hubungan volume akhir sistolik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri

advertisement
HUBUNGAN VOLUME AKHIR SISTOLIK DAN FRAKSI EJEKSI
VENTRIKEL KIRI DENGAN ABNORMALITAS PERFUSI MIOKARD
PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER
Nurkhalis
Abstrak. Angka kematian jantung dan infark miokard berkaitan dengan beratnya
abnormalitas perfusi miokard. Penurunan fraksi ejeksi dan peningkatan volume akhir
sistolik ventrikel kiri juga berkaitan dengan tingginya angka mortalitas. Bagaimana
hubungan volume akhir sistolik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri dengan abnormalitas perfusi
miokard pada pasien penyakit jantung koroner belum pernah dilakukan evaluasi. Dilakukan
evaluasi terhadap 162 pasien yang menjalani pemeriksaan SPECT Tc-99m sestamibi.
Pasien dengan volume akhir sistolik saat stress yang lebih dari 70 ml sebagian besar lakilaki dengan faktor risiko penyakit jantung koroner yang dominan berupa merokok, riwayat
keluarga, DM dan kurang olahraga serta lebih banyak yang telah mengalami stroke dan
infark miokard terutama didaerah anterior atau anteroinferior. Dari hasil kateterisasi,
jumlah CAD 3 VD dan LM disease lebih banyak pada golongan tersebut. Hasil
pemeriksaan SPECT menunjukkan rerata abnormalitas perfusi yang berat dengan kerusakan
yang luas serta kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun dengan EF rerata dibawah 30%
dan cadangan fraksi ejeksi yang juga rendah (LVEF reserve 0,58 ± 5,4). Pasien dengan
volume akhir sistolik saat stress yang lebih dari 70 ml dan EF < 45% cenderung
berkarakteristik yang berisiko lebih tinggi untuk terjadinya infark miokard dan kematian
jantung, dibandingkan pasien yang volume akhir sistoliknya < 70 ml. (JKS 2015; 1: 20-28)
Kata Kunci : Volume akhir sistolik, fraksi ejeksi, SPECT
Abstract. Increasing amounts of cardiac death and myocard infarct correlated with severity
of myocardial perfusion abnormality. Low ejection friction and increasing of left ventricle
end sistolic volume also increased mortality. How about relation between end sistolic
volume and ejection friction of left ventricle with abnormalities of myocardial perfusion in
patient with coronary arterial disease still unclear. we evaluated 162 patients with SPECT
Tc-99m sestamibi. Amounts of patients with end sistolic volume more than 70 ml at stress
test were mens, smoking, family history , diabetes , no exercise, post myocard infarct
particularly at anterior or anteroinferior wall, post stroke and CAD 3 VD + LM disease
more than another. The result of SPECT show that average abnormalities of perfusion were
severe , wide defect, low EF (< 30%) and low LVEF reserve (0,58 ± 5,4). Patients with end
sistolic volume at stress test > 70 ml and EF < 45 % had high risk for myocardial infarct
and cardiac dead. (JKS 2015; 1: 20-28)
Keywords : End sistolic volume, ejection friction, SPECT
Pendahuluan1
Identifikasi pasien-pasien yang berisiko
mengalami cardiac event merupakan
tujuan utama dari evaluasi noninvasif pada
pasien yang diketahui atau diduga
mengalami penyakit jantung koroner.
Beberapa penelitian sebelumnya telah
menunjukkan peningkatan nilai prognostik
yang lebih baik dengan perfusi miokard
secara single photon emission computed
Nurkhalis adalah Dosen Bagian Kardiologi
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Syiah
Kuala/RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
tomography (SPECT) dibandingkan data
klinis dan exercise dalam memprediksi
terjadinya kematian jantung dan infark
miokard nonfatal.1-4 Nilai prognostik
berdasarkan volume ventrikel kiri dan
fraksi ejeksi ventrikel kiri masih belum
banyak dievaluasi dalam menentukan
