BAB I - simtakp.uui.ac.id

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam
bidang kesehatan yang saat ini terjadi di negara Indonesia. Derajat kesehatan
anak mencerminkan derajat kesehatan bangsa, sebab anak sebagai generasi
penerus bangsa memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan dalam
meneruskan pembangunan bangsa. Berdasarkan alasan tersebut maka masalah
kesehatan anak diprioritaskan dalam perencanaan atau penataan pembangunan
bangsa (Aziz, 2009).
Hampir 2 juta anak berusia dibawah 5 tahun meninggal dunia setiap
tahunnya dan bahkan banyak diantaranya yang meninggal dunia sebelum
mencapai usia satu tahun disebabkan oleh berbagai penyebab yang
sesungguhnya dapat dicegah. Jutaan anak yang kemudian selamat dari kematian
ternyata harus hidup dalam keadaan serba kekurangan sehingga mereka tidak
mampu mengebangkan potensinya secara optimal (Depkes RI, 2005).
Pneumonia merupakan pembunuh utama balita di dunia, lebih banyak
dibandingkan dengan penyakit lain seperti AIDS, Malaria dan Campak. Di dunia
setiap tahun diperkirakan lebih dari 2 juta Balita meninggal karena pneumonia (1
Balita/15 detik) dari 9 juta total kematian Balita. Diantara 5 kematian Balita, 1
diantaranya disebabkan oleh pneumonia.
1
2
Bahkan karena besarnya kematian ISPA ini, ISPA/Pneumonia disebut
sebagai pandemi yang terlupakan atau The Forgotten Pandemic (Sugihartono,
2012).
Lebih dari 50.000 orang Amerika kehilangan nyawa setiap tahun akibat
komplikasi pneumonia. Sayangnya, pneumonia bisa sulit bagi dokter untuk
didiagnosa. Gejala-gejala penyakit akan sering meniru flu dimulai dengan
demam, batuk dan nyeri dada yang parah. Oleh karena itu, seseorang mungkin
tidak menyadari keseriusan kondisi mereka. Pneumonia cenderung lebih parah
pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah atau mereka yang
menderita penyakit kronis. , balita berada pada risiko yang lebih besar terkena
penyakit. Karena banyak bentuk pneumonia bakteri menjadi resisten terhadap
pengobatan antibiotic (Luth aryo, 2011).
WHO memperkirakan kejadian pneumonia di negara dengan angka
kematian bayi di atas 40 per 1.000 kelahiran hidup adalah 15% - 20% pertahun
pada golongan usia Balita. Kejadian pneumonia di Indonesia pada Balita
diperkirakan antara 10% sampai dengan 20% pertahun. Beberapa faktor risko
yang berpengaruh terhadap kejadian pneumonia pada balita antara lain: umur,
jenis kelamin, status gizi, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), tidak ASI eksklusif,
imunisasi tidak memadai, defisiensi vitamin A, pendidikan ibu, pengetahuan ibu,
faktor lingkungan fisik rumah (ventilasi, kelembaban, suhu, pencahayaan),
kepadatan hunian kamar tidur, obat nyamuk bakar, polusi udara dan tingkat sosial
ekonomi rendah (Sugihartono, 2012).
3
Penyakit Infeksi Saluran pernapasan Akut (ISPA) khususnya pneumonia
masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan kematian bayi dan
Balita. Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru
(alveoli) dan mempunyai gejala batuk, sesak napas, ronki, dan infiltrant pada
foto rontgen. Terjadinya Pneumonia pada anak sering kali bersamaan dengan
terjadinya
proses
infeksi
akut
pada
bronkhus
yang
sering
disebut
bronchopneumonia (Sugihartono, 2012).
Pneumonia tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di negara
berkembang yang merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak
berusia di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan 20% dari seluruh kematian
pada anak di bawah lima tahun disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan akut
(pneumonia, bronkiolitis dan bronkitis) dengan 90% di antaranya disebabkan
oleh pneumonia. Kejadian pneumonia di Indonesia pada balita diperkirakan
10%-20% per tahun dengan angka kematian 6 per 1000. Pemerintah telah
merencanakan untuk menurunkan insiden pneumonia menjadi 3 per 1000 balita
pada tahun 2010. Namun, keberhasilan tersebut bergantung pada banyak faktor
risiko, salah satunya adalah malnutrisi. Persentase pneumonia di Indonesia pada
tahun 2008 meningkat hingga mencapai 49,45%. Tahun 2009 sebanyak 49,23%
dan tahun 2010 menurun hingga mencapai 39,38% dari jumlah balita di
Indonesia (Audrey, 2012).
Di Indonesia Angka Kematian Bayi (AKB) masih tinggi yaitu 34/1.000
kelahiran hidup, sekitar 56% kematian terjadi pada periode sangat dini yaitu
masa neonatal. Target MDGs tahun 2015 untuk menurunkan Angka Kematian
4
Bayi (AKB) menjadi 23/1.000 kelahiran hidup memerlukan rangkaian upaya dan
strategi khususnya peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan pada
masa neonatal (Depkkes, RI, 2010).
