BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi 2.1.1 Pengertian

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Komunikasi
2.1.1 Pengertian Komunikasi
Komunikasi berasal dari bahasa latin yakni communico yang berarti membagi
(Cherry dalam Cangara, 2009). Berarti pula communis yakni membuat kebersamaan
atau membangun kebersamaan. Harold D. Laswell dalam Cangara (2009)
menjelaskan bahwa tindakan komunikasi adalah menjawab pertanyaan “Siapa yang
menyampaikan? Apa yang disampaikan? Melalui saluran apa? Kepada siapa dan apa
pengaruhnya?”
Komunikasi
merupakan elemen dasar
dari
interaksi
manusia
yang
memungkinkan seseorang untuk menetapkan, meningkatkan serta mempertahankan
kontak dengan orang lain. Komunikasi adalah sebuah proses yang kompleks yang
melibatkan tingkah laku dan hubungan serta memungkinkan seseorang untuk
berasosiasi dengan orang lain serta lingkungannya. Komunikasi merupakan persitiwa
yang terus berlangsung secara dinamis yang maknanya dapat dipacu dan
ditransmisikan (Potter & Perry, 2005).
Tappen (1995) dalam Nursalam (2012) mendefinisikan komunikasi sebagai
suatu pertukaran pikiran, perasaan, pendapat dan pemberian nasehat yang terjadi
antara dua orang atau lebih yang bekerja sama. Komunikasi juga merupakan suatu
seni untuk dapat menyusun dan menghantarkan suatu pesan dengan cara yang mudah
sehingga orang lain dapat mengerti serta menerima maksud dan tujuan pemberi
pesan. Marquis & Huston (1998 dalam Nursalam 2012) merancang sebuah diagram
yang menggambarkan proses komunikasi yang terdiri dari komunikator, pesan,
komunikan serta faktor-faktor yang mempengaruhi proses komunikasi.
Faktor internal
Komunikator
Faktor eksternal
Tertulis
Verbal
Pesan
Non verbal
Faktor internal
Komunikan
Faktor eksternal
Gambar 1. Diagram proses komunikasi (Marquis & Houston, 1998)
2.1.2 Tingkatan Komunikasi
Komunikasi secara garis besar dibagi menjadi tiga tingkatan yakni :
a. Komunikasi Intrapersonal
Komunikasi intrapersonal terjadi didalam diri individu, merupakan model
jenis komunikasi di dalam diri seorang individu atau dialog internal yang terjadi
yang terjadi secara konstan dan tanpa disadari. Tujuan dari komunikasi
interpersonal adalah kesadaran diri yang mempengaruhi konsep diri dan perasaan
dihargai. Konsep diri yang positif dan kesadaran diri yang datang melaui dialog
internal dapat membantu perawat mengekespresikan diri kepada orang lain
misalnya pada klien. Komunikasi interpersonal adalah inti dari praktik
keperawatan karena seorang perawat akan mampu membantu klien jika mereka
berkomunikasi dalam tingkat interpersonal yang bermakna.
b. Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang terjadi antara dua orang
atau lebih di dalam suatu kelompok kecil. Komunikasi interpersonal merupakan
jenis komunikasi yang paling sering digunakan dalam situasi keperawatan.
Komunikasi interpersonal yang sehat akan berguna dalam pemecahan masalah,
bertukar ide dan pikiran, pengambilan keputusan serta perkembangan pribadi.
Dalam situasi keperawatan akan banyak momen yang akan menantang
perawat dalam melakukan komunikasi interpersonal dengan baik. Setiap
pertemuan dengan klien seperti mengganti cairan infus, mengambil spesimen
darah, mengkaji klien yang baru masuk rawat inap, membutuhkan pertukaran
informasi. Pertemuan dengan anggota staf, dokter, ahli gizi atau profesi lain yang
berhubungan dengan keperawatan, menguji kemampuan komunikasi perawat
dengan profesi lain tersebut yang mungkin akan memiliki perbedaan pendapat
serta pengalaman.
c. Komunikasi Publik
Komunikasi publik adalah interaksi dengan sekumpulan orang dalam
jumlah yang besar. Menjadi seseorang komunikator yang kompeten yang mampu
menyampaikan pesan kepada komunikan membutuhkan kemampuan untuk
membayangkan dirinya berbicara pada sebuah kelompok besar. Kemampuan
seorang komunikator seperti penggunaan postur, gerakan tubuh, dan nada bicara
membantu seorang komunikator untuk mengekspresikan pesan yang ingin
disampaikan. Seperti dapat diambil contoh, perawat yang sedang memberikan
promosi kesehatan pada suatu komunitas.
(Potter & Perry, 2005)
Pendapat lain disampaikan oleh Joseph A. DeVito (1982 dalam Cangara
2012) dimana selain ketiga tingkatan komunikasi di atas, adanya komunikasi
massa juga menjadi bagian. Komunikasi masa dapat didefinisikan sebagai proses
komunikasi yang berlangsung dimana pesan dikirim dari sumber kepada penerima
dengan sifat missal melalui alat-alat yang bersifat mekanis seperti radio, televisi,
surat kabar, dan film.
Pesan bersifat terbuka dengan khayalak yang variatif, baik dari segi usia,
agama, suku, pekerjaan, maupun dari segi kebutuhan. Ciri dari komunikasi masa
yakni sumber serta penerima dihubungkan oleh saluran yang telah diproses secara
mekanik. Sumber juga merupakan suatu lembaga atau institusi yang terdiri dari
banyak orang misalnya reporter, penyiar, editor, teknisi dan sebagainya. Oleh
karena itu, komunikasi massa biasanya disampaikan dengan lebih formal,
terencana serta tersusun dengan baik.
2.1.3 Elemen Proses Komunikasi
Elemen proses komunikasi diyakini penting agar seseorang dapat berinteraksi
dengan efektif dan mewaspadai efek komunikasi diantara mereka. Menurut Potter &
Perry (2005) elemen proses komunikasi terdiri atas :
a. Referen
Referen atau stimulus memotivasi seseorang untuk berkomunikasi dengan
orang lain referen dapat berupa objek, pengalaman, emosi, idea tau tindakan.
Seseorang yang secara sadar memperhitungkan referen dalam interaksi interpersonal
dapat dengan hati-hati mengembangkan serta mengatur pesan.
b. Pengirim
Pengirim atau encorder adalah seseorang yang memprakarsai pesan atau
komunikasi interpersonal. Pengirim menempatkan referen pada suatu bentuk yang
dapat ditransmisikan serta melaksanakan tanggung jawab atas ketepatan isi dan emosi
pesan tersebut.
c. Pesan
Pesan didefinisikan sebagai bentuk informasi yang dikirimkan oleh pengirim.
Pesan yang efektif harus jelas dan terorganisir serta diekspresikan dengan baik oleh
pengirim dan diterima baik pula oleh penerima. Informasi harus diberikan sejelasjelasnya dengan penerima yang telah siap menerima pesan tersebut.
d. Saluran
Pesan dikirim melalui saluran komunikasi baik sarana visual, pendengaran
bahkan taktil. Ekspresi wajah dapat dijadikan saluran visual untuk menyampaikan
pesan. Kata-kata yang diucapkan tersampaikan melalui saluran audio atau
pendengaran. Sentuhan tangan perawat pun menyampaikan pesan bahwa perawat
berempati pada apa yang dirasakan klien. Disimpulkan bahwa semakin banyak
saluran yang
digunakan indivdu untuk berkomunikasi, semakin baik pula
pemahaman yang akan didapat.
e. Penerima
Penerima disebut juga decoder, adalah orang yang menerima pesan yang
dikirmkan kepadanya. Pengirim harus dengan baik membaca sandi atau merspons
pesan yang ditujukan padanya. Adakalanya terjadi kesalahpahaman antara maksud
pengirim pesan dengan penerima pesan karena memang beberapa pesan sering kali
bermakna ganda ketika dinterpretasikan. Semakin banyak kesamaan atara maksud
pengirim dan penerima, maka makna akan tersampaikan dengan baik.
f. Respons
Respons dalam elemen komunikasi membantu untuk mengungkapkan apakah
makna dari pesan tersebut tersampaikan ataukah tidak. Tujuan dari pesan tidak hanya
memastikan pesan telah sampai namun juga untuk memastikan apakah antara
pengirim dan penerima mencapai sebuah pemahaman yang sama atas pesan yang
dikirim. Respons verbal non verbal yang disampaikan penerima akan menunjukkan
pemahaman penerima atas pesan yang ditujukan padanya pun juga untuk memastikan
apakah pemahaman yang diperlihatkan melalui respon sesuai ataukah tidak dengan
maskud pesan pengirim.
