BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit sebagai

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rumah sakit sebagai sarana kesehatan memiliki pengertian sebagai suatu
lembaga dalam mata rantai sistem kesehatan nasional yang mengemban tugas
pelayanan kesehatan untuk seluruh masyarakat dan rumah sakit sebagai sarana
untuk mewujudkan pelayanan kesehatan harus bisa menampung semua aktivitas
kesehatan yang dibutuhkan sekaligus berperan sebagai suatu lingkungan yang juga
turut aktif meningkatkan kecepatan penyembuhan dan taraf kesehatan para pasien
rumah sakit.
Anak dikategorikan berdasarkan usia dimana remaja merupakan salah
satu kategori usia anak. Anak juga merupakan bagian dari masyarakat yang
menghadapi masalah kesehatan yang kompleks, walaupun selama ini
diasumsikan sebagai kelompok yang sehat. Hasil Sensus Penduduk 2010
menunjukkan dari 237.641.326 orang di Indonesia, sekitar 34,26% adalah anakanak dan remaja usia 0-17 tahun. Anak dan remaja sangat rentan terhadap
berbagai masalah kesehatan yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan ataupun
kondisi biologis mereka yaitu masalah pubertas yang berkaitan dengan kondisi
kesehatan mental dan reproduksi. Secara tidak langsung, masalah kesehatan
remaja tersebut turut menghambat laju pembangunan manusia (human
development) di Indonesia. Menurut survei kesehatan reproduksi remaja
Indonesia (SKRRI) tahun 2007, persentase perempuan dan lelaki yang tidak
menikah, berusia 15-19 tahun merupakan :
1
2
•
Perokok aktif: perempuan: 0,7%; sedangkan lelaki: 47,0%.
•
Peminum alkohol aktif: perempuan: 3,7%; lelaki: 15,5 %.
•
Lelaki pengguna obat dengan cara dihisap: 2,3%; dihirup: 0,3 %; ditelan
1,3%.
Sedangkan berdasarkan riset kesehatan dasar 2007 mengenai berbagai
kondisi kesehatan anak dan remaja Indonesia usia 5 sampai 24 tahun, kondisi
kesehatan dan penyakit yang diderita oleh anak dan remaja Indonsia adalah
adalah sebagai berikut:
•
Secara nasional persentase kebiasaan merokok penduduk Indonesia berumur
>10 tahun sebesar 23,7%, lelaki 46,8%; dan perempuan: 3 %.
•
Prevalensi penyakit asma, jantung, diabetes mellitus, dan tumor menurut
karakteristik responden yang didiagnosis oleh tenaga kesehatan, yaitu:
1. Umur 5-14 tahun: asma: 1,2%; jantung: 0,2%; diabetes mellitus: 0%;
tumor 1,0%.
2. Umur 15-24 tahun: asma: 1,2%; jantung: 0,3%; diabetes mellitus: 0,1%;
tumor: 2,4%.
Salah satu program kesehatan yang ditujukan untuk memelihara
kesehatan anak usia remaja yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan RI
adalah program PKPR (Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja) yang telah tersedia
di beberapa puskesmas di seluruh Indonesia termasuk di jakarta dengan jumlah
puskesmas penyedia layanan PKPR di Jakarta adalah 33 puskesmas.
Jagakarsa merupakan salah satu kecamatan di Jakarta Selatan dengan
jumlah penduduk pada tahun 2008 adalah 222.097 jiwa (sumber: profil
kesehatan puskesmas kecamatan jagakarsa tahun 2008) dengan jumlah
3
penduduk paling banyak adalah kelompok usia anak dan remaja sebesar 25%
dari populasi.
Kecamatan Jagakarsa memiliki 7 puskesmas namun, hanya satu yang
memberikan layanan PKPR yaitu Puskesmas Kecamatan Jagakarsa
serta
bebarapa klinik kesehatan dan 1 rumah sakit umum yang baru berdiri.
Sedikitnya pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk anak usia remaja
mengakibatkan cakupan pelayanan kesehatan remaja di kacamatan Jagakarsa
pada tahun 2007 hanya terpenuhi sebesar 45.67% sementara target adalah
sebesar 85% (sumber: profil kesehatan puskesmas kecamatan Jagakarsa tahun
2007). sehingga, kecamatan Jagakarsa masih membutuhkan sarana kesehatan
untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat khususnya untuk
kaum anak usia remaja.
