RESILIENSI TUNANETRA BINAAN YAYASAN

advertisement
RESILIENSI TUNANETRA BINAAN YAYASAN KHAZANAH
KEBAJIKAN DALAM MENCAPAI KESEJAHTERAAN DI
MASYARAKAT
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
DINI FIQRIAH
NIM: 1111054100003
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/ 2015 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya sendiri yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S1) Jurusan
Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini, telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidyatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari saya terbukti bahwa dalam penulisan skripsi ini
bukan hasil karya saya sendiri atau merupakan hasil jiplakan dari karya
orang lain (plagiat), maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku
dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 11 September 2015
Dini Fiqriah
ABSTRAK
Dini Fiqriah
1111054100003
Resiliensi Tunanetra Binaan Yayasan Khazanah Kebajikan dalam Mencapai
Kesejahteraan di Masyarakat
Tunanetra merupakan sebuah hambatan fisik yang ditandai dengan
ketidakmampuan seseorang untuk melihat. Pada umumnya penyadang tunanetra
seringkali digambarkan sebagai figur yang memiliki kekurangan. Tidak jarang hal
ini menyebabkan tunanetra dipandang sebagai kaum yang lemah dan tidak
berdaya. Penyandang tunanetra sangat mungkin akan dihadapkan pada berbagai
masalah terutama pada masalah kesejahteraannya. Ditengah permasalahan yang
menghantui tunanetra, mereka harus tetap bertahan untuk menjalani kehidupan.
Resiliensi (ketahanan) pada tunanetra sangat penting dan harus dimiliki oleh
setiap individu tunanetra, karena dengan ketahanan akan menentukan berhasil
atau tidaknya tunanetra dalam mencapai kesejahteraan. Untuk itu peneliti ingin
meneliti bagaimana resiliensi tunanetra dalam mencapai kesejahteraannya di
masyarakat.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif
dengan jenis penelitian deskritif. Tujuannya untuk menghasilkan penelitian
dengan bentuk penjabaran kata-kata yang mempresentasikan fakta-fakta yang
telah didapat di lapangan selama proses penelitian berlangsung. Pengumpulan
data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara, dan studi dokumentasi
dengan informan yang dipilih secara sengaja. Peneliti menentukan sendiri sampel
yang diambil karena ada pertimbangan tertentu (purposive sampling). Informan
dalam penelitian ini berjumlah 6 orang yang terdiri dari ketua bidang, pengurus,
dan tunanetra.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa tunanetra binaan yayasan
khazanah kebajikan mampu bertahan dalam mencapai kesejahteraan di
masyarakat. Terdapat tujuh kemampuan yang berkontribusi dalam pembentukan
ketahanan (resiliensi) tunanetra yaitu, regulasi emosi, pengendalian impuls,
optimisme, analisis penyebab masalah, empati, efikasi diri, dan peningkatan aspek
positif. Terdapat pula faktor-faktor yang mempengaruhi resiliensi diantaranya,
faktor I am, faktor I have, dan faktor I can. Selain tujuh kemampuan yang
berkontribusi dan faktor-faktor yang mempengaruhi resiliensi, kegiatan
pembinaan yang diberikan oleh yayasan khazanah kebajikan juga memiliki peran
dalam pembentukan resiliensi tunanetra. Melalui kegiatan pembinaan spiritual
dan pembinaan financial yang ada di yayasan khazanah kebajikan, memberikan
dampak positif terhadap ketahanan tunanetra dalam mencapai kesejahteraan di
masyarakat.
Kata kunci: Resiliensi, Tunanetra, Kesejahteraan Tunanetra.
i
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Tiada kata yang dapat peneliti untaikan selain ucapan syukur
Alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat yang begitu
luar biasa. Berkat Rahmat serta Hidayah-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi
ini yang berjudul Resiliensi Tunanetra Binaan Yayasan Khazanah Kebajikan
dalam Mencapai Kesejahteraan di Masyarakat. Shalawat serta salam
senantiasa selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW berserta para keluarga
dan sahabatNya.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan sebagai syarat
memperoleh gelar Sarjana Sosial jurusan Kesejahteraan Sosial. Peneliti menyadari
banyak pihak yang telah membantu dalam proses penyelesain skripsi ini. Oleh
karena itu, dengan segala kerendahan hati peneliti ingin mengucapkan banyak
terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu hingga selesainya
penyusunan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
1. Dr.Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi. Suparto, M.Ed, ph.D selaku Wakil Dekan Bidang
Akademik.
Dr.Roudhonah,
MA
selaku
Wakil
Dekan
Bidang
Administrasi Umum. Dr.Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan Bidang
Kemahasiswaan.
2. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si selaku Ketua Jurusan Studi
Kesejahteraan Sosial dan Ibu Nunung Khoiriyah, MA selaku Sekretaris
Jurusan Kesejahteraan Sosial.
ii
3. Ibu Siti Napsiyah Ariefuzzaman, MSW selaku dosen pembimbing
skripsi yang telah membantu mengarahkan, membina, dan selalu
meluangkan waktunya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Seluruh dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial yang telah banyak
memberikan ilmu dan pengalamannya kepada peneliti. Semoga ilmu
yang diberikan bermanfaat di masa yang akan datang.
5. Bapak Amirudin, M.Si selaku dosen pembimbing akademik. Terima
kasih atas nasihat serta bimbingannya.
6. Kedua orang tua peneliti, Bapak Juju Junaidi dan Mama Kholisoh yang
selalu mendoakan, mendukung, memberikan motivasi dan kasih sayang
kepada peneliti. Skripsi ini peneliti persembahkan untuk kalian sebagai
orang tua yang sabar dan orang tua yang terbaik untuk anak-anaknya
dan juga untuk adikku tersayang Ajie Indra Permana.
7. Ketua Yayasan Khazanah Kebajikan Bapak Drs. H. Nadjamuddin
Siddiq,
Kepala
Bidang
Keagamaan
Bapak
Adam,
Bidang
Kesekretariatan Kak Rici, dan seluruh pengurus Yayasan Khazanah
Kebajikan. Terima kasih atas bantuannya selama peneliti melakukan
penelitian.
8. Ibu Astuti, Bapak Edi, Bapak Setu, dan Bapak Drajat. Terima kasih atas
doa dan motivasinya, peneliti memperoleh banyak pembelajaran
kehidupan dari kalian.
9. Sahabat seperjuangan selama 4 tahun yaitu, Mira, Puspita, Ranny, Arini,
Ita, dan Rena terima kasih selalu memberikan semangat dan
memberikan warna di hari-hari yang melelahkan.
iii
10. Teman-teman Kesejahteraan Sosial Angkatan 2011, yang telah
mengukir banyak cerita di hati peneliti. Semoga kelak kita dapat
bersama-sama memajukan Indonesia melalui pekerjaan sosial.
11. Sahabatku Siti Khoiriyah, Zerina Zetary dan Lentari Pancar Wengi,
yang selalu menjadikan hari-hari selalu menyenangkan.
12. Denhari Aditya, yang telah memberikan semangat, dukungan moril dan
kesabarannya untuk peneliti.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan
penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini menjadi langkah awal peneliti untuk
meraih kesuksesan kedepannya. Aamiin ya Rabbal alamin..
Ciputat, 11 September 2015
Peneliti
Dini Fiqriah
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK.........................................................................................
i
KATA PENGANTAR.......................................................................
ii
DAFTAR ISI.....................................................................................
v
DAFTAR TABEL.............................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................
x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah...................................................
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah...............................
8
1. Pembatasan Masalah...................................................
8
2. Perumusan Masalah....................................................
8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.........................................
9
1. Tujuan Penelitian.........................................................
9
2. Manfaat Penelitian......................................................
9
D. Metodelogi Penelitian.......................................................
9
1. Pendekatan Penelitian.................................................
9
2. Jenis Penelitian............................................................
11
3. Waktu dan Tempat Penelitian.....................................
12
4. Teknik Pengumpulan Data..........................................
12
5. Teknik Pemilihan Informan........................................
14
6. Sumber Data................................................................
16
7. Analisis Data...............................................................
16
v
8. Keabsahan Data...........................................................
17
9. Teknik Penulisan.........................................................
18
E. Tinjauan Pustaka.............................................................. .
19
F. Sistematika Penulisan........................................................
20
BAB II LANDASAN TEORI
A. Resiliensi.................................................................................
22
1. Definisi Resiliensi.............................................................
22
2. Aspek Resiliensi................................................................
25
3. Faktor yang mempengaruhi resiliensi...............................
30
B. Tunanetra................................................................................
32
1. Definisi Tunanetra............................................................
32
2. Klasifikasi Tunanetra........................................................
33
3. Sebab Terjadinya Ketunanetraan......................................
35
4. Karakteristik Tunanetra....................................................
38
C. Definisi Kesejahteraan Sosial dan Pekerja Sosial...................
39
1. Definisi Kesejahteraan Sosial...........................................
39
2. Definisi Pekerja Sosial......................................................
40
3. Peran dan Fungsi Pekerja Sosial.......................................
41
D. Lembaga yang Bergerak di Bidang UKS................................
44
BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA
A. Profil Lembaga........................................................................
46
B. Visi, Misi dan Tujuan..............................................................
47
C. Lembaga Mitra dan Program YKK.........................................
48
D. Program-program YKK..........................................................
49
vi
E. Struktur Organisasi.................................................................
52
F. Kegiatan Tunanetra.................................................................
53
G. Gambaran Umum Informan....................................................
54
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Resiliensi Tunanetra Binaan Yayasan Khazanah Kebajikan
dalam Mencapai Kesejahteraan di Masyarakat.......................
62
1. Apek Resiliensi.................................................................
63
a. Regulasi Emosi............................................................
63
b. Pengendalian Impuls...................................................
65
c. Optimisme...................................................................
68
d. Analisis Penyebab Masalah........................................
72
e. Empati.........................................................................
74
f. Efikasi Diri..................................................................
77
g. Peningkatan Aspek Positif..........................................
82
2. Faktor yang mempengaruhi resiliensi...............................
84
a. I Am (Inner Strength).................................................
84
b. I Have (External Support)...........................................
87
c. I Can (Interpersonal and problem-solving skills).......
89
B. Program Pembinaan Yayasan Khazanah Kebajikan yang dapat
Mempengaruhi Resiliensi Tunanetra di Masyarakat..............
91
1. Pembinaan Spiritual Keagamaan......................................
92
2. Pembinaan Financial.........................................................
94
3. Fasilitas untuk Tunanetra..................................................
96
vii
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................................
99
B. Saran.......................................................................................
104
DAFTAR PUSTAKA........................................................................
107
LAMPIRAN.......................................................................................
110
viii
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1.1 Gambaran Umum Informan..........................................
15
2. Tabel 3.1 Struktur Organisasi........................................................
52
3. Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan.............................................................
53
ix
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Bimbingan Skripsi
2. Surat Izin Penelitian ke Yayasan Khazanah Kebajikan
3. Surat Keterangan Penelitian dari Yayasan Khazanah Kebajikan
4. Hasil Observasi
5. Pedoman Wawancara
6. Transkrip Wawancara
7. Hasil Studi Dokumentasi
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Fisik merupakan faktor penting dalam pembentukan gambaran tubuh
dan dalam perkembangan Selfconcept. Jika fisik seseorang jelas berbeda atau
menyimpang dari yang normal, dengan cacat pada indera atau organ motorik,
maka penyimpangan seperti itu akan sangat mempengaruhi bentuk dari
gambaran diri seseorang.1
Tidak ada satu orangpun di dunia ini yang menginginkan dirinya
mengalami kecacatan, baik itu cacat sementara ataupun permanen. Tetapi,
banyak kasus kecelakaan atau musibah yang tidak diinginkan yang dapat
mengakibatkan seseorang mengalami kecacatan. Bahkan ada sebagian dari
penyandang cacat yang memang telah dilahirkan dalam keadaan kurang
sempurna, sehingga mereka tidak pernah merasakan kesempurnaan bentuk
tubuh.
Dalam Undang-undang No.4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat
menjelaskan bahwa penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai
kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan
rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang
1
Yustinus Semium, Kesehatan Mental 2 (Yogyakarta:KANISIUS,2006), h.296.
1
2
terdiri dari (a) penyandang cacat fisik; (b) penyandang cacat mental; dan (c)
penyandang cacat fisik dan mental.2
Sedangkan menurut Disabled People’s International (DPI) kekurangan
fisik atau (impairment) adalah keterbatasan fungsional pada seseorang
individu yang disebabkan kekurangan fisik, mental dan sensorik. 3 Salah satu
permasalahan kekurangan atau keterbatasan fisik yang banyak dijumpai di
Indonesia
adalah
keterbatasan
pada
kemampuan
indera
penglihatan
(tunanetra).
Survey Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun 1993-1996
menunjukan angka kebutaan di Indonesia 1,5 % -paling tinggi di Asiadibandingkan dengan Bangladesh 1%, India 0,7%, dan Thailand 0,3%.
Artinya jika ada 12 penduduk dunia buta dalam setiap 1 jam, empat
diantaranya berasal dari Asia Tenggara dan dipastikan 1 orangnya berasal dari
Indonesia.4
Pendataan pemilih dan pendataan penduduk berkelanjutan tentang
jumlah pemilih penyandang cacat dalam pemilu 2004 yang disampaikan oleh
Badan Pusat Statistik (BPS) kepada komisi pemilihan umum menyatakan
2
Hermana, ”Pemberdayaan Penyandang Cacat: Apa Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan?”, diakses pada Selasa, 06 Januari 2015 dari http://www.kemsos.go.id/modules.
php?name= News&file=article&sid=594.
3
Colin Barnes dan Geof Mercer, Disabilitas Sebuah Pengantar (Jakarta:PIC UIN Jakarta,
2007), h.105.
4
Djunaedi, “Tahun 2020 Jumlah Tuna Netra Dunia Menjadi 2x Lipat”, artikel diakses
pada 06 Januari 2014 dari http://rehsos.kemsos.go.id/modules.php ?name=News&file= print&
sid=1077.
3
sebanyak 309.146
penderita tunanetra.5
Hasil
Susenas
tahun 2009
menunjukkan bahwa jumlah disabilitas secara keseluruhan adalah 2,13 juta
orang dengan 339.209 orang adalah penyandang tunanetra.6
Hasil sensus penduduk tahun 2010 yang dilakukan oleh Badan Pusat
Statistik (BPS), menjelaskan jumlah penyandang tunanetra di wilayah DKI
Jakarta yang dibedakan menjadi beberapa klasifikasi tingkat kesulitan melihat.
Berdasarkan klasifikasi tingkat kesulitan melihatnya adalah tidak sulit
7.631.889 jiwa, sedikit sulit 270.390 jiwa, parah 16.372, dan yang tidak
ditanyakan
sebanyak
82.764,
jumlah
keseluruhan
8.001.415
jiwa.7
Berdasarkan data tersebut membuktikan bahwa angka penyandang tunanetra
di Indonesia masih sangat tinggi dan cenderung mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun.
Kebutaan atau gangguan penglihatan dapat mengganggu produktivitas
dan mobilitas seseorang yang akan berdampak pada kehidupan sosial dan
ekonomi bagi lingkungan, keluarga, masyarakat dan negara. Rendahnya
produktivitas seorang tunanetra jelas memberikan dampak negatif pada
pendapatan (income) yang optimal dari suatu keluarga kemudian suatu daerah
tempat tinggalnya.
5
Hermana, ”Pemberdayaan Penyandang Cacat: Apa Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan?”, diakses pada Selasa, 06 Januari 2015 dari http://www.kemsos.go.id/modules.php
?name=News&file= article&sid=594.
6
Linda Amalia Sari Gumelar, “Keynote speech pada acara rapat kerja nasional Persatuan
Tunanetra Indonesia (PERTUNI) tahun 2011 Jakarta, 14 Desember 2011” diakses dari
http://pertuni.idp-europe.org/Rakernas2011/Rakernas2011-keynote_Menteri_Pemberdayaan_
Perempuan.php.
7
Data BPS 2010 Diakses pada 20 Januari 2015 dari Jakarta.bps.go.id
4
Pendapatan yang rendah disebabkan karena kesempatan kerja untuk
seseorang yang memiliki kekurangan pada fisik masihlah sangat terbatas.
Perusahaan atau pemberi kerja belum mau menerima para pekerja yang
memiliki kecacatan pada diri pekerjanya dengan alasan produktivitas.
Produktivitas mereka yang rendah di lain pihak juga kerap menimbulkan
penolakan secara terang-terangan atau tersembunyi, karena dianggap kurang
mampu menyesuaikan diri di lingkungannya.
Dalam Undang-undang No.4 tahun 1997 menegaskan bahwa
penyandang cacat merupakan bagian masyarakat Indonesia yang juga
memiliki kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama. Mereka juga
mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan
dan penghidupan. Pada pasal 6 dijelaskan bahwa setiap penyandang cacat
berhak memperoleh: (1) pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan
jenjang pendidikan; (2) pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai jenis
dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya; (3) perlakuan yang
sama untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya; (4)
aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya; (5) rehabilitasi, bantuan sosial,
dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial; dan (6) hak yang sama untuk
menumbuhkembangkan bakat, kemampuan, dan kehidupan sosialnya,
terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan
masyarakat.8
8
Hermana, “Pemberdayaan Penyandang Cacat: Apa Tanggung jawab Sosial
Perusahaan?”, diakses pada Selasa, 06 Januari 2015 dari http://www.kemsos.go.id/modules.php
?name= News&file=article&sid=594.
5
Undang-undang No.4 tahun 1997 jelas menerangkan tentang
kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama bagi penyandang cacat di segala
aspek kehidupan tanpa melihat adanya perbedaan. Seseorang yang memiliki
keterbatasan fisik juga memiliki kesempatan dan peran yang sama di
masyarakat.
Dalam Al-Quran terdapat surah yang menerangkan seruan untuk
memperhatikan penyandang tunanetra. Adapun surah yang menggambarkan
tentang tunanetra terdapat dalam Al-Quran surah Abassa ayat 1-3:
Artinya: “Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling (1),
karena telah datang seorang buta kepadanya (2), Tahukah kamu barangkali
ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa) (3)”.
Surat Abassa mengisahkan pada suatu ketika Rasulullah SAW sedang
menerima dan berbicara dengan pemuka-pemuka Quraisy yang dia harapkan
agar mereka masuk Islam. Pada saat itu datanglah Ibnu Ummi Maktum,
seorang sahabat yang buta yang mengharapkan agar Rasulullah SAW
membacakan ayat-ayat Al-Quran yang telah diturunkan Allah SWT. Tetapi,
Rasulullah SAW bermuka masam dan memalingkan muka dari Ibnu Ummi
Maktum yang buta itu, lalu Allah menurunkan surat ini sebagai teguran atas
sikap Rasulullah terhadap Ibnu Ummi Maktum. Dengan ayat tesebut sangat
6
tegas Allah SWT menyerukan kepada umatnya untuk tidak mengacuhkan
tunanetra.
Undang-undang dan ayat Al-Quran jelas menerangkan untuk
memberikan hak, kewajiban dan kedudukan yang sama kepada tunanetra,
sayangnya upaya untuk memberikan tunanetra hak serta posisi yang sama di
masyarakat belum terlihat hasil yang memuaskan. Masih banyak tunanetra
yang mengalami kesulitan dalam mempertahankan kehidupanya. Pada
umumnya tunanetra akan lebih mendapatkan simpati dari orang lain, ironisnya
hal tersebut banyak dimanfaatkan oleh beberapa pihak untuk mengambil
keuntungan pribadi seperti memanfaatkan kekurangannya untuk mencari
sumbangan di pinggir jalan. Hal ini membuktikan masih minimnya upaya
pemerintah dalam menanggulanggi permasalahan tunanetra di Indonesia.
Sikap-sikap dari masyarakat umum terhadap orang-orang dengan
kecacatan fisik telah diselidiki. Hasilnya menunjukan bahwa sikap yang
diverbalisasikan (diungkapkan dengan kata-kata) terhadap orang yang cacat
akan sedikit menyenangkan, tetapi bagi sebagian kecil mungkin benilai
negatif. Sikap-sikap lebih dalam yang tidak diungkapkan lebih sering
menimbulkan rasa permusuhan. Kadang kecacatan fisik yang mencolok dapat
mengundang ejekan.9
Dengan segala permasalahan yang ada di masyarakat mulai dari
kurangnya akses, merasa dirinya berbeda dengan yang lain, serta berbagai
pengucilan yang diterima oleh penyandang tunanetra akan menyebabkan
tekanan dan kecemasan di dalam diri mereka. Tunanetra merasa mengalami
9
Yustinus Semium, Kesehatan Mental 2 (Yogyakarta:KANISIUS,2006), h.297.
7
penolakan dan perlakuan yang berbeda yang dapat mengakibatkan peran
sosialnya terhambat. Menariknya, dengan semua tekanan yang mereka
rasakan, tunanetra tetap harus menjalani dan melanjutkan kehidupannya untuk
mencapai kesejahteraan di masyarakat. Untuk itu, diperlukan resiliensi
(ketahanan) pada diri tunanetra untuk mengatasi tekanan hidup yang mereka
hadapi. Resiliensi menurut Revich dan Shatte adalah kemampuan seseorang
untuk bangkit dan berkembang dalam menghadapi tekanan hidup ataupun
stres yang menimpanya.
Dalam penelitian ini peneliti memilih Yayasan Khazanh Kebajikan
sebagai tempat penelitian. Yayasan Khazanah Kebajikan adalah lembaga
sosial keagamaan yang didirikan untuk menampung kaum dhuafa, anak yatim
dan tunanetra. Yayasan Khazanah Kebajikan merupakan tempat berkumpul
dan tempat berkegiatan bagi tunanetra yang berada di Cinere dan sekitarnya.
Yayasan khazanah kebajikan telah berdiri sejak tahun 1992, sampai saat ini
sudah lebih dari 100 tunanetra yang mengikuti kegiatan di Yayasan khazanah
kebajikan. Yayasan ini sudah banyak mendapatkan bantuan dari tokoh-tokoh
terkemuka di Indonesia, seperti Yusuf Kalla dan Keluarga Cendana.
Berdasarkan pemaparan diatas dalam skripsi ini peneliti akan melakukan
penelitian yang berjudul “Resiliensi Tunanetra Binaan Yayasan Khazanah
Kebajikan dalam Mencapai Kesejahteraan di Masyarakat”.
8
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Untuk memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian dan
menghidari dari ketidakjelasan serta melebarnya masalah penelitian,
maka peneliti membatasi penelitian ini pada Resiliensi Tunanetra
Binaan Yayasan Khazanah Kebajikan dalam Mencapai Kesejahteraan
di Masyarakat.
Pembatasan masalah juga peneliti lakukan dalam membatasi
informan yang akan peneliti teliti. Peneliti akan membatasi untuk
meneliti tunanetra yang mengalami gangguan penglihatan pada masa
hidupnya dengan kata lain tunanetra yang dipilih adalah mereka yang
mengalami gangguan penglihatan bukan sejak lahir melainkan ketika
semasa hidupnya.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah, maka peneliti merumuskan
masalah pokok sebagai berikut:
a. Bagaimana
resiliensi
tunanetra
binaan
Yayasan
Khazanah
Kebajikan dalam mencapai kesejahteraan di masyarakat?
b. Bagaimana Yayasan Khazanah Kebajikan memberikan pembinaan
yang dapat mempengaruhi resiliensi tunanetra di masyarakat.
9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dengan
mengacu
kepada
permasalahan
yang
telah
dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin peneliti capai dalam
penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui resiliensi tunanetra binaan Yayasan Khazanah
Kebajikan dalam mencapai kesejahteraan di masyarakat.
b. Untuk mengetahui program pembinaan
yayasan khazanah
kebajikan yang mempengaruhi resiliensi tunanetra di masyarakat.
2. Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat yang diharapkan dari seluruh rangkaian
kegiatan dan hasil penelitian adalah sebagai berikut:
a. Diharapkan dapat menambah informasi bagi para pembaca,
mengenai resiliensi tunanetra.
b. Diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan jenjang S1
Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
c. Diharapkan dapat bermanfaat menjadi dokumen perguruan tinggi
sebagai rujukan bagi mahasiswa yang berkonsentrasi pada studi
sosial dalam dimensi pemberdayaan tunanetra.
D. Metodelogi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Metodelogi penelitian adalah strategi umum yang digunakan
dalam pengumpulan dan analisis data yang diperlukan, guna menjawab
10
permasalahan
yang
diselidiki.
Penggunaan
metodelogi
ini
dimaksudkan untuk menentukan data valid, akurat, dan signifikan
dengan
permasalahan
sehingga
dapat
digunakan
untuk
mengungkapkan permasalahan yang diteliti.
Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian
yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena,
peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, presepsi, dan pemikiran
orang secara individu maupun kelompok.10
Secara harfiah, sesuai dengan namanya, penelitian kualitatif
adalah jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh
melalui prosedur kuantitatif, perhitungan statistik, atau bentuk caracara lainnya yang menggunakan ukuran angka. Kualitatif berarti
sesuatu yang berkaitan dengan aspek kualitas, nilai atau makna yang
terdapat di balik fakta. Kualitas, nilai atau makna hanya dapat
diungkapkan dan dijelaskan melalui linguistik, bahasa atau kata-kata.11
Dengan pendekatan kualitatif diharapkan fakta-fakta yang ada
di lapangan dapat digali lebih dalam, guna mendapatkan gambaran
yang lengkap. Dengan kata lain, pendekatan kualitatif dipandang
sebagai pendekatan yang tepat pada penelitian ini, karena dengan
pendekatan kualitatif diharapkan informasi tentang resiliensi tunanetra
10
M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif
(Jogjakarta: Al-Ruzz Media, 2012), h. 89.
11
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori &Praktik (Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2013), h. 82.
11
binaan yayasan khazanah kebajikan dalam mencapai kesejahteraan di
masyarakat, dapat diambil informasi secara mendalam dan detail.
2. Jenis Penelitian
Ada beberapa jenis penelitian yang sering digunakan dalam
penelitian kualitatif. Jenis penelitian digunakan sesuai dengan tujuan
dari penelitian yang akan dilakukan. Jenis penelitian yang peneliti
pakai dalam penelitian ini adalah deskriptif.
Deskriptif yaitu suatu metode untuk memecahkan masalah
atau keadaan atau peristiwa yang diselidiki dengan menggambarkan
atau melukiskan keadaan subjek/obyek penelitian (seseorang, lembaga,
masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta
tampak atau sebagaimana adanya.12
Jenis penelitian deskriptif dipilih karena peneliti harapkan
mampu menggambarkan keadaan dari resiliensi tunanetra binaan
Yayasan Khazanah Kebajikan sesuai dari fakta dan data yang
didapatkan. Selain itu, jenis penelitian ini dapat menggambarkan
secara mendalam masalah, peristiwa dan keadaan mengenai objek
yang diteliti berdasarkan seluruh informasi dan fakta yang diperoleh
dari proses penelitian langsung di lapangan. Selain menggambarkan
kondisi secara mendalam, peneliti juga bertujuan untuk menarik realita
sosial yang ada kepermukaan.
12
Lexy J. Melong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2007), h.12.
12
3. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian dilakukan kurang lebih selama 6 bulan, yakni
dari bulan Februari 2015 sampai dengan Agustus 2015. Penelitian ini
berlokasi di Jln.Talas I, perum Bukit Cirendeu, Pondok Cabe Ilir,
Pamulang.
Adapun
alasan
pemilihan
lokasi
didasarkan
oleh
pertimbangan sebagai berikut:
a. Yayasan Khazanah Kebajikan adalah salah satu yayasan yang
membuka rumah singgah untuk penyandang tunanetra.
b. Yayasan Khazanah Kebajikan adalah salah satu yayasan yang
membuka kegiatan/program keagamaan untuk tunanetra.
4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan pekerjaan penelitian yang tidak
dapat dihindari dalam kegiatan penelitian. Pengumpulan data dalam
penelitian merupakan hal yang ensensial. Pengumpulan data penelitian
kualitatif bukanlah mengumpulkan data melalui instrumen seperti
halnya penelitian kuantitatif. Pengumpulan data dalam penelitian
kualitatif instrumen utama adalah peneliti sendiri (human instrument),
untuk mencari data dengan berinteraksi secara simbolik dengan
informan/subjek yang diteliti.13
Teknik pengumpulan data tetap merupakan langkah yang
strategis, karena tujuan pokok penelitian adalah mendapatkan data dan
informasi yang diperlukan untuk dapat menjelaskan dan menjawab
13
M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif
(Jogjakarta: Al-Ruzz Media, 2012), h. 163.
13
permasalahan penelitian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian
kualitatif dilakukan dengan:
a. Observasi atau pengamatan
Observasi adalah teknik pengamatan yang mengharuskan
peneliti turun langsung ke lapangan mengamati hal-hal yang
berkaitan dengan ruang, tempat, pelaku, kegiatan benda-benda,
waktu, peristiwa, tujuan, dan perasaan. Dalam tahap observasi
peneliti menerapkan observasi partisipatif dalam mengumpulkan
data.
Observasi
partisipatif
(pengamatan
terlibat)
adalah
pengamatan sambil sedikit banyak berperan serta dalam kehidupan
orang-orang yang sedang diteliti.14
b. Wawancara
Wawancara
ialah
teknik
yang
digunakan
untuk
mendapatkan data dengan cara tanya jawab dan tatap muka antara
peneliti dengan narasumber yang berada di Yayasan Khazanah
Kebajikan.
Teknik wawancara digunakan untuk dapat menggali tidak
saja yang diketahui dan dialami subjek yang diteliti, tetapi apa
yang tersembunyi jauh di dalam dari subjek penelitian. Selain itu,
apa yang ditanyakan kepada informan bisa mencakup hal-hal yang
bersifat lintas waktu, yang berkaitan dengan masa lampau, masa
14
167.
M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif , h. 165-
14
kini, dan juga masa mendatang. Wawancara yang digunakan
dalam penelitian ini adalah wawancara tak terstruktur.
Wawancara tak terstruktur bersifat luwes, susunan
pertanyaan dan susunan kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat
diubah pada saat wawancara, disesuaikan dengan kebutuhan, dan
kondisi saat wawancara, termasuk karakteristik sosial-budaya
informan yang dihadapi. 15
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah cara mengumpulkan data melalui
pengkajian
arsip-arsip,
majalah,
dan
termasuk
buku-buku
mengenai Tunanetra di Yayasan Kazanah Kebajikan. Dokumentasi
dilakukan guna memperoleh data tambahan dalam penelitian.
5. Teknik pemilihan Informan
Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif, untuk memilih
sampel lebih tepat dilakukan secara sengaja (perposive sampling).
Teknik perposvie sampling bertujuan dimana informan dipilih
berdasarkan pertimbangan tertentu yang dianggap sebagai orang yang
tepat dalam memberikan informasi. Selanjutnya, apabila dalam proses
pengumpulan data sudah tidak lagi ditemukan variasi informan, maka
peneliti tidak perlu lagi mencari informan baru, proses informasi
sampai selesai. Adapun informan dalam penelitian ini tergambar dalam
tabel 1.1 sebagai berikut:
15
177.
M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif , h.176-
15
Tabel 1.1
Gambaran Umum Informan
No
1
2
Informasi yang
dicari
Ketua Bidang Gambaran umum
Keagamaan
lembaga,
pelaksanaan
kegiatan tunanetra.
Pengurus
Program
untuk
Kegiatan
tunanetra,
Tunanetra
Pelaksanaan
kegiatan tunanetra
Tunanetra
Resiliensi tunanetra
di Masyarakat
Informan
3
Jumlah
Jumlah
1 orang
1 orang
4 orang
Gambaran Umum
Informan
Nama: Adam Sahili
Usia: 34 tahun
Pendidikan: SMA
Asal: Sumatra Selatan
Nama:Yeti Khazanah,
Usia: 44 tahun,
Pendidikan: SMEA
Suku/Asal: Betawi
Nama:Edi Maryadi
Usia: 46 tahun
4
Pendidikan: S1 Teknik 5
Elektro
Penyebab ketunanetraan
karena penyakit yang
dialami pada usia 31
tahun.
6
7
Nama: Setu
8
Usia: 55 tahun
Pendidikan: Sekolah
Guru Pendidikan Luar
Biasa (SGPLB)
Penyebab ketunanetraan
dikarenakan saat usia 5
tahun matanya terkena
anyam-anyaman bambu.
