BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) 2.1.1.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Istilah IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) pertama kali muncul dalam seminar nasional tentang Civic Education tahun 1972 di Tawangmangu Solo, menurut laporan seminar tersebut (Panitia Seminar Nasional Civic Education, 1972:2, dalam Winataputra, 1978:42) ada tiga istilah yang muncul dan digunakan secara bertukar-pakai (interchangeable) yakni pengetahuan sosial, studi sosial, dan ilmu pengetahuan sosial yang diartikan sebagai suatu studi masalah-masalah sosial yang dipilih dan dikembangkan dengan menggunakan pendekatan interdisipliner dan bertujuan agar masalah-masalah sosial dapat dipahami siswa. Dengan demikian siswa dapat memahami dan memecahkan masalah-masalah sehari-hari. Dalam kurikulum sistem pendidikan di Indonesia terdapat tiga jenis program pendidikan sosial, yakni: program pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial (IIS) yang dibina pada fakultas-fakultas sosial murni, disiplin ilmu pengetahuan sosial (PDIPS) yang dibina pada fakultas-fakultas pendidikan ilmu sosial dan pendidikan ilmu pengetahuan sosial (PIPS) yang diberikan terutama didalam pendidikan persekolahan. Mulyono Tj. (1980:8), mengemukakan “IPS merupakan suatu pendekatan interdisipliner dari pelajaran ilmu-ilmu sosial. IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, antropologi budaya, psikologi sosial, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik, dan sebagainya”. Menurut Saidiharjo (1996:4), “IPS merupakan hasil kombinasi atau hasil pemfusian atau perpaduan dari sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi, sejarah, sosiologi, antropologi, politik”. 5 6 Sumantri (2001:89), “IPS merupakan suatu program pendidikan dan bukan sub-disiplin ilmu tersendiri, sehingga tidak akan ditemukan baik dalam nomenklatur filsafat ilmu, disiplin ilmu-ilmu sosial maupun ilmu pendidikan. IPS juga bertujuan untuk mengembangkan sikap belajar yang baik”. Artinya dengan belajar IPS anak mempunyai kemampuan menyelidiki (inkuiri) untuk menemukan ide-ide, konsep-konsep baru sehingga mereka mampu melakukan perspektif untuk masa yang akan datang. Sikap belajar tersebut diarahkan pada pengembangan motivasi untuk mengetahui, berimaginasi, minat belajar, kemampuan merumuskan masalah dan hipotesis pemecahanya, keinginan melanjutkan eksplorasi IPS sampai ke luar kelas, dan kemampuan menarik kesimpulan berdasarkan data. Menurut Fakih Samlawi dan Bunyamin Maftuh (1998:1), Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan mata pelajaran yang memadukan konsep-konsep dasar dari berbagai ilmu sosial (ilmu sejarah, geografi, ilmu ekonomi, ilmu politik, sosiologi, dan sebagainya) yang disusun melalui pendekatan pendidikan dan psikologis serta kelayakan dan kebermaknaannya bagi siswa dan kehidupannya. Menurut Hidayati (2002:13), bahwa untuk sekolah dasar, Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan perpaduan mata pelajaran sejarah, geografi dan ekonomi. Dengan demikian, Ilmu Pengetahuan Sosial bukanlah ilmu-ilmu sosial itu sendiri yang diartikannya sebagai semua bidang ilmu pengetahuan mengenai manusia dalam konteks sosialnya atau sebagai masyarakat. Jadi, Ilmu Pengetahuan Sosial bukan disiplin yang terpisah, tetapi sebuah payung kajian masalah yang memayungi disiplin sejarah dan disiplin ilmu-ilmu sosial lainnya. 2.1.1.2 Tujuan Pembelajaran IPS di SD Tujuan dari pendidikan IPS adalah untuk mendidik dan memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat kemampuan dan lingkungannya, serta berbagai bekal bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (Etin Solehatin dan Raharjo, 7 2009:15). Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan perpaduan dari ilmu-ilmu sosial, maka tujuan kurikuler pengajaran IPS yang harus dicapai menurut Nursid Sumaatmadja (Hidayati, 2002:24-25) adalah sebagai berikut: 1) Membekali anak didik dengan pengetahuan sosial yang berguna bagi kehidupan di masyarakat. 