Pendapat lain ditambahkan Charles Osgood, Gerald Miller dan Melvin De
Fleur yakni adanya unsur efek dan feedback dirasa perlu dalam membangun
komunikasi yang sempurna. Perkembangan terakhir yakni munculnya pandangan dari
Joseph De Vito, K. Serono dan Erika Vora yang menilai faktor lingkungan
merupakan unsur yang tidak kalah pentingnya dalam mendukung terjadinya proses
komunikasi (Cangara, 2009).
2.1.4 Bentuk Komunikasi
Menurut Potter & Perry (2005) bentuk komunikasi dibagi menjadi dua, yakni
komunikasi verbal dan non verbal.
a. Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal meliputi kata-kata yang diucapkan maupun yang
dituliskan.
Kata-kata
adalah
media
atau
simbol
yang
digunakan
dalam
mengekspresikan idea atau perasaan, sehingga menimbulkan respon emosional, atau
menggambarkan objek, observasi, kenangan atau kesimpulan. Kata-kata juga dapat
digunakan untuk mengungkapkan maksud yang tersembunyi, menguji minat
seseorang dalam hal tingkat kepedulian, atau untuk mengekspresikan kecemasan.
Sebuah kata dapat mengubah makna sebuah kalimat. Bahasa akan menjadi lebih
efektif jika setiap orang yang berkomunikasi memahami pesan yang disampaikan
dengan jelas.
Kode verbal mencakup aspek-aspek berupa :
1) Vocabulary (perbendaharaan kata-kata). Komunikasi tidak akan efektif bila
pesan yang disampaikan dengan kata-kata yang tidak dapat dimengerti, karena
itu olah kata menjadi penting dalam berkomunikasi. Dalam praktik
keperawatan, akan berbeda cara penyampaian komunikasi ketika kita
berbicara pada klien dengan kita berbicara dengan sesama profesi.
Penggunaan kosakata yang sesuai dengan lawan bicara kita perlu
diperhatikan. Karena kita tidak akan mungkin mengatakan, “Baik Pak, hari ini
saya akan memasang kateter pada Bapak.” Pesan yang diucapkan dalam
ungkapan yang apat dipahami klien akan membuat komunikasi menjadi
efektif.
2) Racing (kecepatan). Berbicara dengan kecepatan yang cukup, penggunaan
jeda yang tepat atau berbicara dengan tempo yang tidak terlalu lambat dan
berhati-hati, dapat membawa pesan tersampaikan dengan baik. Kecepatan
dalam kata ketika diverbalisasikan selain memunculkan, menghilangkan dan
memperpanjang jeda, dapat
menentukan tingkat komunikasi apakah
memuaskan pendengar atau tidak. Jeda harus digunakan ketika ingin
menunjukan hal tertentu, memberikan waktu bagi penerima ketika
mendengarkan sampai memahami kata-kata yang disampaikan. Perlu
diperhatikan reaksi non verbal yang ditunjukkan klien ketika pesan
disampaikan. Perhatikan apakah reaksi penerima seperti memahami maksud
pesan atau sebaliknya.
3) Intonasi suara : pesan akan terdengar lebih dramatik sehingga pesan akan
menjadi lain artinya bila diucapkan dengan intonasi suara yang berbeda.
Intonasi suara yang tidak proporsional merupakan hambatan dalam
berkomunikasi.
4) Humor : Dugan (1989) memberikan catatan bahwa dengan tertawa dapat
membantu menghilangkan stres dan nyeri. Wootsen (1993 dalam Potter &
Perry 2005) menyatakan bahwa tawa membantu melepaskan tegangan yang
berhubungan dengan stres atau sakit, meningkatkan keefektifan perawat
dalam menyediakan dukungan emosi pada klien dan memanusiakan
pengalaman rasa sakit. Tertawa mempunyai hubungan fisik dan psikis dan
harus diingat bahwa humor hanya merupakan selingan dalam berkomunikasi.
5) Singkat dan jelas. Komunikasi akan efektif bila disampaikan secara singkat
langsung pada pokok permasalahannya sehingga lebih mudah dimengerti.
Keringkasan dapat dicapai dengan sempurna dengan menggunakan kata-kata
yang mengekspresikan kesederhanaan makna. Contoh kalimat, “Bapak bisa
memberitahu saya bagian mana yang terasa sakit,” tentu lebih efektif dan
ringkas dibandingkan, “saya ingin Bapak memberitahu saya, pada bagian
mana Bapak merasa sakit.”
6) Timing (waktu yang tepat) adalah hal kritis yang perlu diperhatikan karena
berkomunikasi akan berarti seseorang bersedia berkomunikasi, artinya dapat
menyediakan waktu untuk mendengar atau memerhatikan apa yang
disampaikan.
7) Arti denotatif dan konotatif, dimana arti kata denotatif akan memberikan
makna yang sama terhadap kata yang digunakan, sedangkan konotatif
merupakan pikiran, perasaan serta ide dalam suatu kata. Misalnya dapat
diambil contoh, klien mempersepsikan kata serius sebagai suatu kondisi
mendekati kematian, sedangkan perawat akan menggunakan kata kritis untuk
menjelaskan keadaan menuju kematian. Jadi disimpulkan bahwa ketika
berkomunikasi dengan klien perawat harus memilih kata-kata yang tepat
sehingga tidak mudah disalahtafsirkan, terutama penting pada saat
menjelaskan tujuan terapi serta kondisi klien.
b. Komunikasi Non Verbal
Komunikasi non verbal merupakan transmisi pesan tanpa menggunakan kata
kata, serta merupakan salah satu cara terkuat bagi seseorang untuk mengirimkan
pesan kepada orang lain. Komunikasi non verbal akan selalu kita tampilkan ketika
berhadapan dengan orang lain. Gerakan tubuh memberi makna yang lebih jelas
dengan kata-kata. Maka dari itu dikatakan bahwa komunikasi non verbal lebih kuat
dalam menyampaikan pesan dibandingakan dengan komunikasi verbal.
Perawat harus mewaspadai adanya komunikasi non verbal yang tidak sesuai
ketika berkomunikasi verbal. Seperti ucapan sederhana selamat pagi kepada klien,
jika perawat mengatakannya dengan raut wajah yang keras, tentu klien akan merasa
bahwa perawat tidak bermaksud baik dalam menyampaikan salamnya. Contoh lain
ketika perawat mengatakan bahwa prosedur menyuntik tidak menimbulkan rasa sakit
yang berlebihan namun dengan ekspresi yang datar bahkan marah, tentu klien akan
kehilangan kepercayaan kepada perawat dan akhirnya merasa cemas terhadap
prosedur yang akan dilakukan padanya. Disini terjadi kesalahan antara komunikasi
non verbal yang menyertai komunikasi verbal.
