PENDIDIKAN KARAKTER SERTA PENGEMBANGAN BERFIKIR DAN DISPOSISI MATEMATIK DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA Oleh: Prof. Dr. Utari Sumarmo Makalah disajikan dalam Seminar Pendidikan Matematika di NTT tanggal 25 Februari 2012 ABSTRAK Pendidikan budaya dan karakter bangsa pada dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional. Nilai-nilai dalam pendidikan budaya dan karakter meliputi: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Nilainilai tersebut juga sesuai dengan Visi Matematika, Tujuan Pembelajaran Matematika, disposisi matematik, dan habits of mind yang diperlukan dalam belajar matematika. Pelaksanaan pendidikan nilai bersamaan waktu dengan pengembangan kemampuan berpikir dan disposisi matematik melalui: pemahaman, pembiasaan, keteladanan dan contoh, serta pembelajaran yang berkelanjutan dalam semua jenis pendekatan pembelajaran yang memiliki karakteristik pembelajaran aktif, kreatif, efisien, menyenangkan (PAKEM). Kata kunci: pendidikan nilai, disposisi matematik, kemandirian belajar, habits of mind, berpikir matematik, berpikir logis, berpikir kritis, berpikir kreatif matematik, PAKEM A. Pendahuluan Pendidikan adalah suatu proses enkulturasi, berfungsi mewariskan dan mengembangkan nilai-nilai budaya dan prestasi masa lalu menjadi nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang sesuai dengan kehidupan masa kini dan masa datang. Pendidikan juga merupakan usaha suatu masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan generasinya untuk menghadapi tantangan demi keberlangsungan hidup di masa depan (Ghozi, 2010). Dalam konteks pembangunan nasional, pendidikan berfungsi: 1) pemersatu bangsa, 2) penyamaan kesempatan, dan 3) pengembangan potensi diri. Dalam UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 3 tercantum sebagai berikut: “ Pendidikan Nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Rumusan tujuan di atas merupakan rujukan utama untuk penyelenggaraan pembelajaran bidang studi apapun, yang selain memuat kemampuan kognitif yang disesuaikan dengan bidang studi juga menekankan pada pengembangan budaya, dan karakter bangsa. Adapun nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa meliputi: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab (Ghozi, 2010, Pusat Kurikulum). 1 Dalam menghadapi era informasi dan suasana bersaing yang semakin ketat, pengembangan nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa di atas menjadi suatu keniscayaan dalam pembelajaran setiap bidang studi antara lain dalam pembelajaran matematika. Nilai-nilai budaya dan karakter bangsa di atas sesuai dengan visi matematika yaitu: agar siswa memiliki kemampuan matematik memadai, berfikir dan bersikap kritis, kreatif dan cermat, obyektif dan terbuka, menghargai keindahan matematika, serta rasa ingin tahu dan senang belajar matematika. Demikian pula nilai-nilai tersebut sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika yaitu: 1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah, 2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, 3) memecahkan masalah; 4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan 5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, sikap rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (KTSP, 2006). Butir-butir 1) sampai dengan 4) dalam rumusan tujuan pembelajaran matematika di atas menggambarkan kompetensi atau kemampuan berpikir matematik, sedang butir 5) melukiskan ranah afektif yang harus dimiliki siswa yang belajar matematika. Dalam pembelajaran matematika pembinaan komponen ranah afektif seperti di atas memerlukan kemandirian belajar yang kemudian akan membentuk kecenderungan yang kuat yang dinamakan pula disposisi matematik (mathematical disposition) yaitu keinginan, kesadaran, dedikasi dan kecenderungan yang kuat pada diri siswa untuk berpikir dan berbuat secara matematik dengan cara yang positif dan didasari dengan iman, taqwa, dan ahlak mulia. Pengertian disposisi matematik seperti di atas pada dasarnya sejalan dengan makna yang terkandung dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa. Dengan demikian pengembangan budaya dan karakter, kemampuan berpikir dan disposisi matematik pada dasarnya dapat ditumbuhkan pada siswa secara bersama-sama. Beberapa pakar (Butler, 2002, Corno dan Mandinah, 1983, Corno dan Randi, 1999, Hargis, http:/www.smartkidzone.co/, Kerlin, 1992, Paris dan Winograd, 1998, Schunk dan Zimmerman, 1998, Wongsri, Cantwell, dan Archer, 2002), mendefinisikan istilah kemandirian belajar atau Self Regulated Learning (SRL) dengan cara berbeda namun semuanya memuat tiga langkah utama dalam SRL, yaitu: merancang belajarnya sendiri sesuai dengan tujuannya, memilih strategi dan melaksanakan rancangan belajarnya, dan memantau kemajuan belajarnya sendiri, mengevaluasi hasil belajarnya dan dibandingkan dengan standar tertentu. Kebiasaan belajar seperti di atas secara kumulatif akan menumbuhkan disposisi belajar atau keinginan yang kuat dalam belajar pada individu yang bersangkutan. Pada perkembangan selanjutnya, pemilikan disposisi belajar yang tinggi pada individu, akan membentuk individu yang tangguh, ulet, bertanggung jawab, memiliki motif berprestasi yang tinggi, serta membantu individu mencapai hasil terbaiknya. Polking (1998), mengemukakan bahwa disposisi matematik menunjukkan (1) rasa percaya diri dalam menggunakan matematika, memecahkan masalah, memberi alasan dan mengkomunikasikan gagasan, (2) fleksibilitas dalam menyelidiki gagasan matematik dan berusaha mencari metoda alternatif dalam memecahkan masalah; (3) tekun mengerjakan tugas matematik; (4) minat, rasa ingin tahu (curiousity), dan dayatemu dalam melakukan tugas matematik; (5) cenderung memonitor, 2 merepleksikan performance dan penalaran mereka sendiri; (6) menilai aplikasi matematika ke situasi lain dalam matematika dan pengalaman sehari-hari; (7) apresiasi (appreciation) peran matematika dalam kultur dan nilai, matematika sebagai alat, dan sebagai bahasa. Hampir serupa dengan pendapat Polking (1998), Standard 10 (NCTM, 2000) mengemukakan bahwa disposisi matematik menunjukkan: rasa percaya diri, ekspektasi dan metakognisi, gairah dan perhatian serius dalam belajar matematika, kegigihan dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah, rasa ingin tahu yang tinggi, serta kemampuan berbagi pendapat dengan orang lain. Disposisi matematik disebut juga productive disposition (sikap produktif), yakni tumbuhnya sikap positif serta kebiasaan untuk melihat matematika sebagai sesuatu yang logis, berguna dan berfaedah (Kilpatrick, Swafford, & Findell, 2001). Berdasarkan uraian di atas, dapat dirangkumkan bahwa dalam kemandirian belajar dan disposisi matematik termuat sikap positif yang mendukung tumbuhnya budaya dan karakter siswa yaitu: sikap kritis, kreatif dan cermat, obyektif dan terbuka, rasa percaya diri, fleksibel, tekun, curiousity, menunjukkan minat belajar, menilai diri sendiri, berapresiasi terhadap kultur, nilai, dan keindahan matematika, berfikir metakognitif, serius dan bergairah dalam belajar, gigih, dan berbagi pendapat dengan orang lain. Memperhatikan kekuatan kognitif dan afektif yang termuat dalam berfikir dan disposisi matematik di atas, adalah rasional bahwa pembelajaran matematika perlu mengutamakan pengembangan kemampuan berfikir dan disposisi matematik, serta pengembangan budaya dan karakter secara bersamaan. Pengutamaan tersebut menjadi semakin penting manakala dihubungkan dengan upaya menyiapkan lulusan yang kelak diharapkan dapat memenuhi tuntutan kemajuan IPTEKS dan suasana bersaing yang semakin ketat, serta menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai. B. Pendidikan Budaya dan Karakter dalam Pembelajaran Matematika Pendidikan adalah suatu proses enkulturasi, berfungsi mewariskan dan mengembangkan nilai-nilai budaya dan prestasi masa lalu menjadi nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang sesuai dengan kehidupan masa kini dan masa datang. Pendidikan juga merupakan usaha sadar suatu masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan generasinya untuk menghadapi tantangan demi keberlangsungan hidup di masa datang. Proses di atas merupakan proses penting dan berkelanjutan yang harus dilakukan dalam semua mata pelajaran. Mengapa Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa esensial dikembangkan pada siswa? Beberapa alasannya adalah (ALPTKI, dalam Ghozi, 2010): 1) Karakter sebagai perekat kultural yang memuat nilai-nilai: kerja leras, kejujuran, disiplin, etika, estetika, komitmen, rasa kebangsaan dll. 2) Pendidikan Karakter merupakan proses berkelanjutan 3) Pendidikan Karakter sebagai landasan legal formal untuk tujuan pendidikan dalam ketiga ranah 4) Proses pembelajaran sebagai wahana pengembangan karakter dan IPTEKS 5) Melibatkan beragam aspek pengembangan peserta didik 6) Sekolah sebagai lingkungan pembudayaan peserta didik Adapun nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa meliputi: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab (Ghozi, 2010, Pusat Kurikulum). Dalam konteks 3 pembangunan nasional, pendidikan berfungsi: 1) pemersatu bangsa, 2) penyamaan kesempatan, dan 3) pengembangan potensi diri. Dalam UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 3 tercantum sebagai berikut: “ Pendidikan Nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Rumusan tujuan di atas merupakan rujukan utama untuk penyelenggaraan pembelajaran bidang studi apapun, yang selain memuat kemampuan kognitif yang disesuaikan dengan bidang studi juga menekankan pada pengembangan budaya, dan karakter bangsa. Sauri (2010) mengemukakan empat cara pelaksanaan pembelajaran bidang studi berbasis karakter, yaitu melalui: 1) memberi pemahaman yang benar tentang pendidikan karakter, 2) pembiasaan, 3) contoh atau teladan, dan 4) pembelajaran bidang studi secara integral. Memperhatikan nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan budaya dan karakter serta cara mengembangkannya, timbul pertanyaan: bagaimana implementasi pendidikan budaya dan karakter dalam pembelajaran matematika sehingga kompetensi dan disposisi matematik serta nilai-nilai budaya dan karakter berkembang secara bersamaan. Pada dasarnya nilai tidak diajarkan tetapi dikembangkan secara aktif dan berkelanjutan (Ghozi, 2010). Berikut ini disajikan ilustrasi empat cara pengembangan karakter dalam pembelajaran matematika yang dimodifikasi dari pendapat Aswandi, (2010) dan Sauri (2010). 