PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015 MODAL SOSIAL KOMUNITAS PETANI KEMENYAN DALAM PELESTARIAN HUTAN KEMENYAN DI DESA PANDUMAAN, KECAMATAN POLLUNG, KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN Elisabeth Christina Ambarita1, Drs. Henry Sitorus, M. Si2 Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara ABSTRAK Kedekatan hubungan manusia dengan sumber daya alam atau lingkungan membuat mereka memiliki pemahaman yang khusus terhadap lingkungan tempat tinggal mereka. Seharusnya lingkungan juga tidak hanya dijadikan objek untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia, tetapi juga harus ditata dan dipelihara agar terjaga kelestariannya. Oleh karena itu, adanya ikatan antara manusia dan lingkungannya dapat melahirkan pikiran bagaimana manusia mempertahankan kelestarian lingkungannya guna kelangsungan hidup manusia. Setiap daerah memiliki potensi alamnya masing – masing. Seperti wilayah Kecamatan Pollung khususnya desa Pandumaan yang terkenal dengan kemenyannya. Desa ini memiliki pengetahuan mengenai pemanfaatan hutan kemenyan secara tradisional sebagai warisan nenek moyang yang tlah diregenerasikan selama 13 keturunan. Dalam usaha mempertahankan kelestarian hutan ini mendapatkan tantangan seperti kebijakan pemerintah berupa izin pengelolaan tanah adat masyarakat Pandumaan dan desa sekitarnya kepada PT.TPL sehingga lebih dari 300 ha lahan hutan kemenyan telah habis ditebang oleh perusahaan tersebut. Penelitian yang digunakan merupakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan modal sosial komunitas petani kemenyan dalam pelestarian hutan kemenyan di Desa Pandumaan, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan melalui wawancara dan observasi yang diinterpretasikan dalam bentuk narasi. Yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah petani kemenyan sebanyak 3 orang ( satu orang pengurus kelompok petani kemenyan) dan satu orang Raja Huta atau ketua patih, satu orang staf BAKUMSU. Penelitian ini menemukan bahwa modal sosial yang dimiliki oleh petani kemenyan di desa ini penting dalam usaha pelestarian hutan kemenyan. Sejak tahun 2009 hingga 2013 ini masyarakat masih tetap berjuang mempertahankan kelestarian hutan kemenyan bersama dengan beberapa lembaga sebagai pendamping seperti KSPPM, BAKUMSU, AMAN, WALHI, dan organisasi sosial lainnya. Kata kunci: modal sosial, petani kemenyan, pelestarian hutan. A. Pendahuluan Dewasa ini persoalan lingkungan menjadi isu global dan mendapat perhatian yang serius oleh dunia seperti kerusakan ekosistem dunia, degenerasi habitat hutan, kebakaran hutan dan kerusakan–kerusakan hutan lainnya. Salah satu faktor yang mendukung kerusakan lingkungan ialah aktivitas ekonomi manusia baik secara pribadi ataupun kolektif, contoh aktivitas penebangan hutan pohon secara illegal dan berlebihan yang dilakukan oleh perusahaan dan pribadi, alih fungsi hutan adat menjadi lahan perkebunan. Oleh karena itu aktivitas tersebut terus berlangsung maka berbagai masalah lingkungan pun muncul. 1 Mahasiswa Departemen Sosiologi FISIP USU Dosen Departemen Sosiologi FISIP USU 2 42 PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015 Pemanfaatan alam terus–menerus yang tanpa memperhatikan dampak jangka panjang merupakan ancaman terbesar yang dihadapi oleh hutan yang ada di Indonesia. HPH (Hak Penguasaan Tanah) yang diberikan oleh pemerintah kepada perusahaan menyumbang kerusakan hutan karena setelah menghabiskan potensi lahan yang dimanfaatkan perusahaan akan meninggalkan lahan yang telah dipakainya. Sumatera utara merupakan salah satu provinsi yang memiliki kawasan hutan yang luas. Selain bermanfaat untuk menjaga kelestarian lingkungan dan keberlangsungan ekosistem didalamnya, hutan juga memiliki manfaat di sektor ekonomis. Ada hasil hutan dari beberapa Kabupaten Sumatera Utara yang diekspor dengan nilai ekonomis yang tinggi misalnya kemenyan. Dari beberapa kabupaten di Sumatera Utara ada tujuh kabupaten penghasil kemenyan seperti, Humbang Hasundutan, Tapanuli Utara, Toba Samosir, Pakpak Barat, Tapanuli Tengah, Dairi, Tapanuli Selatan. Dan yang menjadi penghasil kemenyan dengan kualitas terbaik ialah kawasan Humbang Hasundutan yang salah satu desa penghasilnya ialah Desa Pandumaan, Kecamatan Pollung. Salah satu masalah atau tantangan yang dihadapi petani kemenyan di desa Pandumaan dalam mengusahakan tanah adat sebagai lahan pertanian kemenyan ialah hadirnya pihak swasta ( PT. TPL) dalam pengelolaan hutan produksi di daerah Humbang Hasundutan. Hal ini telah menimbulkan keresahan bagi petani kemenyan khususnya pada petani yang lokasi kemenyannya masuk dan/atau berbatasan langsung dengan areal konsesi perusahaan. Dengan izin yang diberikan oleh pemerintah pusat (Kementerian Kehutanan), pihak