Salah satu pelayanan dalam rumah sakit untuk mendukung kesembuhan
pasien adalah pelayanan rehabilitasi medik yang terdiri dari sedikitnya 3 jenis
terapi yaitu fisioterapi, terapi okupasi dan terapi wicara dimana berbagai jenis
terapi tersebut dilakukan dengan berbagai kegiatan fisik yang membutuhkan
fasilitas-fasilitas tertentu dan dapat dilakukan baik didalam ruangan maupun
diluar ruangan yaitu pada taman terapi. Namun, agar bisa dilaksanakan di taman,
taman terapi harus bisa memenuhi fasilitas-fasilitas untuk mendukung kegiatan
dalam terapi tersebut.
Taman sebagai salah satu elemen ruang pada rumah sakit dapat
dimanfaat sebagai suatu ruang terapi untuk mendukung kesembuhan pasien.
Taman yang memiliki fungsi sebagai sarana terapi disebut juga sebagai taman
terapi/ healing garden. Spriggs dan Wiesen (dalam Hidayah, 2010:5)
menyatakan bahwa istilah “taman terapeutik” adalah taman yang berperan dalam
4
meningkatkan kualitas lingkungan medis dan dalam perancangan lanskapnya
tidak hanya untuk dinikmati saja, tetapi untuk meningkatkan pelayanan
kesehatan. Studi yang dilakukan oleh Said (2003:6-7) menunjukkan adanya
respon positif terhadap kegiatan di taman terapi dari anak-anak yang menjalani
rawat inap di rumah sakit diantaranya yaitu lebih penurut, jarang menangis dan
lebih aktif secara fisik.
Keberadaan taman dalam rumah sakit sangat penting namun, pada
kenyataannya, lahan yang sempit di daerah perkotaan dan semakin majunya
perkembangan teknologi pengobatan, keberadaan taman rumah sakit sebagai
taman terapi dan sebagai suatu bagian dari rumah sakit yang memberi dampak
positif terhadap kesembuhan pasien semakin dilupakan.(Sumber: Jurnal Hospital
Outdoor Spaces-Therapeutic Benefits and Design Considerations (2010))
Beberapa Kriteria design suatu taman terapi yang perlu diperhatikan
diantaranya adalah fasilitas, material taman, warna serta pemilihan jenis tanaman
dengan mempertimbangkan warna dan aroma tanaman. fasilitas harus
disesuaikan dengan kebutuhan pengguna taman sedangkan warna dan material
serta aroma berkaitan dengan efek stimulasinya pada panca indera pengguna
taman.
Pemilihan jenis tanaman merupakan kriteria perancangan taman terapi
yang dipertimbangkan dari warna, aroma dan kondisi fisik tanaman (duri, getah,
ketinggian dan lain-lain). Aneka ragam warna dan aroma yang dimiliki oleh
berbagai jenis tanaman dapat mempengaruhi kondisi psikologis seseorang baik
secara positif ataupun negatif.
Warna adalah faktor lingkungan dan faktor lingkungan mempengaruhi
proses penyembuhan sebesar 40%. Warna dapat diterapkan salah satunya pada
5
elemen estetis dimana salah satu elemen estetis adalah tanaman. (Wandira dan
B.Pribadi, 2011:75). Penggunaan warna pada ruangan dalam rumah sakit dan
pada taman terapi yang diterapkan lewat tanaman juga harus diperhatikan
berkaitan dengan efek positif dan negatif yang diberikan warna terhadap kondisi
psikologis manusia sebagai contoh warna biru mengurangi rasa cemas dan
warna ungu mengakibatkan depresi (S.Azeemi, 2007:40-55) sehingga, pemilihan
jenis tanaman dan penempatannya baik pada ruangan dalam bangunan ataupun
pada taman terapi harus diperhatikan dan disesuaikan dengan kegiatan dan
fungsi dalam taman terapi ataupun ruangan tertentu.
Building farming sebagai topik dari proyek rumah sakit anak ini dapat
berarti kegiatan untuk menghadirkan lahan hijau dalam suatu bangunan yang
berdiri dalam lahan terbatas dengan menggunakan taman-taman vertikal ataupun
roof garden/ kebun atap.
Dari semua uraian diatas, maka keberadaan rumah sakit khusus anak
sebagai sarana kesehatan yang digunakan untuk menampung semua aktivitas
penggunanya serta mendukung kesembuhan/ meningkatkan taraf kesehatan
penggunanya sangat diperlukan khususnya di kecamatan jagakarsa yang pada
tahun 2007 belum dapat memenuhi target pelayanan kesehatan khususnya untuk
anak usia remaja.