2) Membekali anak didik dengan kemampuan mengidentifikasi, menganalisis, dan menyusun alternatif pemecahan masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan di masyarakat. 3) Membekali anak didik dengan kemampuan berkomunikasi dengan sesama warga masyarakat dan dengan berbagai bidang keilmuan serta berbagai keahlian. 4) Membekali anak didik dengan kesadaran, sikap mental yang positif dan keterampilan terhadap lingkungan hidup yang menjadi bagian dari kehidupan integralnya. 5) Membekali anak didik dengan kemampuan mengembangkan pengetahuan dan keilmuan IPS sesuai dengan perkembangan kehidupan, perkembangan, masyarakat, perkembangan ilmu dan teknologi. Tujuan IPS dalam penelitian ini adalah untuk membekali anak didik dengan kesadaran, sikap mental yang positif dan keterampilan terhadap lingkungan hidup yang menjadi bagian dari kehidupan integralnya. Sehingga melalui pengalamannya dalam mempelajari IPS dapat membuat siswa semakin kreatif dan terampil. 2.1.1.3 Fungsi Pembelajaran IPS di SD Pengajaran IPS sangat penting bagi jenjang pendidikan dasar dan menengah karena siswa yang datang ke sekolah berasal dari lingkungan masingmasing yang mempunyai masalah-masalah sosial yang berbeda-beda. Sesuai dengan tingkat perkembangannya, siswa Sekolah Dasar belum mampu memahami keluasan dan kedalaman masalah-masalah sosial secara utuh, tetapi mereka dapat diperkenalkan kepada masalah-masalah tersebut melalui pengajaran IPS. Fungsi 8 ilmu pengetahuan sosial diberikan di sekolah dasar seperti yang dikemukakan oleh Hidayati (2002:16) adalah agar anak-anak memiliki hal-hal sebagai berikut: 1) agar siswa dapat mensistematisasikan bahan, informasi dan atau kemampuan yang telah dimiliki tentang manusia dan lingkungannya menjadi lebih bermakna, 2) agar siswa dapat lebih peka dan tanggap terhadap berbagai masalah sosial secara rasional dan bertanggung-jawab, 3) agar siswa dapat mempertinggi rasa toleransi dan persaudaraan di lingkungan sendiri dan antar manusia. 2.1.1.4 Materi dan Ruang Lingkup IPS SD Materi yang disajikan dalam pengajaran IPS untuk tingkat SD kelas V semester II yang akan peneliti gunakan adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kelas V Semester II Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 2. Menghargai peranan tokoh 2.1 Mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang dan masyarakat dalam mempersiapkan dan mempertahankaan kemerdekaan Indonesia pejuang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang 2.2 Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia 2.3 Menghargai jasa dan peranan tokoh dalam memproklamasikan kemerdekaan 2.4 Menghargai perjuangan para tokoh dalam mempertahankan kemerdekaan 9 Pada penelitian ini menggunakan Standar Kompetensi 2. Menghargai peranan tokoh pejuang mempertahankaan dan kemerdekaan masyarakat Indonesia dalam dan mempersiapkan Kompetensi Dasar dan 2.3. Menghargai jasa dan peranan tokoh dalam memproklamasikan kemerdekaan dan 2.4. Menghargai perjuangan para tokoh dalam mempertahankan kemerdekaan. Ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek sebagai berikut. a. Manusia, Tempat, dan Lingkungan b. Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan c. Sistem Sosial dan Budaya d. Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar adalah program yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Penanaman konsep-konsep IPS di SD dengan benar dan tepat akan berpengaruh terhadap penguasaan materi IPS ditingkat selanjutnya. 