perusahaan melakukan perluasan areal penanaman hutan tanaman insdustri. Demi kepentingan perusahaan, hutan kemenyan yang masuk dalam areal konsesi perusahaan ditebangi dan diganti dengan eucalyptus sebagai bahan baku industri pulp. Situasi seperti ini sudah terjadi dibeberapa lokasi dan berpeluang terjadi di lokasi-lokasi lain di Humbang Hasundutan. Ancaman ini tentunya sangat merugikan petani selain karena akan hilangnya sumber mata pencaharian ditandai dengan menurunnya jumlah populasi kemenyan dan menurunnya kualitas kemenyan yang dihasilkan, mereka juga harus terpinggirkan dalam hal pengelolaan lahan. Melihat ketersediaan sumber daya yang ada, hutan kemenyan ini memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan sebagai sarana meningkatkan pendapatan petani kemenyan secara langsung dan meningkatkan perekonomian pedesaan secara tidak langsung. Selain sebagai sumber pendapatan, melalui pengelolaan hutan kemenyan dapat dijadikan sebagai sarana dalam melestarikan hutan melalui pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu, 43 PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015 dalam rangka mengembangkan dan meningkatkan manfaat dari hutan kemenyan di Kabupaten Humbang Hasundutan ini perlu diadakan penelitian mengenai peran modal sosial dalam pelestarian hutan kemenyan. B. Tinjauan Pustaka Kemampuan komunitas untuk mengatur individunya merupakan modal sosial (social capital) yang mampu membuat individu–individu yang ada didalam komunitas tersebut berbagi (sharing) nilai dan norma. Kemudian menjadikannya pedoman dalam berhubungan satu sama lainnya, sehingga masing–masing anggota yang terikat dalam komunitas bersangkutan merasa percaya dan membangun kepercayaan (trust). Menurut Emile Durkheim, bentuk–bentuk modal sosial pada dasarnya terbentuk dari dua jenis yakni, solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Solidaritas mekanik dapat dipahami sebagai bentuk solidaritas yang mengikat individunya dalam sebuah kelompok sosial. Karena adanya rasa kebersamaan dan adanya aturan untuk berkelompok tanpa memperdulikan status sosial dari individu–individu yang ada dalam komunitas yang bersangkutan. Biasanya solidaritas mekanik berada di daerah pedesaan, Sedangkan solidaritas organik lebih mengacu pada perbedaan individu–individu dengan keahliannya yang terkait sebagai satu kelompok sosial. Karena masing–masing individu–individu memerlukan kemampuan individu lainnya, biasanya terdapat pembagian kerja dan umumnya sebagai ciri masyarakat perkotaan. (Rudito, 2008: 57). Unsur-unsur Modal Sosial : Partisipasi Dalam Suatu Jaringan Masyarakat selalu berhubungan sosial dengan masyarakat yang lain melalui berbagai variasi hubungan yang saling berdampingan dan dilakukan atas prinsip kesukarelaan (voluntary), kesamaan (equality), kebebasan (freedom) dan keadaban (civility). Kemampuan anggota-anggota kelompok/masyarakat untuk selalu menyatukan diri dalam suatu pola hubungan yang sinergetis akan sangat besar pengaruhnya dalam menentukan kuat tidaknya modal sosial suatu kelompok. Jaringan yang dibangun didalam komunitas petani kemenyan adalah modal yang penting dalam mempertahankan kelestarian hutan kemenyan (tombak hamijon), dengan setiap tantangan yang muncul dari luar seperti, adanya izin yang diberikan pemerintah kepada PT.TPL untuk mempergunakan tombak hamijon komunitas petani kemenyan di desa 44 PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015 Pandumaan. Secara umum, masyarakat memiliki keterbatasan di bidang pendidikan sehingga membuat komunitaas petani kemenyan ini lemah dalam strategi mempertahankan tanahnya. Namun hal–hal yang berlaku dalam masyarakat sejak lama dapat juga digunakan sebagai modal dalam memperjuangkan tanah adat selama 13 generasi. contoh,dalam hal alih kepemilikan tanah masyarakat petani kemenyan memiliki kebiasaan yang kuat yakni tidak mengenal istilah menjual dan membeli, lebih mengutamakan keluarga inti atau saudara dalam alih kepemilikan, tidak boleh mengalihkan kepemilikan secara tertutup dengan kata lain harus diadakan acara adat sebagai bentuk pentingnya nilai–nilai kekeluargaan. Dengan kata lain, jaringan marga ini sebagai modal untuk mempertahankan kepemilikan tombak hamijon sebagai milik penduduk Desa Pandumaan. Jaringan lain dapat dilihat berupa hubungan antara komunitas petani kemenyan Pandumaan dengan lembaga lain diluar lembaga yang ada di Desa Pandumaan yang turut membantu dalam memperjuangkan tombak hamijon. Trust ( Kepercayaan ) Dalam Suharto (2006) kepercayaan adalah harapan yang tumbuh dalam sebuah masyarakat yang ditunjukkan oleh adanya prilaku jujur, teratur, dan kerja–sama berdasarkan norma – norma yang dianut bersama. Kepercayaan sosial merupakan penerapan terhadap penerapan ini adanya