Penyerapan Angkatan Kerja Lokal pada Hotel-Hotel di Sepanjang Jalan Raya Anyer, Kecamatan Anyar, Kabupaten Serang Mutiah Faizah Departemen Geografi, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424 [email protected] Abstrak Pantai Anyer adalah salah satu obyek wisata di Kabupaten Serang yang perkembangan fasilitas wisatanya diharapkan membawa dampak ekonomi bagi masyarakat sekitarnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hotel-hotel yang ada di sepanjang Jalan Raya Anyer menyerap angkatan kerja yang berasal dari Kecamatan Anyar serta bagaimana karakteristik angkatan kerja yang bekerja pada hotel. Hotel diklasifikasi berdasarkan jaringan dan non jaringan, kemudian penentuan kelas hotel tinggi atau rendah dilakukan dengan metode pembobotan. Pembagian wilayah berdasarkan administrasi desa dan bentuk medan dilakukan untuk mengasumsikan jarak desa terhadap lokasi hotel. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik hotel dengan karakteristik angkatan kerja lokal. Sehingga dapat diketahui bahwa hotel jaringan memiliki angkatan kerja dengan karakteristik antara lain berasal dari desa-desa dari jarak dekat maupun jauh, semakin banyak angkatan kerja yang berumur produktif, tingkat pendidikan yang lebih tinggi, tetapi dominasi penempatan angkatan kerja lokal berada pada divisi yang rendah. Hotel non jaringan memiliki karakteristik angkatan kerja antara lain berasal dari desa-desa terdekat dengan hotel, dengan umur antara 20-50 tahun, tingkat pendidikan dari SD sampai dengan S1, dan ditempatkan pada seluruh divisi, baik tinggi maupun rendah secara merata. Penyerapan angkatan kerja tertinggi terjadi pada desa-desa yang dilalui Jalan Raya Anyer, terutama pada desa-desa dimana hotel-hotel berdiri. Abstract Anyer beach is one of the site attractions at the Serang Regency which development is expected to bring economic impact to the surrounding community. This study aims to determine how the hotels along Anyer Street absorb the labor force coming from Anyar District and how the characteristics of the labor force working in the hotel. The hotels are classified based on the network and nonnetwork, then determination high or low class hotel is done by weighting method. Deliniation area is based on the country territory and relief to assume the distance between location and the hotels. Descriptive analysis is used to determine the relationship between the characteristics of the hotel with the characteristics of the local labor force. So it can be seen that the characteristics of the labor force in the network hotels were came from countries which near and far distances, with more productive age, higher education level, but the dominance of the local workforce placement is at the lower division. Non network hotels characteristics of the labor were came from countries nearby the hotels, with ages between 20-50 years, levels of education from primary up to bachelor degree, and placed in all divisions, high and low both equally. Highest labor force absorption occurs in the countries passed by Anyer Street, especially in the villages where these hotels exist. Key Words : local force absorption, hotel characteristics, Anyer, and local force characteristics. PENDAHULUAN Industri pariwisata merupakan salah satu unsur penggerak perekonomian suatu daerah yang sifatnya dapat diperbaharui, dianekaragamkan, bahkan diciptakan keberadaannya, sehingga dapat menjadi sumber pendapatan bagi daerah pemilik obyek wisata maupun wilayah sekitarnya (BPS, 2007). Pariwisata secara signifikan berperan, baik langsung maupun tidak langsung untuk menciptakan tenaga kerja. Pada tahun 2009, konsumsi wisatawan di wilayah Banten telah mendorong terciptanya kesempatan kerja untuk 123.416 orang. Pada tahun 2010, kesempatan kerja tersebut meningkat menjadi 155.187 orang (Nesparda Provinsi Banten, 2010). Salah satu dampak yang diharapkan dari pengembangan pariwisata adalah dampak ekonomi bagi masyarakat di sekitar destinasi. Menurut Cohen, dalam Pitana (2009), dampak pariwisata terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat dapat dikategorikan menjadi 8 kelompok besar yaitu dampak terhadap penerimaan devisa, dampak terhadap pendapatan masyarakat, dampak terhadap kesempatan kerja, dampak terhadap harga-harga, dampak terhadap distribusi manfaat/keuntungan, dampak terhadap kepemilikan dan kontrol, dampak terhadap pembangunan pada umumnya dan dampak terhadap pendapatan pemerintah. Obyek wisata pantai di Kecamatan Anyar merupakan salah satu yang menjadi unggulan diantara obyek wisata lain yang terdapat di Kabupaten Serang sebagaimana dinyatakan oleh Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disparpora) Kabupaten Serang. Lokasi yang berbatasan dengan Selat Sunda menjadikan pantai di sepanjang tepi barat kecamatan ini cenderung berpermukaan landai dan memiliki ombak yang tenang sehingga diminati wisatawan. Seiring bertambahnya wisatawan, fasilitas wisata sebagai sarana pendukung wisata di pantai inipun kian berkembang. Mulai dari hotel, rumah makan, pusat kerajinan, lokasi outbond, minimarket dan pusat oleh-oleh. Perkembangan fasilitas pendukung wisata ini tentunya tidak terlepas dari kebutuhan tenaga kerja di bidang jasa yang bertujuan melayani para pengunjung yang datang. Idealnya, suatu industri yang dibangun di lokasi tertentu menyerap sumberdaya manusia dari lingkungan sekitarnya dengan tujuan meningkatkan sumberdaya manusia serta meningkatkan pendapatan daerah. Meskipun khususnya di bidang perhotelan bersifat padat karya, akan tetapi penyerapan angkatan kerja tentunya berkaitan dengan karakter personal penduduk, seperti jenis kelamin, tingkat pendidikan, umur dan keahlian. Maka, penelitian ini bertujuan mengetahui jumlah dan karakteristik angkatan kerja lokal, serta karakter hotel di sepanjang Jalan Raya Anyer yang merupakan penduduk desadesa di Kecamatan Anyar. TINJAUAN TEORITIS Tenaga Kerja dan Angkatan Kerja Menurut Kusumosuwidho (2004), yang dimaksud tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja. Dalam literatur biasanya adalah seluruh penduduk usia 15-64 tahun. Tetapi kebiasaan yang dipakai di Indonesia adalah seluruh penduduk usia 10 tahun ke atas (hasil Sensus Penduduk 1971 dan 1980). Sedangkan menurut Mantra (2009), sejak tahun 1998, Indonesia mulai menggunakan usia 15 tahun ke atas. Tenaga kerja (man power) terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja (labor force) terdiri dari (1) golongan yang bekerja, dan (2) golongan yang menganggur dan mencari pekerjaan. Kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari (1) golongan yang bersekolah, (2) golongan yang mengurus rumah tangga, (3) golongan lain-lain atau penerima pendapatan. Ketiga golongan dalam kelompok bukan angkatan kerja sewaktu-waktu dapat menawarkan jasanya untuk bekerja. Oleh sebab itu, kelompok ini sering juga dinamakan sebagai potensial labor force (Simanjuntak, 2001). Golongan yang bekerja dari angkatan kerja inilah yang menjadi obyek dalam penelitian ini. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Menurut Kusumosuwidho (2004), tingkat partisipasi angkatan kerja (labor force paticipation rate) menggambarkan jumlah angkatan kerja dalam suatu kelompok umur sebagai presentase penduduk dalam kelompok umur itu. Ini dapat juga merupakan tingkat partisipasi lokal dari seluruh penduduk dalam usia kerja (Tingkat Aktivitas Umum). Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya TPAK antara lain, jumlah penduduk yang masih bersekolah, jumlah penduduk yang mengurus rumah tangga, tingkat penghasilan dan jumlah tanggungan dari keluarga yang bersangkutan, umur, tingkat upah, tingkat pendidikan, dan terakhir adalah kegiatan ekonomi (Simanjuntak, 2001). Industri Pariwisata dan Subsektor Pelayanan Tamu (Hospitality) Fungsi Industri Pariwisata Fungsi pariwisata dalam pembangunan negara berintikan tiga segi yaitu segi ekonomi (sumber devisa dan pajak), segi sosial (penciptaan kesempatan kerja), dan segi kebudayaan (memperkenalkan kebudayaan kita pada wisatawan asing) (Spilane, 1991). Dari segi ekonomi, sektor pariwisata dapat menghasilkan devisa, baik berupa pegeluaran para wisatawan asing maupun sebagai penanam modal dalam industri pariwisata termasuk penerimaan berupa retribusi bagi wisatawan. Adapun jumlah penerimaan dari sektor pariwisata ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu: jumlah wisatawan yang berkunjung, jumlah pengeluaran wisatawan, lamanya wisatawan yang menginap. Fungsi sosial yang paling dominan dari sektor pariwisata adalah perluasan penyerapan tenaga kerja baik secara langsung maupun tidak langsung. Usaha kepariwisataan dengan segala sesuatunya yang berhubungan dengan pariwisata sangat membutuhkan tenaga kerja yang banyak sehingga dapat membantu mengurangi persoalan pengangguran. Penciptaan kesempatan kerja secara langsung dapat dikemukakan, misalnya di bidang perhotelan, restoran, biro perjalanan, obyek wisata, dan kantor pariwisata pemerintah. Sedangkan penyerapan tenaga kerja tidak langsung, seperti meningkatnya hasil produksi di bidang pertanian dan kerajinan tangan karena termotivasi dengan kunjungan wisatawan. Sedangkan dari fungsi pariwisata, dapat dimanfaatkan memperkenalkan dan mendayagunakan kebudayaan Indonesia. Kesempatan Kerja Perkembangan industri pariwisata berpengaruh positif pada perluasan kesempatan kerja, walaupun khususnya bidang perhotelan bersifat padat karya. Namun demikian tenaga kerja yang dibutuhkan adalah mereka yang memiliki keterampilan teknis dan manejerial. Untuk itu diperlukan pendidikan kejuruan yang efektif. Berhubung investasi yang dibutuhkan sangat besar (gedung, peralatan, tenaga ahli), maka ditinjau dari segi komersial semata- mata tidak menguntungkan (Spilane, 1991). Berkembangnya pariwisata suatu daerah tidak hanya membuka lapangan kerja bagi penduduk setempat, tetapi juga menarik pendatang- pendatang baru dari luar daerah, justru karena tersedianya lapangan kerja tadi. Para pendatang itu tidak selalu memiliki sifat dan adat kebiasaan yang sama dengan penduduk setempat. Perlu diperhatikan juga, bahwa pekerjaan yang diperlukan di daerahdaerah pariwisata memiliki sifat yang agak khusus pula. Setidak-tidaknya memerlukan sikap dan keterampilan tertentu yang sering kali tidak memiliki penduduk setempat. Hal itu dengan sendirinya mendorong pihak industri untuk memperkerjakan tenaga- tenaga dari luar daerah guna mengisi kebutuhan mereka. Terutama jenis-jenis pekerjaan manejerial dengan upah lebih tinggi. Dan hal ini bisa menimbulkan persaingan yang tidak seimbang bagi penduduk setempat. Terdesaknya penduduk setempat dari jabatan-jabatan menghasilkan sikap negatif terhadap keberadaan industri yang sangat lambat laun bisa menjalar menjadi sikap negatif terhadap turis secara keseluruhan (Spilane, 1991). Subsektor Pelayanan Tamu (Hospitality) Menurut Baum (2007), migrasi pekerja pariwisata dan hospitality secara jelas merupakan fenomena geografi, meskipun hanya sedikit mendapat perhatian, pada kenyataannya pentingnya migrasi tenaga kerja sebagai kekuatan industri hospitality telah didokumentasikan dengan baik dalam beberapa jurnal geografi. Menurut Zampoukos dan Ioannides (2011), tema ketenagakerjaan menjadi sangat penting sejak sektor pariwisata dan pelayanan tamu (hospitality) disarankan sebagai pembangkit pekerjaan yang penting di banyak wilayah di seluruh dunia. Akan tetapi, pekerjaan dalam industri ini seringkali merupakan pekerjaan dengan upah yang minim, kemampuan rendah, dan bersifat sementara atau part-time. Termasuk banyaknya karyawan di tingkat bawah dalam subsektor ini dimana pelatihan terbatas muncul menjadi alasan dan jarangnya kesempatan karir jangka panjang. Pada kasus di London, pada tingkatan pegawai hospitality yang lebih rendah ini didominasi oleh wanita, imigran, dan penduduk usia muda. Begitupula dengan Asia yang merupakan wilayah yang menguntungkan untuk industri perhotelan karena disini tenaga kerja murah diperbolehkan, sehingga jumlah gaji terendah berada pada sektor dimana angkatan kerja berjumlah terbanyak (G.L. Baroncini, 1982). Dalam tinjauan lebih lanjut mengenai geografi pariwisata, Hall dan Page (2009) menyebutkan secara singkat mengenai kontribusi geografi terhadap pemahaman yang lebih baik terhadap dimensi wilayah dan ruang tentang pasar tenaga kerja pariwisata serta maksud dari kebijaksanaan dan perencanaannya, juga mengenai pembagian ruang tenaga kerja dan mobilitas pekerja pariwisata dan pelayanan tamu. Definisi Hotel Menurut Hotel Proprietors Act, dalam Sulastiyono (2002) pengertian hotel adalah suatu perusahaan yang dikelola pemiliknya dengan menyediakan pelayanan makanan, minuman dan fasilitas kamar untuk tidur kepada orang-orang yang sedang melakukan perjalanan dan mampu membayar dengan jumlah yang wajar sesuai dengan pelayanan yang diterima tanpa adanya perjanjian khusus. Yang dimaksud dengan perjanjian khusus adalah perjanjian seperti membeli barang yang disertai dengan perundingan-perundingan sebelumnya. Penentuan Golongan Kelas Hotel Berdasarkan Surat Keputusan Dirjen Pariwisata No. 14/U/II/88 tentang pelaksanaan ketentuan usaha dan penggolongan hotel, penggolongan hotel baik bintang 1, 2, 3, 4, 5, dan melati didasarkan pada jumlah kamar, dimana: Hotel Melati : jumlah kamar minimal 5 buah. Hotel bintang satu : jumlahkamar minimal 15 buah. Hotel bintang dua : jumlahkamar minimal 20 buah. Hotel bintang tiga : jumlahkamar minimal 30 buah Hotel bintang empat : jumlahkamar minimal 50 buah. Hotel bintang lima : jumlahkamar minimal 100 buah. Hotel bintang lima + diamond : hotel dengan kualitas lebih baik dari hotel bintang lima. Sedangkan berdasarkan Keputusan Bupati Serang No.21 Tahun 2003 dalam Bab III mengenai penggolongan kelas hotel, kini golongan kelas hotel hanya terdiri dari golongan kelas hotel bintang dan golongan kelas hotel melati. Penggolongan kelas hotel bintang ditetapkan berdasarkan hasil penilaian dan pembobotan kualifikasi penentuan kelas hotel yang telah memenuhi persyaratan dan kriteria penggolongan kelas hotel. Kriteria penggolongan kelas hotel didasarkan atas penilaian persyaratan dasar dan penilaian persyaratan teknis operasional. Persyaratan dasar meliputi perizinan, terdiri dari: izin usaha, IMB, AMDAL, sertifikat kelaikan listrik, lift, boiler, hydrant, laik sehat (sanitasi dan hygienic), dan kualitas air. Untuk persyaratan teknis meliputi komponen fisik, pengelolaan, dan pelayanan. Penilaian terhadap unsur fisik yaitu tersedianya kelengkapan dan fungsi unsur fisik hotel yang mencakup aspek keamanan, keselamatan, kesehatan lingkungan dan kenyamanan serta termasuk fasilitas yang memadai bagi penyandang cacat. Penilaian terhadap menejemen pengelolaan yaitu kemampuan dalam mengelola untuk menjamin berfungsinya sistem administrasi dan teknik operasional hotel serta kelengkapan fisik hotel. Penilaian terhadap unsur pelayanan yaitu kemampuan dalam memberikan pelayanan yang meliputi prosedur dan tata urutan, keterampilan pengetahuan, ketepatan, kecepatan, dan