APLIKASI KONSEP HUNIAN ISLAMI PADA POLA RUANG RUMAH TRADISIONAL MAKASSAR Imriyanti Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Hasanuddin Makassar E-mail : [email protected] ABSTRACT Architecture traditional can evidence of in occupied, up to that occupied can give characteristic about a territory and occupied the character architecture traditional reflect also arrangement value and tradition the culture of occupant or society. The occupied concept Islami is meant norm Islami in form pattern reflect physic home, form house in study Islami. Occupied Islami is a place there side Allah SWT and can as mean well like the place be in will. The problem is express how form concept application Islami at occupied house traditional Makassar. This express thing for know reflected together about Islami in traditional Makassar. This research character is qualitative descriptive is for effort produce date at the sistimatic picture and from accurate objek study, qualitative research is that natural, human be as equipment, qualitative method, analysis date in a manner inductive, grounded theory. The location in election at concept Islami and architecture traditional Makassar, the level apply, near by well clean water, calm and comfortable. Ground plan and precentation build at simple form, is quadrangle. For room pattern concept Islami some apply the unsure can also to house traditional Makassar, between occupied clean while, at can room the function for Shalat, place open the function a one provid instrument and a one for sirculation instrument air in house, iron bed of Kiblat direction and look out toilet to Kiblat. This arrangement can also in pattern room a traditional Makassar. Key Word : architecture traditional, concept Islami, qualitative, location, room pattern. ABSTRAK Arsitektur tradisional dapat dibuktikan dalam bentuk hunian, sehingga hunian itu dapat memberikan ciri terhadap suatu daerah dan hunian yang berkarakter arsitektur tradisional juga mencerminkan tata nilai dan budaya yang ditradisikan oleh masyarakatnya atau penghuninya. Konsep hunian Islami yang dimaksud adalah kaidah Islami dalam bentuk pola tata ruang fisik rumah tinggal, terbentuknya perumahan dalam ajaran Islam. Hunian Islami adalah sebuah tempat yang ada disisi Allah SWT dan dapat pula di artikan sebagai tempat yang berada dalam keridhannya. Permasalahan yang diungkapkan adalah bagaimanakah bentuk aplikasi konsep hunian Islami pada rumah tradisional Makassar. Hal ini diungkapkan untuk mengetahui kesamaan tatanan antara ajaran Islami dalam tradisional Makassar. Penelitian 1 ini bersifat deskrptif yang bersifat kualitatif yaitu, berusaha untuk menghasilkan data yang berupa gambaran yang sistematis dan akurat dari objek kajian, penelitian kualitatif yaitu latar alamiah, manusia sebagai alat, metode kualitatif, analisis data secara induktif, teori dari dasar (grounded theory). Dalam pemilihan lokasi dalam konsep Islami dan arsitektur tradisional Makassar, menerapkan lahan yang datar, dekat dengan sumber air bersih, aman dan nyaman. Denah dan penampilan bangunan berbentuk sederhana yakni persegi empat. Untuk pola ruang konsep Islami menerapkan beberapa unsur yang juga terdapat pada rumah tradisional Makassar diantaranya hunian selalu bersih, terdapatnya ruang/bilik yang difungsikan untuk shalat, penempatan bukaan yang difungsikan sebagai salah satu alat penerangan dan sebagai alat sirkulasi udara dalam rumah, penempatan tempat tidur sebaiknya arah kekiblat dan penempatan wc tidak boleh menghadap ke kiblat. Aturan ini juga terdapat dalam pola ruang rumah tradisional Makassar. Kata Kunci : Arsitektur tradisional, konsep Islami, kualitatif, lokasi, pola ruang. Pendahuluan Arsitektur adalah merupakan pernyataan ruang dan waktu dari segenap kehidupan masyarakat yang berbudaya, yang