11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku 1. Pengertian Perilaku

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perilaku
1. Pengertian Perilaku
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk
hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis
semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai
dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktifitas
masing-masing. Sehingga yang dimaksud perilaku manusia, pada
hakikatnya adalah tindakan atau aktifitas manusia dari manusia itu sendiri
yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan,
berbicara, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku
(manusia) adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat
diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati pihak luar
(Notoatmodjo 2003).
Perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau
rangsang dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respon
sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang
yang bersangkutan. Hal ini berarti bahwa meskipun stimulusnya sama
bagi beberapa orang, namun respon tiap orang berbeda. Faktor yang
11
Studi Fenomenologi Perilaku..., Gesit Pribadi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
12
membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda dinamakan
determinan perilaku.
Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yakni :
a. Determinan internal, yaitu karakteristik orang yang bersangkutan, yang
bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat
emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.
b. Determinan eksternal, yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial,
politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini yang sering merupakan
faktor yang dominan yang mewarnai perilaku sosial seseorang.
Perilaku manusia merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas
seseorang yang merupakan hasil akhir antara bermacam faktor, baik
faktor internal maupun eksternal , seperti perhatian, pengamatan, pikiran,
ingatan dan fantasi. faktor itu muncul secara bersama-sama dan saling
mempengaruhi, oleh karena itu perilaku manusia selalu kompleks
(Notoatmodjo, 2007).
Studi Fenomenologi Perilaku..., Gesit Pribadi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
13
Menurut Lawrence Green (dalam Notoatmodjo, 2007) ada tiga
faktor yang mempengaruhi perilaku :
a. Faktor Presdiposisi (predisposing factors), yakni terwujud dalam
pengetahuan , sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan unsur-unsur
yang ada pada individu dan masyarakat.
b. Faktor Pendukung (enabling factors), yakni terwujud dalam lingkungan
fisik, mencakup sumber-sumber ketersediaan sarana dan prasarana.
c. Faktor Pendorong atau Penguat (reinforcing factors), yakni merupakan
sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, petugas kesehatan,
termasuk undang-undang, peraturan daerah maupun pusat.
2. Aspek-aspek yang mempengaruhi perilaku manusia
a. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah
orang
melakukan
penginderaan
terhadap
suatu
objek
tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan
atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk
tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2003).
Studi Fenomenologi Perilaku..., Gesit Pribadi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
14
Penelitian
Roger
(1974)
dalam
Notoatmodjo
(2003)
mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru
(berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang
berurutan yakni :
1). Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.
2). Interest (merasa tertarik), terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini
sikap subjek mulai timbul.
3). Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden lebih baik lagi.
4). Trial, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh stimulus.
5). Adaption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan,kesadaran,dan sikapnya terhadap stimulus.
Studi Fenomenologi Perilaku..., Gesit Pribadi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
15
b. Sikap
Sikap adalah perasaan mendukung/memihak (favorable) maupun
perasaan tidak mendukung/tidak memihak ( unfavorable ) pada objek
tersebut. Pembentukan sikap dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain
pengalaman pribadi, media massa, institusi, lembaga pendidikan, lembaga
agama, kebudayaan, dan orang lain yang dianggap penting seperti orang
tua, tokoh agama, maupun tokoh masyarakat (Azwar, 2011).
Newcomb dalam Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa sikap
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan
merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu
tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu
perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan
reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka.
c. Praktik/Tindakan
Praktik atau tindakan adalah respons atau reaksi seseorang
terhadap stimulus atau objek. Respons ini sudah dalam bentuk tindakan
(action), yang melibatkan aspek psikomotor, atau seseorang telah
mempraktekkan (pratice) apa yang diketahui atau yang disikapi. Suatu
sikap belum otomatis terwujud suatu tindakan (over behavior) dan untuk
mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah
Studi Fenomenologi Perilaku..., Gesit Pribadi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
16
fasilitas. Faktor lain diperlukan selain faktor fasilitas adalah faktor
dukungan (support) dari pihak lain. (Notoatmodjo, 2003)
3. Perilaku Menyimpang
Perilaku menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang
dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial dan
menimbulkan usaha dari pihak yang berwenang untuk memperbaiki
perilaku menyimpang tersebut. Perilaku menyimpang juga sering disebut
sebagai suatu penyakit dalam masyarakat atau penyakit sosial. Penyakit
sosial tersebut dapat diartikan sebagai segala tingkah laku yang dianggap
tidak sesuai, melanggar norma-norma umum, adat-istiadat, hukum
formal, atau tidak bisa diintegrasikan dalam pola tingkahlaku umum.
Disebut sebagai penyakit masyarakat karena gejala sosial tersebut
meresahkan masyarakat sehingga menimbulkan suatu masalah sosial
(Nurseno, 2009).
Berikut ini beberapa definisi dari perilaku menyimpang yang
dijelaskan oleh beberapa ahli sosiologi dalam Rahayau, (2013) :
a. Menurut James Worker Van der Zaden, penyimpangan adalah perilaku
yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagia hal yang tercela dan
diluar batas toleransi.
Studi Fenomenologi Perilaku..., Gesit Pribadi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
17
b. Menurut Robert Muhammad Zaenal Lawang, penyimpangan adalah
semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku
dalam masyarakat dan menimbulkan usaha dari yang berwenang dalam
system itu untuk memperbaiki perilaku penyimpangan tersebut.
c. Menurut Paul Band Horton, penyimpangan adalah setiap perilaku yang
dinyatakan sebagai pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau
masyarakat.