terjadinya major cardiac events. Volume
akhir sistolik telah diketahui menjadi
prediktor bebas terjadinya kematian
jantung pada pasien yang telah mengalami
infark miokard dan operasi bedah pintas
koroner. Fraksi ejeksi ventrikel kiri juga
20
JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 15 Nomor 1 April 2015
berperan sebagai prediktor bebas untuk
terjadinya cardiac events dan kematian.5-7
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
menggambarkan
karakteristik
pasien
berdasarkan volume akhir sistolik dan
fraksi ejeksi ventrikel kiri pada pasien
yang diketahui atau diduga mengalami
penyakit jantung koroner yang menjalani
pemeriksaan perfusi miokard dengan
SPECT di Pusat Jantung Nasional Harapan
Kita Jakarta yang nantinya dapat
digunakan untuk mengevaluasi besarnya
angka kejadian major cardiac events pada
follow up selanjutnya.
Metode
Sampel dan Prosedur Pemeriksaan
Dilakukan penilaian terhadap 162 orang
pasien yang menjalani pemeriksaan perfusi
miokard secara konsekutif di Pusat Jantung
Nasional Harapan Kita Jakarta dalam
kurun waktu 1 Juli hingga 15 Agustus
2010. Pasien diminta untuk menghentikan
konsumsi kafein dan obat-obat yang
diminum dalam 24 jam sebelum
pemeriksaan.
Adenosin
(140
μg/KgBB/menit) di infus selama 6 menit
danTc-99m sestamibi di suntikkan pada
menit ke tiga dengan dosis 8-10 mCi.
Pemeriksaan stress SPECT dilakukan 2030 menit kemudian. Adapun untuk
pemeriksan rest SPECT dilakukan dengan
terlebih dahulu disuntikan Tc-99m
sestamibi dengan dosis 20-30 mCi setelah
pasien istirahat selama 4 jam setelah stress
SPECT. Gambaran perfusi dinilai dengan
skor semikuantitatif menggunakan 20
segment, dimana skor 0 = normal uptake, 1
= menurunan uptake ringan, 2 = penurunan
uptake sedang, 3 = penurunan uptake berat
dan 4 = tidak ada upake. Summed stress
score (SSS) dan summed rest score (SRS)
dihitung dengan menjumlahkan semua
skor dari 20 segment tersebut pada saat
stress dan rest. Summed difference score
(SDS) merupakan pengurangan dari SSS
dengan SRS. Nilai SSS < 4 berarti normal,
nilai SSS = 4 sampai 13 menujukkan
abnormalitas ringan atau sedang, dan nilai
SSS >13 menunjukkan abnormalitas berat.
Nilai volume akhir diastolik, volume akhir
sistolik dan fraksi ejeksi dihitung secara
otomatis. Besarnya cadangan fraksi ejeksi
ventrikel kiri dihitung dengan mengurangi
fraksi ejeksi saat stress dengan saat
istirahat.
Analisa Statistik
Variabel numerik dinyatakan dengan mean
± SD dan untuk variabel katagorik
dinyatakan dengan jumlah dan persentase.
Analisa bivariat untuk skala pengukuran
numerik dilakukan dengan menggunakan
uji t tidak berpasangan, namun pada data
yang berdistribusi tidak normal dilakukan
uji Mann Whitney. Sedangkan untuk skala
pengukuran katagorik dilakukan uji Chisquare. Nilai p < 0,05 dianggap bermakna
secara statistik
Hasil
Dari 162 orang pasien yang menjalani
pemeriksaan, sebagian besar laki-laki
berusia rata-rata 57 tahun. Sebanyak 107
orang pasien (66%) memiliki riwayat
infark miokard sebelumnya dengan jumlah
terbesar berupa infark anterior (38,3%).
Faktor risiko penyakit jantung koroner
yang dominan hipertensi
(67,9%),
dislipidemia (52%) dan merokok (45,7%).
Pasien yang juga telah mengalami stroke
sebelumnya sebanyak 26 orang (16%), dan
yang telah menjalani revaskularisasi
koroner secara PCI sebanyak 29 orang
(17,9%) dan dengan bedah pintas koroner
(CABG) sebanyak 10 orang (6,2%), seperti
tampak pada tabel 1.
21
Nurkhalis, Hubungan Volume Akhir Sistolik dan Fraksi Ejeksi
Ventrikel Kiri dengan Abnormalitas Perfusi Miokard
Tabel 1. Karakteristik klinis
karakteristik
1. Usia
2. Laki – laki
3. IMT
4. Lingkar perut
5. Faktor risiko PJK :

