PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE CORE TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 9 Metro Tahun Pelajaran 2016/2017) (Skripsi) Oleh AFRIA WULANDARI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017 ABSTRAK PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE CORE TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 9 Metro Tahun Pelajaran 2016/2017) Oleh Afria Wulandari Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran kooperatif tipe CORE terhadap pemahaman konsep matematis siswa. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 9 Metro tahun pelajaran 2016/2017 sebanyak 217 siswa yang terdistribusi dalam tujuh kelas. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas VII F dan VII G yang dipilih dengan teknik cluster random sampling. Penelitian ini menggunakan pretest-posttest control group design. Instrumen penelitian berupa soal tes pemahaman konsep yang berbentuk essay. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif tipe CORE berpengaruh terhadap pemahaman konsep matematis siswa. Kata kunci: pembelajaran CORE, pembelajaran matematika, pemahaman konsep matematis PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE CORE TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 9 Metro Tahun Pelajaran 2016/2017) Oleh Afria Wulandari Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN Pada Program Studi Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Metro, pada tanggal 18 April 1995. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara pasangan dari Bapak Sumari dan Ibu Suginem dan memiliki satu orang kakak bernama Gus Tama. Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Mekarsari, Kota Metro pada tahun 2001, pendidikan dasar di SD Negeri 6 Metro Selatan, Kota Metro pada tahun 2007, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 5 Metro Selatan, Kota Metro pada tahun 2010, dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 4 Kota Metro pada tahun 2013. Melalui jalur SNMPTN Undangan pada tahun 2013, penulis diterima di Universitas Lampung sebagai mahasiswa Program Studi Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Selama menjadi mahasiswa, penulis mendapatkan beasiswa Bidik Misi dari tahun 2013 hingga 2017. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Dono Arum, Kecamatan Seputih Agung, Kabupaten Lampung Tengah pada tahun 2016. Selain itu, penulis melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP Negeri 2 Seputih Agung, Kabupaten Lampung Tengah yang terintegrasi dengan program KKN tersebut. MOTTO Do the best and pray. God will take care of the rest. i Persembahan Segala puji bagi Allah SWT , Dzat Yang Maha Sempurna Shalawat serta Salam Selalu Tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW Kupersembahkan karya kecil ini sebagai tanda cinta & kasih sayangku kepada: Ibu dan Bapakku tercinta: Bu Suginem dan Pak Sumari, yang telah memberikan kasih sayang, mendidik, selalu memberikan do’a, semangat, dan dukungan sehingga anak mu ini yakin bahwa Allah SWT selalu memberikan yang terbaik untuk hamba-Nya. Kakakku (Gus Tama) serta seluruh keluarga besar yang terus memberikan dukungan dan doanya kepadaku. Para pendidik yang telah mengajar dengan penuh kesabaran. Semua sahabat yang begitu tulus menyayangiku dengan segala kekuranganku, dari kalian aku belajar banyak hal dan memahami arti ukhuwah. Almamater universitas lampung tercinta. SANWACANA Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe CORE terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa (Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 9 Metro Semester Genap Tahun Pelajaran 2016/2017)”. Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skrripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada: 1. Ibu (Bu Suginem) dan Bapak (Pak Sumari) tercinta, kakakku Gus Tama, serta seluruh keluarga besar yang selalu mendoakan yang terbaik, memberikan motivasi, semangat, dan dukungan baik secara moril dan materil. 2. Bapak Dr. Caswita, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Akademik, Dosen Pembimbing I, dan Ketua Jurusan PMIPA yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberi perhatian, motivasi, semangat, serta kritik dan saran yang membangun kepada penulis selama menempuh pendidikan di perguruan tinggi dan dalam penyusunan skripsi sehingga skripsi ini menjadi lebih baik. 3. Bapak Drs. Pentatito Gunowibowo, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan ii sumbangan pemikiran, perhatian, motivasi, semangat, serta kritik dan saran yang membangun kepada penulis selama menempuh pendidikan di perguruan tinggi dan dalam penyusunan skripsi sehingga skripsi ini menjadi lebih baik. 4. Ibu Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd, selaku pembahas yang telah memberikan masukan, kritik, dan saran yang membangun kepada penulis sehingga skripsi ini selesai dan menjadi lebih baik. 5. Bapak Dr. Haninda Bharata, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika. 6. Bapak Dr. Muhammad Fuad, M.Hum., selaku dekan FKIP Universitas Lampung beserta staf dan jajarannya yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan serta nasehat kepada penulis. 8. Ibu Sri Indrawati S.P., selaku guru mitra yang telah banyak membantu dalam penelitian. 9. Saudara-saudara yang selalu kusayangi : Ayu Permata Sari, Doris Sapta, Ema Suganda, Endah, Ika, Ela, dan saudara lainnya yang selalu memberikan doa, semangat, motivasi, dan nasehat selama ini. 10. Sahabat-sahabat tercinta: Chintya Martanovi, Fitri Anita Sari, Shinta Khairunisa F, Djakia Ulfah, Evi Tirto Nanda, Peggy Nurida Asri, Siti Hotijah, Mulan Erniati dan Maria Ulfa Al-adawiyah yang selama ini memberiku semangat dan selalu menemani saat suka dan duka. iii 11. Sayu Yuni, Wahyu Saputra, Risda Mawartika, Purnama Dewi, Rifki Amalia, mbk Ana,Humedi, Yuli, Hadi, Maulana teman seperjuangan yang selalu memberi semangat, motivasi, dan selalu menemani dalam penyelesaian skripsi ini hingga selesai dengan baik. 12. Siswa/siswi kelas VII F dan VII G SMP Negeri 9 Metro Tahun Pelajaran 2016/2017 atas perhatian dan kerjasama yang telah terjalin. 13. Teman-teman seperjuangan, seluruh angkatan 2013 Pendidikan Matematika. 14. Kakak-kakakku angkatan 2009, 2010, 2011 serta adik-adikku angkatan 2014, 2015, 2016 terimakasih atas kebersamaannya. 15. Sahabat-sahabat KKN di Desa Dono Arum, Kecamatan Seputih Agung, Kabupaten Lampung Tengah dan PPL di SMP Negeri 2 Seputih Agung: kak uut (Sri Utami), kak Mindi (Mindi Eka Suri), kak Berta (Diah Berta Alpina), kak Sol (Soleha), kak Fuj (Fuji Salimah), Atika Febtiana Sari, bang Ahmad (Muhammad Adenin RI), bang Tyas (Tyas Syahda), Rizki Ariffian atas kebersamaannya selama kurang lebih 40 hari penuh makna dan kenangan yang luar biasa. 16. Keluarga kosan Asput Cahaya (Teteh Heni sekeluarga Kifa, Aya dan kak Asri), mbak Fitri Yanti, Cicil (Meylindra Cicilia Ningrum), Diana Ekasari, yang selalu memberikan motivasi, semangat dan dukungan. 17. Pak Yaman, bapak fotokopian gedung G, serta Pak Mariman, dan Pak Liyanto, penjaga gedung G, terima kasih atas bantuan dan perhatiannya selama ini. 18. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. iv Semoga dengan kebaikan, bantuan, dan dukungan yang telah diberikan pada penulis mendapat balasan pahala yang setimpal dari Allah SWT dan semoga skripsi ini bermanfaat. Bandarlampung, Penulis Juli 2017 Afria Wulandari v DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ................................................................................................ vi DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. I. ix PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................. ... 