Menurut Wilnes dalam bukunya Punishment and Reformation
sebab-sebab penyimpangan dibagi menjadi dua dalam Rahayu, (2013)
yaitu sebagai berikut:
a. Faktor subjektif adalah faktor yang berasal dari seseorang itu sendiri
(sifat pembawaan yang dibawa sejak lahir).
b. Faktor Objektif adalah faktor yang berasal dari luar (lingkungan).
Misalnya keadaan rumah tangga, seperti hubungan orang tua dan anak
yang tidak serasi.
Studi Fenomenologi Perilaku..., Gesit Pribadi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
18
Untuk lebih jelasnya, berikut diuraikan beberapa penyebab
terjadinnya penyimpangan seorang individu (faktor objektif), yaitu :
a. Ketidaksanggupan menyerap norma-norma kebudayaan. Seseorang
yang tidak sanggup menyerap norma-norma kebudayaan ke dalam
kepribadiannya, ia tidak dapat membedakan hal yang pantas dan tidak
sempurna, misalnya karena seseorang tumbuh dalam keluarga yang
retak (broken home). Apabila kedua orang tuanya tidak bisa mendidik
anaknya dengan sempurna maka anak itu tidak akan mengetahui hak
dan kewajibannya sebagai anggota keluarga.
b. Proses belajar yang menyimpang. Seseorang yang melakukan tindakan
menyimpang karena seringnya membaca atau melihat tayangan
tentang perilaku menyimpang, hal itu merupakan bentuk perilaku
menyimpang yang disebabkan karena proses belajar yang menyimpang
. Misalnya, seorang anak yang melakukan tindakan kejahatan atau
membaca artikel yang memuat tentang tindakan kejahatan.
c. Ketegangan antara kebudayakan dan struktur sosial. Terjadinya
ketegangan
antara
kebudayaan
dan
struktur
sosial
dapat
mengakibatkan perilaku yang menyimpang, hal itu terjadi jika dalam
upaya mencapai suatu tujuan seseorang tidak memperoleh peluang,
sehingga ia mengupayakan peluang itu sendiri, maka terjadilah
perilaku menyimpang. Misalnya jika setiap penguasa terhadap rakyat
Studi Fenomenologi Perilaku..., Gesit Pribadi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
19
makin
menindas
maka
lama-kelamaan
rakyat
akan
berani
memberontak untuk kesewenangan tersebut.
d. Ikatan sosial yang berlainan. Setiap orang umumnya berhubungan
dengan beberapa kelompok. Jika pergaulan itu mempunyai pola-pola
perilaku yang menyimpang, maka kemungkinan ia juga akan
mencontoh pola-pola perilaku menyimpang.
e. Akibat
proses
sosialisasi
nilai-nilai
sub-kebudayaan
yang
menyimpang. Media massa sering menampilkan berita atau tayangan
tentang tindak kejahatan (perilaku menyimpang) menyebabkan
seseorang secara tidak sengaja mengganggap bahwa perilaku
menyimpang tersebut sesuatu yang wajar. Hal inilah yang dikatakan
sebagai proses belajar dari sub-kebudayaan yang menyimpang,
sehingga
terjadi
proses
sosialisasi
nilai-nilai
sub-kebudayaan
menyimpang pada diri seseorang dan seseorang itu mengganggap
perilaku menyimpang merupakan sesuatu yang wajar / biasa dan boleh
dilakukan.
Studi Fenomenologi Perilaku..., Gesit Pribadi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
20
Bentuk-bentuk perilaku menyimpang menurut Kartono, (2011) :
1. Perilaku menyimpang individual
Perilaku menyimpang disebabkan karena gejala personal yang
disebabkan karena variasi biologis dan kelainan psikis yang sifatnya
herediter (sejak lahir) dan bisa juga karena penyakit atau kecelakaan.
Contoh : Perilaku mengancam atau melukai diri sendiri maupun orang
lain yang dilakukan oleh orang dengan kelainan (idiot).
2. Perilaku menyimpang situasional
Perilaku yang disebabkan oleh pengaruh macam-macam kekuatan
situasional dari luar individu yang memberikan pengaruh memaksa
sehingga individu terpaksa melanggar peraturan. Contoh : Mencuri,
berjudi, kriminal
3. Perilaku menyimpang sistematik
Perilaku menyimpang yang disebabkan oleh satu subkultur atau
satu sistem tingkah laku yang disertai organisasi sosial khusus yang
mempunyai peraturan, sanksi dan hukum tersendiri untuk menegakkan
konformitas dan kepatuhan anggotanya. Contoh : Maraknya geng, mafia
dan penyeludupan.
Studi Fenomenologi Perilaku..., Gesit Pribadi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
21
B. Remaja
1. Pengertian Remaja
Masa remaja atau masa adolensi adalah suatu fase perkembangan
yang dinamis dalam kehidupan seorang individu. Masa ini merupakan
periode transisi dari masa anak ke masa dewasa yang ditandai dengan
percepatan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dan
berlangsung pada dekade kedua masa kehidupan (Narendra, 2002).
Mengenai umur kronologis beberapa seorang anak dapat
dikatakan remaja, masih terdapat berbagai pendapat, antara lain :
a. Buku-buku pediatri pada umumnya mendefinisikan remaja apabila
telah mencapai umur 10-18 tahun untuk anak perempuan dan 12-20
tahun untuk anak laki-laki.
b. WHO mendefinisikan remaja bila anak telah mencapai umur 10-19
tahun.