Diabetes mellitus

Hipertensi

Dislipidemia

Merokok

Obesitas

Riwayat keluarga

Olahraga
6. Typical chest pain
7. Riwayat infark miokard sebelumnya

Anterior

Inferior

Anteroinferior

Lateral

NSTEMI / UAP
8. Riwayat stroke
9. Riwayat PCI
10. Riwayat CABG
11. CHF fc II-IV
11. Obat – obatan

Nitrat

B-blocker

ACEi/ARB

Antiplatelet

CCB

Diuretik

Statin

Anti diabetik

Anti koagulan

Digoxin
Dari 42 orang pasien yang telah melakukan
evaluasi koroner sebelumnya menunjukkan
hanya 3 orang (7,14%) dengan normal
koroner atau stenosis yang tidak bermakna
dan sebanyak 26 orang (62%) dengan
stenosis di ketiga pembuluh darah koroner
serta 11 orang (26,2%) dengan stenosis di
pembuluh darah kiri utama. Hasil
pemeriksaan perfusi miokard menunjukkan
rata-rata pasien mengalami abnormalitas
yang berat (SSS = 14 ± 14) dan penurunan
fungsi ventrikel kiri dengan rata-rata fraksi
Nilai
57 ± 9
86 (81,1%)
25,4 ± 4,3
92 ± 11
45 (42,5 %)
75 (70,8 %)
56 (52 %)
56 (52,8 %)
30 (28,3 %)
38 (35,8 %)
15 (14,2%)
84 (79,2 %)
62 (58,5 %)
9 (8,5 %)
23 (21,7 %)
1 (0,9 %)
11 (10,4 %)
22 (20,8%)
25 (23,5 %)
8 (7,5 %)
86 (81,2%)
53 (50 %)
59 (55,7 %)
75 (70,8 %)
79 (74,5 %)
20 (18,9 %)
49 (46,2 %)
66 (62,3 %)
33 (31,1 %)
9 (8,5 %)
12 (11,3 %)
ejeksi 48 ± 24 % dan rata-rata cadangan
fraksi ejeksi sebesar 0.1 ± 6 % dengan
cadangan fraksi ejeksi yang kurang dari
0% sebanyak 71 orang (43,8%). Seperti
tampak pada tabel 2 dan 3.
22
JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 15 Nomor 1 April 2015
Tabel 3. Karakteristik perfusi
Karakteristik
Nilai
Perfusion
20 ± 13
 SSS
17 ± 13
 SRS
3±3
 SDS
39 ± 23
 PDS
34 ± 24
 PDR
Hemodinamik
Rest
81 ± 18
 HR
148 ± 30
 TD sistolik
89 ± 13
 TD diastolic
Stress
88 ± 15
 HR
138 ± 26
 TD sistolik
85 ± 14
 TD diastolic
LV volume
Rest
 LVEDV
201 ± 108
 LVESV
143 ± 102
 LVEF (%)
38 ± 19
Stress
 LVEDV
197 ± 99
135 ± 93
 LVESV
38 ± 20
 LVEF (%)
Pada analisa bivariat menunjukkan bahwa
pada golongan pasien dengan volume akhir
sistolik saat stress yang lebih dari 70 ml
sebagian besar laki – laki dengan faktor
risiko penyakit jantung koroner yang
dominan berupa merokok, riwayat
keluarga, DM dan kurang olahraga serta
lebih banyak yang telah mengalami stroke
dan infark miokard, terutama didaerah
anterior atau anteroinferior. Dari hasil
kateterisasi jantung menunjukkan jumlah
CAD 3 VD dan LM disease lebih banyak
pada golongan tersebut. Hasil pemeriksaan
SPECT menunjukkan rata – rata
abnormalitas perfusi yang berat (SSS 23 ±
12) dengan kerusakan (defect) yang luas
(PDS = 45 ± 20 dan PDR 39 ± 22) serta
kontraktilitas ventrikel kiri yang jauh
menurun pada saat stress (EF = 28 ± 11)
dengan cadangan fraksi ejeksi yang juga
cenderung lebih rendah (LVEF reserve
0,58 ± 5,4),seperti tampak pada table 4 dan
5. Bila berdasarkan fraksi ejeksi ventrikel
kiri, maka tampak bahwa pasien – pasien
dengan EF < 45% memiliki abnormalitas
perfusi yang berat, sedangkan pada EF ≥
45% perfusi miokard masih dalam batas
normal atau mengalami abnormalitas
ringan, seperti tampak pada tabel 6. Dari
tabel 7 terlihat bahwa abnormalitas perfusi
miokard yang paling buruk dijumpai pada
kelompok pasien dengan kombinasi
volume akhir sistolik saat stress yang > 70
ml dan EF < 45%.