modal sosial yang baik ditandai oleh adanya lembaga-lembaga sosial yang kokoh; modal sosial melahirkan kehidupan sosial yang harmonis. Kepercayaan memiliki peran yang penting dalam membangun modal sosial sebuah masyarakat. Kehidupan mesyarakat yang harmonis dapat dilihat melalui adanya sikap sling percaya seperti adanya sikap mengutamakan kepentingan bersama. Hal ini dapat kita lihat ketika setiap individu memikirkan kepentingan pribadinya saja hal ini merupakan ancaman yang serius dalam masyarakat. Dengan mengatasnamakan kepentingan pribadi maka masyarakat tidak lagi memandang bahwa masalah yang terjadi disekitarnya merupakan beban bersama yang harus bersama–sama pula dicari solusinya. Dengan kata lain, hubungan dalam masyarakat yang dilandasi atas saling percaya dapat menimbulkan kewajiban sosial. Nilai dan Norma Sosial. Norma-norma sosial akan sangat berperan dalam mengontrol bentuk-bentuk perilaku yang tumbuh dalam masyarakat. Pengertian norma itu sendiri adalah sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu entitas sosial tertentu. Norma-norma ini biasanya terinstusionalisasi dan mengandung sangsi sosial yang dapat 45 PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015 mencegah individu berbuat sesuatu yang menyimpang dan kebiasaan yang berlaku di masyarakatnya. Aturan-aturan kolektif tersebut biasanya tidak tertulis tapi dipahami oleh setiap anggota rnasyarakatnya dan menentukan pola tingkah laku yang diharapkan dalam konteks hubungan sosial. Nilai adalah sesuatu ide yang telah turun-temurun dianggap benar dan penting oleh anggota kelompok masyarakat (Soeharto, 2006). Berdasarkan pada parameter di atas, beberapa indikator kunci yang dapat dijadikan ukuran modal sosial antara lain (Soeharto, 2006) 1. Perasaan identitas 2. Perasaaan memiliki atau sebaliknya 3. Sistem kepercayaan dan ideologi 4. Nilai-nilai dan tujuan–tujuan 5. Ketakutan-ketakutan 6. Sikap-sikap terhadap anggota lain dalam masyarakat 7. Harapan–harapan yang ingin dicapai dimasa depan 8. Tingkat kepercayaan Nilai–nilai yang berlaku dalam masyarakat adat Desa Pandumaan ini juga mendukung dalam pelestarian hutan. Nilai dan norma yang mereka miliki merupakan warisan turun– temurun yang masih dijaga hingga saat ini. nilai dan norma ini adalah modal yang kuat untuk menyamakan pemahaman akan pentinganya tombak hamijon sebagai penunjuk identitas mereka sebagai bangso batak yang memiliki kampung halaman. Modal sosial digunakan untuk mengoptimalkan unsur - unsur modal yang ada di Desa Pandumaan. Pertama, jaringan digunakan untuk membantu masyarakat Desa Pandumaan menjalin kerjasama yang erat dan kokoh. Hubungan antar individu membentuk interaksi dan komunikasi, memungkinkan tumbuhnya kepercayaan antara satu sama lainnya. Kedua, norma dan nilai yang berlaku secara turun temurun berupa teknik penanaman atau pemanenan kemenyan merupakan warisan turun–temurun selama 13 keturunan ataupun nilai yang berlaku dalam masyarakat membentuk batasan–batasan, peraturan–peraturan yang membatasi masyarakat dalam bertindak guna menjaga kelestarian hutan kemenyan. Ketiga, kepercayaan muncul sebagai bentuk dari prilaku jujur, teratur, dan kerja sama berdasarkan norma–norma yang dianut bersama–sama. Dalam Masyarakat Desa Pandumaan, tingkat kepercayaan tinggi, dapat dilihat melalui dibentuknya lembaga sosial yang kokoh seperti Kelompok Tani Kemenyan. 46 PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015 Teori Etika Lingkungan Ekosentrisme Ekosentrisme merupakan paham lingkungan yang holistic. Makhluk hidup dan benda–benda abiotik memiliki hubungan yang saling terikat. Tanggung jawab moral berlaku bagi semua realita ekologi. Ekosentrisme juga merupakan kelanjutan dari teori etika lingkungan biosentrisme. Oleh karenanya teori ini sering disamakan begitu saja karena terdapat banyak kesamaan. Yaitu pada penekanannya atas pendobrakan cara pandang antroposentrisme yang membatasi keberlakuan etika hanya pada komunitas manusia. Keduanya memperluas keberlakuan etika untuk mencakup komunitas yang lebih luas. Pada biosentrisme, konsep etika dibatasi pada komunitas yang hidup (biosentrism), seperti tumbuhan dan hewan. Sedang pada ekosentrisme, pemakaian etika diperluas untuk mencakup komunitas ekosistem seluruhnya atau ekosentrism (Susilo, 2009: 105). Dalam Susilo (2008: 113) ekosentrisme memandang hubungan antara alam dan kehidupan sosial dengan pokok gagasan sebagai berikut : 1. Manusia dan kepentingannya bukan lagi ukuran bagi sesuatu yang lain. Ia tidak hanya melihat spesies manusia saja, tetapi juga memandang spesies lain. Pernyataan ini menunjukkan bahwa paham ekosentrisme ini merupakan kritik terhadap antroposentrisme. 