Nama: Astuti
Usia: 55 tahun
Pendidikan: SPG
Penyebab ketunanetraan
karena penyakit panas
yang dideritanya pada
saat kelas 6 SD
Nama: Sudrajat
Usia: 41 tahun
Pendidikan: SLB
Penyebab ketunanetraan
karena penyakit bawaan
sejak bayi.
6 orang
a
n
4
g
4
O
r
16
6. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan
tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lainlain. Sumber data yang diperoleh dalam penelitian kualitatif deskriptif
bersumber dari data primer dan skunder.
a. Data Primer
Data primer yaitu data yang langsung diperoleh dari para informan
yang ada di Yayasan Khazanah Kebajikan pada waktu penelitian.
Data primer ini diperoleh melalui pengamatan langsung dan
wawancara.
b. Data Skunder
Data skunder ialah data yang dikumpulkan melalui sumber-sumber
informasi tidak langsung, seperti dokumen-dokumen yang ada di
perpustakaan, pusat pengelolaan data, pusat penelitian, departemen
dan sebagainya. Data skunder yang digunakan dalam penelitian ini
diantaranya data yang diperoleh dari studi kepustakaan.
7. Analisis Data
Analisis data merupakan bagian sangat penting dalam
penelitian karena dari analisis ini akan diperoleh temuan, baik temuan
subtantif maupun formal. Pada hakikatnya, analisis data adalah sebuah
kegiatan untuk mengatur, mengurutkan, mengelompokan, memberi
kode/tanda, dan mengatagorikannya sehingga diperoleh suatu temuan
berdasarkan fokus atau masalah yang ingin dijawab.16
16
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori &Praktik , h. 209.
17
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan
menggunakan pengaturan data secara logis dan sistematis. Tahap
analisis data diperlukan dalam menganalisis data yang sudah
terkumpul, dan mengurutkan kedalam pengelompokan data. Data
tersebut kemudian dianalisis agar mendapatkan kesimpulan, baik untuk
masing-masing masalah maupun untuk keseluruhan masalah yang
diteliti. Ada berbagai cara untuk menganalisa data, tetapi secara garis
besar dengan langkah sebagai berikut:
a. Reduksi Data
Dimana peneliti mencoba memilih data yang relevan dengan
resiliensi tunanetra.
b. Penyajian Data
Setelah data diperoleh, maka data tersebut disusun dan disajikan
dalam bentuk narasi, visual gambar, matrik, bagan tabel dan lain
sebagainya.
c. Penyimpulan Data
Pengambilan kesimpulan dengan menghubungkan tema dengan
data yang diperoleh sehingga memudahkan untuk menarik
kesimpulan.
8. Keabsahan Data
Dalam penelitian kualitatif sering dinyatakan tidak ilmiah sehingga
kurang bisa dipertanggung jawabkan dari berbagai segi. Dengan alasan
itulah dalam penelitian kualitatif perlu dilakukan pemeriksaan keabsahan
data sebagai usaha untuk meningkatkan derajat kepercayaan data.
18
Untuk memeriksa keabsahan data peneliti menggunakan teknik
triangulasi.
Teknik
triangulasi
data
digunakan
sebagai
proses
memantapkan derajat kepercayaan (kredibilitas/validitas) dan konsistensi
(reliabilitas) data, serta bermanfaat sebagai alat bantu analisis data di
lapangan.17 Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
triangulasi sumber dan triangulasi metode.
Triangulasi sumber berarti membandingkan dan mengecek balik
derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat
yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Hal ini dapat dilakukan dengan
membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara,
membandingkan apa yang dikatakan orang secara umum dengan yang
dikatakan secara pribadi, dan membandingkan hasil wawancara dengan isi
suatu dokumen yang berkaitan. Sedangkan triangulasi metode dapat
dilakukan dengan pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil
penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan pengecekan derajat
kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama18.
9. Teknik Penulisan
Teknik yang digunakan dalam penulisan skripsi ini dibuat sesuai
dengan “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis dan Disertasi”,
yang diterbitkan oleh CeQDA (Center For Quality Development and
Assurance) UIN Jakarta Press tahun 2007.
17
18
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori &Praktik , h. 218.
Lexy J. Melong, Metodologi Penelitian Kualitatif , h.331.
19
E. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka merupakan tinjauan kepustakaan (literatur) yang
berkaitan dengan topik pembahasan penelitian yang dilakukan. Tinjauan
pustaka digunakan sebagai acuan untuk membantu penyusunan dalam
penelitian skripsi ini. Peneliti menggunakan beberapa literatur skripsi yang
terlebih dahulu ada guna membantu peneliti dalam menyusun skripsi.
Tinjauan pustaka yang peneliti gunakan adalah:
1. Nama : Ahmad Shobrian
NIM : 102051025441
Judul : Peran Dakwah Yayasan Khazanah Kebajikan (YKK) Dalam
Meningkatkan Pengamalan Ibadah kelompok Tuna Netra Desa
Pisangan Ciputat.
Skripsi S1 Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Ilmu
Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2009. Skripsi ini
membahas tentang program dakwah yang dilakukan Yayasan Khazanah
Kebajikan. Skripsi ini melihat pengaruh dari adanya program Dakwah yang
dilakukan Yayasan Khazanah Kebajikan dengan peningkatan pengamalan
ibadah sehari-hari tunanetra yang mengikuti kegiatan tersebut.
2. Nama : Dian Rahmawati
NIM : 085000541
Judul :Gambaran Resiliensi dan Kemampuan Remaja Tuna Netra
Ganda.
20
Skripsi S1 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia 2009. Skripsi ini
membahas tentang resiliensi pada anak yang mengalami ketunanetraan ganda.
Resiliensi (ketahanan) yang ditonjolkan dalam skripsi ini lebih kepada aspek
psikologi tunanetra.
Skripsi yang peneliti bahas berbeda dengan penelitian sebelumnya.
Pada penelitian ini, peneliti akan memfokuskan pada resiliensi tunanetra yang
mengalami ketunanetraan pada masa hidupnya. Dalam penelitian ini peneliti
juga akan menggali modal apa saja yang mempengaruhi resiliensi tunanetra
dalam mencapai kesejahteraan di masyarakat.
F. Sistematika Penulisan
Guna memperoleh gambaran menyeluruh mengenai masalah yang
ingin diuraikan dalam skripsi ini, maka peneliti memiliki sub-sub bab dengan
penyusunan sebagai berikut:
BAB I
Pendahuluan
yang di
dalamnya menjelaskan latar
belakang masalah, batasan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, metodelogi penelitian, tinjauan pustaka,
dan sistematika penulisan.
BAB II
Kerangka
Teori,
Merupakan
bab
yang
melandasi
pemikiran dalam menganalisa dari data-data yang telah
dikumpulkan. Kerangka pemikiran yang digunakan adalah
teori-teori yang berhubungan dengan isi skripsi. Teori yang
21
digunakan antara lain teori resiliensi, teori tunanetra, dan
teori kesejahteraan sosial.
BAB III
Gambaran
Umum
Lembaga,
dalam
bab
ini
menggambarkan sejarah berdirinya Yayasan Khazanah
Kebajikan, visi dan misi, struktur organisasi, dan data yang
berkaitan dengan kelembagaan.
BAB 1V
Hasil Penelitian dan Analisa, merupakan gabungan dari
hasil pengumpulan data dengan beberapa konsep yang
dipergunakan dalam penelitian.
BAB V
Penutup, merupakan kesimpulan dan saran dari penelitian
tentang Resiliensi Tunanetra Binaan Yayasan Khazanah
Kebajikan dalam Mencapai Kesejahteraan di Masyarakat.
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Resiliensi
1. Definisi Resiliensi
Menurut Revich dan Shatte resiliensi adalah kemampuan untuk
merespon
secara
sehat
dan
produktif
ketika
menghadapi
kesulitan/trauma dimana hal itu penting untuk mengelola tekanan
hidup sehari-hari. Orang yang memiliki resiliensi baik adalah orang
yang memiliki komitmen tinggi untuk memecahkan masalah mereka,
tidak menyerah, dan bergerak maju menemukan solusi dari
permasalahan.1
Menurut Sibert, resiliensi mengacu pada kemampuan individu
mengatasi tekanan dengan baik untuk melakukan perubahan yang
signifikan mengganggu dan berkelanjutan, mempertahankan kesehatan
dengan baik dan tetap kuat ketika berada dibawah tekanan, bangkit
kembali dengan mudah dari keterpurukan yang dihadapinya, mengatasi
kemalangan,
mengubah
cara
kerja
dengan
yang
baru
dan
meninggalkan cara lama ketika cara tersebut tidak memungkinkan lagi
digunakan, dan melakukan semua itu tanpa bertindak dengan cara yang
disfungsional ataupun berbahaya.2
1
Keren Reivich dan Andrew Shatte, The Resilience Factor: 7 essential skills for
overcoming life’s inevitable obstacles (New York: Broadway Book, 2002), h. 19 dan 26.
2
Al Siebert, The resiliency advantage (San Fransisco: Berret-Koehler, 2005). h.5.
22
23
Menurut Grotberg resiliensi adalah kemampuan yang bersifat
universal dimana memungkinkan individu, kelompok, atau masyarakat
untuk mencegah, menguranggi atau mengatasi pengaruh yang dapat
merusak dirinya setelah mengalami kesulitan.3 Menurut Grotberg
memang tidak ada satu orangpun yang terlepas dari cobaan. Sekitar
sepertiga dari orang-orang di berbagai belahan dunia secara konsisten
menunjukan
kesengsaraan,
resiliensi
lalu
yang
baik
mengatasinya
yaitu
dan
mereka
mengalami
memperkuatnya
dengan
mengubah cara yang lebih baik.4
Pernyataan Wilhelm Nietzshe‟s, resiliensi berarti mampu
bangkit kembali dari perkembangan kehidupan yang mungkin terasa
sangat luar biasa pada awalnya. Orang yang tangguh ketika kehidupan
mereka terganggu, mereka akan menanggani perasaan mereka dengan
cara yang sehat. Mereka membiarkan diri mereka merasa sedih, marah,
kehilangan, dan kebingungan ketika sakit atau tertekan, tetapi mereka
tidak membiarkan semua itu menjadi sebuah perasaan yang permanen.
Sebuah hasil yang tak terduga, mereka tidak hanya menyembuhkan
keterpurukannya tetapi mereka juga sering kali bangkit menjadi lebih
kuat dari sebelumnya. Inilah sebabnya mengapa orang tangguh
biasanya mengatasi kesulitan lebih mudah dari pada yang lainnya.
Mereka berharap untuk membangun kembali kehidupan dengan cara
3
Paul Barnard, dkk, Children, bereavement and trauma: Nurturing resilience (United
Kingdom: Jessica Kingsley, 1999), h. 54.
4
Henderson Grotberg, Resilience for Today: Gaining Strength from Adversity (United
States of America: Contemporary psychology, 2003), h.3.
24
kerja baru dan perjuangan untuk mengatasi kesulitan memunculkan
kekuatan baru di dalamnya.5
Sedangkan menurut Edi Suharto, ketahanan sosial (social
resiliensi) seperti halnya ketahanan ekonomi, politik, budaya, dan
militer yang merupakan unsur pembentuk ketahanan nasional.
Ketahanan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional, didefinisikan
kemampuan individu-individu sebagai anggota sebuah lembaga atau
komunitas dalam mengembangkan hubungan sosial sehingga dapat
mempertahankan koeksistensinya dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.6
Menurut Suradi ketahanan sosial masyarakat dapat dipahami
sebagai kemampuan masyarakat untuk menyelesaikan berbagai
persoalan yang dihadapinya. Pengertian yang lebih lengkap adalah
suatu
kondisi
kehidupan
dinamis
masyarakat
yang
ditandai
terpenuhinya hak dan kebutuhan dasar, optimalnya pelaksanaan
peranan dan tugas-tugas kehidupan pada setiap individu maupun
kelompok, serta terselesaikannya masalah sosial melalui gerakan sosial
yang dilandasi oleh nilai kebersamaan dan kesetiakawanan sosial.7
Dalam
keputusan
Menteri
Sosial
Republik
Indonesia,
ketahanan sosial masyarakat adalah kemampuan komunitas mengatasi
resiko akibat perubahan ekonomi dan politik. Suatu komunitas
5
Al Siebert, The resiliency advantag, h.5
Edi Suharto, Isu-Isu tematik Pembangunan Sosial: Konsep dan Strategi (Jakarta: Badan
Pelatihan dan Pengembangan Sosial Departemen Sosial RI, 2004), h.83-84.
7
Suradi, “Peran Kapital Sosial Dalam Penguatan Ketahanan Sosial Masyarakat, ”Jurnal
Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, vol.11 no.02 (Mei-Agustus 2006), h. 3.
6
25
memiliki ketahanan sosial bila mampu melindungi secara efektif
anggotanya termasuk individu dan keluarga yang rentan, mampu
melaksanakan investasi sosial dalam jaringan sosial, mampu
mengembangkan mekanisme yang efektif dalam mengelola konflik
dan kekerasan, serta mampu memelihara kearifan lokal dalam
mengelola sumber daya alam dan sosial.8
Dari beberapa definisi mengenai resiliensi yang dijelaskan
diatas, maka peneliti mendeskripsikan resiliensi adalah kemampuan
seseorang untuk bertahan, bangkit, menerima keadaan dengan percaya
diri dan menemukan cara untuk bergerak maju meninggalkan kesulitan
yang dihadapinya tersebut.
2. Aspek Resiliensi
Menurut Reivich dan Shatte terdapat tujuh kemampuan yang
berkontribusi dalam pembentukan resiliensi, yaitu:9
1. Regulasi emosi (Emotion regulation)
Regulasi emosi adalah kemampuan untuk tetap tenang di
bawah tekanan. Individu yang memiliki kemampuan meregulasi
emosi dan mengembangkannya dapat membantu mereka dalam
mengontrol emosi, perhatian, dan perilaku mereka. Pengaturan
emosi penting bagi pembentukan hubungan dengan orang lain,
keberhasilan di tempat kerja, dan menjaga kesehatan fisik.
8
Abu Hanifah, “Toleransi Dalam Masyarakat Plural Memperkuat Ketahanan Sosial,”
artikel diakses pada 18 Februari 2015 dari www.kemsos.go.id/unduh/Abu_Hanifah.pdf.
9
Keren Reivich dan Andrew Shatte, The Resilience Factor: 7 essential skills for
overcoming life’s inevitable obstacles, h.36-47.
26
Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang kurang
memiliki kemampuan untuk mengatur emosi mengalami kesulitan
dalam membangun dan menjaga hubungan dengan orang lain. Hal
ini bisa disebabkan oleh berbagai macam faktor, diantara alasan
yang sederhana adalah tidak ada orang yang mau menghabiskan
waktu bersama orang yang marah, cemberut, cemas, khawatir serta
gelisah setiap saat. Emosi yang dirasakan oleh seseorang
cenderung berpengaruh terhadap orang lain. Semakin kita
terasosiasi dengan kemarahan maka kita akan semakin menjadi
seorang yang pemarah.
Tidak semua emosi yang dirasakan oleh individu harus
dikontrol. Tidak semua emosi marah, sedih, gelisah dan rasa
bersalah harus diminimalisir. Hal ini dikarenakan mengekspresikan
emosi yang kita rasakan baik emosi positif maupun negatif
merupakan hal yang konstruksif dan sehat, asalkan dilakukan
dengan tepat. Bahkan kemampuan untuk mengekspresikan emosi
secara tepat merupakan bagian dari resiliensi.
2. Pengendalian Impuls (Impulse control)
Pengendalian
impuls
adalah
kemampuan
untuk
mengendalikan keinginan, dorongan, kesukaan, serta tekanan yang
muncul dari dalam diri. Individu dengan pengendalian impuls
rendah sering mengalami perubahan emosi dengan cepat yang
dapat mengendalikan pikiran dan perilaku meraka. Individu seperti
ini mudah marah, kehilangan kesabaran, impulsif dan berperilaku
27
agresif, sehingga membuat lingkungan sosial di sekitarnya merasa
kurang nyaman dan berakibat pada buruknya hubungan sosial
dengan orang lain.
3. Optimisme (optimism)
Individu yang resilien adalah individu yang optimis.
Mereka percaya bahwa segala sesuatu dapat berubah menjadi lebih
baik. Mereka memiliki harapan masa depan dan percaya bahwa
mereka dapat mengontrol arah kehidupan mereka. Dibandingkan
dengan individu yang pesimis, individu yang optimis memiliki
fisik lebih sehat, jarang mengalami depresi, lebih baik di sekolah,
lebih produktif di tempat kerja, dan lebih banyak menang dalam
olahraga.
Optimisme
berarti
kita
melihat
masa
depan
yang
cemerlang. Optimisme berarti percaya bahwa dirinya memiliki
kemampuan untuk mengatasi kemalangan yang mungkin terjadi di
masa depan. Menunjukkan bahwa optimisme dan faktor selfefficacy sering berjalan seiringan. Optimisme adalah anugrah jika
dikaitkan dengan faktor self-efficacy karena dapat memotivasi
untuk mencari solusi dan terus bekerja keras untuk memperbaiki
situasi.
4. Analisis Penyebab Masalah (Causal Analysis)
Causal analysis adalah istilah yang digunakan untuk
merujuk kepada kemampuan individu secara akurat dalam
mengidentifikasikan penyebab masalah yang dihadapi. Jika
28
individu tidak dapat menilai penyebab masalah secara akurat, maka
akan membuat kesalahan yang sama berulang-ulang.
Martin Seligman mengidentifikasikan gaya berfikir yang
sangat erat kaitannya dengan causal analysis. Gaya berfikir dibagi
pada tiga demensi: 1)Personal (saya - bukan saya), individu dengan
gaya berfikir „saya‟ adalah individu yang cenderung menyalahkan
diri sendiri atas hal yang tidak berjalan semestinya. Sebaliknya,
individu dengan gaya berfikir „bukan saya‟, meyakini faktor
eksternal (di luar diri) atas kesalahan yang terjadi. 2) Permanen
(selalu – tidak selalu), individu yang pesimis cenderung berasumsi
bahwa
suatu
kegagalan
atau
kejadian
buruk
akan
terus
berlangsung. Sedangkan individu yang optimis cenderung berfikir
bahwa ia dapat melakukan suatu hal lebih baik pada setiap
kesempatan dan memandang kegagalan sebagai ketidakberhasilan
sementara. 3) Pervasive (semua – tidak semua), individu dengan
gaya berfikir „semua‟ melihat kemunduran atau kegagalan pada
satu area kehidupan ikut menggagalkan area kehidupan lainnya.
Individu dengan gaya berfikir „tidak semua‟ dapat menjelaskan
secara rinci penyebab dari masalah yang dihadapi.
5. Empati (Empathy)
Empati
didefinisikan
seberapa
baik
individu
dapat
membaca tanda-tanda psikologis dan emosional orang lain.
Beberapa individu memiliki kemampuan dalam menafsirkan
bahasa non-verbal yang ditunjukkan oleh orang lain, seperti
29
ekspresi wajah, intonasi suara, bahasa tubuh dan mampu
menangkap apa yang dipikirkan dan dirasakan orang lain.
Individu yang tidak memiliki kemampuan berempati, tidak
dapat menempatkan diri pada posisi orang lain, merasakan apa
yang dirasakan orang lain dan memperkirakan maksud dari orang
lain. Ketidakmampuan individu untuk membaca tanda-tanda nonverbal orang lain dapat sangat merugikan, baik dalam konteks
hubungan kerja maupun hubungan personal, hal ini dikarenakan
kebutuhan dasar manusia untuk dipahami dan dihargai.
6. Efikasi diri (Self-efficacy)
Self-efficacy merupakan keyakinan bahwa seorang individu
dapat
memecahkan
masalah
yang
dialami
dan
mencapai
kesuksesan. Orang yang memiliki kepercayaan pada kemampuan
mereka untuk memecahkan masalah akan muncul sebagai
pemimpin, sementara mereka yang tidak percaya diri tentang
keberhasilan mereka akan menemukan diri mereka hilang di
keramaian.
7. Peningkatan aspek positif (Reaching out)
Resiliensi bukan hanya tentang mengatasi kemalangan dan
bangkit dari keterpurukan, resiliensi juga memungkinkan kita
untuk meningkatkan aspek positif dari kehidupan setelah
kemalangan yang menimpa.
30
Banyak individu yang tidak mampu melakukan reaching
out, hal ini dikarenakan mereka telah diajarkan sejak kecil untuk
menghindari kegagalan dan situasi yang memalukan. Mereka
adalah individu-individu yang lebih memilih memiliki kehidupan
standar dibandingkan harus meraih kesuksesan namun harus
berhadapan dengan resiko kegagalan hidup dan hinaan masyarakat.
Individu-individu
ini
memilki
rasa
ketakutan
untuk
mengoptimalkan kemampuan mereka hingga batas akhir.
3. Faktor yang Mempengaruhi Resiliensi
Grotberg
menggemukakan
faktor-faktor
resiliensi
yang
didefinisikan berdasarkan sumber-sumber yang berbeda. Untuk
kekuatan individu dalam diri pribadi digunakan istilah „I Am’, untuk
dukungan eksternal dan sumber-sumbernya digunakan istilah „I Have’,
sedangkan untuk kemampuan interpersonal digunakan istilah’I Can’.10
1. I Am (Inner Strength)
‘I Am‘ merupakan fitur kepribadian individu seperti harga diri (selfesteem). Faktor „I Am’ dapat diperkuat dengan dukungan akan tetapi
tidak dapat dibuat. „I Am’ adalah kekuatan yang terdapat dalam diri
seseorang meliputi perasaan, tingkah laku, dan kepercayaan
terhadap dirinya. Faktor „I Am’ secara spesifik mencakup:
a. Aku adalah seseorang yang dapat disukai dan dicintai.
b. Aku merasa senang apabila aku melakukan hal yang baik
terhadap orang lain.
10
Paul Barnard, dkk., Children, bereavement and trauma: Nurturing resilience, h. 57-58.
31
c. Aku adalah orang yang dapat menghargai diri sendiri dan juga
orang lain.
d. Aku adalah orang yang bersedia untuk bertanggung jawab atas
apa yang telah aku lakukan.
e. Aku percaya bahwa semua akan baik-baik saja.
2. I Have (External Support)
‘I Have’ dimaksudkan sebagai dukungan keluarga dan struktur
dukungan eksternal. Faktor ‘I Have’ dapat disediakan dan
diperkuat. Secara spesifik mencakup:
a. Saya memiliki orang-orang di sekitar yang dapat saya percaya,
b. Orang yang mencintai saya,
c. Orang-orang yang menunjukan contoh yang baik dan menjadi
teladan untuk saya,
d. Membantu saya untuk belajar menjadi diri sendiri,
e. Orang yang membantu saya ketika sakit atau dalam kesulitan.
3. I Can (Interpersonal and problem-solving skills)
‘I Can’ dimaksudkan sebagai keterampilan sosial dan interpersonal
individu, yaitu alat untuk belajar, melakukan, menjalin hubungan,
dan lain-lain. Faktor ‘I Can’ dapat diajari dan diajarkan. Secara
spesifik mencakup:
a. Berbicara dengan orang lain tentang hal menakutkan,
b. Menemukan cara untuk memecahkan masalah,
c. Mengontrol diri ketika sedang marah atau kesal,
32
d. Menentukan waktu yang baik untuk berbicara dengan
seseorang,
e. Menemukan seseorang yang dapat membantu ketika saya
membutuhkannya.
B. Tunanetra
a. Definisi Tunanetra
Secara Etimologi kata tunanetra berasal dari „tuna‟ yang berarti
rusak, dan „netra‟ yang berarti mata atau penglihatan. Tunanetra adalah
seseorang yang memiliki hambatan dalam penglihatan atau tidak
berfungsi indera penglihatan. Menurut istilah dalam hal ini pemerintah
menyatakan bahwa yang dimaksud tunanetra adalah seseorang yang
menurut ilmu kedokteran dinyatakan mempunyai kelainan fisik atau
mental yang oleh karenanya merupakan hambatan atau rintangan untuk
melakukan kegiatan sebagaimana mestinya.11
Menurut Agustyawati dan Solicha tunanetra adalah salah satu
jenis hambatan fisik yang ditandai dengan ketidakmampuan seseorang
untuk melihat, baik menyeluruh (total blind) ataupun sebagian (low
vision). Dengan kata lain tunanetra adalah seseorang yang mengalami
11
Ahmad Shobrian, “Peran Dakwah Yayasan Khazanah Kebajikan (YKK) Dalam
Meningkatkan Pengamalan Ibadah Kelompok Tuna Netra Desa Pisangan Ciputat.” (Skripsi S1
Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fkultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta,2009), h.31
33
gangguan fungsi penglihatan sedemikian rupa sehingga tidak dapat
menggunakan indera penglihatannya secara fungsional.12
Menurut Koestler tunanetra (kebutaan) adalah ketajaman
penglihatan pusat 20/200 atau kurang pada bagian mata yang lebih
baik dengan kaca mata koreksi atau ketajaman penglihatan pusat lebih
dari 20/200 jika terjadi penurunan ruang penglihatan dimana terjadi
pengerutan suatu bidang penglihatan sampai tingkat tertentu sehingga
diameter terlebar dari ruang penglihatan membentuk sudut yang
besarnya tidak lebih dari 20 derajat pada bagian mata yang lebih
baik.13
b. Klasifikasi Tunanetra
Secara garis besar tunanetra diklasifikasikan menjadi dua
macam, yaitu total blind (buta) dan low vision:14
a. Total Blind (Buta)
Dikatakan buta apabila sama sekali tidak mampu menerima
rangsangan cahaya dari luar (visusbya=0).
b. Low Vision
Bila masih mampu menerima rangsangan cahaya dari luar, tetapi
ketajamannya lebih dari 6/21, atau berdasarkan tes anak hanya
mampu membaca huruf pada jarak 6 meter yang oleh orang awas
dapat dibaca pada jarak 21 meter.
12
Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h.5.
13
David Smith, Inklusi Sekolah Ramah untuk Semua (Bandung: Penerbit Nuansa, 2006),
h.241.
14
Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, h. 10-12 .
34
Selain dua klasifikasi besar tersebut, tunanetra juga dapat
diklasifikasikan menjadi empat , yaitu:
1. Berdasarkan waktu terjadinya ketunanetraan
a. Tunanetra sebelum dan sejak lahir; yakni mereka yang sama
sekali tidak memiliki pengalaman penglihatan.
b. Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil; mereka telah
memiliki kesan-kesan serta pengalaman visual tetapi belum
kuat dan mudah terlupakan.
c. Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja; mereka
telah memiliki kesan-kesan visual dan meninggalkan pengaruh
yang mendalam terhadap proses perkembangan pribadi.
d. Tunanetra pada usia dewasa; pada umumnya mereka yang
dengan segala kesadaran mampu melakukan latihan-latihan
penyesuaian diri.
e. Tunanetra dalam usia lanjut; sebagian besar sudah sulit
mengikuti latihan-latihan penyesuaian diri.
2. Berdasarkan kemampuan daya penglihatan
a. Tunanetra ringan (defective vision/low vision); yakni mereka
yang memiliki hambatan dalam penglihatan akan tetapi
mereka masih dapat mengikuti program pendidikan dan
mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan
fungsi penglihatan.
b. Tunanetra setengah berat (partially sighted); yakni mereka
yang kehilangan sebagian daya penglihatan, hanya dengan
35
menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan
biasa atau membaca tulisan yang bercetak tebal.
c. Tunanetra berat (totally blind); yakni
mereka yang sama
sekali tidak dapat melihat.
3. Berdasarkan kelainan-kelainan pada mata
a. Myopia: adalah penglihatan jarak dekat, bayangan tidak
terfokus dan jatuh di belakang retina. Penglihatan akan
menjadi jelas kalau objek didekatkan.
b. Hyperopia: adalah penglihatan jarak jauh, bayangan tidak
terfokus dan jatuh di depan retina. Penglihatan akan menjadi
jelas jika objek dijauhkan.
c. Astigmatisme: adalah penyimpangan atau penglihatan kabur
yang disebabkan karena ketidakberesan pada kornea mata atau
pada permukaan lain pada bola mata sehingga bayangan benda
baik pada jarak jauh maupun dekat tidak terfokus jatuh pada
retina.
c. Sebab Terjadinya Ketunanetraan15
1. Faktor pre-natal
Faktor penyebab keturunan pada masa pre-natal sangat erat
hubungannya dengan masalah keturunan dan pertumbuhan seorang
anak dalam kandungan, antara lain:
15
Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, h. 12-14.
36
a. Keturunan
Ketunanetraan yang disebabkan oleh faktor keturunan terjadi
dari hasil perkawinan bersaudara, sesama tunanetra atau
mempunyai orang tua yang tunanetra.
b. Pertumbuhan seorang anak dalam kandungan
Ketunanetraan yang disebabkan karena proses pertumbuhan
dalam kandungan dapat disebabkan oleh:
1) Gangguan waktu ibu hamil.
2) Penyakit menahun seperti TBC, sehingga merusak selsel darah tertentu selama pertumbuhan janin dalam
kandungan.
3) Infeksi atau luka yang dialami ibu hamil akibat terkena
rubella atau cacar air.
4) Infeksi karena penyakit kotor, toxoplasmosis, trachoma
dan tumor.
5) Kurangnya vitamin tertentu.
2. Faktor post-natal
Penyebab ketunanetraan yang terjadi pada masa post-natal
dapat terjadi sejak atau setelah bayi lahir antara lain:
a. Kerusakan pada mata atau saraf mata pada waktu persalinan,
akibat benturan alat-alat atau benda keras.
b. Pada waktu persalinan, ibu mengalami penyakit gonorrhoe,
sehingga baksil gonorrhoe menular pada bayi.
37
c. Mengalami penyakit mata yang menyebabkan ketunanetraan,
misalnya:
1) Xeropthalmia;
penyakit
mata
karena
kekurangan
vitamin A.
2) Trachoma; penyakit mata karena virus chilimidezoon
trachomanis.
3) Catarac; penyakit mata yang menyerang bola mata.
4) Glaucoma; penyakit mata karena bertambahnya cairan
dalam bola mata.
5) Diabetik retinopathy; gangguan pada retina yang
disebabkan diabetis.
6) Macular degeneration; kondisi umum yang agak baik,
dimana
daerah
memburuk.
tengah
Retina
retina
secara
berangsur
degenerasi
masih
memiliki
penglihatan perifer akan tetapi kehilangan kemampuan
untuk melihat secara jelas objek di bagian tengah.
7) Retinopathy
of
prematurity;
anak
yang
terlahir
prematur. Pada saat bayi masih memiliki potensi
penglihatan
yang
normal.
Bayi
yang
dilahirkan
prematur biasanya ditempatkan pada inkubator yang
berisi oksigen dengan kadar tinggi, sehingga pada saat
bayi dikeluarkan terjadi perubahan kadar oksigen yang
dapat menyebabkan pertumbuhan pembulu darah tidak
normal.
38
8) Terjadinya kecelakaan; seperti masuknya benda keras
atau tajam, cairan kimia yang berbahaya, kecelakaan
dari kendaraan, dan lain-lain.
d. Karakteristik Tunanetra16
1. Karakteristik Fisiologis
a. Totally blind (buta)
Tidak mampu melihat, tidak mampu mengenali orang
pada jarak enam meter, kerusakan nyata pada kedua bola mata,
sering meraba-raba atau tersandung saat jalan, mengalami
kesulitan saat mengambil benda kecil di sekitarnya, bagian bola
mata yang hitam berwarna keruh, peradangan hebat pada kedua
bola mata, dan mata bergoyang terus.
b. Low vision
Menulis dan membaca dengan jarak yang sangat dekat,
hanya dapat membaca huruf yang berukuran besar, mata
tampak lain (terlihat putih di tengah mata/katarak atau kornea
terlihat berkabut, terlihat tidak menatap lurus kedepan,
memicingkan mata atau mengerutkan kening terutama di
cahaya terang saat mencoba melihat sesuatu, lebih sulit melihat
pada malam hari dari pada siang hari, dan pernah menjalani
operasi mata dan atau memakai kaca mata yang sangat tebal
tetapi masih tidak dapat melihat dengan jelas.
16
Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, h. 14-17.
39
2. Karakteristik kognitif
Kecenderungan tunanetra mengganti indera penglihatan
dengan indera pendengaran sebagai saluran utama penerimaan
informasi dari luar mengakibatkan pembentukan pengertian atau
konsep hanya berdasarkan pada suara atau bahasa lisan. Beberapa
konsep yang sangat sulit dikenalnya seperti konsep warna, jarak,
dan waktu. Namun demikian secara psikologis mereka sering
dicirikan dengan pemilikan indera superior yaitu dalam hal
perabaan, pendengaran dan daya ingat.