memberikan wadah bagi segenap aktifitas kehidupannya. Dengan sendirinya untuk melakukan aktifitas, maka manusia membutuhkan wadah berupa ruang. Aktifitas manusia beraneka ragam antara lain menerima tamu/kerabat, tidur, makan dan yang lainnya masing-masing membutuhkan ruang yang berbeda. Arsitektur tradisional sebagai hasil perwujudan budaya dan pola pikir pembuatnya merupakan hasil renungan dalam hubungan antara alam semsta dengan sang pencipta. Arsitektur tradisional tradisional bersifat spiritual dan sekaligus keduniaan yang dibuat oleh manusia, baik sebagai suatu kelompok di dalam masyarakat maupun sebagai individu di dalam masyarakat, yang menurunkan ciri khas yang dihasilkan oleh suatu pedoman yang ketat dan ditaati oleh kelompok etnis tersebut.[1] Arsitektur tradisional dapat dibuktikan dalam bentuk hunian, sehingga hunian itu dapat memberikan ciri terhadap suatu daerah dan hunian yang berkarakter arsitektur tradisional juga mencerminkan tata nilai dan budaya yang ditradisikan oleh masyarakatnya atau penghuninya [2]. Hunian atau rumah tinggal merupakan kebutuhan manusia serta ekspresi dan perwujudan dari makna fungsi, prilaku dan struktur ide dari penghuninya [3]. Rumah yang menampung segala aktifitas penghuni akan dirasakan melalui proses penyesuaian yang didasari kebutuhan penghuni dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menampung aktifitas penghuni rumah maka pola tata ruang rumah dalam arsitektur tradisional Makassar memiliki ikatan dengan kaidah Islami. Konsep hunian Islami yang dimaksud adalah kaidah Islami dalam bentuk pola tata ruang fisikrumah tinggal, terbentuknya perumahan dalam ajaran Islam. Hunian Islami adalah sebuah tempat yang ada disisi Allah SWT dan dapat pula di artikan sebagai tempat yang berada dalam keridhannya. Hal ini terdapat dalam ayat-ayat Al-Quran, yakni : “Dan inilah jalan Tuhanmu yang lurus, sesungguhnya Kami telah menjelaskan ayat-ayat kepada orang-orang yang mengambil pelajaran. Bagi mereka adalah Darussalam disisi Tuhan mereka, dan Dialah pelindung mereka, disebabkan amal-amal mereka.” (QS. 6 : 126-127) 2 Allah-lah yang menyeru ke Darussalam, dan menunjuki orang-orang yang dikehendaki ke jalan lurus. (QS 10:25) Hunian Islami/Darussalam adalah sebuah tempat menetap atau tempat tinggal, penduduknya senantiasa melakukan kegiatan-kegiatan bermanfaat atau beramal saleh [4]. Dari hal tersebut diatas maka permasalahan yang diungkapkan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah bentuk aplikasi konsep hunian Islami pada rumah tradisional Makassar. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskrptif yang bersifat kualitatif yaitu, berusaha untuk menghasilkan data yang berupa gambaran yang sistematis dan akurat dari objek kajian. Moleong, mengemukakan bahwa penelitian kualitatif yaitu latar alamiah, manusia sebagai alat, metode kualitatif, analisis data secara induktif, teori dari dasar (grounded theory), deskriptif, lebih mementingkan proses dari pada hasil, adanya batas yang ditentukan oleh fokus, adanya kriteria khusus untuk keabsahan data, desain yang bersifat sementara, hasil penelitian yang dirundingkan dan disepakati bersama. Penelitian ini menggunakan desain studi kasus yaitu, pengujian terhadap suatu konteks subjek tertentu, kumpulan dokumen dan suatu kajian khusus [5]. Pembahasan A. Konsep Rumah Islami Rumah adalah bangunan fisik yang didiami sebagai basis untuk melakukan berbagai aktifitas. Rumah termasuk salah satu wahana guna membentuk masyarakat dan peradaban Islam [6]. Konsep rumah Islami adalah rumah yang berlandaskan nilai-nilai Al-Qur‟anul Karim dan hadits Nabi Muhammad SAW. Nilai konsep rumah Islami yang ditinjau adalah [6] : 1. Sesuai dengan tauhid dan risalah yakni rumah yang didirikan tidak mengandung unsure syirik dlam hal pembuatan, desain dan ornamen yang ada didalamnya, termasuk pemajangan patung akan tetapi unsure tumbuhan dan kaligrafi yang sebaiknya ada dalam rumah. 