RESILIENSI TUNANETRA BINAAN YAYASAN KHAZANAH KEBAJIKAN DALAM MENCAPAI KESEJAHTERAAN DI MASYARAKAT Skripsi Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh: DINI FIQRIAH NIM: 1111054100003 PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/ 2015 M LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya sendiri yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S1) Jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini, telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidyatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari saya terbukti bahwa dalam penulisan skripsi ini bukan hasil karya saya sendiri atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain (plagiat), maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Ciputat, 11 September 2015 Dini Fiqriah ABSTRAK Dini Fiqriah 1111054100003 Resiliensi Tunanetra Binaan Yayasan Khazanah Kebajikan dalam Mencapai Kesejahteraan di Masyarakat Tunanetra merupakan sebuah hambatan fisik yang ditandai dengan ketidakmampuan seseorang untuk melihat. Pada umumnya penyadang tunanetra seringkali digambarkan sebagai figur yang memiliki kekurangan. Tidak jarang hal ini menyebabkan tunanetra dipandang sebagai kaum yang lemah dan tidak berdaya. Penyandang tunanetra sangat mungkin akan dihadapkan pada berbagai masalah terutama pada masalah kesejahteraannya. Ditengah permasalahan yang menghantui tunanetra, mereka harus tetap bertahan untuk menjalani kehidupan. Resiliensi (ketahanan) pada tunanetra sangat penting dan harus dimiliki oleh setiap individu tunanetra, karena dengan ketahanan akan menentukan berhasil atau tidaknya tunanetra dalam mencapai kesejahteraan. Untuk itu peneliti ingin meneliti bagaimana resiliensi tunanetra dalam mencapai kesejahteraannya di masyarakat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan jenis penelitian deskritif. Tujuannya untuk menghasilkan penelitian dengan bentuk penjabaran kata-kata yang mempresentasikan fakta-fakta yang telah didapat di lapangan selama proses penelitian berlangsung. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara, dan studi dokumentasi dengan informan yang dipilih secara sengaja. Peneliti menentukan sendiri sampel yang diambil karena ada pertimbangan tertentu (purposive sampling). Informan dalam penelitian ini berjumlah 6 orang yang terdiri dari ketua bidang, pengurus, dan tunanetra. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa tunanetra binaan yayasan khazanah kebajikan mampu bertahan dalam mencapai kesejahteraan di masyarakat. Terdapat tujuh kemampuan yang berkontribusi dalam pembentukan ketahanan (resiliensi) tunanetra yaitu, regulasi emosi, pengendalian impuls, optimisme, analisis penyebab masalah, empati, efikasi diri, dan peningkatan aspek positif. Terdapat pula faktor-faktor yang mempengaruhi resiliensi diantaranya, faktor I am, faktor I have, dan faktor I can. Selain tujuh kemampuan yang berkontribusi dan faktor-faktor yang mempengaruhi resiliensi, kegiatan pembinaan yang diberikan oleh yayasan khazanah kebajikan juga memiliki peran dalam pembentukan resiliensi tunanetra. Melalui kegiatan pembinaan spiritual dan pembinaan financial yang ada di yayasan khazanah kebajikan, memberikan dampak positif terhadap ketahanan tunanetra dalam mencapai kesejahteraan di masyarakat. Kata kunci: Resiliensi, Tunanetra, Kesejahteraan Tunanetra. i KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr.Wb Tiada kata yang dapat peneliti untaikan selain ucapan syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat yang begitu luar biasa. Berkat Rahmat serta Hidayah-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Resiliensi Tunanetra Binaan Yayasan Khazanah Kebajikan dalam Mencapai Kesejahteraan di Masyarakat. Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW berserta para keluarga dan sahabatNya. Skripsi ini merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial jurusan Kesejahteraan Sosial. Peneliti menyadari banyak pihak yang telah membantu dalam proses penyelesain skripsi ini. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati peneliti ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu hingga selesainya penyusunan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung. 1. Dr.Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Suparto, M.Ed, ph.D selaku Wakil Dekan Bidang Akademik. Dr.Roudhonah, MA selaku Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum. Dr.Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan. 2. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si selaku Ketua Jurusan Studi Kesejahteraan Sosial dan Ibu Nunung Khoiriyah, MA selaku Sekretaris Jurusan Kesejahteraan Sosial. ii 3. Ibu Siti Napsiyah Ariefuzzaman, MSW selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membantu mengarahkan, membina, dan selalu meluangkan waktunya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. 4. Seluruh dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial yang telah banyak memberikan ilmu dan pengalamannya kepada peneliti. Semoga ilmu yang diberikan bermanfaat di masa yang akan datang. 5. Bapak Amirudin, M.Si selaku dosen pembimbing akademik. Terima kasih atas nasihat serta bimbingannya. 6. Kedua orang tua peneliti, Bapak Juju Junaidi dan Mama Kholisoh yang selalu mendoakan, mendukung, memberikan motivasi dan kasih sayang kepada peneliti. Skripsi ini peneliti persembahkan untuk kalian sebagai orang tua yang sabar dan orang tua yang terbaik untuk anak-anaknya dan juga untuk adikku tersayang Ajie Indra Permana. 7. Ketua Yayasan Khazanah Kebajikan Bapak Drs. H. Nadjamuddin Siddiq, Kepala Bidang Keagamaan Bapak Adam, Bidang Kesekretariatan Kak Rici, dan seluruh pengurus Yayasan Khazanah Kebajikan. Terima kasih atas bantuannya selama peneliti melakukan penelitian. 8. Ibu Astuti, Bapak Edi, Bapak Setu, dan Bapak Drajat. Terima kasih atas doa dan motivasinya, peneliti memperoleh banyak pembelajaran kehidupan dari kalian. 9. Sahabat seperjuangan selama 4 tahun yaitu, Mira, Puspita, Ranny, Arini, Ita, dan Rena terima kasih selalu memberikan semangat dan memberikan warna di hari-hari yang melelahkan. iii 10. Teman-teman Kesejahteraan Sosial Angkatan 2011, yang telah mengukir banyak cerita di hati peneliti. Semoga kelak kita dapat bersama-sama memajukan Indonesia melalui pekerjaan sosial. 11. Sahabatku Siti Khoiriyah, Zerina Zetary dan Lentari Pancar Wengi, yang selalu menjadikan hari-hari selalu menyenangkan. 12. Denhari Aditya, yang telah memberikan semangat, dukungan moril dan kesabarannya untuk peneliti. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini menjadi langkah awal peneliti untuk meraih kesuksesan kedepannya. Aamiin ya Rabbal alamin.. Ciputat, 11 September 2015 Peneliti Dini Fiqriah iv DAFTAR ISI ABSTRAK......................................................................................... i KATA PENGANTAR....................................................................... ii DAFTAR ISI..................................................................................... v DAFTAR TABEL............................................................................. ix DAFTAR LAMPIRAN..................................................................... x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah................................................... 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah............................... 8 1. Pembatasan Masalah................................................... 8 2. Perumusan Masalah.................................................... 8 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian......................................... 9 1. Tujuan Penelitian......................................................... 9 2. Manfaat Penelitian...................................................... 9 D. Metodelogi Penelitian....................................................... 9 1. Pendekatan Penelitian................................................. 9 2. Jenis Penelitian............................................................ 11 3. Waktu dan Tempat Penelitian..................................... 12 4. Teknik Pengumpulan Data.......................................... 12 5. Teknik Pemilihan Informan........................................ 14 6. Sumber Data................................................................ 16 7. Analisis Data............................................................... 16 v 8. Keabsahan Data........................................................... 17 9. Teknik Penulisan......................................................... 18 E. Tinjauan Pustaka.............................................................. . 19 F. Sistematika Penulisan........................................................ 20 BAB II LANDASAN TEORI A. Resiliensi................................................................................. 22 1. Definisi Resiliensi............................................................. 22 2. Aspek Resiliensi................................................................ 25 3. Faktor yang mempengaruhi resiliensi............................... 30 B. Tunanetra................................................................................ 32 1. Definisi Tunanetra............................................................ 32 2. Klasifikasi Tunanetra........................................................ 33 3. Sebab Terjadinya Ketunanetraan...................................... 35 4. Karakteristik Tunanetra.................................................... 38 C. Definisi Kesejahteraan Sosial dan Pekerja Sosial................... 39 1. Definisi Kesejahteraan Sosial........................................... 39 2. Definisi Pekerja Sosial...................................................... 40 3. Peran dan Fungsi Pekerja Sosial....................................... 41 D. Lembaga yang Bergerak di Bidang UKS................................ 44 BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA A. Profil Lembaga........................................................................ 46 B. Visi, Misi dan Tujuan.............................................................. 47 C. Lembaga Mitra dan Program YKK......................................... 48 D. Program-program YKK.......................................................... 49 vi E. Struktur Organisasi................................................................. 52 F. Kegiatan Tunanetra................................................................. 53 G. Gambaran Umum Informan.................................................... 54 BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Resiliensi Tunanetra Binaan Yayasan Khazanah Kebajikan dalam Mencapai Kesejahteraan di Masyarakat....................... 62 1. Apek Resiliensi................................................................. 63 a. Regulasi Emosi............................................................ 63 b. Pengendalian Impuls................................................... 65 c. Optimisme................................................................... 68 d. Analisis Penyebab Masalah........................................ 72 e. Empati......................................................................... 74 f. Efikasi Diri.................................................................. 77 g. Peningkatan Aspek Positif.......................................... 82 2. Faktor yang mempengaruhi resiliensi............................... 84 a. I Am (Inner Strength)................................................. 84 b. I Have (External Support)........................................... 87 c. I Can (Interpersonal and problem-solving skills)....... 89 B. Program Pembinaan Yayasan Khazanah Kebajikan yang dapat Mempengaruhi Resiliensi Tunanetra di Masyarakat.............. 91 1. Pembinaan Spiritual Keagamaan...................................... 92 2. Pembinaan Financial......................................................... 94 3. Fasilitas untuk Tunanetra.................................................. 96 vii BAB V PENUTUP A. Kesimpulan............................................................................. 99 B. Saran....................................................................................... 104 DAFTAR PUSTAKA........................................................................ 107 LAMPIRAN....................................................................................... 110 viii DAFTAR TABEL 1. Tabel 1.1 Gambaran Umum Informan.......................................... 15 2. Tabel 3.1 Struktur Organisasi........................................................ 52 3. Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan............................................................. 53 ix DAFTAR LAMPIRAN 1. Surat Bimbingan Skripsi 2. Surat Izin Penelitian ke Yayasan Khazanah Kebajikan 3. Surat Keterangan Penelitian dari Yayasan Khazanah Kebajikan 4. Hasil Observasi 5. Pedoman Wawancara 6. Transkrip Wawancara 7. Hasil Studi Dokumentasi x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fisik merupakan faktor penting dalam pembentukan gambaran tubuh dan dalam perkembangan Selfconcept. Jika fisik seseorang jelas berbeda atau menyimpang dari yang normal, dengan cacat pada indera atau organ motorik, maka penyimpangan seperti itu akan sangat mempengaruhi bentuk dari gambaran diri seseorang.1 Tidak ada satu orangpun di dunia ini yang menginginkan dirinya mengalami kecacatan, baik itu cacat sementara ataupun permanen. Tetapi, banyak kasus kecelakaan atau musibah yang tidak diinginkan yang dapat mengakibatkan seseorang mengalami kecacatan. Bahkan ada sebagian dari penyandang cacat yang memang telah dilahirkan dalam keadaan kurang sempurna, sehingga mereka tidak pernah merasakan kesempurnaan bentuk tubuh. Dalam Undang-undang No.4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat menjelaskan bahwa penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang 1 Yustinus Semium, Kesehatan Mental 2 (Yogyakarta:KANISIUS,2006), h.296. 1 2 terdiri dari (a) penyandang cacat fisik; (b) penyandang cacat mental; dan (c) penyandang cacat fisik dan mental.2 Sedangkan menurut Disabled People’s International (DPI) kekurangan fisik atau (impairment) adalah keterbatasan fungsional pada seseorang individu yang disebabkan kekurangan fisik, mental dan sensorik. 3 Salah satu permasalahan kekurangan atau keterbatasan fisik yang banyak dijumpai di Indonesia adalah keterbatasan pada kemampuan indera penglihatan (tunanetra). Survey Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun 1993-1996 menunjukan angka kebutaan di Indonesia 1,5 % -paling tinggi di Asiadibandingkan dengan Bangladesh 1%, India 0,7%, dan Thailand 0,3%. Artinya jika ada 12 penduduk dunia buta dalam setiap 1 jam, empat diantaranya berasal dari Asia Tenggara dan dipastikan 1 orangnya berasal dari Indonesia.4 Pendataan pemilih dan pendataan penduduk berkelanjutan tentang jumlah pemilih penyandang cacat dalam pemilu 2004 yang disampaikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) kepada komisi pemilihan umum menyatakan 2 Hermana, ”Pemberdayaan Penyandang Cacat: Apa Tanggung Jawab Sosial Perusahaan?”, diakses pada Selasa, 06 Januari 2015 dari http://www.kemsos.go.id/modules. php?name= News&file=article&sid=594. 3 Colin Barnes dan Geof Mercer, Disabilitas Sebuah Pengantar (Jakarta:PIC UIN Jakarta, 2007), h.105. 4 Djunaedi, “Tahun 2020 Jumlah Tuna Netra Dunia Menjadi 2x Lipat”, artikel diakses pada 06 Januari 2014 dari http://rehsos.kemsos.go.id/modules.php ?name=News&file= print& sid=1077. 3 sebanyak 309.146 penderita tunanetra.5 Hasil Susenas tahun 2009 menunjukkan bahwa jumlah disabilitas secara keseluruhan adalah 2,13 juta orang dengan 339.209 orang adalah penyandang tunanetra.6 Hasil sensus penduduk tahun 2010 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), menjelaskan jumlah penyandang tunanetra di wilayah DKI Jakarta yang dibedakan menjadi beberapa klasifikasi tingkat kesulitan melihat. Berdasarkan klasifikasi tingkat kesulitan melihatnya adalah tidak sulit 7.631.889 jiwa, sedikit sulit 270.390 jiwa, parah 16.372, dan yang tidak ditanyakan sebanyak 82.764, jumlah keseluruhan 8.001.415 jiwa.7 Berdasarkan data tersebut membuktikan bahwa angka penyandang tunanetra di Indonesia masih sangat tinggi dan cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Kebutaan atau gangguan penglihatan dapat mengganggu produktivitas dan mobilitas seseorang yang akan berdampak pada kehidupan sosial dan ekonomi bagi lingkungan, keluarga, masyarakat dan negara. Rendahnya produktivitas seorang tunanetra jelas memberikan dampak negatif pada pendapatan (income) yang optimal dari suatu keluarga kemudian suatu daerah tempat tinggalnya. 5 Hermana, ”Pemberdayaan Penyandang Cacat: Apa Tanggung Jawab Sosial Perusahaan?”, diakses pada Selasa, 06 Januari 2015 dari http://www.kemsos.go.id/modules.php ?name=News&file= article&sid=594. 6 Linda Amalia Sari Gumelar, “Keynote speech pada acara rapat kerja nasional Persatuan Tunanetra Indonesia (PERTUNI) tahun 2011 Jakarta, 14 Desember 2011” diakses dari http://pertuni.idp-europe.org/Rakernas2011/Rakernas2011-keynote_Menteri_Pemberdayaan_ Perempuan.php. 7 Data BPS 2010 Diakses pada 20 Januari 2015 dari Jakarta.bps.go.id 4 Pendapatan yang rendah disebabkan karena kesempatan kerja untuk seseorang yang memiliki kekurangan pada fisik masihlah sangat terbatas. Perusahaan atau pemberi kerja belum mau menerima para pekerja yang memiliki kecacatan pada diri pekerjanya dengan alasan produktivitas. Produktivitas mereka yang rendah di lain pihak juga kerap menimbulkan penolakan secara terang-terangan atau tersembunyi, karena dianggap kurang mampu menyesuaikan diri di lingkungannya. Dalam Undang-undang No.4 tahun 1997 menegaskan bahwa penyandang cacat merupakan bagian masyarakat Indonesia yang juga memiliki kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama. Mereka juga mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Pada pasal 6 dijelaskan bahwa setiap penyandang cacat berhak memperoleh: (1) pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan; (2) pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya; (3) perlakuan yang sama untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya; (4) aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya; (5) rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial; dan (6) hak yang sama untuk menumbuhkembangkan bakat, kemampuan, dan kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.8 8 Hermana, “Pemberdayaan Penyandang Cacat: Apa Tanggung jawab Sosial Perusahaan?”, diakses pada Selasa, 06 Januari 2015 dari http://www.kemsos.go.id/modules.php ?name= News&file=article&sid=594. 5 Undang-undang No.4 tahun 1997 jelas menerangkan tentang kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama bagi penyandang cacat di segala aspek kehidupan tanpa melihat adanya perbedaan. Seseorang yang memiliki keterbatasan fisik juga memiliki kesempatan dan peran yang sama di masyarakat. Dalam Al-Quran terdapat surah yang menerangkan seruan untuk memperhatikan penyandang tunanetra. Adapun surah yang menggambarkan tentang tunanetra terdapat dalam Al-Quran surah Abassa ayat 1-3: Artinya: “Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling (1), karena telah datang seorang buta kepadanya (2), Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa) (3)”. Surat Abassa mengisahkan pada suatu ketika Rasulullah SAW sedang menerima dan berbicara dengan pemuka-pemuka Quraisy yang dia harapkan agar mereka masuk Islam. Pada saat itu datanglah Ibnu Ummi Maktum, seorang sahabat yang buta yang mengharapkan agar Rasulullah SAW membacakan ayat-ayat Al-Quran yang telah diturunkan Allah SWT. Tetapi, Rasulullah SAW bermuka masam dan memalingkan muka dari Ibnu Ummi Maktum yang buta itu, lalu Allah menurunkan surat ini sebagai teguran atas sikap Rasulullah terhadap Ibnu Ummi Maktum. Dengan ayat tesebut sangat 6 tegas Allah SWT menyerukan kepada umatnya untuk tidak mengacuhkan tunanetra. Undang-undang dan ayat Al-Quran jelas menerangkan untuk memberikan hak, kewajiban dan kedudukan yang sama kepada tunanetra, sayangnya upaya untuk memberikan tunanetra hak serta posisi yang sama di masyarakat belum terlihat hasil yang memuaskan. Masih banyak tunanetra yang mengalami kesulitan dalam mempertahankan kehidupanya. Pada umumnya tunanetra akan lebih mendapatkan simpati dari orang lain, ironisnya hal tersebut banyak dimanfaatkan oleh beberapa pihak untuk mengambil keuntungan pribadi seperti memanfaatkan kekurangannya untuk mencari sumbangan di pinggir jalan. Hal ini membuktikan masih minimnya upaya pemerintah dalam menanggulanggi permasalahan tunanetra di Indonesia. Sikap-sikap dari masyarakat umum terhadap orang-orang dengan kecacatan fisik telah diselidiki. Hasilnya menunjukan bahwa sikap yang diverbalisasikan (diungkapkan dengan kata-kata) terhadap orang yang cacat akan sedikit menyenangkan, tetapi bagi sebagian kecil mungkin benilai negatif. Sikap-sikap lebih dalam yang tidak diungkapkan lebih sering menimbulkan rasa permusuhan. Kadang kecacatan fisik yang mencolok dapat mengundang ejekan.9 Dengan segala permasalahan yang ada di masyarakat mulai dari kurangnya akses, merasa dirinya berbeda dengan yang lain, serta berbagai pengucilan yang diterima oleh penyandang tunanetra akan menyebabkan tekanan dan kecemasan di dalam diri mereka. Tunanetra merasa mengalami 9 Yustinus Semium, Kesehatan Mental 2 (Yogyakarta:KANISIUS,2006), h.297. 7 penolakan dan perlakuan yang berbeda yang dapat mengakibatkan peran sosialnya terhambat. Menariknya, dengan semua tekanan yang mereka rasakan, tunanetra tetap harus menjalani dan melanjutkan kehidupannya untuk mencapai kesejahteraan di masyarakat. Untuk itu, diperlukan resiliensi (ketahanan) pada diri tunanetra untuk mengatasi tekanan hidup yang mereka hadapi. Resiliensi menurut Revich dan Shatte adalah kemampuan seseorang untuk bangkit dan berkembang dalam menghadapi tekanan hidup ataupun stres yang menimpanya. Dalam penelitian ini peneliti memilih Yayasan Khazanh Kebajikan sebagai tempat penelitian. Yayasan Khazanah Kebajikan adalah lembaga sosial keagamaan yang didirikan untuk menampung kaum dhuafa, anak yatim dan tunanetra. Yayasan Khazanah Kebajikan merupakan tempat berkumpul dan tempat berkegiatan bagi tunanetra yang berada di Cinere dan sekitarnya. Yayasan khazanah kebajikan telah berdiri sejak tahun 1992, sampai saat ini sudah lebih dari 100 tunanetra yang mengikuti kegiatan di Yayasan khazanah kebajikan. Yayasan ini sudah banyak mendapatkan bantuan dari tokoh-tokoh terkemuka di Indonesia, seperti Yusuf Kalla dan Keluarga Cendana. Berdasarkan pemaparan diatas dalam skripsi ini peneliti akan melakukan penelitian yang berjudul “Resiliensi Tunanetra Binaan Yayasan Khazanah Kebajikan dalam Mencapai Kesejahteraan di Masyarakat”. 8 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Untuk memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian dan menghidari dari ketidakjelasan serta melebarnya masalah penelitian, maka peneliti membatasi penelitian ini pada Resiliensi Tunanetra Binaan Yayasan Khazanah Kebajikan dalam Mencapai Kesejahteraan di Masyarakat. Pembatasan masalah juga peneliti lakukan dalam membatasi informan yang akan peneliti teliti. Peneliti akan membatasi untuk meneliti tunanetra yang mengalami gangguan penglihatan pada masa hidupnya dengan kata lain tunanetra yang dipilih adalah mereka yang mengalami gangguan penglihatan bukan sejak lahir melainkan ketika semasa hidupnya. 2. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah, maka peneliti merumuskan masalah pokok sebagai berikut: a. Bagaimana resiliensi tunanetra binaan Yayasan Khazanah Kebajikan dalam mencapai kesejahteraan di masyarakat? b. Bagaimana Yayasan Khazanah Kebajikan memberikan pembinaan yang dapat mempengaruhi resiliensi tunanetra di masyarakat. 9 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Dengan mengacu kepada permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin peneliti capai dalam penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui resiliensi tunanetra binaan Yayasan Khazanah Kebajikan dalam mencapai kesejahteraan di masyarakat. b. Untuk mengetahui program pembinaan yayasan khazanah kebajikan yang mempengaruhi resiliensi tunanetra di masyarakat. 2. Manfaat Penelitian Sedangkan manfaat yang diharapkan dari seluruh rangkaian kegiatan dan hasil penelitian adalah sebagai berikut: a. Diharapkan dapat menambah informasi bagi para pembaca, mengenai resiliensi tunanetra. b. Diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan jenjang S1 Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. c. Diharapkan dapat bermanfaat menjadi dokumen perguruan tinggi sebagai rujukan bagi mahasiswa yang berkonsentrasi pada studi sosial dalam dimensi pemberdayaan tunanetra. D. Metodelogi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Metodelogi penelitian adalah strategi umum yang digunakan dalam pengumpulan dan analisis data yang diperlukan, guna menjawab 10 permasalahan yang diselidiki. Penggunaan metodelogi ini dimaksudkan untuk menentukan data valid, akurat, dan signifikan dengan permasalahan sehingga dapat digunakan untuk mengungkapkan permasalahan yang diteliti. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, presepsi, dan pemikiran orang secara individu maupun kelompok.10 Secara harfiah, sesuai dengan namanya, penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur kuantitatif, perhitungan statistik, atau bentuk caracara lainnya yang menggunakan ukuran angka. Kualitatif berarti sesuatu yang berkaitan dengan aspek kualitas, nilai atau makna yang terdapat di balik fakta. Kualitas, nilai atau makna hanya dapat diungkapkan dan dijelaskan melalui linguistik, bahasa atau kata-kata.11 Dengan pendekatan kualitatif diharapkan fakta-fakta yang ada di lapangan dapat digali lebih dalam, guna mendapatkan gambaran yang lengkap. Dengan kata lain, pendekatan kualitatif dipandang sebagai pendekatan yang tepat pada penelitian ini, karena dengan pendekatan kualitatif diharapkan informasi tentang resiliensi tunanetra 10 M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jogjakarta: Al-Ruzz Media, 2012), h. 89. 11 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori &Praktik (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013), h. 82. 11 binaan yayasan khazanah kebajikan dalam mencapai kesejahteraan di masyarakat, dapat diambil informasi secara mendalam dan detail. 2. Jenis Penelitian Ada beberapa jenis penelitian yang sering digunakan dalam penelitian kualitatif. Jenis penelitian digunakan sesuai dengan tujuan dari penelitian yang akan dilakukan. Jenis penelitian yang peneliti pakai dalam penelitian ini adalah deskriptif. Deskriptif yaitu suatu metode untuk memecahkan masalah atau keadaan atau peristiwa yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek/obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta tampak atau sebagaimana adanya.12 Jenis penelitian deskriptif dipilih karena peneliti harapkan mampu menggambarkan keadaan dari resiliensi tunanetra binaan Yayasan Khazanah Kebajikan sesuai dari fakta dan data yang didapatkan. Selain itu, jenis penelitian ini dapat menggambarkan secara mendalam masalah, peristiwa dan keadaan mengenai objek yang diteliti berdasarkan seluruh informasi dan fakta yang diperoleh dari proses penelitian langsung di lapangan. Selain menggambarkan kondisi secara mendalam, peneliti juga bertujuan untuk menarik realita sosial yang ada kepermukaan. 