1 B. Rumusan Masalah .......................................................................... ... 6 C. Tujuan Penelitian ............................................................................ ... 6 D. Manfaat Penelitian .......................................................................... ... 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. KajianTeori...................................................................................... ... 8 1. Pemahaman Konsep Matematis ................................................ ... 8 2. Pembelajaran koorperatif Tipe CORE....................................... 11 B. Kerangka Pikir................................................................................. ... 16 III. C. Definisi Operasional........................................................................ 19 D. Anggapan Dasar .............................................................................. 20 E. Hipotesis .......................................................................................... 20 METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel ....................................................................... ... 21 B. Desain Penelitian ............................................................................. ... 21 C. Tahap-tahap Penelitian..................................................................... 22 D. Data Penelitian ................................................................................ 23 vi E. Instrumen Penelitian........................................................................ 23 F. Teknik Analisis................................................................................ 27 1. Uji Normalitas ........................................................................... 28 2. Uji Homogenitas........................................................................ 29 3. Uji Hipotesis.............................................................................. 30 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian................................................................................ 32 B. Pembahasan .................................................................................... .. .37 V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ......................................................................................... 43 5.2 Saran ............................................................................................... ... 43 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vii DAFTAR TABEL Halaman Tabel 3.1 Desain Penelitian ............................................................................. 22 Tabel 3.2 Kriteria Reliabilitas ......................................................................... 25 Tabel 3.3 Kriteria daya pembeda ..................................................................... 26 Tabel 3.4 Kriteria Tingkat Kesukaran.............................................................. 27 Tabel 3.5 Uji Normalitas Data Gain Pemahaman Konsep Matematis ......................................................................................... 29 Tabel 3.6 Uji Homogenitas Data Gain Pemahaman Konsep Matematis....................................................................................... 30 Tabel 4.1 Data Skor Awal Pemahaman Konsep Matematis........................... 32 Tabel 4.2 Data Skor Akhir Pemahaman Konsep Matematis........................ 34 Tabel 4.3 Data Gain Pemahaman Konsep Matematis...................................... 34 Tabel 4.4 Pencapaian Indikator Pemahaman Konsep Matematis .................. 35 Tabel 4.5 Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Data Gain Pemahaman Konsep Matematis...................................................................................... 36 DAFTAR LAMPIRAN Halaman A. PERANGKAT PEMBELAJARAN A.1 Silabus Pembelajaran ........................................................................ 48 A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) CORE ..................... 53 A.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Konvensional .............. 72 A.4 Lembar Kerja Kelompok (LKK) ...................................................... 91 B. PERANGKAT TES B.1 Kisi-kisi Soal Tes Pemahaman Konsep Matematis Siswa ................ 124 B.2 Soal Pretest dan Posttest ................................................................... 126 B.3 Pedoman Penskoran Tes Pemahaman Konsep Matematis Siswa ..... 127 B.4 Kunci Jawaban Soal Tes Pemahaman Konsep Matematis Siswa .............................................................................. 128 B.5 Form Penilaian Tes Pemahaman Konsep Matematis Siswa .............. 131 C. ANALISIS DATA C.1 Analisis Realibilitas Tes Uji Coba .................................................... 133 C.2 Analisis Daya Pembeda Dan Taraf Kesukaran Tes .......................... 135 C.3 Skor Tes Kemampuan Awal dan Akhir Pemahaman Konsep Matematis Kelas VII F (Kelas CORE)................................................ 136 C.4 Skor Tes Kemampuan Awal dan Akhir Pemahaman Konsep Matematis Kelas VII G (Kelas Konvensional) ................................... 140 ix C.5 Skor Gain Pemahaman Konsep Matematis Kelas VII F (Kelas CORE) .................................................................................. 144 C.6 Skor Gain Pemahaman Konsep Matematis Kelas VII G (Kelas Konvensional).......................................................................... 145 C.7 Uji Normalitas Data Gain Pemahaman Konsep Matematis Siswa dengan CORE ..................................................................................... 146 C.8 Uji Normalitas Data Gain Pemahaman Konsep Matematis Siswa dengan Konvensional .......................................................................... 149 C.9 Uji Homogenitas Data Gain Pemahaman Konsep Matematis Siswa ................................................................................................... 152 C.10 Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Pemahaman Konsep Matematis Siswa ................................................................................................... 154 C.11 Tabel Analisis Indikator Pemahaman Konsep Matematis Siswa Skor Tes Kemampuan Awal Pemahaman Konsep Matematis Siswa Kelas CORE ........................................................................................ 157 C.12 Tabel Analisis Indikator Pemahaman Konsep Matematis Siswa Skor Tes Kemampuan Awal Pemahaman Konsep Matematis Siswa Kelas Konvensional ............................................................................ 160 C.13 Tabel Analisis Indikator Pemahaman Konsep Matematis Siswa Skor Tes Kemampuan Akhir Pemahaman Konsep Matematis Siswa Kelas CORE ........................................................................................ 163 C.14 Tabel Analisis Indikator Pemahaman Konsep Matematis Siswa Skor Tes Kemampuan Akhir Pemahaman Konsep Matematis Siswa Kelas Konvensional ............................................................................ 166 D. LAIN-LAIN D.1 Surat Izin Penelitian ......................................................................... 169 D.2 Surat Keterangan Penelitian ............................................................. 170 x 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum pendidikan merupakan suatu proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Menurut Trianto dalam Mayasari (2015: 1), pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak hanya mempersiapkan para peserta didiknya untuk suatu profesi atau jabatan, tetapi mempersiapkan peserta didiknya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, mengungkapkan bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Berdasarkan pengertian tersebut, guru harus mampu merancang pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya. Jika pembelajaran di sekolah dapat berlangsung seperti itu maka akan mempunyai peran yang penting dalam perkembangan kualitas sumber daya manusia di Indonesia. 