Studi Albert Mahrabian (1971 dalam Cangara 2012) pun menyimpulkan
bahwa tingkat kepercayaan dari pembicaraan orang 7% berasal dari bahasa verbal,
38% dari vokal suara dan 55% berasal dari ekspresi muka. Dengan demikian sangat
perlu berhati-hati bagi perawat saat berkomunikasi dengan klien. Harus ada
kesesuaian antara komunikasi non verbal dan verbal. Mark knapp menyebutkan
fungsi kode non verbal pada komunikasi adalah untuk :
1) Meyakinkan apa yang diucapkan
2) Menunjukkan perasaan
3) Menunjukkan jati diri
4) Melengkapi ucapan yang dirasakan belum sempurna
Yang termasuk kode non verbal antara lain :
a)
Ekspresi wajah, merupakan sumber yang kaya dengan komunikasi karena
ekspresi wajah cerminan suasana emosi seseorang.
b) Kontak mata, merupakan sinyal alamiah untuk berkomunikasi. Dengan
mengadakan kontak mata selama berinteraksi atau tanya jawab menandakan
seseorang terlibat dan menghargai lawan bicaranya dengan adanya kemauan
untuk memerhatikan tidak hanya sekedar mendengarkan. Melalui kontak mata
pun juga memberi kesempatan pada seseorang untuk mengobservasi lawan
bicaranya.
c)
Sentuhan : sebuah bentuk komunikasi personal mengingat sentuhan lebih bersifat
spontan dari komunikasi verbal. Beberapa pesan seperti perhatian yang sungguhsungguh, dukungan emosional, kasih sayang, atau simpati dapat dilakukan
melalui sentuhan.
d) Postur tubuh dan gaya berjalan : Cara seseorang berjalan, duduk, berdiri, dan
bergerak dapat memperlihatkan ekspresi dirinya. Postur tubuh dan gaya berjalan
mampu merefleksikan emosi, konsep diri, dan tingkat kesehatan seseorang.
e)
Sound (suara) : rintihan, menarik napas panjang, tangisan menjadi salah satu
ungkapan perasaan dan pikiran seseorang yang dapat dijadikan komunikasi. Bila
dikombinasikan dengan semua bentuk komunikasi non verbal lainnya, pesan
akan lebih tersampai dengan jelas.
f)
Gerak isyarat : merupakan kode non verbal yang dapat mempertegas komunikasi.
Menggunakan isyarat sebagai bagian total dar komunikasi seperti mengetukmengetukan kaki atau menggerakan tangan selama berbicara menunjukkan
seseorang dalam keadaan stres bingung atau sebagai upaya untuk menghilangkan
stress.
(Cangara, 2009)
2.1.5 Fungsi Komunikasi
Komunikasi merupakan proses internal yang dapat membantu menyelesaikan
suatu masalah. Fungsi komunikasi bisa ditelusuri dari tipe komunikasi itu sendiri baik
itu komunikasi intrapersonal, komunikasi interpersonal, komunikasi publik ataupun
komunikasi massa. Komunikasi dengan diri sendiri (intrapersonal) berfungsi untuk
mengembangkan kreativitas imajinasi, memahami dan mengendalikan diri serta
meningkatkan kematangan berpikir sebelum mengambil keputusan, sedangkan
komunikasi antar pribadi (interpersonal) yakni berusaha meningkatkan hubungan
insani,
menghindari
dan
mengatasi
konflik-konflik
pribadi,
mengurangi
ketidakpastian sesuatu serta berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain.
Fungsi komunikasi publik untuk menumbuhkan semangat kebersaman,
memengaruhi orang lain, memberi informasi, mendidik dan menghibur. Terakhir,
fungsi komunikasi massa untuk menyebarluaskan informasi, meratakan pendidikan,
merangsang pertumbuhan ekonomi dan menciptakan kegembiraan dalam hidup
seseorang. Perkembangan teknologi komunikasi yang begitu cepat terutama bidang
penyiaran dan audiovisual menyebabkan fungsi komunikasi massa mengalami
perubahan.
(Cangara, 2012)
Hewitt (1981 dalam Cangara 2012), menjabarkan tujuan proses komunikasi
secara spesifik sebagai berikut :
a.
Mempelajari atau mengajarkan sesuatu
b.
Mempengaruhi perilaku seseorang
c.
Mengungkapkan perasaan
d.
Menjelaskan perilaku sendiri atau perilaku orang lain
e.
Berhubungan dengan orang lain
f.
Menyelesaikan sebuah masalah
g.
Mencapai sebuah tujuan
h.
Menurunkan ketegangan dan menyelesaikan konflik
i.
Menstimulasi minat pada diri sendiri atau orang lain
2.1.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunikasi
Potter & Perry (2005) menjelaskan bahwa persepsi, nilai, latar belakang
budaya, pengetahuan, peran dan lokasi interaksi memberikan pengaruh terhadap isi
pesan dan bagaimana pesan tersebut disampaikan.
a.
Persepsi
Persepsi ialah pandangan pribadi atas apa yang sedang terjadi. Sebuah
komunikasi antara perawat dank lien memerlukan persepsi yang baik karena persepsi
terbentuk atas dasar kesamaan antara apa yang diharapkan kedua belah pihak.
Perbedaan persepsi antar individu dapat menjadi kendala dalam berkomunikasi.
b.
Nilai
Nilai merupakan standar yang mempengaruhi tingkah laku. Nilai penting dalam
hidup seseorang terutama dalam hal pengaruh terhadap ekpresi pemikiran dan ide
yang pada akhirnya juga berpengaruh terhadap interpretasi pesan. Dalam komunikasi,
memahami dan menjelaskan sebuah nilai penitng disaat akan membuat sebuah
keputusan. Penting diperhatikan bahwa nilai pribadi dari perawat tidak ikut
mempengaruhi hubungan professional dengan klien.
c.
Latar Belakang Budaya
Budaya merupakan jumlah keseluruhan dari cara berbuat, berpikir dan
merasakan. Budaya merupakan bentuk kondisi yang menunjukkan dirinya melalui
tingkah laku. Bahasa, pembawaan, nilai dan gerakan tubuh merefleksikan asal
budaya. Budaya akan mempengaruhi klien dan perawat dalam berinteraksi satu sama
lain.
d.
Pengetahuan
Komunikasi akan lebih sulit ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain
yang memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda. Pesan akan menjadi tidak jelas jika
kata-kata ataupun ungkapan yang digunakantidak dikenal oleh penerima pesan.
Dalam hal melayani klien, perawat diharapkan dapat berkomunikasi dengan bahasa
yang mudah dipahami oleh klien mengingat tingkat pengetahuan diantaranya yang
mungkin saja berbeda.
e.
Peran
Individu berkomunikasi sesuai tatanan yang tepat menurut hubungan dan
peran mereka saat itu. Ketika perawat berkomunikasi dengan rekan sejawat tentu
mereka tahu peran dan hubungan mereka saat itu dan berkomunikasi yang memang
sesuai dengan peran dan hubungan mereka. Namun akan berbeda nantinya ketika
perawat berkomunikasi dengan klien karena saat itu perawat telah memiliki hubungan
dan peran yang berbeda saat berhadapan dengan klien yang pada akhirnya juga
mempengaruhi komunikasi mereka. Perawat harus mampu menjaga jarak mereka
dengan klien dalam batas professional demi terciptanya sebuah komunikasi yang
sesuai.
f.
Lokasi Interaksi/ lingkungan
Orang akan cenderung bisa berkomunikasi jika lokasi interaksi atau
lingkungan mereka nyaman. Ruangan yang hangat, bebas dari kebisingan dan
gangguan adalah lingkungan yang terbaik untuk berkomunikasi. Gangguan
lingkungan dapat mengganggu pesan yang akan disampaikan. Perawat memiliki
semacam kontrol ketika memilih lingkungan untuk berkomunikasi, artinya usaha
perawat dalam memberikan sebuah informasi tidak boleh dihalangi oleh distraksi
lingkungan. Komunikasi harus tepat dan relevan berdasarkan rencana pasien untuk
perawatan.
2.1.7 Gangguan dan Rintangan Komunikasi
Shannon dan Weaver (1949 dalam Cangara 2012) menjelaskan bahwa
gangguan komunikasi terjadi jika terdapat intervensi yang mengganggu salah satu
elemen komunikasi, sehingga proses komunikasi tidak berlangsung efektif.
Sedangkan rintangan komunikasi ialah adanya hambatan yang menyebabkan proses
komunikasi tidak dapat berlangsung sesuai harapan komunikator dan penerima.
Macam-macam gangguan dan rintangan dalam komunikasi dijelaskan sebagai berikut
:
a. Gangguan Teknis
Gangguan teknis terjadi ketika salah satu alat yang digunakan dalma
berkomunikasi mengalami gangguan sehingga informasi yang ditransmisikan
melalui saluran mengalami kerusakan. Misalnya gangguan pada stasiun radio atau
televise, gangguan jaringan telepon dan semacamnya.
b. Gangguan Semantik dan Psikologis
Gangguan semantik adalah gangguan komunikasi yang disebabkan karena
kesalahan bahasa yang digunakan (Blake, 1979). Gangguan semantik terjadi
disebabkan oleh :
1. Kata-kata yang digunakan terlalu banyak menggunakan jargon bahasa asing
sehingga sulit dimengerti oleh beberapa khayalak.