2. Sesuai dengan al-Qur‟anul Karim, menegaskan tentang kesadaran terhadap lingkungan dan realitas lingkungan. Hal ini terdapat dalam firman Allah SWT. ; Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), „Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali Imran [3]:191). 3. Konsep desain rumah berbasis geometri murni, dimana bangunan itu memiliki “badan” yang didesain dengan konsep geometri. Sedangkan jiwanya dapat didesain dengan memodifikasi pencahayaan, ventilasi, efek suara, lanskap, warna, tekstur, interior dan eksterior. 4. Rumah dapat dijadikan sebagai konsep surga di bumi. Arsitektur Islam sangat dipengaruhi oleh konsep taman dan courtyard, sehingga lanskap menjadi bagian yang tak terpisahkan dari bangunan. 5. Rumah memiliki cahaya. Arsitektur Islam mendesain pencahayaan, bayang-bayang, panas dan dingin dari angin, air, sekaligus efek pendinginannya, serta tanah. Tujuannya adalah agar komponen insulating ini harmonis dengan alam. 3 Pada hakekatnya arsitektur rumah muslim sama dengan arsitektur lainnya, dimana memiliki aspek-aspek makro (lokasi, tapak, ruang luar, bangunan, system struktur dan system utilitas) dan aspek-aspek makro (ruang dalam, perabot dan ragam hias. Dan menurut vetrunius, arsitektur terdiri dari factor-faktor utilitas (kegunaan), firmits (kekuatan) dan venusitas (kendahan) [7]. B. Arsitektur Tradisional Kata “tradisi” mengandung arti suati kebiasaan yang dilakukan dengan cara yang sama oleh beberapa generasi tanpa atau sedikit sekali mengalami perubahan. Dengan kata lain kebiasaan yang telah menjadi adat dan membudaya. Tradisi dalam arsitektur juga memiliki kekuatan hukum yang dihormati oleh setiap orang dengan persetujuan bersama .Demikian juga halnya dengan “rumah tradisional” dapat diartikan sebuah rumah yang dibangun dengan cara yang sama oleh bebarapa generasi. Istilah lain untuk rumah tradisional adalah “rumah adat” atau “rumah rakyat”.[8] Rumah tradisional merupakan karya arsitektur dalam bentuk susunan material dan struktur bangunan yang terletak disuatu site/lokasi, dan juga sebagai manifestasi aspekaspek ritual, cultural, social, materialisasi, teknik, keahlian dan perdagangan [9]. Arsitektur tradisional memiliki ciri fisik dari bangunan tradisional Indonesia, adalah [10] : 1. Hampir semua seni bangunan tradisional merupakan arsitektur kayu. 2. Hampir semua bangunan tradisional mempunyai tekanan pada atap. 3. Hampir semua memperlihatkan struktur rangka dengan empat tiang penunjang utama yang dihubungkan dengan blandar. 4. Dinding senantiasa berfungsi sebagai penyekat dan mempunyai sifat ringan. 5. Menggunakan system knock down pada konstruksi kayunya. Secara umum rumah tradisional merupakan manifestasi cultural (kebudayaan), maka nilai-nilai budaya tersebut akan terungkap dan terjewantah di dalam hasil karya arsitektur. Arsitektur adalah manifestasi dari nilai-nilai budaya, baik nilai-nilai budaya perseorangan, maupun nilai-nilai budaya kelompok masyarakat [10]. C. Arsitektur Tradisional Makassar Di pulau Sulawesi sedikitnya terdapat tiga daerah yang dari segi perkembangan kebudayaan memiliki ciri yang khas dan menjadi pusat perhatian, yaitu Minahasa, Toraja, Bugis dan Makassar.Arsitektur tradisional suku Makassar dikenal dengan bentuk rumah seperti panggung atau tiang. Dimana pengertian dari rumah tiang adalah bangunan yang berdiri diatas tiang adalah suatu makna yang efektif dalam mengurangi bencana, meskipun ini adalah suatu hal yang bersifat primitive, dimana dapat menanggulangi resiko banjir dengan mudah jika rumah didukung dengan penggunaan tiang dalam suatu perencanaan. Batasan arsitektur tradisional Makassar disederhanakan dengan ungkapan sebagai berikut: a. Arsitektur tradisional Bugis-Makassar pada umumnya dibangun di atas tiang (pile dwelling), pola lingkungan berbentuk memusat atau berderet pada perkampungan desa atau dalam benteng (istana). 