12 Lexy J. Melong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), h.12. 12 3. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian dilakukan kurang lebih selama 6 bulan, yakni dari bulan Februari 2015 sampai dengan Agustus 2015. Penelitian ini berlokasi di Jln.Talas I, perum Bukit Cirendeu, Pondok Cabe Ilir, Pamulang. Adapun alasan pemilihan lokasi didasarkan oleh pertimbangan sebagai berikut: a. Yayasan Khazanah Kebajikan adalah salah satu yayasan yang membuka rumah singgah untuk penyandang tunanetra. b. Yayasan Khazanah Kebajikan adalah salah satu yayasan yang membuka kegiatan/program keagamaan untuk tunanetra. 4. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan pekerjaan penelitian yang tidak dapat dihindari dalam kegiatan penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian merupakan hal yang ensensial. Pengumpulan data penelitian kualitatif bukanlah mengumpulkan data melalui instrumen seperti halnya penelitian kuantitatif. Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif instrumen utama adalah peneliti sendiri (human instrument), untuk mencari data dengan berinteraksi secara simbolik dengan informan/subjek yang diteliti.13 Teknik pengumpulan data tetap merupakan langkah yang strategis, karena tujuan pokok penelitian adalah mendapatkan data dan informasi yang diperlukan untuk dapat menjelaskan dan menjawab 13 M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jogjakarta: Al-Ruzz Media, 2012), h. 163. 13 permasalahan penelitian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan: a. Observasi atau pengamatan Observasi adalah teknik pengamatan yang mengharuskan peneliti turun langsung ke lapangan mengamati hal-hal yang berkaitan dengan ruang, tempat, pelaku, kegiatan benda-benda, waktu, peristiwa, tujuan, dan perasaan. Dalam tahap observasi peneliti menerapkan observasi partisipatif dalam mengumpulkan data. Observasi partisipatif (pengamatan terlibat) adalah pengamatan sambil sedikit banyak berperan serta dalam kehidupan orang-orang yang sedang diteliti.14 b. Wawancara Wawancara ialah teknik yang digunakan untuk mendapatkan data dengan cara tanya jawab dan tatap muka antara peneliti dengan narasumber yang berada di Yayasan Khazanah Kebajikan. Teknik wawancara digunakan untuk dapat menggali tidak saja yang diketahui dan dialami subjek yang diteliti, tetapi apa yang tersembunyi jauh di dalam dari subjek penelitian. Selain itu, apa yang ditanyakan kepada informan bisa mencakup hal-hal yang bersifat lintas waktu, yang berkaitan dengan masa lampau, masa 14 167. M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif , h. 165- 14 kini, dan juga masa mendatang. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tak terstruktur. Wawancara tak terstruktur bersifat luwes, susunan pertanyaan dan susunan kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat diubah pada saat wawancara, disesuaikan dengan kebutuhan, dan kondisi saat wawancara, termasuk karakteristik sosial-budaya informan yang dihadapi. 15 c. Dokumentasi Dokumentasi adalah cara mengumpulkan data melalui pengkajian arsip-arsip, majalah, dan termasuk buku-buku mengenai Tunanetra di Yayasan Kazanah Kebajikan. Dokumentasi dilakukan guna memperoleh data tambahan dalam penelitian. 5. Teknik pemilihan Informan Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif, untuk memilih sampel lebih tepat dilakukan secara sengaja (perposive sampling). Teknik perposvie sampling bertujuan dimana informan dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu yang dianggap sebagai orang yang tepat dalam memberikan informasi. Selanjutnya, apabila dalam proses pengumpulan data sudah tidak lagi ditemukan variasi informan, maka peneliti tidak perlu lagi mencari informan baru, proses informasi sampai selesai. Adapun informan dalam penelitian ini tergambar dalam tabel 1.1 sebagai berikut: 15 177. M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif , h.176- 15 Tabel 1.1 Gambaran Umum Informan No 1 2 Informasi yang dicari Ketua Bidang Gambaran umum Keagamaan lembaga, pelaksanaan kegiatan tunanetra. Pengurus Program untuk Kegiatan tunanetra, Tunanetra Pelaksanaan kegiatan tunanetra Tunanetra Resiliensi tunanetra di Masyarakat Informan 3 Jumlah Jumlah 1 orang 1 orang 4 orang Gambaran Umum Informan Nama: Adam Sahili Usia: 34 tahun Pendidikan: SMA Asal: Sumatra Selatan Nama:Yeti Khazanah, Usia: 44 tahun, Pendidikan: SMEA Suku/Asal: Betawi Nama:Edi Maryadi Usia: 46 tahun 4 Pendidikan: S1 Teknik 5 Elektro Penyebab ketunanetraan karena penyakit yang dialami pada usia 31 tahun. 6 7 Nama: Setu 8 Usia: 55 tahun Pendidikan: Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa (SGPLB) Penyebab ketunanetraan dikarenakan saat usia 5 tahun matanya terkena anyam-anyaman bambu. Nama: Astuti Usia: 55 tahun Pendidikan: SPG Penyebab ketunanetraan karena penyakit panas yang dideritanya pada saat kelas 6 SD Nama: Sudrajat Usia: 41 tahun Pendidikan: SLB Penyebab ketunanetraan karena penyakit bawaan sejak bayi. 6 orang a n 4 g 4 O r 16 6. Sumber Data Sumber data dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lainlain. Sumber data yang diperoleh dalam penelitian kualitatif deskriptif bersumber dari data primer dan skunder. a. Data Primer Data primer yaitu data yang langsung diperoleh dari para informan yang ada di Yayasan Khazanah Kebajikan pada waktu penelitian. Data primer ini diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara. b. Data Skunder Data skunder ialah data yang dikumpulkan melalui sumber-sumber informasi tidak langsung, seperti dokumen-dokumen yang ada di perpustakaan, pusat pengelolaan data, pusat penelitian, departemen dan sebagainya. Data skunder yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya data yang diperoleh dari studi kepustakaan. 7. Analisis Data Analisis data merupakan bagian sangat penting dalam penelitian karena dari analisis ini akan diperoleh temuan, baik temuan subtantif maupun formal. Pada hakikatnya, analisis data adalah sebuah kegiatan untuk mengatur, mengurutkan, mengelompokan, memberi kode/tanda, dan mengatagorikannya sehingga diperoleh suatu temuan berdasarkan fokus atau masalah yang ingin dijawab.16 16 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori &Praktik , h. 209. 17 Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan menggunakan pengaturan data secara logis dan sistematis. Tahap analisis data diperlukan dalam menganalisis data yang sudah terkumpul, dan mengurutkan kedalam pengelompokan data. Data tersebut kemudian dianalisis agar mendapatkan kesimpulan, baik untuk masing-masing masalah maupun untuk keseluruhan masalah yang diteliti. Ada berbagai cara untuk menganalisa data, tetapi secara garis besar dengan langkah sebagai berikut: a. Reduksi Data Dimana peneliti mencoba memilih data yang relevan dengan resiliensi tunanetra. b. Penyajian Data Setelah data diperoleh, maka data tersebut disusun dan disajikan dalam bentuk narasi, visual gambar, matrik, bagan tabel dan lain sebagainya. c. Penyimpulan Data Pengambilan kesimpulan dengan menghubungkan tema dengan data yang diperoleh sehingga memudahkan untuk menarik kesimpulan. 8. Keabsahan Data Dalam penelitian kualitatif sering dinyatakan tidak ilmiah sehingga kurang bisa dipertanggung jawabkan dari berbagai segi. Dengan alasan itulah dalam penelitian kualitatif perlu dilakukan pemeriksaan keabsahan data sebagai usaha untuk meningkatkan derajat kepercayaan data. 18 Untuk memeriksa keabsahan data peneliti menggunakan teknik triangulasi. Teknik triangulasi data digunakan sebagai proses memantapkan derajat kepercayaan (kredibilitas/validitas) dan konsistensi (reliabilitas) data, serta bermanfaat sebagai alat bantu analisis data di lapangan.17 Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber dan triangulasi metode. Triangulasi sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Hal ini dapat dilakukan dengan membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara, membandingkan apa yang dikatakan orang secara umum dengan yang dikatakan secara pribadi, dan membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Sedangkan triangulasi metode dapat dilakukan dengan pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama18. 9. Teknik Penulisan Teknik yang digunakan dalam penulisan skripsi ini dibuat sesuai dengan “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis dan Disertasi”, yang diterbitkan oleh CeQDA (Center For Quality Development and Assurance) UIN Jakarta Press tahun 2007. 17 18 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori &Praktik , h. 218. Lexy J. Melong, Metodologi Penelitian Kualitatif , h.331. 19 E. Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka merupakan tinjauan kepustakaan (literatur) yang berkaitan dengan topik pembahasan penelitian yang dilakukan. Tinjauan pustaka digunakan sebagai acuan untuk membantu penyusunan dalam penelitian skripsi ini. Peneliti menggunakan beberapa literatur skripsi yang terlebih dahulu ada guna membantu peneliti dalam menyusun skripsi. Tinjauan pustaka yang peneliti gunakan adalah: 1. Nama : Ahmad Shobrian NIM : 102051025441 Judul : Peran Dakwah Yayasan Khazanah Kebajikan (YKK) Dalam Meningkatkan Pengamalan Ibadah kelompok Tuna Netra Desa Pisangan Ciputat. Skripsi S1 Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2009. Skripsi ini membahas tentang program dakwah yang dilakukan Yayasan Khazanah Kebajikan. Skripsi ini melihat pengaruh dari adanya program Dakwah yang dilakukan Yayasan Khazanah Kebajikan dengan peningkatan pengamalan ibadah sehari-hari tunanetra yang mengikuti kegiatan tersebut. 2. Nama : Dian Rahmawati NIM : 085000541 Judul :Gambaran Resiliensi dan Kemampuan Remaja Tuna Netra Ganda. 20 Skripsi S1 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia 2009. Skripsi ini membahas tentang resiliensi pada anak yang mengalami ketunanetraan ganda. Resiliensi (ketahanan) yang ditonjolkan dalam skripsi ini lebih kepada aspek psikologi tunanetra. Skripsi yang peneliti bahas berbeda dengan penelitian sebelumnya. Pada penelitian ini, peneliti akan memfokuskan pada resiliensi tunanetra yang mengalami ketunanetraan pada masa hidupnya. Dalam penelitian ini peneliti juga akan menggali modal apa saja yang mempengaruhi resiliensi tunanetra dalam mencapai kesejahteraan di masyarakat. F. Sistematika Penulisan Guna memperoleh gambaran menyeluruh mengenai masalah yang ingin diuraikan dalam skripsi ini, maka peneliti memiliki sub-sub bab dengan penyusunan sebagai berikut: BAB I Pendahuluan yang di dalamnya menjelaskan latar belakang masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodelogi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan. BAB II Kerangka Teori, Merupakan bab yang melandasi pemikiran dalam menganalisa dari data-data yang telah dikumpulkan. Kerangka pemikiran yang digunakan adalah teori-teori yang berhubungan dengan isi skripsi. Teori yang 21 digunakan antara lain teori resiliensi, teori tunanetra, dan teori kesejahteraan sosial. BAB III Gambaran Umum Lembaga, dalam bab ini menggambarkan sejarah berdirinya Yayasan Khazanah Kebajikan, visi dan misi, struktur organisasi, dan data yang berkaitan dengan kelembagaan. BAB 1V Hasil Penelitian dan Analisa, merupakan gabungan dari hasil pengumpulan data dengan beberapa konsep yang dipergunakan dalam penelitian. BAB V Penutup, merupakan kesimpulan dan saran dari penelitian tentang Resiliensi Tunanetra Binaan Yayasan Khazanah Kebajikan dalam Mencapai Kesejahteraan di Masyarakat. BAB II KERANGKA TEORI A. Resiliensi 1. Definisi Resiliensi Menurut Revich dan Shatte resiliensi adalah kemampuan untuk merespon secara sehat dan produktif ketika menghadapi kesulitan/trauma dimana hal itu penting untuk mengelola tekanan hidup sehari-hari. Orang yang memiliki resiliensi baik adalah orang yang memiliki komitmen tinggi untuk memecahkan masalah mereka, tidak menyerah, dan bergerak maju menemukan solusi dari permasalahan.1 Menurut Sibert, resiliensi mengacu pada kemampuan individu mengatasi tekanan dengan baik untuk melakukan perubahan yang signifikan mengganggu dan berkelanjutan, mempertahankan kesehatan dengan baik dan tetap kuat ketika berada dibawah tekanan, bangkit kembali dengan mudah dari keterpurukan yang dihadapinya, mengatasi kemalangan, mengubah cara kerja dengan yang baru dan meninggalkan cara lama ketika cara tersebut tidak memungkinkan lagi digunakan, dan melakukan semua itu tanpa bertindak dengan cara yang disfungsional ataupun berbahaya.2 1 Keren Reivich dan Andrew Shatte, The Resilience Factor: 7 essential skills for overcoming life’s inevitable obstacles (New York: Broadway Book, 2002), h. 19 dan 26. 2 Al Siebert, The resiliency advantage (San Fransisco: Berret-Koehler, 2005). h.5. 22 23 Menurut Grotberg resiliensi adalah kemampuan yang bersifat universal dimana memungkinkan individu, kelompok, atau masyarakat untuk mencegah, menguranggi atau mengatasi pengaruh yang dapat merusak dirinya setelah mengalami kesulitan.3 Menurut Grotberg memang tidak ada satu orangpun yang terlepas dari cobaan. Sekitar sepertiga dari orang-orang di berbagai belahan dunia secara konsisten menunjukan kesengsaraan, resiliensi lalu yang baik mengatasinya yaitu dan mereka mengalami memperkuatnya dengan mengubah cara yang lebih baik.4 Pernyataan Wilhelm Nietzshe‟s, resiliensi berarti mampu bangkit kembali dari perkembangan kehidupan yang mungkin terasa sangat luar biasa pada awalnya. Orang yang tangguh ketika kehidupan mereka terganggu, mereka akan menanggani perasaan mereka dengan cara yang sehat. Mereka membiarkan diri mereka merasa sedih, marah, kehilangan, dan kebingungan ketika sakit atau tertekan, tetapi mereka tidak membiarkan semua itu menjadi sebuah perasaan yang permanen. Sebuah hasil yang tak terduga, mereka tidak hanya menyembuhkan keterpurukannya tetapi mereka juga sering kali bangkit menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Inilah sebabnya mengapa orang tangguh biasanya mengatasi kesulitan lebih mudah dari pada yang lainnya. Mereka berharap untuk membangun kembali kehidupan dengan cara 3 Paul Barnard, dkk, Children, bereavement and trauma: Nurturing resilience (United Kingdom: Jessica Kingsley, 1999), h. 54. 4 Henderson Grotberg, Resilience for Today: Gaining Strength from Adversity (United States of America: Contemporary psychology, 2003), h.3. 24 kerja baru dan perjuangan untuk mengatasi kesulitan memunculkan kekuatan baru di dalamnya.5 Sedangkan menurut Edi Suharto, ketahanan sosial (social resiliensi) seperti halnya ketahanan ekonomi, politik, budaya, dan militer yang merupakan unsur pembentuk ketahanan nasional. Ketahanan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional, didefinisikan kemampuan individu-individu sebagai anggota sebuah lembaga atau komunitas dalam mengembangkan hubungan sosial sehingga dapat mempertahankan koeksistensinya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.6 Menurut Suradi ketahanan sosial masyarakat dapat dipahami sebagai kemampuan masyarakat untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapinya. Pengertian yang lebih lengkap adalah suatu kondisi kehidupan dinamis masyarakat yang ditandai terpenuhinya hak dan kebutuhan dasar, optimalnya pelaksanaan peranan dan tugas-tugas kehidupan pada setiap individu maupun kelompok, serta terselesaikannya masalah sosial melalui gerakan sosial yang dilandasi oleh nilai kebersamaan dan kesetiakawanan sosial.7 Dalam keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia, ketahanan sosial masyarakat adalah kemampuan komunitas mengatasi resiko akibat perubahan ekonomi dan politik. Suatu komunitas 5 Al Siebert, The resiliency advantag, h.5 Edi Suharto, Isu-Isu tematik Pembangunan Sosial: Konsep dan Strategi (Jakarta: Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial Departemen Sosial RI, 2004), h.83-84. 7 Suradi, “Peran Kapital Sosial Dalam Penguatan Ketahanan Sosial Masyarakat, ”Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, vol.11 no.02 (Mei-Agustus 2006), h. 3. 6 25 memiliki ketahanan sosial bila mampu melindungi secara efektif anggotanya termasuk individu dan keluarga yang rentan, mampu melaksanakan investasi sosial dalam jaringan sosial, mampu mengembangkan mekanisme yang efektif dalam mengelola konflik dan kekerasan, serta mampu memelihara kearifan lokal dalam mengelola sumber daya alam dan sosial.8 Dari beberapa definisi mengenai resiliensi yang dijelaskan diatas, maka peneliti mendeskripsikan resiliensi adalah kemampuan seseorang untuk bertahan, bangkit, menerima keadaan dengan percaya diri dan menemukan cara untuk bergerak maju meninggalkan kesulitan yang dihadapinya tersebut. 2. Aspek Resiliensi Menurut Reivich dan Shatte terdapat tujuh kemampuan yang berkontribusi dalam pembentukan resiliensi, yaitu:9 1. Regulasi emosi (Emotion regulation) Regulasi emosi adalah kemampuan untuk tetap tenang di bawah tekanan. Individu yang memiliki kemampuan meregulasi emosi dan mengembangkannya dapat membantu mereka dalam mengontrol emosi, perhatian, dan perilaku mereka. Pengaturan emosi penting bagi pembentukan hubungan dengan orang lain, keberhasilan di tempat kerja, dan menjaga kesehatan fisik. 8 Abu Hanifah, “Toleransi Dalam Masyarakat Plural Memperkuat Ketahanan Sosial,” artikel diakses pada 18 Februari 2015 dari www.kemsos.go.id/unduh/Abu_Hanifah.pdf. 9 Keren Reivich dan Andrew Shatte, The Resilience Factor: 7 essential skills for overcoming life’s inevitable obstacles, h.36-47. 26 Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang kurang memiliki kemampuan untuk mengatur emosi mengalami kesulitan dalam membangun dan menjaga hubungan dengan orang lain. Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai macam faktor, diantara alasan yang sederhana adalah tidak ada orang yang mau menghabiskan waktu bersama orang yang marah, cemberut, cemas, khawatir serta gelisah setiap saat. Emosi yang dirasakan oleh seseorang cenderung berpengaruh terhadap orang lain. Semakin kita terasosiasi dengan kemarahan maka kita akan semakin menjadi seorang yang pemarah. Tidak semua emosi yang dirasakan oleh individu harus dikontrol. Tidak semua emosi marah, sedih, gelisah dan rasa bersalah harus diminimalisir. Hal ini dikarenakan mengekspresikan emosi yang kita rasakan baik emosi positif maupun negatif merupakan hal yang konstruksif dan sehat, asalkan dilakukan dengan tepat. Bahkan kemampuan untuk mengekspresikan emosi secara tepat merupakan bagian dari resiliensi. 2. Pengendalian Impuls (Impulse control) Pengendalian impuls adalah kemampuan untuk mengendalikan keinginan, dorongan, kesukaan, serta tekanan yang muncul dari dalam diri. Individu dengan pengendalian impuls rendah sering mengalami perubahan emosi dengan cepat yang dapat mengendalikan pikiran dan perilaku meraka. Individu seperti ini mudah marah, kehilangan kesabaran, impulsif dan berperilaku 27 agresif, sehingga membuat lingkungan sosial di sekitarnya merasa kurang nyaman dan berakibat pada buruknya hubungan sosial dengan orang lain. 3. Optimisme (optimism) Individu yang resilien adalah individu yang optimis. Mereka percaya bahwa segala sesuatu dapat berubah menjadi lebih baik. Mereka memiliki harapan masa depan dan percaya bahwa mereka dapat mengontrol arah kehidupan mereka. Dibandingkan dengan individu yang pesimis, individu yang optimis memiliki fisik lebih sehat, jarang mengalami depresi, lebih baik di sekolah, lebih produktif di tempat kerja, dan lebih banyak menang dalam olahraga. Optimisme berarti kita melihat masa depan yang cemerlang. Optimisme berarti percaya bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk mengatasi kemalangan yang mungkin terjadi di masa depan. Menunjukkan bahwa optimisme dan faktor selfefficacy sering berjalan seiringan. Optimisme adalah anugrah jika dikaitkan dengan faktor self-efficacy karena dapat memotivasi untuk mencari solusi dan terus bekerja keras untuk memperbaiki situasi. 4. Analisis Penyebab Masalah (Causal Analysis) Causal analysis adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada kemampuan individu secara akurat dalam mengidentifikasikan penyebab masalah yang dihadapi. Jika 28 individu tidak dapat menilai penyebab masalah secara akurat, maka akan membuat kesalahan yang sama berulang-ulang. Martin Seligman mengidentifikasikan gaya berfikir yang sangat erat kaitannya dengan causal analysis. Gaya berfikir dibagi pada tiga demensi: 1)Personal (saya - bukan saya), individu dengan gaya berfikir „saya‟ adalah individu yang cenderung menyalahkan diri sendiri atas hal yang tidak berjalan semestinya. Sebaliknya, individu dengan gaya berfikir „bukan saya‟, meyakini faktor eksternal (di luar diri) atas kesalahan yang terjadi. 2) Permanen (selalu – tidak selalu), individu yang pesimis cenderung berasumsi bahwa suatu kegagalan atau kejadian buruk akan terus berlangsung. Sedangkan individu yang optimis cenderung berfikir bahwa ia dapat melakukan suatu hal lebih baik pada setiap kesempatan dan memandang kegagalan sebagai ketidakberhasilan sementara. 3) Pervasive (semua – tidak semua), individu dengan gaya berfikir „semua‟ melihat kemunduran atau kegagalan pada satu area kehidupan ikut menggagalkan area kehidupan lainnya. Individu dengan gaya berfikir „tidak semua‟ dapat menjelaskan secara rinci penyebab dari masalah yang dihadapi. 5. Empati (Empathy) Empati didefinisikan seberapa baik individu dapat membaca tanda-tanda psikologis dan emosional orang lain. Beberapa individu memiliki kemampuan dalam menafsirkan bahasa non-verbal yang ditunjukkan oleh orang lain, seperti 29 ekspresi wajah, intonasi suara, bahasa tubuh dan mampu menangkap apa yang dipikirkan dan dirasakan orang lain. Individu yang tidak memiliki kemampuan berempati, tidak dapat menempatkan diri pada posisi orang lain, merasakan apa yang dirasakan orang lain dan memperkirakan maksud dari orang lain. Ketidakmampuan individu untuk membaca tanda-tanda nonverbal orang lain dapat sangat merugikan, baik dalam konteks hubungan kerja maupun hubungan personal, hal ini dikarenakan kebutuhan dasar manusia untuk dipahami dan dihargai. 6. Efikasi diri (Self-efficacy) Self-efficacy merupakan keyakinan bahwa seorang individu dapat memecahkan masalah yang dialami dan mencapai kesuksesan. Orang yang memiliki kepercayaan pada kemampuan mereka untuk memecahkan masalah akan muncul sebagai pemimpin, sementara mereka yang tidak percaya diri tentang keberhasilan mereka akan menemukan diri mereka hilang di keramaian. 7. Peningkatan aspek positif (Reaching out) Resiliensi bukan hanya tentang mengatasi kemalangan dan bangkit dari keterpurukan, resiliensi juga memungkinkan kita untuk meningkatkan aspek positif dari kehidupan setelah kemalangan yang menimpa. 30 Banyak individu yang tidak mampu melakukan reaching out, hal ini dikarenakan mereka telah diajarkan sejak kecil untuk menghindari kegagalan dan situasi yang memalukan. Mereka adalah individu-individu yang lebih memilih memiliki kehidupan standar dibandingkan harus meraih kesuksesan namun harus berhadapan dengan resiko kegagalan hidup dan hinaan masyarakat. Individu-individu ini memilki rasa ketakutan untuk mengoptimalkan kemampuan mereka hingga batas akhir. 3. Faktor yang Mempengaruhi Resiliensi Grotberg menggemukakan faktor-faktor resiliensi yang didefinisikan berdasarkan sumber-sumber yang berbeda. Untuk kekuatan individu dalam diri pribadi digunakan istilah „I Am’, untuk dukungan eksternal dan sumber-sumbernya digunakan istilah „I Have’, sedangkan untuk kemampuan interpersonal digunakan istilah’I Can’.10 1. I Am (Inner Strength) ‘I Am‘ merupakan fitur kepribadian individu seperti harga diri (selfesteem). Faktor „I Am’ dapat diperkuat dengan dukungan akan tetapi tidak dapat dibuat. „I Am’ adalah kekuatan yang terdapat dalam diri seseorang meliputi perasaan, tingkah laku, dan kepercayaan terhadap dirinya. Faktor „I Am’ secara spesifik mencakup: a. Aku adalah seseorang yang dapat disukai dan dicintai. b. Aku merasa senang apabila aku melakukan hal yang baik terhadap orang lain. 10 Paul Barnard, dkk., Children, bereavement and trauma: Nurturing resilience, h. 57-58. 31 c. Aku adalah orang yang dapat menghargai diri sendiri dan juga orang lain. d. Aku adalah orang yang bersedia untuk bertanggung jawab atas apa yang telah aku lakukan. e. Aku percaya bahwa semua akan baik-baik saja. 2. I Have (External Support) ‘I Have’ dimaksudkan sebagai dukungan keluarga dan struktur dukungan eksternal. Faktor ‘I Have’ dapat disediakan dan diperkuat. Secara spesifik mencakup: a. Saya memiliki orang-orang di sekitar yang dapat saya percaya, b. Orang yang mencintai saya, c. Orang-orang yang menunjukan contoh yang baik dan menjadi teladan untuk saya, d. Membantu saya untuk belajar menjadi diri sendiri, e. Orang yang membantu saya ketika sakit atau dalam kesulitan. 3. I Can (Interpersonal and problem-solving skills) ‘I Can’ dimaksudkan sebagai keterampilan sosial dan interpersonal individu, yaitu alat untuk belajar, melakukan, menjalin hubungan, dan lain-lain. Faktor ‘I Can’ dapat diajari dan diajarkan. Secara spesifik mencakup: a. Berbicara dengan orang lain tentang hal menakutkan, b. Menemukan cara untuk memecahkan masalah, c. Mengontrol diri ketika sedang marah atau kesal, 32 d. Menentukan waktu yang baik untuk berbicara dengan seseorang, e. Menemukan seseorang yang dapat membantu ketika saya membutuhkannya. B. Tunanetra a. Definisi Tunanetra Secara Etimologi kata tunanetra berasal dari „tuna‟ yang berarti rusak, dan „netra‟ yang berarti mata atau penglihatan. Tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan dalam penglihatan atau tidak berfungsi indera penglihatan. Menurut istilah dalam hal ini pemerintah menyatakan bahwa yang dimaksud tunanetra adalah seseorang yang menurut ilmu kedokteran dinyatakan mempunyai kelainan fisik atau mental yang oleh karenanya merupakan hambatan atau rintangan untuk melakukan kegiatan sebagaimana mestinya.11 Menurut Agustyawati dan Solicha tunanetra adalah salah satu jenis hambatan fisik yang ditandai dengan ketidakmampuan seseorang untuk melihat, baik menyeluruh (total blind) ataupun sebagian (low vision). Dengan kata lain tunanetra adalah seseorang yang mengalami 11 Ahmad Shobrian, “Peran Dakwah Yayasan Khazanah Kebajikan (YKK) Dalam Meningkatkan Pengamalan Ibadah Kelompok Tuna Netra Desa Pisangan Ciputat.” (Skripsi S1 Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fkultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2009), h.31 33 gangguan fungsi penglihatan sedemikian rupa sehingga tidak dapat menggunakan indera penglihatannya secara fungsional.12 Menurut Koestler tunanetra (kebutaan) adalah ketajaman penglihatan pusat 20/200 atau kurang pada bagian mata yang lebih baik dengan kaca mata koreksi atau ketajaman penglihatan pusat lebih dari 20/200 jika terjadi penurunan ruang penglihatan dimana terjadi pengerutan suatu bidang penglihatan sampai tingkat tertentu sehingga diameter terlebar dari ruang penglihatan membentuk sudut yang besarnya tidak lebih dari 20 derajat pada bagian mata yang lebih baik.13 b. Klasifikasi Tunanetra Secara garis besar tunanetra diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu total blind (buta) dan low vision:14 a. Total Blind (Buta) Dikatakan buta apabila sama sekali tidak mampu menerima rangsangan cahaya dari luar (visusbya=0). b. Low Vision Bila masih mampu menerima rangsangan cahaya dari luar, tetapi ketajamannya lebih dari 6/21, atau berdasarkan tes anak hanya mampu membaca huruf pada jarak 6 meter yang oleh orang awas dapat dibaca pada jarak 21 meter. 