BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Laporan Keuangan Laporan keuangan bagi suatu perusahaan merupakan hasil akhir dari pekerjaan bagian pembukuan. Selanjutnya laporan keuangan tersebut digunakan untuk menentukan atau menilai posisi keuangan perusahaan tersebut, dimana dengan hasil analisis tersebut pihak-pihak yang berkepentingan dapat mengambil keputusan. Dengan demikian untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan serta hasil-hasil yang telah dicapai oleh perusahaan diperlukan adanya laporan keuangan dari perusahaan bersangkutan. Pengertian laporan keuangan menurut SAK no.1 (2002:2) adalah: Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara misalnya sebagai arus kas, atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Disamping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya informasi keuangan segmen industri dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga. Menurut Munawir (2000:2) menyatakan bahwa “Laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut.” Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi atau suatu proses pengumpulan dan pengolahan data keuangan yang dilaksanakan oleh suatu 12 Universitas Sumatera Utara perusahaan. Dalam proses ini diidentifikasikan berbagai transaksi atau peristiwa yang merupakan aktivitas ekonomi perusahaan yang dilakukan melalui pengukuran, pencatatan, penggolongan dan pengikhtisaran sedemikian rupa sehingga hanya informasi yang relevan dan saling berhubungan satu dengan yang lainnya mampu memberikan gambaran secara layak tentang keadaan keuangan perusahaan. 1. Tujuan Laporan Keuangan Tujuan dibuatnya laporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi para pemakai laporan keuangan dalam mengambil keputusan. Menurut Mamduh (2004:79) tujuan laporan keuangan adalah sebagai berikut: a. Menyajikan informasi sebagai dasar untuk pengambilan keputusan b. Memberikan informasi yang bermanfaat untuk pemakai eksternal untuk memperkirakan jumlah, waktu, dan ketidakpastian (yang berarti risiko) penerimaan kas yang berkaitan . c. Memberikan informasi yang bermanfaat untuk membantu pihak eksternal untuk memperkirakan jumlah, waktu, dan ketidak pastian aliran kas masuk bersih perusahaan. d. Memberikan informasi mengenai sumber daya ekonomi perusahaan dan klaim-klaim atas sumber daya tersebut yang meliputi: hutang dan modal saham. e. Memberikan informasi mengenai prestasi perusahaan selama periode tertentu untuk membantu pihak eksternal menetukan harapannya (expectation) mengenai prestasi perusahaan pada masa-masa mendatang. Atau dengan kata lain memberikan informasi mengenai pendapatan dan komponen-komponennya. f. Memberikan informasi mengenai aliran kas perusahaan, bagaimana perusahaan menerima kas dan mengeluarkan kas, mengenai pinjaman dan pelunasan pinjaman, mengenai transaksi 13 Universitas Sumatera Utara permodalan termasuk dividen yang dibayarkan dan mengenai faktor-faktor lain yang bisa mempengaruhi likuiditas perusahaan. 2. Manfaat Laporan Keuangan Manfaat laporan keuangan berdasarkan pihak penggunanya dapat dibagi dua yaitu: a. Manfaat internal dari hasil interpretasi laporan keuangan dapat berupa tingkat kesehatan keuangan perusahaan untuk pemilik perusahaan, kondisi kesehatan keuangan perusahaan dibandingkan dengan perusahaan saingan, efektivitas manajemen dalam pengoperasian dan lain sebagainya tingkat kesehatan keuangan perusahaan dapat diketahui melalui analisis atau interpretasi terhadap laporan keuangan. Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui potensi-potensi dan kelemahan-kelemahan yang dimiliki perusahaan sehingga pihak-pihak internal yang berkepentingan dengan perusahaan dapat mempergunakannya sebagai pertimbangan dalam pengabilan keputusan. b. Manfaat eksternal dari hasil interpretasi laporan keuangan misalnya bagi investor, untuk membantu pengambilan keputusan untuk menanamkan atau menarik modalnya pada perusahaan sedangkan bagi kreditur untuk membantu dalam pengambilan keputusan dalam hal pemberian pengamana pada perusahaan. 14 Universitas Sumatera Utara B. Kinerja Keuangan Kinerja keuangan perusahaan adalah sampai sejauh mana prestasi peningkatan posisi kesehatan atau performance dari nilai perusahaan yang diukur melalui laporan keuangan baik melalui neraca, maupun laporan laba rugi yang dibutuhkan oleh pihak-pihak tertentu. Bagi pihak investor, informasi mengenai kinerja perusahaan dapat digunakan untuk melihat apakah mereka akan mempertahankan investasi mereka di perusahaan tersebut atau harus mencari alternative investasi lain. Selain itu, kinerja juga memperlihatkan kepada penanam modal maupun pelanggan atau masyarakat secara umum bahwa perusahaan memiliki kredibilitas yang baik. Kinerja perlu diukur, dievaluasi untuk menentukan sejauh mana keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuan tertentu. Dua aspek yang sering digunakan dalam menilai kinerja adalah efisiensi dan efektivitas. Efisiensi menggambarkan hubungan antara input dan output, sedangkan efektivitas mencerminkan hubungan output pada suatu tujuan tertentu. Pengukuran kinerja merupakan kunci penting dalam infrastruktur organisasi. Istilah tersebut mencakup suatu set kebijakan organisasional, sistem dan praktek yang mengkoordinasi tindakan serta transfer informasi untuk mendukung seluruh siklus manajemen. Manajemen menggunakan sistem pengukuran sebagai mekanisme untuk mengimplementasikan strategi. 