2.1.2 Teknik Pembelajaran 2.1.2.1 Pengertian Teknik Pada berbagai situasi proses pembelajaran seringkali digunakan berbagai istilah yang pada dasarnya dimaksudkan untuk menjelaskan cara, tahapan, atau pendekatan yang dilakukan oleh seorang guru untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penggunaan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Dari model pembelajaran, dimulai dari pendekatan pembelajaran, selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran kemudian diturunkan ke metode pembelajaran, dan terakhir ke teknik dan taktik dalam pembelajaran. Untuk lebih 10 jelasnya, posisi hierarkis sebuah model pembelajaran dapat digambarkan sebagai berikut: Model Pembelajaran Pendekatan Pembelajaran Model Pembelajaran Strategi Pembelajaran (exposition-discovery learning or group-individual learning) Metode Pembelajaran (ceramah, diskusi, simulsai, dsb) Model Pembelajaran (Student or Teacher Centered) Teknik dan Taktik Pembelajaran (spesifik, individual, unik) Model Pembelajaran Gambar 2.1 Pola Model belajar Teknik pembelajaran merupakan cara yang dilakukan seseorang guru dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Menurut Gerlach dan Ely (Hamzah B Uno, 2009:2) teknik adalah jalan, alat, atau media yang digunakan oleh guru untuk mengarahkan kegiatan peserta didik kearah tujuan yang ingin dicapai. Moeliono (1990:915), memberi batasan bahwa “teknik adalah cara (kepandaian, dan lain-lain) membuat sesuatu atau melakukan sesuatu yang berhubungan dengan seni”. Berdasarkan kedua batasan tersebut di atas dapat dikemukakan bahwa tehnik merupakan keterampilan dan seni (kiat) untuk melaksanakan langkah-langkah yang sistematik dalam melakukan suatu kegiatan yang lebih luas atau metode. 2.1.2.2 Teknik Pembelajaran Menurut Sudjana (2001:13), teknik dalam pembelajaran merupakan penjelasan dan penjabaran suatu metode pembelajaran, maka sudah barang tentu bahwa kutipan definisi teknik tersebut di atas perlu dilengkapi dengan pijakan 11 pada metode tertentu. Teknik dalam pembelajaran bersifat taktik, dan cenderung bernuansa siasat. Dengan demikian maka dapat dipahami bahwa teknik dalam pembelajaran dapat didefinisikan sebagai daya upaya, atau usaha-usaha yang ditempuh oleh seseorang guru dalam rangka untuk mencapai suatu tujuan pengajaran dengan cara yang paling praktis, namun tetap harus selalu merujuk dan berpijak pada metode tertentu. 2.1.3 Ingatan (Memori) Mnemonik Mnemonik menurut Wojowasito dan Wasito (1980:2) berasal dari kata Mne’monics yang berarti kepandaian menghapalkan. Mnemonik berasal dari mitologi Yunani yang bernama Dewi Mnemonyne. Hal ini menjadi indikasi bahwa bangsa Yunani sangat menghargai kemampuan untuk menghapal. Nama dewi ini menjadi nama untuk sebuah metode mengingat. Inti dari metode ini adalah imajinasi dan asosiasi. Sederhananya, metode menurut Stine (2002:23) tidak lebih dari kemampuan pikiran untuk mengasosiasikan kata-kata gagasan atau ide dengan gambaran. Suharnan (2005:15) mendefinisikan, metode mnemonik sebagai strategi yang dipelajari untuk mengoptimalkan kinerja ingatan melalui latihan-latihan. Suharnan menyadari betul bahwa teknik ini perlu latihan untuk menguasainya. Mnemonik berkaitan erat dengan imajinasi dan asosiasi. Pasiak (2003:42) mengatakan bahwa imajinasi dan asosiasi adalah bagian dari kerja otak kanan yang menjadi pusat kreativitas, oleh sebab itu belajar dengan metode mnemonik secara tidak langsung mengkoordinasikan antara otak kiri dan otak kanan dalam satu aktivitas belajar. Lebih jauh lagi tentang asosiasi, James (dalam Higbee, 2003:4) menjelaskan peran asosiasi dalam ingatan dengan mengatakan “semakin fakta yang berkaitan dengan sesuatu hal atau materi dalam pikiran kita, semakin kuat materi tersebut tertanam dalam pikiran kita”. Setiap fakta yang berkaitan dengan materi tersebut menjadi semacam pancing bila materi tenggelam di bawah alam pikiran kita. 12 Teknik mnemonik cukup efektif membantu seseorang untuk mengingat. Kemampuan ini sering dimanfaatkan oleh senator Romawi dan Yunani untuk mencari perhatian para politikus dan masyarakat dengan kekuatan belajar dan daya hapalnya. Metode ini membuat orang Romawi mampu mengingat berbagai fakta tentang kerajaan tanpa kesalahan. Meski begitu metode mnemonik tidak menjamin informasi yang masuk akan tetap diingat, sebab untuk menyimpan informasi ke dalam memori jangka panjang setidaknya butuh banyak pengulangan. Ada beberapa teknik dalam metode mnemonik yang dapat dipakai dengan spesifikasinya masing-masing, yaitu; teknik akronim, akrostik, peg word, loci, mental imagery, metode hubungan, serta metode organisasi. Untuk penelitian ini, peneliti menggunakan teknik akrostik dalam penggunaan pembelajaran di dalam kelas. 