Angka kesakitan bayi dan balita menjadi indikator kedua dalam
menentukan derajat kesehatan anak, karena nilai kesakitan merupakan cerminan
dari lemahnya daya tahan tubuh bayi dan anak balita. Angka kesakitan ini juga
dapat dipengaruhi oleh status gizi, jaminan pelayanan kesaehatan, layanan
petugas kesehatan, perlindungan kesehatan anak, faktor sosial ekonomi dan
pendidikan ibu (Aziz, 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh Muslihatun pada tahun 2009, menunjukkan
bahwa 50% kematian bayi terjadi dalam periode neonatal yaitu dalam bulan
pertama kehidupan. Kurang baiknya penanganan bayi baru lahir yang sehat akan
menyebabkan kelainan-kelainan yang mengakibatkan cacat seumur hidup,
bahkan kematian. Pencengahan merupakan hal yang terbaik yang harus
dilakukan dalam penanganan neonatal sehingga nenatus sebagai organisme yang
harus menyesuaikan diri dari kehidupan intrauterine ke ekstrauterin dapat
bertahan dengan baik, karena periode neonatal merupakan yang paling kritis
dalam fase pertumbuhan dan perkembangan bayi.
Berdasarkan laporan tahunan kegiatan P2 ISPA Dinas Kesehatan
Kabupaten Pidie tahun 2012 terjadi peningkatan cakupan penemuan pneumonia
571 (14,7%) dibandingkan dengan tahun sebelumnya 2011 yaitu 424 (11,2%).
Selain itu, distribusi kejadian tersebut hampir merata di seluruh wilayah. Sedang
berdasarkan data rekap Puskesmas Kota Sigli tahun 2012, pada 10 besar pola
5
penyakit rawat jalan puskesmas ternyata peumonia menduduki peringkat ketiga
dengan 212 kasus dan kasus pasien batuk yang hamper sama belum dinyatakan
pneumonia pada anak yaitu 5.902 orang, sedangkan kasus pnemonia balita umur
4 tahun s/d 5 tahun, untuk umur < 1 tahun berjumlah 66 orang dan umur 1-5
tahun berjumlah 263 orang sehingga total seluruhnya 329 orang. Laki-laki
memiliki risiko lebih besar untuk terkena ISPA dibandingkan dengan anak
perempuan. Sementara Kartasasmita (2010) menjelaskan sari seluruh kematian
balita, sekitar 38% dapat dicegah dengan pemberian imunisasi secara efektif.
Imunisasi yang tidak lengkap merupakan factor rosiko yang dapat menngkatkan
insidens ISPA terutama pneumonia.
Berdasarkan
dari
teori
yang
dikemukakan
diatas
permasalahan
berdasarkan laporan data rekap Puskesmas Kota Sigli yang menyatakan ternyata
peunomia menduduki peringkat ketiga dengan 329 kasus, maka peneliti tertarik
untuk mengadakan penelitian tentang “Karakteristik Balita Yang Menderita
Pneumonia Diwilayah Kerja Puskesmas Kota Sigli Kabupaten Pidie Tahun
2012”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas peneliti membuat rumusan masalah sebagai
berikut: Bagaimanakah Karakteristik Balita Yang Menderita Pneumonia
Diwilayah Kerja Puskesmas Kota Sigli Kabupaten Pidie Tahun 2012.
6
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Karakteristik Balita Yang Menderita Pneumonia Diwilayah
Kerja Puskesmas Kota Sigli Kabupaten Pidie Tahun 2013.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui Karakteristik Balita Yang Menderita Pneumonia
Diwilayah Kerja Puskesmas Kota Sigli Kabupaten Pidie Tahun 2013
ditinjau dari umur
b. Untuk Karakteristik Balita Yang Menderita Pneumonia Diwilayah Kerja
Puskesmas Kota Sigli Kabupaten Pidie Tahun 2012 ditinjau dari jenis
kelamin.
c. Untuk mengetahui Karakteristik Balita Yang Menderita Pneumonia
Diwilayah Kerja Puskesmas Kota Sigli Kabupaten Pidie Tahun 2013
ditinjau dari status imunisasi.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Sebagai bahan kajian pengembangan ilmu pengetahuan untuk menambah
informasi seputar pengetahuan tentang penyakit Pneumonia.
2. Bagi Institusi Pendidikan STIKes U‟Budiyah Banda Aceh
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan bahan masukan
yang dapat dibuat untuk acuan dimasa yang akan datang oleh institusi
pendidikan dan sebagai bahan bacaan bagi perpustakaan yang dapat
7
dimamfaatkan oleh mahasiswa, untuk mengoptimalkan mutu pelayanan
terutama untuk memperhatikan pendidikan bidan agar pengetahuannya lebih
tinggi.
3. Penelitian Selanjutnya
Bagi peneliti lain dapat dimanfaatkan dan dijadikan sebagai bahan referensi
untuk pustaka dan hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar dalam melakukan
penelitian lebih lanjut.
4. Bagi Masyarakat
Diharapkan penelitian ini dapat meningkatakan pengetahuan masyarakat
tentang pneumonia pada balita dan dapat mencegah terjadinya pneumonia.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Karakteistik Anak Yang Menderita Pneumonia
1. Karakteristik
Menurut Muhibbin (2008) karakteristik
seseorang atau masyarakat
dipengaruhi oleh pendidikan, pekerjaan, umur, pengetahuan, sikap, prilaku,
etnis, jenis kelamin, pendapatan, spiritual atau keyakinan.
Rudan, et al (2008) dalam Mardjanis (2010) melaporkan 3 kelompok
faktor- risiko yang mempengaruhi insidens pneumonia pada anak. Faktorrisiko tersebut adalah „faktor-risiko yang selalu ada‟ (definite risk factors),
„faktor-risiko yang sangat mungkin‟ (likely risk factors), dan ‟faktor risiko
yang masih mungkin‟ (possible risk factors). „Faktor-risiko yang selalu ada‟
(definite) meliputi gizi kurang, berat badan lahir rendah, tidak ada/tidak mem
berikan ASI, polusi udara dalam-ruang, dan pemukiman padat. Faktor-risiko
ini seharusnya diperhatikan secara serius dan perlu intervensi-segera agar
penurunan insidens pneumonia berdampak signifikan pada penurunan Angka
Kematian Anak-Balita.