2. Perbedaan bahasa yang digunakan antara pembicara dengan penerima.
3. Struktur bahasa yang tidak digunakan sebagaimana mestinya sehingga
membingungkan penerima.
4. Adanya latar belakang budaya yang berbeda, dapat menyebabkan perbedaan
persepsi terhadap symbol-simbol bahasa yang digunakan.
c. Rintangan Psikologis
Rintangan psikologis terjadi karena adanya gangguan yang disebabkan oleh
persoalan-persoalan di dalam diri individu. Misalnya situasi berduka, perasaan curiga
pada penerima pada sumber, sampai gangguan kejiwaan yang menyebabkan
penerimaan dan pemberian informasi tidak berjalan baik.
d. Gangguan Fisik
Gangguan fisik adalah gangguan yang disebabkan oleh keadaan geografis
misalnya jarak yang jauh diperparah dengan tidak adanya sarana kantor pos, akses
telepon, jalur transportasi dan semacamnya sehingga komunikasi sulit terjadi.
gangguan fisik juga bisa diartikan adanya gangguan pada fungsi tubuh misalnya
kelelahan atau sakit.
e. Rintangan Status
Rintangan status adalah rintangan yang dikarenakan jarak sosial antar peserta
komunikasi, misalnya perbedaan status antara senior dan junior atau atasan dengan
bawahan. Perbedaan ini biasanya menuntut perilaku komunikasi yang jauh lebih
formal dan sopan serta selalu memerhatikan kondisi dan etika yang sudah
membudaya dalam masyarakat dimana bawahan cenderung hormat dan patuh
terhadap perkataan atasan.
f. Rintangan Kerangka Berpikir
Rintangan kerangka berpikir disebabkan adanya perbedaan persepsi antara
komunikator dan penerima terhadap pesan yang digunakan dalam berkomuunikasi.
Hal tersebut bisa dikarenakan adanya perbedaan latar belakang pengalaman dan
pendidikan.
g. Rintangan Budaya
Rintangan budaya disebabkan karena adanya perbedaan norma, kebiasaan dan
nilai-nilai yang dianut oleh pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi. Masyarakat
di negara-negara berkembang cenderung lebih mudah menerima informasi dari
sumber yang banyak memiliki kesamaan dengan mereka seperti bahasa, budaya,
agama dan semacamnya.
2.1.8 Kemampuan
Pengertian kemampuan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993: 522)
adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan. Selanjutnya Poerwadarminta (1992)
mengatakan bahwa kemampuan adalah kesanggupan, kekuatan dan kekayaan.
Menurut Bloom dalam Suprijono (2011), kemampuan terbagi menjadi tiga aspek
yakni : aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Aspek kognitif diukur dari
pengetahuan (knowledge), aspek afektif diukur dari sikap (attitude), dan aspek
psikomotor diukur dari keterampilan (practice).
a.
Pengetahuan (Knowladge)
Pengetahuan merupakan hasil dari mengetahui, dan terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2002).
Pengetahuan merupakan hasil dari mengetahui sesuatu berdasarkan suatu proses
sensoris dalam hal ini mata dan telinga terhadap suatu objek. Menurut
Notoatmodjo (2002), pengetahuan mempunyai enam tingkatan yakni :
1) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai suatu proses mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan ini adalah
mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari keseluruhan bahan
yang telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk
mengukur seseorang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain :
menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.
2) Memahami (Comprehesion)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan kembali
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan
materi tersebut dengan benar. Orang yang telah paham terhadap suatu objek
atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan, dan sebagianya terhadap objek atau materi yang dipelajari.
3) Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajaripada suatu kondisi sebenarnya. Aplikasi disini diaetikan
sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya
dalam konteks atau situasi lain.
4) Analisis (Analysis)
Analisis merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur
organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5) Sintesis (Syntesis)
Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian
didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis
merupakan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian didasarkan pada suatu
criteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan criteria yang telah ada.
Mubarak dkk (2007) menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi
tingkat pengetahuan individu yaitu :
a) Umur
Pada aspek mental dengan bertambahnya umur maka taraf berpikir
seseorang akan semakin matang.
b) Minat
Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan
pada akhirnya memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.
c) Lingkungan
Lingkungan akan menyebabkan seseorang mendapatkan pengalaman yang
akan berpengaruh pada cara berpikir, dimana seseorang akan mempelajari
hal-hal yang baik dan juga buruk tergantung pada sifat kelompoknya.
d) Sosial budaya
Sosial budaya berpengaruh pada pengetahuan seseorang. Seseorang yang
memperoleh suatu kebudayaan dalam hubungannya dengan orang lain,
karena hubungan ini seseorang mengalami suatu proses belajar dan
memperoleh suatu pengetahuan.
e) Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin mudah pula
mereka menyerap dan memahami pengetahuan yang didapat.
f) Informasi
Informasi yang diterima dari media masa atau media cetak misalnya akan
menambah
pengetahuan
sehingga
informasi
berpengaruh
terhadap
pengetahuan seseorang.
g) Pengalaman
Pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh
pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman
yang telah didapat.
b.
Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari individu
terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2002). Sikap belum merupakan
suatu tindakan atau aktivitas. Sikap masih merupakan reaksi tertutup bukan
merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka.
Menurut Sunaryo (2004), sikap merupakan respon tertutup seseorang terhadap
suatu stimulus atau objek baik bersifat intern maupun ektern sehingga manifestasinya
tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari
perilaku tertutup tersebut. Sikap secara realitas menunjukkan adanya kesesuaian
respon terhadap stimulus tertentu.
Menurut Indriastuti (2009) sikap positif maupun negative seseorang
tergantung dari pemahaman individu tersebut terhadap suatu hal, sehingga sikap ini
selanjutnya akan mendorong individu melakukan perilaku tertentu pada saat
dibutuhkan, dan ketika individu menghindari melakukan perilaku tersebut, itu berarti
individu mempunyai sikap negative terhadap perilaku tersebut.
Menurut Allport (1954) sebagaimana dijelaskan dalam Notoatmodjo (2002),
struktur sikap terdiri dari tiga komponen pokok yakni :
1. Komponen kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.
2. Komponen yang meliputi kehidupan emosional atau evaluasi individu terhadap
suatu objek.
3. Komponen predisposisi atau kesiapan/kecenderungan individu untuk bertindak.
Ketiganya akan membentuk sebuah pemahaman yakni attitude. Dalam hal ini
yang menjadi determinan sikap adalah pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi.
Adapun tingkat-tingkat sikap (attitude) berdasarkan intensitasnya yakni :
a)
Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa individu mau dan memperhatikan stimulus yang
diberikan (objek).
b) Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan serta menyelesaikan tugas
yang diberikan.
c)
Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk ikut mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.
d) Bertanggung jawab (Responsibility)
Individu siap bertanggung jawab dan siap menanggung segala risiko atas segala
sesuatu yang telah dipilihnya.
Walgito (2001 dalam Sunaryo, 2004) bahwa salah satu faktor penentu
pembentuk sikap adalah faktor komunikasi sosial yakni pemberian informasi yang
didapat oleh individu yang mengakibatkan adanya perubahan sikap pada individu.
Menurut Azwar (1995 dalam Sunaryo, 2004), terdapat komponen emosional yang
membentuk sikap, dimana dimensi subjektif individu baik perasaan senang ataupun
tidak senang terhadap suatu hal banyak dipengaruhi oleh apa yang kita percayai
sebagai sesuatu yang benar. Jadi komunikasi perawat dipersepsikan sebagai sesuatu
yang baik sehingga menimbulkan sikap positif.
Faktor yang mempengaruhi pembentukan dan pengubahan sikap dibedakan
menjadi faktor internal dan eksternal (Sunaryo, 2004). Faktor internal meliputi motif,
sikap, serta motivasi yang bekerja dalam diri individu pada saat tertentu serta
mengarahkan minat dan perhatian (faktor psikologis), juga perasaan sakit, lapar, haus
(faktor fisiologis). Sedangkan faktor ekternal berasal dari luar individu seperti
stimulus untuk membentuk dan mengubah sikap. Faktor ekternal mencakup
pengalaman, situasi, norma, dan hambatan yang dihadapi individu dalam masyarakat.