3. Karakteristik sosial
Perkembangan sosial tunanetra sangat bergantung pada
bagaimana perlakuan dan penerimaan lingkungan terutama
lingkungan keluarga itu sendiri. Penerimaan secara realistik dengan
segala
keterbatasannya
adalah
yang
paling
utama
dalam
menumbuhkan rasa percaya dirinya.
C. Definisi Kesejahteraan Sosial dan Pekerja Sosial
1. Definisi Kesejahteraan Sosial
Secara etimologi, kesejahteraan sosial terdiri atas dua kata yaitu
kesejahteraan dan sosial. Kata kesejahteraan berasal dari kata sejahtera
yang mendapat imbuan ke-an. Imbuan ke-an adalah imbuan yang
membedakan kata sifat/keadaan sejahtera. Perkataan sejahtera sendiri
merupakan perkataan yang berasal dari bahasa sansekerta “Jaitra” yang
berarti damai, aman, sentausa atau senang. Oleh karena itu, sejahtera
40
adalah keadaan atau kondisi dimana seseorang merasa aman, tentram,
makmur, selamat/terlepas dari segala macam gangguan kesehatan,
gangguan kenikmatan atau gangguan kerja.17
Menurut Rober L Barker kesejahteraan diartikan sebagai kondisi
mengenai kesehatan fisik, ketenangan emosi/batin, serta ketenangan di
bidang ekonomi,
serta kemampuan masyarakat
untuk
menolong
masyarakatnya untuk mencapai kondisi atau keadaan tersebut.18
Dari
pengertian
tersebut
peneliti
menyimpulkan
bahwa
kesejahteraan sosial merupakan kondisi dimana seseorang/masyarakat
merasa aman, tentram, senang, dan terhindar dari tekanan emosi, ekonomi,
politik, sosial dan budaya.
2. Definisi Pekerja Sosial
Dalam mencapai kondisi kesejahteraan sosial, dibutuhkan peranan
pekerja sosial di dalamnya. Menurut Zastrow pekerja sosial adalah
aktivitas profesional untuk menolong individu, kelompok dan masyarakat
dalam meningkatkan atau memperbaiki kapasitas mereka agar berfungsi
sosial dan menciptakan kondisi-kondisi masyarakat yang kondusif untuk
tujuan tersebut.19
Dalam konferensi dunia di Montreal Kanada, Juli tahun 2000,
International Federation of Social Workers (IFSW), mendefinisikan
profesi pekerjaan sosial mendorong pemecahan masalah dalam kaitannya
17
Pramuwito, C. Pengantar Ilmu Kesjahteraan Sosial (Yogyakarta: Departemen Sosial
RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial , 1996), h. 23.
18
Pramuwito C, Pengantar Ilmu Kesjahteraan Sosial, h.24.
19
Edi Suharto, Pekerja Sosial di Dunia Industri (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 1.
41
dengan relasi kemanusiaan, perubahan sosial, pemberdayaan dan
pembebasan manusia, serta perbaikan masyarakat.20
Menurut Asosiasi Nasional Pekerja Sosial Amerika Serikat
(NASW) pekerjaan sosial adalah kegiatan profesional membantu individu,
kelompok, atau masyarakat untuk meningkatkan atau memulihkan
kemampuan mereka berfungsi sosial dan untuk menciptakan kondisi sosial
yang mendukung tujuan-tujuan ini. Praktik pekerjaan sosial terdiri atas
penerapan profesional dari nilai-nilai, prinsip-prinsip, dan teknik-teknik
pekerjaan sosial pada satu atau lebih dari tujuan-tujuan berikut: membantu
orang memperoleh pelayanan nyata; memberikan konseling dan
psikoterapi untuk individu, keluarga, dan kelompok; membantu komunitas
atau kelompok memberikan atau memperbaiki pelayanan sosial dan
kesehatan; dan ikut serta dalam proses legislatif yang berkaitan.21
3. Peran dan Fungsi Pekerja Sosial
Menurut Zastrow sekurang-kurangnya ada tujuh peran beserta
fungsi dari pekerja sosial yang dapat dikembangkan oleh community
worker, yaitu:22
a) Pemercepat Perubahan (Enabler)
Sebagai enabler seorang community worker membantu masyarakat
agar dapat mengartikulasikan kebutuhan mereka, mengidentifikasikan
masalah mereka, dan mengembangkan kapasitas mereka agar dapat
20
21
Edi Suharto, Pekerja Sosial di Dunia Industri, h. 2.
Adi Fahrudin, Pengantar Kesejahteraan Sosial (Bandung: PT Refika Aditama, 2012),
h.60
22
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi
Komunitas (Lembaga Penerbit FE UI: Depok, 2003), h.91-94.
42
menangani masalah yang mereka hadapi secara lebih efektif. Peran
enabler ini adalah peran klasik dari seorang community worker.
b) Perantara (Broker)
Peran seorang broker (perantara) dalam intervensi makro terkait erat
dengan upaya menghubungkan individu ataupun kelompok dalam
masyarakat yang membutuhkan bantuan ataupun layanan masyarakat
(community service), tetapi tidak tahu dimana dan bagaimana
mendapatkan bantuan tersebut, dengan lembaga yang menyediakan
layanan masyarakat. Peran sebagai perantara, yang merupakan peran
mediasi, dalam konteks pengembangan masyarakat juga diikutsertakan
dengan perlunya melibatkan klien dalam kegiatan penghubung ini.
c) Pendidik (Educator)
Dalam menjalankan peran sebagai pendidik, community worker
diharapkan mempunyai kemampuan menyampaikan informasi dengan
baik dan jelas, serta mudah ditangkap oleh komunitas yang menjadi
sasaran perubahan. Disamping itu, ia harus mempunyai pengetahuan
yang cukup memadai mengenai topik yang akan dibicarakan. Dalam
kaitan dengan hal ini community worker tidak jarang harus
menghubungi rekan dari profesi lain yang menguasai materi tersebut.
d) Tenaga Ahli (Expert)
Dalam kaitan dengan peranan sebagai tenaga ahli, community worker
diharapkan untuk dapat memberikan masukan, saran, dan dukungan
informasi dalam berbagai area. Seorang expert harus sadar bahwa
usulan dan saran yang ia berikan bukanlah mutlak harus dijalankan
43
klien mereka (masyarakat ataupun organisasi), tetapi usulan dan saran
tersebut
lebih
pertimbangan
merupakan
masyarakat
masukan
ataupun
gagasan
sebagai
bahan
organisasi
dalam
proses
pengambilan keputusan.
e) Perencanaan Sosial
Seorang perencana sosial mengumpulkan data mengenai masalah
sosial
yang terdapat
dalam komunitas, menganalisisnya, dan
menyajikan alternatif tindakan yang rasional untuk menangani masalah
tersebut. Setelah itu perencana sosial mengembangkan program,
mencoba mencari alternatif sumber pendanaan, dan mengembangkan
konsensus dalam kelompok yang mempunyai berbagai minat ataupun
kepentingan.
f) Advokat (Advocate)
Peran sebagai advocate dalam community worker dicangkok dari
profesi hukum. Peran advocate pada satu sisi berpijak pada tradisi
perbaharuan sosial, dan pada sisi lainnya berpijak pada tradisi
pelayanan sosial. Peran ini yang aktif dan terarah (directive), dimana
community worker menjalankan fungsi advokasi atau pembelaan yang
mewakili kelompok masyarakat yang membutuhkan suatu bantuan
ataupun layanan, tetapi institusi yang seharusnya memberikan bantuan
ataupun layanan tersebut tidak mempedulikan (bersifat negatif ataupun
menolak tuntunan warga).
44
g) Aktivis (Activist)
Sebagai aktivis seorang community worker mencoba melakukan
perubahan institusional yang lebih mendasar, dan seringkali tujuannya
adalah pengalihan sumber daya ataupun kekuasan (power) pada
kelompok yang mendapatkan keuntungan. Seorang aktivis biasanya
memperhatikan isu-isu tertentu, seperti ketidaksesuaian dengan hukum
yang berlaku, kesenjangan, dan perampasan hak.
D. Lembaga-lembaga yang Bergerak di Bidang Usaha Kesejahteraan
Sosial (UKS)
Lembaga Kesejahteraan Sosial adalah salah satu organisasi
kemasyarakatan (karena dibentuk oleh masyarakat secara sukarela atas
dasar kesamaan kegiatan) tetapi dalam hal bergerak di bidang Usaha
Kesejahteraan Sosial (UKS) seperti yang tercantum dalam Undang-undang
Nomer 6 Tahun 1974 yaitu undang-undang tentang ketentuan-ketentuan
pokok Kesejahteraan Sosial. Jadi lembaga Kesejahteraan Sosial adalah
Organisasi Kemasyarakatan yang bergerak di bidang Usaha Kesejahteraan
Sosial yaitu kegiatan-kegiatan yang menyangkut masalah-masalah
mewujudkan, membina, memelihara, memulihkan dan mengembangkan
kesejahteraan sosial.23
Menurut Undang-undang Nomer 8 Tahun 1985, yang dimaksud
dengan organisasi kemasyarakatan adalah: “Organisasi yang dibentuk oleh
23
Pramuwito C, Pengantar Ilmu Kesjahteraan Sosial (Yogyakarta: Departemen Sosial RI
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, 1996), h. 107.
45
anggota masyarakat Warga Negeri Republik Indonesia secara sukarela atas
dasar kesamaan kegiatan, fungsi, profesi, agama dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperan serta dalam pembangunan dalam
rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila.24
Pada Lembaga Kesejahteraan Sosial tujuan yang ingin dicapi
adalah berfungsinya kembali masyarakat yang karena suatu hal mengalami
atau kehilangan kemampuannya untuk berfungsi sosial dalam masyarakat,
dalam bentuk memiliki keterampilan dan dapat produktif sehingga dapat
menolong dirinya sendiri serta keluarganya dan mampu berpartisipasi
secara aktif dalam pembangunan masyarakat.25
24
25
Pramuwito C, Pengantar Ilmu Kesjahteraan Sosial, h. 108.
Pramuwito C., Pengantar Ilmu Kesjahteraan Sosial, h. 108.
BAB III
GAMBARAN UMUM LEMBAGA
A. Profil Lembaga
Yayasan Khazanah Kebajikan (YKK) berdiri pada tanggal 5
November 1992 di Pisangan Ciputat Tangerang Banten dengan Dewan
Pendiri adalah Drs. H. Marzuki Usman, MA, Drs. H. Ahmad Djunaidi,
AK, Drs. H. Nadjmuddin Siddiq, Ir. H. Iskandar Ismail dan Hj. Aswarni
Usman.1
Berdirinya YKK berlandaskan Al-Quran surah Al-Maun ayat 1-3
yang artinya:
“Tahukah engkau akan orang yang mendustakan agama (1) orang
itu ialah yang menindas serta berlaku zalim kepada anak yatim,(2) dan ia
tidak menggalakkan untuk memberi makan yang berhak diterima oleh
orang miskin (3)”
YKK merupakan lembaga sosial keagamaan yang mengasuh dan
mendidik anak-anak yatim piatu, yatim, fakir miskin, janda dan manula.
Ciri dari YKK adalah budaya shalat tahajud, kajian Al-Quran, penerimaan
dan penyaluran zakat, infaq dan shodaqoh, pengasuhan kaum lemah dalam
asrama dan pendidikan untuk siswa dan mahasiswa berekonomi lemah.
YKK didirikan sebagai bentuk kepedulian sosial untuk membantu
kaum dhuafa dan untuk membendung gerakan misionaris di sekitar
Pisangan dan Pondok Cabe Ilir. Pengurus YKK pertama kali mengambil
dan mengasuh 16 anak yatim piatu dan fakir miskin dari warga sekitar
1
Nurdin Qodir, Proyek Proposal Yayasan Khazanah Kebajikan Bangkit Bersama
Dhuafa, (Cirendeu: Yayasan Khazanah Kebajikan, 2005).
46
47
Pisangan dan Pondok Cabe Ilir untuk dididik dan disantuni. YKK kini
berkembang dan memiliki lembaga pendidikan formal dan non formal,
baik dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi untuk membantu
kaum dhuafa yang ingin mendapatkan pendidikan yang layak. Dengan
lembaga pendidikan tersebut, YKK berusaha untuk mengangkat harkat
derajat keluarga besarnya dan menjadikan mereka hamba Allah SWT yang
kuat iman dan taqwanya, berilmu tinggi, berakhlak mulia, profesional
dalam bidangnya dan menjadi pemimpin ummat.2
B. Visi, Misi dan Tujuan3
1. Visi
Menjadi yayasan penggerak ibadah dan peningkat ekonomi ummat
menuju masyarakat Islamia yang adil, makmur dan sejahtera dalam
ridha Allah SWT.
2. Misi
a. Membumikan Al-Quran dalam kehidupan bermasyarakat (Budaya
Al-Qurani)
b. Membudayakan gemar berdema (ZIS) dan shalat tahajud
c. Mengangkat harkat dan derajat kaum lemah
d. Mengembangkan sumber daya yang beriman dan bertaqwa serta
ilmu pengetahuan dan teknologi tinggi
e. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam membangun ekonomi
ummat.
2
Nurdin Qodir, Proyek Proposal Yayasan Khazanah Kebajikan Bangkit Bersama
Dhuafa, 2005.
3
Nurdin Qodir, Proyek Proposal Yayasan Khazanah Kebajikan Bangkit Bersama
Dhuafa, 2005.
48
3. Tujuan
a. Mengajak ummat Islam agar melaksanakan Al-Quran sesuai
dengan ajaran-Nya dan mengikuti sunnah Rasulullah
b. Melaksanakan kegiatan usaha dalam rangka memakmurkan masjid
dan musholla
c. Menyantuni anak yatim piatu, yatim dan fakir miskin
d. Meningkatkan harkat derajat kaum lemah
e. Berperan aktif membantu negara dalam mencerdaskan kehidupan
bangsa.
C. Lembaga Mitra dan Program YKK4
1. Sekolah Dasar Islam (SDI) berdiri tahun 2000
2. Madrasah Tsanawiyah (MTs) berdiri tahun 1999
3. Madrasah Aliyah (MA) berdiri tahun 2005
4. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) berdiri tahun 1998
5. Akademi Bahasa Asing (ABA) Diploma 3 Bahasa Inggris berdiri
tahun 2000
6. Lembaga Pendidikan Intensif Khazanah Kebajikan (LPIKK)- Kursus
Bahasa Inggris, Bahasa Arab dan Matematika berdiri tahun 1997
7. Bimbingan Intensif Qiraat dan Ibadah (BIQI)- Baca Tulis Iqra dan AlQuran serta Bimbingan Ibadah berdiri tahun 1994
8. Forum Kajian Al-Quran (FKA) berdiri tahun 1994
9. Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) berdiri tahun 2004
4
Nurdin Qodir, Proyek Proposal Yayasan Khazanah Kebajikan Bangkit Bersama
Dhuafa, 2005.
49
10. Balai Pengobatan Klinik Khazanah Kebajikan berdiri tahun 2005
D. Program-program YKK5
1. Program Pendidikan
a. Membumikan Al-Quran sebagai pedoman hidup dan kehidupan
b. Mendidik anak untuk siap berkarya nyata dalam masyarakat
dengan mensinergikan pendidikan agama dan umum
c. Memberdayakan lembaga pendidikan intra YKK semaksimal
mungkin agar berdaya guna dan berdimensi luas.
2. Program Kesehatan
a. Pelayanan kesehatan untuk santri, manula, tukang becak, tukang
ojek, tunanetra dan masyarakat umum
b. Medical Check Up
c. Khitanan masal
d. Pemeriksaan dan pengobatan gratis
e. Pelayanan kesehatan keliling
f. Penyuluhan kesehatan
3. Program Sosial
a. Santunan manula, tukang becak, ojek, dan tunanetra
b. Buka sahur bersama tiap Ramadhan
c. Zakat, Infaq dan Shadaqah
d. Pulang bersama Idul Fitri
5
Nurdin Qodir, Proyek Proposal Yayasan Khazanah Kebajikan Bangkit Bersama
Dhuafa, 2005.
50
4. Program Dakwah
a. Kajian Al-Quran
b. Pengajian tukang becak, dan tukang ojek
c. Pelatihan pidato tiga bahasa (Arab, Inggris dan Indonesia)
d. Pengajian Manula dan Tunanetra
e. Dakwah keliling di masyarakat
f. Peringatan hari-hari besar Islam
g. Dialog keagamaan
5. Program Rumah Tangga
a. Kegiatan Harian
1. Shalat Tahajud
2. Shalat Subuh
3. Istirahat, Mandi dan Makan Pagi
4. Belajar di sekolah
5. Shalat Dhuha
6. Shalat Dhuhur
7. Makan siang dan istirahat
8. Shalat Asyar
9. Kursus Bahasa Inggris, Arab dan Matematika
10. Shalat Maghrib
11. Mengaji Al-Quran dan Iqra
12. Shalat Isya
13. Makan malam
14. Belajar
51
15. Istirahat
b. Kegiatan Mingguan
1. Santunan Jumat setelah shalat Jumat
2. Santunan Sabtu setelah shalat Subuh
3. Santunan Minggu setelah shalat Subuh
4. Kajian Al-Quran malam Sabtu
5. Kajian Al-Quran malam Minggu
6. Senam dan olahraga Minggu pagi
7. Acara bebas
c. Kegiatan Bulanan
1. Acara hari besar Islam
2. Kajian Al-Quran dan Tahajjut di Rumah Hamba Allah
3. Check Up kesehatan warga YKK
4. Pembagian alat mandi dan kesehatan
d. Kegiatan Tahunan
1. Pulang kampung bersama
2. Pembagian pakaian
3. General Check Up santri baru
4. Perlombaan olahraga
5. Rekreasi
6. Rapat umum tahunan
52
E. Struktur Organisasi
Tabel 3.1
PENDIRI
Drs. KH. Najamuddin
Shiddiq
KETUA UMUM
Drs. KH. Najamuddin
Shiddiq
KETUA BIDANG
KEMANUSIAAN
KETUA BIDANG
SOSIAL
Ahmad Yunarpati
Muhammad
Avicanna, S.Kom,
MM
KETUA
BIDANG
KEAGAMAAN
KETUA
BIDANG ASET
DAN UMUM
Adam Heri Sahili
Wawan Fadly
Sumber: Yayasan Khazanah Kebajikan
F. Kegiatan Tunanetra
Kegiatan untuk tunanetra di Yayasan Khazanah Kebajikan bermula
sejak tahun 2007, ketika Bapak Drs. KH. Najamudin Shiddiq selaku ketua
Yayasan Khazanah Kebajikan mengajak tunanetra untuk mengikuti kegiatan
di yayasan. Tunanetra mengaku tidak memiliki uang untuk membayar guru
mengaji, dengan ini Bapak Najam biasa dipanggil, mengajak mereka untuk
mengaji di Yayasan Khazanah Kebajikan secara gratis, selain itu mereka juga
53
diberi ongkos dan makan. Alasan Bapak Najam membuka kegiatan untuk
tunanetra, karena menurutnya kecacatan dan kefakiran bisa membawa
keputusasaan dan kekufuran. Dari awalnya 5-7 orang tunanetra yang
mengikuti kegiatan sampai saat ini sudah ada 120 orang tunanetra yang
tercatat mengikuti kegiatan di yayasan. Mereka tidak hanya datang dari sekitar
Tangerang Selatan saja tetapi ada juga yang datang dari Bogor bahkan
Bekasi.6
Kegiatan untuk tunanetra di Yayasan Khazanah Kebajikan lebih
bersifat keagamaan dengan model kegiatan shalat tahajud bersama dan kajian
Al-Quran. Kegiatan ini dilakukan setiap hari dengan jadwal sebagai berikut:
Tabel 3.2
Jadwal Kegiatan
No
Waktu
Kegiatan
1
Senin-Jumat
Pukul 08:00-12:00
Kajian Al-Quran untuk umum
2
Senin-Jumat
Pukul 12:00-01:00
3
Senin-Jumat
Pukul 02:00-03:00
4
Senin-Minggu
Pukul 05:00-06:00
5
Sabtu-Minggu
Pukul 01:00-04:00
Sumber: Observasi Pribadi Peneliti
Shalat Tahajud bersama
Shalat Tahajud Tunanetra
Kajian Al-Quran Tunanetra
Shalat tahajud dan Kajian AlQuran untuk umum
Selain mengikuti kegiatan keagamaan, setiap harinya tunanetra
diberikan bantuan berupa uang transport dari yayasan . Besarnya uang tersebut
ditentukan dari jarak tempat tinggal mereka. Untuk tunanetra yang bertempat
6
Dikki Akhmar, Cahaya Terang Para Tunanetra, My Tangsel, Edisi II, 2015, h.20.
54
tingal dekat dengan yayasan akan diberikan uang tansport sebesar Rp.30.000,
sedangkan bagi yang bertempat tinggal jauh dari yayasan akan diberikan uang
transport sebesar Rp.50.000.
G. Gambaran Umum Informan
1. Profil Informan 1
Nama
: Edi Maryadi
Usia
: 46 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Jln. Talas Bukit Cirendeu
Agama
: Islam
Status
: Menikah
Pekerjaan
: Pedagang Kerupuk
Pendidikan Terakhir
: S1 Teknik Elektro
Bapak Edi Maryadi mengalami ketunanetraan pada tahun 2001 saat
berusia 31 tahun. Menurut dokter, ketunanetraan yang dialami Bapak Edi
disebabkan karena kekebalan pada mata Bapak Edi mengalami pelemahan.
Selama 9 bulan ia berusaha berobat ke rumah sakit mata untuk
kesembuhan, tetapi hal tersebut tidak membuat keadaan matanya
membaik. Kemampuan penglihatan Bapak Edi dari waktu ke waktu
semakin memburuk dan pada akhirnya Bapak Edi mengalami kebutaan
total. Jalan operasi juga tidak dapat ditempuh karena ketunanetraan
tersebut bersumber dari kekebalan tubuh.
55
Saat pertama kali mengalami kebutaan, Bapak Edi sempat
menyangkal dan merasa malu akan kondisi yang dialami. Ia juga sempat
tidak dapat beraktifitas normal dan hanya mengurung dirinya di dalam
rumah. Beruntungnya ia memiliki teman-teman yang ikut membantu
memberikan bantuan financial dan bantuan moral. Setelah sempat
beberapa lama ia mengalami tekanan dan keterpurukan akan kondisinya
tersebut, akhirnya ia memutuskan untuk bangkit dan kembali menjalani
kehidupan secara normal.
Pada tahun 2002 Bapak Edi menempati sebuah asrama yang
diperuntukan untuk mempelajari ilmu agama yaitu Raudatull Mahfud.
Disana ia mulai memperdalam ilmu agama dan mengembangkan dirinya.
Pada tahun 2008 Bapak Edi memutuskan untuk menikah, setelah menikah
ia mencari rumah kontrakan yang dapat ditempati bersama keluarga
kecilnya. Melalui rekomendasi dari seorang teman, ia mendapatkan
kontrakan yang berlokasi dekat dengan Yayasan Khazanah Kebajikan.
Tempat tinggalnya saat ini dirasa cukup strategis untuk dia dan istrinya
berjualan, karena berlokasi dekat dengan sekolah. Setelah Bapak Edi
pindah ke tempat tinggal barunya ia mendapatkan informasi bahwa di
Yayasan Khazanah Kebajikan diadakan kegiatan mengaji untuk tunanetra
dan sejak itulah ia mengikuti kegiatan di yayasan.
Dari pernikahannya Bapak Edi dikarunia satu orang anak laki-laki
yang berusia 4 tahun. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Bapak Edi
bekerja sebagai pedagang kerupuk. Meskipun, ia merupakan luluasan S1
teknik elektro, tetapi karena ketunanetraan yang dialami membuat ia tidak
56
dapat mengembangkan keahlian
yang dimilikinya. Sejak dirinya
mengalami ketunanetraan ia tidak pernah lagi melamar pekerjaan yang
sesuai dengan latar belakang pendidikannya.
2. Profil Informan 2
Nama
: Setu Halim
Usia
: 55 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Pondok Cabe III
Agama
: Islam
Status
: Menikah
Pekerjaan
: Jasa Panti Pijat
Pendidikan Terakhir
: Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa
Bapak Setu mengalami ketunanetraan saat ia berusia 5 tahun.
Ketunanetraan yang dialami Bapak Setu disebabkan oleh anyamananyaman bambu yang mengenai bola matanya. Dari peristiwa tersebut
mengakibatkan mata Bapak Setu mengalami kerusakan. Keterbatasan
tenaga medis saat itu membuat Bapak Setu tidak sempat mendapatkan
pengobatan yang maksimal. Namun, keterbatasan yang dimliki tidak
mematahkan semangat Bapak Setu untuk terus berusaha menjalani
kehidupan. Ketunanetraan yang dialami sejak kecil membuat Bapak Setu
telah terbiasa dengan kondisi tersebut. Tetapi, tidak dapat dipungkiri,
perasaan malu perah dirasakan oleh Bapak Setu. Perasaan tersebut muncul
saat Bapak Setu duduk di bangku kuliah. Saat itu ia sedang menempuh
57
pendidikan di Universitas di daerah Jogyakarta dengan jurusan Pendidikan
Guru Luar Biasa.
Setelah lulus dari Sekolah Pendidikan Guru Luar Biasa (SPGLB),
Bapak Setu sempat melamar pekerjaan menjadi guru. Sebanyak tiga kali
tes seleksi dilalui oleh Bapak Setu, sayangnya dua tes pertama mengalami
kegagalan dan pada tes yang ketiga Bapak Setu dinyatakan lolos seleksi.
Namun, ia mengalami keterlambatan untuk mendaftar ulang, untuk itu ia
dianggap gugur dan gagal menjadi guru. Setelah itu, ia memutuskan untuk
mengadu nasib ke Ibu Kota. Saat ini Bapak Setu berprofesi sebagai juru
pijat di sebuah panti pijat di daerah Mampang, Jakarta Selatan.
Semenjak Bapak Setu merantau ke Jakarta ia sudah banyak malang
melintang mengikuti kegiatan pengajian yang ada. Kemampuan agama
Bapak Setu tergolong bagus, terbukti saat ini selain berprofesi sebagai juru
pijat ia juga mengajarkan teman-teman tunanetra lain untuk belajar
membaca Al-Quran braille.
3. Profil Informan 3
Nama
: Astuti
Usia
: 55 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Pondok Cabe III
Agama
: Islam
Status
: Menikah
Pekerjaan
: Agen Kerupuk
58
Asal
: Pemalang
Pendidikan Terakhir
: Sekolah Pendidikan Guru (SPG)
Ibu Astuti mengalami ketunanetraan pada kelas 6 SD yang
disebabkan karena penyakit panas yang dideritanya. Saat itu, suhu badan
Ibu Astuti sangat tinggi disertai dengan rasa panas serta perih dikedua
matanya. Pada pagi hari Ibu Astuti membuaka mata ia sudah tidak dapat
melihat dan semua berubah menjadi gelap. Saat pertama kali mengetahui
kondisi tersebut, Ibu Astuti sempat tidak percaya dan berfikir kenapa hal
ini dapat terjadi pada dirinya disaat teman-temannya dapat melihat.
Perasaan tersebut tidak bertahan lama di dalam diri Ibu Astuti, ia
kembali menjalani kehidupan dengan penuh semangat dan rasa percaya
diri. Ibu Astuti masuk ke sekolah khusus untuk tunanetra, disana ia
bertemu dengan teman-teman yang memiliki nasib yang sama dengannya.
Setelah lulus sekolah, Ibu Astuti melanjutkan pendidikan ke Sekolah
Pendidikan Guru (SPG). Setelah menamatkan pendidikan guru, Ibu Astuti
mencoba melamar pekerjaan sebagai Guru. Sayangnya, karena kecemasan
keluarga yang terlalu berlebihan membuat ia tidak dapat mengembangkan
karirnya lebih luas. Ibu Astuti tidak diperbolehkan menjadi seorang guru
oleh kedua orangtuanya, karena mereka takut suatu hal buruk akan terjadi
dengan putrinya jika ia harus bekerja di luar. Meskipun, tidak
mendapatkan izin dari kedua orangtuanya untuk bekerja hal tersebut tidak
mematahkan semangat Ibu Astuti.
59
Ibu Astuti merupakan seseorang yang cukup aktif dan memiliki
banyak kemampuan. Ia memiliki kemampuan untuk memainkan alat
musik gitar serta memiliki suara yang merdu. Saat Ibu Astuti masih muda
ia pernah menjadi vokalis di sebuah orkes dangdut keliling. Ibu Astuti
penah menikah dengan seorang pria normal, namun berakhir dengan
perceraian. Setelah bercerai ia bertemu dengan Bapak Setu dan
memutuskan untuk menikah. Dari pernikahannya, Ibu Astuti dikarunia 4
orang anak yang saat ini sudah dewasa dan berkeluarga. Selain menjadi
ibu rumah tangga, Ibu Astuti juga membuka bisnis agen kerupuk di
rumahnya. Bisnis ini baru Ibu Astuti jalankan selama 5 bulan. Sebelum
Ibu Astuti membuka bisnis kerupuk ia berprofesi sebagai juru pijat. Ia
beralih profesi karena suaminya tidak memperbolehkannya untuk bekerja
di luar. Untuk mengisi kekosongan waktu akhirnya ia memutuskan untuk
membuka bisnis ini.
4. Profil Informan 4
Nama
: Sudrajat
Usia
: 41 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Pondok Cabe III
Agama
: Islam
Status
: Menikah
Asal
: Tegal
Pekerjaan
: Pedagang Kerupuk
Pendidikan Terakhir
: SLB
60
Bapak Drajat mengalami ketunanetraan total saat berusia 23 tahun.
Ketunanetraan yang dialami Bapak Drajat dikarenakan faktor bawaan
sejak ia dilahirkan. Sejak bayi penglihatan Bapak Drajat memang sudah
menunjukan tanda akan mengalami kebutaan. Kemampuan penglihatan
Bapak Drajat dari waktu ke waktu semakin melemah sedikit demi sedikit
dan berujung pada kebutaan total. Bapak Drajat sempat memeriksakan
kondisinya ke dokter, tetapi dokter tidak mampu berbuat banyak. Hal ini
disebabkan karena ketunanetraan yang dialami Bapak Drajat merupakan
faktor bawaan sejak lahir. Ia mengaku ikhlas dengan keadaan yang Allah
SWT berikan kepadanya.
Dalam menempuh pendidikan, Bapak Drajat harus bersekolah di
SLB sejak ia duduk di bangku sekolah dasar (SD). Meskipun saat kecil
penglihatannya masih dapat berfungsi, tetapi SD umum tempat tinggalnya
tidak mengizinkan Bapak Drajat untuk bersekolah disana. Di sekolah luar
biasa Bapak Drajat banyak mendapatkan bekal ilmu yang dapat digunakan
di
kehidupan
sehari-hari
sebagai
tunanetra.
Mulai
dari
belajar
menggunakan tongkat, berjalan di jalan raya, menyebrang jalan dan
sebagainya. Kemampuan memijat juga ia dapatkan dari pelatihan saat di
sekolah dahulu.
Dengan kemampuan memijat yang dimilikinya,
membantu Bapak Drajat dalam memperoleh penghasilan. Sudah 10 tahun
lebih Bapak Drajat bekerja sebagai juru pijat di sebuah panti pijat di Pasar
Jumat. Tetapi, saat ini ia sudah tidak lagi bekerja di panti tersebut dan
memilih untuk berjualan kerupuk. Hal ini dilakukan karena ia merasa
penghasilan sebagai juru pijat sudah jauh menurun, para pelanggan
61
pijatnya sudah banyak berkurang dan tidak seramai saat pertama ia
menekuni profesi tersebut.
Pelanggan pijatnya saat ini lebih senang untuk pergi ke tempat pijat
refleksi yang pemberi jasanya adalah orang awas. Selain tempatnya yang
lebih nyaman, pelayanannya juga dirasa lebih baik dari pada tunanetra.
Walaupun saat ini Bapak Drajat sudah beralih profesi sebagai penjual
kerupuk, tetapi ia tetap menerima panggilan apabila ada seseorang yang
membutuhkan jasa pijatnya. Dari profesinya saat ini ia mampu menafkahi
keluarganya yang berdomisili di Tegal. Bapak Drajat memiliki seorang
istri yang juga seorang tunanetra dan dua orang anak.