Demikian juga dengan Sugiharto dan Nurjazuli (2012) yang menyatakan
beberapa faktor risko yang berpengaruh terhadap kejadian pneumonia pada
balita antara lain: umur , jenis kelamin, status gizi, Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR), tidak ASI eksklusif, imunisasi tidak memadai, defisiensi vitamin A,
9
pendidikan ibu, pengetahuan ibu, factor lingkungan fisik rumah (ventilasi,
kelembaban, suhu, pencahayaan), kepadatan hunian kamar tidur, obat nyamuk
bakar, polusi udara dan tingkat sosial ekonomi rendah.
a. Umur
Menurut Notoatmodjo (2005) umur adalah variabel yang selalu
diperhatikan dalam penyelidikan-penyelidikan epidemiologi. Angka-angka
kesakitan maupun kematian hampir semua keadaan menunjukkan hubungan
kepada umur. Dengan cara ini maka orang dapat membacanya dengan
mudah dan melihat pola kesakitan atau kematian menurut golongan umur.
Namun persoalan yang dihadapi adalah apakah umur yang dilaporkan tepat,
apakah panjangnya interval didalam pengelompokan cukup untuk tidak
menyembunyikan peranan umur pada pola kesakitan atau kematian dan
apakah pengelompokan umur dapat dibandingkan dengan pengelompokan
umur pada penelitian orang lain.
Pada Bayi baru lahir, pneumonia seringkali terjadi karena aspirasi,
infeksi virus Varicella-zoster dan infeksi berbagai bakteri gram negatif
seperta bakteri Coli, TORCH, Streptokokus dan Pneumokokus. Pada Bayi,
pneumonia biasanya disebabkan oleh berbagai virus, yaitu Adenovirus,
Coxsackie, Parainfluenza, Influenza A or B, Respiratory Syncytial Virus
(RSV), dan bakteri yaitu B. streptococci, E. coli, P. aeruginosa, Klebsiella,
S. pneumoniae, S. aureus, Chlamydia. Pneumonia pada batita dan anak prasekolah disebabkan oleh virus, yaitu: Adeno, Parainfluenza, Influenza. A or
B, dan berbagai bakteri yaitu: S. pneumoniae, Hemophilus influenzae,
10
Streptococci A, Staphylococcus aureus, Chlamydia. Pada anak usia sekolah
dan usia remaja, pneumonia disebabkan oleh virus, yaitu Adeno,
Parainfluenza, Influenza A or B, dan berbagai bakteri, yaitu S. pneumoniae,
Streptococcus A dan Mycoplasma (Kartasasmita, 2010).
Menurut
Retno
Asih
dkk
(2006)
kasus
pneumonia
banyak
menimbulkan kematian pada anak, Insiden puncak padaumur 1-5 tahun dan
menurun dengan bertambahnya usia. Usia mempengaruhi mekanisme
pertahanan tubuh seseorang. Bayi dan balita mempunyai mekanisme
pertahanan tubuh yang masih lemah di banding dengan orang dewasa
sehingga balita masuk ke dalam kelompok yang rawan terkena infeksi
misalnya, diare, ISPA, pneumonia.
Dalam penentuan klasifikasi penyakit dibedakan atas 2 kelompok yaitu
kelompok umur 1-4 tahun dan 5-9 tahun.pada usia sangat mudah lebih
rentan terhadap penyakit ini disebabkan pertumbuhna daya tahan tubuh
sebelum sempurna.
Untuk keperluan perbandingan maka WHO menganjurkan pembagian
umur sebagai berikut dalam mempelajari penyakit anak (Notoatmodjo,
2005):
1) 0-1 tahun ( Bayi )
2) 1-3 tahun ( Batita )
3) 4- 5 tahun ( Balita )
b. Jenis Kelamin
11
Angka-angka dari luar negeri menunjukkan bahwa angka kesakitan
lebih tinggi dikalangan wanita sedangkan angka kematian lebih tinggi
dikalangan pria. Namun untuk Indonesi perlu dipelajari lebih lanjut dan
perbedaan angka ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor intrinsik, yang
pertama diduga meliputi faktor keturunan yang terkait dengan jenis kelamin
atau perbedaan hormonal sedangkan yang kedua diduga karena berperannya
faktor-faktor lingkungan (Notoatmodjo, 2003).
Penelitian di Indramayu yang dilakukan oleh Sutrisna pada tahun 1993
selama 1,5 tahun didapatkan kesimpulan bahwa pneumonia lebih banyak
menyerang balita berjenis kelamin laki-laki (52,9%) dibandingkan perempuan
(Pamungkas, 2012).
c. Status Imunisasi
Imunisasi merupakan pemberian kekebalan pada bayi dan anak terhadap
berbagai penyakit, sehingga bayi dan anak tumbuh dalam keadaan sehat.
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan
memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk
mencegah terhadap penyakit tertentu (Hidayat, 2009).
Tabel 2.1 Jadwal Pemberian Imunisasi (Vaksinnasi) Bayi
Umur
Vaksin
SelangWaktu
Tempat
0-7 Hari
Hb O
1 Bulan
BCG, Polio 1
4 Minggu
Imunisasi
HB-0
diberikan dimana tempat
bayi di lahirkan
Posyandu
2 Bulan
DPT/HB 1, polio 2
4 Minggu
Posyandu
12
3 Bulan
DPT/HB 2, polio 3
4 Minggu
4 Bulan
DPT/HB 3, polio 4 4 Minggu
9 Bulan
Campak
(Sumber : UNICEF, 2011)
` Posyandu
Posyandu
Menurut Kartasasmita (2010) pemberian imunisasi dapat menurunkan
risiko untuk terkena pneumonia. Imunisasi yang berhubungan dengan kejadian
penyakit pneumonia adalah imunisasi pertusis (DTP), campak, Haemophilus
influenza, dan pneumokokus.
