konsentrasi ilmu humas program studi ilmu komunikasi fakultas ilmu

advertisement
REALITAS KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA MASYARAKAT
SUKU BADUY DENGAN WISATAWAN
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat gelar Sarjana (S-1) pada konsentrasi Humas
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Komunikasi
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Oleh :
AMRIYATUNNISA
6662101685
KONSENTRASI ILMU HUMAS
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG – BANTEN
2014
ABSTRAK
Amriyatunnisa, NIM 6662101685 / 2010. Realitas Komunikasi Antar Budaya
Masyarakat Suku Baduy dengan Wisatawan. Pembimbing I, Ikhsan
Ahmad,S.Ip.,M.Si. Pembimbing II, Yoki Yusanto,S.Sos.,M.Ikom.
Penelitian ini mengambil tema mengenai realitas komunikasi antar budaya
masyarakat suku Baduy dengan wisatawan yang memiliki latar belakang
kebudayaan yang berbeda. Bertemunya individu-individu dari latar belakang
kebudayaan yang berbeda secara terus menerus akan memberikan pengaruh
kepada kedua belah pihak. Suku Baduy merupakan salah satu Suku yang masih
menjaga diri dari pengaruh modernitas. Mereka menetap di sekitar pegunungan
Kendeng, desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak,
Rangkasbitug, Banten. sejak dikeluarkan Surat Keputusan (SK) Bupati Lebak
pada tahun 1990 Baduy mulai menjadi daerah pariwisata.Wisatawan dari berbagai
macam latar belakang kebudayaan yang berbeda terus menerus datang
mengunjungi suku Baduy. Dalam proses panjang dan lama, maka suku Baduy
menjadi terbiasa dengan keadaan dimana kehidupan mereka erat dengan
wisatawan. Namun keeratan yang terjadi, dan komunikasi antar budaya yang
berlangsung ini memberikan perubahan kepada masyarakat suku Baduy disadari
ataupun tidak. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
mendeskripsikan hasil temuan selama melakukan penelitian dengan melakukan
observasi ke Baduy dan wawancara data yang diperoleh dari orang Baduy luar,
orang Baduy dalam, Pemerintah Baduy, Wisatawan dan para Akademisi.
Perbedaan budaya antara masyarakat suku Baduy dengan wisatawan dapat dilihat
sebagai sebuah realitas, komunikasi yang berlangsung secara verbal maupun nonverbal adalah sebuah fenomena yang dapat dijumpai. Fenomena ini merupakan
hasil dari hubungan komunikasi antar budaya yang terjadi secara terus menerus
dan berlangsung lama. Beberapa hambatan yang terjadi menjadikan sebuah
perubahan terhadap prilaku masyarakat suku Baduy.
Kata kunci : Baduy, Komunikasi Antar Budaya, Wisatawan.
i
ABSTRACT
Amriyatunnisa, NIM 6662101685 / 2010. Intercultural Communication Reality
Society Baduy with Travelers. Preceptor I, Ikhsan Ahmad,S.Ip.,M.Si. Preceptor II
Yoki Yusanto,S.Sos.,M.Ikom.
This study takes the theme of intercultural communication Reality Baduy
community with tourists who have different cultural backgrounds. Meeting of
individuals from different cultural backgrounds will continually give effect to the
parties. Baduy is one of the tribes that still keep away from the influence of
modernity. They settled around Kendeng mountains, villages Kanekes, District
Leuwidamar, Lebak, Rangkasbitug, Banten. Since issued a decree (SK) Lebak
Regent in 1990 Bedouin began to be a tourism area. Travelers from many
different cultural backgrounds continually come to the Baduy. In a long, long
process, the Baduy become familiar with the circumstances in which their lives
are closely with tourists. However, the closeness that occurs and intercultural
communication that took place this provides updates to the Baduy community
conscious or not. This study used a qualitative approach to describe the findings
during a study by observation to the Bedouin and the interview data obtained
from outside the Bedouin, Bedouin in Government Baduy, Travelers and the
Academics. Cultural differences between the Baduy community and tourists can
be seen as a reality, the communication is verbal and non-verbal is a phenomenon
that can be found. This phenomenon is the result of the relationship between
cultural communication occurs continuously and lasts longer. Some of the
obstacles that happened to make a change in the behavior of the Baduy
community.
Keyword : Baduy, Intercultural Communication, Traveler.
ii
iii
iv
v
“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar
dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah
beserta orang-orang yang sabar (Al-Baqarah:153)”
“Mencari ilmu adalah diwajibkan bagi setiap
muslim laki-laki dan wanita dari mulai lahir sampai
ke liang lahat” (Hadis Rasul)
“Semua Orang adalah Guru, Alam Raya
Sekolahku” (Widji Tukul)
RIDHA ALLAH SWT.
ADA PADA RIDHA ORANG TUA..
Skripsi ini kupersembahkan untuk Mama dan Bapak, juga untuk
semua keluargaku yang selalu ada untuk peneliti
dan untuk kekasihku Ahmad Lamhatunnadzori. 
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan ke khadirat Allah SWT yang maha Agung
pemilik alam semesta yang menggenggam jiwa raga semua mahluk-Nya, karena
atas ridho dan hidayah-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini guna
memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar kesarjanaan strata (S1) pada
program studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Hubungan Masyarakat di Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
saran dan kritik yang dapat membantu perbaikan skripsi yang berjudul “ Realitas
Komunikasi Antar Budaya Masyarakat Suku Baduy dengan Wisatawan”
sangat peneliti harapkan. Pada kesempatan ini peneliti juga ingin menyampaikan
ucapan terima kasih atas segala dukungan, bantuan dan bimbingannya dalam
proses penelitian serta penyusunan skrisi ini kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Soleh Hidayat, M.PD selaku Rektor Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa.
2. Bapak Dr. Agus Sjafari, S.Sos., M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu
sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Ibu Neka Fitriyah, S.Sos., M.Si selaku Ketua Prodi Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
vii
4. Bapak Ikhsan Ahmad, S.Ip. selaku dosen pembimbing I skripsi yang
membantu memberikan arahan serta masukan untuk menyelesaikan
skripsi ini.
5. Bapak Yoki Yusanto, S.Sos, M.Ikom. selaku dosen pembimbing II
skripsi yang membantu memberikan arahan serta masukan untuk
menyelesaikan skripsi ini.
6. Ibu
Mia
Dwianna
W,S.Sos.,M.Ikom
dan
Ibu
Puspita
Asri
Praceka,S.sos.,M.Ikom yang telah menguji skripsi peneliti dan
memberi banyak masukan yang sangat berguna.
7. Seluruh Dosen Program Studi Ilmu komunikasi Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa, Khususnya (Ibu Rahmi, Bapak Roni, Bapak Husnan,
Bapak Rangga, Bapak Bagus), Terima kasih atas bimbingan dan ilmu
yang bermanfaat yang telah disampaikan pada peneliti. Dan Juga
pengalaman yang sangat berarti yang peneliti dapatkan. Apalah arti
kemampuan peneliti tanpa ilmu dari para beliau.
8. Kedua orang tua ku Bapak H. Saparudin, dan Ibu Hj. Yayah Suhiyat,
terimakasih atas do’a dan dukungan yang tak pernah putus, juga untuk
kesabaran memberi dukungan moril dan materil.
9. Seluruh kakak dan adik, Rismawati, Agus Firdaus, Ade Rahayu,
Araudhotul Jannah, Arif Fajar Arafat, Adinda Maulidia, dan Kakak
Ipar, Mustofa Kamal, Yusi Verlina, serta untuk para keponakanku
viii
Tazkiya, Keyla, dan Aksa. terima kasih atas dukungan dan doadoanya.
10. Untuk Ahmad Lamhatunnadzori, Kekasihku yang terbaik sudah setia
dan sangat sabar menemani dan membantu selama peneliti melakukan
penelitian dan selalu ada disaat-saat bahagia selama pengerjaan skripsi
ini dan juga suntikan motivasi yang sudah diberikan yang membuat
peneliti
semangat
dan
mampu
menyelesaikan
penelitian
ini.
Terimakasih banyak. 
11. Seluruh Informan, Orang-orang Baduy luar dan dalam, Pemerintah
Baduy, Wisatawan Baduy, dan Akademisi yang sudah bersedia
memberikan informasi terkait penelitian yang sedang diteliti. Dan juga
tempat yang telah mereka berikan kepada peneliti.
12. Untuk sahabat-sahabatku, Mega Dwi Lestari Indah dan Shara
Suhartina Firmansyah, dan Bunda Nuniek Suhartini yang selalu ada di
saat susah dan Senang, terimakasih.
13. Untuk Mondar Mandir Management (MMM), Indra Handayani,
Amallia Utami Putri, Akmal Alamsyah, Steptian Akbar, Dhamar
Indraloka, yang setia menjadi sahabat sejak menjadi mahasiswa
sampai berhasil menjadi sarjana, terimakasih.
14. Teman-teman seperjuangan, yang selalu menjadi penghibur setia,
motivator handal dan selalu membantu saat peneliti kesulitan dalam
pengerjaan skripsi, Maya Maul, Kakek Galuh, Refika, Yosa, Puput
Jolie, Eki, Titi, Sarah.
ix
15. Keluarga besar mahasiswa ilmu komunikasi UNTIRTA angkatan 2010
juga mahasiswa UNTIRTA lainnya yang mau menerima peneliti
sebagai teman, terima kasih atas perkenalan, persahabatan dan
pengalaman yang berkesan selama perkuliahan, khususnya kepada
teman-teman I F dan Humas 2010.
16. Keluarga besar Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND)
Eksom UNTIRTA, terimakasih atas segala pelajaran dan kekeluargaan
yang diberikan, Raden, Colil, Andra, Sidiq, Fira, Alfa, Cahyo, Babeh,
Amanah, Dani, Dewi, Tole, Adeng, Mae, Ayi, Ipeh, Nabila, Inne, dan
seluruhnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu karena ribuan
jumlah anggotanya.
17. Juga kakak-kakak Senior Ilmu Komunikasi, Yuyun Yusniawati, Trami
Vidya Veliyanti, Wahyu Annas, Aulia Shofan Hidayat, Nur Haedi,
yang selalu berbagi pengalaman dan memberi masaukan.
18. Keluarga
besar
Untirta
Movement
Community
(UMC),
atas
kesempatan yang pernah diberikan untuk belajar berorganisasi.
19. Keluarga Besar Barak Karinding (BAKKAR).
20. Terimakasih kepada Abi H. Ahmad Jaenudin, mama Suheti dan Yusril
Izhar, serta keluarga besarnya.
21. Segenap kawan-kawan di Pergerakan Mahasiswa baik di Banten dan di
seluruh Indonesia. semoga kita senantiasa melakukan yang ma’ruf dan
menjauhi yang mungkar.
x
22. Kepada KristinaTambunan, Destia Rifasinna, Annisa Nur Utami, Julio
Mariskal Tungga, Timbul Halomoan, Armadan Muda Harahap, Fawas
Saiful Salman, Muhammad Iqbal Multatuli, Wahyu Karyadi, Fatur
Hakim, Dharmawan Shofyan, Joshua Tampubolon, Nisa Latahsia,
terimakasih sudah memberikan ilmu dan pengalaman, tetap semangat
dan optimis untuk selesaikan study.
23. Kepada pihak-pihak yang tidak pernah akrab namun sangat membantu
kesuksesan penelitian ini, rental komputer dan fotocopy Altis.
24. Semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu yang telah
banyak membantu peneliti dalam proses penyelesaian skripsi ini.
Kiranya tidak ada balasan yang lebih baik kecuali yang datang dari Allah
SWT, terimakasih untuk segalanya. Kesempurnaan hanya milik-Nya dan
kebenaran datang dari-Nya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua, khususnya
bagi peneliti dan pihak yang berkepentingan.
Serang, 26 Desember 2014
Amriyatunnisa
xi
DAFTAR ISI
Halaman
Judul/Cover
Abstrak ................................................................................................................... i
Abstract ................................................................................................................. ii
Halaman Persetujuan Dosen Pembimbing ....................................................... iii
Halaman Pengesahan Skripsi ............................................................................ iv
Halaman Pernyataan Orisinalitas ...................................................................... v
Halaman Motto dan Persembahan .................................................................... vi
Kata Pengantar .................................................................................................. vii
Daftar Isi ............................................................................................................. xii
Daftar Tabel ..................................................................................................... xvii
Daftar Bagan ................................................................................................... xviii
Daftar Gambar .................................................................................................... ix
Daftar Lampiran ................................................................................................ xx
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 7
1.3 Identifikasi Masalah ............................................................................. 7
1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................. 8
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................... 8
1.5.1. Manfaat Teoritis ......................................................................... 8
1.5.2. Manfaat Empiris ......................................................................... 8
1.5.3. Manfaat Praktis .......................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 10
2.1. Komunikasi ...................................................................................... 10
2.1 Proses Komunikasi ............................................................................ 11
2.3. Komunikasi Verbal dan Non-Verbal ................................................ 12
2.3.1. Komunikasi Verbal ................................................................. 12
2.3.2. Komunikasi Non-Verbal ......................................................... 13
2.4. Komunikasi Persona .......................................................................... 15
2.5. Komunikasi Antar Pribadi ................................................................. 16
2.6. Komunikasi Kelompok ...................................................................... 17
2.7. Komunikasi Sosial ............................................................................. 21
2.8. Komunikasi dan Akulturasi ............................................................... 21
2.9. Budaya ............................................................................................... 22
2.9.1. Sifat-sifat Budaya .................................................................... 24
2.10. Konsep Kebudayaan ........................................................................ 24
2.11. Subbudaya dan Subkelompok ......................................................... 26
xii
2.12. Komunikasi Antar Budaya ............................................................ 26
2.13. Komunikasi Lintas Budaya ........................................................... 31
2.14. Hambatan Komunikasi .................................................................. 32
2.14.1. Steriotipe ............................................................................. 32
2.14.2. Prasangka ............................................................................ 33
2.15. Modernisasi ................................................................................... 34
2.16. Teori Fenomenologi ...................................................................... 36
2.17. Kerangka Berpikir ......................................................................... 42
2.18. Penelitian Terdahulu ...................................................................... 43
2.18.1. Tabel Matrix Penelitian Terdahulu ...................................... 45
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 46
3.1. Metode Penelitian .............................................................................. 46
3.2. Paradigma Konstruktivisme .............................................................. 47
3.2.1. Pengertian Paradigma .............................................................. 47
3.2.2. Konstruktivisme ...................................................................... 48
3.3. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................. 49
3.4. Instrumen Penelitian .......................................................................... 49
3.4.1. Sumber Data ............................................................................ 49
3.4.2. Informan Penelitian ................................................................. 49
3.5. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 51
3.6. Triangulasi ......................................................................................... 53
3.7. Analisis Data ..................................................................................... 54
3.8. Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................................ 55
3.8.1. Tabel Penelitian ...................................................................... 56
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................... 57
4.1. Deskripsi Objek Penelitian................................................................. 57
4.1.1. Sejarah Umum Suku Baduy .................................................... 57
4.1.2. Masuknya Wisatawan ke Baduy ............................................. 66
4.2. Objek Penelitian ................................................................................ 68
4.3. Profil Informan .................................................................................. 68
4.4. Data Penelitian .................................................................................. 75
4.5. Hasil Penelitian dan Pembahasan ...................................................... 77
4.5.1. Komunikasi Internal Suku Baduy ........................................... 77
4.5.2. Komunikasi sosial Suku Baduy .............................................. 81
4.5.3. Komunikasi verbal suku Baduy .............................................. 87
4.5.4. Komunikasi Non Verbal Suku Baduy .................................... 88
4.5.5. Perubahan Masyarakat Baduy setelah Berkomunikasi Antar
Budaya dengan Wisataw…....................................................... 91
4.6.2.1. Bagan Proses Komunikasi Antar Budaya Suku Baduy
dengan Wisatawan dan Pengaruhnya .................................... 100
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 101
5.1. Kesimpulan....................................................................................... 101
xiii
5.2. Saran................................................................................................. 104
5.2.1. Saran Teoritis ........................................................................ 105
5.2.2. Saran Empiris......................................................................... 105
5.2.3. Saran Praktis.......................................................................... 106
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………107
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1.8.1. Tabel Matriks Penelitian Terdahulu ................................. 45
Tabel 3.8.1. Tabel Jadwal Penelitian .................................................... 56
xv
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.17.
Bagan Kerangka Pemikiran ............................................ 42
Bagan 4.6.2.1. Bagan Proses Komunikasi antar budaya suku Baduy
dengan wisatawan dan pengaruhnya ............................ 100
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1
Gambar 1.2
Gambar 1.3
Gambar 1.4
Gambar 1.5
Gambar 1.6
Gambar 1.7
Gambar 1.8
Patung Selamat Datang di Ciboleger ................................ 57
Rumah Suku Baduy (Nyulah Nyandah) ........................... 59
Ladang Orang Baduy ........................................................ 62
Leuit (tempat menyimpan hasil panen) ............................ 62
Struktur Pemerintahan Baduy ........................................... 64
Warga Baduy berbincang diteras rumah .......................... 78
Masyarakat Baduy yang Bekerja sebagai Pendamping .... 82
Anak-anak Baduy menonton acara Tv............................. 86
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9
Lampiran 10
Lampiran 11
Lampiran 12
Surat Ijin Penelitian ......................................................... 109
Surat Bukti Penelitian ..................................................... 110
Fotokopi Buku Bimbingan Skripsi .................................. 111
Pedoman Wawancara........................................................114
Profil Informan dan Hasil Wawancara ........................... 119
Catatan Hasil Pra Penelitian ............................................166
Pedoman Observasi ........................................................ 170
Catatan Hasil Observasi .................................................. 171
Lampiran Dokumentasi ............... ................................... 177
Tabel kategorisasi ........................................................... 184
Bukti Informan ................................................................ 188
Riwayat Hidup Peneliti .................................................... 193
xviii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Indonesia memiliki banyak suku-suku pedalaman yang masih menjaga nilai
adat dan kebudayaan tradisional. Salah satunya yang menarik perhatian dan
banyak dikunjungi oleh wisatawan adalah suku Baduy. Suku Baduy bermukim
disekitar Pegunungan Kendeng Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten
Lebak, Provinsi Banten.
Kekhasan dan keunikan suku Baduy adalah daya tarik utama bagi wisatawan
yang datang berkunjung. Wisatawan Regional, Nasional, maupun Internasional
yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda dengan suku Baduy,
menyempatkan waktu untuk datang berkunjung. Dalam kunjungan tersebut terjadi
komunikasi antara wisatawan dan masyarakat suku Baduy.
Jumlah wisatawan yang mengunjungi Baduy pun semakin meningkat sampai
ratusan orang per sekali kunjungan, biasanya merupakan remaja dari sekolah,
mahasiswa, dan juga para pengunjung dewasa lainnya. Menurut Jaro Dainah (Jaro
Pemerintah Baduy Luar), jumlah wisatawan yang mengunjungi Baduy berjumlah
3000-5000 orang per tahunnya. Jumlah pengunjung di tahun 2014 mencapai 3.500
orang.
1
2
Masyarakat suku Baduy yang dikunjungi oleh para wisatawan menyambut
dengan baik kedatangan wisatawan ke dalam lingkungan Baduy. Dalam
pertemuan antara wisatawan dan masyarakat suku Baduy terjalin komunikasi
antar budaya, sehingga wisatawan maupun masyarakat suku Baduy saling
bertukar informasi tentang kebudayaan masing-masing. Komunikasi antar
individu yang berasal dari latar belakang kebudayaan yang berbeda merupakan
bagian dari komunikasi antarbudaya (Wahyu.2008,12).
Wisatawan yang
berkunjung ke Baduy melakukan interaksi dengan masyarakat asli Baduy dengan
cara bercakap-cakap antar individu maupun antar kelompok, yang kemudian
berproses menjadi pertukaran informasi tentang kebudayaan.
Terjalinnya komunikasi antara masyarakat baduy dengan wisatawan membuat
Baduy semakin membuka diri terhadap dunia luar. Dengan berinteraksi melalui
komunikasi antar individu maupun kelompok
masyarakat Baduy mengetahui
perkembangan dunia diluar wilayahnya. Sebagai hasil dari interaksi komunikasi
tersebut masyarakat Baduy mengetahui modernitas dan teknologi yang
berkembang.
Aturan adat Baduy memang menolak beberapa hal terkait modrenitas misalnya
menolak menggunakan sarana transportasi modern seperti kendaraan beroda dua,
empat atau lebih, tidak menggunakan penerangan, dan tidak menggunakan
teknologi komunikasi.
Suku Baduy merupakan suku Baduy adalah sebuah kelompok masyarakat adat
sub etnis Sunda, mereka berjumlah 11.275 Orang 1460 orang baduy dalam dan
3
9.815 orang Baduy luar, dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) 2882 (Jaro Dainah
: 2014). Sebutan Baduy merupakan sebutan yang diberikan oleh masyarakat luar,
berawal dari sebutan para peneliti Belanda yang menyamakan mereka dengan
kelompok Arab Badawi yang merupakan kelompok yang hidup berpindah-pindah.
Namun mereka lebih suka menyebut dirinya Urang Kanekes atau orang Kanekes
sesuai dengan nama wilayah mereka atau sebutan yang mengacu pada nama
kampung mereka 1 . Masyarakat Baduy merupakan masyarakat tradisional di
Banten. Mereka masih menerapkan prinsip hidup yang diajarkan turun temurun
oleh leluhurnya.
Masyarakat Baduy sangat ketat dalam mengikuti adat istiadat namun bukan
berarti mereka mengisolasi diri dari dunia luar sama sekali. Berdirinya kesultanan
Banten yang secara otomatis memasukkan suku Baduy kedalam wilayah
kekuasaannya pun tidak lepas dari kesadaran masyarakat suku Baduy. Sebagai
tanda pengakuan kepada penguasa masyarakat Baduy secara rutin melakukan
Saba ke kesultanan Banten (Garna, 1993). Sampai sekarang, upacara Saba
tersebut terus dilangsungkan secara rutin setahun sekali. Saba adalah upacara
mengantarkan hasil bumi kepada pemerintahan Banten yang saat ini diberikan
kepada Gubernur Banten.
Awalnya dalam mempertahankan nilai adat dan kebudayaan mereka dari
pergeseran, suku Baduy memiliki strategi
membagi wilayahnya menjadi dua
bagian yaitu Baduy luar dan Baduy dalam. Suku Baduy luar bertugas menjadi
1
Saatnya Baduy Bicara, Kurnia Asep,S.Pd, Sihabudin Ahmad,M.Si,Dr;Jakarta,Bumi
Aksara,2010.hal.8
4
lapisan pertama untuk menyaring masuknya pengaruh modernitas ke Baduy
dalam. Sedangkan suku Baduy dalam yang merupakan representasi dari
masyarakat suku Baduy asli bertugas melestarikan nilai adat dan kebudayaan
Baduy dengan menjalankan segala aturan dan amanat dari leluhurnya.
Dalam menjalankan kehidupannya masyarakat suku Baduy diatur oleh hukum
adat yang tidak tertulis. Peraturan bagi Baduy luar dan Baduy dalam berbeda.
Suku Baduy dalam sangat ketat dalam melaksanakan segala amanat dan aturan
leluhur, sedangkan Baduy luar mendapatkan kelonggaran peraturan, namun bukan
berarti Baduy luar boleh menjalani kehidupan dengan bebas.
Hampir setiap orang membutuhkan hubungan sosial dengan orang-orang
lainnya, dan kebutuhan ini terpenuhi melalui pertukaran pesan yang berfungsi
sebagai jembatan untuk mempersatukan manusia. Manusia yang tidak
berkomunikasi
akan
terisolasi,
Porter
dan
Samover
(Mulyana
dan
Rakhmat.2006,12).
Landasan hubungan sosial adalah komunikasi (Wahyu, 2008,12). Manusia
berkomunikasi dengan manusia lainnnya. Kemudian manusia-manusia dalam
kelompok berkomunikasi dengan manusia dalam kelompok lainnya. Manusia
berkomunikasi
untuk
memahami
apa
yang
menjadi
kebutuhan
dalam
kehidupannya.
Komunikasi antar individu dengan individu lainnya merupakan komunikasi
antarbudaya, begitupula komunikasi kelompok yang memiliki latar belakang
budaya yang berbeda pun akan menjadi komunikasi antarbudaya. Komunikasi
5
antarbudaya terjadi apabila produsen pesan adalah anggota suatu budaya lain dan
penerima pesannya anggota budaya lain.
Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan dari komunikator terhadap
komunikan dengan tujuan menyamakan persepsi yang diinginkan oleh
komunikator. Komunikasi melibatkan ekspektasi, persepsi, pilihan, tindakan, dan
penafsiran.
2
Dalam komunikasi ada tiga unsur penting yang harus ada dalam
setiap proses komunikasi, yaitu sumber informasi, saluran, dan penerima
informasi. Sumber informasi adalah seseorang atau sekelompok orang yang
memiliki badan informasi untuk disebarkan kepada komunikan. Saluran adalah
media yang digunakan untuk menyampaikan pesan kepada komunikan dan
penerima informasi adalah orang atau sekelompok orang yang menjadi sasaran
informasi.
Menurut Deddy Mulyana dalam bukunya Komunikasi Efektif, ketika kita
berkomunikasi dengan seseorang dari kebudayaan yang berbeda, maka kita
memiliki pula perbedaan dalam sejumlah hal, misalnya derajat kemampuan,
derajat kesulitan dalam peramalan, derajat ambiguitas, kebingungan, suasana
misterius yang tidak dapat dijelaskan, tidak bermanfaat, bahkan nampak tidak
bersahabat. Dengan demikian ketika suatu masyarakat berada pada kondisi
kebudayaan yang beragam maka komunikasi antarpribadi dapat menyentuh
nuansa-nuansa komunikasi antarbudaya. Disini, kebudayaan yang menjadi latar
belakang kehidupan karena adanya sosiokultural akan mempengaruhi prilaku
komunikasi manusia.
2
Mulyana,Deddy,MA,DR.Komunikasi Efektif.Bandung:PT.Remaja Rosdakarya.2004.hal.17
6
Komunikasi meliputi pemaknaan atas simbol dan sekaligus juga indeks. Esensi
komunikasi terletak pada proses, dimana aktivitas yang menghubungkan antara
komunikator dengan komunikan melampaui ruang dan waktu. Hal ini yang
mengakibatkan proses komunikasi yang terjadi antara dua orang atau lebih yang
berbeda latar belakang kebudayaan perlu diperhatikan ketika melakukan
komunikasi. Kebudayaan merupakan produk atau hasil dari sebuah proses sosial
yang dijalankan oleh manusia bersama masyarakatnya. Perbedaan budaya dapat
mempengaruhi berhasil atau tidaknya proses komunikasi. Karena seringkali
hambatan yang terjadi pada komunikasi itu dikarenakan faktor budaya yang
dimiliki antara masing-masing individu tersebut.
Masyarakat dalam kelompok-kelompok yang lebih kecil berinteraksi dengan
kultur yang lebih besar atau dominan. Subkultur biasanya mengembangkan sistem
komunikasi
mereka
untuk
meningkatkan
efektifitas
komunikasi,
untuk
memungkinkan para anggota saling mengenal satu dan lainnya, untuk menjamin
kerahasiaan komunikasi, dan untuk menciptakan kesan tertentu atau membuat
bingung orang diluar dari kelompok mereka.
Berdasarkan hal diatas peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana
komunikasi antar budaya mempengaruhi perubahan prilaku masyarakat suku
Baduy. Dalam penelitian ini, peneliti membuat skripsi dengan judul “Realitas
Komunikasi Antarbudaya Masyarakat Suku Baduy dengan Wisatawan”.
7
1.2. Rumusan Masalah
Untuk memberikan paparan yang jelas dan agar terfokusnya pembahasan maka
rumusan masalah dari penelitian ini adalah :
1. Bagaimana komunikasi antar budaya masyarakat Baduy dengan wisatawan?
1.3. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, peneliti mengidentifikasi
permasalahan yang akan diteliti kedalam identifikasi sebagai berikut :
1. Bagaimana komunikasi internal yang terjadi pada masyarakat Baduy?
2. Bagaimana komunikasi Sosial yang terjadi antara masyarakat Baduy dan
wisatawan?
3. Bagaimana komunikasi verbal yang terjadi antar masyarakat Baduy dengan
Wisatawan?
4. Bagaimana komunikasi non verbal yang terjadi antara masyarakat Baduy
dengan Wisatawan?
5. Bagaimana perubahan yang terjadi pada masyarakat suku Baduy setelah
menjalin komunikasi anatar budaya dengan wisatawan?
8
1.4. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan diatas, maka tujuan
penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Mengetahui komunikasi internal masyarakat suku Baduy
2. Mengetahui komunikasi sosial masyarakat suku Baduy
3. Mengetahui komunikasi verbal yang terjadi antara masyarakat suku Baduy
dengan wisatawan
4. Mengetahui komunikasi non verbal yang terjadi antara masyarakat suku
Baduy dengan wisatawan
5. Mendeskripsikan pengaruh yang terjadi di masyarakat suku Baduy setelah
menjalin komunikasi dengan Wisatawan secara terus menerus
1.5.Manfaat Penelitian
1.5.1. Manfaat Teoritis
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan yang
bermanfaat untuk perkembangan kemajuan pengetahuan terutama dalam ranah
komunikasi dan komunikasi anarbudaya dan ilmu-ilmu lain pada umumnya.
1.5.2. Manfaat Empiris
Dari hasil penelitian ini semoga dapat memberikan masukan kepada
masyarakat Baduy dalam menjaga kelestarian nilai adat dan budaya masyarakat
tradisional.
9
1.5.3. Manfaat Praktis
Dari hasil penelitian ini semoga dapat menjadi bahan evaluasi komunikasi
antarbudaya masyarakat Baduy dengan non-Baduy dalam menjaga dan
melestarikan nilai adat dan budaya. Peneliti juga berharap penelitian ini
bermanfaat bagi masyarakat luas pada umumnya.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Komunikasi
Komunikasi berasal dari bahasa Inggris Communication, berasal dari bahasa
Latin Communicatio, dan bersumber dari kata Communis yang berarti sama. Sama
disini maksudnya adalah sama makna (Effendi, 2000).
Komunikasi adalah hubungan kontak antara manusia baik individu maupun
kelompok. Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak komunikasi adalah
bagian dari kehidupan manusia itu sendiri. Manusia sejak dilahirkan sudah
berkomunikasi dengan lingkungannya. Selain itu komunikasi diartikan pula
sebagai hubungan atau kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya dengan masalah
hubungan. Atau dapat diartikan bahwa komunikasi adalah saling menukar pikiran
atau pendapat. Komunikasi bukan sekedar tukar menukar pikiran serta pendapat
saja akan tetapi kegiatan yang dilakukan untuk berusaha mengubah pendapat dan
tingkah laku orang lain. Dengan demikian, komunikasi itu adalah persamaan
pendapat dan untuk kepentingan itu maka orang harus mempengaruhi orang lain
dahulu, sebelum orang lain itu berpendapat, bersikap, dan bertingkah laku yang
sama dengan kita (Wahyu.2008,12).
Komunikasi merupakan penyampaian pengertian antar individu. Semua
manusia dilandasi kapasitas untuk menyampaikan maksud, hasrat, perasaan,
pengetahuan dan pengalaman dari orang yang satu kepada orang yang lainnya.
10
11
Pada pokoknya komunikasi adalah pusat minat dan situasi prilaku dimana suatu
sumber menyampaikan pesan kepada seseorang penerima dengan berupaya
mempengaruhi prilaku penerima tersebut.3
Komunikasi adalah proses berbagi makna melalui perilaku verbal dan nonverbal.4 Segala perilaku dapat disebut komunikasi jika melibatkan dua orang atau
lebih. Komunikasi terjadi jika setidaknya suatu sumber membangkitkan respons
pada penerima melalui penyampaian suatu pesan dalam bentuk tanda atau simbol,
baik bentuk verbal atau bentuk non-verbal, tanpa harus memastikan terlebih dulu
bahwa kedua pihak yang berkomunikasi punya suatu sistem simbol yang sama.5
2.2. Proses Komunikasi
Komunikasi tidak bisa dipandang sekedar sebagai sebuah kegiatan yang
menghubungkan manusia dalam keadaan pasif, tetapi komunikasi harus
dipandang sebagai proses yang menghubungkan manusia melalui sekumpuan
tindakan yang terus menerus diperbaharui. Kita sebut komunikasi sebagai proses,
karena komunikasi itu dinamis, selalu berlangsung dan sering berubah
(Wahyu.2008,13)
Proses komunikasi dimulai dari pikiran orang yang akan menyampaikan pesan
atau informasi. Apa yang dipikirkan itu kemudian dilambangkan dengan simbol,
3
Rohim,Syaiful,M.Si. Teori Komunikasi Perspektif, Ragam dan Aplikasi.Jakarta:PT.Rineka
Cipta,2009.hal.8.
4
Mulyana, Deddy, MA, DR. Op.cit. Hal. 3.
5
Ibid.Hal. 3.
12
baik berupa ucapan ataupun isyarat. Proses selanjutnya dengan melalui transmisi
berupa media dan perantara atau channel, maka pesan yang disampaikan tiba pada
si penerima atau komunikan. Dalam diri komunikan, pertama-tama ia menerima
pesan, kemudian mencoba menafsirkan pesan dan akhirnya memahami isi pesan.
Reaksi dari penerima pesan kepada pengirim pesan disebut efek atau umpan balik.
Apabila terjadi perubahan dari diri penerima pesan, berarti komunikasi itu
berhasil tanpa adanya gangguan. (Wahyu.2008,14).
2.3. Komunikasi Verbal dan Non-verbal
2.3.1 Komunikasi Verbal
Dalam pemakaiannya komunikasi verbal menggunakan bahasa. Bahasa
merupakan seperangkat kata yang telah disusun secara berstruktur sehingga
menjadi himpunan kalimat yang mengandung arti.
Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan, dan
maksud kita. Bahasa verbal digunakan untuk proses transaksi jual beli linta
budaya. Bahasa verbal menggunakan kata-kata yang mempresentasikan berbagai
aspek realitasindividual kita. Konskuensinya, kata-kata adalah abstraksi realitas
kita yang tidak mampu menimbulkan reaksi yang merupakan totalitas objek atau
konsep yang diwakili kata-kata itu.6
6
Mulyana, Deddy, M.A., Ph.D. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya. 2002. Hal. 238.
13
2.3.2. Komunikasi Non-verbal
Komunikasi Non-verbal merupakan tindakan dan atribusi (lebih dari
penggunaan kata-kata) yang dilakukan seseorang kepada orang lain untuk
bertukar makna, yang selalu dikirimkan dan diterima secara sadar oleh dan untuk
mencapai umpan balik atau tujuan tertentu (Burgoon and Saine, 1978).7
Komunikasi non-verbal meliputi ekspresi wajah, nada suara, gerakan tubuh,
kontak mata, rancangan ruang, pola-pola perabaan, gerakan ekspresif, perbedaan
budaya, dan tindakan-tindakan non-verbal lain yang tak menggunakan kata-kata.
Komunikasi Non verbal penting karena manusia menggunakan sistem pesan ini
untuk menyatakan sikap, perasaan, dan emosi. Sadar ataupun tidak, disengaja
ataupun tidak manusia membuat penilaian dan keputusan yang penting mengenai
keadaan seseorang. Keadaan yang dinyatakan tanpa kata-kata. Komunikasi non
verbal bersifat kontekstual dan juga dapat menciptakan kesan.
Komunikasi non verbal merupakan proses multidimensi. Aspek multidimensi
ini terungkap dalam fakta bahwa komunikasi non verbal tidak terjadi sendiri,
namun biasanya dengan pesan verbal. Komunikasi non verbal bersifat Ambigu,
maksudnya tidak pernah ada keyakinan yang pasti apakah seseorang mengerti
maksud yang diinginkan melalui komunikasi non verbal yang ditunjukkan.
Komunikasi non-verbal dalam komunikasi antarbudaya berperan penting
dalam proses komunikasi, dan dalam transaksi jual beli lintas budaya juga
7
Liliweri, Alo, M.s, D.R, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, Yogyakarta: Lkis
Yogyakarta, 2002.hal. 175.
14
komunikasi non-verbal seperi isyarat, gerakan tubuh, postur tubuh, gerakan
kepala, ekspresi wajah, dan kontak mata adalah perilaku yang kesemuanya disebut
bahasa tubuh yang mengandung makna pesan yang potensial. Studi sistematik
mengenai aspek-aspek gerakan tubuh yang terpola, dipelajari, dan bersifat
simbolik itu disebut kinesika. Diasumsikan bahwa setiap komunitas antarbudaya
memiliki cara-cara khas untuk menyampaikan pesan lewat bahasa tubuh
(Wahyu.2008,21).
Menurut pernyataan Richmond, McCracken, dan Payne, “pesan yang
dihasilkan dari setiap kategori tidak berdiri sendiri namun bersamaan dengan
pesan dari kategori lain, pesan verbal, konteks, dan manusia sebagai penerima
pesan. Banyak klasifikasi membagi pesan non verbal kedalam dua kategori
komperhenshif, yaitu pertama yang dihasilkan oleh tubuh (penampilan, gerakan
tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, sentuhan, parabahasa), dan kedua hal-hal
seperti ruang lingkup (tempat, jarak, waktu, dan sikap diam atau keheningan)8
a. Penampilan (nilai keindahan, warna kulit, pakaian, postur tubuh, dll).
b. Gerakan Tubuh seperti gerakan jari (menunjuk, mengacungkan jempol keatas
atau kebawah, membuat lingkaran “O” dengan jari-jari),
gerakan
idiosinkratik (istimewa), isyarat, penerimaan dan pemahaman, frekuensi dan
intensitas suatu gerakan.
c. Ekspresi wajah (bahagia, takut, sedih, marah, jijik, dan terkejut).
d. Kontak mata dan Tatapan (langsung, sensual, tajam, ekspresif, intelegen,
menembus sanubari, sedih, gembira, duniawi, keras, terpercaya, dan curiga).
8
Samovar Larry A,Komunikasi Lintas Budaya, Jakarta : Salemba Humanika.2010.hal.299
15
e. Sentuhan ( sentuhan profesional, sentuhan kesopanan sosial, sentuhan
persahabatan, sentuhan keintiman/kasih sayang, sentuhan seksual).
f. Parabahasa berkaitan dengan karakteristik komunikasi suara dan dengan
bagaimana orang-orang menggunakan suara mereka. Parabahasa meliputi
seperti cekikikan, taa, aksen atau logat, erangan, mendesah, nada, tempo,
volume, dan resonasi.
g. Ruang lingkup dan Jarak (ruang gerak pribadi, tempat duduk, pengaturan
perabotan)
h. Waktu (informal, persepsi masa lalu, masa kini, dan masa depan, klasifikasi
monochronic dan polychronic).
i. Sikap diam atau keheningan, lamanya sikap diam mempengaruhi komunikasi
interpersonal dengan menyediakan suatu interval dalam interaksi yang sedang
terjadi dimana masing-masing memiliki waktu untuk berpikir, memeriksa
atau menahan perasaan atau membuka pemikiran yang lain.
2.4. Komunikasi Persona
Komunikasi persona (interpersonal) mengacu pada proses-proses mental yang
dilakukan orang untuk mengatur dirinya sendiri dalam dan dengan lingkungan
sosio-budayanya, mengembangkan cara-cara melihat, mendengar, memahami, dan
merespons lingkungan.
Komunikasi dapat dianggap sebagai merasakan, memahami, dan berprilaku
terhadap objek-objek dan orang-orang dalam suatu lingkungan. Ia adalah proses
16
yang dilakukan individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya (Ruben,
1975 : 168-169).
2.5. Komunikasi Antar Pribadi
Yang dimaksud dengan komunikasi antarpribadi adalah proses komunikasi
yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka (Cangara,
2004:31). Komunikasi berlangsung secara diadik (secara dua arah/timbal balik)
yang dapat dilakukan dalam tiga bentuk, yakni percakapan, dialog dan
wawancara. Percakapan berlangsung dalam suasana yang bersahabat dan
informal. Komunikasi antarpribadi sangat potensial untuk mempengaruhi atau
membujuk orang lain, karena dapat menggunakan kelima alat indra untuk
mempertinggi daya bujuk pesan yang kita komunikasikan. Sebagai komunikasi
yang paling lengkap dan paling sempurna, komunikasi antarpribadi berperan
penting sehingga kapan pun, selama manusia masih memiliki emosi.
Adapun fungsi dari komunikasi antarpribadi adalah berusaha meningkatkan
hubungan insani (human relation), menghindari dan mengatasi konflik-konflik
pribadi, mengurangi ketidakpastian sesuatu, serta berbagi pengetahuan dan
pengalaman dengan orang lain (Cangara, 2004:33).
Komunikasi antarpribadi sebenarnya merupakan suatu proses sosial di mana
orang-orang yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi. Sebagaimana yang
dinyatakan oleh De Vito (dalam Aloliliweri 1997:12) bahwa komunikasi
antarpribadi merupakan pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh
orang lain, atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung.
17
Menurut Everet M.Rogers ada beberapa cirri komunikasi yang menggunakan
saluran komunikasi antarpribadi (Liliweri, 1997:13) :
a. Arus pesan yang cenderung dua arah
b. Konteks komunikasinya dua arah
c. Tingkat umpan balik yang terjadi tinggi
d. Kemampuan mengatasi tingkat selektivitas yang tinggi
e. Kecepatan jangkauan terhadap audience yang besar relatif lambat
