1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan sayuran umbi yang multiguna, dapat digunakan sebagai bumbu masakan, sayuran, penyedap masakan, di samping sebagai obat tradisional karena efek antiseptik senyawa anilin dan alisin yang dikandungnya (Rukmana, 1994). Bahan aktif minyak atsiri bawang merah terdiri dari sikloaliin, metilaliin, kaemferol, kuersetin, dan floroglusin (Muhlizah dan Hening-S, 2000). Persentase produksi bawang merah Provinsi Jawa Tengah tahun 2014 untuk Kabupaten Brebes dan 34 (tiga puluh empat) kabupaten/kota lainnya masing-masing sebesar 72,39% dan 27,61%. Produksi dan luas panen tertinggi di Kabupaten Brebes dicapai pada tahun 2014, dimana produksi mencapai 375,97 ribu ton dan luas panen mencapai 30,95 ribu hektar. Produksi dan luas panen tertinggi di 34 (tiga puluh empat) dicapai pada tahun 2014, dimana produksi mencapai 143,38 ribu ton dan luas panen mencapai 15,28 ribu hektar. Sementara produksi tertinggi untuk Kabupaten Brebes dan 34 (tiga puluh empat) kabupaten/kota lainnya dicapai tahun 2013 yaitu masing-masing sebesar 12,23 ton per hektar dan 9,72 ton per hektar (Anonim, 2015). Bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura penting di Indonesia yang dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk tanpa memperhatikan tingkat sosial. Komoditas ini mempunyai prospek yang sangat KAJIAN MORFOLOGI DAN ...Desi Rahmawati Hakim, AGROTEKNOLOGI, ump 2017 2 cerah mampu meningkatkan taraf hidup petani, nilai ekonomis yang tinggi, berpeluang ekspor, dapat membuka kesempatan kerja. Kabupaten Brebes merupakan salah satu daerah di Jawa Tengah yang menjadi sentra produksi bawang merah terbesar di Indonesia. Kabupaten Brebes memiliki 17 kecamatan salah satunya Kecamatan Wanasari sebagai salah satu penghasil bawang merah terbesar di Kabupaten Brebes (Listianawati, 2014). Menurut Suryaman (2015) Kecamatan Wanasari memiliki luas lahan panen terbesar dengan produksi yang paling besar pula di Kabupaten Brebes yaitu 6052 Ha dengan hasil produksi 719.230 Kw. Dari data produksi tahun 2014, sentra produksi dengan kontribusi produksi terbesar yaitu Kecamatan Wanasari (27,28%), Larangan (26,73%), Brebes (10,17%), Bulakamba (9,66%). Brebes adalah salah satu kawasan utama produksi bawang merah secara nasional. Petani sudah terbiasa melakukan praktek budidaya secara intensif dengan ketergantungan sangat tinggi pada bahan kimiawi pertanian (agrochemical), terutama pupuk dan pestisida (Bahar, 2016). Bahan agrokimia seperti pupuk dan pestisida menyebabkan pencemaran logam berat, yang dapat menurunkan kualitas sumberdaya alam dan produktivitas tanah. Dari penelitian di sentra produksi bawang merah Brebes dan Tegal diperoleh informasi bahwa kandungan logam berat Pb di dalam tanah dan bawang merah sudah cukup tinggi yaitu kadar Pb-total tanah berkisar 12,33-19,74 ppm Pb dan dalam bawang merah berkisar dari 0,41-5,51 ppm, melebihi ambang batas yang KAJIAN MORFOLOGI DAN ...Desi Rahmawati Hakim, AGROTEKNOLOGI, ump 2017 3 ditetapkan oleh Departemen Kesehatan yaitu masing-masing sudah di atas 12,75 dan 2 ppm (Anonim, 2002). Penggunaan pestisida untuk pengendalian hama ulat bawang (S. exigua), ulat gerayak (S. litura) dan trips (T. tabaci) masih menjadi andalan utama, sehingga petani menjadikan insektisida sebagai jaminan utama keberhasilan usahatani. Volume larutan insektisida yang digunakan pada setiap aplikasi berkisar 560 – 1.588 liter per Ha (sudah over dosis). Petani melakukan penyemprotan secara berkala 3-4 hari sekali, sehingga dalam satu musim tanam melakukan penyemprotan 15- 20 kali. Pengendalian OPT umumnya dilakukan dengan mencampur 3 sampai 4 jenis insektisida dalam satu ember. Selain itu dalam pengendalian OPT, sangat jarang menerapkan prinsip K3 (Keamanan dan Keselamatan Kerja), sehingga berpengaruh buruk pada kondisi kesehatan mereka (Bahar,2016). Menurut Karyadi (2005), sebagai upaya untuk meningkatkan produksi bawang merah, penggunaan pupuk dan pestisida di sentra-sentra produksi tanaman bawang merah di Kabupaten Brebes tidak dapat dihindarkan. Pestisida yang digunakan dalam budidaya pertanian dapat menyebabkan pencemaran pada tanah, air, biji atau buah,dan tanaman, bahkan sampai ke badan air/sungai dan perairan umum, karena pestisida mengandung logam berat, sebagai contohnya adalah plumbum (Pb). Kontaminasi logam berat di lingkungan merupakan masalah, karena akumulasinya sampai pada rantai makanan dan keberadaannya di alam tidak mengalami transformasi (persistent), sehingga menyimpan potensi keracunan KAJIAN MORFOLOGI DAN ...Desi Rahmawati Hakim, AGROTEKNOLOGI, ump 2017 4 yang laten. Keberadaan logam berat dalam tanah perlu mendapatkan perhatian yang serius karena tiga hal, meliputi: 1) bersifat racun dan berpotensi karsinogenik; 2) logam dalam tanah pada umumnya bersifat mobile 3) mempunyai sifat akumulatif dalam tubuh manusia (Notodarmojo, 2005). Akumulasi logam yang ada pada tanah