4 b. Bentuk dasar denah selalu berbentuk empat persegi panjang, dan bentuk potongan vertikal terdiri atas tiga bagian yaitu bagian bawah rumah (awa bola/siring), bagian tengah (alle bola/kale balla) dan bagian atas (rakkeang/para). c. Prosesi pembangunan rumah-rumah tradisional masih sangat kental dengan pengaruh kosmologis yang dipercayai mampu memberikan yang terbaik dalam segala hal yang berkaitan dengan kehidupannya. d. Arsitektur tradisional Bugis-Makassar dalam perkembangannya dipengaruhi faktor iklim, geografi, sosial, budaya dan peradaban setempat [11]. D. Perwujudan Kaidah Rumah Islami Dalam Arsitektur Tradisional Makassar 1. Penyediaan Lahan/Lokasi Hunian yang nyaman adalah rumah yang bisa memberikan ketenangan dan keaman bagi penghuninya atau rumah yang memenuhi kriteria rumah islami. Secara Islami perletakan tanah atau hunian disesuaikan dengan lahan yang merupakan sarana utama dari suatu hunian. Tanah adalah bahan asal manusia diciptakan. Dari tanah manusia melangsungkan kehidupannya, dan di tanah pula manusia akan dimusnahkan jasadnya. Bebarapa ayat Al-Quran, baik secara tersirat atau tersurat, telah mengisyaratkan dengan ungkapan-ungkapan : ……..Dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu diri-kan istana-istana di tanah datar-tanah datar, dan kamu pahat gunung-gunung untuk dapat didirikan atau dijadikan rumah….. (QS. 7:74) Dan kami telah jadikan untuk putra Maryam beserta Ibu-nya suatu bukti nyata baginya, dan Kami melindungi mereka di suatu tempat tinggi yang datar, banyak sumber mata air yang bersih mengalir. (QS. 23:50) Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya. Ia memancarkan darinya mata airmata air, dan menumbuhkan berbagai tumbuhan. Dan gunung-gunung, dipancangkan-Nya dengan teguh untuk kesenanganmu dan binatang ternakmua. (QS. 79:30-33). Dari ayat-ayat Al-Quran diatas dapatlah diketahui beberapa persyaratan yang dibutuhkan dalam membangun sebuah rumah, yakni: lahan yang bersifat datar, terdapatnya sumber-sumber air bersih, tumbuh-tumbuhan dapat hidup, lahan dapat pula dijadikan areal peternakan [4]. Suku Makassar, secara umum mendiami kabupaten-kabupaten Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Maros dan Pangkajene. Dengan memperhatikan aturan-aturan Islami tentang pemilihan lahan maka analisis penyediaan lahan rumah/hunian pada rumah tradisional Makassar adalah : a. Lahan bersifat datar, kawasan suku Makassar secara jelasnya berada pada ketinggian rata-rata kurang dari 50 meter dari permukaan laut sehingga dapat dikatakan sebagai area/lahan yang datar. 5 Gambar 1. Peta Daerah Suku Makassar di Propinsi Sulawesi Selatan b. Terdapatnya sumber-sumber air, permukiman-permukiman suku Makassar sebagian besar mendiami kawasan pesisir Makassar ujung selatan jazirah Sulawesi Selatan mulai dari pesisir Makassar atau muara sungai-sungai Tallo-Jeneberang sampai Bantaeng sedangkan bagian selatan meliputi Galesong, Takalar, Topejawa, Laikang, Cikoang, Bangkala (Jeneponto). Daerah ini merupakan daerah atau negeri-negeri orang Makassar (Parasanganna Mangkasaraka). c. Tumbuh-tumbuhan dapat hidup, untuk kawasan suku Makassar yang dapat dikatakan sebagai area perkebunan dan persawahan adalah kabupaten Gowa, dan Maros, karena kedua kabupaten ini di Sulawesi Selatan merupakan kabupaten dengan penghasilan terbesar adalah hasil pertanian berupa beras dan lain-lain. 2. Denah Secara garis besar bentuk denah rumah dalam konsep Islami yakni berbentuk persegi empat dimana dalam denah tersebut telah dibagi ruang-ruang yang dibutuhkan sesuai dengan syariat Islam, hal ini dapat diperhatikan pada denah rumah Khadijah alKubra dan bilik-bilik istri Rasullah SAW [6]. Gambar 6. Denah Rumah (b) Tradisional Bugis Bugis Makassar (a) Gambar 2. Denah rumah Khadijah al-Kubra dan Bilik Istri Rasullah SAW (a), denah rumah tradisional Makassar (b). Sumber : Diolah dari Pole, 1998 dan Mone, 1980 6 Memperhatikan bentuk rumah Khadijah dan bilik istri Rasulullah maka ada unsur kemiripan bentuk denah dengan denah rumah tradisional Makassar yang secara garis besar berbentuk persegi empat dan memiliki ruang-ruang utama seperti ruang tidur, ruang tamu dan gudang. 