Tabel 4. Abnormalitas perfusi berdasarkan volume akhir sistolik saat stress
ESV ≤ 70 ml
ESV > 70 ml
Perfusi
n = 29
n = 77
SSS
8 ± 10
24 ± 11
SRS
7 ±9
22 ± 12
SDS
2 ±3
4±3
PDS
17 ± 20
47 ± 19
PDR
13 ± 18
42 ± 21
Tabel 6. Abnormalitas perfusi berdasarkan fraksi ejeksi
EF < 45 %
Skor perfusi
(n = 32)
SSS
24 ± 11
SRS
21 ± 12
SDS
3±3
PDS
47 ± 19
PDR
41 ± 21
EF ≥ 45 %
(n = 74)
10 ± 12
8 ± 10
2±3
21 ± 22
16 ± 20
P
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
P
0,000
0,000
0,013
0,000
0,000
23
Nurkhalis, Hubungan Volume Akhir Sistolik dan Fraksi Ejeksi
Ventrikel Kiri dengan Abnormalitas Perfusi Miokard
Tabel 7. Abnormalitas perfusi berdasarkan volume akhir sistolik saat stress dan fraksi ejeksi
SSS
SRS
SDS
21 ± 12
21 ± 12
1 ± 0,8
Stress ESV ≤ 70 dan EF < 45 %
(n = 4)
6±8
4±6
2±4
Stress ESV ≤ 70 dan EF ≥ 45 %
(n = 25)
24 ± 11
21 ± 12
4±3
Stress ESV > 70 dan EF < 45 %
(n = 70)
26 ± 11
23 ± 10
4±2
Stress ESV > 70 dan EF ≥ 45 %
(n = 7)
Diskusi
Pada penelitian ini terlihat bahwa pasienpasien dengan volume akhir sistolik saat
stress yang lebih besar dari 70 ml telah
mengalami abnormalitas perfusi yang berat
dan kerusakan (defect) yang luas serta
penurunan kontraktilitas ventrikel kiri yang
berat dengan fraksi ejeksi rata-rata saat
istirahat dibawah 30%. Hachamovitch dkk8
menunjukkan bahwa semakin berat
abnormalitas permusi miokard dengan
pemeriksaan SPECT, maka semakin tinggi
pula angka kematian jantung maupun
terjadinya infark miokard dan pasien yang
segera
menjalani
revaskularisasi
menunjukkan angka yang jauh lebih
rendah
dibandingkan
yang
hanya
mendapatkan terapi medikal.
Gambar 1. Angka kematian jantung (open
bar) dan infark miokard (solid
bar) pertahun berdasarkan
beratnya abnormalitas perfusi.8
Gambar 2. Angka kematian jantung (A) dan infark miokard (B) pertahun berdasarkan
beratnya abnormalitas perfusi. Solid bar menunjukkan pasien yang mendapatkan
terapi medikal, open bar menunjukkan pasien yang menjalani revaskularisasi.8
Penelitian yang dilakukan oleh Tali Sharir
dkk9 menunjukkan bahwa pasien dengan
perfusi yang normal (SSS ≤3) memiliki
angka mortalitas yang sangat rendah (0,3%
per tahun), adapun pasien dengan
abnormalitas perfusi yang ringan/sedang
(SSS 4-13) dan berat (SSS >13) memiliki
angka mortalitas yang tinggi, yakni 2,4%
per tahun dan 3,7% per tahun. Pasien
dengan EF < 45% dan abormalitas perfusi
24
JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 15 Nomor 1 April 2015
yang ringan/sedang atau berat memiliki
angka mortalitas yang tinggi (9,2% dan
5,7%), sedangkan pasien dengan EF ≥ 45%
memiliki angka mortalitas yang rendah,
yakni <1% per tahun meskipun dengan
abnormalitas perfusi yang berat. Pada
pasien dengan volume akhir sistolik ≤70
ml dengan abnormalitas perfusi yang berat
angka mortalitasnya masih rendah, hanya
0,4%/tahun. Namun jika volume akhir
sistolik > 70 ml maka angka mortalitasnya
meningkat menjadi 8,2% per tahun pada
abnormalitas perfusi ringan/sedang dan
7,5% per tahun pada abnormalitas yang
berat.
A
B
Gambar 3. Angka kematian jantung pertahun berdasarkan jantung pertahun beratnya
abnormalitas perfusi dan EF (A). Angka kematian berdasarkan EF dan volume
akhir sistolik (B).9
Penelitian yang dilakukan oleh Dorbala
dkk10 menemukan bahwa cadangan fraksi
ejeksi ventrikel kiri merupkan prediktor