Salah satu strategi pencegahan untuk mengurangi kesakitan dan kematian
akibat pneumonia adalah dengan pemberian imunisasi. Melalui imunisasi
diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit yang
dapapat dicegah dengan imunisasi. Imunisasi merupakan salah satu cara
menurunkan angka kesakitan dan angka kematian pada bayi dan anak. Dari
seluruh kematian balita, sekitar 38% dapat dicegah dengan pemberian
imunisasi secara efektif. Imunisasi yang tidak lengkap merupakan faktor risiko
yang dapat meningkatkan insidens ISPA terutama pneumonia. Penyakit
pneumonia lebih mudah menyerang anak yang belum mendapat imunisasi
campak dan DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) oleh karena itu untuk menekan
tingginya angka kematian karena pneumonia, dapat dilakukan dengan
memberikan imunisasi seperti imunisasi DPT dan campak (Kartasasmita,
2010)
Pemberian imunisasi memberikan arti yang sangat penting dalam
pencengahan pnemonia, Pnemonia diketahui dapat sebagai komplikasi dari
campak pertusis dan varisella sehingga imunisasi dengan vaksin yang
13
berhubungan dengan penyakit tersebut akan membantu menurunkan insiden
pnemonia (Ratna Asih dkk, 2006)
B. Pneumonia
1. Pengertian
Menurut Depkes RI (2007) pneumonia adalah peradangan paru yang
disebabkan oleh infeksi bakteri, virus maupun jamur. Pneumonia secara klinis
dibedakan atas pneumonia lobaris, bronkopneumonia aspirasi misalnya akibat
aspirasi minyak tanah. Kuman penyebab banyak macamnya dan berbeda
menurut sumber penularan (komunitas / nosokomial). Jenis komunitas 47 –
74% disebabkan oleh bakteri, 5 – 20% oleh virus atau mikoplasma, dan 17 –
43% tidak diketahui penyebabnya. Pengobatan jenis komunitas ini sangat
memuaskan apapun penyebabnya.
Sedangkan Kemenkes RI (2010) menjelaskan bahwa pneumonia Balita
adalah penyakit infeksi yang menyerang paru-paru yang ditandai dengan batuk
disertai nafas cepat dan atau napas sesak pada usia balita (0-< 5 tahun).
Demikian juga dengan Suparyanto (2011) yang mengemukakan
Pneumonia adalah proses inflamasi parenkim paru yang terdapat konsolidasi
dan terjadi pengisian alveoli oleh eksudat yang disebabkan oleh bakteri, virus,
dan benda – benda asing. Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut
bagian bawah yang mengenai parenkim paru. Menurut anatomis pneumonia
14
pada anak dibedakan menjadi 3 yaitu pneumonia lobaris, pneumonia lobularis
(bronchopneumonia), Pneumonia interstisialis.
2. Penyebab
Penyebab pneumonia menurut Depkes RI (2007) adalah:
a. Bakteri
(paling
sering
menyebabkan
pneumonia
pada
dewasa):
Streptococcus pneumonia, Staphylococcus aureus, Legionella, Hemophilus
influenza
b. Virus: virus influenza, chicken-pox (cacar air)
c. Organisme mirip bakteri: Mycoplasma pneumoniae (terutama pada
anakanak dan dewasa muda)
d. Jamur tertentu.
e. Pneumonia pada anak-anak paling sering disebabkan oleh virus pernafasan,
dan puncaknya terjadi pada umur 2 – 3 tahun. Pada usia sekolah, pneumonia
paling sering disebabkan oleh bakteri Mycoplasma pneumoniae.
Menurut Kartasasmita (2010) faktor risiko adalah faktor atau keadaan
yang mengakibatkan seorang anak rentan menjadi sakit atau sakitnya menjadi
berat. Berbagai faktor risiko yang meningkatkan kejadian, beratnya penyakit
dan kematian karena pneumonia, yaitu status gizi (gizi kurang dan gizi buruk
memperbesar risiko), pemberian ASI ( ASI eksklusif mengurangi risiko),
suplementasi vitamin A (mengurangi risiko), suplementasi zinc (mengurangi
risiko), bayi berat badan lahir rendah (meningkatkan risiko), vaksinasi
(mengurangi risiko), dan polusi udara dalam kamar terutama asap rokok dan
asap bakaran dari dapur (meningkatkan risiko).
15
Menurut Mardjanis (2010) faktor- risiko dapat mempengaruhi insidens
pneumonia pada anak. Faktor-risiko tersebut adalah ”faktor-risiko yang selalu
ada” (definite risk factors), ’faktor-risiko yang sangat mungkin‟ (likely risk
factors), dan ‟faktor risiko yang masih mungkin‟ (possible risk factors).
„Faktor-risiko yang selalu ada‟ (definite) meliputi gizi kurang, berat badan lahir
rendah, tidak ada/tidak mem berikan ASI, polusi udara dalam-ruang, dan
pemukiman padat. Faktor-risiko ini seharusnya diperhatikan secara serius dan
perlu intervensi-segera agar penurunan insidens pneumonia berdampak
signifikan pada penurunan Angka Kematian Anak-Balita.
3. Gambaran Klinis
Menurut Depkes RI (2007) secara klinis gambaran pneumonia bakterialis
beragam menurut jenis kuman penyebab, usia penderita, dan beratnya penyakit.