15 Universitas Sumatera Utara 1. Alat Ukur Penilaian Kinerja Salah satu langkah di dalam tahap persiapan penilaian kinerja adalah menentukan kriteria penilaian yang dibuat untuk para mananjer perusahaan. Menurut Warsono (2003:24), “ Analisis laporan keuangan merupakan analisis dengan menggunakan laporan keuangan dan informasi keuangan lainnya untuk mengatahui posisi dan kinerja keuangan serta menilai kinerja keuangan di masa depan”. Analisis laporan keuangan dapat menggunakan beberapa alat ukur yang disesuaikan dengan kondisi perusahaan, seperti: a. Analisis Rasio Keuangan b. Analisis Laporan Keuangan yang dimodifikasi c. Economic Value Added (EVA) d. Analisis CAMEL e. Balanced Scorecard Pengukuran kinerja keuangan perusahaan bergantung pada sudut pandang yang diambil dan tujuan analisis. Tujuan umum penilaian kinerja perusahaan adalah untuk mengevaluasi perubahan-perubahan atas sumber daya yang dimiliki perusahaan. Rudianto (2006:313) terdapat tiga macam ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja secara kuantitatif yaitu : a. Kriteria tunggal, yaitu ukuran penilaian kinerja yang hanya menggunakan suatu patokan saja. Misalnya, jumlah penjualan bagi manajer pemasaran, volume produksi bagi manajer produksi, dan sebagainya. Kelemahan dari motode ini adalah diabaikannya ukuran kinerja lainnya, seperti mutu produksi, dan pemeliharaan peralatan bagi manajer produksi. b. Kriteria beragam, yaitu ukuran penilaian kinerja dengan menggunakan bermacam ukuran. Tujuan dari penggunaan kinerja 16 Universitas Sumatera Utara beragam adalah supaya manajer divisi mengarahkan kinerjanya pada berbagai ukuran kinerja seperti profitabilitas, pangsa pasar, pengembangan karyawan, tanggungjawab masyarakat dan sebagainya. Masing-masing ukuran diberikan penilaian yang tersendiri dan terpisah. c. Kriteria gabungan, yaitu ukuran penilaian kinerja dengan menggunakan metode penilaian gabungan antara beberapa ukuran seperti profitabilitas dan pangsa pasar untuk manajer pemasaran. Bobot kinerja profitabilitas ditetapkan sebesar 4 dan pangsa pasar sebesar 6. Dengan ukuran nilai 80 untuk profitabilitas dan 70 untuk pangsa pasar maka masing-masing nilai dikalikan dengan bobotnya, dan kemudian dijumlahkan sebagai dasar penilaina keseluruhan Adapun kriteria yang digunakan perusahaan di dalam menilai kinerja para manajernya, sebaiknya hal tersebut dipahami dan disepakati dengan baik oleh seluruh anggota organisasi yang terlibat. 2. Tujuan dan Manfaat Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja merupakan suatu hal yang sangat penting di dalam proses perencanaan dan pengendalian. Melalui pengukuran kinerja, perusahaan dapat melakukan perencanaan serta memilih strategi yang akan dilaksanakan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Secara umum, tujuan suatu perusahaan dalam mengadakan pengukuran kinerja adalah sebagai berikut: a. Menentukan kontribusi masing-masing divisi atau perusahaan secara keseluruhan atau atas kontribusi masing-masing sub divisi dari suatu divisi (evaluasi ekonomi atau evaluasi segmen). b. Memberikan daftar untuk mengevaluasi kualitas kerja masing-masing manajer divisi (evaluasi manajerial). 17 Universitas Sumatera Utara c. Memotivasi para manajer divisi supaya konsisten mengoperasikan divisinya sehingga sesuai dengan tujuan pokok perusahaan (evaluasi operasi). Penilaian kinerja pada suatu organisasi sebaiknya menjadi syarat mutlak bagi penempatan sumber daya ketika akan melaksanakan kegiatan baru, memperhitungkan pendapatan dan biaya serta investasi suatu proyek. Menurut Mulyadi (2001:415), penilaian kinerja dimanfaatkan oleh manajemen untuk: a. Mengelola organisasi secara efektif dan efisien melalui memotivasi karyawan secara maksimal. b. Membantu pengambilan keputusan yang berhubungan dengan karyawan seperti promosi, transfer dan pemberhentian. c. Menidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan. d. Menyediakan umpan balik bagi karyawan bagaimana atasan menilai kinerja mereka. e. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan. 3. Tahapan Penilaian Kinerja Penilaian kinerja dilaksanakan dalam dua tahap utama, yaitu tahap persiapan dan tahap penilaian. Tahap persiapan terdiri dari: a. Penentuan daerah pertanggungjawaban dan manajer yang bertanggungjawab. b. Penetapan kriteria yang dipakai untuk mengukur kinerja. c. Pengukuran kinerja yang sesungguhnya. 18 Universitas Sumatera Utara Sedangkan tahap penilaian terdiri dari: a. Pembandingan kinerja sesungguhnya dengan sasaran yang telah ditetapkan sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya. b. Penentuan penyebab timbulnya penyimpangan kinerja sesungguhnya dari yang ditetapkan dalam standar. c. Penegakan perilaku yang diinginkan dan tindakan yang digunakan untuk mencegah perilaku yang tidak diharapakan. Pembahasan berikutnya adalah kinerja keuangan perusahaan, maka persiapan penilaian kinerja dilakukan pada saat pertanggungjawaban laporan keuangan. C. Economic Value Added (EVA) Menurut Stewart III (1990:118), pencetus EVA pertama kali, mendefinisikan EVA sebagai berikut: EVA is a residual income measure that substracts the cost of capital from the operating profits generated in the business. It’s measure to account properly for all of the ways in which corporate value may be added or lost. EVA will increase if operating profit can be made to grow without tying up any more capital, if new capital is diverted or liquidated from business activities that do not cover their cost of capital. Definisi EVA menurut Dess (1996:12) adalah “EVA or the wealth a firm’s creates fork’s owners is simply the traditional financial measure of after tax operating profits minus the total cost of capital”. Menurut Rudianto (2006:340), “EVA adalah suatu sistem manajemen keuangan untuk mengukur laba ekonomi dalam suatu perusahaan yang menyatakan bahwa kesejahteraan hanya dapat tercapai jika perusahaan mampu 19 Universitas Sumatera Utara memenuhi semua biaya operasi (operating cost) dan biaya modal (cost of capital). Hansen (2005:829) menyatakan bahwa “ nilai tambah ekonomi (EVA) merupakan laba operasi setelah pajak dikurang total biaya modal”. Menurut Young (2001:32) “EVA merupakan suatu aliran, sebab ia mengukur laba dan semua pengukuran laba merupakan aliran”. Laba ekonomis menurut Young (2001:95) “adalah laba yang diperoleh dari suatu tindakan ekonomis bertentangan dengan perspektif akuntansi yang mensyaratkan perusahaan dapat menetapkan tidak hanya biaya operasi tetapi juga biaya modal”. Perbedaan utama EVA dengan pengukuran laba konvensional adalah: 1. Menurut Young (2001:32),” EVA merupakan laba ekonomi kebalikan dari laba akuntansi”. 2. Menurut Brigham (2006:96),” EVA memperhitungkan pengurangan biaya modal, sedangkan pengukuran laba konvensional tidak memperhitungkannya”. 