1) Memberi pemahaman yang benar tentang pendidikan karakter. Pada dasarnya pemahaman terhadap nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter serupa dengan penanaman pemahaman terhadap kemampuan dan disposisi matematik. Misalnya dalam belajar matematika siswa tidak hanya untuk memiliki kemampuan ranah kognitif yaitu berpikir matematik namun juga didukung dengan pemilikan disposisi matematik sedemikian sehingga siswa berkeinginan untuk melaksanakan tugas-tugas matematik. 2) Pembiasaan. Pembiasaan diposisi matematik, karakter dan nilai hendaknya dilakukan secara bersamaan dan berkelanjutan melalui pembiasaan selama pembelajaran. Misalnya pembiasaan bersikap jujur, disiplin, kerja keras/ulet, kritis, kreatif, mandiri dan rasa ingin tahu dibangun melalui pembiasaan pemberian tugas matematik yang relevan dan menantang, sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangan intelektual siswa. 3) Contoh atau teladan. Nilai dan karakter tidak diajarkan namun dikembangkan melalui teladan perilaku guru. Misalnya diharapkan siswa bersikap jujur, disiplin, kerja keras/ulet, kritis, kreatif, mandiri dan rasa ingin tahu maka guru juga memberi teladan bersikap yang sama. Sebagai contoh, bagaimana siswa bersikap ulet dan kreatif kalau guru mengajar secara rutin dari tahun ke tahun. 4) Pembelajaran matematika secara integral. Selama pembelajaran matematika pengembangan kemampuan dan disposisi matematik serta pembinaan nilai-nilai dan karakter dilaksanakan secara integral, tidak parsial, tidak terpisah-pisah sehingga pengembangan ranah yang satu mendukung pengembangan ranah lainnya. 4 C. Kemandirian Belajar, Disposisi Matematik, dan Habits of Mind Dalam menghadapi era informasi dan suasana bersaing yang semakin ketat, dan dalam upaya memiliki kemampuan, keterampilan, dan perilaku positif dalam matematika, siswa perlu memiliki kemandirian belajar, kemampuan berpikir matematik yang memadai, berpikir kritis dan kreatif, sikap cermat, obyektif dan terbuka, serta rasa ingin tahu dan senang belajar. Apabila kebiasaan berpikir dan sikap seperti di atas berlangsung secara berkelanjutan, maka secara akumulatif akan tumbuh disposisi matematik (mathematical disposition) yaitu keinginan, kesadaran, kecenderungan dan dedikasi yang kuat pada diri peserta didik untuk berpikir dan berbuat dengan cara yang positif. Istilah kemandirian belajar berelasi dengan beberapa istilah lain di antaranya self regulated learning (SRL), self regulated thinking (SRT), self directed learning (SDL), self efficacy, dan self-esteem. Pengertian kelima istilah di atas tidak tepat sama, namun mereka memilki beberapa kesamaan karakteristik. Sejumlah pakar (Butler, 2002, Corno dan Randi, 1999, Hargis, http:/www.smartkidzone.co/, Kerlin, 1992, Paris dan Winograd, 1998, Schunk dan Zimmerman, 1998, Wongsri, Cantwell, dan Archer, 2002, Sumarmo, 2006), menguraikan pengertian istilah SRL, merelasikannya dengan beberapa istilah lain yang serupa, memeriksa efek SRL terhadap pembelajaran serta memberikan saran untuk memajukan SRL pada siswa. Hargis (http:/www.jhargis.co/) dan Kerlin, (1992) mengemukakan bahwa SRL merupakan proses perancangan dan pemantauan diri yang seksama terhadap proses kognitif dan afektif dalam menyelesaikan suatu tugas akademik. Hampir serupa dengan definisi di atas, Lowry (ERIC Digest No 93, 1989), mendefinisikan self directed learning (SDL): sebagai suatu proses di mana individu: berinisiatif belajar dengan atau tanpa bantuan orang lain; mendiagnosa kebutuhan belajarnya sendiri, merumuskan tujuan belajar; mengidentifikasi sumber belajar yang dapat digunakannya; memilih dan menerapkan strategi belajar, dan mengevaluasi hasil belajarnya. Kemudian, Bandura (Hargies, http:/www.jhargis.co/) mendefinisikan SRL sebagai kemampuan memantau perilaku sendiri, melalui tiga langkah yaitu: mengamati dan mengawasi diri sendiri; membandingkan posisi diri dengan standar tertentu, dan memberikan respons sendiri. Yang (Hargis, http:/www.jhargis.co/) melaporkan bahwa siswa yang memiliki SRL yang tinggi: cenderung belajar lebih baik dalam pengawasannya sendiri, mampu memantau, mengevaluasi, dan mengatur belajarnya secara efektif; menghemat waktu dalam menyelesaikan tugasnya; dan mengatur belajar dan waktu secara efisien. Schunk dan Zimmerman (1998) mengungkapkan terdapat tiga tahap utama dalam siklus SRL yaitu: merancang belajar, memantau kemajuan belajar dan mengevaluasi hasil belajar secara lengkap. Paris dan Winograd (The National Science Foundation, 2000), mengemukakan karakteristik lain yang termuat dalam self regulated thinking (SRT) dan SRL yaitu: kesadaran akan berpikir, penggunaan strategi, dan motivasi yang berkelanjutan, dan mempertimbangakn berbagai pilihan sebelum memilih solusi atau strategi. Rochester Institute of Techonology (2000), mengidentifikasi beberapa karakteristik lainnya dalam SRL, yaitu: memilih tujuan belajar, memandang kesulitan sebagai tantangan, memilih dan menggunakan sumber yang tersedia, bekerjasama dengan orang lain, membangun makna, memahami pencapaian keberhasilan disertai dengan kontrol diri. Pengertian SDL yang serupa dikemukakan Wongsri, Cantwell, Archer (2002) yaitu sebagai proses belajar di mana individu memiliki rasa tanggung jawab dalam: merancang belajarnya, dan menerapkan, serta mengevaluasi proses belajarnya. Hoban, Sersland, Raine (Wongsri, Cantwell, Archer, 2002) merelasikan istilah SDL dengan istilah self-efficacy 5 yang didefinisikan sebagai pandangan individu terhadap kemampuan dirinya dalam bidang akademik tertentu. Berdasarkan uraian tentang SRL di atas, terdapat tiga langkah utama dalam SRL, yaitu: 1) merancang belajarnya sendiri sesuai dengan tujuannya, 2) memilih strategi dan melaksanakan rancangan belajarnya: dan 3) memantau kemajuan belajarnya sendiri, mengevaluasi hasil belajarnya dan dibandingkan dengan standar tertentu. Kebiasaan kegiatan belajar seperti di atas secara kumulatif akan menumbuhkan disposisi belajar atau keinginan yang kuat dalam belajar pada individu yang bersangkutan. Pada perkembangan selanjutnya, pemilikan disposisi belajar yang tinggi pada individu, akan membentuk individu yang tangguh, ulet, bertanggung jawab, memiliki motif berprestasi yang tinggi, serta membantu individu mencapai hasil terbaiknya. Polking (1998), mengemukakan bahwa disposisi matematik menunjukkan: 1) rasa percaya diri dalam menggunakan matematika, memecahkan masalah, memberi alasan dan mengkomunikasikan gagasan, 2) fleksibilitas dalam menyelidiki gagasan matematik dan berusaha mencari metoda alternatif dalam memecahkan masalah; 3) tekun mengerjakan tugas matematik; 4) minat, rasa ingin tahu (curiosity), dan dayatemu dalam melakukan tugas matematik; 5) cenderung memonitor, merepleksikan performance dan penalaran mereka sendiri; 6) menilai aplikasi matematika ke situasi lain dalam matematika dan pengalaman sehari-hari; 7) apresiasi (appreciation) peran matematika dalam kultur dan nilai, matematika sebagai alat, dan sebagai bahasa. Hampir serupa dengan pendapat Polking (1998), Standard 10 (NCTM, 2000) mengemukakan bahwa disposisi matematik menunjukkan: rasa percaya diri, ekspektasi dan metakognisi, gairah dan perhatian serius dalam belajar matematika, kegigihan dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah, rasa ingin tahu yang tinggi, serta kemampuan berbagi pendapat dengan orang lain. Disposisi matematik disebut juga productive disposition (disposisi produktif), yakni tumbuhnya sikap positif serta kebiasaan untuk melihat matematika sebagai sesuatu yang logis, berguna dan berfaedah (Kilpatrick, Swafford, & Findell, 2001). Dalam melaksanakan berpikir kritis, terlibat disposisi berpikir yang dicirikan dengan: 1) bertanya secara jelas dan beralasan, 2) berusaha memahami dengan baik, 3) menggunakan sumber yang terpercaya, mempertimbangkan situasi secara keseluruhan, 4) berusaha tetap mengacu dan relevan ke masalah pokok, 5) mencari berbagai alternatif, 6) bersikap terbuka, 7) berani mengambil posisi, 8) bertindak cepat, 9) bersikap atau berpandangan bahwa sesuatu adalah bagian dari keseluruhan yang kompleks, 10) memanfaatkan cara berpikir orang lain yang kritis, dan 11) bersikap sensisif terhadap perasaan orang lain (Ennis, dalam Baron dan Sternberg, (Eds), 1987). Berdasarkan survei kepustakaan, Supriadi (1994) mengidentifikasi ciri-ciri orang yang kreatif sebagai berikut: 1) Terbuka terhadap pengalaman baru, fleksibel dalam berfikir dan merespons; 1) Toleran terhadap perbedaan pendapat.situasi yang tidak pasti 2) Bebas dalam menyatakan pendapat dan perasaan; senang mengajukan pertanyaan yang baik; 3) Menghargai fantasi; kaya akan inisiatif; memiliki gagasan yang orisinal 4) Mempunyai pendapat sendiri dan tidak mudah terpengaruh oleh orang lain; 5) Memiliki citra diri dan stabilitas emosional yang baik; percaya diri dan mandiri 6) Mempunyai rasa ingin tahu yang besar; tertarik kepada hal-hal yang abstrak, kompleks, holistik dan mengandung teka-teki; mempunyai minat yang luas; 6 7) Berani mengambil risiko yang diperhitungkan; memiliki tanggung jawab dan komitmen kepada tugas 8) Tekun dan tidak mudah bosan; tidak kehabisan akal dalam memecahkan masalah 9) Peka terhadap situasi lingkungan; 10) Lebih berorientasi ke masa kini dan masa depan dari pada masa lalu Dalam menjalani kehidupannya, manusia selalu berhadapan dengan beragam persoalan mulai dari tingkat sederhana sampai dengan yang sangat kompleks. Dalam upaya merespons dan mencari solusi masalah terutama masalah yang kompleks diperlukan disposisi yang kuat dan perilaku cerdas. Costa (Costa, Ed., 2001) menamakan disposisi yang kuat dan perilaku cerdas dengan istilah kebiasaan berfikir (habits of mind). Ia mengidentifikasi enambelas kebiasaan berfikir, ketika individu merespons masalah secara cerdas sebagai berikut. 