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Resiliensi tunanetra binaan yayasan khazanah kebajikan dalam
mencapai kesejahteraan di masyarakat
Berdasarkan hasil penelitian tentang resiliensi tunanetra binaan
yayasan khazanah kebajikan dalam mencapai kesejahteraan di masyarakat,
peneliti menemukan data, bahwa tunanetra binaan yayasan khazanah
kebajikan mampu bertahan dalam mencapai kesejahteraan di masyarakat.
Sebagaimana dijelaskan oleh Revich dan Shatte pada BAB II halaman 22
seseorang yang memiliki ketahanan yang baik merupakan seseorang yang
memiliki komitmen tinggi untuk memecahkan masalah mereka, tidak
menyerah, dan bergerak maju menemukan solusi dari permasalahan.1
Tunanetra binaan yayasan khazanah kebajikan berhasil bergerak maju,
tidak menyerah pada keadaan dan tetap bersemangat dalam menjalani
kehidupannya. Ini menunjukan bahwa individu tunanetra telah memiliki
kemampuan untuk bertahan. Kemampuan bertahan tunanetra diperoleh
melalui 7 aspek resiliensi yaitu, regulasi emosi, pengendalian impuls,
optimisme, analisis penyebab masalah, empati, efikasi diri, dan peningkatan
aspek positif. Selain itu resiliensi dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
mempengaruhi yaitu, faktor I am, I have dan I can.
1
Keren Reivich dan Andrew Shatte, The Resilience Factor: 7 essential skills for
overcoming life’s inevitable obstacles (New York: Broadway Book, 2002), BAB II hal 22.
62
63
1. Aspek Resiliensi
Dimana menurut Reivich dan Shatte terdapat 7 kemampuan yang
berkontribusi dalam pembentukan resiliensi (ketahanan), yaitu regulasi emosi,
pengendalian impuls, optimisme, analisis penyebab masalah, empati, efikasi
diri, dan peningkatan aspek positif.
a. Regulasi Emosi (Emotion regulation)
Keadaan emosi seperti kecemasaan dan depresi, umumnya dialami
oleh tunanetra yang baru kehilangan penglihatan. Dalam keadaan depresi,
orang tidak mampu membuat pertimbangan yang sehat, tidak realitis,
pesimis
dan
membayangkan
tentang
masa
depan
yang
suram.
Mereka tidak pernah membayangkan kehidupan yang sebelumnya berjalan
normal namun seketika harus merasakan kegelapan untuk selamanya.
Perasaan ini yang sempat dirasakan oleh Bapak Edi saat pertama kali
mengalami kebutaan:
“Awalnya memang iya awalnya, pertama dalam artian kita bisa
melihat, kan pasti ada suatu apa ya merasa ga menyangka juga ada
suatu hal, malukan gitukan istilahnya keluar rumah ga terlalu kaya
gini, istilahnya ga terlau berani gitu, masalahnya kitakan takut
kecebur got atau apa gitukan. Jadi masih ada semacam apa ya ada
sesuatu inilah satu kekurangan. Saya juga waktu itu pas awal
pertama itu saya masih belum itu, menyangkal juga kalau saya jadi
orang buta itu, egak saya ga buta.”2
Bapak Setu juga sempat merasakan malu dan tidak percaya diri
dengan kondisinya. Bapak Setu mengalami ketunanetraan sejak usia 5
2
Wawancara Pribadi dengan Edi, Cireundeu, 22 April 2015, lihat lampiran IV.
64
tahun, meskipun begitu perasaan malu dan tidak percaya diri justru datang
saat ia kuliah. Hal ini disampaikan oleh Bapak Setu:
“Dulu iya pernah ngerasa kaya gitu tapi sekarang egak, waktu dulu
masih kuliah, kan itu di SPGI, malu temen-temen kalo pulang
kuliahkan pada bawa motor, saya pulang bawa tongkat. Temennya
orang awas semua masalahnya, saya doang yang tunanetra jadi
ngerasa minder, malu gitu.”3
Ibu
Astutipun
demikian,
ketika
pertama
kali
mengalami
ketunanetraan ia sempat merasakan perasaan takut akan kondisinya. Ia
yang harus menerima kenyataan tidak dapat melihat pada saat duduk di
kelas 6 SD merasakan ketidakadilan atas apa yang terjadi padanya. Hal ini
diutarakan oleh Ibu Astuti:
“Tapi waktu itu waktu masih kecilnya malah, temen kok masih
bisa liat tapi kok ga kaya mereka-mereka.”4
Dari pernyataan diatas tergambar bahwa perasaan malu, tidak
percaya diri, takut dan menyangkal dengan keadaan pernah mereka
rasakan. Perasaan tersebut tidaklah bertahan lama, saat ini mereka telah
berhasil mengatasi tekanan yang ada. Mereka telah menerima kekurangan
yang ada dan berusaha bangkit menjalani kehidupan. Mereka mampu
meregulasi emosi dan keluar dari semua persaan tersebut.
Regulasi emosi adalah kemampuan untuk tetap tenang di bawah
tekanan. Individu yang memiliki kemampuan meregulasi emosi dan
mengembangkannya dapat membantu mereka dalam mengontrol emosi,
3
4
Wawancara Pribadi dengan Setu, Pondok Cabe III, 23 April 2015, lihat lampiran V.
Wawancara Pribadi dengan Astuti, Pondok Cabe III, 19 Mei 2015, lihat lampiran VI.
65
perhatian, dan perilaku mereka. Dalam hal ini, mereka telah mampu
memecahkan masalah, tidak menyerah, dan bergerak maju menemukan
solusi dari permasalahan dan kembali menjalani kehidupan dengan penuh
rasa percaya diri.
b. Pengendalian Impuls (Impuls Control)
Tunanetra sering sekali digambarkan sebagai seseorang yang tak
berdaya, tidak mandiri dan menyedihkan. Untuk itu mental baja sangat
diperlukan dan harus dimiliki oleh tunanetra dalam menghadapi stigma
negatif tersebut. Masih banyak masyarakat yang menganggap lemah
tunanetra membuat mereka harus memiliki mental yang kuat untuk
menghadapinya. Hal ini diungkapkan oleh Ibu Astuti:
“Pernah waktu saya di Klender disini, tetangga sebelah ada, jalan
kita dikasih apa mungkin dia gak seneng kita disitu, dikasih air
sabun biar kita pleset tapi saya ga marah biar aja. Paling gitu aja
Ya Allah. Saya dirumah ini baik-baik semua, dulu di rumah sana
dikasih kotoran orang ya kita namanya kita ga liat ya bau apa ini ga
tau. Tapi saya tau orangnya tapi saya diem aja ga saya ladenin.
Cuma doa aja dalam hati ya Allah semoga orangnya sadar.”5
Dari pernyataan tersebut menunjukan bahwa masih ada orang yang
beranggapan bahwa tunanetra adalah seseorang yang tidak mampu dan
menganggap remeh mereka karena kekurangan fisik yang dialaminya. Ibu
Astuti memiliki mental baja dengan menunjukan ketahanannya terhadap
stigma di masyarakat yang menganggap tunanetra adalah kaum lemah.
5
Wawancara Pribadi dengan Astuti, Pondok Cabe III, 19 Mei 2015, lihat lampiran VI.
66
Selain tunanetra harus bertahan dengan stigma negatif dari
masyarakat, tunanetra juga harus mampu bertahan dengan tindak
kejahatan yang kerap kali menghantuinya. Tidak adanya keahlian khusus
untuk membedakan nominal uang membuat tunanetra mengandalkan
kepercayaan pembeli dalam bertransaksi. Sayangnya, kepercayaan tersebut
sering kali disalahgunakan oleh seseorang. Kekurangan pada indera
penglihatan dimanfaatkan oleh beberapa orang untuk melakukan aksi
penipuan. Hal ini diutarakan oleh Bapak Drajat:
“Ada juga yang suka bohong banyak juga yang dibohongin,
namanya manusia ada yang baik ada yang ada juga yang suka
bohongin cuma kadang-kadag aja. Bayarnya pake duit palsu tuh
pernah, pernah ada yang bayarnya 2 ribu tuh pernah juga, kerupuk
misalnya harga 10 ribu misalnya mereka cuma bayar 2 ribu pernah
ada juga.”6
Aksi penipuan dipicu kerena ketidakmampuan tunanetra dalam
membedakan nominal uang. Keahlian tersebut hanya mereka pelajari
secara otodidak tanpa mendapatkan pelatihan khusus. Uang kertas baru
dalam kondisi bagus masih mampu mereka raba dan terka nominalnya,
tetapi apabila kondisi uang sudah tidak bagus lagi otomatis mereka akan
sulit mendeteksi nominalnya. Karena ketidakmampuan tersebut membuat
mereka memilih mengandalkan sistem kepercayaan terhadap pembeli
untuk menyebutkan nominal uang yang diberikan. Hal ini dijelaskan oleh
Bapak Edi:
6
Wawancara Pribadi dengan Sudrajat, Pondok Cabe III, 20 juni 2015, lihat lampiran V.
67
“kalo itu ya dari pengalaman kita aja, kita ga pernah belajar, kalo
ga tau itu kita nanya aja sama yang beli berapa uangnya gitu aja.
Jadi ga ada belajar dulu, kita percaya aja sama yang beli.”7
Peneliti membuktikan langsung dengan mengetes apakah tunanetra
mampu membedakan nominal uang yang ada pada uang kertas atau tidak.
Peneliti membeli kerupuk dengan harga Rp.10.000 dan memberikan uang
kepada Bapak Edi. Bapak Edi meraba uang tersebut dan berusaha menerka
nominalnya. Tetapi tidak berapa lama Bapak Edi kembali bertanya kepada
peneliti berapakah nominal uang yang diberikan. Menurut penerkaannya
uang tersebut bernominal Rp.10.000, tetapi sebenarnya uang tersebut
bernominal Rp.20.000”8
Terbukti tidak adanya keahlian khusus pada tunanetra untuk
membedakan nominal uang. Mereka hanya berlatih secara otodidak tanpa
dibekali pelatihan terlebih dahulu. Hal ini tentu dapat merugikan
tunanetra, karena minimnya keahlian membuat mereka rentan terkena
penipuan. Tetapi hal tersebut seakan tidak mempengaruhi mental mereka.
Ini membuktikan bahwa tunanetra memiliki mental yang kuat, meskipun
rentan mengalami aksi penipuan, tetapi mereka tidak merasa khawatir dan
tetap bersemangat dalam berjualan.
Dari apa yang diungkapkan diatas membuktikan bahwa tunanetra
mampu mengendalikan impuls yang ada di diri mereka. Pengendalian
impuls
merupakan
kemampuan
untuk
mengendalikan
keinginan,
dorongan, kesukaan, serta tekanan yang muncul dari dalam diri. Tunanetra
7
8
Wawancara Pribadi dengan Edi, Cirendeu, 22 April 2015, lihat lampiran IV.
Catatan lapangan (observasi) peneliti pada 22 April 2015, lihat lampiran I.
68
mampu mengendalikan diri untuk tidak merasa marah, kecewa, dan
mampu keluar dari tekanan-tekanan hidup yang mereka lalui.
c. Optimisme (optimism)
Dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari tunanetra harus tetap
bekerja. Kekurangan fisik yang dimiliki tidak menjadikan sebuah alasan
untuk tunanetra mengandalkan bantuan dari orang lain. Tunanetra tetap
optimis dalam menjalani kehidupan dengan terus bekerja keras untuk
mencapai kehidupan yang lebih baik. Mereka sangat gigih berjuang tanpa
mengharap belas kasihan, meski dalam keadaan yang serba keterbatasan.
Namun, terbatas dan sempitnya lapangan pekerjaan untuk tunanetra
berpengaruh pada kehidupan ekonomi mereka.
Bapak Edi dan Bapak Drajat memilih bekerja sebagai seorang
penjual kerupuk. Untuk mencukupi kebutuhan keluarganya, mereka
melakukan pekerjaan yang mampu mereka kerjakan dengan kondisi
mereka saat ini. Seperti yang disampaikan oleh Bapak Edi:
“Sebenernya tuh ya dalam artian pertama apa ya dalam artian kerja
lebih sedikit lagi ya matanya udah sakit jadi kerja yang bisa aja.
Semenjak waktu itu ini sih mata saya ga liat itu belum pernah
istilahnya cari kerja lagi belum pernah. Terus kalo tunanetrakan
sempit ya dalam arti ya beberapa item aja kerjaannya selama ini,
kalo ga jadi tukang pijit, jadi operator atau marketing itu
marketingnya lewat telphon. Tapi mereka lebih sempitkan ya
kesempatannya juga terbatas ya kan, kaya tenaga kerja di suatu
perusahaankan belum tentu inikan mau nerima.”9
9
Wawancara Pribadi dengan Edi, Cireundeu, 22 April 2015, lihat lampiran IV.
69
Dari pernyataan tersebut terungkap bahwa Bapak Edi memilih
menjadi penjual kerupuk karena sempit dan terbatasnya kesempatan kerja
untuk penyandang tunanetra. Banyak perusahaan yang tidak mau
menerima para pekerja yang memiliki kekurangan fisik. Selain itu, Bapak
Edi juga tidak memiliki keahlian lain, karena semenjak ia mengalami
kebutaan ia belum pernah mendapatkan pelatihan ataupun pendidikan
nonformal untuk tunanetra.
Sedangkan Bapak Drajat yang sebelumnya berprofesi sebagai juru
pijat beralih menjadi penjual kerupuk dikarenakan semakin sedikitnya
pelanggan jasa pijatnya. Hal ini dijelaskan oleh Bapak Drajat:
“Nah dengan tunanetra mijit sepi akhirnya mereka pada lari jualan
kerupuk. Dulu panti-panti pijat tunanetra banyak dulu, sekarang
udah berubah zaman sekarang kesaing sama orang-orang awas,
jadi pemijatan untuk tunanetra itu berkurang, tunanetra tuh pada
jualan kerupuk soalnya panti-pantinya sepi sekarang.”10
Hal serupa juga dilakukan oleh Ibu Astuti yang awalnya berprofesi
sebagai juru pijat, saat ini beralih membuka agen kerupuk. Ini dilakukan
karena lahan pekerjaan tunanetra sebagai juru pijat telah tergeser dan kalah
bersaing dengan orang awas yang juga berprofesi sebagai juru pijat. Hal
ini disampaikan oleh Ibu Astuti:
“Kalo dulu kan suka mijit tapi sekarang sepi mba mijitnya
sekarang banyak sih orang liat yang mijit pada keliling jadi kita
kesaing sama yang ngeliat. Ini udah bisa jualan kerupuk udah
alhamdullillah ini udah ada jalan lain. Kalo sekarang sih saya jual
kerupuk.”11
10
11
Wawancara Pribadi dengan Sudrajat, Pondok Cabe III, 20 Juni 2015, lihat lampiran VII.
Wawancara Pribadi dengan Astuti, Pondok Cabe III, 19 Mei 2015, lihat lampiran VI.
70
Hal ini menggambarkan bahwa memiliki kemampuan memijat saja
belum cukup dalam memperoleh pekerjaan. Tidak memiliki wadah yang
jelas membuat tunanetra kalah bersaing dengan para pemberi jasa pijat
lainnya. Dengan begitu, tunanetra harus mencari profesi lain yang dirasa
mampu mereka lakukan dan pekerjaan yang mereka pilih adalah berjualan
kerupuk.
Keuntungan dari hasil menjual kerupuk tidaklah besar. Mereka
hanya mengambil keuntungan sebesar RP.2000 dari setiap satu bungkus
kerupuk yang terjual. Satu harinya mereka mampu menjual 10-20 bungkus
kerupuk. Dengan begitu mereka memperoleh penghasilan kurang lebih
sebesar Rp.1.200.000-per bulannya. Meskipun, penghasilan yang didapat
tergolong kecil tetapi mereka tetap merasa cukup dengan hasil yang
didapat.
Kehidupan yang jauh dari kata mewah terlihat dari tempat tinggal
dan kehidupan sehari-hari tunanetra. Hal ini tergambar dari hasil observasi
yang dilakukan oleh peneliti saat berkunjung ke rumah Bapak Edi. Bapak
Edi mengontrak disebuah rumah kontrakan kecil yang ditempati oleh istri
dan anaknya. Kondisi kontrakan tersebut kurang layak, kontrakan satu
petak itu dipenuhi dengan barang-barang yang berantakan. Kamar tidur,
ruang tamu serta dapur menyatu menjadi satu dalam satu ruangan.”12
12
Catatan lapangan (observasi) Peneliti pada 22 April 2015, lihat lampiran I.
71
Bapak Edi harus bertahan dengan kondisi ekonomi yang pas-pasan
karena sempitnya lapangan pekerjaan untuk tunanetra. Meskipun
demikian, Bapak Edi tidak pernah berputus asa dan ia selalu mensyukuri
atas rezeki yang diperolehnya. Ia optimis bahwa ia mampu mencukupi
kebutuhan keluarganya.
Sedangkan Bapak Setu lebih beruntung, ia telah memiliki tempat
bekerja tetap sebagai juru pijat di panti pijat di daerah Mampang. Di panti
pijat itu ada 20 tunanetra yang bekerja bersama Bapak Setu. Penghasilan
yang diperolehnya juga terbilang lebih besar. Seperti yang diutarakan
Bapak Setu:
“Penghasilan ga tetap ya, kira-kira 2,5 nyampelah perbulan kirakira. 2,5 lah iya kira-kira. Ga mesti juga kadang tetap kadang egak.
Kalo lagi rame banyak kalo sepi ya dikit.”13
Sulitnya dan terbatasnya lapangan pekerjaan untuk tunanetra masih
menjadi permasalahan yang dirasakan oleh mereka. Keterbatasan
pekerjaan di sektor formal membuat tunanetra harus bertahan dengan
bekerja di sektor-sektor informal. Dengan segudang permasalahan yang
ada tidak membuat semangat tunanetra menyurut. Mereka memiliki
keyakinan tinggi bahwa kehidupan mereka akan lebih baik dimasa yang
akan datang.
13
Wawancara Pribadi dengan Setu, Pondok Cabe III, 23 April 2015, lihat lampiran V.
72
d. Analisi Penyebab Masalah (Causal Analysis)
Seperti dijelaskan oleh Martin Seligman pada BAB II halaman 28
tentang gaya berfikir yang berkaitan dengan causal analysis terbagi
menjadi tiga, yaitu (saya-bukan saya), (selalu-tidak selalu), (semua-tidak
semua).14 Tunanetra dalam menjalani kehidupan melihat segala sesuatu
dari sisi positif dimana mereka melihat tidak semua kehidupannya akan
mengalami kegagalan.
Dengan konsep keikhlasan, kesabaran dan ketabahan yang dimiliki
oleh tunanetra membuat mereka percaya bahwa mereka dapat keluar dari
permasalahan yang ada. Mereka tidak menyerah pada keterbatasan fisik
yang sebenarnya bisa menjadi alasan kuat untuk meminta belas kasihan
orang lain. Mereka percaya bahwa mengalami ketunanetraan bukan
merupakan akhir dari kehidupan, tetap berpikir positif karena dibalik
derita terdapat makna hidup yang harus digali dengan baik. Kesabaran dan
keikhlasan merupakan hal penting yang dimiliki tunanetra untuk menjalani
kehidupan. Konsep kesabaran dan keikhlasan telah ada di dalam diri
tunanetra. Hal ini seperti yang diungkpakan oleh Bapak Edi:
“Tapi alhamdulilah seiring berjalannya waktu apa, kaya saya
ikhlas dengan kondisi sekarang, ya saya melihat diatas kekurangan
itu dikasih kelebihan saya perhatin ini gitu. Kita dikasih
kekurangan pasti dikasih kelebihan ya dikasih kelebihan yang apa
gitu.”15
14
Keren Reivich dan Andrew Shatte, The Resilience Factor: 7 essential skills for
overcoming life’s inevitable obstacles, BAB II hal 28.
15
Wawancara Pribadi dengan Edi, Cireundeu, 22 April 2015, lihat lampiran IV.
73
Selain kesabaran dan keikhlasan, tunanetra memiliki konsep
tawakal kepada Allah SWT. Dimana mereka berserah diri kepada Allah
SWT, karena mereka percaya bahwa Tuhan telah memberikan yang
terbaik untuk diri mereka. Hal ini disampaikan oleh Bapak Setu:
“Kesadaran dari diri kita sendiri tetep memotivasi diri, dari diri
sendiri dari iman kita, Allah sudah menakdirkan kalo kita ngeluh
terus berarti kita ga mau menerima pemberian Allah, masa kita
masih minder terus.”16
Dengan motivasi yang dimiliki oleh Bapak Setu menjadikan
kehidupannya lebih bermakna bukan hanya bermakna untuk dirinya tetapi
juga untuk banyak orang. Bapak Setu mampu menginspirasi banyak orang
dengan menjadi pembicara pada acara seminar motivasi bisnis yang
diadakan oleh Institut Ilmu Al-Quran (IIQ). Ini dapat terlihat dari gambar
berikut:
Gambar 02
Piagam penghargaan Bapak Setu
16
Wawancara Pribadi dengan Setu, Pondok Cabe III, 23 April 2015, lihat lampiran V.
74
Gambar ini adalah sertifikat yang diperoleh oleh Bapak Setu dari
acara motivasi bisnis di IIQ. Membuktikan bahwa kisah dan kehidupan
Bapak Setu mampu menginspirasi sekitar, meskipun dengan kekurangan
yang dimilikinya.
Dengan kemampuan untuk menganalisis penyebab masalah dan
gaya berfikir positif yang dimiliki tunanetra membuat kehidupan mereka
lebih bermakna. Mereka tidak melihat seluruh hidup akan dipenuhi dengan
kegagalan tetapi mereka mampu melihat kehidupan dengan cara yang
berbeda. Mereka menghadapi permasalahan dengan keikhlasan, kesabaran
dan tawakal kepada Tuhan yang menjadikan diri mereka pribadi mulia di
mata Allah SWT.
e. Empati (Empathy)
Kemampuan berempati diperlukan oleh setiap individu termasuk
tunanetra. Kemampuan tersebut dicirikan sebagai kemampuan untuk
membaca tanda psikologis orang lain dan emosional orang lain. Dengan
kata lain kemampuan ini merupakan kemampuan tunanetra dalam
berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain.
Kemampuan empati yang dimiliki tunanetra dapat mempengaruhi
hubungan sosial mereka. Semakin bagus kemampuan empati yang dimiliki
oleh tunanetra maka akan semakin bagus hubungan sosial mereka. Karena,
kemampuan berempati merupakan kemampuan untuk menempatkan diri
pada posisi orang lain, merasakan yang dirasakan orang lain dan
memperkirakan maksud dari orang lain. Kemampuan empati yang bagus
75
telah ditunjukan oleh tunanetra, empati yang ada antar sesama tunanetra
menjadikan hubungan sosial mereka lebih erat dan memiliki kedekatan
antar sesama.
Meskipun dengan keterbatasan fisik, dalam bersosialisasi dan
berkomunikasi antar sesama, mereka tidak kalah dengan orang awas.
Sama halnya dengan orang awas, mereka mampu menggunakan alat
komunikasi berupa telphon genggam. Telphon yang tunanetra miliki
memang tidak secangih telphon genggam saat ini, tetapi telphon ini sangat
membantu mereka dalam menentukan waktu dan berkomunikasi.
Pengaturan pada telphon tersebut telah diatur sesuai dengan kebutuhan
tunanetra. Rata-rata aplikasi yang ada difungsikan dengan menggunakan
sistem suara seperti pesan singkat dan peringatan waktu. Dengan begitu,
tunanetra mampu mengikuti perkembangan dan bertahan dengan
kemajuan teknologi yang ada.
Dengan kemampuan berempati membuat hubungan dengan
lingkungan dalam hal ini tetangga juga terjalin dengan baik. Semakin
bagus empati dengan lingkungan membuat tunanetra merasa diterima dan
menjadikan mereka lebih percaya diri menjalani kehidupan. Seperti yang
diutarakan Bapak Drajat:
“Kalo lingkungan sini sosialisasinya bagus, ada yang suka kasih
tau jalan nganter-nganterin suka apa ya suka nolong, ya pokoknya
lingkungan sini sosialisasinya bagus.”17
17
Wawancara Pribadi dengan Sudrajat, Pondok Cabe III, 20 Juni 2015., lihat lampiran VII.
76
Berbeda dengan Bapak Edi yang kurang dalam bersosialisasi
dengan tetangga di tempat tinggalnya. Hal ini diungkapkan oleh Bapak
Edi:
“Kalo di lingkungan sini saya ga terlalu banyak keluar rumah, jadi
ya kalo ini aja ada undangan apa ya saya dateng tapi. Kalo kawinan
saya dateng. Kalo sekarang saya ga terlalu banyak keluar ya
istilahnya gak terlalu banyak nongkrong-nongkrong atau apa tapi
paling di yayasan aja kalo sama temen-temen tunanetra saya sering
ngobrol-ngobrol lah.”18
Hal ini juga dibuktikan oleh peneliti saat mengunjungi rumah
Bapak Edi, karena peneliti belum mengetahui rumah Bapak Edi maka
peneliti bertanya kepada salah seorang warga yang terlihat. Saat peneliti
bertanya dimana rumah Bapak Edi ternyata warga tersebut tidak
mengetahuinya dan tidak mengenal sosok Bapak Edi. Padahal, jarak
rumah warga tersebut dengan rumah Bapak Edi tidaklah terlalu jauh,
hanya berkisar 200 m saja. Rupanya Bapak Edi memang tidak begitu
sering keluar rumah dan bersosialisasi dengan tetangga yang ada.19
Kemampuan berempati mutlak diperlukan oleh tunanetra guna
menjalin hubungan sosial yang lebih baik dengan lingkungan. Dengan
kemampuan tersebut membuat tunanetra dapat diterima di lingkungan dan
akan berdampak kepada ketahanan mereka di masyarakat.
18
19
Wawancara Pribadi dengan Edi, Cirendeu, 22 April 2015, lihat lampiran IV.
Catatan Lapangan (observasi) pada 23 April 2015, lihat lampiran I.
77
f. Efikasi Diri (Self-efficacy)
Indera pengelihatan merupakan salah satu indera yang berperan
penting dalam kehidupan manusia. Kehilangan fungsi indera penglihatan
tidak membuat aktifitas dari tunanetra terhambat. Mereka mampu
memecahkan masalah yang ada dengan berupaya memaksimalkan fungsi
indera lain yang dimiliki untuk menggantikan fungsi indera penglihatan.
Melalui indera raba, indra pendengaran, indera penciuman, dan
indera pengecap yang dimiliki oleh tunanetra dapat membantu mereka
dalam memperoleh informasi tentang lingkungan, melakukan sosialisasi
dan melakukan tugas-tugasnya dengan baik bahkan sebaik orang awas.
Tunanetra akan memaksimalkan fungsi Indera pendengaran dan perabaan
yang merupakan saluran penerima informasi yang paling efisien sesudah
indera penglihatan.
Dengan indera peraba, tunanetra mendapatkan rangsanganrangsangan yang diperoleh dari lingkungan sekitar yang dapat menjadi
petunjuk bagi tunanetra untuk bergerak atau berpindah tempat sesuai
dengan kehendaknya. Melalui indera pendengaran, tunanetra mampu
menyebrang jalan dengan mendengar suara untuk megetahui posisi
kendaraan yang melintas. Daya ingat pada tunanetra juga sangat kuat,
dalam berpergian biasanya mereka akan menghafalkan arah jalan yang
dilalui. Hal ini seperti yang diutarakan oleh Bapak Edi:
“Karena udah terbiasa bulak balik jadi hafal, saya harus belok kiri
saya harus belok kanan yaudah, terus habis ini ada polisi tidur udah
78
tau. Emang tunanetra gitu butuh hafalan kalau dia menemukan
sesuatu yang baru dia harus belajar lagi.”20
Dengan memaksimalkan fungsi indera yang ada, tunanetra mampu
menggantikan fungsi indera penglihatan yang tidak dimilikinya untuk
dapat melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri. Dengan begitu,
mereka dapat beraktifitas layakanya orang awas tanpa mengalami
kesulitan. Selain itu, kekurangan fisik pada tunanetra tidak serta
melemahkan ketahanan fisik mereka. Ketahanan fisik pada tunanetra
diperlihatkan oleh tunanetra yang berprofesi sebagai penjual kerupuk.
Mereka terbiasa menjajakan dagangannya dengan berkeliling berjalan
kaki. Tidak jarang dari mereka yang harus berjalan kaki menempuh jarak
berkilo-kilo meter. Bukan hanya itu, resiko cuaca yang tidak bersahabat
sering kali harus mereka lalui. Apabila cuaca sangat panas mereka harus
rela untuk berjalan dibawah terik matahari dan apabila hujan turun tidak
jarang mereka harus kehujanan. Jumlah kerupuk yang mereka bawa saat
berjualan tidaklah sedikit, mereka mampu membawa hingga 100 bungkus
kerupuk setiap harinya. Kerupuk jualan tersebut mereka bawa dengan cara
dipikul pada pundak. Seperti yang disampaikan oleh Bapak Drajat:
“Ya paling dari sini Pondok Cabe, Cirendeu kadang sampe
Pamulang, Lebak Bulus, Karang Tengah. Kalo saya keliling jalan
aja, kalo sudah hafal ya tau, kalo belum hafal ya kita ini ngikutin
tadi kemana itu, banyak nanya gitu harus banyak nanya. Kalo
berangkat Setengah 4 pulang pulang jam 7 malem jam 8. Tapi kalo
kerupuk sih enteng, tapi kalo karena banyak jadi berat, ada yang
bawa 100 kantong, tergantung bawanya kalo banyak ya berat. Kalo
20
Wawancara Pribadi dengan Edi, Cirendeu, 22 April 2015, lihat lampiran IV.
79
saya enakan keliling. Udah biasa jadi kita masuk-masuk kampung
masuk-masuk gang, kalo udah biasa lewat sih hafal.”21
Hal tersebut diperkuat dengan pengamatan langsung yang peneliti
lakukan. Peneliti melihat tunanetra yang sedang berjualan kerupuk
disekitar daerah Pondok Cabe. Seperti yang terlihat pada gambar berikut.
Gambar 01
Potret ketahanan fisik tunanetra
Dengan berjalan membawa tongkat sakti dan memikul kerupuk
dagangannya, ia tidak terlihat ragu untuk melewati jalan yang ramai dilalui
oleh kendaraan. Dari gambar tersebut terlihat bahwa ia mampu
mengetahui keberadaan motor yang sedang berhenti di depannya, dengan
sigap ia langsung mengambil arah berbelok kanan untuk menghindari
motor tersebut.
Dengan kemampuan dan fisik kuat yang dimiliki oleh tunanetra
membuat mereka tidak mengalami kesulitan dalam melakukan mobilitas
sehari-hari. Mereka mampu berjualan berjalan kaki dengan jarak berkilo
21
Wawancara Pribadi dengan Sudrajat, Pondok Cabe III, 20 Juni 2015, lihat lampiran VII.
80
kilo meter dengan memikul kerupuk dagangan yang jumlahnya tidak
sedikit. Fisik mereka juga dituntut harus bertahan dengan kondisi cuaca
yang tidak menentu. Ini membuktikan bahwa kekurangan fisik tidak
membuat ketahanan fisik mereka terganggu.
Keseharian tunanetra ditemani oleh tongkat sakti yang merupakan
teman sejati bagi mereka. Setiap tunanetra wajib memiliki tongkat sebagai
penanda bahwa mereka adalah penyandang tunanetra. Apabila mereka
tidak menggunakan tongkat saat berjalan di jalan raya dan suatu ketika
mereka tertabrak, maka mereka yang akan disalahkan karena tidak
memiliki tanda. Selain sebagai tanda dan identitas bagi tunanetra, tongkat
memiliki fungsi besar sebagai pengganti mata bagi tunanetra. Tongkat
juga digunakan sebagai alat peringatan saat tunanetra berjalan karena
berfungsi untuk mendeteksi hambatan jalan, memberikan informasi
tentang tekstur permukaan jalan, sehingga tunanetra dapat mengetahui
apakah yang akan dilaluinya.
Belum tersedianya sarana dan prasarana jalan yang memadai untuk
tunanetra membuat mereka harus sangat berhati-hati saat berjalan di jalan
raya. Saat berjalan di pinggir jalan tidak jarang tunanetra mengalami
kesulitan, apabila jalan tersebut tidak memiliki trotoar atau jalan khusus
pejalan kaki. Kondisi jalan yang langsung berbatasan dengan saluran air
dapat mengakibatkan tunanetra terperosok ke dalamnya. Bukan hanya itu,
mereka juga harus waspada terhadap kendaraan yang melintas di jalan,
tidak jarang dari tunanetra dapat tersenggol atau terserempet kendaraan
yang melintas. Hal ini seperti yang diutarakan oleh Ibu Astuti.