2.1.4 Teknik Akrostik Kata akrostik berasal dari kata Perancis acrostiche dan Yunani akrostichis yang artinya sebuah sajak yang huruf awal baris-barisnya menyusun sebuah atau beberapa kata. Menurut Deasy Harianti (2008:7) sebelum informasi apapun masuk ke dalam ingatan untuk jangka waktu yang lama, informasi tersebut digolongkan sebagai informasi memori jangka pendek (sementara). Informasi yang tergolong sebagai memori jangka pendek tidak akan bertahan lama, mampu bertahan sekitar 15-30 detik setelah informasi diterima oleh otak manusia. Derasnya aliran informasi yang masuk dapat berpengaruh terhadap memori jangka pendek. Hal ini disebabkan memori jangka pendek memiliki kapastitas yang sangat kecil, agar memori jangka pendek bisa diteruskan menjadi memori jangka panjang yang mampu bertahan beberapa menit, bahkan sampai seumur hidup manusia, informasi tersebut harus mengandung subjek pemikiran yang bermakna dan memiliki arti. Dengan demikian teknik akrostik adalah teknik yang tepat untuk memindahkan memori jangka pendek ke dalam memori jangka panjang. 13 Menurut Rose Colin (2008:35) akrostik adalah sajak atau susunan katakata yang seluruh huruf awal atau akhir tiap barisnya merupakan sebuah kata nama diri yang digunakan untuk mengingat hal lain. Teknik akrostik adalah salah satu cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk memudahkan siswa untuk mengingat sebuah materi yang ingin diingat dengan cara menggunakan huruf awal, tengah atau akhir dalam sebuah kalimat atau frase tertentu. Karen Markowitz (2002:87), akrostik juga menggunakan huruf kunci untuk membuat konsep abstrak menjadi lebih konkrit sehingga lebih mudah diingat. Namun, akrostik tidak selalu menggunakan huruf pertama dan juga tidak selalu menghasilkan singkatan dalam bentuk satu kata atau frasa, misalnya pelangi “Mejikuhibiniu” singkatan dari warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu. Contoh yang lainnya adalah untuk menghafal urutan nama planet dari posisi yang paling dekat dengan matahari hingga planet terjauh. Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus dan Pluto. Jika diambil huruf depan dari masing-masing planet adalah M, V, B, M, J, S, U, N, dan P, huruf ini sekarang dibuat singkatan yang lucu menjadi “Main Voley Ball Membuat Jantung Sehat Untuk Nenek Peot”. Di Indonesia teknik akrostik dikenal dengan sebutan jembatan keledai. Untuk pertama kalinya jembatan keledai di Indonesia diperkenalkan oleh Tan Malaka (1999:7) dalam bukunya Madilog yang berpendapat: Pula kalau pelajaran itu terlalu banyak, sudahlah tentu tak bisa dihafalkan lagi. Tetapi saya juga mengerti gunanya pengetahuan yang selalu ada dalam otak. Begitulah saya ambil jalan tengah: padu yang baik dari kedua pihak. hafalkan, ya hafalkan, tetapi perkara barang yang sudah saya mengerti betul, saya hafalkan kependekan intinya saja. Pada masa itulah di sekolah Raja Bukit Tinggi, saya sudah lama membuat dan menyimpan dalam otak, perkataan yang tidak berarti buat orang lain, tetapi penuh dengan pengetahuan buat saya. Buat keringkasaan uraian ini, maka perkataan yang bukan perkataan ini, saya namakan ‘jembatan keledai’. Soelistyowati (2007), membuktikan nilai tes siswa menunjukan bahwa pengajaran “Artikel” dengan menggunakan “jembatan keledai” mencapai rata-rata kelas yaitu 9,5 sedangkan dengan menggunakan “gambar” untuk mengilustrasikan sebuah kata rata-rata kelasnya adalah 7,9. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa menggunakan teknik akrostik lebih efektif dari pada menggunakan media gambar 14 untuk mengilustrasikan sebuah kata. Hal itu berarti bahwa pengajaran dengan menggunakan jembatan keledai lebih bagus dari pada media gambar untuk mengilustrasikan sebuah kata. Selain itu selama penelitian di kelas siswa lebih tertarik belajar, oleh karena itu pengalaman siswa dengan menggunakan jembatan keledai dalam pembelajaran lebih baik daripada menggunakan media gambar untuk mengilustrasikan sebuah kata. Jembatan keledai membuat sesuatu yang sulit diingat menjadi mudah diingat. Biasanya digunakan karena ingatan alami kita sulit menerima sesuatu yang kurang menarik. Jembatan keledai adalah cara untuk mengingat sesuatu dengan urutannya yang biasanya berupa susunan kata atau susunan kata yang mudah diingat. Cara ini sudah dibuktikan lebih efektif dan efisien untuk menyimpan informasi dalam ingatan jangka panjang, terutama jika dibantu dengan visualisasi (contohnya, membayangkan kalimat tersebut dalam situasi yang berhubungan dengan topik yang dibicarakan). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa teknik akrostik adalah cara yang efektif untuk mengingat atau menghafalkan materi tertentu dengan menyusun setiap huruf pertama dari suatu kelompok kata dan suku kata-suku kata lainnya sehingga menjadi suatu kalimat atau berupa susunan kata yang ditambah suku kata tertentu sehingga membentuk kalimat dengan arti yang menarik, bermakna dan masuk di akal. 2.1.4.1 Cara-cara pembuatan jembatan keledai: 1. Mengambil huruf depan atau suku kata terdepan dari suatu kata. Seperti kata Mejikuhibiniu (Me-rah, Ji-ngga, Ku-ning, Hi-jau, Bi-ru, Ni-la, Ungu) 2. Membuat Makna Plesetan Makna plesetan adalah makna yang dibuat sesuai kreatifitas seseorang, dimana kata-kata tersebut mengandung arti. Contoh untuk daftar nama-nama planet: Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnur, Uranus, Neptunus. Ambillah huruf terdepan dari masing-masing kata maka akan diperoleh huruf: M, V, B, M, J, S, U, dan N. 15 Setiap huruf akan ditambah dengan suku kata tertentu sehingga menjadi kata yang bermakna. Sehingga menjadi Main-Volly-Ball-Membuat-Jantung-SehatUntuk-Nenek, 3. Buat sesuai selera tetapi bermakna. Dalam membuat jembatan keledai tidak ada patokan khusus. Setiap orang dapat membuat dengan kreatifitas masingmasing sesuai selera agar mendapatkan kemudahan dan kebermaknaan dari rangkaian kata tersebut. 2.1.4.2 Langkah-langkah penggunaan teknik akrostik: Teknik Akrostik dapat dikombinasikan dalam model pembelajaran kontekstual, kolaboratif, kooperatif, quantum, PAIKEM, dan lain sebagainya. Secara umum langkah-langkah pembelajaran menggunakan teknik akrostik dapat dilakukan dalam 5 tahap, yaitu: 1. Tahap persiapan Sebelum melaksanakan pembelajaran, guru terlebih dahulu memahami materi yang akan disampaikan. Dengan penguasaan materi yang baik seorang guru dapat mengambil beberapa unsur pokok penting yang harus dikuasai siswa. Dari sinilah guru mulai berkreasi hal-hal apa saja yang perlu diingat oleh siswa. Guru mulai merangkai konsep-konsep penting kemudian dibuat singkatan menggunakan teknik akrostik. Guru menyiapkan sumber dan media belajar yang dapat menunjang pemahaman siswa. Pada tahap awal pelaksanaan tindakan, guru dapat memberikan stimulasi dari penggunaan teknik akrostik, bisa dengan menggunakan lagu maupun pertanyaanpertanyaan. 2. Tahap penyampaian Pada tahap ini, penyampaian materi oleh guru sangatlah penting agar siswa dapat menerima informasi-informasi penting. Hal ini memudahkan siswa untuk menangkap konsep-konsep yang perlu diingat. Materi yang disampaikan harus benar-benar dikuasai oleh siswa. Untuk menarik perhatian dan fokus siswa, guru dapat menyampaikan materi menggunakan macam-macam alat dan media sesuai dengan karakteristik kelas. 