f. Efek yang mungkin terjadi adalah perubahan sikap
2.6. Komunikasi Kelompok
Komunikasi dalam kelompok yakni kegiatan komunikasi yang berlangsung
diantara suatu kelompok. Pada tingkatan ini, setiap individu yang terlibat, masingmasing berkomunikasi sesuai dengan peran dan kebudayaan dalam kelompok. Pesan
atau informasi yang disampaikan juga menyangkut kepentingan seluruh anggota
kelompok, bukan pribadi.
Komunikasi kelompok juga bisa diartikan sebagai sekumpulan orang yang
mempunyai tujuan yang sama, yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai suatu
tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya dan memandang mereka menjadi salah
satu tersebut. Komunikasi dilakukan lebih dari dua orang, tetapi dalam jumlah
terbatas dan materi komunikasi tersebut juga kalangan terbatas, khusus bagi anggota
18
kelompok tersebut 9 . Adapun karakteristik dari komunikasi kelompok seperti yang
dijelaskan oleh Merhaeni fajar, antara lain :
a. Komunikasi dalam komunikasi kelompok bersifat homogen
b. Dalam komunikasi kelompok terjadi kesepakatan dalam melakukan tindakan
pada saat itu juga.
c. Arus balik dalam komunikasi kelompok terjadi secara langsung, karena
komunikator dapat mengetahui reaksi komunikan pada saat komunikasi
berlangsung.
d. Pesan yang diterima komunikan bersifat rasional (terjadi pada komunikan
kelompok kecil) dan bersifat emosional (terjadi pada komunikan kelompok
besar).
e. Komunikator masih dapat mengetahui dan mengenal komunikan meskipun
hubungan yang terjadi tidak erat seperti pada komunikan interpersonal.
f. Komunikasi kelompok akan menimbulkan konsekuensi bersama untuk mencapai
tujuan yang diinginkan.
Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa
orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konferensi, dan
sebagainya. Michael Burgoon (dalam Wiryanto,2005) mendefinisikan komunikasi
kelompok sebgai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih dengan
tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecah
masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi
anggota-anggota yang lain dengan cepat10.
9
Marheni Fajar,2009. Ilmu komunikasi Teori dan Praktik. Graha ilmu: Jakarta. Hal.65
Ibid, Hal.66
10
19
Komunikasi kelompok merupakan komunikasi diantara sejumlah orang (kelompok
kecil berjumlah 4-20 orang, kelompok besar 20-50 orang). Makin banyaknya
komunikasi antar pribadi, umpan baliknya masih berlangsung cepat (jika kelompok
kecil), adaptasi pesan masih bersifat khusus dan tujuan komunikasi masih barsifat
tidak terstruktur, hal itu menjadikan perubahan atas jumlah orang yang terlibat dalam
komunikasi.
Komunikasi kelompok terjadi pula proses interaksi antarbudaya dari para anggota
kelompok yang berbeda latar belakang kebudayaan. Pengertian konteks komunikasi
kelompok adalah operasi komunikasi antarbudaya dikalangan in group maupun
antara anggota sebuah in group dengan out group, atau bahkan anggota pelbagai
kelompok (intergroup communication). Perasaan-perasaan terikat pada kelompok
yang kerap kali dimanifestasikan dengan merendahkan kelompok lain yang dikenal
dengan etnosentrisme dan rasisme.
Akibatnya adalah terbentuknya jaringan komunikasi antaranggota kelompok
(networks of communication). Mitchel menjelaskan sebuah jaringan kelompok
menunjukkan suatu jaringan diantara beberapa orang yang didasarkan pada
karakteristik kepentingan atau minat tertentu yang telah terjelma dalam prilaku sosial.
Analisis jaringan kelompok pernah diajukan oleh Rogers dan Kincaid (1981) yang
bertujuan untuk :
a. Mengidentifikasi peranan seseorang dalam jaringan komunikasi, misalnya
sebagai liaisons (penghubung), bridges (jembatan, menjembatani) dan isolates
(terisolasi, menyendiri).
20
b. Mengidentifikasi klik (cliques) dalam jaringan dan menentukan bagaimana
terbentuknya pengelompokkan struktur yang pada gilirannya mempengaruhi
prilaku komunikai dalam sebuah sistem.
c. Mengatur
variasi
struktur
komunikasi
(seperti
kepadatan
komunikasi,
keterbukaan dan keterkaitan) bagi individu (pada klik tertentu), komunikasi
diantara dua orang (dyads), klik atau satuan sistem.
Berdasarkan analisis jaringan kelompok yang pernah diajukan oleh Rogers dan
Kincaid (1981), maka dikenal beberapa katagori peranan setiap orang dalam
membentuk jaringan antarpribadi, yaitu :
a. Nodes, yang menjelaskan peranan atau kedudukan serta fungsi komunikasi setiap
individu dalam kelompok;
b. Links, yang menjelaskan kaitan antara nodes dan karakteristik hubungan tersebut
sebagai akibat dari fungsi mereka sebagai saluran komunikasi;
c. Cliques, yang menjelaskan subkelompok dalam jaringan dan pembagian tugas
dalam klik dan struktur mereka dalam kaitan dengan arus komunikasi;
d. Network, menjelaskan tentang suatu jaringan dan relasi antara karakteristik
sistem (ukuran dan struktur) dan kaitannya dengan arus komunikasi, (Asante dan
Gudykunst, 1981).
Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang
berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama
lainnya dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut. Komunikasi
kelompok biasanya menunjuk pada komunikasi yang dilakukan kelompok kecil
tersebut (small group communication)11.
11
Deddy mulyana,2005. Ilmu Komunikasi Pengantar. Rosdakarya: Bandung. Hal.74
21
2.7. Komunikasi sosial
Komunikasi sosial berkaitan dengan komunikasi persona ketika satu atau dua lebih
individu berinteraksi, sengaja atau tidak. Melalui komunikasi sosial individu-individu
“menyetel” perasaan-perasaan, pikiran-pikiran dan prilaku-prilaku antara yang satu
dengan yang lainnya. Komunikasi sosial dapat dikategorikan lebih jauh kedalam
komunikasi antarpersona dan komunikasi massa. Komunikasi antarpersona terjadi
melalui hubungan-hubungan antarpersona sedangkan komunikasi adalah suatu proses
komunikasi sosial yang lebih umum, yang dilakukan individu-individu untuk
berinteraksi dengan lingkungan sosio-budayanya, tanpa terlihat dalam hubunganhubungan antarpersona dengan individu-individu tertentu. Pengalaman-pengalaman
komunikasi individu melalui media seperti radio, televisi, surat kabar, majalah, film,
teater, dan bentuk-bentuk komunikasi serupa dapat termasuk kedalam kategori ini.
2.8. Komunikasi dan Akulturasi
Komunikasi merupakan aspek terpenting dan mendasar dalam menjalankan hidup.
Banyak pembelajaran yang diperoleh melalui respon-respon komunikasi terhadap
rangsangan dari lingkungan. Ada proses menyandi dan menyandi balik pesan-pesan
dengan cara itu sehingga pesan-pesan tersebut akan dikenali, diterima, dan direspon
oleh individu-individu yang saling berinteraksi12.
Komunikasi merupakan pembawa proses sosial. Ia adalah alat yang
manusia miliki untuk mengatur, mentasbihkan dan memodifikasi
kehidupan sosialnya. Proses sosial bergantung pada penghimpunan,
12
(Young Yun Kim) Deddy Mulyana, Jalaludin Rakhmat.2005.Komunikasi Antarbudaya.
Rosdakarya: Bandung.Hal.137
22
pertukaran, dan penyampaian pengetahuan. Pada gilirannya pengetahuan
bergantung pada komunikasi (Peterson, Jensen, dan Rivers, 1965 : 16).
Dalam konteks yang luas, Le Vine (1973) menyebutkan bahwa budaya sebagai
panduan pola-pola yang merefleksikan respon-respon komunikatif terhadap
rangsangan dari lingkungan. Pola-pola budaya ini pada gilirannya merefleksikan
elemen-elemen yang sama dalam prilaku komunikasi individual yang dilakuakan
yang lahir dan diasuh dalam budaya itu. Le Vine menyebutkan budaya sebagai
seperangkat aturan terorganisasikan mengenai cara-cara yang dilakukan individuindividu salam masyarakat berkomunikasi satu sama lain dan cara mereka berpikir
tentang diri mereka dan lingkungan mereka.
Proses yang dilalui individu-individu untuk memperoleh aturan-aturan (budaya)
komunikasi dimulai pada masa awal berinteraksi. Melalui proses sosialisasi dan
pendidikan, pola-pola budaya ditanamkan kedalam sistem saraf dan menjadi bagian
kepribadian dan prilaku kita. Proses belajar yang diinternalisasikan memungkinkan
untuk berinteraksi dengan anggota-anggota budaya lainnya yang juga memiliki polapola komunikasi serupa. Proses memperoleh pola-pola demikian oleh individuindividu disebut enkulturasi atau istilah-istilah serupa lainnya seperti pelaziman
budaya (culture conditioning) dan pemrograman budaya (culture programing)13.
2.9. Budaya
Budaya adalah bentuk jamak dari kata budi dan daya yang berarti cinta, karsa,
dan rasa. Kata budaya sebenarnya berasal dari bahasa Sanksakerta budhayah
yaitu bentuk jamak kata buddhi yang berarti budi atau akal. Dalam bahasa Inggris
13
Ibid. Hal. 138
23
kata budaya berasal dari kata culture, dalam bahasa Baelanda diistilahkan dengan
cultuur, dalam bahasa Latin, berasal dari colera. Colera berarti mengolah,
mengerjakan, menyuburkan, mengembangkan tanah (bertani).
Menurut E.B. Tylor, budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota
masyarakat.14
Sementara itu, menurut Trenholm dan jensen budaya merupakan seperangkat
nilai, kepercayaan, norma, adat istiadat, aturan dan kode, yang secara sosial
mendefinisikan kelompok-kelompok orang mengikat mereka satu sam lain dan
memberi mereka kesadaran bersama. Mereka mengemukakan lebih jauh bahwa
budaya adalah jawaban kolektif terhadap peranyaan-pertanyaan mendasar : siapa
kita? Bagaimana tempat kita di dunia? Dan bagaimana kita menjalani kehidupan
kita? Pandangan tentang budaya memandu manusia untuk mempersepsi dunia,
bagaimana berpikir tentang diri kita sendiri dan hubungan kita dengan orang lain
dan bagaimana kita mempertukarkan pesan. 15
Kebudayaan ataupun yang disebut dengan peradaban, mengandung pengertian
yang luas, meliputi pemahaman perasaan suatu bangsa yang kompleks, meliputi
pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat (kebiasaan), dan
pembawaan lainnya yang diperoleh dari anggota masyarakat (Taylor, 1897).16
14
Effendi, Ridwan, M.Ed.Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Jakarta: PT. Kencana.2008.hal.27.
Mulyana, Dedi,M.A, D.R, Prof. Komunikasi Efektif Suatu Pendekatan Lintas Budaya,Bandung:PT.
Remaja Rosdakarya,2005.hal.15.
16
Soelaeman, Munandar, M, DR. Ilmu Budaya Dasar Suatu Pengantar, Bandung: PT. Refika
Aditama.2010.hal 19.
15
24
Dengan demikian budaya atau kebudayaan menyangkut keseluruhan aspek
kehidupan manusia baik material maupun non-material. Menurut para ahli yang
sangat dipengaruhi oleh pandangan evolusionisme, yaitu suatu teori yang
mengatakan bahwa kebudayaan itu akan berkembang dari tahap yang sederhana
menuju tahapan yang lebih kompleks.
2.9.1. Sifat-Sifat Budaya
Sifat hakiki kebudayaan antara lain :
1. Budaya terujud dan disalurkan dari prilaku manusia
2. Budaya telah ada lebih dahulu daripada lahirnya satu generasi tertentu dan
tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan
3. Budaya diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya.
4. Budaya mencakup aturan-aturan yang berisikan keajiban-kewajiban yang
diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang dan tindakantindakan yang diizinkan. 17
2.10. Konsep Kebudayaan
Menurut dimensi wujudnya, kebudayaan mempunyai tiga wujud, yaitu :
1. Kompleks gagasan, konsep, dan pikiran manusia : wujud ini disebut sistem
budaya, sifatnya abstrak, tidak dapat dilihat dan berpusat pada kepala-kepala
manusia yang menganutnya. Disebutkan bahwa sistem budaya karena
17
Effendi, Ridwan, M.Ed.Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Jakarta: PT. Kencana.2008.hal.33.
25
gagasan dan pikiran tersebut tidak merupakan kepingan-kepingan yang
terlepas, melainkan saling berkaitan berdasarkan asas-asas yang erat
hubungannya, sehingga menjadi sistem gagasan dan pikiran yang relatif
mantap dan kontinyu.
2. Kompleks aktivitas, berupa aktivitas manusia yang saling berinteraksi,
bersifat konkret, dan dapat diamati atau diobservasi. Ujud ini sering disebut
sistem sosial. Sistem sosial ini tidak dapat melepaskan diri dari sistem
budaya. Apapun bentuknya, pola-pola aktivitas tersebut ditentukan atau ditata
oleh gagasan-gagasan dan pikiran-pikiran yang ada didalam kepala manusia.
Karena saling berinteraksi antara manusia, maka pola aktivitasnya dapat pula
menimbulkan gagasan, konsep, dan pikiran baru serta tidak mustahil dapat
diterima dan mendapat tempat dalam sistem budaya dari manusia yang
berinteraksi tersebut.
3. Wujud sebagai benda,. Aktivitas manusia yang saling berinteraksi tidak lepas
dari berbagai penggunaan peralatan sebagai hasil karya manusia untuk
mencapai tujuannya. Aktivitas karya manusia tersebut menghasilkan benda
untuk berbagai keperluan hidupnya. Kebudayaan dalam bentuk fisik yang
konkret juga disebut kebudayaan fisik, mulai dari benda-benda yang diam
sampai pada benda yang bergerak. 18
Budaya dan komunikasi berinteraksi secara erat dan dinamis. Inti budaya
adalah komunikasi, karena budaya muncul melalui komunikasi. Akan tetapi pada
gilirannya budaya yang terciptapun mempengaruhi cara berkomunikasi anggota
18
Soelaeman, Munandar, M, DR. Ilmu Budaya Dasar Suatu Pengantar, Bandung: PT. Refika
Aditama.2010.hal 22.
26
budaya bersangkutan. Hubungan antarbudaya dan komunikasi adalah timbal balik.
Budaya takkan eksis tanpa komunikasi dan komunikasi pun takkan eksis tanpa
budaya.
2.11. Subbudaya dan Subkelompok
Suatu komunitas rasial, etnik, regional, ekonomi, atau sosial yang
memperlihatkan pola-pola prilaku yang membedakan dari subkultur-subkultur
lainnya dalam suatu budaya atau masyarakat yang melingkupinya. Suatu
masyarakat penting yang tidak memenuhi kriteria untuk disebut subkultur, namun
menghadapi
masalah-masalah
komunikasi
serupa,
adalah
subkelompok
menyimpang (deviant sub group). Termasuk dalam subkelompok menyimpang ini
adalah kaum homoseks, germo, pelacur, pecandu obat bius, sekte agama sesat,
organisasi revolusioner.
2.12. Komunikasi Antarbudaya
Komunikasi antar budaya diartikan sebagai proses pembagian informasi,
gagasan atau perasaan di antara mereka yang berbeda latar belakang budayanya.
Proses pembagian informasi itu dilakukan secara lisan dan tertulis, juga melalui
bahasa tubuh gaya atau tampilan pribadi atau bantuan hal lain di sekitarnya yang
memperjelas pesan. 19 Menurut Andrea L. Ritch dan Dennis M. Ogawa dalam
buku Larry A. Samovar dan Richard E. Porter Intercultural Communication, A
Reader-komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara orang-orang yang
19
Ibid, hal.09.
27
berbeda kebudayaan, misalnya antar suku bangsa, antar etnik dan ras, antar kelas
sosial.20
Komunikasi antarbudaya adalah menambah kata budaya kedalam pernyataan
“komunikasi antara dua orang/lebih yang berbeda latar belakang kebudayaan”.
Komunikasi antar budaya adalah komunikasi antar pribadi yang dilakukan oleh
mereka yang berbeda latar belakang kebudayaan.
Budaya dan komunikasi menjelmakan diri dalam kerangka interaksi. Interaksi ini
dapat disebut sebagai pengejawantahan wacana sosial (said of social discourse).
Artinya, komunikasi antarbudaya terjadi apabila bila produsen pesan adalah
anggota budaya dan penerima pesannya adalah anggota suatu budaya lainnya.
Dalam keadaan demikian, menurut Poter dan Samovar dalam Intercultural
Communication : A Reader (1982) dalam Mulyana dan Rakhmat (1990:16) kita
segera dihadapkan kepada masalah-masalah yang ada dalam suatu situasi dimana
suatu pesan disandi dalam suatu budaya dan harus kepada orang yang berbeda
budaya, yang dapat menimbulkan segala macam kesulitan. Namun, melalui studi
dan pemahaman atas komunikasi antarbudaya, kita dapat atau hampir
menghilangkan kesulitan-kesulitan ini
21
. Kajian komunikasi antar budaya
mengenal beberapa asumsi, yaitu :
a. Komunikasi antarbudaya dimulai dengan anggapan dasar bahwa ada
perbedaan persepsi antara komunikator dengan komunikan.
20
Ibid, Hal. 10.
Sihabudin Ahmad, M.Si, Dr. Komunikasi Antarbudaya suatu perspektif multidimensi,
Jakarta:PT.Bumi Aksara.2011.hal 46.
21
28
b. Dalam komunikasi antarbudaya terkandung isi dan relasi antar pribadi.
c. Gaya personal mempengaruhi komunikasi antar pribadi.
d. Komunikasi anatarbudaya bertujuan mengurangi tingkat ketidakpastian.
Gudykunstt dan Kim (1984) menunjukkan bahwa orang-orang yang baru
dikenal selalu berusaha mengurangi tingkat ketidakpastian melalui peramalan
yang tepat atas relasi antarpribadi. Usaha untuk mengurangi ketidakpastian itu
dapat dilakukan melalui tiga tahap interaksi, yakni :
a. Pro-kontak atau tahap pembentukan kesan melalui simbol verbal dan
nonverbal (apakah komunikan suka berkomunikasi atau menghindari
komunikasi).
b. Initial contact dan impression, yakni tanggapan lanjutan atau kesan yang
muncul dari kontak awal tersebut.
c. Closure (kedekatan), memulai membuka diri yang semula tertutup melalui
atribusi dan pengembangan kepribadian implisit. Teori atribusi menganjurkan
agar kita harus lebih mengerti prilaku orang lain dengan menyelidiki motivasi
atas suatu prilaku atau tindakan.
d. Komunikasi berpusat pada kebudayaan. Edrawd T. Hall mengatakan bahwa
komunikasi adalah kebudayaan dan kebudayaan adalah komunikasi, dalam
kebudayaan ada sistem dan dinamika yang mengatur tata cara pertukaran
simbol-simbol komunikasi dan hanya dengan komunikasi maka pertukaran
simbol-simbol dapat dilakukan, dan kebudayaan hanya akan eksis jika ada
komunikasi.
e. Efektifitas antarbudaya merupakan tujuan komunikasi antarbudaya.
29
Komunikasi antarbudaya yang interaktif adalah komunikasi yang dilakukan
oleh komunikator dengan komunikan dalam dua arah/timbal balik namun masih
berada pada tahap rendah. Apabila ada proses pertukaran pesan itu memasuki
tahap tinggi, misalnya saling mengerti, memahami perasaan dan tindakan bersama
maka komunikasi tersebut telak memasuki tahap transaksional.
Komunikasi transaksional meliputi tiga unsur penting yakni, (1) keterlibatan
emosional yang tinggi, yang berlangsung terus menerus dan berkeseimbangan atas
pertukaran pesan; (2) peristiwa komunikasi meliputi seri waktu, artinya berkaitan
dengan masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang, dan (3) partisipan dalam
komunikasi antarbudaya menjalankan peran tertentu.
Baik komunikasi interaktif maupun transaksional mengalami proses yang
bersifat dinamis, karena proses tersebut berlangsung dalam konteks sosial yang
hidup, berkembang dan bahkan berubah-ubah berdasarkan waktu, situasi dan
bahkan kondisi tertentu.
Tempat, waktu serta suasana merupakan faktor penting dalam komunikasi
antarbudaya. Suasana berkaitan dengan waktu seperti, jangka pendek atau jangka
panjang, jam, hari, minggu, bulan dan tahun, sedangkan tempat (rumah, kantor,
rumah ibadah) untuk berkomunikasi, kualitas relasi yang berpengaruh terhadap
komunikasi. 22
Dalam study kebudayaaan, bahasa ditempatkan sebagai unsur penting. Bahasa
dapat dikategorikan sebagai unsur kebudayaan yang berbentuk nonmaterial selain
nilai, norma dan kepercayaan. Bahasa adalah medium untuk menyatakan
22
Alo Liliweri,2009.Dasar-dasar komunikasi antarbudaya, pustaka pelajar. Yogyakarta. Hal. 30
30
kesadaran, tidak sekedar mengalihkan informasi23. Bahasa menyatakan kesadaran
dalam konteks sosial. Dalam komunikasi antarmanusia sehari-hari diperkenalkan
oleh istilah-istilah seperti bahasa lisan, bahasa tulisan, bahasa isyarat, bahasa
jarak, dan lain-lain.
Dalam mempelajari komunikasi anatar budaya, maka perlu diperhatikan beberapa
hal sebagai berikut24 :
a. Keunikan Individu : setiap individu berbeda meskipun berada dalam budaya
yang sama
b. Bahaya Steriotipe : Steriotipe merupakan sejumlah asumsi salah yang dibuat
oleh orang disemua budaya terhadap karakteristik anggota kelompok budaya
lain. Steriotipe yang terus diulangi akan menjadi stenografiyang mewakili
sekelompok orang. Steriotipe berbahaya dalam memahami komunikasi antar
budaya sebab kita tidak akan dapat memandang secara objektif. Maka untuk
menghindari bahaya steriotipe kita harus tidak mengeneralisasi budaya,
budaya harus dilihat sebagai taksiran bukan sebagai hal yang mutlak.
c. Objektivitas : objektivitas merupakan hal yang mudah dikatakan namun sulit
untuk diterapkan. Pengertian objektif adalah adil, tidak berprasangka buruk,
dan tidak dipengaruhi oleh emosi atau perasaan pribadi). Dalam melakukan
penelitian
budaya
menggunakan
komunikasi
antar
budaya
harus
menggunakan objektivitas, sebab jika menggunakan sudut pandang subjektif
maka tidak akan sesuai dengan realitas.
23
24
Ibid Hal.130
Samovar Larry A,Komunikasi Lintas Budaya, Jakarta : Salemba Humanika.2010.hal.49
31
d. Komunikasi bukan segalanya dan tidak mengatasi segala hal komunikasi
bukanlah sebuah alat atau senjata yang dapat mengatasi segala hal.
Sebagaimana pernyataan Wood “ adalah suatu kesalahan ketika anada
berpikir bahwa komunikasi dapat mengatasi segala hal. Banyak masalah yang
tidak dapat diselesaikan hanya dengan berkomunikasi. Komunikasi itu sendiri
tidak akan mengakhiri kelaparan, pelanggaran HAM diseluruh dunia, rasisme,
kekerasan pada pasangan hidup atau penyakit fisik”.
2.13. Komunikasi Lintas Budaya
Komunikasi lintas budaya merupakan salah satu bidang kajian dari komunikasi
antarbudaya yang lebih menekankan pada perbandingan pola-pola komunikasi
anatrpribadi diantara pelaku komunikasi yang memiliki perbedaan budaya.
Komunikasi lintas budaya terjadi ketika komunikator berada dalam kelompok
budaya dan bila pengirim pesan adalah anggota dari suatu budaya dan penerima
pesannya adalah anggota dari suatu budaya yang lain (Wahyu:2008).
Hasil pertemuan lintas budaya bisa positif bisa negatif. Segi positifnya, setiap
pertemuan menyediakan kemungkinan untuk meningkatkan pemahaman dan
kesadaran budaya. Segi negatifnya, pertemuan bisa memperteguh steriotipesteriotipe budaya yang negatif dan bisa menimbulkan gegar budaya. Menurut
Kalvero Oberg, gegar budaya ditimbulkan oleh kecemasan karena hilangnya
tanda-tanda yang sudah dikenal dan simbo-simbol hubungan sosial.
Pertemuan lintas budaya mungkin sulit dilakukan karena perbedaan dalam
struktur makna budaya, namun ia bukan tidak dapat diatasi. Pertemuan lintas
32
budaya juga mungkin menimbulkan lebih banyak problem lagi karena masingmasing peserta bereaksi terhadap akibat pertemuan itu.
2.14. Hambatan Komunikasi
Pada hakikatnya komunikasi merupakan sistem, maka gangguan komunikasi
dapat terjadi pada semua elemen atau unsur-unsur yang mendukungnya, termasuk
dimana komunikasi terjadi.
Hambatan komunikasi merupakan kegagalan dalam sebuah proses komunikasi
yang disebabkan beberapa faktor, dalam penelitian ini faktor yang menghambat
terjadinya proses komunikasi adalah steriotip dan prasngka (Wahyu : 2008).
2.14.1. Steriotip
Kesulitan
berkomunikasi
akan
muncul
dari
kesteriotipan,
yakni
menggeneralisasikan orang-orang berdasarkan sedikit informasi dan membentuk
asusmsi mengenai mereka berdasarkan keanggotaan mereka dalam suatu
kelompok. Dengan kata lain pensteriotipan adalah proses menempatkan orangorang dan objek-objek kedalam kategori yang mapan, atau penilaian mengenai
orang-orang atau objek-objek berdasarkan kategori-kategori yang dianggap
sesuai, alih-alih berdasarkan karakteristik individual mereka25.
25
Mulyana Deddy,M.A,Ph.D.Op.cit.Hal.218
33
Samovar dan Ricard E. Potter mendefinisikan steriotipe sebagai persepsi atau
kepercayaan yang kita anut mengenai kelompok-kelompok atau individu-individu
berdasarkan pendapat dan sikap yang lebih dulu terbentuk26.
Pada umumnya steriotip bersifat negatif. Seteriotip tidaklah berbahaya sejauh
kita menyimpan didalam kepala kita. Akan tetapi bahayanya sangat nyata bila
steriotip ini diaktifkan dalam hubungan manusia. Apa yang anda persepsi sangat
dipengaruhi oleh apa yang kita harapkan. Ketika kita mengharapkan orang lain
berprilaku tertentu, kita mungkin mengkomunikasikan pendapat kita kepada
mereka dengan cara-cara yang sangat halus, sehingga meningkatkan kemungkinan
bahwa mereka akan berprilaku sesuai dengan yang kita harapkan (Wahyu : 2008).
2.14.2. Prasangka
Suatu kekeliruan persepsi terhadap orang yang berbeda adalah prasangka,
suatu konsep yang sangat dekat dengan steriotip. Dapat dikatakan bahwa steriotip
adalah komponen kognitif dari prasangka
27
. Sedangkan prasangka juga
berdimensi prilaku. Jadi, prasangka ini konsekuensi dari steriotip, dan lebih
teramati daripada steriotip.
Istilah prasangka (prejudice) berasal dari kata latin praejudicium, yang berarti
suatu preseden, atau suatu penilan berdasarkan keputusan dan pengalaman
terdahulu
28
. Sebagaimana steriotip, prasangka ini alamiah dan tidak
terhindarkan29. Umumnya bersifat negatif. Penggunaan prasangka memungkinkan
26
Ibid. Hal.128
Ibid. Hal.223
28
Ibid. Hal.234
29
Ibid. Hal.235
27
34
kita merespons lingkungan secara umum atau secara khas, sehingga terlalu
menyederhanakan masalah30.
2.15.
Modernisasi
Modernisasi merupakan perubahan kultural dan sosio-ekonomis yang terjadi
dimana masyarakat-masyarakat sedang berkembang dan memperoleh sebagian
karakteristik dari masyarakat industri barat.
Istilah modernisasi paling sering dipergunakan untuk mendekripsikan adanya
perubahan cultural dan sosio-ekonomis. Sebenarnya pengertian modernisasi di
atas, jika dicermati mengandung makna bahwa „menjadi modern‟ itu seperti
„menjadi seperti orang Barat‟. Pengertian seperti ini berimplikasi „tidak seperti
Barat‟ berarti ketinggalan jaman. Apabila pemaknaan modernisasi seperti ini,
maka modernisasi identik dengan westernisasi dan ini mengandung pengertian
etnosentris. Orang Barat dianggap lebih modern, lebih maju, sementara
masyarakat lainnya yang tidak seperti Barat dianggap ketinggalan jaman, kuno
dan tidak maju. Sartu kata yang perlu dicermati dalam definisi modernisasi di atas
adalah penggunaan kata masyarakat industri. Ini menunjukkan bahwa proses
modernisasi adalah sebuah proses perubahan kebudayaan tradisional menuju
modern. Sebab, kata industri identik dengan modern. Jika ini yang dipakai, maka
modernisasi tidak identik dengan westernisasi. Modernisasi lebih mengarah pada
perubahan kultural yang meliputi sosio-ekonomi-politik, sementara westernisasi
lebih mengarah pada gaya hidup.
30
Effendi, Onong Uchjan. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi.Bandung:Citra Aditya
Bakti.2005.Hal.45
35
Menurut Haviland (1988: 272) proses modernisasi paling tidak dapat dipahami
kalau dianggap terdiri dari empat sub proses:
a. Pertama, perkembangan teknologi, dalam modernisasi pengetahuan dan
teknologi tradisional terdesak oleh penerapan ilmu pengetahuan dan teknikteknik yang dipinjam dari masyarakat industri yang maju.
b. Sub-proses kedua, pengembangan pertanian yang berupa pergeseran dari
pertanian untuk keperluan sendiri menjadi pertanian untuk pemasaran.
Aktivitas pertanian dan peternakan diarahkan pada budidaya untuk keperluan
ekonomi uang dan pasar untuk menjual hasil pertanian dan mengadakan
pembelian-pembelian.
c. Sub-proses ketiga adalah industrialisasi, dengan lebih mengutamakan bentuk
energi nonhewani (inanimate) khususnya bahan fosil. Tenaga manusia dan
hewan menjadi tidak penting.
d. Sub-proses keempat adalah urbanisasi, yang ditandai dengan perpindahan
penduduk dari pemukiman pedesaan ke kota-kota serta berubahnya pedesaan
menjadi perkotaan.
Terdapat dua gejala modernisasi yang mengiringi sub-proses modernisasi, yaitu
diferensiasi structural dan mekanisme integrasi. Diferensiasi structural adalah
pembagian tugas-tugas tradisional yang tunggal, tetapi mengandung dua fungsi
atau lebih, menjadi dua tugas atau lebih, masing-masing dengan sebuah fungsi
yang khusus. Ini merupakan fragmentasi yang harus ditanggulangi dengan
menggunakan mekanisme integrasi baru, jika masyarakatnya tidak ingin
berantakan menjadi unit yang berdiri sendiri-sendiri.
36
Mekanisme baru itu mendapat bentuk seperti ideologi baru, struktur
pemerintahan formal, partai-partai politik, kode hukum, serikat buruh, dan
asosiasi kepentingan. Semuanya
menembus batas-batas pembagian social
lainnya, dengan demikian berfungsi sebagai penangkal kekuatan-kekuatan
pemecah. Diferensiasi structural dan mekanisme integrasi bukanlah kekuatan
tunggal yang saling berlawanan, oleh karenanya perlu ditambahkan kekuatan
ketiga,
yaitu
tradisi.
Tradisi
kadang-kadang
mempermudah
terjadinya
modernisasi.
Modernisasi tingkat individu (sudah mulai mendarah daging di kalangan
masyarakat). Masyarakat penganut modernitas fisik sudah dapat memperbaiki
sendiri peralatan yang dimiliki, menyempurnakan atau menambah dengan
peralatan lain. Komputer, misalnya, sudah dapat dianggap sebagai peralatan keras
yang telah mencapai tingkat modernisasi individu. Sudah banyak orang yang
dapat memperbaiki, merakit, atau memproduksi sendiri serta peralatan yang telah
tersedia dipasaran dalam kondisi terjual bebas. Begitu pula dengan handphone.
Modernisasi tingkat inovasi (modernisasi yang bersifat orisinal). Pada tingkatan
ini masyarakat dicirikan dapat menciptakan sendiri barang teknologi yang
dibutuhkan meskipun harus melalui jaringan kerja dengan masyarakat yang lebih
luas.
2.16. Fenomenologi
Istilah fenomenologi secara etimologis berasal dari kata fenomena dan
logos. Fenomena berasal dari kata kerja Yunani “phainesthai” yang berarti
37
menampak, dan terbentuk dari akar kata fantasi, fantom, dan fosfor yang artinya
sinar atau cahaya. Dari kata itu terbentuk kata kerja, tampak, terlihat karena
bercahaya. Dalam bahasa Indonesia berarti cahaya. Secara harfiah fenomena
diartikan sebagai gejala atau sesuatu yang menampakkan. Fenomena dapat
dipandang dari dua sudut. Pertama, fenomena selalu “menunjuk ke luar”
atau berhubungan dengan realitas di luar pikiran. Kedua, fenomena dari sudut
kesadaran kita, karena fenomenologi selalu berada dalam kesadaran kita. Oleh
karena itu dalam memandang fenomena harus terlebih dahulu melihat
“penyaringan” (ratio), sehingga mendapatkan kesadaran yang murni (Denny
Moeryadi, 2009).
Donny (2005: 150) menuliskan fenomenologi adalah ilmu tentang esensiesensi kesadaran dan esensi ideal dari obyek-obyek sebagai korelasi dengan
kesadaran. Fenomenologi juga merupakan sebuah pendekatan filosofis untuk
menyelidiki pengalaman manusia. Fenomenologi bermakna metode pemikiran
untuk memperoleh ilmu pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan
yang
ada dengan langkah-langkah logis, sistematis kritis, tidak berdasarkan
apriori/prasangka, dan tidak dogmatis. Fenomenologi sebagai metode tidak
hanya
digunakan
dalam filsafat tetapi juga dalam ilmu-ilmu sosial dan
pendidikan.
Dalam penelitian fenomenologi melibatkan pengujian yang teliti dan seksama
pada kesadaran pengalaman manusia.
Konsep utama dalam fenomenologi
adalah makna. Makna merupakan isi penting yang muncul dari pengalaman
kesadaran manusia. Untuk mengidentifikasi kualitas yang essensial dari
38
pengalaman kesadaran dilakukan dengan mendalam dan teliti (Smith, etc.,
2009: 11).
Dalam pandangan Natanton (Mulyana, 2005:59) fenemenologi merupakan
istilah genetik yang merujuk pada semua pandangan ilmu sosial yang
menganggap bahwa kesadaran manusia dan makna subjektif sebagai fokus untuk
memahami tindakan sosial. Wawasan utama fenomenologi adalah pengertian dan
penjelasan dari gejala realitas itu sendiri (Aminuddin, 1990:108)
Teori-teori dalam tradisi fenomenologi berasumsi bahwa orang-orang secara
aktif menginterpletasi pengalaman-pengalamannya dan mencoba memahami
dunia dengan pengalaman pribadinya. Tradisi ini memperhatikan pada
pengalaman sadar seseorang. Istilah phenomenon mengacu pada kemunculan
sebuah benda, kejadian, atau kondisi yang dilihat. Oleh karena itu merupakan
kondisi yang digunakan manusia untuk memahami dunia melalui pengalaman
langsung.
Maurice Merleau-Ponty, pakar dalam tradisi fenomenologi menuliskan bahwa
“semua pengetahuan akan dunia, bahkan pengetahuan ilmiah saya, diperoleh dari
beberapa pengalaman akan dunia”. Dengan demikian, fenomenologi membuat
pengalaman nyata sebagai data pokok sebuah realitas. “fenomenologi berarti
membiarkan segala sesuatu menjadi jelas sebagaimana adanya”.31
Stanley Deetz menyimpulkan tiga prinsip dasar fenomenologi. Pertama,
pengetahuan ditemukan secara langsung dalam pengalaman sadar-kita akan
mengetahui dunia ketika kita berhubungan dengannya. Kedua, makna benda
31
Smovar Larry A, Komunikasi Lintas Budaya, Jakarta : Salemba Humanika.2010.hal.49
39
terdiri atas kekuatan benda dalam kehidupan seseorang. Ketiga bahsa merupakan
kesadaran makna. 32
Seorang ahli fenomenologi yang menonjol adalah Alfred Schutz seorang murid
Hussrel mengatakan reduksi fenomenologi mengesampingkan pengetahuan kita
tentang dunia, meninggalkan kita dengan apa yang ia sebut sebagai suatu arus
pengalaman. Fenomenologi berarti study tentang cara dimana fenomena hal-hal
yang disadari muncul, dan cara yang paling mendasar dari kemunculannya adalah
sebagai suatu aliran pengalaman inerawi yang berkeseimbangan dengan yang
diterima melalui panca indra. Fenomenologi tertarik dengan pengidentifikasian
masalah dari dunia pengalaman inderawi yang bermakna, suatu hal yang semula
terjadi didalam kesadaran individual secara terpisah dan kemudian secara kolektif,
didalam interaksi antara kesadaran-kesadaran. Kesadaran bertindak atas data
inderawi yang masih mentah, untuk menciptakan makna, didalam cara yang sama
sehuingga bisa dilihat sesuatu yang bersifat mendua dari jarak itu tanpa masuk
lebih
dekat,
mengidentifikasi
masalah
melalui
suatu
proses
dengan
menghubungkannya dengan prosesnya.
Proses interpretasi penting bagi kebanyakan pemikiran fenomenologis.
Interpretasi dikenal dengan pemahaman, yakni proses menentukan makna dengan
pengalaman. Interpretasi merupakan proses aktif pikiran dan tindakan kreatif
dalam mengklarifikasi pengalaman pribadi. Interpretasi melibatkan maju mundur
32
Stephen W. Littlejohn, Karen A. Foss, Teori Komunikasi. Salemba Humanika.Jakarta:2009.Hal.57
40
suatu kejadian atau situasi dan menentukan maknanya, bergerak dari yang khusus
ke umum dan kembali lagi ke khusus.33
Ada tiga kajian pemikiran umum tentang fenomenologi, yakni; (1)
fenomenologi klasik, (2) fenomenologi persepsi, dan (3) fenomenologi
hermeneutik34.
Fenomenologi klasik biasanya dihubungkan dengan Edmund Husserl, pendiri
fenomenologi moderen. Husserl menulis selama pertengahan abad ke-20,
berusaha mengembangkan metode yang meyakinkan kebenaran melalui kesadaran
yang terfokus. Baginya, kebenaran dapat diyakinkan melalui pengalaman
langsung dengan catatan kita harus disiplin dalam mengalami segala sesuatu.
Hanya melalui perhatian sadarlah kebenaran dapat diketahui. Agar dapat mencari
kebenaran
melalui
perhatian
sadar,
bagaimanapun
juga
kita
harus
mengesampingkan atau mengurungkan kebiasaan kita. Kita harus menyingkirkan
kategori-kategori pemikiran dan kebiasaan-kebiasaan dalam melihat segala
sesuatu agar dapat mengalami sesuatu dengan sebenar-benarnya. Dalam hal ini,
benda-benda didunia menghadirkan dirinya pada kesadaran kita. Pendekatan
Husserl dalam fenomenologi sangat objektif, dunia dapat dialami tanpa harus
membawa kategori pribadi seseorang agar terpusat pada proses.
Namun bertentangan dengan Husserl, para ahli fenomenologi saat ini
menganut ide bahwa pengalaman itu subjektif bukan objektif dan percaya bahwa
subjektifitas merupakan bentuk penting sebuah pengetahuan. Maurice Merleau
Ponty, tokoh penting dalam fenomenologi persepsi, sebuah reaksi yang
33
Stephen W. Littlejohn, Karen A. Foss, Teori Komunikasi. Salemba Humanika.Jakarta:2009.Hal.58
Stephen W. Littlejohn, Karen A. Foss, Teori Komunikasi. Salemba Humanika. Jakarta: 2009. Hal.
58-59
34
41
menentang objektifitas sempit milik Husserl. Baginya manusia merupakan sosok
gabungan dari fisik dan mental yang menciptakan makna didunia. Kita
mengetahui sesuatu hanya melalui hubungan pribadi kita dengan benda tersebut.
Sebagai manusia kita dipengaruhi oleh dunia, tetapi kita juga mempengaruhi
dunia dengan bagaimana kita mengalaminya. Baginya lagi, segala sesuatu tidak
ada dengan sendirinya dan terpisah dari bagaimana semuanya diketahui. Agaknya,
manusia memberikan makna pada benda-benda didunia, sehingga pengalaman
fenomenologis apapun tentunya subjektif. Jadi, terdapat dialog antara manusia
sebagai penafsir dan benda yang mereka tafsirkan.
Cabang yang ketiga, fenomenologi hermeneutik agak mirip dengan
fenomenologi persepsi hanya lebih luas dalam bentuk penerapan yang lebih
lengkap pada komunikasi. Fenomenolgi hermeneutik dihubungkan dengan Martin
Heidegger, utamanya dikenal karena karyanya dalam philoshopical hermeneutics
(nama alternatif bagi pergerakannya). Hal yang paling penting bagi Heidegger
adalah pengalaman alami yang tak terelakkan terjadi dengan hanya tinggal
didunia. Baginya realitas sesuatu itu tidak diketahui dengan analisis yang cermat
atau pengurangan, melainkan oleh pengalaman alami yang diciptakan oleh
penggunaan bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Sesuatu yang nyata adalah apa
yang dialami melalui penggunaan bahasa dalam konteksnya: “kata-kata dan
bahasa bukanlah bungkusan yang didalamnya segala sesuatu dimasukkan demi
keuntungan bagi yang menulis dan berbicara. Akan tetapi dalam kata dan bahasa,
segala sesuatunya ada”. Komunikasi merupakan kesadaran yang menentukan
makna berdasarkan pengalaman . ketika berkomunikasi, anda mencari cara-cara
42
baru dalam melihat dunia- pidato anda memenuhi pikiran anda dan nantinya
makna baru tercipta oleh pikiran itu. Bahasa dimasukkan bersama dengan makna
dan secara terus menerus memengaruhi pengalaman kita akan kejadian dan
situasi. Konsekuensi fenomenologi hermeneutik yang menyatukan pengalaman
dengan interaksi bahasa dan sosial tentunya sesuai dengan kajian komunikasi.
2.17. Kerangka Pemikiran
Suku Baduy
Wisatawan
Komunikasi
Antar
Kelompok
Komunikasi
Antar Budaya
Suku Baduy
Wisatawan
Komunikasi
Antar
Pribadi
Fenomenologi
Perubahan
prilaku
masyarakat
Suku Baduy
Pada gambar diatas, peneliti menggunakan kerangka berpikir sebagaimana
judul penelitian yang diangkat, yakni Realitas Komunikasi Antarbudaya
masyarakat suku Baduy dengan Wisatawan. Dalam kerangka berfikir dijelaskan
bagaimana komunikasi antar kelompok dan komunikasi antar pribadi terjadi
antara suku Baduy dengan Wisatawan, yang kemudian menjadi komunikasi
anatarbudaya karena dari komunikasi kelompok maupun komunikasi antar pribadi
43
terjadi juga komunikasi antar budaya. Untuk mengetahui apa yang terjadi pada
masyarakat suku Baduy setelah berkomunikasi dengan wisatawan secara terusmenerus maka peneliti menggunakan teori fenomenologi untuk mengungkap
realitas menggunakan data mentah yang dialami dan dirasakan menggunakan
panca indra peneliti.
2.18. Penelitian Terdahulu
Penelitian sebelumnya mempunyai kegunaan selain agar memudahkan atau
menjadi referensi tambahan dalam penyusunan sebuah penelitian, juga bisa
digunakan sebagai bahan pembanding antara penelitian terbaru yang dilakukan
oleh penulis dengan penelitian yang terdahulu. Oleh karena itu, peneliti mencari
beberapa penelitian yang dirasa memiliki beberapa persamaan yang diperoleh dari
berbagai universitas.
Penelitian yang pertama adalah penelitian dengan judul Prilaku Komunikasi
dalam Akulturasi Antar Budaya studi Deskriptif kualitatif tentang perilaku
komunikasi dalam akulturasi budaya antar etnis jawa dan etnis madura di
Kabupaten Sampang Madura. Penelitian ini di tulis oleh Harisul Akbar dari
Yayasan Pendidikan dan Perumahan Universitas Pembangunan Nasional
“VETERAN” Jawa timur, Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Jurusan Ilmu
Komunikasi, Surabaya. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis adalah membahas
komunikasi yang terjadi oleh latar belakang budaya yang berbeda dan
mempengaruhi terhadap perubahan prilaku budaya satu dengan lainnya.
44
Sedangkan perbedaan penelitian ini adalah teori yang digunakan dan juga fokus
penelitian yang diteliti.
Penelitian kedua adalah penelitian dengan judul Komunikasi antar budaya di
kampung baru bugis desa banten kecamatan kasemen kota serang. Penelitian ini
ditulis oleh Yuyun Yusniawati pada tahun 2013 dari Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa,
Serang Banten. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif, persamaan
dalam penelitian ini adalah mengangkat soal komunikasi antarbudaya dengan
metode kualitatif.
Penelitian ketiga adalah penelitian dengan judul Pola Komunikasi Lintas
Budaya Perdagangan Etnis Tionghoa dalam Berinteraksi dengan Pembeli di
Toko Bandung. Penelitian ini ditulis oleh Wahyu Annas tahun 2012 dari Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa Serang banten, meskipun metode yang digunakan pada skripsi Wahyu
Annas adalah metode penelitian kuantitatif akan tetapi beberapa teori sama
digunakan untuk melengkapi Tinjauan Pustaka.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis adalah dengan membahas
bagaimana komunikasi antarbudaya yang terjadi disebuah suku dengan hadirnya
orang-orang dari suku lain. Sedangkan perbedaan penelitian ini adalah teori yang
digunakan dan juga fokus penelitian yang diteliti.
Penelitian ketiga adalah Penelitiaan dengan judul Realitas Komunikasi Antar
Budaya masyarakat suku Baduy dengan wisatawan. Penelitian ini ditulis oleh
Amriyatunnisa dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu
45
Komunikasi, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa pada tahun 2012. Metode yang
digunakan adalah metode kualitatif.
2.18.1. Tabel Matriks Penelitian Terdahulu
No
Judul
(1)
1
(2)
Prilaku
Komunikasi
dalam
Akulturasi Antar
Budaya
2
Komunikasi
antar budaya di
kampung baru
bugis desa
banten
kecamatan
kasemen kota
serang
3
Pola
Proses
Metode
Komunikasi
komunikasi
penelitian
Lintas Budaya
lintas budaya
Kualitatif
Perdagangan
antara pedagang
Etnis Tionghoa
etnis tionghoa
dalam
dengan
Berinteraksi
konsumen yang
dengan Pembeli
berlatar
di Toko
belakang budaya
Bandung
yang berbeda
Realitas
Komunikasi
Antar Budaya
masyarakat suku
Baduy dengan
wisatawan
4
Intisari
Penelitian
(3)
Bagaimana
komunikasi
dalam
perubahan
budaya yang
terjadi
Bagaimana
komunikasi
antar budaya
terjadi antara
suku Bugis di
Kasemen dan
suku lainnya