81
“Tapi kadang itu motor ya kita udah di pinggir masih di
klaksonnya kan bikin kita mau jatoh atau gimana gitu.”22
Kondisi jalan yang kurang bersahabat tentu membuat tunanetra
merasa tidak aman. Tunanetra tidak pernah tahu kapan mereka akan
terperosok ataupun tertabrak kendaraan saat berada di jalan raya. Mereka
dituntut harus selalu waspada dan berhati-hati dengan kemungkinan
tersebut. Hal itu tentu menuntut tunanetra untuk bertahan dengan kondisi
sarana dan prasarana umum yang masih belum memadai.
Selain tongkat, penanda lain yang harus dimiliki oleh tunanetra
adalah kacamata. Memang tidak semua tunanetra menggunakan kacamata
dalam beraktifitas. Kacamata memiliki fungsi untuk melindungi mata dari
debu, karena mata tunanetra yang terkena dan terpapar sinar matahari atau
debu akan lebih sering mengeluarkan air dan tidak jarang mengeluarkan
kotoran. Selain itu, kacamata membuat tunanetra terlihat lebih rapi dan
lebih percaya diri.
Tunanetra telah mampu menunjukan efikasi diri mereka dengan
kepercayaan mereka terhadap kemampuan diri sendiri untuk memecahkan
masalah. Mereka mampu keluar dari masalah dan tidak terbelengu dalam
kesulitan yang ada. Mereka berhasil kembali ke masyarakat dengan
percaya diri dan kemandirian yang dimiliki.
22
Wwancara Pribadi dengan Astuti, Pondok Cabe III, 19 Mei 2015, lihat lampiran VI.
82
g. Peningkatan Aspek Positif (Reaching out)
Individu yang resiliensi memiliki kemampuan untuk meningkatkan
aspek positif dari kehidupannya setelah kemalangan yang menimpa.
Tunanetra memiliki kemampuan untuk meningkatkan aspek positif yang
ada di dalam diri mereka. Mereka mengembangkan kemampuan dengan
mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di yayasan khazanah kebajikan.
Tidak jarang dari tunanetra yang mengembangkan dirinya dalam
segi agama. Banyak tunanetra yang mampu membaca Al-Quran braille
dan menghafalkan Al-Quran serta menjadi Qori dan Qoriah. Peneliti
terlibat langsung dalam kegiatan yang diadakan oleh Yayasan Khazanah
Kebajikan. Peneliti menyaksikan Ibu Aisyah (tunanetra) membacakan ayat
Al-Quran dengan lantunan suara yang merdu. Ibu Aisyah membacakan
ayat tersebut tanpa menggunakan alat bantu dengan kata lain ia telah
menghafalnya” 23
Bukan hanya itu, beberapa dari tunanetra mampu menjadi pengajar
agama untuk tunanetra lain seperti mengajarkan membaca Al-Quran
braille. Seperti yang diutarakan oleh Bapak Setu:
“Disini juga setiap senin pagi ada kegiatan belajar Al-Quran
braille. Itu juga saya sendiri yang ngajar, ada tiga orang yang
ngajar, saya sama dua temen saya ada. Jamaahnya dari luar banyak
ada sekitar 25-30 orang. Kalo malem jumat kita juga yasinan
bareng disini.”24
23
24
Catatan Lapangan (observasi) pada 8 Maret 2015, lihat lampiran I.
Wawancara Pribadi dengan Setu, Pondok Cabe III, 23 April 2015, lihat lampiran V.
83
Dengan keterbatasan yang ada pada tunanetra, tidak menghambat
mereka untuk terus maju dan berkembang. Bapak setu membuktikan
dengan mengembangkan diri memperdalam ilmu agama dan membaginya
kepada teman tunanetra lain.
Di Yayasan Khazanah Kebajikan selain dapat mengembangkan
keagamaan mereka, disana mereka juga dapat mengembangkan aspek
sosial dengan menemukan banyak teman baru, berbagi pengalaman,
berkumpul bersama penyandang tunanetra lainnya yang membuat mereka
merasa bahwa hidup ini tidak dilalui seorang diri tetapi masih banyak
teman yang memiliki nasib yang sama. Hal ini diungkapkan oleh Bapak
Edi:
“Ya seneng seneng ajah, istilahnya pertama ibadah kedua seperti
kaya semua temen temen sesama itu ini apa seperti masuk
komunitas aja jadi seneng seneng aja, kaya ketemu temen segeng
kan seneng.”25
Mereka merasa sangat senang saat berkumpul dengan tunanetra
lainnya. Selain karena dianggap memiliki kekurang dan nasib yang sama
mereka merasa bahwa tunanetra adalah seseorang yang memiliki humor
yang tinggi. Dengan meningkatkan aspek positif yang ada di dalam diri
membuat tunanetra dapat menjalani kehidupan dengan lebih bermakna dan
jauh dari perasaan putus asa.
25
Wawancara Pribadi dengan Edi, Cirendeu, 22 April 2015, lihat lampiran IV.
84
2. Faktor yang Mempengaruhi Resiliensi
Ketahanan pada tunanetra selain diperoleh melalui 7 aspek resiliensi
juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam maupun dari luar
diri tunanetra. Dimana dalam BAB II halaman 30 Grotberg menggemukakan
faktor-faktor resiliensi yang didefinisikan berdasarkan sumber-sumber yang
berbeda. Untuk kekuatan individu dalam diri pribadi digunakan istilah „I Am’,
untuk dukungan eksternal dan sumber-sumbernya digunakan istilah „I Have’,
sedangkan untuk kemampuan interpersonal digunakan istilah’I Can’.26
1. I Am (Inner Strength)
I am merupakan kekuatan individu yang ada di dalam diri pribadi.
Dimana meliputi tingkah laku, perasaan dan kepercayaan terhadap dirinya
sendiri. Bapak Edi memiliki faktor I am di dalam diri yang membuatnya
dapat bangkit serta percaya terhadap kemampuan dirinya. Hal ini seperti
yang diungkapkan oleh Bapak Edi:
“ya saya melihat diatas kekurangan itu dikasih kelebihan saya
perhatin ini gitu. Kita dikasih kekurangan pasti dikasih kelebihan, ya
dikasih kelebihan yang apa gitu.”27
Dari pernyataan tersebut tergambar bahwa Bapak Edi percaya
dibalik kekurangan yang dimilikinya tersimpan sebuah kelebihan. Bapak
Edi percaya terhadap kemampuan yang ada pada dirinya, ia yakin bahwa
ia memiliki kelebihan dalam berbagai hal. Begitupun Bapak Setu yang
26
27
Paul Barnard, dkk., Children, bereavement and trauma: Nurturing resilience, h. 57-58.
Wawancara Pribadi dengan Edi, Cireundeu, 15 April 2015, lihat lampiran IV.
85
memiliki faktor I Am di dalam dirinya dan membuat ia dapat bertahan di
kehidupan. Seperti yang diutarakan oleh Bapak Setu:
“Kesadaran dari diri kita sendiri tetep memotivasi diri, dari diri
sendiri dari iman kita, Allah sudah menakdirkan, kalo kita ngeluh
terus berarti kita gak mau menerima pemberian Allah, masa kita
masih minder terus.28
Bapak Setu memiliki faktor I am dimana ia menghargai diri sendiri
dengan menerima kondisi yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada
dirinya. Tunanetra percaya terhadap kemampuan diri sendiri, dalam
menjalani kehidupan sehari-hari mereka cukup percaya diri dengan
melakukan banyak aktifitas seorang diri. Banyak hal yang dapat mereka
lakukan sendiri meski dengan keterbatasan yang ada. Seperti yang
dijelaskan oleh Ibu Astuti:
“Udah bisa ngapa-ngapain sendiri, sekarang kalo pergi juga naik
angkot sendiri udah biasa gitu.”29
Selain dapat melakukan kegiatan secara mandiri tunanetra mampu
melakukan fungsi sosial di masyarakat dengan baik. Peran sosial tunanetra
di masyarakat tetap berjalan meskipun dengan kekurangan yang
dimilikinya. Seperti, peran sosial sebagai ibu rumah tangga mampu Ibu
Astuti kerjakan tanpa mengalami kesulitan. Pekerjaan umum yang ibu
rumah tangga lakukan dapat Ibu Astuti kerjakan dengan sangat baik seperti
28
29
Wawancara Pribadi dengan Setu, Pondok Cabe III, 15 April 2015, lihat lampiran V.
Wawancara Pribadi dengan Setu, Pondok Cabe III, 15 April 2015, lihat lampiran VI.
86
berbelanja sayur, memasak dan membersihkan rumah. Hal ini disampaikan
oleh Ibu Astuti:
“Ngurus rumah juga sendiri bisa iya kalo masak ya sendiri, bersihbersih juga, nyuci semuanya deh, ya namanya ibu-ibu kan begitu
kerjaannya.”30
Peneliti melihat secara langsung saat melakukan kunjungan ke
rumah Ibu Astuti. Ibu Astuti mengurus rumah dengan baik tanpa
mengalami kesulitan. Peneliti melihat Ibu Astuti menyapu rumah, cara
menyapunya memang sedikit berbeda karena ia tidak dapat melihat maka
ia menyapu dengan posisi jongkok dan meraba-raba lantai yang akan
disapunya. Setelah itu Ibu Astuti berbelanja sayur, ia membeli kelapa parut
dan beberapa sayuran.”31
Dengan kepercayaan terhadap kemampuan diri sendiri membuat
tunanetra lebih percaya diri dalam menjalani kehidupan. Mereka tidak
menyerah dan berputus asa melainkan mencari celah dengan kelebihan
yang ada di dalam diri mereka.
2. I Have (External Support)
‘I Have’ dimaksudkan sebagai dukungan keluarga dan struktur
dukungan eksternal. Faktor I have lebih bersifat eksternal dimana
ketahanan tunanetra dipengaruhi dari lingkungan sekitarnya. Dukungan
eksternal merupakan modal yang sangat penting dalam ketahanan
tunanetra di kehidupan. Dimana dengan dukungan dari lingkungan sekitar
30
31
Wawancara Pribadi dengan Astuti, Pondok Cabe III, 19 Mei 2015, lihat lampiran VI.
Catatan lapangan (observasi) peneliti pada 19 Mei 2015, lihat lampiran I.
87
merupakan modal bagi tunanetra untuk bertahan dalam menjalani
kehidupan. Seperti diutarakan oleh Ibu Astuti yang mendapatkan
dukungan dari keluarga :
“ Itu ya orang tua semua kasih dukungan gitu, pada bilang ga apaapa kok apalagi om saya kan itu ya paling itu ya om saya......”32
Sama halnya dengan Ibu Astuti kehadiran salah satu anggota
keluarga juga mampu menumbuhkan motivasi di dalam diri tunanetra.
seperti yang terjadi antara Bapak Edi dan anaknya yang memiliki
kelekatan yang begitu dekat. Saat peneliti mengunjungi rumah Bapak Edi,
peneliti menyaksikan Bapak Edi dalam mencurahkan seluruh kasih sayang
untuk buah hatinya. Peneliti melihat Bapak Edi sangat menyayangi
anaknya. Ia nampak sangat dekat dengan anak laki-lakinya dan sesekali
bermain bersama dengannya. Anaknya digendong dan dipeluk serta sering
kali dipangku saat bermain.”33
Kelekatan antara Bapak Edi dan anaknya mempunyai arti khusus
bagi Bapak Edi dalam menjalani kehidupan. Kelekatan serta ikatan yang
kuat diantara keduanya merupakan salah satu modal bagi Bapak Edi.
kelekatan tersebut merupakan sumber motivasi serta sumber semangat
yang begitu besar bagi pribadi Bapak Edi.
Dengan dukungan dari keluarga membuat tunanetra mampu
bangkit dan kembali menjalani kehidupan layaknya orang awas. Selain
dukungan keluarga, dukungan lain yang berpengaruh dalam kehidupan
32
33
Wawancara Pribadi dengan Astuti,Pondok Cabe III, 19 Mei 2015, lihat lampiran VI.
Catatan lapangan (observasi) peneliti pada 22 April 2015, lihat lampiran I.
88
tunanetra adalah dukungan yang berasal dari teman. Seperti Bapak Edi
yang mendapatkan dukungan yang sangat besar dari teman-temannya. Hal
ini diungkapkan oleh Bapak Edi:
“Terus dulu juga saya dapetin motivasi banyak juga yang beri
bantuan banyak, bantuan dalam artian kaya misalnya macam
beberapa temen saya gitukan, tapi waktu itu ada yang biayain saya
berobat, biayain hidup saya juga soalnya waktu itu saya ga bisa
kerjakan. Sama, ya.. istilahnya mungkin itu secara ga langsung
dukungan itu juga ada tapi yang pasti banyak yang memotivasi bisa
sembuh lagi yang sabar yang lain”34
Motivasi yang tunanetra dapatkan dari teman-temannya membuat
mereka lebih bersemangat dan mau kembali bangkit dari keterpurukan
yang sempat dialaminya. Selain itu, yang tidak kalah penting adalah
dukungan yang berasal dari sesama tunanetra. Di Yayasan Khazanah
Kebajikan merupakan tempat berkumpul bagi tunanetra, disana mereka
dapat menemukan teman baru, berbagi pengalaman, dan berkumpul
bersama tunanetra lain yang membuat mereka merasa bahwa hidup ini
tidak dilalui seorang diri tetapi masih banyak teman yang memiliki nasib
yang sama. Hal ini dijelaskan oleh Bapak Edi:
“Ya seneng seneng ajah, istilahnya pertama ibadah kedua seperti
kaya semua temen temen sesama itu ini apa seperti masuk
komunitas aja jadi seneng seneng aja, kaya ketemu temen segeng
kan seneng.”35
Mereka merasa sangat senang saat berkumpul dengan teman
sesama tunanetra. Selain karena dianggap memiliki kekurang dan nasib
yang sama mereka merasa bahwa tunanetra adalah seseorang yang
34
35
Wawancara Pribadi dengan Edi, Cireundeu, 22 April 2015, lihat lampiran IV.
Wawancara Pribadi dengan Edi, Cirendeu, 22 April 2015, lihat lampiran IV.
89
memiliki humor yang tinggi. Dengan dukungan eksternal yang dimiliki
oleh tunanetra menjadikan tunanetra seseorang yang mampu bertahan di
masyarakat. Mereka memiliki kekuatan dan merasa diterima di dalam
masyarakat. Dukungan untuk tunanetra sangat berarti bagi mereka karena
dengan dukungan yang ada dapat menumbuhkan rasa percaya diri serta
optimisme di dalam kehidupan tunanetra.
3. I Can (Interpersonal and problem-solving skills)
‘I Can’ dimaksudkan sebagai keterampilan sosial dan interpersonal
individu, yaitu alat untuk belajar, melakukan, menjalin hubungan, dan
lain-lain. Faktor I can telah dimiliki oleh tunanetra dalam kehidupan
sehari-hari dalam bersosialisasi. Seperti yang diutarakan Bapak Drajat
yang memiliki hubungan yang baik dengan tetangga sekitar:
“Kalo lingkungan sini sosialisasinya bagus, ada yang suka kasih
tau jalan nganter-nganterin suka apa ya suka nolong, ya pokoknya
lingkungan sini sosialisasinya bagus.”36
Kemampuan menjalin hubungan dengan baik juga diperlihatkan
oleh Ibu Astuti. Ibu Astuti memiliki hubungan yang baik dengan
lingkungan sekitar. Saat peneliti mengunjungi Ibu Astuti dirumahnya,
terdengar suara seorang wanita yang berteriak “sayur” di depan rumah Ibu
Astuti, ternyata itu adalah tukang sayur langganan Ibu Astuti. Iapun segera
keluar dan berbelanja beberapa bahan yang akan ia gunakan untuk
memasak pada hari ini. Ia membeli kelapa parut dan beberapa sayuran
36
Wawancara Pribadi dengan Sudrajat, Pondok Cabe III, 20 Juni 2015, lihat lampiran VII.
90
lainnya. Ibu Atuti terlihat sudah kenal dan akrab dengan penjual sayur
keliling tersebut.37
Dalam menjalin hubungan dan berkomunikasi antar sesama
tunanetra, meraka tidak kalah dengan orang awas. Sama halnya dengan
orang awas, mereka mampu menggunakan alat komunikasi berupa telphon
genggam. Telphon yang tunanetra miliki memang tidak secangih telphon
genggam saat ini, tetapi telphon ini sangat membantu mereka dalam
menentukan waktu dan berkomunikasi. Pengaturan pada telphon tersebut
telah diatur sesuai dengan kebutuhan tunanetra. Rata-rata aplikasi yang
ada difungsikan dengan menggunakan sistem suara seperti pesan singkat
dan peringatan waktu. Dengan begitu, tunanetra mampu mengikuti
perkembangan dan bertahan dengan kemajuan teknologi yang ada.
Dengan kemampuan menjalin hubungan yang baik membuat
tunanetra
dapat
bertahan
di
masyarakat.
mengembangkan kemampuan interpersonal
Tunanetra
mampu
dengan baik
sehingga
membuat mereka dapat belajar, melakukan dan menjalin hubugan baik
dengan orang lain.
B. Program
pembinaan
yayasan
khazanah
kebajikan
yang
dapat
mempengaruhi resiliensi tunanetra di masyarakat
Seperti yang telah dijelaskan dalam BAB II halaman 44 menurut
Undang-Undang Nomer 8 Tahun 1985, yang dimaksud dengan organisasi
kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk atas dasar kesamaan, fungsi,
37
Catatan Lapangan (observasi) pada 19 Mei 2015, lihat lampiran I.
91
profesi, agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk
berperan serta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional
dalam wadah Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.38
Yayasan Khazanah Kebajikan merupakan lembaga sosial keagamaan
yang dibentuk atas dasar agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa. Dimana didirikan sebagai bentuk kepedulian sosial untuk membantu anak
yatim piatu, yatim, fakir miskin, janda, manula dan dhuafa termasuk di
dalamanya tunanetra.
Dengan meningkatnya jumlah tunanetra dari tahun ke tahun membuat
YKK mengembangkan programnya dengan membuka kegiatan yang
diperuntukan bagi tunanetra. YKK mencoba ikut andil dalam mengatasi
permasalahan tunanetra yang ada dengan berperan sebagai organisasi
kemasyarakatan. YKK membuka wadah untuk tunanetra yang ingin
mengembangkan dirinya khususnya dalam bidang spiritual keagamaan.
1. Pembinaan Spiritual Keagamaan
Pendidikan Agama bertujuan untuk meningkatkan potensi spiritual
dan membentuk tunanetra agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Peningkatan
potensi spiritual mencakup pengenalan, pemahaman dan penanaman nilainilai keagamaan, serta pengamalan nilai tersebut dalam kehidupan
bermasyarakat.
38
Pramuwito, C., Pengantar Ilmu Kesjahteraan Sosial (Yogyakarta: Departemen Sosial RI
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, , 1996), BAB II hal. 44.
92
Kegiatan di YKK merupakan kegiatan yang bersifat spiritual
keagamaan dengan model kegiatan sholat tahajud dan kajian Al-Quran
yang dilakukan rutin setiap harinya. Hal ini dijelaskan oleh Ibu Yeti selaku
pengurus Yayasan:
“Kalo di sini kegiatannya ya banyakan keagamaan kaya kajian AlQuran, ngaji, sholat tahajud. Saat ini 100% murni ibadah, karena
kalau untuk kaya jasmaninya mereka biasanya udah dapet diluar,
kaya senam biasanya mereka ikut ditempat lain, kalau disini kita
emang fokus ke rohaninya.”39
Peneliti ikut terlibat dalam kegiatan untuk mengetahui kegiatan
yang berlangsung di YKK. Kegiatan dimulai pukul 01:00 WIB dengan
agenda solat tahajud, dilanjutkan dengan kegiatan kajian Al-Quran yang
berakhir pada waktu subuh. Setelah shalat subuh berjamaah kegiatan
dilanjutkan dengan kajian Al-Quran untuk tunanetra.”40
Seiring berjalannya waktu kegiatan ini mendapatkan respon positif
dari tunanetra yang ada di sekitar, terbukti dengan semakin meningkatnya
jumlah tunanetra yang mengikuti kegiatan kajian Al-Quran di YKK. Hal
ini seperti yang disampaikan oleh Bapak Adam:
“Untuk sampai saat ini kan awalnya sedikit ada berapa ada 5 orang
ada 10 orang alhamdulillah yang terdata di yayasan khazanah
kebajikan lebih kurang 120 orang saat ini.”41
Banyaknya jumlah tunanetra yang mengikuti kegiatan di yayasan
khazanah kebajikan membuktikan bahwa kegiatan ini sangat direspon
39
Wawancara Pribadi dengan Yeti Khazanah, Cireundeu, 15 April 2015, lihat lampiran II.
Catatan Lapangan (observasi) pada Minggu 8 Maret 2015, lihat lampiran I.
41
Wawancar aPribadi dengan Adam Shaili, Cirendeu, 9 Juni 2015, lihat lampiran III.
40
93
positif oleh tunanetra. Meskipun, setiap harinya tidak semua tunanetra
selalu hadir 100% dalam kegiatan tetapi tidak membuat kegiatan ini sepi
peminat.
Kegiatan kajian Al-Quran dan ceramah agama bertujuan untuk
menumbuhkan motivasi bagi tunanetra. Di dalam ayat-ayat Al-Quran yang
dikaji terdapat tafsir yang dapat memberikan motivasi serta pencerahan
bagi yang mendengarkannya. Biasanya ayat-ayat yang dipilih seperti ayat
yang menyerukan tentang kebaikan, tidak boleh berputus asa atau
menumbuhkan motivasi dan berisi tentang nikmat yang diberikan Allah
SWT. Melalui ayat-ayat Al-Quran, tunanetra dibina untuk tetap selalu
bersyukur dengan kondisi yang ada dan dibina untuk selalu berbuat baik di
dalam kehidupan mereka.
Keberhasilan pembinaan spiritual yang dilakukan oleh yayasan
khazanah kebajikan tergambar pada ketahanan spiritual dan ketahanan
psikis tunanetra. Pembinaan melalui kegiatan keagamaan membuat
tunanetra percaya terhadap kebesaran Allah SWT dan menjadikan
tunanetra selalu bersabar dengan kondisi yang ada serta ikhlas dalam
menjalani kehidupan. Sedangkan ketahanan psikis yang dipengaruhi
adalah motivasi atau dukungan yang didapatkan oleh tunanetra
menjadikan kondisi psikis mereka lebih tenang dan mereka mampu
memandang kehidupan kedepan yang lebih baik serta bertahan di
masyarakat.
94
2. Pembinaan Financial
Selain mengadakan kegiatan spiritual keagamaan untuk tunanetra,
YKK juga memberikan program bantuan untuk kesejahteraan tunanetra
seperti pemberian santunan/transport, pengobatan gratis, BPJS gratis dan
peringanan biaya sekolah untuk anak tunanetra. Hal ini dijelaskan oleh Ibu
Yeti selaku pengurus YKK:
“Kalo disini belum ada program khusus banget tapi biasanya kalo
dari sisi ketahanan ekonominya kita kasih uang transport
istilahnya, kesetiap tunanetra yang ikut kegiatan. Nanti mereka
setiap harinya dikasih kupon sholat tahajud itu berarti mereka ikut
kegiatan dari awal sampe akhir, nanti itu setiap mau pulang dituker
sama uang. Kalo yang rumahnya deket kita kasih 30.000 kalo
rumahnya jauh kita kasih 50.000, sama dikasih nasi bungkus buat
sarapan. Di sini juga ada klinik, mereka bisa berobat gratis nanti
disana sudah ada daftar namanya untuk tunanetra yang ikut
kegiatan disini. Mereka juga kita bantu untuk buatin BPJS, diurus
semua sama yayasan yang bayar juga yayasan. Anak-anak mereka
juga boleh sekolah disini, boleh tinggal disini kalo mau juga gratis
udah disediain asrama tapi kalo sekolah cuma ada keringanankeringanan tertentu aja ga gratis sepenuhnya.”42
Hal tersebut sesuai dengan apa yang peneliti lihat ketika
melakukan observasi di YKK. Peneliti menyaksikan setelah selesai
kegiatan kajian Al-Quran untuk tunanetra, mereka diberikan uang
transport. Besarnya uang yang diberikan tergantung jarak tempat tinggal
mereka. Apabila tunanetra yang bertempat tinggal jauh dari YKK akan
diberikan uang transport sebesar 50.000 sedangkan yang berjarak dekat
42
Wawancara Pribadi dengan Yeti Khazanah, Cireundeu, 15 April 2015, lihat lampiran II.
95
sebesar 30.000.43 Hal ini juga diperkuat melalui pernyataan dari Bapak Edi
yang mengungkapkan:
“YKK punya klinik kalau tunanetra bebas biaya. Sekarang ini kita
dibuatin kartu bpjs, bpjs yang itu loh yang iuran, yang perbulan.
terus ada istilahnya kalau kita dateng kegiatan itu kita dapet uang
transport juga.”44
Seperti yang telah dijelaskan dalam BAB III halaman 53,
dibukanya kegiatan untuk tunanetra di YKK menurut Bapak Drs. KH.
Najamudin Shiddiq adalah karena kecacatan dan kefakiran bisa membawa
keputusasaan dan kekufuran.45 Untuk itu YKK ingin mengatasi
keputusasaan pada diri tunanetra agar mereka memiliki ketahanan dalam
menjalani kehidupan.
Bantuan kesejahteraan berupa uang santuan yang merupakan
bantuan financial bertujuan agar tunanetra bersemangat dalam mengikuti
kegiatan di YKK. Selain itu, diharapkan bantuan financial tersebut dapat
dipergunakan untuk modal usaha mereka ataupun untuk sekedar
memenuhi dan membantu meringankan kebutuhan sehari-hari. Untuk
bantuan BPJS gratis yang diberikan oleh YKK bertujuan agar tunanetra
mendapatkan akses kesehatan yang lebih baik. Tunanetra tidak perlu
khawatir apabila mereka mengalami sakit karena mereka telah tercover
dalam jaminan tersebut.
43
Catatan Lapangan pada Minggu 8 Maret 2015, lihat lampiran
Wawancara Pribadi dengan Edi , Cireundeu, 15 April 2015, lihat lampiran IV.
45
Dikki Akhmar, Cahaya Terang Para Tunanetra, My Tangsel, 2015, BAB III, h. 53.
44
96
Keberhasilan pembinaan financial yang dilakukan oleh yayasan
khazanah kebajikan tergambar dalam ketahanan ekonomi tuananetra.
Tunanetra merasa lebih tenang dengan bantuan yang diberikan oleh
yayasan. Bantuan tersebut meringankan beban ekonomi tunanetra dan
bantuan asuransi kesehatan yang ada juga membuat tunanetra tidak
terbebani dengan permasalahan kesehatan keluarganya.
3. Fasilitas untuk Tunanetra
YKK menyediakan beberapa fasilitas bagi tunanetra yang ingin
dibina. Selain mengadakan kegiatan keagamaan, YKK memiliki rumah
singgah untuk tunanetra yang dapat digunakan oleh tunanetra untuk
beristirahat. Seperti yang dijelaskan oleh Bapak Adam:
“Yayasan juga menyedikan seperti di depan ini ada rumah singgah,
rumah singgah yg ber-ac kita harus istimewakan. Sebetulnya kita
hanya menyediakan rumah singgah, belum kita menyediakan
secara yang asrama tunanetra, yang ada asrama rumah yatim tapi
kalo untuk tunanetra kita hanya memberikan fasilitas. Rumah
singgah tuh maksudnya mereka dari rumahnya dari kontraknya
istirahatnya disini yang putri ada yang putra ada yang laki-laki ada
yang perempuan ada.”46
Peneliti melihat bagaimana kondisi rumah singgah yang ada di
Yayasan Khazanah Kebajikan. Ini terlihat dari hasil dokumentasi yang
diperoleh peneliti, sebagai berikut:
46
Wawancara Pribadi dengan Adam Shaili, Cireundeu, 9 Juni 2015, lihat lampiran III.
97
Gambar 03
Rumah singgah tunanetra
Pada gambar diatas adalah rumah singgah bagi tunanetra
perempuan. Ruangan satu petak ini dapat digunakan oleh tunanetra
perempuan yang ingin beristirahat di Yayasan Khazanah Kebajikan.
Kamar yang tidak terlalu besar ini dilengkapi dengan satu kamar mandi
yang ada di dalamnya.
Selain memberikan fasilitas berupa rumah singgah, YKK juga
memberikan kesempatan untuk tunanetra yang memiliki kemampuan
untuk bekerja di yayasan. Seorang tunanetra yaitu Bapak Sapto telah
membuktikannya. Peneliti menyaksikan bagaimana Bapak Sapto bekerja
di YKK dengan menggunakan komputer. Fasilitas berupa komputer
khusus untuk tunanetra disediakan di YKK. Dengan komputer tersebut
tunanetra dapat mengakses berbagai informasi serta menggunakan
berbagai apliksi yang ada dengan sistem suara.”47
47
Catatan lapangan (observasi) peneliti pada, lihat lampiran I.
98
Selain memiliki fasilitas rumah singgah dan komputer bicara, di
ruang sekretariat YKK, peneliti melihat terdapat tumpukan kardus yang
berisi Al-Quran braille. Al-Quran tersebut merupakan bantuan yang
didatangkan langsung dari Kementerian Sosial. Nantinya Al-Quran akan
digunakan oleh tunanetra yang ada untuk belajar membaca Al-Quran.48
Ini membuktikan selain YKK membina tunanetra, mereka juga
membuka kesempatan dan peluang untuk tunanetra berkarir di yayasan.
Dengan begitu, YKK memberikan wadah dan jalan khusus bagi tunanetra
untuk meningkatkan kesejahteraan mereka di masyarakat.
48
Catatan lapangan (observasi) peneliti, lihat lampiran I.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai resiliensi tunanetra binaan
yayasan khazanah kebajikan dalam mencapai kesejahteraan di masyarakat,
peneliti dapat menyimpulkan berdasarkan fokus penelitian sebagai berikut:
1. Resiliensi tunanetra binaan yayasan khazanah kebajikan dalam
mencapai kesejahteraan di masyarakat.
Resiliensi tunanetra binaan yayasan khazanah kebajikan dalam
mencapai kesejahteraan di masyarakat sudah baik. Masing-masing
tunanetra terbukti memiliki kemampuan untuk bertahan di masyarakat.
Kemampuan tersebut dilihat dari aspek resiliensi dan faktor yang
memepengaruhi resiliensi padsa tunanetra.
a. Aspek Resiliensi
Terdapat 7 kemampuan yang berkontribusi dalam pembentukan
resiliensi tunanetra, sebagai berikut:
1. Regulasi Emosi
Rata-rata dari tunantera pernah merasakan perasaan malu, tidak
percaya diri, takut dan menyangkal dengan kondisi mereka.
Perasaan tersebut mampu mereka atasi dengan meregulasi emosi.
Mereka mampu meregulasi emosi dan keluar dari semua persaan
tersebut. Mereka telah menerima kekurangan yang ada dan
berusaha
bangkit
menjalani
99
kehidupan.
Mereka
mampu
100
memecahkan masalah, tidak menyerah, dan bergerak maju
menemukan solusi dari permasalahan dan kembali menjalani
kehidupan dengan penuh rasa percaya diri.
2. Pengendalian Impuls
Kondisi yang tidak menyenangkan sering dialami oleh tunanetra.
Mulai dari stigma negatif yang ada di masyarakat sampai dengan
aksi penipuan yang kerap dialami oleh tunanetra. Semua hal
tersebut mampu mereka hadapi dengan kemampuan pengendalian
impuls. Mereka mengendalikan diri untuk tidak merasa marah,
kecewa, dan mampu keluar dari tekanan-tekanan hidup yang
mereka lalui.
3. Optimisme
Kekurangan fisik yang dimiliki oleh tunanetra tidak menjadikan
sebuah alasan untuk mereka mengandalkan bantuan dari orang
lain. Tunanetra tetap optimis dalam menjalani kehidupan dengan
terus bekerja keras untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.
Sulitnya dan terbatasnya lapangan pekerjaan untuk tunanetra masih
menjadi permasalahan yang dirasakan oleh mereka. Namun,
dengan segudang permasalahan yang ada tidak membuat semangat
tunanetra menyurut. Mereka memiliki keyakinan tinggi bahwa
kehidupan mereka akan lebih baik di masa yang akan datang.