12 Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h.5. 13 David Smith, Inklusi Sekolah Ramah untuk Semua (Bandung: Penerbit Nuansa, 2006), h.241. 14 Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, h. 10-12 . 34 Selain dua klasifikasi besar tersebut, tunanetra juga dapat diklasifikasikan menjadi empat , yaitu: 1. Berdasarkan waktu terjadinya ketunanetraan a. Tunanetra sebelum dan sejak lahir; yakni mereka yang sama sekali tidak memiliki pengalaman penglihatan. b. Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil; mereka telah memiliki kesan-kesan serta pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan. c. Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja; mereka telah memiliki kesan-kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses perkembangan pribadi. d. Tunanetra pada usia dewasa; pada umumnya mereka yang dengan segala kesadaran mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri. e. Tunanetra dalam usia lanjut; sebagian besar sudah sulit mengikuti latihan-latihan penyesuaian diri. 2. Berdasarkan kemampuan daya penglihatan a. Tunanetra ringan (defective vision/low vision); yakni mereka yang memiliki hambatan dalam penglihatan akan tetapi mereka masih dapat mengikuti program pendidikan dan mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan fungsi penglihatan. b. Tunanetra setengah berat (partially sighted); yakni mereka yang kehilangan sebagian daya penglihatan, hanya dengan 35 menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan biasa atau membaca tulisan yang bercetak tebal. c. Tunanetra berat (totally blind); yakni mereka yang sama sekali tidak dapat melihat. 3. Berdasarkan kelainan-kelainan pada mata a. Myopia: adalah penglihatan jarak dekat, bayangan tidak terfokus dan jatuh di belakang retina. Penglihatan akan menjadi jelas kalau objek didekatkan. b. Hyperopia: adalah penglihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus dan jatuh di depan retina. Penglihatan akan menjadi jelas jika objek dijauhkan. c. Astigmatisme: adalah penyimpangan atau penglihatan kabur yang disebabkan karena ketidakberesan pada kornea mata atau pada permukaan lain pada bola mata sehingga bayangan benda baik pada jarak jauh maupun dekat tidak terfokus jatuh pada retina. c. Sebab Terjadinya Ketunanetraan15 1. Faktor pre-natal Faktor penyebab keturunan pada masa pre-natal sangat erat hubungannya dengan masalah keturunan dan pertumbuhan seorang anak dalam kandungan, antara lain: 15 Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, h. 12-14. 36 a. Keturunan Ketunanetraan yang disebabkan oleh faktor keturunan terjadi dari hasil perkawinan bersaudara, sesama tunanetra atau mempunyai orang tua yang tunanetra. b. Pertumbuhan seorang anak dalam kandungan Ketunanetraan yang disebabkan karena proses pertumbuhan dalam kandungan dapat disebabkan oleh: 1) Gangguan waktu ibu hamil. 2) Penyakit menahun seperti TBC, sehingga merusak selsel darah tertentu selama pertumbuhan janin dalam kandungan. 3) Infeksi atau luka yang dialami ibu hamil akibat terkena rubella atau cacar air. 4) Infeksi karena penyakit kotor, toxoplasmosis, trachoma dan tumor. 5) Kurangnya vitamin tertentu. 2. Faktor post-natal Penyebab ketunanetraan yang terjadi pada masa post-natal dapat terjadi sejak atau setelah bayi lahir antara lain: a. Kerusakan pada mata atau saraf mata pada waktu persalinan, akibat benturan alat-alat atau benda keras. b. Pada waktu persalinan, ibu mengalami penyakit gonorrhoe, sehingga baksil gonorrhoe menular pada bayi. 37 c. Mengalami penyakit mata yang menyebabkan ketunanetraan, misalnya: 1) Xeropthalmia; penyakit mata karena kekurangan vitamin A. 2) Trachoma; penyakit mata karena virus chilimidezoon trachomanis. 3) Catarac; penyakit mata yang menyerang bola mata. 4) Glaucoma; penyakit mata karena bertambahnya cairan dalam bola mata. 5) Diabetik retinopathy; gangguan pada retina yang disebabkan diabetis. 6) Macular degeneration; kondisi umum yang agak baik, dimana daerah memburuk. tengah Retina retina secara berangsur degenerasi masih memiliki penglihatan perifer akan tetapi kehilangan kemampuan untuk melihat secara jelas objek di bagian tengah. 7) Retinopathy of prematurity; anak yang terlahir prematur. Pada saat bayi masih memiliki potensi penglihatan yang normal. Bayi yang dilahirkan prematur biasanya ditempatkan pada inkubator yang berisi oksigen dengan kadar tinggi, sehingga pada saat bayi dikeluarkan terjadi perubahan kadar oksigen yang dapat menyebabkan pertumbuhan pembulu darah tidak normal. 38 8) Terjadinya kecelakaan; seperti masuknya benda keras atau tajam, cairan kimia yang berbahaya, kecelakaan dari kendaraan, dan lain-lain. d. Karakteristik Tunanetra16 1. Karakteristik Fisiologis a. Totally blind (buta) Tidak mampu melihat, tidak mampu mengenali orang pada jarak enam meter, kerusakan nyata pada kedua bola mata, sering meraba-raba atau tersandung saat jalan, mengalami kesulitan saat mengambil benda kecil di sekitarnya, bagian bola mata yang hitam berwarna keruh, peradangan hebat pada kedua bola mata, dan mata bergoyang terus. b. Low vision Menulis dan membaca dengan jarak yang sangat dekat, hanya dapat membaca huruf yang berukuran besar, mata tampak lain (terlihat putih di tengah mata/katarak atau kornea terlihat berkabut, terlihat tidak menatap lurus kedepan, memicingkan mata atau mengerutkan kening terutama di cahaya terang saat mencoba melihat sesuatu, lebih sulit melihat pada malam hari dari pada siang hari, dan pernah menjalani operasi mata dan atau memakai kaca mata yang sangat tebal tetapi masih tidak dapat melihat dengan jelas. 16 Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, h. 14-17. 39 2. Karakteristik kognitif Kecenderungan tunanetra mengganti indera penglihatan dengan indera pendengaran sebagai saluran utama penerimaan informasi dari luar mengakibatkan pembentukan pengertian atau konsep hanya berdasarkan pada suara atau bahasa lisan. Beberapa konsep yang sangat sulit dikenalnya seperti konsep warna, jarak, dan waktu. Namun demikian secara psikologis mereka sering dicirikan dengan pemilikan indera superior yaitu dalam hal perabaan, pendengaran dan daya ingat. 3. Karakteristik sosial Perkembangan sosial tunanetra sangat bergantung pada bagaimana perlakuan dan penerimaan lingkungan terutama lingkungan keluarga itu sendiri. Penerimaan secara realistik dengan segala keterbatasannya adalah yang paling utama dalam menumbuhkan rasa percaya dirinya. C. Definisi Kesejahteraan Sosial dan Pekerja Sosial 1. Definisi Kesejahteraan Sosial Secara etimologi, kesejahteraan sosial terdiri atas dua kata yaitu kesejahteraan dan sosial. Kata kesejahteraan berasal dari kata sejahtera yang mendapat imbuan ke-an. Imbuan ke-an adalah imbuan yang membedakan kata sifat/keadaan sejahtera. Perkataan sejahtera sendiri merupakan perkataan yang berasal dari bahasa sansekerta “Jaitra” yang berarti damai, aman, sentausa atau senang. Oleh karena itu, sejahtera 40 adalah keadaan atau kondisi dimana seseorang merasa aman, tentram, makmur, selamat/terlepas dari segala macam gangguan kesehatan, gangguan kenikmatan atau gangguan kerja.17 Menurut Rober L Barker kesejahteraan diartikan sebagai kondisi mengenai kesehatan fisik, ketenangan emosi/batin, serta ketenangan di bidang ekonomi, serta kemampuan masyarakat untuk menolong masyarakatnya untuk mencapai kondisi atau keadaan tersebut.18 Dari pengertian tersebut peneliti menyimpulkan bahwa kesejahteraan sosial merupakan kondisi dimana seseorang/masyarakat merasa aman, tentram, senang, dan terhindar dari tekanan emosi, ekonomi, politik, sosial dan budaya. 2. Definisi Pekerja Sosial Dalam mencapai kondisi kesejahteraan sosial, dibutuhkan peranan pekerja sosial di dalamnya. Menurut Zastrow pekerja sosial adalah aktivitas profesional untuk menolong individu, kelompok dan masyarakat dalam meningkatkan atau memperbaiki kapasitas mereka agar berfungsi sosial dan menciptakan kondisi-kondisi masyarakat yang kondusif untuk tujuan tersebut.19 Dalam konferensi dunia di Montreal Kanada, Juli tahun 2000, International Federation of Social Workers (IFSW), mendefinisikan profesi pekerjaan sosial mendorong pemecahan masalah dalam kaitannya 17 Pramuwito, C. Pengantar Ilmu Kesjahteraan Sosial (Yogyakarta: Departemen Sosial RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial , 1996), h. 23. 18 Pramuwito C, Pengantar Ilmu Kesjahteraan Sosial, h.24. 19 Edi Suharto, Pekerja Sosial di Dunia Industri (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 1. 41 dengan relasi kemanusiaan, perubahan sosial, pemberdayaan dan pembebasan manusia, serta perbaikan masyarakat.20 Menurut Asosiasi Nasional Pekerja Sosial Amerika Serikat (NASW) pekerjaan sosial adalah kegiatan profesional membantu individu, kelompok, atau masyarakat untuk meningkatkan atau memulihkan kemampuan mereka berfungsi sosial dan untuk menciptakan kondisi sosial yang mendukung tujuan-tujuan ini. Praktik pekerjaan sosial terdiri atas penerapan profesional dari nilai-nilai, prinsip-prinsip, dan teknik-teknik pekerjaan sosial pada satu atau lebih dari tujuan-tujuan berikut: membantu orang memperoleh pelayanan nyata; memberikan konseling dan psikoterapi untuk individu, keluarga, dan kelompok; membantu komunitas atau kelompok memberikan atau memperbaiki pelayanan sosial dan kesehatan; dan ikut serta dalam proses legislatif yang berkaitan.21 3. Peran dan Fungsi Pekerja Sosial Menurut Zastrow sekurang-kurangnya ada tujuh peran beserta fungsi dari pekerja sosial yang dapat dikembangkan oleh community worker, yaitu:22 a) Pemercepat Perubahan (Enabler) Sebagai enabler seorang community worker membantu masyarakat agar dapat mengartikulasikan kebutuhan mereka, mengidentifikasikan masalah mereka, dan mengembangkan kapasitas mereka agar dapat 20 21 Edi Suharto, Pekerja Sosial di Dunia Industri, h. 2. Adi Fahrudin, Pengantar Kesejahteraan Sosial (Bandung: PT Refika Aditama, 2012), h.60 22 Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas (Lembaga Penerbit FE UI: Depok, 2003), h.91-94. 42 menangani masalah yang mereka hadapi secara lebih efektif. Peran enabler ini adalah peran klasik dari seorang community worker. b) Perantara (Broker) Peran seorang broker (perantara) dalam intervensi makro terkait erat dengan upaya menghubungkan individu ataupun kelompok dalam masyarakat yang membutuhkan bantuan ataupun layanan masyarakat (community service), tetapi tidak tahu dimana dan bagaimana mendapatkan bantuan tersebut, dengan lembaga yang menyediakan layanan masyarakat. Peran sebagai perantara, yang merupakan peran mediasi, dalam konteks pengembangan masyarakat juga diikutsertakan dengan perlunya melibatkan klien dalam kegiatan penghubung ini. c) Pendidik (Educator) Dalam menjalankan peran sebagai pendidik, community worker diharapkan mempunyai kemampuan menyampaikan informasi dengan baik dan jelas, serta mudah ditangkap oleh komunitas yang menjadi sasaran perubahan. Disamping itu, ia harus mempunyai pengetahuan yang cukup memadai mengenai topik yang akan dibicarakan. Dalam kaitan dengan hal ini community worker tidak jarang harus menghubungi rekan dari profesi lain yang menguasai materi tersebut. d) Tenaga Ahli (Expert) Dalam kaitan dengan peranan sebagai tenaga ahli, community worker diharapkan untuk dapat memberikan masukan, saran, dan dukungan informasi dalam berbagai area. Seorang expert harus sadar bahwa usulan dan saran yang ia berikan bukanlah mutlak harus dijalankan 43 klien mereka (masyarakat ataupun organisasi), tetapi usulan dan saran tersebut lebih pertimbangan merupakan masyarakat masukan ataupun gagasan sebagai bahan organisasi dalam proses pengambilan keputusan. e) Perencanaan Sosial Seorang perencana sosial mengumpulkan data mengenai masalah sosial yang terdapat dalam komunitas, menganalisisnya, dan menyajikan alternatif tindakan yang rasional untuk menangani masalah tersebut. Setelah itu perencana sosial mengembangkan program, mencoba mencari alternatif sumber pendanaan, dan mengembangkan konsensus dalam kelompok yang mempunyai berbagai minat ataupun kepentingan. f) Advokat (Advocate) Peran sebagai advocate dalam community worker dicangkok dari profesi hukum. Peran advocate pada satu sisi berpijak pada tradisi perbaharuan sosial, dan pada sisi lainnya berpijak pada tradisi pelayanan sosial. Peran ini yang aktif dan terarah (directive), dimana community worker menjalankan fungsi advokasi atau pembelaan yang mewakili kelompok masyarakat yang membutuhkan suatu bantuan ataupun layanan, tetapi institusi yang seharusnya memberikan bantuan ataupun layanan tersebut tidak mempedulikan (bersifat negatif ataupun menolak tuntunan warga). 44 g) Aktivis (Activist) Sebagai aktivis seorang community worker mencoba melakukan perubahan institusional yang lebih mendasar, dan seringkali tujuannya adalah pengalihan sumber daya ataupun kekuasan (power) pada kelompok yang mendapatkan keuntungan. Seorang aktivis biasanya memperhatikan isu-isu tertentu, seperti ketidaksesuaian dengan hukum yang berlaku, kesenjangan, dan perampasan hak. D. Lembaga-lembaga yang Bergerak di Bidang Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS) Lembaga Kesejahteraan Sosial adalah salah satu organisasi kemasyarakatan (karena dibentuk oleh masyarakat secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan) tetapi dalam hal bergerak di bidang Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS) seperti yang tercantum dalam Undang-undang Nomer 6 Tahun 1974 yaitu undang-undang tentang ketentuan-ketentuan pokok Kesejahteraan Sosial. Jadi lembaga Kesejahteraan Sosial adalah Organisasi Kemasyarakatan yang bergerak di bidang Usaha Kesejahteraan Sosial yaitu kegiatan-kegiatan yang menyangkut masalah-masalah mewujudkan, membina, memelihara, memulihkan dan mengembangkan kesejahteraan sosial.23 Menurut Undang-undang Nomer 8 Tahun 1985, yang dimaksud dengan organisasi kemasyarakatan adalah: “Organisasi yang dibentuk oleh 23 Pramuwito C, Pengantar Ilmu Kesjahteraan Sosial (Yogyakarta: Departemen Sosial RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, 1996), h. 107. 45 anggota masyarakat Warga Negeri Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, fungsi, profesi, agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperan serta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.24 Pada Lembaga Kesejahteraan Sosial tujuan yang ingin dicapi adalah berfungsinya kembali masyarakat yang karena suatu hal mengalami atau kehilangan kemampuannya untuk berfungsi sosial dalam masyarakat, dalam bentuk memiliki keterampilan dan dapat produktif sehingga dapat menolong dirinya sendiri serta keluarganya dan mampu berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan masyarakat.25 24 25 Pramuwito C, Pengantar Ilmu Kesjahteraan Sosial, h. 108. Pramuwito C., Pengantar Ilmu Kesjahteraan Sosial, h. 108. BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA A. Profil Lembaga Yayasan Khazanah Kebajikan (YKK) berdiri pada tanggal 5 November 1992 di Pisangan Ciputat Tangerang Banten dengan Dewan Pendiri adalah Drs. H. Marzuki Usman, MA, Drs. H. Ahmad Djunaidi, AK, Drs. H. Nadjmuddin Siddiq, Ir. H. Iskandar Ismail dan Hj. Aswarni Usman.1 Berdirinya YKK berlandaskan Al-Quran surah Al-Maun ayat 1-3 yang artinya: “Tahukah engkau akan orang yang mendustakan agama (1) orang itu ialah yang menindas serta berlaku zalim kepada anak yatim,(2) dan ia tidak menggalakkan untuk memberi makan yang berhak diterima oleh orang miskin (3)” YKK merupakan lembaga sosial keagamaan yang mengasuh dan mendidik anak-anak yatim piatu, yatim, fakir miskin, janda dan manula. Ciri dari YKK adalah budaya shalat tahajud, kajian Al-Quran, penerimaan dan penyaluran zakat, infaq dan shodaqoh, pengasuhan kaum lemah dalam asrama dan pendidikan untuk siswa dan mahasiswa berekonomi lemah. YKK didirikan sebagai bentuk kepedulian sosial untuk membantu kaum dhuafa dan untuk membendung gerakan misionaris di sekitar Pisangan dan Pondok Cabe Ilir. Pengurus YKK pertama kali mengambil dan mengasuh 16 anak yatim piatu dan fakir miskin dari warga sekitar 1 Nurdin Qodir, Proyek Proposal Yayasan Khazanah Kebajikan Bangkit Bersama Dhuafa, (Cirendeu: Yayasan Khazanah Kebajikan, 2005). 46 47 Pisangan dan Pondok Cabe Ilir untuk dididik dan disantuni. YKK kini berkembang dan memiliki lembaga pendidikan formal dan non formal, baik dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi untuk membantu kaum dhuafa yang ingin mendapatkan pendidikan yang layak. Dengan lembaga pendidikan tersebut, YKK berusaha untuk mengangkat harkat derajat keluarga besarnya dan menjadikan mereka hamba Allah SWT yang kuat iman dan taqwanya, berilmu tinggi, berakhlak mulia, profesional dalam bidangnya dan menjadi pemimpin ummat.2 B. Visi, Misi dan Tujuan3 1. Visi Menjadi yayasan penggerak ibadah dan peningkat ekonomi ummat menuju masyarakat Islamia yang adil, makmur dan sejahtera dalam ridha Allah SWT. 2. Misi a. Membumikan Al-Quran dalam kehidupan bermasyarakat (Budaya Al-Qurani) b. Membudayakan gemar berdema (ZIS) dan shalat tahajud c. Mengangkat harkat dan derajat kaum lemah d. Mengembangkan sumber daya yang beriman dan bertaqwa serta ilmu pengetahuan dan teknologi tinggi e. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam membangun ekonomi ummat. 2 Nurdin Qodir, Proyek Proposal Yayasan Khazanah Kebajikan Bangkit Bersama Dhuafa, 2005. 3 Nurdin Qodir, Proyek Proposal Yayasan Khazanah Kebajikan Bangkit Bersama Dhuafa, 2005. 48 3. Tujuan a. Mengajak ummat Islam agar melaksanakan Al-Quran sesuai dengan ajaran-Nya dan mengikuti sunnah Rasulullah b. Melaksanakan kegiatan usaha dalam rangka memakmurkan masjid dan musholla c. Menyantuni anak yatim piatu, yatim dan fakir miskin d. Meningkatkan harkat derajat kaum lemah e. Berperan aktif membantu negara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. C. Lembaga Mitra dan Program YKK4 1. Sekolah Dasar Islam (SDI) berdiri tahun 2000 2. Madrasah Tsanawiyah (MTs) berdiri tahun 1999 3. Madrasah Aliyah (MA) berdiri tahun 2005 4. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) berdiri tahun 1998 5. Akademi Bahasa Asing (ABA) Diploma 3 Bahasa Inggris berdiri tahun 2000 6. Lembaga Pendidikan Intensif Khazanah Kebajikan (LPIKK)- Kursus Bahasa Inggris, Bahasa Arab dan Matematika berdiri tahun 1997 7. Bimbingan Intensif Qiraat dan Ibadah (BIQI)- Baca Tulis Iqra dan AlQuran serta Bimbingan Ibadah berdiri tahun 1994 8. Forum Kajian Al-Quran (FKA) berdiri tahun 1994 9. Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) berdiri tahun 2004 4 Nurdin Qodir, Proyek Proposal Yayasan Khazanah Kebajikan Bangkit Bersama Dhuafa, 2005. 49 10. Balai Pengobatan Klinik Khazanah Kebajikan berdiri tahun 2005 D. Program-program YKK5 1. Program Pendidikan a. Membumikan Al-Quran sebagai pedoman hidup dan kehidupan b. Mendidik anak untuk siap berkarya nyata dalam masyarakat dengan mensinergikan pendidikan agama dan umum c. Memberdayakan lembaga pendidikan intra YKK semaksimal mungkin agar berdaya guna dan berdimensi luas. 2. Program Kesehatan a. Pelayanan kesehatan untuk santri, manula, tukang becak, tukang ojek, tunanetra dan masyarakat umum b. Medical Check Up c. Khitanan masal d. Pemeriksaan dan pengobatan gratis e. Pelayanan kesehatan keliling f. Penyuluhan kesehatan 3. Program Sosial a. Santunan manula, tukang becak, ojek, dan tunanetra b. Buka sahur bersama tiap Ramadhan c. Zakat, Infaq dan Shadaqah d. Pulang bersama Idul Fitri 5 Nurdin Qodir, Proyek Proposal Yayasan Khazanah Kebajikan Bangkit Bersama Dhuafa, 2005. 50 4. Program Dakwah a. Kajian Al-Quran b. Pengajian tukang becak, dan tukang ojek c. Pelatihan pidato tiga bahasa (Arab, Inggris dan Indonesia) d. Pengajian Manula dan Tunanetra e. Dakwah keliling di masyarakat f. Peringatan hari-hari besar Islam g. Dialog keagamaan 5. Program Rumah Tangga a. Kegiatan Harian 1. Shalat Tahajud 2. Shalat Subuh 3. Istirahat, Mandi dan Makan Pagi 4. Belajar di sekolah 5. Shalat Dhuha 6. Shalat Dhuhur 7. Makan siang dan istirahat 8. Shalat Asyar 9. Kursus Bahasa Inggris, Arab dan Matematika 10. Shalat Maghrib 11. Mengaji Al-Quran dan Iqra 12. Shalat Isya 13. Makan malam 14. Belajar 51 15. Istirahat b. Kegiatan Mingguan 1. Santunan Jumat setelah shalat Jumat 2. Santunan Sabtu setelah shalat Subuh 3. Santunan Minggu setelah shalat Subuh 4. Kajian Al-Quran malam Sabtu 5. Kajian Al-Quran malam Minggu 6. Senam dan olahraga Minggu pagi 7. Acara bebas c. Kegiatan Bulanan 1. Acara hari besar Islam 2. Kajian Al-Quran dan Tahajjut di Rumah Hamba Allah 3. Check Up kesehatan warga YKK 4. Pembagian alat mandi dan kesehatan d. Kegiatan Tahunan 1. Pulang kampung bersama 2. Pembagian pakaian 3. General Check Up santri baru 4. Perlombaan olahraga 5. Rekreasi 6. Rapat umum tahunan 52 E. Struktur Organisasi Tabel 3.1 PENDIRI Drs. KH. Najamuddin Shiddiq KETUA UMUM Drs. KH. Najamuddin Shiddiq KETUA BIDANG KEMANUSIAAN KETUA BIDANG SOSIAL Ahmad Yunarpati Muhammad Avicanna, S.Kom, MM KETUA BIDANG KEAGAMAAN KETUA BIDANG ASET DAN UMUM Adam Heri Sahili Wawan Fadly Sumber: Yayasan Khazanah Kebajikan F. Kegiatan Tunanetra Kegiatan untuk tunanetra di Yayasan Khazanah Kebajikan bermula sejak tahun 2007, ketika Bapak Drs. KH. Najamudin Shiddiq selaku ketua Yayasan Khazanah Kebajikan mengajak tunanetra untuk mengikuti kegiatan di yayasan. Tunanetra mengaku tidak memiliki uang untuk membayar guru mengaji, dengan ini Bapak Najam biasa dipanggil, mengajak mereka untuk mengaji di Yayasan Khazanah Kebajikan secara gratis, selain itu mereka juga 53 diberi ongkos dan makan. Alasan Bapak Najam membuka kegiatan untuk tunanetra, karena menurutnya kecacatan dan kefakiran bisa membawa keputusasaan dan kekufuran. Dari awalnya 5-7 orang tunanetra yang mengikuti kegiatan sampai saat ini sudah ada 120 orang tunanetra yang tercatat mengikuti kegiatan di yayasan. Mereka tidak hanya datang dari sekitar Tangerang Selatan saja tetapi ada juga yang datang dari Bogor bahkan Bekasi.6 Kegiatan untuk tunanetra di Yayasan Khazanah Kebajikan lebih bersifat keagamaan dengan model kegiatan shalat tahajud bersama dan kajian Al-Quran. Kegiatan ini dilakukan setiap hari dengan jadwal sebagai berikut: Tabel 3.2 Jadwal Kegiatan No Waktu Kegiatan 1 Senin-Jumat Pukul 08:00-12:00 Kajian Al-Quran untuk umum 2 Senin-Jumat Pukul 12:00-01:00 3 Senin-Jumat Pukul 02:00-03:00 4 Senin-Minggu Pukul 05:00-06:00 5 Sabtu-Minggu Pukul 01:00-04:00 Sumber: Observasi Pribadi Peneliti Shalat Tahajud bersama Shalat Tahajud Tunanetra Kajian Al-Quran Tunanetra Shalat tahajud dan Kajian AlQuran untuk umum Selain mengikuti kegiatan keagamaan, setiap harinya tunanetra diberikan bantuan berupa uang transport dari yayasan . Besarnya uang tersebut ditentukan dari jarak tempat tinggal mereka. Untuk tunanetra yang bertempat 6 Dikki Akhmar, Cahaya Terang Para Tunanetra, My Tangsel, Edisi II, 2015, h.20. 54 tingal dekat dengan yayasan akan diberikan uang tansport sebesar Rp.30.000, sedangkan bagi yang bertempat tinggal jauh dari yayasan akan diberikan uang transport sebesar Rp.50.000. G. Gambaran Umum Informan 1. Profil Informan 1 Nama : Edi Maryadi Usia : 46 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Jln. Talas Bukit Cirendeu Agama : Islam Status : Menikah Pekerjaan : Pedagang Kerupuk Pendidikan Terakhir : S1 Teknik Elektro Bapak Edi Maryadi mengalami ketunanetraan pada tahun 2001 saat berusia 31 tahun. Menurut dokter, ketunanetraan yang dialami Bapak Edi disebabkan karena kekebalan pada mata Bapak Edi mengalami pelemahan. Selama 9 bulan ia berusaha berobat ke rumah sakit mata untuk kesembuhan, tetapi hal tersebut tidak membuat keadaan matanya membaik. Kemampuan penglihatan Bapak Edi dari waktu ke waktu semakin memburuk dan pada akhirnya Bapak Edi mengalami kebutaan total. Jalan operasi juga tidak dapat ditempuh karena ketunanetraan tersebut bersumber dari kekebalan tubuh. 55 Saat pertama kali mengalami kebutaan, Bapak Edi sempat menyangkal dan merasa malu akan kondisi yang dialami. Ia juga sempat tidak dapat beraktifitas normal dan hanya mengurung dirinya di dalam rumah. Beruntungnya ia memiliki teman-teman yang ikut membantu memberikan bantuan financial dan bantuan moral. Setelah sempat beberapa lama ia mengalami tekanan dan keterpurukan akan kondisinya tersebut, akhirnya ia memutuskan untuk bangkit dan kembali menjalani kehidupan secara normal. Pada tahun 2002 Bapak Edi menempati sebuah asrama yang diperuntukan untuk mempelajari ilmu agama yaitu Raudatull Mahfud. Disana ia mulai memperdalam ilmu agama dan mengembangkan dirinya. Pada tahun 2008 Bapak Edi memutuskan untuk menikah, setelah menikah ia mencari rumah kontrakan yang dapat ditempati bersama keluarga kecilnya. Melalui rekomendasi dari seorang teman, ia mendapatkan kontrakan yang berlokasi dekat dengan Yayasan Khazanah Kebajikan. Tempat tinggalnya saat ini dirasa cukup strategis untuk dia dan istrinya berjualan, karena berlokasi dekat dengan sekolah. Setelah Bapak Edi pindah ke tempat tinggal barunya ia mendapatkan informasi bahwa di Yayasan Khazanah Kebajikan diadakan kegiatan mengaji untuk tunanetra dan sejak itulah ia mengikuti kegiatan di yayasan. Dari pernikahannya Bapak Edi dikarunia satu orang anak laki-laki yang berusia 4 tahun. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Bapak Edi bekerja sebagai pedagang kerupuk. Meskipun, ia merupakan luluasan S1 teknik elektro, tetapi karena ketunanetraan yang dialami membuat ia tidak 56 dapat mengembangkan keahlian yang dimilikinya. Sejak dirinya mengalami ketunanetraan ia tidak pernah lagi melamar pekerjaan yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya. 2. Profil Informan 2 Nama : Setu Halim Usia : 55 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Pondok Cabe III Agama : Islam Status : Menikah Pekerjaan : Jasa Panti Pijat Pendidikan Terakhir : Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa Bapak Setu mengalami ketunanetraan saat ia berusia 5 tahun. Ketunanetraan yang dialami Bapak Setu disebabkan oleh anyamananyaman bambu yang mengenai bola matanya. Dari peristiwa tersebut mengakibatkan mata Bapak Setu mengalami kerusakan. Keterbatasan tenaga medis saat itu membuat Bapak Setu tidak sempat mendapatkan pengobatan yang maksimal. Namun, keterbatasan yang dimliki tidak mematahkan semangat Bapak Setu untuk terus berusaha menjalani kehidupan. Ketunanetraan yang dialami sejak kecil membuat Bapak Setu telah terbiasa dengan kondisi tersebut. Tetapi, tidak dapat dipungkiri, perasaan malu perah dirasakan oleh Bapak Setu. Perasaan tersebut muncul saat Bapak Setu duduk di bangku kuliah. Saat itu ia sedang menempuh 57 pendidikan di Universitas di daerah Jogyakarta dengan jurusan Pendidikan Guru Luar Biasa. Setelah lulus dari Sekolah Pendidikan Guru Luar Biasa (SPGLB), Bapak Setu sempat melamar pekerjaan menjadi guru. Sebanyak tiga kali tes seleksi dilalui oleh Bapak Setu, sayangnya dua tes pertama mengalami kegagalan dan pada tes yang ketiga Bapak Setu dinyatakan lolos seleksi. Namun, ia mengalami keterlambatan untuk mendaftar ulang, untuk itu ia dianggap gugur dan gagal menjadi guru. Setelah itu, ia memutuskan untuk mengadu nasib ke Ibu Kota. Saat ini Bapak Setu berprofesi sebagai juru pijat di sebuah panti pijat di daerah Mampang, Jakarta Selatan. Semenjak Bapak Setu merantau ke Jakarta ia sudah banyak malang melintang mengikuti kegiatan pengajian yang ada. Kemampuan agama Bapak Setu tergolong bagus, terbukti saat ini selain berprofesi sebagai juru pijat ia juga mengajarkan teman-teman tunanetra lain untuk belajar membaca Al-Quran braille. 