2 Banyak mata pelajaran wajib yang diajarkan di sekolah, diantaranya mata pelajaran matematika. Kline dalam Reza (2015: 1) menyatakan bahwa jatuh bangunnya suatu negara dewasa ini tergantung dari kemajuan pada bidang matematika, maka matematika perlu dipahami dan dikuasai oleh segenap lapisan masyarakat. Tujuan Pembelajaran matematika menurut Permendikbud No 22 tahun 2006 (Depdiknas, 2006) ialah: (1) Memahami konsep matematika, (2) mengembangkan penalaran matematis, (3) Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, (4) Mengembangkan kemampuan komunikasi matematis dan (5) Mengembangkan sikap menghargai matematika. Pemahaman merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki dan dikembangkan oleh siswa dalam belajar matematika. Hal ini memberikan pengertian bahwa materi-materi yang diajarkan kepada siswa bukan hanya sekedar hafalan. Namun, dengan pemahaman siswa dapat lebih mengerti konsep matematika yang dipelajari. Jadi dapat dikatakan bahwa pemahaman konsep merupakan bagian yang penting dalam pembelajaran matematika. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Zulkardi (2003: 7) bahwa mata pelajaran matematika menekankan pada konsep, artinya dalam mempelajari matematika siswa harus memahami konsep matematika terlebih dahulu agar dapat menyelesaikan soalsoal dan mampu mengaplikasikan pembelajaran tersebut ke dunia nyata. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya pemahaman konsep matematis siswa, salah satunya yaitu proses pembelajaran di sekolah. Umumnya pada pembelajaran matematika di Indonesia, guru hanya menjelaskan konsep matematika atau prosedur menyelesaikan soal dan siswa menerima pengetahuan 3 tersebut secara pasif. Hal ini diungkapkan oleh Asmin (Alhaq, 2014: 4-5), bahwa masih banyak guru yang melakukan proses pembelajaran matematika di sekolah dengan pembelajaran konvensional bermetode ceramah. Dalam pembelajaran dengan metode ceramah, guru cenderung mementingkan hasil daripada proses. Selama ini siswa hanya mencatat dan mendengarkan penjelasan guru. Siswa biasanya hanya diberi rumus, contoh soal, dan latihan. Aktivitas pembelajaran seperti ini mengakibatkan terjadinya penghafalan konsep dan prosedur, sehingga aktivitas pemahaman matematis siswa terbatas karena hanya diperoleh oleh guru sedangkan siswa tidak banyak dilibatkan selama proses pembelajaran. Kenyataannya saat ini, pembelajaran matematika di Indonesia belum tercapai dengan baik karena kemampuan matematis siswa Indonesia masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil Penelitian Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) pada tahun 2015 mengenai kemampuan matematis siswa Indonesia (Rahmawati, 2016) mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki perolehan skor capaian matematika atau Mathematics Achievement Distribution sebanyak 397. Capaian yang diperoleh Indonesia masih jauh dari rata-rata skor yang diberikan oleh TIMSS yaitu 500. Keadaan ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan skor terendah dan menduduki peringkat ke-45 dari 50 negara yang berpartisipasi. Sedangkan penelitian Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) pada tahun 2011 (Mullis, 2012:114117), Indonesia memiliki perolehan skor capaian matematika sebesar 386 dan menduduki peringkat ke-38 dari 42 negara yang berpartisipasi. Padahal di tahun 2007 Indonesia telah mencapai skor 397, meskipun masih termasuk negara yang memiliki skor terendah. Dalam TIMSS juga dijelaskan bahwa secara umum, siswa 4 di Indonesia lemah di semua aspek konten maupun kognitif, baik untuk matematika maupun sains. Siswa Indonesia menguasai soal-soal yang bersifat rutin, komputasi sederhana, serta mengukur pengetahuan akan fakta yang berkonteks keseharian. Hasil penelitian TIMSS tersebut menunjukkan bahwa kemampuan matematis siswa di Indonesia masih sangat rendah. SMP Negeri 9 Metro merupakan salah satu sekolah yang memiliki karakteristik yang sama seperti sekolah di Indonesia pada umumnya. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru matematika, diperoleh informasi bahwa pemahaman konsep matematis siswa masih rendah, ini terbukti dari analisis soal ulangan harian siswa. Siswa cukup sulit mengerjakan soal yang berupa aplikasi konsep dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu penyebab sulitnya siswa mengerjakan soal tersebut adalah kurangnya pemahaman siswa akan konsep dari suatu materi. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh bahwa dimana pembelajaran masih berpusat pada guru, serta dalam mengajar masih menerapkan metode ceramah yang dimulai dari guru memberikan materi, kemudian contoh soal dan latihan soal kepada siswa. Dalam pembelajaran tersebut siswa cenderung pasif, hal ini memungkinkan siswa untuk selalu bergantung pada guru karena terbiasa diberi bukan menemukan dan berusaha untuk mandiri. Turmudi dalam Nurhikmayati (2013: 6) menyatakan bahwa pembelajaran matematika yang disampaikan kepada siswa hanya bersifat informatif, artinya siswa hanya memperoleh informasi dari guru saja sehingga derajat kemelekatannya juga dapat dikatakan rendah. Kegiatan belajar seperti ini cenderung membuat siswa hanya meniru dan mengafal apa yang disampaikan 5 guru tanpa adanya pemahaman, sehingga pada saat siswa diberi permasalahan lain dan kondisi lain di luar konteks yang diajarkan, siswa tidak mampu menyelesaikannya karena merasa bingung dan tidak paham. Sejalan dengan pendapat Marpaung dalam Alam (2012: 150) menyatakan bahwa matematika tidak hanya ada artinya bila hanya dihafalkan, namun lebih dari itu siswa dapat lebih paham akan konsep dari suatu materi. oleh karena itu, penting bagi guru untuk membuat siswa paham benar bagaimana konsep dari suatu materi, sebab dengan paham konsep mampu mempermudah siswa dalam menyelesaikan masalah matematis. Usaha agar siswa mempunyai pemahaman konsep matematika yang baik dapat dilakukan salah satunya dengan pembelajaran yang memberikan kesempatan siswa untuk mengkontruksi pengetahuan. Menurut Ramadhani (2011: 5) bahwa dalam memahami konsep – konsep matematika, siswa tidak cukup diberikan penjelasan secara verbal akan tetapi siswa perlu diberikan pemahaman lebih lanjut melalui pengalaman langsung untuk mengkontruksi sendiri suatu konsep. Model pembelajaran kooperatif yang dapat mengembangkan pemahaman konsep matematis adalah model pembelajaran yang pada tahap-tahapannya dapat menuntun siswa untuk menjelaskan, mencontohkan, mengklasifikasikan, mengaplikasikan dan me-nyimpulkan. Pembelajaran dengan model ini diawali dengan dibentuknya kelompok untuk berdiskusi, kemudian diberikan masalah dimana siswa mampu menjelaskan materi yang akan dipelajari dengan mengaitkan materi yang sudah di berikan sebelumnya. Kemudian setelah siswa mampu menjelaskan materi maka siswa akan dapat mengklasifikasikan dan memberikan contoh ataupun bukan contoh. Setelah itu siswa akan menyimpulkan 6 hasil dari diskusi tadi dengan guru dimana jika terjadi kesalahan atau penjelasan yang kurang jelas, maka guru akan membahas kembali apa yang belum di pahami. Ditahap terakhir siswa akan diberikan soal dimana soal tersebut akan menjadi ukuran paham tidaknya siswa terhadap materi yang sudah dipelajari. Pembelajaran kooperatif tipe connecting, organizing, reflecting, dan extending (CORE) adalah model pembelajaran kooperatif yang langkah-langkahnya memenuhi kriteria yang telah disebutkan. Model pembelajaran kooperatif ini mengelompokkan siswa menjadi beberapa kelompok untuk berdiskusi. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh pembelajaran kooperatif tipe CORE terhadap pemahaman konsep matematis siswa”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: “Apakah pembelajaran kooperatif tipe CORE berpengaruh terhadap pemahaman konsep matematis siswa?” C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pembelajaran kooperatif tipe CORE terhadap pemahaman konsep matematis siswa. 7 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi dalam pendidikan matematika yang berkaitan dengan model pembelajaran CORE dan model konvensional serta hubungannya dengan pemahaman konsep matematis siswa. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi praktisi pendidikan sebagai alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan dalam rangka untuk meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa. 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pemahaman Konsep Matematis Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008: 234) , paham berarti mengerti benar dalam suatu hal, sedangkan konsep berarti suatu rancangan. Sedangkan dalam matematika, konsep adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk menggolongkan suatu objek atau kejadian. Dengan demikian pemahaman berarti lebih dari sekedar mengerti tetapi mampu melekatkan suatu konsep ke struktur kognitif diri sendiri. Menurut Ernawati (2003: 3) pemahaman merupakan kemampuan menangkap pengertian-pengertian seperti mampu mengungkapkan suatu materi yang disajikan dalam bentuk lain yang dapat dipahami. Sedangkan, menurut Sagala dalam putri (2016: 10) konsep merupakan buah pemikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga melahirkan produk pengetahuan meliputi prinsip, hukum dan teori. Menurut Taksonomi Bloom yang sudah direvisi dalam Nurhikmayati (2010: 3) pemahaman dikategorikan kedalam jenjang kognisi kedua dari 6 kategori proses kognitif, yakni: mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Kategori memahami menggambarkan suatu pengertian 9 dimana siswa mampu mengkontruksi makna dari pesan pembelajaran, baik yang bersifat lisan, tulisan ataupun grafis. Dalam matematika paham akan konsep yang dipelajari merupakan suatu keharusan, sebab apabila sudah memahami konsepnya barulah siswa mampu mengerjakan berbagai macam permasalahan yang bervariasi. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk paham betul mengenai bagaimana konsep dari suatu materi. Terlebih lagi jika siswa mampu mengingat konsep dalam jangka waktu yang lama, karena nantinya konsep tersebut akan digunakan untuk membangun konsep baru yang akan ditemui. Belajar konsep merupakan hal penting dan mendasar pada pembelajaran matematika, oleh karena itu matematika akan sulit dikuasai jika pemahaman konsep kurang memadai. Hal ini sesuai dengan NCTM (2000) yang menyatakan bahwa untuk mencapai pemahaman yang bermakna maka pembelajaran matematika harus diarahkan pada pengembangan kemampuan koneksi matematik antar berbagai ide, memahami bagaimana ide-ide matematik saling terkait satu sama lain sehingga terbangun pemahaman menyeluruh dan menggunakan matematik dalam konteks di luar matematika. Sedangkan menurut Depdiknas (2003: 2) memaparkan bahwa, pemahaman konsep merupakan salah satu kecakapan atau kemahiran matematika yang diharapkan dapat tercapai dalam belajar matematika yaitu dengan menunjukkan pemahaman konsep matematika yang dipelajarinya, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. 10 Jadi dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep merupakan kemampuan siswa yang berupa penguasaan sejumlah materi pelajaran, dimana siswa tidak sekedar mengetahui atau mengingat sejumlah konsep yang sudah dipelajari, tetapi mampu mengungkapkan kembali dalam bentuk lain yang mudah dimengerti. Untuk mengetahui baik atau tidaknya pemahaman konsep matematis siswa, diperlukan alat untuk mengukur pemahaman konsep matematis siswa yaitu indikator. Terdapat beberapa indikator pemahaman siswa terhadap konsep matematika menurut Depdiknas dalam Jannah, (2007: 18) antara lain: (1) Menyatakan ulang sebuah konsep, (2) Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya), (3) Memberikan contoh dan non contoh dari konsep, (4) Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis, (5) Mengembangkan syarat cukup dan syarat perlu suatu konsep, (6) Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu, dan (7) Mengaplikasikan konsep atau algoritma kepemecahan masalah. Berdasarkan uraian di atas dalam pembelajaran konsep matematika diharapkan siswa benar-benar aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini akan berdampak pada ingatan siswa tentang konsep materi yang dipelajari akan bertahan lebih lama. Suatu konsep akan mudah dipahami dan diingat oleh siswa bila konsep tersebut disajikan melalui proses dan langkah-langkah yang tepat, jelas, menarik,serta menggambarkan kejadian yang ada di lingkungan sekitar dalam kehidupan seharihari. Adapun indikator yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu, menyatakan ulang sebuah konsep, memberi contoh dan non-contoh dari konsep, meman-faatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma ke pemecahan masalah. 11 2. Pembelajaran kooperatif tipe CORE Core merupakan singkatan dari empat kata yang memiliki kesatuan fungsi dalam proses pembelajaran, yaitu connecting, organizing, reflecting, dan extending. Menurut Harmsem dalam Putri (2013: 12), elemen-elemen tersebut digunakan untuk menghubungkan informasi lama dengan informasi baru, mengorganisasikan sejumlah materi yang bervariasi, merefleksikan segala sesuatu yang peserta didik pelajari, dan mengembangkan lingkungan belajar. Hal ini sejalan dengan pemaparan Miller & Calfee (2004: 222) yang menyatakan bahwa: The CORE Model incorporates four element: Connect, Organize, Reflect, and Extend. Students first connect what they already know about a topic to new science content or experience. Then they organize information from multiple sources into coherent packages. They then reflect on the collection of “stuff” by discussing it with others in preparation for the writing task. Finally, completion of the project serves to “stretch” or extend the learnig. Tahapan pembelajaran CORE menurut Miller & Calfee yaitu pertama-tama siswa menghubungkan apa yang telah mereka ketahui tentang topik yang memuat pengetahuan baru atau pengalaman baru. Kemudian siswa mengorganisasikan informasi mengenai topik yang akan dibahas dari berbagai macam sumber dan menjadi sebuah konsep. dibentuk kemudian mempersiapkan Selanjutnya siswa mereflesikan konsep yang telah didiskusikan penyelesaian dengan masalah. teman Terakhir, sekelompoknya penyelesaian untuk rancangan disajikan dengan mengembangkan atau memperluas pembelajaran. Sedangkan menurut Suyatno (2009: 67), sintaks model pembelajaran CORE secara umum meliputi koneksi informasi lama dan informasi baru, organisasi ide untuk memahami materi, memikirkan kembali, mendalami dan menggali konsep, serta mengembangkan materi, memperluas, dan menggunakan konsep yang telah 12 ditemukan. Kemudian, Suyatno (2009: 63) merumuskan langkah-langkah pada pembelajaran CORE yaitu: (1) Membuka pembelajaran dengan kegiatan yang menarik, (2) Penyampaian konsep lama yang akan dihubungkan dengan konsep baru (connecting), (3) Pengorganisasian ide-ide untuk memahami materi yang dilakukan oleh siswa dengan bimbingan guru (organizing), (4) Pembagian kelompok secara heterogen, (5) Memikirkan kembali, mendalami, dan menggali informasi yang sudah didapat dan dilaksanakan dalam kegiatan kelompok (reflecting), (6) Mengembangkan, memperluas, dan menggunakan suatu konsep melalui tugas individu dengan mengerjakan tugas (extending). Menurut Jacob dalam Putri (2013: 13), model CORE adalah model pembelajaran yang berlandaskan konstruktivisme. Dengan kata lain, model CORE merupakan model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengaktifkan peserta didik membangun pengetahuannya sendiri. 