3. Pola Ruang Dalam Islami rumah adalah wadah atau tempat berlangsungnya proses kehidupan berumah tangga, maka rumah sebagai pembentuk kehidupan seperti: a. Bangunan rumah secara Islami harus mempunyai ruang kamar/bilik khusus untuk ibadah. Ruang ibadah mesti berfungsi sebagai sarana ibadah yang memadai dan benar-benar berfungsi sebagai sarana yang baik, yang menghubungkan antara para penghuni rumah dengan Allah SWT. Dan hal ini Allah berfirman: “Dan Kami wahyukan kepada Musa dan saudaranya, „Ambillah olehmu berdua beberapa buah rumah di Mesir untuk tempat tinggal bagi kaummu, dan jadikanlah olehmu rumah-rumahmu itu tempat shalat. Dan, dirikanlah olehmu sembahyang, serta gembirakanlah orang-orang beriman.” (QS. Yunus {10}:87). b. Rumah Islami memiliki ruangan yang cukup memadai bagi penghuni rumah. Artinya, ruangan tersebut sesuai dengan kebutuhan keluarga. Dalam rumah islami, kamar orang tua dan anak-anak terpisah. Kamar anak laki-laki dan perempuan juga terpisah satu sama lain, terutama bila sudah dewasa (baligh). “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (laki-laki dan perempuan) yang kamu miliki dan orang-orang yang belum baligh di antara kamu meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari), yaitu sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari, dan sesudah sembahyang Isya‟. (itulah) tiga‟aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebagian kamu (ada keperluan) kepada sebagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan, Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nuur {24}:58). c. Tersedianya kamar tamu, hendaknya dalam membuat rumah dengan kamar yang banyak, sehingga dapat memisahkan kamar anak laki-laki dan anak perempuan. Hal ini juga mempermudah bila sewaktu-waktu ada tamu yang ingin menginap di rumah. Dan sebaiknya, kamar tamu terpisah dengan ruang keluarga sehingga tidak memungkinkan bagi tamu untuk melihat ruang keluarga secara bebas [6]. Aplikasi ajaran Islami yang terdapat pada pola ruang rumah tradisional Makassar, dapat ditinjau melalui : 7 Dunia atas Duniatengah Dunia bawah Gambar 3. Pola Vertikal Rumah Tradisional Makassar a. Secara Vertical Pembagian pola ruang rumah tradisional Makassar secara vertical, yakni : 1. Loteng (pammakkang) adalah bagian yang mewakili dunia atas serta fungsi dari area ini berupa tempat penyimpanan hasil panen ataupun tempat barang yang tidak terpakai, dalam ajaran Islami sebaiknya dalam sebuah rumah memiliki gudang yang dapat difungsikan sebagai tempat penyimpanan barang-barang perdagangan dan memiliki tempat yang terpisah dengan ruang-ruang utama dalam rumah. 2. Kalle Balla, mewakili dunia tengah dengan fungsi sebagai area beraktifitas seharihari. Pada area ini terdapat ruang tamu yang terdapat perbedaan penempatannya dengan ruang tidur dan sirkulasi dalam rumah. Dalam adat suku Makassar ruang tidur anak perempuan dipisahkan dengan ruang tidur anak laki-laki, dalam konsep Islami hal ini diwajibkan terpisah. Penempatan dapur juga terpisah dalam denah rumah tradisional Makassar dapur terdapat pada bagian samping sehingga penjangkauannya dapat langsung dari belakang rumah dan dapur sebaiknya terjaga privasinya, terlindung bersih dan aman [7]. 