3. Menurut Djawahir (2005:30): EVA memasukkan semua investasi baik berwujud maupun tidak berwujud dalam neraca, sedangkan para akuntan menghapus investasi tidak berwujud pada tahun tertentu dengan pencatatan sebagai biaya bukan sebagai asset atau dalam EVA dilakukan juga penyesuaian akuntansi seperti akuntansi upaya berhasil (successful efforts accountants), penelitian dan pengembangan (R&D), pajak yang ditangguhkan, depresiasi goodwill, dan lain-lain yang ditujukan untuk perhitungan yang lebih akurat jika penyesuaian-penyesuaian tersebut materil. Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa EVA merupakan keuntungan operasional setelah pajak dikurangi dengan biaya modal 20 Universitas Sumatera Utara atau dengan kata lain EVA merupakan pengukuran pendapatan sisa (residual income) yang mengurangi biaya modal terhadap laba operasi. EVA ditentukan oleh dua hal yaitu laba bersih setelah pajak dan tingkat biaya modal. Laba operasi setelah pajak menggambarkan hasil penciptaan value dalam perusahaan, sedangkan biaya modal dapat diartikan sebagai pengorbanan yang dikeluarkan dalam penciptaan value tersebut. 1. Sejarah Economic Value Added (EVA) Gagasan mengenai EVA telah lama ada, pada tahun 1920-an, Alfred Sloan melaksanakan sistem seperti EVA (mengurangi biaya modal dari laba yang diperoleh) untuk divisi operai GM. Matsushita menciptakan sistem serupa pada tahun 1930-an sebagaimana halnya GE pada tahun 1950. pada zaman tersebut disebut dengan pendapatan residual (residual income) atau laba ekonomi (economic profit). Konsep EVA pertama kali diperkenalkan oleh Gorge Bennet Stewart III, salah seorang managing partner dari sebuah parusahaan konsultan management terkemuka yaitu Stern Stewart and Company yang berkantor pusat di New York yang termuat dalam bukunya yang berjudul “The Quest for Value” pada tahun 1980. Perusahaan pertama yang sukses menerapkan EVA adalah Coca Cola Company pada tahun 1990. Berkat penerapan EVA perusahaan tersebut dapat meningkatkan efisiensi operasi sehingga harga sahamnya naik dari US$ 3 menjadi US$ 42 atau naik sebesar 14 kali lipat. Tahun 1995 perusahaan SPX juga menerapkan EVA, dan hasilnya cukup mengagumkan. Perusahaan yang 21 Universitas Sumatera Utara sebelumnya mengalami kinerja buruk selama bertahun-tahun dengan laba rendah, berubah menjadi pencipta nilai yang tinggi. Tahun 1996 perusahaan tersebut berhasil mencetak EVA sebesar US$ 27 juta. Kemudian pada tahun 1998 meningkat menjadi US$ 60 juta dan tahun 1999 naik lagi menjadi US$ 130. perusahaan ini berhasil memperbaiki kinerja dengan menerapkan konsep EVA. EVA banyak diterapkan oleh perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat. Beberapa diantaranya yaitu Briggs and Statton, AT&T, CSX, Quaker Oats (Nasser 2003:25). Di Indonesia konsep EVA juga telah diterapkan oleh beberapa perusahaan untuk menilai kinerja manajemennya. Perusahaan yang pertama kali menerapkan EVA di Indonesia adalah PT. United Tractors, Tbk pada tahun 1996. 2. Elemen-elemen EVA a. Capital Asset Pricing Model (CAPM) Bodie (2005) menjelaskan bahwa Capital Asset Pricing Model (CAPM) merupakan hasil utama dari ekonomi keuangan modern. Capital Asset Pricing Model (CAPM) memberikan prediksi yang tepat antara hubungan risiko sebuah aset dan tingkat harapan pengembalian (expected return). Walaupun Capital Asset Pricing Model belum dapat dibuktikan secara empiris, Capital Asset Pricing Model sudah luas digunakan karena Capital Asset Pricing Model akurasi yang cukup pada aplikasi penting. Capital Asset Pricing Model mengasumsikan bahwa para investor adalah perencana pada suatu periode tunggal yang memiliki persepsi yang sama mengenai keadaan pasar dan mencari mean-variance dari portofolio yang optimal. 22 Universitas Sumatera Utara Capital Asset Pricing Model juga mengasumsikan bahwa pasar saham yang ideal adalah pasar saham yang besar, dan para investor adalah para price-takers, tidak ada pajak maupun biaya transaksi, semua aset dapat diperdagangkan secara umum, dan para investor dapat meminjam maupun meminjamkan pada jumlah yang tidak terbatas pada tingkat suku bunga tetap yang tidak berisiko (fixed risk free rate). Dengan asumsi ini, semua investor memiliki portofolio yang risikonya identik. Capital Asset Pricing Model menyatakan bahwa dalam keadaan ekuilibrium, portofolio pasar adalah tangensial dari rata-rata varians portofolio. Sehingga strategi yang efisien adalah passive strategy. Capital Asset Pricing Model berimplikasi bahwa premium risiko dari sembarang aset individu atau portofolio adalah hasil kali dari risk premium pada portofolio pasar dan koefisien beta. Keinginan utama dari investor adalah meminimalkan risiko dan meningkatkan perolehan (minimize risk and maximize return). Asumsi umum bahwa investor individu yang rasional adalah seorang yang tidak menyukai risiko (risk aversive), sehingga investasi yang berisiko harus dapat menawarkan tingkat perolehan yang tinggi (higher rates of return), oleh karena itu investor sangat membutuhkan informasi mengenai risiko dan pengembalian yang diinginkan. Capital Asset Pricing Model (CAPM) mencoba untuk menjelaskan hubungan antara risk dan return. Dalam penilaian mengenai risiko biasanya saham biasa digolongkan sebagai investasi yang berisiko. Risiko sendiri berarti kemungkinan penyimpangan perolehan aktual dari perolehan yang diharapkan 23 Universitas Sumatera Utara (possibility), sedangkan derajat risiko (degree of risk) adalah jumlah dari kemungkinan fluktuasi (amount of potential fluctuation). Saham berisiko dapat dikombinasi dalam sebuah portfolio menjadi investasi yang lebih rendah risiko daripada saham biasa tunggal. Diversifikasi akan mengurangi risiko sistematis (systematic risk), tetapi tidak dapat mengurangi risiko yang tidak sistematis (unsystematic risk). Unsystematic risk adalah bagian dari risiko yang tidak umum dalam sebuah perusahaan yang dapat dipisahkan. Systematic risksystematic risk adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan yang berhubungan dengan seluruh pergerakan pasar saham dan tidak dapat dihindari. Informasi keuangan mengenai sebuah perusahaan dapat membantu dalam menentukan jumlah Investor biasanya menghindari risiko, investor menginginkan perolehan tambahan (additional returns) untuk menanggung risiko tambahan (additional risks). Saham berisiko tinggi (High-risk securities) harus mempunyai harga yang menghasilkan perolehan lebih tinggi daripada perolehan yang diharapkan dari saham berisiko lebih rendah b. Net Operating Profit After Tax (NOPAT) Menurut Stewart III (1991:86) Net Operating Profit After Tax (NOPAT) didefenisikan sebagai berikut: “NOPAT is the profit derived from company’s after taxes but before financing cost and non cash-book-keeping entries. As such, NOPAT also is the total poll of profits available to provide a cash return to all financing providers of capital to the firm”. 