Persamaan
Perbedaan
(4)
Metode
Penelitian
Kualitatif
(5)
Kajian
Sosiologi,
Teori
Sosiologi
Metode
Penelitian,
Kajian
Komunikasi
Antar Budaya
Latar
Belakang
lokasi
penelitian,
pendekatan
teori dan
paradigma
yang
digunakan
Kajian Lintas
Budaya,
Pendekatan
Teori dan
Paradigma
yang
digunakan
-
46
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1
Metode Penelitian
Untuk memperoleh informasi secara menyeluruh mengenai komunikasi anatar
budaya masyarakat suku baduy dengan wisatawan, peneliti menggunakan
pendekatan kualiatif. Hal ini dipilih agar peneliti bisa medapatkan pemahaman
yang dalam terhadap permasalahan yang ada. Dengan digunakan pendekatan
kualitatif, maka data yang didapat akan lebih lengkap, lebih mendalam, kredibel,
dan bermakna sehingga tujuan penelitian dapat tercapai. Sehingga dapat
ditemukan data yang bersifat proses komunikasi antarbudaya masyarakat suku
Baduy dengan wisatawan sampai dengan bagaimana pengaruhnya terhadap suku
Baduy dengan deskripsi yang luas dan mendalam.
Fungsi utama penelitian kualitatif adalah menyelidiki suatu fenomena sosial
dan masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran
kompleks, meneliti kata-kata, laporan terperinci dari pandangan responden, dan
melakukan studi pada situasi yang alami. Penelitian kualitatif menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku
yang diamati.
Menurut Borgan dan Tylor penelitian kualitatif adalah salah satu penelitian
yang proses penelitiannya menghasilkan data deskriptif dari sesuatu yang diteliti
(Hadi dan Haryono, 1998 : 56).
46
47
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan metode observasi,
wawancara (interview), analisis isi, dan metode pengumpulan data lainnya untuk
menyajikan respon-respon dan prilaku subjek. (Setyosari, 2012 :40).
Melalui penelitian kualitatif ini, peneliti berupaya untuk menggambarkan
secara jelas mengenai komunikasi antar budaya masyarakat suku Baduy dengan
wisatawwan. Alasan peneliti menggunakan metode deskriptif diharapkan agar
mampu menghasilkan suatu uraian mendalam tentang ucapan, tulisan dan tingkah
laku yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat tertentu.
Dalam konteks tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh dan
komprehensif.
3.2 Paradigma Konstruktivisme
3.2.1. Pengertian Paradigma
Paradigma adalah pedoman yang menjadi dasar bagi para saintis dan peneliti
didalam mencari fakta-fakta melalui kegiatan penelitian yang dilakukannya
(Arifin, 2012:146).
Deddy Mulyana (2003) dalam Tahir (2001:59) mendefinisikan paradigma
sebagai suatu kerangka berpikir yang mendasar dari suatu kelompok saintis
(ilmuwan) yang menganut suatu pandangan yang dijadikan landasan untuk
mengungkap suatu fenomena dalam rangka mencari fakta.
Paradigma menurut Bogdan dan Biklen (1982) dalam Tahir (2011:59), adalah
sekumpulan anggapan dasar mengenai pokok permasalahan, tujuan, dan sifat
dasar bahan kajian yang akan diteliti.
48
Jadi, paradigma dapat didefinisikan sebagai acuan yang menjadi dasar bagi setiap
peneliti untuk mengungkap fakta-fakta melalui kegiatan penelitian yang
dilakukannya (Arifin, 2012:146).
3.2.2 Konstruktivisme
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Konstruktivisme sebagai
paradigma yang digunakan dalam melakukan penelitian. Konstruktivisme adalah
paradigma yang memandang bahwa kenyataan lahir dari hasil konstruksi atau
bentukan dari manusia itu sendiri. Kenyataan itu bersifat ganda, dapat dibentuk,
dan merupakan suatu keutuhan. Kenyataan ada sebagai hasil bentukan dari
kemampuan berpikir seseorang. Pengetahuan hasil bentukan manusia itu tidak
bersifat tetap tetapi berkembang terus.
Penelitian kualitatif dengan berlandas pada paradigma konstruktivisme yang
berpandangan bahwa pengetahuan itu bukan hanya hasil pengalaman terhadap
fakta, tetapi juga merupakan hasil konstruksi pemikiran subjek yang diteliti.
Pengenalan manusia terhadap realitas sosial berpusat pada subjek dan bukan pada
objek, hal ini berarti bahwa ilmu pengetahuan bukan hasil dari pengalaman
semata, tetapi juga merupakan hasil konstruksi oleh pemikiran. (Arifin,
2012:140).
49
3.3 Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian kualitatif ini ruang lingkup yang akan diteliti adalah dari
kalangan mana saja wisatawan yang berkunjung ke Baduy dan bagaimana
pengaruh komunikasi antara suku baduy dan wisatawan yang berkunjung ke
baduy yang saat ini menjadi daerah pariwisata di Banten.
3.4 Instrumen Penelitian
3.4.1. Sumber Data
Dalam penelitian ini didapatkan beberapa teori-teori yang bersumber dari
buku-buku dan tulisan-tulisan yang berkaitan dengan masalah yang diangkat
dalam penelitian ini. Juga data dan keterangan terkait suku baduy yang diperoleh
dari dari buku –buku yang mengangkat soal masyarakat suku Baduy.
3.4.2. Informan Penelitian
Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi oleh
Spadley dinamakan “Social Situation” atau situasi sosial yang terdiri atas tiga
elemen yaitu: tempat (place), pelaku (actors), dan aktifitas (activity) yang
berinteraksi secara sinergis. Situasi sosial tersebut, dapat dinyatakan sebagai objek
penelitian yang ingin diketahui “apa yang terjadi” didalamnya. 35 Pada situasi
sosial atau objek penelitian ini, peneliti dapat mengamati secara mendalam
aktivitas orang-orang yang ada pada tempat tertentu.
35
Sugiyono, 2006, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta
hal.215
50
Pada istilah kualitatif juga tidak menggunakan istilah sample. Sample pada
penelitian kualitatif disebut sebagai informan atau subyek penelitian, yaitu orangorang yang dipilih diwawancarai atau diobservasi sesuai tujuan penelitian.
Informan disebut sebagai subyek penelitian karena informan dianggap aktif
mengkonstruksi realitas bukan sekadar objek yang hanya mengisi kuesioner.36
Teknik pengambilan informan berdasarkan Kuota sampling yaitu teknik
penentuan
informan
sesuai
pertimbangan-pertimbangan
dengan
tertentu.
rancangan
37
penelitian
Pemilihan
informan
dan
dengan
berdasarkan
karakteristik populasi yang sudah diketahui sebelumnya.
Kriteria informan dalam penelitian ini adalah :
1. Orang Baduy Dalam
2. Orang Baduy Luar
3. Pemerintah Adat Baduy
4. Wisatawan yang datang ke Baduy Lebih dari 2 (dua) kali
5. Akademisi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Informan dalam penelitian ini dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan
permasalahan peneliti yang mana informan merupakan orang Baduy dalam, orang
Baduy Luar, Pemerintah di Baduy, wisatawan yang berkunjung ke Baduy lebih
dari 2 (dua) kali, serta Peneliti dan Akademisi. Cara mendapatkan informan
adalah dengan mencari secara acak dilapangan dari klasifikasi yang telah
36
37
Rakhmat Kriyantono. Teknis Praktis Komunikasi : Grafindo. 2008. Ha.296
Ibid, hal.296
51
ditentukan, tentunya yang memungkinkan peneliti mendapatkan data yang
dibutuhkan untuk melengkapi penelitian ini.
3.5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah
sebagai berikut :
a. Wawancara
Wawancara adalah komunikasi atau percakapan antara peneliti dengan
informan. Rachmat Kriyantono mengungkapkan bahwa wawancara meerupakan
metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung
dari sumbernya. 38 Wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan data
pada penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif.
Jenis wawancara yang dilakukan ini adalah wawancara mendalam (depth
interview). Wawancara mendalam adalah suatu cara mengumpulkan data atau
informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan agar
mendapatkan data lengkap dan mendalam.39
Peneliti atau pewawancara dalam wawancara mendalam (depth interview) ini
relatif tidak mempunyai kontrol atas respon informan, artinya informan bebas
memberikan jawaban. Karena itu peneliti, mempunyai tugas berat agar informan
bersedia memberikan jawaban-jawaban yang lengkap, mendalam dan bila perlu
tidak ada yang disembunyikan. Caranya dengan mengusahakan wawancara
38
Rachmat Kriyanto. 2006. Teknis Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group. Hal 98
39
Ibid. Hal 100
52
berlangsung informal seperti orang mengobrol. 40 Wawancara mendalam pada
penelitian ini dijadikan sebagai teknik pengumpulan data primer, karena dengan
wawancara peneliti dapat langsung bertatap muka dengan wartawan untuk
mengetahui dan mendapatkan data berkaitan dengan penelitian ini, sehingga
peneliti mendapatkan data yang lengkap.
Dalam wawancara ini, peneliti ingin mengetahui mengenai:
1. Bagaimana komunikasi verbal masyarakat suku Baduy
2. Bagaimana komunikasi Non verbal masyarakat suku Baduy
3. Bagaimana komunikasi sosial masyarakat suku Baduy
Hal-hal yang ditanyakan dan hasilnya tercantum pada lampiran pedoman
wawancara serta hasil wawancara.
Teknik wawancara yang peneliti lakukan yaitu, dengan mewawancarai orang
Baduy dalam, orang Baduy luar, Pemerintah Baduy, wisatawan dan Akademisi
yang telah melakukan penelitian di Baduy.
b. Observasi
Peneliti melakukan observasi sebagai kegiatan mengamati lingkungan objek
penelitian secara langsung. Menurut Marshall (1995) melalui observasi, peneliti
belajar tentang perilaku dan makna dari perilaku tersebut.41
Observasi dalam penelitian ini termasuk dalam teknik pengumpulan data yang
bersifat Primer dan Skunder. Observasi ini dilakukan dengan datang langsung ke
40
Ibid.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. Hal
226
41
53
Baduy dan juga dilakukan dengan membaca Buku-Buku yang membahas tentang
kebudayaan suku Baduy. Adapun pedoman dan hasil observasi telah dicantumkan
peneliti pada lampiran.
Dalam observasi ini peneliti ingin mengetahui mengenai :
1. Bagaimana komunikasi internal masyarakat suku Baduy
2. Bagaimana komunikasi sosial masyarakat suku Baduy
3. Bagaimana perubaha yang terjadi pada masyarakat suku Baduy setelah
melakukan komunikasi antar budaya dengan wisatawan yang berlangsung
terus menerus
3.6. Triangulasi
Pengecekan keabsahan data dilakukan agar memperoleh hasil yang valid dan
dapat dipertanggung jawabkan serta dipercaya oleh semua pihak. Peneliti dalam
penelitian ini menguji keabsahan data dengan cara uji kredibilitas atau
kepercayaan terhadap data yang dilakukan dengan menggunakan triangulasi.
Peneliti menggunakan triangulasi sebagai teknik untuk mengecek keabsahan
data. Dimana dalam pengertiannya triangulasi adalah teknik pemeriksaan
keabsahan data terhadap objek penelitian. Menurut Moloeng triangulasi dapat
dilakukan dengan menggunakan tekbik yang berbeda menurut Nasution yaitu
dengan wawancara dan dokumen. Triangulasi ini selain digunakan untuk
mengecek kebenaran data juga dilakukan untuk memperkaya data. Menurut
Nasution, selain itu triangulasi juga dapat berguna untuk menyelidiki validitas
data tafsiran peneliti terhadap data, karena itu triangulasi bersifat reflektif.
54
Denzim
membedakan
empat
macam
triangulasi
diantaranya
dengan
memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori. Pada penelitian
ini dari keempat macam triangulasi tersebut peneliti hanya menggunakan teknik
pemeriksaan dengan memanfaatkan sumber. Triangulasi dengan sumber artinya
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang
diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Patton,
1987:331). Adapun untuk mencapai kepercayaan itu, maka ditempuh langkah
sebagai berikut :
a. Membandingkan data hasil pengamatan dan data hasil wawancara.
b. Membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa yang
dikatakan secara pribadi.
c. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian
dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu.
d. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat
dan pandangan masyarakat diberbagai kelas.
e. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
3.7. Analisis Data
Analisis data yaitu suatu cara yang dilakukan untuk menemukan suatu
jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan pada perumusan masalah yang telah
diajukan. Analisa data juga dilakukan untuk menemukan makna dari data yang
ditemukan untuk memberikan penafsiran yang dapat diterima oleh akal sehat.
Adapun langkah-langkah yang diambil dalam menganalisa data adalah :
55
a. Inventarisasi data: dengan cara mengumpulkan data sebanyak mungkin.
b. Kategorisasi data: dalam tahap ini data disusun berdasarkan perumusan
masalah dan tujuan yang disusun sebelumnya. Kategorisasi juga dilakukan
untuk mengetahui kecenderungan negatif, positif dan netral.
c. Penafsiran data: dalam tahap ini data yang telah ada kemudian diinterpretasi
melalui analisis logis dengan cara deduktif-induktif yang berdasar pada teori
kehumasan.
d. Penarikan kesimpulan: tahap akhir dalam penentuan penilaian terhadap data
yang telah ditemukan, dibahas, dan dianalisis selama penelitiannya. Analisis
data kemudian dipaparkan sesuai dengan kajian kehumasan.42
3.8. Waktu dan Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian ini adalah kaki pegunungan Kadeng, Desa Kanekes,
kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Rangkasbitung yaitu daerah tempat
tinggal Suku Baduy. Pra penelitian dilaksanakan pada bulan April 2014, Juli
2014, dan penelitian dilakukan pada bulan Nopember 2014. Adapun Jadwal
penelitian adalah sebagai berikut :
42
Moeleong Lexi J.2002.Metode penelitian kualitatif.Rosdakarya:Bandung.Hal.189
56
Tbel 3.8.1.
Jadwal Penelitian
Kegiatan
ACC Judul
Pra
Penelitian
Bab I
Bab II
Bab III
Sidang
Outline
Penelitian
Revisi
Bab III
Bab IV
Bab V
Sidang
Skripsi
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agust
Sept
Okt
Nop
Des
Jan
57
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Objek Penelitian
4.1.1. Sejarah Umum Suku Baduy
Suku Baduy adalah salah satu etnis yang tidak terpisahkan dari negara
kesatuan republik Indonesia dengan posisi geografis dan administratif berada
disekitar Pegunungan Kendeng di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar,
Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
Gambar 1.1.
Baduy sering juga disebut orang Kanekes atau orang Rawayan. Menurut
penuturan tokoh adat Baduy, istilah kata Baduy diambil dari sebuah nama sungai
tempo dulu, yaitu sungai Cibaduy yang mengalir disekitar wilayah tempat Baduy
tinggal, juga berdasar nama salah satu bukit yang berada dikawasan tanah ulayat
suku Baduy, yaitu bukit Baduy. Sedangkat sebutan orang Kanekes adalah sebutan
57
58
nama wilayah Pemerintahan Desa tempat tinggal Baduy sekarang. Dan sebutan
orang Rawayan didasarkan pada sebuah jembatan ditanah ulayat mereka yang
menjadi sebuah ciri khas, jembatan tersebut terbuat dari bambu yang berfungsi
sebagai cukang (tempat untuk menyebrang), atau dalam i stilah mereka Rawayan.
Suku Baduy adalah suku yang unik, ini terlihat dari cara berpakaian,
keseragaman bentuk rumah, penggunaan bahasa, kepercayaan dan adat istiadat.
Suku Baduy hidup dengan gaya menutup diri dari pengaruh luar kelompok
mereka dengan tujuan untuk menjalankan amanat Leluhur dan Pusaka Karuhunan
yang mewariskan wasiat untuk selalu menjaga keseimbangan dan keharmonisan
alam semesta. Namun bukan berarti mereka adalah suku yang terasing dari
kehidupan dunia luar.
Baduy adalah kelompok masyarakat yang prilaku kesehariannya sederhana dan
apa adanya, tidak berlebih-lebihan hidup dengan pedoman pikukuh dan kaidahkaidah yang sarat nasihat dan penuh makna. Kesederhanaan tersebut tercermin
dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari mereka. Hal ini dapat dilihat dari
bentuk rumah mereka yang seragam arah dan bentuknya, Baduy menyebutnya
dengan istilah Nyulah Nyandah menghadap ke arah Utara-Selatan. Bentuk dan
warna pakaian khas Baduy yaitu hanya dua warna hitam dan putih, keseragaman
dalam bercocok tanam yaitu hanya berladang (Nga-Huma) dan yang tak kalah
pentingnya tentang kepatuhan dan ketaatan mereka pada satu keyakinan, yaitu
yakin pada agama Slam Sunda Wiwitan, keyakinan itu tidak untuk disebarluaskan
kepada masyarakat luar adat Baduy. Kepatuhan masyarakat Suku baduy dalam
59
melaksanakan amanat leluhurnya sangat kuat, ketat dan serta tegas, tetapi tidak
ada sifat pemaksaan kehendak.43
Gambar 1.2.
Baduy memiliki filosofi hidup yang bijaksana dan berwawasan jauh kedepan
serta memiliki sikap waspada yang tinggi. Hal ini dibuktikan dengan dibentuknya
dua komunitas generasi penerus kesukuan mereka sekaligus memiliki aturan adat
masing-masing yang sarat dengan ciri khas dan perbedaan, namun mampu
mengikat menjadi satu kesatuan Baduy yang utuh.
Pertama, komunitas menamakan dirinya suku Baduy dalam (Tangtu) atau
Baduy asli, dimana pola hidup sehari-harinya masih sangat kuat dalam memegang
hukum adat serta kukuh pangukuh dalam melaksanakan amanat leluhurnya. Baduy
dalam lebih menunjukkan pada replika Baduy masa lalu (kehidupan primitif) yang
mendekati pada pewaris asli budaya dan amanat leluhur kesukuan mereka.
Pewaris asli yang dimaksud merujuk pada tingkat ketaatan dan kesadaran
komunitas mereka dalam mempertahankan adat istiadatnya dan kekonsistenan
menutup dirinya dari pengaruh-pengaruh kebudayaan asing yang dianggap
43
Sihabudin Ahmad, M.Si, Dr. Saatnya Baduy Bicara, Jakarta:PT.Bumi Aksara.2010.hal 9
60
negatif. Baduy dalam terdiri dari tiga kampung, yaitu Cibeo, Cikartawana, dan
Cikeusik. Masyarakat yang menghuni ketiga kampung di Baduy dalam tersebut
memiliki batasan hukum yang tetap, tegas, serta mengikat ke semua pihak dan
semua aspek kehidupannya.
Kedua, komunitas yang menamakan dirinya Baduy luar yang pada kegiatan
sehari-harinya mereka lebih diberikan kebijakan atau kelonggaran dalam
melaksanakan ketentuan-ketentuan hukum adat, tetapi aada batas-batas tertentu
yang tetap mengikat mereka sebagai suatu komunitas adat khas suku Baduy.
Baduy luar dipersiapkan sebagai penjaga, penyangga, penyaring, pelindung, dan
sekaligus
penyambung
silaturahmi
dengan
pihak
luar
sebagai
bentuk
penghargaan, kerjasama, dan partisipasi aktif dalam kegiatan kenegaraan untuk
menunjukkan bahwa mereka adalah salah satu suku bangsa yang sama-sama
memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan warga negara Indonesia lainnya.
Masyarakat suku Baduy adalah satu kelompok masyarakat yang unik,
keunikan itu tampak dalam berbagai aspek kehidupan. Satu sisi mereka
mengasingkan diri untuk menghindari pengaruh-pengaruh negatif dunia modern
namun disisi lain terjadi suatu hubungan yang serasi dan berkesinambungan
dengan dunia luar. Mereka menghargai program-program pemerintah dan
bekerjasama dengan baik, tetapi dengan catatan harus disesuaikan dengan tatanan
hukum adat.
Mereka bukan suku terasing yang tidak berbudaya karena mereka sejak lahir
memiliki perangkat hukum adat yang lengka dengan sebutan Perangkat Adat
Tangtu Tilu Jaro Tujuh, mereka adalah masyarakat yang sangat yakin kukuh
61
pikukuh terhadap tugas dan fungsi kesukuannya dan sangat menikmati pilihan
hidupnya dengan segala konsekuensinya.
Suku Baduy sangat memegang teguh pikukuh karuhun, yakni sebuah doktrin
yang mewajibkan mereka melakukan berbagai hal sebagai amanat leluhurnya.
Pikukuh karuhun tersebut antara lain mewajibkan masyarakat Baduy untuk
bertapa bagi kesejahteraan dan keselamatan pusat dunia dan alam semesta,
memelihara Sasaka Pusaka Buana, mengasuh Ratu memelihara Manak,
menghormati Guriang dan melaksanakan Muja, melakukan Seba setahun sekali,
menyelenggarakan
dan
menghormati
upacara
adat
Ngalaksa,
dan
mempertahankan dan menjaga adat Bulan Kawalu.
Masyarakat Baduy meyakini bahwa alam semesta ini diciptakan dan dipelihara
oleh kekuasaan Tuhan Maha Pencipta yang disebut Adam Tunggal. Masyarakat
suku Baduy masih mempercayai roh-roh nenek moyang dengan sebutan Guriang,
mereka berpendapat Guriang selalu menjaga dan mendampingi hidup mereka.
Mereka mempercayai Nabi Adam adalah leluhur dan Nabi Muhammad adlah
saudara muda dari Nabi Adam yang memiliki amanat penutup kesempurnaan
perjalanan sejarah keyakinan manusia untuk mengiblati Ka‟bah, sehingga pada
upacara-upacara tertentu mereka membaca dua kalimat sahadat sebagai
penyempurna dari sahadat-sahadat lainnya. Keyakinan dan kepercayaan semua itu
mereka namakan Agama Slam Sunda Wiwitan.
Dalam menjalankan kehidupan adatnya erat sekali hubungannya dengan
pemimpin atau pejabat negara atau yang mereka sebut Ratu dan Menak, karena
62
bagi mereka pemimpin dan pejabat negara adalah pelindung, pengayom, dan
pengaman dalam pemenuhan kebutuhan aspek-aspek kehidupan kesukuan Baduy.
Masyarakat suku Baduy memenuhi kebutuhan hidup dengan dua cara, yaitu
pertama, menanam padi diladang (huma) setahun sekali, hasil panennya tidak
diperjual belikan namun untuk dikonsumsi pribadi dan sisimpan sebgai cadangan
makanan di lumbung padi (Leuit). Kedua, untuk memenuhi kebutuhan makan
sehari-hari mereka berusaha sekuat tenaga membeli beras dan kebutuhan lainnya
dari para pedagang disekitar pemukiman mereka.
Gambar 1.3.
Gambar 1.4.
63
Suku Baduy memiliki pemerintah sendiri dalam sukunya. Pemimpin tertinggi
disebut Puun. Ada tiga Puun yang bertempat di tiga desa di Baduy dalam, tiga
Puun tersebut yaitu Puun Cibeo, Puun Cikartawana, dan Puun Cikeusik. Dari
ketiga Puun tersebut keputusan yang diambil adalah satu keputusan yaitu
keputusan bersama diantara ketiganya. Pemerintahan di Baduy pusatnya berada di
Baduy dalam, yang didalamnya digabungkan antara pemimpin adat Baduy dalam
dan Baduy luar. Pimpinan adat tersebut lebih dikenal dengan sebutan tangtu tilu
jaro tujuh. Yang dimaksud dengan tangtu tilu adalah ketiga Puun yang
melimpahkan wewenang dan keputusan untuk mengatur tentang pelaksanaan
pemerintahan adat kepada tiga Jaro tangtu, yaitu jaro tangtu Cibeo, jaro tangtu
Cikartawana, dan jaro tangtu Cikeusik. Pengertian dari tangtu tilu adalah ketiga
kampung kepuunan yang berfungsi sebagai penentu kebijakan dan keputusan
hukum adat suku Baduy.
Baduy luar dipimpin oleh pimpinan adat yang disebut jaro tujuh. Fungsinya
lebih menitik beratkan pada pelaksanaan kebijakan keputusan hukum adat,
sekaligus mengawasi pelaksanaan hukum adat pada masyarakat Baduy, termasuk
mengawasi pelanggaran-pelanggaran terhadap hukum adat baik yang dilakukan
oleh masyarakat maupun yang dilakukan oleh orang luar Baduy. Disebut jaro
tujuh karena jumlahnya ada 7 orang ditambah dengan 2 orang sebagai atasan
mereka, yaitu pertama saksi jaro tujuh dengan sebutan jaro tanggungan dua
belas, dan yang kedua sebagai penasihat jaro tujuh dengan sebutan tangkesan.
Struktur pemerintahan Baduy luar dipercayakan pada masyarakat Baduy luar
dengan persetujuan dari lembaga adat tangtu tilu jaro tujuh. Pusat pemerintahan
64
berada di kampung Cipondok/Babakan jaro/Kaduketung III dengan nama desa
Kanekes, dipimpin oleh seorang kepala desa yang disebut jaro pamarentah.
Gambar 1.5.
Masyarakat suku Baduy, baik Baduy dalam maupun Baduy luar dilarang
bersekolah secara formal, sebab sekolah formal dianggap membutuhkan bangunan
dan fasilitas modern yang dapat merubah bentuk dan struktur tanah ulayat.
Bentuk rumah nyulah nyanda, di Baduy dalam sangat dilarang menggunakan
barnag-barang elektronik, dahulu dilarang menggunakan alat-alat makan dan
minum yang terbuat dari gelas, plastik dan barang-barang kebutuhan sehari-hari
yang berasal dari luar (produk tekhnologi modern). Di Baduy dalam pembuatan
rumah tidak diperkenankan menggunakan paku, hanya menggunakan pasak dan
tali dari rotan dan hanya memiliki satu pintu. Baduy dalam dilarang menggunakan
alas kaki, dilarang menggunakan atau menaiki kendaraan.
Sementara itu, masyarakat Baduy luar memiliki pola hidup yang sudah mulai
longgar dan terbuka. Hal ini terjadi karena memang aturan/hukum adat
65
memberikan kelonggaran. Baduy luar sudah banyak mengadopsi pola hidup
masyarakat luar Baduy. Dari mulai bentu rumah yang sudah dibebaskan
bentuknya meskipun arahnya harus mengikuti aturan (Nyulah nyanda), Baduy
luar diperbolehkan menggunakan kendaraan dan bahkan banyak
yang
memilikinya, dan dapat menggunakan dan memiliki alat komunikasi modern
seperti telepon genggam.
Setara dengan derasnya kebutuhan, perubahan, dan perkembangan zaman,
masyarakat suku Baduy pun tidak bisa menghindari terhadap adanya teori evolusi.
Selayaknya etnis-etnis lain, suku Baduy sedang menjalani proses evolusi
kebudayaan dengan percepatan yang luar biasa walaupun mereka tidak
menyadarinya.
Pola hidup masyarakat suku Baduy yang dulunya relatif baku dan kaku,
sederhana, watak dan tabiat sosialnya yang selama berabad-abad secara konsisten
selalu dipaduserasikan dengan jiwa dan karakter alam semesta, kini mulai
menunjukkan penurunan. Dalam artian, timbul sikap terbuka terhadap pola-pola
hidup modern bahkan sudah mengadopsi gaya-gaya hidup modern walaupun tidak
drastis.
4.1.2. Masuknya Wisatawan ke Baduy
Pada tahun 1968 pemerintahan Jawa Barat (Banten pada waktu itu masih
tergabung dalam Provinsi Jawa Barat) mengeluarkan sebuah surat keputusan
bernomor 03/B.V/Pem./SK/68 tentang Penetapan Status Hutan Larangan Desa
Kanekes Daerah Baduy sebagai hutan lindung mutlak dalam kawasan hutan ulayat
66
Provinsi Jawa Barat. Pada tahun 1986 tepatnya delapan belas tahun kemudian,
Gubernur mengeluarkan surat keputusan kepala daerah tingkat I Jawa Barat
bernomor
140/Kep.526-Pemdes/1986,
yang
menetapkan
Desa
Kanekes
Kecamatan leuwidamar kabupaten Lebak dijadikan desa definitif dengan luas
5.101 Ha dengan jumlah penduduk pada saat itu 7181 jiwa. Pada 15 Agustus 1990
pemerintah daerah mengeluarkan peraturan daerah kabupaten daerah tingkat II
Lebak No.13 Tahun 1990 tentang pembinaan dan pengembangan lembaga adat
masyarakat baduy di daerah tingkat II Lebak. Bersamaan dengan pemekaran jawa
Barat menjadi Dua Propinsi dan Lebak masuk ke dalam propinsi Banten.
pengakuan tersebut kemudian diteguhkan lewat peraturan daerah kabupaten
daerah Lebak No. 32/2001 tentang Perlindungan Atas Hak Ulayat Masyarakat
Baduy.
Pembuatan Peraturan Derah No.32 tahun 2001 merupakan artikulasi dari
niatan Pemerintah Daerah Lebak dan masyarakat Baduy yang sebagian berhimpun
dalam wadah musyawarah masyarakat Baduy (WAMMBY). Forum ini
dideklarasikan tahun 1999 dengan salah satu tujuannya adalah memperjuangkan
hak ulayat masyarakat Baduy. Wadah musyawarah masyarakat Baduy kemudian
mengeluarkan surat kuasa dari masyarakat Adat Baduy untuk mengajukan
permohonan tanah wilayah desa Kanekes sebagai hak Ulayat Masyarakat Baduy.
Surat kuasa tersebut diajukan kepada pemerintah daerah kabupaten Lebak, surat
ini menjadi alasan pemerintah daerah untuk mengajukan rancangan Perda tentang
perlindungan atas hak ulayat masyarakat Baduy pada tanggal 9 Mei 2001 kepada
DPRD. Pada tanggal 13 Agustus 2001 peraturan daerah disetujui dan
67
diundangkan dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lebak tahun 2001 Nomor 65
Seri C.44
Sejak Banten masih tergabung dalam provinsi Jawa Barat, Baduy sudah
didatangi oleh orang-orang dari luar Baduy, akan tetapi masih dalam jumlah yang
sedikit, karena Baduy saat itu memang bukan sebuah objek pariwisata. Namun
pada tahun 1990 saat dikeluarkan peraturan daerah Nomor 13 tentang pembinaan
dan pengembangan lembaga adat masyarakat Baduy di daerah tingkat II
Kabupaten Lebak, pengunjung lebih sering datang ke Baduy. Dan pada tahun
2001 sejak ditetapkan peraturan pemerintah daerah nomor 32 oleh Bupati Lebak,
semakin banyak pengunjung yang datang ke Baduy dan terus bertambah
jumlahnya setiap tahun. Banyaknya jumlah wisatawan yang datang ke Baduy
karena dorongan rasa ingin tahu tentang kehidupan suku Baduy yang mereka
anggap masih asli, khas dan unik.
Banyaknya jumlah pengunjung yang datang ke Baduy berangsur-angsur dan
dalam jangka waktu yang panjang memberikan pengaruh kepada masyarakat
Baduy. Hal ini terjadi karena proses komunikasi antar budaya yang sangat intensif
antara masyarakat Baduy dan wisatawan yang berbeda latar belakang kebudayaan.
44
http://huma.or.id/wp-content/uploads/2008/07/Peraturan-Daerah-No.-32-2001.pdf
68
4.2.Objek Penelitian
Komunikasi antar budaya yang dimaksud terjadi di desa Kanekes Kecamatan
Leuwidamar Kabupaten Lebak Provinsi Banten. tepatnya disekitar pegunungan
Kendeng, disanalah tempat bermukim masyarakat Baduy luar dan Baduy dalam.
Baduy memiliki 63 kampung, diantaranya 3 kampung di wilayah Baduy dalam
dan 59 kampung di wilayah Baduy luar.
Komunikasi antara masyarakat Baduy dengan wisatawan terjadi sejak
dibukanya Baduy menjadi daerah pariwisata yang dapat dikunjungi wisatawan.
komunikasi antara dua orang dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda
disebut komunikasi antar budaya. Komunikasi antar budaya ini juga melingkupi
komunikasi antar kelompok dan komunikasi antar individu. Karena dalam
pelaksanaan komunikasi antar budaya antara Masyarakat Baduy dengan
Wisatawan terjadi komunikasi antar kelompok dan antar individu.
Komunikasi antar budaya yang terjadi antara masyarakat Baduy dan wisatawan
sudah lama terjalin dengan banyak rintangan, seperti menggunakan bahasa yang
berbeda saat berkomunikasi, perbedaan kebiasaan hidup sehari-hari. Bagaimana
proses tersebut berlangsung, kapan, seperti apa, dan tingkat keseringan
komunikasi antar budaya yang dijalankan oleh suku Baduy.
4.3. Profil Informan
Informan yang peneliti tentukan dalam penelitian ini ditentukan dari seberapa
besar informasi yang diketahui oleh informan mengenai masalah penelitian yang
ditentukan oleh peneliti :
69
A. Orang Baduy Dalam
1. Asmin
Informan dari klasifikasi Orang Baduy Dalam yang pertama adalah Asmin.
Asmin merupakan penduduk Baduy dalam Kampung Cibeo. Bekerja sehari-hari
berladang dan menjadi pendamping wisatawan. Berusia sekitar 54 tahun berstatus
sudah menikah dan memiliki 5 orang anak.
2. Saiful
Informan dari klasifikasi orang Baduy dalam yang ke dua adalah Saiful. Saiful
adalah penduduk Baduy dalam kampung Cibeo. Rumah Saiful tidak jauh dari
rumah Asmin, karena di kampung Cibeo memang baru ada 80 rumah penduduk
saja. Saiful berusia 44 tahun dan berstatus sudah menikah. Saiful merupakan salah
satu penduduk baduy yang masih memainkan alat musik tradisional khas Baduy
yang bernama Kecapi.
3. Serat
Informan dari klasifikasi orang Baduy dalam selanjutnya adalah Serat. Serat
merupakan salah satu penduduk Baduy dalam yang paling tua, usianya mencapai
130 tahun.
4. Karman
Informan dari klasifikasi orang Baduy dalam selanjutnya adalah karman.
Karman merupakan masyarakat Baduy dalam yang bekerja berladang, jarang
70
berada di kampung dan lebih sering berada di ladang. Karman merupakan satusatunya orang Baduy yang masih memainkan dan membuat alat musik khas
Baduy yaitu karinding.
B. Orang Baduy Luar
1. Ayah Sali
Informan dari klasifikasi orang Baduy luar yang pertama adalah ayah Sali,
ayah Sali adalah salah seorang masyarakat Baduy luar yang sudah tidak bekerja,
dia lahir pada tahun 1945 dan sekarang berusia 69 tahun, berstatus menikah dan
memiliki anak.
2. Udil
Informan dari klasifikasi orang Baduy luar yang kedua adalah Udil. Udil
berusia 23 tahun, berstatus menikah dan memiliki dua orang anak. Pekerjaan udil
sehari-hari ketika tidak berladang adalah menjual barang-barang kerjinan tangan
khas Baduy, baik buatannya sendiri maupun barang yang dititipkan dari orang
lain di bagian muka rumah yang dijadikan kios. Udil juga bekerja sebagai
pendamping wisatawan, namun hanya ketika ada yang menghubungi saja. Udil
sering pergi keluar Baduy, hal ini lebih mudah dilakukan oleh orang Baduy luar
karena diperbolehkan untuk menaiki kendaraan.
71
C. Pemerintah Baduy
1. Jaro Dainah (Baduy Luar)
Informan dari klasifikasi Pemerintah di Baduy yang pertama adalah Jaro
Dainah. Jaro Dainah merupakan seorang Jaro Pemerintah di Baduy Luar, bila kita
hendak masuk dan berkunjung ke Baduy, kita akan bertemu Jaro dainah untuk
mengisi data dan melengkapi administrasi memasuki wilayah Baduy.
Jaro Dainah berusia 54 tahun dan berstatus sudah menikah, Jaro Dainah sudah 20
tahun menjadi Jaro Baduy Luar. Rumah Jaro Dainah berada di bagian depan
wilayah Baduy Luar jika masuk wilayah Baduy lewat Ciboleger.
2. Ayah Mursid (Wakil Jaro Cibeo, Baduy Dalam)
Informan dari klasifikasi Pemerintah di Baduy selanjutnya adalah Ayah
Mursid. Ayah mursid merupakan Wakil Jaro Baduy dalam kampung Cibeo. Ayah
mursid adalah salah satu orang Baduy yang pernah berkeunjung ke Jakarta, dan
kota-kota lain, pernah bertemu dengan Presiden SBY dan Wakil Presiden
Boediono. Ayah Mursid juga pernah menjadi informan utama dalam sebuah buku
yang bercerita tantang Baduy.
Ayah mursid berusia 44 tahun, berstatus menikah dan memiliki tiga orang anak.
Dua orang anaknya tinggal di Baduy luar dan satu orang lainnya masih menetap
di Baduy dalam. Sama dengan Jaro Dainah, Ayah Mursid sudah menjadi Wakil
Jaro Cibeo sekitar 20 tahun. Rumah ayah Mursid terletak di Baduy dalam
kampung Cibeo.
72
D. Wisatawan
1. Haryono
Informan dari klasifikasi wisatawan yang pertama adalah Haryono. Haryono
berusia 29 tahun berasal dari Solo. Haryono sudah 3 kali datang mengunjungi
Baduy, yaitu pada tahun 2013 dan 2014 dengan tujuan awal hanya wisata dan
mengetahui budaya Baduy, selanjutnya menjadi Pendamping rombonganrombongan dari luar yang ingin berwisata ke Baduy. Haryono bekerja Freelines,
berstatus belum menikah.
2. Njen
Informan kedua dari klasifikasi wisatawan adalah Njen. Njen berasal dari
Jakarta, berusia 28 tahun, berstatus belum menikah, dan bekerja sebagai pegawai
swasta disalah satu perusahaan di Jakarta. Njen sudah 4 kali mengunjungi Baduy,
yaitu pada tahun 2013 dan 2014, tujuan awal hanya ingin mengetahui seperti apa
Baduy, yang kedua kali untuk mendampingi kawannya, dan yang ketiga dan
keempat membuka pendaftaran untuk siapa saja yang ingin berwisata ke Baduy.
3. Nur haedi
Informan selanjutnya dari klasifikasi wisatawan adalah Nur Haedi. Nur Haedi
berasal dari Rangkas namun tinggal di Kota Serang, berusia 26 tahun, berstatus
belum menikah dan bekerja freelines. Nur Haedi sudah 3 kali berkunjung ke
Baduy, yaitu pada tahun 2006, 2007, dan 2008. Tujuan mengunjungi Baduy
73
adalah melaksanakan tugas sekolah, tugas kuliah dan yang terakhir adalah
berwisata.
4. Aulia Shofan Hidayat
Informan dari klasifikasi wisatawan selanjutnya adalah Aulia Sofan Hidayat.
Dayat berasal dari Tangerang, berusia 23 tahun, dan bekerja sebagai mahasiswa.
Dayat berkunjung ke Baduy sudah sekitar 3-4 kali, yaitu tahun 2012, 2013 dan
2014. Tujuan ke Baduy adalah berwisata dan mengetahui bagaimana budaya dan
adat istiadat Baduy.
5. Rijal Artomi
Informan dari klasifikasi wisatawan selanjutnya adalah Rijal Artomi. Rijal
berasal dari Cilegon, berusia 20 tahun dan bekerja sebagai mahasiswa. Rijal
mengunjungi Baduy sebanyak 2 kali, yaitu pada akhir tahun 2011 dan akhir tahun
2013. Dengan tujuan mengerjakan tugas sekolah dan tugas kuliah.
6. Shintya
Informan dari klasifikasi wisatawan selanjutnya adalah Shintya. Shintya
berasal dari Bekasi, berusia 26 tahun, berstatus belum menikah dan saat ini
bekerja di PT. Sinar Mas. Shintya sudah mengunjungi Baduy sebanyak 3 kali.
Yang pertama karena rasa penasaran dia datang ke Baduy bersama kelompoknya,
yang kedua dan yang terakhir dia membuat Opentrip untuk kunjungan ke Baduy.
74
E. Akademisi
1. Prof. Dr. H. Ahmad Sihabuddin, M.Si
Informan dari klasifikasi akademisi yang pertama adalah Prof. Dr. H. Ahmad
Sihabuddin, M.Si. Beliau merupakan salah satu dosen yang mengajar di
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Jurusan Ilmu Komunikasi, Serang Banten.
pad tahun 2006 untuk pertama kalinya beliau datang ke Baduy. Maksud tujuan
kunjungannya saat itu adalah untuk membuat tugas akhir S2 nya. Ketertarikannya
meneliti soal Baduy dimulai dari membaca dan motivasi dari dosen di
Universitas tempat pendidikan S2 nya yang pernah melakukan penelitian ke
Baduy. Prof. Sihab, bagitu panggilan akrabnya, sudah sangat sering berkunjung
ke Baduy dan bertemu dengan Jaro dan wakil Jaro disana. Sudah 5 kali beliau
berkunjung ke Baduy dalam, sementara untuk kunjungannya ke Baduy luar bisa
dikatakan sangat sering. Saat ini Prof. Sihab sudah memiliki sebuah buku yang
menceritakan soal Baduy. Buku tersebut berjudul “Saatnya Baduy Bicara”.
2. Aliyth Prakarsa,S.H.,M.H
Informan dari klasifikasi Akademisi selanjutnya adalah Aliyth Prakarsa. Pak
Alyt merupakan salah seorang dosen Ilmu Hukum di Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa. Berusia 35 tahun, berstatus menikah. Pak Aliyt pertama kali datang ke
Baduy pada tahun 1996 dan sampai saat ini sudah pernah mengunjungi Baduy
sebanyak 20 kali. Dalam kunjungannya pak Aliyth bertujuan melaksanakan
program PKSA dari kementrian Sosial.
75
4.4. Data Penelitian
Masalah yang diteliti adalah bagaimana komunikasi antar budaya
masyarakat suku Baduy dengan wisatawan. maka untuk mengetahui bagaimana
komunikasi antar budaya masyarakat suku Baduy dengan wisatawan, dengan ini
peneliti memerhatikan tempat, waktu, intensitas, bahasa, dan situasi sebagai hal
yang harus diteliti. Peneliti selanjutnya memperhatikan fenomena yang terjadi di
Baduy antara suku Baduy dengan wisatawan saat berkomunikasi.
Analisis pengambilan data telah dilakukan melalui pencarian-pencarian data
yang berkaitan dengan tujuan penelitian yang telah dilakukan dengan
menggunakan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi yang digunakan
dalam penelitian ini. Metode penentuan informasi yang digunakan oleh peneliti
adalah Kuota sampling yaitu metode penentuan informan sesuai dengan
rancangan penelitian dan dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Pemilihan
informan berdasarkan karakteristik populasi yang sudah diketahui sebelumnya.
Data-data yang dicari dalam penelitian adalah data yang merujuk pada
identifikasi masalah yang telah dipaparkan dalam bab I, yaitu mengenai
komunikasi antar budaya masyarakat Baduy dengan wisatawan, komunikasi
internal yang terjadi pada masyarakat Baduy (sesama masyarakat Baduy),
komunikasi Sosiali yang terjadi antara masyarakat Baduy dan wisatawan, reaksi
yang terjadi pada Masyarakat Baduy setelah berkomunikasi dengan Wisatawan,
komunikasi verbal yang terjadi antar masyarakat Baduy dengan Wisatawan,
komunikasi non verbal yang terjadi antara masyarakat Baduy dengan Wisatawan,
perubahan yang terjadi pada masyarakat suku Baduy setelah menjalin komunikasi
76
anatar budaya dengan wisatawan. Dalam penelitian ini, peneliti memilih informasi
dari beberapa informan yang diklasifikasikan menjadi informan dari masyarakat
Baduy dalam, masyarakat Baduy luar, Pemerintah Baduy, Wisatawan, dan
Akademisi.
Dalam perjalanannya peneliti menemukan kesulitan berkomunikasi dengan
orang Baduy dalam yang belum bisa berbahasa Indonesia, maka dalam penelitian
ini, peneliti memperoleh bantuan dari seorang kawan bernama Ahmad
Lamhatunnadzori sebagai penjembatan bahasa dalam berkomunikasi dengan
mereka. Peneliti juga mendapat kesulitan mendokumentasikan data sebab di
Baduy dalam dilarang mengambil gambar dan merekam. Maka peneliti
menuliskan hasil percakapan dikertas. Peneliti mendapatkan informasi sesuai
dengan target informan yang sudah ditentukan.
Data yang diambil oleh peneliti lebih banyak dari hasil dari wawancara kepada
seluruh informan dan observasi lapangan. Karena peneliti membutuhkan
informasi mendalam untuk mengetahui masalah yang sedang diteliti serta peneliti
harus melihat fenomena yang terjadi dilapangan melalui observasi. Dokumentasi
kegiatan komunikasi antar budaya masyarakat suku Baduy dengan wisatawan
menjadi data tambahan yang digunakan sebagai penguatan data yang didapat dari
observasi lapangan. Dokumentasi ini didapatkan dari salah satu informan yang
diwawancarai oleh peneliti. Hal ini guna memperoleh gambaran yang utuh serta
relevansi antara keseluruhan yang pada akhirnya dapat menyelaraskan hasil
penelitian ini.
77
Dari uraian diatas menunjukkan bahwa komunikasi antar budaya yang terjalin
antara masyarakat suku baduy dengan wisatawan berlangsung intensif dan aktif
sehingga terjadi sebuah pergeseran budaya di Baduy.
4.5. Hasil Penelitian dan Pembahasan
4.5.1. Komunikasi Internal Masyarakat Suku Baduy
Komunikasi Internal masyarakat suku Baduy terjadi diwilayah ciboleger
sampai wilayah Baduy dalam. Wilayah Ciboleger adalah sebuah nama sebuah
desa sebelum masuk dalam wilayah Baduy, kebanyakan wisatawan yang
mengendarai kendaraan pribadi memarkirkan kendaraannya diterminal
Ciboleger yang merupakan desa terakhir yang bisa disinggahi menggunakan
kendaraan. Meskipun Ciboleger belum termasuk dalam wilayah Baduy,
namun dapat dijumpai cukup Banyak masyarakat Baduy luar dan dalam,
mereka bekerja sebagai pendamping wisatawan. Dapat dilihat bahwa selama
masyarakat Baduy menunggu disewa jasa pendampingannya oleh wisatawan,
mereka berkumpul dan berbincang-bincang dikios-kios dagangan yang ada
disekitaran Ciboleger. Dalam berkomunikasi sesama masyarakat suku Baduy,
baik Baduy luar dan Baduy dalam, bahasa yang digunakan adalah bahasa sunda
kasar.
“... amun didiyeu sasapoe basa sunda kasar, amun jeung wisatawan nu
loba geus bisaan basa Indonesia...” (Ayah Sali)
Sejak banyaknya wisatawan yang datang ke Baduy, masyarakat suku
Baduy mempelajari bahasa Indonesia. masayarakat Baduy adalah orang-orang
78
yang cerdas yang cepat dalam mempelajari hal apapun termasuk mempelajari
bahasa Indonesia. Kebanyakan dari masyarakat Baduy sudah mengerti dan
mampu menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik, namun dalam
komunikasi sehari-hari dengan sesama masyarakat Baduy yang digunakan
tetap Bahasa Sunda Kasar.
Masyarakat Baduy biasa berkumpul diteras-teras rumah mereka untuk
berbincang-bincang tentang situasi yang terjadi di Baduy maupun di luar
Baduy. Baik laki-laki maupun perempuan, dewasa maupun anak-anak, mereka
berbincang saat tidak berladang atau tidak melayani wisatawan yang
menggunakan rumah mereka sebagai penginapan, terkadang juga mereka
berbincang-bincang sambil mengerjakan kerajinan tangan berupa gelang rotan
atau kain tenun Baduy untuk dijual kepada para wisatawan. Kedekatan
persaudaraan mereka tidak membuat mereka kehilangan sopan santun dalam