yang dapat mengakibatkan penurunan aktivitas mikroba tanah, kesuburan tanah, kualitas tanah secara keseluruhan, dan penurunan hasil serta masuknya bahan beracun ke rantai makanan (Kurnia,dkk. 2009). Pencemaran agroekosistem oleh logam berat dapat membahayakan rantai makanan, keamanan pangan dan kesehatan manusia. Logam berat nonesensial Timbal (Pb) secara alami terdapat di tanah pertanian namun konsentrasinya dapat meningkat karena polusi udara serta penggunaan kotoran hewan, pupuk anorganik dan pestisida yang mengandung timbal arsenat (Hindersah,R. 2014). Issazedah (2013) dalam penelitiannya menyatakan peningkatan logam berat (seperti Cd dan Pb) dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Penurunan aktivitas mikroba tanah berarti juga menyebabkan berkurangnya jumlah mikroba dalam tanah seperti bakteri, fungi dan mikoriza. Seperti yang kita tahu bahwa peranan bakteri dalam tanah sangat penting bagi pertumbuhan tanaman, jika keberadaan bakteri dalam tanah berkurang maka produksi bawang merah juga akan menurun. Logam berat, termasuk Pb, memiliki efek negatif terhadap produksi enzim oleh mikroba serta dapat menyebabkan berkurangnya produksi EPS, namun Azotobacter mampu mengembangkan sistem resistensi terhadap logam KAJIAN MORFOLOGI DAN ...Desi Rahmawati Hakim, AGROTEKNOLOGI, ump 2017 5 berat melalui fitokelatin yang mengkelat logam dan mensekuestrasinya di vakuola (Vatamaniuk, dkk., 2000). Transformasi kimia, kelasi dan protonasi dapat memobilisasi unsur hara mikro sedangkan presipitasi dan sorbsi menurunkan ketersediaannya di dalam tanah; bakteri yang bersifat mengasamkan lingkungan tumbuhnya dapat melarutkan unsur hara mikro (Sessitsch dkk., 2013). Sedangkan dalam penelitian Hardiani (2011) menyatakan masuknya bakteri pada ukuran populasi tertentu terutama bakteri yang adaptif dan resisten terhadap lahan terpolusi, dapat mengikat logam berat karena mikroba memproduksi protein permukaan yang mampu mengikat logam berat. Kualitas biologi tanah meningkat dengan adanya mikroorganisme tanah terutama pada rhizosfer. Menurut Simatupang (2008), rhizosfer merupakan bagian tanah yang berada mikroorganisme di rhizosfer di sekitar perakaran tanaman. Populasi umumnya lebih banyak dan beragam dibandingkan pada tanah nonrhizosfer. Aktivitas mikroorganisme rhizosfer dipengaruhi oleh eksudat yang dihasilkan oleh perakaran tanaman. Beberapa mikroorganisme rhizosfer berperan dalam siklus hara dan proses pembentukan tanah, pertumbuhan tanaman, memengaruhi aktivitas mikroorganisme, serta sebagai pengendali hayati terhadap patogen akar. Mikrobia yang tumbuh pada daerah perakaran (zona rhizosfer) merupakan mikrobia yang sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Fungsi mikrobia tersebut antara lain mampu memacu pertumbuhan tanaman (PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria)) (Husen, dkk., 2009; Munif KAJIAN MORFOLOGI DAN ...Desi Rahmawati Hakim, AGROTEKNOLOGI, ump 2017 6 dan Awaludin, 2011). Adapun penelitian tentang kajian bakteri pada rhizosfer bawang merah yang terkena cemaran logam berat ini untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh dari akumulasi logam berat di lahan pertanaman bawang merah Kecamatan Wanasari khususnya dalam mempengaruhi keberadaan bakteri dalam rhizosfer lahan bawang merah. B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana morfologi bakteri pada rizosfer bawang merah yang tercemar logam berat Pb (Allium ascalonicum L.) di Kecamatan Wanasari, Brebes? 2. Bagaimana Biokimiawi bakteri pada rizosfer bawang merah yang tercemar logam berat Pb (Allium ascalonicum L.) di Kecamatan Wanasari, Brebes? 3. Bagaimana pengaruh kandungan Pb terhadap keberadaan bakteri yang ada pada tanah pertanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.) di Kecamatan Wanasari, Brebes? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui morfologi bakteri pada rizosfer bawang merah bawang merah yang tercemar logam berat Pb (Allium ascalonicum L.) di Kecamatan Wanasari, Brebes. 2. Mengetahui biokimiawi bakteri pada rizosfer bawang merah bawang merah yang tercemar logam berat Pb (Allium ascalonicum L.) di Kecamatan Wanasari, Brebes. KAJIAN MORFOLOGI DAN ...Desi Rahmawati Hakim, AGROTEKNOLOGI, ump 2017 7 3. Mengetahui pengaruh kandungan Pb terhadap keberadaan bakteri yang ada pada tanah pertanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.) di Kecamatan Wanasari, Brebes. D. Manfaat penelitian 1. Menambah pengetahuan dan wawasan tentang keragaman bakteri pada rizosfer bawang merah yang tercemar logam berat Pb pada Kecamatan Wanasari. 2. Memberikan informasi kepada petani khususnya Kecamatan Wanasari tentang keberadaan bakteri dan pengaruhnya dalam tanah pertanaman bawang merah. 3. Adanya hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan sebagai acuan untuk pelaksanaan penelitian-penelitian selanjutnya. KAJIAN MORFOLOGI DAN ...Desi Rahmawati Hakim, AGROTEKNOLOGI, ump 2017