penerapan model kooperatif tipe kancing gemerincing pada

advertisement
PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE KANCING GEMERINCING
PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA
KELAS VII SMP NEGERI B SRIKATON
TAHUN PELAJARAN 2015/2016
Andi Febriyansah1, Fadli2, Idu Adha3.
Email: [email protected]
PMIPA, Pendidikan Matematika STKIP-PGRI Lubuklinggau
ABSTRACT
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketuntasan hasil belajar matematika siswa
kelas VII SMP Negeri B Srikaton Tahun Pelajaran 2015/2016 setelah diterapkan model
pembelajaran kooperatif tipe Kancing Gemerincing?. Metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen Semu. Pengumpulan data dilakukan
dengan teknik tes yang terdiri dari 6 soal. Teknik analisis data dengan langkah-langkah
uji normalitas dan uji t. Rata-rata nilai tes akhir sebesar 83,54. Siswa yang tuntas untuk
tes akhir sebanyak 32 siswa (88,89%) dan sisanya sebanyak 4 siswa (11,11%) tidak
tuntas. Sedangkan berdasarkan hasil perhitungan uji-t diperoleh thitung (6.014) > ttabel
(1,684). Hasil penelitian di kelas VII.5 menunjukkan hasil belajar matematika siswa
kelas VII SMP Negeri B Srikaton Tahun Pelajaran 2015/2016 setelah diterapkan model
pembelajaran kooperatif tipe Kancing Gemerincing secara signifikan tuntas.
PENDAHULUAN
Menurut Slameto (2007:2) “Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang
tidak dipisahkan satu sama lain. Belajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan oleh
seseorang sebagai subjek menerima pelajaran (sasaran didik), sedangkan mengajar
menunjuk apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pengajar”. Dua konsep tersebut
menjadi terpadu dalam satu kegiatan manakala terjadi interaksi guru dan siswa pada
saat pengajaran itu berlangsung. Inilah makna belajar dan mengajar sebagai suatu
proses. Sedangkan Sudjana (2007:27) menyimpulkan “Interaksi guru dan siswa sebagai
makna utama proses pengajaran memegang peranan penting untuk mencapai tujuan
pengajaran yang efektif. Mengingat kedudukan siswa sebagai subjek dan sekaligus
sebagai objek dalam pengajaran, maka inti proses pengajaran tidak lain adalah
kegiatan belajar siswa dalam mencapai suatu tujuan pengajaran.”
Isjoni (2009:11) mengatakan bahwa “Pembelajaran adalah suatu yang
dilakukan oleh siswa, bukan dibuat oleh siswa. Pembelajaran pada dasarnya
merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan
belajar.” Tujuan pembelajaran adalah terwujudnya efisiensi dan efektivitas kegiatan
belajar yang dilakukan oleh peserta didik. Dalam hal ini sangat menuntut siswa untuk
mengembangkan kreativitasnya, berpikir, dan memotivasi diri sendiri. Namun dalam
kegiatan belajar mengajar hal ini kurang ditekankan oleh guru sehingga hasil belajar
rendah dan menimbulkan kurang tuntasnya siswa dalam belajar.
Sudjana (2007:29) menyimpulkan ”Hasil belajar siswa adalah perubahan
tingkat pemikiran merupakan siswa sebagai hasil belajar dalam pengetahuan yang
luas, mencakup bidang kognitif, efektif dan pisikomotorik”. Hasil belajar yang akan
diukur adalah hasil belajar yang bersifat kogniti yaitu “pengukuran pemahaman konsep
1
Alumni STKIP-PGRILubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Matematika
yang terkait dengan percobaan yang dilakukan untuk aspek pengetahuan evaluasi
dapat dilakukan melalui tes tertulis yang relevan dengan materi pokok tersebut.