1) Bertahan atau pantang menyerah, Ketika menghadapi masalah yang kompleks, berusaha menganalisa masalah, kemudian mengembangkan sistem, struktur, atau strategi untuk memecahkan masalah tersebut. Ketika gagal menerapkan suatu strategi, segera dapat mencari alternatif solusi lainnya. Individu yang tidak memiliki sifat bertahan, ketika menghadapi masalah, ia akan mudah frustrasi, merasa tidak berdaya, dan tidak mampu menyelesaikan masalah tadi. 2) Mengatur kata hati. Individu yang dapat mengatur kata hatinya akan berpikir reflektif dan dapat menyelesaikan masalah secara berhati-hati. Ia berpikir sebelum bertindak, menyusun rencana kegiatan, berusaha memahami petunjuk, dan merancang strategi untuk mencapai tujuan, mempertimbangkan beragam alternatif dan konsekuensinya sebelum ia bertindak, mengumpulkan informasi yang relevan, dan mendengarkan pandangan alternatif lainnya. 3) Mendengarkan pendapat orang lain dengan rasa empati. Kebiasaan memahami orang lain dan berempati merupakan satu bentuk perilaku yang cerdas. Pendengar yang baik bukan berarti bahwa ia selalu harus setuju dengan pendapat orang lain tetapi ia mencoba memahami pendapat orang lain. 4) Berpikir luwes. Individu yang berfikir luwes dan reflektif tetap menunjukkan rasa percaya diri, namun ia bersifat terbuka dan mampu mengubah pandangannya ketika memperoleh informasi tambahan. 5) Berpikir metakognitif yang berarti berfikir apa yang sedang difikirkan. Individu yang berfikir metakognitif memahami apa yang diketahui dan yang tidak diketahuinya, memperkirakan secara komparatif, menilai kesiapan kegiatan yang beragam,dan memonitor pikirannya, persepsinya, keputusannya dan perilakunya. 6) Berusaha bekerja teliti dan tepat. Individu dengan karakteristik ini akan menghargai pekerjaan orang lain, bekerja teliti, berusaha mencapai standar yang tinggi, dan belajar berkelanjutan. Ia mereviu dan berusaha memperbaiki semua yang dikerjakannya untuk memperoleh hasil yang tepat. 7) Bertanya dan mengajukan masalah secara efektif. Misalnya, meminta data pendukung, penjelasan, dan atau informasi terhadap kesimpulan yang dibuat. 8) Memanfaatkan pengalaman lama dalam membentuk pengetahuan baru, Misalnya melakukan analogi dan mengaitkan pengalaman lama terhadap kasus serupa yang dihadapi 9) Berfikir dan berkomunikasi secara jelas dan tepat. Misalnya, berkomunikasi dan mendefinisikan istilah dengan hati-hati, menggunakan bahasa yang tepat, nama yang benar, menghindar generalisasi yang berlebihan, dan distorsi. 7 10) Memanfaatkan indera dalam mengumpulkan dan mengolah data. Misalnya, dengan memanfaatkan indera yang tajam seseorang dapar berfikir intuitif dan memperkirakan solusi sebelum tugas diselesaikan secara analitik. 11) Mencipta, berkayal, dan berinovasi. Misalnya, memandang solusi masalah dari sudut pandang yang berbeda, termotivasi dari dalam dan bekerja karena merasa ada tantangan yang menarik dan bukan karena ada hadiah 12) Bersemangat dalam merespons. Misalnya, bersemangat dalam bekerja, mengungkapkan rasa mampu dan saya senang mengerjakan suatu tugas. 13) Berani bertanggung jawab dan menghadapi resiko. Individu yang memiliki karakteristik tersebut, tidak takut gagal, dan dapat menerima ketidakpastian karena berdasarkan pengalaman sebelumnya resiko sudah diperkirakan. 14) Humoris. Individu yang humoris memandang situasi yang dihadapi sebagai sesuatu yang penting, dan memberikan apresiasi ke pada orang lain. 15).Berpikir saling bergantungan. Manusia sebagai mahluk sosial selalu berhubungan dengan manusia lainnya,. saling membutuhan satu dengan yang lainnya, saling memberi dan menerima, dan lebih berpandangan kekitaan dari pada keakuan. 16)Belajar berkelanjutan. Sejalan dengan pandangan belajar sepanjang hayat, manusia akan belajar berkelanjutan, mencari sesuatu yang baru dan lebih baik, berusaha meningkatkan diri, dan memandang masalah, situasi, tekanan, konflik, dan lingkungan sebagai peluang yang baik dalam belajar. Memperhatikan nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter, dan karakteristik kemandirian belajar, disposisi kritis dan kreatif matematik, serta habits of mind dapat disusun alternatif kesetaraan seperti terlukis pada Tabel 1. Tabel 1. Kesetaraan Nilai-nilai dalam Pendidikan Karakter, Disposisi Kritis dan Kreatif Matematik dan Habits of Mind serta Ilustrasi Suasana Pembelajarannya N No Pendidikan karakter 1. Religius 2. 3. 4. Jujur Disiplin Toleransi Nilai-nilai dalam Tujuan Pend. Nasional, Tujuan Pembel. Mat. dan Disposisi Matematik Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa Berahlak mulia, jujur dan disiplin Ilustrasi suasana pembelajaran matematika berbasis karakter Dengan memandang kelas sebagai masyarakat belajar, guru menciptakan suasana religius selama pembelajaran. Misalnya, melalui pembiasaan dan teladan, guru berbahasa santun, bersyukur dan berdoa, menghargai agama dan budaya masing-masing. Melalui pembiasaan dan teladan, guru bersikap jujur dan disiplin dalam melaksanakan pembelajaran, dalam bekerja dan menilai tugas, ulangan/ ujian dan menyusun karya ilmiah dengan mengikuti aturan/teorema matematik yang berlaku, dan mendorong siswa menerima perbedaan kemampuan, sifat, dan pendapat siswa lain. 8 N No Pendidikan karakter Nilai-nilai dalam Tujuan Pend. Nasional, Tujuan Pembel. Mat. dan Disposisi Matematik Mengapresiasi peran matematika dalam kultur dan nilai, matematika sebagai alat dan bahasa, dan kegunaan matematika dalam kehidupan Bekerja dengan cakap, bergairah, dan berpikir secara akurat, efisien, dan tepat 5. Menghargai prestasi 6. Kerja keras 7. Kreatif Sikap lentur, luwes, kritis, dan kreatif misalnya: mencipta, berkayal, dan berinovasi. 8. Mandiri Sikap rasa percaya diri dan mandiri dan cenderung memonitor dan menilai penalaran sendiri 9. Rasa ingin tahu Menunjukkan sikap rasa ingin tahu, dalam belajar matematika. 10. Gemar membaca Menunjukkan sikap senang, perhatian, dan minat belajar matematika Ilustrasi suasana pembelajaran matematika berbasis karakter Melalui pembiasaan dan teladan, guru menghargai pendapat, hasil karya orang lain, keindahan, peran dan manfaat matematika sebagai alat, dan sebagai bahasa dalam kehidupan Sebagai pendidik, motivator, fasilitator, dan manajer belajar, melalui pembiasaan dan teladan, guru bekerja dengan cakap (cerdas), akurat, efisien, dan tepat, membimbing siswa belajar aktif, berpikir logis, menyajikan masalah yang menantang yang berkenaan dengan pemahaman, penalaran, menemukan idea, menyusun konjektur. Melalui pembiasaan dan teladan, guru melaksanakan pembelajaran dan menyelesaikan tugas matematik secara kreatif dan lentur menyelidiki gagasan matematik, berusaha mencari beragam cara memecahkan masalah, mendorong pengembangan daya matematik berpikir secara kolaboratif; membelajarkan siswa cara bertanya dan bukan cara menjawab, keterkaitan antar konsep, dan berpikir multi persepektif Melalui pembiasaan dan teladan, guru bersikap percaya diri dan mandiri dalam melaksanakan pembelajaran dan menyelesaikan tugas matematik; berkebiasaan memonitor dan menilai penalaran sendiri; mengikuti cara berpikir siswa, memberi peluang siswa berbuat sesuai dengan jalan pikirannya; membantu siswa menetapkan standar dan bekerja dalam pandangan positif untuk masa depan Melalui pembiasaan dan teladan, guru menunjukkan sikap rasa ingin tahu, dalam melaksanakan pembelajaran dan menyelesaikan tugas matematik, memberi tugas latihan kepada siswa dengan memanfaatkan beragam sumber Melalui pembiasaan dan teladan guru menunjukkan perhatian, dan minat dalam melaksanakan pembelajaran dan belajar matematika dengan memanfaatkan beragam sumber, memberi tugas latihan kepada siswa dengan memanfaatkan beragam sumber 9 Nilai-nilai dalam No . Pendidikan karakter Tujuan Pend. Nasional, Tujuan Pembel. Mat. dan Disposisi Matematik Berbagi pendapat, berfikir dan berkomunikasi secara jelas dan tepat, melalui bahasa matematik yang tepat. 11. Bersahabat/ komunikatif 12. Peduli lingkungan Menerapkan matematika dalam bidang studi lain dan kehidupan seharihari 13. Demokrasi Menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 14. Cinta tanah air 15. 