3. Siring yang berupa area dunia bawah yang difungsikan sebagai km/wc dan siring dijadikan juga sebagai area terpisah sebelum masuk ke area bersih atau kale balla. Dalam konsep Islami area basah sebaiknya dipisahkan dari area utama rumah karena area utama dapat pula difungsikan sebagai tempat ibadah[7]. b. Secara Horisontal Dalam pola ruang secara horisontal rumah tradisional Makassar terdapat beberapa kesamaan dengan konsep rumah Islami diantaranya: Bentuk pola ruang dan denah rumah secara Islami tidak memerlukan bentukbentuk khusus misalnya kubah dll, dalam rumah tradisional Makassar dapat dilihat bahwa bentuk utamanya adalah segi empat [7] 8 Bangunan rumah Islami harusnya memiliki ruang ibadah, hal ini sesuai dengan firman Allah SWT : “Dan Kami wahyukan kepada Musa dan saudaranya, „Ambillah olehmu berdoa beberapa buah rumah di Mesir untuk tempat tinggal bagi kaummu, dan jadikanlah olehmu rumah-rumahmu itu tempat shalat. Dan dirikanlah olehmu sembahyang, serta gembirakanlah orang-orang beriman.” (QS. Yunus {10}:87). Pada rumah tradisional Makassar disediakan atau terdapat bilik khusus untuk melaksanakan shalat 5 waktu. Penempatan perabot khususnya tempat tidur dalam tradisi suku Makassar sebaiknya menghadap kiblat. Dalam rumah tradisional Makassar ruang tidur anak dan orang tua dipisahkan serta ruang tidur anak laki-laki terpisah dari ruang tidur anak perempuan. Penempatan gentong air dekat dengan tangga site entrance difungsikan agar oaring yang ingin masuk rumah kakinya bersih karena dalam ajaran Islam rumah sebainya bersih, serta gentong air dapat difungsikan juga sebagai tempat mengambil air wudhu. Dinding dapat dijadikan hijab untuk melaksanakan shalat. Penempatan jendela-jendela yang difungsikan sebagai area pencahayaan alami agar setiap ruang dalam rumah tradisional Makassar mendapatkan pencahayaan alami untuk penerangan. Ruang tamu dibutuhkan agar memberikan rasa nyaman dan akrab kepada tamu yang datang berkunjung. Dalam konsep hunian Islami penempatan wc tidak bisa menghadap ke kiblat, hal ini sejalan dengan prinsip penempatan km/wc dalam pola ruang rumah tradisional Makassar karena sistem tersebut dapat dikatakan sebagai hal yang terlarang bagi unsur pemakaiannya.Ini juga telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim yang menjelaskan bahwa Rasulullah SAW, bersabda : “Apabila kalian buang air besar, maka janganlah menghaadp kiblat dan jangan pula membelakanginya. Akan tetapi, menghadaplah ke timur atau barat,” Penempatan teras dibagian luar dari rumah merupakan hal yang terbaik dalam pola ruang rumah tradisional Makassar karena teras berfungsi sebagai tempat memerima tamu selain ruang tamu. Dalam tradisi suku Makassar bahwa seorang istri tidak dapat menerima tamu pria bila suami tidak berada di rumah maka teras dijadikan area menerima tamu tersebut. 9 Rg. tidur akternatif dpt difungsikan sebagai rg. tidur untuk anak pria Area yg dapat difungsikan sebagai tempat shalat Penempatan perabot dlm kamar yg menyisakan ruang agar dapat melaksanakan shalat Penyaluran sistem pencahayaan alami Teras dapat difungsikan untuk menerima tamu yg tidak dikenal Rg. tamu ditempatkan bagian depan agar tdk mengganggu aktifitas penghuni rumah Gentong air yg difungsikan sebagai tempat membersihkan kaki dari sblumPole, masuk rumah : Diolah 1998 Sumber dan Mone, 1980 Gambar 4. Pembagian ruang secara horizontal dalam rumah tradisional Makassar yang sama dengan aturan Islami. Adanya beberapa unsure kesamaan pola ruang rumah Islami dengan pola ruang rumah tradisional Makassar memberikan kaidah bahwa ajaran Islami sangat menyatu dengan karaktristik suku Makassar yang memang sangat kental dengan unsur ajaran Islami dalam kehidupan masyarakatnya. Hal ini juga diperkuat dengan sejarah masuknya ajaran Islam ke Makassar melalui kerajaan Gowa yang merupakan daerah suku Makassar yang terbesar. Dan pada zaman kerajaan Gowa ini pula terbangun mesjid tertua di Makassar. SIMPULAN Aplikasi