Studi Fenomenologi Perilaku..., Gesit Pribadi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
22
Menurut Narendra, (2002) Masa remaja berlangsung melalui 3
tahapan yang masing-masing ditandai dengan isu-isu biologik, psikologik
dan sosial yaitu :
a. Masa remaja awal (10-14 tahun)
Masa remaja awal ditandai dengan peningkatan yang cepat dari
pertumbuhan dan pematangan fisik. Jadi tidaklah mengherankan
apabila sebagian besar dari energi intelektual dan emosional pada masa
remaja awal ini ditargetkan pada penilaian kembali dan restrukturisasi
jati dirinya. Pada saat yang sama penerimaan dari kelompok sebaya
sangatlah penting.
b. Masa remaja menengah (15-16 tahun)
Masa remaja menengah ditandai dengan hampir lengkapnya
pertumbuhan pubertas , timbulnya ketrampilan berfikir yang baru,
peningkatan pengenalan terhadap datangnya masa dewasa dan
keinginan untuk memapankan jarak emosional dan psikologis dengan
orang tua.
c. Masa remaja akhir (17-20 tahun)
Masa remaja akhir ditandai dengan persiapan untuk peran
sebagai seorang dewasa, termasuk klarifikasi dari tujuan pekerjaan dan
internalisasi suatu sistem nilai pribadi
Studi Fenomenologi Perilaku..., Gesit Pribadi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
23
Tahapan perkembangan psikososial manusia menurut Erik Erikson
dalam Crain (2007) :
a. Tahap I : Trust versus Mistrust (0-1 tahun)
Dalam tahap ini, bayi berusaha keras untuk mendapatkan
pengasuhan dan kehangatan, jika ibu berhasil memenuhi kebutuhan
anaknya, sang anak akan mengembangkan kemampuan untuk dapat
mempercayai dan mengembangkan asa (hope). Jika krisis ego ini tidak
pernah terselesaikan, individu tersebut akan mengalami kesulitan dalam
membentuk rasa percaya dengan orang lain sepanjang hidupnya, selalu
meyakinkan dirinya bahwa orang lain berusaha mengambil keuntungan
dari dirinya.
b. Tahap II: Autonomy versus Shame and Doubt (l-3 tahun)
Dalam tahap ini, anak akan belajar bahwa dirinya memiliki
kontrol atas tubuhnya. Orang tua seharusnya menuntun anaknya,
mengajarkannya untuk mengontrol keinginan atau impuls-impulsnya,
namun tidak dengan perlakuan yang kasar. Mereka melatih kehendak
mereka, tepatnya otonomi. Harapan idealnya, anak bisa belajar
menyesuaikan diri dengan aturan-aturan sosial tanpa banyak kehilangan
pemahaman awal mereka mengenai otonomi, inilah resolusi yang
diharapkan.
Studi Fenomenologi Perilaku..., Gesit Pribadi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
24
c. Tahap III : Initiative versus Guilt (3-6 tahun)
Pada periode inilah anak belajar bagaimana merencanakan dan
melaksanakan tindakannya. Resolusi yang tidak berhasil dari tahapan ini
akan membuat sang anak takut mengambil inisiatif atau membuat
keputusan karena takut berbuat salah. Anak memiliki rasa percaya diri
yang rendah dan tidak mau mengembangkan harapanharapan ketika ia
dewasa. Bila anak berhasil melewati masa ini dengan baik, maka
keterampilan ego yang diperoleh adalah memiliki tujuan dalam
hidupnya.
d. Tahap IV: Industry versus Inferiority (6-12 tahun)
Pada saat ini, anak-anak belajar untuk memperoleh kesenangan
dan kepuasan dari menyelesaikan tugas khususnya tugas-tugas
akademik. Penyelesaian yang sukses pada tahapan ini akan menciptakan
anak yang dapat memecahkan masalah dan bangga akan prestasi yang
diperoleh. Ketrampilan ego yang diperoleh adalah kompetensi. Di sisi
lain, anak yang tidak mampu untuk menemukan solusi positif dan tidak
mampu mencapai apa yang diraih teman-teman sebaya akan merasa
inferior.
Studi Fenomenologi Perilaku..., Gesit Pribadi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
25
e. Tahap V : Identity versus Role Confusion (12-18 tahun)
Pada tahap ini, terjadi perubahan pada fisik dan jiwa di masa
biologis seperti orang dewasa sehingga tampak adanya kontraindikasi
bahwa di lain pihak ia dianggap dewasa tetapi di sisi lain ia dianggap
belum dewasa. Tahap ini merupakan masa stansarisasi diri yaitu anak
mencari identitas dalam bidang seksual, umur dan kegiatan. Peran orang
tua sebagai sumber perlindungan dan nilai utama mulai menurun.
Adapun peran kelompok atau teman sebaya tinggi.
f. Tahap VI : Intimacy versus Isolation (masa dewasa muda)
Dalam tahap ini, orang dewasa muda mempelajari cara
berinteraksi
dengan
orang
lain
secara
lebih
mendalam.