tutur kata saat berkomunikasi dengan sesamanya, hal tersebut berkaitan dengan
ajaran leluhur untuk selalu bersikap sopan santun dan ramah kepada sesama
manusia.
Gambar 1.6
79
Masyarakat suku Baduy tidak dapat menggunakan media komunikasi
modern, sesuai dengan aturan adat leluhur mereka. Untuk menyebarkan
informasi yang bersumber dari puun atau informasi dari luar kesukuan Baduy
yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat Baduy, mereka menggunakan
struktural pemerintahan dengan cara mengirimkan utusan-utusannya untuk
menyebarkan informasi dari kampung ke kampung yang ada di Baduy. Dengan
pola penyebaran informasi seperti ini, tidak seluruh masyarakat Baduy
langsung diberikan informasi dari utusan pemerintah Baduy, awalnya
informasi hanya diberikan kepada para penasihat jaro, seluruh jaro, wakil jaro,
lembaga jaro dan kemudian dibuat pertemuan untuk musyawarah dengan
mengumpulkan seluruh kepala keluarga ditiap-tiap desa untuk musyawarah,
hasil dari musyawarah tersebut disebarluaskan oleh masing-masing kepala
keluarga kepada keluarganya dengan demikian informasi akan tersebar merata
keseluruh masyarakat Baduy.
“... Kalo untuk agar informasi tersebar kita ngutus orang untuk
ngabarin setiap kampung, nanti disini pertemuannya...” (Jaro Dainah,
Sabtu 01 Desember 2014).
Proses penyaluran informasi dengan musyawarah yang dilakukan oleh
suku Baduy merupakan komunikasi kelompok. Komunikasi kelompok adalah
komunikasi yang berlangsung antara beberpa orang dalam sebuah kelompok
seperti musyawarah, rapat, dan lain-lain (Michael Burgoon dalam Wiryanto,
2005).
Perbandingan Baduy luar dan dalam adalah dari keketatan aturan dan
ketaatan terhadap perintah leluhur dan agama Sunda wiwitan, suku Baduy luar
80
sudah sangat maju, meskipun dalam aturan adat melarang menggunakan
telepon atau telepon genggam, banyak dari masyarakat Baduy luar yang sudah
memikinya. Namun alat komunikasi modern tersebut tetap tidak dapat
digunakan dalam proses penyebaran informasi sebab masyarakat Baduy dalam
tidak menggunakannya.
Dengan pola komunikasi internal tersebut masyarakat suku Baduy tetap
dapat menyebarluaskan informasi meskipun tidak menggunakan alat
komunikasi modern seperti telepon genggam dan lain-lain. Dan mereka tetap
dapat menjaga kerahasiaan informasi kesukuannya juga sekaligus menjaga
keeratan hubungan seluruh masyarakat Baduy dengan cara berkumpul dalam
pertemuan-pertemuan yang diadakan untuk bermusyawarah.
Suku Baduy memiliki kegiatan-kegiatan adat yang selalu mereka
laksanakan diantaranya bulan Kawalu. Dalam masa bulan kawalu masyarakat
Baduy dalam menutup diri dari kunjungan wisatawan selama tiga bulan,
kawalu merupakan acara adat dimana selama tiga bulan setiap tanggal 18
masyarakat suku Baduy dalam berpuasa, dan pada minggu pertama atau kedua
dimulainya bulan kawalu masyarakat suku Baduy dalam dan luar,
melaksanakan perburuan kedalam hutan Baduy untuk mendapatkan bahan
makanan untuk melaksanakan upacara dan pesta adat. Meskipun yang ditutup
untuk wisatawan hanya Baduy dalam namun perayaan adat tersebut juga
diikuti oleh masayrakat Baduy luar. Para kepala keluarga Baduy luar
mendatangi Baduy dalam untuk membantu mempersiapkan dan mengikuti
upacara dan pesta rakyat Baduy.
81
“...ngawalu eta tradisi di Baduy, tilu bulan lamanya tidak bisa
menerima kunjungan ke Baduy dalam, pada bulan kawalu kami
berpuasa setiap bulan masing-masing pada tanggal 18 nya, dua
minggu pada bulan pertama kami mengadakan upacara adat ya sejenis
upacaya syukuran, ya namanya pertemuan kami biasanya ada obrolanobrolan untuk mengevaluasi keadaan Baduy bagaimana, sekalian juga
kita mempererat kedekatan kita sesama masyarakat Baduy...” (Jaro
Dainah)
Bulan Kawalu merupakan salah satu kegiatan dimana hanya masyarakat
suku Baduy saja yang mengikutinya. Dalam tradisi kawalu ini masyarakat
Baduy mengevaluasi keadaan internal kesukuannya dan juga mempererat tali
persaudaraan sesamanya.
4.5.2. Komunikasi Sosial Masyarakat Suku Baduy
Manusia adalah makhluk sosial, begitupula masyarakat suku Baduy
sebagai manusia menjalankan aktivitas sosial. Aktivitas komunikasi sosial
dilakukan oleh masyarakat suku Baduy sejak berada diwilayah Ciboleger,
dalam menawarkan jasa pendampingan kepada wisatawan maupun saat
berbincang-bincang dengan penduduk desa Ciboleger. Sama seperti yang
dilakukan kepada sesama orang Baduy, saat berkomunikasi dengan orang
diluar suku Baduy juga mereka berbicara dengan sopan dan ramah, sesuai
dengan ajaran leluhur mereka dan watak asli masyarakat Baduy yang
sederhana, sopan dan santun.
Masyarakat suku Baduy, terutama laki-laki selain berladang juga bekerja
sebagai pendamping bagi wisatawan yang hendak ke Baduy, bukan keharusan
bagi wisatawan untuk menggunakan jasa pendampingan oleh masyarakat suku
82
Baduy saat hendak memasuki wilayah Baduy, akan tetapi menyewa jasa orang
baduy asli sebagai pendamping merupakan hal yang membantu wisatawan agar
tidak tersesat dalam perjalanan menuju Baduy baik hanya sampai Gazeboh
maupun sampai Baduy dalam.
Gambar 1.7
Masayarakat yang menjadi pendamping tidak mematok harga kepada para
wisatawan, akan tetapi proses sosialisasi harga sewa jasa dilakukan oleh Jaro
pemerintah Baduy luar dan staff agar adil bagi masayrakat suku Baduy. Proses
sosialisasi tentang harga sewa dan aturan yang berlaku bagi wisatawan saat
berada dalam wilayah Baduy diberikan oleh Jaro Dainah dan staff nya saat
wisatawan melakukan administrasi yang bertempat dikediaman Jaro Dainah.
Orang Baduy yang menjadi pendamping hampir seluruhnya adalah orang
Baduy yang sudah bisa menggunakan bahasa Indonesia. Dari hasil analisa
peneliti melihat bahwa setiap masyarakat Baduy yang menjadi pendamping
adalah laki-laki, dan ketika terjadi proses komunikasi dengan wisatawan
83
mereka membatasi jawaban-jawaban kepada wisatawan, peneliti melihat hal
tersebut juga merupakan sebuah tindakan waspada masyarakat suku Baduy
untuk mempertahankan hal-hal yang menjadi kerahasiaan adat.
Untuk mengamankan rahasia kesukuannya juga, tidak semua masyarakat
Baduy bisa dan boleh berbicara dengan orang luar Baduy, hanya orang-orang
yang
memang
sudah
memahami
aturan
adat
dan
batasan
dalam
menginformasikan soal kesukuan Baduy saja yang bisa dan boleh menjawab
pertanyaan-pertanyaan dari orang-orang luar Baduy. Masyarakat suku Baduy
umumnya cenderung tertutup saat ditanyakan soal kesukuan yang mereka
anggap sensitif untuk diberitahukan kepada orang diluar kesukuan mereka.
peneliti mengetahui hal tersebut saat hendak bertanya kepada masyarakat
Baduy, ternyata tidak banyak yang mauangkat bicara menjawab pertanyaanpertanyaan yang sifatnya menyelidiki tentang suku Baduy.
Dalam berkomunikasi dengan wisatawan masyarakat suku Baduy
menggunakan Bahasa Indonesia, sebab banyak dari wisatawan yang tidak
dapat menggunakan bahasa Sunda kasar yang digunakan oleh masyarakat
Baduy, salah satu alasan masyarakat Baduy mempelajari bahasa Indonesia juga
karena hal tersebut.
“...ya memang kami awalnya tidak banyak yang bisa bahasa
Indonesia, kalau ada pun tidak lancar, tapi guna menyesuaikan diri
dengan wisatawan yang kebanyakan tidak dapat bicara bahasa Sunda,
kaya neng Nisa ini semisal, maka kami yang menggunakan Bahasa
Indonesia, itupun kami pelajari dari memperhatikan saja ketika
pengunjung bicara...” (Sabtu, 01 Nopember 2014)
84
Dalam aktivitas komunikasi sosial masyarakat Baduy dengan wisatawan
terjadi proses pertukaran informasi tentang kebiasaan kehidupan wisatawan
maupun kebiasaan hidup masyarakat Baduy. Proses pertukaran informasi
kebudayaan ini merupakan hasil dari komunikasi antar budaya yang dilakukan
baik secara Antar Pribadi maupun secara berkelompok. Seperti yang dituliskan
sebelumnya oleh peneliti pada bagian tinjauan pustaka bahwa komunikasi antar
pribadi adalah komunikasi yang dilakukan oleh dua orangatau lebih dengan
cara tatap muka (Cangara,2004:31).
Saat berkunjung ke Baduy pertama kita akan menginjak wilayah Baduy
luar, jejeran kios dagangan oleh-oleh khas Baduy dapat kita lihat, banyak dari
suku Baduy luar yang melakukan bisnis perdangan barang-barang khas Baduy.
Untuk memperlancar hubungan bisnis mereka dengan wisatawan maupun
pedagang luar Baduy, mereka menggunakan Bahasa Indonesia dalam
berkomunikasinya. Hasil data yang peneliti dapatkan, awalnya masayrakat
Baduy tidak memperjual belikan barang-barang yang saat ini mereka
perdagangkan seperti kain tenun, manik-manik perhiasan dari rotan dan akar
pohon, dan lain-lain. Namun, dorongan wisatawan yang datang ke Baduy yang
tertarik pada benda-benda tersebut membuat masyarakat Baduy melihat
peluang usaha. Unsur Wisatawan dalam penguasaan bahasa Indonesia oleh
masyarakat suku Baduy merupakan unsur yang paling kuat. Sebab dengan
menguasai bahasa Indonesia maka masyarakat Baduy dapat menjalankan
aktivitas sosialnya dalam berkomunikasi baik dengan wisatawan maupun rekan
bisnis.
85
“... Udil bisa bahasa Indonesia ya sekurang lebihnya belajar dari
wisatawan, karena menurut Udil manusia kalau mau berusaha pasti
bisa berubah, dimanapun belajarnya, Udil juga dagang jadi butuh
bahasa Indonesia buat nawarin dagangan Udil ini...” (Udil, Orang
Baduy Luar, 29 Nopember 2014)
Komunikasi sosial masyarakat suku Baduy juga terjadi saat kediaman
mereka dijadikan tempat bermalam oleh wisatawan, dalam keadaan tinggal
bersama dan makan bersama ini kedekatan orang Baduy dengan wwisatawan
menjadi semakin dekat, proses pertukaran informasipun lebih banyak dan lebih
sering terjadi.
Selain komunikasi sosial masyarakat Baduy terjadi saat mereka bekerja
menjadi pendamping, berdagang, maupuun saat rumah mereka dijadikan
tempat bermalam oleh wisatawan, ada sebuah kegiatan sosial yang juga
merupakan tradisi dan kegiatan ritual adat suku Baduy, yaitu kegiatan upacara
Seba. Seba merupakan kegiatan bersilaturahmi dan berkunjung secara resmi
untuk memberikan hasil bumi kepada raja atau penguasa di Banten yaitu
Gubernur atau Bupati, kegiatan ini adalah bukti kesetiaan masyarakat Baduy
terhadap pemerintah. Seba dilaksanakan satu tahun sekali, pada upacara Seba
ini masyarakat Baduy luar dan dalam menuju kantor Gubernur atau Bupati
langsung, masyarakat Baduy luar dapat menaiki kendaraan sedangkan
masyarakat Baduy dalam harus menempuh perjalanan dengan berjalan kaki
tanpa menggunakan alas atau sandal. Kegiatan Seba ini merupakan aktivitas
sosial dimana masyarakat diluar suku Baduy dapat bertemu dan bersilaturahmi
tanpa harus datang mengunjungi Baduy, sebab masyarakat Baduy yang datang
ke kota.
86
Interaksi sosial yang terjadi antara masyarakat suku Baduy dengan
wisatawan memberikan berbagai pertukaran pengetahuan tentang keadaan
didalam Baduy dan diluar Baduy. Peneliti mendapatkan data bahwa dalam
kunjungannya ke Baduy, banyak wisatawan yang memberikan alamat tempat
tinggal mereka sehingga banyak pula dari masyarakat suku Baduy yang datang
ketempat tinggal para wisatawan yang memberikan alamatnya tersebut.
Dengan berkunjungnya masyarakat suku Baduy ketempat wisatawan yang
berada dalam lingkup budaya modern maka masyarakat suku Baduy
menyaksikan secara langsung modernitas yang terjadi didunia luar Baduy.
“...sering juga Udil pergi ketempat teman di Jakarta, main kesana
dapat alamat waktu mereka ke Baduy nginep dirumah Udil...”
Sebagai efek dari komunikasi sosial yang berlangsung antara suku baduy
dengan wisatawan banyak dari anak-anak suku Baduy yang berusia 5-15 tahun
yang pergi ke wilayah Ciboleger untuk menyaksikan acara televisi yang
terdapat di kios-kios dagangan sekitar Ciboleger.
Gambar 1.8
87
4.5.3. Komunikasi Verbal Masyarakat Suku Baduy
Komunikasi
verbal
digunakan
oleh
masyarakat
Baduy
dalam
berkomunikasi sehari-hari, saat berbincang-bincang baik dengan sesama
masyarakat Baduy maupun dengan wisatawan atau orang diluar Baduy, mereka
menggunakan komunikasi verbal atau lisan secara langsung. Dari hasil Analisa
peneliti, masyarakat suku Baduy lebih jarang berbicara mendahului wisatawan,
mereka lebih sering menjadi komunikan atau penerima pesan saja. Berbeda
ketika mereka melakukan komunikasi verbal dengan sesama suku Baduy,
mereka lebih terbuka dalam perbincangan dan lebih antusias dalam
menanggapi lawan bicaranya.
Seperti yang disebutkan sebelumnya, bahwa bahasa sehari-hari yang
digunakan dalam berkomunikasi internal oleh masyarakat Baduy adalah sunda
kasar, dan dalam berkomunikasi sosial dengan wisatawan atau orang luar
Baduy adalah bahasa Indonesia, maka kedua bahasa tersebut adalah bahasa
yang digunakan saat masayrakat Baduy melakukan komunikasi verbal atau
lisan. Komunikasi verbal juga mereka gunakan saat melakukan transaksi jual
beli, saat menawarkan barang atau saat terjadi tawar menawar harga.
Komunikasi verbal adalah komunikasi yang digunakan oleh seorang
individu untuk menyampaikan pesan ke individu lain. Pesan yang disampaikan
merupakan hasil dari pikiran dan perasaan. Komunikasi verbal dapat berupa
lisan dan tulisan namun komunikasi verbal berupa lisan lebih mudah
ditemukan dan terjadi pada masyarakat Baduy, karena masyarakat Baduy tidak
88
bersekolah dan kebanyakan dari mereka tidak dapat menulis, jadi komunikasi
verbal bentuk tulisan jarang ditemui di Baduy.
4.5.4. Komunikasi Non Verbal Masyarakat Suku Baduy
Dalam melakukan komunikasinya masyarakat Baduy juga melakukan
komunikasi non verbal. Komunikasi non verbal merupakan komunikasi
berbentuk simbolik baik gerakan tubuh, ekspresi wajah,nada suara, kontak
mata, rancang ruang, gerakan ekspresif, atau tindakan-tindakan lain yang tidak
menggunakan kata-kata baik lisan maupun tulisan.
Cara berpakaian masyarakat Baduy merupakan bentuk simbolik bahwa di
Baduy menganut keseragaman dan kebersamaan, warna dari pakaian
masyarakat Baduy hanya dua, yaitu hitam untuk Baduy luar dan Putih untuk
Baduy dalam dan dengan bengket atau ikat kepala biru batik untuk Baduy luar
dan putih polos untuk Baduy dalam. Bentuk pakaian yang sedernaha juga
mencerminkan kesederhanaan dalam kehidupan masyarakat Baduy.
Bentuk rumah yang nyulah nyandah atau berhadap-hadapan juga
merupakan simbol dari keseragaman masyarakat Baduy. Rumah yang bahan
dasarnya hanya kayu, bambu, rotan, bambu anyam, sabut aren, dan daun kelapa
menunjukkan bahwa mereka hanya menggunakan bahan dasar dari lingkungan
sekitar Baduy saja. Bentuk rumah suku Baduy diseragamkan yaitu hanya ada
satu pintu tanpa jendela untuk masyarakat Baduy dalam dan dua pintu untuk
masyarakat Baduy luar.
89
Cara bicara masyarakat Baduy bernada rendah juga merupakan simbol dari
keramahan dan sopan santun kepada seluruh manusia. Hal tersebut tercermin
saat peneliti berbicara dengan masyarakat suku Baduy, namun suku Baduy
tidak menatap lawan bicaranya ketika sedang berkomunikasi, peneliti
menganalisa bahwa hal tersebut adalah salah satu bagian dari tatak rama yang
diajarkan oleh leluhur Baduy.
Dari hasil analisa peneliti, masyarakat Baduy mengeluarkan ekspresi
cemas ketika ada wisatawan yang terlalu banyak bertanya hal-hal yang
menyangkut Baduy terlalu dalam. Jika ada wisatawan yang bertanya dan
mereka tidak ingin menjawab mereka akan dim tanpa menghiraukan individu
yang bertanya.
Komunikasi non verbal masayrakat suku Baduy akan memperhatikan
dengan pandangan serius ketika ada wisatawan yang sedang berbicara dengan
kelompoknya sesama wisatawan,
juga bisa dilihat saat masyarakat Baduy
melihat kedatangan wisatawan yang membawa kebudayaan berbeda. Seperti
komunikasi non verbal yang terjadi di Ciboleger saat pertama kali masyarakat
Baduy bertemu dengan wisatawan yang menggunakan pakaian yang berbeda
dengan mereka, memiliki logat dan bahasa yang berbeda dengan mereka dan
memiliki gerakan tubuh yang berbeda, melihat perbedaan tersebut ekspresi
wajah yang dikeluarkan oleh masyarakat suku Baduy adalah ekspresi kagum
akan modenitas, belum lagi ketika masyarakat Baduy melihat wisatawan
membawa alat-alat yang asing bagi mereka seperti barang barang elektronik
90
canggih, makanan yang belum pernah mereka lihat, atau gaya berpakaian dan
gaya rambut yang baru mereka lihat.
Bagi masyarakat Baduy luar modernitas yang dibawa oleh wisatawan
adalah hal yang biasa ini dikarenakan kelonggaran adat di Baduy luar yang
memperbolehkan wisatawan menggunakan alat-alat elektronik dan masih
memperbolehkan wisatawan melakukan kebiasaan-kebiasaan mereka seperti
dihabitat asalnya.
“...kalo masyarakat Baduy luar kayaknya udah lebih terbiasa, tapi kalo
masyarakat Baduy dalem keliatan jelas ekspresi penasannya kalo liat
kita bawa barang yang menurut mereka aneh..” (Aulia Shofan
Hidayat, Desember 2014)
Berbeda dengan masyarakat Baduy luar, masyarakat Baduy dalam lebih
sering mengeluarkan ekspresi penasaran saat berjumpa dengan wisatawan dan
saat melihat barang-barang modern yang digunakan oleh wisatawan. ekspresi
penasaran dan ingin mencoba juga dapat dijumpai pada anak-anak masyarakat
suku Baduy, saat wisatawan mengeluarkan makanan ringan mereka akan
menatap dengan serius kearah makanan tersebut sampai wisatawan
memberikan makanan itu kepada mereka.
Masyarakat suku Baduy saat ini sudah mengenal uang sebagai alat pemuas
kebutuhan. Biasanya pendamping tidak akan meminta bayaran atas pelayanan
jasa yang mereka berikan, namun mereka akan mengeluarkan ekspresi muka
yang memelas sebagai simbol bahwa mereka membutuhkan uang untuk
kehidupan mereka. setelah mereka mendapatkan uang biasanya ekspresi
mereka ditentukan oleh besaran jumlah yang diberikan wisatawan, jika
jumlahnya banyak maka mereka akan lebih sopan dari sebelumnya dalam
91
melayani wisatawan, namun jika jumlahnya kecil maka mereka hanya akan
menerima dengan diam dan tetap berlaku sopan.
4.5.5. Perubahan Masyrakat Suku Baduy Setelah Menjalin Komunikasi
Antar Budaya dengan Wisatawan
Seperti disebutkan sebelumnya, masyarakat Baduy merupakan masyarakat
yang cerdas oleh sebab itu mereka sangat cepat dalam mempelajari hal-hal
baru yang mereka ketahui.
Sejak Saba Budaya Baduy pada tahun 1990, Baduy tidak pernah sepi
dikunjungi oleh wisatawan. Setiap akhir pekan selalu Banyak wisatawan yang
datang berombongan. Dalam sekali kunjungan, wisatawan yang datang bisa
berjumlah ratusan orang dari berbagai kalangan dan latar belakang yang
berbeda-beda.
Komunikasi antar budaya yang terjadi antara masayarakat suku Baduy
dengan wisatawan berlangsung terus menerus memberikan pengaruh kepada
masyarakat Baduy, baik langsung maupun tidak langsung, baik sengaja
maupun tidak disengaja, baik cepat maupun berangsur-angsur.
Informasi yang didapatkan masyarakat Baduy dari wisatawan membuat
masyarakat Baduy ingin mengetahui apa yang terjadi didunia luar Baduy. Hal
ini membuat masyarakat Baduy baik baduy luar menggunakan kendaraan
maupun Baduy dalam dengan berjalan kaki, pergi keluar wilayah Baduy untuk
melihat sendiri keadaan dunia modern yang mereka lihat dan dengar dari
wisatawan.
92
Selain itu, 24 tahun dibukanya Baduy menjadi daerah pariwisata
menjadikan banyak perubahan dalam tatanan kehidupan baik yang diatur oleh
adat maupun tidak. Seperti banyak masyarakat Baduy yang menjadi
pendamping wisatawan, pekerjaan ini tidak ada sebelum banyak wisatawan
yang datang, selain untuk menolong wisatawan, ada motif ekonomi yang
menjadi latar belakang mereka. Sejak pasca penjajahan, sistem ekonomi di
Baduy berubah dari sistem barter menjadi sistem jual beli dan ini
mengharuskan masyarakat Baduy juga yang masih berada dalam kesatuan
Negara Republik Indonesia untuk memiliki Uang Rupiah untuk memenuhi
kebutuhan hidup, karena yang mereka butuhkan tidak semuanya bisa mereka
produksi, yang akhirnya mengharuskan mereka melakukan jual beli.
Selain menjadi pendamping karena kebutuhan wisatawan, masyarakat suku
Baduy yang dulunya tidak mampu memahami dan menggunakan bahasa
Indonesia saat ini sudah banyak yang memahami dan mampu berbicara
menggunakan bahasa Indonesia, mereka mempelajarinya dari wisatawan yang
berkunjung yang meskipun berbeda latar belakang kebudayaan para wisatawan
berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia, dalam waktu yang lama dan
terus menerus, dengan cara memperhatikan dan mempelajari akhirnya
masyarakat Baduy banyak yang sudah dapat memahami dan menggunakan
bahasa Indonesia saat berkomunikasi dengan wisatawan.
Baru 10 tahun belakangan pengunjung yang datang ke Baduy membawa
perbekalan makanan instan ke Baduy, karena sebelumnya wisatawan hanya
diperbolehkan membawa beras dan ikan asin serta makanan-makanan hasil
93
bumi yang belum modern. Namun karena jumlah wisatawan terus meningkat
dan sudah banyak terdapat makanan instan siap saji yang lebih praktis yang
biasa dibawa oleh isatawan, ada aturan adat yang dilonggarkan, bahwa
wisatawan dan masyarakat Baduy bebas memakan makanan yang tidak
merusak tubuh dan tidak merusak Baduy. Seperti pernyataan salah seorang
Informan klasifikasi pemerintah Baduy dalam dan orang Baduy dalam
“.... kalau makanan, awalnya wisatawan bawa ke Baduy itu beras, ikan
asin, untuk makanan mereka dan kami juga, tapi kekinian mungkin
karena kebutuhan banyak wisatawan yang membawa makanan instan,
Puun juga mengijinkan kami, kalau Puun mengijinkan tidak jadi
masalah, orang Baduy luar atau dalam bisa memakan makanan instan
itu, selama itu tidak merusak Baduy...” (Ayah Mursid, 08 Nopember
2014).
“...baru beberapa tahun kalo pedagang ini ada di Baduy dalam, mereka
juga bukan orang Baduy, tadinya mah Cuma satu itu yang jualan, tapi
sekarang jadi banyak..” (Ayah Karman, 16 Nopember 2014)
Banyaknya wisatawan menjadi peluang bisnis khususnya bagi masyarakat
luar Baduy yang tinggal disekitar Baduy. Mereka menjajakan dagangan mereka
kedalam Baduy, kebanyak menjual makanan dan kerajinan tangan, mereka
membuka lapak dagang sementara saat wisatawan ramai mengunjungi Baduy.
Baduy dalam ditemui pedagang makanan dan minuman ringan yang membuka
lapak dihalaman rumah salah satu masyarakat suku Baduy, pedagang berasal
dari luar Baduy yang memikul barang dagangannya sampai ke Baduy dalam,
biasanya mereka menginap satu atau dua hari. Informan dari klasifikasi
wisatawan juga menyatakan
“... kalo waktu tahun 2011 waktu pertama aku ke Baduy dalam, itu
yang dagang Cuma satu lapak, tapi kemarin tahun 2013 kesana yang
dagang udah ada sekitar 3 lapak...” (Rizal Artomi, 09 Desember 2014)
94
Wisatawan yang berkunjung ke Baduy merupakan wisatawan yang sudah
menjalani modernitas dalam kehidupan sehari-harinya. Modernitas melekat
pada setiap wisatawan yang berkunjung ke Baduy. Perkembangan alat-alat
elektronik pun diikuti oleh para wisatawan, yang hampir seluruhnya memiliki
sedikitnya satu alat elektronik modern seperti telepon genggam, laptop,
kamera, dan lain-lain. Masuknya wisatawan kedalam lingkungan Baduy
dengan membawa alat-alat elektronik yang tidak diketahui masyarakat Baduy
sebelumnya menjadi sebuah informasi dengan pola komunikasi non verbal.
Ketika wisatawan mengeluarkan barang-barang elektronik modern tersebut
dihadapan masyarakat suku Baduy yang belum mengetahui maka akan
menimbulkan rasa penasaran atau rasa ingin tahu yang sebenarnya adalah sifat
alami manusia pada diri masyarakat suku Baduy. Berawal dari komunikasi non
verbal, kemudian menjadi komunikasi verbal yaitu tanya jawab tentang barangbarang elektronik canggih yang wisatawan gunakan, akhirnya masyarakat suku
Baduy mengetahui perkembangan jaman diluar suku nya. Hal yang terjadi
secara terus menerus dan berlangsung bertahun-tahun ini membuat masyarakat
Baduy saat ini sudah tidak kaget dengan barang barang elektronik tersebut
diatas. Saat ada wisatawan yang menggunakan barang-barang elektronik
modern dihadapan masyarakat Baduy, respon mereka biasa saja, ini karena
mereka memang sudah terbiasa, dan sudah Banyak dari masyarakat Baduy luar
yang memiliki barang-barang elektronik tersebut. Dengan alasan kebutuhan
mereka akhirnya memiliki barang-barang elektronik yang sebenarnya dilarang
oleh adat. Mungkin hanya anak-anak kecil yang berasal dari Baduy dalam yang
95
masih memiliki rasa penasaran terhadap alat-alat elektronik modern, karena
mereka baru menemui barang-barang tersebut ketika mereka kuat berjalan
sampai ke Baduy luar.
Saat wisatawan bermalam dirumah-rumah milik orang-orang Baduy dan
bersama orang-orang Baduy, mereka memperhatikan gaya bicara, dan tingkah
laku wisatawan dengan seksama, mereka mempelajari apa yang dilakukan
wisatawan dan mengikutinya ketika tidak berbenturan dengan aturan adat.
Banyak dari wisatawan yang bertukar cerita soal cara hidup dan memberikan
alamat tepat tinggal mereka kepada suku Baduy, serta mengundang masyarakat
Baduy untuk datang mengunjungi mereka. Karena itu banyak juga dari
masyarakat Baduy yang pergi keluar Baduy untuk mengunjungi wisatawan,
saat kunjungan itulah masyarkat Baduy melihat dan mengetahui dunia modern
yang berbeda dengan dunia mereka di Baduy.
Tidak dapat dihindari, datangnya wisatawan ke Baduy membawa dampak
bagi masyarakat suku Baduy, dalam hal ini dampak yang dimaksud adalah
pergeseran kebiasaan suku Baduy. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, sejak
keluarnya surat keputusan Bupati Lebak no 13 tahun 1990 tentang pembinaan
dan pengembangan lembaga adat masyarakat baduy di daerah tingkat II Lebak,
banyak wisatawan yang datang untuk mengetahui tentang suku Baduy. Setiap
tahunya mencapai angka 3500-5000 wisatawan datang ke Baduy dengan latar
belakang kebudayaan yang beragam. Namun, ada satu hal yang sama pada
semua wisatawan yang datang ke Baduy yaitu Modernitas. Wisatawan yang
96
datang ke Baduy rata-rata adalah orang-orang yang sudah mengikuti
perkembangan jaman, lain halnya dengan suku Baduy yang masih tradisional.
Dalam diri para wisatawan yang datang berkunjung ke Baduy terdapat
informasi terntang budaya yang berbeda dari yang ada di Baduy. Misalkan dari
bahasa, gaya berpakaian, gaya bicara, gestur tubuh, logat, kebiasaan terkait
makanan dan barang-barang penunjang yang digunakan sehari-hari. Informasi
ini disalurkan kepada masyarakat Baduy baik secara lisan maupun simbolik
dan diterima oleh masyarakat Baduy baik langsung maupun bertahap.
Kebiasaan hidup wisatawan yang modern tidak dilepaskan ketika mereka
masuk dalam wilayah kesukuan Baduy,
akibatnya banyak dari masyarkat
Baduy yang mulai tumpul ketaatannya terhadap aturan adat. Karena hubungan
saat berkomunikasi antar budaya antara wisatawan dengan masyarakat Baduy
terjadi pertukaran informasi tentang masing-masing kebudayaan, seperti
bagaimana cara hidup di kota atau di luar Baduy dan bagaimana cara hidup di
Baduy, apa yang ada di kota dan apa yang ada di Baduy, dan lain-lain.
Pertukaran informasi baik lisan maupun menggunakan bahasa tubuh atau
simbolik berlangsung secara terus menerus dan dalam intensif. Seperti bahasa,
diakui oleh masyarakat Baduy, bahwa pada awalnya bahsa yang digunakan
sehari-hari adalah bahasa Sunda kasar, dan masyarakat Baduy tidak bisa
berbahasa Indonesia, namun sejak banyak wisatawan yang datang dan
wisatawan tidak bisa berbahasa sunda, maka dengan cara memperhatikan dari
wisatawan masyarakat Baduy akhirnya dapat menguasai bahasa Indonesia. hal
ini dinyatakan oleh beberapa informan dari klasifikasi yang berbeda-beda,
97
“..... ya memang kami awalnya tidak banyak yang bisa bahasa
Indonesia, kalau ada pun tidak lancar, tapi guna menyesuaikan diri
dengan wisatawan yang kebanyakan tidak dapat bicara bahasa Sunda,
kaya neng Nisa ini semisal, maka kami yang menggunakan Bahasa
Indonesia, itupun kami pelajari dari memperhatikan saja ketika
pengunjung bicara...” (Dainah, Jaro Pemerentah, 01 Nopember 2014)
“... orang Baduy dulu mah masih bodoh-bodoh... gak bisa kaya kami
bicara bahsa Indonesia, gak mengerti..” (Ayah Serat, Orang Baduy
Dalam, 22 Nopember 2014)
“... meskipun orang Baduy tidak bersekolah formal tapi pada dasarnya
orang Baduy adalah orang yang cerdas, mereka belajar dari segala hal,
salah satunya belajar Bahasa Indonesia dengan memperhatikan
pengunjung saat bicara...” (Ayah Mursid, Wakil Jaro Cibeo, 15
Nopember 2014).
Peneliti menemukan saat sedang melakukan observasi lapangan, ada
beberapa masyarakat Baduy luar yang menggunakan kata “lo-gue” saat
berbicara dengan wisatawan karena wisatawan saat berbicara dengan
kelompoknya menggunakan kata tersebut, dan ditemukan pada orang Baduy
dalam kata “aku-kamu” karena wisatawan yang kebetulan adalah peneliti
bersama seorang kawan, terus menggunakan kata “aku-kamu”. Sebenarnya
mereka menggunakan kata “kami-anda” untuk menyebut dirinya saat
berkomunikasi lisan. Ini membuktikan bahwa kehadiran wisatawan di Baduy
memberikan dampak yang berlangsung cepat maupun bertahap kepada
masyarakat suku Baduy.
Kemudian tentang penggunaan barang-barang modern oleh orang Baduy
seperti telepon genggam, komputer/laptop, dan lain sebagainya, juga
mendapatkan pengaruh dari Wisatawan. Saat wisatawan datang mengunjungi
Baduy, wisatawan masih boleh menggunakan alat-alat modern jika masih
berada diwilayah baduy luar, misalkan wisatawan bebas menggunakan kamera,
98
telepon genggam, laptop, dan lain-lain ketika masih diwilayah Baduy luar,
akan tetapi penggunaan barang-barang tersebut tidak dapat digunakan jika
sudah menginjak wilayah Baduy dalam.
Namun yang menjadi masalah, saat wisatawan menggunakan peralatan
modern tersebut di Baduy luar, banyak masyarakat Baduy dalam yang telah
dewasa maupun anak-anak, yang melihat karena mereka sedang berada
diwilayah Baduy luar. Memang wisatawan tidak pernah memperkenalkan
benda-benda tersebut secara langsung kepada masyarakat Baduy, namun rasa
penasaran yang ada dalam diri masyarakat Baduy mendorong mereka untuk
mengetahui terkait barang-barang tersebut.
Saat ini masyarakat Baduy luar sudah terbiasa dengan alat-alat elektronik
modern seperti kamera, telepon genggam dan laptop, dan sudah banyak yang
memiliki telepon genggam, meskipun dilarang aturan adat namun karena
mereka menjadikan telepon genggam sebagai alat untuk berkomunikasi dengan
wisatawan atu orang luar Baduy akhirnya mereka memilikinya. Seperti
pengakuan dari para informan berikut,
“... ya, karena mungkin Udil mah termasuk masyarakat yang nakal,
Udil mengaku bahwa Udil memiliki handphone, karena Udil
berdagang kerajinan ini juga, jadi untuk komunikasi sama orang
diluar, kan kalo komunikasi sekarang harus cepat, jadi karena butuh
gitu...”(Udil, 29 Nopember 2014)
Menurut penuturan beberapa informan dari klasifikasi wisatawan adalah
sebagai berikut,
99
“... kita gak ngeluarin barang-barang elektronik di baduy dalem, dan
aku selalu ingetin rombongan buat patuh sama peraturan itu...”
(Shintya, 15 Nopember 2014)
“... kalo di Baduy dalem Full kita matiin alat-alat elektronik, kita
ngeluarin pas di Gazeboh aja, kalo orang baduy luar udah terbiasa
dengan kamera dan hp, waktu itu yang dampingi orang Baduy dalem
orang tua sama anaknya sekitar usia 9 tahun, kalo orang tuanya biasa
aja, kalo anaknya terterik banget, sampe sering minta difoto, tapi
sering disuruh diem sama bapaknya...” (Nur Haedi, 09 Desember
2014)
Menurut salah seorang akademisi dan pemerhati Baduy, yang juga menjadi
salah satu informan dari klasifikasi akademisi pada penelitian ini, yaitu Prof.
Dr. H. Sihabuddin, M.Si mengatakan
“... kalo orang Baduy itu memang banyak yang sudah memiliki
barang-barang modern seperti handphone, meskipun itu dilarang adat
baik untuk Baduy luar atau dalam, namun mereka memiliki itu,
mungkin karena kebutuhan, bahkan ada beberpa orang penting di
Baduy yang saya kenal juga memiliki handphone, saya punya
kontaknya...” (Prof. Sihab, 11 Desember 2014)
100
4.5.5.1. Bagan Proses Komunikasi antar budaya suku Baduy dengan
wisatawan dan pengaruhnya
Komunikasi antar
persona suku Baduy
dengan Wisatawan
Komunikasi antar
budaya suku Baduy
dengan Wisatawan
Komunikasi antar
Kelompok suku
Baduy dengan
Wisatawan
Pertukaran informasi
kebudayaan antara
suku Baduy dengan
Wisatawan
Rasa ingin Tahu
Masyarakat suku
Baduy
Suku Baduy
mempelajari
kebudayaan
Wisatawan
Pergeseran ketaatan
aturan adat oleh
masyarakat suku
Baduy
Pergeseran budaya
suku Baduy
Suku Baduy mencontoh
dan menerapkan
kebudayaan wisatawan
yang tidak berbenturan
dengan adat
101
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan analisis kualitatif yang telah dilakukan peneliti terkait komunikasi
antar budaya masyarakat suku Baduy dengan wisatawan maka dengan penelitian
berjudul Realitas Komunikasi Antar Budaya Masyarakat Suku Baduy dengan
Wisatawan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
Sejak dikeluarkannya surat keputusan Bupati Lebak Nomor 13 tahun 1990
tentang pembinaan dan pengembangan lembaga adat masyarakat baduy di daerah
tingkat II Lebak, Banyak wisatawan yang mengunjungi Baduy dan jumlahnya
terus meningkat setiap tahunnya.
Pekerjaan utama masyarakat Suku Baduy adalah Berladang, namun bagi lakilaki sesekali menyadap air aren untuk dibuat menjadi gula. Namun setelah banyak
wisatawan yang datang, ada beberapa dari masyarakat Baduy yang bekerja
sebagai pendamping wisatawan yang akan masuk ke wilayah Baduy.
Baduy memiliki struktur pemerintahan sendiri yang terpisah dari struktur
pemerintahan di Indonesia, namun tetap bersinergi dengan pemerintahan
Indonesia karena Baduy masih berada dalam wilayah Negara Indonesia. Baduy
juga memiliki aturan adat tersendiri, namun apabila pelanggaran yang dilakukan
masyarakat Baduy berkaitan dengan hukum negara, maka pemerintah Baduy
menyerahkannya kepada pengadilan negara.
101
102
Masyarakat suku Baduy tidak melakukan pendidikan formal, mereka hanya
mempelajari apa yang terjadi disekitar mereka sesuai dengan kebutuhan mereka.
Alasan tidak diperkenankan bersekolah formal adalah karena sekolah formal
membutuhkan bangunan, dan bangunan akan merubah struktur tanah Ulayat yang
ditempati oleh masyarakat Baduy.
Komunikasi antar budaya masyarakat suku Baduy dengan Wisatawan terjadi
diwilayah Baduy secara terus menerus dan dalam waktu yang lama. Adapun
kesimpulan yang dapat dirinci dari penelitian ini adalah :
1. Komunikasi internal masyarakat suku Baduy menggunakan bahasa Sunda
kasar dan sehari-hari mereka berkumpul diteras rumah-rumah untuk
berbincang-bincang
sambil
mengerjakan
kerajinan
tangan.
Proses
penyampaian informasi melalui utusan-utusan pemerintah adat Baduy
karena masyarakat Baduy tidak menggunakan alat komunikasi modern,
hal tersebut berkaitan dengan a turan adat. Komunikasi internal suku
Baduy berlangsung dengan sopan santun dan ramah. Masyarakat Baduy
melakukan evaluasi internal saat bulan kawalu, bulan kawalu merupakan
tiga bulan menutup diri dari wisatawan bagi baduy dalam.
2. Komunikasi sosial yang dilakukan masyarakat Baduy tidak terlepas dari
perintah leluhur mereka yaitu sopan santun dan ramah kepada sesama
masyarakat Baduy maupun orang-orang luaar Baduy. Saat berkomunikasi
dengan wisatawan yang tidak bisa berbahasa Sunda, mereka menggunakan
bahasa Indonesia. tidak seluruh masyarakat Baduy bisa dan diperbolehkan
memberikan informasi kepada orang diluar dari kesukuan Baduy, hal ini
103
adalah upaya menjaga kelestarian dan adat Baduy. Masyarakat Baduy
melakukan seba untuk bersilaturahmi dengan raja Banten (Gubernur atau
Bupati) sebagai bukti kesetiaan mereka kepada pemerintah.
3. Komunikasi verbal masyarakat suku Baduy dengan wisatawan berupa
komunikasi menggunakan bahasa Indonesia, hal ini merupakan perubahan
yang terjadi pada masyarakat suku Baduy disebabkan kebutuhan
wisatawan. banyaknya wisatawan yang tidak mampu berbahasa Sunda
kasar seperti bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Baduy
mendorong masyarakat suku Baduy untuk dapat memahami dam
menggunakan bahasa Indonesia. masyarakat suku Baduy belajar berbahasa
Indonesia dari wisatawan dengan mendengar dan memperhatikan saat
wisatawan berbicara. Dalam komunikasi verbalnya masyarakat suku
Baduy lebih banyak menjadi komunikan daripada menjadi komunikator.
4. Komunikasi verbal masyarakat Baduy jarang dijumpai dalam bentuk
tulisan karena masyarakat suku Baduy tidak dapat menulis. Hal tersebut
dikarenakan mereka tidak melakukan pendidikan disekolah formal.
Adapun masyarakat Baduy yang dapat menulis jumlahnya tidak Banyak
seperti Jaro pemerentah dan staffnya juga masyarakat Baduy yang
berdagang.
5. Komunikasi Non verbal masyarakat suku baduy dapat ditemukan melalui
ekspresi wajah mereka saat bertemu dengan wisatawan dengan perbedaan
latar belakang budaya, gerak tubuh, gaya berpakaian, bahasa, logat dan
lain-lain, masyarakat suku Baduy sering mengeluarkan ekspresi penasaran,
104
kagum dan ingin mencoba terhadap hal baru yang mereka lihat atau
mereka ketahui saat bertemu dengan wisatawan.
6. Komunikasi antar budaya masyarakat suku Baduy dengan wisatawan
mempengaruhi suku Baduy dalam mempertahankan nilai-nilai adat yang
tradisional. Karena sudah banyak perubahan yang terjadi yang dipengaruhi
oleh faktor wisatawan. Seperti bahasa, penggunaan alat-alat elektronik
modern, berubahnya aturan soal makanan dan minuman, dan banyaknya
masyarakat suku Baduy yang berkunjung ke kota-kota besar karena rasa
ingin tahu nya terhadap modernitas.
7. Kedatangan wisatawan ke Baduy membawa informasi tentang modernitas,
hal ini terjadi langsung maupun tidak langsung dan disengaja maupun
tidak disengaja. Dan diterima oleh masyarakat Baduy dengan sadar
maupun tidak.
8. Wisatawan yang datang ke Baduy, melakukan komunikasi antar budaya
dengan proses komunikasi antar persona atau komunikasi antar kelompok
yang pada akhirnya menjadi komunikasi antar budaya. Dalam komunikasi
antar budaya ini membuat masyarakat Baduy dan wisatawan bertukar
pengalaman dan informasi tentang kehidupan di Baduy dan kehidupan
modern di luar Baduy.
5.2. Saran
Penelitian ini melibatkan 16 orang informan dari 5 Klasifikasi yaitu orang
Baduy dalam, orang Baduy Luar, Pemerintah di Baduy, Wisatawan, dan
105
Akademisi, melalui penelitian ini peneliti mengetahui bagaimana komunikasi
antar budaya masyarakat suku Baduy dengan wisatawan. Dari penelitian yang
dilakukan peneliti, maka peneliti memiliki saran:
5.2.1. Saran Teoritis
1. Ilmu komunikasi antar budaya dapat mengembangkan pengetahuan
tentang satu budaya dan budaya lain dan mengembangkan cara
berhubungan dengan komunikan yang memiliki perbedaan budaya.
2. Komunikasi antar budaya antara orang-orang dari latar belakang
kebudayaan yang berbeda menjadikan pertukaran informasi terkait
kebudayaan masing-masing. Diperlukan upaya-upaya untuk tetap berada
pada kebudayaan yang dijalani.
5.2.2. Saran Empiris
1. Beberapa hal yang peneliti sarankan terkait masalah yang peniliti angkat
dalam penelitian ini adalah tentang bagaimana menjaga dan melestarikan
adat dan budaya kesukuan Baduy agar tetap lestari dan terhindar dari
pengaruh negatif modernisasi.
2. Dari hasil penelitian ini komunikasi antar budaya sangat mempengaruhi
perubahan atau pergeseran sikap sebuah kelompok. Apabila masyarakat
suku Baduy ingin tetap menjaga kelestarian adat dan keasrian tanah Ulayat
106
yang ada disuku Baduy , maka harus memperhatikan batas jumlah
pengunjung dan ketentuan-ketentuan yang lebih tertib bagi wisatawan.
3. saran berikutnya adalah agar masyarakat Baduy selalu bangga terhadap
keaslian adatnya dan tetap bangga menjadi penerima tugas untuk menjaga
kelestarian alam dan keaslian budaya Baduy. Masyarakat Baduy juga
harus mampu menahan hasrat keinginan untuk mengetahui dunia luar,
sebab modernitas selalu membujuk individu untuk menikmatinya.
5.2.3. Saran Praktis
1. Dapat dijadikan bahan rujukan atau referensi bagi peneliti lain dalam
penelitian selanjutnya, khususnya dalam komunikasi antar budaya antara
masyarakat yang berbeda latar belakang kebudayaan dan adat istiadat.
2. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi masyarakat
Baduy dalam menjaga budaya, adat istiadat, dan mengendalikan diri dari
rasa ingin tahu terhadap modernitas.
3. Semoga bagi wisatawan dapat pula ikut bersama-sama menjaga dan
melestarikan budaya suku Baduy dengan cara menyamakan diri dengan
masyarakat suku Baduy saat berkunjung ke Baduy, dan dapat melepaskan
sejenak modernitas yang biasa dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
4. Mengenai komunikasi antar budaya ini peneliti berharap dapat
memplopori para wisatawan untuk bersama-sama menjaga Suku Baduy.
107
DAFTAR PUSTAKA
Mulyana, Deddy. 2004. Komunikasi Efektif. PT.Remaja Rosdakarya: Bandung.
Rohim, Syaiful. 2009. Teori Komunikasi Perspektif, Ragam dan Aplikasi.
PT.Rineka Cipta: Jakarta.
Mulyana, Deddy. 2002 Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. PT.Remaja
Rosdakarya: Bandung.
Liliweri, Alo. 2002. Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya. Lkis
Yogyakarta: Yogyakarta.
Samovar, Larry A. 2010. Komunikasi Lintas Budaya. Salemba Humanika: Jakarta
Marheni, Fajar. 2009. Ilmu komunikasi Teori dan Praktik. Graha ilmu: Jakarta.
Mulyana, Jalaludin Rakhmat. 2005. Komunikasi Antarbudaya. PT.Remaja
Rosdakarya: Bandung.
Mulyana, Dedi. 2005. Komunikasi Efektif Suatu Pendekatan Lintas Budaya.
PT.Remaja Rosdakarya: Bandung.
Soelaeman, Munandar. 2010. Ilmu Budaya Dasar Suatu Pengantar. PT. Refika
Aditama: Bandung.
Effendi, Ridwan. 2008. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. PT. Kencana: Jakarta.
Sihabudin Ahmad. 2011. Komunikasi Antarbudaya suatu perspektif
multidimensi. PT.Bumi Aksara: Jakarta.
Liliweri, Alo. 2009. Dasar-dasar komunikasi antarbudaya. Pustaka Pelajar:
Yogyakarta.
Effendi, Onong Uchjan. 2005. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Citra Aditya
Bakti: Bandung.
Stephen W. Littlejohn, Karen A. Foss. 2009. Teori Komunikasi. Salemba
Humanika: Jakarta.
Kurnia Asep, Sihabudin Ahmad. 2010. Saatnya Baduy Bicara. Bumi Aksara:
Jakarta.
108
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta:
Bandung.
Rakhmat Kriyantono. 2008. Teknis Praktis Komunikasi. Grafindo: Jakarta.
Rachmat Kriyanto. 2006. Teknis Praktis Riset Komunikasi. Kencana Prenada
Media Group: Jakarta.
Moeleong Lexi J. 2002. Metode penelitian kualitatif. Rosdakarya: Bandung.
109
110
111
112
113
114
PEDOMAN WAWANCARA