Berdasarkan hasil observasi peneliti dengan guru matematika kelas VII SMP
Negeri B Srikaton diperoleh informasi bahwa Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
untuk mata pelajaran matematika kelas VII SMP Negeri B Srikaton sebesar 75. Dari 260
siswa, rata-rata nilai ulangan harian matematika siswa kelas VII SMP Negeri B Srikaton
sebesar 65,79. Siswa yang tuntas sebanyak 90 siswa (34,50%) dan sebanyak 170 siswa
(65,50%) belum mencapai KKM yang ditetapkan. Hal ini tercermin dari hasil ulangan
harian semester ganjil yang sebagian besar belum mencapai KKM, sehingga mereka
harus mengikuti program remedial. Ini terjadi karena dalam kegiatan belajar mengajar
guru cenderung menggunakan pembelajaran konvensional. Dimana guru menjadi
pusat perhatian dan siswa sebagai penerima informasi yang hanya mendengarkan dan
memperhatikan gurunya saja sehingga siswa kurang aktif dalam proses belajar
mengajar.
Menurut Lie (2008:63) “model pembelajaran kooperatif tipe Kancing
Gemerincing adalah salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang masingmasing anggota kelompoknya mendapat kesempatan yang sama untuk memberikan
kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan serta pemikiran anggota kelompok
lain”. Tipe kancing gemerincing ini dapat memberikan kesempatan kepada setiap siswa
untuk berperan aktif dalam mengeluarkan pendapat, sehingga dalam suatu kelompok
tidak ada siswa yang terlalu dominan pintar dan banyak bicara, kemudian tidak ada
siswa yang pasif yang selalu menggantungkan dirinya kepada siswa yang pintar.
Sehingga proses belajar-mengajar terjadi secara aktif, dengan aktifnya belajar
diharapkan nilai hasil belajarnya bisa meningkat.
LANDASAN TEORI
Slameto (2007:2) menyatakan “Belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya”. Sedangkan Skiner (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2006:9)
berpandangan bahwa ”belajar adalah suatu prilaku”. Pada saat orang belajar, maka
responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya akan
menurun. Dimyati dan Mudjiono (2009:26) menyatakan bahwa “Belajar adalah suatu
aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan
yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman
keterampilan dan nilai sikap.”
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu
kegiatan yang dilakukan secara sengaja oleh individu yang berlangsung dalam interaksi
aktif dengan lingkungan untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku, sikap
kebiasaan kearah yang lebih baik serta menambah pengetahuan dan keterampilan.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:3) “Hasil belajar merupakan hasil dari
suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar”. Sedangkan Hamalik (2006:30)
menyatakan bahwa “hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang diharapkan
pada siswa setelah melakukan proses belajar mengajar”. Suprijono (2009:5)
mengatakan “hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertianpengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan”.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
perubahan tingkah laku yang diperoleh dari aktivitas belajar siswa. Hasil yang didapat
ini dapat berupa pemahaman, sikap dan keterampilan. Hasil belajar yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah hasil belajar aspek kognitif.
Secara umum, pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh
guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku peserta didik berubah ke arah yang lebih
baik. (Darsono, 2000 :24). Menurut Ebbut dan Strakker (dalam Suyitno, 2004:24), yaitu
matematika yang diajarkan di sekolah-sekolah memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Matematika sebagai kegiatan penelusuran pola dan hubungan.
b. Matematika sebagai kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi dan penemuan.
c. Matematika sebagai kegiatan pemecahan masalah.
