilangan darah setelah melahirkan yang signifikan setelah melahirkan dapat meningkatkan resiko terjadinya anemia postpartum banyaknya cadangan hemoglobin dan zat besi selama persalinan dapat menurunkan resiko terjadinya anemia berat dan mempercepat pemulihan. a. Adanya perdarahan sewaktu/sehabis melahirkan. b. Adanya anemia sejak dalam kehamilan yang disebabkan oleh faktor nutrisi dan hipervolemi. c. Adanya gejala pembekuan darah. d. Kurangnya intake zat besi ke dalam tubuh. (Prawihardjo, 2006) 3. Patofisiologi Perdarahan sehingga kekurangan banyak unsur zat besi. Kebutuhan zat besi meningkat, dengan adanya perdarahan, gemeli, multiparitas, dan makin tuanya kehamilan. Aborsi tidak normal / saluran cerna terganggu, misalnya defisiensi vitamin C sehingga penyerapan Fe terganggu. Intake kurang misalnya kualitas menu jelek atau muntah terus (Prawihardjo, 2006). 4. Kategori Anemia Menurut Waryana (2010) kategori tingkat keparahan pada anemia yang bersumber dari WHO adalah sebagai berikut : a. Kadar Hb 11 gr% tidak anemia b. Kadar Hb 9-10 gr% anemia ringan c. Kadar Hb 7-8 gr% anemia sedang d. Kadar Hb <7 gr% anemia berat. 5. Klasifikasi Anemia Klasifikasi anemia berdasarkan penyebabnya dapat dikelompokan menjadi 3 kategori yaitu ; 15 a. Anemia karena hilangnya sel darah merah, terjadi akibat perdarahan Karena berbagai gastrointestinal, sebab seperti perlukaan, perdarahan uterus, perdarahan perdarahan hidung dan perdarahan akibat operasi. b. Anemia karena menurunya produksi sel darah merah, dapat disebabkan karena kekurangan unsur penyusun sel darah merah (asam folat, vitamin B12 dan zat besi), gangguan fungsi sum-sum (adanya tumor, pengobatan, toksin), tidak adekuatnya simulasi karena berkurangnya eritropoitin (pada penyakit ginjal kronik). Menurut Masruroh (2011) dalam jurnal ilmiah kesehatan akbid uniska Kendal edisi ke-1 tahun 2011 bahwa hasil penelitian ini menunjukan sebagian ibu nifas tidak mengalami anemia (normal) yaitu sebanyak 17 orang (53,1%) ibu nifas yang mengalami anemia ringan sebanyak 15 orang (46,9%) dan tidak ada ibu nifas yang mengalami anemia sedang maupun berat. c. Penyebab masalah Anemia Gizi Besi (AGB) adalah kurangnya daya beli masyarakat untuk mengkonsumsi makanan sumber zat besi, terutama dengan ketersediaan biologis tinggi (asal hewan) dan pada perempuan ditambah dengan kehilangan darah melalui haid atau persalinan (Almatsier 2002). Selama masa nifas tidak adanya kehilangan darah berlebihan, kosentrasi Hb tidak banyak berbeda dengan kosentrasi sebelum melahirkan. Setelah melahirkan, kadar Hb biasanya berfluktuasi sedang disekitar kadar pra persalinan selama beberapa hari kemudian meningkat kekadar yang lebih tinggi dari pada kadar tidak hamil. Kecepatan dan besarnya peningkatan pada awal masa nifas ditentukan oleh jumlah hemoglobin yang bertambah selama kehamilan dan jumlah darah yang hilangan saat persalinan serta dimodifikasi oleh penurunan volume plasma selama nifas. 6. Jenis-jenis Anemia a. Anemia Defisiensi Zat Besi Anemia akibat kekurangan zat besi. Zat besi merupakan bagian dari molekul hemoglobin. Kurangnya zat besi dalam tubuh bisa disebabkan karena banyak hal. Kurangnya zat besi pada orang 16 dewasa hampir selalu disebabkan karena perdarahan menahun, berulang-ulang yang bisa berasal dari semua bagian tubuh (Soebroto, 2010). b. Anemia Defisiensi Vitamin C Anemia yang disebabkan kekurangan vitamin C yang berat dalam jangka waktu lama. Penyebab kurangnya vit C adalah kurangnya asupan vitamin C dalam asupan makanan sehari-hari. Vitamin C banyak ditemukan pada cabai hijau, jeruk, lemon, stroberi, tomat, brokoli, lobak hijau, dam sayuran lainya serta semangka. Salah satu fungsi vitamin C adalah membantu penyerapan zat besi, sehingga bila terjadi kekurangan vitamin C, maka jumlah zat besi yang diserap akan berkurang dan bisa terjadi anemia (Soebroto, 2010). 