16. Cinta damai Semangat Kebangsaan Menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Ilustrasi suasana pembelajaran matematika berbasis karakter Melalui pembiasaan dan teladan, guru berbahasa santun dan berkomunikasi secara jelas dan tepat, memperkenalkan notasi dan bahasa matematika dengan tepat, menyajikan informasi, menjelas-kan isu, membuat model, menjalin kerjasama antar guru untuk memajukan program matematika, Melalui pembiasaan dan teladan, guru menerapkan matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan sehari-hari, mengkaitkan konsep matematika sesuai dengan konteks yang relevan, menseleksi topik-topik matematika dalam kurikulum secara fleksibel. Melalui pembiasaan dan teladan, guru bersikap demokratis dan bertanggung jawab, memberi kesempatan yg sama kepada siswa untuk merespons dan bertanya selama pembelajaran dan belajar kooperatif dalam kelompok kecil; melayani siswa sesuai dengan minat, kekuatan, harapan, dan kebutuhan masing-masing, membangun masyarakat belajar dengan kerjasama dan urunan tanggung jawab dan perhatian. Melalui pembiasaan dan teladan guru menciptakan lingkungan belajar yang aman, berpartisipasi dalam berbagai kegiatan matematika dan lainnya tingkat nasional dan internasional dengan membawa nama baik bangsa dan negara Berdasarkan karakteristik masing-masing, berikut ini disajikan contoh butir Skala Karakter dan Nilai, Skala Kemandirian Belajar Matematika, Skala Disposisi Berpikir Kritis Matematik, Skala Disposisi Berpikir Kreatif Matematik, dan Skala Habits of Mind seperti pada Tabel 2, Tabel 3, Tabel 4, Tabel 5 dan Tabel 6. Dalam skala berikut, siswa atau mahasiswa memberikan responsnya berdasarkan perkiraan frekuensi dilakukannya kegiatan, atau frekuensi munculnya perasaan, atau pendapat yang bersangkutan. 10 Tabel 2. Contoh Butir Skala Karakter dan Nilai Keterangan Ss Sering sekali Kd : Kadang-kadang Sr Sering Jr : Jarang No. Kegiatan, perasaan dan pendapat 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Js : Jarang sekali Ss Sr Kd Jr Js Merasa terganggu belajar matematika berkelompok dengan teman berbeda agama/budaya (-) Berpendapat bahwa belajar matematika disertai dengan doa membuat perasaan nyaman (+) Merasa tertantang mengerjakan tugas matematik yang kompleks (+) Berpendapat bahwa cara berpikir matematik perlu disosialisasikan (+) Berpendapat bahwa bersaing dalam cerdas cermat matematika menghambat rasa cinta damai (-) Berpartisipasi dalam kegiatan matematika internasional menumbuhkan rasa kebangsaan (+) Merasa kesal mendapat kritikan teman (-) Tabel 3 Contoh Butir Skala Kemandirian Belajar Matematika Keterangan Ss Sering sekali Sr Sering No. Kegiatan dan pendapat Kd : Kadang-kadang Jr : Jarang Ss 1. Mengerjakan tugas matematika karena menyukainya (+) 2. Menunggu bantuan, ketika mengalami kesulitan belajar matematika (-) Memandang belajar matematika tanpa target meringankan beban pikiran (-) Berusaha mengetahui kelemahan sendiri ketika belajar matematika (+) Berani menghadapi kritikan dalam belajar matematika (+) Menolak pendapat yang berbeda tentang matematika (-) Merasa gugup menjawab pertanyaan tentang matematika yang tiba-tiba (-) 3. 4. 5. 6. 7. Js : Jarang sekali Sr Kd Jr Js Tabel 4 Contoh Butir Skala Disposisi Berpikir Kritis Matematik Keterangan Ss Sering sekali Kd : Kadang-kadang Sr Sering Jr : Jarang No. Kegiatan dan pendapat 1. Mengajukan pertanyaan matematika: Mengapa? (+) 2. 3. 4. Bertanya tentang faktual/masalah rutin matematika (-) Menghindari pertanyaan matematika yang berbelit (-) Melakukan cek silang kebenaran informasi matematika melalui beragam sumber (+) Takut mengambil posisi yang bertentangan dengan pendapat teman tentang matematika (-) Berusaha memanfaatkan idea teman yang unggul dalam matematika (+) Merasa diri bodoh ketika berdiskusi dengan teman yang pandai dalam matematika (-) 5. 6. 7. Js: Jarang sekali Ss Sr Kd Jr Js 11 Tabel 5. Contoh Butir Skala Disposisi Berpikir Kreatif Matematik Keterangan Ss Sering sekali Kd : Kadang-kadang Sr Sering Jr : Jarang No. Kegiatan dan pendapat 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Js : Jarang sekali Ss Sr Kd Jr Js Jr Js Menghindari solusi matematik yang beragam (-) Merasa bebas menyatakan pendapat dalam forum diskusi matematika (+) Berpendapat berfantasi dalam matematika adalah aneh (-) Berani mengambil posisi dalam situasi matematika yang bertentangan (+) Merasa cemas menghadapi ujian seleksi yang ketat (-) Berinisiatif mengajukan solusi ketika ada masalah matematika (+) Bersabar mengerjakan tugas matematika yang rumit (+) Tabel 6. Contoh Butir Skala Habits of Mind Keterangan Ss Sering sekali Kd : Kadang-kadang Sr Sering Jr : Jarang No. Kegiatan/pendapat 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Js : Jarang sekali Ss Sr Kd Mudah frustasi ketika menghadapi kegagalan menyelesaikan masalah matematik (-) Bertanya pada diri sendiri: Cocokkah strategi ini untuk masalah matematik yang dihadapi? (+) Memandang berkhayal dalam matematika memboroskan waktu (-) Sabar mendengarkan uraian matematika yang sulit (+) Merasa nyaman berdiskusi di lingkungan teman yang pandai matematika (+) Memandang belajar berfikir matematik adalah tugas anak usia sekolah (-) Memandang kritikan sebagai hambatan untuk maju (-) C. Kemampuan Dasar Matematik Secara umum berpikir matematik atau bermatematika diartikan sebagai melaksanakan kegiatan atau proses matematika (doing math) atau tugas matematik (mathematical task) baik yang sederhana maupun yang kompleks. Ditinjau dari kedalaman atau kekompleksan kegiatan matematik yang terlibat, berfikir matematik dapat digolongkan dalam dua level yaitu yang tingkat rendah dan yang tingkat tinggi Bloom menggolongkan tujuan dalam domain kognitif dalam enam tahap yaitu: pengetahuan (hapalan), pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Berdasarkan karakteristik kegiatan yang termuat, tiga tahap pertama tergolong berpikir tingkat rendah, dan tiga berikutnya tergolong berpikir tingkat tinggi. Selanjutnya, berdasarkan jenisnya, berpikir matematik dapat diklasifikasikan dalam lima kompetensi dasar matematik dengan indikator sebagai berikut. 1) Pemahaman matematik Secara umum indikator pemahaman matematika meliputi; mengenal, memahami dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip dan idea matematika. Ditinjau berdasarkan level berpikirnya, pemahaman matematik diklasifikasikan dalam beberapa tahap sebagai berikut. 12 a) b) c) d) Pemahaman mekanikal (Polya, dalam Sumarmo, 1987) setara dengan pemahaman komputasional (Pollatsek,1981, dalam Sumarmo, 1987), setara dengan pemahaman instrumental (Skemp, dalam Pollatsek,1981 yang dicirikan dengan mengingat dan menerapkan rumus secara rutin dan menghitung secara sederhana. Kemampuan ini tergolong pada kemampuan berpikir matematik tingkat rendah. Pemahaman induktif: menerapkan rumus atau konsep dalam kasus sederhana atau dalam kasus serupa. Kemampuan ini lebih tinggi dari pada pemahaman mekanikal namun masih tergolong pada kemampuan berpikir matematik tingkat rendah. Pemahaman rasional (Polya, dalam Sumarmo, 1987) setara dengan fungsional (Pollatsek,1981, dalam Sumarmo, 1987), setara dengan pemahaman relasional (Skemp, dalam Sumarmo, 1987) yang meliputi: membuktikan kebenaran suatu rumus dan teorema, mengkaitkan satu konsep/prinsip dengan konsep/prinsip lainnya, dan menyadari proses yang dikerjakannya. Kemampuan ini tergolong pada kemampuan berpikir matematik tingkat tinggi. Pemahaman intuitif: memperkirakan kebenaran dengan pasti (tanpa ragu-ragu) sebelum menganalisis lebih lanjut. Kemampuan ini tergolong pada kemampuan berpikir matematik tingkat tinggi. 2) Pemecahan masalah matematik Pemecahan masalah matematik mempunyai dua makna yaitu: a) Pemecahan masalah sebagai suatu pendekatan pembelajaran, yang digunakan untuk menemukan kembali (reinvention) dalam memahami materi, konsep, prinsip matematika dan menyelesaikan masalah. Pembelajaran diawali dengan penyajian masalah kontekstual kemudian melalui induksi siswa menemukan konsep/prinsip matematika b) Pemecahan masalah sebagai kegiatan yang meliputi: i. Mengidentifikasi kecukupan data untuk memecahkan masalah ii. Membuat model matematik dari suatu masalah dan menyelesaikannya. iii. Memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah matematika dan atau di luar matematika iv. Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal, serta memeriksa kebenaran hasil atau jawaban v. Menerapkan matematika secara bermakna Secara umum pemecahan masalah bersifat tidak rutin, oleh karena itu kemampuan ini tergolong pada kemampuan berpikir matematik tingkat tinggi. 3) Penalaran matematik Secara garis besar penalaran dapat digolongkan dalam dua jenis yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif diartikan sebagai penarikan kesimpulan yang bersifat umum atau khusus berdasarkan data yang teramati. Nilai kebenaran dalam penalaran induktif dapat bersifat benar atau salah. Beberapa kegiatan yang tergolong pada penalaran induktif di antaranya adalah: a) Transduktif: menarik kesimpulan dari satu kasus atau sifat khusus yang satu diterapkan pada yang kasus khusus lainnya. b) Analogi: penarikan kesimpulan berdasarkan keserupaan data atau proses c) Generalisasi: penarikan kesimpulan umum berdasarkan sejumlah data yang teramati d) Memperkirakan jawaban, solusi atau kecenderungan: interpolasi dan ekstrapolasi 13 e) Memberi penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan, atau pola yang ada f) Menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi, dan menyusun konjektur Pada umumnya penalaran transduktif tergolong pada kemampuan berpikir matematik tingkat rendah sedang yang lainnya tergolong berpikir matematik tingkat tinggi. Penalaran deduktif adalah penarikan kesimpulan berdasarkan aturan yang disepakati. Nilai kebenaran dalam penalaran deduktif bersifat mutlak benar atau salah dan tidak keduanya bersama-sama. Penalaran deduktif dapat tergolong tingkat rendah atau tingkat tinggi. Beberapa kegiatan yang tergolong pada penalaran deduktif di antaranya adalah: a) Melaksanakan perhitungan berdasarkan aturan atau rumus tertentu. b) Menarik kesimpulan logis berdasarkan aturan inferensi, memeriksa validitas argumen, membuktikan, dan menyusun argumen yang valid c) Menyusun pembukltian langsung, pembukltian tak langsung dan pem-buktian dengan induksi matematika. Kemampuan pada butir a) pada umumnya tergolong berpikir matematik tingkat rendah, dan kemampuan lainnya tergolong berpikir matematik tingkat tinggi. 