Sedangkan dalam Kurikulum 2006 (BSNP, 2006:416) dijelaskan bahwa:
Matematika adalah mata pelajaran yang diberikan kepada semua siswa dengan
kemampuan berpikir logis, analitis, kreatif, kritis serta kemampuan kerja sama agar
dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola dan memanfaatkan informasi
untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar matematika pada
hakikatnya adalah aktivitas mental yang tinggi untuk memahami arti struktur-struktur,
hubungan-hubungan, simbol-simbol kemudian menerapkannya dalam situasi yang
nyata. Jadi, belajar matematika adalah suatu proses aktif yang sengaja dilakukan untuk
memperoleh pengetahuan tentang konsep dan pemahaman matematika
Menurut Nurhadi (2007:112) ”pengajaran kooperatif (cooperative learning)
adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa
untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan
belajar”. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang secara sadar dan
sengaja mengembangkan interaksi yang silih asuh untuk menghindari ketersinggungan
dan kesalah pahaman yang dapat menimbulkan permusuhan, sebagai latihan hidup di
masyarakat. Sedangkan Isjoni (2009:16) mengatakan ”pembelajaran kooperatif disebut
dengan istilah pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja sama dengan siswa lain dalam tugastugas yang terstruktur”.
Adapun ciri-ciri pembelajaran kooperatif menurut Isjoni (2009:20) adalah
sebagai berikut :
a. Setiap anggota memiliki peran
b. Terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa
c. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga temanteman kelompoknya
d. Guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal
kelompok
e. Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan
Pembelajaran kooperatif merupakan suatu sistem yang di dalamnya
terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Menurut Abdurrahman (Nurhadi,
2007:112-113) berbagai elemen dalam pembelajaran kooperatif adalah adanya :
a. Saling ketergantungan positif.
b. Tanggung jawab perseorangan.
c. Tatap muka.
d. Komunikasi antar anggota.
e. Evaluasi proses kelompok
Manfaat atau keuntungan dari diterapkannya strategi pembelajaran kooperatif
menurut Nurhadi (2007:115) adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial
b. Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan, informasi,
perilaku sosial, dan pandangan-pandangan
c. Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial
d. Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen
e. Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois
f. Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa
g. Berbagai keterampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan
saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan
h. Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia
i. Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai
perspektif
j. Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik
k. Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaaan kemampuan,
jenis kelamin, etnis, kelas sosial, agama dan orientasi tugas
Isjoni (2009:25) menyatakan kelemahan model pembelajaran cooperative
learning bersumber pada dua faktor yaitu faktor dari dalam (intern) dan faktor dari
luar (ekstern). Faktor dari dalam yaitu sebagai berikut: a. Guru harus mempersiapkan
pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga,
pemikran dan waktu; b. Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka
dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai; c. Selama kegiatan
diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang sedang
dibahas meluas. Sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan; d. Saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang, hal ini
mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif. Faktor dari luar erat kaitannya dengan
kebijakan pemerintah yaitu padamya kurikulum pembelajaran matematika, selain itu
pelaksanaan tes yang terpusat seperti UN sehingga kegiatan belajar mengajar di kelas
cenderung dipersiapkan untuk keberhasilan perolehan UN.
Pengertian model kooperatif Tipe Kancing Gemerincing menurut Lie (2008:63)
adalah salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang masing-masing anggota
kelompoknya mendapat kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi mereka
dan mendengarkan pandangan serta pemikiran anggota kelompok lain. Sedangkan
menurut Miftahul (2011:142) “Model pembelajaran kooperatif tipe kancing
gemerincing adalah jenis model pembelajaran kooperatif dengan cara siswa diberikan
chips yang berfungsi sebagai tiket yang memberikan izin pemegangnya untuk berbagi
informasi, atau berkontribusi pada diskusi”
Isjoni (2009: 79) menyatakan bahwa tipe kancing gemerincing ini
dikembangkan juga oleh Speicer Kagan, di mana masing-masing anggota kelompok
mendapatkan kesempatan untuk memberikan kontribusi mereka dan mendengarkan
pandangan dan pemikiran orang lain. Tipe kancing gemerincing menuntut siswa untuk
mengeluarkan pendapatnya masing-masing. Sehingga setiap siswa ikut berperan serta
dan mendapatkan pembagian tugas yang adil. Dengan adanya hal ini, maka tidak ada
siswa yang merasa dirugikan atau diuntungkan.