3. Profil Informan 3 Nama : Astuti Usia : 55 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Pondok Cabe III Agama : Islam Status : Menikah Pekerjaan : Agen Kerupuk 58 Asal : Pemalang Pendidikan Terakhir : Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Ibu Astuti mengalami ketunanetraan pada kelas 6 SD yang disebabkan karena penyakit panas yang dideritanya. Saat itu, suhu badan Ibu Astuti sangat tinggi disertai dengan rasa panas serta perih dikedua matanya. Pada pagi hari Ibu Astuti membuaka mata ia sudah tidak dapat melihat dan semua berubah menjadi gelap. Saat pertama kali mengetahui kondisi tersebut, Ibu Astuti sempat tidak percaya dan berfikir kenapa hal ini dapat terjadi pada dirinya disaat teman-temannya dapat melihat. Perasaan tersebut tidak bertahan lama di dalam diri Ibu Astuti, ia kembali menjalani kehidupan dengan penuh semangat dan rasa percaya diri. Ibu Astuti masuk ke sekolah khusus untuk tunanetra, disana ia bertemu dengan teman-teman yang memiliki nasib yang sama dengannya. Setelah lulus sekolah, Ibu Astuti melanjutkan pendidikan ke Sekolah Pendidikan Guru (SPG). Setelah menamatkan pendidikan guru, Ibu Astuti mencoba melamar pekerjaan sebagai Guru. Sayangnya, karena kecemasan keluarga yang terlalu berlebihan membuat ia tidak dapat mengembangkan karirnya lebih luas. Ibu Astuti tidak diperbolehkan menjadi seorang guru oleh kedua orangtuanya, karena mereka takut suatu hal buruk akan terjadi dengan putrinya jika ia harus bekerja di luar. Meskipun, tidak mendapatkan izin dari kedua orangtuanya untuk bekerja hal tersebut tidak mematahkan semangat Ibu Astuti. 59 Ibu Astuti merupakan seseorang yang cukup aktif dan memiliki banyak kemampuan. Ia memiliki kemampuan untuk memainkan alat musik gitar serta memiliki suara yang merdu. Saat Ibu Astuti masih muda ia pernah menjadi vokalis di sebuah orkes dangdut keliling. Ibu Astuti penah menikah dengan seorang pria normal, namun berakhir dengan perceraian. Setelah bercerai ia bertemu dengan Bapak Setu dan memutuskan untuk menikah. Dari pernikahannya, Ibu Astuti dikarunia 4 orang anak yang saat ini sudah dewasa dan berkeluarga. Selain menjadi ibu rumah tangga, Ibu Astuti juga membuka bisnis agen kerupuk di rumahnya. Bisnis ini baru Ibu Astuti jalankan selama 5 bulan. Sebelum Ibu Astuti membuka bisnis kerupuk ia berprofesi sebagai juru pijat. Ia beralih profesi karena suaminya tidak memperbolehkannya untuk bekerja di luar. Untuk mengisi kekosongan waktu akhirnya ia memutuskan untuk membuka bisnis ini. 4. Profil Informan 4 Nama : Sudrajat Usia : 41 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Pondok Cabe III Agama : Islam Status : Menikah Asal : Tegal Pekerjaan : Pedagang Kerupuk Pendidikan Terakhir : SLB 60 Bapak Drajat mengalami ketunanetraan total saat berusia 23 tahun. Ketunanetraan yang dialami Bapak Drajat dikarenakan faktor bawaan sejak ia dilahirkan. Sejak bayi penglihatan Bapak Drajat memang sudah menunjukan tanda akan mengalami kebutaan. Kemampuan penglihatan Bapak Drajat dari waktu ke waktu semakin melemah sedikit demi sedikit dan berujung pada kebutaan total. Bapak Drajat sempat memeriksakan kondisinya ke dokter, tetapi dokter tidak mampu berbuat banyak. Hal ini disebabkan karena ketunanetraan yang dialami Bapak Drajat merupakan faktor bawaan sejak lahir. Ia mengaku ikhlas dengan keadaan yang Allah SWT berikan kepadanya. Dalam menempuh pendidikan, Bapak Drajat harus bersekolah di SLB sejak ia duduk di bangku sekolah dasar (SD). Meskipun saat kecil penglihatannya masih dapat berfungsi, tetapi SD umum tempat tinggalnya tidak mengizinkan Bapak Drajat untuk bersekolah disana. Di sekolah luar biasa Bapak Drajat banyak mendapatkan bekal ilmu yang dapat digunakan di kehidupan sehari-hari sebagai tunanetra. Mulai dari belajar menggunakan tongkat, berjalan di jalan raya, menyebrang jalan dan sebagainya. Kemampuan memijat juga ia dapatkan dari pelatihan saat di sekolah dahulu. Dengan kemampuan memijat yang dimilikinya, membantu Bapak Drajat dalam memperoleh penghasilan. Sudah 10 tahun lebih Bapak Drajat bekerja sebagai juru pijat di sebuah panti pijat di Pasar Jumat. Tetapi, saat ini ia sudah tidak lagi bekerja di panti tersebut dan memilih untuk berjualan kerupuk. Hal ini dilakukan karena ia merasa penghasilan sebagai juru pijat sudah jauh menurun, para pelanggan 61 pijatnya sudah banyak berkurang dan tidak seramai saat pertama ia menekuni profesi tersebut. Pelanggan pijatnya saat ini lebih senang untuk pergi ke tempat pijat refleksi yang pemberi jasanya adalah orang awas. Selain tempatnya yang lebih nyaman, pelayanannya juga dirasa lebih baik dari pada tunanetra. Walaupun saat ini Bapak Drajat sudah beralih profesi sebagai penjual kerupuk, tetapi ia tetap menerima panggilan apabila ada seseorang yang membutuhkan jasa pijatnya. Dari profesinya saat ini ia mampu menafkahi keluarganya yang berdomisili di Tegal. Bapak Drajat memiliki seorang istri yang juga seorang tunanetra dan dua orang anak. BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Resiliensi tunanetra binaan yayasan khazanah kebajikan dalam mencapai kesejahteraan di masyarakat Berdasarkan hasil penelitian tentang resiliensi tunanetra binaan yayasan khazanah kebajikan dalam mencapai kesejahteraan di masyarakat, peneliti menemukan data, bahwa tunanetra binaan yayasan khazanah kebajikan mampu bertahan dalam mencapai kesejahteraan di masyarakat. Sebagaimana dijelaskan oleh Revich dan Shatte pada BAB II halaman 22 seseorang yang memiliki ketahanan yang baik merupakan seseorang yang memiliki komitmen tinggi untuk memecahkan masalah mereka, tidak menyerah, dan bergerak maju menemukan solusi dari permasalahan.1 Tunanetra binaan yayasan khazanah kebajikan berhasil bergerak maju, tidak menyerah pada keadaan dan tetap bersemangat dalam menjalani kehidupannya. Ini menunjukan bahwa individu tunanetra telah memiliki kemampuan untuk bertahan. Kemampuan bertahan tunanetra diperoleh melalui 7 aspek resiliensi yaitu, regulasi emosi, pengendalian impuls, optimisme, analisis penyebab masalah, empati, efikasi diri, dan peningkatan aspek positif. Selain itu resiliensi dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu, faktor I am, I have dan I can. 1 Keren Reivich dan Andrew Shatte, The Resilience Factor: 7 essential skills for overcoming life’s inevitable obstacles (New York: Broadway Book, 2002), BAB II hal 22. 62 63 1. Aspek Resiliensi Dimana menurut Reivich dan Shatte terdapat 7 kemampuan yang berkontribusi dalam pembentukan resiliensi (ketahanan), yaitu regulasi emosi, pengendalian impuls, optimisme, analisis penyebab masalah, empati, efikasi diri, dan peningkatan aspek positif. a. Regulasi Emosi (Emotion regulation) Keadaan emosi seperti kecemasaan dan depresi, umumnya dialami oleh tunanetra yang baru kehilangan penglihatan. Dalam keadaan depresi, orang tidak mampu membuat pertimbangan yang sehat, tidak realitis, pesimis dan membayangkan tentang masa depan yang suram. Mereka tidak pernah membayangkan kehidupan yang sebelumnya berjalan normal namun seketika harus merasakan kegelapan untuk selamanya. Perasaan ini yang sempat dirasakan oleh Bapak Edi saat pertama kali mengalami kebutaan: “Awalnya memang iya awalnya, pertama dalam artian kita bisa melihat, kan pasti ada suatu apa ya merasa ga menyangka juga ada suatu hal, malukan gitukan istilahnya keluar rumah ga terlalu kaya gini, istilahnya ga terlau berani gitu, masalahnya kitakan takut kecebur got atau apa gitukan. Jadi masih ada semacam apa ya ada sesuatu inilah satu kekurangan. Saya juga waktu itu pas awal pertama itu saya masih belum itu, menyangkal juga kalau saya jadi orang buta itu, egak saya ga buta.”2 Bapak Setu juga sempat merasakan malu dan tidak percaya diri dengan kondisinya. Bapak Setu mengalami ketunanetraan sejak usia 5 2 Wawancara Pribadi dengan Edi, Cireundeu, 22 April 2015, lihat lampiran IV. 64 tahun, meskipun begitu perasaan malu dan tidak percaya diri justru datang saat ia kuliah. Hal ini disampaikan oleh Bapak Setu: “Dulu iya pernah ngerasa kaya gitu tapi sekarang egak, waktu dulu masih kuliah, kan itu di SPGI, malu temen-temen kalo pulang kuliahkan pada bawa motor, saya pulang bawa tongkat. Temennya orang awas semua masalahnya, saya doang yang tunanetra jadi ngerasa minder, malu gitu.”3 Ibu Astutipun demikian, ketika pertama kali mengalami ketunanetraan ia sempat merasakan perasaan takut akan kondisinya. Ia yang harus menerima kenyataan tidak dapat melihat pada saat duduk di kelas 6 SD merasakan ketidakadilan atas apa yang terjadi padanya. Hal ini diutarakan oleh Ibu Astuti: “Tapi waktu itu waktu masih kecilnya malah, temen kok masih bisa liat tapi kok ga kaya mereka-mereka.”4 Dari pernyataan diatas tergambar bahwa perasaan malu, tidak percaya diri, takut dan menyangkal dengan keadaan pernah mereka rasakan. Perasaan tersebut tidaklah bertahan lama, saat ini mereka telah berhasil mengatasi tekanan yang ada. Mereka telah menerima kekurangan yang ada dan berusaha bangkit menjalani kehidupan. Mereka mampu meregulasi emosi dan keluar dari semua persaan tersebut. Regulasi emosi adalah kemampuan untuk tetap tenang di bawah tekanan. Individu yang memiliki kemampuan meregulasi emosi dan mengembangkannya dapat membantu mereka dalam mengontrol emosi, 3 4 Wawancara Pribadi dengan Setu, Pondok Cabe III, 23 April 2015, lihat lampiran V. Wawancara Pribadi dengan Astuti, Pondok Cabe III, 19 Mei 2015, lihat lampiran VI. 65 perhatian, dan perilaku mereka. Dalam hal ini, mereka telah mampu memecahkan masalah, tidak menyerah, dan bergerak maju menemukan solusi dari permasalahan dan kembali menjalani kehidupan dengan penuh rasa percaya diri. b. Pengendalian Impuls (Impuls Control) Tunanetra sering sekali digambarkan sebagai seseorang yang tak berdaya, tidak mandiri dan menyedihkan. Untuk itu mental baja sangat diperlukan dan harus dimiliki oleh tunanetra dalam menghadapi stigma negatif tersebut. Masih banyak masyarakat yang menganggap lemah tunanetra membuat mereka harus memiliki mental yang kuat untuk menghadapinya. Hal ini diungkapkan oleh Ibu Astuti: “Pernah waktu saya di Klender disini, tetangga sebelah ada, jalan kita dikasih apa mungkin dia gak seneng kita disitu, dikasih air sabun biar kita pleset tapi saya ga marah biar aja. Paling gitu aja Ya Allah. Saya dirumah ini baik-baik semua, dulu di rumah sana dikasih kotoran orang ya kita namanya kita ga liat ya bau apa ini ga tau. Tapi saya tau orangnya tapi saya diem aja ga saya ladenin. Cuma doa aja dalam hati ya Allah semoga orangnya sadar.”5 Dari pernyataan tersebut menunjukan bahwa masih ada orang yang beranggapan bahwa tunanetra adalah seseorang yang tidak mampu dan menganggap remeh mereka karena kekurangan fisik yang dialaminya. Ibu Astuti memiliki mental baja dengan menunjukan ketahanannya terhadap stigma di masyarakat yang menganggap tunanetra adalah kaum lemah. 5 Wawancara Pribadi dengan Astuti, Pondok Cabe III, 19 Mei 2015, lihat lampiran VI. 66 Selain tunanetra harus bertahan dengan stigma negatif dari masyarakat, tunanetra juga harus mampu bertahan dengan tindak kejahatan yang kerap kali menghantuinya. Tidak adanya keahlian khusus untuk membedakan nominal uang membuat tunanetra mengandalkan kepercayaan pembeli dalam bertransaksi. Sayangnya, kepercayaan tersebut sering kali disalahgunakan oleh seseorang. Kekurangan pada indera penglihatan dimanfaatkan oleh beberapa orang untuk melakukan aksi penipuan. Hal ini diutarakan oleh Bapak Drajat: “Ada juga yang suka bohong banyak juga yang dibohongin, namanya manusia ada yang baik ada yang ada juga yang suka bohongin cuma kadang-kadag aja. Bayarnya pake duit palsu tuh pernah, pernah ada yang bayarnya 2 ribu tuh pernah juga, kerupuk misalnya harga 10 ribu misalnya mereka cuma bayar 2 ribu pernah ada juga.”6 Aksi penipuan dipicu kerena ketidakmampuan tunanetra dalam membedakan nominal uang. Keahlian tersebut hanya mereka pelajari secara otodidak tanpa mendapatkan pelatihan khusus. Uang kertas baru dalam kondisi bagus masih mampu mereka raba dan terka nominalnya, tetapi apabila kondisi uang sudah tidak bagus lagi otomatis mereka akan sulit mendeteksi nominalnya. Karena ketidakmampuan tersebut membuat mereka memilih mengandalkan sistem kepercayaan terhadap pembeli untuk menyebutkan nominal uang yang diberikan. Hal ini dijelaskan oleh Bapak Edi: 6 Wawancara Pribadi dengan Sudrajat, Pondok Cabe III, 20 juni 2015, lihat lampiran V. 67 “kalo itu ya dari pengalaman kita aja, kita ga pernah belajar, kalo ga tau itu kita nanya aja sama yang beli berapa uangnya gitu aja. Jadi ga ada belajar dulu, kita percaya aja sama yang beli.”7 Peneliti membuktikan langsung dengan mengetes apakah tunanetra mampu membedakan nominal uang yang ada pada uang kertas atau tidak. Peneliti membeli kerupuk dengan harga Rp.10.000 dan memberikan uang kepada Bapak Edi. Bapak Edi meraba uang tersebut dan berusaha menerka nominalnya. Tetapi tidak berapa lama Bapak Edi kembali bertanya kepada peneliti berapakah nominal uang yang diberikan. Menurut penerkaannya uang tersebut bernominal Rp.10.000, tetapi sebenarnya uang tersebut bernominal Rp.20.000”8 Terbukti tidak adanya keahlian khusus pada tunanetra untuk membedakan nominal uang. Mereka hanya berlatih secara otodidak tanpa dibekali pelatihan terlebih dahulu. Hal ini tentu dapat merugikan tunanetra, karena minimnya keahlian membuat mereka rentan terkena penipuan. Tetapi hal tersebut seakan tidak mempengaruhi mental mereka. Ini membuktikan bahwa tunanetra memiliki mental yang kuat, meskipun rentan mengalami aksi penipuan, tetapi mereka tidak merasa khawatir dan tetap bersemangat dalam berjualan. Dari apa yang diungkapkan diatas membuktikan bahwa tunanetra mampu mengendalikan impuls yang ada di diri mereka. Pengendalian impuls merupakan kemampuan untuk mengendalikan keinginan, dorongan, kesukaan, serta tekanan yang muncul dari dalam diri. Tunanetra 7 8 Wawancara Pribadi dengan Edi, Cirendeu, 22 April 2015, lihat lampiran IV. Catatan lapangan (observasi) peneliti pada 22 April 2015, lihat lampiran I. 68 mampu mengendalikan diri untuk tidak merasa marah, kecewa, dan mampu keluar dari tekanan-tekanan hidup yang mereka lalui. c. Optimisme (optimism) Dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari tunanetra harus tetap bekerja. Kekurangan fisik yang dimiliki tidak menjadikan sebuah alasan untuk tunanetra mengandalkan bantuan dari orang lain. Tunanetra tetap optimis dalam menjalani kehidupan dengan terus bekerja keras untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Mereka sangat gigih berjuang tanpa mengharap belas kasihan, meski dalam keadaan yang serba keterbatasan. Namun, terbatas dan sempitnya lapangan pekerjaan untuk tunanetra berpengaruh pada kehidupan ekonomi mereka. Bapak Edi dan Bapak Drajat memilih bekerja sebagai seorang penjual kerupuk. Untuk mencukupi kebutuhan keluarganya, mereka melakukan pekerjaan yang mampu mereka kerjakan dengan kondisi mereka saat ini. Seperti yang disampaikan oleh Bapak Edi: “Sebenernya tuh ya dalam artian pertama apa ya dalam artian kerja lebih sedikit lagi ya matanya udah sakit jadi kerja yang bisa aja. Semenjak waktu itu ini sih mata saya ga liat itu belum pernah istilahnya cari kerja lagi belum pernah. Terus kalo tunanetrakan sempit ya dalam arti ya beberapa item aja kerjaannya selama ini, kalo ga jadi tukang pijit, jadi operator atau marketing itu marketingnya lewat telphon. Tapi mereka lebih sempitkan ya kesempatannya juga terbatas ya kan, kaya tenaga kerja di suatu perusahaankan belum tentu inikan mau nerima.”9 9 Wawancara Pribadi dengan Edi, Cireundeu, 22 April 2015, lihat lampiran IV. 69 Dari pernyataan tersebut terungkap bahwa Bapak Edi memilih menjadi penjual kerupuk karena sempit dan terbatasnya kesempatan kerja untuk penyandang tunanetra. Banyak perusahaan yang tidak mau menerima para pekerja yang memiliki kekurangan fisik. Selain itu, Bapak Edi juga tidak memiliki keahlian lain, karena semenjak ia mengalami kebutaan ia belum pernah mendapatkan pelatihan ataupun pendidikan nonformal untuk tunanetra. Sedangkan Bapak Drajat yang sebelumnya berprofesi sebagai juru pijat beralih menjadi penjual kerupuk dikarenakan semakin sedikitnya pelanggan jasa pijatnya. Hal ini dijelaskan oleh Bapak Drajat: “Nah dengan tunanetra mijit sepi akhirnya mereka pada lari jualan kerupuk. Dulu panti-panti pijat tunanetra banyak dulu, sekarang udah berubah zaman sekarang kesaing sama orang-orang awas, jadi pemijatan untuk tunanetra itu berkurang, tunanetra tuh pada jualan kerupuk soalnya panti-pantinya sepi sekarang.”10 Hal serupa juga dilakukan oleh Ibu Astuti yang awalnya berprofesi sebagai juru pijat, saat ini beralih membuka agen kerupuk. Ini dilakukan karena lahan pekerjaan tunanetra sebagai juru pijat telah tergeser dan kalah bersaing dengan orang awas yang juga berprofesi sebagai juru pijat. Hal ini disampaikan oleh Ibu Astuti: “Kalo dulu kan suka mijit tapi sekarang sepi mba mijitnya sekarang banyak sih orang liat yang mijit pada keliling jadi kita kesaing sama yang ngeliat. Ini udah bisa jualan kerupuk udah alhamdullillah ini udah ada jalan lain. Kalo sekarang sih saya jual kerupuk.”11 10 11 Wawancara Pribadi dengan Sudrajat, Pondok Cabe III, 20 Juni 2015, lihat lampiran VII. Wawancara Pribadi dengan Astuti, Pondok Cabe III, 19 Mei 2015, lihat lampiran VI. 70 Hal ini menggambarkan bahwa memiliki kemampuan memijat saja belum cukup dalam memperoleh pekerjaan. Tidak memiliki wadah yang jelas membuat tunanetra kalah bersaing dengan para pemberi jasa pijat lainnya. Dengan begitu, tunanetra harus mencari profesi lain yang dirasa mampu mereka lakukan dan pekerjaan yang mereka pilih adalah berjualan kerupuk. Keuntungan dari hasil menjual kerupuk tidaklah besar. Mereka hanya mengambil keuntungan sebesar RP.2000 dari setiap satu bungkus kerupuk yang terjual. Satu harinya mereka mampu menjual 10-20 bungkus kerupuk. Dengan begitu mereka memperoleh penghasilan kurang lebih sebesar Rp.1.200.000-per bulannya. Meskipun, penghasilan yang didapat tergolong kecil tetapi mereka tetap merasa cukup dengan hasil yang didapat. Kehidupan yang jauh dari kata mewah terlihat dari tempat tinggal dan kehidupan sehari-hari tunanetra. Hal ini tergambar dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti saat berkunjung ke rumah Bapak Edi. Bapak Edi mengontrak disebuah rumah kontrakan kecil yang ditempati oleh istri dan anaknya. Kondisi kontrakan tersebut kurang layak, kontrakan satu petak itu dipenuhi dengan barang-barang yang berantakan. Kamar tidur, ruang tamu serta dapur menyatu menjadi satu dalam satu ruangan.”12 12 Catatan lapangan (observasi) Peneliti pada 22 April 2015, lihat lampiran I. 71 Bapak Edi harus bertahan dengan kondisi ekonomi yang pas-pasan karena sempitnya lapangan pekerjaan untuk tunanetra. Meskipun demikian, Bapak Edi tidak pernah berputus asa dan ia selalu mensyukuri atas rezeki yang diperolehnya. Ia optimis bahwa ia mampu mencukupi kebutuhan keluarganya. Sedangkan Bapak Setu lebih beruntung, ia telah memiliki tempat bekerja tetap sebagai juru pijat di panti pijat di daerah Mampang. Di panti pijat itu ada 20 tunanetra yang bekerja bersama Bapak Setu. Penghasilan yang diperolehnya juga terbilang lebih besar. Seperti yang diutarakan Bapak Setu: “Penghasilan ga tetap ya, kira-kira 2,5 nyampelah perbulan kirakira. 2,5 lah iya kira-kira. Ga mesti juga kadang tetap kadang egak. Kalo lagi rame banyak kalo sepi ya dikit.”13 Sulitnya dan terbatasnya lapangan pekerjaan untuk tunanetra masih menjadi permasalahan yang dirasakan oleh mereka. Keterbatasan pekerjaan di sektor formal membuat tunanetra harus bertahan dengan bekerja di sektor-sektor informal. Dengan segudang permasalahan yang ada tidak membuat semangat tunanetra menyurut. Mereka memiliki keyakinan tinggi bahwa kehidupan mereka akan lebih baik dimasa yang akan datang. 13 Wawancara Pribadi dengan Setu, Pondok Cabe III, 23 April 2015, lihat lampiran V. 72 d. Analisi Penyebab Masalah (Causal Analysis) Seperti dijelaskan oleh Martin Seligman pada BAB II halaman 28 tentang gaya berfikir yang berkaitan dengan causal analysis terbagi menjadi tiga, yaitu (saya-bukan saya), (selalu-tidak selalu), (semua-tidak semua).14 Tunanetra dalam menjalani kehidupan melihat segala sesuatu dari sisi positif dimana mereka melihat tidak semua kehidupannya akan mengalami kegagalan. Dengan konsep keikhlasan, kesabaran dan ketabahan yang dimiliki oleh tunanetra membuat mereka percaya bahwa mereka dapat keluar dari permasalahan yang ada. Mereka tidak menyerah pada keterbatasan fisik yang sebenarnya bisa menjadi alasan kuat untuk meminta belas kasihan orang lain. Mereka percaya bahwa mengalami ketunanetraan bukan merupakan akhir dari kehidupan, tetap berpikir positif karena dibalik derita terdapat makna hidup yang harus digali dengan baik. Kesabaran dan keikhlasan merupakan hal penting yang dimiliki tunanetra untuk menjalani kehidupan. Konsep kesabaran dan keikhlasan telah ada di dalam diri tunanetra. Hal ini seperti yang diungkpakan oleh Bapak Edi: “Tapi alhamdulilah seiring berjalannya waktu apa, kaya saya ikhlas dengan kondisi sekarang, ya saya melihat diatas kekurangan itu dikasih kelebihan saya perhatin ini gitu. Kita dikasih kekurangan pasti dikasih kelebihan ya dikasih kelebihan yang apa gitu.”15 14 Keren Reivich dan Andrew Shatte, The Resilience Factor: 7 essential skills for overcoming life’s inevitable obstacles, BAB II hal 28. 15 Wawancara Pribadi dengan Edi, Cireundeu, 22 April 2015, lihat lampiran IV. 73 Selain kesabaran dan keikhlasan, tunanetra memiliki konsep tawakal kepada Allah SWT. Dimana mereka berserah diri kepada Allah SWT, karena mereka percaya bahwa Tuhan telah memberikan yang terbaik untuk diri mereka. Hal ini disampaikan oleh Bapak Setu: “Kesadaran dari diri kita sendiri tetep memotivasi diri, dari diri sendiri dari iman kita, Allah sudah menakdirkan kalo kita ngeluh terus berarti kita ga mau menerima pemberian Allah, masa kita masih minder terus.”16 Dengan motivasi yang dimiliki oleh Bapak Setu menjadikan kehidupannya lebih bermakna bukan hanya bermakna untuk dirinya tetapi juga untuk banyak orang. Bapak Setu mampu menginspirasi banyak orang dengan menjadi pembicara pada acara seminar motivasi bisnis yang diadakan oleh Institut Ilmu Al-Quran (IIQ). Ini dapat terlihat dari gambar berikut: Gambar 02 Piagam penghargaan Bapak Setu 16 Wawancara Pribadi dengan Setu, Pondok Cabe III, 23 April 2015, lihat lampiran V. 74 Gambar ini adalah sertifikat yang diperoleh oleh Bapak Setu dari acara motivasi bisnis di IIQ. Membuktikan bahwa kisah dan kehidupan Bapak Setu mampu menginspirasi sekitar, meskipun dengan kekurangan yang dimilikinya. Dengan kemampuan untuk menganalisis penyebab masalah dan gaya berfikir positif yang dimiliki tunanetra membuat kehidupan mereka lebih bermakna. Mereka tidak melihat seluruh hidup akan dipenuhi dengan kegagalan tetapi mereka mampu melihat kehidupan dengan cara yang berbeda. Mereka menghadapi permasalahan dengan keikhlasan, kesabaran dan tawakal kepada Tuhan yang menjadikan diri mereka pribadi mulia di mata Allah SWT. e. Empati (Empathy) Kemampuan berempati diperlukan oleh setiap individu termasuk tunanetra. Kemampuan tersebut dicirikan sebagai kemampuan untuk membaca tanda psikologis orang lain dan emosional orang lain. Dengan kata lain kemampuan ini merupakan kemampuan tunanetra dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan empati yang dimiliki tunanetra dapat mempengaruhi hubungan sosial mereka. Semakin bagus kemampuan empati yang dimiliki oleh tunanetra maka akan semakin bagus hubungan sosial mereka. Karena, kemampuan berempati merupakan kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain, merasakan yang dirasakan orang lain dan memperkirakan maksud dari orang lain. Kemampuan empati yang bagus 75 telah ditunjukan oleh tunanetra, empati yang ada antar sesama tunanetra menjadikan hubungan sosial mereka lebih erat dan memiliki kedekatan antar sesama. Meskipun dengan keterbatasan fisik, dalam bersosialisasi dan berkomunikasi antar sesama, mereka tidak kalah dengan orang awas. Sama halnya dengan orang awas, mereka mampu menggunakan alat komunikasi berupa telphon genggam. Telphon yang tunanetra miliki memang tidak secangih telphon genggam saat ini, tetapi telphon ini sangat membantu mereka dalam menentukan waktu dan berkomunikasi. Pengaturan pada telphon tersebut telah diatur sesuai dengan kebutuhan tunanetra. Rata-rata aplikasi yang ada difungsikan dengan menggunakan sistem suara seperti pesan singkat dan peringatan waktu. Dengan begitu, tunanetra mampu mengikuti perkembangan dan bertahan dengan kemajuan teknologi yang ada. Dengan kemampuan berempati membuat hubungan dengan lingkungan dalam hal ini tetangga juga terjalin dengan baik. Semakin bagus empati dengan lingkungan membuat tunanetra merasa diterima dan menjadikan mereka lebih percaya diri menjalani kehidupan. Seperti yang diutarakan Bapak Drajat: “Kalo lingkungan sini sosialisasinya bagus, ada yang suka kasih tau jalan nganter-nganterin suka apa ya suka nolong, ya pokoknya lingkungan sini sosialisasinya bagus.”17 17 Wawancara Pribadi dengan Sudrajat, Pondok Cabe III, 20 Juni 2015., lihat lampiran VII. 76 Berbeda dengan Bapak Edi yang kurang dalam bersosialisasi dengan tetangga di tempat tinggalnya. Hal ini diungkapkan oleh Bapak Edi: “Kalo di lingkungan sini saya ga terlalu banyak keluar rumah, jadi ya kalo ini aja ada undangan apa ya saya dateng tapi. Kalo kawinan saya dateng. Kalo sekarang saya ga terlalu banyak keluar ya istilahnya gak terlalu banyak nongkrong-nongkrong atau apa tapi paling di yayasan aja kalo sama temen-temen tunanetra saya sering ngobrol-ngobrol lah.”18 Hal ini juga dibuktikan oleh peneliti saat mengunjungi rumah Bapak Edi, karena peneliti belum mengetahui rumah Bapak Edi maka peneliti bertanya kepada salah seorang warga yang terlihat. Saat peneliti bertanya dimana rumah Bapak Edi ternyata warga tersebut tidak mengetahuinya dan tidak mengenal sosok Bapak Edi. Padahal, jarak rumah warga tersebut dengan rumah Bapak Edi tidaklah terlalu jauh, hanya berkisar 200 m saja. Rupanya Bapak Edi memang tidak begitu sering keluar rumah dan bersosialisasi dengan tetangga yang ada.19 Kemampuan berempati mutlak diperlukan oleh tunanetra guna menjalin hubungan sosial yang lebih baik dengan lingkungan. Dengan kemampuan tersebut membuat tunanetra dapat diterima di lingkungan dan akan berdampak kepada ketahanan mereka di masyarakat. 