Beberapa bakteri penyebab memberikan gambaran yang khas, misalnya
pneumonia lobaris karena Streptococcus pneumonia, atau empiema dan
pneumatokel oleh Staphilococcus aureus. Klasifikasi pneumonia pada balita
sesuai dengan manajemen terpadu balita sakit yaitu batuk disertai dengan napas
cepat (usia < 2 bulan > 60 x/menit, 2 bulan – 1 tahun > 50 x/menit, 1-5 tahun >
40 x/menit). Pada dasarnya gejala klinisnya dapat dikelompokkan atas :
a. Gejala umum infeksi: demam, sakit kepala, lesu, dll.
b. Gejala umum penyakit saluran pernapasan bawah: seperti takipneu, dispneu,
retraksi atau napas cuping hidung, sianosis.
c. Tanda pneumonia: perkusi pekak pada pneumonia lobaris, ronki basah halus
nyaring pada bronkopneumonia dan bronkofoni positif.
16
d. Batuk yang mungkin kering atau berdahak mukopurulen, purulen, bahkan
mungkin berdarah.
e. Tanda di ekstrapulmonal
1) Leukositosis jelas pada pneumonia bakteri dan pada sputum dapat dibiak
kuman penyebabnya.
2) Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan foto toraks, sedangkan uji
serologi dapat menentukan jenis infeksi lainnya. Selain memastikan
diagnosis, foto toraks juga dapat digunakan untuk menilai adanya
komplikasi.
4. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan untuk mengatasi pneumonia adalah
(Mansjoer, 2007):
a. Oksigen 1-2 liter/menit
b. IVFD Dekstrose 10%:NaCl 0,9% = 3:1, +KCl 10 mEq/500 ml cairan. Jumlah
cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi
c. Jika sesak tidak terlalu hebat dapat dimulai makanan enteral dapat bertahap
melalui selang nasogastrik dengan feeding drip.
d. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
dan beta agonis untuk memperbaiki transpor mukosilier
e. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
f. Antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan untuk kasus pneumonia
communitiy base yaitu ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian
dan kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian. Untuk kasus
17
pneumonia hospital base yaitu sefotaksim 100 mg/kgBB/hari dalam 2 kali
pemberian dan amikasin 10-15 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian.
5. Pencegahan
Upaya pencegahan merupakan komponen strategis pemberantasan
pneumonia pada anak terdiri dari pencegahan melalui imunisasi dan nonimunisasi. Imunisasi terhadap patogen yang bertanggung jawab terhadap
pneumonia merupakan strategi pencegahan spesifik. Pencegahan non-imunisasi
merupakan pencegahan non-spesifik misalnya mengatasi berbagai faktor-risiko
seperti polusi udara dalam-ruang, merokok, kebiasaan perilaku tidak
sehat/bersih, perbaikan gizi dan dan lain-lain (Mardjanis, 2010).
Pencegahan terhadap pneumonia (Kemenkes RI, 2010) adalah sebagai
berikut:
a. Jauhkan balita dari penderita batuk
b. Lakukan imunisasi lengkap di posyandu ataupun di Puskesmas
c. Berikan ASI pada bayi/ anak usia 0-2 tahun
d. Bersihkan lingkungan rumah terutama ruangan tempat tinggal balita, serta
usahakan ruangan memiliki udara bersih dan ventilasi cukup
e. Jauhkan bayi dari asap, debu, serta bahan- bahan lain yang mudah terhirup oleh
balita seperti asap rokok, asap dari tungku, asap dari obat nyamuk bakar, asap
dari kendaraan bermotor ataupun pencemaran lingkungan udara lainnya.
f. Jika pneumonia segera rujuk ke petugas kesehatan
18
Sementara
untuk
perawatan
dirumah,
Kemenkes
RI
(2010)
menguraikannya sebagai berikut:
a. Tingkatkan pemberian makanan bergizi dan tetap beri ASI.
b. Beri minum lebih banyak dari biasanya.
c. Bila badan anak panas kompres dengan air hangat dan jangan memakai selimut
dan pakaian tebal.
d. Jika anak menderita batuk, berikan obat batuk tradisional seperti campuran 1
sendok teh jeruk nipis dengan 2 sendok teh kecap/madu diberikan 3-4 kali
sehari (untuk umur > 1 tahun).
e. Jika hidungnya tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidungnya denngan
sapu tangan bersih.
f. Segera bawa ke petugas kesehatan bila kondisi balita bertambah parah atau
sudah masuk.
19
BAB III
KERANGKA KONSEP PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan
antara konsep-konsep yang akan diamati atau diukur melalui penelitian yang
akan dilakukan dan berdasarkan tinjauan pustaka di atas. Beberapa faktor risko
yang berpengaruh terhadap kejadian pneumonia pada balita antara lain: umur ,
jenis kelamin, status gizi, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), tidak ASI
eksklusif, imunisasi tidak memadai, defisiensi vitamin A, pendidikan ibu,
pengetahuan ibu, faktor lingkungan fisik rumah (ventilasi, kelembaban, suhu,
pencahayaan), kepadatan hunian kamar tidur, obat nyamuk bakar, polusi udara
dan tingkat sosial ekonomi rendah (Sugihartono, 2012).