4) Koneksi matematik (mathematical connection) Kegiatan yang tergolong pada koneksi matematik di antaranya adalah: a) Mencari hubungan berbagai representasi konsep dan prosedur. b) Memahamai hubungan antar topik matematika. c) Menerapkan matematika dalam bidang lain atau dalam kehidupan sehar-hari. d) Memahami representasi ekuivalen suatu konsep. e) Mencari hubungan satu prosedur dengan prosedur lain dalam represntasi yang ekuivalen. f) Menerapkan hubungan antar topik matematika dan antara topik matematika dengan topik di luar matematika. Kemampuan ini dapat tergolong pada kemampuan berpikir matematik tingkat rendah atau tingkat tinggi bergantung pada kekompleksan hubungan yang disajikan. 5) Komunikasi matematik (mathematical communication). Kegiatan yang tergolong pada komunikasi matematik di antaranya adalah: a) Menyatakan suati situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, idea, atau model matematik b) Menjelaskan idea, situasi, dan relasi matematika secara lisan atau tulisan c) Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika d) Membaca dengan pemahaman suatu representasi matematika tertulis e) Mengungkapkan kembali suatu uraian atau paragrap matematika dalam bahasa sendiri Kemampuan di atas dapat tergolong pada kemampuan berpikir matematik rendah atau tingkat tinggi bergantung pada kekompleksan komunikasi yang terlibat. Berikut ini disajikan beberapa contoh butir soal yang mengukur kemampuan dasar matematik. Contoh 1 : Butir tes pemahaman untuk siswa SD a) Pagar depan sebuah rumah akan dipasang tiang tembok yang berjarak 2 meter. Diketahui panjang pagar 20 meter dan tiang tembok di pasang di awal pagar. Ada berapa tiang yang akan dipasang? Bagaimana cara menghitungnya? 14 b) Lantai sebuah kamar berukuran 3 m x 5 m akan dipasang ubin berukuran 30 cm x 20 cm. Satu dus berisi 40 ubin. Berapa dus paling sedikit harus disediakan? Bagaimana cara mengihitungnya? Contoh 2. Butir tes pemecahan masalah matematik untuk siswa SMP (Mahmudi, 2009) Budi dan Adi berjalan dari rumahnya ke sekolah. Adi berangkat pukul 6 lebih a menit dan tiba di sekolah pukul 7 kurang b menit. Budi berangkat pukul 6 lebih b menit dan tiba di sekolah pukul 7 kurang a menit. Perjalanan Adi dan Budi dari rumah ke sekolah berturutturut selama 25 menit dan 15 menit. Pukul berapa Adi dan Budi tiba di sekolah? Jelaskan jawabanmu. Contoh 3. Butir tes komunikasi matematik untuk siswa SMA (Yonandi, 2010) Sebuah kompleks perumahan mempunyai beberapa blok. Di sebuah blok yaitu blok melati terdapat beberapa rumah bernomor terdiri dari tiga angka yang berbeda dan nilainya lebih besar dari 640 tetapi lebih kecil dari 860 serta hanya mengandung angka 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan 9. a. Ilustrasikan permasalahan tersebut ke dalam bentuk bagan ! b. Dari gambar tersebut, buatlah model matematika kemudian selesaikanlah model yang kamu buat untuk menentukan banyak rumah yang ada di blok melati ! Contoh 4. Butir tes pemahaman matematik untuk siswa SMA (Permana, 2010) Pak Aman memiliki kebun seperti pada gambar di bawah ini. Ukuran sudut BDA adalah θ, BD = CD dan panjang sisi AB adalah a unit. Nyatakan panjang BC dalam a and θ. B A D C a. Tulis semua konsep matematika yang digunakan untuk menyelesaikan soal tersebut. b. Nyatakan arti konsep tersebut dengan kata-katamu sendiri. c. Tulis model matematika masalah tersebut dan selesaikanlah. Contoh 5: Contoh Butir Tes Analogi untuk Siswa SMA Perhatikan gambar kubus di bawah ini! Kedudukan garis BE dengan garis GH pada kubus ABCD.EFGH di bawah ini, serupa dengan H G E kedudukan antara garis yang mempunyai persamaan dengan garis yang mempunyai persamaan F D C A B a. b. c. d. 2x – 3y = 5 3x - 2y = -5 3y = 2x + 10 2x = 3y + 5 2x + 3y = 10 Jelasan keserupaan konsep dalam soal di atas. Contoh 6: Butir Tes Koneksi Matematik untuk Siswa SMA 1) Nyatakanlah himpunan bilangan ganjil positif kecil dari 20 dalam dua macam cara notasi himpunan dan tuliskan nama cara masing-masing. 15 2) Pilih jawaban yang paling sesuai disertai alasan. Gradien garis singgung terhadap kurva fungsi f di titik x1 pada f adalah: a) Absis titik ekstrim f b) ordinat titik ekstrim f c) f‘(x1) 3) Tuliskan konsep-konsep matematika yang termuat dalam hubungan antara kecepatan sesaat (v(t)) dan persamaan gerak (S (t)) dalam fisika. 2. Berpikir Kritis Matematik Berpikir kritis tidak ekuivalen dengan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Dalam berpikir kritis termuat semua komponen berpikir tingkat tinggi, namun juga memuat disposisi kritis yang tidak termuat dalam berpikir tingkat tinggi. Ennis (Baron, dan Sternberg, (Eds), 1987) mendefinisikan berpikir kritis sebagai berpikir reflektif yang beralasan dan difokuskan pada penetapan apa yang dipercayai atau yang dilakukan. Beberapa indikator kemampuan berpikir kritis adalah: memfokuskan diri pada pertanyaan, menganalisis dan mengklarifikasi pertanyaan, jawaban, dan argumen, mempertimbangkan sumber yang terpercaya, mengamati dan menganalisis deduksi, menginduksi dan menganalisis induksi, merumuskan eksplanatori, kesimpulan dan hipotesis, menarik pertimbangan yang bernilai, menetapkan suatu aksi, dan berinteraksi dengan orang lain. (Ennis, dalam Baron dan Sternberg, (Eds), 1987). Dihubungkan dengan taksonomi Bloom, Gokhale (1995) mendefinisikan soal berpikir kritis adalah soal yang melibatkan analisis, sintesis, dan evaluasi dari suatu konsep. Dalam matematika, Glaser (2000) mendefinisikan berfikir kritis matematik sebagai kemampuan dan disposisi yang menggabungkan pengetahuan awal, penalaran matematik, dan strategi kognitif untuk mengeneralisasi, membuktikan, dan mengevaluasi situasi matematis secara reflektif. Penulis lain, Langrehr (2003) menyatakan bahwa berpikir kritis merupakan berfikir evaluatif yang melibatkan kriteria yang relevan dalam mengases informasi disertai dengan ketepatan (accuracy), relevansi (relevancy), kepercayaan (reliability), ketegapan, (consistency), dan bias (bias). Serupa dengan pendapat Langrehr, Bayer (Hassoubah, 2004) mengemukakan bahwa berpikir kritis memuat kemampuan menetapkan sumber yang dapat dipercaya, membedakan antara sesuatu atau data yang relevan dan yang tidak relevan, mengidentifikasi dan menganalisis asumsi, mengidentifikasi bias dan pandangan, dan mengases bukti. Contoh 7: Butir tes berpikir kritis memahami masalah untuk siswa SD a) Pada sebidang kebun berbentuk persegi panjang terdapat 12 pohon pisang dan 15 pohon mangga. Berapa luas kebun tersebut? b) Di lapangan rumput terdapat 16 ekor kambing dan 10 ekor biri-biri. Berapakah umur penggembala? Contoh 8. Butir tes berpikir kritis matematik untuk siswa SMP (Rohaeti, 2008) Diketahui empat buah persamaan garis berikut: (1) x + 2y + 3 = 0 (2) 3x + 2y + 5 = 0 (3) x + 2y - 3 = 0 (3) 2x + y + 5 = 0 Manakah garis yang mempunyai kemiringan paling tajam! Berikan alasannya! 16 Contoh 9: Butir tes berfikir kritis matematik untuk siswa SMA Jika fungsi g dua kali fungsi f, maka absis titik ekstrim g dua kali absis titik ekstrim fungsi f. Benarkah pernyataan di atas? Berikan penjelasan disertai dengan ilustrasi/contoh yang relevan. Contoh 10: Butir tes berfikir kritis matematik untuk siswa SMA Perhatikan penyelesaian di bawah ini Cara pertama : lim sin 2x 2 cos 2x - 4 sin 2x lim lim x 0 x 0 3x 3 0 lim sin 2x sin 2x 2 2 2 lim x 1 x x 0 3x 2x 3 3 3 x 0 Cara kedua: x 0 ∞ Analisislah tiap langkah kedua penyelesaian di atas! Kemudian tetapkan pada langkah mana terjadi kesalahan pada masing-masing cara penyelesaian di atas. Sertakan teorema atau aturan yang mendasari tiap langkah penyelesaian tersebut. 