Ketidakmampuan untuk membentuk ikatan sosial yang kuat akan
menciptakan rasa kesepian. Bila individu berhasil mengatasi krisis ini,
maka keterampilan ego yang diperoleh adalah cinta.
g. Tahap VII : Generativity versus Stagnation (masa dewasa menengah)
Pada tahap ini, individu memberikan sesuatu kepada dunia sebagai
balasan dari apa yang telah dunia berikan untuk dirinya, juga melakukan
sesuatu yang dapat memastikan kelangsungan generasi penerus di masa
depan. Ketidakmampuan untuk memiliki pandangan generatif akan
menciptakan
perasaan
bahwa
hidup
ini
tidak
berharga
dan
membosankan. Bila individu berhasil mengatasi krisis pada masa ini
maka ketrampilan ego yang dimiliki adalah perhatian.
Studi Fenomenologi Perilaku..., Gesit Pribadi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
26
h. Tahap VIII : Ego Integrity versus Despair (masa dewasa akhir)
Pada tahap usia lanjut ini, mereka juga dapat mengingat kembali
masa lalu dan melihat makna, ketentraman dan integritas. Refleksi ke
masa lalu itu terasa menyenangkan dan pencarian saat ini adalah untuk
mengintegrasikan tujuan hidup yang telah dikejar selama bertahuntahun. Kegagalan dalam melewati tahapan ini akan menyebabkan
munculnya rasa putus asa.
Masa remaja merupakan masa yang penuh resiko terhadap
penyakit akibat kelainan perilaku. Menurut sebuah penelitian, 75 %
kematian pada masa remaja terjadi akibat faktor perilaku. Penyakitpenyakit karena masalah perilaku antara lain luka kecelakaan, kehamilan
remaja, penyakit menular seksual (PMS), penyalahgunaan obat dan
alkohol,
merokok,
masalah
emosi
dan
sebagainya
yang
akan
mempengaruhi kehidupan pribadi, keluarga, bangsa dan negara di masa
yang akan datang (Narendra, 2002).
Faktor penyebab masalah remaja menurut Narendra, (2002) :
a. Adanya perubahan biologis dan psikologis yang sangat pesat yang akan
memberikan dorongan tertentu yang sifatnya kompleks.
b. Orang tua dan pendidik kurang siap untuk memberikan informasi yang
benar dan tepat waktu, karena ketidaktahuannya.
Studi Fenomenologi Perilaku..., Gesit Pribadi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
27
c. Membaiknya sarana komunikasi dan transportasi akibat kemajuan
teknologi menyebabkan membanjirnya arus informasi dari luar yang
sulit diseleksi.
d. Pembangunan ke arah industrialisasi disertai dengan pertambahan
penduduk yang menyebabkan meningkatnya urbanisasi, berkurangnya
sumber daya alam dan terjadi perubahan tata nilai
2. Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja biasa disebut dengan istilah Juvenile berasal
dari bahasa Latin juvenilis, yang artinya anak-anak, anak muda, ciri
karakteristik pada masa muda, sifat sifat khas pada periode remaja,
sedangkan delinquent berasal dari bahasa latin “delinquere” yang berarti
terabaikan, mengabaikan, yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat,
nakal, anti sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau
peneror, durjana dan lain sebagainya. Juvenile delinquency atau
kenakalan remaja adalah perilaku jahat atau kenakalan anak anak muda,
merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan
remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga
mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang. Istilah
kenakalan remaja mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah
laku yang tidak dapat diterima sosial sampai pelanggaran status hingga
tindak kriminal (Kartono, 2011).
Studi Fenomenologi Perilaku..., Gesit Pribadi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
28
Kenakalan remaja adalah perilaku remaja melanggar status,
membahayakan diri sendiri, menimbulkan korban materi pada orang lain,
dan perilaku menimbulkan korban fisik pada orang lain. Perilaku
melanggar status merupakan perilaku dimana remaja suka melawan orang
tua, membolos sekolah, pergi dari rumah tanpa pamit. Perilaku
membahayakan diri sendiri, antara lain mengendari kendaraan bermotor
dengan kecepatan tinggi, menggunakan narkotika, menggunakan senjata,
keluyuran malam, dan pelacuran. Perilaku menimbulkan korban materi,
yaitu perilaku yang mengakibatkan kerugian pada orang lain, misalnya:
mencuri dan mencopet, merampas Perilaku menimbulkan korban fisik
pada orang lain adalah perkelahian, menempeleng, menampar, melempar
benda keras, mendorong sampai jatuh, menyepak, dan memukul dengan
benda (Jensen dalam Sarwono, 2011).
Menurut Kartono (2011), bentuk-bentuk perilaku kenakalan
remaja dibagi menjadi empat, yaitu :
a. Kenakalan terisolir (Delinkuensi terisolir).
Kelompok ini merupakan jumlah terbesar dari remaja nakal. Pada
umumnya mereka tidak menderita kerusakan psikologis. Perbuatan
nakal mereka didorong oleh faktor faktor berikut :
Studi Fenomenologi Perilaku..., Gesit Pribadi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
29
1) Keinginan meniru dan ingin konform dengan gangnya, jadi tidak
ada motivasi, kecemasan atau konflik batin yang tidak dapat
diselesaikan.
2) Mereka kebanyakan berasal dari daerah kota yang transisional
sifatnya yang memiliki subkultur kriminal. Sejak kecil remaja
melihat adanya gang-gang kriminal, sampai kemudian dia ikut
bergabung. Remaja merasa diterima, mendapatkan kedudukan
hebat, pengakuan dan prestise tertentu.
3) Pada umumnya remaja berasal dari keluarga berantakan, tidak
harmonis, dan mengalami banyak frustasi. Sebagai jalan keluarnya,
remaja
memuaskan
semua
kebutuhan
dasarnya
di
tengah
lingkungan kriminal. Gang remaja nakal memberikan alternatif
hidup yang menyenangkan.