sikap perilaku yang mencerminkan keramah tamahan (human touch). Pada awalnya, peraturan tentang penggolongan kelas hotel mengacu pada SK Menparpostel KM.94/HK.103/MPPT-87, dengan penilaian ketiga komponen persyaratan teknis antara lain komponen fisik sebesar 67%, pengelolaan 18%, dan pelayanan 15%. Namun, setelah SK Menbudpar tahun 2002 dikeluarkan, penilaian bobot ketiga komponen ini mengalami perubahan, yaitu komponen fisik sebesar 30%, pengelolaan 20%, dan pelayanan 50%. Hal ini menunjukkan bahwa penekanan penilaian berada pada kepuasan konsumen dalam hal pelayanan, yang tentunya sangat berkaitan dengan kualitas angkatan kerja yang dimiliki hotel tersebut. Divisi Pelayanan pada Hotel Menurut Sulastiyono (2002), terdapat tiga bagian utama pelayanan pada setiap hotel. Pertama, Kantor Depan Hotel (front office), berperan untuk menjual (dalam arti menyewakan) kamar kepada para tamu. Front Office (FO) terbagi menjadi: pelayanan pemesanan kamar (reservation service), pelayanan penanganan barang-barang tamu (porter atau bell captain, desk service), pelayanan informasi (information service), pelayanan check-in dan check-out tamu (reception atau front desk), dan kasir (front office cashier). Bagian kedua adalah Tata Graha Hotel (Housekeeping) yaitu bagian yang memiliki peranan cukup vital dalam memberikan pelayanan kepada para tamu, terutama yang menyangkut pelayanan kenyamanan dan kebersihan ruang hotel. Housekeeping (HK) terdiri dari bagian kamar tamu, bagian linan (sprei), dan bagian binatu. Terakhir adalah Bagian Makanan dan Minuman (food and beverage), terbagi menjadi dua fungsi ruang yaitu the revenue-producing area seperti restaoran, bar, lounge service dan the support service area, seperti dapur, gudang umum, tempat cuci peralatan makan dan memasak. Selain ketiga bagian utama pelayanan di atas, ada pula bagian-bagian yang tidak boleh dilupakan, yaitu bagian keamanan (security), biasanya berjaga di pos yang ada di gerbang hotel; bagian engineering atau maintenance yang berkaitan dengan pemeliharan alat-alat penunjang fasilitas hotel terutama yang berhubungan dengan listrik seperti lampu, pemanas air, ac, dsb. Kemudian ada bagian Umum dan Administrasi (Administration and General) yang juga terdiri dari bagian Accounting yang mengurus pembukuan keuangan hotel. Bagian Accounting and General (A&G) ini mengurus tentang surat-surat maupun catatan-catatan yang keluar/masuk hotel, pada beberapa hotel, A&G juga menyimpan merangkap sebagai bagian personalia yang menangani data pegawai hotel. METODE PENELITIAN Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh melalui survey langsung ke lapangan, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain seperti hotel, Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Serang, Kantor Kecamatan, BPS, internet, dan sebagainya. Sebelum melakukan pengumpulan data, dilakukan penentuan titik sampel. Penentuan sampel kelas hotel berbintang maupun melati, serta sampel angkatan kerja dilakukan dengan metode purposive sampling, dimana sudah ditentukan hotel mana saja yang mewakili golongan kelas tertentu serta angkatan kerja yang mana saja yangberasal dari wilayah Kecamatan Anyar dan kecamatan-kecamatan lain di sekitarnya. Penekanan metode purposive sampling adalah pada karakter anggota sampel yang karena pertimbangan mendalam dianggap/diyakini oleh peneliti akan benar-benar mewakili karakter populasi/subpopulasi (Yunus, 2010). Pengumpulan Data Primer Data primer dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui karakteristik angkatan kerja yang bekerja di hotel-hotel yang menjadi obyek penelitian. Data ini didapatkan baik menggunakan teknik kuesioner. Teknik kuesioner digunakan untuk mengetahui karakteristik hotel dan karakteristik angkatan kerja pada hotel tersebut. Berdasarkan hasil survey, diperoleh sembilan hotel yang mewakili golongan kelas yang berbeda. Hanya terdapat dua hotel berjaringan yang keduanya bergolongan kelas bintang, sedangkan tujuh hotel lainnya bukan hotel berjaringan, empat diantaranya merupakan hotel berbintang, sedangkan tiga sisanya adalah hotel melati. Pengumpulan Data Sekunder Data yang diperlukan untuk mengetahui penyerapan tenaga kerja di hotel-hotel sepanjang Jalan Raya Anyer adalah data tenaga kerja yang didapatkan dari pihak pengelola hotel. Selain itu diperlukan pula data seperti: • Peta administrasi Kecamatan Anyar • Kecamatan Anyar dalam Angka Pengolahan Data Setelah data diperoleh, maka dilakukan pengolahan data agar sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam pengolahan data, terlebih dahulu dilakukan penyuntingan data jika terdapat data yang tidak jelas atau terjadi kesalahan dalam pengisian kuesioner. Langkah-langkah pengolahan data adalah sebagai berikut: 1. Membuat peta dasar, yaitu peta administrasi dan jaringan jalan Kecamatan Anyer. Kemudian dari peta dasar tersebut, dibuat peta lokasi penelitian. 2. Mengelompokkan hotel berdasarkan jenis hotel (jaringan atau non jaringan). 3. Mengklasifikasikan golongan kelas hotel menjadi dua, golongan kelas hotel bintang dan melati diperoleh dari data Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Serang. 4. Mengklasifikasi jumlah kamar hotel berdasarkan banyaknya kamar yang tersedia dari setiap hotel, yaitu < 25 kamar, 25-100 kamar, atau >100 kamar. 5. Mengklasifikasi tingkat hunian hotel berdasarkan jumlah tamu yang dapat menginap di hotel tersebut, data ini didapatkan melalui kuesioner. Tingkat hunian terbagi menjadi tempat, < 50 orang, 50-150 orang, 150-250 orang, dan > 250 orang. 6. Melakukan pembobotan atau pemberian nilai pada masing-masing hasil klasifikasi indikator dari variabel karakteristik hotel. Nilai tertinggi adalah 4 dan nilai terendah adalah 1. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Hotel Karakteristik hotel adalah ciri yang dimiliki oleh suatu hotel dimana ciri-ciri tersebut merupakan gambaran kondisi hotel yang mempengaruhi jalannya kegiatan atau aktivitas yang ada pada hotel tersebut. Karakteristik hotel ditentukan melalul klasifiksi indikator-indikator yang terdiri dari jenis hotel, golongan kelas hotel, jumlah kamar hotel, dan occupancy atau tingkat hunian kamar. Jenis Hotel Berdasarkan jenis hotelnya, hotel-hotel di sepanjang Jalan Raya Anyer terbagi menjadi dua, yaitu hotel berjaringan dan tidak berjaringan. Terdapat dua hotel berjaringan di lokasi ini yang dikelola oleh suatu perusahaan baik pemerintah maupun swasta dengan kantor pusat di Jakarta, dan memiliki cabang hotel lain di beberapa daerah di Indonesia, seperti Jakarta, Bali, dan Bandung. Sedangkan hotel yang non jaringan berjumlah tujuh hotel. Dari sisi penerimaan angkatan kerja, hotel berjaringan memiliki sistem yang berbeda dengan hotel bukan jaringan. Untuk angkatan kerja dengan jabatan rendah sampai dengan supervisor dapat diseleksi sendiri oleh direksi hotel daerah tersebut, sedangkan untuk Kepala Divisi maupun General Manager harus diseleksi oleh direksi pusat yang ada di Jakarta, sedangkan hotel non jaringan tidak ada sistem ini. Hotel berjaringan cenderung memiliki standar yang cukup tinggi dalam kualifikasi angkatan kerjanya antara lain dalam hal pengalaman dan kemampuan berbahasa asing. Masing-masing jenis hotel kemudian diklasifikasikan berdasarkan hasil penjumlahan nilai indikator golongan kelas, jumlah kamar dan tingkat huniannya. Golongan Kelas Hotel Golongan kelas hotel menjadi salah satu indikator dalam penentuan karakteristik hotel. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Ketentuan Perijinan Penyelenggaraan Usaha Kepariwisataan di Kabupaten Serang, terdapat dua golongan kelas hotel yaitu hotel bintang dan hotel melati. Kedua hotel jaringan yang berada di Jalan Raya Anyer merupakan hotel berbintang, sehingga penggunaan indikator ini dalam pengklasifikasian karakteristik hotel dapat diabaikan. Sedangkan untuk hotel bukan jaringan, penggolongan kelas hotel terbagi menjadi dua, yaitu bintang dan melati. Jumlah Kamar Berdasarkan jumlah kamarnya, hotel yang ada di Sepanjang Jalan Raya Anyer dibagi menjadi 3, yaitu hotel dengan jumlah kamar kurang dari 25, hotel dengan jumlah kamar 25 – 100, dan jumlah hotel yang jumlah kamarnya lebih dari 100. Dari pengolahan data survey lapang, dapat diketahui bahwa hotel jaringan yang ada di Jalan Raya Anyer memiliki jumlah kamar yang berbeda, yaitu 25-100 dan >100 kamar. Sedangkan untuk hotel bukan jaringan, empat hotel memiliki jumlah kamar 25-100 buah, dua hotel dengan jumlah kamar <25 buah, dan satu hotel dengan umlah kamar >100 kamar. Occupancy Atau Tingkat Hunian Kamar Setiap hotel memiliki jenis kamar yang berbeda yang dapat dihuni oleh jumlah tamu yang berbeda pula. Setiap kamar dapat dihuni mulai dari dua orang, empat orang, bahkan mencapai 30 orang. Pelayanan ini dilakukan dengan cara menyewakan tambahan kasur sejumlah permintaan pelanggan. Berdasarkan occupancy atau tingkat hunian kamar, hotel dibagi menjadi empat, yaitu hotel dengan tingkat occupancy kurang dari 50 orang, 50-150 orang, 150-250 orang, dan hotel dengan tingkat hunian lebih dari 250 orang. Dari pengolahan data survey lapang, dapat diketahui bahwa hotel berjaringan di Jalan Raya Anyer memiliki dua tingkat hunian yang berbeda, yaitu 50-150 orang dan >250 orang. Sedangkan pada hotel non jaringan terdapat lima hotel dengan tingkat hunian 150-250 orang, satu hotel dengan tingkat hunian 50-150 orang, dan satu hotel dengan tingkat hunian <50 orang. Perbedaan jenis hotel, golongan kelas hotel, jumlah kamar dan tingkat occupancy menimbulkan adanya karakteristik tertentu dari masing-masing hotel. Berdasarkan hal tersebut, karakteristik hotel-hotel di sepanjang Jalan Raya Anyer dibagi ke dalam dua kelas pada masing-masing jenis hotel yang berbeda. Berdasarkan hasil klasifikasi, hotel berjaringan yang berjumlah dua hotel ini terbagi menjadi hotel kelas 1 dan hotel kelas 2. Hotel kelas 1 adalah hotel yang memiliki fasilitas kamar lebih banyak dan tingkat hunian (occupancy) yang lebih besar dibandingkan dengan hotel kelas 2. Sementara itu, tujuh hotel non jaringan juga terbagi menjadi dua kelas, yaitu kelas 1 dan kelas 2. Hotel kelas 1 adalah hotel berbintang dan/atau melati yang memiliki jumlah kamar 25-100 dan/atau >100 kamar dan memiliki tingkat hunian 50-150 orang. Hotel kelas 1 pada jenis hotel non jaringan berjumlah empat hotel. Sedangkan hotel kelas 2 adalah hotel melati yang memiliki jumlah kamar dan tingkat hunian yang lebih sedikit dibandingkan dengan hotel kelas 1 pada jenis hotel bukan jaringan. Hotel kelas 2 pada jenis hotel non jaringan berjumlah tiga hotel. Gambar 1: Karakteristik Hotel di Sepanjang Jalan Raya Anyer Karakteristik Angkatan Kerja Lokal Angkatan kerja lokal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah angkatan kerja yang berasal dari wilayah Kecamatan Anyar. Antara satu hotel dengan hotel lainnya di sepanjang Jalan Raya Anyer, memiliki jumlah dan karakteristik angkatan kerja lokal yang berbeda. Angkatan kerja lokal ini dibedakan berdasarkan desa asal, jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan dan divisi. Dari total 629 angkatan kerja pada hotel-hotel sepanjang Jalan Raya Anyer, 62,64% nya adalah angkatan kerja lokal, sedangkan 37,36% adalah angkatan kerja non lokal, yaitu yang berasal dari luar Kecamatan Anyar, baik masih di dalam Kabupaten Serang maupun di luar Kabupaten Serang. Hotel jaringan menyerap 28,93% angkatan kerja lokal dari total angkatan kerja, sementara itu hotel non jaringan menyerap 33,70% dari total angkatan kerja pada hotel-hotel di sepanjang Jalan Raya Anyer. Karakteristik Angkatan Kerja Lokal berdasarkan Desa Asal Seluruh hotel yang ada di sepanjang Jalan Raya Anyer, memiliki kebijakan untuk mengutamakan menyerap tenaga kerja dari daerah sekitarnya. Desa Bandulu menjadi desa yang paling banyak mengirimkan tenaga kerja pada hotel-hotel di sepanjang Jalan Raya Anyer, yaitu sebesar 37,82% dari 394 orang total angkatan kerja lokal, kemudian diikuti oleh Desa Cikoneng, Desa Anyar, dan Desa Mekarsari. Keempat desa ini adalah desa-desa yang dilalui Jalan Raya Anyer. Sedangkan jumlah angkatan kerja dari Desa Kosambi Ronyok, Desa Tanjung Manis, Desa Sindang Mandi, Desa Sindang Karya, dan Desa Banjarsari kurang dari 2%. Karakteristik Angkatan Kerja Lokal berdasarkan Jenis Kelamin Hasil survey lapang menunjukkan bahwa dari 394 orang angkatan kerja pada hotel-hotel di sepanjang Jalan Raya Anyer, 83,25% nya adalah laki-laki, sedangkan 16,75%nya adalah perempuan. Pada setiap tipe hotel, jumlah angkatan kerja perempuan sangat jauh berbeda dengan jumlah angkatan kerja laki-laki. Menurut pengelola hotel, angkatan kerja laki-laki lebih dapat dimanfaatkan dari sisi tenaga dan fleksibilitasnya dalam hal pelayanan tamu, meskipun kebutuhan akan angkatan kerja perempuan tidak dapat diabaikan. Karakteristik Angkatan Kerja Lokal berdasarkan Umur Angkatan kerja lokal pada hotel-hotel di sepanjang Jalan Raya Anyer diklasifikasian menjadi empat kelas umur, yaitu umur 20-29, 30-39, 40-49, dan umur ≥50 tahun. Angkatan kerja lokal terbanyak berada pada rentang umur 30-39 tahun dimana pada rentang umur ini adalah masa produktif dan cukup memiliki pengalaman. Sementara itu, jumlah angkatan kerja pada rentang umur 20-29 dan umur ≥50 tahun memiliki presentase yang hampir sama, hal ini disebabkan ada beberapa hotel yang telah beroperasi selama 30 tahun, sehingga sebagian angkatan kerjanya sudah lama bekerja di hotel tersebut, sebaliknya angkatan kerja pada rentang umur 20-29 tahun adalah mereka yang baru bekerja di hotel-hotel ini, beberapa diantaranya masih dalam masa percobaan. Karakteristik Angkatan Kerja Lokal berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan angkatan kerja lokal pada hotel-hotel di sepanjang Jalan Raya Anyer dikelaskan menjadi empat, yaitu SD, SMP, SMA/SMK, dan D3/S1. Dari hasil survey lapang diketahui bahwa 67% angkatan kerja lokal memiliki pendidikan akhir di tingkat SMA/SMK. Kemudian tingkat pendidikan angkatan kerja terbanyak kedua diisi oleh lulusan SMP. Sementara itu angkatan kerja dengan tingkat pendidikan D3/S1 sebanyak 9% dan lulusan SD sebanyak 2%. Tingkat pendidikan menjadi salah satu unsur pertimbangan hotel dalam melihat kemampuan tenaga kerja untuk mengisi divisi-divisi pekerjaan yang membutuhkan. Misal untuk melamar kerja menjadi supervisor divisi Administration and General (A&G) diperlukan seseorang yang dasar pendidikannya S1, terutama di bidang administrasi atau akuntasi. Sedangkan untuk staff Front Office (FO) diperlukan seseorang yang dapat berbahasa inggris, tidak masalah jika lulusan SMA. Karakteristik Angkatan Kerja Lokal berdasarkan Divisi Pekerjaan Divisi pekerjaan pada hotel-hotel di sepanjang Jalan Raya Anyer dibedakan menjadi delapan, yaitu security (SEC), front office (FO), house keeping (HK), food and beverages (F&B), engineering (ENG), administrative and general (A&G), sales and marketing (S&M), human and resources development (HRD). Dari hasil survey lapang, diketahui bahwa divisi