3.1 Connecting Connect secara bersambung. bahasa Menurut berarti Suyatno menyambungkan, (2009), connecting menghubungkan, merupakan dan kegiatan menghubungkan informasi lama dengan informasi baru atau antar konsep. Informasi lama dan baru yang akan dihubungkan pada kegiatan ini adalah konsep lama dan baru. Pada tahap ini siswa diajak untuk menghubungkan konsep baru yang akan dipelajari dengan konsep lama yang telah dimiliki, dengan cara memberikan pertanyaan-pertanyaan, kemudian siswa diminta untuk menulis halhal yang berhubungan dari pertanyaan tersebut. 13 Katz dan Nirula (2013) menyatakan bahwa dengan connecting, sebuah konsep dapat dihubungkan dengan konsep lain dalam sebuah diskusi kelas, dimana konsep yang akan diajarkan dihubungkan dengan apa yang telah diketahui siswa. Agar siswa mampu aktif dalam diskusi, maka siswa harus mengingat dan menggunakan konsep yang dimilikinya untuk menghubungkan dan menyusun ideidenya. Connecting erat kaitannya dengan belajar bermakna, menurut Ausabel dalam Ratna (1989: 112), belajar bermakna merupakan proses mengaitkan informasi atau materi baru dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif dimaknai oleh Ausabel sebagai fakta-fakta, konsepkonsep dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh peserta belajar. Dengan belajar bermakna, ingatan siswa menjadi kuat dan transfer belajar mudah dicapai. Dengan demikian, untuk mempelajari suatu konsep matematika yang baru, selain dipengaruhi oleh konsep lama yang telah diketahui siswa, pengalaman belajar yang lalu dari siswa itu juga akan mempengaruhi terjadinya proses belajar konsep matematika tersebut. Sebab, seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu apabila belajar itu didasari oleh apa yang telah diketahui orang tersebut. 3.2 Organizing Echols dan Shadily (1996: 408) mendefinisikan organize secara bahasa berarti mengatur, mengorganisasikan, mengorganisir, dan mengadakan. Organizing merupakan kegiatan mengorganisasikan informasi-informasi yang diperoleh. 14 Pada tahap ini siswa mengorganisasikan informasinya yang diproleh seperti konsep apa yang diketahui, konsep apa yang dicari, dan keterkaitan antar konsep apa saja yang ditemukan pada tahap connecting untuk dapat membangun pengetahuannya (konsep baru) sendiri. Menurut Jacob dalam Yuwana (2013: 6) kontruksi pengetahuan bukan merupakan hal sederhana yang terbentuk dari fakta-fakta khusus yang terkumpul dan mengembangkan informasi baru, tetapi juga meliputi mengorganisasikan informasi lama ke bentuk-bentuk baru. Grawith, dkk dalam Rohana (2013: 94) berpendapat bahwa manfaat peta konsep diantaranya untuk membuat struktur pemahaman dari fakta-fakta yang dihubungkan dengan pengetahuan berikutnya, untuk belajar bagaimana mengorganisasikan sesuatu mulai dari informasi, fakta, dan konsep ke dalam suatu konteks pemahaman, sehingga terbentuk pemahaman yang baik. 3.3 Reflecting Reflecting merupakan tahap saat siswa memikirkan secara mendalam konsep yang dipelajarinya. Menurut Sagala (2007: 91) mengungkapkan bahwa refleksi adalah cara berpikir ke belakang tentang apa yang sudah dilakukan dalam hal belajar di masa lalu. Tahapan pada pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk memikirkan kembali apakah hasil diskusi/ hasil kerja kelompok pada tahap organizing sudah benar atau terdapat kesalahan yang perlu diperbaiki. Dalam tahap ini siswa mengedepankan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Jadi siswa menyimpulkan dengan bahasanya sendiri tentang apa 15 yang mereka peroleh dari pembelajaran. Proses ini akan memperlihatkan kemampuan siswa dalam menjelaskan informasi yang telah mereka peroleh dan akan terlihat bahwa tidak setiap siswa memiliki kemampuan yang sama. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Dymock (2005) bahwa: “Reflect is where students explain or critique content, and strategies”. Jadi, dalam reflecting guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memeriksa kembali hasil diskusi, apakah sudah benar atau masih ada yang salah. Maka, dengan reflecting siswa menampung apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Siswa menyimpulkan dengan bahasa sendiri tentang apa yang mereka peroleh dari pembelajaran ini. 3.4 Extending Echos dan Shadily (1996: 226) mendefinisikan extend secara bahasa yang berarti memperpanjang, menyampaikan, mengulurkan, memberikan, dan memperluas. Menurut Suyatno (2009: 64) extending merupakan tahap dimana siswa dapat memperluas pengetahuan mereka tentang apa yang sudah diperoleh selama proses belajar mengajar berlangsung. Perluasan pengetahuan dapat dilakukan dengan cara menggunakan konsep yang berbeda sebagai aplikasi konsep yang dipelajari. Baik dari satu konsep kekonsep lain, bidang ilmu lain, maupun ke dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan menurut Maulana (2012: 48) extending dimaksudkan sebagai tahapan dimana siswa dapat memperluas pengetahuan mereka tentang apa yang sudah diperoleh selama proses belajar mengajar berlangsung. Adapun perluasan pengetahuan dapat dilakukan dengan cara 16 menggunakan konsep yang telah didapatkan ke dalam situasi baru atau konteks berbeda sebagai aplikasi konsep yang dipelajari, baik dari suatu konsep kekonsep lain, bidang ilmu lain, maupun ke dalam kehidupan sehari-hari. Melalui kegiatan diskusi siswa diharapkan mampu memperluas pengetahuan dengan cara mengerjakan soal-soal yang berhubungan dengan konsep yang dipelajari tetapi dalam situasi baru dan konteks yang berbeda secara berkelompok. Setiap model pembelajaran pasti memiliki keunggulan. Keunggulan-keunggulan tersebut merupakan salah satu alasan digunakannya model pembelajaran tersebut. Menurut Isum (2012: 35) CORE memiliki beberapa keunggulan, antara lain siswa aktif dalam belajar, melatih daya ingat siswa tentang suatu konsep atau informasi, melatih daya pikir kritis siswa terhadap suatu masalah, memberikan siswa pembelajaran yang bermakna. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran CORE adalah suatu pembelajaran yang berlandaskan kontruktivisme dan melibatkan siswa memalui kegiatan connecting, organizing, reflecting dan extending. B. Kerangka Pikir Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe CORE terhadap pemahaman konsep matematis siswa. Dalam penelitian ini model pembelajaran kooperatif tipe CORE diterapkan pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional diterapkan pada kelas kontrol yang dijadikan variabel bebas sedangkan pemahaman konsep matematis siswa sebagai variabel terikat. 