Proyek ini diberi judul “Perancangan Rumah Sakit Khusus Anak
dengan Penerapan Taman Terapi di Jagakarsa”. Taman terapi akan dihadirkan
dalam perancangan proyek rumah sakit khusus anak ini karena taman terapi
merupakan suatu elemen penting dari rumah sakit yang dapat digunakan sebagai
sarana terapi apabila didesain dengan baik dan karena taman terapi sendiri
memang memberikan dampak yang positif terhadap kesehatan pasien. Selain itu,
6
keberadaan taman terapi dalam rumah sakit juga mendapat respon yang positif
dari pasien anak.
Taman terapi yang dihadirkan tidak hanya berfungsi sebagai sarana terapi
tapi juga sebagai elemen estetika/keindahan dari lingkungan rumah sakit dan
dapat difungsikan untuk kegiatan berkebun sebagai bagian dari konsep building
farming yang dapat memproduksi bunga-bunga yang dapat digunakan sebagai
dekorasi ruang-ruang di rumah sakit atau jamu-jamu herbal contohnya seperti
teh chamomile dan teh krisan yang bermanfaat bagi kesehatan
1.2 Ruang Lingkup
Dengan banyaknya kriteria perancangan sebuah taman terapi, kelas
rumah sakit, cakupan usia anak maka, ruang lingkup dari penelitian ini adalah:
• Proyek merupakan rumah sakit khusus untuk anak usia 10-19 tahun yang
merupakan rentang usia remaja karena pada kecamatan Jagakarsa sendiri,
cakupan pelayanan kesehatan untuk anak usia 0-9 tahun (neonatus sampai
masa anak-anak akhir) telah mencapai target. (sumber: profil kesehatan
puskesmas kecamatan Jagakarsa tahun 2007)
• Rumah sakit anak ini merupakan rumah sakit khusus kelas C sesuai dengan
ketentuan tugas akhir untuk kelas proyek rumah sakit.
• Terapi yang dibahas dalam penelitian ini adalah fisioterapi, terapi okupasi
dan terapi wicara yang merupakan 3 terapi dasar untuk pelayanan rehabilitasi
medik sesuai ketentuan kemenkes no.029 tahun 2012
• Kriteria design taman terapi yang dibahas dalam penelitian penelitian ini
adalah berupa fasilitas terapi, material, serta jenis tanaman berkaitan dengan
warna dan aroma serta lokasi penempatan tanaman tersebut sesuai dengan
7
fungsi dari warna dan aromanya baik dalam ruangan ataupun pada area
tertentu dalam taman terapi tempat dilaksanakannya terapi tertentu.
1.3 Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang dan ruang lingkup yang diungkapkan,
maka, rumusan masalah secara garis besar adalah kriteria design taman terapi
yaitu fasilitas harus disesuaikan dengan kebutuhan pengguna taman sementara
material dan pemilihan jenis tanaman yang dipertimbangkan lewat warna, aroma
dan kondisi fisiknya harus diperhatikan pemilihannya berkaitan dengan efek
stimulasinya pada panca indera manusia serta efek psikologis positif dan negatif
yang diberikan khususnya lewat warna dan aroma. Selain itu, warna sebagai
faktor lingkungan akan diterapkan lewat tanaman sehingga penempatan tanaman
baik pada ruangan dalam bangunan ataupun pada taman terapi harus
diperhatikan dan disesuaikan dengan kegiatan dan fungsi dalam taman terapi
ataupun ruangan tertentu
1.4 Formulasi masalah
1. Fisioterapi, terapi okupasi dan terapi wicara yang dapat dilakukan di taman
memiliki kegiatan yang berbeda dan taman terapi harus bisa memfasilitasi
kegiatan terapi tersebut. Sehingga, fasilitas apa saja yang harus disediakan
taman terapi untuk mendukung kegiatan terapi pengguna taman?
2. Kriteria design taman terapi yang menjadi fokus penelitian ini adalah
material yang berkaitan dengan tekstur serta pemilihan jenis tanaman yang
berkaitan dengan warna dan aroma yang memberikan efek psikologis
tertentu. Sehingga, tekstur material serta warna apa saja yang dibutuhkan
8
dan harus dihadirkan dalam taman terapi untuk mendukung kegiatan
dalam taman serta jenis-jenis tanaman apa saja yang dapat digunakan
sesuai dengan warna dan aroma yang dibutuhkan?