2. Pandangan tentang lingkungan harus bersifat praktis. Artinya, etika ini menuntut suatu pemahaman baru tentang relasi yang etis dalam alam semesta ( terutama antara manusia dengan makhluk lainnya). C. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Pengumpilan data dilakukan dengan 2 cara yaitu observasi partisipasi dan wawancara mendalam serta data sekunder yang terdiri dari studi kepustakaan. Peneliti melakukan wawancara mendalam sebagai instrumen untuk mampu menjawab rumusan dari permasalahan. D. Hasil Penelitian Bertani Kemenyan Sebagai Mata Pencaharian Masyarakat Adat Desa Pandumaan Memanfaatkan hutan adat sebagai sumber mata pencaharian dikerjakan oleh masyarakat Pandumaan. Pemahaman tentang bagaimana cara mengelola tanaman kemenyan merupakan warisan yang di regenerasikan secara turun–temurun oleh nenek moyang selama 47 PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015 13 generasi. Petani kemenyan di Desa pandumaan memiliki masih bergantung pada alam selain menanam kemenyan, mereka juga memanfaatkan tanah adat untuk menanam kopi, cabe, tomat, padi, atau tanaman muda lainnya. Tetapi bercocok tanam kemenyan merupakan pekerjaan yang turun–temurun dan tak boleh di ganggu gugat. Hasil dari wawancara terhadap para informan, terlihat nyata bahwa marga yang awalnya datang ke Pollung adalah anak dari toga marbun yakni lumban batu dan lumban gaol. Seperti yang dikemukakan oleh salah seorang nara sumber yang merupakan raja huta dan ketua patik. “ nenek moyang, anak dari toga marbun datang ke Pollung, itulah Lumban Batu dan Lumban Gaol. Datang ke hutan untuk mencari rotan dan mencari rotan besar. waktu itu mereka belum mengenal kemenyan, oleh karena itu belum dicar- cari. ”(opung Jusup Lumban Batu). Hal senada juga disampaikan oleh seorang sekretaris kelompok tani kemenyan di desa Pandumaan. “ tombak hamijon ini ito, udah dikerjakan opung kita marbun dan lumban batu selama 13 generasi, kalo turunan dari siraja oloan itu ada marga sinambela, sihite, simanullang udah 13 keturunan juga mengusahakan tombak hamijon ini ”(Amang K Sihite). Dari hasil wawancara diatas dapat dilihat bahwa kepemilikan tanah ini tidak terlepas dari ikatan marga – marga. Oleh karena itu, dapat kita ketahui tombak hamijon ini berdiri diatas tanah adat dan dalam pengelolaannya pun dilakukan secara tradisional seperti yang diwariskan nenek moyang bangsa batak yang ada di Desa Pandumaan. Desa yang terletak di kec. Pollung kab. Humbahas ini, Tombak hamijon (Hutan Kemenyan) seluas 4100 Ha dimiliki dan diusahai secara turun temurun sejak 300-an tahun yang lalu oleh komunitas marga: turunan dari marga marbun yakni lumban batu sehingga sekarang sudah 13 generasi; lumban gaol (13 generasi); turunan siraja oloan yakni marga sinambela, sihite, simanullang (masing-masing 13 generasi); dan marga-marga yang datang kemudian yakni: munthe dan situmorang (3 generasi). Pentingnya Tanah Adat Bagi Masyarakat Adat Desa Pandumaan Pada awalnya manusia sebagai makhluk sosial hidup secara nomaden dengan berpindah-pindah dalam suatu kawasan tertentu secara melingkar. Mereka mengembara secara berkelompok, tergantung pada ketersediaan bahan makanan. Bila bahan makanan di utara habis, mereka bergerak ke timur, terus ke selatan dan barat. Bila di utara telah berbuah lagi mereka kembali ke utara. Pada setiap tempat yang dilalui, mereka selalu memberi tanda 48 PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015 dan mengawasi wilayah itu, sehingga orang atau kelompok lain tidak diperkenankan lagi memasuki wilayah itu tanpa izin kelompok mereka. Pada saat mereka masih mengembara itu, baru ada dan terjalin hubungan yang bersifat religio-magis antara kelompok dengan tanah-tanah dalam wilayah pengembaraan. Masing-masing anggota kelompok merasa berhak secara bersama dengan warga kelompoknya yang lain terhadap semua bidang tanah dalam wilayah itu. Saat itu belum ada hak perseorangan dari anggota tertentu terhadap bidang tanah tertentu, yang ada hanya hak kelompok/persekutuan. Tanah adat merupakan salah satu unsur penting salam menyatakan bahwa suatu masyarakat dikatakan masyarakat adat. Kedudukan tanah adat bagi masyarakat adat khususnya di desa pandumaan merupakan harta yang tidak dapat diperjual belikan karena apa bila diperjual belikan maka identitas masyarakat adat semakin lama akan semakin memudar. Seperti yang disampaikan oleh seorang petani kemenyan, “ tanah adat ini penting kali sama kami, tanah adat bukan punya perorangan tapi punya semua orang didesa ini. Walaupun kalo mengerjakannya itu berbeda – beda ukurannya. Contohnya aja, kalo ada salah satu dari kami ada tanahnya yang dirampas pemerintah untuk dikasih ke pengusaha, disitulah kami bersama – sama mempertahankan karna tanah ini identitas kami sebagai masyarakat adat.” Amang Kersi Sihite Seperti yang telah disampaikan informan diatas, tanah