4) Remaja dibesarkan dalam keluarga tanpa atau sedikit sekali
mendapatkan supervisi dan latihan kedisiplinan yang teratur,
sebagai akibatnya dia tidak sanggup menginternalisasikan norma
hidup normal. Ringkasnya, delinkuen terisolasi itu mereaksi
terhadap tekanan dari lingkungan sosial, mereka mencari panutan
dan rasa aman dari kelompok gangnya, namun pada usia dewasa,
mayoritas remaja nakal ini meninggalkan perilaku kriminalnya,
paling sedikit 60 % dari mereka menghentikan perilakunya pada
usia 21-23 tahun. Hal ini disebabkan oleh proses pendewasaan
Studi Fenomenologi Perilaku..., Gesit Pribadi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
30
dirinya sehingga remaja menyadari adanya tanggung jawab sebagai
orang dewasa yang mulai memasuki peran sosial yang baru.
b. Kenakalan neurotik (Delinkuensi neurotik)
Pada umumnya, remaja nakal tipe ini menderita gangguan kejiwaan
yang cukup serius, antara lain berupa kecemasan, merasa selalu tidak
aman, merasa bersalah dan berdosa dan lain sebagainya. Ciri - ciri
perilakunya adalah :
1) Perilaku nakalnya bersumber dari sebab-sebab psikologis yang
sangat dalam, dan bukan hanya berupa adaptasi pasif menerima
norma dan nilai subkultur gang yang kriminal itu saja.
2) Perilaku kriminal mereka merupakan ekspresi dari konflik batin
yang belum terselesaikan, karena perilaku jahat mereka merupakan
alat pelepas ketakutan, kecemasan dan kebingungan batinnya.
3) Biasanya remaja ini melakukan kejahatan seorang diri, dan
mempraktekkan
jenis
kejahatan
tertentu,
misalnya
suka
memperkosa kemudian membunuh korbannya, kriminal dan
sekaligus neurotik.
4) Remaja nakal ini banyak yang berasal dari kalangan menengah,
namun pada umumnya keluarga mereka mengalami banyak
ketegangan emosional yang parah, dan orangtuanya biasanya juga
neurotik atau psikotik.
Studi Fenomenologi Perilaku..., Gesit Pribadi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
31
5) Remaja memiliki ego yang lemah, dan cenderung mengisolir diri
dari lingkungan.
6) Motif kejahatannya berbeda-beda.
7) Perilakunya menunjukkan kualitas kompulsif (paksaan).
c. Kenakalan psikotik (Delinkuensi psikopatik)
Delinkuensi psikopatik ini sedikit jumlahnya, akan tetapi dilihat dari
kepentingan umum dan segi keamanan, mereka merupakan oknum
kriminal yang paling berbahaya. Ciri tingkah laku mereka adalah :
1) Hampir seluruh remaja delinkuen psikopatik ini berasal dan
dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang ekstrim, brutal, diliputi
banyak pertikaian keluarga, berdisiplin keras namun tidak
konsisten, dan orangtuanya
selalu menyia-nyiakan mereka,
sehingga mereka tidak mempunyai kapasitas untuk menumbuhkan
afeksi dan tidak mampu menjalin hubungan emosional yang akrab
dan baik dengan orang lain.
2) Mereka tidak mampu menyadari arti bersalah, berdosa, atau
melakukan pelanggaran.
3) Bentuk kejahatannya majemuk, tergantung pada suasana hatinya
yang kacau dan tidak dapat diduga. Mereka pada umumnya sangat
agresif dan impulsif, biasanya mereka residivis yang berulang kali
keluar masuk penjara, dan sulit sekali diperbaiki.
Studi Fenomenologi Perilaku..., Gesit Pribadi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
32
4) Mereka selalu gagal dalam menyadari dan menginternalisasikan
normanorma sosial yang umum berlaku, juga tidak peduli terhadap
norma subkultur gangnya sendiri.
5) Kebanyakan dari mereka juga menderita gangguan neurologis,
sehingga mengurangi kemampuan untuk mengendalikan diri
sendiri.
d. Kenakalan defek moral (Delinkuensi defek moral)
Defek (defect, defectus) artinya rusak, tidak lengkap, salah, cedera,
cacat, kurang. Delinkuensi defek moral mempunyai ciri-ciri: selalu
melakukan tindakan anti sosial, walaupun pada dirinya tidak terdapat
penyimpangan, namun ada disfungsi pada inteligensinya. Kelemahan
para remaja delinkuen tipe ini adalah mereka tidak mampu mengenal
dan memahami tingkah lakunya yang jahat, juga tidak mampu
mengendalikan dan mengaturnya, mereka selalu ingin melakukan
perbuatan
kekerasan,
penyerangan
dan
kejahatan,
rasa
kemanusiaannya sangat terganggu, sikapnya sangat dingin tanpa afeksi
jadi ada kemiskinan afektif dan sterilitas emosional.
Studi Fenomenologi Perilaku..., Gesit Pribadi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
33
C. Punk
1. Pengertian Punk
Kata punk berasal dari sebuah kepanjangan Public United Not
Kingdom. Punk merupakan sub-budaya yang lahir di London-Inggris di
pertengahan tahun 1970 yang dulunya adalah sebuah gerakan untuk
menentang para elit politik yang berkuasa di Inggris pada saat itu.