3. Dimana sebaiknya peletakan lokasi tanaman yang dapat digunakan untuk
untuk mendukung kegiatan baik pada taman terapi ataupun pada ruangruang dengan fungsi tertentu lewat warna dan aroma yang dimilikinya
tanpa mengabaikan kebutuhan tanaman akan lama penyinaran khususnya
pada taman terapi?
1.5 Maksud dan Tujuan
Maksud dari kegiatan penelitian ini adalah untuk merancang rumah
sakit khusus anak dengan taman terapi yang dapat mengakomodasi kegiatan
terapi para penggunanya dengan memperhatikan kriteria perancangan suatu
taman terapi yaitu menyediakan fasilitas sesuai dengan kebutuhan pengguna
serta menghadirkan material dan jenis tanaman yang sesuai dan dipertimbangkan
dari efek stimulasinya pada panca indera serta efek psikologis yang diberikan
khususnya lewat warna dan aroma sehingga pemilihan dan penempatan jenis
tanaman tersebut baik di taman terapi ataupun di dalam ruangan dapat
mendukung kegiatan pengguna. Untuk mencapai maksud tersebut maka, tujuan
penelitian ini adalah:
1. Mengetahui aktivitas-aktivitas pengguna taman terapi sehingga dapat
mengetahui fasilitas-fasilitas yang harus disediakan dalam taman terapi untuk
mendukung kegiatan terapi
2. Mengetahui tekstur material yang sesuai untuk kegiatan dalam taman terapi
serta jenis tanaman yang berkaitan dengan warna dan aroma yang dapat
9
dihadirkan untuk mendukung kegiatan baik pada taman terapi ataupun pada
ruang-ruang dalam rumah sakit.
3. Menentukan lokasi penempatan jenis-jenis tanaman tersebut dalam
lingkungan rumah sakit anak untuk mendukung kegiatan dalam rumah sakit
khususnya pada taman terapi tanpa mengabaikan kebutuhan tanaman akan
lama penyinaran.
1.6 Tinjauan pustaka
Kegiatan rawat inap dirumah sakit, mengakibatkan stress bagi anakanak. Sebagai akibatnya, anak-anak sering kali mengalami ketakutan, gelisah,
bosan dan lebih rewel serta bergantung pada orang tua. Namun, dengan terlibat
dalam kegiatan-kegiatan di taman baik secara aktif ataupun pasif dapat
mengurangi stress sebagai akibatnya, anak-anak akan lebih tenang, ceria,
penurut dan lebih kooperatif pada tindakan medis. (Said, 2009:1)
Dalam lingkungan fasilitas kesehatan yang ditujukan untuk anakanak, perubahan sikap negatif menuju sifap yang lebih positif dianggap sebagai
kemajuan dalam pemulihan kesehatan mereka.
Studi yang dilakukan oleh Ismail Said yang diterbitkan dalam jurnal
berjudul “Garden as Restorative Environment for Hospitalized Children” pada
tahun 2009 membahas mengenai efek restorasi/ penyembuhan yang diberikan
oleh taman terapi rumah sakit terhadap pasien anak di rumah sakit Batu Pahat
Malaysia. Dalam studi ini, Said membandingkan perilaku anak-anak di taman
dengan perilaku anak-anak dalam kamar rawat inap dengan menggunakan teknik
observasi dan komparasi. Hasil dari studi tersebut adalah sebagai berikut:
10
• Sifat anak-anak dari segi kognitif yang pada awalnya negatif berupa bosan,
takut dan cemas berubah menjadi lebih nyaman, tenang, tidak khawatir dan
ceria.
• Sifat anak-anak dari segi fisik yang pada awalnya pasif berubah menjadi
lebih aktif dengan berpartisipasi dalam kegiatan bermain ditaman.
• Sifat anak-anak dari segi sosial yang pada awalnya menyendiri dan tidak
kooperatif dengan tindakan medis menjadi lebih bersahabat dan lebih
penurut serta lebih kooperatif. (Said, 2009:1)
Secara keseluruhan, studi tersebut menyimpulkan bahwa taman terapi
rumah sakit beserta semua elemen yang ada didalamnya mendukung proses
penyembuhan pasien anak. Studi tersebut juga menunjukkan bahwa keberadaan
taman terapi mendapatkan kesan yang positif dari pasien anak, orang tua serta
staff rumah sakit karena perannya dalam merestorasi pasien.