Adapun langkah-langkah tipe kancing gemerincing yang digunakan pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran (atau indikator hasil belajar), guru
memotivasi siswa, guru mengaitkan pelajaran sekarang dengan yang
terdahulu
b. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-masing kelompok terdiri
dari 4-5 orang.
c. Guru menyiapkan kotak kecil yang berisi kancing-kancing atau bisa juga
benda-benda kecil lainnya seperti kacang merah, batangan lidi dan
sebagainya.
d. Guru menjelaskan materi kepada siswa, kemudian guru memberikan
pertanyaan-pertanyaan kepada siswa. Setiap kali seorang siswa berbicara
atau mengeluarkan pendapat, dia harus menyerahkan salah satu kancingnya
dan meletakannya di tengah-tengah kelompoknya.
e. Jika kancing yang di miliki siswa habis, dia tidak boleh berbicara lagi sampai
semua rekannya juga menghabiskan kancing mereka.
f. Jika semua kancing sudah habis dan tugas belum selesai, kelompok boleh
mengambil kesepakatan untuk membagikan kancing lagi dan mengulangi
prosedur yang ada.
g. Sedangkan jika kancing belum habis saat pertemuan berakhir, maka kancing
tersebut di ambiloleh guru dan akan dikalkulasikan kepada pertemuan kedua
dengan kancing akan dibagi secara rata dalam tiap kelompok yang belum
habis
METODE PENELITIAN
Menurut Arikunto (2006:126) ”Metode penelitian adalah cara yang digunakan
dalam penelitian untuk memperoleh data mengenai hipotesis yang ada”. Sedangkan
menurut Sudjiono (2009:36) ”Metode penelitian adalah cara alamiah untuk
memperoleh data dengan kegunaan dan tujuan tertentu.”
Berdasarkan pendapat di atas, metode penelitian sebagai rangkaian cara atau
kegiatan pelaksanaan penelitian yang didasari oleh asumsi-asumsi dasar,
menggunakan cara ilmiah untuk kegunaan dan tujuan tertentu.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu. Eksperimen
semu adalah eksperimen yang hanya menggunakan satu kelas tanpa kelas
pembanding.
Adapun desain eksperimen yang digunakan berbentuk desain
eksperimen semu kategori pre-test and post-test group.
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006:130).
Sedangkan menurut Sugiyono (2009:61) populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas, obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri B Srikaton
Tahun Pelajaran 2015/2016. Menurut Sugiyono (2009:62) "Sampel adalah bagian dari
jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi". Pengambilan sampel penelitian
dilakukan secara random sampling (acak) karena setiap kelas mempunyai kemampuan
yang relatif sama. Cara penetapan sampel dilakukan dengan cara pengundian
berdasarkan langkah-langkah berikut :
1. Menetapkan nomor kelas masing-masing, yaitu kelas nomor 1 kelas VII.1, kelas
nomor 2 kelas VII.2, kelas nomor 3 kelas VII.3, kelas nomor 4 kelas VII.4, kelas
nomor 5 kelas VII.5 dan kelas nomor 6 kelas VII.6.
2. Mengambil dan memberikan nomor urut yang telah ditetapkan pada langkah
pertama.
3. Mengundi nomor urut yang telah ditulis pada kertas sudah digulung.
4. Menentapkan kelas yang terpilih menjadi sampel.
Setelah dilakukan pengambilan secara random maka yang terpilih satu kelas
yaitu kelas VII.5 dan diberi perlakuan model kooperatif tipe kancing gemerincing.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
tes. "Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat yang digunakan untuk
mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang
dimiliki oleh individu dan kelompok" (Arikunto, 2006:150). Tes dalam penelitian ini
dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum (pre-test) dan sesudah (post-test) materi di
ajarkan. Tes yang diberikan berbentuk soal essay sebanyak 6 soal. Langkah-langkah
analisis yang akan dilakukan adalah: 1) Menentukan skor rata-rata dan
simpangan baku, 2) Uji normalitas data, 3) Pengujian hipotesis. Maka, uji
hipotesis yang digunakan adalah uji-t. Adapun hipotesis statistik pada
penelitian ini yaitu:
H0 : Rata-rata hasil belajar siswa setelah penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe kancing gemerincing kurang 75 (µ ≤ 75).