7. Gejala Anemia Menurut Soebroto (2010) gejala yang sering terjadi muncul pada penderita anemia diantaranya : a. Lemah, letih, lesu, mudah lelah, dan lunglai. b. Wajak tampak pucat. c. Mata berkunang-kunang. d. Nafsu makan berkurang. e. Sulit berkonsentrasi dan mudah lupa. f. Sering sakit. Menurut Soebroto (2010) anemia dapat menimbulkan manifestasi klinis yang luas, bergantung pada : a. Kecepatan timbulnya anemia. b. Usia individu. c. Mekanisme kompensasi. d. Tingkat aktivitasnya. e. Keadaan penyakit yang mendasarinya. f. Beratnya anemia. Salah satu tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat. Keadaan ini umumnya diakibatkan dari berkurangnya volume darah, berkurangnya hemoglobin dan vasokonstriksi memaksimalkan pengiriman O² ke organ-organ vital. Warna kulit bukan 17 merupakan indeks yang dapat dipercaya untuk pucat karena dipengaruhi pigmentasi kulit, suhu dan keadaan serta distribusi bantalan kapiler. Gejala anemia dapat berupa Kepala pusing, palpitalis, pandangan berkunang-kunang, perubahan jaringan epitel kuku, gangguan sistem neurumuskular, lesu, lemah, lelah, disphagia dan pembesaran kelenjar limpa. Bila kadar Hb <7 gr/dl maka gejala-gejala dan tanda-tanda anemia akan jelas (Rukiyah, 2010). 8. Diagnosis a. Perdarahan Karena kontraksi uterus yang kurang baik. b. Bisa terjadi infeksi perpuralis c. Bisa terjadi sesak nafas, karena O² berkurang yang masuk kedalam peredaran darah. Dalam mendiagnosis anemia tidak hanya berdasarkan gejalagejala yang dikeluhkan pasien, namun juga dari pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh dokter. Dokter memerlukan test laboratorium, uji laboratorium yang paling baik untuk mendiagnosis meliputi pengukuran hematokrit atau kadar hemoglobin (Hb). Anemia dapat di diagnosis dengan pasti kalau kadar Hb lebih rendah dari batas normal, berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin (Soebroto, 2010). Pemeriksaan kadar hemoglobin yang sering dilakukan yaitu : 1) Metode Sahli Metode Sahli merupakan salah satu cara penetapan hemoglobin secara visual. Darah diencerkan menggunakan larutan HCI sehingga hemoglobin berubah menjadi hematin asam. Haemometer sahli terdiri atas : a) Tabung pengencer, panjang 12 cm, dinding bergaris mulai angka 2 (bawah) sampai dengan 22 (atas). Dua tabung standar warna. b) Pipet Hb dengan pipa karet panjang 12,5 cm terdapat angka 20. Pipet HCI c) Botol tempat aquabides dan HCI 0,1 N d) Batang pengaduk (dari glass) e) Larutan HCI 0,1 N f) Aquabides 18 Cara kerja haemometer sahli yaitu : (1) Isi tabung pengencer dengan HCI 0,1 N sampai angka 2 (2) Dengan pipet Hb, hisap darah sampai angka 20 mm, jangan sampai ada gelembung udara yang ikut terhisap. (3) Hapus darah yang ada pada ujung pipet dengan tissue. (4) Tuangkan darah kedalam tabung pengencer, bilas dengan aquabides bila masih ada darah dalam pipet. (5) Biarkan satu menit. (6) Tambahkan aquabides tetes demi tetes, aduk dengan batang kaca pengaduk. (7) Bandingkan larutan dalam tabung pengencer dengan warna larutas standar. (8) Bila sudah sama penambahan aquabides dihentikan, baca kadar hb pada skala yang ada ditabung pengencer. 2) Metode Haemometer Digital Cara kerja haemometer digital : a) Pastikan kode card sudah terpasang pada alat hemometer digital b) Pasang strip pada ujung alat c) Bersihkan ujung jari pada bagian yang akan diambil darahnya d) Setelah darah yang keluar pada ujung jari sudah cukup, dekatkan sampel darah pada ujung jari tersebut ke satu mulut strip supaya diserap langsung oleh ujung mulut strip e) Tunggu hasilnya dan baca kadar Hb nya (Soebroto, 2010). 