adat memiliki peran yang penting dalam masyarakat. Tidak hanya sebagai sumber pendapatan masyarakat adat, tetapi tanah juga sebagai identitas msyarakat yang perlu dijaga kelestariannya serta dipertahankan keberadaannya. Seperti semboyan yang sering dikemukakan suku batak yang menyatakan bahwa kampung halaman merupakan tempat yang paling berharga “ arga do bona ni pinasa”. ini lah juga yang gunakan masyarakat pandumaan sebagai alasan untuk terus mempertahankan keberadaan tanah adat mereka. Nilai Dan Norma Sebagai Modal Sosial Dalam Pelestarian Hutan Dalam masyarakat adat, terdapat beberapa larangan – larangan yang berguna untuk mencapai ketertiban dan keharmonisan lingkungan. Pada masyarakat tertentu disebut pamali yang digunakan sebagai acuan dalam bertingkah laku baik tindakan yang diperbolehkan maupun tindakan – tindakan yang dianggap tabu (Rachmat, 2008: 163). Dengan kata yang berbeda namun bermakna sama, kata tokka ini menjadi suatu pengendali dalam bertindak. Misalnya, tindakan pencurian tidak dibenarkan di desa tersebut, 49 PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015 termasuk ketika mereka berada di tombak hamijon. Barangsiapa yang mencuri akan dimakan harimau. Hingga sekarang mitos ini masih diingat bahkan dipatuhi oleh masyarakat setempat. Seperti yang disampaikan oleh seorang petani kemenyan yang telah 40 tahun mengerjakan lahannya. “ mencuri di hutan itu dilarang keras, nanti dimakan harimau. Ceritanya itu sebenarnya gini ito, adalah 2 orang opung-opung yang ribut sampe berkelahi gara- gara rebut–rebutan perbatasan tanah. Jadi, salah satu disini pasti ada yang bohong. Keluar sumpah “ kalo ada yang mencuri tanah atau yang lainnya biarlah harimau yang jadi hakimnya , siapapun yang mencuri harus mati dimakan harimau”Opung Bachtiar Selain mitos tentang sanksi atas tindakan pencurian, terdapat juga mitos yang berkenaan dengan haril panen. Seperti yang disampaikan oleh seorang aktifis lingkungan ini . “ molo marnipi hami tikki modom di tombak, ro anak boru marbaju na bottar, manang na adong boru–boru na denggan pamatang na. olo do denggan gota ni hamijon nami i. alai molo adong ro ina–ina namatua molo i lapatan na dang adong gota ni hamijuon nami, olo do koring na ni tullang name”. “kalau kami mimpi waktu tidur di hutan, adalah datang anak gadis pake baju putih, atau ada datang anak perempuan yang sedang hamil. Mau nanti pas panen banyak getah kemenyan itu. Tapi kalo kita mimpi jumpa sama nenek–nenek tua yang udah keriput artinya itu panen pasti sedikit mau juga gak ada sama sekali getahnya” Amang Kersi Sihite Hal yang sama juga disampaikan oleh seorang pendeta sekaligus petani kemenyan. “ kalau kami jumpa ular waktu dijalan mau ke tombak, itu artinya getah kemenyan kita pasti berhasil ito” pendeta Haposan Sinambela. Ketiga mitos ini merupakan modal yang kuat untuk mempertahankan kelestarian hutan. ketaatan akan mitos ini akan memunculkan penghormatan akan alama dan mensejajarkan dirinya dengan alam. Sehingga muncul siap yang berimbang antara pemakaian sumber daya alam dengan usaha pelestarian alam tersebut. Upacara Adat ( Marottas) Marottas adalah upacara yang dikerjakan olehn petani kemenyan secara bersama– sama dengan keluarga. Atau teman–teman yang memiliki lahan kemenyan saling berdekatan. Marottas merupakan acara makan bersama di tombak, dengan membawa itak gurgur dan 50 PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015 ayam panggang. Sesampainya di tombak mereka berdoa memohon kepada Tuhan agar hasil panennya berlimpah. Kegiatan marottas ini berkaitan dengan mitos yang hingga saat ini masih dipercayai. Sama halnya dengan yang dituturkan oleh seorang aktivis pelestarian hutan adat: “Marottas itu kami kerjakan sekali setahun, biasanya di bulan 5 sampe bulan 7. Ada 2 masa manige, satu manige suksang (waktu manige yang tidak serentak/ 3 banding 10 lah kalo kita liat pohon yang siap di panen), yang ke dua manige takkasan ( waktu manige takkasan ini kerjakan secara serempak/ kalo dibuat perbandingannya itu 7 :10). Jadi, marottas ini dibuat waktu kita masuk masa manige takkasan. Gak cuma satu keluarga , marottas juga bisa kita buat sama– sama dengan petani kemenyan yang satu jalur dengan tombak kita” amang Kersi sihite. Seperti yang disampaikan oleh petani kemenyan yang juga masih mengerjakan kebiasaan ini. “Setelah marottas kami menggores dan melobangi pohon kemenyan, terus di percikkan itak nabontar itu, dan harus bilang,”Asa bontar so haliapan, bontar sohapurpuran”. Kami juga bilang” Parung marsidagul-dagul, sahali mamarung gok bangkul dohot bahul-bahul” sambil manuktuk batang yang disige. Maksudnya supaya kemenyan yang sudah disige (gores) menghasilkan getah yang bagus dan banyak” Pendeta Haposan Sinambela Tradisi di atas