24 Universitas Sumatera Utara Peak (2001:6) menjelaskan NOPAT sebagai Net Operating Income (NOI),”NOI is the amount of money generated exclusively from operation.” Peak menjelaskan bahwa Net Operating Income adalah jumlah uang yang khusus atau hanya dihasilkan dari operasi utama perusahaan, tanpa ada tambahan lainnya yang sifatnya tidak rutin seperti penjualan asset. Dari defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa laba bersih dari operasi setelah pajak atau NOPAT adalah laba yang didapatkan dari operasi perusahaan setelah pajak tetapi belum membiayai biaya-biaya (costs) dan memasukkan pembukuan yang bukan tunai. Dengan demikian, NOPAT adalah jumlah laba yang tersedia untuk memberikan pengembalian (return) tunai kepada penyedia dana untuk modal perusahaan. c. Capital dan Invested Capital Dalam konsep EVA, nilai capital terdiri atas ekuitas (nilai buku ekuitas dan cadangan) ditambah utang berbunga (interest bearing debt) yang diambil dari pasiva neraca (tidak termasuk utang dagang dan biaya terutang; accrued expenses). Menurut Sartono (2001:101), “Invested capital merupakan hasil reorganisasi neraca untuk melihat besarnya capital yang diinvestasikan dalam perusahaan oleh kreditor dan pemodal”. Dilihat dari segi investor, jumlah modal yang ditanamkan mengidikasikan besarnya nilai yang ditanam oleh investor di dalam perusahaan melalui pembelian surat berharga yang diterbitkan oleh perusahaan emiten. 25 Universitas Sumatera Utara Semakin besar jumlah yang diinvestasikan, semakin besar pula tingkat pengembalian yang diharapkan oleh investor. d. Rate of Return (r) Menurut Stewart III (1991:85) yang dimaksud dengan rate of return (r) dalam konsep EVA adalah,”Rate of return is the return that should be used to assets corporate performance. Computed by dividing a firm’s net operating profit after tax (NOPAT) by the total capital employed in operating.” Dari defenisi ini, rate of return dihitung dengan cara membagi laba operasi perusahaan setelah pajak (NOPAT) dengan total modal yang digunakan dalam operasi perusahaan. Rate of return ini mengukur produktivitas modal yang digunakan tanpa memandang metode pembiayaan dan terbebas dari distorsi akuntansi yang timbul dari pencatatan akuntansi akrual, dan kecenderungan untuk menilai modal terlalu rendah. Rumusnya adalah sebagai berikut r= NOPAT Capital e. Biaya Modal (Cost of Capital) Konsep cost of capital dimaksudkan untuk dapat menentukan besarnya biaya riil dari penggunaan modal dari masing-masing sumber dana untuk kemudian menetukan biaya modal rata-rata (average cost of capital) dari 26 Universitas Sumatera Utara keseluruhan dana yang digunakan di dalam perusahaan yang merupakan tingkat biaya penggunaan modal perusahaan (the firm’s cost of capital). Pengertian cost of capital menurut Young (2001:148) menjelaskan biaya modal sebagai berikut: 1) Biaya modal berdasarkan pengembalian yang diharapkan, bukan pada pengembalian histories 2) Biaya modal adalah biaya kesempatan yang mencerminkan pengembalian yang diharapkan investor dari investasi lain dengan risiko yang serupa Biaya modal perusahaan merupakan opportunity cost yaitu total pengembalian yang diharapkan oleh penanam modal perusahaan jika uang mereka diinvestasikan dalam saham dan obligasi yang memiliki tingkat risiko yang sebanding. Biaya modal didasari oleh trade off antara risiko dan keuntungan. Semakin besar risiko perusahaan yang ditanggung investor, semakin besar pula tingkat pengembalian yang harus dicapai. Jenis-jenis biaya modal menurut Houston (2006:589) adalah sebagai berikut: 1) Cost of Debt (Kd) Biaya penggunaan utang (cost of debt) adalah tingkat bunga yang harus dikeluarkan oleh perusahaan bila mendapatkan dana dengan melakukan pinjaman dari pihak lain. Untuk menghitung besarnya biaya penggunaan utang (Kd), maka kita harus mencari nilai Kb (cost of debt before tax) dari persamaan berikut: 27 Universitas Sumatera Utara Ct M Kb = Maka Kd = Kb (1 - T) Keterangan: Kb : biaya utang sebelum pajak T : tingkat pajak Ct : besarnya bunga yang harus dibayar per tahun M : nilai jatuh tempo dari utang Kd : biaya bunga setelah pajak 2) Cost of Common Stock (Ks) Biaya modal saham berkaitan dengan trade off risiko dan imbalan yang diharapkan dalam investasi, artinya suatu perusahaan harus mengkompensasikan pemegang saham dengan pengembalian ekonomi dalam peramalan di masa mendatang yang mungkin berbeda dengan masa lalu. Alasan perhitungan biaya modal saham biasa lebih sulit karena adanya unsur ketidakpastian atas pembayaran dividen kepada pemegang saham biasa. Cost of Common Stock untuk perusahaan-perusahaan yang normal dalam arti tidak mengalami pelonjakan harga saham yang signifikan, menggunakan rumus Capital Asset Pricing Model (CAPM) sebagai berikut: Ks = Rf + β (Rm – Rf ) Keterangan: 28 Universitas Sumatera Utara Ks : required return of common stock Rf : tingkat bunga bebas risiko Rm : Perkiraan tingkat harga minimum dalam pasar secara keseluruhan β : Koefisien beta Untuk perusahaan yang mengalami lonjakan harga saham yang signifikan (booming), rumus yang dapat digunakan adalah sebagai berikut: Ks = D1 P xg Keterangan: D1 : dividen yang harus dibayar P : harga saham g : tingkat pertumbuhan dividen 3) Cost of Preffered Stock (Kp) Saham preferen memiliki karakteristik campuran antara