POKOK BAHASAN XIV. POLIEMBRIONI, APOMIKSIS DAN EMBRIOLOGI EKSPERIMENTAL Poliembrioni Poliembrioni adalah terdapatnya lebih dari satu embrio dalam satu biji. Orang yang melaporkan pertama kali, terjadinya poliembrioni adalah Antoni van Leeuwenhoek pada tahun 1719, pada biji jeruk. Poliembrioni pada Angiospermae kemungkinan terjadi karena: 1. pembelah embrio yang sudah ada (cleavage pro-embryo) 2. embrio berasal dari sel-sel dalam kandung lembaga salain sel telur yang dibuahi. 3. terbentuknya kandung lembaga yang banyak, dalam satu ovulum. 4. aktivitas sel-sel sporofilik (sel-sel sama) pada ovium. 1. Cleavage poolyembryony pada Angiospermae dijumpai pada anggrek, seperti Eulophia epidendraea proses terjadinya Cleavage: 1. zigot membelah tidak teratur menghasilkan masa sel. Masing-masing tumbuh menuju khalaza menghasilkan banyak embrio ( Gambar A). 2. pro-embrio membentuk tonjolan (tunas) kecil, masing-masing tunas tumbuh dan berkembang menjadi embrio (Gambar B). 3. embrio. yang berbentuk benang, kemudian bercabang-cabang, dan masingmasing cabang tersebut tumbuh menjadi embrio (Gambar C). 2. embrio berasal dari sel-sel dalam kandung lembaga selain sel telur yang dibuahi Pada Ulmus glabra selain embrio zigotik (hasil pembuahan sel telur dan sperma), embno juga berasal dan sel antipoda. Klasifikasi poliembrioni Ada 2 : 1. Spontan 2. Induksi Ernst (1901;1910) membedakan poliembrioni spontan menjadi 1. Poliembrioni sejati Dua atau lebih embrio terdapat dalam kantong lembaga. Embrio berasal dari zigot/embrio yang sudah ada (Eulophia, Vanda), dan sinergid (Sagittaria) dari sel antipoda (Ulmus) atau dan nuselus/integumen (Citrus, Spiranthes). 2. Poliembrioni palsu Embrio terdapat dalam kantong kant embrio satu ovulum yang sama a (Fragaria) atau pada plasenta (Loranthaceae). (Loranthaceae) Yakolev (1967) membagii poliembrioni berdasar pada sifat genetik. Ada 2 tipe poliembrioni spontan yaitu: 1. Gametogitik Embrio berasal dari sel gamet gam et dan kandung lembaga setelah atau tanpa pembuahan. 2. Sporofitik pro atau sel sporofitik inisial ovulurn urn (nuselus Embrio berasal dari zigot, pro-embrio atau integumen). Gambar 44. Poliembrioni belahan path Ervthronium americanum A. embrio o zigotik membentuk masa embrionik embrioni B-C. C. perkembangan perkembanga masa embriomk yang berasal dari embrio zigotik Apomiksis Apomiksis adalah reproduksi aseksual yaitu proses reproduksi duksi tanpa terjadinya fusi gamet betina dan gamet et jantan. Pada reproduksi aseksual terdapat adanya 2 proses yang selalu berkesinambungan (tak terputuskan), yaitu: 1. meiosis eiosis : suatu proses pernbelahan sel-sel sel sel sporofitik yang diploid menjadi sel-sel gametik yang haploid. Misalnya : pada mikrosporogenesis (terjadinya mikrospora). Mikrospora Mikrospora akan menghasilkan gamet et jantan (n). Megasporogenesis (terjadinya megaspora) megaspore yang berfungs berfungsi akan menghasilkan kantong embrio embri dengan bagian-bagiannya, bagiannya, yaitu sel telur, sinergid dan antipoda (semuanya haploid (n). 2. pembuahan adalah fusi dari sel-sel sel gametik (sperma dan sel telur) menghasilkan zigot (2n). Zigot merupakan generasi awal fase sporofitik yang diploid. Menurut Maheswari (1950) apomiksis pada tumbuhan Angiospermae dibedakan menjadi yaitu: 1. apomiksis yang tidak berulang Pada tipe ini sel induk megaspora mengalami pembelahan meiosis secara normal, terbentuk kantong embrio yang haploid. haploid. Embrio mungkin berasal dari sel telur yang tidakk dibuahi (parthenogenesis (parthenogenesis haploid) atau berasal dari sel lain pada gametofit 2. apomiksis berulang Kantong embrio berasal dari arkesporium (apospori generatif) atau bagian lain dan nuselus (apospori somatik). Semua inti