Namun, punk juga dapat berarti jenis musik atau genre yang lahir di awal
tahun 1970-an. Punk juga bisa berarti ideologi hidup yang mencakup
aspek sosial dan politik (Tyanto, 2010).
Punk adalah perilaku yang lahir dari sifat melawan, tidak puas
hati, marah, dan benci pada sesuatu (sosial, ekonomi dan politik) terutama
terhadap tindakan yang menindas. Para punker mewujudkan hal itu ke
dalam musik dan pakaian. Sederhananya punk menyampaikan kritikan.
Oleh sebab itu mereka menciptakan perlawanan yang hebat dengan
realisasi musik, gaya hidup, komunitas, dan kebudayaan sendiri (Widya,
2010).
Pengertian punk menurut (O‟Hara, 1999) yang pertama, yaitu
sebagai suatu bentuk tren remaja dalam bidang fesyen dan musik. Kedua,
punk sebagai suatu keberanian dalam melakukan perubahan dan
pemberontakan. Ketiga, punk sebagai bentuk perlawanan yang “hebat”
Studi Fenomenologi Perilaku..., Gesit Pribadi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
34
karena menciptakan musik, gaya hidup, komunitas, dan kebudayaan
mereka sendiri.
Punk menurut Marshal, (2005) dibedakan menjadi 3 :
a. Punk hardcore, karena gaya pemikiran dan aliran musiknya lebih
mengarah kepada gaya hardcore. Hardcore punk mulai berkembang pada
tahun 1980-an di Amerika Serikat bagian utara. Musik dengan aliran punk
rock dengan beat-beat yang cepat menjadi musik wajib bagi mereka. Jiwa
pemberontakan juga sangat kental dalam kehidupan sehari-hari, terkadang
sesama anggota punk mereka sering bermasalah.
b. Street punk, subjek sudah terbiasa tidur di pinggiran jalan dan
mengamen untuk membeli rokok. Subjek juga sering bergaul dengan
pengamen dan pengemis, karena sama-sama berada di jalanan. Sebutan
lain street punk yaitu The Oi, biasanya sering membuat keonaran dimanamana. Para anggotanya sendiri biasa disebut dengan nama skinheads.
Para skinheads ini sendiri menganut prinsip kerja keras itu wajib, jadi
walaupun sering membuat kerusuhan mereka juga masih memikirkan
kelangsungan
hidup
mereka.
Para
skinheads
lebih
berani
mengekspresikan musiknya dibandingkan dengan komunitas-komunitas
punk lainnya.
Studi Fenomenologi Perilaku..., Gesit Pribadi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
35
3. Punk rock elite, karena dia sudah jarang nongkrong dengan
komunitasnya di pinggir jalan dan lebih memilih di suatu distro, ataupun
kafe. Anggota glam punk biasanya merupakan para seniman. Apa yang
mereka alami dalam kehidupan sehari-hari sering mereka tuangkan
sendiri dalam berbagai macam karya seni. Mereka benar-benar menjauhi
perselisihan dengan sesama komunitas ataupun dengan orang-orang
lainnya.
Awal mula punk masuk ke Indonesia adalah sekitar akhir tahun
1970an dengan melalui jenis aliran musik punk, namun perkembangannya
tidak sepesat dari negara asalnya, dinegara Indonesia hanya diambil
sebagai gaya hidup atau penampilan bagi anak-anak remaja yang bersifat
meniru (Utami, 2012)
2. Perilaku Remaja Punk
Secara umum masyarakat dapat mengenali remaja dengan gaya
punk yang ada di kehidupan sehari-hari, karena gayanya sangat khas.
Mulai dari rambut bergaya Mohawk warna-warni, baju robekrobek penuh
badge (lencana), jaket penuh dengan spike (gelang berbahan kulit dan
besi seperti paku yang terdapat di sekelilingnya) kaos bergambar grup
band punk, celana panjang maupun pendek ketat yang kumal penuh
dengan badge, peniti, sabuk rantai, sepatu boat, dan berbagai asesoris
Studi Fenomenologi Perilaku..., Gesit Pribadi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
36
yang dikenakannya. Gaya anak punk ini sering ditemui di malam hari,
dandanan rambut mereka yang bergaya punk, tindik (percing) di hidung,
bibir, telinga dan di alis, tato yang ada ditangan, leher, dan kaki. Mereka
menggunakan pakaian kaos warna hitam dan menggunakan celana jeans
belel dengan model pensil dan kentat serta menggunakan sepatu sneakers,
namun pandangan negatif masih menyertai setiap kehadiran anak punk,
tampilan anak-anak punk yang cenderung „menyeramkan‟ seringkali
dikaitkan dengan perilaku anarkis, semau sendiri, brutal, dan bikin onar
(Amalia, 2008).
Punk pada mulanya merupakan aliran musik dengan dandanan
yang khas yang banyak menghinggapi anak muda, namun lambat laun
punk berubah menjadi satu bagian gaya hidup remaja, dimana
kenyataannya remaja punk cenderung lebih sering dijalanan, berkumpul
dengan teman-teman sesama punk hingga larut malam bahkan sampai
pagi hari, sekedar bermain gitar, merokok, minum-minuman keras dan
lainnya, padahal remaja punk mayoritas adalah anak-anak sekolah yang
seharusnya mereka lebih dapat memanfaatkan waktu mereka dengan
mengisi kegiatan positif dan memiliki tujuan yang jelas (Amalia, 2008).