3. Berpikir kreatif Matematik Beberapa pakar (Alvino dalam Cotton, 1991, Coleman dan Hammen dalam Yudha, 2004, Munandar, 1977, 1992, Musbikin, 2006 Semiawan, 1984) mendefinisikan kreativitas dengan pernyataan yang hampir sama. Semiawan (1984) mengemukakan bahwa kreativitas adalah kemampuan menyusun idea baru dan menerapkannya dalam pemecahan masalah, dan kemampuan mengidentifikasi asosiasi antara dua idea yang kurang jelas. Rhodes (Munandar,1977), Munandar (1992), dan Supriadi (1994) mendefinisikan kreativitas dengan menganalisis empat dimensinya yang dikenal dengan istilah “the Four P's of Creativity, atau “empat P dari kreativitas” yaitu Person, Product, Process, dan Press Pertama, kreativitas sebagai person mengilustrasikan individu dengan pikiran atau ekspresinya yang unik. Kedua kreativitas sebagai produk merupakan kreasi yang asli, baru, dan bermakna. Ketiga, kreativitas sebagai proses merefleksikan keterampilan dalam berfikir yang meliputi: kemahiran/kelancaran (fluency), fleksibilitas (flexibility), originalitas (originality), dan elaborasi ( ellaboration) (Alvino dalam Cotton, 1991, Fisher, 1990, Munandar, 1992, 2000). Keempat, kreativitas sebagai press adalah kondisi internal atau eksternal yang mendorong munculnya berfikir kreatif. Selanjutnya, Munandar (1977, 1992), merinci ciri-ciri keempat komponen berpikir kreatif sebagai proses sebagai berikut. Ciri-ciri fluency meliputi: 1) Mencetuskan banyak ide, banyak jawaban, banyak penyelesaian masalah, banyak pertanyaan dengan lancar; 2) Memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal; 3) Selalu memikirkan lebih dari satu jawaban. Ciri-ciri flexibility di antaranya adalah: 1) Menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi, 2) melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda; 3) Mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda; 4) Mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran. Ciri-ciri originality di antaranya adalah: 1) Melahirkan ungkapan yang baru dan unik; 2) Memikirkan cara yang tidak lazim; 3) Membuat kombinasi yang tidak lazim dari bagian atau unsur-unsurnya. Ciri-ciri elaboration di antaranya adalah :1) Memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk; (2) Menambah atau merinci detil-detil dari suatu obyek, gagasan, atau situasi sehingga menjadi lebih menarik. Hampir serupa dengan pendapat pakar lainnya, Silver (1997) dan Sriraman (2004) mendefinisikan kreativitas matematik sebagai kemampuan pemecahan 17 masalah dan berfikir matematik secara deduktif dan logik. Terdapat lima pendekatan untuk mengukur kreativitas yaitu melalui: analisis obyektif terhadap produk kreatif, konsiderasi subyektif, inventori diri, inventori biografi, dan tes kreativitas. Kemudian Coleman dan Hammen (Yudha, 2004) menyatakan bahwa berpikir kreatif merupakan cara berpikir yang menghasilkan sesuatu yang baru dalam konsep, pengertian, penemuan dan karya seni. Musbikin (2006) mengartikan kreativitas sebagai kemampuan memulai ide, melihat hubungan yang baru atau tak diduga sebelumnya, kemampuan memformulasikan konsep yang bukan hafalan menciptakan jawaban baru untuk masalah lama, dan mengajukan pertanyaan baru. Puccio dan Murdock (Costa, ed., 2001) mengemukakan berpikir kreatif memuat aspek keterampilan kognitif, afektif, dan metakognitif. Keterampilan kognitif tersebut antara lain meliputi kemampuan: mengidentifikasi masalah dan peluang, menyusun pertanyaan yang baik dan berbeda, mengidentifikasi data yang relevan dan yang tidak relevan, masalah dan peluang yang produktif; menghasilkan banyak idea (fluency), idea yang berbeda (flexibility), dan produk atau idea yang baru (originality), memeriksa dan menilai hubungan antara pilihan dan alternatif, mengubah pola pikir dan kebiasaan lama, menyusun hubungan baru, memperluas, dan memperbaharui rencana atau idea. Keterampilan afektif yang termuat dalam berpikir kreatif antara lain: merasakan masalah dan peluang, toleran terhadap ketidakpastian, memahami lingkungan dan kekreatifan orang lain, bersifat terbuka, berani mengambil resiko, membangun rasa percaya diri, mengontrol diri, rasa ingin tahu, menyatakan dan merespons perasaan dan emosi, dan mengantisipasi sesuatu yang tidak diketahui. Kemampuan metakognitif yang termuat dalam berfikir kreatif antara lain: merancang strategi, menetapkan tujuan dan keputusan, mempredikasi dari data yang tidak lengkap, memahami kekreatifan dan sesuatu yang tidak dipahami orang lain, mendiagnosa informasi yang tidak lengkap, membuat pertimbangan multipel, mengatur emosi, dan memajukan elaborasi solusi masalah dan rencana. Serupa dengan pendapat pakar lainnya, Balka (Mann, 2005) menyatakan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematik meliputi kemampuan berpikir konvergen dan berpikir divergen, yang dirinci menjadi: 1) kemampuan memformulasi hipotesis matematika yang difokuskan pada sebab dan akibat dari suatu situasi masalah matematis, 2) kemampuan menentukan pola-pola yang ada dalam situasisituasi masalah matematis; 3) kemampuan memecahkan kebuntuan pikiran dengan mengajukan solusi-solusi baru dari masalah-masalah matematis; 4) kemampuan mengemukakan ide-ide matematika yang tidak biasa dan dapat mengevaluasi konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkannya; 5) kemampuan mengidentifikasi informasi yang hilang dari masalah yang diberikan, dan 6) kemampuan merinci masalah umum ke dalam sub-sub masalah yang lebih spesifik. Ditinjau dari tahap pelaksanaan berpikir kreatif, Papu (2001) mengemukakan 4 tahap kreativitas yaitu; (1) Exploring, (2) Inventing (3) Choosing, (4) Implementing. Yudha (2004) mengemukakan lima tahap berpikir kreatif yang meliputi: (1) Orientasi masalah, merumuskan masalah dan mengidentifikasi aspek-aspek masalah tersebut; (2) preparasi, mengumpulkan informasi yang relevan dengan masalah (3) inkubasi, ketika proses pemecahan masalah menemui jalan buntu, biarkan pikiran beristirahat sebentar; (4) iluminasi, mencari ilham dan insight untuk memecahkan masalah; (5) verifikasi, menguji dan menilai secara kritis solusi yang diajukan. Ketika cara yang diajukan tidak dapat memecahkan masalah, maka pemikir sebaiknya kembali menjalani kelima tahap itu, untuk mencari ilham baru yang lebih tepat. 18 Contoh 11. Butir tes berfikir kreatif matematik untuk siswa SD Tersedia sebuah petak tripleks berukuran 20 cm x 20 cm dipasang paku-paku yang berjarak 2 cm dan beberapa buah karet gelang. Dengan menggunakan karet gelang, buatlah berbagai bangun geometri yang tidak baku yang mempunyai luas yang sama. Sebutkan nama bangun yang terbentuk. Berapa luas satu bangun geometri? Bagaimana memeriksa bahwa luas bangun-bangun itu sama? Memperhatikan karakteristik yang termuat dalam berfikir kreatif, maka dapat dipahami banwa berfikir kreatif matematik merupakan bagian keterampilan hidup yang perlu dikembangkan pada setiap individu terutama dalam menghadapi era informasi dan suasana bersaing semakin ketat. Individu yang diberi kesempatan berpikir kreatif akan tumbuh sehat dan mampu menghadapi tantangan. Sebaliknya, individu yang tidak diperkenankan berpikir kreatif akan mudah frustrasi. Contoh 12. Butir tes berfikir kreatif matematik untuk siswa SMP Ada 3 buah takaran air, masing-masing berisi 70 ml, 80 ml dan 90 ml. Tuliskan cara-cara yang mungkin untuk menakar sebanyak 1150 ml air dengan menggunakan 2 jenis takaran sebanyak 15 kali! Contoh 13. Butir tes berfikir kreatif matematik untuk siswa SMA a) Diberikan fungsi g dengan persamaan g(x) = ax2 + bx + c dan garis y = mx +n. Susun beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan grafik g dan grafik y = mx +n dan kemudian selesaikanlah. b) Nilai ulangan matematika siswa kelas I sebagai berikut: 5, 7, 8, 4, 7, 7, 9, 6, 7, 5, 6, 6, 8, 4, 4, 7, 8, 8, 6, 7, 5, 8, 6, 9, 8, 7, 7, 6, 8, 7, 8 i) Sajikan data tersebut dalam model matematika yang mudah dipahami, dan sertakan alasan mengapa anda pilih model tersebut. ii) Perkirakan apakah kelas tersebut memperoleh nilai yang baik? Jelaskan alasanmu E. Saran dalam Pembelajaran Matematika Pembelajaran matematika merupakan suatu kegiatan yang kompleks, melibatkan berbagai unsur seperti guru, siswa, matematika dan karakteristiknya, dan situasi belajar yang berlangsung. Oleh karena itulah pembelajaran tidak dapat disederhanakan menjadi suatu resep untuk membantu siswa belajar. Paling sedikit terdapat dua hal yang menjadi alasan bahwa pembelajaran tidak dapat dirumuskan dalam bentuk resep. Pertama, pembelajaran melibatkan pengetahuan tentang: topik matematika yang akan diajarkan, perbedaan siswa, cara siswa belajar, lingkungan kelas, lembaga pendidikan dan masyarakat. Selain hal umum seperti di atas, guru juga harus mempertimbangkan hal-hal khusus misalnya: karakteristik topik yang akan diajarkan dan pedagogi mengajarkannya. Kedua, sebagai implikasi bahwa pembelajaran melibatkan berbagai domain, maka guru juga harus menetapkan: cara mengajukan dan merespons pertanyaan, cara menyajikan idea matematika secara 19 tepat, berapa lama diskusi perlu dilaksanakan, jenis dan kedalaman tugas matematika, dan keseimbangan berbagai tujuan dan pertimbangan. Adalah rasional bahwa tak ada satu pembelajaran yang paling sesuai untuk mengembangkan semua kemampuan dan proses matematik. Namun demikian, untuk jenis proses matematik apapun, pendekatan dan strategi pembelajaran apapun yang perlu mendapat perhatian adalah ketercapaian belajar bermakna pada siswa. NCTM (Webb dan Coxford, Eds, 1993) mengemukakan beberapa saran kepada guru untuk melaksanakan pembelajaran matematika secara bermakna antara lain: memilih tugas matematik yang tepat, mendorong berlangsungnya belajar bermakna, mengatur diskursus (discourse), dan berpartisipasi aktif dalam pembelajaran sehingga tercipta suasana belajar yang kondusif. a) Memilih tugas hendaknya memperhatikan: topik-topik matematika yang relevan, pemahaman, minat, dan pengalaman belajar siswa yang sebelumnya, dan mendorong tercapainya belajar bermakna, b) Memilih tugas ditujukan untuk: mengembangkan pemahaman dan keterampilan matematik, menstimulasi tersusunnya hubungan matematik, mendorong untuk formulasi masalah, pemecahan masalah dan penalaran matematik, memajukan komunikasi matematik, menggambarkan matematika sebagai kegiatan manusia, mendorong tumbuhnya disposisi matematik. c) Mengatur diskursus dengan cara: memperkenalkan notasi dan bahasa matematika yang tepat, menyajikan informasi, menjelaskan isu, membuat model, dan memberi kesempatan siswa mengatasi kesulitan serta meyakinkan diri siswa; mendorong partisipasi siswa untuk menciptakan suasana kelas yang kondusif; mendengarkan, merespon, dan bertanya melalui berbagai cara untuk bernalar, membuat koneksi, menyelesaikan masalah, dan saling berkomunikasi; mengajukan pertanyaan/masalah, contoh dan lawan contoh, konjektur. d) Menciptakan suasana belajar untuk mendorong pengembangan daya matematik siswa dengan cara: mengajukan pertanyaan dan menyusun konjektur, idea dan masalah kontekstual yang sesuai; menghargai idea, cara berfikir dan disposisi matematik siswa melalui belajar individual atau kolaboratif e) Menganalisis partisipasi belajar siswa melalui: observasi terhadap apa yang telah dipelajari siswa. Untuk mendukung berlangsungnya saran pembelajaran di atas, perlu adanya perubahan pandangan terhadap proses pembelajaran, dan proses evaluasi seperti tercantum pada Tabel 7 dan Tabel 8. Berman, (dalam Costa, Ed. 2001) menyarankan sembilan strategi pembelajaran untuk mengembangkan berpikir terbuka dan pemahaman yang kritis pada siswa, yaitu: 1) Ciptakan lingkungan yang aman, 2) Ikuti cara berpikir peserta didik, 3) Dorong peserta didik berpikir secara kolaboratif, 4) Ajarkan cara bertanya dan bukan cara menjawab, 5) Ajarkan tentang keterkaitan, 6) Anjurkan peserta didik berpikir dalam multi persepektif, 7) Dorong peserta didik agar sensitif, 8) Bantu peserta didik menetapkan standar dan bekerja dalam pandangan positif untuk masa depan, dan 9) Berikan kesempatan/peluang kepada peserta didik untuk berbuat sesuai dengan jalan pikirannya. 