Mengingat keterbatasan waktu dan biaya, dalam penelitian ini peneliti
membatasi variabel seperti gambar berikut ini:
Balita Pneumonia
- Umur
- Jenis Kelamin
- Status Imunisasi
20
Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian
B. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
N0
Variabel
Definisi
Operasional
Cara ukur
Alat
ukur
Variabel Dependent
Balita
Kasus
yang Melihat
format
menderita didapati
dimana buku
cheklist
1 pneumonia terjadi dan yang register
mengenai jaringan Puskesmas
paru-paru (alveoli) berdasarkan
dan
mempunyai data
gejala batuk, sesak kejadian
napas, ronki,
Pneumonia
di
Puskesmas
dari
kunjungan
pasien
Variabel Independent
2 Umur
Umur balita yang Melihat
format
di
lihat
dari buku
cheklist
register
register
puskesmas
Puskesmas
3
Jenis
Kelamin
Perbedaan status
imunisasi
yang
pernah didapatkan
oleh balita dari 0-9
bulan
Melihat
buku
register
Puskesmas
4
Status
imunisasi
Keadaan
status
imunisasi
yang
pernah
didapat
oleh balita
Melihat
buku
register
Puskesmas
Hasil
Ukur
- Ya
- Tidak
Nominal
- ≤ 1 tahun
(Bayi)
- 1-3 tahun
(Batita)
- 3-5 tahun
(Balita)
Ordinal
format Laki-laki
cheklist Perempuan
format
cheklist
Skala
ukur
Lengkap
Tidak
lengkap
Ordinal
Ordinal
21
C. Cara Pengukuran variabel
1. Balita menderita pneumonia di bagi 2 katagori yaitu
a. Ya, jika balita menderita penyakit pneumonia
b. Tidak, jika balita tidak menderita penyakit pneumonia
2. Umur di bagi 3 katagori yaitu
a. ≤ 1 tahun (Bayi)
b. 1-3 tahun (Batita)
c. 3-5 tahun (Balita).
3. Jenis kelamin dibagi dalam 2 katagori yaitu
a. Laki-laki
b. Perempuan
4. Status Imunisasi dibagi atas 2 katagori yaitu
a. Lengkap bila balita mendapatkan imunisasi secara lengkap di buku
Imunisasi
b. Tidak Lengkap bila balita tidak mendapatkan imunisasi secara lengkap di
buku Imunisasi
22
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode survey bersifat deskriptif dengan
pendekatan crossectional yaitu cara pendekatan, observasi atau pengumpulan
data sekaligus pada suatu saat
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah seluruh subjek yang akan di teliti dalam penelitian ini
adalah seluruh balita
menderita pneumonia yang ada di wilayah kerja
Puskesmas Kota Sigli Kabupaten Pidie berjumlah 329 orang.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini seluruh balita yang ada di wilayah kerja
Puskesmas Kota Sigli Kabupaten Pidie. Cara pengambilan sampelnya dengan
random sampling yaitu pengambilan sampel atas dasar pada suatu
pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, dan perhitungan
besar sampel dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin (Notoadmodjo,
2005) sebagai berikut :
N
n =
1+N (d2)
23
Keterangan : N = Besar Populasi
n = Besar Sampel
d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0,1)
329
n =
1+329 (0,12)
329
n =
4,29
n = 76,6
n = 76,6 orang dibulatkan menjadi 77
C. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan di Puskesmas Kota Sigli Kabupaten
Pidie
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 25 Agustus 2013.
24
D. Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. data
primer yaitu data yang langsung diperoleh di Puskesmas Kota Sigli Kabupaten
Pidie dengan menggunakan format cheklist untuk mengetahui Karakteristik
Balita Yang Menderita Pneumonia Diwilayah Kerja Puskesmas Kota Sigli
Kabupaten Pidie Tahun 2012. kemudian data tersebut dikumpulkan untuk
rencana pengolahan dan analisa data.
E. Instrumen Penelitian
Adapun instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
format cheklist tentang balita menderita pneumania, tentang umur, tentang jenis
kelamin dan status imunisasi.
F. Pengolahan Data dan Analisa Data
1. Pengolahan Data
Menurut Budiarto (2004) data yang telah didapatkan akan diolah dengan
tahap-tahap berikut:
a. Editing
Yaitu melakukan pengecekan kembali apakah semua item pertanyaan
telah terisi dan melihat apakah ada kekeliruan yang mungkin dapat
mengganggu pengolahan data selanjutnya.
b. Coding
25
Yaitu memberi kode berupa nomor pada lembaran kuisioner untuk
memudahkan pengolahan data.
c. Tabulating
Yaitu pengelompokan responden yang telah dibuat pada tiap-tiap variabel
yang
diukur dan selanjutnya dimasukkan kedalam tabel distribusi
frekuensi.
2. Analisa Data
Penelitian ini bersifat deskriptif, maka dalam analisanya menggunakan
perhitungan-perhitungan
statistik
secara
sederhana
berdasarkan
hasil
penyebaran data menurut frekuensi antar kategori (Burdiarto, 2004). Analisis
dilakukan terhadap tiap-tiap variabel dari hasil penelitian. Pada umumnya
dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentasi dari tiap
variabel (Notoatmodjo, 2005). Kemudian ditentukan persentase (P) dengan
menentukan rumus (Budiarto, 2004) sebagai berikut.
P=
f
X 100%
n
Keterangan :
P
= Persentase
n
= Sampel
f
= Frekuensi Teramati
26
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Umum Lokasi Penelitian
Puskesmas Kecamatan Kota Sigli merupakan salah satu Puskesmas yang
berada di Kabupaten Pidie. Adapun batas-batas wilayah Puskesmas Kota Sigli
adalah sebagai berikut:
a.
Sebelah Utara berbatasan dengan Perumahan
b.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Koramil Kota Sigli
c.
Sebelah Timur berbatasan dengan Telkom
d.