utang dengan saham biasa. Seperti halnya utang, saham preferen mengandung kewajiban yang tetap, yaitu mengadakan pembayaran secara periodik dan apabila perusahaan dilikuidasi, maka pemegang saham preferen memiliki hal didahulukan sebelum para pemegang saham biasa. Cost of Preffered Stock (Kp) dapat dirumuskan sebagai berikut: Kp = dp Np 29 Universitas Sumatera Utara Keterangan: Kp : cost of preffered stock Dp : dividen yang dibayar Np : net proceeed (penerimaan bersih dari jumlah saham preferen) 4) Cost of Retained Earning (Kr) Apabila perusahaan menggunakan dana yang berasal dari laba ditahan (retained earning), maka biaya modalnya adalah sebesar rate of return yang diharapkan akan diterima oleh investor saham biasa apabila mereka menginvestasikan sendiri dana tersebut sebesar rate of return yang mereka harapkan dari sahammnya. f. Weighted Average Cost of Capital (WACC) Para investor membutuhkan pengembalian yang lebih tinggi untuk pembelian saham dalam suatu perusahaan tertentu daripada ketika mereka memberikan pinjaman karena investasi dalam saham lebih berisiko. Oleh karena itu biaya modal suatu perusahaan tidak hanya bergantung pada biaya utang dan pembiayaan ekuitas tetapi juga seberapa banyak dari masing-masing itu dimiliki struktur modal. Tujuan pokok menghitung biaya modal rata-rata tertimbang adalah untuk digunakan dalam mengambil keputusan tentang investasi modal baru yang dinilai berdasarkan standar pengembalian yang cukup memadai untuk menkompensasikan semua penyedia modal. 30 Universitas Sumatera Utara WACC adalah tingkat return minimum berdasarkan porsi masing-masing instrumen pembiayaan dalam struktur modal perusahaan yang harus dihasilkan perusahaan untuk memenuhi ekspektasi dari kreditur dan pemegang saham selaku penyedia modal. Pembobotan dilakukan berdasarkan jenis pembiayaan dalam perusahaan karena setiap pembiayaan memiliki risiko yang berbeda-beda bagi tiap investor. Umumnya pembiayaan terdiri dari dua kelompok yaitu utang dan ekuitas. Hubungan ini digabungkan dalam biaya modal rata-rata tertimbang (WACC) dari perusahaan tersebut yang dihitung dengan rumus: WACC = Wd x Kd + Ws x Ks + Wp x Kp Keterangan: WACC : biaya modal rata-rata tertimbang Wd : bobot utang jangka panjang dalam struktur modal Kd : cost of debt Ws : bobot jumlah saham dalam struktur modal Ks : cost of common stock Wp : bobot jumlah saham preferen dalam struktur modal Kp : cost of preffered stock g. Sruktur Modal Struktur modal merupakan komposisi antara sumber dana jangka panjang beruapa utang jangka panjang dan ekuitas. Struktur modal ini menunjukkan proprosi pendanaan dalam perusahaan untuk menjalankan perusahaan. Bagi 31 Universitas Sumatera Utara perusahaan besar umumnya struktur sebagian berasal dari pihak luar perusahaan apakah dari investor maupun kreditur. Struktur modal perusahaan berbeda-beda, tetapi pada umumnya struktur modal sebuah perusahaan terdiri atas utang dan modal sendiri dalam bentuk saham. Perbedaan struktur modal ini mengakibatkan biaya modal yang berbeda pula. Karena masing-masing memiliki biaya dalam penggunaanya yaitu bunga pinjaman apabila modal berbentuk utang dan return atau tingkat pengembalian yang diharapkan investor jika modal berbentuk saham. Menurut Warsono (2003:236), faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal perusahaan adalah sebagai berikut: 1) Laju pertumbuhan dan kemantapan penjualan di masa yang akan datang 2) Struktur kompetitif dalam industri 3) Struktur asset dari perusahaan sendiri 4) Risiko bisnis yang dihadapi perusahaan 5) Status kendali dari para pemilik dan manajemen 6) Sikap para kreditor modal terhadap industri dan perusahaan 7) Posisi pajak perusahaan 8) Fleksibilitas keuangan atau kemampuan untuk menerbitkan modal dalam kondisi yang tidak baik 9) Konservatisme dan agresivitas manajerial. Hal-hal tersebut akan mempengaruhi keputusan manajemen dalam memutuskan struktur modalnya. 32 Universitas Sumatera Utara 3. Penghitungan EVA Berdasarkan penjelasan yang telah disebutkan sebelumnya, maka penghitungan EVA mencakup tiga variabel penting, yaitu NOPAT, CoC, dan EVA itu sendiri. Langkah-langkah atau proses penghitungan EVA adalah sebagai berikut: a. NOPAT (Net Operating Profit After Tax) NOPAT atau laba bersih setelah pajak dapat dihitung dengan rumus: NOPAT = EBIT (1 – Tax) EBIT adalah Earning Before Interest and Tax atau laba sebelum bunga dan beban pajak. Dalam penghitungan EVA terlebih dahulu kita harus mengetahui nilai NOPAT perusahaan yang diteliti. Jika pada laba akuntansi laba dikurang dengan biaya operasional saja, maka EVA mengurangkan laba setelah pajak dengan biaya hutang dan biaya modal. Sehingga semua biaya yang dikeluarkan untuk operasi benar-benar telah dihitung. b. WACC (Weighted Average Cost of Capital) WACC dapat dihitung dengan menggunakan rumus: WACC = Ki x Wi + Ke x We WACC atau biaya modal rata-rata adalah rata-rata biaya modal yang dikeluarkan perusahaan sesuai dengan struktur modalnya. Young (2001:149) mengatakan untuk menghitung WACC perlu diketahui hal-hal berikut: 1) Jumlah utang dalam struktur modal, pada nilai pasar 33 Universitas Sumatera Utara 2) Jumlah ekuitas dalam struktur modal, pada nilai pasar 3) Biaya utang 4) Tingkat pajak 5) Biaya ekuitas Struktur modal perusahaan sudah tentu pasti berbeda satu dengan yang lain. Pada umumnya struktur modal perusahaan terdiri dari hutang dan modal sendiri dalma bentuk saham, untuk saham ada yang saham biasa (common stock) dan saham preferen. Perbedaan struktur modal ini mengakibatkan biaya modal yang berbeda pula. Karena masing-masing ada biaya dalam penggunaannya, yaitu bunga pinjaman untuk modal yang berasal dari utang, dan expected return atau tingkat pengembalian yang diharapkan untuk modal yang berasal dari saham. Menurut Warsono (2003:236), faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal perusahaan adalah sebagai berikut: 1) Laju pertumbuhan dan kemantapan penjualan di masa yang akan datang. 2) Struktur kompetitif dalam industri. 3) Susunan aset dari perusahaan sendiri. 4) Risiko bisnis yang dihadapi perusahaan. 