Pertanyaan Untuk Orang Baduy dalam :
1. Apa pekerjaan sehari-hari anda?
2. Sejak kapan Baduy dikunjungi wisatawan?
3. Apakah anda pernah menerima wisatawan untuk menginap dirumah
anda?
4. Apakah anda pernah menerima pemberian dari wisatawan?
5. Apakah bahasa yang anda gunakan sehari-hari saat berkomunikasi dengan
sesama masyarakat Baduy?
6. Apakah bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan wisatawan?
7. Apakah anda pernah menjadi pemandu wisatawan yang berkunjung ke
Baduy?
8. Bagaimana cara anda membuat janji temu dengan wisatawan yang akan
anda pandu saat berkunjung ke Baduy?
9. Apakah dulu diperbolehkan memakan makanan modern?
10. Apakah diperkenankan oleh Adat menggunakan alat-alat modern?
11. Apakah anda pernah mengunjungi wisatawan ditempat tinggal mereka?
12. Apa yang anda pelajari dari wisatawan yang berkunjung ke Baduy?

Pertanyaan Untuk Orang Baduy Luar :
1. Apa pekerjaan sehari-hari anda?
2. Sejak kapan Baduy dikunjungi wisatawan?
115
3. Apakah anda pernah menerima wisatawan untuk menginap dirumah anda?
4. Apakah anda pernah menerima pemberian dari wisatawan?
5. Apakah bahasa yang anda gunakan sehari-hari saat berkomunikasi dengan
sesama masyarakat Baduy?
6. Apakah bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan wisatawan?
7. Apakah anda pernah menjadi pemandu wisatawan yang berkunjung ke
Baduy?
8. Bagaimana cara anda membuat janji temu dengan wisatawan yang akan
anda pandu saat berkunjung ke Baduy?
9. Apakah dulu diperbolehkan memakan makanan modern?
10. Apakah diperkenankan oleh Adat menggunakan alat-alat modern?
11. Apakah anda pernah mengunjungi wisatawan ditempat tinggal mereka?
12. Apa yang anda pelajari dari wisatawan yang berkunjung ke Baduy?