Dalam studi yang dibuat dalam jurnal Garden as An environmental
Intervention in Healing Process of holpitalised Children, Ismail Said (2003:6-7)
melaporkan hasil studi untuk mencari tahu respon anak-anak terhadap
keberadaan taman terapi dirumah sakit dan anak-anak menunjukkan respon yang
positif diantaranya yaitu lebih jarang menangis karena diizinkan untuk bermain,
lebih aktif secara fisik, lebih bekerja sama dan lebih penurut dalam proses
penyembuhan. respon para staff rumah sakit mengenai perilaku anak-anak yang
berpartisipasi dalam kegiatan di taman terapi adalah sebagai berikut:
11
Gambar 1.1 Respon staff pasien anak mengenai respon anak terhadap taman. Sumber: jurnal
Garden as Restorative Environment for Hospitalized Children (2003:6)
Selain itu, para staff juga memberikan pendapat yang positif yaitu anakanak tidak merasa bosan dan selalu bersemangat untuk beraktivitas di taman, lebih
ceria dan bahagia, lebih mudah ditangani (lebih kooperatif) dan karena mereka
pasien bahagia dan mudah diajak bekerja sama, lingkungan rumah sakit lebih
ceria dan menjadi tempat bekerja yang menyenangkan.
M.Susan Erickson dalam jurnal berjudul “Restorative Gardens Designs:
Enhancing Wellness Through Healing Spaces” menjabarkan hasil survey mulai
dari tahun 1992, 2011 dan 2012 mengenai tempat yang dikunjungi oleh responden
ketika mengalami stress, kecewa, marah, gelisah, dan tempat-tempat yang
menurut mereka membuat mereka merasa lebih nyaman.
Hasil survey pada
survey tahun 1992, yang dilakukan oleh Francis dan Cooper Marcus, sebesar 70%
responden memilih untuk pergi ke ruang terbuka sedangkan pada survey tahun
2011 yang dilakukan Iowa hasil menunjukkan bahwa sekitar 55% responden lebih
memilih untuk pergi menemui pihak keluarga atau tinggal dirumah, dan 30%
responden memilih untuk mengunjungi ruang-ruang terbuka. Survey terbaru pada
tahun 2012 di Taiwan, menunjukkan kenaikan jumlah responden yang memilih
untuk mengunjungi ruang terbuka dengan jumlah sebesar 60% responden
Penjabaran dari hasil survey-survey tersebut menunjukkan cukup
besarnya minat masyarakat terhadap keberadaan ruang terbuka/ taman sebagai
12
tempat pereduksi stress dan menunjukkan kalau ruang terbuka turut memberikan
efek restorasi terhadap kondisi kejiwaan penggunannya.
Keberadaan taman rumah sakit sebagai bagian dari elemen alam yang
dipercaya mempercepat proses penyembuhan pasien telah ada sejak abad 14 dan
15 dimana semua kamar pasien memiliki akses langsung ke ruang terbuka. Pada
abad ke 20, dimana teknologi dan bidang kedokteran serta obat-obatan semakin
maju dan efisiensi kerja staff rumah sakit lebih dianggap penting, keberadaan
taman rumah sakit semakin dilupakan (Nedučin, Krklješ dan Folić (2010:295))
Gambar 1.2. Contoh rumah sakit pada abad 14-17, St. Catherine's Garden in the monastic infirmary,
Central courtyard of the Ospedale Maggiore Ca Granda, Milan dan Garden Lodge of the Royal
Hospital, Dublin. Sumber: Jurnal Hospital Outdoor Spaces-Therapeutic Benefits and Design
Considerations (2010)
Gambar 1.3 Contoh rumah sakit pada abad 20 Cornell Medical Center, New York, 1933 dan Hôpital
Beaujon, 1932-1935. Sumber: Jurnal Hospital Outdoor Spaces-Therapeutic Benefits and Design
Considerations (2010)
Nedučin, Krklješ dan Folić dalam jurnal berjudul “Hospital Outdoor
Spaces Therapeutic Benefit and Design Consideration” menyebutkan sekaligus
menganalisis hal-hal yang menjadi pertimbangan dalam design taman rumah
sakit sebagai taman terapi agar taman tersebut dapat mendukung kesembuhan
pasien dan mengurangi kesan negatif dari lingkungan rumah sakit dengan halhal yang menjadi pertimbangan adalah sebagai berikut:
• Potensi tapak rumah sakit seperti view, kebisingan, entrance dan lain-lain
13
• Pihak pengguna dan kebutuhan mereka terkait dengan kondisi, status, dan
kegiatan pengguna yang mencakup pasien, staff dan pengunjung rumah
sakit .