Sebelah Barat berbatasan dengan Jalan
B. Hasil Penelitian
Berdasarkan kuesioner yang telah penulis sebarkan dan penulis lakukan
pengolahan data serta penulis analisa, maka memperoleh hasil sebagai berikut :
1. Umur
Berikut ini disajikan distribusi frekuensi umur balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Kota Sigli
27
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Umur Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Kota Sigli Kabupaten Pidie
Tahun 2013
No
1
2
3
Umur
Bayi
Batita
Balita
Jumlah
Frekuensi (F) Persentase (%)
28
42
7
77
36.4
54.5
9.1
100
Su
mber:Data Primer (diolah)2013
Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa mayoritas responden
berada pada kategori umur batita, yaitu sebanyak 42 responden (54,5%).
2. Jenis Kelamin
Berikut ini disajikan distribusi frekuensi jenis kelamin balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Kota Sigli
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Kota Sigli Kabupaten Pidie
Tahun 2013
No
Jenis Kelamin
Frekuensi (F) Persentase (%)
1
Laki-laki
33
42.9
2
Perempuan
Jumlah
44
77
57.1
100
Su
mber:Data Primer (diolah)2013
Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa mayoritas responden
berjenis kelamin perempuan, yaitu sebanyak 44 responden (57,1%).
3. Status Imunisasi
28
Berikut ini disajikan distribusi status imunisasi balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Kota Sigli
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Status Imunisasi Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Kota Sigli Kabupaten Pidie
Tahun 2013
No
Status Imunisasi
Frekuensi (F) Persentase (%)
1
Lengkap
55
71.4
2
Tidak Lengkap
Jumlah
22
77
28.6
100
Su
mber:Data Primer (diolah)2013
Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa mayoritas responden
lengkap mendapatkan imunisasi, yaitu sebanyak 55 responden (71,4%).
C. Pembahasan
1. Balita Penderita Menurut Umur
Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa mayoritas responden berada
pada kategori umur balita, yaitu sebanyak 42 responden (54,5%).
Menurut teori Hurlock (2005), Umur adalah lama waktu hidup atau sejak
dilahirkan atau diadakan. Umur juga berpengaruh terhadap psikis seseorang,
dimana usia muda sering menimbulkan ketegangan, kebingungan, rasa cemas
dan rasa takut sehingga dapat berpengaruh terhadap tingkah lakunya. Biasanya
semakin dewasa maka cenderung semakin menyadari dan mengetahui tentang
permasalahan yang sebenarnya. Semakin bertambah umur maka semakin
29
banyak pengalaman yang diperoleh, sehingga seseorang dapat meningkatkan
kematangan mental dan intelektual sehingga dapat membuat keputusan yang
lebih bijaksana dalam bertindak (Hurlock, 2005).
Hal ini sejalan dengan pendapat Kartasasmita (2010) yang menyatakan
bahwa pada bayi baru lahir, pneumonia sering kali terjadi karena aspirasi,
infeksi virus Varicella-zoster dan infeksi berbagai bakteri gram negative seperti
bakteri Colli, TORCH dan Pneumokokus.
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti berasumsi bahwa penyebab bayi
menderita pneumonia adalah belum kuatnya sistem imunitas tubuh yang
diperoleh, karena pada umur bayi rentan terkena serangan penyakit, sehingga
orang tua harus lebih memperhatikan anaknya, supaya terhindar dari penyakit.
2. Balita Penderita Pneumonia Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa mayoritas responden berjenis
kelamin perempuan, yaitu sebanyak 44 responden (57,1%).
Menurut teori Notoadmodjo (2003), Jenis kelamin adalah perbedaan fisik
yang kelihatan mencolok dan membedakan antara laki-laki dan wanita. Dan
yang menyatakan bahwa penyebab terserang penyakit disebabkan oleh faktor
instrinsik yang pertama di duga meliputi faktor keturunan dan perbedaan
hormonal.
Hasil Penelitian di Indramayu yang dilakukan oleh Sutrisna pada tahun
1993 selama 1,5 tahun didapatkan kesimpulan bahwa pneumonia lebih banyak
menyerang balita berjenis kelamin laki-laki (52,9%) dibandingkan perempuan
(Pamungkas, 2012).
30
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti berasumsi bahwa penyebab
responden yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak menderita
pneumonia disebabkan oleh faktor instrinsik yang meliputi faktor keturunan
yang terkait dengan jenis kelamin atau perbedaan hormonal. Dan factor pola
aktivitas yang berbeda antara laki dan perempuan walaupun dilihat hasil survey
kesehatan anak laki-laki lebih sering terkenak penyakit pneumonia namun,
boleh jadi factor jenis kelamin tidak selamanya memainkan peranan penting
bila orang tua kurang peduli atas kesehatan anaknya.
3. Balita Penderita Pneumonia Berdasarkan Status Imunisasi
Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa mayoritas responden
lengkap mendapatkan imunisasi, yaitu sebanyak 55 responden (71,4%).
Imunisasi merupakan pemberian kekebalan pada bayi dan anak
terhadap berbagai penyakit, sehingga bayi dan anak tumbuh dalam keadaan
sehat. Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak
dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti
untuk mencegah terhadap penyakit tertentu (Hidayat, 2009).
Menurut teori Kartasasmita (2010), yang menyatakan bahwa imunisasi
dapat menurunkan resiko untuk terkena pneumonia, imunisasi yang
berhubungan dengan kejadian pneumonia adalah imunisasi pertusis (DPT),
campak, Haemophilus influenza dan pneumokokus.