Ha : Rata-rata hasil belajar siswa setelah penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe kancing gemerincing lebih dari atau sama dengan 75
(µ > 75).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan pada rumusan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini
yaitu apakah hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri B Srikaton tahun
pelajaran 2015/2016 setelah penerapan model pembelajaran Kancing Gemerincing
secara signifikan sudah tuntas. Adapun tes yang digunakan dalam penelitian ini
dilaksanakan dua kali yaitu tes kemampuan awal dan tes kemampuan akhir.
Kegiatan menganalisis kemampuan awal siswa dalam pengembangan
pembelajaran merupakan pendekatan yang menerima siswa apa adanya dan
menyusun sistem pembelajaran atas dasar keadaan siswa tersebut. Karena itu,
kegiatan menganalisis kemampuan awal siswa merupakan proses untuk mengetahui
pengetahuan yang dikuasai siswa sebelum mengikuti proses pembelajaran. Pada tes
awal nilai rata-rata siswa ( x ) sebesar 59,72 dengan nilai tertinggi yang diperoleh
sebesar 72 dan nilai terrendah sebesar 47 dan setelah penerapan model pembelajaran
Kancing Gemerincing rata-rata hasil belajar siswa ( x ) meningkat menjadi 83,54
dengan nilai tertinggi sebesar 98 dan nilai terrendah sebesar 63.
Namun secara keseluruhan siswa telah mampu menyerap materi dengan
baik. Hal ini dapat membuktikan bahwa siswa yang ikut aktif dalam kegiatan
belajar pembelajaran, perhatiannya akan lebih terpusat dalam mempelajari
materi pelajaran dan terlatih dalam mengembangkan daya pikir, daya ingatan
serta keterampilan siswa, sehingga siswa lebih memahami konsep materi yang
diberikan dan mampu dalam menyelesaikan soal-soal dengan langkah-langkah
yang benar dan teliti serta mampu memahami apa yang diinginkan dalam soal.
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat
peningkatan hasil belajar yang diperoleh siswa setelah penerapan pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran Kancing Gemerincing. Hal ini dapat
dilihat pada tabel 4.1 dan tabel 4.2, pada tes awal ada satu siswa yang mendapat
nilai lebih dari atau sama dengan nilai KKM yaitu 75. Jumlah siswa yang yang
tuntas 2,78% dan jumlah siswa yang tidak tuntas 97,22% dan rata-rata (x ) nilai
keseluruhan yang diperoleh sebesar 53,05. Setelah dilakukan penerapan
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Kancing Gemerincing
pada materi himpunan , diadakan post-test. Jumlah siswa yang mendapat nilai
lebih dari atau sama dengan 75 (tuntas) sebanyak 32 siswa (88,89%) dan ratarata (x ) nilai keseluruhan yang diperoleh sebesar 83,54. Hal ini berarti
penerapan model pembelajaran Kancing Gemerincing pada pembelajaran
matematika terjadi peningkatan rata-rata nilai hasil belajar siswa sebesar 53,05
dan jumlah siswa yang tuntas juga mengalami peningkatan sebesar 88,89%.
Sedangkan berdasarkan hasil analisis pengujian hipotesis diperoleh thitung >
thitung (6,014) > ttabel (1,684), dengan demikian hipotesis yang diajukan dapat diterima
kebenarannya, artinya hasil belajar siswa setelah penerapan model pembelajaran
Kancing Gemerincing signifikan sudah tuntas. Hasil penelitian ini didukung oleh
temuan peneliti di lapangan selama proses belajar-mengajar menggunakan model
pembelajaran Kancing Gemerincing siswa terlihat lebih aktif, siswa cenderung siap
mengikuti kegiatan pembelajaran dengan mempelajari terlebih dahulu materi yang
akan dibahas di kelas. Dengan model pembelajaran Kancing Gemerincing ini
kecenderungan guru menjelaskan materi hanya dengan ceramah dapat dikurangi,
sehingga siswa lebih bisa mengkontruksi pengetahuannya sendiri sedangkan guru lebih
banyak berfungsi sebagai fasilitator dari pada pengajar.