pekerjaan yang banyak menyerap angkatan kerja lokal adalah divisi HK sebanyak 27,41% dan F&B sebanyak 24,87%. Hubungan Karakteristik Hotel dan Karakteristik Angkatan Kerja Lokal Dari hasil klasifikasi karakteristik hotel pada setiap jenis hotel, juga dari karakteristik angkatan kerja yang telah diungkapkan pada poin 3.1 dan 3.2, maka dapat dicari hubungan antara karakteristik hotel dengan karakteristik angkatan kerja lokal pada hotel-hotel di sepanjang Jalan Raya Anyer. Hubungan Karakteristik Hotel Dengan Karakteristik Angkatan Kerja Lokal Berdasarkan Desa Asal Asal angkatan kerja dipengaruhi oleh jarak antara hotel dengan tempat tinggal. Karena tidak didapatkannya data jarak (dalam km), maka dibuat pembagian wilayah berdasarkan batas administrasi desa dan bentuk medan. Lapis desa 1 adalah desa-desa yang terdekat dengan hotel dan dilalui Jalan Raya Anyer. Desa-desa pada lapis ini memiliki bentuk medan yang datar. Lapis desa ke-2 terdiri dari dari desa-desa yang berada di sebelah timur lapis desa 1. Desa-desa pada lapis ini memiliki bentuk medan yang cenderung bergelombang/miring landai sampai dengan berbukit/miring terjal. Lapis desa 2 ini tidak dilalui oleh Jalan Raya Anyer. Lapis desa ke-3 adalah lapis desa terjauh dari hotel-hotel yang ada di sepanjang Jalan Raya Anyer. Desa-desa pada lapis ini memiliki bentuk medan berbukit/miring terjal sampai dengan pegunungan. Lapis 1 adalah desa-desa yang dilalui oleh Jalan Raya Anyer yang merupakan jalan utama menuju lokasi hotel, sehingga desa-desa pada lapisan ini paling banyak mengirimkan tenaga kerja dengan jumlah 31-149 orang. Semakin dekat lokasi hotel dengan tempat tinggal, semakin banyak tenaga kerja yang ingin bekerja di hotel tersebut. Hotel-hotel di sepanjang Jalan Raya Anyer mengutamakan penyerapan tenaga kerja dari daerah sekitar hotel, maka semakin dekat dengan tempat tinggal, semakin besar kemungkinan hotel untuk menerima tenaga kerja dari desa tersebut, karena semakin dekat tempat tinggal angkatan kerja lokal dengan hotel, semakin cepat dan mudah bagi mereka untuk kembali ke hotel jika ada urgent calls, sehingga hotel tidak perlu menyediakan uang transport tambahan ataupun mess untuk menginap. Namun, hal ini tentunya kembali berkaitan dengan kebutuhan hotel akan angkatan kerja dan keahlian yang dimiliki. Lapis ke-2 adalah daerah yang terdiri desa-desa yang berada diantara lapis 1 dan lapis 3. Jika dilihat dari jumlah angkatan kerjanya yang bekerja pada hotel-hotel di sepanjang Jalan Raya Anyer, angkatan kerja dari desa-desa ini memiliki jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah angkatan kerja yang berasal dari lapis 1 yaitu berkisar antara 1-7 orang. Hal ini disebabkan, lapis ini tidak dilalui Jalan Raya Anyer yang menghubungkan langsung desa-desa ini dengan hotel, sehingga jarak antara desa-desa pada lapis ini dengan hotel lebih jauh. Pada lapis ini, terdapat satu desa yang tidak satupun tenaga kerjanya terserap oleh hotel-hotel di sepanjang Jalan Raya Anyer, yaitu Desa Bunihara. Dari segi aksesibilitas, seperti desa-desa lain pada lapis 2, desa ini juga hanya dilalui oleh jalan lokal. Akan tetapi, bentuk medan pada desa ini cenderung lebih bergelombang/miring sehingga akses dari dan menuju hotel tentunya lebih sulit sehingga tenaga kerja di desa ini tidak tertarik untuk bekerja di hotel-hotel. Lapis ke-3 adalah lapisan terjauh dari lokasi hotel. Desa-desa pada lapis ini berada di perbukitan yang jaraknya sangat jauh dari jalan utama. Perjalanan dari desa-desa pada lapis ini menuju hotel cukup jauh dan sulit karena jalan yang berkelok dan naik-turun, juga harus melewati desa lain yang ada di lapis ke-2, sehingga angkatan kerja dari lapis ini yang terserap oleh hotel semakin sedikit yaitu tidak lebih dari 4 orang. Semakin dekat dan mudah akses suatu desa menuju hotel, maka semakin banyak angkatan kerja desa tersebut yang ingin bekerja di hotel. Asal Angkatan Kerja pada Hotel Jaringan Kelas 1 Angkatan kerja lokal yang bekerja pada hotel jaringan kelas 1 ini paling banyak berasal dari desadesa pada lapis pertama, yaitu Desa Bandulu, Mekarsari, Cikoneng, dan Anyar yaitu sebanyak 90,58% atau 125 orang dari 138 orang angkatan kerja lokal yang bekerja pada hotel ini. Keempat desa ini adalah desa yang paling mudah menjangkau hotel karena dilalui oleh Jalan Raya Anyer, sehingga penduduk dari desa-desa ini banyak yang berminat bekerja dan diterima oleh hotel. Hotel ini juga menyerap angkatan kerja yang lebih banyak dari lapis desa ke-2 dibandingkan dengan lapis desa ke-3, meskipun pada lapis desa ke-2 ini terdapat dua desa yang tenaga kerjanya tidak terserap oleh hotel jaringan kelas 1. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor aksesibilitas antara desa tersebut dengan hotel, juga dapat disebabkan oleh karakter tenaga kerjanya yang kurang sesuai dengan yang dibutuhkan oleh hotel. Asal Angkatan Kerja pada Hotel Jaringan Kelas 2 Terdapat satu hotel jaringan kelas 2 yang ada di Jalan Raya Anyer. Salah satu sistem dalam hal penyerapan angkatan kerja pada hotel jaringan yaitu angkatan kerja dengan jabatan rendah sampai dengan supervisor dapat diseleksi sendiri oleh direksi hotel daerah tersebut, sedangkan untuk Kepala Divisi maupun General Manager harus diseleksi oleh direksi pusat yang ada di Jakarta. Meskipun begitu, hotel ini juga mengutamakan penyerapan angkatan kerja lokal. Hotel ini dikelola oleh BUMN dan menjadi hotel yang paling lama beroperasi di Jalan Raya Anyer, yaitu sejak tahun 1973. Oleh karena itu, angkatan kerja yang bekerja pada hotel ini didominasi oleh usia 30-55 tahun. Hotel jaringan kelas 2 menyerap angkatan kerja terbanyak dari lapis desa ke-1, yaitu dari desa Bandulu dan Cikoneng yaitu sebesar 79,54% atau sebanyak 35 dari 44 orang dari total angkatan kerja lokal. Kemudian desa-desa lain pada lapis desa ke-1, desa ke-2, dan ke-3 memiliki kisaran jumlah penyerapan angkatan kerja yang hampir sama. Bila pada hotel berjaringan kelas 1 angkatan kerja yang terserap berasal dari delapan desa dari ketiga lapis desa yang ada, hal berbeda terjadi pada hotel jaringan kelas 2 yang menyerap angkatan kerja dari enam desa. Pada lapis desa ke-2 hanya satu dari empat desa yang penduduknya menjadi angkatan kerja pada hotel jaringan kelas 2 ini. Sedangkan pada lapis desa ke-3 terdapat desa yang angkatan kerjanya terserap oleh hotel ini. Hal ini menunjukkan bahwa ada kriteria-kriteria tertentu dari tenaga kerja yang dibutuhkan oleh hotel ini yang hanya dimiliki oleh angkatan kerja pada desa tersebut. Asal Angkatan Kerja pada Hotel Non Jaringan Kelas 1 Hotel non jaringan kelas 1 memiliki jumlah kamar lebih banyak dan tingkat hunian yang lebih besar dibandingkan dengan hotel non jaringan kelas 2. Hampir seluruh angkatan kerja pada hotel non jaringan kelas 2 berasal dari lapis desa ke-1 yaitu dari Desa Cikoneng, Bandulu, Anyar, dan Mekarsari yaitu sebanyak 99,37% atau 157 orang dari 158 orang angkatan kerja lokal pada hotel ini. Sedangkan pada lapis desa ke-2 hanya satu orang angkatan kerja yang diserap oleh hotel ini yang berasal dari Desa Tanjung Manis. Dan tidak ada angkatan kerja yang berasal dari desa lapis ke-3. Hotel-hotel non jaringan yang termasuk pada kelas 1 ini rata-rata adalah hotel yang sudah cukup lama beroperasi. Hotel-hotel ini mengutamakan angkatan kerja yang berasal dari desa-desa di sekitar hotel. Jika angkatan kerja dari desa sekitar tersedia, maka tidak perlu mengambil tenaga kerja dari desa yang jauh. Tidak jarang angkatan kerja yang