Pertanyaan Untuk Pemerintah Adat Baduy :
1. Bagaimana sejarah Suku Baduy?
2. Kenapa dinamakan Baduy?
3. Apakah sejak awal suku Baduy hidup dan tinggal dipegunungan Kandeng?
4. Bagaimana Watak Asli Suku Baduy?
5. Kapan pertama kali suku Baduy disinggahi wisatawan?
6. Kapan Baduy mulai dijadikan objek pariwisata?
7. Bagaimana peraturan adat masyarakat suku Baduy?
8. Apa saja peraturan adat untuk wisatawan?
116
9. Bagaimana proses penyebaran informasi yang berasal dari Puun agar bisa
sampai pada Masyarakat?
10. Apakah hukum adat Baduy Tertulis?
11. Bagaimana menyebarluaskan aturan adat Baduy pada masyarakat Baduy?
12. apa bahasa yang digunakan oleh masyarakat Baduy untuk berbicara
sesama masyarakat Baduy juga?
13. Apa bahasa yang digunakan oleh masyarakat baduy saat berkomunikasi
dengan Wisatawan?
14. Apa suku Baduy mengerti bahasa Indonesia?
15. Apakah masyarakat suku Baduy bisa membaca dan menulis?
16. Apakah masyarakat Baduy boleh menerima pemberian dari luar yang
dibawa oleh wisatawan?
17. Apakah masyarakat Baduy pernah mengunjungi wisatawan?
18. Wisatawan mana saja yang datang ke Baduy?
19. berapa jumlah pengunjung Baduy Per-minggu, Per-bulan, Per-tahun?
20. setiap tahun apakah ada masyarakat Baduy dalam yang pindah tinggal dan
menjadi Baduy luar?
21. Bagaimana Struktur pemerintahan Baduy?
22. Masyarakat Baduy dalam maupun luar banyak yang bekerja menjadi
pendamping Wisatawan, apakah tidak bertentangan dengan aturan adat
Baduy?
117

Pertanyaan Untuk Wisatawan :
1. Berapa kali anda datang ke baduy?
2. Waktu kunjungan anda ke Baduy kapan saja?
3. Apa kesan yang anda dapatkan saat mengunjungi suku baduy?
4. Apa tujuan anda berkunjung ke Baduy?
5. Apakah saat anda berkunjung ke Baduy anda pernah memberikan sesuatu
pada suku Baduy?
6. Apakah anda pernah mengeluarkan alat-alat modern dihadapan
masyarakat baduy?
7. Bagaimana reaksi masyarakat Baduy terhadap barang-barang modern
yang anda miliki saat mereka melihatnya?
8. Apakah ada perbedaan antara Baduy yang anda ketahui saat pertama
datang dan saat ini?
9. Apakah anda memiliki kekhawatiran terhadap suku Baduy?
10. Apakah anda mengetahui bahasa yang digunakan oleh masyarakat Baduy
saat berbicara dengan sesamanya dari suku Baduy?
11. Menurut anda bagaimana cara mereka berkomunikasi dengan wisatawan?

Pertanyaan Untuk Akademisi :
1. Kapan pertama kali bapak berkunjung ke Baduy?
2. Kenapa bapak tertarik mengunjungi suku Baduy?
3. Sudah berapa kali bapak datang ke Baduy?
4. Bagaimana suku Baduy saat bapak pertama kali datang kesana?
118
5. Apakah ada perubahan sikap suku Baduy saat bapak mengunjungi
mereka dari yang pertama sampai yang terakhir?
6. Apakah bapak mengetahui sejak kapan Baduy dijadikan objek
pariwisata?
7. Bagaimana cara bapak berkomunikasi dengan suku Baduy?
8. Bagaimana timbal balik suku Baduy saat berkomunikasi dengan bapak?
(bagaimana komunikasi simbolik mereka)
9. Apakah bapak pernah memberi sesuatu kepada suku Baduy saat bapak
berkunjung?
10. Apakah bapak pernah memberikan alamat tempat tinggal bapak kepada
suku Baduy?
11. Biasanya dengan siapa saja bapak berkunjung ke Baduy?
12. Bagaimana prosedural di Baduy dalam menerima wisatawan?
13. Apakah bapak pernah melakukan penelitian terkait Baduy?
14. Apakah bapak memiliki kekhawatiran terhadap perkembangan suku
Baduy?
119
PROFIL INFORMAN DAN HASIL WAWANCARA

Orang Baduy dalam
a. Nama : Ayah Asmin
Usia : 54 Tahun
Pekerjaan : Berladang, Pemandu Wisatawan
1. Apa pekerjaan sehari-hari anda?
Kami meladang, atau kadang kami juga pendamping wisatawan.
2. Sejak kapan Baduy dikunjungi wisatawan?
20 tahun lah
3. Apakah anda pernah menerima wisatawan untuk menginap dirumah
anda?
Iya, sering. Kaya anda ini gitu, seringlah banyak dari Jakarta, pernah
juga dari Serang, Tangerang, kadang Sedikit kaya semisal berdua,
kadang sampe 10 orang satu rumah
4. Apakah anda pernah menerima pemberian dari wisatawan?
Kami kalo diberi pernah, tapi kalo minta tidak, kan kurang sopan gitu
kalo minta itu bagi kami, jadi sedikasihnya aja
120
5. Apakah bahasa yang anda gunakan sehari-hari saat berkomunikasi dengan
sesama masyarakat Baduy?
Kalo ngomong ke sesama kami pake Sunda Kasar
6. Apakah bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan wisatawan?
Atuh kalo pengunjung bisa pake bahasa sunda ya sunda, tapi kebanyakan
pake bahasa Indonesia, kami juga belajar gitu bahasa Indonesia dari
pengunjung
7. Apakah anda pernah menjadi pemandu wisatawan yang berkunjung ke
Baduy?
Iya bukan pernah, tapi memang itu pekerjaan kami kalo sedang tidak
berladang, kan jalan ke Cibeo sekitar 10 Km, ngelewatin 3 bukit. Kalo
gak didampingi bisa tersesat.
8. Bagaimana cara anda membuat janji temu dengan wisatawan yang akan
anda pandu saat berkunjung ke Baduy?
Ya ketemu didepan aja, atau kalo semisal udah kenal, mereka nelpon ke
temen yang punya HP, orang luar Baduy, nanti disambungin ke kami,
kapan gitu mau ke Baduy misalnya
121
9. Apakah dulu diperbolehkan memakan makanan modern?
Kalo soal makanan dari dulu boleh makan apa aja, tidak ada pantanga,
soal makanan, soal alat-alat tidak masalah, boleh kami pakai gelas-gelas
dan mangkuk, botol, dan tempat-tempat untuk memasak, itu sudah
berlangsung 20 tahun terakhir ini
10. Apakah diperkenankan oleh Adat menggunakan alat-alat modern?
Adat melarang kami
11. Apakah anda pernah mengunjungi wisatawan ditempat tinggal mereka?
Pernah, kadang gitu kalo ada yang ngasih alamat suruh kami main, ya
kami main, ke Jakarta, jalan sekitar 5 hari karena sebab kami tidak bisa
naik kendaraan, dilarang adat
12. Apa yang anda pelajari dari wisatawan yang berkunjung ke Baduy?
Kami belajar naon ya, tuker cerita aja, gimana disini gimana disana, kan
biasa nanya-nanya pengunjung
13. Paling banyak wisatawan berkunjung di Baduy sampai mana?
Kalo banyaknya wisatawan sampe Gazeboh, karena gak terlalu jauh.
Tapi ke Cibeo juga banyak, ya tapi baanyakan yang ke Gazeboh
122
b. Nama :Ayah Serat
Usia : 130 Tahun
Pekerjaan : Tidak Bekerja
(Keterangan : Usia ayah Serat sudah mencapai 130 tahun, beliau terkena
masalah pendengaran, jadi peneliti mendapat kesulitan mewawancarai,
namun karena usia yang sudah satu abad lebih, peneliti tetap mengajak
beliau berbicara dan mendapatkan sedikit jawaban meskipun tidak semua
pertanyaan di pedoman wawancara terjawab)
1. Apa pekerjaan sehari-hari anda?
Nteu Kerja
2. Sejak kapan Baduy dikunjungi wisatawan?
Teuing nya, geus aya mereun sakitar 20 taun, tapi budak Baduy baheula
mah bodoh-bodoh... nteu menang basa Indonesa
3. Apakah anda pernah menerima wisatawan untuk menginap dirumah
anda?
-
4. Apakah anda pernah menerima pemberian dari wisatawan?
-
123
5. Apakah bahasa yang anda gunakan sehari-hari saat berkomunikasi dengan
sesama masyarakat Baduy?
Sunda bae kitu
6. Apakah bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan wisatawan?
Urang mah teu menang basa Indonesa
7. Apakah anda pernah menjadi pemandu wisatawan yang berkunjung ke
Baduy?
-
8. Bagaimana cara anda membuat janji temu dengan wisatawan yang akan
anda pandu saat berkunjung ke Baduy?
-
9. Apakah dulu diperbolehkan memakan makanan modern?
Atuh dunia geus maju, didiyeu geh tos biasa dahar model kitu mah
10. Apakah diperkenankan oleh Adat menggunakan alat-alat modern?
-
11. Apakah anda pernah mengunjungi wisatawan ditempat tinggal mereka?
-
124
12. Apa yang anda pelajari dari wisatawan yang berkunjung ke Baduy?
-
c. Nama : Ayah Saiful
Usia : 44 Tahun
Pekerjaan : Berladang
1. Apa pekerjaan sehari-hari anda?
Berladang
2. Sejak kapan Baduy dikunjungi wisatawan?
Ya 20 tahun terakhir inilah rame pengunjung
3. Apakah anda pernah menerima wisatawan untuk menginap dirumah
anda?
Sering
4. Apakah anda pernah menerima pemberian dari wisatawan?
Atuh iya dikasih makanan gitu, atau uang inap, tapi kami tidak minta, teu
sopan bae kitu
5. Apakah bahasa yang anda gunakan sehari-hari saat berkomunikasi dengan
sesama masyarakat Baduy?
125
Bicara menggunakan sunda Sunda Kasar
6. Apakah bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan wisatawan?
Atuh amun pengunjungnya paham bahasa Sunda mah nya make Sunda,
amun teu menang nya basa Indonesia
7. Apakah anda pernah menjadi pemandu wisatawan yang berkunjung ke
Baduy?
Iya pernah, kalo ada kenalan mau datang kami yang mendampingi
8. Bagaimana cara anda membuat janji temu dengan wisatawan yang akan
anda pandu saat berkunjung ke Baduy?
Kan punya teman diluar, orang luar Baduy, biasa disambungkan.
9. Apakah dulu diperbolehkan memakan makanan modern?
Makanan dulu gak ada yang gini dimana-mana juga jadi kita juga gak
makan, sekarang mah sudah banyak kita juga bisa makan seperti itu
10. Apakah diperkenankan oleh Adat menggunakan alat-alat modern?
Dilarang amun kaya serupa HP, kalo orang Baduy dalem gak boleh
11. Apakah anda pernah mengunjungi wisatawan ditempat tinggal mereka?
126
kami sering diberi alamat sama pengunjung, kami kalau mau main ya
datang kesana, ke Jakarta gitu semisal
12. Apa yang anda pelajari dari wisatawan yang berkunjung ke Baduy?
Banyaklah, bahsa, terus tau diluar Baduy seperti apa
d. Nama : Ayah Karman
Usia
: 44 Tahun
Pekerjaan : Berladang
1.
Apa pekerjaan sehari-hari anda?
Berladang
2.
Sejak kapan Baduy dikunjungi wisatawan?
Ada kali lebih dari 15 tahun
3.
Apakah anda pernah menerima wisatawan untuk menginap dirumah anda?
Pernah, lumayan sering
4.
Apakah anda pernah menerima pemberian dari wisatawan?
Ya bekal mereka aja dimakan biasa untuk bersama, atau kalo ada sisa
biasa ditinggal
127
5.
Apakah bahasa yang anda gunakan sehari-hari saat berkomunikasi dengan
sesama masyarakat Baduy?
Sehari-hari pake Sunda kasar kalo bicara
6.
Apakah bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan wisatawan?
Bisa pake Sunda, tapi biasanya bahasa Indonesia
7.
Apakah anda pernah menjadi pemandu wisatawan yang berkunjung ke
Baduy?
Jarang, tapi pernah, kami lebih sering diladang
8.
Bagaimana cara anda membuat janji temu dengan wisatawan yang akan
anda pandu saat berkunjung ke Baduy?
Tidak janjian, nunggu saja di Ciboleger
9.
Apakah dulu diperbolehkan memakan makanan modern?
Bisa
10.
Apakah diperkenankan oleh Adat menggunakan alat-alat modern?
Tidak bisa
11.
Apakah anda pernah mengunjungi wisatawan ditempat tinggal mereka?
Belum pernah
128
12.
Apa yang anda pelajari dari wisatawan yang berkunjung ke Baduy?
Bahasa Indonesia, gaya hidup mereka, cerita mereka disana seperti apa
kehidupannya
13.
Mang, kalo pedagang ini udah lama ada di Baduy dalam?
baru beberapa tahun kalo pedagang ini ada di Baduy dalam, mereka juga
bukan orang Baduy, tadinya mah Cuma satu itu yang jualan, tapi
sekarang jadi banyak, dua malam nginap terus pulang, nanti mereka
datang lagi, gitu