4. Analisi Penyebab MasalahTunanetra dalam menjalani kehidupan
melihat segala sesuatu dari sisi positif dimana mereka melihat tidak
semua
kehidupannya
akan
mengalami
kegagalan.
Dengan
101
kemampuan untuk menganalisis penyebab masalah dan gaya
berfikir positif yang dimiliki tunanetra membuat kehidupan mereka
lebih bermakna. Mereka tidak melihat seluruh hidup akan dipenuhi
dengan kegagalan tetapi mereka mampu melihat kehidupan dengan
cara yang berbeda. Mereka menghadapi permasalahan dengan
keikhlasan, kesabaran dan tawakal kepada Tuhan yang menjadikan
diri mereka pribadi mulia di mata Allah SWT.
5. Empati
Kemampuan berempati mutlak diperlukan oleh tunanetra guna
menjalin hubungan sosial yang lebih baik dengan lingkungan.
Kemampuan
tersebut
dicirikan
sebagai
kemampuan
untuk
membaca tanda psikologis orang lain dan emosional orang lain.
Dengan kata lain kemampuan ini merupakan kemampuan dalam
berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Tunanetra telah
mampu melakukan komunikasi serta interaksi dengan lingkungan
sosial. Dengan kemampuan tersebut membuat tunanetra memiliki
hubungan yang baik dengan lingkungan serta mendapatkan
pengakuan di masyarakat.
6. Efikasi Diri
Tunanetra mampu menunjukan efikasi diri mereka dengan
kepercayaan mereka terhadap kemampuan diri sendiri untuk
memecahkan masalah. Mereka mampu keluar dari masalah dan
tidak terbelenggu dalam kesulitan yang ada. Mereka berhasil
102
kembali ke masyarakat dengan percaya diri dan dengan
kemandirian yang dimiliki.
7. Peningkatan Aspek Positif
Tunanetra memiliki kemampuan untuk meningkatkan aspek positif
yang ada di dalam diri mereka. Mereka mengembangkan
kemampuan dengan mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di
yayasan khazanah kebajikan. Tidak jarang dari tunanetra yang
telah mengembangkan dirinya dalam segi agama. Banyak tunanetra
yang mampu membaca Al-Quran braille dan menghafalkan AlQuran serta menjadi Qori dan Qoriah. Bukan hanya itu, beberapa
dari tunanetra mampu menjadi pengajar agama untuk tunanetra lain
seperti mengajarkan membaca Al-Quran braille.
b. Faktor yang mempengaruhi resiliensi
1) I am
Faktor I am telah dimiliki oleh tunanetra dimana mereka percaya
terhadap kemampuan yang ada di dalam diri mereka. Dengan
kepercayaan terhadap diri sendiri membuat tunanetra mampu
bertahan di masyarakat.
2) I Have
Faktor I have yang berasal dari dukungan sekitar dapat
mempengaruhi ketahanan tunanetra. Dukungan yang diperoleh
tunanetra dari keluarga, teman dan lingkungan sekitar terbukti dapat
meningkatkan ketahanan tunanetra di masyarakat.
103
3) I Can
Memalui kemampuan interpersoanal yang dimiliki oleh tunanetra
menjadikan tunanatera dapat menjalin hubungan baik di dalam
masyarakat dan membuat tunanetra dapat bertahan di masyarakat.
2. Program
pembinaan
Yayasan
Khazanah
Kebajikan
yang
mempengaruhi resiliensi tuannetra di masyarakat
Dibukanya kegiatan untuk tunanetra oleh yayasan khazanah
kebajikan adalah, karena YKK melihat permasalahan tunanetra yang
belum mampu ditangani seluruhnya oleh pemerintah. Kegitan pembinaan
yang dilakukan oleh YKK bersifat spiritual keagamaan dengan model
sholat fardu, sholat tahhajud, dan kajian Al-Quran. Meskipun kegiatan
pembinaan di YKK bersifat spiritual, tetapi YKK juga melakukan
pembinana yang mengarah pada kesejahteraan tuananetra.
YKK memberikan bantuan financial sebesar Rp.30.000- Rp.50.000
kepada tunanetra setiap harinya yang mengikuti kegiatan di yayasan.
Program lain yang bersifat kemanusiaan juga dilakukan oleh YKK, seperti
membuatkan jaminan kesehatan untuk tunanetra yaitu BPJS kesehatan
secara gratis. YKK juga menyediakan klinik bagi tunanetra yang sakit dan
YKK membebaskan biaya pengobatan bagi mereka. YKK juga
menyediakan asrama untuk anak-anak mereka yang ingin bersekolah di
YKK serta peringanan biaya sekolah untuk anak-anak tunanetra yang
bersekolah di YKK.
104
Dalam hal kesempatan kerja, YKK memberikan dan membuka
kesempatan kerja seluas-luasnya untuk tunanetra yang memiliki keahlian
dan memenuhi kompetensi untuk bekerja di yayasan. Semua ini dilakukan
oleh YKK dengan tujuan mengatasi keputusasaan pada diri tunanetra agar
mereka memiliki ketahanan dalam menjalani kehidupan.
Pembinaan yang dilakuakan di YKK memberikan dampak positif
bagi tunanetra, dengan pembinaan tersebut memberikan modal untuk
tunanetra bertahan di masyarakat seperti modal psikis, financial, sosial dan
spiritual. Namun, YKK perlu mengembangkan pembinaan yang bersifat
pemberdayaan seperti pelatihan keterampilan dan penyaluran kerja untuk
membuat tunanetra lebih berdaya di masyarakat.
B. Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan dari hasil penelitian, maka
peneliti merasa perlu untuk memberikan kontribusi berupa saran-saran kepada
Yayasan Khazanah Kebajikan dan yang terkait di dalamnya:
1. Untuk Yayasan Khazanah Kebajikan
a. Hendaknya
yayasan
khazanah
kebajikan
mempertahakan
dan
memperluas kegiatan pembinaan untuk tunanetra, tidak hanya sebatas
kegiatan spiritual tetapi memperluas pada kegiatan pemeberdayaan
untuk meningkatkan kualitas hidup tunanetra.
b. Yayasan Khazanah Kebajikan hendaknya bekerja sama dengan
lembaga sosial lain seperti balai pelatihan dalam hal ini Lembaga
105
Pemberdayaan Tenaga Kerja Penyandang Cacat (LPTKP), PERTUNI
(Persatuan Tunanetra Indonesia), dan Mitra Netra untuk mengembangkan
kegiatan yang sudah ada.
c. YKK perlu meningkatkan kuantitas dan kualitas sumber daya dalam
menjalankan program atau kegiatan untuk tunanetra, dengan merekrut
pegawai dari alumni Kesejehteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Untuk Pemerintah
a. Hendaknya pemerintah lebih memperhatikan permasalahan penyandang
disability termasuk tunanetra. Meskipun Indonesia sudah memiliki
Undang-Undang yang mengatur tentang penyandang cacat yaitu UU
No.4 tahun 1997, tetapi implementasi dari Undang-Undang tersebut
masih dirasa sangat jauh dari yang seharusnya. Dalam hal aksesibilitas
penyandang cacat masih mengalami berbagai kesulitan, masih banyak
fasilitas umum yang belum berpihak pada penyandang cacat.
b. Permasalahan kesempatan dan lapangan pekerjaan yang masih dirasa
sulit bagi tunanetra seharusnya menjadi perhatian khusus bagi
pemerintah. Semestinya pemerintah memberikan akses dan lapangan
kerja yang memadai untuk tunanetra. Sehingga tunanetra mendapatkan
kesempatan yang sama untuk berkembang, memperoleh pekerjaan
layaknya orang yang memiliki penglihatan normal.
c. Pemerintah seharusnya menindaklanjuti UU Nomor 4 tahun 1997
tentang Penyandang Cacat pasal 14 yang berbunyi “Perusahaan negara
dan swasta memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada
penyandang cacat dengan mempekerjakan penyandang cacat di
106
perusahaannya sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan,
dan kemampuannya, yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah
karyawan dan/atau kualifikasi perusahaan”. Implementasi dari Undangundang ini sangat buruk, terbukti masih banyak tunanetra yang tidak
diterima di berbagai perusahaan karena alasan keterbatasan fisik.
Seharusnya pemerintah melakukan pengawasan atau sanksi yang tegas
terhadap perusahaan yang tidak menjalankan undang-undang tersebut.
d. Perlunya meningkatkan jumlah organisasi sosial/LSM/Dunia Usaha dan
Masyarakat yang ikut terlibat dalam upaya pelayanan dan rehabilitasi
sosial penyandang cacat di Indonesia.
3. Untuk Penelitian Selanjutnya
a. Bagi peneliti yang berminat untuk mengangkat tema tentang tunanetra
disarankan untuk meneliti tentang eksistensi tunanetra. Pembahasan ini
belum didalami pada penelitian ini dan disarankan untuk memilih
informan (tunanetra) lebih beragam dalam hal tingkat pendidikan,
pekerjaan, dan penyebab ketunanetraan agar informasi yang didapat
lebih lengkap dan menarik.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Adi, Isbandi Rukminto. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan
Intervensi Komunitas. Lembaga Penerbit FE UI: Depok, 2003.
Agustyawati dan Solicha. Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.
Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009.
Akhmar, Dikki. Cahaya Terang Para Tunanetra, Tangerang Selatan: My Tangsel,
Edisi II, 2015.
Barnard, Paul. dkk. Children, Bereavement and Trauma: Nurturing Resilience.
United Kingdom: Jessica Kingsley, 1999.
Bernes, Colin dan Mercer, Geof. Disabilitas Sebuah Pengantar. Jakarta: PIC UIN
Jakarta, 2007.
C, Pramuwito. Pengantar Ilmu Kesjahteraan Sosial. Yogyakarta: Departemen
Sosial RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial,
1996.
Fahrudin, Adi. Pengantar Kesejahteraan Sosial. Bandung: PT Refika Aditama,
2012.
Ghony, M. Djunaidi dan Almanshur, Fauzan. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Jogjakarta: Al Ruzz Media, 2012.
Grotberg, Henderson. Resilience for Today: Gaining Strength from Adversity.
United States of America: Praeger, 2003.
Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif Teori &Praktik. Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2013.
107
108
Melong J, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2007.
Reivich, Keren dan Shatte, Andrew. The Resilience Factor: 7 essential skills for
overcoming life’s is inevitable obstacles. New York: Broadway Book,
2002.
Semium, Yustinus. Kesehatan Mental 2. Yogyakarta: KANISIUS, 2006.
Siebert, Al. The Resiliency Advantage. San Fransisco: Berret-Koehler, 2005.
Smith, David. Inklusi Sekolah Ramah untuk Semua. Bandung: Penerbit Nuansa,
2006.
Suharto, Edi. Isu-Isu Tematik Pembangunan Sosial: Konsepsi dan Strategi.
Jakarta: Badan Pelatihan dan Pembangunan Sosial Departemen Sosial RI,
2004.
Suharto, Edi. Pekerja Sosial di Dunia Industri. Bandung: Alfabeta, 2009.
Qodir, Nurdin. Proyek Proposal Yayasan Khazanah Kebajikan Bangkit Bersama
Dhuafa. Cirendeu: Yayasan Khazanah Kebajikan, 2005.
JURNAL
Putra, Ardian Adi dan Nashori, Puad. “Kebahagiaan Pada Penyandang Cacat
Tubuh Sebuah Penelitian Kualitatif.” Journal Tazkiya of Psychology vol.7,
no.2 (Oktober 2007).
Putra, Kadek Arya Sugatama dan Adhi, Kadek Tresna. “Status Gizi Penyandang
Cacat (Tunagrahita dan Tunarungu) Di Sekolah Luar Biasa B Negeri
Pembinaan Tingkat Nasional Kelurahan Jimbaran Kabupaten Bandung.”
Jurnal Community Health vol. II, no.1 (Januari 2014).
109
Suradi. “Peran Kapital Sosial Dalam Penguatan Ketahanan Sosial Masyarakat.”
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial vol.11, no.02
(Mei-Agustus 2006).
INTERNET
Djunaedi. “Tahun 2020 Jumlah Tuna Netra Dunia Menjadi 2x Lipat.” Artikel
diakses pada 06 Januari 2015 dari http://rehsos.kemsos.go.id/ modules.
php?name=News &file=print& sid=1077.
Gumelar, Linda Amalia Sari. “Keynote speech pada acara rapat kerja nasional
Persatuan Tunanetra Indonesia (PERTUNI) tahun 2011 Jakarta, 14
Desember 2011” diakses dari http://pertuni.idp-europe.org/Rakernas
2011/Rakernas2011-keynote_Menteri_Pemberdayaan_ Perempuan.php.
Hanifah, Abu. “Toleransi Dalam Masyarakat Plural Memperkuat Ketahanan
Sosial.” Artikel diakses pada 18 Februari 2015 dari www.kemsos.go.id
/unduh/Abu _Hanifah.pdf.
Hermana. “Pemberdayaan Penyandang Cacat: Apa Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan?.” Artikel diakses pada 06 Januari 2015 dari http://www.
kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid= 594.
SKRIPSI
Ahmad Shobrian, “Peran Dakwah Yayasan Khazanah Kebajikan (YKK) Dalam
Meningkatkan Pengamalan Ibadah Kelompok Tuna Netra Desa Pisangan
Ciputat.” (Skripsi S1 Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fkultas Ilmu
Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2009).
LAMPIRAN
Lampiran I
Catatan Lapangan Penelitian
Resiliensi Tunanetra Binaan Yayasan Khazanah Kebajikan dalam
Mencapai Kesejahteraan di Masyarakat
Fokus Observasi
: Kegiatan Tunanetra di YKK
Waktu
: Minggu, 8 Maret 2015
Pukul
: 02:00- 05:00 WIB
Tempat Observasi
: Yayasan Khazanah Kebajikan
Sekitar pukul 02:00 WIB peneliti tiba di Yayasan Khazanh Kebajikan.
Setiba disana peneliti menemui petugas yayasan untuk bertanya dimanakah ruang
kegiatan kajian Al-Quran. Peneliti diantar oleh seorang petugas kesebuah aula
yang biasa digunakan untuk kegiatan kajian Al-Quran. Di dalam aula, peneliti
melihat banyak jamaah yang berkumpul untuk menunggu kajian Al-Quran
dimulai. Kajian Al-Quran pada saat ini adalah kajian yang dibuka untuk umum
oleh yayasan, siapapun diperbolehkan untuk mengikuti kegiatan kajian. Sekitar
lebih dari 50 orang menghadiri kajian pada hari ini. Jamaah yang hadir dalam
kegiatan kajian berasal dari berbagai kalangan mulai dari pengurus yayasan, anak
asuh yayasan, tunanetra, ibu rumah tangga dan masyarakat sekitar yayasan
ataupun yang bertempat tinggal jauh dari yayasan.
Waktu sudah menunjukan pukul 03:00, kepala yayasan Bapak H.
Najamudin memasuki aula, itu berarti kegiatan kajian akan segera dimulai.
Kegiatan dibuka dan dipimpin oleh salah seorang santri dari yayasan. Hari ini
adalah hari minggu pertama dibulan Maret, itu berarti kajian hari ini akan
menggunakan bahasa pengantar Bahasa Inggris. Memang setiap satu bulan sekali
di minggu pertama, kajian Al-Quran dilaksanakan dengan menggunakna bahasa
Inggris. Setelah kajian dibuka santri tersebut mempersilahkan Ibu Aisyah
(tunanetra) untuk membacakan ayat suci Al-Quran sebagai surat pembuka
kegiatan hari ini. Ibu Aisyah membacakan surat Al-Baqarah ayat 21-23, peneliti
menyaksikan Ibu Aisyah (tunanetra) membacakan ayat Al-Quran dengan lantunan
suara yang merdu. Ibu Aisyah membacakan ayat tersebut tanpa menggunakan alat
bantu dengan kata lain ia telah menghafalnya. Meskipun dengan keterbatasan
yang dimiliki oleh Ibu Aisyah, namun ia memiliki kemampuan membacakan ayat
tersebut dengan hafalan yang ia miliki. Setelah Ibu Aisyah selesai membacakan
surah Al-Quran, seseorang (siapapun boleh berpartisipasi) akan membacakan arti
dari ayat yang telah dibacakan sebelumnya, tentu saja dengan menggunakan
bahasa Inggris dan menjelaskan maksud serta isi kandungan dari ayat tersebut.
Setelah ayat tersebut selesai dikaji barulah berganti seorang sukarelawan
berikutnya yang akan membacakan ayat Al-Quran dan ayat tersebut tentunya akan
kembali dikaji dan dibahas isi serta makna yang terkandung didalamnya.
Begitulah kegiatan kajian Al-Quran ini berlangsung. Sekitar lebih dari 10 ayat
telah dikaji bersama-sama. Terakhir adalah bapak kepala yayasan menyampaikan
sedikit dakwahnya yang terkait dengan kesimpulan kajian Al-Quran pada hari ini.
Inti yang disampaikan adalah untuk selalu berpedoman pada Al-Quran dan selalu
membacanya setiap hari.
Tak terasa waktu sudah menunjukan pukul 04:30, adzan subuh mulai
terdengar. Untuk itu kajian pada hari ini diakhiri dan sebenarnya setiap selesai
kajian akan ada sebuah kuis dan siapa yang dapat menjawab pertanyaan tersebut
akan mendapatkan hadiah. Namun hari ini kuis tidak dilaksanakan karena waktu
yang tidak memungkinkan. Kajianpun ditutup dan para jamaah bersiap-siap untuk
melaksanakan kegiatan sholat subuh berjamaah di lapangan yayasan. Begitupun
dengan tunanetra, mereka bergegas untuk melaksankan sholat subuh berjamaah,
dengan mandiri mereka mengerjakan segala sesuatu tanpa bantuan dari orang lain,
seperti mengambil wudhu. Seakan telah terbiasa, mereka dapat melakukannya
sendiri dan tanpa dibantu untuk menuju ke tempat wudhu. Dalam menentukan
arah kiblat dan berbaris membentuk shaf sholatpun mereka mampu melakukannya
sendiri.
Setelah selesai sholat subuh berjamaah kegiatan untuk tunanetra belumlah
beakhir. Selanjutnya ada kegiatan kajian Al-Quran, kali ini kajian Al-Quran
dikhususkan untuk para tunanetra, namun jika orang normal ingin mengikuti
kegiatan ini dipersilahkan. Sama halnya dengan kajian Al-Quran yang
sebelumnya sudah dilakukan, kajian ini juga memiliki tata cara yang sama.
Bedanya kajian ini dipimpin oleh seorang ustad yang akan membacakan ayat AlQuran yang akan dikaji. Ustad akan membacakan dan menjelaskan makna yang
terkandung dalam ayat tersebut. Kajian berakhir tepat pukul 06:00 WIB, jemputan
berupa dua mobil angkot untuk mengantar tunanetra kembali pulang kerumah
masing-masing sudah datang. Setiap hari selesai kajian berakhir tunanetra akan
dijemput oleh mobil angkot untuk kembali kerumahnya. Bagi rumahnya yang
jauh mereka akan diturunkan di stasiun Lebak Bulus dan mereka secara mandiri
akan melanjutkan perjalanannya sendiri.
Setelah selesai kegiatan kajian Al-Quran untuk tunanetra, mereka
mendapatkan uang transport dari yayasan. Besarnya uang yang diberikan
tergantung jarak tempat tinggal mereka. Apabila tunanetra yang bertempat tinggal
jauh dari YKK akan diberikan uang transport sebesar 50.000 sedangkan yang
berjarak dekat sebesar 30.000. Syarat mendapatkan uang tersebut adalah tunanetra
harus mengikuti kegiatan mulai dari shalat tahajud sampai kajian tuananetra
berakhir, mereka masing-masing akan mendapatkan kupon dan kupon tersebut
akan ditukar dengan uang tunai setelah kajian tunanetra berakhir.
Fokus Observasi
: Kegiatan Tunanetra di YKK
Waktu Observasi
: Rabu, 15 April 2015
Tempat Observasi
: Yayasan Khazanah Kebajikan
Pagi ini saya datang ketika para jamaah di yayasan khazanah kebajikan
sedang melaksanakan sholat tahajud berjamaah di lapangan yayasan. Terlihat
lebih dari 30 orang tunanetra yang mengikuti shalat berjamaah. Hari ini kajian AlQuran diadakan setelah shalat isya sampai dengan pukul 12:00 WIB dan
dilanjutkan dengan shalat tahajud berjamaah. Memang jadwal kajian Al-Quran
untuk umum adalah setiap hari Senin-Jumat setelah shalat isya dan hari SabtuMinggu dari jam 03:00-04:30 WIB. Namun kajian Al-Quran untuk tunanetra
setiap harinya adalah setelah shalat subuh sampai dengan pukul 06:00 WIB.
Setelah tunanetra menjalankan shalat tahajud berjamah mereka tidak langsung
kembali kerumah, mereka akan menempati rumah singgah untuk tunanetra yang
telah disiapkan oleh yayasan. Rumah singgah ini berfungsi untuk tempat
beristirahat mereka sampai kegiatan berikutnya berlangsung. Rumah singgah
untuk tunanetra hanya sebuah ruangan sederhana, di dalam ruangan tersebut
sudah diberikan alas berupa tikar untuk tunanetra tidur. Bagi tunanetra perempuan
rumah singgahnya terdapat di depan gedung yayasan. Sedangkan bagi tunanetra
laki-laki ada di dalam gedung yayasan. Tidak jarang juga dari tunanetra yang
memilih tidur di tengah lapangan dengan beralaskan terpal.
Terlihat beberapa tunanetra baru saja datang dengan mengayuh tongkatnya
memasuki yayasan. Pukul 03:00 WIB akan dilaksanakan kembali shalat tahajud
berjamaah, kali ini shalat tahajud lebih dikhususkan untuk tunanetra. Telah
berkumpul lebih dari 50 tunanetra yang siap untuk melaksanakan shalat tahajud
berjamaah. Mereka tampak khusu dalam melaksanakan ibadah. Setelah shalat
berakhir mereka kembali bersantai mengisi waktu untuk menunggu adzan subuh
dan kajian Al-Quran yang akan dilaksanakan setelahnya. Ada yang berbincangbincang dengan sesama tunanetra, ada yang tidur-tiduran, ada yang mendengarkan
musik. Kekurangan yang dimiliki tidak menghalangi apapun dari mereka. Banyak
ibu-ibu tunanetra yang mampu membuatkan kopi untuk para bapak-bapak
tunanetra. Pukul 04:30 WIB adzan subuh mulai terdengar, mereka bersiap-siap
untuk melaksanakan shalat subuh berjamaah. Imam yang memimpin shalat subuh
berjamaah pada hari ini adalah tunanetra. Tunanetra juga mampu membentuk shaf
secara rapi dengan cara meraba-raba barisan shaf yang sudah ada, apabila
tunanetra sudah tertabrak seseorang di depannya itu menunjukan shaf tersebut
sudah terisi, maka ia akan mengisi tempat yang ada di sebelahnya begitulah
seterusnya. Tapi tidak jarang ada beberapa tunanetra yang mengahadap kiblat
secara miring, maka pengurus yayasan akan memperbaiki shaf mereka.
Setelah shalat subuh selesai tunanetra bersiap mengikuti kegiatan kajian
Al-Quran, mereka berpindah tempat satu persatu menuju ke tempat dilaksanakan
kajian. Mereka mengambil duduk dengan sembarang tidak jarang arah duduk
mereka akan saling berhadapan ataupun tidak teratur. Walau begitu ketika kajian
dimulai, mereka akan mendengarkan dengan seksama tanpa ada yang mengobrol
ataupun sibuk dengan kegiatannya sendiri. Kajian kali ini dipimpin oleh Ibu Yeti
selaku pengurus kegiatan tunanetra. Tema kajian hari ini adalah orang-orang yang
bertaqwa. Setelah kajian selesai seperti biasa tunanetra akan diberikan uang
santunan yang akan ditukar dengan kupon yang telah ia peroleh dan masingmasing tunanetra juga mendapatkan satu buah nasi bungkus untuk sarapan.
Setelah itu tunanetra akan pulang kerumah masing-masing dengan jemputan
mobil angkot yang sudah terparkir di lapangan yayasan.
Fokus Observasi
: Kegiatan Bapak Edi dan Kondisi lingkungan
Waktu Observasi
: 23 April 2015
Tempat Observasi
: Rumah Bapak Edi, Bukit Cirendeu
Sekitar pukul 13:00 WIB peneliti mengunjungi rumah Bapak Edi yang
beralamat di Jalan Talas Cireundeu, karena peneliti belum mengetahui rumah
Bapak Edi maka peneliti bertanya kepada salah seorang warga yang kebetulan
terlihat. Saat peneliti bertanya dimana rumah Bapak Edi ternyata warga tersebut
tidak mengetahuinya dan tidak mengenal sosok Bapak Edi. Padahal, jarak rumah
warga tersebut dengan rumah Bapak Edi tidaklah terlalu jauh, hanya berkisar 200
m saja. Rupanya Bapak Edi memang tidak begitu sering keluar rumah dan
bersosialisai dengan tetangga yang ada.
Saat peneliti sampai di kediaman Bapak Edi, ia telah bersiap-siap untuk
berjualan dengan memikul kerupuknya. Bapak Edi menempati sebuah rumah
kontrakan satu petak berukuran 4m x 4m. Kehidupan yang jauh dari kata mewah
terlihat dari tempat tinggal dan kondisinya. Bapak Edi mengontrak disebuah
rumah kontrakan kecil yang ditempati oleh istri dan satu orang anak laki-laki.
Kondisi kontrakan tersebut kurang layak, kontrakan satu petak itu dipenuhi
dengan barang-barang yang berantakan. Kamar tidur, ruang tamu serta dapur
menyatu menjadi satu dalam satu ruangan. Seluruh kegiatan di dalam rumah
dilakukan di satu ruangan tersebut. Di dalam ruangan tersebut terdapat satu kasur,
lemari, televis berukuran 14 inci, dan satu etalase berjualan. Kondisinya tidaklah
rapi, barang-barang seperti mainan anak dan pakaian tergeletak disembarang
tempat.
Bapak Edi memiliki satu orang anak laki-laki yang berusia 4 tahun.
Peneliti melihat Bapak Edi sangat menyayangi anaknya. Ia nampak sangat dekat
dengan anak laki-lakinya dan sesekali bermain bersama dengannya. Anaknya
digendong dan dipeluk serta sering kali dipangku saat bermain. Sangat terlihat
kedekatan emosional antara anak dan ayah tersebut. Peneliti juga mendengar dari
Istri Bapak Edi bahwa ia setiap harinya menjalankan ibadah berpuasa daud dan
puasa sunah senin kamis.
Sebelum pulang, peneliti mengetes Bapak Edi untuk mengetahui apakah ia
mampu dalam membedakan nominal uang yang ada pada uang kertas atau tidak.
Peneliti membeli kerupuk Bapak Edi dengan harga Rp.10.000 dan
memberikannya uang. Bapak Edi meraba uang tersebut dan berusaha menerka
nominalnya. Tetapi tidak berapa lama Bapak Edi kembali bertanya kepada peneliti
berapakah nominal uang yang diberikan. Menurut penerkaannya uang tersebut
bernominal sebesar Rp.10.000, tetapi sebenarnya uang tersebut bernominal
Rp.20.000
Fokus Observasi
: Kegiatan Bapak Setu dan kondisi lingkungan
Waktu Observasi
: 23 April 2015
Tempat Observasi
: Rumah Bapak Setu, Pondok Cabe III
Sekitar pukul 08:00 WIB peneliti mengunjungi rumah Bapak Setu yang
menempati Rumah Tafiz di Pondok Cabe III. Rumah Tafiz adalah rumah yang
segaja disediakan dari seorang donatur yaitu Ustad Yusuf Mansyur untuk
ditempati oleh tunanetra sebagai tempat belajar Al-Quran braille. Kondisi rumah
tafiz terlihat sangat sederhana, di dalamnya terdapat satu ruang tamu, dua kamar
tidur, satu kamar mandi dan satu dapur.
Seusai peneliti berbincang dengan Bapak Setu, iapun bergegas untuk
berangkat bekerja. Dengan berpenampilan rapi menggunakan kemeja, celana
bahan hitam, ikat pinggang, sepatu pantofel, membawa tas, dan yang tidak
ketinggalan adalah tongkatnya, Bapak Setu siap untuk pergi bekerja. Sebelum
pergi, Bapak Setu menyemir sepatunya terlebih dahulu agar terlihat bersih.
Setelah semuanya selesai, ia berangkat menuju tempatnya bekerja di daerah
Mampang Jakarta Selatan dengan menggunakan angkutan umum.
Fokus Observasi
: Kegiatan Ibu Astuti
Waktu Observasi
: Selasa, 19 Mei 2015
Tempat Observasi
: Rumah Ibu Astuti, Pondok Cabe III
Ketika peneliti datang ke Rumah Tafiz, peneliti melihat Ibu Astuti sedang
menyapu rumah. Ibu Astuti mampu melakukan perannya sebagai ibu rumah
tangga dan mengurus rumah dengan baik tanpa mengalami kesulitan. Cara
menyapu Ibu Astuti memang sedikit berbeda, karena ia tidak dapat melihat maka
ia menyapu dengan posisi jongkok dan meraba-raba lantai yang akan disapu.
Selesai menyapu, terdegar suara seorang wanita yang berteriak “sayur” di depan
rumah Ibu Astuti, ternyata itu adalah tukang sayur langganan Ibu Astuti. Iapun
segera keluar dan berbelanja beberapa bahan yang akan ia gunakan untuk
memasak pada hari ini. Ia membeli kelapa parut dan beberapa sayuran lainnya.
Ibu Atuti terlihat sudah kenal dan akrab dengan penjual sayur keliling tersebut.
Masakan yang akan dibuat oleh Ibu Astuti hari ini adalah urab.
Sehari-harinya Ibu Astuti sangat cekatan mengerjakan pekerjaan sebagai
seorang ibu rumah tangga. Dengan mandiri ia mampu membersihkan rumah,
mencuci, dan memasak. Kompor yang digunakan untuk memasakan saat ini
memang masih menggunakan kompor minyak, dikarenakan ia takut apabila
menggunakan kompor gas. Menurutnya, di rumah tafiz seluruh penghuni adalah
tunanetra maka ia tidak mau mengambil resiko apabila menggunakan kompor gas.
Penggunanan kompor gas lebih besar bahayanya dibandingkan dengan kompor
minyak. Ia takut apabila menggunakan kompor gas nantinya gas yang digunakan
akan tertabrak-tabrak oleh tunanetra saat melintas. Selain itu, apabila kompor
minyak tidak menyala ia dapat memperbaikinya sendiri berbeda dengan kompor
gas yang sedikit rumit untuk diperbaiki. Menurut teman-teman sesama tunanetra
yang tinggal bersama Ibu Astuti di rumah tafiz, Ibu Astuti pandai dalam
memasak dan masakan Ibu Astuti sangatlah enak.
Fokus Observasi
: Yayasan Khazanah Kebajikan
Waktu Observasi
: 1 September 2015
Tempat Observasi
: Yayasan Khazanah Kebajikan
Pada pukul 13:00 peneliti mengunjungi Yayasan Khazanah Kebajikan
untuk mengurus surat izin penelitian. Di dalam ruangan kesekretariatan yayasan,
peneliti melihat terdapat setumpuk kardus yang berisikan Al-Quran Braille yang
berasal dari Kementerian Sosial. Al-Quran itu nantinya akan digunakan oleh
tunanetra yang ada di yayasan untuk belajar membaca Al-Quran.
Di ruangan ini juga ada Bapak Sapto seorang tunanetra yang tengah asik
mengoprasikan komputernya. YKK memberikan kesempatan untuk tunanetra
yang memiliki kemampuan untuk bekerja di yayasan, Bapak Sapto telah
membuktikannya. Peneliti menyaksikan bagaimana Bapak Sapto bekerja dengan
menggunakan komputer. Fasilitas berupa komputer khusus untuk tunanetra
disediakan di YKK. Dengan komputer tersebut tunanetra dapat mengakses
berbagai informasi serta menggunakan berbagai apliksi yang ada dengan sistem
suara.