masih dilakukan sampai dengan hari ini. Setiap kali hendak marhontas atau mamungka manige , mereka terlebih dahulu menyajikan itak nabontar dan itak gurgur. Itak gurgur tersebut dibungkus dengan bulung sungkit . Disiapkan oleh istri di rumah, suami membawanya ke hutan, dan tidak boleh memakannya atau memberikan kepada siapa pun di hutan. Itak gurgur tersebut di masukan ke alat guris, kemudian disuapkan ke pohon kemenyan yang akan disige. Setelah itu proses manige pohon kemenyan pun dilakukan. Dalam satu hari itu hanya tiga pohon yang bisa disige. Tidak bisa bermalam, harus langsung pulang ke rumah, bersama istri dan anak-anak memakan itak gurgur tersebut. Gotong Royong ( Marsirippa ) Seperti yang disampaikan oleh seorang petani kemenyan, “ Ada juga orang didesa ini yang anak – anaknya pigi meranto semua. Jadi gak ada lagi yang bisa ngerjain tombak hamijon bapaknya. Bapaknya pun udah tua, gak tolap lagi ke tombak sangkin jauhnya. Jadi diusahakan lah nyari keluarga dekat atau orang yang dipercaya yang bisa ngerjain tombak itu. Kalo bicara upah itu kesepakatan bersama” Juspen Lumban Batu. 51 PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015 Informasi diatas memperlihatkan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat adat didesa Pandumaan ini tinggi. Sehingga untuk menghindari terbengkalainya tombak hamijon ini, masyarakat petani kemenyan mengambil keputusan untuk mempercayakan lahan dikerjakan oleh kerabat dekat atau orang lain yang dipercaya. Seperti yang dituturkan salah seorang petani kemenyan. “Kalo bahasa indonesianya itu gotong royong, di desa ini namanya marsirippa, marsirippa ini pake modal kepercayaanlah. Kalo kita sama – sama ngerjainnya lahan itu pastilah harapan kita itu semuanya berhasil pula “ Amang Kersi Sihite. Istilah gotong royong didesa ini dikenal dengan kata “marsirippa”. Marsirippa ini dikerjakan untuk membantu petani yang lain dalam mengerjakan lahan tombak hamijonnya. Biasanya marsirippa ini dikerjakan saat musim manige takkasan berlangsung. Dalam pelaksanaannya bisa saja petani ikut mengerjakan tombak hamijon masyarakat pandumaan adalah petani dari desa yang lain. Hukum Adat ( Patik ) Keberadaan masyarakat adat perlu diperhitungkan ketika pemerintah mengambil keputusan yang melibatkan hayat hidup mereka. Karena, ketika permerintah salah mengambil keputusan inilah pencetus munculnya konflik. Seperti yang kita ketahui bahwa syarat suatu masyarakat. Boleh dikatakan masyarakat adat ialah, memiliki ikatan marga atau kekeluargaan dalam desa tersebut. Seluruh masyarakat. Di desa ini saling memiliki ikatan kekeluargaan. Syarat yang kedua ialah, masyarakat adat harus memiliki hukum adat. Syarat ini juga terdapat didesa pandumaan. Contoh, mereka memiliki patik (hukum), hukum ini berlaku di lingkungan desa pandumaan dan hukum ini pun merupakan warisan turun - temurun guna untuk mengatur keharmonisan dan keamanan desa tersebut. Seperti yang dituturkan oleh ketua patik di desa pandumaan, "Di kampung kami ada patik (hukum) yang berlaku. Seperti hukum jangan mencuri. Kalo kedapatan mencuri,maka dia harus mengembalikan barang curiannya, ikut juga sanksi. Yang harus dibayarkan seperti 100 kg babi timbang meja, beras 100 kaling beras" Opung Jusup Lumban Batu. Seperti yang dijelaskan oleh kedua informan diatas hukum adat merupakan suatu kekuatan yang mengikat masyarakat pandumaan untuk mencapai hidup yang harmonis dan 52 PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015 aman. Hukum - hukum ini hanya berlaku di wilayah desa pandumaan saja. Hukun adat merupakan potensi atau modal yang kuat untuk mempertahankan kelestarian hutan. Misalnya, dilarang menebang pohon sembarangan, tidak boleh mencuri, tidak boleh membunuh binatang saat di hutan dan tidak boleh memperjual belikan tanah adat. Alih Kepemilikan Tombak Hamijon Tanah adat berbeda kedudukannya dengan tanah–tanah yang diperjual belikan oleh orang–orang pada umumnya. Tanah adat tidak boleh diperjual belikan dengan siapapun termasuk pada pihak penguasa. Tidak juga memiliki bukti kepemilikan secara tertulis yang dikeluarkan oleh pemerintah. Tanah adat ini juga hanya boleh berpindah kepemilikkan dan dalam prosesnya harus mengikuti aturan–aturan adat yang berlaku. Sama halnya dengan yang dituturkan oleh seorang Raja Huta di Desa ini. “ tanah adat gak boleh dijual beli, apa lagi sama perusahaan. Tanah adat boleh pindah tangan tapi pake cara adat. Ada syarat – syaratnya, diusahakan di pindahkan kepemilikkannya sama saudara kandung. Misalnya kalo yang punya tanah itu marga lumban gaol trus dia butuh uang untuk sekolah anaknya, harus ditanya abang atao adik kandungnya mana tau ada yang mau mrnduluankan uangnya. Tapi kalo gak ada yang sanggup atau gak ada yang bisa juga. Kita harus cari