bebas
yang
secara
signifikan
mempengaruhi terjadinya cardiac events
dan kematian dengan semua penyebab.
Gambar 4. Angka cardiac events dan
kematian oleh Semua penyebab
berdasarkan cadangan EF10
dengan volume ≥ 100 ml terjadi
peningkatan hingga 3,0% per tahun
berapapun nilai SSS. Hazard ratio
terjadinya MACE yang signifikan,
diantaranya berupa usia, jenis kelamin,
diketahui penyakit jantung koroner, SSS
dan volume ventrikel kiri.
Tali Sharir dkk12 juga telah membuktikan
bahwa prediktor yang paling kuat untuk
terjadinya kematian jantung adalah EF post
stress sedangkan prediktor terbaik untuk
terjadinya infark miokard adalah summed
difference
score
(SDS)
yang
menggambarkan luasnya area iskemia.
Kombinasi EF dan SDS efektif untuk
menstratifikasi pasien berisiko rendah,
sedang atau berat. Angka kematian jantung
pada risiko rendah < 1% per tahun, 2-3%
per tahun pada risiko sedang dan > 4%
pada risiko berat.
Michel Romanensa dkk11 membuktikan
bahwa subjek dengan volume ventrikel kiri
< 100 ml memiliki angka major cardiac
events 0,7 % per tahun dan pada subjek
25
Nurkhalis, Hubungan Volume Akhir Sistolik dan Fraksi Ejeksi
Ventrikel Kiri dengan Abnormalitas Perfusi Miokard
A
B
Gambar 5. Angka kematian jantung pertahun EF (A), survival kumulatif dengan stratifikasi
berdasarkan EF (B)12
A
B
Gambar 6. Angka infark miokard nonfatal pertahun berdasarkan SDS (A), Stratifikasi risiko
berdasarkan EF dan SDS (B).12
A
B
Gambar 7. Angka kematian jantung pertahun berdasarkan luas area iskemik dengan EF >
50% dan EF antara 30-50% (A), serta EF < 30% (B).12
Berman dkk13 dalam penelitiannya
membuktikan bahwa angka mortalitas
kardiak pada wanita dan pria yang non
DM tidak ada perbedaan dan menunjukkan
peningkatan sesuai dengan beratnya
abnormalitas perfusi miokar. Adapun
wanita yang DM memiliki angka
mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan
pria yang DM dan angka mortalitas
tersebut semakin tinggi sesuai dengan
beratnya abnormalitas perfusi.
26
JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 15 Nomor 1 April 2015
A
B
Gambar 8. Prediksi angka kematian jantung berdasarkan Cox hazard proportional pada
pasien non DM laki-laki dan wanita dengan berbagai derajat abnormalitas perfusi
(SSS) (A). Prediksi pada pasien DM laki-laki dan wanita (B).13
Gambar 9. Hubungan antara log hazard relatif untuk memprediksi angka kematian jantung
dengan SSS pada pasien IDDM, NIDDM dan non diabetik.13
Kesimpulan
Pasien dengan volume akhir sistolik saat
stress yang lebih dari 70 ml dan fraksi
ejeksi ventrikel kiri < 45% cenderung
memiliki karakteristik yang berisiko tinggi
untuk terjadinya infark miokard dan
kematian jantung, yang ditandai dengan
lebih banyaknya pembuluh koroner yang
terlibat dan LM disease,
serta
abnormalitas perfusi yang berat dan
kontraktilitas ventrikel kiri yang rendah.
2.
3.
Daftar Pustaka
1. Sharir T, Berman DS, Lewin HC,
Friedman JD, Cohen I, Miranda R, et al.
Incremental Prognostic Value of RestRedistribution
201Tl
Single-Photon
Emission
Computed
Tomography.
Circulation 1999;100;1964-1970.
4.
Pollock SG, Abbott RD, Boucher CA,
Beller GA, Kaul S. Independent and
Incremental Prognostic Value of Tests
Performed in Hierarchical Order to
Evaluate Patients With Suspected