20 No. Tabel 7 Perubahan Pandangan dalam Pembelajaran Dari pandangan No Ke arah pandangan 1. Kelas sebagai kumpulan individu 1. Kelas sebagai masyarakat belajar. 2. Melayani siswa secara serupa untuk keseluruhan 2. 3. Mengikuti kurikulum secara kaku 3. 4. Guru sebagai pemegang otoritas jawaban yang benar Guru sebagai instruktur 4. Melayani siswa sesuai dengan minat, kekuatan, harapan, dan kebutuhan masing-masing Seleksi dan sesuaikan kurikulum secara fleksibel. Guru membimbing ke arah logika dan peristiwa matematika Guru sebagai pendidik, motivator, fasilitator, dan manajer belajar Penekanan pada pemahaman, penalaran dan proses menemukan idea matematika secara aktif Penekanan pada menyusun konjektur, menemukan, dan memecahkan masalah Kerjasama antar guru untuk memajukan program matematika Masyarakat belajar dengan kerjasama dan urunan tanggung jawab dan perhatian. "Connecting mathematics, its ideas, and its application”.. 5. 6. 5. Penekanan pada mengingat prosedur penyelesaian dan perolehan informasi Penekanan pada menemukan jawaban secara mekanistik Kebiasaan guru bekerja sendiri 6. 9. Suasana kompetitif yang kurang sehat 9. 10. Memandang dan memperlakukan matematika sebagai "body of isolated concepts and procedures" 10. 7. 8. 1 2. 3. 4 5. 6. 7. 7. 8. Tabel 8 Perubahan Pandangan dalam Penilaian Kurang menekankan pada Lebih menekankan pada Mengases apa yang tidak diketahui 1. Mengases apa yang diketahui dan siswa cara berfikir matematika siswa Pemberian skor hanya berdasarkan 2. Asesmen sebagai bagian integral dari jawaban benar pembelajaran Memfokuskan pada sejumlah 3. Memfokuskan tugas matematik yang keterampilan khusus dan terpisahlebih luas dan pandangan matematik pisah dalam matriks kontensecara holistik perilaku Menggunakan latihan soal ceritera 4. Mengembangkan situasi masalah yang yang hanya memuat satu atau dua melibatkan sejumlah idea matematik keterampilan Hanya menggunakan tes tertulis 5. Menggunakan beragam teknik asesmen Mengevaluasi program hanya 6. Mengevaluasi program pengumpulan berdasar pada skor tes informasi secara sistimatik terhadap outcomes, kurikulum dan pembelajaran Menggunakan tes hasil belajar 7. Menggunakan tes hasil belajar baku baku sebagai satu-satunya sebagai satu dari indikator indikator keberhasilan program keberhasilan program 21 Saran lain dikemukakan Meissner (2006) yaitu agar guru memperhatikan perkembangan individual dan sosial, menyajikan masalah yang menantang atau masalah berkenaan dengan penalaran, serta mendorong siswa mengajukan idea secara spontan. Kemudian, Nicholl (2006) menyarankan beberapa langkah agar individu menjadi kreatif yaitu: kumpulkan informasi sebanyak-banyaknya, berpikir dari empat arah, ajukan beragam idea, cari kombinasi yang terbaik, dan sadari aksi yang berlangsung. F. Kesulitan Siswa dan Guru dalam Mencapai dan Membelajarkan Berpikir Matematik serta Alternatif Solusinya Beberapa kesulitan atau kendala siswa dalam mencapai dan guru membelajarkan kemampuan berpikir matematik dan membina disposisi matematik siswa di antaranya adalah: 1) Siswa terbiasa mencontoh dan mencatat penyelesaian soal dari guru 2) Siswa kurang menguasai konsep-konsep dasar matematika 3) Kemampuan pemahaman, penalaran, komunikasi, koneksi, dan pemecahan masalah matematik dan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematik siswa pada umumnya masih rendah. 4) Siswa sulit menyatakan suatu situasi ke dalam model matematika atau ekspresi matematik, siswa sulit mendemonstrasikan algoritma penyelesaian masalah, menginterpretasi solusi sesuai masalah awal, dan mencari alternatif solusi lainnya; siswa sulit menggunakan representasi grafik atau tabel sebagai cara penyelesaian soal dan membuat representasi teks tertulis 5) Guru lebih banyak memberi tahu dan kurang memberi kesempatan siswa untuk mengeksplor sendiri 6) Pembelajaran matematika kurang melibatkan siswa belajar aktif, kurang menekankan pada pemahaman bermakna 7) Guru memandang berpikir kritis bukan tujuan utama pembelajarannya, guru kurang menguasai sifat-sifat berpikir kritis, kurang memahami strategi pembelajaran berpikir kritis, dan terlalu fokus pada kurikulum nasional 8) Pendekatan pembelajaran matematika kurang menarik dan membosankan siswa. 9) Guru mengalami kesulitan menyusun bahan ajar dengan pendekatan baru yang inovatif. Pada dasarnya, pendekatan inovatif berpandangan pada falsafah konstruktivisma yang mengutamakan siswa belajar aktif dan bermakna dan dapat diterapkan untuk mengembangkan beragam kemampuan berpikir matematik siswa. Demikian pula satu kemampuan beripikir matematik dapat dikembangkan melalui beragam pendekatan pembelajaran. Namun, komponen penting yang harus diperhatikan guru dalam merancang pembelajaran adalah penyusunan bahan ajar dan pemilihan soal latihan. Beberapa pendekatan yang telah dilaksanakan dalam sejumlah studi di antaranya adalah: 1) Gabungan pembelajaran tak langsung dan langsung untuk siswa SMP (Suryadi, 2005, Sumarni, 2005) dan untuk siswa SMA (Maya, 2005), pendekatan induktifdeduktif untuk mahasiswa (Dewanto dan Sumarmo, 2004). Dalam pendekatan ini konsep/prinsip/teori tidak disajikan dalam bentuk yang sudah jadi, namun disajikan melalui kasus atau masalah kontekstual yang kemudian secara bertahap siswa dibimbing menemukan konsep/prinsip/teori secara bermakna yang dilanjutkan dengan pemecahan masalah yang lebih kompleks. 22 2) Pembelajaran berbasis masalah, penemuan, eksplorasi, kontekstual dan investigasi untuk siswa SMP (Ali, 2010, Rohayati, 2005, Rohaeti, 2009) dan untuk siswa SMA (Permana, 2004, Ratnaningsih, dan Herman, 2006, Sugandi, 2010, Syaban, 2008, Wardani, 2009). Pendekatan pembelajaran di atas hampir serupa dengan pendekatan pada Butir 1) yang diawali dengan penyajian masalah kontekstual yang tertutup dan yang open-ended. 3) Pendekatan IMPROVE untuk siswa SMP (Rohaeti, 2003), siswa SMA (Muin.2005, Nindiasari, 2004) dan pendekatan diskursif untuk mahasiswa PGSD (Mayadiana, 2004). Pendekatan Analitik Sintetik pada siswa SMA (Mulyana, 2008). Pendekatan Reciprocal Teaching untuk siswa SMP (Qohar, 2010). Metode IMPROVE untuk siswa SMP (Rochaeti, 2009). Dalam pendekatan ini kepada peserta didik diajukan sejumlah pertanyaan yang bukan sekadar hafalan namun yang mendorong peserta didik memberikan jawaban disertai dengan alasannya. 4) Berbagai strategi belajar kooperatif untuk siswa SMP dan SMA (Kariadinata, 2002, Mudzakir, 2004, Pomalato, 2005, Sugandi, 2001, Wardani, 2002). Dalam strategi ini siswa belajar menelaah bahan ajar yang didiskusikan dalam kelompok kecil, kemudian masing-masing membuat laporan berdasarkan hasil diskusi dan atau merevisi laporan awalnya. 5) Pembelajaran dengan memanfaatkan ICT untuk siswa SMA (Kariadinata, 2001, 2005, Rohendi, 2009, Yaniawati, 2005, Yonandi, 2009). Bahan ajar dalam pembelajaran ini dikemas dengan memanfaatkan fasilitas ICT dan menggunakan bahasa pemograman tertentu atau disajikan dalam website yang dapat diakses peserta didik di kelas atau di laboratorium komputer. Pendekatan dan strategi pembelajaran di atas, pada dasarnya berpandangan konstrukstivisme dan dirancang untuk mengembangkan beragam kemampuan berpikir matematik, memiliki karakteristik: aktif. kreatif. dan menyenangkan yang disingkat dengan istilah PAKEM. Beberapa istilah lain yang senada dengan istilah PAKEM, di antaranya adalah PAIKEM Gembrot yaitu: Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, dan Menyenangkan, Gembira dan Berbobot (Taslimuharom, 2010), SANI yaitu Santun Berbahasa dan Komunikatif (Marpaung, 2001), dan pembelajaran MATOA yaitu Menyenangkan, Atraktif, Terukur, dan Orang Aktif (P4TK, BMTI, 2010). Pembelajaran ini pada dasarnya dapat diterapkan pada beragam pendekatan, khususnya yang berpandangan konstrukstivisme dan untuk mengembangkan beragam kemampuan berpikir matematik. Selanjutnya Taslimuharom (2010) mengemukakan bahwa agar peserta didik belajar aktif, disarankan agar guru: bersikap gembira, tekun dan setia pada tugasnya, bertanggung jawab, motivator yang bijak, berpikir positif, terbuka pada ide baru dan saran dari peserta didik atau orang tuanya/masyarakat, tiap hari energinya untuk peserta didik supaya belajar kreatif, selalu membimbing, seorang pendengar yang baik, memahami kebutuhan peserta didik secara individual, dan mengikuti perkembangan pengetahuan. Setiawan (2004) mengajukan beberapa saran untuk pelaksanaan PAKEM sebagai berikut: guru hendaknya memahami topik yang sedang dibicarakan, kemukakan contoh-contoh, hargai peserta didik, beri peserta didik motivasi, laksanakan pembelajaran kontekstual, menekankan pemecahan masalah, membaca berkelanjutan, learning how to learn, gunakan tes yang valid. Beberapa perubahan paradigma pembelajaran konvensional menjadi PAKEM terlukis pada Tabel 9 (Nurdin, 2009). 