17 Ada empat langkah dalam pembelajaran kooperatif tipe CORE yaitu connecting (menghubungkan), organizing (mengorganisasikan), reflecting (membayangkan), dan extending (memperluas). Dalam hal ini tahap pembelajaran CORE dapat dikaitkan dengan indikator pemahaman konsep matematis. Tahap pertama yaitu connecting, diawal pembelajaran siswa diajak untuk mengingat kembali dengan menyatakan ulang konsep materi pelajaran yang telah diperoleh sebelumnya untuk dihubungkan dengan materi yang akan dipelajari. Guna pengetahuan lama nantinya adalah untuk informasi awal yang disimpan siswa dalam membangun pengetahuan baru yang akan mereka peroleh. Dalam hal ini indikator dari pemahaman konsep yang termasuk ialah menyatakan ulang sebuah konsep. Tahap kedua yaitu organizing, siswa mengorganisasikan ide-ide untuk memahami materi. Pengetahuan yang telah mereka peroleh dari tahap connecting, mereka kumpulkan dan kelompokkan berdasarkan objek yang dipenuhi atau tidaknya persyaratan yang membentuk konsep tersebut. Hal ini diharapkan siswa mampu memberikan contoh dan bukan contoh dari materi tersebut. Pada tahap ini juga siswa mulai merancang konsep baru secara mandiri. Pengorganisasian pengetahuan ini dapat menggunakan peta konsep. Tahap selanjutnya ialah reflecting, dari konsep yang telah dibentuk, siswa menyajikan konsep dengan berbagai bentuk untuk memilih prosedur atau operasi yang akan digunakan. Hal ini membuat siswa akan mengulas kembali materi 18 yang telah diperoleh dan bersama dengan guru memperbaiki konsep jika ada yang salah. Terakhir ialah tahap extending, siswa diajak untuk memperluas pengetahuan yang mereka dapat dari tahap-tahap sebelumnya. Perluasan pengetahuan dapat dilakukan dengan cara menggunakan konsep yang telah didapatkan kedalam situasi baru atau konteks yang berbeda sebagai aplikasi konsep yang dipelajari. Siswa dapat diminta untuk mengembangkan, memperluas, dan menggunakan informasi-informasi yang telah diperoleh dengan mengaplikasikan konsep atau algoritma ke pemecahan masalah, sehingga pada tahap ini, siswa belajar dengan jelas dan matematis terhadap permasalahan yang diberikan. Dengan demikian, hal ini mendorong siswa untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematisnya, serta memodelkan masalah matematis dan mendapatkan solusinya dengan benar. Jadi, melalui tahap-tahap tesebut, terdapat keterkaitan antara tahap dan indikator pemahaman konsep yang digunakan, sehingga dalam pembelajaran kooperatif tipe CORE ini, siswa akan mendapat kesempatan lebih untuk mengembangkan kemampuan pemahaman konsep matematisnya. Tahapan pembelajaran yang telah diuraikan diatas, tidak terjadi pada pembelajaran konvesional. Pada pembelajaran konvesional, siswa hanya sebagai pendengar dan penerima materi yang disampaikan oleh guru tersebut. Berbeda dengan pembelajaran kooperatif tipe CORE, pada pembelajaran ini, siswa diajak untuk lebih berperan aktif melalui tahap-tahap yang ada pembelajaran kooperatif ini. Sehingga siswa lebih banyak berinteraksi dengan teman sebaya. 19 Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa diduga pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe CORE akan lebih dari pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. C. Definisi Operasional Adapun definisi operasional dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Model pembelajaran kooperatif tipe CORE dikatakan berpengaruh terhadap pemahaman konsep matematis siswa jika peningkatan pemahaman konsep matematis siswa yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe CORE lebih dari peningkatan pemahaman konsep matematis siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional. 2. Model pembelajaran tipe CORE adalah suatu model pembelajaran yang berlandaskan kontruktivisme dan melibatkan siswa melalui kegiatan connecting, orgnizing, reflecting dan extending. 3. Pemahaman konsep yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dapat menjadi indikator sejauh apa pemahaman konsep yang dimiliki oleh siswa. Adapun indikator yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: menyatakan ulang sebuah konsep, memberi contoh dan noncontoh dari konsep, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu, dan mengaplikasikan konsep atau logaritma ke pemecahan masalah. 20 D. Anggapan Dasar Penelitian ini mempunyai anggapan dasar yaitu: Semua siswa kelas VII semester genap SMPN 9 Metro tahun pelajaran 2016-2017 memperoleh materi yang sama dan sesuai dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan. E. Hipotesis Berdasarkan kerangka pikir dan anggapan dasar diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Hipotesis Umum Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe CORE berpengaruh terhadap pemahaman konsep matematis siswa. 2. Hipotesis Khusus Peningkatan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe CORE lebih dari peningkatan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. 21 III. METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun ajaran 2016/2017 di SMP Negeri 9 Metro. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 9 Metro Tahun Pelajaran 2016/2017 sebanyak 217 siswa yang terdistribusi dalam tujuh kelas, yaitu kelas VII A sampai kelas VII G. Pengambilan sampel menggunakan cluster random sampling, yaitu dengan pertimbangan bahwa pengambilan kelasnya berdasarkan kelompok-kelopmok tertentu, terpilihlah kelas VII-F sebagai kelas eksperimen dan kelas VII-G sebagai kelas kontrol. Pada kelas eksperimen guru menggunakan model pembelajaran CORE sedangkan pada kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional yakni guru menyampaikan materi, kemudian memberikan contoh soal, lalu memberikan latihan soal kepada siswa. B. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen semu (quasi experiment) dengan menggunakan pretest-posttest control group design. 22 Menurut Fraenkel dan Wallen (2012: 272) desain penelitian disajikan dalam Tabel 3.1. Tabel 3.1 Desain Penelitian Eksperimen Kontrol R R O O X X O O Keterangan: R = Random assignment untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol O1 = Kelas diberi pretest O2 = Kelas diberi posttest X1 = Perlakuan dengan pembelajaran CORE X2 = Perlakuan dengan pembelajaran konvensional C. Tahap-Tahap Penelitian Penelitian yang telah dilakukan ini meliputi beberapa tahapan. Urutan pelaksanaan penelitian yaitu: 1. Tahap Persiapan a. Melakukan observasi untuk melihat karekteristik populasi yang ada. b. Menentukan sampel penelitian. c. Menentukan materi yang akan digunakan dalam penelitian. d. Menyusun proposal penelitian. e. Membuat perangkat pembelajaran dan instrumen tes untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol. f. Mengonsultasikan bahan ajar dan instrumen dengan dosen pembimbing dan guru bidang studi matematika. g. Melakukan ujicoba instrumen penelitian. 23 2. Tahap Pelaksanaan a. Memberikan pretest pada kelas kontrol dan eksperimen sebelum mendapatkan perlakuan. b. Melaksanakan pembelajaran matematika dengan pembelajaran kooperatif tipe CORE pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol. c. Memberikan posttest pada kelas kontrol dan kelas eksperimen setelah mendapat perlakuan. 3. Tahap Akhir a. Mengumpulkan data dari sampel terkait hasil tes kemampuan awal dan akhir pemahaman konsep matematis siswa. b. Mengolah dan menganalisis hasil data yang diperoleh dari masing-masing kelas serta membuat kesimpulan. c. Menyusun laporan penelitian. D. Data Penelitian Data dalam penelitian ini adalah data pemahaman konsep matematis siswa berupa data kuantitatif yang diperoleh melalui pretest dan posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol. E. Instrumen Penelitian Penelitian ini menggunakan instrumen tes untuk mengukur pemahaman konsep matematis siswa. Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa soal uraian yang disusun berdasarkan indikator pemahaman konsep matematis siswa. 24 Instrumen tes yang diberikan pada setiap kelas yaitu soal-soal pretest dan posttest. Selain itu untuk mendapatkan data yang akurat, tes yang digunakan dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria tes sedang. Instrumen tes harus memenuhi kriteria valid, reliabel yang tinggi atau sangat tinggi, daya pembeda baik, sedang atau sangat baik, serta tingkat kesukaran sedang. 