Menurut Sunaryo (2004), secara garis besar pengukuran sikap dibedakan
menjadi dua cara yakni secara langsung dan tidak langsung.
1) Secara langsung
a) Langsung berstruktur
Cara ini mengukur sikap dengan cara menggunakan pertanyaan-pertanyaan
yang telah disusun sedemikian rupa dalam suatu alat yang telah ditentukan
dan langsung diberikan kepada subjek yang diteliti. Misalnya dengan
menggunakan skala borgardus (jawaban ya dan tidak) dan dengan skala
likert (kategori jawaban yang umumnya terdiri dari satu lima jawaban seperti
setuju, tidak setuju, ragu-ragu, dan lain-lain).
b) Langsung tak berstruktur
Cara ini merupakan pengukuran sikap yang sederhana dan tidak diperlukan
persiapan khusus, misalnya dengan melakukan wawancara , pengamatan
langsung atau survei.
2) Secara tidak langsung
Cara pengukuran sikap dengan menggunakan tes. Pada umumnya menggunakan
skala sematik-differential yang terstandar.
c.
Psikomotor
Suatu sikap pada diri individu yang belum tentu terwujud dalam suatu
tindakan. Agar sikap individu terwujud dalam suatu tindakan nyata maka diperlukan
pendukung atau fasilitas (Sunaryo, 2004). Menurut Rais dan Saembodo (1998)
keterampilan merupakan kecakapan atau kemahiran yang dimiliki seseorang untuk
melakukan suatu pekerjaan dan hanya dapat diperoleh melalui praktek ,baik latihan
maupun melalui pengalaman. Menurut Mardapi (2003), keterampilan psikomotor ada
enam tahap, yaitu: gerakan refleks, gerakan dasar, kemampuan perseptual, gerakan
fisik, gerakan terampil, dan komunikasi nondiskursif.
1.
Gerakan refleks adalah respons motorik atau gerak tanpa sadar yang muncul
ketika bayi lahir.
2.
Gerakan dasar adalah gerakan yang mengarah pada keterampilan komplek yang
khusus.
3.
Kemampuan perseptual adalah kombinasi kemampuan kognitif dan motorik atau
gerak.
4.
Kemampuan fisik adalah kemampuan untuk mengembangkan gerakan terampil.
5.
Gerakan terampil adalah gerakan yang memerlukan belajar, seperti keterampilan
dalam olah raga.
6.
Komunikasi
nondiskursif
adalah
kemampuan
berkomunikasi
dengan
menggunakan gerakan.
2.1.9 Kemampuan Komunikasi
a.
Definisi Kemampuan Komunikasi
Kemampuan komunikasi adalah kecakapan atau kesanggupan penyampaian
pesan, gagasan, atau pikiran kepada orang lain dengan tujuan orang lain tersebut
memahami apa yang dimaksudkan, baik secara langsung atau tidak langsung.
Kemampuan/kompetensi komunikasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk
berkomunikasi secara efektif (Spitzberg dan Cupach, 1989 dalam Payne 2005).
b. Komponen Kemampuan Komunikasi
Brian Spitzberg dan William Cupach (dalam Payne, 2005) menyatakan bahwa
terdapat tiga komponen kemampuan komunikasi, yaitu:
knowledge, skills, dan
motivation.
1) Knowledge
Untuk
pengetahuan
mencapai tujuan dari komunikasi,
individu
harus
memiliki
yang dibutuhkan dalam berkomunikasi secara efektif dan tepat.
Spitzberg dan Cupach mengemukakan bahwa pengetahuan akan lebih ditekankan
pada “bagaimana” sebenarnya komunikasi daripada “apa” itu komunikasi.
Pengetahuan- pengetahuan tersebut diantaranya seperti mengetahui apa yang harus
diucapkan, tingkah laku seperti apa yang harus diambil dalam situasi yang berbeda,
bagaimana orang lain akan menanggapi dan berperilaku, siapa yang diajak
berkomunikasi, serta memahami isi pesan yang disampaikan. Pengetahuan ini
dibutuhkan agar komunikasi dapat berjalan secara efektif dan tepat. Pengetahuan ini
akan bertambah seiring tingginya pendidikan dan pengalaman. Oleh karena itu,
semakin seseorang mengetahui bagaimana harus berkomunikasi dalam situasi yang
berbeda maka kemampuan atau kemampuan
berkomunikasinya akan semakin baik.
2). Motivation
Motivasi dalam hal ini merupakan hasrat atau keinginan seseorang untuk
melakukan komunikasi atau menghindari komunikasi dengan orang lain. Motivasi
biasanya berhubungan dengan tujuan-tujuan tertentu seperti untuk menjalin hubungan
baru, mendapatkan informasi yang diinginkan, terlibat dalam pengambilan keputusan
bersama, dan lain sebagainya. Semakin individu memiliki keinginan untuk
berkomunikasi secara efektif dan meninggalkan kesan yang baik terhadap orang lain,
maka akan semakin tinggi motivasi individu untuk berkomunikasi. Dalam hal ini,
tanggapan yang diberikan orang lain akan mempengaruhi keinginan individu dalam
berkomunikasi. Jika individu terlalu takut untuk mendapat tanggapan yang tidak
dinginkan, maka keinginannya untuk berkomunikasi akan rendah.
3) Skills
Skill meliputi tindakan nyata dari perilaku, yang merupakan kemampuan
seseorang dalam mengolah perilaku yang diperlukan dalam berkomunikasi secara
tepat dan efektif. Kemampuan ini meliputi beberapa hal seperti other-orientation,
social anxiety, expressiveness, dan interaction management.
a)
Other-orientation adalah tingkah laku yang menunjukkan bahwa individu tertarik
dan memperhatikan orang lain. Dalam hal ini, individu mampu mendengar,
melihat dan juga merasakan apa yang disampaikan orang lain baik secara verbal
maupun nonverbal. Other-orientation akan berlawanan dengan self-centeredness
dimana individu hanya memperhatikan dirinya sendiri dan kurang tertarik dengan
orang lain dalam berkomunikasi.
b) Social anxiety meliputi bagaimana kemampuan individu mengatasi kecemasan
dalam berbicara dengan orang lain dan menunjukkan ketenangan dan percaya
diri dalam berkomunikasi.
c) Expressiveness mengarah pada kemampuan dalam berkomunikasi yang
menunjukkan kegembiraan, semangat, serta intensitas dan variabilitas dalam
perilaku komunikasi. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan vokal yang
beragam, wajah yang ekspresif, penggunaan vocabulary yang luas, serta gerak
tubuh.
d) Interaction management merupakan kemampuan untuk mengelola interaksi
dalam berkomunikasi, seperti pergantian dalam berbicara serta pemberian
feedback atau respon.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Komunikasi Individu
Soler dan Jorda (2007), berdasarkan hasil penelitiannya mengungkapkan
bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan atau
kemampuan seorang individu, terutama individu bilingual, di antaranya yaitu:
a) Acquisition Context : Kemampuan komunikasi seorang individu yang dipengaruhi
oleh context acquisition atau perolehan bahasa individu tersebut. Terdapat tiga
konteks perolehan bahasa, yakni naturalistic contex, dimana individu tidak belajar
bahasa di dalam kelas dan hanya berkomunikasi secara natural di luar sekolah;
instructed context, dimana individu belajar bahasa secara formal di kelas dan mixed
context, dimana individu belajar bahasa di dalam kelas dan juga di luar kelas secara
natural.
b) Usia : Usia saat seorang individu pertama kali memepelajari suatu bahasa akan
mempengaruhi kemampuan bahasa dan komunikasi individu tersebut. Seorang
individu yang mempelajari bahasa, terutama bahasa kedua, pada usia yang lebih
muda dapat memiliki kemampuan bahasa dan komunikasi yang lebih baik daripada
individu yang mulai mempelajari bahasa lebih lambat.
c) Frekuensi penggunaan bahasa kedua : Frekuensi atau seberapa sering suatu bahasa
digunakan dalam kehidupan sehari-hari akan mempengaruhi kemampuan bahasa dan
komunikasi seorang individu. Semakin sering suatu bahasa digunakan dalam
kehidupan sehari-hari maka akan semakin baik kemampuan individu dalam bahasa
tersebut.