Orang Baduy luar
a. Nama : Ayah Sali
Usia : 69 Tahun
Pekerjaan : Tidak ada
1. Apa pekerjaan sehari-hari anda?
Nyadap kaung, ke ladang, ari kami mah keur di imah bae
2. Sejak kapan Baduy dikunjungi wisatawan?
Tahun 90-an
3. Apakah anda pernah menerima wisatawan untuk menginap dirumah anda?
129
Aya, barudak ti serang, ti budak sakolah banyakna, mahasiswa kitu,
banyaklah
4. Apakah anda pernah menerima pemberian dari wisatawan?
Teu tibere nanaon, manehna sok ngabawa makanan kitu
5. Apakah bahasa yang anda gunakan sehari-hari saat berkomunikasi dengan
sesama masyarakat Baduy?
Bahasa sunda iyeu kasar
6. Apakah bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan wisatawan?
Nu bahasa Indonesia loba bisa
7. Apakah anda pernah menjadi pemandu wisatawan yang berkunjung ke
Baduy?
Aya anak nu jadi pendampin, kami mah enteu
8. Bagaimana cara anda membuat janji temu dengan wisatawan yang akan
anda pandu saat berkunjung ke Baduy?
Biasanya janjian ngana HP jeung wisatawan, keperluan bae
9. Apakah dulu diperbolehkan memakan makanan modern?
Meunang, ti baheula geh aya kitu
130
10. Apakah diperkenankan oleh Adat menggunakan alat-alat modern?
Aya jelema mawa HP, Laptop geus sering, kami geh boga HP Cuma
goreng, butuh tapi didiyeu teu aya sinyal.
11. Apakah anda pernah mengunjungi wisatawan ditempat tinggal mereka?
Teu pernah, ari anak ma pernah
12. Apa yang anda pelajari dari wisatawan yang berkunjung ke Baduy?
Teu, biasa bae. Sabodo bae, perlu nyieun, teu perlu nya nggeus
b. Nama : Udil
Usia : 23 Tahun
Pekerjaan : Pedagang kerajinan, Pendamping, Berladang
1. Apa pekerjaan sehari-hari anda?
Bertani, berjualan kerajinan, pada awalnya kami tidak menjual, barangbarang ini untuk digunakan sendiri, tapi banyak wisatawan yang ingin,
jadi kami memodivikasi dan menjualnya
2. Sejak kapan Baduy dikunjungi wisatawan?
Ya sejak dulu rame, ya 15 tahun lalu ini rame
131
3. Apakah anda pernah menerima wisatawan untuk menginap dirumah anda?
Iya ada, dari Jakarta, Bandung, UNPAD paling sering
4. Apakah anda pernah menerima pemberian dari wisatawan?
Iya, makanan biasanya dikasih kan makan bareng-bareng sama mereka
juga
5. Apakah bahasa yang anda gunakan sehari-hari saat berkomunikasi dengan
sesama masyarakat Baduy?
Bicara sehari-hari pakainya bahasa Sunda kasarkalo orang Baduy mah
6. Apakah bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan wisatawan?
Bahasa Indonesia, kami bisa karena di Baduy banyak wisataan, kami
perhatikan ya lama-lama Udil bisa bahasa Indonesia ya sekurang
lebihnya belajar dari wisatawan, karena menurut Udil manusia kalau mau
berusaha pasti bisa berubah, dimanapun belajarnya
7. Apakah anda pernah menjadi pemandu wisatawan yang berkunjung ke
Baduy?
Ya kalo ada kenalan dari luar iya jadi pendamping, biasanya di telpon
8. Bagaimana cara anda membuat janji temu dengan wisatawan yang akan
anda pandu saat berkunjung ke Baduy?
132
Mereka biasa nelpon udil, ya, karena mungkin Udil mah termasuk
masyarakat yang nakal, Udil mengaku bahwa Udil memiliki handphone,
karena Udil berdagang kerajinan ini juga, jadi untuk komunikasi sama
orang diluar, kan kalo komunikasi sekarang harus cepat, jadi karena
butuh gitu
9. Apakah dulu diperbolehkan memakan makanan modern?
Boleh dari dulu
10. Apakah diperkenankan oleh Adat menggunakan alat-alat modern?
Gak boleh sebetulnya baik Baduy luar atau dalam, tapi ya kalo Udil mah
butuh
11. Apakah anda pernah mengunjungi wisatawan ditempat tinggal mereka?
sering juga Udil pergi ketempat teman di Jakarta, di Subang, main kesana
dapat alamat waktu mereka ke Baduy nginep dirumah Udil
12. Apa yang anda pelajari dari wisatawan yang berkunjung ke Baduy?
Ya bahasa, terus nanya gimana kehidupan modern itu, karena kita juga
pengen maju, kalo bahasa sih enggak sampe ngikutin mereka, pake
bahasa Indonesia aja
133
13. Berapa lama biasanya wisataan menginap?
Biasa kalo di luar bisa tujuh hari, kalo di dalem paling 3 hari

Pemerintah Adat Baduy
a. Nama : Ayah Mursid ( Wakil Jaro Baduy Dalam Kp. Cibeo)
Usia : 44 Tahun
Pekerjaan : Wakil Jaro Cibeo
1. Bagaimana sejarah Suku Baduy?
Baduy ada seiring adanya alam, wiwitan, memegang amanah adat
istiadat, selengkapnya bisa baca di buku pak Sihabuddin itu sudah cukup
lengkap tentang kami
2. Kenapa dinamakan Baduy?
Itu juga baca di buku Saatnya Baduy Bicara
3. Apakah sejak awal suku Baduy hidup dan tinggal dipegunungan
Kandeng?
Iya dari dulu
4. Bagaimana Watak Asli Suku Baduy?
Sederhana, sopan, santun
134
5. Kapan pertama kali suku Baduy disinggahi wisatawan?
Ramai sejak Saba Budaya Baduy 1990
6. Kapan Baduy mulai dijadikan objek pariwisata?
Sejak saba budaya pada Tahun 1990
7. Bagaimana peraturan adat masyarakat suku Baduy?
Kalau di Baduy dalam lebih ketat aturannya gitu, berbeda dengan di
Baduy luar, kalo di Baduy luar mah kan Bebas gitu. Kalo di dalam ya
aslinya Baduy itu ya seperti yang di Baduy dalam, sudah lengkap sih
bisa Nisa baca di buku pak Sihab
8. Apa saja peraturan adat untuk wisatawan?
Ada di buku kunjungan tamu di Jaro Dainah
9. Bagaimana proses penyebaran informasi yang berasal dari Puun agar bisa
sampai pada Masyarakat?
Di turun temurun aja, ayahnya nyampaikan ke anak, jaro nyampaikan ke
masyarakat
10. Apakah hukum adat Baduy Tertulis?
Tidak, hukum adat Baduy disimpan di hati diingat di kepala
135
11. Bagaimana menyebarluaskan aturan adat Baduy pada masyarakat Baduy?
Dari puun ke jaro, biasa ada rapat semua masyarakat dan pemuka adat
berkumpul merembukkan sesuatu
12. apa bahasa yang digunakan oleh masyarakat Baduy untuk berbicara
sesama masyarakat Baduy juga?
Kami kalo untuk bicara sehari-hari dengan sama sama orang Baduy
pakainya Sunda kasarbahasanya.
12. Apa bahasa yang digunakan oleh masyarakat baduy saat berkomunikasi
dengan Wisatawan?
Bahasa Indonesia, kan tidak banyak wisatawan yang bisa bahasa Sunda
13. Apa suku Baduy mengerti bahasa Indonesia?
Iya ada yang paham ada yang enggak, kebanyakan yang paham ya
perhatikan dari wisatawan waktu bicara
14. Apakah masyarakat suku Baduy bisa membaca dan menulis?
Ada yang bisa, ada yang tidak kan di Baduy mah tidak ada sekolah, tapi
meskipun orang Baduy tidak bersekolah formal tapi pada dasarnya orang
Baduy adalah orang yang cerdas, mereka belajar dari segala hal, salah
satunya belajar Bahasa Indonesia dengan memperhatikan pengunjung
saat bicara
136
15. Apakah masyarakat Baduy boleh menerima pemberian dari luar yang
dibawa oleh wisatawan?
Diberi diterima, tidak diberi kami tidak minta, kurang sopan, biasanya
dibawakan makanan atau uang ssantunan jasa
16. Apakah masyarakat Baduy pernah mengunjungi wisatawan?
Iya ada yang pernah yang kuat mah jalan datang ke wisatawan, kalo
Baduy dalam kan dilarang naik kendaraan modern
17. Wisatawan mana saja yang datang ke Baduy?
Macem-macem, ada yang dari Serang, Tangerang, Jakarta, pulau Jawa
lah sering, kadang ada wisatawan Asing dari luar negeri juga
18. berapa jumlah pengunjung Baduy Per-minggu, Per-bulan, Per-tahun?
Datanya ada di Jaro Dainah
19. setiap tahun apakah ada masyarakat Baduy dalam yang pindah tinggal dan
menjadi Baduy luar?
ya ada saja, itu mah bebas, biasanya karena tidak kuat adat
20. Bagaimana Struktur pemerintahan Baduy?
Datanya ada di Jaro Dainah
137
22. Masyarakat Baduy dalam maupun luar banyak yang bekerja menjadi
pendamping Wisatawan, apakah tidak bertentangan dengan aturan adat
Baduy?
Tidak jadi masalah itukan sifatnya menolong wisatawan, dan tidak
memaksa, takut tersesat kan di dalam Baduy banyak jalan
23. Apakah masyarakat suku Baduy boleh memakan makanan instan atau yang
modern?
Kalau makanan, awalnya wisatawan bawa ke Baduy itu beras, ikan asin,
untuk makanan mereka dan kami juga, tapi kekinian mungkin karena
kebutuhan banyak wisatawan yang membawa makanan instan, Puun juga
mengijinkan kami, kalau Puun mengijinkan tidak jadi masalah, orang
Baduy luar atau dalam bisa memakan makanan instan itu, selama itu tidak
merusak Baduy
b. Nama : Jaro Dainah (Jaro pemerintah Baduy Luar)
Usia : 46
Pekerjaan : Jaro
1. Bagaimana sejarah Suku Baduy?
Kami rasa sudah cukuplah dilihat dari buku pak Sihab itu
138
2. Kenapa dinamakan Baduy?
3. Apakah sejak awal suku Baduy hidup dan tinggal dipegunungan Kandeng?
4. Bagaimana Watak Asli Suku Baduy?
Baduy mah sederhana, sopan dan santun
5. Kapan pertama kali suku Baduy disinggahi wisatawan?
Tahun 1990 sejak SK Bupati Lebak soal Seba Budaya
6. Kapan Baduy mulai dijadikan objek pariwisata?
Iya sejak Seba Budaya
7. Bagaimana peraturan adat masyarakat suku Baduy?
Ya masyarakat Baduy punya aturan-aturan yang disimpan dihati, ada
banyak aturannya, nisa bisa lihat di buku pak Sihab
8. Apa saja peraturan adat untuk wisatawan?
Ada juga ini aturannya tertulis, bisa di baca
9. Bagaimana proses penyebaran informasi yang berasal dari Puun agar bisa
sampai pada Masyarakat?
139
Ya melalui Jaro, terus satu keluarga saja, ayah memberitahu anak sejak
kecil gitu
12. Apakah hukum adat Baduy Tertulis?
Tidak, diingat dihati dan pikiran saja jadi tidak akan hilang atau rusak
13. Bagaimana menyebarluaskan aturan adat Baduy pada masyarakat Baduy?
Ya yang tadi dijawab (lihat di pertanyaan nomor 9)
14. apa bahasa yang digunakan oleh masyarakat Baduy untuk berbicara
sesama masyarakat Baduy juga?
Untuk bahasa kami pakai Sunda kasar
15. Apa bahasa yang digunakan oleh masyarakat baduy saat berkomunikasi
dengan Wisatawan?
Kebanyakan wisatawan tidak paham bahasa Sunda, jadi kami mengalah,
kami yang menggunakan bahasa Indonesia
16. Apa suku Baduy mengerti bahasa Indonesia?
Ada yang mengerti ada yang tidak, ya memang kami awalnya tidak
banyak yang bisa bahasa Indonesia, kalau ada pun tidak lancar, tapi
guna menyesuaikan diri dengan wisatawan yang kebanyakan tidak dapat
bicara bahasa Sunda, kaya neng Nisa ini semisal, maka kami yang
140
menggunakan Bahasa Indonesia, itupun kami pelajari dari
memperhatikan saja ketika pengunjung bicara
17. Apakah masyarakat suku Baduy bisa membaca dan menulis?
Ada yang bisa, ada yang tidak, Baduy luar sudah banyak yang bisa, kalo
yang dalam rata-rata tidak bisa, kalau ada yang bisa paling tidak banyak
18. Apakah masyarakat Baduy boleh menerima pemberian dari luar yang
dibawa oleh wisatawan?
Boleh saja namanya diberi, kami terima
19. Apakah masyarakat Baduy pernah mengunjungi wisatawan?
Ada yang pernah ada yang tidak, kalo wisatawan kasih alamat biasanya
orang-orang kami datang, main nemui kawan gitu
20. Wisatawan mana saja yang datang ke Baduy?
Banyak macem-macem, pulau Jawa, ya luar negeri juga ada, anak
sekolah, mahasiswa, peneliti, banyak beragam
21. Berapa jumlah pengunjung Baduy Per-minggu, Per-bulan, Per-tahun?
Ada datanya disini, tapi tahun-tahun sebelumnya 3500-5000 orang
141
22. setiap tahun apakah ada masyarakat Baduy dalam yang pindah tinggal dan
menjadi Baduy luar?
ada saja gitu.
23. Bagaimana Struktur pemerintahan Baduy?
Bisa dilihat di kantor desa
24. Masyarakat Baduy dalam maupun luar banyak yang bekerja menjadi
pendamping Wisatawan, apakah tidak bertentangan dengan aturan adat
Baduy?
Tidak masalah, itu kan menolong wisatawan, kami khawatir tersesat
karena jalan di Baduy Banyak, sebenarnya pekerjaan kami berladang,
tapi menjadi pendamping wisatawan juga ada sejak ramai wisatawan
sekitar tahun 1999 dan tidak melanggar aturan karena sifatnya menolong
agar wisatawan tidak tersesat, dan sifatnya tidak memaksa, kalau ada
wisatawan yang tidak butuh pendamping ya kami tidak pernah memaksa
25. Bagaimana sikap masyarakat Baduy ketika ada wisatawan yang
menggunakan alat-alat modern?
ya kalau kamera, handphone, laptop itu mah sudah biasa disini, ya sejak
banyak wisatawan yang datang, sekitar tahun 1999 itu sudah mulai
banyak wisatawan yang datang ke Baduy
142

Wisatawan yang pernah berkunjung lebih dari 2 (dua) kali
a. Nama :Haryoto
Usia : 29 Tahun
Alamat : Solo
Pekerjaan : Free Lines
1. Berapa kali anda datang ke baduy?
Tiga Kali
2. Waktu kunjungan anda ke Baduy kapan saja?
Tahun 2012, 2013, 2014, awalnya aku Cuma sampe Ciboleger, tapi jadi
penasaran jadi ikut masuk
3. Apa kesan yang anda dapatkan saat mengunjungi suku baduy?
Unik, Suka melihat Baduy, masih menjaga nilai-nilai adat, alamnya
masih asri
4. Apa tujuan anda berkunjung ke Baduy?
Pengen Tau, main, dan mendampingi kawan-kawan karena aku open trip
143
5. Apakah saat anda berkunjung ke Baduy anda pernah memberikan sesuatu
pada suku Baduy?
iya suka ngasih makanan yang kita bawa, dimakan bareng-bareng,
ngasih nomor hape dan alamat juga
6. Apakah anda pernah mengeluarkan alat-alat modern dihadapan
masyarakat baduy?
Aku kalo di Baduy luar iya, kalo di baduy dalam kita enggak boleh kan
7. Bagaimana reaksi masyarakat Baduy terhadap barang-barang modern
yang anda miliki saat mereka melihatnya?
Biasa aja kalo masyarakat Baduy luar kayaknya ydah biasa Cuma kalo
masyarakat baduy dalam kita bisa memperhatikan ya mereka punya
ekspresi seperti penasaran kalo kita bawa barang-barang dari kota
8. Apakah ada perbedaan antara Baduy yang anda ketahui saat pertama
datang dan saat ini?
Banyak orang jualan mba kalo sekarang
9. Apakah anda memiliki kekhawatiran terhadap suku Baduy?
Ada khawatir kalo mereka jadi berubah karena banyak liat wisatawan,
takut ngerusak lingkungan
144
10. Apakah anda mengetahui bahasa yang digunakan oleh masyarakat Baduy
saat berbicara dengan sesamanya dari suku Baduy?
Kalo sesama orang Baduy mereka pake bahasa sunda
11. Menurut anda bagaimana cara mereka berkomunikasi dengan wisatawan?
sopan mereka ramah, kalo ngomong sama kita mereka ada yang pake
bahasa Indonesia
b. Nama : Njen
Usia : 28 Tahun
Alamat : Jakarta
Pekerjaan : Pegawai Swasta
1. Berapa kali anda datang ke baduy?
Empat kali
2. Waktu kunjungan anda ke Baduy kapan saja?
Tahun 2013, sisanya tahun 2014
3. Apa kesan yang anda dapatkan saat mengunjungi suku baduy?
Takjub, awalnya Cuma tau di buku SD akhirnya kesampean datang ke
Baduy tapi setelah beberapa kali ya sudah biasa.
145
4. Apa tujuan anda berkunjung ke Baduy?
Yang pertama kunjungan, sisanya open trip
5. Apakah saat anda berkunjung ke Baduy anda pernah memberikan sesuatu
pada suku Baduy?
Pernah, makanan yang kita bawa kita juga kasih ke mereka, tapi kalo
alama, nomor hape enggak karena pernah ada temen ngasih alamat
didatengin sama orang Baduy
6. Apakah anda pernah mengeluarkan alat-alat modern dihadapan
masyarakat baduy?
Kalo di Baduy dalem enggak, kalo di Baduy luar iya kita pake kayaknya
mereka udah biasa juga
7. Bagaimana reaksi masyarakat Baduy terhadap barang-barang modern
yang anda miliki saat mereka melihatnya?
Kayaknya biasa aja ya, udah terbiasa juga kan banyak banget wisatawan
yang kesini
8. Apakah ada perbedaan antara Baduy yang anda ketahui saat pertama
datang dan saat ini?
Gak ada yanng berubah paling tambah banyak warung
146
9. Apakah anda memiliki kekhawatiran terhadap suku Baduy?
Kekhawatiran sih enggak, kan mereka punya bekal untuk menjaga adat,
kan mereka tau hukum adatnya, untuk berubah maju ke arah modernitas
saya setuju mereka juga punya hak
10. Apakah anda mengetahui bahasa yang digunakan oleh masyarakat Baduy
saat berbicara dengan sesamanya dari suku Baduy?
Kayaknya pake bahasa sunda kasar ya
11. Menurut anda bagaimana cara mereka berkomunikasi dengan wisatawan?
Ya kalo ke kita sih pake bahasa Indonesia, terus mereka lebih jarang
ngobrol sih paling kalo ditanya jawab secukupnya
c. Nama : Nur Haedi
Usia : 26 Tahun
Alamat : Rangkas Bitung
Pekerjaan : Free Lines
147
148
149
150
d. Nama : Aulia Shofan Hidayat
Usia : 23 Tahun
Alamat : Tangerang Selatan
Pekerjaan : Mahasiswa
1. Berapa kali anda datang ke baduy?
Sekitar 3-4 kali
2. Waktu kunjungan anda ke Baduy kapan saja?
petama tahun 2012, terakhir 4-5 bulan lalu, ke baduy dalam 2 kali,
sisanya Cuma di Gazeboh
151
3. Apa kesan yang anda dapatkan saat mengunjungi suku baduy?
Biasa aja kalo di Baduy luar, tapi kalo di Baduy dalem emang kerasa
bedanya di Baduy
4. Apa tujuan anda berkunjung ke Baduy?
Pengen tau Baduy gimana, kan katanya suasananya beda banget,
masyarakatnya tradisional, tidak menerima budaya modern masuk ke
dalem Baduy
5. Apakah saat anda berkunjung ke Baduy anda pernah memberikan sesuatu
pada suku Baduy?
Mereka nanya alamat, tapi gak dikasih, soalnya mereka pasti nyamper ke
rumah, ngasih makanan ringan dan minuman ringan ke anak-anak Baduy
dalam, tapi ngasihnya di luar
6. Apakah anda pernah mengeluarkan alat-alat modern dihadapan
masyarakat baduy?
Kalo di Baduy luar ngeluarin kalo di Baduy dalem kan udah dibilangin
gak boleh, kalo di Baduy luar kita boleh pake handphone, kamera gitu,
masyarakat baduy luar juga udah biasa kayaknya, tapi kalo di Baduy
dalem gak boleh, jadi kalo ke Baduy dalem kita sama sekali gak keluarin
barang-barang itu.
152
7. Bagaimana reaksi masyarakat Baduy terhadap barang-barang modern
yang anda miliki saat mereka melihatnya?
Biasa aja kayaknya, soalnya udah sering liat kayaknya, kalo awal-awal
atau alat elektroniknya bentuknya unik ya mungkin penasaran
8. Kapan pertama kali anda berkunjung ke Baduy?
Tahun 2012
9. Apakah ada perbedaan antara Baduy yang anda ketahui saat pertama
datang dan saat ini?
paling Baduy udah kenal uang terus udah banyak pedagang
10. Apakah anda memiliki kekhawatiran terhadap suku Baduy?
Enggak sih kan mereka punya hukum adat, dan gimana pengawasannya,
dan menerapkan aturan adat
11. Apakah anda mengetahui bahasa yang digunakan oleh masyarakat Baduy
saat berbicara dengan sesamanya dari suku Baduy?
Sunda kasar mereka bahasa sehari-harinya
12. Menurut anda bagaimana cara mereka berkomunikasi dengan wisatawan?
Setau saya kalo ngomong bahasa Indonesia mereka sebagian bisa
sebagian gak bisa, mereka belajar dari wisatawan kayaknya soalnya kan
153
banyak banget wisatawan yang dateng dan sebagian besar gak bisa
bahasa Indonesia
e. Nama : Rizal Arthomi
Usia : 20 Tahun
Alamat : Cilegon
Pekerjaan : Mahasiswa
1. Berapa kali anda datang ke baduy?
Dua kali
2. Waktu kunjungan anda ke Baduy kapan saja?
Tahun 2011 pertama kali, tahun 2013 yang terakhir
3. Apa kesan yang anda dapatkan saat mengunjungi suku Baduy?
Unik sih, aneh karena Baduy dan luar Baduy kan beda, budaya, agama,
cara berpakaian beda
4. Apa tujuan anda berkunjung ke Baduy?
Ngerjain tugas SMA Antropologi dan materi kuliah Sosiologi
154
5. Apakah saat anda berkunjung ke Baduy anda pernah memberikan sesuatu
pada suku Baduy?
Paling ngasih uang, makanan, ya aku kasih buat mereka uang iyuran
kolektif, kalo makanan mereka yg nyiapin waktu itu kita udah mesen
6. Apakah anda pernah mengeluarkan alat-alat modern dihadapan
masyarakat Baduy?
Waktu itu kan bawa HP, kita keluarin di Baduy luar, kan gak boleh kalo
di Baduy dalam
7. Bagaimana reaksi masyarakat Baduy terhadap barang-barang modern
yang anda miliki saat mereka melihatnya?
Udah biasa, mereka udah sering lihat
8. Kapan pertama kali anda berkunjung ke Baduy?
Tahun 2011
9. Apakah ada perbedaan antara Baduy yang anda ketahui saat pertama
datang dan saat ini?
Ya paling sampah dan warung di Baduy dalam semakin banyak
10. Apakah anda memiliki kekhawatiran terhadap suku Baduy?
155
ada kekhawatiran karena banyak wisatawan, dan kayaknya bakal
berubah, tapi mereka punya hukum adat, semoga tidak berubah
11. Apakah anda mengetahui bahasa yang digunakan oleh masyarakat Baduy
saat berbicara dengan sesamanya dari suku Baduy?
Bahasa mereka sunda kasar
12. Menurut anda bagaimana cara mereka berkomunikasi dengan wisatawan?
Mereka kebanyakan jarang ngomong ya, Cuma kalo yang udah biasa
rumahnya jadi tempat menginap biasa nya mereka bisa pake bahasa
indonesia untuk ngobrol sama wisatawan
f. Nama : Shintya
Usia : 28 Tahun
Alamat : Bekasi
Pekerjaan : PT. Sinar Mas
1. Berapa kali anda datang ke baduy?
Tiga kali
2. Waktu kunjungan anda ke Baduy kapan saja?
Satu tahun yang lalu tahun 2013 sisanya tahun ini (2014)
156
3. Apa kesan yang anda dapatkan saat mengunjungi suku Baduy?
Unik sih, masih khas gitu
4. Apa tujuan anda berkunjung ke Baduy?
Open trip
5. Apakah saat anda berkunjung ke Baduy anda pernah memberikan sesuatu
pada suku Baduy?
Enggak sih, paling makanan kalo sisa kita tinggal
6. Apakah anda pernah mengeluarkan alat-alat modern dihadapan
masyarakat baduy?
kita gak ngeluarin barang-barang elektronik di baduy dalem, dan aku
selalu ingetin rombongan buat patuh sama peraturan itu
7. Bagaimana reaksi masyarakat Baduy terhadap barang-barang modern
yang anda miliki saat mereka melihatnya?
Biasa aja, mereka udah biasa kan udah sering liat
8. Kapan pertama kali anda berkunjung ke Baduy?
Tahun 2013
157
9. Apakah ada perbedaan antara Baduy yang anda ketahui saat pertama
datang dan saat ini?
Enggak ada bedanya, sama aja
10. Apakah anda memiliki kekhawatiran terhadap suku Baduy?
Mereka punya aturan adat, aku gak khawatir
11. Apakah anda mengetahui bahasa yang digunakan oleh masyarakat Baduy
saat berbicara dengan sesamanya dari suku Baduy?
Sunda Kasar
12. Menurut anda bagaimana cara mereka berkomunikasi dengan wisatawan?
mereka lebih sopan daripada kita, kalo mereka ngomong sama kita dan
bisa bahasa Indonesia ya pake bahasa Indonesia