23 Tabel 9 Perubahan Pandangan Pembelajaran Konvensional ke PAKEM No. 1. 2. 3. 4. Pembelajaran konvensional Pemberian teori terus latihan 5. Guru mengajar Belajar perorangan Berbasis teori behaviouristik, berpusat pada konten matemati Transfer pengetahuan 6. Belajar hapalan PAKEM Menekankan reinvention, proses belajar aktif, pemecahan masalah Siswa belajar aktif Belajar kooperatif Berbasis konstruktivisma, berpusat pada peserta didik Investigasi, eksplorasi, kegiatan terbuka, keterampilan proses, pemecahan masalah Belajar bermakna Sebagai penutup, perlu diperhatikan agar melalui pendekatan pembelajaran apapun, pengembangan berpikir dan disposisi matematik serta nilai-nilai karakter hendaknya dilaksanakan secara bersamaan melalui keempat langkah yaitu: pemahaman, pembiasaan, keteladanan, serta pembelajaran yang berkelanjutan. Dengan demikian diharapkan pembelajaran menghasilkan peserta didik yang unggul dalam kemampuan berpikir matematik serta memilki karakter dan disposisi matematik dan yang terpuji. Daftar Pustaka Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Panduan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: BNSP. Berman, S. (2001) “Thinking in context: Teaching for Open-mindeness and Critical Understanding” dalam A. L. Costa,. (Ed.) (2001). Developing Minds. A Resource Book for Teaching Thinking. 3 rd Edidition. Assosiation for Supervision and Curriculum Development. Virginia USA Ghozi, A. (2010). Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa dan Implementasinya dalam Pembelajaran. Makalah disampaikan pada Pendidikan dan Pelatihan Tingkat Dasar Guru Bahasa Perancis Tanggal 24 Okober s.d 6 November 2010 Hendriana, H. (2009). Pembelajaran dengan Pendekatan Methaporical Thinking untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematik, Komunikasi Matematik dan Kepercayaan Diri Siswa Sekolah Menengah Pertama. Disertasi pada Sekolah Pasca Sarjana UPI : tidak diterbitkan. Herman, T. (2006) . Pengembangan Kemampuan Pemecahan Masalah, Penalaran, dan Komunikasi Matematik Siswa SLTP melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Disertasi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, tidak dipublikasi. Kardianata, R. (2001) Peningkatan Pemahaman dan Kemampuan Analogi Matematika Siswa SMU melalui Pembelajaran Kooperatif Tesis pada PPs UPI, tidak dipublikasi. Kariadianata, R (2006). Pengembangan berfikir matematik tingkat tinggi siswa SMU melalui pembelajaran dengan multimedia Disertasi pada PPs UPI, tidak dipublikasi. Mahmudi, A.(2010). Pengaruh Pembelajaran dengan Strategi MHM Berbasis Masalah terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif, Kemampuan Pemecahan Masalah, dan Disposisi Matematis, serta Persepsi terhadap Kreativitas. Disertasi pada Sekolah pascasarjana UPI. Tidak diterbitkan . 24 Maya, R. (2005). Mengembangkan Kemampuan Matematik Tingkat Tinggi Siswa SMA melalui Pembelajaran Langsung dan Tak Langsung. Tesis pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, tidak dipublikasi. Mudzakir, H. (2005). Meningkatkan Kemampuan Representasi Multipel Matematik Siswa SMP melalui Strategi Think-talk-write. Tesis pada SPs UPI, tidak dipublikasikan. Muin, A. (2005). Meningkatkan Kemampuan Berfikir matematik Tingkat tinggi Siswa SMA melalui Pendekatan Metakognitif . Tesis pada PPs UPI, tidak dipublikasi. Mulyana, T. (2008). Pembelajaran Analitik Sintetik untuk Meningkatkan Kemampuan berpikir Kritis dan Kreatif Matematik Siswa SMA. Disertasi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, tidak dipublikasi. NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, Virginia: NCTM. INC. NCTM [National Council of Teachers of Mathematics] (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston,Virginia: NCTM Nindiasari, H. (2004). Pembelajaran Metakognitif untuk Meningkatkan Pemahaman dan Penalaran Matematik Siswa SMU Ditinjau dari Tahap Perkembangan Kognitif Siswa. Tesis pada Pascasarjana UPI, tidak dipublikasikan Pomalato, S.W. (2005). Penerapan Model Treffingger dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Kreatif dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas II SMP. Disertasi pada Sekolah Pasca Sarjana UPI: tidak diterbitkan. Permana, Y. (2010). Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi serta Disposisi Matematik: Eksperimen terhadap Siswa SMA melalui Model – Eliciting Activities Disertasi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, tidak dipublikasi. Polking J. (1998). Response To NCTM's Round 4 Questions [Online] In http://www.ams.org/government/argrpt4.html. Qohar, A. (2010). Mengembangkan Kemampuan Pemahaman, Koneksi dan Komunikasi Matematis Serta Kemandirian Belajar Matematika Siswa SMP Melalui Reciprocal Teaching. Disertasi pada Sekolah pascasarjana UPI. Tidak diterbitkan Ratnaningsih, N. and Herman, T. (2006): “Developing the Mathematical Reasoning of High School Students through Problem Based Learning”. Transaction of Mathematical Education for College and university Vol.9 No.2 Japan Society of Mathematics Education, Division for College and University Ratnaningsih, N (2007). Pengaruh Pembelajaran Kontekstual terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi pada Sekolah Pasca Sarjana UPI: tidak diterbitkan. Rohayati , A. (2005). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dalam Matematika melalui pembelajaran dengan pendekatan Kontekstual. Tesis pada Sekolah Pasca Sarjana UPI : tidak diterbitkan. Rohaeti E. E, (2003), Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Metode IMPROVE untuk Meningkatkan Pemahaman dan Kemampuan Komunikasi Matematik siswa SLTP. Tesis pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, tidak dipublikasi. Rochaeti, E.E.(2008). Pembelajaran dengan Pendekatan Eksplorasi untuk Mengembangkan Kemampuan Berfikir Kritis dan Kreatif Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama, Disertasi pada Sekolah pascasarjana UPI. Tidak diterbitkan 25 Rohendi, D. (2009). Kemampuan Pemahaman, Koneksi, dan Pemecahan Masalah Matematik: Eksperimen terhadap Siswa SMA melalui E-Learning. Disertasi pada PPs UPI, tidak dipublikasikan. Sauri, S. (2010). Membangun Karakter Bangsa melalui Pembinaan Profesionalisme Guru Berbasis Pendidikan Nilai. Jurnal Pendidikan Karakter. Vol.2. No.2. Sugandi, A.I. (2001) Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika melalui Model Belajar Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI) pada Siswa Sekolah Menengah Umum Tesis pada PPs UPI, tidak dipublikasi. Sugandi, A. I. (2010). Mengembangkan Kemampuan Berfikir Tingkat Tinggi Siswa SMA melalui Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Setting Belajar Koopertaif JIGSAW. Disertasi pada Sekolah pascasarjana UPI. Tidak diterbitkan Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMA Dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Komponen Proses Belajar Mengajar. Disertasi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, tidak dipublikasi. Sumarmo, U. (2006). Kemandirian Belajar: Apa, Mengapa, dan Bagaimana dikembangkan pada Peserta Didik. Makalah disampaikan pada seminar di FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia. Dimuat dalam Website Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Sumarmo, U. (2010). Pengembangan Berpikir dan Disposisi Kritis, Kreatif pada Peserta Didik dalam Pembelajaran Matematika. Makalah dimuat dalam Website Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Sumarni, E. (2006). Mengembangkan Kemampuan Berfikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SMP melalui Pembelajaran Langsung dan Tak Langsung. Tesis pada Pascasarjana UPI, tidak dipublikasikan Suryadi, D. (2005) Penggunaan variasi pendekatan pembelajaran langsung dan tak langsung dalam rangka meningkatkan kemampuan berfikir matematik tingkat tinggi siswa SLTP. Disertasi pada PPs UPI, tidak dipublikasikan. Syaban, M. (2008). Menumbuhkan daya dan disposisi siswa SMA melalui pembelajaran investigasi. Disertasi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, tidak dipublikasi. Wardani, S. (2002) Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematka melalui Model Kooeratif Tipe Jigsaw Tesis pada PPs UPI, tidak dipublikasi. Wardani, S. (2009) Meningkatkan kemampuan berfikir kreatif dan disposisi matematik siswa SMA melalui pembelajaran dengan pendekatan model Sylver. Disertasi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Dipublikasikan pada Jurnal Pendidikan di Jepang (2011) Yaniawati, P. (2001) Pembelajaran dengan Pendekatan Open-Ended dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematika Siswa SMA. Tesis pada PPs UPI, tidak dipublikasikan. Yaniawati, P. (2006) Pengembangan Daya Matematik mahasiswa calon guru melalui E-Learning. Disertasi pada PPs UPI, tidak dipublikasikan Yonandi (2010). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematik melalui Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Komputer pada Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi pada PPs UPI, tidak dipublikasikan 26