18 19 Wawancara Pribadi dengan Edi, Cirendeu, 22 April 2015, lihat lampiran IV. Catatan Lapangan (observasi) pada 23 April 2015, lihat lampiran I. 77 f. Efikasi Diri (Self-efficacy) Indera pengelihatan merupakan salah satu indera yang berperan penting dalam kehidupan manusia. Kehilangan fungsi indera penglihatan tidak membuat aktifitas dari tunanetra terhambat. Mereka mampu memecahkan masalah yang ada dengan berupaya memaksimalkan fungsi indera lain yang dimiliki untuk menggantikan fungsi indera penglihatan. Melalui indera raba, indra pendengaran, indera penciuman, dan indera pengecap yang dimiliki oleh tunanetra dapat membantu mereka dalam memperoleh informasi tentang lingkungan, melakukan sosialisasi dan melakukan tugas-tugasnya dengan baik bahkan sebaik orang awas. Tunanetra akan memaksimalkan fungsi Indera pendengaran dan perabaan yang merupakan saluran penerima informasi yang paling efisien sesudah indera penglihatan. Dengan indera peraba, tunanetra mendapatkan rangsanganrangsangan yang diperoleh dari lingkungan sekitar yang dapat menjadi petunjuk bagi tunanetra untuk bergerak atau berpindah tempat sesuai dengan kehendaknya. Melalui indera pendengaran, tunanetra mampu menyebrang jalan dengan mendengar suara untuk megetahui posisi kendaraan yang melintas. Daya ingat pada tunanetra juga sangat kuat, dalam berpergian biasanya mereka akan menghafalkan arah jalan yang dilalui. Hal ini seperti yang diutarakan oleh Bapak Edi: “Karena udah terbiasa bulak balik jadi hafal, saya harus belok kiri saya harus belok kanan yaudah, terus habis ini ada polisi tidur udah 78 tau. Emang tunanetra gitu butuh hafalan kalau dia menemukan sesuatu yang baru dia harus belajar lagi.”20 Dengan memaksimalkan fungsi indera yang ada, tunanetra mampu menggantikan fungsi indera penglihatan yang tidak dimilikinya untuk dapat melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri. Dengan begitu, mereka dapat beraktifitas layakanya orang awas tanpa mengalami kesulitan. Selain itu, kekurangan fisik pada tunanetra tidak serta melemahkan ketahanan fisik mereka. Ketahanan fisik pada tunanetra diperlihatkan oleh tunanetra yang berprofesi sebagai penjual kerupuk. Mereka terbiasa menjajakan dagangannya dengan berkeliling berjalan kaki. Tidak jarang dari mereka yang harus berjalan kaki menempuh jarak berkilo-kilo meter. Bukan hanya itu, resiko cuaca yang tidak bersahabat sering kali harus mereka lalui. Apabila cuaca sangat panas mereka harus rela untuk berjalan dibawah terik matahari dan apabila hujan turun tidak jarang mereka harus kehujanan. Jumlah kerupuk yang mereka bawa saat berjualan tidaklah sedikit, mereka mampu membawa hingga 100 bungkus kerupuk setiap harinya. Kerupuk jualan tersebut mereka bawa dengan cara dipikul pada pundak. Seperti yang disampaikan oleh Bapak Drajat: “Ya paling dari sini Pondok Cabe, Cirendeu kadang sampe Pamulang, Lebak Bulus, Karang Tengah. Kalo saya keliling jalan aja, kalo sudah hafal ya tau, kalo belum hafal ya kita ini ngikutin tadi kemana itu, banyak nanya gitu harus banyak nanya. Kalo berangkat Setengah 4 pulang pulang jam 7 malem jam 8. Tapi kalo kerupuk sih enteng, tapi kalo karena banyak jadi berat, ada yang bawa 100 kantong, tergantung bawanya kalo banyak ya berat. Kalo 20 Wawancara Pribadi dengan Edi, Cirendeu, 22 April 2015, lihat lampiran IV. 79 saya enakan keliling. Udah biasa jadi kita masuk-masuk kampung masuk-masuk gang, kalo udah biasa lewat sih hafal.”21 Hal tersebut diperkuat dengan pengamatan langsung yang peneliti lakukan. Peneliti melihat tunanetra yang sedang berjualan kerupuk disekitar daerah Pondok Cabe. Seperti yang terlihat pada gambar berikut. Gambar 01 Potret ketahanan fisik tunanetra Dengan berjalan membawa tongkat sakti dan memikul kerupuk dagangannya, ia tidak terlihat ragu untuk melewati jalan yang ramai dilalui oleh kendaraan. Dari gambar tersebut terlihat bahwa ia mampu mengetahui keberadaan motor yang sedang berhenti di depannya, dengan sigap ia langsung mengambil arah berbelok kanan untuk menghindari motor tersebut. Dengan kemampuan dan fisik kuat yang dimiliki oleh tunanetra membuat mereka tidak mengalami kesulitan dalam melakukan mobilitas sehari-hari. Mereka mampu berjualan berjalan kaki dengan jarak berkilo 21 Wawancara Pribadi dengan Sudrajat, Pondok Cabe III, 20 Juni 2015, lihat lampiran VII. 80 kilo meter dengan memikul kerupuk dagangan yang jumlahnya tidak sedikit. Fisik mereka juga dituntut harus bertahan dengan kondisi cuaca yang tidak menentu. Ini membuktikan bahwa kekurangan fisik tidak membuat ketahanan fisik mereka terganggu. Keseharian tunanetra ditemani oleh tongkat sakti yang merupakan teman sejati bagi mereka. Setiap tunanetra wajib memiliki tongkat sebagai penanda bahwa mereka adalah penyandang tunanetra. Apabila mereka tidak menggunakan tongkat saat berjalan di jalan raya dan suatu ketika mereka tertabrak, maka mereka yang akan disalahkan karena tidak memiliki tanda. Selain sebagai tanda dan identitas bagi tunanetra, tongkat memiliki fungsi besar sebagai pengganti mata bagi tunanetra. Tongkat juga digunakan sebagai alat peringatan saat tunanetra berjalan karena berfungsi untuk mendeteksi hambatan jalan, memberikan informasi tentang tekstur permukaan jalan, sehingga tunanetra dapat mengetahui apakah yang akan dilaluinya. Belum tersedianya sarana dan prasarana jalan yang memadai untuk tunanetra membuat mereka harus sangat berhati-hati saat berjalan di jalan raya. Saat berjalan di pinggir jalan tidak jarang tunanetra mengalami kesulitan, apabila jalan tersebut tidak memiliki trotoar atau jalan khusus pejalan kaki. Kondisi jalan yang langsung berbatasan dengan saluran air dapat mengakibatkan tunanetra terperosok ke dalamnya. Bukan hanya itu, mereka juga harus waspada terhadap kendaraan yang melintas di jalan, tidak jarang dari tunanetra dapat tersenggol atau terserempet kendaraan yang melintas. Hal ini seperti yang diutarakan oleh Ibu Astuti. 81 “Tapi kadang itu motor ya kita udah di pinggir masih di klaksonnya kan bikin kita mau jatoh atau gimana gitu.”22 Kondisi jalan yang kurang bersahabat tentu membuat tunanetra merasa tidak aman. Tunanetra tidak pernah tahu kapan mereka akan terperosok ataupun tertabrak kendaraan saat berada di jalan raya. Mereka dituntut harus selalu waspada dan berhati-hati dengan kemungkinan tersebut. Hal itu tentu menuntut tunanetra untuk bertahan dengan kondisi sarana dan prasarana umum yang masih belum memadai. Selain tongkat, penanda lain yang harus dimiliki oleh tunanetra adalah kacamata. Memang tidak semua tunanetra menggunakan kacamata dalam beraktifitas. Kacamata memiliki fungsi untuk melindungi mata dari debu, karena mata tunanetra yang terkena dan terpapar sinar matahari atau debu akan lebih sering mengeluarkan air dan tidak jarang mengeluarkan kotoran. Selain itu, kacamata membuat tunanetra terlihat lebih rapi dan lebih percaya diri. Tunanetra telah mampu menunjukan efikasi diri mereka dengan kepercayaan mereka terhadap kemampuan diri sendiri untuk memecahkan masalah. Mereka mampu keluar dari masalah dan tidak terbelengu dalam kesulitan yang ada. Mereka berhasil kembali ke masyarakat dengan percaya diri dan kemandirian yang dimiliki. 22 Wwancara Pribadi dengan Astuti, Pondok Cabe III, 19 Mei 2015, lihat lampiran VI. 82 g. Peningkatan Aspek Positif (Reaching out) Individu yang resiliensi memiliki kemampuan untuk meningkatkan aspek positif dari kehidupannya setelah kemalangan yang menimpa. Tunanetra memiliki kemampuan untuk meningkatkan aspek positif yang ada di dalam diri mereka. Mereka mengembangkan kemampuan dengan mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di yayasan khazanah kebajikan. Tidak jarang dari tunanetra yang mengembangkan dirinya dalam segi agama. Banyak tunanetra yang mampu membaca Al-Quran braille dan menghafalkan Al-Quran serta menjadi Qori dan Qoriah. Peneliti terlibat langsung dalam kegiatan yang diadakan oleh Yayasan Khazanah Kebajikan. Peneliti menyaksikan Ibu Aisyah (tunanetra) membacakan ayat Al-Quran dengan lantunan suara yang merdu. Ibu Aisyah membacakan ayat tersebut tanpa menggunakan alat bantu dengan kata lain ia telah menghafalnya” 23 Bukan hanya itu, beberapa dari tunanetra mampu menjadi pengajar agama untuk tunanetra lain seperti mengajarkan membaca Al-Quran braille. Seperti yang diutarakan oleh Bapak Setu: “Disini juga setiap senin pagi ada kegiatan belajar Al-Quran braille. Itu juga saya sendiri yang ngajar, ada tiga orang yang ngajar, saya sama dua temen saya ada. Jamaahnya dari luar banyak ada sekitar 25-30 orang. Kalo malem jumat kita juga yasinan bareng disini.”24 23 24 Catatan Lapangan (observasi) pada 8 Maret 2015, lihat lampiran I. Wawancara Pribadi dengan Setu, Pondok Cabe III, 23 April 2015, lihat lampiran V. 83 Dengan keterbatasan yang ada pada tunanetra, tidak menghambat mereka untuk terus maju dan berkembang. Bapak setu membuktikan dengan mengembangkan diri memperdalam ilmu agama dan membaginya kepada teman tunanetra lain. Di Yayasan Khazanah Kebajikan selain dapat mengembangkan keagamaan mereka, disana mereka juga dapat mengembangkan aspek sosial dengan menemukan banyak teman baru, berbagi pengalaman, berkumpul bersama penyandang tunanetra lainnya yang membuat mereka merasa bahwa hidup ini tidak dilalui seorang diri tetapi masih banyak teman yang memiliki nasib yang sama. Hal ini diungkapkan oleh Bapak Edi: “Ya seneng seneng ajah, istilahnya pertama ibadah kedua seperti kaya semua temen temen sesama itu ini apa seperti masuk komunitas aja jadi seneng seneng aja, kaya ketemu temen segeng kan seneng.”25 Mereka merasa sangat senang saat berkumpul dengan tunanetra lainnya. Selain karena dianggap memiliki kekurang dan nasib yang sama mereka merasa bahwa tunanetra adalah seseorang yang memiliki humor yang tinggi. Dengan meningkatkan aspek positif yang ada di dalam diri membuat tunanetra dapat menjalani kehidupan dengan lebih bermakna dan jauh dari perasaan putus asa. 25 Wawancara Pribadi dengan Edi, Cirendeu, 22 April 2015, lihat lampiran IV. 84 2. Faktor yang Mempengaruhi Resiliensi Ketahanan pada tunanetra selain diperoleh melalui 7 aspek resiliensi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam maupun dari luar diri tunanetra. Dimana dalam BAB II halaman 30 Grotberg menggemukakan faktor-faktor resiliensi yang didefinisikan berdasarkan sumber-sumber yang berbeda. Untuk kekuatan individu dalam diri pribadi digunakan istilah „I Am’, untuk dukungan eksternal dan sumber-sumbernya digunakan istilah „I Have’, sedangkan untuk kemampuan interpersonal digunakan istilah’I Can’.26 1. I Am (Inner Strength) I am merupakan kekuatan individu yang ada di dalam diri pribadi. Dimana meliputi tingkah laku, perasaan dan kepercayaan terhadap dirinya sendiri. Bapak Edi memiliki faktor I am di dalam diri yang membuatnya dapat bangkit serta percaya terhadap kemampuan dirinya. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Bapak Edi: “ya saya melihat diatas kekurangan itu dikasih kelebihan saya perhatin ini gitu. Kita dikasih kekurangan pasti dikasih kelebihan, ya dikasih kelebihan yang apa gitu.”27 Dari pernyataan tersebut tergambar bahwa Bapak Edi percaya dibalik kekurangan yang dimilikinya tersimpan sebuah kelebihan. Bapak Edi percaya terhadap kemampuan yang ada pada dirinya, ia yakin bahwa ia memiliki kelebihan dalam berbagai hal. Begitupun Bapak Setu yang 26 27 Paul Barnard, dkk., Children, bereavement and trauma: Nurturing resilience, h. 57-58. Wawancara Pribadi dengan Edi, Cireundeu, 15 April 2015, lihat lampiran IV. 85 memiliki faktor I Am di dalam dirinya dan membuat ia dapat bertahan di kehidupan. Seperti yang diutarakan oleh Bapak Setu: “Kesadaran dari diri kita sendiri tetep memotivasi diri, dari diri sendiri dari iman kita, Allah sudah menakdirkan, kalo kita ngeluh terus berarti kita gak mau menerima pemberian Allah, masa kita masih minder terus.28 Bapak Setu memiliki faktor I am dimana ia menghargai diri sendiri dengan menerima kondisi yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada dirinya. Tunanetra percaya terhadap kemampuan diri sendiri, dalam menjalani kehidupan sehari-hari mereka cukup percaya diri dengan melakukan banyak aktifitas seorang diri. Banyak hal yang dapat mereka lakukan sendiri meski dengan keterbatasan yang ada. Seperti yang dijelaskan oleh Ibu Astuti: “Udah bisa ngapa-ngapain sendiri, sekarang kalo pergi juga naik angkot sendiri udah biasa gitu.”29 Selain dapat melakukan kegiatan secara mandiri tunanetra mampu melakukan fungsi sosial di masyarakat dengan baik. Peran sosial tunanetra di masyarakat tetap berjalan meskipun dengan kekurangan yang dimilikinya. Seperti, peran sosial sebagai ibu rumah tangga mampu Ibu Astuti kerjakan tanpa mengalami kesulitan. Pekerjaan umum yang ibu rumah tangga lakukan dapat Ibu Astuti kerjakan dengan sangat baik seperti 28 29 Wawancara Pribadi dengan Setu, Pondok Cabe III, 15 April 2015, lihat lampiran V. Wawancara Pribadi dengan Setu, Pondok Cabe III, 15 April 2015, lihat lampiran VI. 86 berbelanja sayur, memasak dan membersihkan rumah. Hal ini disampaikan oleh Ibu Astuti: “Ngurus rumah juga sendiri bisa iya kalo masak ya sendiri, bersihbersih juga, nyuci semuanya deh, ya namanya ibu-ibu kan begitu kerjaannya.”30 Peneliti melihat secara langsung saat melakukan kunjungan ke rumah Ibu Astuti. Ibu Astuti mengurus rumah dengan baik tanpa mengalami kesulitan. Peneliti melihat Ibu Astuti menyapu rumah, cara menyapunya memang sedikit berbeda karena ia tidak dapat melihat maka ia menyapu dengan posisi jongkok dan meraba-raba lantai yang akan disapunya. Setelah itu Ibu Astuti berbelanja sayur, ia membeli kelapa parut dan beberapa sayuran.”31 Dengan kepercayaan terhadap kemampuan diri sendiri membuat tunanetra lebih percaya diri dalam menjalani kehidupan. Mereka tidak menyerah dan berputus asa melainkan mencari celah dengan kelebihan yang ada di dalam diri mereka. 2. I Have (External Support) ‘I Have’ dimaksudkan sebagai dukungan keluarga dan struktur dukungan eksternal. Faktor I have lebih bersifat eksternal dimana ketahanan tunanetra dipengaruhi dari lingkungan sekitarnya. Dukungan eksternal merupakan modal yang sangat penting dalam ketahanan tunanetra di kehidupan. Dimana dengan dukungan dari lingkungan sekitar 30 31 Wawancara Pribadi dengan Astuti, Pondok Cabe III, 19 Mei 2015, lihat lampiran VI. Catatan lapangan (observasi) peneliti pada 19 Mei 2015, lihat lampiran I. 87 merupakan modal bagi tunanetra untuk bertahan dalam menjalani kehidupan. Seperti diutarakan oleh Ibu Astuti yang mendapatkan dukungan dari keluarga : “ Itu ya orang tua semua kasih dukungan gitu, pada bilang ga apaapa kok apalagi om saya kan itu ya paling itu ya om saya......”32 Sama halnya dengan Ibu Astuti kehadiran salah satu anggota keluarga juga mampu menumbuhkan motivasi di dalam diri tunanetra. seperti yang terjadi antara Bapak Edi dan anaknya yang memiliki kelekatan yang begitu dekat. Saat peneliti mengunjungi rumah Bapak Edi, peneliti menyaksikan Bapak Edi dalam mencurahkan seluruh kasih sayang untuk buah hatinya. Peneliti melihat Bapak Edi sangat menyayangi anaknya. Ia nampak sangat dekat dengan anak laki-lakinya dan sesekali bermain bersama dengannya. Anaknya digendong dan dipeluk serta sering kali dipangku saat bermain.”33 Kelekatan antara Bapak Edi dan anaknya mempunyai arti khusus bagi Bapak Edi dalam menjalani kehidupan. Kelekatan serta ikatan yang kuat diantara keduanya merupakan salah satu modal bagi Bapak Edi. kelekatan tersebut merupakan sumber motivasi serta sumber semangat yang begitu besar bagi pribadi Bapak Edi. Dengan dukungan dari keluarga membuat tunanetra mampu bangkit dan kembali menjalani kehidupan layaknya orang awas. Selain dukungan keluarga, dukungan lain yang berpengaruh dalam kehidupan 32 33 Wawancara Pribadi dengan Astuti,Pondok Cabe III, 19 Mei 2015, lihat lampiran VI. Catatan lapangan (observasi) peneliti pada 22 April 2015, lihat lampiran I. 88 tunanetra adalah dukungan yang berasal dari teman. Seperti Bapak Edi yang mendapatkan dukungan yang sangat besar dari teman-temannya. Hal ini diungkapkan oleh Bapak Edi: “Terus dulu juga saya dapetin motivasi banyak juga yang beri bantuan banyak, bantuan dalam artian kaya misalnya macam beberapa temen saya gitukan, tapi waktu itu ada yang biayain saya berobat, biayain hidup saya juga soalnya waktu itu saya ga bisa kerjakan. Sama, ya.. istilahnya mungkin itu secara ga langsung dukungan itu juga ada tapi yang pasti banyak yang memotivasi bisa sembuh lagi yang sabar yang lain”34 Motivasi yang tunanetra dapatkan dari teman-temannya membuat mereka lebih bersemangat dan mau kembali bangkit dari keterpurukan yang sempat dialaminya. Selain itu, yang tidak kalah penting adalah dukungan yang berasal dari sesama tunanetra. Di Yayasan Khazanah Kebajikan merupakan tempat berkumpul bagi tunanetra, disana mereka dapat menemukan teman baru, berbagi pengalaman, dan berkumpul bersama tunanetra lain yang membuat mereka merasa bahwa hidup ini tidak dilalui seorang diri tetapi masih banyak teman yang memiliki nasib yang sama. Hal ini dijelaskan oleh Bapak Edi: “Ya seneng seneng ajah, istilahnya pertama ibadah kedua seperti kaya semua temen temen sesama itu ini apa seperti masuk komunitas aja jadi seneng seneng aja, kaya ketemu temen segeng kan seneng.”35 Mereka merasa sangat senang saat berkumpul dengan teman sesama tunanetra. Selain karena dianggap memiliki kekurang dan nasib yang sama mereka merasa bahwa tunanetra adalah seseorang yang 34 35 Wawancara Pribadi dengan Edi, Cireundeu, 22 April 2015, lihat lampiran IV. Wawancara Pribadi dengan Edi, Cirendeu, 22 April 2015, lihat lampiran IV. 89 memiliki humor yang tinggi. Dengan dukungan eksternal yang dimiliki oleh tunanetra menjadikan tunanetra seseorang yang mampu bertahan di masyarakat. Mereka memiliki kekuatan dan merasa diterima di dalam masyarakat. Dukungan untuk tunanetra sangat berarti bagi mereka karena dengan dukungan yang ada dapat menumbuhkan rasa percaya diri serta optimisme di dalam kehidupan tunanetra. 3. I Can (Interpersonal and problem-solving skills) ‘I Can’ dimaksudkan sebagai keterampilan sosial dan interpersonal individu, yaitu alat untuk belajar, melakukan, menjalin hubungan, dan lain-lain. Faktor I can telah dimiliki oleh tunanetra dalam kehidupan sehari-hari dalam bersosialisasi. Seperti yang diutarakan Bapak Drajat yang memiliki hubungan yang baik dengan tetangga sekitar: “Kalo lingkungan sini sosialisasinya bagus, ada yang suka kasih tau jalan nganter-nganterin suka apa ya suka nolong, ya pokoknya lingkungan sini sosialisasinya bagus.”36 Kemampuan menjalin hubungan dengan baik juga diperlihatkan oleh Ibu Astuti. Ibu Astuti memiliki hubungan yang baik dengan lingkungan sekitar. Saat peneliti mengunjungi Ibu Astuti dirumahnya, terdengar suara seorang wanita yang berteriak “sayur” di depan rumah Ibu Astuti, ternyata itu adalah tukang sayur langganan Ibu Astuti. Iapun segera keluar dan berbelanja beberapa bahan yang akan ia gunakan untuk memasak pada hari ini. Ia membeli kelapa parut dan beberapa sayuran 36 Wawancara Pribadi dengan Sudrajat, Pondok Cabe III, 20 Juni 2015, lihat lampiran VII. 90 lainnya. Ibu Atuti terlihat sudah kenal dan akrab dengan penjual sayur keliling tersebut.37 Dalam menjalin hubungan dan berkomunikasi antar sesama tunanetra, meraka tidak kalah dengan orang awas. Sama halnya dengan orang awas, mereka mampu menggunakan alat komunikasi berupa telphon genggam. Telphon yang tunanetra miliki memang tidak secangih telphon genggam saat ini, tetapi telphon ini sangat membantu mereka dalam menentukan waktu dan berkomunikasi. Pengaturan pada telphon tersebut telah diatur sesuai dengan kebutuhan tunanetra. Rata-rata aplikasi yang ada difungsikan dengan menggunakan sistem suara seperti pesan singkat dan peringatan waktu. Dengan begitu, tunanetra mampu mengikuti perkembangan dan bertahan dengan kemajuan teknologi yang ada. Dengan kemampuan menjalin hubungan yang baik membuat tunanetra dapat bertahan di masyarakat. mengembangkan kemampuan interpersonal Tunanetra mampu dengan baik sehingga membuat mereka dapat belajar, melakukan dan menjalin hubugan baik dengan orang lain. B. Program pembinaan yayasan khazanah kebajikan yang dapat mempengaruhi resiliensi tunanetra di masyarakat Seperti yang telah dijelaskan dalam BAB II halaman 44 menurut Undang-Undang Nomer 8 Tahun 1985, yang dimaksud dengan organisasi kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk atas dasar kesamaan, fungsi, 37 Catatan Lapangan (observasi) pada 19 Mei 2015, lihat lampiran I. 91 profesi, agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperan serta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.38 Yayasan Khazanah Kebajikan merupakan lembaga sosial keagamaan yang dibentuk atas dasar agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dimana didirikan sebagai bentuk kepedulian sosial untuk membantu anak yatim piatu, yatim, fakir miskin, janda, manula dan dhuafa termasuk di dalamanya tunanetra. Dengan meningkatnya jumlah tunanetra dari tahun ke tahun membuat YKK mengembangkan programnya dengan membuka kegiatan yang diperuntukan bagi tunanetra. YKK mencoba ikut andil dalam mengatasi permasalahan tunanetra yang ada dengan berperan sebagai organisasi kemasyarakatan. YKK membuka wadah untuk tunanetra yang ingin mengembangkan dirinya khususnya dalam bidang spiritual keagamaan. 1. Pembinaan Spiritual Keagamaan Pendidikan Agama bertujuan untuk meningkatkan potensi spiritual dan membentuk tunanetra agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Peningkatan potensi spiritual mencakup pengenalan, pemahaman dan penanaman nilainilai keagamaan, serta pengamalan nilai tersebut dalam kehidupan bermasyarakat. 38 Pramuwito, C., Pengantar Ilmu Kesjahteraan Sosial (Yogyakarta: Departemen Sosial RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, , 1996), BAB II hal. 44. 92 Kegiatan di YKK merupakan kegiatan yang bersifat spiritual keagamaan dengan model kegiatan sholat tahajud dan kajian Al-Quran yang dilakukan rutin setiap harinya. Hal ini dijelaskan oleh Ibu Yeti selaku pengurus Yayasan: “Kalo di sini kegiatannya ya banyakan keagamaan kaya kajian AlQuran, ngaji, sholat tahajud. Saat ini 100% murni ibadah, karena kalau untuk kaya jasmaninya mereka biasanya udah dapet diluar, kaya senam biasanya mereka ikut ditempat lain, kalau disini kita emang fokus ke rohaninya.”39 Peneliti ikut terlibat dalam kegiatan untuk mengetahui kegiatan yang berlangsung di YKK. Kegiatan dimulai pukul 01:00 WIB dengan agenda solat tahajud, dilanjutkan dengan kegiatan kajian Al-Quran yang berakhir pada waktu subuh. Setelah shalat subuh berjamaah kegiatan dilanjutkan dengan kajian Al-Quran untuk tunanetra.”40 Seiring berjalannya waktu kegiatan ini mendapatkan respon positif dari tunanetra yang ada di sekitar, terbukti dengan semakin meningkatnya jumlah tunanetra yang mengikuti kegiatan kajian Al-Quran di YKK. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Bapak Adam: “Untuk sampai saat ini kan awalnya sedikit ada berapa ada 5 orang ada 10 orang alhamdulillah yang terdata di yayasan khazanah kebajikan lebih kurang 120 orang saat ini.”41 Banyaknya jumlah tunanetra yang mengikuti kegiatan di yayasan khazanah kebajikan membuktikan bahwa kegiatan ini sangat direspon 39 Wawancara Pribadi dengan Yeti Khazanah, Cireundeu, 15 April 2015, lihat lampiran II. Catatan Lapangan (observasi) pada Minggu 8 Maret 2015, lihat lampiran I. 41 Wawancar aPribadi dengan Adam Shaili, Cirendeu, 9 Juni 2015, lihat lampiran III. 40 93 positif oleh tunanetra. Meskipun, setiap harinya tidak semua tunanetra selalu hadir 100% dalam kegiatan tetapi tidak membuat kegiatan ini sepi peminat. Kegiatan kajian Al-Quran dan ceramah agama bertujuan untuk menumbuhkan motivasi bagi tunanetra. Di dalam ayat-ayat Al-Quran yang dikaji terdapat tafsir yang dapat memberikan motivasi serta pencerahan bagi yang mendengarkannya. Biasanya ayat-ayat yang dipilih seperti ayat yang menyerukan tentang kebaikan, tidak boleh berputus asa atau menumbuhkan motivasi dan berisi tentang nikmat yang diberikan Allah SWT. Melalui ayat-ayat Al-Quran, tunanetra dibina untuk tetap selalu bersyukur dengan kondisi yang ada dan dibina untuk selalu berbuat baik di dalam kehidupan mereka. Keberhasilan pembinaan spiritual yang dilakukan oleh yayasan khazanah kebajikan tergambar pada ketahanan spiritual dan ketahanan psikis tunanetra. Pembinaan melalui kegiatan keagamaan membuat tunanetra percaya terhadap kebesaran Allah SWT dan menjadikan tunanetra selalu bersabar dengan kondisi yang ada serta ikhlas dalam menjalani kehidupan. Sedangkan ketahanan psikis yang dipengaruhi adalah motivasi atau dukungan yang didapatkan oleh tunanetra menjadikan kondisi psikis mereka lebih tenang dan mereka mampu memandang kehidupan kedepan yang lebih baik serta bertahan di masyarakat. 94 2. Pembinaan Financial Selain mengadakan kegiatan spiritual keagamaan untuk tunanetra, YKK juga memberikan program bantuan untuk kesejahteraan tunanetra seperti pemberian santunan/transport, pengobatan gratis, BPJS gratis dan peringanan biaya sekolah untuk anak tunanetra. Hal ini dijelaskan oleh Ibu Yeti selaku pengurus YKK: “Kalo disini belum ada program khusus banget tapi biasanya kalo dari sisi ketahanan ekonominya kita kasih uang transport istilahnya, kesetiap tunanetra yang ikut kegiatan. Nanti mereka setiap harinya dikasih kupon sholat tahajud itu berarti mereka ikut kegiatan dari awal sampe akhir, nanti itu setiap mau pulang dituker sama uang. Kalo yang rumahnya deket kita kasih 30.000 kalo rumahnya jauh kita kasih 50.000, sama dikasih nasi bungkus buat sarapan. Di sini juga ada klinik, mereka bisa berobat gratis nanti disana sudah ada daftar namanya untuk tunanetra yang ikut kegiatan disini. Mereka juga kita bantu untuk buatin BPJS, diurus semua sama yayasan yang bayar juga yayasan. Anak-anak mereka juga boleh sekolah disini, boleh tinggal disini kalo mau juga gratis udah disediain asrama tapi kalo sekolah cuma ada keringanankeringanan tertentu aja ga gratis sepenuhnya.”42 Hal tersebut sesuai dengan apa yang peneliti lihat ketika melakukan observasi di YKK. Peneliti menyaksikan setelah selesai kegiatan kajian Al-Quran untuk tunanetra, mereka diberikan uang transport. Besarnya uang yang diberikan tergantung jarak tempat tinggal mereka. Apabila tunanetra yang bertempat tinggal jauh dari YKK akan diberikan uang transport sebesar 50.000 sedangkan yang berjarak dekat 42 Wawancara Pribadi dengan Yeti Khazanah, Cireundeu, 15 April 2015, lihat lampiran II. 95 sebesar 30.000.43 Hal ini juga diperkuat melalui pernyataan dari Bapak Edi yang mengungkapkan: “YKK punya klinik kalau tunanetra bebas biaya. Sekarang ini kita dibuatin kartu bpjs, bpjs yang itu loh yang iuran, yang perbulan. terus ada istilahnya kalau kita dateng kegiatan itu kita dapet uang transport juga.”44 Seperti yang telah dijelaskan dalam BAB III halaman 53, dibukanya kegiatan untuk tunanetra di YKK menurut Bapak Drs. KH. Najamudin Shiddiq adalah karena kecacatan dan kefakiran bisa membawa keputusasaan dan kekufuran.45 Untuk itu YKK ingin mengatasi keputusasaan pada diri tunanetra agar mereka memiliki ketahanan dalam menjalani kehidupan. Bantuan kesejahteraan berupa uang santuan yang merupakan bantuan financial bertujuan agar tunanetra bersemangat dalam mengikuti kegiatan di YKK. Selain itu, diharapkan bantuan financial tersebut dapat dipergunakan untuk modal usaha mereka ataupun untuk sekedar memenuhi dan membantu meringankan kebutuhan sehari-hari. Untuk bantuan BPJS gratis yang diberikan oleh YKK bertujuan agar tunanetra mendapatkan akses kesehatan yang lebih baik. Tunanetra tidak perlu khawatir apabila mereka mengalami sakit karena mereka telah tercover dalam jaminan tersebut. 43 Catatan Lapangan pada Minggu 8 Maret 2015, lihat lampiran Wawancara Pribadi dengan Edi , Cireundeu, 15 April 2015, lihat lampiran IV. 45 Dikki Akhmar, Cahaya Terang Para Tunanetra, My Tangsel, 2015, BAB III, h. 53. 44 96 Keberhasilan pembinaan financial yang dilakukan oleh yayasan khazanah kebajikan tergambar dalam ketahanan ekonomi tuananetra. Tunanetra merasa lebih tenang dengan bantuan yang diberikan oleh yayasan. Bantuan tersebut meringankan beban ekonomi tunanetra dan bantuan asuransi kesehatan yang ada juga membuat tunanetra tidak terbebani dengan permasalahan kesehatan keluarganya. 