5) Status kendali dari para pemilik dan manajemen. 6) Sikap para kreditor modal terhadap industri perusahaan. 7) Posisi pajak perusahaan. 8) Fleksibilias keuangan perusahaan atau kemampuan untuk menerbitkan modal dalam kondisi yang tidak baik. 9) Konservatisme atau agresivitas manajerial c. Biaya Utang Young (2001:150) menyatakan bahwa “biaya utang adalah tingkat sebelum pajak yang dibayarkan oleh perusahaan kepada pemberi pinjaman. Jika 34 Universitas Sumatera Utara perusahaan memiliki beberapa sumber pembiayaan utang, masing-masing dengan tingkat berbeda, biaya utang yang digunakan adalah rumus WACC”. Menurut Warsono (2003:239),” Utang perusahaan dapat berupa utang pada bank atau utang obligasi. Biaya utang bank adalah sebesar bunga yang dibayarkan. Dan perlu diingat bahwa penghitungan bunga secara umum ada dua, yaitu simple interest dan compund interest (bunga berbunga)”. Secara umum biaya utang dapat dihitung dengan rumus: Beban Bunga Kd = x 100% Jumlah Utang Kd : Biaya utang sebelum pajak Sedangkan untuk utang yang berasal dari obligasi, rumus yang digunakan adalah sebagai berikut (Martono:204) Kdo = 1+(N-Nb)/n Nb+N/2 Keterangan: Kdo : Biaya utang obligasi N : Harga nominal obligasi atau nilai obligasi pada akhir umurnya. N : Jangka waktu obligasi I : Bunga obligasi satu tahun dalam Rupiah Nb : Nilai bersih penjualan obligasi. 35 Universitas Sumatera Utara Rumus ini tidak memasukkan beban pajak. Besarnya biaya utang setelah pajak menurut Brigham (2006:470) adalah: Ki = Kd (1-T) Keterangan: Ki : Biaya utang setelah pajak Kd : Biaya utang sebelum pajak T : Tingkat pajak Indonesia menganut sistem pajak progresif berlapis dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Laba sebelum pajak < Rp 25,00 juta = 10 % 2. Kelebihan laba sebelum pajak antara Rp 25,00 juta – Rp 50,00 juta = 15% 3. Kelebihan laba sebelum pajak > Rp 50,00 juta = 30% d. Biaya Ekuitas Menurut Young (2005:150), “biaya ekuitas adalah pengembalian yang diminta oleh investor untuk membuat investasi ekuitas dalam perusahaan itu”. Selain dari menerbitkan obligasi perusahaan juga dapat menggunakan laba ditahan (retained earning) dan menerbitkan saham biasa yang baru sehingga biaya ekuitas dapat berasal dari modal saham baik saham biasa maupun saham preferen serta dari laba ditahan. 36 Universitas Sumatera Utara e. Saham Preferen Saham preferen memiliki ciri-ciri yang khusus, yaitu mirip dengan utang karena adanya penghasilan tetap bagi para pemiliknya walaupun perusahaan tersebut tidak berlaba atau rugi. Pendapatan ini berupa dividen saham yang harus dibayarkan setiap tahun. Saham preferen tidak ada masa jatuh temponya seperti yang dimiliki oleh obligasi. Biaya untuk saham preferen dapat dihitung dengan rumus: Kps = Dps Vps Keterangan: Kps : tingkat pengembalian minimum yang diisyaratkan oleh pemegang saham Preferen Dps : dividen saham preferen Vps : Harga saham preferen Menurut Tampubolon (2005:175), ada tiga teknik pendekatan dalam menghitung biaya modal saham biasa sebagai ekuitas di dalam perusahaan, yaitu: 1) The Gordon’s Growth Model Po = DI r-g Keterangan: Po : Nilai saham biasa DI : Penerimaan dividen dalam satu tahun r : Rate of return yang diinginkan investor 37 Universitas Sumatera Utara g : Growth yaitu tingkat pertumbuhan yang diasumsikan konstan setiap tahun. 2) Capital Asset Pricing Model (CAPM) Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh William Sharpe dengan mengembangkan teori keseimbangan yang menghubungkan antara risiko dan return. Menurut Martono (2001:11),” return suatu saham merupakan fungsi dari tingkat keuntungan bebas risiko (risk free rate), tingkat keuntungan yang diisyaratkan agar portofolio pasar (market return ) dan koefisien β (beta)”. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: Ke = Rf + {(Rm – Rf) x β } Keterangan: Ke : Biaya ekuitas perusahaan Rf : Pengembalian bebas risiko, pada penelitian ini digunakan besarnya Rata-rata SBI selama satu tahun Rm : Tingkat pengembalian pasar, yang dihitung dengan cara Menjumlahkan return pasar selama satu tahun β : Risiko sistematis (risiko individual) saham perusahaan yang dihitung dengan cara mencari nilai rata-rata beta saham untuk satu tahun. Tingkat pengembalian suatu saham biasa yang diinginkan investor sama dengan tingkat risiko saham perusahaan yang dikenal dengan istilah beta (β). Beta 38 Universitas Sumatera Utara merupakan alat ukur risiko individual saham yang dikaitkan dengan tingkat return yang diinginkan atau diharapkan investor. Menurut Naftali (2007:4), “β adalah ukuran dari hubungan paralel dari sebuah saham biasa dengan seluruh tren dalam pasar saham. Bila β > 1.00 artinya saham cenderung naik dan turun lebih tinggi daripada pasar. β < 1.00 artinya saham cenderung naik dan turun lebih rendah daripada indek pasar secara umum (general market index)”. Bila nilai β = 1 artinya adanya hubungan yang sempurna dengan kinerja seluruh pasar seperti yang diukur indek pasar (market index), Rumus yang digunakan untuk mencari nilai β suatu saham adalah: β= Rm = Ri = n ∑x ∑y - ∑x ∑y n ∑x2 - (∑x)2 IGSG t - IHSG t-1 IHSG t-1 Pn - Pn-1 + Dn Pn - 1 Keterangan: n : Banyaknya periode pengamatan x : tingkat pengembalian pasar (Rm) y : Tingkat pengembalian saham i pada periode t (Ri) IGSG t : IHSG pada tahun t 39 Universitas Sumatera Utara IHSG t-1 : IHSG pada tahun t-1 Pn : Harga saham pada periode t Pn-1 : Harga saham pada periode t-1 Dn : Dividen yang diperoleh 3) The Bond Plus Approach Ke = Long Term Bond + Risk Premium Ke = Kd (1-T) + Risk Premium Keterangan: Ke : Biaya Ekuitas Kd : Biaya utang sebelum pajak T : Tax atau pajak f. Laba Ditahan Menurut Warsono (2003:146), ”ada tiga pendekatan untuk menghitung biaya laba ditahan. Penghitungan biaya laba ditahan hampir sama dengan penghitungan biaya saham biasa”. Tetapi dalam penerapannya ada kemungkinan menghasilkan biaya laba ditahan yang berbeda karena menggunakan dasar dan asumsi yang berbeda. Untuk menjustifikasinya maka dicari hasil perhitungan rataratanya. Ketiga metode tersebut adalah sebagai berikut: 40 Universitas Sumatera Utara 1) Model Arus Diskonto Ks = D1 Po +g Keterangan: Ks : Biaya laba ditahan D1 : Dividen yang diharapakan (expected) pada tahun pertama Po : Harga pasar saham biasa G : Tingkat pertumbuha dividen tahunan 2) Capital Asset Pricing Model (CAPM) Ks = Rf + { ( Rm – Rf ) x β Keterangan: Ks : Biaya laba ditahan Rf : Tingkat pengembalian bebas risiko β : Beta, yaitu risiko sistematis saham Rm : Tingkat pengembalian pasar 3) Model Premi Risiko Ks = Ki + RP Keterangan: Ks : Biaya laba ditahan Ki : Biaya utang setelah pajak RP : Risk Premium atau premi risiko. 