1. Validitas Instrumen Dalam penelitian ini, validitasnya didasarkan pada validitas isi. Untuk memeriksa validitas isi, instrumen tes divalidasi oleh guru mata pelajaran matematika kelas VII SMP Negeri 9 Kota Metro. Suatu tes dikategorikan valid jika butir-butir tesnya sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator pemahaman konsep yang diukur. Kesesuaian isi tes dengan kisi-kisi instrumen tes yang diukur dan kesesuaian bahasa yang digunakan dengan kemampuan bahasa yang dimiliki siswa dinilai berdasarkan penilaian guru mitra dengan menggunakan daftar cek (checklist). Tes soal dinyatakan valid, maka soal diujicobakan pada siswa yang berada di luar sampel yaitu kelas VIII F. Hasil analisis data menunjukkan bahwa tes telah memenuhi validitas isi. 2. Reliabilitas Instrumen Menurut Arikunto (2011: 109) untuk menentukan koefisien reliabilitas (r11) soal tipe uraian digunakan rumus Alpha, yaitu: = 1− ∑ dengan = ∑ − Keterangan : r 11 = Koefisien reliabilitas instrumen tes ∑ 25 ∑ N ∑ ∑ = = = = = = = Banyaknya butir soal Varians Skor Jumlah varians skor dari tiap-tiap butir soal Varians total skor Banyaknya data Jumlah kuadrat semua data Jumlah semua data Tabel 3.2 Interpretasi Reliabilitas Koefisien Reliabilitas (r11) 0,00 - 0,20 0,21 - 0,40 0,41 - 0,60 0,61 - 0,80 0,81 - 1,00 Interpretasi Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi Berdasarkan hasil perhitungan uji instrumen tes diperoleh bahwa nilai koefisien reliabilitas soal sebesar 0,735 yang berarti reliabilitas instrumen tes yang digunakan memiliki kriteria tinggi. Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.1 3. Daya Pembeda Daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan siswa yang mempunyai kemampuan tinggi dan siswa yang mempunyai kemampuan rendah. Untuk menentukan daya pembeda dapat dilakukan pengurutan dari siswa yang memiliki nilai tertinggi hingga terendah. Setelah itu dibagi 27% untuk siswa di urutan atas merupakan siswa dengan kemampuan tinggi (kelompok atas) dan 27% di urutan bawah merupakan siswa dengan kemampuan rendah (kelompok bawah). Arifin, (2011: 133) menjelaskan bahwa untuk menghitung daya pembeda ditentukan dengan rumus: 26 DP = Keterangan : DP KA KB Skor maks KA − KB : nilai daya pembeda suatu butir soal : rata-rata skor suatu butir soal dari kelompok atas : rata-rata skor suatu butir soal dari kelompok bawah : skor maksimum suatu butir soal Menurut Arifin (2011:133) hasil perhitungan indeks daya pembeda diinterpretasi berdasarkan klasifikasi yang tertera dalam Tabel 3.3 sebagai berikut: Tabel 3.3 Interpretasi Daya Pembeda Nilai Daya Pembeda 0,40 - 1,00 0,30 - 0,39 0,20 - 0,29 -1,00 - 0,19 Kriteria Sangat baik Baik Sedang Jelek Setelah dilakukan perhitungan diperoleh bahwa nilai daya pembeda tes adalah 0,29 sampai dengan 0,80 yang berarti instrumen tes memiliki kriteria sedang, baik dan sangat baik. Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.2 4. Tingkat Kesukaran (TK) Tingkat kesukaran soal adalah perbandingan antara banyaknya penjawab pilihan benar dengan banyaknya penjawab pilihan lain yang digunakan. Hal ini dilakukan untuk menentukan seberapa besar derajat kesukaran yang dimiliki suatu butir soal. Menurut Sudijono (2008: 372), indeks tingkat kesukaran butir soal dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut: = 27 Keterangan: TK : tingkat kesukaran suatu butir soal JT : jumlah skor yang diperoleh siswa pada butir soal yang diperoleh IT : jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir soal. Untuk menginterpretasi tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan kriteria indeks kesukaran menurut Sudijono (2008: 372) tertera pada Tabel 3.4. Tabel 3.4. Interpretasi Koefisien Tingkat Kesukaran Skor 0,00 – 0,29 0,30 – 0,70 0,71 – 1,00 Interpretasi Sangat Sukar Sedang Terlalu Mudah Berdasarkan hasil perhitungan instrumen tes diperoleh bahwa tingkat kesukaran tes sebesar 0,49 sampai dengan 0,70 yang berarti instrumen tes yang digunakan memiliki kriteria sedang. F. Teknik Analisis Data Setelah kedua sampel diberi perlakuan yang berbeda, data yang diperoleh dari hasil tes kemampuan awal dan tes kemampuan akhir dianalisis untuk mendapatkan skor peningkatan (gain) pada kedua kelas. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui besarnya peningkatan pemahaman konsep matematis siswa pada kelas control dan eksperimen. Menurut Hake (1998: 1) besarnya peningkatan dihitung dengan rumus gain ternormalisasi (normalized gain) yaitu : = − − 28 Data pemahaman konsep matematis siswa di kelas eksperimen dan kontrol, dapat dianalisis dengan uji statistik untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran CORE terhadap pemahaman konsep matematis siswa. 1. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data gain yang diperoleh berdistribusi normal atau tidak. Adapun dalam penelitian ini, uji normalitas menggunakan uji chi kuadrat. Uji chi-kuadrat (Sudjana, 2005: 272-273) sebagai berikut: a. Hipotesis Ho : data gain berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1 : data gain berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal b. Taraf signifikan : α = 0,05 c. Statistik uji = ( – ) Keterangan: = frekuensi pengamatan = frekuensi yang diharapkan = banyaknya pengamatan d. Keputusan Uji Terima H0 jika x < kebebasan) k-3. dengan = ( , ) dengan dk (derajat Hasil uji normalitas data gain pemahaman konsep matematis disajikan dalam tabel 3.5 dan data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.7 dan C.8 29 Tabel 3.5 Hasil Analisis Uji Normalitas Data Gain Pemahaman Konsep Matematis Sumber Data Pemahaman Konsep Matematis Siswa Pembelajaran Keputusan uji H0 Kesimpulan CORE 5,0049 7,81 Diterima Normal Konvensional 6,4472 7,81 Diterima Normal Karena berdasarkan hasil data gain berdistribusi normal maka langkah selanjutnya yaitu uji homogenitas. 2. Uji Homogenitas Uji homogenitas dalam penelitian ini digunakan untuk melihat apakah kedua kelompok data gain memiliki varians yang homogen atau tidak. Menurut Sudjana (2005: 249-250) untuk menguji homogenitas data dapat digunakan ketentuan sebagai berikut. a. Hipotesis Ho : H1 : = ≠ (kedua populasi data gain memiliki varians yang sama) (kedua populasi data gain memiliki varians yang tak sama) b. Taraf signifikan : α = 0,05 c. Statistik Uji Fhitung = Keterangan: = varians terbesar = varians terkecil d. Keputusan Uji 30 Tolak H0 jika > dengan = ,( , ) yang diperoleh dari daftar distribusi F dengan taraf signifikan sebesar 0,05 dan (pembilang) = n1 – 1 dan (penyebut) = n2 – 1. Hasil uji homogenitas data gain pemahaman konsep matematis disajikan pada Tabel 3.6. Tabel 3.6 Hasil Analisis Uji Homogenitas Data Gain Pemahaman Konsep Matematis Kelas CORE Konvensional 1,04 1,87 Kesimpulan = 1,87 sehingga Kedua data gain memiliki varians yang sama Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.9 3. Uji Hipotesis Adapun uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini akan dijelaskan sebagai berikut: Uji kesamaan dua rata-rata Karena data gain berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan memiliki varians yang sama, maka analisis data dilakukan dengan menggunakan uji kesamaan dua rata-rata, yaitu uji t dengan hipotesis uji sebagai berikut. 