3. Fasilitas untuk Tunanetra YKK menyediakan beberapa fasilitas bagi tunanetra yang ingin dibina. Selain mengadakan kegiatan keagamaan, YKK memiliki rumah singgah untuk tunanetra yang dapat digunakan oleh tunanetra untuk beristirahat. Seperti yang dijelaskan oleh Bapak Adam: “Yayasan juga menyedikan seperti di depan ini ada rumah singgah, rumah singgah yg ber-ac kita harus istimewakan. Sebetulnya kita hanya menyediakan rumah singgah, belum kita menyediakan secara yang asrama tunanetra, yang ada asrama rumah yatim tapi kalo untuk tunanetra kita hanya memberikan fasilitas. Rumah singgah tuh maksudnya mereka dari rumahnya dari kontraknya istirahatnya disini yang putri ada yang putra ada yang laki-laki ada yang perempuan ada.”46 Peneliti melihat bagaimana kondisi rumah singgah yang ada di Yayasan Khazanah Kebajikan. Ini terlihat dari hasil dokumentasi yang diperoleh peneliti, sebagai berikut: 46 Wawancara Pribadi dengan Adam Shaili, Cireundeu, 9 Juni 2015, lihat lampiran III. 97 Gambar 03 Rumah singgah tunanetra Pada gambar diatas adalah rumah singgah bagi tunanetra perempuan. Ruangan satu petak ini dapat digunakan oleh tunanetra perempuan yang ingin beristirahat di Yayasan Khazanah Kebajikan. Kamar yang tidak terlalu besar ini dilengkapi dengan satu kamar mandi yang ada di dalamnya. Selain memberikan fasilitas berupa rumah singgah, YKK juga memberikan kesempatan untuk tunanetra yang memiliki kemampuan untuk bekerja di yayasan. Seorang tunanetra yaitu Bapak Sapto telah membuktikannya. Peneliti menyaksikan bagaimana Bapak Sapto bekerja di YKK dengan menggunakan komputer. Fasilitas berupa komputer khusus untuk tunanetra disediakan di YKK. Dengan komputer tersebut tunanetra dapat mengakses berbagai informasi serta menggunakan berbagai apliksi yang ada dengan sistem suara.”47 47 Catatan lapangan (observasi) peneliti pada, lihat lampiran I. 98 Selain memiliki fasilitas rumah singgah dan komputer bicara, di ruang sekretariat YKK, peneliti melihat terdapat tumpukan kardus yang berisi Al-Quran braille. Al-Quran tersebut merupakan bantuan yang didatangkan langsung dari Kementerian Sosial. Nantinya Al-Quran akan digunakan oleh tunanetra yang ada untuk belajar membaca Al-Quran.48 Ini membuktikan selain YKK membina tunanetra, mereka juga membuka kesempatan dan peluang untuk tunanetra berkarir di yayasan. Dengan begitu, YKK memberikan wadah dan jalan khusus bagi tunanetra untuk meningkatkan kesejahteraan mereka di masyarakat. 48 Catatan lapangan (observasi) peneliti, lihat lampiran I. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai resiliensi tunanetra binaan yayasan khazanah kebajikan dalam mencapai kesejahteraan di masyarakat, peneliti dapat menyimpulkan berdasarkan fokus penelitian sebagai berikut: 1. Resiliensi tunanetra binaan yayasan khazanah kebajikan dalam mencapai kesejahteraan di masyarakat. Resiliensi tunanetra binaan yayasan khazanah kebajikan dalam mencapai kesejahteraan di masyarakat sudah baik. Masing-masing tunanetra terbukti memiliki kemampuan untuk bertahan di masyarakat. Kemampuan tersebut dilihat dari aspek resiliensi dan faktor yang memepengaruhi resiliensi padsa tunanetra. a. Aspek Resiliensi Terdapat 7 kemampuan yang berkontribusi dalam pembentukan resiliensi tunanetra, sebagai berikut: 1. Regulasi Emosi Rata-rata dari tunantera pernah merasakan perasaan malu, tidak percaya diri, takut dan menyangkal dengan kondisi mereka. Perasaan tersebut mampu mereka atasi dengan meregulasi emosi. Mereka mampu meregulasi emosi dan keluar dari semua persaan tersebut. Mereka telah menerima kekurangan yang ada dan berusaha bangkit menjalani 99 kehidupan. Mereka mampu 100 memecahkan masalah, tidak menyerah, dan bergerak maju menemukan solusi dari permasalahan dan kembali menjalani kehidupan dengan penuh rasa percaya diri. 2. Pengendalian Impuls Kondisi yang tidak menyenangkan sering dialami oleh tunanetra. Mulai dari stigma negatif yang ada di masyarakat sampai dengan aksi penipuan yang kerap dialami oleh tunanetra. Semua hal tersebut mampu mereka hadapi dengan kemampuan pengendalian impuls. Mereka mengendalikan diri untuk tidak merasa marah, kecewa, dan mampu keluar dari tekanan-tekanan hidup yang mereka lalui. 3. Optimisme Kekurangan fisik yang dimiliki oleh tunanetra tidak menjadikan sebuah alasan untuk mereka mengandalkan bantuan dari orang lain. Tunanetra tetap optimis dalam menjalani kehidupan dengan terus bekerja keras untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Sulitnya dan terbatasnya lapangan pekerjaan untuk tunanetra masih menjadi permasalahan yang dirasakan oleh mereka. Namun, dengan segudang permasalahan yang ada tidak membuat semangat tunanetra menyurut. Mereka memiliki keyakinan tinggi bahwa kehidupan mereka akan lebih baik di masa yang akan datang. 4. Analisi Penyebab MasalahTunanetra dalam menjalani kehidupan melihat segala sesuatu dari sisi positif dimana mereka melihat tidak semua kehidupannya akan mengalami kegagalan. Dengan 101 kemampuan untuk menganalisis penyebab masalah dan gaya berfikir positif yang dimiliki tunanetra membuat kehidupan mereka lebih bermakna. Mereka tidak melihat seluruh hidup akan dipenuhi dengan kegagalan tetapi mereka mampu melihat kehidupan dengan cara yang berbeda. Mereka menghadapi permasalahan dengan keikhlasan, kesabaran dan tawakal kepada Tuhan yang menjadikan diri mereka pribadi mulia di mata Allah SWT. 5. Empati Kemampuan berempati mutlak diperlukan oleh tunanetra guna menjalin hubungan sosial yang lebih baik dengan lingkungan. Kemampuan tersebut dicirikan sebagai kemampuan untuk membaca tanda psikologis orang lain dan emosional orang lain. Dengan kata lain kemampuan ini merupakan kemampuan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Tunanetra telah mampu melakukan komunikasi serta interaksi dengan lingkungan sosial. Dengan kemampuan tersebut membuat tunanetra memiliki hubungan yang baik dengan lingkungan serta mendapatkan pengakuan di masyarakat. 6. Efikasi Diri Tunanetra mampu menunjukan efikasi diri mereka dengan kepercayaan mereka terhadap kemampuan diri sendiri untuk memecahkan masalah. Mereka mampu keluar dari masalah dan tidak terbelenggu dalam kesulitan yang ada. Mereka berhasil 102 kembali ke masyarakat dengan percaya diri dan dengan kemandirian yang dimiliki. 7. Peningkatan Aspek Positif Tunanetra memiliki kemampuan untuk meningkatkan aspek positif yang ada di dalam diri mereka. Mereka mengembangkan kemampuan dengan mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di yayasan khazanah kebajikan. Tidak jarang dari tunanetra yang telah mengembangkan dirinya dalam segi agama. Banyak tunanetra yang mampu membaca Al-Quran braille dan menghafalkan AlQuran serta menjadi Qori dan Qoriah. Bukan hanya itu, beberapa dari tunanetra mampu menjadi pengajar agama untuk tunanetra lain seperti mengajarkan membaca Al-Quran braille. b. Faktor yang mempengaruhi resiliensi 1) I am Faktor I am telah dimiliki oleh tunanetra dimana mereka percaya terhadap kemampuan yang ada di dalam diri mereka. Dengan kepercayaan terhadap diri sendiri membuat tunanetra mampu bertahan di masyarakat. 2) I Have Faktor I have yang berasal dari dukungan sekitar dapat mempengaruhi ketahanan tunanetra. Dukungan yang diperoleh tunanetra dari keluarga, teman dan lingkungan sekitar terbukti dapat meningkatkan ketahanan tunanetra di masyarakat. 103 3) I Can Memalui kemampuan interpersoanal yang dimiliki oleh tunanetra menjadikan tunanatera dapat menjalin hubungan baik di dalam masyarakat dan membuat tunanetra dapat bertahan di masyarakat. 2. Program pembinaan Yayasan Khazanah Kebajikan yang mempengaruhi resiliensi tuannetra di masyarakat Dibukanya kegiatan untuk tunanetra oleh yayasan khazanah kebajikan adalah, karena YKK melihat permasalahan tunanetra yang belum mampu ditangani seluruhnya oleh pemerintah. Kegitan pembinaan yang dilakukan oleh YKK bersifat spiritual keagamaan dengan model sholat fardu, sholat tahhajud, dan kajian Al-Quran. Meskipun kegiatan pembinaan di YKK bersifat spiritual, tetapi YKK juga melakukan pembinana yang mengarah pada kesejahteraan tuananetra. YKK memberikan bantuan financial sebesar Rp.30.000- Rp.50.000 kepada tunanetra setiap harinya yang mengikuti kegiatan di yayasan. Program lain yang bersifat kemanusiaan juga dilakukan oleh YKK, seperti membuatkan jaminan kesehatan untuk tunanetra yaitu BPJS kesehatan secara gratis. YKK juga menyediakan klinik bagi tunanetra yang sakit dan YKK membebaskan biaya pengobatan bagi mereka. YKK juga menyediakan asrama untuk anak-anak mereka yang ingin bersekolah di YKK serta peringanan biaya sekolah untuk anak-anak tunanetra yang bersekolah di YKK. 104 Dalam hal kesempatan kerja, YKK memberikan dan membuka kesempatan kerja seluas-luasnya untuk tunanetra yang memiliki keahlian dan memenuhi kompetensi untuk bekerja di yayasan. Semua ini dilakukan oleh YKK dengan tujuan mengatasi keputusasaan pada diri tunanetra agar mereka memiliki ketahanan dalam menjalani kehidupan. Pembinaan yang dilakuakan di YKK memberikan dampak positif bagi tunanetra, dengan pembinaan tersebut memberikan modal untuk tunanetra bertahan di masyarakat seperti modal psikis, financial, sosial dan spiritual. Namun, YKK perlu mengembangkan pembinaan yang bersifat pemberdayaan seperti pelatihan keterampilan dan penyaluran kerja untuk membuat tunanetra lebih berdaya di masyarakat. B. Saran Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan dari hasil penelitian, maka peneliti merasa perlu untuk memberikan kontribusi berupa saran-saran kepada Yayasan Khazanah Kebajikan dan yang terkait di dalamnya: 1. Untuk Yayasan Khazanah Kebajikan a. Hendaknya yayasan khazanah kebajikan mempertahakan dan memperluas kegiatan pembinaan untuk tunanetra, tidak hanya sebatas kegiatan spiritual tetapi memperluas pada kegiatan pemeberdayaan untuk meningkatkan kualitas hidup tunanetra. b. Yayasan Khazanah Kebajikan hendaknya bekerja sama dengan lembaga sosial lain seperti balai pelatihan dalam hal ini Lembaga 105 Pemberdayaan Tenaga Kerja Penyandang Cacat (LPTKP), PERTUNI (Persatuan Tunanetra Indonesia), dan Mitra Netra untuk mengembangkan kegiatan yang sudah ada. c. YKK perlu meningkatkan kuantitas dan kualitas sumber daya dalam menjalankan program atau kegiatan untuk tunanetra, dengan merekrut pegawai dari alumni Kesejehteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Untuk Pemerintah a. Hendaknya pemerintah lebih memperhatikan permasalahan penyandang disability termasuk tunanetra. Meskipun Indonesia sudah memiliki Undang-Undang yang mengatur tentang penyandang cacat yaitu UU No.4 tahun 1997, tetapi implementasi dari Undang-Undang tersebut masih dirasa sangat jauh dari yang seharusnya. Dalam hal aksesibilitas penyandang cacat masih mengalami berbagai kesulitan, masih banyak fasilitas umum yang belum berpihak pada penyandang cacat. b. Permasalahan kesempatan dan lapangan pekerjaan yang masih dirasa sulit bagi tunanetra seharusnya menjadi perhatian khusus bagi pemerintah. Semestinya pemerintah memberikan akses dan lapangan kerja yang memadai untuk tunanetra. Sehingga tunanetra mendapatkan kesempatan yang sama untuk berkembang, memperoleh pekerjaan layaknya orang yang memiliki penglihatan normal. c. Pemerintah seharusnya menindaklanjuti UU Nomor 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat pasal 14 yang berbunyi “Perusahaan negara dan swasta memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada penyandang cacat dengan mempekerjakan penyandang cacat di 106 perusahaannya sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya, yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah karyawan dan/atau kualifikasi perusahaan”. Implementasi dari Undangundang ini sangat buruk, terbukti masih banyak tunanetra yang tidak diterima di berbagai perusahaan karena alasan keterbatasan fisik. Seharusnya pemerintah melakukan pengawasan atau sanksi yang tegas terhadap perusahaan yang tidak menjalankan undang-undang tersebut. d. Perlunya meningkatkan jumlah organisasi sosial/LSM/Dunia Usaha dan Masyarakat yang ikut terlibat dalam upaya pelayanan dan rehabilitasi sosial penyandang cacat di Indonesia. 3. Untuk Penelitian Selanjutnya a. Bagi peneliti yang berminat untuk mengangkat tema tentang tunanetra disarankan untuk meneliti tentang eksistensi tunanetra. Pembahasan ini belum didalami pada penelitian ini dan disarankan untuk memilih informan (tunanetra) lebih beragam dalam hal tingkat pendidikan, pekerjaan, dan penyebab ketunanetraan agar informasi yang didapat lebih lengkap dan menarik. DAFTAR PUSTAKA BUKU Adi, Isbandi Rukminto. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas. Lembaga Penerbit FE UI: Depok, 2003. Agustyawati dan Solicha. Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009. Akhmar, Dikki. Cahaya Terang Para Tunanetra, Tangerang Selatan: My Tangsel, Edisi II, 2015. Barnard, Paul. dkk. Children, Bereavement and Trauma: Nurturing Resilience. United Kingdom: Jessica Kingsley, 1999. Bernes, Colin dan Mercer, Geof. Disabilitas Sebuah Pengantar. Jakarta: PIC UIN Jakarta, 2007. C, Pramuwito. Pengantar Ilmu Kesjahteraan Sosial. Yogyakarta: Departemen Sosial RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, 1996. Fahrudin, Adi. Pengantar Kesejahteraan Sosial. Bandung: PT Refika Aditama, 2012. Ghony, M. Djunaidi dan Almanshur, Fauzan. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jogjakarta: Al Ruzz Media, 2012. Grotberg, Henderson. Resilience for Today: Gaining Strength from Adversity. United States of America: Praeger, 2003. Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif Teori &Praktik. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013. 107 108 Melong J, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007. Reivich, Keren dan Shatte, Andrew. The Resilience Factor: 7 essential skills for overcoming life’s is inevitable obstacles. New York: Broadway Book, 2002. Semium, Yustinus. Kesehatan Mental 2. Yogyakarta: KANISIUS, 2006. Siebert, Al. The Resiliency Advantage. San Fransisco: Berret-Koehler, 2005. Smith, David. Inklusi Sekolah Ramah untuk Semua. Bandung: Penerbit Nuansa, 2006. Suharto, Edi. Isu-Isu Tematik Pembangunan Sosial: Konsepsi dan Strategi. Jakarta: Badan Pelatihan dan Pembangunan Sosial Departemen Sosial RI, 2004. Suharto, Edi. Pekerja Sosial di Dunia Industri. Bandung: Alfabeta, 2009. Qodir, Nurdin. Proyek Proposal Yayasan Khazanah Kebajikan Bangkit Bersama Dhuafa. Cirendeu: Yayasan Khazanah Kebajikan, 2005. JURNAL Putra, Ardian Adi dan Nashori, Puad. “Kebahagiaan Pada Penyandang Cacat Tubuh Sebuah Penelitian Kualitatif.” Journal Tazkiya of Psychology vol.7, no.2 (Oktober 2007). Putra, Kadek Arya Sugatama dan Adhi, Kadek Tresna. “Status Gizi Penyandang Cacat (Tunagrahita dan Tunarungu) Di Sekolah Luar Biasa B Negeri Pembinaan Tingkat Nasional Kelurahan Jimbaran Kabupaten Bandung.” Jurnal Community Health vol. II, no.1 (Januari 2014). 109 Suradi. “Peran Kapital Sosial Dalam Penguatan Ketahanan Sosial Masyarakat.” Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial vol.11, no.02 (Mei-Agustus 2006). INTERNET Djunaedi. “Tahun 2020 Jumlah Tuna Netra Dunia Menjadi 2x Lipat.” Artikel diakses pada 06 Januari 2015 dari http://rehsos.kemsos.go.id/ modules. php?name=News &file=print& sid=1077. Gumelar, Linda Amalia Sari. “Keynote speech pada acara rapat kerja nasional Persatuan Tunanetra Indonesia (PERTUNI) tahun 2011 Jakarta, 14 Desember 2011” diakses dari http://pertuni.idp-europe.org/Rakernas 2011/Rakernas2011-keynote_Menteri_Pemberdayaan_ Perempuan.php. Hanifah, Abu. “Toleransi Dalam Masyarakat Plural Memperkuat Ketahanan Sosial.” Artikel diakses pada 18 Februari 2015 dari www.kemsos.go.id /unduh/Abu _Hanifah.pdf. Hermana. “Pemberdayaan Penyandang Cacat: Apa Tanggung Jawab Sosial Perusahaan?.” Artikel diakses pada 06 Januari 2015 dari http://www. kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid= 594. SKRIPSI Ahmad Shobrian, “Peran Dakwah Yayasan Khazanah Kebajikan (YKK) Dalam Meningkatkan Pengamalan Ibadah Kelompok Tuna Netra Desa Pisangan Ciputat.” (Skripsi S1 Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fkultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2009). LAMPIRAN Lampiran I Catatan Lapangan Penelitian Resiliensi Tunanetra Binaan Yayasan Khazanah Kebajikan dalam Mencapai Kesejahteraan di Masyarakat Fokus Observasi : Kegiatan Tunanetra di YKK Waktu : Minggu, 8 Maret 2015 Pukul : 02:00- 05:00 WIB Tempat Observasi : Yayasan Khazanah Kebajikan Sekitar pukul 02:00 WIB peneliti tiba di Yayasan Khazanh Kebajikan. Setiba disana peneliti menemui petugas yayasan untuk bertanya dimanakah ruang kegiatan kajian Al-Quran. Peneliti diantar oleh seorang petugas kesebuah aula yang biasa digunakan untuk kegiatan kajian Al-Quran. Di dalam aula, peneliti melihat banyak jamaah yang berkumpul untuk menunggu kajian Al-Quran dimulai. Kajian Al-Quran pada saat ini adalah kajian yang dibuka untuk umum oleh yayasan, siapapun diperbolehkan untuk mengikuti kegiatan kajian. Sekitar lebih dari 50 orang menghadiri kajian pada hari ini. Jamaah yang hadir dalam kegiatan kajian berasal dari berbagai kalangan mulai dari pengurus yayasan, anak asuh yayasan, tunanetra, ibu rumah tangga dan masyarakat sekitar yayasan ataupun yang bertempat tinggal jauh dari yayasan. Waktu sudah menunjukan pukul 03:00, kepala yayasan Bapak H. Najamudin memasuki aula, itu berarti kegiatan kajian akan segera dimulai. Kegiatan dibuka dan dipimpin oleh salah seorang santri dari yayasan. Hari ini adalah hari minggu pertama dibulan Maret, itu berarti kajian hari ini akan menggunakan bahasa pengantar Bahasa Inggris. Memang setiap satu bulan sekali di minggu pertama, kajian Al-Quran dilaksanakan dengan menggunakna bahasa Inggris. Setelah kajian dibuka santri tersebut mempersilahkan Ibu Aisyah (tunanetra) untuk membacakan ayat suci Al-Quran sebagai surat pembuka kegiatan hari ini. Ibu Aisyah membacakan surat Al-Baqarah ayat 21-23, peneliti menyaksikan Ibu Aisyah (tunanetra) membacakan ayat Al-Quran dengan lantunan suara yang merdu. Ibu Aisyah membacakan ayat tersebut tanpa menggunakan alat bantu dengan kata lain ia telah menghafalnya. Meskipun dengan keterbatasan yang dimiliki oleh Ibu Aisyah, namun ia memiliki kemampuan membacakan ayat tersebut dengan hafalan yang ia miliki. Setelah Ibu Aisyah selesai membacakan surah Al-Quran, seseorang (siapapun boleh berpartisipasi) akan membacakan arti dari ayat yang telah dibacakan sebelumnya, tentu saja dengan menggunakan bahasa Inggris dan menjelaskan maksud serta isi kandungan dari ayat tersebut. Setelah ayat tersebut selesai dikaji barulah berganti seorang sukarelawan berikutnya yang akan membacakan ayat Al-Quran dan ayat tersebut tentunya akan kembali dikaji dan dibahas isi serta makna yang terkandung didalamnya. Begitulah kegiatan kajian Al-Quran ini berlangsung. Sekitar lebih dari 10 ayat telah dikaji bersama-sama. Terakhir adalah bapak kepala yayasan menyampaikan sedikit dakwahnya yang terkait dengan kesimpulan kajian Al-Quran pada hari ini. Inti yang disampaikan adalah untuk selalu berpedoman pada Al-Quran dan selalu membacanya setiap hari. Tak terasa waktu sudah menunjukan pukul 04:30, adzan subuh mulai terdengar. Untuk itu kajian pada hari ini diakhiri dan sebenarnya setiap selesai kajian akan ada sebuah kuis dan siapa yang dapat menjawab pertanyaan tersebut akan mendapatkan hadiah. Namun hari ini kuis tidak dilaksanakan karena waktu yang tidak memungkinkan. Kajianpun ditutup dan para jamaah bersiap-siap untuk melaksanakan kegiatan sholat subuh berjamaah di lapangan yayasan. Begitupun dengan tunanetra, mereka bergegas untuk melaksankan sholat subuh berjamaah, dengan mandiri mereka mengerjakan segala sesuatu tanpa bantuan dari orang lain, seperti mengambil wudhu. Seakan telah terbiasa, mereka dapat melakukannya sendiri dan tanpa dibantu untuk menuju ke tempat wudhu. Dalam menentukan arah kiblat dan berbaris membentuk shaf sholatpun mereka mampu melakukannya sendiri. Setelah selesai sholat subuh berjamaah kegiatan untuk tunanetra belumlah beakhir. Selanjutnya ada kegiatan kajian Al-Quran, kali ini kajian Al-Quran dikhususkan untuk para tunanetra, namun jika orang normal ingin mengikuti kegiatan ini dipersilahkan. Sama halnya dengan kajian Al-Quran yang sebelumnya sudah dilakukan, kajian ini juga memiliki tata cara yang sama. Bedanya kajian ini dipimpin oleh seorang ustad yang akan membacakan ayat AlQuran yang akan dikaji. Ustad akan membacakan dan menjelaskan makna yang terkandung dalam ayat tersebut. Kajian berakhir tepat pukul 06:00 WIB, jemputan berupa dua mobil angkot untuk mengantar tunanetra kembali pulang kerumah masing-masing sudah datang. Setiap hari selesai kajian berakhir tunanetra akan dijemput oleh mobil angkot untuk kembali kerumahnya. Bagi rumahnya yang jauh mereka akan diturunkan di stasiun Lebak Bulus dan mereka secara mandiri akan melanjutkan perjalanannya sendiri. Setelah selesai kegiatan kajian Al-Quran untuk tunanetra, mereka mendapatkan uang transport dari yayasan. Besarnya uang yang diberikan tergantung jarak tempat tinggal mereka. Apabila tunanetra yang bertempat tinggal jauh dari YKK akan diberikan uang transport sebesar 50.000 sedangkan yang berjarak dekat sebesar 30.000. Syarat mendapatkan uang tersebut adalah tunanetra harus mengikuti kegiatan mulai dari shalat tahajud sampai kajian tuananetra berakhir, mereka masing-masing akan mendapatkan kupon dan kupon tersebut akan ditukar dengan uang tunai setelah kajian tunanetra berakhir. Fokus Observasi : Kegiatan Tunanetra di YKK Waktu Observasi : Rabu, 15 April 2015 Tempat Observasi : Yayasan Khazanah Kebajikan Pagi ini saya datang ketika para jamaah di yayasan khazanah kebajikan sedang melaksanakan sholat tahajud berjamaah di lapangan yayasan. Terlihat lebih dari 30 orang tunanetra yang mengikuti shalat berjamaah. Hari ini kajian AlQuran diadakan setelah shalat isya sampai dengan pukul 12:00 WIB dan dilanjutkan dengan shalat tahajud berjamaah. Memang jadwal kajian Al-Quran untuk umum adalah setiap hari Senin-Jumat setelah shalat isya dan hari SabtuMinggu dari jam 03:00-04:30 WIB. Namun kajian Al-Quran untuk tunanetra setiap harinya adalah setelah shalat subuh sampai dengan pukul 06:00 WIB. Setelah tunanetra menjalankan shalat tahajud berjamah mereka tidak langsung kembali kerumah, mereka akan menempati rumah singgah untuk tunanetra yang telah disiapkan oleh yayasan. Rumah singgah ini berfungsi untuk tempat beristirahat mereka sampai kegiatan berikutnya berlangsung. Rumah singgah untuk tunanetra hanya sebuah ruangan sederhana, di dalam ruangan tersebut sudah diberikan alas berupa tikar untuk tunanetra tidur. Bagi tunanetra perempuan rumah singgahnya terdapat di depan gedung yayasan. Sedangkan bagi tunanetra laki-laki ada di dalam gedung yayasan. Tidak jarang juga dari tunanetra yang memilih tidur di tengah lapangan dengan beralaskan terpal. Terlihat beberapa tunanetra baru saja datang dengan mengayuh tongkatnya memasuki yayasan. Pukul 03:00 WIB akan dilaksanakan kembali shalat tahajud berjamaah, kali ini shalat tahajud lebih dikhususkan untuk tunanetra. Telah berkumpul lebih dari 50 tunanetra yang siap untuk melaksanakan shalat tahajud berjamaah. Mereka tampak khusu dalam melaksanakan ibadah. Setelah shalat berakhir mereka kembali bersantai mengisi waktu untuk menunggu adzan subuh dan kajian Al-Quran yang akan dilaksanakan setelahnya. Ada yang berbincangbincang dengan sesama tunanetra, ada yang tidur-tiduran, ada yang mendengarkan musik. Kekurangan yang dimiliki tidak menghalangi apapun dari mereka. Banyak ibu-ibu tunanetra yang mampu membuatkan kopi untuk para bapak-bapak tunanetra. Pukul 04:30 WIB adzan subuh mulai terdengar, mereka bersiap-siap untuk melaksanakan shalat subuh berjamaah. Imam yang memimpin shalat subuh berjamaah pada hari ini adalah tunanetra. Tunanetra juga mampu membentuk shaf secara rapi dengan cara meraba-raba barisan shaf yang sudah ada, apabila tunanetra sudah tertabrak seseorang di depannya itu menunjukan shaf tersebut sudah terisi, maka ia akan mengisi tempat yang ada di sebelahnya begitulah seterusnya. Tapi tidak jarang ada beberapa tunanetra yang mengahadap kiblat secara miring, maka pengurus yayasan akan memperbaiki shaf mereka. Setelah shalat subuh selesai tunanetra bersiap mengikuti kegiatan kajian Al-Quran, mereka berpindah tempat satu persatu menuju ke tempat dilaksanakan kajian. Mereka mengambil duduk dengan sembarang tidak jarang arah duduk mereka akan saling berhadapan ataupun tidak teratur. Walau begitu ketika kajian dimulai, mereka akan mendengarkan dengan seksama tanpa ada yang mengobrol ataupun sibuk dengan kegiatannya sendiri. Kajian kali ini dipimpin oleh Ibu Yeti selaku pengurus kegiatan tunanetra. Tema kajian hari ini adalah orang-orang yang bertaqwa. Setelah kajian selesai seperti biasa tunanetra akan diberikan uang santunan yang akan ditukar dengan kupon yang telah ia peroleh dan masingmasing tunanetra juga mendapatkan satu buah nasi bungkus untuk sarapan. Setelah itu tunanetra akan pulang kerumah masing-masing dengan jemputan mobil angkot yang sudah terparkir di lapangan yayasan. Fokus Observasi : Kegiatan Bapak Edi dan Kondisi lingkungan Waktu Observasi : 23 April 2015 Tempat Observasi : Rumah Bapak Edi, Bukit Cirendeu Sekitar pukul 13:00 WIB peneliti mengunjungi rumah Bapak Edi yang beralamat di Jalan Talas Cireundeu, karena peneliti belum mengetahui rumah Bapak Edi maka peneliti bertanya kepada salah seorang warga yang kebetulan terlihat. Saat peneliti bertanya dimana rumah Bapak Edi ternyata warga tersebut tidak mengetahuinya dan tidak mengenal sosok Bapak Edi. Padahal, jarak rumah warga tersebut dengan rumah Bapak Edi tidaklah terlalu jauh, hanya berkisar 200 m saja. Rupanya Bapak Edi memang tidak begitu sering keluar rumah dan bersosialisai dengan tetangga yang ada. Saat peneliti sampai di kediaman Bapak Edi, ia telah bersiap-siap untuk berjualan dengan memikul kerupuknya. Bapak Edi menempati sebuah rumah kontrakan satu petak berukuran 4m x 4m. Kehidupan yang jauh dari kata mewah terlihat dari tempat tinggal dan kondisinya. Bapak Edi mengontrak disebuah rumah kontrakan kecil yang ditempati oleh istri dan satu orang anak laki-laki. Kondisi kontrakan tersebut kurang layak, kontrakan satu petak itu dipenuhi dengan barang-barang yang berantakan. Kamar tidur, ruang tamu serta dapur menyatu menjadi satu dalam satu ruangan. Seluruh kegiatan di dalam rumah dilakukan di satu ruangan tersebut. Di dalam ruangan tersebut terdapat satu kasur, lemari, televis berukuran 14 inci, dan satu etalase berjualan. Kondisinya tidaklah rapi, barang-barang seperti mainan anak dan pakaian tergeletak disembarang tempat. Bapak Edi memiliki satu orang anak laki-laki yang berusia 4 tahun. Peneliti melihat Bapak Edi sangat menyayangi anaknya. Ia nampak sangat dekat dengan anak laki-lakinya dan sesekali bermain bersama dengannya. Anaknya digendong dan dipeluk serta sering kali dipangku saat bermain. Sangat terlihat kedekatan emosional antara anak dan ayah tersebut. Peneliti juga mendengar dari Istri Bapak Edi bahwa ia setiap harinya menjalankan ibadah berpuasa daud dan puasa sunah senin kamis. Sebelum pulang, peneliti mengetes Bapak Edi untuk mengetahui apakah ia mampu dalam membedakan nominal uang yang ada pada uang kertas atau tidak. Peneliti membeli kerupuk Bapak Edi dengan harga Rp.10.000 dan memberikannya uang. Bapak Edi meraba uang tersebut dan berusaha menerka nominalnya. Tetapi tidak berapa lama Bapak Edi kembali bertanya kepada peneliti berapakah nominal uang yang diberikan. Menurut penerkaannya uang tersebut bernominal sebesar Rp.10.000, tetapi sebenarnya uang tersebut bernominal Rp.20.000 Fokus Observasi : Kegiatan Bapak Setu dan kondisi lingkungan Waktu Observasi : 23 April 2015 Tempat Observasi : Rumah Bapak Setu, Pondok Cabe III Sekitar pukul 08:00 WIB peneliti mengunjungi rumah Bapak Setu yang menempati Rumah Tafiz di Pondok Cabe III. Rumah Tafiz adalah rumah yang segaja disediakan dari