41 Universitas Sumatera Utara Setelah biaya utang dan biaya ekuitas diperoleh, maka biaya modal rata-rata tertimbang dapat kita hitung. Langkah-langkah dalam menghitung biaya modal rata-rata tertimban (WACC) adalah sebagai berikut: 1) Penentuan komponen biaya modal Komponen biaya modal ditentukan berdasarkan pada rencana sumber pembiayaan yang akan digunakan. Komponen biaya modal terdiri dari biaya modal, biaya saham preferen, dan biaya saham biasa. 2) Penentuan besarnya proporsi dari setiap sumber pembelanjaan. Penentuan proporsi masing-masing komponen biaya dalam pembelanjaan suatu perusahaan dapat digambarkan sebagai berikut: Proporsi Utang Bank = Utang Bank Total Modal Proporsi Utang Obligasi = Utang Obligasi Total Modal Proporsi Modal Saham Preferen = Modal Saham Preferen Total Modal Proporsi Modal Saham Biasa = Modal Saham Biasa Total Modal Proporsi Laba Ditahan = Laba Ditahan Total Modal 42 Universitas Sumatera Utara Penentuan Biaya Modal Rata-rata Tertimbang Menurut Warsono (2003:153), biaya modal rata-rata tertimbang dapat dihitung dengan rumus: WACC = Ki x Wi + Ke x We Keterangan: Ki : Biaya utang setelah pajak Wi : Proporsi utang jangka panjang atas kewajiban dan ekuitas Ke : Biaya ekuitas We : Proporsi ekuitas atas kewajiban dan ekuitas g. Cost of Capital Tampubolon (2005:170),” biaya modal (the cost of capital) adalah sebagai tingkat pengembalian (rate of return) berdasarkan nilai pasar dari suatu korporasi yang dilihat dari saham yang beredar (price of the firm’s stock)”. Cost of capital adalah biaya modal dalam bentuk nominal yang diperoleh dengan mengalikan biaya modal rata-rata tertimbang dengan jumlah utang dan ekuitas yang dimiliki sebuah perusahaan. CoC = WACC x Jumlah utang dan Ekuitas Keterangan: CoC : Besarnya biaya modal tertimbang perusahaan dalam nilai nominal WACC : Biaya modal rata-rata tertimbang 43 Universitas Sumatera Utara h. Economic Value Added (EVA) EVA dapat dihitung dengan rumus: EVA = NOPAT - CoC Keterangan: EVA : Economic Value Added NOPAT : Laba bersih setelah pajak CoC : Biaya modal Hasil dari penghitungan tersebut akan diperoleh nilai EVA. Hasil penelitian kinerja suatu perusahaan dengan menggunakan ukuran EVA menurut Rudianto (2006:348) dapat dikelompokkan ke dalam 3 kategori yang berbeda, yaitu: 1) Nilai EVA > 0 atau EVA bernilai positif Pada posisi ini berarti manajemen perusahaan telah berhasil menciptakan nilai tambah ekonomis bagi perusahaan 2) Nilai EVA = 0 Pada posisi ini berarti manajemen perusahaan berada pada dalam titik impas. Perusahaan tidak mengalami kemunduran tetapi tidak mengalami kemajuan secara ekonomi 3) Nilai EVA < 0 atau EVA bernilai negatif Pada posisi ini berarti tidak terjadi proses pertambahan nilai ekonomis bagi perusahaan. Dalam arti laba yang dihasilkan tidak memenuhi harapan para kreditor dan pemegang saham (investor) 44 Universitas Sumatera Utara 4. Keunggulan dan Kelemahan EVA a. Keunggulan EVA Beberapa alasan mengapa Economic Value Added lebih tepat digunakan adalah: 1) Konsep ini dapat berdiri sendiri tanpa perlu dibandingkan dengan perusahaan sejenis ataupun membuat suatu analisis kecenderungan dengan tahun sebelumnya. 2) Konsep ini menyajikan ukuran yang secara adil mempertimbangkan harapan-harapan kreditur dan pemegang saham 3) Konsep ini sangat membantu dalam memberikan pertimbangan keputusan manajemen secara tepat seperti penetapan tujuan, penganggaran modal, penilaian kinerja, dan komunikasi dengan karyawan, lebih tepatnya EVA dapat digunakan sebagai dasar untuk menerapkan sistem manajemen keuangan yang terintegrasi secara lengkap. Menurut Rudianto (2006:352) keunggulan yang dimiliki EVA antara lain sebagai berikut: 1) EVA dapat menyelaraskan tujuan manajemen dalam kepentingan pemegang saham dimana EVA digunakan sebagai ukuran operasional dari manajemen yang mencerminkan keberhasilan perusahaan dalam menciptakan nilai tambah bagi pemegang saham atau investor. 2) EVA memberikan pedoman bagi manjemen untuk meningkatkan laba operasi tanpa tambahan dana/modal, mengeksposur pemberian pinjaman (piutang), dan menginvestasikan dana yang memberikan imbalan tinggi. 3) EVA dapat merupakan sistem manajemen yang dapat memecahkan semua masalah bisnis, mulai dari strategi dan pergerakan sampai keputusan operasional sehari-hari. 45 Universitas Sumatera Utara Menurut Suryadi (1999:89) EVA sebagai alat ukur kinerja perusahaan memiliki keunggulan , ia menyimpulkan sebagai berikut: 1) EVA dalam segi ekonomis mengukur kinerja perusahaan secara adil dengan memperhatikan harapan-harapan para kreditur dan investor. Yang mana derajat keadilannya dinyatakan dengan ratarata tertimbang dari struktur modal yang ada dan berpedoman pada nilai pasar bukan nilai buku. 2) EVA mempunyai kegiatan yang berfokus pada kegiatan memaksimalkan nilai perusahaan, agar para pemegang saham mendapat penghasilan yang maksimal. Fokus ini sangat membantu mengurangi serendah mungkin konflik yang umum terjadi antara pihak manajemen dan pemilik perusahaan. 3) EVA bisa berdiri sendiri tanpa perlu adanya pembanding dengan perusahaan sejenis yang pada prakteknya seringkali tidak tersedia. 4) EVA menjadikan perusahaan untuk lebih memperhatikan kebijaksanaan strukur modalnya. 5) EVA sangat membantu dalam identifikasi kegiatan atau proyek yang memberikan pengembalian lebih tinggi daripada biaya modal. Menurut Peak (2001:3), keuntungan penerapan EVA sebagai pengukur keberhasilan perusahaan, antara lain: 1) EVA makes financial performance more relevant to all employees 2) EVA emphasizes managing the whole business and creating value. 