konsep hunian Islami pada pola ruang rumah tradisional Makassar memiliki kesamaan dari berbagai aturan, hal ini dapat diperhatikan melalui: Pemilihan lokasi yang membutuhkan lahan yang datar untuk pembangunan hunian, adanya sumber air bersih dan lahan yang aman dan nyaman. Dalam kebiasaan masyarakat suku 10 Makassar ini merupakan hal utama untuk awal pembangunan rumah karena lahan yang datar dapat memudahkan pembangunan rumah, adanya air bersih karena dalam kehidupan manusia sangat tergantung dengan air, tempat yang nyaman dan aman sangat baik untuk keberlangsungan suatu keluarga dalam kawasan permukiman suku Makassar. Denah dan bentuk rumah Islami merupakan bentuk yang simple yakni bentuk dasar persegi empat hal ini juga sesuai dengan bentuk denah rumah tradisional Makassar yang mengambil bentuk segi empat agar pembagian dan penempatan ruang dapat terstruktur dan teratur sehingga pembagian besaran ruang dapat juga disesuaikan dengan kebutuhan penghuni rumah. Pola ruang pada rumah tradisional Makassar terbagi dua yakni secara vertical dan horizontal. Secara vertical unsur aplikasi konsep Islami nampak pada penempatan pammakkang yang difungsikan sebagai gudang dalam ajaran Islam membutuhkan gudang sebagai tempat penyimpanan barang dagangan sedangkan pada rumah tradisional Makassar gudang berfungsi sebagai tempat penyimpanan hasil panen. Kalle Balla, pada bagian ini merupakan bagian utama dalam hunian dimana terdapat ruang-ruang yang difungsikan sebagai tempat beraktivitas bagi penghuni rumah. Siring yang merupakan area kotor atau dibawah rumah dalam rumah tradisional makassar sedangkan dalam konsep Islami area kotor sebaiknya dipisahkan dari area utama rumah dan hal ini Nampak pada rumah tradisional makassar yang membedakan area tersebut di bagian bawah rumah. Secara horizontal unsur kesamaan dan aplikasi konsep Islam pada hunian tradisional Makassar dapat diketahui melalui aturan dan cara pemanfaatan ruang rumah seperti rumah Islami memiliki bilik atau ruang shalat sedangkan dalam rumah tradisional makassar area tersebut terdapat di bagian depan dari ruang tidur. Setelah memperlihatkan adanya unsur kesamaan dalam rumah tradisional Makassar dengan konsep hunian Islami maka dapat disimpulkan bahwa aplikasi konsep hunian Islami sudah masuk kedalam rumah tradisional Makassar, hal ini menunjukkan bahwa kualitas hunian Islami layak berada dalam kehidupan masyarakat khususnya masyarakat suku Makassar. Referensi [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] Radja, M.A, dkk., 2006. Tipomorfologi Rumah Tradisional Makassar Di Buluttana Gowa, Sanrobone & Tamasaju Takalar. Hibah Penelitian PHK-A2 Jur. Arsitektur Unhas. Budiharjo, Eko (ed). 1997. Menuju Arsitektur Indonesia. Alumni Bandung. Maslow, A., 1993. “Kebutuhan Dasar Manusia”, Dalam Budihardjo, E., 1998 (edit) Percikan Masalah Arsitektur Perumahan Perkotaan. Gadjah mada University Press. Sense S Djarot. 1987. Sebuah Pemikiran Tentang Permukiman Islami. Mizan Bandung. Moloeng, Lexy J. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung Asros, M.F.Y, 2009. Tata Desain Rumah Islami. DIVA Press.Yogyakarta. Hasyim Hasriyani, dkk. 2004. Filsafat Kebudayaan Dan Arsitektur Islam. Tugas Azas Perancangan Arsitektur IV. Fak. Teknik Jur. Arsitektur Universitas Muslim Indonesia. Rapoport, Amos, 1969. House Form and Culture. Prentice Hall, inc, London. Frick, Heinz, 1988. Arsitektur dan Lingkungan. Kanisius, Yogyakarta. 11 [10] Wunas, Shirly, dkk, 2005. Morfologi Rumah Tradisional Makassar di Pesisir Pantai Galesong Kabupaten Takalar. Laporan Penelitian Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Hasanudin [11] Izarwisman, dkk., 1985. Arsitektur Tradisional Sulawesi Selatan. Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Sulawesi Selatan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 12