ada mengenal satu sama lain dengan baik karena mereka berasal dari desa yang sama, mereka dapat diterima di hotel atas rekomendasi dari tetangga atau saudara mereka yang sudah lebih dulu bekerja di hotel tersebut. Asal Angkatan Kerja pada Hotel Non Jaringan Kelas 2 Hotel-hotel non jaringan yang termasuk dalam kelas 2 menyerap angkatan kerja terbanyak dari desa-desa pada lapis ke-1, yaitu Desa Bandulu, Cikoneng, dan Anyar. Pada lapis desa 1 ini tidak ada angkatan kerja dari Desa Mekarsari yang terserap pada hotel-hotel ini, tetapi pada lapis desa ke2 dan ke-3 masing-masing terdapat satu desa yang tenaga kerjanya diserap oleh hotel. Hal ini dapat dikaitkan dengan keahlian tenaga kerja yang dibutuhkan oleh hotel tersebut. Pada keempat kelas dari dua jenis hotel berlaku hubungan yang menunjukkan bahwa semakin dekat lapis desa dengan lokasi hotel, semakin banyak tenaga kerjanya yang diserap. Hal ini terkait adanya jalan utama yaitu Jalan Raya Anyer dan jalan lokal lain yang menghubungkan desa-desa dengan jalan utama. Semakin jauh suatu desa dengan Jalan Raya Anyer, semakin sedikit tenaga kerjanya yang bekerja di hotel. Dari hasil uji Chi Square (lampiran 6), kolom Asymp. Sig (2-Sided) menunjukkan nilai probabilitas. Karena Asymp. Sig-nya adalah 0.353 yang berarti lebih besar dari 0.05 dan diketahui bahwa x2 hitung (3,263) lebih kecil dari x2 tabel untuk db = 3 (7,82), sehingga H0 diterima. Hal ini berarti tidak ada hubungan antara karakter hotel dengan karakter angkatan kerja berdasarkan desa asal, artinya baik hotel jaringan maupun non jaringan, menyerap angkatan kerja lokal terbanyak dari desa-desa yang relatif sama, yaitu Desa Bandulu, Desa Cikoneng, Desa Anyar, dan Mekarsari. Hubungan Karakteristik Hotel Dengan Karakteristik Angkatan Kerja Berdasarkan Jenis Kelamin Berdasarkan jenis kelaminnya, angkatan kerja lokal baik pada jenis hotel jaringan maupun non jaringan didominasi oleh laki-laki. Salah satu penyebab hal ini adalah waktu operasional hotel selama 24 jam yang mengharuskan pekerjanya harus selalu siap mendapat giliran jaga (shift) malam. Sementara itu, adat dan tradisi di Kecamatan Anyer adalah masih tabu untuk perempuan jika malam tidak berada di rumah. Maka para pekerja perempuan biasanya akan mendapatkan shift pagi sampai sore untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Selain itu, angkatan kerja lokal perempuan akan lebih banyak yang berasal dari desa-desa yang tidak jauh dari lokasi hotel agar jika mereka terpaksa pulang malam, akses menuju tempat tinggal tidak terlalu jauh dan masih dapat dijangkau dengan kendaraan umum. Pada hasil uji Chi-Square (lampiran 8), value tidak ditemukan karena indikator jenis kelamin adalah konstan, artinya, baik hotel jaringan dan non jaringan menyerap angkatan kerja lokal laki-laki dengan jumlah yang jauh berbeda dengan jumlah perempuan, sehingga angkatan kerja lokal lakilaki menjadi dominan di seluruh jenis hotel. Hubungan Karakteristik Hotel Dengan Karakteristik Angkatan Kerja berdasarkan Umur Secara umum, angkatan kerja lokal yang berusia 20-29 tahun banyak berasal dari lapis desa ke-2 yaitu Desa Kosambi Ronyok. Angkatan kerja dengan umur 30-39 tahun tersebar dari seluruh desa asal angkatan kerja, menunjukkan bahwa rentang umur produktif ini adalah rentang umur dengan jumlah angkatan kerja terbanyak. Sedangkan untuk angkatan kerja dengan rentang umur 40-49 tahun jumlahnya lebih sedikit dibandingkan umur 30-39 tahun, tetapi hampir seluruh desa juga memiliki angkatan kerja pada usia ini. Berbeda dengan angkatan kerja pada umur ≥50 tahun yang merupakan angkatan kerja yang telah lama bekerja pada beberapa hotel yang beroperasi lebih dari 20 tahun, mereka berasal dari desa-desa terdekat dengan lokasi hotel yaitu pada lapis desa ke-1, dimana lapis desa ini dilalui oleh Jalan Raya Anyer. Umur Angkatan Kerja Lokal pada Hotel Jaringan berdasarkan Desa Asal Angkatan kerja lokal pada hotel jaringan kelas 1 didominasi oleh rentang umur 30-39 tahun dan 40-49 tahun yang berasal dari lapis desa ke-1 yaitu Desa Bandulu. Begitu pula dengan angkatan kerja dengan rentang umur 20-29 tahun, meskipun jumlahnya lebih sedikt. Sedangkan angkatan kerja dengan rentang umur ≥50 tahun hanya berjumlah satu orang berasal dari Desa Mekarsari yang juga berada pada lapis ke-1. Pada hotel jaringan kelas 2, angkatan kerjanya didominasi umur 30-39 tahun dan ≥50 tahun. Hal ini dipengaruhi oleh lamanya hotel jaringan kelas 2 ini berdiri, sehingga angkatan kerjanya adalah orang-orang yang telah lama bekerja di hotel ini dan berasal dari desa yang dekat dengan lokasi hotel, yaitu Desa Bandulu. Hotel jaringan tentunya menuntut orang-orang yang telah berpengalaman dalam bidang perhotelan, sehingga jumlah angkatan kerja pada rentang umur 30-39 tahun dan 40-49 tahun lebih banyak dibandingkan umur 20-29 tahun. Umur Angkatan Kerja Lokal pada Hotel Non Jaringan Kelas 1 berdasarkan Desa Asal Angkatan kerja pada hotel-hotel non jaringan kelas 1 berasal dari desa-desa di lapis desa ke-1. Rentang umur yang mendominasi adalah 40-49 tahun, kemudian terbanyak kedua adalah umur 3039 tahun. Hal ini disebabkan angkatan kerja lokal pada hotel-hotel non jaringan kelas 1 memiliki kesetiaan yang tinggi terhadap hotel tempat mereka bekerja, sebagai timbal balik dari kebijakan hotel yang mengutamakan penduduk sekitar untuk bekerja pada hotel tersebut. Umur Angkatan Kerja Lokal pada Hotel Non Jaringan Kelas 2 berdasarkan Desa Asal Umur angkatan kerja lokal pada hotel-hotel non jaringan kelas 2 hanya berasal dari dua desa yang berada pada lapis desa ke-1 dimana hotel-hotel ini berdiri. Selain itu, jumlah angkatan kerja dengan umur 20-29 tahun, 30-39 tahun, 40-49 tahun, dan ≥50 tahun memiliki proporsi yang tidak jauh berbeda. Namun tetap didominasi oleh rentang umur 30-39 tahun. Hal ini dikarenakan, pada hotelhotel non jaringan kelas 2, jumlah angkatan kerja pada setiap hotelnya tidak banyak dan memiliki rentang umur yang beragam sehingga perbedaannya tidak terlalu terlihat. Pada hasil uji Chi-Square (Lampiran 10), Kolom Asymp. Sig (2-Sided) menunjukkan nilai probabilitas. Karena Asymp. Sig-nya adalah 0.147 yang berarti lebih besar dari 0.05 dan nilai x2 hitung (9,5) lebih kecil daripada x2 tabel dengan db = 6 (12,59), maka H0 ditolak. Hal ini berarti tidak ada hubungan antara umur angkatan kerja lokal dengan karakter hotel. Artinya, baik hotel jaringan maupun non jaringan paling banyak menyerap angkatan kerja lokal dengan rentang umur yang relatif sama yaitu umur 30-39 dan 40-49. Hubungan Karakteristik Hotel Dengan Karakteristik Angkatan Kerja berdasarkan Tingkat Pendidikan Dominasi angkatan kerja lokal dari setiap lapis desa adalah tingkat pendidikan SMA/SMK meskipun dengan presentase yang beragam. Standar tingkat pendidikan tenaga kerja yang biasa diterapkan oleh hotel adalah minimal SMA/SMK. Jika ada angkatan kerja pada hotel yang memiliki tingkat pendidikan SD atau SMP, maka hal tersebut tentunya sudah dipertimbangkan oleh pihak hotel terkait pada divisi mana mereka ditempatkan. Desa-desa pada lapis 1, dimana terdapat banyak angkatan kerja dengan tingkat pendidikan SD dan SMP, dipengaruhi oleh kebijakan hotel yang mengutamakan penyerapan angkatan kerja dari daerah sekitar hotel. Hal ini juga terkait dengan lama berdirinya hotel dan umur angkatan kerja. Hampir seluruh angkatan kerja lulusan SD dan SMP sudah bekerja di hotel tersebut sejak hotel beroperasi. Sementara itu angkatan kerja dengan pendidikan D3/S1 semakin diminati untuk