sel yang menyusun kantong embnio bersifat fat diploid. Embnio berasal dan sel telur yang tidak dibuahi (parthenogenesis diploid) atau dan sel lain pada gametofit (apogami diploid). Menurut Bhojwani & Bhatnagar (1999) apomiksis dibedakan menjadi 2 yaitu: 1. reproduksi vegetatif, yaitu tanaman diperbanyak diperbanyak melalui bagian tubuhnya (seperti akar, daun atau batang) selain menggunakan biji. 2. agamospermi Ada 2 tipe agamospermi, yaitu: 1. embrio berkembang dari suatu sel gametofit betina yang tidak mengalami meiosis, atau 2. berasal langsung dari sel-sel somatik yang menyusun ovulum (bakal biji), seperti erti nuselus dan integumen. Embrio yang berasal dari sel somatik (2 n) disebut embrio adventif. Pada agamospermi dimana kantong embrio berasal dari sel induk megaspora yang tidak mengalami meiosis disebut diplospori, diplospor dan yang berasal dari sell soma (nuselus) disebut apospori. i. Jadi apomiksis berulang adalah agamospermi. Skema agamospermi dan proses reproduksi seksual dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 45. Embrionik adventif pada Mangifera indica A. Sel-sel nuselus diluar kandung lembaga mempunyai ukuran yang besar dengan inti yang jelas, merupakan inisial embrio adventif B. sel-sel embriogenik telah membelah-belah me belah menjadi embrio adventif (stadium bulat) Gambar 46. Skema pola perkembangan bermacam-macam bermacam tipe ipe agamospermi, dibandingkan dengan pola seksual (normal) Embriologi Eksperimental dan Aplikasi Embriologi Embriologi semula dipelajari secara deskriptiv, dimana dimana perkembangan secara detail dari berbagai struktur yang berhubungan dengan pembuahan dan perkembangan an embnio dipelajani secara mikroskopik. mikr Sejak akhir abad ke-19 19 diketahui bahwa data embriologi dapat diaplikasikan untuk mempelajani taksonomi, dan diberi diberi nama embriologi perbandingan (Comparative Embryology). Kemudian sejak tahun 1960 embriologi embriologi menjadi experimental science. Ada 2 tujuan dalam embriologi eksperimental yaitu : 1) mengetahui faktor yang mengontrol berbagai proses embriologik; 2) memanipulasi proses embriologik dengan mengubah kondisi lingkungan diseluruh tanaman atau sebagian tanaman itu dighunakan untuk percobaan. Embriologi eksperimental mempunyai hubungan dengan disiplin ilmu lain dalam botani seperti genetika, fisiologi, morfogenesis, biokimia dan lain-lain serta dengan ilmu terapan yaitu plant briding. Ada beberapa aspek dalam embniologi eksperimental antara lain: 1) untuk menghasilkan tanaman haploid; 2) mengontrol pembuahan; 3) perkecambahan pollen dan pertumbuhan buluh pollen; 4) nutrisi embnio; 5) induksi poliembnioni; 6) partenokarpi; 7) menghasilkan tanaman haploid; 8) tranformasi genetik. Penelitian-penelitian tersebut dilakukan dengan kondisi aseptis, dengan menggunakan teknik in vitro atau yang lebih popular dikenal dengan istilah Plant Tissue Culture, yaitu suatu teknik dengan mengisolasi sel, jaringan ongan atau bagian organ, embnio atau segmen/potongan dan embrio yang ditanam pada medium makanan buatan pada tempat dan gelas atau plastik. Ada 3 hal penting yang harus diperhatikan dalam teknik ini yaitu: a. medium makanan yang digunakan; b. pemeliharan kultur pada kondisi aseptic; c. erasi untuk kultur Mengenai medium makanan untuk kultur banyak formulasi yang digunakan dan dikembangkan oleh para peneliti dan tahun ke tahun, disesuaikan dengan tujuan penelitian masing-masing serta bahan eksplain yang digunakan dalam penelitian tersebut. Komposisi medium yang dipakai oleh beberapa peneliti terdahulu dan sekarang masih banyak digunakan seperti pada table berikut: Tabel 1 : Komposisi medium makanan yang digunakan untuk kultur in vitro menurut beberapa peneliti terdahulu.