31 Ho: μ1 = μ2, (rata-rata peningkatan skor pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran CORE sama dengan pembelajaran konvensional) H1: μ1 > μ2, (rata-rata peningkatan skor pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran CORE lebih dari pembelajaran konvensional) Karena diperoleh data yang normal dan homogen maka uji hipotesis diatas dilakukan dengan menggunakan Uji-t (Sudjana, 2005: 239) = 1− 2 1 1 1 + dengan s 2 n1 1s1 2 n 2 1s 2 2 n1 n 2 2 2 Keterangan: ̅ 1 : rata-rata skor siswa di kelas eksperimen ̅ 2 : rata-rata skor siswa di kelas kontrol n1 : banyaknya siswa kelas eksperimen n2 : banyaknya siswa kelas kontrol s : varians pada kelas eksperimen s : varians pada kelas kontrol s : varians gabungan Dalam pengujian ini digunakan taraf signifikan α = 0,05, dengan kriteria uji: terima H0 jika < , dimana = ( , tabel dengan peluang (1 − ) dan dk = ( n1 n 2 2 ). ) diperoleh dari daftar 42 V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif tipe CORE berpengaruh terhadap pemahaman konsep matematis siswa, peningkatan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran CORE lebih dari peningkatan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. B. Saran Berdasarkan hasil pada penelitian ini, saran-saran yang dapat dikemukan yaitu: 1. Kepada guru, dalam upaya meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa, dapat menerapkan model pembelajaran CORE sebagai salah satu alternatif pada pembelajaran matematika dengan pertimbangan bahwa guru telah memahami tahap-tahap pada model pembelajaran CORE. Khususnya ketika kegiatan diskusi berlangsung, guru harus mengelola kelas seefektif mungkin agar suasana belajar kondusif. 2. Kepada peneliti lain yang akan melakukan penelitian tentang model pembelajaran CORE disarankan saat mengambil kelas penelitian untuk memilih kelas yang memiliki pemahaman konsep yang tidak jauh berbeda yaitu dengan melakukan tes pemahaman konsep pada populasi. 44 DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta Alam, Burhan Iskandar. 2012. Peningkatan Kemampuan Pe-mahaman dan Komunikasi Matematika Siswa SD Melalui Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME). Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika FMIPA UNY, ISBN 978-979-16353-7-8. (online), (http://resposi-tory.upi.edu) diakses 27 Sep tember 2016. Ansari, B.I. 2003. Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Umum (SMU) melalui strategi Think Talk Write. Bandung: UPI Arikunto, S.2010. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Kencana. Aunurrahman. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta Azizah, L., Mariani S, & Rochmad. 2012. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Model CORE Bernuansa Kontrukstivistik untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematis. Unnes Journal of Mathematics Education Research (UJMER), ISSN 2252-6455. (online), (http://journal.unnes.ac.id) diakses 20 September 2016. Beladina, N.2013. Keefektifan Model Pembelajaran CORE Berbatuan LKPD terhadap Kreativitas Matematis Siswa. Jurnal UNNES. (online). Volume 2, No.3 Hal 39. (http://journal.unnes.ac.id) diakses pada 10 Oktober 2016. Calfee, Miller, R.G.2004. Making Thinking Visible. National Science Education Standards. Depdiknas.2003. UU NOMOR 22 tahun 2003 tentang sisdiknas. Jakarta. ________.2003. Pedoman Khusus Pengembangan Sistem Penilaian Berbasis Kompetensi SMP. Jakarta: Depdiknas. Balai Pustaka. Jakarta. Dikdasmen. 2004. Indikator Pemahaman Konsep Matematis Siswa. Jakarta. Echlos, J dan Hassan S. 1996. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT Gramedia. 45 Ernawati, Wina. 2003. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Prenada: Jakarta. Hake, R. 1998. Analyzing Change /Gain scores Dept of Physics : Indianan University, (online) tersedia diwww.phcis.indian.edu/~sdi/Anlyzingechangegain.pdf, diakses Oktober 2016. Hendriana. 2001. Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Umum (SMU) melalui strategi Think Talk Write. Skripsi. Lampung: Unila. Tdak diterbitkan. Howey.K.R. 2001. Contextual Teaching and Learning. Clearinghouse on Teaching and Teacher Education. Washington: Isum, Lala . 2012. Pembelajaran Matematika Dengan Model Core Untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan. S2 thesis, Universitas Pendidikan Indonesia. (online). (http://repository.upi.edu/8549/t_mtk_1008966_chapter3 pdf) diakses 20 Maret 2017 Kemdikbud. 2012. Kurikulum 2013 Bahan Uji Publik. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Maulana, Dani. 2012. Widyaiswara LPMP. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Lampung: Mayasari. 2015. Pengaruh Model pembelajaran CORE terhadap kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematis siswa . Skripsi. Lampung: Unila. Tdak diterbitkan. Miller, Roxanne Greitz & Robert C. Calfee. 2004. Making Thinking Visible: A Methode to Encourage Science Writing In Upper Elementary Grade. Education Faculty Articles and Research. Chapman University. (online), (http://digitalcommons.chapman.edu/education_articles) diakses 15 Oktober 2016. Mufidah, Arum Dahlia. 2016. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe CORE terhadap Ke-mampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa. Skripsi. Lampung: Unila. Tidak diterbitkan. Mullis, Ina V. S., Michael O. Martin, Pierre Foy, dan Alka Arora. 2012. TIMSS 2011 International Result in Mathematics. TIMSS and PIRLS International Study Center : Boston College. (online),(http://timssandpirls.bc.edu) diakses 29 September 2016. NCTM (National Council Teacher of Mathematics). 2000. Principles and Standards for School Mathematics. 46 Novak, J.D. dan Canas, A.J. 2006. The Theory Undelying Concept Maps and How to Construct and Use Them. (online), (http://cmap.-ihmc.us/Publications/TheoryUndeerlingConceptMaps.htm) diakses 11 Oktober 2016. Nurhikmayati. 2001. Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Umum (SMU) melalui strategi TTW Volume 2 No 1. (http://ejournal.undiksha.ac.id) diakses 20 April 2017 Purwanto, N.2010. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Putri, Agata Intan. 2016. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe CORE terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa. Skripsi. Lampung: Unila. Tidak diterbitkan. Qorri’ah. 2011. Penggunaan Metode Discovery Learning untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa Pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung. Skripsi. Jakarta: UIN Syarief Hidayatulloh. (Online), (http://www.education.gov.za/LinkClik) diakses pada Oktober 2016 Ramadhani,A.2015.Efektivitas Penerapan Model Guide Discovery Learning Terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa. Skripsi. Lampung: Unila. Tdak diterbitkan. Ratna, W. 1989. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga. Relawati dan Nurasni. 2016. Perbandingan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Melalui Model Pembelajaran CORE dan Pembelajaran Langsung pada Siswa. Jurnal Kajian Pendidikan dan Pengajaran. (online), Volume 2, No 2, Oktober 2016, P-ISSN: 2443-1435, E-IS SN: 2528-4290. (http://ojs.ejour nal.id) diakses 20 April 2017. Selvia,R.2016.Efektivitas Model Pembelajaran Berbasis Masalah Ditinjau Dari Pemahaman Konsep Matematis Siswa. Skripsi. Lampung: Unila. Tidak diterbitkan. Subarjo, M. Pradana., I Wayan Romi Sudhita, dan I Made Suarjana. 2014. Pengaruh model CORE terhadap pemahaman konsep IPA siswa kelas V di gugus I NAkula Kecamatan Negara Kabupaten Jembrana. MIMBAR PGSD 2014 (online). Volume 2 No 1. (http://ejournal.undiksha.ac.id) diakses 20 April 2017 Ruseffendi. 1998. Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press. Sheskin, D.2003.Handbook Parametric and Nonparametric Statistical Procedures Third Edition. New York: A CRCPress. Company. 47 Sudijiono, A.2001. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafido. Suherman.1990. Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah. Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka. Yuniarti, Santi. 2013. Pengaruh Model CORE Berbasis Kontekstual terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Matematik Siswa. (online), (http://publikasi.stkip siliwangi.ac.id) diakses 09 Mei 2016. Yuwana Siwi Wiwaha Putra. 2013. Keefektifan Pembelajaran CORE Berbantuan CABRI Terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Peserta Didik Materi Dimensi Tiga.