dapat meningkatkan kinerja hotel dalam hal pengembangan sumberdaya manusia. Pada lapis ke-2 terdiri dari angkatan kerja lokal yang memiilki tingkat pendidikan SMP dan SMA/SMK. Dari tiga desa asal angkatan kerja hotel-hotel di sepanjang Jalan Raya Anyer pada lapis ke-2, seluruh angkatan kerja dari Desa Tanjungmanis merupakan lulusan SMP, sedangkan pada Desa Sindangkarya seluruh angkatan kerjanya merupakan lulusan SMA/SMK. Di lapis ke-3 juga tidak ada angkatan kerja dengan tingkat pendidikan SD dan D3/S1. Dua desa yang ada pada lapisan ini didominasi oleh angkatan kerja dengan tingkat pendidikan SMA/SMK. Tingkat Pendidikan Angkatan Kerja Lokal pada Hotel Jaringan berdasarkan Desa Asal Tingkat pendidikan angkatan kerja lokal pada hotel jaringan kelas 1 didominasi oleh tingkat pendididkan SMA/SMK yang berasal dari lapis desa ke-1 yaitu desa Bandulu yaitu lebih dari 20 orang. Sedangkan untuk angkatan kerja dengan tingkat pendidikan D3/S1 berasal dari Desa Cikoneng dan Mekarsari. Tidak ada angkatan kerja dengan tingkat pendidikan SD atau SMP. Sementara itu pada hotel jaringan kelas 2, tingkat pendidikan angkatan kerjanya didominasi oleh SMA/SMK dan D3/S1 yang berasal dari Desa Bandulu dan Desa Cikoneng. Sedangkan angkatan kerja dengan tingkat pendidikan SD dan SMP juga berasal dari Desa Bandulu. Hotel jaringan memiliki kualifikasi yang berbeda dalam penyeleksian angkatan kerja. Seperti yang telah dibahas sebelumnya pada poin 5.4.1.2 mengenai sistem yang dimiliki hotel jaringan dalam penerimaan angkatan kerja, bahwa para Kepala Divisi hotel jaringan diseleksi oleh direksi pusat. Tidak jarang kepala divisi bahkan supervisor merupakan orang luar Kecamatan Anyar. Sehingga dalam data survey lapang yang dihasilkan adalah angkatan kerja lokal merupakan pekerja dengan jabatan yang lebih rendah. Hal ini berkaitan dengan tingkat pendidikan, dimana angkatan kerja dengan tingkat pendidikan D3/S1 atau dengan kata lain tingkat pendidikan tinggi jumlahnya terbatas. Angkatan kerja lokal yang memeiliki tingkat pendidikan tinggi ini kemudian menempati posisi yang lebih tinggi pada divisi yang lebih tinggi pula. Mengenai divisi pekerjaan selanjutnya akan dibahas di sub-sub bab berikutnya. Pada hotel jaringan kelas 2 ditemukan angkatan kerja lokal yang memiliki tingkat pendidikan SD adan SMP. Hal ini berkaitan dengan lama operasional hotel ini, yaitu sejak tahun 1973. Angkatan kerja ini adalah penduduk sekitar hotel yang telah bekerja lebih dari 20 tahun, sehingga tetap dipertahankan oleh hotel untuk bekerja di hotel ini. Tingkat Pendidikan Angkatan Kerja Lokal pada Hotel Non Jaringan Kelas 1 berdasarkan Desa Asal Tingkat pendidikan angkatan kerja lokal pada hotel non jaringan kelas 1 yang didominasi oleh tingkat pendidikan SMP dan SMA/SMK., tidak ada angkatan kerja lokal dengan tingkat pendidikan akhir Sekolah Dasar. Tingkat Pendidikan Angkatan Kerja Lokal pada Hotel Non Jaringan Kelas 2 berdasarkan Desa Asal Berkebalikan dengan hotel jaringan dan hotel jaringan kelas 1, hotel jaringan kelas 2 yang memiliki angkatan kerja dengan tingkat pendidikan D3/S1 dengan jumlah terbatas. Hal ini juga terkait dengan penjelasan sebelumnya, bahwa tingkat pendidikan sebagai ukuran keahlian tertentu disesuaikan dengan divisi pekerjaan yang membutuhkan. Angkatan kerja dengan jumlah terbanyak menurut tingkat pendidikannya, berasal dari desa dimana hotel-hotel ini berada. Pada hasil uji Chi-Square, kolom Asymp. Sig (2-Sided) menunjukkan nilai probabilitas. Karena Asymp. Sig-nya adalah 0.849 yang berarti lebih besar dari 0.05 dan x2 hitung (0.804) lebih kecil daripada x2 tabel dengan db = 3 (7,82), maka H0 diterima. Hal ini berarti tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan angkatan kerja lokal dengan karakter hotel. Artinya, baik hotel jaringan dan non jaringan, paling banyak menyerap angkatan kerja lokal dengan tingkat pendidikan yang relatif sama yaitu SMA/SMK. Hubungan Karakteristik Hotel Dengan Karakteristik Angkatan Kerja berdasarkan Divisi Pekerjaan Angkatan kerja lokal yang bekerja di hotel sepanjang Jalan Raya Anyer ditempatkan pada bagian pekerjaan yang berbeda-beda sesuai dengan keahliannya. Penulis mencoba membagi divisi-divisi yang ada sesuai dengan tingkat keahlian dari tingkat tinggi sampai tingkat yang paling rendah. Bagian-bagian tersebut adalah human and resources development (HRD), sales and marketing (S&M), administrative and general (A&G), front office (FO), engineering (ENG), house keeping (HK), security (SEC), dan food and beverages (F&B). Divisi Angkatan Kerja Lokal pada Hotel Jaringan berdasarkan Desa Asal Angkatan kerja lokal pada hotel jaringan kelas 1 paling banyak bekerja pada empat divisi terbawah yaitu divisi engineering (ENG), house keeping (HK), security (SEC), dan food and beverages (F&B), yang berasal dari Desa Bandulu. Sedangkan angkatan kerja pada empat divisi teratas yaitu human and resources development (HRD), sales and marketing (S&M), administrative and general (A&G), front office (FO), jumlahnya terbatas, berkisar antara 1-9 orang dan tidak hanya berasal dari Desa Bandulu, tetapi juga desa-desa lain yang masih berada pada lapis desa ke-1, seperti Desa Cikoneng, Mekarsari, dan Anyar. Hal ini berkaitan dengan angkatan kerja yang berasal dari Desa Bandulu didominasi oleh tingkat pendidikan SMA/SMK. Sedangkan angkatan kerja yang tingkat pendidikannya D3/S1 berasal dari Desa Cikoneng dan Desa Mekarsari, sehingga dapat dilihat kaitan antara tingkat pendidikan dan divisi pekerjaan. Semakin tinggi tingkat pendidikannya, maka angkatan kerja lokal akan ditempatkan pada divisi pekerjaan yang lebih tinggi pula. Pada hotel jaringan kelas 2 angkatan kerja lokal mendominasi pada tiga divisi terbawah yaitu house keeping (HK), security (SEC), dan food and beverages (F&B) yaitu dengan jumlah antara 4-9 orang pada setiap divisi. Sedangkan angkatan kerja lokal pada divisi administrative and general (A&G), dan engineering (ENG), sales and marketing (S&M). jumlahnya 1-3 orang. Pada hotel ini tidak ada angkatan kerja lokal yang bekerja pada divisi front office (FO), dan human and resources development (HRD). Hotel jaringan kelas 2 ini memiliki angkatan kerja lokal dengan tingkat pendidikan yang beragam. Hal ini mempengaruhi divisi pekerjaan yang dimana angkatan kerja ini ditempatkan. Meskipun terdapat angkatan kerja dengan tingkat pendidikan D3/S1 yang lebih banyak dibandingkan dengan hotel jaringan kelas 1, mereka ditempatkan bukan pada HRD atau FO, melainkan pada S&M dan A&G, hal ini berkaitan dengan latar belakang pendidikan yang diambil oleh masing-masing angkatan kerja. Divisi Angkatan Kerja Lokal pada Hotel Non Jaringan Kelas 1 berdasarkan Desa Asal Dominasi angkatan kerja pada hotel non jaringan kelas 1 bekerja pada divisi HK, ENG, dan FO yang berasal dari Desa Cikoneng dan Desa Bandulu. Sedangkan jumlah angkatan kerja yang bekerja pada divisi SEC, FB, A&G, dan S&M jumlahnya lebih sedikit, dan tidak ada angkatan kerja yang bekerja pada divisi HRD. Namun perbedaan jumlah angkatan kerja pada divisi-divisi (selain HK) di hotel non jaringan kelas 1 ini tidak terlalu signifikan, bahkan cenderung merata. Hal ini dikarenakan hotel-hotel ini berusaha untuk menyerap angkatan kerja lokal sebanyak-banyaknya untuk ditempatkan di berbagai divisi yang ada, tentunya disesuaikan dengan keahliannya masing-masing. Divisi Angkatan Kerja Lokal pada Hotel Non Jaringan Kelas 2 berdasarkan Desa Asal Dominasi divisi pekerjaan pada hotel non jaringan kelas 