Akademisi UNTIRTA
a. Nama : Prof. Dr. H. Sihabuddin, M.Si
Usia : 53 Tahun
Alamat : Serang
Pekerjaan : Akademisi Untirta
158
1. Kapan pertama kali bapak berkunjung ke Baduy?
Tahun 2006
2. Kenapa bapak tertarik mengunjungi suku Baduy?
Awalnya baca-baca seperti yang lain, dan ada wisata budaya, terus
waktu kuliah di UNPAD prof. Yudistira orang Ciamis neliti Baduy, tapi
orang Banten gak ada, yaudah saya neliti Baduy
3. Sudah berapa kali bapak datang ke Baduy?
Sering ke Jaro Dainah, kalo ke Dalem udah 5 kali
4. Bagaimana suku Baduy saat bapak pertama kali datang kesana?
Ya berbeda sama kita, mereka masih khas lah
5. Apakah ada perubahan sikap suku Baduy saat bapak mengunjungi
mereka dari yang pertama sampai yang terakhir?
Hampir sama, ya dampak dari wisata budaya, yang banyak datang
kesana gak ada aturan, gak ada SOP kayaknya, kemaren ngobrol sama
jaro, mereka jadi terganggu, mereka dapet tagihan dispenda, tagihan
retribusi
6. Apakah bapak mengetahui sejak kapan Baduy dijadikan objek
pariwisata?
Tahun 1990 dimulai saba Budaya
159
7. Bagaimana cara bapak berkomunikasi dengan suku Baduy?
Ya biasa aja, kalo bahasa pake bahasa Sunda, mereka juga terbuka
8. Bagaimana timbal balik suku Baduy saat berkomunikasi dengan bapak?
(bagaimana komunikasi simbolik mereka)
Biasa saja, sudah sering kesana tapi waktu pertama ya mereka tidak
seterbuka sekarang
9. Apakah bapak pernah memberi sesuatu kepada suku Baduy saat bapak
berkunjung?
Ya udah sering paling kasih uang alakadarnya
10. Apakah bapak pernah memberikan alamat tempat tinggal bapak kepada
suku Baduy?
Ya mereka tau, soalnya saya kan pernah buat buku itu
11. Biasanya dengan siapa saja bapak berkunjung ke Baduy?
Sama dosen-dosen Untirta pernah, sendiri pernah, sama kawan-kawan
pernah
12. Bagaimana prosedural di Baduy dalam menerima wisatawan?
160
Gak ada SOP, jadi Cuma ketemu Jaro Dainah terus isi absensi aja
13. Apakah bapak pernah melakukan penelitian terkait Baduy?
Iya pernah, kan saya pernah bersama pak Asep sama ayah Mursid juga
buat Saatnya Baduy Bicara
14. Apakah bapak memiliki kekhawatiran terhadap perkembangan suku
Baduy?
Iya khawatir sih ada, Cuma semoga aturan adat mereka selalu buat
mereka bertahan
b. Nama : Aliyth Prakarsa, S.H., M.H.
Usia : 35 Tahun
Alamat : Serang
Pekerjaan : Akademisi Untirta
1. Kapan pertama kali bapak berkunjung ke Baduy?
Pertama kali berkunjung sekitar tahun 1996an
2. Kenapa bapak tertarik mengunjungi suku semi Primitif Baduy?
Saya kurang sependapat dengan penyebutan „suku semi Primitif Baduy‟
sekalipun ada kata „semi‟ disitu, karena setiap kebudayaan pasti memiliki
161
keluhuran masing-masing, sementara pemberiaan kategori primitive itu
dari sudut pandang orang barat yang sellalu merasa superior dengan
tingkat
peradaban
mereka.
Orang-orang
Barat
(Eropa) menilai
peradaban budaya di luar daerah mereka masuk dalam peradaban yang
liar, kolot, bodoh, terbelakang, selalu dinilai inferior (di bawah)
peradaban Eropa. Baduy memiliki keluhuran budaya tersendiri yang luar
biasa, konsistensi kepatuhan terhadap hukum adat yang membuat saya
selalu tertarik dengan kebudayaan Baduy.
3. Sudah berapa kali bapak datang ke Baduy?
Sudah lupai saya pernah mengunjungi Baduy, mungkin lebih dari 20 kali
4. Bagaimana suku Baduy saat bapak pertama kali datang kesana?
Kebersahajaan, keramahan penerimaan mereka terhadap siapa pun yang
datang, alam yang asri, suasana perkampungan yang tenang, damai, air
yang jernih, udara yang segar. Masih sama seperti yang saya rasakan
hingga terakhir berkunjung ke Baduy
5. Apakah ada perubahan sikap suku Baduy saat bapak mengunjungi mereka
dari yang pertama sampai yang terakhir?
Pada prinsipnya tidak ada perbedaan yang mencolok yang terjadi dalam
masyarakat Baduy terutama dalam hal keyakinan dan kepatuhan ter
hadap hukum adat mereka. Tapi sebelum membahas hal tersebut, harus
162
kita bedakan antara Baduy Dalam dan Baduy Luar dalam hal perubahan
karena masing-masing mempunyai kararteristik dan ketat/longgarnya
terhadap hukum adat.
Bagi saya terciptanya dua Baduy (Dalam – Luar) ini merupakan sebuah
system pertahanan sosial yang sangat cerdas sekali, dalam hal menyikapi
perubahan. Baduy Dlam yang terikat kuat dengan aturan adat, dimana
aturan tertinggi mereka „Nu buyut teu meunang dirombak‟
mungkin
secara sederhananya dapat diartikan „Apa yang telah ditentukan oleh
leluhur tidak dapat dirubah‟ maka dapat kita lihat dalam masyarakat adat
Baduy Dalam hampir tidak terlihat perubahan komitmen terhadap hukum
adat, kebudayaan, sikap, prilaku setiap warga Baduy Dalam.
Sementara Baduy Luar yang bisa kita nilai berfungsi sebagai system filter
perubahan sosial memang di-desain untuk lentur terhadap perubahan,
namun tetap dalam batas-batas tertentu sepanjang koridor hukum adat.
Masyrakat Baduy Luar yang tidak terlalu ketat sebagiamana dalam aturan
hukum adat baduy dalam diperbolehkan mengikuti perubahan jaman misal
dalam hal pakaian, pola pikir, kemampuan berniaga, dan benda
kepemilikan.
Entah apa jadinya jika tidak ada Baduy Luar atau hanya ada satu Baduy
yang banyak orang kunjungi sebatas dalam wilayah baduy luar saja,
mungkin kita tidak dapat melihat lagi wajah asli baduy yang
sesungguhnya (dalam hal pengunaan pakaian khususnya).
163
6. Apakah bapak mengetahui sejak kapan Baduy dijadikan objek pariwisata?
Saya tidak tahu kapan Baduy menjadi objek pariwisata tapi saya lebih
menyukai menyebutnya sebagai tujuan belajar (destination of study)
karena bagi saya „semua orang itu guru, alam raya sekolahku‟ dimana
saja kita bias belajar, kepada siapa saja kita bisa menggali ilmu, di Baduy
lah kita dapat belajar konsistensi, kebersahajaan hidup, keseimbangan
hidup, pelestarian budaya-alam, banyak hal. Sementara jika disebut objek,
seolah masyarakat baduy sama halnya dengan pantai atau pusat
perbelanjaan, dimana semua orang bisa datang dan pergi tanpa
mendapatkan sesuatu kecuali kepuasaan telah sampai pada objek
pariwisata belaka. Merugilah jika ada orang yang tidak mendapatkan
ilmu sepulang dari baduy.
7. Bagaimana cara bapak berkomunikasi dengan suku Baduy?
Tidak ada permasalahan komunikasi antara saya pribadi atau pun
pendatang lain dengan masyarakat baduy, karena mereka sudah paham
dengan bahasa pemersatu kita yaitu Bahasa Indonesia, terlebih saya pun
menguasai bahasa sunda pergaulan sehingga hampir tidak ada
permasalahan dengan komunikasi. Namun tetap untuk menghormati tokoh
adat setempat, kita harus pamit terlebih dahulu dan menjelaskan maksud
kedatangan kita jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan maka
keberadaan kita di wilayah adat baduy sudah diketahui dan pada
prinsipnya masyarakat baduy akan bertanggungjawab secara penuh
164
terhadap semua tamu yang berkunjung karena mereka memuliakan setiap
orang yang datang dengan penerimaan kebersahajaan mereka. Ada hal
menerik dalam masyarkat baduy ketika kita bertanya dengan masyarakat
baduy sepanjang pengetahuannya mereka pasti akan menjawab, namun
ada hal ketika pertanyaannya berkaitan dengan hukum adat yang lebih
terinci maka setiap warga baduy akan menjawabnya dengan “hampura,
kami mah teu wasa” bahwa mereka menyadari kapasitas mereka dalam
menyampaikan informasi detail tersebut, bukan berarti mereka tidak
mengetahui tetapi ada yang lebih berwenang untuk menjelaskan yaitu
para tokoh adat seperti Puun, Jaro, Wakil Jaro dan perangkat adat
lainnya.
8. Bagaimana timbal balik suku Baduy saat berkomunikasi dengan bapak?
(bagaimana komunikasi simbolik mereka)
Saya jawab sekalian dalam pertanyaan di atas
9. Apakah bapak pernah memberi sesuatu kepada suku Baduy saat bapak
berkunjung?
Ya, saya pernah memberi sesuatu sebatas penghormatan dan wujud
terimakasih saya karena telah sangat membantu saya dalam setiap
program kerja bahkan membantu saya menyelesaikan study S2 saya
165
10. Apakah bapak pernah memberikan alamat tempat tinggal bapak kepada
suku Baduy?
Tidak pernah
11. Biasanya dengan siapa saja bapak berkunjung ke Baduy?
Saya pernah mendapatkan program PKSA dari Kementerian Sosial
selama tiga tahun maka saya intensif berkunjung ke baduy bersama
pengurus Lembaga Perlindungan Anak Banten, beberapa kali dengan
kawan-kawan dari Komunitas Sejarah Banten, rombongan mahasiswa,
dan menemani kawan-kawan backpacker
12. Bagaimana prosedural di Baduy dalam menerima wisatawan?
Tidak ada procedural yang rumit di baduy dalam menerima pengunjung
sebagaimana telah saya jelaskan di atas (no.7) yang terpenting dalam
lapor kehadiran kepada Jaro Dainah sekedar mengetahui keberadaan dan
maksud tujuan dan yang terpenting pada saat itu Jaro Dainah
berkesempatan untuk menjelaskan hukum adat baduy secara singkat agar
diketahui oleh setiap pengunjung, setelah itu diserahkan pada setiap
pengunjung/rombongan untuk berkeliling/menginap hanya di sekitar
baduy luar saja, namun untuk menuju baduy dalam dianjurkan untuk
meminta
pertolongan
guide
dari
mengingatkan medan yang ditempuh.
warga
baduy
dalam
karena
166
CATATAN HASIL PRA PENELITIAN
April 2014
Peneliti mengunjungi Baduy untuk pertama kalinya, dan untuk tujuan
penelitian, setelah tiba dipintu masuk Baduy, peneliti mengetahui bahwa batas
wilayah Baduy luar dengan luar Baduy tidak ada pagar ataupun sesuatu yang
menandakan peneliti sudah memasuki tanah ulayat.
Peneliti datang bersama rombongan pencinta alam, namun rombongan kami
mendapatkan seorang pendamping yang berasal dari Baduy dalam bersama
anaknya yang berusia kira-kira 9 tahun. Saat itulah peneliti mengetahui bahwa
untuk masuk ke Baduy wisatawan bisa menggunakan jasa antar.
Saat itu peneliti hanya berkunjung sampai Gazeboh atau Baduy luar.
Pemandangan pertama yang peneliti lihat adalah beberapa ibu-ibu yang menenun
kain khas Baduy, dan banyaknya kios-kios dagang barang-barang khas Baduy.
Beberapa meter berjalan peneliti mulai masuk ke pemukiman masyarakat
Baduy dan melihat aktivitas mereka. Peneliti kaget, karena ternyata kehidupan
masyarakat Baduy luar dengan masyarakat luar Baduy tidak jauh berbeda, mereka
sudah banyak menggunakan alat-alat modern seperti telepon genggam, radio,
peralatan rumah tangga yang modern, pakaian yang modern, alas kaki, dan lainlain. Orang Baduy luar juga seperti sudah terbiasa dengan barang-barang modern
yang kami bawa, seperti kamera Slr, telepon genggam, dan laptop, karena
167
ekspresi mereka saat peneliti dan kawan-kawan dari rombongan pencinta alam
menggunakan barang-barang modern tersebut tidak menunnjukkan adanya rasa
penasaran.
Akan tetapi apa yang dipakai oleh masyarakat Baduy luar berbeda dengan
Baduy dalam, peneliti melihat penampilan pemandu, yang berasal dari Baduy
dalam, dia tidak menggunakan alas kaki. Anaknya yang berusia sekitar 9 tahun
mengeluarkan ekspresi penasaran kepada alat-alat modern yang peneliti dan
rombongan gunakan, ekspresi tersebut berupa lirikan mata yang sangat sering
melemparkan pandang kepada alat-alat modern milik wisatawan, dan sikap diam
karena anak tersebut sepertinya hanya menyimpan rasa penasaran didalam
pikirannya. Namun sang ayah yang menjadi pendamping rombongan peneliti pun
mengeluarkan ekspresi yang biasa saja seperti orang Baduy luar, peneliti
berasumsi bahwa mungkin karena dia bekerja sebagai pendamping jadi sudah
tidak anaeh dengan barang-barang modern.
Peneliti dan rombongan bermalam di salah satu rumah warga di Baduy luar,
karena saat itu peneliti bersama rombongan, jadi yang menyiapkan perbekalan
juga rombongan. Pada saat makan malam, bekal yang dibawa diserahkan kepada
pemilik rumah untuk dimasak, dan dimakan bersama-sama, disini peneliti
mengetahui bahwa orang Baduy dalam juga bisa dan boleh makan makanan istan
dan modern.
168
Juli 2014
Peneliti berkunjung kembali ke Baduy untuk mengetahui perkembangan, kali
ini peneliti berkunjung ke Baduy bersama salah seorang dosen FISIP UNTIRTA
yang kebetulah sedang melakukan penelitian juga. Ibu dosen ini memberi tahu
peneliti kalau untuk datang ke Baduy kita harus membawa oleh-oleh (makanan)
untuk mereka dan membawa perbekalan makanan juga untuk kita. Peneliti belum
mengetahui pada saat itu apakah ini adat dan budaya ibu dosen atau adat dan
budaya Baduy.
Dikunjungan kedua ini peneliti mengetahui bahwa ternyata untuk masuk ke
Baduy dipungut biaya masuk sebesar Rp 5000,- per orang. Dan kali ini kami
didampingi oleh pendamping yang sudah menjadi kenalan dari ibu dosen. Kami
bermukim dirumah anak dari wakil jaro dalam yang bernama ayah mursid. Anak
dari ayah mursid (wakil jaro Cibeo) tinggal di Baduy luar. Ada suguhan khas
masyarakat Baduy untuk para pengunjung, yaitu gula aren.
Saat sampai dan memasuki rumah Mursid (anak dari ayah Mursid), peneliti
melihat ada beberapa foto yang terpajang didinding rumah yang terbuat dari
anyaman bambu tersebut. Dalam salah satu foto, menggambarkan pertemuan ayah
Mursid sebagai wakil Jaro dengan presiden SBY. Juga melihat beberapa kalender
yang memiliki lambang kepartaian.
Pada sore harinya banyak orang Baduy dalam yang datang ke rumah yang
kami singgahi, ternyata mereka adalah orang-orang Baduy dalam yang bekerja
169
menjadi pendamping wisatawan. Mereka bermalam juga di rumah anak ayah
Mursid.
Pada malam harinya kami berbincang-bincang tentang Baduy, peneliti
kemudian mengetahui bahwa mereka pernah mengunjungi wisatawan keluar
Baduy dengan berjalan kaki dan tanpa alas kaki, karena menggunakan alas kaki
dan naik kendaraan dilarang oleh aturan adat Baduy. Peneliti mengetahui bahwa
mereka pernah memasuki Mall-Mall besar di Jakarta dan sekitarnya seperti
Taman Anggrek, Alam Sutera, dan lain-lain. Disini peneliti mengetahui
bagaimana mereka sebenarnya tertarik dengan keadaan diluar alam Baduy, karena
saat mendengar cerita mereka yang tentang kunjungan ke tempat wisatawan,
ekspresi wajah mereka seperti penuh kepuasan dan kegembiraan mengetahui dan
merasakan sebuah hal yang baru. Peneliti juga mengetahui bahwa orang Baduy
dalam memang dilarang memiliki telepon genggam, namun mereka tidak dilarang
jika hanya menggunakan.
Keesokan paginya peneliti berbincang-bincang dengan ayah Mursid,
pembahasan perbincangan kami seputar Baduy, peneliti bertanya tentang salah
satu foto yang terpajang di dinding rumah. Ayah Mursid bercerita, bahwa dia
memang pernah ke Jakarta dan bertemu langsung dengan Presiden SBY dalam
rangka melestarikan adat Baduy, dalam perbincangan ini peneliti juga mengetahui
bahwa ayah Mursid bisa sedikit berbahasa Inggris.
Setelah hendak pulang, peneliti baru mengetahui bahwa harga sewa rumah
permalam ternyata dipatok Rp 100.000,- dan harga pendamping tidak dipatok.
170
Pedoman Observasi
Observasi yang dilakukan peneliti adalah dengan memasuki lingkungan Suku
Baduy dan mengamati secara detail tentang bagaimana fenomena komunikasi
yang terjadi antara masyrakat suku Baduy dengan wisataan atau yang digunakan
sebagai sumber data penelitian. Berikut adalah hal yang di amati oleh peneliti
untuk melengkapi data-data yang diperlukan dalam penelitian ini.
1. Komunikasi Internal masyarakat suku Baduy
2. Komunikasi sosial masyarakt suku Baduy dengan wisatawan
3. Komunikasi verbal dan non verbal masyarakat suku baduy dengan
wisatawan
4. Bagaimana proses komunikasi antar budaya yang terjadi antara
masyarakat suku Baduy dengan wisatawan
5. Perubahan
yang
terjadi
pada
masayrakat
suku
berkomunikasi dengan wisatawan secara terus menerus
baduy
setelah
171
Catatan Hasil Observasi
Pada tanggal 01-02 Nopember 2014
Peneliti melakukan observasi ke Baduy dan dan mengamati bagaimana
masyarakat Baduy berkomunikasi dengan wisatawan. Ketika ada wisatawan yang
berkunjung, ada beberapa masyarakat Baduy dalam dan luar yang menawarkan
jasa pendampingan untuk masuk kedalam Baduy. Jasa pendampingan ini selain
untuk mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya,
juga
dianggap suatu perbuatan menolong wisatawan, karena banyak dan rumitnya jalan
yang ada di Baduy, maka dikhawatirkan para wisatawan akan tersesat.
Saat dicari asal mula masyarakat suku Baduy menjadi pendamping adalah
sejak ramainya wisatawan yang datang ke Baduy dan membutuhkan pertolongan
untuk didampingi saat masuk ke dalam wilayah Baduy. Peneliti mengetahui para
pendamping tidak mematok harga pada wisatawan untuk jasa pengantarannya,
namun wisatawan selalu memberi bayaran kepada mereka dalam setiap
pendampingan.
Biasanya para pendamping sudah memiliki wisatawan “langganan” yang
ketika hendak berkunjung ke Baduy sudah melakukan komunikasi dengan orang
Baduy yang bekerja sebagai pendamping. Karena ada aturan adat yang melarang
orang Baduy dalam untuk menggunakan alat komunikasi modern seperti telepon
genggam, maka mereka bekerjasama dengan masyarakat luar Baduy yang tinggal
172
disekitar Ciboleger dalam menyambungkan komunikasi antara wisatawan dan
pendamping. Larangan adat tersebut tidak berlaku untuk orang Baduy luar.
Peneliti juga mengetahui bahwa untuk mengunjungi Baduy dipungut biaya
administrasi sebesar Rp 2.500,- untuk anak sekolah dan Rp 5.000,- untuk
pegawai, dll.
Orang-orang Baduy dalam maupun luar hampir seluruhnya sudah mengerti
bahasa Indonesia. hal ini terjadi bukan karena suku Baduy bertempat dinegara
kesatuan republik Indonesia, akan tetapi mereka dapt mengerti dan berbicara
menggunakan bahasa indonesia karena banyaknya jumlah wisatawan yang datang,
dan banyak wisatawan itu juga yang tidak mengerti bahasa yang digunakan
masyarakat Baduy yaitu bahasa Sunda. Maka masyarakat Baduy yang memiliki
perawakan yang cerdas, mengamati dan mempelajari bahasa Indonesia dan
akhirnya dapat mengerti dan menggunakannya untuk berkomunikasi dengan
wisatawan. Bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi sesama orang Baduy
adalah bahasa Sunda.
Peneliti juga mengetahui bahwa meskipun masyarakat suku Baduy bukan
beragama Islam, nasrani, budha, hindu, katolik, konghucu, namun mereka
menghargai keberagaman agama dan menerima dengan baik para penganutnya,
serta memperbolehkan wisatawan yang berbeda agama dengan mereka untuk
melakukan ibadah.
Dalam berkomunikasi dengan wisatawan masayrakat suku Baduy banyak yang
sudah mampu menggunakan bahasa Indonesia.
173
Pada tanggal 08-09 Nopember 2014
Peneliti menyadari bahwa banyak wisatawan yang tidak memahami bahasa
yang digunakan orang Baduy dalam berbicara, karena itu masyarakat suku Baduy
mengalah dan mulai mempelajari bahasa Indonesia. Peneliti juga mengetahui
bahwa bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Baduy adalah bahasa sunda
kasar, namun peneliti melihat meskipun bahasa yang digunakan adalah bahasa
sunda kasar masyarakat suku Baduy tetap ramah dan sopan dalam berbicara.
Peneliti juga menyadari setiap wisatawan yang berkunjung selalu membawa
kebiasaannya dari luar Baduy, seperti alat-alat elektronik canggih, makananmakanan ringan, pakaian, bahasa sehari-hari, yang tentunya berbeda dengan
kebiasaan yang ada di Baduy. Para wisatawan juga memberikan makanan yang
tergolong makanan dan minuman produksi modern (ciki, biskuit, pop mie, mie
instan, teh kotak, minuman kaleng, minuman soda, dll) sebagai buah tangan untuk
masyarakat Baduy.
Para wisatawan biasa bermalam dengan menyewa rumah-rumah penduduk
Baduy, dalam aturan adat Baduy wisatawan bebas berkunjung kapan saja, hanya
untuk waktu menginap dibatasi hanya 24 jam saja. Wisatawan bebas
menggunakan alat elektronik dihadapan masyarakat Baduy selama tidak
melanggar aturan adat.
Pada minggu kedua ini, peneliti menyadari bahwa ketika wisatawan
mengeluarkan barang-barang elektonik modern (telepon genggam, kamera,
174
laptop, dll) beberapa masyarakat Baduy masih mengeluarkan ekspresi penasaran
terhadap barang-barang tersebut, namun kebanyakan dari mereka mengeluarkan
ekspresi biasa saja, seperti sudah terbiasa dengan barang-barang tersebut.
Peneliti mengetahui bahwa setiap ada wisatawan yang mengeluarkan barangbarang modern ada ekspres penasaran atau ketertarikan pada masyarakat suku
Baduy, seperti mereka selalu melirik ke arah benda-benda modern tersebut. Hal
ini termasuk kategori komunikasi non verbal yang terjadi pada masyarakat suku
Baduy.
Pada Tanggal 15-16 Nopember 2014
Peneliti mengetahui bahwa di Baduy memang tidak ada sekolah formal, namun
masyarakat Baduy bisa belajar secara Non formal diwaktu-waktu senggangnya,
juga tidak memiliki sarana kesehatan seperti puskesmas atau rumah sakit, karena
masyarakat Baduy menggunakan hasil alam untuk obat-obatan, namun juga tidak
menutup bila ada bidan atau dokter yang ingin menolong masyarakat Baduy yang
melahirkan atau sakit parah.
Peneliti juga mengetahui bahwa Puun bisa mengeluarkan amanat untuk
disampaikan kepada masyarakat Baduy melalui Jaro Tujuh, bila Puun
mendapatkan “Ilham” dari proses bertapanya. Peneliti juga mengetahui bahwa
banyak larangan-larangan yang bisa dilonggarkan bila sudah ada persetujuan dari
Puun. Misalkan soal makanan hasil produksi modern yang boleh dimakan oleh
175
orang Baduy baik Baduy luar maupun Baduy dalam, alat-alat masak yang terbuat
dari kaca, logam, dll.
Pada Tanggal 22-23 Nopember 2014
Peneliti mengetahui bahwa wisatawan yang berkunjung ke Baduy dari
berbagai kalangan, anak sekolah, mahasiswa dan pekerja yg sedang liburan,
peneliti, turis asing, dll.
Peneliti juga mengetahui bahwa sudah banyak yang berubah dan hilang dari
kebiasaan hidup suku Baduy, misalkan alat-alat musik khas Baduy seperti
Karinding yang sudah punah dan hanya satu orang warga Baduy dalam Kampung
Cibeo yang masih bisa membuat dan memainkannya, Kecapi, yang sudah jarang
yang memiliki dan memainkannya, angklung, suling, sudah jarang dimainkan oleh
masyarakat suku Baduy. Perubahan tersebut peneliti ketahui sudah sejak sekitar
20-30 tahun yang lalu.
Pada Tanggal 29-30 Nopember 2014
Di Akhir penelitian saat peneliti mencari data soal jumlah penduduk dan
jumlah pengunjung, peneliti mengetahui bahwa jumlah penduduk yang ada di
Baduy adalah 11.275 orang, 1460 adalah masyarakat Baduy dalam, dan sisanya
9.815 adalah masayrakat Baduy luar. Dengan jumlah pengunjung pertahun sekitar
3500-5000 pengunjung. Pada tahun 2014 jumlah pengunjung sampai pertengahan
176
bulan desember adalah +/- 3500 orang. Pada saat ini juga peneliti mengetahui
bahwa struktural Jaro Pemerentah diluar adalah yang memiliki kewenangan
menerima dan mengeluarkan surat dari Baduy.
177
DOKUMENTASI
Peneliti dan Jaro Dainah
Patung Selamat Datang Baduy
Bentuk Ladang di Baduy
Danau di Baduy Luar
Kampung Baduy Luar
Peneliti bersama Ayah Mursid
Struktur Pemerintahan Baduy
Wisatawan dan Orang Baduy dalam
178
Leuwit
Wisatawan Baduy
Pendamping wisatawan
Ekspresi wisatawan bersama satu orang Baduy luar (kiri) dan dua orang Baduy
dalam (ayah dan anak) sedang melihat video melalui telepon genggam
Anak-anak Baduy dalam sedang menonton televisi disebuah warung makan
Peneliti dengan salah satu Informan wisatawan
179
Daftar Pengunjung Baduy Tahun 2014
180
181
182
183
Aturan Wisatawan Suku Baduy
184
Kategorisasi Komunikasi Masyarakat Suku Baduy dengan
Wisatawan
NO
Jenis
Komunikasi
(1)
Orang Baduy Orang Baduy
dalam
Luar
(2)
(3)
Pemerintah
Baduy
(4)
Wisatawan
(5)
Akademisi
(6)
1.
a. Komunikasi
Internal
Masyarakat
suku Baduy
Asmin :
kalo ngomong
ke sesama
pake sunda
kasar
Udil :
kami kalau
berbicara
sehari-hari
pakainya
bahasa sunda
kasar kalo
orang Baduy
mah
Saiful :
bicara
menggunakan
bahasa sunda Sali :
kasar
Bahasa sunda
iyeu kasar
Karman :
sehari-hari
pake sunda
kasar kalo
bicara
b. Komunikasi
Sosial
Masyarakat
suku Baduy
Asmin :
kalo dengan
wisatawan ya
sedikit sedikit
bisa pake
bahasa
Indonesia
Saiful :
Ngikuti saja
kalo
Udil :
Kalo ngomong
ke wisatawan
pake bahasa
Indonesia kalo
yang mengerti,
ya kami juga
harus sopan
dan ramah
Mursid :
kami kalo untuk
bicara sehari hari
dengan sama
sama orang
Baduy pakainya
sunda kasar
bahasanya
Dainah :
untuk bahasa
kami pakai
Sunda kasar
Haryoto :
kayaknya
mereka pake
sunda ya
Njen :
kalo orang
Baduy
ngomongnya
pake bahasa
sunda kasar
kalo yang aku
tau
Prof.
Sihabuddin :
orang Baduy
kalau ke sesama
bicaranya pake
bahasa Sunda
kasar
Aulia :
Sesama Baduy
pake sunda
kasar
Mursid :
Jika bicara
dengan
wisatawan,
pengunjung
kami biasa pakai
bahasa Indonesia
sebab wisatawan
kebanyakan
tidak bisa
berbicara bahasa
Rizal :
Sunda,
sundanya sunda
kasar kalo
orang Baduy
Haryoto :
Kalo ngomong
sama kita ada
yang pake
bahasa
Indonesia ada
yang enggak,
tapi mereka
sopan, mungkin
karena biasa
hidup seperti itu
Prof Sihab :
Untuk
berkomunikasi
dengan diluar
suku mereka
pake bahasa
Indonesia, ini
juga salah satu
perubahan
bentuk
kemajuan untuk
185
pengunjung
bahasa
indonesia
kami bahasa
Indonesia
kalo
pengunjung
bisa bahasa
Sunda ya
kami seperti
biasa pake
bahasa Sunda
Karman :
Ya kalo
ngomong ke
pengunjung
biasa pake
bahasa
Indonesia, kan
sekarang
sudah banyak
jadi banyak
kami juga bisa
bahasa
Indonesia
Sali :
Nu bahasa
indonesia loba
bisa
Sunda. Tentu
kami selalu
mengingat
perintah leluhun
untuk sopan dan
ramah kepada
setiap manusia
masyarakat
Njen :
Baduy
Kalo ngomong
ke kita itu pake
bahasa
Indonesia
Aulia :
Dainah :
Kebanyakan sih
Karena
kalo dibaduy
kebutuhan
luar udah bisa
wisatawan dan
bahasa
orang luar
Indonesia jadi
Baduy, maka
kita juga pake
kami belajar
bahasa
bahasa Indonesia Indonesia, tapi
supaya bisa
kalo di Baduy
berbicara dengan dalem
mereka,
banyaknya gak
kebanyakan
ngerti bahasa
kami juga belajar Indonesia jadi
dari wisatawan kita minta di
untuk bisa
terjemahin ke
berbahasa
bahasa sunda
Indonesia
sama tour guide
nya.
Rizal :
Ya ngomong
bahasa
Indonesia kalo
sama wisatawan
kaya kita
c. Komunikasi
verbal
masyarakat
suku Baduy
dengan
wisatawan
Haryoto :
mereka kaya
biasa kalo
ngobrol sama
kaya kita Cuma
beda bahasa aja,
tapi mereka
juga udah pake
bahasa
Indonesia
Prof Sihab :
Mereka bicara
dengan orangorang diluar
mereka seperti
kita, pakai
bahasa Sunda
atau Indonesia
tapi semuanya
menjaga sopan
santun.
186
Njen : untuk
bicara mereka
ada yang lancar
ada yang
enggak pake
bahasa
Indonesia tapi
jarang mereka
ngobrol sama
wisatawan
keliatannya
Aulia : kalo
untuk bahasa
verbal ya
ngobrol kaya
kita biasa aja
d. Komunikasi
Non verbal
masyarakat
suku Baduy
dengan
wisatawan
Haryoto : kita
bisa
memperhatikan
ya mereka
punya ekspresi
seperti
penasaran kalo
kita bawa
barang-barang
baru dari kota
Aulia :
Sering sih
ngeliat ada
ekspresiekspresi kaya
penasaran, atau
kaya takut gitu
Haedi :
Pernah waktu
didampingi
sama orang
Baduy dalam
dan anaknya,
bapaknya biasa
aja tapi anaknya
Prof Sihab :
Pati gak jauh
beda dengan
yang saudari
Nisa lihat
disana, mereka
punya
kecemasan saat
berkomunikasi
dengan orangorang luar
Baduy
187
rautnya
penasaran, tapi
selalu dihalau
bapaknya biar si
anak gak kaya
gitu, kayaknya
si bapak
khawatir
anaknya gak
sopan sama
wisatawan
e. Perubahan
Masyarakat
Baduy
setelah berkomunikasi
dengan
wisatawan
secara terus
menerus
Asmin : kami
seperti ini
sekitar 20
tahun. Setelah
wisatawan
datang,
banyak dari
kami yang
mulai berubah
Saiful :
Sekitar 15
tahun yang
lalu sebelum
banyak
wisatawan,
kami hidup ya
masih biasa,
belum makan
yg seperti
mie, mungkin
karena
kehidupan
diluar sudah
maju jadi
Baduy ikut
maju.
Udil :
Ini kemajuan
buat Baduy
karena dulu
waktu Udil
kecil masih
gak ngerti apaapa masih
Cuma
berladang
sama ayah
Udil,
Mursid :
ya dulu diluar
juga belum
modern kalo di
Baudy mungkin
baru sejak Saba
Baduy kita
banyak dateng
kesini
pengunjung,
masyarakat
Baduy juga bisa
banyak tau dari
wisatawan
Aulia :
bedanya Baduy
sih sama aja
kayaknya
soalnya kan
saya ke sini
beberapa kali
dalam waktu
dua tahun jadi
gak banyak
yang berubah,
paling tambah
banyak
pedagang aja.
Rizal :
paling keliatan
jumlah
pedagang di
Baduy dalam
yang semakin
Banyak
Prof Sihab :
Ya itulah sejak
saba budaya,
banyak
wisatawan yang
masuk akhirnya
seperti yg kita
tau dari segi
pakaian,
makanan,
bahasa, mereka
berangsurangsur modern
meskipun
mereka
berusaha
membatasi diri
dari modernitas
188
BUKTI INFORMAN
Bukti menjadi
Informan
No
Nama
Kategorisasi
1
Ayah Asmin
Orang Baduy
Dalam
Catatan wawancara
tertulis, foto
bersama informan
2
Ayah Serat
Orang Baduy
Dalam
Catatan wawancara
tertulis
3
Ayah Saiful
Orang Baduy
Dalam
Catatan wawancara
tertulis
Keterangan
Dalam catatan
tidak ada tanda
tangan informan,
tidak ada
rekaman, hal ini
berkaitan dengan
larangan adat dan
keterbatasan
informan dalam
hal tulis menulis.
Informan adalah
pendamping
peneliti saat di
Baduy yang
berstatus sebagai
penduduk Baduy
dalam
Dalam catatan
tidak ada tanda
tangan informan,
tidak ada
rekaman, hal ini
berkaitan dengan
larangan adat dan
keterbatasan
informan dalam
hal tulis menulis,
informan
merupakan orang
Baduy dalam dan
ditemui di Baduy
dalam.
Dalam catatan
tidak ada tanda
tangan informan,
tidak ada
rekaman, hal ini
berkaitan dengan
larangan adat dan
keterbatasan
informan dalam
hal tulis menulis,
informan
merupakan orang
Baduy dalam dan
189
4
Ayah Karman
Orang Baduy
Dalam
Catatan wawancara
tertulis
5
Ayah Sali
6
Udil
7
Jaro Dainah
Orang Baduy
Luar
Orang Baduy
Luar
Pemerintah
Baduy
8
Wakil Jaro Mursid
Pemerintah
Baduy
9
Haryoto
Wisatawan
Foto dan Rekaman
wawancara
Foto dan Rekaman
wawancara
Foto bersama dan
rekaman
wawancara
Foto bersama dan
rekaman
wawancara
Catatan tertulis
bertandatangan,
dan nomor telepon
(081802568445)
10
Njen
Wisatawan
Catatan tertulis
bertandatangan,
dan nomor telepon
(082110131420)
ditemui di Baduy
dalam.
Dalam catatan
tidak ada tanda
tangan informan,
tidak ada
rekaman, hal ini
berkaitan dengan
larangan adat dan
keterbatasan
informan dalam
hal tulis menulis,
informan
merupakan orang
Baduy dalam dan
ditemui di Baduy
dalam.
Informan
merupakan
wisatawan yang
ditemui dan
diwawwancarai di
Baduy dalam
karena hal
tersebut peneliti
tidak
mendapatkan
bukti audio
maupun visual
Informan
merupakan
wisatawan yang
ditemui dan
diwawwancarai di
Baduy dalam
karena hal
tersebut peneliti
190
11
Nur Haedi
Wisatawan
Capture
percakapan via
Blackbarry
massanger
12
Aulia Shofan Hidayat
Wisatawan
Rekaman
wawancara
tidak
mendapatkan
bukti audio
maupun visual
Informan
merupakan orang
yang pernah
mengunjungi
Baduy lebih dari 3
kali, peneliti
mewawancarai
beliau via
Blackbarry
massanger sebab
beliau telah
memiliki
kesibukan diluar
kota, peneliti
mengambil beliau
menjadi informan
sebab peneliti
mengetahui
beliau sudah lebih
dari 3 kali
mengunjungi
Baduy dan
dengan rentang
waktu yang cukup
lama jaraknya
pada setiap
kunjungan.
Peneliti
mewawancarai
informan di kota
Serang, namun
peneliti
mengetahui
bahwa beliau
pernah
mengunjungi
Baduy lebih dari 3
kali karena
peneliti pernah
datang ke Baduy
bersama
informan saat
melakukan pra
191
13
Rizal Artomi
Wisatawan
Rekaman
wawancara
14
Shintya
Wisatawan
15
Prof. Dr. Sihabuddin, M.Si
Akademisi
16
Aliyth Prakarsa, S.H.,M.H.
Akademisi
Rekaman
wawancara dan
foto
Rekaman
wawancara
Bukti tertulis via
Email
penelitian
Peneliti tetap
mengambil data
dari informan ini
karena beliau
memiliki rentang
jarak yang cukup
jauh dalam
kunjungannya ke
Baduy meskipun
beliau baru
mengunjungi
Baduy sebanyak
dua kali
192
Ayah Asmin dan kawan dari peneliti
Ayah Mursid dan Peneliti
Udil
Jaro dainah dan Peneliti
Ayah Sali dan kawan peneliti
Teks wawancara Haryoto
Sintya dan peneliti
Teks wawan cara Njen
193
CURRICULUM VITAE
PERSONAL:
Name
: Amriyatunnisa
Place, Date Of Birth : Serang, 13 Maret 1992
Address
: Jl.Raya Merak Ds.Salira Kp.Sitong Rt/Rw 08/02
Pulo Ampel, Serang-Banten
Religion
: Islam
Sex/Status
: Female/In Relationship
Height/Weight
: 168cm / 48 kg
Cell Phone/ PIN
: 085774009778 / 741017A1
E-Mail
: [email protected]
Nationality
: Indonesian
FORMAL EDUCATION

20010 – 2014
: University Of Sultan Ageng Tirtayasa-Serang
Banten (College)

2007 – 2010
: SMK Negeri 1 Kota Serang
(Vocational High School)

2005– 2007

2000– 2005
: MTS Negeri Bojonegar (Junior
High School)
: SDN Salira Indah (Elementary
School)
194
Organization And Committee Experiences

2010-2011
: Departement of Educationand and Regeneration on
Communication Student Assosiaction

2011-2012
: Departement of Educationand and Regeneration
on BEM FISIP UNTIRTA

2011-2012
: Departement of Educationand and Regeneration on
Untirta Movement Community, Commite Basis
FISIP

2012-2013
: Departement of Educationand and Regeneration on
Untirta Movement Community, Commite Central.

2010-2014
: A Member of IMIKI UNTIRTA

2012-2013
: Departement of Steategic Studies and Media
Literasi on IMIKI UNTIRTA

2014
: A Member of Liga Mahasiswa Nasional
Demokrasi (LMND)
ADDITIONAL INFORMATIOS
1. Able to operate an application software such as :

Microsoft Office

Adobe Photoshop
2. Familiar to use and operate either DSLR Photo Camera or Video Camera
Download