seorang donatur yaitu Ustad Yusuf Mansyur untuk ditempati oleh tunanetra sebagai tempat belajar Al-Quran braille. Kondisi rumah tafiz terlihat sangat sederhana, di dalamnya terdapat satu ruang tamu, dua kamar tidur, satu kamar mandi dan satu dapur. Seusai peneliti berbincang dengan Bapak Setu, iapun bergegas untuk berangkat bekerja. Dengan berpenampilan rapi menggunakan kemeja, celana bahan hitam, ikat pinggang, sepatu pantofel, membawa tas, dan yang tidak ketinggalan adalah tongkatnya, Bapak Setu siap untuk pergi bekerja. Sebelum pergi, Bapak Setu menyemir sepatunya terlebih dahulu agar terlihat bersih. Setelah semuanya selesai, ia berangkat menuju tempatnya bekerja di daerah Mampang Jakarta Selatan dengan menggunakan angkutan umum. Fokus Observasi : Kegiatan Ibu Astuti Waktu Observasi : Selasa, 19 Mei 2015 Tempat Observasi : Rumah Ibu Astuti, Pondok Cabe III Ketika peneliti datang ke Rumah Tafiz, peneliti melihat Ibu Astuti sedang menyapu rumah. Ibu Astuti mampu melakukan perannya sebagai ibu rumah tangga dan mengurus rumah dengan baik tanpa mengalami kesulitan. Cara menyapu Ibu Astuti memang sedikit berbeda, karena ia tidak dapat melihat maka ia menyapu dengan posisi jongkok dan meraba-raba lantai yang akan disapu. Selesai menyapu, terdegar suara seorang wanita yang berteriak “sayur” di depan rumah Ibu Astuti, ternyata itu adalah tukang sayur langganan Ibu Astuti. Iapun segera keluar dan berbelanja beberapa bahan yang akan ia gunakan untuk memasak pada hari ini. Ia membeli kelapa parut dan beberapa sayuran lainnya. Ibu Atuti terlihat sudah kenal dan akrab dengan penjual sayur keliling tersebut. Masakan yang akan dibuat oleh Ibu Astuti hari ini adalah urab. Sehari-harinya Ibu Astuti sangat cekatan mengerjakan pekerjaan sebagai seorang ibu rumah tangga. Dengan mandiri ia mampu membersihkan rumah, mencuci, dan memasak. Kompor yang digunakan untuk memasakan saat ini memang masih menggunakan kompor minyak, dikarenakan ia takut apabila menggunakan kompor gas. Menurutnya, di rumah tafiz seluruh penghuni adalah tunanetra maka ia tidak mau mengambil resiko apabila menggunakan kompor gas. Penggunanan kompor gas lebih besar bahayanya dibandingkan dengan kompor minyak. Ia takut apabila menggunakan kompor gas nantinya gas yang digunakan akan tertabrak-tabrak oleh tunanetra saat melintas. Selain itu, apabila kompor minyak tidak menyala ia dapat memperbaikinya sendiri berbeda dengan kompor gas yang sedikit rumit untuk diperbaiki. Menurut teman-teman sesama tunanetra yang tinggal bersama Ibu Astuti di rumah tafiz, Ibu Astuti pandai dalam memasak dan masakan Ibu Astuti sangatlah enak. Fokus Observasi : Yayasan Khazanah Kebajikan Waktu Observasi : 1 September 2015 Tempat Observasi : Yayasan Khazanah Kebajikan Pada pukul 13:00 peneliti mengunjungi Yayasan Khazanah Kebajikan untuk mengurus surat izin penelitian. Di dalam ruangan kesekretariatan yayasan, peneliti melihat terdapat setumpuk kardus yang berisikan Al-Quran Braille yang berasal dari Kementerian Sosial. Al-Quran itu nantinya akan digunakan oleh tunanetra yang ada di yayasan untuk belajar membaca Al-Quran. Di ruangan ini juga ada Bapak Sapto seorang tunanetra yang tengah asik mengoprasikan komputernya. YKK memberikan kesempatan untuk tunanetra yang memiliki kemampuan untuk bekerja di yayasan, Bapak Sapto telah membuktikannya. Peneliti menyaksikan bagaimana Bapak Sapto bekerja dengan menggunakan komputer. Fasilitas berupa komputer khusus untuk tunanetra disediakan di YKK. Dengan komputer tersebut tunanetra dapat mengakses berbagai informasi serta menggunakan berbagai apliksi yang ada dengan sistem suara. Fokus Observasi : Ketahanan Tunanetra Waktu Observasi : Sabtu, 29 Agustus 2015 Tempat Observasi : Pondok Cabe Sekitar pukul 16:30 WIB peneliti melewati jalan Pondok Cabe dekat Universitas Terbuka, peneliti melihat seorang tunanetra yang sedang berjalan sambil memikul beberapa kantong kerupuk di pundaknya. Dengan membawa tongkat sakti dan memikul kerupuk dagangannya, ia tidak terlihat ragu untuk melewati jalan yang saat itu sedang ramai dilintasi oleh kendaraan. Saat ia sedang berjalan lurus kedepan, ada sebuah sepeda motor yang sedang berhenti tepat di depan jalan yang akan ia lewati. Dengan kekuatan insting yang dimilikinya, ia mampu mengetahui keberadaan motor yang sedang berhenti tersebut. Dengan sigap ia langsung mengambil arah sedikit ke kanan untuk menghindari motor tersebut. PEDOMAN WAWANCARA Untuk Tunanetra Binaan Yayasan Khazanah Kebajikan Hari, Tanggal Wawancara : Waktu dan Tempat Wawancara : Nama Informan : Usia : Pekerjaan : Pendidikan terakhir : Status : 1. Sejak kapan Bapak/Ibu mengalami ketunanetraan dan apa penyebabnya? 2. Hal apa yang membuat Bapak/Ibu bertahan dan menerima diri dengan keadaan yang ada? 3. Bagaimana cara Bapak/Ibu menyesuaikan diri di masyarakat? 4. Bagaimana keseharian Bapak/Ibu dalam bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan? 5. Bagaimana Bapak/Ibu bertahan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari? 6. Apa suka duka yang Bapak/Ibu rasakan selama menjalani kehidupan? 7. Apakah Bapak/Ibu pernah memiliki pengalaman yang menyebabkan diri menjadi putus asa dengan keadaan? 8. Keahlian apa yang Bapak /Ibu miliki dan bagaimana mengembangkannya? 9. Bagaimana awal mulanya Bapak/Ibu dapat bergabung dengan Yayasan Khazanah Kebajikan? 10. Apa saja kegiatan yang Bapak/Ibu ikuti di Yayasan Khazanah Kebajikan? 11. Apa manfaat yang dirasakan dengan mengikuti kegiatan di Yayasan Khazanah Kebajikan? PEDOMAN WAWANCARA Untuk Ketua Bidang dan Pengurus di Yayasan Khazanah Kebajikan Hari, Tanggal Wawancara : Waktu dan Tempat Wawancara : Nama Informan : Usia : Jabatan : Pendidikan terakhir : Status : 1. Bagaimana sejarah diadakannya kegiatan untuk tunanetra di Yayasan Khazanah Kebajikan? 2. Apa saja kegiatan yang diberikan oleh Yayasan Khazanah Kebajikan untuk tunanetra? 3. Apa tujuan diadakannya kegiatan tunanetra di Yayasan Khazanah Kebajikan? 4. Bagaimana Yayasan Khazanah Kebajikan mengembangkan Resiliensi (ketahanan) tunanetra di masyarakat? 5. Bagaimana pengembangan diri diberikan oleh Yayasan Khazanah Kebajikan untuk tunanetra? 6. Bagaimana Yayasan Khazanah Kebajikan berperan dalam memberikan dorongan/motivasi kepada tunanetra untuk mampu bertahan di masyarakat? 7. Bagaimana antusias tunanetra dalam mengikuti kegiatan di Yayasan Khazanah Kebajikan? 8. Apa harapan Yayasan Khazanah Kebajikan untuk tunanetra dari diadakannya kegiatan tersebut? Inform Consent Assalammu’alaikum Wr. Wb. Nama : Dini Fiqriah NIM : 1111054100003 Adalah Mahasiswi Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang melakukan penelitian sebagai pemenuhan tugas akhir (skripsi). Penelitian ini tidak akan menimbulkan akibat yang merugikan bagi Bapak/Ibu sebagai informan, kerahasiaan informasi yang diberikan akan dijaga dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Jika Bapak/Ibu tidak bersedia menjadi informan, maka tidak ada ancaman bagi Bapak/Ibu. Apabila Bapak/Ibu bersedia, maka saya mohon kesediaannya untuk menandatangani persetujuan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah saya buat. Atas perhatian dan kesediaan Bapak/Ibu menjadi informan, saya mengucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Hormat Saya, Dini Fiqriah Data Informan Nama : Usia : Jabatan : Saya yang bersedia, ________________________ Lampiran II TRANSKIP WAWANCARA Hari, Tanggal Wawancara : Rabu, 15 April 2015 Waktu wawancara : 02:00 WIB Tempat wawancara : Yayasana Khazanah Kebajikan Nama Informan : Yeti Khazanah (Pengurus) No Pertanyaan 1 Bagaimana sejarah diadakannya kegiatan untuk tunanetra di Yayasan Khazanah Kebajikan? Dan bagaimana perkembangan kegiatan tersebut? 2. 3. Sampai saat ini, berapa jumlah tunanetra yang mengikuti kegiatan di YKK? Dan apakah setiap harinya seluruh tunanetra tersebut selalu hadir dalam kegiatan? Apa saja kegiatan/program yang YKK berikan untuk tunanetra? 4 Apakah ada syarat tertentu untuk bergabung dengan YKK? 5 Apa tujuan diadakannya kegiatan tunanetra di Yayasan Khazanah Kebajikan? 6 Bagaimana YKK mengembangkan Resiliensi (ketahanan) tunanetra di masyarakat? Jawaban Awalnya kegiatan untuk tunanetranya dibuka sejak 2007, Alhamdulillah sih perkembangannya kesini sini bagus, banyak yang hafal Al-Qur’an juga, ada yang bisa Qori, nambah juga ilmu agamanya. Saat ini yang terdaftar ya sudah ada 120 tunanetra, itu yang terdaftar disini. Kalo setiap harinya egak selalu full 120 orang dateng, kira-kira sekitar 60-70 tunanetra yang hadir kegiatan perharinya, ya sekitar segitulah. Kalo di sini kegiatannya ya banyakan keagamaan kaya kajian Al-Quran, ngaji, shalat tahajud. Saat ini 100% murni ibadah, karena kalau untuk kaya jasmaninya mereka biasanya udah dapet di luar, kaya senam biasanya mereka ikut di tempat lain, kalau di sini kita emang fokus ke rohaninya. Kalau syarat khususnya ga ada, cuma paling itu nyerahin KTP, KK, surat nikah bagi yang sudah menikah, tentunya tunanetra ya, dan mau ikutin peraturan yayasan. Tujuan utamanya sih sebenernya yang paling utama ya untuk memperbaiki ibadah, terus juga memperbaiki akhlak mereka juga kan. Ketahanan yang seperti apa nih? kalo disini belum ada program khusus banget tapi biasanya kalo dari sisi ketahanan ekonominya kita kasih uang transport istilahnya, kesetiap tunanetra yang ikut kegiatan. Nanti mereka setiap harinya dikasih kupon solat tahajud itu berarti 7. Bagaimana pengembangan diri diberikan oleh Yayasan Khazanah Kebajikan untuk tunanetra? 8. Apabila ada tunanetra yang mengalami permasalahan bagaimana peran YKK dalam membantu mengatasi permasalahan tersebut? 9. Bagaimana Yayasan Kazanah Kebajikan berperan dalam memberikan dorongan/motivasi kepada tunanetra untuk mampu bertahan di masyarakat? 10. Bagaimana antusias tunanetra dalam mengikuti kegiatan di Yayasan Khazanah Kebajikan? 11. Apa harapan Yayasan Khazaanh Kebajikan terhadap dilaksanakan kegiatan tersebut? mereka ikut kegiatan dari awal sampe akhir, nanti itu setiap mau pulang dituker sama uang. Kalo yang rumahnya deket kita kasih 30.000 kalo rumahnya jauh kita kasih 50.000, sama dikasih nasi bungkus buat sarapan. Di sini juga ada klinik, mereka bisa berobat gratis nanti disana sudah ada daftar namanya untuk tunanetra yang ikut kegiatan disini. Mereka juga kita bantu untuk buatin BPJS, diurus semua sama yayasan yang bayar juga yayasan. Anak-anak mereka juga boleh sekolah disini, boleh tinggal disini kalo mau juga gratis udah disediain asrama tapi kalo sekolah cuma ada keringanan-keringan tertentu aja ga gratis sepenuhnya. Kalau disini fokusnya masih memperbaiki ibadahnya supaya spiritualnya lebih baik. Kalau pengembangan diri yang bersifat kaya gimana gitu belum ada sih ya paling pengembangan spiritualnya aja. Biasanya mereka kalo ada masalah suka sharing secara pribadi ke ibu, terus kalo ibu bisa ya ibu bantu solusinya tapi kalo masalahnya berat nanti biasanya didiskusiin ke yayasan jadi cari solusinya bareng-bareng sama pengurus lain dan yayasan, itu kalo untuk masalah yang berat. Kalau motivasi sih itu balik kedirinya mereka masing-masing, kita ya disini cuma mengajak, menyampaikan, kalau mereka dengan ajakan tersebut bisa termotivasi berarti apa yang kita berikan tersampaikan. Bagus ya, kan emang rata-rata pada semangat karena memangkan pelajaran disini egak mereka dapetin diluar juga. Harapannya sih biar ya itu mereka spiritualnya bisa lebih baik, terus harapannya juga mereka bisa menghilangkan keputusasaan merekalah biar mereka lebih baik lagi gitu. Lampiran III TRANSKIP WAWANCARA Hari, Tanggal Wawancara : Selasa, 9 Juni 2015 Waktu wawancara : 11:00 WIB Tempat wawancara : Yayasan Khazanah Kebajikan Nama Informan : Adam Sahili No Pertanyaan Jawaban 1. Bagaimana sejarah diadakannya Kalo untuk tunanetra disini kalo ga salah kegiatan untuk tunanetra di dari tahun 2000 sebentar (mengecek), Yayasan Khazanah Kebajikan? nah dari tahun 2009 sampai sekarang. Berati lebih kurang sekitar 6 tahun. Iya sebenernya ginikan yayasan inikan didasari dari surat Al-Maun (dibacakan suratnya dan artinya), nah itu dasarnya jadi dulu sebelum tunanetra ini memang yayasan ini bergerak hanya untuk anak yatim dan fakir miskin, alhamdulillah berjalan-berjalan ternyata ternyata ada yang lebih fakir lagi kalo orang fakir miskin kan miskin saja bisa liat masih enak bisa liat dunia, liat keindahan, liat siapapun tapi kalo orang yang sudah miskin egak bisa liat lagi itulah dasarnya kenapa yayasan ini tergerak untuk membantu mereka. 2. Sampai saat ini, berapa jumlah Untuk sampai saat ini, kan awalnya tunanetra yang mengikuti sedikit ada berapa ada 5 orang ada 10 kegiatan di YKK? orang dan alhamdulillah yang terdata di yayasan khazanah kebajikan saat ini lebih kurang 120 orang. Dan visi misi kita memang mengumpulkan tunanetra se-jabodetabek. Jadi kalo ada tunanetra barangkali dini tau atau dijalan ketemu ada orang yang susah dari pada mereka pijit kan cari uang cari apa mending mereka ibadah aja disini. Tugas mereka cuma ibadah, mereka sholat tahajud dan termasuk mereka fakir yang bener-bener fakir butuh bantuan kita bantu termasuk membayarkan kontrakan. Sehingga yayasan juga menyedikan seperti di depan ini ada rumah singgah, rumah 3. Apa saja kegiatan yang diberikan oleh Yayasan Khazanah kebajikan untuk tunanaetra? 4. Apa tujuan diadakannya kegiatan tunanetra di Yayasan Khazanah Kebajikan? singgah yang ber-ac, kita harus istimewakan. Sebetulnya kita hanya menyediakan rumah singgah, belum kita menyediakan secara yang asrama tunanetra yang ada asrama rumah yatim tapi kalo untuk tunanetra kita hanya memberikan fasilitas. Rumah singgah tuh maksudnya mereka dari rumahnya dari kontrakannya istirahatnya disini yang putri ada yang putra ada yang laki-laki ada yang perempuan ada. Dari mereka itu tahajjut, karena mereka itu dateng magrib ya mereka punya kegiatan seperti sholat 5 waktu, sholat tahajud istirahatnya juga disini sholat tahajud sampe subuh di sini juga ada ceramahnya seperti itu, baru kita kasih santunan setiap hari. Karena mereka sudah mereka miskin ga bisa liat itu kenapa kita ngebantunya itu bukan sekedar membantu mereka memberikan santunan saja setiap pagi dan memberikan pendidikan kepada mereka termasuk membantu anak-anaknya mereka kami sekolahkan disini, tinggal disini kita bantu biayanya manfaat dari kita untuk tunanetra. Ya tujuannyakan begini untuk mengangkat harkat drajat martabat anak yatim fakir miskin termasuk tunanetra. Karena kenapa, banyak orang yang tidak pernah memikirkan fakir miskin, banyak orang yang tidak terpanggil bagaimana ya cara membantu orang fakir miskin itu. Sehingga yayasan khazanah kebajikan ini tergerak untuk membantu mereka, karena satu keyakinan yayasan khazanah kebajikan bahwa setiap kita membantu orang lain itu adalah perasaan aja kita membantu orng lain padahal kita itu membantu diri kita sendiri. Makanya dengan adanya kegiatan untuk tunanetra ini banyak sekali hikmah dibalik itu seperti kita banyak donatur-donatur yang luar biasa. Itu siapa yang menghadirkan kalo bukan Allah dan itu juga sebetulnya berlaku juga untuk kita, itukan dalam surat Al-Isra surat 17 ayat 7 itu (dibaca 5. Bagaimana Yayasan Khazanah Kebajikan mengembangkan Resiliensi (ketahanan) tunanetra di masyarakat? 6. Bagaimana pengembangan diri diberikan oleh Yayasan Khazanah Kebajikan untuk tunanetra? 7. Bagaimana Yayasan Khazanah Kebajikan berperan dalam memberikan dorongan/motivasi kepada tunanetra untuk mampu bertahan di masyarakat? dan diartikan). Jika kamu berbuat baik maka kebaikan itu kembali kepada dirimu dan jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu akan kembali pada dirimu sendiri. Nah artinya apa drajat orang itukan tergantung perbuatannya apabila dia banyak melakukan sesuatu yang baik maka dia mendapat sesuatu kebaikankebaikan yang baik, tapi ketika satu orang itu melakukan kejahatan, liat aja kejahatan itu. Satu kunci prinsip hidup yang tidak bisa dikalahkan adalah orang baik, kalo orang jahat bisa dikalahkan dengan Allah datangkan lagi orang yang lebih jahat. Nah makanya konsep ini kita membuat itu kita selalu memikirkan bagaimana kita selalu berbuat yang baik untuk tunanetra untuk anak yatim untuk fakir miskin untuk siapa saja termasuk ada satu disini anak yng sampe sekarang gak tau dimana orang tuanya. Sebetulnya untuk membangun ketahanan mereka itu yayasan bertanggung jawab penuh ya dalam hal seperti kalo mereka itu ada kesulitan ada kesusahan mereka dibantu. Mengembangkan dirinya gini disini kan ada pendidikan spiritual, tunanetra itu ada yang bisa berdakwah mereka berceramah mengajak orang lain, termasuk ini salah satu contoh tunanetra itu boleh difoto namanya Pak Sapto ia memiliki kemampuan bermain komputer. Ada kegiatannya selain mereka itu tahajud mereka juga ada semacam gini, kan tunanetra itukan membaca dengan huruf apa namanya ya itu. Ada donatur yang memberikan alatnya dan ada juga yang mengajarkannya. Seperti begini kita kasih dorongan ke mereka, motivasi ke mereka, kenapa karena tunanetra-tunanetra yang tidak punya kemampuan sama sekali apa yang mereka lakukan, jadi pengemiskan mungkin jadi pengemis atau mereka belajar mijit-mijit, nah disinilah kita itu untuk mereka datang kesini mereka ga usah kerja apa-apa kecuali profesional 8. kan seperti inikan terhormat mereka bekerja di depan komputer mereka duduk mereka bekerja seperti orang biasa. Bagi mereka yang tidak memilki kemampaun sama sekali yaudah mereka sholat aja ikuti kegiatan yang kita buat disini termsuk sholat 5 waktunya, tahajudnya pengajiannya yang pentingkan dia ikut, kalian ikut kami akan beri makan kalian datang kebutuhan apapun kalian silahkan datang nanti kami liat insyaallah kami akan bantu dan yang luar biasanya sekali donaturnya itu berdatangan dan salah satu donatur tunanetra itu mau tau siapa pak Hadi Purnomo. Dan memang pak Hadi Purnomo itu pencinta anak yatim, fakir miskin dan tunanetra. Apa harapan Yayasan Khazanah Jadi kalo harapannya itu ya biar mereka Kebajikan terhadap dilaksanakan itu tunanetra bisa mengembangkan diri kegiatan tersebut? mereka, pengembangan luar biasa kita melihat tunanetra itu luar biasa, dan bukan dia sendiri banyak ada yang jago bisa qori ada yang bisa imam ada yang bisa ngetik, ngetik mesin tik itu mereka jago untuk kecepatan aja kita kalah. Jadi luar biasa buat pengembangannya memang. Yang jelas salurkan kaya gini kan dia punya kemampuan. Lampiran IV TRANSKIP WAWANCARA Hari, Tanggal Wawancara : Rabu, 22 April 2015 Waktu Wawancara : 12:30 WIB Tempat Wawancara : Rumah Bapak Edi, Bukit Cireunde Nama Informan : Edi Maryadi No Pertanyaan Jawaban 1. Sejak kapan Bapak mengalami Kalo ini tuh sejak dari 2001 ya tapi itu ga ketunanetraan dan apa langsung. Awalnya saya sempet berobat penyebabnya? lama ya, bulak balik ke rumah sakit itu ke rumah sakit mata kurang lebih total 9 bulan ya apa. 2. Menurut dokter, apa penyakit Kalau secara kedokteran bilangnya ada Bapak tersebut? kekurangan di mata intinya kalo bahasa indonesia, iya ada kekurangan di mata kaya semacam aquariumkan semakin lama semakin kotor-kotor. Dikasih obat tetes mata bisa hilang tapi nanti keserang lagi, jadi belum tuntaskan, kan jadi yang itu nambah lagi semakin lama semakin gelap. Ya itu tapi emang itu kekebalan tubuh saya kurang di mata. Dioprasi juga ga bisa karena memang ini bukan penyakit seperti katarak atau kaya apa. Kalo sekarang sih yaudah merah aja udah. 3. Bagaimana riwayat Tapi ga tau ya waktu dulu tapi dulu banget ketunanetraan dalam keluarga, ya, paman saya waktu kecil pernah sakit apakah memang sebelumnya itu juga tapi itu juga waktu saya belum ada anggota keluarga Bapak lahir. yang mengalami hal seperti ini? 4. Hal apa yang membuat Bapak Dalam artian pertamanya tetaplah setiap bertahan dan menerima diri orang pasti ngerasa saya gimana ya Allah dengan keadaan yang ada? tapi alhamdulillah seiring berjalannya waktu apa, kaya saya ikhlas dengan kondisi sekarang, ya saya melihat diatas kekurangan itu dikasih kelebihan saya perhatin ini gitu. Kita dikasih kekurangan pasti dikasih kelebihan, ya dikasih kelebihan yang apa gitu. Terus dulu juga saya dapetin motivasi banyak juga yang beri bantuan banyak bantuan dalam artian kaya misalnya macam beberapa temen saya gitukan, tapi waktu itu ada yang 5. Bagaimna cara Bapak menyesuaikan diri dengan kondisi saat ini di masyarakat? 6. Bagaimana keseharian Bapak dalam bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan? 7. Bagaimana Bapak bertahan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari? 8. Berapakah penghasilan yang diperoleh dari hasil berjualan dan apakah Bapak memiliki pelanggan tetap? biayain saya berobat biayain hidup saya juga soalnya waktu itu saya ga bisa kerjakan. Sama, ya.. istilahnya mungkin itu secara ga langsung dukungan itu juga ada tapi yang pasti banyak yang memotivasi bisa sembuh lagi yang sabar yang lain entah apa gitukan setahu saya gitukan. Itu juga yang buat saya berfikir yaudah harus kembali lagi nih ga boleh begini terus gitu. Dulu awalnya emang gitu saya lama juga pertama ga bisa beraktifitas seperti biasa. Ya karena apa ya kebanyakan rasa mindernya itu waktu itu. Tapi seiring berjalannya waktu aja lama-lama terbiasa bisa nyesuain diri tanpa saya sadari gitukan. Udah biasa gitu jalan, ngapangapin gitu. Udah ga kaya dulu lagilah udah bisa nyesuain karena udah biasa kali ya. Kalo di lingkungan sini saya ga terlalu banyak keluar rumah, jadi ya kalo ini aja ada undangan apa ya saya dateng tapi. Kalo kawinan saya dateng. Kalo sekarang saya ga terlalu banyak keluar ya istilahnya gak terlalu banyak nongkrong-nongkrong atau apa tapi paling di yayasan aja kalo sama temen-temen tunanetra saya sering ngobrol-ngobrol lah. Saya kan jualan kerupuk setiap harinya. Keliling ke depan sana, kadang saya mangkal ajah di TK Amanah yang bukit itu ya itu saya mangkal ajah di depan. Karena udah terbiasa bulak balik jadi hafal, saya harus belok kiri saya harus belok kanan yaudah, terus habis ini ada polisi tidur udah tau. Emang tunanetra gitu butuh hafalan kalau dia menemukan sesuatu yang baru dia harus belajar lagi. Dagang ini ya ga tentu sih, ya ga begitu banyak kisarannya ya egak bisa ditaksir berapa kalo lagi banyak ya banyak kalo lagi dikit ya dikit egak bisa ditaksir berapanya. Omset sih satu juta ada mungkin ya, (mikir) soalnya saya egak pernah ngitungin itu berapa ininya. Kerupuknya itu ada yang saya jual 7 ribu ada yang isi 10 saya jual 14 ribu kalo 9. Bagaimana cara Bapak dapat membedakan nominal uang yang ada? 10. Mengapa bekerja kerupuk? Bapak sebagai memilih penjual 11. Apa suka duka yang Bapak rasakan selama menjalani kehidupan? 12. Apakah Bapak mempunyai pengalaman yang membuat diri menjadi putus asa dengan keadaan? sayakan dan beda-bedakan ada yang ambil langsung kalo sayakan ambil dari orang lagi. Dan ada juga temen-temen saya yang ambil dari pabrik, nah itu lebih murah biasanya. Kalo saya ya untungnya sekitar 2 ribuan perbungkus kalo itu. kalo istilah untuk pelangan tetapnya sih egak sih ya tapi ada ajalah yang beli setiap harinya. Kalo itu ya dari pengalaman kita aja, kita egak pernah belajar, kalo egak tau itu kita nanya aja sama yang beli berapa uangnya gitu aja. Jadi egak ada belajar dulu, kita percaya aja sama yang beli. Sebenernya tuh ya dalam artian pertama apa ya, dalam artian kerja lebih sedikit lagi ya matanya udah sakit jadi kerja yang bisa aja. Semenjak waktu itu ini sih mata saya egak lihat itu belum pernah istilahnya cari kerja lagi belum pernah. Terus kalo tunanetrakan sempit ya dalam arti ya beberapa item aja kerjaannya selama ini kalo gak jadi tukang pijit, jadi operator atau marketing itu marketingnya lewat telphon. Tapi mereka lebih sempitkan ya kesempatannya juga terbatas ya, kan kaya tenaga kerja di suatu perusahaan belum tentu ini kan mau nerima. Ga terlalu ini sih sama aja sebenernya paling suka duka ya itu kadang kalo saya jalan nih ya berapa kali nabrak istilahnya ga ada ini gitu-gitu aja. Kalau saya pernah denger dari beberapa orang hampir semuanya pasti memang kaya gitu tapi persentasinya hanya berapa persen. Mungkin karena saya itu gak terlau apa, mungkin saya bilang tadi perlahan lahan gak langsung gitu jadi saya gak terlalu kagetlah, tapi ada juga temen yang saya kenal ya ada semacam banyak hal-hal ginilah ya banyak kecewanya gak ini apa istilahnya kecewa berat misalnya ada yang marah-marah. Istilahnya sampai dia melukai diri sendiri membenturkan kepala ke tembok, banyak yang kaya gitu. Awalnya memang iya awalnya, pertama dalam artian kita bisa melihatkan pasti ada suatu apa ya merasa gak menyangka juga ada suatu hal, malukan gitukan istilahnya keluar rumah gak terlalu kaya gini, istilahnya gak terlau berani gitu, masalahnya kita kan takut kecebur got atau apa gitukan. Jadi masih ada semacam apa ya ada sesuatu inilah satu kekurangan. Saya juga waktu itu pas awal pertama itu saya masih belum itu, menyangkal juga kalau saya jadi orang buta itu, egak saya gak buta. Saya waktu itu juga coba berobat lama-lama akhirnya ya sekarang sih udah seperti biasa aja kaya gitu, ga terlalu menggangu istilahnya kaya gitu. Terus tanpa saya sadari saya ketemu komunitas tunanetra waktu itukan, saya awalnya saya hidup sendiri lalu saya dapat informasi dari temen saya ada tempat belajar untuk tunanetra saya masuk semacam asrama pertama kali, ya saya pernah di Raudatull Mahfud dulu di depan Pasca Sarjana UIN sekarang udah pindah jauh sih deket Serpong, saya tahun 2002 masuk dan 2005 keluar dari sana bukan keluar sih tapi harus pindah. Disana kaya rumah biasa aja itu juga gak banyak waktu itu saya paling banyak 15 orang paling banyak pernah, tapi itukan waktu terakhir-terakhir saya udah sekitar 7 orang 8 orang. Jadi sih sekarang udah gak ngerasa putus asa atau gimana ya saya jalanin aja, kan semuanya ya emang awalnya aja itukan begitu ngerasanya. 13. Sejak kapan dan bagaimana Awalnya dari tahun 2008. Awalnya awal mulanya Bapak dapat sebenernya saya waktu itu ga sengaja ya, bergabung dengan Yayasan awalnya sayakan nikahnya masih barukan Khazanah Kebajikan? 2008 itu baru nikah, terus waktu itu tinggal di Pondok Kopi saya itu coba cari tempat usaha sama istri, istrikan buat usahakan buka warung entah itu warung makan atau apakan. Nah pertama cari tempat yang strategis itukan, yang kedua deket sekolahan gitukan, waktu itu saya coba tanya temen-temen saya, semua temen-temen yang saya kenal gitukan, ada yang ngeliat sama yang gak ngeliat siapa aja. Karena waktu itu kondisinya saya harus keluar dari Pondok Kopi itu karena disanakan semacam kos-kosan gitukan, bukan untuk orang yang berkeluarga, 14. Apa saja kegiatan yang Bapak ikuti di Yayasan Khazanah Kebajikan? 15. Apakah ada kegiatan/program lain yang di berikan oleh YKK selain kegiatan keagamaannya? 