Fokus Observasi
: Ketahanan Tunanetra
Waktu Observasi
: Sabtu, 29 Agustus 2015
Tempat Observasi
: Pondok Cabe
Sekitar pukul 16:30 WIB peneliti melewati jalan Pondok Cabe dekat
Universitas Terbuka, peneliti melihat seorang tunanetra yang sedang berjalan
sambil memikul beberapa kantong kerupuk di pundaknya. Dengan membawa
tongkat sakti dan memikul kerupuk dagangannya, ia tidak terlihat ragu untuk
melewati jalan yang saat itu sedang ramai dilintasi oleh kendaraan. Saat ia sedang
berjalan lurus kedepan, ada sebuah sepeda motor yang sedang berhenti tepat di
depan jalan yang akan ia lewati. Dengan kekuatan insting yang dimilikinya, ia
mampu mengetahui keberadaan motor yang sedang berhenti tersebut. Dengan
sigap ia langsung mengambil arah sedikit ke kanan untuk menghindari motor
tersebut.
PEDOMAN WAWANCARA
Untuk Tunanetra Binaan Yayasan Khazanah Kebajikan
Hari, Tanggal Wawancara
:
Waktu dan Tempat Wawancara
:
Nama Informan
:
Usia
:
Pekerjaan
:
Pendidikan terakhir
:
Status
:
1. Sejak kapan Bapak/Ibu mengalami ketunanetraan dan apa penyebabnya?
2. Hal apa yang membuat Bapak/Ibu bertahan dan menerima diri dengan
keadaan yang ada?
3. Bagaimana cara Bapak/Ibu menyesuaikan diri di masyarakat?
4. Bagaimana keseharian Bapak/Ibu dalam bersosialisasi dan berinteraksi dengan
lingkungan?
5. Bagaimana Bapak/Ibu bertahan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari?
6. Apa suka duka yang Bapak/Ibu rasakan selama menjalani kehidupan?
7. Apakah Bapak/Ibu pernah memiliki pengalaman yang menyebabkan diri
menjadi putus asa dengan keadaan?
8. Keahlian apa yang Bapak /Ibu miliki dan bagaimana mengembangkannya?
9. Bagaimana awal mulanya Bapak/Ibu dapat bergabung dengan Yayasan
Khazanah Kebajikan?
10. Apa saja kegiatan yang Bapak/Ibu ikuti di Yayasan Khazanah Kebajikan?
11. Apa manfaat yang dirasakan dengan mengikuti kegiatan di Yayasan Khazanah
Kebajikan?
PEDOMAN WAWANCARA
Untuk Ketua Bidang dan Pengurus di Yayasan Khazanah Kebajikan
Hari, Tanggal Wawancara
:
Waktu dan Tempat Wawancara
:
Nama Informan
:
Usia
:
Jabatan
:
Pendidikan terakhir
:
Status
:
1. Bagaimana sejarah diadakannya kegiatan untuk tunanetra di Yayasan
Khazanah Kebajikan?
2. Apa saja kegiatan yang diberikan oleh Yayasan Khazanah Kebajikan untuk
tunanetra?
3. Apa tujuan diadakannya kegiatan tunanetra di Yayasan Khazanah Kebajikan?
4. Bagaimana Yayasan Khazanah Kebajikan mengembangkan Resiliensi
(ketahanan) tunanetra di masyarakat?
5. Bagaimana pengembangan diri diberikan oleh Yayasan Khazanah Kebajikan
untuk tunanetra?
6. Bagaimana Yayasan Khazanah Kebajikan berperan dalam memberikan
dorongan/motivasi kepada tunanetra untuk mampu bertahan di masyarakat?
7. Bagaimana antusias tunanetra dalam mengikuti kegiatan di Yayasan Khazanah
Kebajikan?
8. Apa harapan Yayasan Khazanah Kebajikan untuk tunanetra dari diadakannya
kegiatan tersebut?
Inform Consent
Assalammu’alaikum Wr. Wb.
Nama : Dini Fiqriah
NIM : 1111054100003
Adalah Mahasiswi Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang melakukan
penelitian sebagai pemenuhan tugas akhir (skripsi).
Penelitian ini tidak akan menimbulkan akibat yang merugikan bagi
Bapak/Ibu sebagai informan, kerahasiaan informasi yang diberikan akan dijaga
dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Jika Bapak/Ibu tidak bersedia
menjadi informan, maka tidak ada ancaman bagi Bapak/Ibu. Apabila Bapak/Ibu
bersedia, maka saya mohon kesediaannya untuk menandatangani persetujuan dan
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah saya buat.
Atas perhatian dan kesediaan Bapak/Ibu menjadi informan, saya
mengucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Hormat Saya,
Dini Fiqriah
Data Informan
Nama
:
Usia
:
Jabatan
:
Saya yang bersedia,
________________________
Lampiran II
TRANSKIP WAWANCARA
Hari, Tanggal Wawancara : Rabu, 15 April 2015
Waktu wawancara
: 02:00 WIB
Tempat wawancara
: Yayasana Khazanah Kebajikan
Nama Informan
: Yeti Khazanah (Pengurus)
No
Pertanyaan
1
Bagaimana sejarah diadakannya
kegiatan untuk tunanetra di
Yayasan Khazanah Kebajikan?
Dan bagaimana perkembangan
kegiatan tersebut?
2.
3.
Sampai saat ini, berapa jumlah
tunanetra
yang
mengikuti
kegiatan di YKK? Dan apakah
setiap harinya seluruh tunanetra
tersebut selalu hadir dalam
kegiatan?
Apa saja kegiatan/program yang
YKK berikan untuk tunanetra?
4
Apakah ada syarat tertentu untuk
bergabung dengan YKK?
5
Apa
tujuan
diadakannya
kegiatan tunanetra di Yayasan
Khazanah Kebajikan?
6
Bagaimana
YKK
mengembangkan
Resiliensi
(ketahanan)
tunanetra
di
masyarakat?
Jawaban
Awalnya kegiatan untuk tunanetranya
dibuka sejak 2007, Alhamdulillah sih
perkembangannya kesini sini bagus,
banyak yang hafal Al-Qur’an juga, ada
yang bisa Qori, nambah juga ilmu
agamanya.
Saat ini yang terdaftar ya sudah ada 120
tunanetra, itu yang terdaftar disini. Kalo
setiap harinya egak selalu full 120 orang
dateng, kira-kira sekitar 60-70 tunanetra
yang hadir kegiatan perharinya, ya sekitar
segitulah.
Kalo di sini kegiatannya ya banyakan
keagamaan kaya kajian Al-Quran, ngaji,
shalat tahajud. Saat ini 100% murni
ibadah, karena kalau untuk kaya
jasmaninya mereka biasanya udah dapet
di luar, kaya senam biasanya mereka ikut
di tempat lain, kalau di sini kita emang
fokus ke rohaninya.
Kalau syarat khususnya ga ada, cuma
paling itu nyerahin KTP, KK, surat nikah
bagi yang sudah menikah, tentunya
tunanetra ya, dan mau ikutin peraturan
yayasan.
Tujuan utamanya sih sebenernya yang
paling utama ya untuk memperbaiki
ibadah, terus juga memperbaiki akhlak
mereka juga kan.
Ketahanan yang seperti apa nih? kalo
disini belum ada program khusus banget
tapi biasanya kalo dari sisi ketahanan
ekonominya kita kasih uang transport
istilahnya, kesetiap tunanetra yang ikut
kegiatan. Nanti mereka setiap harinya
dikasih kupon solat tahajud itu berarti
7.
Bagaimana pengembangan diri
diberikan
oleh
Yayasan
Khazanah Kebajikan untuk
tunanetra?
8.
Apabila ada tunanetra yang
mengalami
permasalahan
bagaimana peran YKK dalam
membantu
mengatasi
permasalahan tersebut?
9.
Bagaimana Yayasan Kazanah
Kebajikan
berperan
dalam
memberikan dorongan/motivasi
kepada tunanetra untuk mampu
bertahan di masyarakat?
10. Bagaimana antusias tunanetra
dalam mengikuti kegiatan di
Yayasan Khazanah Kebajikan?
11. Apa harapan Yayasan Khazaanh
Kebajikan terhadap dilaksanakan
kegiatan tersebut?
mereka ikut kegiatan dari awal sampe
akhir, nanti itu setiap mau pulang dituker
sama uang. Kalo yang rumahnya deket
kita kasih 30.000 kalo rumahnya jauh kita
kasih 50.000, sama dikasih nasi bungkus
buat sarapan. Di sini juga ada klinik,
mereka bisa berobat gratis nanti disana
sudah ada daftar namanya untuk
tunanetra yang ikut kegiatan disini.
Mereka juga kita bantu untuk buatin
BPJS, diurus semua sama yayasan yang
bayar juga yayasan. Anak-anak mereka
juga boleh sekolah disini, boleh tinggal
disini kalo mau juga gratis udah disediain
asrama tapi kalo sekolah cuma ada
keringanan-keringan tertentu aja ga gratis
sepenuhnya.
Kalau
disini
fokusnya
masih
memperbaiki
ibadahnya
supaya
spiritualnya
lebih
baik.
Kalau
pengembangan diri yang bersifat kaya
gimana gitu belum ada sih ya paling
pengembangan spiritualnya aja.
Biasanya mereka kalo ada masalah suka
sharing secara pribadi ke ibu, terus kalo
ibu bisa ya ibu bantu solusinya tapi kalo
masalahnya
berat
nanti
biasanya
didiskusiin ke yayasan jadi cari solusinya
bareng-bareng sama pengurus lain dan
yayasan, itu kalo untuk masalah yang
berat.
Kalau motivasi sih itu balik kedirinya
mereka masing-masing, kita ya disini
cuma mengajak, menyampaikan, kalau
mereka dengan ajakan tersebut bisa
termotivasi berarti apa yang kita berikan
tersampaikan.
Bagus ya, kan emang rata-rata pada
semangat karena memangkan pelajaran
disini egak mereka dapetin diluar juga.
Harapannya sih biar ya itu mereka
spiritualnya bisa lebih baik, terus
harapannya
juga
mereka
bisa
menghilangkan keputusasaan merekalah
biar mereka lebih baik lagi gitu.
Lampiran III
TRANSKIP WAWANCARA
Hari, Tanggal Wawancara : Selasa, 9 Juni 2015
Waktu wawancara
: 11:00 WIB
Tempat wawancara
: Yayasan Khazanah Kebajikan
Nama Informan
: Adam Sahili
No
Pertanyaan
Jawaban
1. Bagaimana sejarah diadakannya Kalo untuk tunanetra disini kalo ga salah
kegiatan untuk tunanetra di dari tahun 2000 sebentar (mengecek),
Yayasan Khazanah Kebajikan?
nah dari tahun 2009 sampai sekarang.
Berati lebih kurang sekitar 6 tahun. Iya
sebenernya ginikan yayasan inikan
didasari dari surat Al-Maun (dibacakan
suratnya dan artinya), nah itu dasarnya
jadi dulu sebelum tunanetra ini memang
yayasan ini bergerak hanya untuk anak
yatim dan fakir miskin, alhamdulillah
berjalan-berjalan ternyata ternyata ada
yang lebih fakir lagi kalo orang fakir
miskin kan miskin saja bisa liat masih
enak bisa liat dunia, liat keindahan, liat
siapapun tapi kalo orang yang sudah
miskin egak bisa liat lagi itulah dasarnya
kenapa yayasan ini tergerak untuk
membantu mereka.
2. Sampai saat ini, berapa jumlah Untuk sampai saat ini, kan awalnya
tunanetra
yang
mengikuti sedikit ada berapa ada 5 orang ada 10
kegiatan di YKK?
orang dan alhamdulillah yang terdata di
yayasan khazanah kebajikan saat ini
lebih kurang 120 orang. Dan visi misi
kita memang mengumpulkan tunanetra
se-jabodetabek. Jadi kalo ada tunanetra
barangkali dini tau atau dijalan ketemu
ada orang yang susah dari pada mereka
pijit kan cari uang cari apa mending
mereka ibadah aja disini. Tugas mereka
cuma ibadah, mereka sholat tahajud dan
termasuk mereka fakir yang bener-bener
fakir butuh bantuan kita bantu termasuk
membayarkan
kontrakan.
Sehingga
yayasan juga menyedikan seperti di
depan ini ada rumah singgah, rumah
3.
Apa
saja
kegiatan
yang
diberikan
oleh
Yayasan
Khazanah
kebajikan
untuk
tunanaetra?
4.
Apa
tujuan
diadakannya
kegiatan tunanetra di Yayasan
Khazanah Kebajikan?
singgah yang ber-ac, kita harus
istimewakan. Sebetulnya kita hanya
menyediakan rumah singgah, belum kita
menyediakan secara yang asrama
tunanetra yang ada asrama rumah yatim
tapi kalo untuk tunanetra kita hanya
memberikan fasilitas. Rumah singgah tuh
maksudnya mereka dari rumahnya dari
kontrakannya istirahatnya disini yang
putri ada yang putra ada yang laki-laki
ada yang perempuan ada.
Dari mereka itu tahajjut, karena mereka
itu dateng magrib ya mereka punya
kegiatan seperti sholat 5 waktu, sholat
tahajud istirahatnya juga disini sholat
tahajud sampe subuh di sini juga ada
ceramahnya seperti itu, baru kita kasih
santunan setiap hari. Karena mereka
sudah mereka miskin ga bisa liat itu
kenapa kita ngebantunya itu bukan
sekedar membantu mereka memberikan
santunan
saja
setiap
pagi
dan
memberikan pendidikan kepada mereka
termasuk
membantu
anak-anaknya
mereka kami sekolahkan disini, tinggal
disini kita bantu biayanya manfaat dari
kita untuk tunanetra.
Ya
tujuannyakan
begini
untuk
mengangkat harkat drajat martabat anak
yatim fakir miskin termasuk tunanetra.
Karena kenapa, banyak orang yang tidak
pernah memikirkan fakir miskin, banyak
orang yang tidak terpanggil bagaimana
ya cara membantu orang fakir miskin itu.
Sehingga yayasan khazanah kebajikan ini
tergerak untuk membantu mereka, karena
satu keyakinan yayasan khazanah
kebajikan bahwa setiap kita membantu
orang lain itu adalah perasaan aja kita
membantu orng lain padahal kita itu
membantu diri kita sendiri. Makanya
dengan adanya kegiatan untuk tunanetra
ini banyak sekali hikmah dibalik itu
seperti kita banyak donatur-donatur yang
luar biasa. Itu siapa yang menghadirkan
kalo bukan Allah dan itu juga sebetulnya
berlaku juga untuk kita, itukan dalam
surat Al-Isra surat 17 ayat 7 itu (dibaca
5.
Bagaimana Yayasan Khazanah
Kebajikan
mengembangkan
Resiliensi (ketahanan) tunanetra
di masyarakat?
6.
Bagaimana pengembangan diri
diberikan
oleh
Yayasan
Khazanah Kebajikan untuk
tunanetra?
7.
Bagaimana Yayasan Khazanah
Kebajikan
berperan
dalam
memberikan dorongan/motivasi
kepada tunanetra untuk mampu
bertahan di masyarakat?
dan diartikan). Jika kamu berbuat baik
maka kebaikan itu kembali kepada
dirimu dan jika kamu berbuat jahat maka
kejahatan itu akan kembali pada dirimu
sendiri. Nah artinya apa drajat orang
itukan tergantung perbuatannya apabila
dia banyak melakukan sesuatu yang baik
maka dia mendapat sesuatu kebaikankebaikan yang baik, tapi ketika satu
orang itu melakukan kejahatan, liat aja
kejahatan itu. Satu kunci prinsip hidup
yang tidak bisa dikalahkan adalah orang
baik, kalo orang jahat bisa dikalahkan
dengan Allah datangkan lagi orang yang
lebih jahat. Nah makanya konsep ini kita
membuat itu kita selalu memikirkan
bagaimana kita selalu berbuat yang baik
untuk tunanetra untuk anak yatim untuk
fakir miskin untuk siapa saja termasuk
ada satu disini anak yng sampe sekarang
gak tau dimana orang tuanya.
Sebetulnya untuk membangun ketahanan
mereka itu yayasan bertanggung jawab
penuh ya dalam hal seperti kalo mereka
itu ada kesulitan ada kesusahan mereka
dibantu.
Mengembangkan dirinya gini disini kan
ada pendidikan spiritual, tunanetra itu
ada yang bisa berdakwah mereka
berceramah mengajak orang lain,
termasuk ini salah satu contoh tunanetra
itu boleh difoto namanya Pak Sapto ia
memiliki kemampuan bermain komputer.
Ada kegiatannya selain mereka itu
tahajud mereka juga ada semacam gini,
kan tunanetra itukan membaca dengan
huruf apa namanya ya itu. Ada donatur
yang memberikan alatnya dan ada juga
yang mengajarkannya.
Seperti begini kita kasih dorongan ke
mereka, motivasi ke mereka, kenapa
karena tunanetra-tunanetra yang tidak
punya kemampuan sama sekali apa yang
mereka lakukan, jadi pengemiskan
mungkin jadi pengemis atau mereka
belajar mijit-mijit, nah disinilah kita itu
untuk mereka datang kesini mereka ga
usah kerja apa-apa kecuali profesional
8.
kan seperti inikan terhormat mereka
bekerja di depan komputer mereka duduk
mereka bekerja seperti orang biasa. Bagi
mereka yang tidak memilki kemampaun
sama sekali yaudah mereka sholat aja
ikuti kegiatan yang kita buat disini
termsuk sholat 5 waktunya, tahajudnya
pengajiannya yang pentingkan dia ikut,
kalian ikut kami akan beri makan kalian
datang kebutuhan apapun kalian silahkan
datang nanti kami liat insyaallah kami
akan bantu dan yang luar biasanya sekali
donaturnya itu berdatangan dan salah
satu donatur tunanetra itu mau tau siapa
pak Hadi Purnomo. Dan memang pak
Hadi Purnomo itu pencinta anak yatim,
fakir miskin dan tunanetra.
Apa harapan Yayasan Khazanah Jadi kalo harapannya itu ya biar mereka
Kebajikan terhadap dilaksanakan itu tunanetra bisa mengembangkan diri
kegiatan tersebut?
mereka, pengembangan luar biasa kita
melihat tunanetra itu luar biasa, dan
bukan dia sendiri banyak ada yang jago
bisa qori ada yang bisa imam ada yang
bisa ngetik, ngetik mesin tik itu mereka
jago untuk kecepatan aja kita kalah. Jadi
luar biasa buat pengembangannya
memang. Yang jelas salurkan kaya gini
kan dia punya kemampuan.
Lampiran IV
TRANSKIP WAWANCARA
Hari, Tanggal Wawancara : Rabu, 22 April 2015
Waktu Wawancara
: 12:30 WIB
Tempat Wawancara
: Rumah Bapak Edi, Bukit Cireunde
Nama Informan
: Edi Maryadi
No
Pertanyaan
Jawaban
1. Sejak kapan Bapak mengalami Kalo ini tuh sejak dari 2001 ya tapi itu ga
ketunanetraan
dan
apa langsung. Awalnya saya sempet berobat
penyebabnya?
lama ya, bulak balik ke rumah sakit itu ke
rumah sakit mata kurang lebih total 9
bulan ya apa.
2. Menurut dokter, apa penyakit Kalau secara kedokteran bilangnya ada
Bapak tersebut?
kekurangan di mata intinya kalo bahasa
indonesia, iya ada kekurangan di mata
kaya semacam aquariumkan semakin lama
semakin kotor-kotor. Dikasih obat tetes
mata bisa hilang tapi nanti keserang lagi,
jadi belum tuntaskan, kan jadi yang itu
nambah lagi semakin lama semakin gelap.
Ya itu tapi emang itu kekebalan tubuh
saya kurang di mata. Dioprasi juga ga bisa
karena memang ini bukan penyakit seperti
katarak atau kaya apa. Kalo sekarang sih
yaudah merah aja udah.
3. Bagaimana
riwayat Tapi ga tau ya waktu dulu tapi dulu banget
ketunanetraan dalam keluarga, ya, paman saya waktu kecil pernah sakit
apakah memang sebelumnya itu juga tapi itu juga waktu saya belum
ada anggota keluarga Bapak lahir.
yang mengalami hal seperti
ini?
4. Hal apa yang membuat Bapak Dalam artian pertamanya tetaplah setiap
bertahan dan menerima diri orang pasti ngerasa saya gimana ya Allah
dengan keadaan yang ada?
tapi alhamdulillah seiring berjalannya
waktu apa, kaya saya ikhlas dengan
kondisi sekarang, ya saya melihat diatas
kekurangan itu dikasih kelebihan saya
perhatin ini gitu. Kita dikasih kekurangan
pasti dikasih kelebihan, ya dikasih
kelebihan yang apa gitu. Terus dulu juga
saya dapetin motivasi banyak juga yang
beri bantuan banyak bantuan dalam artian
kaya misalnya macam beberapa temen
saya gitukan, tapi waktu itu ada yang
5.
Bagaimna
cara
Bapak
menyesuaikan diri dengan
kondisi saat ini di masyarakat?
6.
Bagaimana keseharian Bapak
dalam
bersosialisasi
dan
berinteraksi
dengan
lingkungan?
7.
Bagaimana Bapak bertahan
dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari?
8.
Berapakah penghasilan yang
diperoleh dari hasil berjualan
dan apakah Bapak memiliki
pelanggan tetap?
biayain saya berobat biayain hidup saya
juga soalnya waktu itu saya ga bisa
kerjakan. Sama, ya.. istilahnya mungkin
itu secara ga langsung dukungan itu juga
ada tapi yang pasti banyak yang
memotivasi bisa sembuh lagi yang sabar
yang lain entah apa gitukan setahu saya
gitukan. Itu juga yang buat saya berfikir
yaudah harus kembali lagi nih ga boleh
begini terus gitu.
Dulu awalnya emang gitu saya lama juga
pertama ga bisa beraktifitas seperti biasa.
Ya karena apa ya kebanyakan rasa
mindernya itu waktu itu. Tapi seiring
berjalannya waktu aja lama-lama terbiasa
bisa nyesuain diri tanpa saya sadari
gitukan. Udah biasa gitu jalan, ngapangapin gitu. Udah ga kaya dulu lagilah
udah bisa nyesuain karena udah biasa kali
ya.
Kalo di lingkungan sini saya ga terlalu
banyak keluar rumah, jadi ya kalo ini aja
ada undangan apa ya saya dateng tapi.
Kalo kawinan saya dateng. Kalo sekarang
saya ga terlalu banyak keluar ya istilahnya
gak terlalu banyak nongkrong-nongkrong
atau apa tapi paling di yayasan aja kalo
sama temen-temen tunanetra saya sering
ngobrol-ngobrol lah.
Saya kan jualan kerupuk setiap harinya.
Keliling ke depan sana, kadang saya
mangkal ajah di TK Amanah yang bukit
itu ya itu saya mangkal ajah di depan.
Karena udah terbiasa bulak balik jadi
hafal, saya harus belok kiri saya harus
belok kanan yaudah, terus habis ini ada
polisi tidur udah tau. Emang tunanetra gitu
butuh hafalan kalau dia menemukan
sesuatu yang baru dia harus belajar lagi.
Dagang ini ya ga tentu sih, ya ga begitu
banyak kisarannya ya egak bisa ditaksir
berapa kalo lagi banyak ya banyak kalo
lagi dikit ya dikit egak bisa ditaksir
berapanya. Omset sih satu juta ada
mungkin ya, (mikir) soalnya saya egak
pernah ngitungin itu berapa ininya.
Kerupuknya itu ada yang saya jual 7 ribu
ada yang isi 10 saya jual 14 ribu kalo
9.
Bagaimana cara Bapak dapat
membedakan nominal uang
yang ada?
10. Mengapa
bekerja
kerupuk?
Bapak
sebagai
memilih
penjual
11. Apa suka duka yang Bapak
rasakan selama menjalani
kehidupan?
12. Apakah Bapak mempunyai
pengalaman yang membuat diri
menjadi putus asa dengan
keadaan?
sayakan dan beda-bedakan ada yang ambil
langsung kalo sayakan ambil dari orang
lagi. Dan ada juga temen-temen saya yang
ambil dari pabrik, nah itu lebih murah
biasanya. Kalo saya ya untungnya sekitar
2 ribuan perbungkus kalo itu. kalo istilah
untuk pelangan tetapnya sih egak sih ya
tapi ada ajalah yang beli setiap harinya.
Kalo itu ya dari pengalaman kita aja, kita
egak pernah belajar, kalo egak tau itu kita
nanya aja sama yang beli berapa uangnya
gitu aja. Jadi egak ada belajar dulu, kita
percaya aja sama yang beli.
Sebenernya tuh ya dalam artian pertama
apa ya, dalam artian kerja lebih sedikit lagi
ya matanya udah sakit jadi kerja yang bisa
aja. Semenjak waktu itu ini sih mata saya
egak lihat itu belum pernah istilahnya cari
kerja lagi belum pernah. Terus kalo
tunanetrakan sempit ya dalam arti ya
beberapa item aja kerjaannya selama ini
kalo gak jadi tukang pijit, jadi operator
atau marketing itu marketingnya lewat
telphon. Tapi mereka lebih sempitkan ya
kesempatannya juga terbatas ya, kan kaya
tenaga kerja di suatu perusahaan belum
tentu ini kan mau nerima.
Ga terlalu ini sih sama aja sebenernya
paling suka duka ya itu kadang kalo saya
jalan nih ya berapa kali nabrak istilahnya
ga ada ini gitu-gitu aja.
Kalau saya pernah denger dari beberapa
orang hampir semuanya pasti memang
kaya gitu tapi persentasinya hanya berapa
persen. Mungkin karena saya itu gak terlau
apa, mungkin saya bilang tadi perlahan
lahan gak langsung gitu jadi saya gak
terlalu kagetlah, tapi ada juga temen yang
saya kenal ya ada semacam banyak hal-hal
ginilah ya banyak kecewanya gak ini apa
istilahnya kecewa berat misalnya ada yang
marah-marah. Istilahnya sampai dia
melukai diri sendiri membenturkan kepala
ke tembok, banyak yang kaya gitu.
Awalnya memang iya awalnya, pertama
dalam artian kita bisa melihatkan pasti ada
suatu apa ya merasa gak menyangka juga
ada suatu hal, malukan gitukan istilahnya
keluar rumah gak terlalu kaya gini,
istilahnya gak terlau berani gitu,
masalahnya kita kan takut kecebur got
atau apa gitukan. Jadi masih ada semacam
apa ya ada sesuatu inilah satu kekurangan.
Saya juga waktu itu pas awal pertama itu
saya masih belum itu, menyangkal juga
kalau saya jadi orang buta itu, egak saya
gak buta. Saya waktu itu juga coba berobat
lama-lama akhirnya ya sekarang sih udah
seperti biasa aja kaya gitu, ga terlalu
menggangu istilahnya kaya gitu. Terus
tanpa saya sadari saya ketemu komunitas
tunanetra waktu itukan, saya awalnya saya
hidup sendiri lalu saya dapat informasi
dari temen saya ada tempat belajar untuk
tunanetra saya masuk semacam asrama
pertama kali, ya saya pernah di Raudatull
Mahfud dulu di depan Pasca Sarjana UIN
sekarang udah pindah jauh sih deket
Serpong, saya tahun 2002 masuk dan 2005
keluar dari sana bukan keluar sih tapi
harus pindah. Disana kaya rumah biasa
aja itu juga gak banyak waktu itu saya
paling banyak 15 orang paling banyak
pernah, tapi itukan waktu terakhir-terakhir
saya udah sekitar 7 orang 8 orang. Jadi sih
sekarang udah gak ngerasa putus asa atau
gimana ya saya jalanin aja, kan semuanya
ya emang awalnya aja itukan begitu
ngerasanya.
13. Sejak kapan dan bagaimana Awalnya dari tahun 2008. Awalnya
awal mulanya Bapak dapat sebenernya saya waktu itu ga sengaja ya,
bergabung dengan Yayasan awalnya sayakan nikahnya masih barukan
Khazanah Kebajikan?
2008 itu baru nikah, terus waktu itu
tinggal di Pondok Kopi saya itu coba cari
tempat usaha sama istri, istrikan buat
usahakan buka warung entah itu warung
makan atau apakan. Nah pertama cari
tempat yang strategis itukan, yang kedua
deket sekolahan gitukan, waktu itu saya
coba tanya temen-temen saya, semua
temen-temen yang saya kenal gitukan, ada
yang ngeliat sama yang gak ngeliat siapa
aja. Karena waktu itu kondisinya saya
harus keluar dari Pondok Kopi itu karena
disanakan semacam kos-kosan gitukan,
bukan untuk orang yang berkeluarga,
14. Apa saja kegiatan yang Bapak
ikuti di Yayasan Khazanah
Kebajikan?
15. Apakah ada kegiatan/program
lain yang di berikan oleh YKK
selain kegiatan keagamaannya?
16. Bagaimana antusias Bapak
dalam mengikuti kegiatan di
YKK?
17. Apa manfaat yang dirasakan
dengan mengikuti kegiatan di
Yayasan Khazanah Kebajikan?
disana saya juga cuma dikasih kebijakan
aja sampe dapet kontrakan disana.
Akhirnya pas sekarang saya ini udah
temen saya yang tunanetra juga katanya
coba aja cari di daerah sini nih di bukit,
kan ada sekolah atau tempat kalo kita
ngaji-ngaji, tunanetra ngaji-ngaji, saya
pikir yaudah saya coba ngeliatin gitukan,
wah bagus buat dagang gitu kan.
Akhirnya.. tapi waktu itu saya gak
langsung disini tapi masih satu RT ya,
akhirnya dapet kontrakan yaudah setuju
disini, gitu aja awalnya. Ya awalnya gitu
aja sih dalam artian untuk mencari tempat
usaha tapi memang pada saat itu karena
jalan dari Allah jugakan dulu karenakan
emang saya kepengen juga bisa ngaji
gitukan, ketemu juga sama komunitas
tunanetra, ya itu jadinya secara ga sengaja.
Secara ininya tuntutan untuk dapet tempat
baru tapi lebih ininya buat dagang dan
kebeneran disini ada tempat dagang
alhamdulillah bisa sekaligus ada ngaji.
Iya itu kegiatannya spiritual aja ya. Kan
kalo disana kegiatannya lebih banyak
orang apa ya, istilahnya lebih banyak
malam harikan tahajudan gitukan. Waktu
itu kan taukan mba pernah taukan jam
segitu kegiatannya waktunya.
Program apa kalo kesehatannya kan YKK
punya klinik kalau tunanetra bebas biaya.
Sekarang ini kita dibuatin kartu bpjs, bpjs
yang itu loh yang iuran, yang perbulan.
Terus ada istilahnya kalau kita dateng
kegiatan itu kita dapet uang transport juga.
Ya seneng seneng aja, istilahnya pertama
ibadah kedua seperti kaya semua tementemen sesama itu, ini apa seperti masuk
komunitas aja jadi seneng-seneng aja,
kaya ketemu temen segeng kan seneng.
Ga tau saya gak enak ngomongnya (nada
merendah) mungkin iya kali ya insyaallah
lebih baik ya.
Lampiran V
PEDOMAN WAWANCARA
Hari, Tanggal Wawancara : Kamis, 23 April 2015
Waktu Wawancara
: 07:00 WIB
Tempat Wawancara
: Rumah Tafiz Pondok Cabe III
Nama Informan
: Setu Salim
No
Pertanyaan
Jawaban
1. Sejak kapan Bapak mengalami Kalo ini dari umur 5 tahun, katanya sih
ketunanetraan
dan
apa kecelakaan dulu gara-gara kecolok
penyebabnya?
anyam-anyaman bambu. Masih kecil sih
ya jadi gak begitu inget gitu. Tapi
bertahap gak langsung buta total itu
egak, sedikit berkurang sedikit berkurang
lama-lama udah total. Sempet berusaha
juga berobat kemana-mana, waktu itu
masih terkenalnya dokter iyat di Jogja
dulu tapi gak sempet kesana ya namanya
orang kampung kan. Ga bisa sembuh
karena ga apa ga ke dokter.
2. Hal apa yang membuat Bapak Kesadaran dari diri kita sendiri tetep
bertahan dan menerima diri memotivasi diri, dari diri sendiri dari
dengan keadaan yang ada?
iman kita, Allah sudah menakdirkan,
kalo kita ngeluh terus berarti kita gak
mau menerima pemberian Allah, masa
kita masih minder terus.
3. Bagaimana
cara
Bapak Karena udah dari kecil dan gak langsung
menyesuaikan
diri
di jugakan ya kita sesuaiinnya dikit-dikit.
masyarakat?
Kalo jalan misalnya pake perasaan, pake
insting perasaan karena udah terbiasa.
Sekarang mah udah biasa kalo kerja juga
naik angkot, nanti turun di Lebak Bulus
dari Lebak Bulus naek P20 turun di
Mampang.