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti berasumsi, Imunisasi merupakan
salah satu cara menurunkan angka kesakitan dan angka kematian pada bayi
31
dan anak, Imunisasi yang tidak lengkap merupakan faktor risiko yang dapat
meningkatkan insidens ISPA terutama pneumonia. Penyakit pneumonia lebih
mudah menyerang anak yang belum mendapat imunisasi campak. Dan
imunisasi yang lengkap tidak rentan
terkenak penyakit pneumonia di
bandingkan dengan imunisi yang tidak lengkap.
32
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Kota Sigli
Kabupaten Pidie, dengan jumlah 77 responden dapat disimpulkan sebagai berikut
:
1. Responden yang menderita pneumonia mayoritas berumur batita, yaitu
sebanyak 42 responden (54,5%).
2. Responden
yang
menderita
pneumonia
mayoritas
berjenis
kelamin
perempuan, yaitu sebanyak 44 responden (57,1%).
3. Responden yang menderita pneumonia mayoritas berstatus imunisasi
lengkap, yaitu sebanyak 55 responden (71,4%).
B. Saran
1. Bagi Peneliti
Melalui penelitian ini diharapkan peneliti dapat menjadikan sebagai bahan
kajian pengembangan ilmu pengetahuan untuk menambah informasi seputar
pengetahuan tentang penyakit pneumonia.
2. Bagi Institusi Pendidikan STIKes U`Budiyah Banda Aceh
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan bahan masukan
yang dapat dibuat untuk acuan di masa yang akan datang oleh institusi
pendidikan dan sebagai bahan bacaan bagi perpustakaan yang dapat
33
dimanfaatkan oleh mahasiswa sehingga dapat mengoptimalkan mutu
pelayanan
terutama
untuk
memperhatikan
pendidikan
bidan
agar
pengetahuannya lebih tinggi.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan bagi peneliti selanjutnya untuk dimanfaatkan dan dijadikan
sebagai bahan referensi untuk pustaka dan hasil penelitian ini dapat dijadikan
dasar dalam melakukan penelitian lebih lanjut.
4. Bagi masyarakat
Diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat
tentang pneumonia pada balita dan dapat mencegah terjadinya pneumonia.
34
DAFTAR PUSTAKA
Aziz. A. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan, PT.
Salemba Medika, Jakarta, 2009.
Arisman, 2007. Gizi Dalam Daur Kehidupan, Jakarta: EGC.
Audrey M. I. Wahani, 2011, Efektivitas Suplemen Zink pada Pneumonia Anak.
Sari Pediatri, Vol. 13, No. 5, Februari 2012.
Budiarto. 2004, Biostatistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat,
EGC, Jakarta.
Chaplin, 2011, Pengertian Karakteristik, Tafsir, http://blog.uin-malang.ac.id
[Dikutip tanggal 5 Februari 2013].
Darmawan, 2012, Pneumonia Pada Balita, http://nursecaremine.blogspot.com/
2013/02/pneumonia-pada-balita.html, [Dikutip tanggal 5 Februari 2013].
Depkes RI, 2005, Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan
Akut Untuk Penanggulangan Pneumonia pada balita. Jakarta.
Depkes RI, 2007, Pedoman Pengobatan Dasar Di Puskesmas, Depkes RI, Jakarta.
Depkes RI, 2010 Manajemen Aspiksia Bayi Baru Lahir Untuk Bidan. Jakarta
Hidayat, 2009, Pengantar Ilmu Kesehatan Anak, Salemba Medika, Yogyakarta.
Hungu, 2007, Pengertian Jenis Kelamin, http://www.psychologymania.com
/2012/12/pengertian-jenis-kelamin.html, [Dikutip tanggal 5 Februari 2013].
Kartasamita, 2010, Pneumonia Pembunuh Balita, Buletin Jendela Epidemiologi,
Volume 3, Kemenkes RI, Jakarta.
Kemenkes RI, 2010, Pedoman Kader Seri Kesehatan Anak, Kemenkes RI,
Jakarta.
Luth Aryo, 2011, Pneumonia Pada Anak Balita http://kesehatan.kompasiana.
com/medis/2011/01/16/pneumonia-335255.html, [Dikutip tanggal 5
Februari 2013].
Mansjoer, 2007, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, FKUI, Jakarta.
35
Mardjanis, 2010, Pengendalian Pneumonia Anak Balita Dalam Rangka
Pencapaian MDG4, Buletin Jendela Epidemiologi, Volume 3, Kemenkes RI,
Jakarta.
Muhibbin, 2008, Psikologi Belajar, Rajawali Press, Jakarta.
Muslihatun, 2010, Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita, Fitramaya, Yogyakarta.
Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo, 2005, Prinsip-Prinsip
Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta.
Dasar
Ilmu
Kesehatan
Nurjazuli, 2012, Analisis Faktor Resiko Kejadian Pneumonia Pada Balita, Jurnal
Kesling Indonesia, Vol.11, No.1, Jakarta.
Pamungkas, 2012, Analisis Faktor Resiko Pneumonia Pada Balita Di 4 Provinsi
Di Wilayah Indonesia Timur, UI, Jakarta.
Sugihartono, 2012, Analisis Faktor Risiko Kejadian Pneumonia Pada Balita Di
Wilayah Kerja Puskesmas Sidorejo Kota Pagar Alam Jurnal Kesehatan
Lingkungan Indonesia Vol. 11 No. 1 / April 2012, bulletin
Supariasa, 2006, Penilaian Status Gizi, EGC, Jakarta.
Suparyanto, 2011, Pneumonia, http://dr-suparyanto.blogspot.com/
pneumonia.html, [Dikutip tanggal 5 Februari 2013].
UNICEF, 2011, Jadwal Pemberian Imunisasi Vaksinasi Bayi,
2011/03/
Download