saudara satu opung atau keluarga dekat yang lainnya. Kalau tidak ada juga, kita boleh orang lain yang kita percaya. Dengan syarat kalo kita udah punya uangnya dia bisa mengembalikan tanak kita itu” Opung Jusup Lumban Batu Jika kita melihat kegunaan dari tata cara pemindahan kepemilikkan tanah adat ini, dapat dikatakan ini sebagai modal dalam melestarikan hutan kemenyan. Hanya dapat dipindahkan kepada keluarga dekat, menunjukkan bahwa ikatan marga juga berperan dalam mempertahankan identitas kepemilikkan tanahnya. Kepemilikkan ini pun tidak dapat diberikkan pada perusahaan karena dinilai akan berdampak buruk . Sebab, perusahaan akan meninggalkan tanah adat tersebut sewaktu – waktu karena potensi tanah tersebut telah habis digerus. Tantangan Dalam Pelestarian Hutan Kemenyan Sama halnya dengan yang terjadi di Desa Pandumaan dan Sipituhuta, pada tahun 2009 Mentri Kehutanan memberikan izin kepada PT. TPL untuk menanami eucalyptus di hutan adat yang lebih dari 13 generasi dimanfaatkan masyarakat adat Desa Pandumaan dan Sipitu huta untuk menanam kemenyan. Hingga saat ini keputusan yang diambil oleh Mentri 53 PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015 Kehutanan ini menjadi sumber konflik yang berlangsung sejak tahun 2009 dan hingga saat ini masih berlangsung. Seperti yang dituturkan oleh hampung (Kepala Desa Pandumaan) mengenai bagaimana konflik ini dapat berlangsung hingga saat ini. “Sebelum masuknya TPL kewilayah hutan kemenyan penduduk desa ini, belum ada konflik. Namun, izin yang diberikan pemerintah lah yang justru membawa konflik yang berkepanjangan ini. bayangkan saja ada ±260.000 Ha luas hutan produksi dan hutan non produksi yang udah dibayar TPL pajaknya kepada pemerintah. Tetapi kawasan hutan mana yang telah dibayarkan pajaknya belum diketahui. Kalau kita lihat kondisi ini, jelas sekali ada yang tidak beres. Mungkin aja waktu dilihat dinas kehutanan dari atas itu banyak kawasan di tapanuli yang hijau makanya asal dikasi aja izinnya sama PT.TPL. Karena hal itu sudah diketahui, pernah kami mengajak TPL untuk bekerja sama untuk melawan pemerintah dikarenakan pemerintah menerima pajak tanah yang belum jelas kedudukkan tanah tersebut. Dan kami selaku masyarakat adat menuntut pembebasan tanah kami. Tapi pihak TPL tidak bersedia bekerja sama . karena resikonya itu, kemungkinan besar uang pajak akan dikembalikan dan hanya ±100.000 Ha aja yang dapat dikelola. Jelas saja mereka menolak karena yang mereka butuhkan itu lahan seluas ±260.000 ha untuk memperluas lahan usaha mereka” (Budiman Lumban Batu) Hutan adat berstatus hutan negara, hal ini membawa pro kontra yang cukup panjang. Hingga saat ini terjadi pertentangan pemahaman antara masyarakat adat dan pemerintah terhadap status kedudukan tanah adat dan tanah Negara. Jika melihat persepsi pemerintah mengenai hutan adat merupakan hutan Negara. Oleh karena itu dalam pemanfaatannya pun di bawah otoritas pemerintah. Sesuai dengan UU no.41 tahun 1999 tentang kehutanan menyatakan bahwa semua hutan adat yang ada di seluruh Indonesia berstatus hutan Negara. Dengan demikian pemerintah melalui Kementrian Kehutanan berwenang memberikan hak untuk mengusahakan semua hutan adat yang merupakan hutan Negara kepada perusahaan. Jika dikaji sesuai undang–undang tersebut, ketika perusahaan diberi izin oleh pemerintah untuk mengelola hutan adat maka perusahaan tersebut memiliki jaminan atas keamanan dalam pemanfaatan hutan adat tersebut oleh aparat pemerintahan Jaringan Sosial Sebagai Sarana Pendukung Perjuangan Kelompok studi dan pengembangan prakarsa masyarakat atau disingkat dengan ksppm inilah yang turut membantu masyarakat untuk mengembangkan pemahaman masyarakat mengenai hukum dan membantu masyarakat menemukan potensi diri yang pada akhirnya akan dijadikan kekuatan untuk melawan ketidakadilan yang terjadi. 54 PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015 Sesuai dengan pernyataan kepala desa pandumaan mengenai peran KSPPM. Hal serupa juga dipaparkan oleh salah seorang petani kemenyan. " KSPPM punya pengaruh sama perjuangan kami ito, selain mengajari kami tentang hukum dan strategi perjuangan dengan jalur negosiasi dan aksi. Kami juga diajari tentang bagaimana cara surat - menyurat biar kami sebagai pengurus kelompok tani. Tau caranya struktur organisasi yang benar" Kersi Sihite. Pendampingan yang dilakukan lembaga– lembaga ini dirasakan baik oleh masyarakat adat di Pandumaan. Banyak hal yang didapati oleh masyarakat, seperti penyadaran hukum dan strategi berjuang tanpa kekerasan. Seperti yang dikemukakan oleh BAKUMSU, AMAN dan KSPPM saat sosialisasi usulan PERDA di GKPI RESORT PANDUMAAN tanggal 13 september 2013, pukul 14.30, bahwa “hutan adat bukanlah hutan negara sehingga untuk menegaskan itu harus dilakukan