Coronary Artery Disease Validation of
Models Based on These Tests. Circulation
1992;85;237-248.
Vanzetto G, Ormezzano O, Fagret D,
Comet M, Denis B, Machecourt J. LongTerm Additive Prognostic Value of
Thallium-201
Myocardial
Perfusion
Imaging Over Clinical and Exercise Stress
Test in Low to Intermediate Risk Patients
Study in 1137 Patients With 6-Year
Follow-Up.Circulation. 1999;100:15211527.
Liao L, Smith IV WT, Tuttle RH, Shaw
LK, Coleman RE,Neto SB. Prediction of
Death and Nonfatal Myocardial Infarction
27
Nurkhalis, Hubungan Volume Akhir Sistolik dan Fraksi Ejeksi
Ventrikel Kiri dengan Abnormalitas Perfusi Miokard
5.
6.
7.
8.
9.
in High-Risk Patients: A Comparison
Between the Duke Treadmill Score, Peak
Exercise Radionuclide Angiography, and
SPECT Perfusion Imaging. J Nucl Med
2005; 46:5–11.
Hachamovitch R, Kang X, Amanullah
AM, Abidov A, Hayes AW, Friedman
JD.et al. Prognostic Implications of
Myocardial Perfusion Single-Photon
Emission Computed Tomography in the
Elderly. Circulation 2009;120;2197-2206.
Stokkel MP, Kroft LJ, Roos A, Pundziute
G, Boersma AE, Wijns W,et al.
Prognostic Value of Multislice Computed
Tomography and Gated Single-Photon
Emission Computed Tomography in
Patients With Suspected Coronary Artery
Disease.
J.
Am.
Coll.
Cardiol.
2009;53;623-632.
GimelliA, Rossi G, Landi P, Marzullo P,
Iervasi G, L’Abbate A,et al. Stress/Rest
Myocardial Perfusion Abnormalities by
Gated SPECT: Still the Best Predictor of
Cardiac Events in Stable Ischemic Heart
Disease . J Nucl Med 2009; 50:546–553
Hachamovitch R, Berman DS, Shaw LJ,
Kiat H, Cohen I, Cabico JA,et al.
Incremental
Prognostic
Value
of
Myocardial Perfusion Single Photon
Emission Computed Tomography for the
Prediction of Cardiac Death : Differential
Stratification for Risk of Cardiac Death
and Myocardial Infarction. Circulation
1998;97;535-543
Sharir T, Germano G, Kavanagh PB, Lai
S, Cohen I, Lewin HC, et al. Incremental
Prognostic Value of Post-Stress Left
Ventricular Ejection Fraction and Volume
by Gated Myocardial Perfusion Single
10.
11.
12.
13.
Photon Emission Computed Tomography.
Circulation 1999;100;1035-1042.
Dorbala S, Hachamovitch R, Curillova Z,
Thomas D, Vangala D, Kwong RY,et al.
Incremental Prognostic Value of Gated
Rb-82 Positron Emission Tomography
Myocardial Perfusion Imaging Over
Clinical Variables and Rest LVEF. J. Am.
Coll. Cardiol. Img. 2009;2;846-854.
Romanensa M, Goerrea S, Zellwegerb M,
Pfisterer M. Long-term coronary risk in
relation to exercise test, SestaMIBI
myocardial perfusion, lung uptake,
transient ischaemic dilation and left
ventricular volumes. Kardiovaskuläre
Medizin 2009;12(4):114–121.
Sharir T, Germano G, Kang X, Lewin HC,
Miranda R, Cohen I,et al. Prediction of
Myocardial Infarction Versus Cardiac
Death by Gated Myocardial Perfusion
SPECT: Risk Stratification by the
Amount of Stress-Induced Ischemia and
the Poststress Ejection Fraction. J Nucl
Med 2001; 42:831–837.
Berman DS, Kang X, Hayes SW,
Friedman JD, Cohen I, Abidov A,et al.
Adenosine Myocardial Perfusion SinglePhoton Emission Computed Tomography
in Women Compared With Men, Impact
of Diabetes Mellitus on Incremental
Prognostic Value and Effect on Patient
Management. J Am Coll Cardiol
2003;41:1125-33.
28
Download