• Adanya variasi kegiatan dimana para pengguna bisa menentukan sendiri
kegiatan apa yang mereka ingin lakukan.
• Adanya Variasi ruang dimana dalam satu taman yang besar terbagi menjadi
ruang-ruang mikro dengan fungsi yang berbeda-beda.
• Mempertimbangkan elemen-elemen taman yang menjadi pengalih perhatian
yang bersifat positif (berdampak baik bagi kesehatan dan mengurangi stress)
dan negative (berdampak buruk bagi kesehatan dan menambah tingkat stress
contohnya seperti bentuk-bentuk yang abstrak dan ambigu).
• Aksesibilitas dan keamanan dimana taman rumah sakit harus bisa diakses
oleh semua pengguna dan aman.
• Tanaman berkaitan dengan jenis tanaman dimana jenis tanaman tidak boleh
membahayakan pasien diantaranya beracun dan dapat menyebabkan alergi.
• Pemandangan keluar dimana taman rumah sakit juga harus dapat terlihat dari
kamar pasien, koridor, dan ruang publik karena adanya pemandangan keluar
bisa mengurangi rasa terisolasi.
Dalam jurnal berjudul The Influence of Sensory Gardens on the
Behaviour of Children with Special Educational Needs (2010), Hazreena
Hussein menyimpulkan bahwa anak-anak tidak menilai suatu taman dari segi
estetika (keindahan) tapi lewat bagaimana mereka dapat berinteraksi serta
beraktivitas dalam taman tersebut. Aneka ragam aktivitas yang bisa dilakukan
di taman serta berbagai pengalaman sensory yang melibatkan indera penglihatan
(warna, bentuk), penciuman (aroma) serta indera peraba (tekstur halus dan
14
kasar) harus didesign dengan baik karena sama pentingnya dengan elemen
estetika/ keindahan. (Hussein, 2010:14)
Pemilihan jenis tanaman untuk taman terapi menurut Said dalam jurnal
berjudul “Garden as an Environmental Intervention in Healing Process of
Hospitalised Children” harus berdasarkan efek stimulasi tanaman tersebut pada
anak-anak (Said, 2003:4). Efek stimulasi tersebut bisa didapat melalui tekstur,
aroma, bentuk, warna serta ketinggian tanaman.
Wandira dan B.Pribadi dalam jurnal yang berjudul “Kajian Warna
Interior Rumah Sakit Ibu dan Anak pada Psikologi Pasien Anak (Studi Kasus:
RSIA Hermina Pandanaran) menyatakan bahwa kemampuan warna dalam
menciptakan impresi mampu memberikan efek tertentu dan efeknya akan
berpengaruh pada pikiran, emosi, tubuh dan keseimbangan. Lebih lanjut,
Wandira dan B.Pribadi menyimpulkan warna-warna yang disukai oleh anakanak dan sekaligus dapat memberikan pengaruh baik jika diaplikasikan pada
rumah sakit adalah:
•
Biru, warna biru mampu mengatasi demam dan membantu tidur nyenyak.
•
Pink/ merah muda, karena warma ini memberi efek menghilangkan rasa takut
karena membuat orang merasa dicintai.
•
Peach/ salem, kuning cerah dan muda serta krem yang memberikan efek
menenangkan.
•
Hijau muda yang mempunyai efek mengurangi rasa agresif dan kemarahan
anak-anak. (Wandira dan B.Pribadi, 2011:78).
15
1.7 Sistematika Pembahasan
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab 1 berisi tentang latar belakang dan alasan pemilihan proyek, topik
serta tema disertai dengan fokus dari pembahasan laporan ini berikut dengan
perumusan masalah terkait topik dan tema serta maksud dan tujuan perancangan
proyek dan kegiatan penelitian untuk menjawab rumusan masalah
BAB 2 KAJIAN TEORI
Bab 2 berisi semua studi pustaka yang berkaitan dengan proyek, serta
topik dan tema yang dibahas
BAB 3 METODE PENELITIAN
Bab 3 berisi cara/ metode penelitian, jenis data dalam penelitian serta
cara pengumpulan data, analisis dan cara penarikan kesimpulan.
BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN
Bab 4 berisi pembahasan dari hasil penelitian meliputi proses analisis
dari data-data yang telah didapat dan kesimpulan yang diambil dari hasil analisis
tersebut
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
Bab 5 berisi kesimpulan dari hasil penelitian secara keseluruhan dan
saran mengenai hal-hal yang harus diperhatikan dalam perancangan rumah sakit
anak terkait dengan hasil penelitian.
Download