Studi Fenomenologi Perilaku..., Gesit Pribadi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
37
D. Keluarga
1. Pengertian Keluarga
Keluarga merupakan unit sosial yang paling kecil dalam
masyarakat yangperanannya besar sekali terhadap perkembangan sosial,
terlebih pada awal-awalperkembangannya yang menjadi landasan bagi
perkembangan kepribadian selanjutnya (Gunarsa, 2007).
Keluarga memberikan dasar pembentukan kepribadian, tingkah
laku, watak, moral dan pendidikan anak. Keluarga yang ideal adalah
keluarga yang dapat menjalankan peran dan fungsi dari keluarga dengan
baik sehingga akan terwujud hidup yang sejahtera. Untuk dapat
mewujudkan keluarga yang sejahtera, faktor dalam keluarga yang
mempunyai peranan penting adalah penerapan pola asuh orang tua
(Sipahutar, 2009).
Pola asuh merupakan suatu proses mendidik, membimbing, dan
mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai
dengan norma dalam masyarakat.
Studi Fenomenologi Perilaku..., Gesit Pribadi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
38
Santrock (2007) mengklasifikasikan gaya-gaya pola asuh ke
dalam gaya yang bersifat otoritarian, demokrasi, permisif (mengabaikan)
dan menuruti.
a. Pengasuhan otoritarian adalah gaya yang membatasi dan menguhukum,
dimana orang tua mendesak anak untuk mengikuti arahan mereka dan
menghormati pekerjaan dan upaya mereka. Anak dari orang tua yang
otoritarian mungkin berperilaku agresif
b. Pengasuhan demokrasi adalah pola asuh yang mendorong anak untuk
mandiri namun masih menerapkan batas dan kendali pada tindakan
mereka. Anak dari orang tua yang demokratis sering kali ceria, bisa
mengendalikan diri, mandiri dan berprestasi.
c. Pengasuhan permisif adalah gaya dimana orang tua sangat tidak terlibat
dalam kehidupan anak. Anak dari orang tua yang permisif cenderung
memiliki pengendalian yang buruk, menunjukan sikap nakal.
d. Pengasuhan yang menuruti adalah gaya pengasuhan dimana orang tua
sangat terlibat dengan anak namun tidak terlalu menuntut atau
mengontrol mereka. Anak dari orang tua yang menuruti hasilnya adalah
tidak dapat mengendalikan perilakunya sendiri yang cenderung
egosentris, tidak menuruti aturan dan kesulitan dalam hubungan dengan
teman sebaya.
Studi Fenomenologi Perilaku..., Gesit Pribadi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
39
Pola asuh dapat bekerja sangat baik ketika diterapkan pada anak
secara individu dan dalam situasi yang spesifik sehingga dapat terbina
hubungan yang baik antar remaja dan orang tua (Sipahutar, 2009).
Faktor-faktor yang menyebabkan kesimpangsiuran remaja dengan
orang tua menurut (Gunarsa, 2007) :
a. Orang tua yang telah membanting tulang untuk memberikan dan
memenuhi sedapat mungkin keinginan dan permintaan anak, dimata anak
merupakan orang tua yang tidak kenal waktu, bekerja terus menerus,
mengejar karir terus, tanpa mengingat kebutuhan anak yakni perhatian
dari orang tua.
b. Orang tua secara ketat melindungi anak terhadap godaan-godaan dan
gangguan-gangguan dari luar yang tidak jarang menyesatkan anak dan
akhirnya menjerumuskannya. Tetapi ternyata perlindungan ketat orang
tua itu dalam pandangan anak sama sekali tidak terlihat tujuan
semulanya, bahkan dianggap sebagai usaha mengekang anak dalam
“penjara” rumahnya.
c. Orang tua yang ingin mengajarkan anak makna jerih payah kehidupan
dengan menanamkan dasar-dasar efisiensi waktu , energi maupun materi
dengan jalan mengatur waktu belajar, mengurangi waktu rekreasi di luar
rumah dan memperketat pemakaian uang saku. Hal tersebut hanya
Studi Fenomenologi Perilaku..., Gesit Pribadi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
40
dianggap sebagai pembatasan diri anak dan bentuk kikir yang ekstrim
dari pihak orang tua
2. Remaja Punk dalam Keluarga
Secara sosial, yang dialami remaja punk adalah mereka
merupakan anak-anak yang berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi
menengah kebawah, baik itu orang tuanya bekerja sebagai satpam, buruh
cuci, pegawai hotel, kerja serabutan. Keadaan ekonomi yang kurang itu
membuat remaja punk ini berontak dirinya untuk dapat mandiri, memiliki
uang sendiri, salah satunya dengan cara mengamen, dimana mereka
menginginkan kehidupan yang lebih baik seperti dikemukakan oleh Frey
& Carlock (1984) yang berpendapat bahwa setiap orang berharap untuk
menjadi lebih baik. Keinginan untuk mendapatkan hal yang lebih baik ini
membuat remaja punk melakukan segala cara untuk mendapatkan apa
yang mereka inginkan, mereka mengamen dijalanan hingga malam hari,
atau memberhentikan dengan paksa mobil bak yang dilewat dijalan
kemudian mereka naik mobil bak itu dan minta diantarkan ketempat
tujuan mereka, bahkan ada diantara mereka yang mencuri rokok dikios,
menyantop atau menodong demi mendapatkan apa yang mereka inginkan.
(Amalia, 2008).
Studi Fenomenologi Perilaku..., Gesit Pribadi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
41
Hal lain menyebutkan bahwa aspek psikis remaja punk dalam
keluarga merasa sedih, tidak mendapatkan kasih sayang setelah orang tua
bercerai, keinginan untuk mendapatkan kebebasan karena dirumah sering
diatur, merasa tidak nyaman dengan sikap keluarga dan diperoleh juga
dampak yang dialami remaja punk, yaitu adanya konflik dengan keluarga,
sering bolos sekolah, menurunnya nilai sekolah, dan sering pulang malam
(Amalia, 2008).
E. Peergroup
1. Pengertian Peergroup
Kelompok bermain atau peergroup menurut Coleman (1990)
dalam Saifuddin & Irwan (1999) adalah suatu kelompok kecil yang
anggotanya berusia relatif sama dan diantara mereka itu terjalin
keakraban. Sedangkan peergroup menurut Santrock (2007) adalah anakanak atau remaja yang memiliki umur yang sama atau maturasi yang
sama.
Hurlock (2009) menyatakan bahwa terdapat lima pembentukan
kelompok pada masa remaja, yaitu:
a. Teman dekat
Teman dekat adalah perkumpulan beberapa remaja yang berjenis
kelamin sama yang memiliki minat dan kemampuan yang sama. Teman
Studi Fenomenologi Perilaku..., Gesit Pribadi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
42
dekat, biasanya terdiri dari dua atau tiga orang yang dekat dan bersahabat
karib. Remaja-remaja yang termasuk dalam teman dekat biasanya saling
mempengaruhi satu sama lain meskipun tidak jarang diantara mereka
terjadi perselisihan.
b. Kelompok kecil
Kelompok kecil adalah kelompok yang berisi beberapa teman
dekat. Kelompok ini dapat terbentuk dari satu jenis kelamin ataupun
beberapa jenis kelamin.
c. Kelompok besar
Kelompok besar terdiri atas beberapa kelompok kecil dan
kelompok teman dekat. Kelompok ini berkembang dengan meningkatkan
minat akan pesta dan berkencan. Pada kelompok ini, kedekatan antara
anggota kelompok kurang baik. Hal ini karena kelompok ini terdiri dari
banyak orang yang menyulitkan dalam penyesuaian minat sehingga
terdapat jarak antar anggota kelompok.
d. Kelompok terorganisir
Kelompok terorganisir adalah kelompok yang terdiri dari
sekelompok remaja yang di bina oleh orang dewasa. Kelompok ini
biasanya terbentuk disekolah ataupun dimasyarakat. Terdapat beberapa
remaja yang mengikuti kelompok merasa diatur oleh orang dewasa.
Studi Fenomenologi Perilaku..., Gesit Pribadi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
43
e. Geng
Geng adalah kelompok yang berisi remaja yang tidak tergabung
dalam kelompok kecil, kelompok besar, ataupun merasa tidak puas pada
kelompok yang terorganisir. Anggota geng biasanya terdiri dari anakanak yang sejenis dan memiliki minat yang sama untuk mengahadapi
penolakan teman-teman melalui perilaku anti sosial.
Peergroup dan remaja sering kali menghabiskan waktu bersama.
Hal ini dapat terlihat melalui penelitian Csikzentmihalyi & Larson (1984)
dalam Colins (1995). yang menyatakan dalam hasil penelitiannya bahwa,
rata-rata remaja di Amerika Serikat menghabiskan waktu sekitar 24 jam
dalam seminggu bersama dengan teman sebaya mereka diluar sekolah.
Sedangkan Chiazza, T (2008) dalam penelitiannya menemukan bahwa
48,6% remaja menghabiskan 10 jam atau lebih tiap minggunya tanpa
pengawasan orang dewasa, 21,9% 7-9 jam, 20% 4-6 jam, 1-3 jam 7,6%
dan selebihnya tidak pasti. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut
dapat disimpulkan bahwa cukup banyak waktu yang dihabiskan oleh
remaja tanpa pengawasan orang dewasa untuk berinteraksi dengan teman
sebayanya yang memungkinkan terbentuknya suatu perilaku atau sikap
pada remaja akibat interaksi yang terjalin antara remaja dan peersgroup
(Putri, 2012).
Studi Fenomenologi Perilaku..., Gesit Pribadi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
44
2. Remaja Punk dalam Peergroup
Punk sangat identik dengan kebersamaan yang kuat dan
menginginkan kebebasan, mereka saling membantu antar teman,
mengumpulkan uang kas dari hasil ngamen untuk menolong temannya
yang sedang kesusahan atau tertimpa musibah, di sisi lain mereka tidak
mau diatur, mereka ingin bebas dengan hidupnya di jalanan bersama
teman-teman punk, namun yang terjadi pada remaja punk ini adalah
mereka mengartikan kebersamaan dan kebebasan dalam hal-hal negatif,
seperti minum minuman keras, yang menurut mereka itu adalah salah satu
cara agar mereka menjadi akrab, tidak saling takut antar punk, mereka
minum-minuman keraspun dengan takaran yang sama yaitu yang diukur
dengan menggunakan botol minuman bekas kemudian diputerin atau
dibagi bersama-sama, mereka yang awalnya tidak menyukai minuman
keras, akhirnya terbiasa minum-minuman keras. Teman-teman memiliki
pengaruh pada pola kepribadian remaja, karena konsep diri remaja
merupakan cerminan dari anggapan tentang konsep teman-teman tentang
dirinya dan dirinya berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri
kepribadian yang diakui oleh kelompok (Amalia, 2008).
Studi Fenomenologi Perilaku..., Gesit Pribadi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015
Download