Berbeda dengan pengajaran matematika menggunakan metode konvensional,
selama proses belajar-mengajar siswa terlihat kurang begitu aktif. Siswa hanya
mendengarkan secara teliti serta mencatat poin-poin penting yang dikemukakan oleh
guru. Hal ini mengakibatkan siswa pasif, karena siswa hanya menerima apa yang
disampaikan guru sehingga siswa mudah jenuh, kurang inisiatif dan bergantung kepada
guru.
Dalam pengajaran matematika menggunakan model pembelajaran Kancing
Gemerincing memungkinkan siswa dapat bekerja sama dengan temannya di mana
siswa saling bekerjasama dalam mempelajari materi yang dihadapi. Dalam
pembelajaran ini siswa dilatih untuk mempresentasikan kepada teman sekelas apa
yang telah mereka kerjakan. Dari sini siswa memperoleh informasi maupun
pengetahuan serta pemahaman yang berasal dari sesama teman dan guru. Perbedaan
hasil belajar yang muncul juga disebabkan karena siswa yang diberi pembelajaran
menggunakan model pembelajaran Kancing Gemerincing mempunyai pengalaman
dalam mempresentasikan pendapatnya dan hasil pekerjaannya kepada teman.
Berdasarkan pengamatan menunjukkan bahwa model pembelajaran Kancing
Gemerincing dapat meningkatkan hasil belajar dengan baik. Model pembelajaran
Kancing Gemerincing dapat dijadikan alternatif bagi guru dalam menyampaikan materi
pelajaran, membantu mengaktifkan kemampuan siswa untuk bersosialisasi dengan
siswa lain. Siswa terbiasa bekerja sama dan memanfaatkan waktu sebaik mungkin
untuk belajar, sehingga hal ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Hal yang tampak saat pertama kali diterapkan Kancing Gemerincing di kelas
pada pertemuan pertama yaitu pada tanggal 15 Maret 2016 siswa merasa binggung
dalam penerapan model pembelajaran Kancing Gemerincing ini. Selain itu Untuk
menunjang keberhasilan penerapan model pembelajaran ini untuk setiap pertemuan
siswa di beri soal yang bersifat pengetahuan mereka mengenai materi yang di ajarkan.
Namun setelah dijelaskan tentang model pembelajaran Kancing Gemerincing, siswa
terlihat tertarik namun masih belum mengerti cara pelaksanaannya. Pada pertemuan
pertama ini penelitipun kewalahan menghadapi ributnya siswa membentuk lingkaran
atau saat melaksanakan pembelajaran kelompok. Hal inipun menjadi pelajaran dan
akan direfkleksi untuk pertemuan berikutnya.
Berdasarkan analisis rekapitulasi nilai rata-rata kelompok untuk tiap tes yang
dilakukan setiap pertemuan diperoleh bahwa pada pertemuan pertama rata-rata
kelompok sebesar 41,46. Kecilnya rata-rata ini mungkin disebabkan anggota tiap
kelompok masih belum melaksanakan peranannya masing-masing antara pembagian
tugas dalam team investigasi yang akan ke kelompok lain. Adapun kendala yang
tampak dalam penelitian ini untuk pertemuan pertama adalah siswa-siswa yang pasif.