d) Jenis kelamin
Jenis kelamin seorang individu juga dapat mempengaruhi kemampuann bahasa dan
komunikasinya, namun pengaruh ini tidak terlalu besar dampaknya. Soler dan Jorda
(2007) mengungkapkan bahwa wanita memiliki kemampuan bahasa dan komunikasi
yang sedikit lebih baik daripada laki-laki.
e) Usia
Usia juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan atau
kemampuan komunikasi dan bahasa seseorang. Individu yang lebih tua dikatakan
dapat memiliki kemampuan yang lebih baik dari individu yang lebih muda dalam
berkomunikasi.
f) Level pendidikan
Tingkat atau level pendidikan seorang individu juga dapat mempengaruhi
kemampuannya dalam berkomunikasi. Sebagian besar individu yang memiliki
pendidikan yang lebih tinggi menunjukkan kemampuan berbahasa dan komunikasi
yang lebih baik dari individu yang memiliki pendidikan lebih rendah. Cooley dan
Roach (dalam Salleh, 2006), menambahkan bahwa dalam kemampuan komunikasi
terdapat beberapa hal yang menjadi bahan pertimbangan Antara lain : kondisi
fisiologis, seperti umur, jenis kelamin dan minat; kondisi psikologis, seperti kognitif,
emosi, kepribadian, dan motivasi; serta lingkungan sosial individu yang membentuk
kategori fisiologis dan psikologis yang menjadi syarat minimal agar individu dapat
dikatakan kompeten.
2.2
Belajar
2.2.2 Metode Pembelajaran
1.
Pengertian Metode Pembelajaran
Metode berasal dari bahasa Yunani yaitu methodos yang berarti jalan
atau cara dimana dalam ilmu filsafat dan ilmu pengetahuan, metode diartikan
sebagai cara memikirkan atau memeriksa sesuatu hal menurut suatu rencana
tertentu. Sedangkan didalam dunia pengajaran metode adalah rencana
penyajian bahan yang menyeluruh dengan urutan yang sistematis berdasarkan
approach tertentu (bersifat filosofis atau aksioma) (Hidayat, 1987). Sedangkan
menurut Sanjaya (2009), metode adalah suatu upaya pengimplementasian
rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah
disusun tercapai secara optimal.
Soekamto
dan
Winataputra
(1995)
mendefinisikan
metode
pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar bagi para siswa untuk
mencapai tujuan pembelajaran dan berfungsi sebagai pedoman bagi para
perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan
melaksanakan aktivitas belajar mengajar. Metode pembelajaran meliputi
semua hal yang termasuk didalam proses pengajaran mulai dari pemilihan
bahan, urutan bahan, penyajian bahan, hingga pengulangan bahan (Hidayat,
1987).
2.
Jenis Metode Pembelajaran
Menurut M. Sobri Sutikno (2009) metode pembelajaran ialah cara-cara
penyajian materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses
pembelajaran pada diri siswa dalam upaya untuk mencapai tujuan tertentu.
Jenis-jenis metode pembelajaran antara lain :
a.
Metode ceramah
Metode ceramah ialah penerangan dan penuturan secara lisan oleh
guru atau pengajar terhadap kelas. Dalam pelaksanaan ceramah untuk
menjelaskan uraiannya, pengajar dapat menggunakan alat-alat bantu seperti
gambar-gambar. Peranan murid dalam metode ceramah adalah mendengarkan
dengan teliti serta mencatat pokok pentingnya yang dikemukakan oleh guru.
b.
Metode Tanya Jawab
Pada metode tanya jawab, pengajar pada umumnya berusaha
menanyakan apakah siswa telah mengetahui fakta tertentu yang sudah
diajarkan. Pada metode diskusi, pertanyaan guru lebih diarahkan untuk
merangsang siswa mempergunakan fakta yang lebih kompleks. Pertanyaan
tidak bersifat faktuil, dan jawabannya tidak mutlak / tunggal.
c.
Metode Diskusi
Suatu metode yang digunakan apabila menemukan persoalan –
persoalan/ masalah-masalah yang tidak dapat dipecahkan hanya dengan satu
jawaban atau satu cara saja dan perlu menggunakan banyak pengetahuan dan
macam-macam cara pemecahan dan mencari jalan yang terbaik serta
pembahasannya memerlukan lebih dari dua orang, yakni masalah-masalah
yang memerlukan kerjasama dengan musyawarah.
d.
Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi ialah metode mengajar dengan cara memperagakan
barang, kejadian, aturan dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara
langsung maupun melalui penggunaan media pembelajaran yang relevan
dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan.
e.
Metode karyawisata/ pengalaman lapangan
Metode karyawisata adalah metode mengajar yang dirancang terlebih
dahulu oleh pendidik dan diharapkan siswa membuat laporan dan
didiskusikan bersama dengan peserta didik yang lain serta didampingi oleh
pendidik, yang kemudian dibukukan.
f.
Metode Penugasan
Pembelajaran dengan menggunakan metode penugasan berarti guru
memberi tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Tugas yang
diberikan guru dapat berupa masalah yang harus dipecahkan dan prosedurnya
tidak
diberitahukan.
Metode
penugasan
ini
dapat
mengembangkan
kemandirian siswa, merangsang untuk belajar lebih banyak, membina disiplin
dan tanggung jawab siswa, dan membina kebiasaan mencari dan mengolah
sendiri informasi. Kekurangan metode ini terletak pada sulitnya mengawasi
mengenai kemungkinan siswa tidak bekerja secara mandiri.
g.
Metode Eksperimen Laboratorium
Eksperimen adalah cara penyajian pelajaran di mana siswa melakukan
percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang
dipelajari. Dalam proses pembelajaran melalui eksperimen siswa diberi
kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti suatu
proses,mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan dan menarik
kesimpulan sendiri tentang suatu objek, keadaan atau proses tertentu.
h. Metode Bermain Peran / Simulasi
Bermain
peran
pada
prinsipnya
merupakan
metode
untuk
‘menghadirkan’ peran-peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu
‘pertunjukan peran’ di dalam kelas/pertemuan, yang kemudian dijadikan
sebagai bahan refleksi agar peserta memberikan penilaian terhadap isi dari
bermain peran tersebut. Misalnya: menilai keunggulan maupun kelemahan
masing-masing peran tersebut, dan kemudian memberikan saran/ alternatif
pendapat bagi pengembangan peran-peran tersebut. Metode ini lebih
menekankan terhadap masalah yang diangkat dalam ‘pertunjukan’, dan bukan
pada kemampuan pemain dalam melakukan permainan peran.
3.
Ceramah
a. Pengertian Metode Ceramah
Menurut Muhibbin Syah (2000) metode ceramah yaitu sebuah metode
mengajar dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada
sejumlah siswa yang pada umumnya mengikuti secara pasif. Metode ceramah
dapat dikatakan sebagai satu-satunya metode yang paling ekonomis untuk
menyampaikan informasi, dan paling efektif dalam mengatasi kelangkaan
literatur atau rujukan yang sesuai dengan jangkauan daya beli dan paham siswa.
Sedangkan menurut Roestiyah (2008) metode ceramah merupakan suatu metode
pengajaran yang digunakan untuk menyampaikan keterangan atau informasi atau
uraian tentang suatu pokok persoalan serta masalah secara lisan.
Adapun tujuan penggunaan metode ceramah dalam pembelajaran adalah :
a. Untuk mengerahkan peserta pembelajaran memperoleh pemahaman yang
jelas mengenai masalah yang dihadapi
b. Untuk melibatkan peserta pembelajaran dalam berpikir melalui pemecahan
masalah
c. Memperoleh umpan balik dari siswa tentang kualitas pemahamannya dan
mengatasi kesalahpahaman
d. Untuk membantu siswa dalam apresiasi dan memproses penalaran serta
penggunaan bukti dalam memecah keraguan
b.