2 adalah pada divisi F&B. Hotel non jaringan kelas 2 ini diberlakukan sistem efisiensi angkatan kerja dengan cara merangkap pekerjaan, seperti housekeeper yang merangkap sebagai waiter. Secara umum angkatan kerja lokal pada hotel-hotel di sepanjang Jalan Raya Anyer lebih banyak bekerja pada divisi Security (SEC), House Keeping (HK), Food and Beverages (F&B), Engineering (ENG), dan Front Office (FO), sedangkan divisi Administration and General (A&G), Sales and Marketing (S&M), Human Resources Development (HRD) lebih didominasi oleh angkatan kerja non lokal. Hal ini berkaitan erat dengan tingkat pendidikan masing-masing angkatan kerja. Penduduk yang berasal dari luar Kecamatan Anyar adalah orang-orang yang memiliki keahlian tertentu sesuai dengan tingkat pendidikannya. Divisi-divisi tertentu seperti Front Office (FO), Administration and General (A&G), Sales and Marketing (S&M), Human Resources Development (HRD) membutuhkan kualifikasi khusus, seperti kemampuan bahasa asing (untuk FO), kemampuan pengelolaan administrasi dan keuangan (untuk A&G), kemampuan dalam hal pemasaran (untuk S&M) dan kemampuan dalam hal personalia atau psikologi (untuk HRD). Menurut kepala bagian personalia maupun manager dari hotel-hotel yang menjadi obyek penelitian ini, divisi-divisi seperti Security (SEC), House Keeping (HK), Food and Beverages (F&B), dan Engineering (ENG) yang sedikit mengalami kontak langsung dengan tamu, tidak mengutamakan keahlian berbahasa asing, tetapi keahlian dalam hal lain tentunya tidak dapat diabaikan seperti keahlian tata boga (untuk bagian kitchen F&B), dan seterusnya. Meskipun demikian, setiap hotel tetap mengadakan pelatihan untuk mengajarkan pegawainya pengetahuan mengenai perhotelan dan pelayanan tamu. Hanya saja, beda tipe hotelnya, maka berbeda pula intensitas dan kurun waktu pelatihannya. Pada hasil uji Chi-Square, kolom Asymp. Sig (2-Sided) menunjukkan nilai probabilitas. Karena Asymp. Sig-nya adalah 0.453 yang berarti lebih kecil dari 0.05 dan x2 hitung (2,625) lebih kecil daripada x2 tabel dengan db = 3 (7,82) maka H0 diterima. Hal ini berarti tidak ada hubungan antara divisi pekerjaan angkatan kerja lokal dengan karakter hotel. Artinya, baik hotel jaringan maupun hotel non jaringan, menyerap angkatan kerja lokal terbanyak pada divisi yang relatif sama, yaitu divisi Food and Beverages (F&B) dan House Keeping (H&K). Penyerapan Angkatan Kerja Desa Bandulu dan Desa Cikoneng adalah desa-desa yang paling banyak mengirimkan angkatan kerja yaitu sebesar 71,07% dari 394 orang angkatan kerja lokal yang ada, sedangkan presentase terhadap 629 orang angkatan kerja mencapai 44,5%, dan sebesar 18,4% terhadap total angkatan kerja di Kecamatan Anyar yang bekerja di bidang perhotelan dan rumah makan. Hal ini disebabkan kedua desa ini adalah desa-desa dimana banyak hotel-hotel berdiri. Kebijakan hotel yang mengutamakan penyerapan angkatan kerja dari daerah-daerah di sekitar hotel juga menyebabkan banyaknya angkatan kerja yang berasal dari kedua desa ini. Gambar 2 menunjukkan presentase penyerapan angkatan kerja lokal berdasarkan desa-desa asal angkatan kerja. Desa Bandulu dan Desa Cikoneng merupakan desa yang angkatan kerjanya paling banyak terserap oleh hotel-hotel di sepanjang Jalan Raya Anyer. Desa Anyar dan Mekarsari adalah desa-desa dengan presentase angkatan kerja lokal mencapai 15%, sedangkan desa-desa lainnya menunjukkan presentase angkatan kerja yang terserap oleh hotel-hotel di sepanjang Jalan Raya Anyer sebesar <2%. Gambar 2: Penyerapan Angkatan Kerja Lokal pada Hotel Penyerapan angkatan kerja lokal pada hotel-hotel di sepanjang Jalan Raya Anyer, sebagaimana terlihat pada gambar 2, menunjukkan bahwa Desa Anyar, Desa Mekarsari, Desa Cikoneng, dan Desa Bandulu yang berada pada lapis desa 1adalah desa-desa yang tenaga kerjanya paling banyak terserap pada hotel-hotel di Sepanjang Jalan Raya Anyer, dibandingkan dengan desa-desa lain pada lapis 2 dan lapis 3. Hal ini disebabkan karena desa-desa pada lapis 1 dilalui jalan utama dan memiliki bentuk medan datar, sehingga akses menuju hotel lebih mudah. Selain itu, hotel-hotel paling banyak berlokasi di Desa Cikoneng dan Desa Bandulu, sehingga kedua desa ini mendominasi penyerapan angkatan kerja pada hotel-hotel di Sepanjang Jalan Raya Anyer. KESIMPULAN Tidak ada hubungan antara karakteristik hotel dan karakteristik angkatan kerja lokal. Dominasi angkatan kerja lokal yang diserap oleh hotel jaringan maupun non jaringan memiliki karakteristik yang relatif sama dari segi desa asal, umur, tingkat pendidikan, dan divisi pekerjaan. Perbedaan antara hotel jaringan dengan hotel non jaringan dalam penyerapan angkatan kerja lokal adalah hotel jaringan menyerap angkatan kerja lokal dari desa yang berjarak dekat maupun jauh dari lokasi hotel. Pada umumnya hotel-hotel di sepanjang Jalan Raya Anyer menyerap angkatan kerja lokal dari desadesa yang berjarak dekat dengan hotel. Semakin jauh desa dari lokasi hotel, semakin sedikit angkatan kerja yang terserap. DAFTAR ACUAN Baum, T. 2007. Human Resources in Tourism: Still Waiting for Change, Progress in Tourism Management Darmadjati, R.S. 2002. Pengantar Pariwisata. Jakarta: Pradya Paramita Baroncini, G.L. 1982. “Tourism Manpower Development in Asia: Problems and Managerial Responsibilities” Jurnal of Travel Research. SAGE Publications. Hall, C. M. Dan Page, S. J. 2009. Progress in Tourism Management: From a Geography of Tourism to Geographies of Tourism – A Review, Tourism Management Kusumosuwidho, Sisdjiatmo. 2004. Dasar-Dasar Demografi: Angkatan Kerja. Jakarta: Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Kecamatan Anyar dalam Angka 2011. 2011. Badan Pusat Statistik Kabupaten Serang Mantra, Ida Bagus. 2009. Demografi Umum (Edisi Kedua). Yogyakarta: Pustaka Pelajar Pendit, Nyoman S. 1994. Ilmu Pariwisata : Sebuah Pengantar Perdana (EdisiRevisi). Jakarta: Pradnya Paramita Pitana, IGP dan Diarta, IKS.2009. Pengantar Ilmu Pariwisata. Yogyakarta: Andi Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Ketentuan Perijinan Penyelenggaraan Usaha Kepariwisataan di Kabupaten Serang. 2002. Pemerintah Kabupaten Serang Robinson, H. 1972. A Geography of Tourism. Plymouth : MacDonald and Evans Samsuridjal D dan Kaelany HD. 1997. Peluang di Bidang Pariwisata. Mutiara Sumber Widya Serang Dalam Angka (Serang in Figures) 2012. 2012. Badan Pusat Statistik Kabupaten Serang Simanjuntak, Payaman. 2001. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta, Lembaga Penerbit FE-UI Spillane, James. 1991. Ekonomi Pariwisata: Sejarah dan Prospeknya . Yogyakarta: Kanisius Statistik Daerah Kecamatan Anyar 2011. 2011. Badan Pusat Statistik Kabupaten Serang Statistik Hotel dan Akomodasi Lainnya di Banten Tahun 2007 BPS. 2007. Badan Pusat Statistik Provinsi Banten. Sulastiyono, Agus. 2002. Manajemen Penyelenggaraan Hotel (Edisi Pertama) . Bandung: IKAPI Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pariwisata No.14/U/II/88. 1988 Usman, Husaini. 2011. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara Yunaldi, Ifra dan Afriadi. 2006. Karakteristik Angkatan kerja Sektor Pariwisata Di Sumatera Barat, Kasus Hotel Berbintang. Akademi Pariwisata Bunda Yunus, Hadi Sabari. 2010. Metodologi Penelitian Wilayah Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Zampoukos, Kristina dan Ioannides, Dimitri. 2011. “The Tourism Labour Conundrum: Agenda for New Research in The Geography of Hospitality Workers”. Swedia: Jurnal ETOUR, MidSweden Unniversity, Ostersund, Swedia.