16. Bagaimana antusias Bapak dalam mengikuti kegiatan di YKK? 17. Apa manfaat yang dirasakan dengan mengikuti kegiatan di Yayasan Khazanah Kebajikan? disana saya juga cuma dikasih kebijakan aja sampe dapet kontrakan disana. Akhirnya pas sekarang saya ini udah temen saya yang tunanetra juga katanya coba aja cari di daerah sini nih di bukit, kan ada sekolah atau tempat kalo kita ngaji-ngaji, tunanetra ngaji-ngaji, saya pikir yaudah saya coba ngeliatin gitukan, wah bagus buat dagang gitu kan. Akhirnya.. tapi waktu itu saya gak langsung disini tapi masih satu RT ya, akhirnya dapet kontrakan yaudah setuju disini, gitu aja awalnya. Ya awalnya gitu aja sih dalam artian untuk mencari tempat usaha tapi memang pada saat itu karena jalan dari Allah jugakan dulu karenakan emang saya kepengen juga bisa ngaji gitukan, ketemu juga sama komunitas tunanetra, ya itu jadinya secara ga sengaja. Secara ininya tuntutan untuk dapet tempat baru tapi lebih ininya buat dagang dan kebeneran disini ada tempat dagang alhamdulillah bisa sekaligus ada ngaji. Iya itu kegiatannya spiritual aja ya. Kan kalo disana kegiatannya lebih banyak orang apa ya, istilahnya lebih banyak malam harikan tahajudan gitukan. Waktu itu kan taukan mba pernah taukan jam segitu kegiatannya waktunya. Program apa kalo kesehatannya kan YKK punya klinik kalau tunanetra bebas biaya. Sekarang ini kita dibuatin kartu bpjs, bpjs yang itu loh yang iuran, yang perbulan. Terus ada istilahnya kalau kita dateng kegiatan itu kita dapet uang transport juga. Ya seneng seneng aja, istilahnya pertama ibadah kedua seperti kaya semua tementemen sesama itu, ini apa seperti masuk komunitas aja jadi seneng-seneng aja, kaya ketemu temen segeng kan seneng. Ga tau saya gak enak ngomongnya (nada merendah) mungkin iya kali ya insyaallah lebih baik ya. Lampiran V PEDOMAN WAWANCARA Hari, Tanggal Wawancara : Kamis, 23 April 2015 Waktu Wawancara : 07:00 WIB Tempat Wawancara : Rumah Tafiz Pondok Cabe III Nama Informan : Setu Salim No Pertanyaan Jawaban 1. Sejak kapan Bapak mengalami Kalo ini dari umur 5 tahun, katanya sih ketunanetraan dan apa kecelakaan dulu gara-gara kecolok penyebabnya? anyam-anyaman bambu. Masih kecil sih ya jadi gak begitu inget gitu. Tapi bertahap gak langsung buta total itu egak, sedikit berkurang sedikit berkurang lama-lama udah total. Sempet berusaha juga berobat kemana-mana, waktu itu masih terkenalnya dokter iyat di Jogja dulu tapi gak sempet kesana ya namanya orang kampung kan. Ga bisa sembuh karena ga apa ga ke dokter. 2. Hal apa yang membuat Bapak Kesadaran dari diri kita sendiri tetep bertahan dan menerima diri memotivasi diri, dari diri sendiri dari dengan keadaan yang ada? iman kita, Allah sudah menakdirkan, kalo kita ngeluh terus berarti kita gak mau menerima pemberian Allah, masa kita masih minder terus. 3. Bagaimana cara Bapak Karena udah dari kecil dan gak langsung menyesuaikan diri di jugakan ya kita sesuaiinnya dikit-dikit. masyarakat? Kalo jalan misalnya pake perasaan, pake insting perasaan karena udah terbiasa. Sekarang mah udah biasa kalo kerja juga naik angkot, nanti turun di Lebak Bulus dari Lebak Bulus naek P20 turun di Mampang. 4. Bagaimana keseharian Bapak Kalo sekarang sih ya kita interaksi udah dalam bersosialisasi dan canggih udah pake hp kalo mau berinteraksi dengan lingkungan? komunikasi dengan yang lainnya. Sekarang ada hp juga bisa ngomong, ada jam yang ngomong juga. Kalo untuk tetangga disini sih pada baik-baik semua ya. Jadi egak kesulitan sama sekali alhamdulillah. 5. Keahlian apa yang Bapak miliki Dulu kalo tunanetra itu ikut pendidikan dan bagaimana mengembangkannya? 6. 7. 8. 9. Bapak non formal, keterampilan gitu. pendidikan tunanetranya macem-macem pendidikan tunanetranya itu ada keterampilan bikin anyam-anyaman, belajar pijat. Setiap daerah ada kayanya kalau disini di Bekasi ada. Dulu saya ikut di Pemalang belajar pijat. Sekarang kerjanya jadi tukang pijat. Disini juga setiap senin pagi ada kegiatan belajar Al-Quran braille. Itu juga saya sendiri yang ngajar, ada tiga orang yang ngajar, saya sama dua temen saya ada. Jamaahnya dari luar banyak ada sekitar 25-30 orang. Kalo malem jumat kita juga yasinan bareng disini. Bagaimana Bapak bertahan Ya dengan saya kerja di panti pijat dalam memenuhi kebutuhan tunanetra di Mampang. Disana ada 20 sehari-hari? orang tunanetra yang mijit disana. Dulu sih udah pernah nyoba 3x daftar tes guru yang terakhir keterima tapi karena waktunya kurang tepat jadi saya ga tau jadi terlambatlah. Pas saya kesana udah terlambat, udah diterima tapi saya kesananya terlambat jadi gak bisalah. Sekarang sih susah ya cari kerja buat tunanetra emang karena kesempatan ya terbatas lapangan juga sempit, ya tunanetra itu namanya juga kaya gimana sempit ya, kesempatan juga terbatas jelas. Berapa penghasilan yang Bapak Penghasilan ga tetap ya, kira-kira 2,5 peroleh dari pekerjaan Bapak nyampelah perbulan kira-kira. 2,5 lah iya saat ini? kira-kira. Ga mesti juga kadang tetap kadang egak. Kalo lagi rame banyak kalo sepi ya dikit. Kan pelanggannya ga tetap juga ya. Apakah Bapak mempunyai Dulu iya pernah ngerasa kaya gitu tapi pengalaman yang membuat diri sekarang egak, waktu dulu masih kuliah, menjadi putus asa dengan kan itu di SPGI malu temen-temen kalo keadaan? pulang kuliah kan pada bawa motor saya pulang bawa tongkat. Temennya orang awas semua masalahnya, saya doang yang tunanetra jadi ngerasa minder, malu gitu. Apa suka duka yang Bapak Dukanya ya kalo nyasar aja sih kan rasakan selama menjalani susah, kalo orang awas nanya masih ini kehidupan? ya tapi kalo kita tunanetra nanya juga susah ya ga terlalu gimana gitu ga tau 10. Sejak kapan Bapak mengikuti kegiatan di YKK? 11. Apa saja kegiatan yang diikuti di Yayasan Khazanah Kebajikan? 12. Apa ada program lain yang YKK berikan? 13. Apa manfaat yang dirasakan dengan mengikuti kegiatan di Yayasan Khazanah Kebajikan? juga. Tapi sekarang udah banyak sukanya yaudah enak aja alhamdulillah. Dari tahun berapa ya udah lama banget sih kalo ikut ngaji-ngaji gitu. Kalo ikut pengajian sih udah dari 1997 sampe sekarang, iya sejak merantau kesini udah ikut-ikut pengajiankan dimana aja. Tapikan YKK mulainya 2007 baru buka ya kita ikut tuh tapi sebelumnya ngaji dimana aja sama orang-orang liat. Tau YKK juga dikasih tau dari tementemenkan pertama kali ada temen juga yang ikut ngaji disini, ngasih info disini ada pengajian ya kita coba-coba. Dulu kita ngajinya kemana aja ke Kreo kemana tapikan dulu cuma seminggu sekali, terus jadi setiap harinya cuma ke panti pijat tapi sekarang kalo di YKK kan setiap pagi setiap hari ya. Iya kalo di YKK kita sholat tahajud, terus kalo disana mengkaji Al-Quran tapi kalo disini belajar cara membacanya dengan baik. Di sana ya, oh itu juga dari yayasan minta ke temen-temen untuk mengumpulkan apa foto copy KTP untuk dibuat apa itu jjs itu apa itu ya oh iya bpjs, ya itu buat kesehatannya, kesejahteraan ya itu. Ada kesejahteraannya juga ada kalo pulang dikasih transport, dikasih sarapan kesejahteraannya gitu-gitu didaftarkan sebagai anggota bpjs, bpjs itu yang bayarin dari sana juga. Ya beda sebelumnya kita di YKK gak tau Al-Quran setelah di YKK kita tau AlQuran. Ya sebenernya tau tapi sedikitsedikit ga seperti kaya sekarang. Tau isiisi kandungan Al-Quran dulukan tau tapi ga kaya sekarang tiap hari dengerin kajian Al-Quran. Lampiran VI TRANSKIP WAWANCARA Hari, Tanggal Wawancara : Selasa, 19 Mei 2015 Waktu Wawancara : 09:00 WIB Tempat Wawancara : Rumah Ibu Astuti, Pondok Cabe III Nama Informan : Astuti No 1. 2. Pertanyaan Sejak kapan Ibu mengalami ketunanetraan dan apa penyebabnya? Jawaban Itu kata orang tua sakit panas, tapi saya sempet liat sampe kelas 6 SD tuh yang satu masih bisa liat, ga semua sebagian masih bisa liat tapi lama-lama total. Pelan-pelan lama-lama total. Dulu udah berobat tapi orang dulukan gak begitu, rumah sakit juga masih jauh, terus masih percaya kadang-kadang sama dukundukun jawa gitu ya. Egak kaya sekarang, kan zamannya serba ada. Mungkin kalo sekarang dibawa kedokter masih bisa sembuh, kan dulu masih bisa liat. Sekarang bener-bener total cuma bisa ngeliat bayangan dikit sekali, kalo misalnya kita lagi jalan ada benda yang gede sekali kaya mobil itu tahu, tapi kalo benda yang kecil ga tahu, kalo orang tahu di depan ada orang tapi ga tahu itu siapa. Tapi kalo sinar lampu udah ga liat. Bagimana perasaan Ibu saat Ya takut.. begitu ini mata tuh sakit mata pertama kali mengetahui kondisi pegel, keluar air mata banyak sekali eh ini? Apakah sedih atau kecewa? pas bangun tidur udah gak bisa liat. Ga tau ini siang atau malem, mau turun tuh gak berani takut, sampe berapa hari, jendela mau dibuka ga berani. Mau jalan aja takut. Eh lama-lama apa seminggu apa lima hari turun akhirnya biasa udah. Emang sempet takut kayanya gelap gitu. Ya iya karena gak lihat sulit banget, gimana sih namanya orang takut mau jalan ya gimana. Tapi sekarang udah biasa dan akhirnya tau, karena awalnya gelap sekali karena biasanya terang kali ya pas gelap jadi kaget. Tapi Waktu itu waktu masih kecilnya 3. Hal apa yang membuat Ibu bertahan dan menerima diri dengan keadaan yang ada? 4. Bagaimana menyesuaikan masyarakat? 5. Bagaimana keseharian Ibu dalam bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan? 6. Bagaimana Ibu bertahan dalam memenuhi kebutuhan seharihari? cara diri Ibu di malah, temen kok masih bisa liat tapi kok ga kaya mereka-mereka tapi ga begitu takut masih biasa-biasa aja. Karena masih kecil juga kali ya jadi ga ngerasa ini. kalo udah gede mungkin gitu ya. Itu ya orang tua semua kasih dukungan gitu, pada bilang ga apa-apa kok apalagi om saya kan itu ya paling itu ya om saya dan lagi seneng di asrama banyak temenya gitu loh. Dulu kan pas sekolah takut minder atau gimana tapi ternyata banyak temen-temen yang lebih dewasadewasa gimana, lagi juga di sekolah kan setiap minggu sekali ada latihan musik ada gamelan, nah disitu senengnya ngerasa terhibur disitu. Jadi disitu saya udah mulai bisa biasa gitu udah nerima sama kondisi. Kalo sekarang sih udah biasa udah bisa nyesuaiin juga ga kaya dulu yang takut, udah bisa ngapa-ngapain sendiri, sekarang kalo pergi juga naik angkot sendiri udah biasa gitu. Tapi harus pake tongkat, kalo ga pake tongkat kesalahan nanti kita salah ga ada tandanya sih. Kalo ada tongkatnya kan ada tanda. Tapi kadang itu motor ya kita udah di pinggir masih diklaksonnya, kan bikin kita mau jatoh atau gimana gitu. Ngurus rumah juga sendiri bisa iya kalo masak ya sendiri, bersih-bersih juga, nyuci semuanya deh ya namanya ibu-ibu kan begitu kerjaannya. Kalo saya suka ngobrol juga sama orangorang sini, karena tetangga-tetangga sini sangat peduli sekali sama tunanetra. Di yayasan juga tadinya saya disini ga kenal siapa-siapa pas ikut di yayasan jadi saling kenal. Tapi ya namanya tunanetra ya gak liat kalo kita ga ditegor dulu kita ga tau. Kalo ga negor disangkanya kita gimana gitu. Kalo dulukan suka mijit tapi sekarang sepi mba mijitnya sekarang banyak sih orang liat yang mijit pada keliling jadi kita kesaing sama yang ngeliat. Ini udah bisa jualan kerupuk udh alhamdullillah ini udah ada jalan lain. Kalo sekarang sih 7. Bagaimana sistem kerupuk disini? penjualan 8. Berapa penghasilan yang Ibu peroleh dari membuka agen kerupuk? 9. Apa Ibu pernah mencoba untuk saya jual kerupuk. Tapi ini juga baru sih ya, kira-kira berapa bulan ya, baru beberapa bulan belum lama 5 bulan apa 6 bulan. Awalnya ini juga tau dari temen-temen aja tadinyakan kita sebelum agen ambil juga dari tementemen terus gimana ya, kan ngambilnya juga jauh butuh transport, terus disini juga banyak temen-temen kita yang mau ambil. Awalnya tapi sedikit kita tambahin lagi. Ya paling kita ambil 40 bungkus paling banyak kalo kerupuk dateng 2 hari langsung abis ini aja udah 3 hari kosong mba soalnya ga ada modalnya buat beli lagi. Gini pesen dulu kepabrik berapa bungkus nanti dikirim kesini dianter kesini. Trus aku rapihin disini kitakan banyak tementemen disini siapa yang mau ngambil kerupukku tak telphon siapa yang mau kerupuk pada jalan kesini ngambil. Ini pas kerupuknya lagi abis besok kali dateng. Ya karena masih baru ya masih belum ini masih dikit. Modalnya juga masih sedikit, paling dapetnya belum sampe satu juta perbulanlah. Soalnya kita juga modalnya masih sedikit ya kalo modalnya lumayan ya mungkin ini. Tergantung kita yang ini, bilang cukup ya kurang kalo kita pikir, bapaknya kan kerja di Santa makanya ada tambahan. Sebetulnya kerupuknya yang lebih lumayan. Kalo kita ada modal ada double 2x lipat ya mending ya itu mungkin ga sampe kosong. Gini kalo orang-orang pada ngambil tapi belum pada bayar, kita ga bisa beli lagi. Temen-temen kita pada ngambil terus belum bayar, bayarnya kalo dia sudah pada abis kerupuknya. Jadi kita pesennya kalo uang udah pada kumpul kita pesen. Harusnya sih ngambil langsung bayar pengennya begitu tapi ya kayanya dianya juga belum ada ya jadinya gimana ya kayanya dia juga belum ada jadi saling bantu aku butuh dia juga butuh. Udah dulu pernah daftar tapi orang tau melamar pekerjaan sebagai seorang guru sesuai dengan pendidikan yang Ibu tempuh sebelumnya? 10. Apa suka duka yang Ibu rasakan selama menjalani kehidupan? 11. Keahlian apa yang Ibu miliki dan bagaimana mengembangkannya? 12. Sejak kapan Ibu kegiatan di YKK? mengikuti saya dulu yang ga boleh. Kan tunanetra kan dulu kerjanya jauh-jauh ya, dulu saya terlalu nurut sama orang tua. Sekarang jadi nyesel tapi nyesel ga ada gunanya. Padahal dulu udah dijemput padahal tapi orang tua ga boleh, katanya perempuan takut namanya dulukan lain dari sekarang. Sekarag mah tinggal telphon enak. Dulu diterima udah di Jawa Tengah tapi namanya orang tua ga boleh, tapi skarang jadi nyesel kenapa nurut ya mikir lagi. Kadang ada orang baik ada orang yang jahat tapi aku biasa aja masa bodo saya ga apa-apa. Kita ga bales ada yang jahat kita biasa aja. Pernah waktu saya di Klender disini, tetangga sebelah ada jalan kita dikasih apa mungkin dia ga seneng kita disitu, dikasih air sabun biar kita kepleset tapi saya ga marah biar aja. Paling gitu aja Ya Allah. Saya dirumah ini baik-baik semua, dulu di rumah sana dikasih kotoran orang ya kita namanya kita ga liat ya bau apa ini ga tau. Tapi saya tau orangnya tapi saya diem aja ga saya ladenin. Cuma doa aja dalam hati ya Allah semoga orangnya sadar. Saya mah kalo diapain diem aja biar aja kita mah ga ini biar aja dibales orang lain. Tapi sukanya lebih banyak kalo ngumpul sama orang-orang tunanetra tuh enak humornya tinggi-tinggi, suka ngebanyol gitu, bercanda jadi betah gitu ngerasa senengnya disitu. Itu dulu dapet pelatihan mijit ya, tapi saya juga bisa maen gitar sedikit-sedikit, dulu saya hobinya nyanyi waktu masih sekolah. Tapi skarang udah ga pernah dulu kalo ada anak saya suka gitaran ayo ma nyanyi ma, sebelum nikah juga suka ikut rombongan band orkes keliling kemana-kemana setelah punya suami ga boleh. Tahun berapa ya, piro ya mas (berteriak bertanya kepada Bapak Setu). Itu awal pertama kali nikah tahun 1997. Kalo saya dulu kan nikah pertama suaminya orang liat terus pisahkan karena apa itu karena 13. kegiatan/program yang berikan oleh YKK? di 14. Bagaimana antusias Ibu dalam mengikuti kegiatan di YKK? 15. Apa manfaat yang dirasakan dengan mengikuti kegiatan di Yayasan Khazanah Kebajikan? berlainan agama gitu. Terus saya ke Jakarta kerja mijit tuh di Santa kan banyak tuh, terus ketemu bapaknya terus nikah sama bapaknya. Ya sudah nikah terus aku ga boleh kerja suruh di rumah aja, jadikan mijitkan kalo di santa itu, ya disuruh di rumah sampe sekarang ini. ya terus aku cari kesibukan jual kerupuk terus ikut kegiatan di YKK juga. Soalnya agak jenuh jadinya. Oh itu sholat tahajud, sholat malem, kuliah subuh itu doang pengajian pagi. Malem sabtu malem minggu tuh dari jam 12 sampe pagi sampe selesai. Ya namanya kita usia udah cukup tua ya kita cari pahala apalagi kalo mau sholat sendiri kan males ya tapi kalo disana rasanya semangat ada temen kan barengbareng. Malah kaya seneng gitu kalo malem bisa tahajud, kalo ga berangkat juga udah biasa bangun jadi bangun. Sekarang mah udah ini sholat terus. Perbedaannya kita jadi tadinya mau marah jadi egak, tambah sabar tambah semuanya mba. Banyak perubahan gitu. Ada kajian kita sering denger ayat-ayat Al-Quran. Tapi ini sekarang udah jarang sih soalnya semenjak kaki saya abis kecelakan ini kena jari-jari motor dulu jadi buat duduk lama sakit, pake sendal juga ga enak. Harusnya kan dulu kepatah tulang kali ya ini, tapi ke rumah sakit fatmawati udah dioprasi tapi ga masuk ini tulangnya tapi alhamdulillah masih bisa jalan dulu mah ga bisa jalan. Lampiran VII TRANSKIP WAWANCARA Hari, Tanggal Wawancara : Sabtu, 20 Juni 2015 Waktu Wawancara : 11:00 WIB Tempat Wawancara : Rumah Tafiz, Pondok cabe III Nama Informan : Sudrajat 1. 2. 3. Sejak kapan Bapak mengalami ini bawaan lahir ya, iya waktu total tuh ketunanetraan dan apa sedikit-sedikit, kita lihat lampu tuh penyebabnya? kayanya kecil tuh lama-lama kecil kecil kecil terus hilang sama sekali benerbener. Tapi itu gak langsung total gitu egak. Itu pas umur 20 tahunan sekitar 23 tuh udah mulai berkurang, waktu umur 10 tahun tuh masih masih bisa lihat. Bagaimana perasaan Bapak saat Kaget ya kaget aja loh kok bisa begini, pertama kali mengetahui kondisi artinya bisa total kenapa ya nanya dalem ketunanetraan ini? hati sendiri gitu, kok kaya gini yang tadinya bisa ngeliat lampu liat langit bisa masih, bintang itu kita masih liat sekarang udah sama sekali total, warna bisa bedain pink, merah, abu-abu, item kalo sekarang udah sama sekali udah total kalo sekarang, lampu aja lampu mati atau hidup itu ga tau. Dulu waktu masih liat sih dulu pas mati lampu biasa gitu kanget, aduh mati lampu sekarang sih udah bener-bener ga tau. Jadi antara siang dan malem tuh biasa aja yang terasa kalo siang panas kalo malem adem ya gitu aja terasanya. Karena emang pelan-pelan kan ga langsung total jadi ga kaget banget gitu. Tapi ya tadinya kita masih bisa lihat ya kaya cahaya lampu, langit masih kita lhiat, bintang-bintang juga keliatan sekarang udah gelap udah item aja ya gitu. Hal apa yang membuat Bapak Biasanya tunanetra yang stres gitu ga bertahan dan menerima diri nerima itu mendadak dia, pas udah dengan keadaan yang ada? berkeluarga udah dewasa karena kecelakaan atau apa. Tapi kalo saya karena bawaan lahir jadi egak biasa aja. Udah ga kaget lah tapi yang baru-baru 4. Bagaimana menyesuaikan masyarakat? cara Bapak diri di 5. Bagaimana keseharian Bapak dalam bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan? 6. Bagaimana Bapak bertahan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari? ada tuh temen yang pake mesin rumput tuh kena batu apa matanya jadi tunanetra jadi cacat gitu, stress dia tapi ya inilah bisa banyak menyesuaikan keadaan tapikan pertamanya stress, kalo saya emang dari lahir jadi ga ada rasa stress ya biasa lah. Ikhlas aja soalnya udah begini dikasihnya jadi kita terima. Kan emang dulu dari di asrama tuh dari sekolahan tuh udah diajarin cara-cara menyebrang di jalan raya diajarin pake tongkat, sama di sekolah kita juga ada kemah namanya pramuka tuh ada kegiatan kemah sampe malem-malam tuh ada sampe ke kuburan-kuburan tuh ada, emang dibina kaya gitu ya artinya apa ya menguji mental tunanetra tuh juga sama kaya gitu kemah juga. Pas kemah sampe nyebur-nyebur got terus apa masukmasuk lobang gitu tapi kita seneng walaupun istilahnya pada sakit tapi seneng ada kesan. Kalo biasanya nyebrang jalan minta disebrangin, kalo saya sering nyebrang sendiri insyaallah bisa tapi tergantung daerah-daerahnya kalo daerah jalur cepat gak berani kalo kaya gini daerah sini Pondok Cabe agak berani dikit berani. Yang penting kalo malem jam 1 jam 2 tuh ngeri malah kalo kaya gini ga begitu ngeri, kalo jam 1 jam 2 tuh ngeri sepi ga ada orang pada kenceng-kenceng, motor kenceng kalo kaya gini mah banyak orang. Kalo buat tau jam kita juga pake jam hp kan ada yang bunyi, jadi pake suara jadi dia bunyi dia ngomong. Sebenernya ga khusus sih tapi bisa diprogram sebenernya hpnya sama hp umum. Kalo lingkungan sini sosialisasinya bagus, ada yang suka kasih tau jalan nganter-nganterin suka apa ya suka nolong, ya pokoknya lingkungan sini sosialisasinya bagus. Dulu saya kerjanya di Pasar Jumat mijit disitu, saya kerjanya di Pasar Jumat 10 tahun, nah terus kita ceritanya ikut orang tuh terikat kita mau usaha sendirilah 7. Kemana saja Bapak menjajakan kerupuk dagangan? 8. Berapa penghasilan yang Bapak peroleh dari berjualan kerupuk? 9. Apakah ada pengalaman yang tidak menyenagkan saat Bapak istilahnya ikut orang tuh terikat ya, saya izin keluar gitu dari panti pijat saya jualan kerupuk gitu. Kemauan saya sendiri. Ya paling dari sini Pondok Cabe, Cirendeu kadang sampe Pamulang, Lebak Bulus, Karang Tengah. Kalo saya keliling jalan aja, kalo sudah hafal ya tau kalo belum hafal ya kita ini ngikutin tadi kemana itu banyak nanya gitu harus banyak nanya. Kalo berangkat Setengah 4 pulang pulang jam 7 malem jam 8. Tapi kalo kerupuk sih enteng tapi kalo karena banyak jadi berat ada yang bawa 100 kantong, tergantung bawanya kalo banyak ya berat. Kalo saya enakan keliling. Udah biasa jadi kita masukmasuk kampung masuk-masuk gang, kalo udah biasa lewat sih hafal. Pertama saya juga sih masuk-masuk gang ntar kamu gimana pulangnya ya, ya kita punya ini punya mulut kita bisa ngomong masa ga bisa pulang akhirnya nekatlah bisa. Itu kalo kita belum tau jalan ya kita nanya gitu pokonya kita sebagai tunanetra tuh harus apa ya harus banyak nanya itu aja kuncinya harus banyak nanya kalo kita ga banyak nanya yaudah gitu nyasar-nyasar, ya istilahnya tuh tunanetra apa ya harus bisa ngomong sih terus kepekaan telinga harus peka makanya kalo yang bisa nyebrang sendiri itu kan pake suara, sepi apa ada mobil apa sepi kalo yakin sepi baru nyebrang. Kalo kerupuk sih kadang-kadang tergantung sih masing-masing rezeki kalo saya sih kadang-kadang paling abis paling banyak tuh kadang 9 ya paling 10 bungkus ada juga yang 20 bungkus ada juga yang sampe 25 bungkus. Harga ada juga yang 15 ribu ada juga yang 10 tergantung jadi kalo kita misalnya harga 15 ribu kita dapet untung misalnya dari sana 13 ribu, ya kita dapet untung 2 ribu lah. Kalo jualan tuh alhamdulillah kaya orang yang bohongin tuh ga ada, eh ada juga berjualan? sih tapi ya jarang. Itu orangnya ngomong itu uangnya 15 uangnya 20 gitu aja. Ada, ada juga yang suka bohong banyak juga yang dibohongin, namanya manusia ada yang baik ada yang ada juga yang suka bohongin cuma kadang-kadag aja. Bayarnya pake duit palsu tuh pernah, pernah ada yang bayarnya 2 ribu tuh pernah juga, kerupuk misalnya harga 10 ribu misalnya, mereka cuma bayar 2 ribu pernah ada juga. Ya namanya kita dibohongin mau gimana orangnya juga udah ga ada, ya anggap ajalah kita lagi dikasih cobaan lagi diuji lagi kena apesnya. Nah susahnya kalo hujan lagi jualan, kalo ada orang yang baik mau ngasih apa berteduh gitu ya kalo ga ada ya repot, biasanya di pos-pos jaga itu biasanya ya, tapi kalo kebeneran lewat ada, kalo ga ada yaudah keujanan. 10. Apa suka duka yang Bapak Oh sering kadang kita nabrak mobil lagi rasakan selama menjalani parkir, kita ditabrak nabrak gitu kitanya. kehidupan? Iya cuma kadang-kadang motor lagi parkir tuh ada orangnya tapi orangnya ini ga ngasih tau kadang-kadang diem aja gitu, ada juga yang ngasih tau tapi ada juga yang diem, ada juga udah nabrak baru dikasih tau, maaf pak maaf awas awas, udah nabrak baru bilang awas, seharusnya kan sebelum nabrak ya tapi itu udah nabrak baru bilang awas. Seharusnya jarak kita 1 atau 2 meter udah dibilangin nah ini udah nabrak baru bilang. Nah tapi tergantung kitanya kita harus bisa memainkan tongkat, kalo kita bisa memainkan tongkatnya yang kena itu yang nyentuh duluan ya tongkatnya, jadi ini ada mobil berhenti parkir jadi ini yang nyentuh duluan tongkatnya bunyi pletak gitu ya nah berarti ada mobil di depannya, soalnya tongkatnya udah nyentuh, tapi kalo ga bisa memainkan tongkat ya badan kita nabrak duluan. Nah yang susah ini truk-truk tronton itu, trontonkan tinggi kadang-kadang tingginya se-kita ya walau kita mainin tongkat tapi tronton tetep nabrak juga ya orang truknya tinggi sih paling yang bisa 11. Apakah Bapak pernah mencoba bekerja pada sektor formal sebelumnya? 12. Keahlian apa yang Bapak miliki dan bagaimana mengembangkannya? 11. Bagaimana awal mula Bapak bergabung dengan Yayasan Khazanah Kebajikan? didektesi tuh mobil pribadi orang pendek mobilnya sih, kalo tronton kadangkadang kita maenin tongkat, tongkatnya masuk ke kolong, kalo ketabrak ngeri besi semua ya, kadang kita make kacamata, kacamatanya nabrak pecah kadang tangkainya patah. Harus ada yang nuntun harus ada perantara. Ya kaya gitu artinya tunanetra tuh masih kurang, jadi pemerintah itu apa belum ini belum apa ya menyediakan lapangan kerja untuk tunanetra. Terus sekarang usaha mijit kita juga sepi ya, karena udah banyak saingannya juga mungkin. Yang mijit sekarang juga pada beralih ke orang awas. Mungkin juga orang-orang yang suka mijit itu sukanya yang mudahkan kalo tunanetra kan susah apa kita jemput kita tuntun kalo orang awaskan telphon dateng sendiri. Akhirnya mereka milih mijit ke orang awas. Nah dengan tunanetra mijit sepi akhirnya mereka pada lari jualan kerupuk. Dulu panti pijat panti pijat tunanetra banyak dulu, sekarang udah berubah zaman sekarang kesaing sama orang-orang awas, jadi pemijatan untuk tunanetra itu berkurang tunanetra tuh pada jualan kerupuk soalnya pantipantinya sepi sekarang. Seni suara, baca Quran tuh. Dulu di asrama tuh diajarin yang pokok itu mijit tapi ada keterampilan lain kaya misalnya bikin keset bikin sarung, bikin taplak, nyulam gitu bikin-bikin kipas tuh apa namanya kipas bambu itu. Pelatihan musiknya juga ada dulu, cuma kalo kita vokal aja. Kalo masalah musik itu ga wajib kalo yang wajib itu pijit kalo yang bener-bener diwajibkan, tapi kalo misalnya latihan musik cuma itu aja ekstrakulikuler aja. Sebenernya tuh tunanetra harus bisa mijit sebenernya. Ya temen-temen sebelum saya juga banyak yang udah di yayasan, tunanetra udah ada sih jadi kita dapet informasi dari temen-temen. Kan dulu juga kerjanya di pasar jumat terus ada 13. Apa saja kegiatan yang Bapak ikuti di Yayasan Khazanah Kebajikan? 14. Apa manfaat yang dirasakan dengan mengikuti kegiatan di Yayasan Khazanah Kebajikan? informasi kalo ada pengajian buat tunanetra dari temen di sini yaudah kita ikutan juga kan. Setiap malem tuh sholat tahajud nah setiap pagi tuh pengajian tunanetra itu, terus kalo sabtu malem minggu tuh ada tahajud jam 12. Kan kalo biasa kan tahajudnya jam 3 kalo sabtu malem minggu tuh tahajudnya jam 12 terus setelah jam 12 ada pengajian, pengajiannya tuh yang umumlah bukan buat tunanetra doang tapi umum. Itu pengajiannya jam tiga setengah tiga lah kalo sabtu malem minggu, kalo hari-hari biasa tuh sholat tahajudnya jam 3 tapi pengajiannya abis subuh khusus tunanetra gitu. Kalo bantuan transport setiap hari dikasih dari yayasan kalo kita pulang tuh transport dikasih ya kadang suka dikasih sembako. Tergantung jarak jauhnya, kalo jauh di sekitar Pondok Cabe ya di sekitar pamulang, sekitar Lebak Bulus sekitar Jakarta sana. Pokoknya kalo dari Jakarta tuh 50 kalo dari sekitar sini Lebak Bulus tuh 40, sini Pamulang 40 kalo dari yayasan sini ke Pondok Cabe doang sekitar 30, tergantung jarak jauhnya. Kalo dari yayasan kesini kan deketlah ditempuh dengan jalan kaki bisa, kalo naek mobil paling 3 ribu kalo dari sini ke pamulangkan agak jauh jadi 40, nah kalo dari sini keluar ke Jakarta misalnya dari sini Bekasi, dari sini Bogor itu 50. Ya bedalah kita jadi bisa apa ya kita bisa mengerti lagi Al-Quran, bisa baca AlQuran, hafal Al-Quran juga sekarang udah biasa kaya Qori gitu ya alhamdulillah pokoknya kaya mendaptakan ilmu banyak. HASIL DOKUMENTASI Gambar 1 Rumah Singgah Tunanetra untuk Perempuan Gambar 2 Tunanetra seusai sholat tahajud Gambar 3 Kegiatan kajian Al-Quran tunanetra Gambar 4 Bapak Sapto (tunanetra) sedang mengoprasikan komputer Gambar 5 Bapak Setu sebelum pergi bekerja Gambar 6 Piagam penghargaan Bapak Setu sebagai pembicara di acara Motivasi Gambar 7 Kedekatan Bapak Edi dengan Anaknya Gambar 8 Tunanetra yang sedang berjualan Gambar 9 Ibu Astuti sedang menyapu Gambar 10 Denah lokasi Yayasan Khazanah Kebajikan Gambar 11 Artikel tentang kegiatan tunanetra di Yayasan Khazanah Kebajikan pada salah satu Majalah Tangsel