9. Penanganan Pengobatan terhadap anemia meliputi pemberian zat besi secara oral atau parenteral (suntik), transfusi darah, dan suntik obat (eritropeotin) yang membantu tubuh menciptakan lebih banyak sel darah merah. Suplemen zat besi merupakan pilihan tepat bagi wanita hamil yang membutuhkan zat besi lebih banyak. Wanita postpartum yang mengalami efisiensi zat besi dan anemia memerlukan suplemen zat besi, dan biasanya diberikan sampai 6 bulan. Banyak dari perempuan yang mengalami anemia tidak responsive hanya dengan pemberian preparat zat besi saja. Asam folat, vit B12 dan protein semuanya mempunyai peran pada struktur 19 hemoglobin. Vitamin A dan C juga memberikan konstribusi dalam penyerapan besi. Untuk menghindari semua itu, Centre Of Disease Control And Prevention merekomendasikan untuk melakukan skrining anemia terhadap wanita 4-6 minggu postpartum, dengan perdarahan yang banyak sewaktu melahirkan, dan pada kelahiran kembar, sehingga anemia postpartum bisa diketahui lebih dini. a. Pemberian sulfas ferosis 3x100 mg/hari dikombinasi dengan asam folat / B12 : 15-30 mg/hari b. Pemberian vitamin C untuk membantu penyerapan c. Anemia berat perlu transfusi. (Prawihardjo, 2007) Hasil yang diharapkan setelah melaksanakan tindakan yaitu anemia dapat teratasi, keadaan umum baik dan ibu merasa nyaman. (Varney, 2004) C. Teori Manajemen Kebidanan 1. Pengertian manajemen kebidanan Manajemen kebidanan adalah bentuk pendekatan yang bidan dalam memberikan alur pikir bidan, pemecahan masalah atau pengambilan keputusan klinis. Asuhan yang dilakukan harus dicatat secara benar, sederhana, jelas, logis sehingga perlu sesuatu metode pendokumentasian. (Varney, 2008) a. Tujuh langkah manajemen menurut Halen Varney Pengkajian merupakan metode pengumpulan semua informasi data yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara anamnesa dan pemeriksaan fisik yang sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital. (Soepardan, 2008) 1. Langkah I (Pengumpulan Data Dasar) Pada langkah ini, dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap yaitu : a) Riwayat Kesehatan b) Pemeriksaan fisik sesuai kebutuhannya 20 c) Meninjau catatan terbaru atau catatan sebelumnya d) Meninjau data laboratorium dan membandingkan dengan hasil studi. Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua data yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi pasien. Bidan mengumpulkan data dasar awal yang lengkap. 2. Langkah II (Interpretasi Data Dasar) Menurut teori Soepardan, (2008) Interpretasi Data merupakan metode identifikasi terhadap diagnosis atau masalah berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar tersebut kemudian di interpretasikan sehingga dapat dirumuskan diagnosis yang spesifik baik rumusan diagnosis atau masalah, keduanya harus ditangani. Meskipun masalah tidak dapat diartikan diagnosis. Tetapi tetap membutuhkan penanganan. Masalah sering berkaitan dengan hal-hal yang dialami wanita yang diidentifikasi oleh bidan sesuai dengan hasil pengkajian. Masalah juga sering menyertai diagnosis. Interpretasi data terdiri dari masalah atau diagnosa dan kebutuhan. Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosa atau masalah atau kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. 3. Langkah III (Identifikasi Diagnosis atau Masalah Potensial) Menurut teori Soepardan (2008), diagnosa potensial merupakan identifikasi yang dilakukan berdasarkan masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini antisipasi bila memungkinkan dilakukan pencegahan agar tidak terjadi kegawatdaruratan. Pada langkah ini penting sekali melakukan asuhan yang aman. Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosis potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien. Bidan dapat diharapkan bersiap-siap bila masalah potensial ini benar-benar terjadi. Pada langkah ini penting sekali melakukan asuhan yang aman. 21 4. Langkah IV (Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera) Menurut teori Soepardan, (2008), tindakan segera merupaka tindakan yang dilakukan dengan cara menetapkan kebutuhan tentang perlunya tindakan segera oleh bidan/dokter untuk dikonsultasikan atau ditangani dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien. Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain dengan kondisi klien. Langkah ke empat ini mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan. 5. Langkah V (Perencanaan) Menurut Soepardan (2008), perencanaan merupakan rencana asuhan yang menyeluruh yang ditentukan berdasarkan langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan menejemen untuk masalah atau diagnosis yang telah di identifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data tidak lengkap dapat dilengkapi. Rencana asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan. Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosa atau masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini data dasar yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu oleh bidan dan klien agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien merupakan bagian dari pelaksanaan rencan tersebut. 6. Langkah VI (Pelaksanaan) Menurut Soepardan (2008), pelaksanaan merupakan rencana asuhan menyeluruh dan dilakukan dengan efisien dan aman. Pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah sebelumnya, dilaksanakan secara 22 efisien dan aman. Perencanaan ini dapat dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian oleh klien atau anggota kesehatan yang lain dalam situs di ketika bidan berkolaborasi dengan Dokter untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, keterlibatan bidan dalam manajemen asuhan bagi klien adalah bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut. Manajemen efisien akan menyingkat waktu dan menghemat biaya serta meningkatkan mutu asuhan klien. 7. Langkah VII (Evaluasi) Menurut Soepardan (2008), evaluasi dilakukan secara siklus dan dengan mengkaji ulang aspek asuhan yang tidak efektif untuk mengetahui faktor mana yang mengutungkan atau menghambat keberhasilan asuhan yang diberikan. Langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang sudah diberikan, meliputi kebutuhan terhadap masalah yang diidentifikasi di dalam masalah dan diagnosis. Menurut Halen Varney, alur berfikir bidan pada saat menghadapi klien meliputi tujuh langkah, agar diketahui orang lain apa yang telah dilakukan seorang bidan melalui proses berfikir sistematis, maka dilakukan pendokumentasian dalam bentuk SOAP yaitu : 1) S: Subjektif Data, menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien dan keluarga melalui anamnesa sebagai langkah I Varney. 2) O: Objektif Data yaitu menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium dan diagnostik lain yang dirumuskan dalam fokus untuk mendukung asuhan sebagai langkah I varney. 3) A: Assessment atau analisa data yaitu menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi, diagnosa atau masalah, antisipasi diagnosa atau masalah potensial, perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter, konsultan atau kolaborasi dan rujukan sebagai langkah 2, 3, 4 Varney. 23 4) P: planning atau penatalaksanaan yaitu menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan, tindakan Implementasi (I) dan Evaluasi (E) berdasarkan Assessment sebagai langkah 5, 6 dan 7 Varney (Salmah, 2006). D. Konsep Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Dengan Anemia 1. Konsep asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan anemia Asuhan kebidanan pada ibu nifas adalah asuhan yang dapat memberi arah yang jelas untuk mengoordinasi pelayanan, mengajarkan informasi yang penting, serta manyiapkan ibu nifas untuk bisa mandiri dalam merawat diri dan bayinya. S: ibu mengatakan merasa lemas setelah persalinan O : a. Pemeriksaan fisik menggunakan insfeksi (indra penglihatan) pada ibu nifas dengan anemia dilakukan insfeksi konjungtiva dan vulva untuk melihat apakah konjungtiva pucat atau tidak dan pada bagian vulva di lihat banyaknya pengeluaran darah. b. Pemeriksaan fisik menggunakan palpasi yang di lakukan meliputi nadi. c. Pemeriksaan fisik menggunakan auskultasi dengan menggunakan stetoskop untuk mengetahui denyut jantung. d. Pemeriksaan laboratorium. A: Menganalisa hasil pemeriksaan, dan masalah potensial anemia berat dan bisa menimbulkan syok hipovolemik P: Antisipasi pertama yang di lakukan bidan pada ibu nifas dengan anemia berat yaitu melakukan kolaborasi dengan dokter obgyn, untuk pemberian terapi dan transfusi darah. E. Landasan Hukum dan Peran Serta Tanggung Jawab Bidan Dalam menangani kasus seorang bidan di beri kewenangan sesuai dengan permenkes No. 1464/Menkes/Per/IX/2010 tentang izin dan penyelenggaraan Praktek Bidan, Kewenangan yang di miliki bidan Meliputi Pasal 9 Bidan dalam menjalankan praktek berwenang untuk memberikan Pelayanan yang meliputi : Pelayanan kesehatan ibu, Pelayanan kesehatan anak, Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana. 24 Pasal 10 1. Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 di berikan pada, masa nifas, dan masa menyusui dan masa di antara dua kehamilan. 2. Pelayanan kesehatan ibu nifas sebagaimana di maksud pada ayat (1) meliputi : Pelayanan ibu nifas normal, Pelayanan ibu menyusui, Pelayanan konseling pada masa diantara dua kehamilan. 3. Bidan dalam memberikan pelayanan pada ibu nifas sebagaimana di maksud pada ayat (2) berwenang untuk penanganan kegawat-daruratan, di lanjutkan dengan perujukan, pemberian Vit A dosis tinggi pada ibu nifas, Bimbingan inisiasi menyusui dini dan Promosi ASI Ekslusif, Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum, Penyuluhan dan konseling, Pemberian surat keterangan cuti bersalin. DAFTAR PUSTAKA Al-QURAN Surat An-Nahl Ayat 69 Almatsier (2002 ) Anemia Pada Ibu Hamil.Jakarta : Trans Info Media Ayah Bunda (2012) Anemia Komplikasi di Masa Nifas Tersedia dalam : http://www.ayahbunda.co.id/. [diakses tanggal 28 April 2016] Buku Saku Anemia. ( 2009). Dinkes Jabar, (2013). Profil Kesehatan Jawa http://www.dinkes.jabar.go.id[diakses 23 April 2016] Barat. Tersedia dalam Ika, WE. (2012). Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas Ny.A P1A0 dengan Anemia Berat di RB Marga Waluya Surakarta Tahun 2012. Karya Tulis Ilmiah. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada Surakarta. Kemenkes. (2009). Angka Kematian Ibu. Tersedia dalam http://depkes.go.id. [diakses 25 April 2016] Keputusan menteri kesehatan RI No.1465/MENKES/PER/IX/2010 Tentang izin dan penyelenggaraan Praktek Bidan Lisnawati Lilis. (2013). Asuhan Kebidanan Terkini Kegawat Daruratan Maternal dan Neonatal : Trans Info Media Manuaba. (2007). Gawat Darurat Obstetri Ginekologi dan Obstetri Ginekologi Sosial Untuk Profesi Bidan, Jakarta : Buku Kedokteran EGC Notoatmojo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta : Rineka Cipta Prawihardjo, Sarwono (2005). Ilmu Kebidanan. Cetakan ke-8. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Prawihardjo, Sarwono (2006). Ilmu Kebidanan. Cetakan ke-8. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Price. (2005). Anemia Pada Ibu Hamil. Jakarta : Trans Info Media Proverawati Atikah (2011) Anemia dan Anemia Kehamilan : Nuha Medika Rukiyah, dkk (2010). Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan) : Trans Info Media Saifudin, A. (2009). Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Buku Panduan Praktis, Edisi 2 Cetakan III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo Saleha. (2009). Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta : Salemba Medika Soebroto .(2010) Anemia Kehamilan . jakarta : Trans Info Medika Soepardan, S. (2007). Konsep Kebidanan. Jakarta : EGC Suherni, dkk (2007). Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta :Fitramaya Suwandi. (2010). Survey AKI dan AKB di Indonesia. Tersedia dalam : http://j3ffunk.blogspot.com/2011/05/survey-aki-dan-akb-di-indonesia.html. [diakses tanggal 28 April 2016] Varney (2004) Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Jakarta WHO (1992) Anemia Pada Ibu Hamil, jakarta : Trans Info Medika Winkjosastro, dkk ( 2008). Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka