HUBUNGAN VOLUME AKHIR SISTOLIK DAN FRAKSI EJEKSI VENTRIKEL KIRI DENGAN ABNORMALITAS PERFUSI MIOKARD PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER Nurkhalis Abstrak. Angka kematian jantung dan infark miokard berkaitan dengan beratnya abnormalitas perfusi miokard. Penurunan fraksi ejeksi dan peningkatan volume akhir sistolik ventrikel kiri juga berkaitan dengan tingginya angka mortalitas. Bagaimana hubungan volume akhir sistolik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri dengan abnormalitas perfusi miokard pada pasien penyakit jantung koroner belum pernah dilakukan evaluasi. Dilakukan evaluasi terhadap 162 pasien yang menjalani pemeriksaan SPECT Tc-99m sestamibi. Pasien dengan volume akhir sistolik saat stress yang lebih dari 70 ml sebagian besar lakilaki dengan faktor risiko penyakit jantung koroner yang dominan berupa merokok, riwayat keluarga, DM dan kurang olahraga serta lebih banyak yang telah mengalami stroke dan infark miokard terutama didaerah anterior atau anteroinferior. Dari hasil kateterisasi, jumlah CAD 3 VD dan LM disease lebih banyak pada golongan tersebut. Hasil pemeriksaan SPECT menunjukkan rerata abnormalitas perfusi yang berat dengan kerusakan yang luas serta kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun dengan EF rerata dibawah 30% dan cadangan fraksi ejeksi yang juga rendah (LVEF reserve 0,58 ± 5,4). Pasien dengan volume akhir sistolik saat stress yang lebih dari 70 ml dan EF < 45% cenderung berkarakteristik yang berisiko lebih tinggi untuk terjadinya infark miokard dan kematian jantung, dibandingkan pasien yang volume akhir sistoliknya < 70 ml. (JKS 2015; 1: 20-28) Kata Kunci : Volume akhir sistolik, fraksi ejeksi, SPECT Abstract. Increasing amounts of cardiac death and myocard infarct correlated with severity of myocardial perfusion abnormality. Low ejection friction and increasing of left ventricle end sistolic volume also increased mortality. How about relation between end sistolic volume and ejection friction of left ventricle with abnormalities of myocardial perfusion in patient with coronary arterial disease still unclear. we evaluated 162 patients with SPECT Tc-99m sestamibi. Amounts of patients with end sistolic volume more than 70 ml at stress test were mens, smoking, family history , diabetes , no exercise, post myocard infarct particularly at anterior or anteroinferior wall, post stroke and CAD 3 VD + LM disease more than another. The result of SPECT show that average abnormalities of perfusion were severe , wide defect, low EF (< 30%) and low LVEF reserve (0,58 ± 5,4). Patients with end sistolic volume at stress test > 70 ml and EF < 45 % had high risk for myocardial infarct and cardiac dead. (JKS 2015; 1: 20-28) Keywords : End sistolic volume, ejection friction, SPECT Pendahuluan1 Identifikasi pasien-pasien yang berisiko mengalami cardiac event merupakan tujuan utama dari evaluasi noninvasif pada pasien yang diketahui atau diduga mengalami penyakit jantung koroner. Beberapa penelitian sebelumnya telah menunjukkan peningkatan nilai prognostik yang lebih baik dengan perfusi miokard secara single photon emission computed Nurkhalis adalah Dosen Bagian Kardiologi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala/RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh tomography (SPECT) dibandingkan data klinis dan exercise dalam memprediksi terjadinya kematian jantung dan infark miokard nonfatal.1-4 Nilai prognostik berdasarkan volume ventrikel kiri dan fraksi ejeksi ventrikel kiri masih belum banyak dievaluasi dalam menentukan terjadinya major cardiac events. Volume akhir sistolik telah diketahui menjadi prediktor bebas terjadinya kematian jantung pada pasien yang telah mengalami infark miokard dan operasi bedah pintas koroner. Fraksi ejeksi ventrikel kiri juga 20 JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 15 Nomor 1 April 2015 berperan sebagai prediktor bebas untuk terjadinya cardiac events dan kematian.5-7 Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan karakteristik pasien berdasarkan volume akhir sistolik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri pada pasien yang diketahui atau diduga mengalami penyakit jantung koroner yang menjalani pemeriksaan perfusi miokard dengan SPECT di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta yang nantinya dapat digunakan untuk mengevaluasi besarnya angka kejadian major cardiac events pada follow up selanjutnya. Metode Sampel dan Prosedur Pemeriksaan Dilakukan penilaian terhadap 162 orang pasien yang menjalani pemeriksaan perfusi miokard secara konsekutif di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta dalam kurun waktu 1 Juli hingga 15 Agustus 2010. Pasien diminta untuk menghentikan konsumsi kafein dan obat-obat yang diminum dalam 24 jam sebelum pemeriksaan. Adenosin (140 μg/KgBB/menit) di infus selama 6 menit danTc-99m sestamibi di suntikkan pada menit ke tiga dengan dosis 8-10 mCi. Pemeriksaan stress SPECT dilakukan 2030 menit kemudian. Adapun untuk pemeriksan rest SPECT dilakukan dengan terlebih dahulu disuntikan Tc-99m sestamibi dengan dosis 20-30 mCi setelah pasien istirahat selama 4 jam setelah stress SPECT. Gambaran perfusi dinilai dengan skor semikuantitatif menggunakan 20 segment, dimana skor 0 = normal uptake, 1 = menurunan uptake ringan, 2 = penurunan uptake sedang, 3 = penurunan uptake berat dan 4 = tidak ada upake. Summed stress score (SSS) dan summed rest score (SRS) dihitung dengan menjumlahkan semua skor dari 20 segment tersebut pada saat stress dan rest. Summed difference score (SDS) merupakan pengurangan dari SSS dengan SRS. Nilai SSS < 4 berarti normal, nilai SSS = 4 sampai 13 menujukkan abnormalitas ringan atau sedang, dan nilai SSS >13 menunjukkan abnormalitas berat. Nilai volume akhir diastolik, volume akhir sistolik dan fraksi ejeksi dihitung secara otomatis. Besarnya cadangan fraksi ejeksi ventrikel kiri dihitung dengan mengurangi fraksi ejeksi saat stress dengan saat istirahat. Analisa Statistik Variabel numerik dinyatakan dengan mean ± SD dan untuk variabel katagorik dinyatakan dengan jumlah dan persentase. Analisa bivariat untuk skala pengukuran numerik dilakukan dengan menggunakan uji t tidak berpasangan, namun pada data yang berdistribusi tidak normal dilakukan uji Mann Whitney. Sedangkan untuk skala pengukuran katagorik dilakukan uji Chisquare. Nilai p < 0,05 dianggap bermakna secara statistik Hasil Dari 162 orang pasien yang menjalani pemeriksaan, sebagian besar laki-laki berusia rata-rata 57 tahun. Sebanyak 107 orang pasien (66%) memiliki riwayat infark miokard sebelumnya dengan jumlah terbesar berupa infark anterior (38,3%). Faktor risiko penyakit jantung koroner yang dominan hipertensi (67,9%), dislipidemia (52%) dan merokok (45,7%). Pasien yang juga telah mengalami stroke sebelumnya sebanyak 26 orang (16%), dan yang telah menjalani revaskularisasi koroner secara PCI sebanyak 29 orang (17,9%) dan dengan bedah pintas koroner (CABG) sebanyak 10 orang (6,2%), seperti tampak pada tabel 1. 21 Nurkhalis, Hubungan Volume Akhir Sistolik dan Fraksi Ejeksi Ventrikel Kiri dengan Abnormalitas Perfusi Miokard Tabel 1. Karakteristik klinis karakteristik 1. Usia 2. Laki – laki 3. IMT 4. Lingkar perut 5. Faktor risiko PJK : Diabetes mellitus Hipertensi Dislipidemia Merokok Obesitas Riwayat keluarga Olahraga 6. Typical chest pain 7. Riwayat infark miokard sebelumnya Anterior Inferior Anteroinferior Lateral NSTEMI / UAP 8. Riwayat stroke 9. Riwayat PCI 10. Riwayat CABG 11. CHF fc II-IV 11. Obat – obatan Nitrat B-blocker ACEi/ARB Antiplatelet CCB Diuretik Statin Anti diabetik Anti koagulan Digoxin Dari 42 orang pasien yang telah melakukan evaluasi koroner sebelumnya menunjukkan hanya 3 orang (7,14%) dengan normal koroner atau stenosis yang tidak bermakna dan sebanyak 26 orang (62%) dengan stenosis di ketiga pembuluh darah koroner serta 11 orang (26,2%) dengan stenosis di pembuluh darah kiri utama. Hasil pemeriksaan perfusi miokard menunjukkan rata-rata pasien mengalami abnormalitas yang berat (SSS = 14 ± 14) dan penurunan fungsi ventrikel kiri dengan rata-rata fraksi Nilai 57 ± 9 86 (81,1%) 25,4 ± 4,3 92 ± 11 45 (42,5 %) 75 (70,8 %) 56 (52 %) 56 (52,8 %) 30 (28,3 %) 38 (35,8 %) 15 (14,2%) 84 (79,2 %) 62 (58,5 %) 9 (8,5 %) 23 (21,7 %) 1 (0,9 %) 11 (10,4 %) 22 (20,8%) 25 (23,5 %) 8 (7,5 %) 86 (81,2%) 53 (50 %) 59 (55,7 %) 75 (70,8 %) 79 (74,5 %) 20 (18,9 %) 49 (46,2 %) 66 (62,3 %) 33 (31,1 %) 9 (8,5 %) 12 (11,3 %) ejeksi 48 ± 24 % dan rata-rata cadangan fraksi ejeksi sebesar 0.1 ± 6 % dengan cadangan fraksi ejeksi yang kurang dari 0% sebanyak 71 orang (43,8%). Seperti tampak pada tabel 2 dan 3. 22 JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 15 Nomor 1 April 2015 Tabel 3. Karakteristik perfusi Karakteristik Nilai Perfusion 20 ± 13 SSS 17 ± 13 SRS 3±3 SDS 39 ± 23 PDS 34 ± 24 PDR Hemodinamik Rest 81 ± 18 HR 148 ± 30 TD sistolik 89 ± 13 TD diastolic Stress 88 ± 15 HR 138 ± 26 TD sistolik 85 ± 14 TD diastolic LV volume Rest LVEDV 201 ± 108 LVESV 143 ± 102 LVEF (%) 38 ± 19 Stress LVEDV 197 ± 99 135 ± 93 LVESV 38 ± 20 LVEF (%) Pada analisa bivariat menunjukkan bahwa pada golongan pasien dengan volume akhir sistolik saat stress yang lebih dari 70 ml sebagian besar laki – laki dengan faktor risiko penyakit jantung koroner yang dominan berupa merokok, riwayat keluarga, DM dan kurang olahraga serta lebih banyak yang telah mengalami stroke dan infark miokard, terutama didaerah anterior atau anteroinferior. Dari hasil kateterisasi jantung menunjukkan jumlah CAD 3 VD dan LM disease lebih banyak pada golongan tersebut. Hasil pemeriksaan SPECT menunjukkan rata – rata abnormalitas perfusi yang berat (SSS 23 ± 12) dengan kerusakan (defect) yang luas (PDS = 45 ± 20 dan PDR 39 ± 22) serta kontraktilitas ventrikel kiri yang jauh menurun pada saat stress (EF = 28 ± 11) dengan cadangan fraksi ejeksi yang juga cenderung lebih rendah (LVEF reserve 0,58 ± 5,4),seperti tampak pada table 4 dan 5. Bila berdasarkan fraksi ejeksi ventrikel kiri, maka tampak bahwa pasien – pasien dengan EF < 45% memiliki abnormalitas perfusi yang berat, sedangkan pada EF ≥ 45% perfusi miokard masih dalam batas normal atau mengalami abnormalitas ringan, seperti tampak pada tabel 6. Dari tabel 7 terlihat bahwa abnormalitas perfusi miokard yang paling buruk dijumpai pada kelompok pasien dengan kombinasi volume akhir sistolik saat stress yang > 70 ml dan EF < 45%. Tabel 4. Abnormalitas perfusi berdasarkan volume akhir sistolik saat stress ESV ≤ 70 ml ESV > 70 ml Perfusi n = 29 n = 77 SSS 8 ± 10 24 ± 11 SRS 7 ±9 22 ± 12 SDS 2 ±3 4±3 PDS 17 ± 20 47 ± 19 PDR 13 ± 18 42 ± 21 Tabel 6. Abnormalitas perfusi berdasarkan fraksi ejeksi EF < 45 % Skor perfusi (n = 32) SSS 24 ± 11 SRS 21 ± 12 SDS 3±3 PDS 47 ± 19 PDR 41 ± 21 EF ≥ 45 % (n = 74) 10 ± 12 8 ± 10 2±3 21 ± 22 16 ± 20 P 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 P 0,000 0,000 0,013 0,000 0,000 23 Nurkhalis, Hubungan Volume Akhir Sistolik dan Fraksi Ejeksi Ventrikel Kiri dengan Abnormalitas Perfusi Miokard Tabel 7. Abnormalitas perfusi berdasarkan volume akhir sistolik saat stress dan fraksi ejeksi SSS SRS SDS 21 ± 12 21 ± 12 1 ± 0,8 Stress ESV ≤ 70 dan EF < 45 % (n = 4) 6±8 4±6 2±4 Stress ESV ≤ 70 dan EF ≥ 45 % (n = 25) 24 ± 11 21 ± 12 4±3 Stress ESV > 70 dan EF < 45 % (n = 70) 26 ± 11 23 ± 10 4±2 Stress ESV > 70 dan EF ≥ 45 % (n = 7) Diskusi Pada penelitian ini terlihat bahwa pasienpasien dengan volume akhir sistolik saat stress yang lebih besar dari 70 ml telah mengalami abnormalitas perfusi yang berat dan kerusakan (defect) yang luas serta penurunan kontraktilitas ventrikel kiri yang berat dengan fraksi ejeksi rata-rata saat istirahat dibawah 30%. Hachamovitch dkk8 menunjukkan bahwa semakin berat abnormalitas permusi miokard dengan pemeriksaan SPECT, maka semakin tinggi pula angka kematian jantung maupun terjadinya infark miokard dan pasien yang segera menjalani revaskularisasi menunjukkan angka yang jauh lebih rendah dibandingkan yang hanya mendapatkan terapi medikal. Gambar 1. Angka kematian jantung (open bar) dan infark miokard (solid bar) pertahun berdasarkan beratnya abnormalitas perfusi.8 Gambar 2. Angka kematian jantung (A) dan infark miokard (B) pertahun berdasarkan beratnya abnormalitas perfusi. Solid bar menunjukkan pasien yang mendapatkan terapi medikal, open bar menunjukkan pasien yang menjalani revaskularisasi.8 Penelitian yang dilakukan oleh Tali Sharir dkk9 menunjukkan bahwa pasien dengan perfusi yang normal (SSS ≤3) memiliki angka mortalitas yang sangat rendah (0,3% per tahun), adapun pasien dengan abnormalitas perfusi yang ringan/sedang (SSS 4-13) dan berat (SSS >13) memiliki angka mortalitas yang tinggi, yakni 2,4% per tahun dan 3,7% per tahun. Pasien dengan EF < 45% dan abormalitas perfusi 24 JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 15 Nomor 1 April 2015 yang ringan/sedang atau berat memiliki angka mortalitas yang tinggi (9,2% dan 5,7%), sedangkan pasien dengan EF ≥ 45% memiliki angka mortalitas yang rendah, yakni <1% per tahun meskipun dengan abnormalitas perfusi yang berat. Pada pasien dengan volume akhir sistolik ≤70 ml dengan abnormalitas perfusi yang berat angka mortalitasnya masih rendah, hanya 0,4%/tahun. Namun jika volume akhir sistolik > 70 ml maka angka mortalitasnya meningkat menjadi 8,2% per tahun pada abnormalitas perfusi ringan/sedang dan 7,5% per tahun pada abnormalitas yang berat. A B Gambar 3. Angka kematian jantung pertahun berdasarkan jantung pertahun beratnya abnormalitas perfusi dan EF (A). Angka kematian berdasarkan EF dan volume akhir sistolik (B).9 Penelitian yang dilakukan oleh Dorbala dkk10 menemukan bahwa cadangan fraksi ejeksi ventrikel kiri merupkan prediktor bebas yang secara signifikan mempengaruhi terjadinya cardiac events dan kematian dengan semua penyebab. Gambar 4. Angka cardiac events dan kematian oleh Semua penyebab berdasarkan cadangan EF10 dengan volume ≥ 100 ml terjadi peningkatan hingga 3,0% per tahun berapapun nilai SSS. Hazard ratio terjadinya MACE yang signifikan, diantaranya berupa usia, jenis kelamin, diketahui penyakit jantung koroner, SSS dan volume ventrikel kiri. Tali Sharir dkk12 juga telah membuktikan bahwa prediktor yang paling kuat untuk terjadinya kematian jantung adalah EF post stress sedangkan prediktor terbaik untuk terjadinya infark miokard adalah summed difference score (SDS) yang menggambarkan luasnya area iskemia. Kombinasi EF dan SDS efektif untuk menstratifikasi pasien berisiko rendah, sedang atau berat. Angka kematian jantung pada risiko rendah < 1% per tahun, 2-3% per tahun pada risiko sedang dan > 4% pada risiko berat. Michel Romanensa dkk11 membuktikan bahwa subjek dengan volume ventrikel kiri < 100 ml memiliki angka major cardiac events 0,7 % per tahun dan pada subjek 25 Nurkhalis, Hubungan Volume Akhir Sistolik dan Fraksi Ejeksi Ventrikel Kiri dengan Abnormalitas Perfusi Miokard A B Gambar 5. Angka kematian jantung pertahun EF (A), survival kumulatif dengan stratifikasi berdasarkan EF (B)12 A B Gambar 6. Angka infark miokard nonfatal pertahun berdasarkan SDS (A), Stratifikasi risiko berdasarkan EF dan SDS (B).12 A B Gambar 7. Angka kematian jantung pertahun berdasarkan luas area iskemik dengan EF > 50% dan EF antara 30-50% (A), serta EF < 30% (B).12 Berman dkk13 dalam penelitiannya membuktikan bahwa angka mortalitas kardiak pada wanita dan pria yang non DM tidak ada perbedaan dan menunjukkan peningkatan sesuai dengan beratnya abnormalitas perfusi miokar. Adapun wanita yang DM memiliki angka mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan pria yang DM dan angka mortalitas tersebut semakin tinggi sesuai dengan beratnya abnormalitas perfusi. 26 JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 15 Nomor 1 April 2015 A B Gambar 8. Prediksi angka kematian jantung berdasarkan Cox hazard proportional pada pasien non DM laki-laki dan wanita dengan berbagai derajat abnormalitas perfusi (SSS) (A). Prediksi pada pasien DM laki-laki dan wanita (B).13 Gambar 9. Hubungan antara log hazard relatif untuk memprediksi angka kematian jantung dengan SSS pada pasien IDDM, NIDDM dan non diabetik.13 Kesimpulan Pasien dengan volume akhir sistolik saat stress yang lebih dari 70 ml dan fraksi ejeksi ventrikel kiri < 45% cenderung memiliki karakteristik yang berisiko tinggi untuk terjadinya infark miokard dan kematian jantung, yang ditandai dengan lebih banyaknya pembuluh koroner yang terlibat dan LM disease, serta abnormalitas perfusi yang berat dan kontraktilitas ventrikel kiri yang rendah. 2. 3. Daftar Pustaka 1. Sharir T, Berman DS, Lewin HC, Friedman JD, Cohen I, Miranda R, et al. Incremental Prognostic Value of RestRedistribution 201Tl Single-Photon Emission Computed Tomography. Circulation 1999;100;1964-1970. 