pembedaan. Oleh karena itu butuh PERDA yang mengatur mengenai hak – hak masyarakat adat di HUMBAHAS. PERDA yang diusulkan ini didiskusikan untuk membantu pemerintah dalam pembuatan PERDA. Karena ketika 10 orang masyarakat Pandumaan pergi ke Jakarta untuk bertemu DIRJEN KEHUTANAN menuntut pembebasan tanah adat dari wilayah konsesi. Namun hutan adat akan dipisahkan dari hutan negara apabila ada PERDA yang mengatur pembedaan tersebut dan dengan demikian ada kejelasan mengenai hak masyarakat adat atas tanah adat. Serta ada pengakuan dan perlindungan negara terhadap tanah adat sehingga tanah adat tidak lagi dapat diberikan kepada oknum – oknum diluar masyarakat adat”. Mengenai PERDA ini juga ditanggapi oeh kepala desa Pandumaan, berikut hasil wawancaranya, “Kalau mau dibedakan antara Hutan Adat dan Hutan Negara perlu pengakuan dari pemerintah, jadi perlu dibuat PERDA yang utamakan kedaulatan masyarakat adat dan menbuat point- point peran dan tugas Pemerintah” Budiman Lumban Batu Draft PERDA Perngakuan dan Perlindungan masyarakat adat ini akan didiskusikan bersama DPRD (legeslasi) karena sebelumnya PERDA mengenai Perngakuan dan Perlindungan masyarakat adat juga telah diberlakukan di Kabupaten Malinau ( Kalimantan ), Maluku, Sumatera Barat, Bali dan keuntungannnya ialah tidak ada lagi investasi yang sembrono. Sejak tahun 2009 hingga saat ini masyarakat masih bertahan untuk tetap mempertahankan kelestarian tombak hamijonnya dari penebangan yang dilakukan Oleh 55 PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015 PT.TPL atas izin pemerintah. Kemampuan untuk bertahan selama ini merupakan sebuah modal sosial yang tinggi yang dimiliki masyarakat didesa ini. Mereka bertahan karena memiliki perasaan identitas, perasaaan memiliki atau sebaliknya, sistem kepercayaan dan ideologi, nilai-nilai dan tujuan – tujuan, ketakutan-ketakutan, sikap-sikap terhadap anggota lain dalam masyarakat, harapan – harapan yang ingin dicapai dimasa depan, tingkat kepercayaan. E. Kesimpulan Dan Saran Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai Modal Sosial Komunitas Petani Kemenyan Dalam Pelestarian Hutan Kemenyan Di Desa Pandumaan, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa modal sosial yang terdapat dimiliki masyarakat adat Pandumaan seperti hukum adat atau patik, upacara adat (marottas), jaringan marga dan jaringan dengan lembaga diluar desa merupakan kekuatan yang dimiliki Masyarakat Adat Pandumaan untuk mempertahankan kelestarian hutan. Kearifan lokal yang telah ada sejak 13 generasi dan terus diregenerasikan kepada keturunan berikutnya dengan tujuan agar generasi selanjutnya memahami pentingnya menjaga keberadaan tanah adat, hukum adat, dan ikatan marga (kekeluargaan) sebagai syarat bahwa masyarakat desa adalah masyarakat adat. Saran: Sebelum negara terbentuk, masyarakat adat telah ada lebih dahulu. selama 13 generasi hutan adat tetap terjaga kelestariannya. Dengan berbekal peralatan tradisional masyarakat adat mengusahakan hutan adat dengan pemahaman yang dimiliki secara turun – temurun. Selama 13 generasi pula masyarakat dapat hidup dengan bergantung dengan alam. namun setelah masuknya TPL atas izin dari pemerintah untuk mengelola hutan adat ini yang diharapkan akan mensejahterakan masyarakat setempat ternyata berbanding terbalik. Justru keputusan pemerintah ini membuat kondisi yang semula baik menjadi tidak baik. Oleh sebab itu, dibutuhkan pengakuan dan perlindungan atas keberadaan masyarakat adat. Agar pemerintah memperhitungkan keberadaan masyarakat adat sebelum mengambil keputusan yang berkenaan dengan masyarakat adat. Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat dan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesikan jurnal ini. Ucapan terima kasih saya kepada Bapak Drs. Henry Sitorus, M.Si sebagai rewiewer yang telah membimbing saya dalam penulisan jurnal ini. Semoga jurnal ini dapat bermanfaat mahasiswa departemen sosiologi sebagai bahan bacaan dan referensi bagi karya ilmiah selanjutnya. 56 PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015 DAFTAR PUSTAKA Bungin ,Burhan dan laely widjajati (penyunting).2007. Dimensi Metodologi dalam Penelitian Sosial.Surabaya: Usaha Nasional Damsar, 2002, Sosiologi Ekonomi : Jakarta, PT. Raja Gravindo Persada Mariana, dede. 2006. Modal Sosial (Social Capital) dan Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan. Bapeda Rudito, Famiola.2008. Metode Pemetaan Sosial. Bandung : Rekayasa Sains Ritzer, G. & Douglas J. G, 2007, Teori Sosiologi Modern: Kencana Sugiyono, Prof.Dr. 2010, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R &D, Alfabeta Bandung Soeharto, Edi, 2006. Modal Sosial dan Kebijakan Publik Susilo, Racmad K.2008. Sosiologi Lingkungan, Jakarta: PT Raja Gravindo Persada. 57