Langkah-langkah persiapan metode ceramah
Moedjiono (2006) menyebutkan persiapan ceramah menyangkut penulisan
bahan ceramah, penggunaan alat bantu dan pengorganisasian kelas. Berkenaan
dengan hal tersebut persiapan ceramah meliputi hal-hal berikut :
1) Persiapkan dengan cermat segala sesuatu yang diperlukan untuk mendukung
keefektifan penggunaan ceramah. Ceramah yang baik jika dipersiapkan secara
baik keseluruhan aspek yang diperlukan sejak awal ceramah sampai dengan
akhir ceramah
2) Siapkan segala sesuatunya yang berkaitan dengan ceramah yang akan
dilaksanakan
3) Tuliskan ide-ide pokok sebagai topik inti
4) Hubungkan tiap-tiap ide pokok secara logis dan sistematis
5) Susunlah contoh dan ilustrasi untuk masing-masing satuan tujuan
6) Urutkan ide-ide pokok secara logis dan sistematis
7) Memberi tanda bagi ide pokok secara logis dan sistematis
8) Berikan tanda pada bagian sajian yang diperkirakan dapat memancing
partisipasi siswa
9) Kembangkanlah kesimpulan secara ringkas kemudian hubungkan satu sama
lain
10) Perhatikan susunan fisik kelas agar semua siswa dapat menyimak ceramah
dengan baik
c.
Kelebihan Metode Ceramah
Kelebihan metode ceramah ialah :
1) Praktis dari sisi persiapan dan media yang digunakan
2) Efisien dari sisi waktu dan biaya
3) Dapat menyampaikan materi yang banyak
4) Mendorong dosen menguasai materi
5) Lebih mudah mengontrol kelas
6) Peserta didik tidak perlu persiapan
7) Peserta didik dapat langsung menerima ilmu pengetahuan
(Zaini dkk, 2008)
d.
Kelemahan Metode Ceramah
Kelemahan metode ceramah ialah :
1) Mudah terganggu oleh hal-hal yang bersifat visual dan rentan terhadap
kebisingan
2) Kapasitas otak yang lebih cepat melupakan informasi yang dianggap sebagai
hal yag dominan
3) Metodenya cenderung membosankan
4) Feed back relatif rendah
5) Menggurui dan melelahkan
6) Kurang melekat pada ingatan peserta didik
7) Kurang terkendali, baik waktu maupun materi
8) Monoton
(Zaini dkk, 2008)
4.
Bermain peran
a. Pengertian Metode Bermain Peran (Role Playing)
Metode bermain peran (role playing) adalah metode pembelajaran yang
merupakan bagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi peristiwa
sejarah, mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual, atau kejadian-kejadian yang
muncul pada masa mendatang (Sanjaya, 2009).
Sedangkan menurut Suyatno (2009) metode bermain peran adalah suatu
cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan
penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa
dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Berdasarkan dua
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa metode bermain peran merupakan
metode pembelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan serta
pengkreasian peristiwa-peristiwa yang diimajinasikan dengan cara memerankan
tokoh hidup atau mati.
Bermain peran merupakan bentuk aktivitas pembelajaran yang dirancang
untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang spesifik. Peran-peran dapat
didefinisikan secara jelas yang memiliki interaksi yang memungkinkan
dieskplorasi dalam keadaan yang bersifat simulasi (Zaini dkk, 2008).
b.
Langkah-langkah Pembelajaran dengan Metode Bermain Peran
Sanjaya (2009) menjabarkan langkah-langkah pembelajaran dengan
menggunakan metode bermain peran sebagai berikut :
1) Persiapan
a. Menetapkan topik atau masalah serta tujuan yang hendak dicapai.
b. Guru memberikan gambaran masalah dalam situasi yang akan
disimulasikan.
c. Guru menetapkan pemain yang akan terlibat dalam simulasi, peranan
yang harus dimainkan pemeran, serta waktu yang disediakan.
d. Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk bertanya khusunya pada
siswa yang terlibat dalam pemeranan simulasi.
2) Pelaksanaan
a. Simulasi mulai dimainkan oleh kelompok pemeran.
b. Para siswa lainnya mengikuti dengan penuh perhatian.
c. Guru hendaknya memberikan bantuan kepada pemeran yang mendapat
kesulitan.
d. Simulasi hendaknya dihentikan pada saat puncak. Hal ini dimaksudkan
untuk mendorong siswa berpikir dalam menyelesaikan masalah yang
sedang disimulasikan.
3) Penutup
a. Melakukan diskusi baik tentang jalannya simulasi maupun materi cerita
yang disimulasikan. Guru harus mendorong agar siswa dapat memberikan
kritik dan tanggapan terhadap proses pelaksanaan simulasi.
b. Merumuskan kesimpulan
c.
Kelebihan Metode Bermain peran (Bermain Peran)
Beberapa kelebihan dari penggunaan metode bermain peran
diantaranya :
1
Dapat dijadikan bekal bagi siswa dalam menghadapi situasi yang
sebenarnya baik di kehidupan keluarga, masyarakat ataupun lingkungan
kerja.
2
Dapat mengembangkan kreatifitas siswa, karena melalui bermain peran,
siswa diberi kesempatan untuk memainkan perannya sesuai dengan topic
yang telah ditentukan.
3
Dapat mengembangkan rasa percaya diri.
4
Dapat memperkaya pengetahuan, sikap serta keterampilan yang
diperlukan dalam menghadapi berbagai situasi sosial yang problematik.
5
Dapat meningkatkan gairah siswa dalam belajar.
(Sanjaya, 2009)
d.
Kelemahan Metode Bermain peran (Bermain Peran)
Sedangkan kelemahan yang dimiliki metode bermain peran adalah:
1
Pengalaman yang diperoleh saat bermain peran tidak selalu sesuai
dengan kenyataan di lapangan.
2
Fungsi simulasi sebagai metode pembelajaran menjadi kurang maksimal
karena pengelolaan sarana prasarana yang ridak baik.
3
Faktor psikologis seperti perasaan malu dan takut sering memengaruhi
siswa dalam melakukan bermain peran.
(Sanjaya, 2009)
2.3.3 Prestasi Belajar
a.
Pengertian Prestasi Belajar
Kata prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie. Kemudian
dalam bahasa Indonesia menjadi ”prestasi” yang berarti hasil usaha. Istilah
prestasi belajar (achievement) berbeda dengan hasil belajar (learning
outcome). Prestasi belajar pada umumnya berkenaan dengan aspek
pengetahuan, sedangkan hasil belajar meliputi aspek pembentukan watak
peserta didik. Menurut Arifin (2009:12) prestasi belajar merupakan suatu
masalah yang bersifat perenial dalam sejarah kehidupan manusia, karena
sepanjang rentang kehidupannya manusia selalu mengejar prestasi menurut
bidang dan kemampuan masing-masing.
Winkel (1996:482) mengatakan bahwa prestasi belajar yang diberikan
oleh siswa, berdasarkan kemampuan internal yang diperolehnya sesuai dengan
tujuan instruksional, menampakkan hasil belajar. Dari tepat atau tidak
tepatnya prestasi belajar dapat ditarik kesimpulan mengenai dimilikinya
kemampuan internal. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI:895)
prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang
dilambangkan melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes
atau angka nilai yang diberikan oleh guru. Dalam hal ini prestasi belajar
merupakan suatu kemajuan dalam perkembangan siswa setelah ia mengikuti
kegiatan belajar dalam waktu tertentu. Seluruh pengetahuan, keterampilan,
kecakapan dan perilaku individu terbentuk dan berkembang melalui proses
belajar.
Pengertian yang
lebih umum
mengenai prestasi belajar
ini
dikemukakan oleh Moh. Surya (2004:75), yaitu “prestasi belajar adalah hasil
belajar atau perubahan tingkah laku yang menyangkut ilmu pengetahuan,
keterampilan dan sikap setelah melalui proses tertentu, sebagai hasil
pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya”.