3) EVA directs our efforts toward growing our business and producing long term value through additional investments. It causes us to challenge existing deployments of capital and turn our focus toward continuous profitability improvement. 4) EVA helps all employees to do their jobs better and thus the business runs more effectively. 46 Universitas Sumatera Utara b. Kelemahan Economic Value Added Kelemahan yang dimiliki Economic Value Added (EVA) diantaranya adalah: 1) EVA hanya menggambarkan penetapan nilai pada suatu tahun tertentu. Nilai suatu perusahaan adalah merupakan akumulasi EVA selama umur perusahaan , bisa saja suatu perusahaan mempunyai EVA positif pada tahun tertentu tetapi nilai perusahaanya rendah karena EVA di masa datangnya negatif. Hal ini mungkin terjadi untuk jenis perusahaan yang memerlukan pengembalian yang cukup lama. EVA pada awal tahun operasi negatif sedangkan EVA pada akhir masa proyek positif. Maka dalam menggunakan EVA untuk menilai kinerja harus melihat EVA pada masa kini dan masa yang akan datang. 2) Perhitungan EVA yang sesungguhnya cukup rumit. Secara konseptual EVA memang unggul daripada pengukuran dengan rasio, tetapi secara praktis belum tentu EVA dapat diterapkan dengan mudah, karena perhitungan EVA memerlukan estimasi atas biaya modal yang cukup sulit dilakukan dengan tepat, terutama bagi perusahaan yang belum go public. Biaya modal atas hutang umumnya lebih mudah diperkirakan karena bisa diperoleh dari tingkat bunga setelah pajak yang harus dibayar perusahaan jika perusahaan harus melakukan pinjaman. Sebaliknya karena keterbatasan data, tidak mudah memperkirakan biaya modal atas ekuitas. Berbagai estimasi ini dapat menyebabkan kesalahan 47 Universitas Sumatera Utara dalam perhitungan biaya modal yang pada akhirnya akan mengurangi manfaat dari EVA itu sendiri. Menurut Young (2001:84), kelemahan EVA diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Umumnya para eksekutif mengkhawatirkan EVA dan biaya modal yang dikenakan pada semua aktiva, akan mengecilkan hati manajer untuk melakukan investasi karena peningkatan biaya modal menurunkan EVA. 2) Pengukuran EVA lebih sulit, terlebih jika penggunaan EVA menggunakan penyesuaian akuntansi. Penyesuaian ini serta perhitungan WACC dalam EVA sulit untuk diputuskan apakah EVA dapat diterapkan dalam setiap jenjang manajemen. Menurut Keys (2001:5), EVA memiliki beberapa keterbatasan yaitu sebagai berikut: 1) EVA is easy to manipulate. 2) Managers will have never fewer choices in financing operations. 3) Risky projects will be accepted and moderately risky project will be rejected. 4) EVA is too complex. 5) EVA should not be used for capital budgeting 6) EVA is a short term measure. Walaupun laba secara EVA lebih baik dari laba akuntansi, EVA masih juga terkait dengan akuntansi. Karena angka yang dipakai dalam perhitungan EVA berasal dari laporan keuangan yang berdasarkan pada Standar Akuntansi Keuangan. EVA dapat dengan mudah dimanipulasi karena perhitungan EVA berdasarkan metode akuntansi konvensional seperti penerapan biaya akrual, sehingga perhitungannya mempertimbangkan taksiran-taksiran seperti amortisasi, jumlah piutang tak tertagih, tingkat penyusutan, dan taksiran lainnya. Bagi para 48 Universitas Sumatera Utara manajer yang menerapkan EVA akan memiliki pilihan yang sedikit dalam hal pembiayaan dalam kegiatan operasi karena pengukuran EVA memfokuskan pada struktur modal yang baik di mana biaya modal saham akan lebih tinggi daripada biaya hutang, sehingga EVA akan meningkat apabila rasio Debt to Equity juga meningkat. Keadaan ini yang menjadikan bagian pengungkit (leverage) dalam struktur modal tidak lagi penting dalam menentukan kinerja perusahaan. Biaya modal yang besar mengindikasikan harapan pengembalian yang besar pula, sebaliknya investasi yang sedikit berisiko menunjukkan tingkat pengembalian rata-rata. Perusahaan yang menerapkan EVA tentu akan memilih investasi dengan modal besar dengan tingkat risiko besar, tindakan ini akan dapat membahayakan going concern perusahaan. Selain itu, perhitungan EVA juga termasuk rumit karena pelaksana harus memahami pendapatan akuntansi dan ekuitas perusahaan serta elemen-elemen EVA dalam formulasinya. EVA sebaiknya tidak digunakan dalam penganggaran modal, untuk tujuan ini perusahaan lebih baik menggunakan metode internal rate of return (IRR) dan net present value (NPV) karena perhitungannya mempertimbangkan nilai dari arus kas. Begitu pula dalam hal keputusan investasi jangka panjang, EVA menyebabkan keengganan manajer untuk melakukan investasi karena sifat pengukuran EVA hanyalah potret jangka pendek. 49 Universitas Sumatera Utara D. Tinjauan Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu No. 1 Nama Stern Tahun 1991 Stewart III Judul Kesimpulan The Quest for EVA merupakan Value pendekatan dalam penilaian kinerja keuangan perusahaan yang memiliki korelasi kuat terhadap penciptaan nilai pemegang saham. 2 Rischa Carolina 2006 Penerapan Konsep EVA memberikan Konsep EVA penilaian kinerja keuangan sebagai Alat Ukur yang lebih akurat daripada Kinerja Keuangan analisis kinerja pada PT. Indosiar berdasarkan pada laba Media Karya, akuntansi. Hal ini Tbk dibuktikan dari hasil penelitian EVA yang bernilai negatif pada tahun 2003, meskipun secara akuntansi perusahaan tersebut berlaba. Hal tersebut disebabkan karena EVA memperhitungkan semua biaya modal, sedangkan laba akuntansi tidak memperhitungkan biaya modal. 50 Universitas Sumatera Utara 3 Lidia K. 2007 Sianturi Analisis PT. Telkom Indonesia, Penerapan EVA Tbk memiliki laba yang sebagai Alat Ukur meningkat setiap tahunnya Penilaian Kinerja yang diikuti dengan Keuangan pada naiknya harga saham PT. Telkom perusahaan serta diikuti Indonesia, Tbk nilai EVA yang positif dan meningkat setiap tahunnya 4 Elvira Leman 2008 Pengaruh EVA Secara parsial ada dan Rasio pengaruh yang signifikan Profitabilitas antara variabel EVA dan terhadap Harga Earning Price Ratio Saham terhadap harga saham Perusahaan infrastruktur yang terdaftar Infrastruktur di di Bursa Efek Jakarta Bursa Efek (BEJ) Jakarta (BEJ) 51 Universitas Sumatera Utara