4. Pollock SG, Abbott RD, Boucher CA, Beller GA, Kaul S. Independent and Incremental Prognostic Value of Tests Performed in Hierarchical Order to Evaluate Patients With Suspected Coronary Artery Disease Validation of Models Based on These Tests. Circulation 1992;85;237-248. Vanzetto G, Ormezzano O, Fagret D, Comet M, Denis B, Machecourt J. LongTerm Additive Prognostic Value of Thallium-201 Myocardial Perfusion Imaging Over Clinical and Exercise Stress Test in Low to Intermediate Risk Patients Study in 1137 Patients With 6-Year Follow-Up.Circulation. 1999;100:15211527. Liao L, Smith IV WT, Tuttle RH, Shaw LK, Coleman RE,Neto SB. Prediction of Death and Nonfatal Myocardial Infarction 27 Nurkhalis, Hubungan Volume Akhir Sistolik dan Fraksi Ejeksi Ventrikel Kiri dengan Abnormalitas Perfusi Miokard 5. 6. 7. 8. 9. in High-Risk Patients: A Comparison Between the Duke Treadmill Score, Peak Exercise Radionuclide Angiography, and SPECT Perfusion Imaging. J Nucl Med 2005; 46:5–11. Hachamovitch R, Kang X, Amanullah AM, Abidov A, Hayes AW, Friedman JD.et al. Prognostic Implications of Myocardial Perfusion Single-Photon Emission Computed Tomography in the Elderly. Circulation 2009;120;2197-2206. Stokkel MP, Kroft LJ, Roos A, Pundziute G, Boersma AE, Wijns W,et al. Prognostic Value of Multislice Computed Tomography and Gated Single-Photon Emission Computed Tomography in Patients With Suspected Coronary Artery Disease. J. Am. Coll. Cardiol. 2009;53;623-632. GimelliA, Rossi G, Landi P, Marzullo P, Iervasi G, L’Abbate A,et al. Stress/Rest Myocardial Perfusion Abnormalities by Gated SPECT: Still the Best Predictor of Cardiac Events in Stable Ischemic Heart Disease . J Nucl Med 2009; 50:546–553 Hachamovitch R, Berman DS, Shaw LJ, Kiat H, Cohen I, Cabico JA,et al. Incremental Prognostic Value of Myocardial Perfusion Single Photon Emission Computed Tomography for the Prediction of Cardiac Death : Differential Stratification for Risk of Cardiac Death and Myocardial Infarction. Circulation 1998;97;535-543 Sharir T, Germano G, Kavanagh PB, Lai S, Cohen I, Lewin HC, et al. Incremental Prognostic Value of Post-Stress Left Ventricular Ejection Fraction and Volume by Gated Myocardial Perfusion Single 10. 11. 12. 13. Photon Emission Computed Tomography. Circulation 1999;100;1035-1042. Dorbala S, Hachamovitch R, Curillova Z, Thomas D, Vangala D, Kwong RY,et al. Incremental Prognostic Value of Gated Rb-82 Positron Emission Tomography Myocardial Perfusion Imaging Over Clinical Variables and Rest LVEF. J. Am. Coll. Cardiol. Img. 2009;2;846-854. Romanensa M, Goerrea S, Zellwegerb M, Pfisterer M. Long-term coronary risk in relation to exercise test, SestaMIBI myocardial perfusion, lung uptake, transient ischaemic dilation and left ventricular volumes. Kardiovaskuläre Medizin 2009;12(4):114–121. Sharir T, Germano G, Kang X, Lewin HC, Miranda R, Cohen I,et al. Prediction of Myocardial Infarction Versus Cardiac Death by Gated Myocardial Perfusion SPECT: Risk Stratification by the Amount of Stress-Induced Ischemia and the Poststress Ejection Fraction. J Nucl Med 2001; 42:831–837. Berman DS, Kang X, Hayes SW, Friedman JD, Cohen I, Abidov A,et al. Adenosine Myocardial Perfusion SinglePhoton Emission Computed Tomography in Women Compared With Men, Impact of Diabetes Mellitus on Incremental Prognostic Value and Effect on Patient Management. J Am Coll Cardiol 2003;41:1125-33. 28