Dari pengertian tentang prestasi belajar tersebut maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa prestasi belajar adalah hasil dari kegiatan belajar yang
ingin dicapai. Adapun tinggi rendahnya prestasi seseorang tidaklah sama. Ada
siswa yang memiliki prestasi belajar yang baik adapula siswa yang memiliki
prestasi belajar yang kurang buruk, tergantung bagaimana siswa tersebut
dalam proses belajar. Untuk mengetahui tinggi rendahnya prestasi siswa perlu
diukur dengan tes dan dapat dibuktikan dengan angka-angka. Dengan kata
lain prestasi belajar adalah hasil perbuatan belajar yang dapat dinyatakan
dengan angka-angka yang tertera dalam nilai ulangan harian atau buku raport
siswa yang dapat digunakan untuk membuktikan tingkat keberhasilan siswa
dalam kegiatan belajar mengajar. Siswa yang sungguh-sungguh dalam
belajarnya akan mendapatan prestasi yang baik dan memuaskan sehingga
akan memotivasi siswa tersebut untuk lebih baik dan giat dalam belajar.
Sedangkan siswa yang kurang sungguh-sungguh dalam belajarnya akan
mendapatkan prestasi belajar yang buruk sehingga tidak memuaskan hatinya.
b.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Menurut Sudjana (2011) prestasi belajar yang dicapai seseorang
dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari dalam diri siswa itu
sendiri dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau lingkungan. Faktor
yang datang dari diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor
kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang
dicapai. Seperti yang dikemukakan oleh Clark dalam Sudjana (2011) bahwa
prestasi belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa
dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan.
Prestasi belajar yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi
berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri (faktor internal)
maupun dari luar diri (faktor eksternal) individu. Pengenalan terhadap faktorfaktor yang mempengaruhi prestasi belajar sangat penting artinya dalam
rangka membantu siswa dalam mencapai prestasi belajar yang memuaskan
dan maksimal. Menurut Ahmadi dan Supriyono (2004), faktor-faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar yaitu:
1)
Faktor internal
Faktor internal terdiri dari:
a)
Faktor jasmaniah (fisiologi) baik yang bersifat bawaan maupun
yang diperoleh, yang termasuk faktor ini misalnya penglihatan,
pendengaran, struktur tubuh dan sebagainya. Drever (dalam Walgito
2004) mengatakan bahwa memori merupakan salah satu karakter yang
dimiliki oleh seseorang, dimana pengalaman berguna yang kita
lupakan akan mempengaruhi perilaku dan pengalaman yang akan
datang, yang mana ingatan itu bukan hanya meliputi recall (mengingat
kembali) dan recognition (mengenali) atau apa yang disebut dengan
menimbulkan kembali ingatan.
b) Faktor psikologis baik yang bersifat bawaan maupun yang
diperoleh terdiri atas faktor intelektif dan faktor non-intelektif. Faktor
intelektif meliputi faktor potensial yaitu kecerdasan dan bakat.
Sedangkan faktor non-intelektif yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu
seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi dan
penyesuaian diri.
c)
Faktor kematangan fisik maupun psikis.
2) Faktor eksternal
Faktor eksternal terdiri atas:
a)
Faktor sosial yang meliputi lingkungan keluarga, sekolah,
masyarakat dan lingkungan kelompok.
b) Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi
dan kesenian.
c)
Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar dan
iklim.
d) Faktor lingkungan spiritual dan keamanan.
Faktor-faktor di atas saling berinteraksi secara langsung
ataupun tidak langsung dalam mencapai prestasi belajar. Setelah
diuraikan banyak tentang faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi
belajar, maka menurut Ahmadi dan Supriyono (2004) dapat
digolongkan menjadi tiga macam yaitu:
1) Faktor-faktor stimulus belajar
Faktor stimulus belajar yaitu segala hal diluar individu
untuk mengadakan reaksi atau perbuatan belajar. Stimulus dalam
hal ini mencakup material, penugasan, serta suasana lingkungan
eksternal yang harus diterima dipelajari oleh pelajar. Beberapa hal
yang berhubungan dengan faktor-faktor stimulus belajar yaitu
panjangnya bahan pelajaran, kesulitan bahan pelajaran, berartinya
bahan pelajaran, berat ringannya tugas dan suasana lingkungan
eksternal.
2) Faktor-faktor metode belajar
Metode mengajar
yang dipakai oleh guru sangat
mempengaruhi metode belajar yang dipakai oleh si pelajar. Oleh
karena itu, metode yang dipakai oleh guru menimbulkan
perbedaan yang berarti bagi proses belajar. Faktor-faktor metode
belajar terdiri atas kegiatan berlatih atau praktek, overlearning dan
drill, resitasi selama belajar, pengenalan tentang hasil-hasil
belajar, belajar dengan keseluruhan dan dengan bagian-bagian,
penggunaan modalitas indra, bimbingan dalam belajar serta
kondisi-kondisi insentif.
3) Faktor-faktor individual
Faktor individual sangat besar pengaruhnya terhadap
belajar seseorang dibandingkan dengan faktor stimuli dan metode
belajar. Faktor individual tersebut terdiri atas kematangan, faktor
usia kronologis, faktor perbedaan jenis kelamin, pengalaman
sebelumnya, kapasitas mental, kondisi kesehatan jasmani, kondisi
kesehatan rohani, minat, bakat serta motivasi. Supaya siswa dapat
mencapai
prestasi
belajar
yang
memuaskan
maka
harus
diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
yang telah diuraikan sebelumnya. Selain itu kemampuan
intelektual siswa sangat menentukan keberhasilan siswa dalam
memperoleh prestasi. Untuk mengetahui berhasil tidaknya
seseorang dalam belajar maka perlu dilakukan suatu evaluasi atau
penilaian yang bertujuan untuk mengetahui prestasi yang
diperoleh siswa setelah proses belajar mengajar berlangsung.
Dalam dunia pendidikan, menilai merupakan salah satu kegiatan
yang tidak dapat ditinggalkan. Menilai merupakan salah satu
proses belajar dan mengajar. Di Indonesia, kegiatan menilai
prestasi belajar bidang akademik di sekolah-sekolah dicatat dalam
sebuah buku laporan yang disebut rapor. Dalam rapor dapat
diketahui sejauhmana prestasi belajar seorang siswa, apakah siswa
tersebut berhasil atau gagal dalam suatu mata pelajaran.
2.4
Perbedaan Pengaruh Metode Pembelajaran Ceramah dengan Kombinasi
Ceramah dan Bermain peran Terhadap Kemampuan Komunikasi
Menurut Muhibbin Syah (2000) metode ceramah yaitu sebuah metode
mengajar dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada
sejumlah siswa yang pada umumnya mengikuti secara pasif. Sedangkan secara garis
besar terdapat empat macam pendekatan bermain peran yang digunakan di kelas
diantaranya : bermain peran berbasis keterampilan (skills-based approach), bermain
peran berbasis isu (issued-based), bermain peran berbasis problem (problem-based),
dan bermain peran berbasis spekulasi (speculative-based).
Demi meningkatkan kemampuan komunikasi, metode ceramah diperlukan
untuk meningkatkan aspek kognitif (pengetahuan) serta aspek afektif (sikap).
Sedangkan pada aspek psikomotor (keterampilan) akan menggunakan pendekatan
aktivitas bermain peran skills-based approach karena dalam pendekatan ini peserta
akan diminta untuk : (1). Memperoleh suatu keterampilan, kemampuan atau sikap
yang sering dilatih melalui perilaku model dengan seperangkat kriteria; (2). Melatih
keterampilan sampai benar-benar terinternalisasi dengan mengikuti kriteria yang ada;
(3). Mendemonstrasikan keterampilan tersebut kepada yang lain dengan tujuan
penilaian atau evaluasi.
(Zaini, dkk, 2008)
Pada penelitian yang berjudul “Pengaruh Pelatihan Komunikasi Interpersonal
Terhadap Kemampuan Komunikasi Bagi Tenaga Kesehatan di di Rumah Sakit Umum
Dr. Soedono Madiun” didapatkan hasil bahwa melalui pelatihan komunikasi yakni
dengan kombinasi metode ceramah, bermain peran dan games mampu meningkatkan
kemampuan komunikasi dalam hal sikap dan keterampilan meskipun ternyata tidak
berpengaruh terhadap pengetahuan. Hal ini memperkuat pemahaman bahwa dengan
kombinasi metode pembelajaran ceramah dan bermain peran, akan meningkatkan
kemampuan komunikasi baik aspek kognitif, afektif dan psikomotor jika
dibandingkan dengan pemberian metode ceramah saja.
Download