4. Bagaimana keseharian Bapak Kalo sekarang sih ya kita interaksi udah
dalam
bersosialisasi
dan canggih udah pake hp kalo mau
berinteraksi dengan lingkungan? komunikasi dengan yang lainnya.
Sekarang ada hp juga bisa ngomong, ada
jam yang ngomong juga. Kalo untuk
tetangga disini sih pada baik-baik semua
ya. Jadi egak kesulitan sama sekali
alhamdulillah.
5. Keahlian apa yang Bapak miliki Dulu kalo tunanetra itu ikut pendidikan
dan
bagaimana
mengembangkannya?
6.
7.
8.
9.
Bapak non
formal,
keterampilan
gitu.
pendidikan tunanetranya macem-macem
pendidikan
tunanetranya
itu
ada
keterampilan bikin anyam-anyaman,
belajar pijat. Setiap daerah ada kayanya
kalau disini di Bekasi ada. Dulu saya ikut
di Pemalang belajar pijat. Sekarang
kerjanya jadi tukang pijat.
Disini
juga setiap senin pagi ada
kegiatan belajar Al-Quran braille. Itu
juga saya sendiri yang ngajar, ada tiga
orang yang ngajar, saya sama dua temen
saya ada. Jamaahnya dari luar banyak
ada sekitar 25-30 orang. Kalo malem
jumat kita juga yasinan bareng disini.
Bagaimana Bapak bertahan Ya dengan saya kerja di panti pijat
dalam memenuhi kebutuhan tunanetra di Mampang. Disana ada 20
sehari-hari?
orang tunanetra yang mijit disana. Dulu
sih udah pernah nyoba 3x daftar tes guru
yang terakhir keterima tapi karena
waktunya kurang tepat jadi saya ga tau
jadi terlambatlah. Pas saya kesana udah
terlambat, udah diterima tapi saya
kesananya terlambat jadi gak bisalah.
Sekarang sih susah ya cari kerja buat
tunanetra emang karena kesempatan ya
terbatas lapangan juga sempit, ya
tunanetra itu namanya juga kaya gimana
sempit ya, kesempatan juga terbatas
jelas.
Berapa penghasilan yang Bapak Penghasilan ga tetap ya, kira-kira 2,5
peroleh dari pekerjaan Bapak nyampelah perbulan kira-kira. 2,5 lah iya
saat ini?
kira-kira. Ga mesti juga kadang tetap
kadang egak. Kalo lagi rame banyak kalo
sepi ya dikit. Kan pelanggannya ga tetap
juga ya.
Apakah Bapak mempunyai Dulu iya pernah ngerasa kaya gitu tapi
pengalaman yang membuat diri sekarang egak, waktu dulu masih kuliah,
menjadi putus asa dengan kan itu di SPGI malu temen-temen kalo
keadaan?
pulang kuliah kan pada bawa motor saya
pulang bawa tongkat. Temennya orang
awas semua masalahnya, saya doang
yang tunanetra jadi ngerasa minder, malu
gitu.
Apa suka duka yang Bapak Dukanya ya kalo nyasar aja sih kan
rasakan
selama
menjalani susah, kalo orang awas nanya masih ini
kehidupan?
ya tapi kalo kita tunanetra nanya juga
susah ya ga terlalu gimana gitu ga tau
10. Sejak kapan Bapak mengikuti
kegiatan di YKK?
11. Apa saja kegiatan yang diikuti di
Yayasan Khazanah Kebajikan?
12. Apa ada program lain yang
YKK berikan?
13. Apa manfaat yang dirasakan
dengan mengikuti kegiatan di
Yayasan Khazanah Kebajikan?
juga. Tapi sekarang udah banyak
sukanya yaudah enak aja alhamdulillah.
Dari tahun berapa ya udah lama banget
sih kalo ikut ngaji-ngaji gitu. Kalo ikut
pengajian sih udah dari 1997 sampe
sekarang, iya sejak merantau kesini udah
ikut-ikut pengajiankan dimana aja.
Tapikan YKK mulainya 2007 baru buka
ya kita ikut tuh tapi sebelumnya ngaji
dimana aja sama orang-orang liat. Tau
YKK juga dikasih tau dari tementemenkan pertama kali ada temen juga
yang ikut ngaji disini, ngasih info disini
ada pengajian ya kita coba-coba. Dulu
kita ngajinya kemana aja ke Kreo
kemana tapikan dulu cuma seminggu
sekali, terus jadi setiap harinya cuma ke
panti pijat tapi sekarang kalo di YKK
kan setiap pagi setiap hari ya.
Iya kalo di YKK kita sholat tahajud,
terus kalo disana mengkaji Al-Quran tapi
kalo disini belajar cara membacanya
dengan baik.
Di sana ya, oh itu juga dari yayasan
minta
ke
temen-temen
untuk
mengumpulkan apa foto copy KTP untuk
dibuat apa itu jjs itu apa itu ya oh iya
bpjs, ya itu buat kesehatannya,
kesejahteraan
ya
itu.
Ada
kesejahteraannya juga ada kalo pulang
dikasih transport, dikasih sarapan
kesejahteraannya gitu-gitu didaftarkan
sebagai anggota bpjs, bpjs itu yang
bayarin dari sana juga.
Ya beda sebelumnya kita di YKK gak
tau Al-Quran setelah di YKK kita tau AlQuran. Ya sebenernya tau tapi sedikitsedikit ga seperti kaya sekarang. Tau isiisi kandungan Al-Quran dulukan tau tapi
ga kaya sekarang tiap hari dengerin
kajian Al-Quran.
Lampiran VI
TRANSKIP WAWANCARA
Hari, Tanggal Wawancara : Selasa, 19 Mei 2015
Waktu Wawancara
: 09:00 WIB
Tempat Wawancara
: Rumah Ibu Astuti, Pondok Cabe III
Nama Informan
: Astuti
No
1.
2.
Pertanyaan
Sejak kapan Ibu mengalami
ketunanetraan
dan
apa
penyebabnya?
Jawaban
Itu kata orang tua sakit panas, tapi saya
sempet liat sampe kelas 6 SD tuh yang
satu masih bisa liat, ga semua sebagian
masih bisa liat tapi lama-lama total.
Pelan-pelan lama-lama total. Dulu udah
berobat tapi orang dulukan gak begitu,
rumah sakit juga masih jauh, terus masih
percaya kadang-kadang sama dukundukun jawa gitu ya. Egak kaya sekarang,
kan zamannya serba ada. Mungkin kalo
sekarang dibawa kedokter masih bisa
sembuh, kan dulu masih bisa liat.
Sekarang bener-bener total cuma bisa
ngeliat bayangan dikit sekali, kalo
misalnya kita lagi jalan ada benda yang
gede sekali kaya mobil itu tahu, tapi kalo
benda yang kecil ga tahu, kalo orang tahu
di depan ada orang tapi ga tahu itu siapa.
Tapi kalo sinar lampu udah ga liat.
Bagimana perasaan Ibu saat Ya takut.. begitu ini mata tuh sakit mata
pertama kali mengetahui kondisi pegel, keluar air mata banyak sekali eh
ini? Apakah sedih atau kecewa? pas bangun tidur udah gak bisa liat. Ga
tau ini siang atau malem, mau turun tuh
gak berani takut, sampe berapa hari,
jendela mau dibuka ga berani. Mau jalan
aja takut. Eh lama-lama apa seminggu
apa lima hari turun akhirnya biasa udah.
Emang sempet takut kayanya gelap gitu.
Ya iya karena gak lihat sulit banget,
gimana sih namanya orang takut mau
jalan ya gimana. Tapi sekarang udah
biasa dan akhirnya tau, karena awalnya
gelap sekali karena biasanya terang kali
ya pas gelap jadi kaget.
Tapi Waktu itu waktu masih kecilnya
3.
Hal apa yang membuat Ibu
bertahan dan menerima diri
dengan keadaan yang ada?
4.
Bagaimana
menyesuaikan
masyarakat?
5.
Bagaimana
keseharian
Ibu
dalam
bersosialisasi
dan
berinteraksi dengan lingkungan?
6.
Bagaimana Ibu bertahan dalam
memenuhi kebutuhan seharihari?
cara
diri
Ibu
di
malah, temen kok masih bisa liat tapi kok
ga kaya mereka-mereka tapi ga begitu
takut masih biasa-biasa aja. Karena
masih kecil juga kali ya jadi ga ngerasa
ini. kalo udah gede mungkin gitu ya.
Itu ya orang tua semua kasih dukungan
gitu, pada bilang ga apa-apa kok apalagi
om saya kan itu ya paling itu ya om saya
dan lagi seneng di asrama banyak
temenya gitu loh. Dulu kan pas sekolah
takut minder atau gimana tapi ternyata
banyak temen-temen yang lebih dewasadewasa gimana, lagi juga di sekolah kan
setiap minggu sekali ada latihan musik
ada gamelan, nah disitu senengnya
ngerasa terhibur disitu. Jadi disitu saya
udah mulai bisa biasa gitu udah nerima
sama kondisi.
Kalo sekarang sih udah biasa udah bisa
nyesuaiin juga ga kaya dulu yang takut,
udah bisa ngapa-ngapain sendiri,
sekarang kalo pergi juga naik angkot
sendiri udah biasa gitu. Tapi harus pake
tongkat, kalo ga pake tongkat kesalahan
nanti kita salah ga ada tandanya sih.
Kalo ada tongkatnya kan ada tanda. Tapi
kadang itu motor ya kita udah di pinggir
masih diklaksonnya, kan bikin kita mau
jatoh atau gimana gitu. Ngurus rumah
juga sendiri bisa iya kalo masak ya
sendiri, bersih-bersih juga, nyuci
semuanya deh ya namanya ibu-ibu kan
begitu kerjaannya.
Kalo saya suka ngobrol juga sama orangorang sini, karena tetangga-tetangga sini
sangat peduli sekali sama tunanetra. Di
yayasan juga tadinya saya disini ga kenal
siapa-siapa pas ikut di yayasan jadi
saling kenal. Tapi ya namanya tunanetra
ya gak liat kalo kita ga ditegor dulu kita
ga tau. Kalo ga negor disangkanya kita
gimana gitu.
Kalo dulukan suka mijit tapi sekarang
sepi mba mijitnya sekarang banyak sih
orang liat yang mijit pada keliling jadi
kita kesaing sama yang ngeliat. Ini udah
bisa jualan kerupuk udh alhamdullillah
ini udah ada jalan lain. Kalo sekarang sih
7.
Bagaimana sistem
kerupuk disini?
penjualan
8.
Berapa penghasilan yang Ibu
peroleh dari membuka agen
kerupuk?
9.
Apa Ibu pernah mencoba untuk
saya jual kerupuk. Tapi ini juga baru sih
ya, kira-kira berapa bulan ya, baru
beberapa bulan belum lama 5 bulan apa
6 bulan. Awalnya ini juga tau dari
temen-temen aja tadinyakan kita
sebelum agen ambil juga dari tementemen terus gimana ya, kan ngambilnya
juga jauh butuh transport, terus disini
juga banyak temen-temen kita yang mau
ambil. Awalnya tapi sedikit kita
tambahin lagi. Ya paling kita ambil 40
bungkus paling banyak kalo kerupuk
dateng 2 hari langsung abis ini aja udah
3 hari kosong mba soalnya ga ada
modalnya buat beli lagi.
Gini pesen dulu kepabrik berapa bungkus
nanti dikirim kesini dianter kesini. Trus
aku rapihin disini kitakan banyak tementemen disini siapa yang mau ngambil
kerupukku tak telphon siapa yang mau
kerupuk pada jalan kesini ngambil. Ini
pas kerupuknya lagi abis besok kali
dateng.
Ya karena masih baru ya masih belum ini
masih dikit. Modalnya juga masih
sedikit, paling dapetnya belum sampe
satu juta perbulanlah. Soalnya kita juga
modalnya masih sedikit ya kalo
modalnya lumayan ya mungkin ini.
Tergantung kita yang ini, bilang cukup
ya kurang kalo kita pikir, bapaknya kan
kerja di Santa makanya ada tambahan.
Sebetulnya kerupuknya yang lebih
lumayan. Kalo kita ada modal ada double
2x lipat ya mending ya itu mungkin ga
sampe kosong. Gini kalo orang-orang
pada ngambil tapi belum pada bayar, kita
ga bisa beli lagi. Temen-temen kita pada
ngambil terus belum bayar, bayarnya
kalo dia sudah pada abis kerupuknya.
Jadi kita pesennya kalo uang udah pada
kumpul kita pesen. Harusnya sih ngambil
langsung bayar pengennya begitu tapi ya
kayanya dianya juga belum ada ya
jadinya gimana ya kayanya dia juga
belum ada jadi saling bantu aku butuh
dia juga butuh.
Udah dulu pernah daftar tapi orang tau
melamar pekerjaan sebagai
seorang guru sesuai dengan
pendidikan yang Ibu tempuh
sebelumnya?
10. Apa suka duka yang Ibu rasakan
selama menjalani kehidupan?
11. Keahlian apa yang Ibu miliki
dan
bagaimana
mengembangkannya?
12. Sejak kapan Ibu
kegiatan di YKK?
mengikuti
saya dulu yang ga boleh. Kan tunanetra
kan dulu kerjanya jauh-jauh ya, dulu
saya terlalu nurut sama orang tua.
Sekarang jadi nyesel tapi nyesel ga ada
gunanya. Padahal dulu udah dijemput
padahal tapi orang tua ga boleh, katanya
perempuan takut namanya dulukan lain
dari sekarang. Sekarag mah tinggal
telphon enak. Dulu diterima udah di
Jawa Tengah tapi namanya orang tua ga
boleh, tapi skarang jadi nyesel kenapa
nurut ya mikir lagi.
Kadang ada orang baik ada orang yang
jahat tapi aku biasa aja masa bodo saya
ga apa-apa. Kita ga bales ada yang jahat
kita biasa aja. Pernah waktu saya di
Klender disini, tetangga sebelah ada jalan
kita dikasih apa mungkin dia ga seneng
kita disitu, dikasih air sabun biar kita
kepleset tapi saya ga marah biar aja.
Paling gitu aja Ya Allah. Saya dirumah
ini baik-baik semua, dulu di rumah sana
dikasih kotoran orang ya kita namanya
kita ga liat ya bau apa ini ga tau. Tapi
saya tau orangnya tapi saya diem aja ga
saya ladenin. Cuma doa aja dalam hati ya
Allah semoga orangnya sadar. Saya mah
kalo diapain diem aja biar aja kita mah
ga ini biar aja dibales orang lain.
Tapi sukanya lebih banyak kalo ngumpul
sama orang-orang tunanetra tuh enak
humornya tinggi-tinggi, suka ngebanyol
gitu, bercanda jadi betah gitu ngerasa
senengnya disitu.
Itu dulu dapet pelatihan mijit ya, tapi
saya juga bisa maen gitar sedikit-sedikit,
dulu saya hobinya nyanyi waktu masih
sekolah. Tapi skarang udah ga pernah
dulu kalo ada anak saya suka gitaran ayo
ma nyanyi ma, sebelum nikah juga suka
ikut rombongan band orkes keliling
kemana-kemana setelah punya suami ga
boleh.
Tahun berapa ya, piro ya mas (berteriak
bertanya kepada Bapak Setu). Itu awal
pertama kali nikah tahun 1997. Kalo saya
dulu kan nikah pertama suaminya orang
liat terus pisahkan karena apa itu karena
13. kegiatan/program
yang
berikan oleh YKK?
di
14. Bagaimana antusias Ibu dalam
mengikuti kegiatan di YKK?
15. Apa manfaat yang dirasakan
dengan mengikuti kegiatan di
Yayasan Khazanah Kebajikan?
berlainan agama gitu. Terus saya ke
Jakarta kerja mijit tuh di Santa kan
banyak tuh, terus ketemu bapaknya terus
nikah sama bapaknya. Ya sudah nikah
terus aku ga boleh kerja suruh di rumah
aja, jadikan mijitkan kalo di santa itu, ya
disuruh di rumah sampe sekarang ini. ya
terus aku cari kesibukan jual kerupuk
terus ikut kegiatan di YKK juga. Soalnya
agak jenuh jadinya.
Oh itu sholat tahajud, sholat malem,
kuliah subuh itu doang pengajian pagi.
Malem sabtu malem minggu tuh dari jam
12 sampe pagi sampe selesai.
Ya namanya kita usia udah cukup tua ya
kita cari pahala apalagi kalo mau sholat
sendiri kan males ya tapi kalo disana
rasanya semangat ada temen kan barengbareng. Malah kaya seneng gitu kalo
malem bisa tahajud, kalo ga berangkat
juga udah biasa bangun jadi bangun.
Sekarang mah udah ini sholat terus.
Perbedaannya kita jadi tadinya mau
marah jadi egak, tambah sabar tambah
semuanya mba. Banyak perubahan gitu.
Ada kajian kita sering denger ayat-ayat
Al-Quran. Tapi ini sekarang udah jarang
sih soalnya semenjak kaki saya abis
kecelakan ini kena jari-jari motor dulu
jadi buat duduk lama sakit, pake sendal
juga ga enak. Harusnya kan dulu kepatah
tulang kali ya ini, tapi ke rumah sakit
fatmawati udah dioprasi tapi ga masuk
ini tulangnya tapi alhamdulillah masih
bisa jalan dulu mah ga bisa jalan.
Lampiran VII
TRANSKIP WAWANCARA
Hari, Tanggal Wawancara : Sabtu, 20 Juni 2015
Waktu Wawancara
: 11:00 WIB
Tempat Wawancara
: Rumah Tafiz, Pondok cabe III
Nama Informan
: Sudrajat
1.
2.
3.
Sejak kapan Bapak mengalami ini bawaan lahir ya, iya waktu total tuh
ketunanetraan
dan
apa sedikit-sedikit, kita lihat lampu tuh
penyebabnya?
kayanya kecil tuh lama-lama kecil kecil
kecil terus hilang sama sekali benerbener. Tapi itu gak langsung total gitu
egak. Itu pas umur 20 tahunan sekitar 23
tuh udah mulai berkurang, waktu umur
10 tahun tuh masih masih bisa lihat.
Bagaimana perasaan Bapak saat Kaget ya kaget aja loh kok bisa begini,
pertama kali mengetahui kondisi artinya bisa total kenapa ya nanya dalem
ketunanetraan ini?
hati sendiri gitu, kok kaya gini yang
tadinya bisa ngeliat lampu liat langit bisa
masih, bintang itu kita masih liat
sekarang udah sama sekali total, warna
bisa bedain pink, merah, abu-abu, item
kalo sekarang udah sama sekali udah
total kalo sekarang, lampu aja lampu
mati atau hidup itu ga tau. Dulu waktu
masih liat sih dulu pas mati lampu biasa
gitu kanget, aduh mati lampu sekarang
sih udah bener-bener ga tau. Jadi antara
siang dan malem tuh biasa aja yang
terasa kalo siang panas kalo malem adem
ya gitu aja terasanya. Karena emang
pelan-pelan kan ga langsung total jadi ga
kaget banget gitu. Tapi ya tadinya kita
masih bisa lihat ya kaya cahaya lampu,
langit masih kita lhiat, bintang-bintang
juga keliatan sekarang udah gelap udah
item aja ya gitu.
Hal apa yang membuat Bapak Biasanya tunanetra yang stres gitu ga
bertahan dan menerima diri nerima itu mendadak dia, pas udah
dengan keadaan yang ada?
berkeluarga udah dewasa karena
kecelakaan atau apa. Tapi kalo saya
karena bawaan lahir jadi egak biasa aja.
Udah ga kaget lah tapi yang baru-baru
4.
Bagaimana
menyesuaikan
masyarakat?
cara
Bapak
diri
di
5.
Bagaimana keseharian Bapak
dalam
bersosialisasi
dan
berinteraksi dengan lingkungan?
6.
Bagaimana Bapak bertahan
dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari?
ada tuh temen yang pake mesin rumput
tuh kena batu apa matanya jadi tunanetra
jadi cacat gitu, stress dia tapi ya inilah
bisa banyak menyesuaikan keadaan
tapikan pertamanya stress, kalo saya
emang dari lahir jadi ga ada rasa stress ya
biasa lah. Ikhlas aja soalnya udah begini
dikasihnya jadi kita terima.
Kan emang dulu dari di asrama tuh dari
sekolahan tuh udah diajarin cara-cara
menyebrang di jalan raya diajarin pake
tongkat, sama di sekolah kita juga ada
kemah namanya pramuka tuh ada
kegiatan kemah sampe malem-malam tuh
ada sampe ke kuburan-kuburan tuh ada,
emang dibina kaya gitu ya artinya apa ya
menguji mental tunanetra tuh juga sama
kaya gitu kemah juga. Pas kemah sampe
nyebur-nyebur got terus apa masukmasuk lobang gitu tapi kita seneng
walaupun istilahnya pada sakit tapi
seneng ada kesan.
Kalo biasanya nyebrang jalan minta
disebrangin, kalo saya sering nyebrang
sendiri insyaallah bisa tapi tergantung
daerah-daerahnya kalo daerah jalur cepat
gak berani kalo kaya gini daerah sini
Pondok Cabe agak berani dikit berani.
Yang penting kalo malem jam 1 jam 2
tuh ngeri malah kalo kaya gini ga begitu
ngeri, kalo jam 1 jam 2 tuh ngeri sepi ga
ada orang pada kenceng-kenceng, motor
kenceng kalo kaya gini mah banyak
orang.
Kalo buat tau jam kita juga pake jam hp
kan ada yang bunyi, jadi pake suara jadi
dia bunyi dia ngomong. Sebenernya ga
khusus sih tapi bisa diprogram
sebenernya hpnya sama hp umum.
Kalo lingkungan sini sosialisasinya
bagus, ada yang suka kasih tau jalan
nganter-nganterin suka apa ya suka
nolong, ya pokoknya lingkungan sini
sosialisasinya bagus.
Dulu saya kerjanya di Pasar Jumat mijit
disitu, saya kerjanya di Pasar Jumat 10
tahun, nah terus kita ceritanya ikut orang
tuh terikat kita mau usaha sendirilah
7.
Kemana saja Bapak menjajakan
kerupuk dagangan?
8.
Berapa penghasilan yang Bapak
peroleh dari berjualan kerupuk?
9.
Apakah ada pengalaman yang
tidak menyenagkan saat Bapak
istilahnya ikut orang tuh terikat ya, saya
izin keluar gitu dari panti pijat saya
jualan kerupuk gitu. Kemauan saya
sendiri.
Ya paling dari sini Pondok Cabe,
Cirendeu kadang sampe Pamulang,
Lebak Bulus, Karang Tengah. Kalo saya
keliling jalan aja, kalo sudah hafal ya tau
kalo belum hafal ya kita ini ngikutin tadi
kemana itu banyak nanya gitu harus
banyak nanya.
Kalo berangkat Setengah 4 pulang
pulang jam 7 malem jam 8. Tapi kalo
kerupuk sih enteng tapi kalo karena
banyak jadi berat ada yang bawa 100
kantong, tergantung bawanya kalo
banyak ya berat. Kalo saya enakan
keliling. Udah biasa jadi kita masukmasuk kampung masuk-masuk gang,
kalo udah biasa lewat sih hafal. Pertama
saya juga sih masuk-masuk gang ntar
kamu gimana pulangnya ya, ya kita
punya ini punya mulut kita bisa ngomong
masa ga bisa pulang akhirnya nekatlah
bisa. Itu kalo kita belum tau jalan ya kita
nanya gitu pokonya kita sebagai
tunanetra tuh harus apa ya harus banyak
nanya itu aja kuncinya harus banyak
nanya kalo kita ga banyak nanya yaudah
gitu nyasar-nyasar, ya istilahnya tuh
tunanetra apa ya harus bisa ngomong sih
terus kepekaan telinga harus peka
makanya kalo yang bisa nyebrang sendiri
itu kan pake suara, sepi apa ada mobil
apa sepi kalo yakin sepi baru nyebrang.
Kalo kerupuk sih kadang-kadang
tergantung sih masing-masing rezeki
kalo saya sih kadang-kadang paling abis
paling banyak tuh kadang 9 ya paling 10
bungkus ada juga yang 20 bungkus ada
juga yang sampe 25 bungkus. Harga ada
juga yang 15 ribu ada juga yang 10
tergantung jadi kalo kita misalnya harga
15 ribu kita dapet untung misalnya dari
sana 13 ribu, ya kita dapet untung 2 ribu
lah.
Kalo jualan tuh alhamdulillah kaya orang
yang bohongin tuh ga ada, eh ada juga
berjualan?
sih tapi ya jarang. Itu orangnya ngomong
itu uangnya 15 uangnya 20 gitu aja. Ada,
ada juga yang suka bohong banyak juga
yang dibohongin, namanya manusia ada
yang baik ada yang ada juga yang suka
bohongin cuma kadang-kadag aja.
Bayarnya pake duit palsu tuh pernah,
pernah ada yang bayarnya 2 ribu tuh
pernah juga, kerupuk misalnya harga 10
ribu misalnya, mereka cuma bayar 2 ribu
pernah ada juga. Ya namanya kita
dibohongin mau gimana orangnya juga
udah ga ada, ya anggap ajalah kita lagi
dikasih cobaan lagi diuji lagi kena
apesnya. Nah susahnya kalo hujan lagi
jualan, kalo ada orang yang baik mau
ngasih apa berteduh gitu ya kalo ga ada
ya repot, biasanya di pos-pos jaga itu
biasanya ya, tapi kalo kebeneran lewat
ada, kalo ga ada yaudah keujanan.
10. Apa suka duka yang Bapak Oh sering kadang kita nabrak mobil lagi
rasakan
selama
menjalani parkir, kita ditabrak nabrak gitu kitanya.
kehidupan?
Iya cuma kadang-kadang motor lagi
parkir tuh ada orangnya tapi orangnya
ini ga ngasih tau kadang-kadang diem aja
gitu, ada juga yang ngasih tau tapi ada
juga yang diem, ada juga udah nabrak
baru dikasih tau, maaf pak maaf awas
awas, udah nabrak baru bilang awas,
seharusnya kan sebelum nabrak ya tapi
itu udah nabrak baru bilang awas.
Seharusnya jarak kita 1 atau 2 meter
udah dibilangin nah ini udah nabrak baru
bilang. Nah tapi tergantung kitanya kita
harus bisa memainkan tongkat, kalo kita
bisa memainkan tongkatnya yang kena
itu yang nyentuh duluan ya tongkatnya,
jadi ini ada mobil berhenti parkir jadi ini
yang nyentuh duluan tongkatnya bunyi
pletak gitu ya nah berarti ada mobil di
depannya, soalnya tongkatnya udah
nyentuh, tapi kalo ga bisa memainkan
tongkat ya badan kita nabrak duluan.
Nah yang susah ini truk-truk tronton itu,
trontonkan
tinggi
kadang-kadang
tingginya se-kita ya walau kita mainin
tongkat tapi tronton tetep nabrak juga ya
orang truknya tinggi sih paling yang bisa
11. Apakah Bapak pernah mencoba
bekerja pada sektor formal
sebelumnya?
12. Keahlian apa yang Bapak miliki
dan
bagaimana
mengembangkannya?
11. Bagaimana awal mula Bapak
bergabung dengan Yayasan
Khazanah Kebajikan?
didektesi tuh mobil pribadi orang pendek
mobilnya sih, kalo tronton kadangkadang kita maenin tongkat, tongkatnya
masuk ke kolong, kalo ketabrak ngeri
besi semua ya, kadang kita make
kacamata, kacamatanya nabrak pecah
kadang tangkainya patah.
Harus ada yang nuntun harus ada
perantara. Ya kaya gitu artinya tunanetra
tuh masih kurang, jadi pemerintah itu apa
belum ini belum apa ya menyediakan
lapangan kerja untuk tunanetra. Terus
sekarang usaha mijit kita juga sepi ya,
karena udah banyak saingannya juga
mungkin. Yang mijit sekarang juga pada
beralih ke orang awas. Mungkin juga
orang-orang yang suka mijit itu sukanya
yang mudahkan kalo tunanetra kan susah
apa kita jemput kita tuntun kalo orang
awaskan
telphon
dateng
sendiri.
Akhirnya mereka milih mijit ke orang
awas. Nah dengan tunanetra mijit sepi
akhirnya mereka pada lari jualan
kerupuk. Dulu panti pijat panti pijat
tunanetra banyak dulu, sekarang udah
berubah zaman sekarang kesaing sama
orang-orang awas, jadi pemijatan untuk
tunanetra itu berkurang tunanetra tuh
pada jualan kerupuk soalnya pantipantinya sepi sekarang.
Seni suara, baca Quran tuh. Dulu di
asrama tuh diajarin yang pokok itu mijit
tapi ada keterampilan lain kaya misalnya
bikin keset bikin sarung, bikin taplak,
nyulam gitu bikin-bikin kipas tuh apa
namanya kipas bambu itu. Pelatihan
musiknya juga ada dulu, cuma kalo kita
vokal aja. Kalo masalah musik itu ga
wajib kalo yang wajib itu pijit kalo yang
bener-bener diwajibkan, tapi kalo
misalnya latihan musik cuma itu aja
ekstrakulikuler aja. Sebenernya tuh
tunanetra harus bisa mijit sebenernya.
Ya temen-temen sebelum saya juga
banyak yang udah di yayasan, tunanetra
udah ada sih jadi kita dapet informasi
dari temen-temen. Kan dulu juga
kerjanya di pasar jumat terus ada
13. Apa saja kegiatan yang Bapak
ikuti di Yayasan Khazanah
Kebajikan?
14. Apa manfaat yang dirasakan
dengan mengikuti kegiatan di
Yayasan Khazanah Kebajikan?
informasi kalo ada pengajian buat
tunanetra dari temen di sini yaudah kita
ikutan juga kan.
Setiap malem tuh sholat tahajud nah
setiap pagi tuh pengajian tunanetra itu,
terus kalo sabtu malem minggu tuh ada
tahajud jam 12. Kan kalo biasa kan
tahajudnya jam 3 kalo sabtu malem
minggu tuh tahajudnya jam 12 terus
setelah jam 12 ada pengajian,
pengajiannya tuh yang umumlah bukan
buat tunanetra doang tapi umum. Itu
pengajiannya jam tiga setengah tiga lah
kalo sabtu malem minggu, kalo hari-hari
biasa tuh sholat tahajudnya jam 3 tapi
pengajiannya
abis
subuh
khusus
tunanetra gitu. Kalo bantuan transport
setiap hari dikasih dari yayasan kalo kita
pulang tuh transport dikasih ya kadang
suka dikasih sembako. Tergantung jarak
jauhnya, kalo jauh di sekitar Pondok
Cabe ya di sekitar pamulang, sekitar
Lebak Bulus sekitar Jakarta sana.
Pokoknya kalo dari Jakarta tuh 50 kalo
dari sekitar sini Lebak Bulus tuh 40, sini
Pamulang 40 kalo dari yayasan sini ke
Pondok Cabe doang sekitar 30,
tergantung jarak jauhnya. Kalo dari
yayasan kesini kan deketlah ditempuh
dengan jalan kaki bisa, kalo naek mobil
paling 3 ribu kalo dari sini ke
pamulangkan agak jauh jadi 40, nah kalo
dari sini keluar ke Jakarta misalnya dari
sini Bekasi, dari sini Bogor itu 50.
Ya bedalah kita jadi bisa apa ya kita bisa
mengerti lagi Al-Quran, bisa baca AlQuran, hafal Al-Quran juga sekarang
udah biasa kaya Qori gitu ya
alhamdulillah
pokoknya
kaya
mendaptakan ilmu banyak.
HASIL DOKUMENTASI
Gambar 1
Rumah Singgah Tunanetra untuk Perempuan
Gambar 2
Tunanetra seusai sholat tahajud
Gambar 3
Kegiatan kajian Al-Quran tunanetra
Gambar 4
Bapak Sapto (tunanetra) sedang mengoprasikan komputer
Gambar 5
Bapak Setu sebelum pergi bekerja
Gambar 6
Piagam penghargaan Bapak Setu sebagai pembicara di acara Motivasi
Gambar 7
Kedekatan Bapak Edi dengan Anaknya
Gambar 8
Tunanetra yang sedang berjualan
Gambar 9
Ibu Astuti sedang menyapu
Gambar 10
Denah lokasi Yayasan Khazanah Kebajikan
Gambar 11
Artikel tentang kegiatan tunanetra di Yayasan Khazanah Kebajikan pada
salah satu Majalah Tangsel
Download