Tahap diskusi kelompok yang seharusnya menyelesaikan soal dengan berpikir dan
berdiskusi dengan pasangan satu bangku tetapi siswa masih memanfaatkan kegiatan
ini untuk berbicara di luar materi pelajaran dan kurang berperan aktif dalam
menemukan penyelesaian serta menanyakan jawaban dari soal tersebut pada
pasangan yang lain sehingga terjadi keributan. Untuk mengatasi kendala dalam
penerapan model pembelajaran Kancing Gemerincing tersebut guru akan berkeliling
kelas dengan mengingatkan kembali tahap-tahap yang harus siswa lalui. Hal ini
dilakukan agar siswa tertib dalam melalui setiap tahapnya dalam proses pembelajaran
ini.
Dikarenakan siswa telah mengenal pola pelaksanaan model pembelajaran
Kancing Gemerincing maka pada pertemuan kedua yaitu. Siswa terlihat aktif dan
antusias dalam kelompok sehingga pada waktu sesi tanya jawab banyak siswa yang
bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan guru. Sehingga pada
pertemuan ketiga tidak ada kendala yang berarti pada saat penerapan. Pada
pertemuam kedua nilai rata-rata kelompok meningkat menjadi 61,46. Peningkatan ini
cukup besar karena anggota kelompok telah bisa melakukan peranannya masingmasing walaupun belum maksimal.
Pada pertemuan ketiga nilai rata-ratanya meningkat lagi menjadi 72,72. Pada
pertemuan ini kendala-kendala teknis seperti siswa ribut atau malas tidak terlihat lagi.
Tiap anggota kelompok melaksanakan peranannya sangat baik, walaupun masih ada
satu kelompok yang membutuhkan bimbingan namun dalam pelaksanaannya ini tidak
menganggu kinerja kelompok lain. Jadi dapat dikatakan bahwa terjadi peningkatan
hasil belajar kelompok untuk setiap pertemuan yang dilakukan.
Fenomena dan kendala yang tampak setiap pertemuan dapat diatasi oleh
peneliti dengan bantuan guru pamong. Setiap akhir pertemuan peneliti mengadakan
refleksi dengan guru pamong, sehingga tiap pertemuan mengalami perbaikan
pembelajaran dan hasil belajar siswapun meningkat seiring dengan aktifnya siswa
dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri B Srikaton Tahun Pelajaran 2015/2016
setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Kancing Gemerincing tuntas
secara signifikan. Rata-rata nilai tes akhir sebesar 83,54. Siswa yang tuntas untuk tes
akhir sebanyak 32 siswa (88,89%) dan sisanya sebanyak 4 siswa (11,11%) tidak tuntas.
Sedangkan berdasarkan hasil perhitungan uji-t diperoleh thitung (6.014) > ttabel (1,684),
hal ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima..
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
-------------. 2009. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Daryanto. 2008. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Hamalik, Oemar. 2006. Prosedur Belajar-Mengajar. Bandung: Bumi Aksara.
Isjoni. 2009. Cooperative Learning. Bandung: Alfababeta.
Krisna. 2012. Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kancing
Gemerincing Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII.
Jurnal Jilid 19 No 15 hal 78. 27 Februari 2015.
Lie, Anita. 2008. Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo.
Miftahul. 2011. Model Pembelajaran Active Learning. Bandung: Alfababeta.
Nurhadi, dkk. 2007. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK.
Malang: UM Press.
Slameto. 2007. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:
Rineka Cipta.
Sudjana. 2006. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.
Sudjana, Nana. 2007. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya.
Jakarta: Rineka Cipta.
Suherman, E dan Sukjaya Y. 1990. Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan
Evaluasi Pendidikan Mtematika. Bandung : Wijaya Kusumah.
Sugiyono. 2009. Statisitka untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning (Teori dan Aplikasi PAKEM).
Yogyakarta : Pustaka Relajar.
Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana
Pustaka
Suwarno. 2007. Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Melalui
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kancing Gemerincing (PTK pada
Siswa Kelas VII E SMP Negeri 4 Sukoharjo). Jurnal Jilid 2 No 1 hal, 68 .
21 Februari 2015.
Trianto. 2007. Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.
Jakarta: Prestasi Pustaka.
---------. 2010. Model Pembelajaran Tematik. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Download