16 3. Tahap pelatihan Pada tahap ini, guru berperan memberikan pelatihan penggunaan teknik akrostik kepada siswa. Informasi-informasi penting dari materi diintegrasikan dalam suatu konsep yang mudah diingat oleh siswa. Dalam melakukan pelatihan guru hendaknya melibatkan siswa agar siswa mempunyai pengalaman secara langsung dalam penggunaan teknik akrostik. Di tahap pelatihan ini, siswa diberi kesempatan untuk mencoba sendiri membuat singkatan menggunakan teknik akrostik sesuai kreatifitas masing-masing. 4. Tahap kompetisi Pada tahap kompetisi, siswa dibentuk menjadi kelompok, dapat berkelompok dengan teman sebangku maupun dengan beberapa teman. Di dalam kelompok tidak perlu adanya pengelompokan khusus. Sebelum dilakukan kompetisi antar kelompok, terlebih dahulu setiap kelompok memahami materi yang sudah ditugaskan, kemudian setiap kelompok akan membuat singkatan menggunakan teknik akrostik. Lalu setiap kelompok yang akan menyajikan hasilnya kepada kelompok lainnya. Kelompok yang membuat singkatan paling menarik, mudah diingat dan bermakna adalah pemenangnya 5. Tahap akhir Pada tahap ini, siswa bersama guru menyimpulkan materi pelajaran yang telah dilakukan, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya. Mengadakan refleksi antara cara menghafal teknik konvensial dengan teknik akrostik. Tabel 2.2 Sintaks Pembelajaran dengan Teknik Akrostik No 1 Langkah-langkah Tahap Persiapan Perlakuan guru - Guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai - Guru menjelaskan mekanisme pembelajaran. 17 - Guru memberikan apersepsi berupa lagu, video, audio, dan pertanyaan-pertanyaan sebagai tahap awal pengenalan teknik akrostik. 2 Tahap - Guru menyampaikan materi pelajaran Penyampaian - Guru melakukan tanya-jawab (interaksi dua arah) untuk membantu siswa menguasai materi pembelajaran 3 Tahap Pelatihan - Guru memberikan penjelasan dan cara menggunakan teknik akrostik. - Guru melibatkan siswa untuk berlatih untuk membuat menggunakan teknik akrostik. - Guru membimbing siswa singkatan menggunakan teknik akrostik sesuai kreatifitas siswa. 4 Tahap Kompetisi - Siswa dibentuk dalam kelompok-kelompok. - Guru memberikan sub-bab materi untuk dipahami didalam kelompok. - Setiap kelompok bertugas untuk memahami materi. - Siswa membuat singkatan-singkatan menggunakan teknik akrostik sesuai konsep-konsep penting dalam materi. - Setiap kelompok pekerjaannya kepada akan menyajikan kelompok lain hasil secara bergantian. - Kelompok siswa yang membuat singkatan paling menarik, mudah diingat dan bermakna adalah pemenangnya. 18 5 - Guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk Tahap Akhir bertanya jika masih ada kesulitan. - Siswa diberi beberapa pertanyaan kembali mengenai materi pelajaran, apakah ada perbedaan setelah menggunakan teknik akrostik. - Guru memberi penegasan kembali tentang kesimpulan materi pelajaran. - Guru memberikan pelurusan pemahaman dan penguatan konsep siswa. 2.1.4.3 Manfaat Teknik Akrostik Berbicara manfaat, teknik akrostik ini memiliki banyak manfaat diantaranya : 1. Dapat membantu siswa dalam menghadapi berbagai tujuan agenda pembelajaran yang berpacu dengan waktu. Karena apabila siswa dapat menggunakan teknik akrostik dengan efisien, maka mereka dapat memaksimalkan waktu belajar. 2. Dapat mengejar target menjadi lebih mudah karena persyaratan mendasar telah dipenuhi dan masih tersisa waktu untuk mempelajari pelajaran pilihan pribadi. 3. Dapat membuat materi menjadi bermakna dengan memakai asosiasi dan sebagainya. Dengan menggunakan teknik akrostik ini, maka dapat memberikan jalan sistematis untuk merekam dan mendapatkan kembali materi. 4. Mampu mengurangi waktu mengerjakan pekerjaan sekolah dan memberi waktu luang untuk mencapai tujuan yang lebih personal juga dapat mempersiapkan kita meraih keberhasilan di sekolah dan di bidang profesional. 5. Dapat membantu siswa mengingat informasi lebih cepat, runtut dan mempertahankan lebih lama. 6. Membantu siswa dalam mempelajari bahan ujian dengan berbagai bentuk tes dengan mudah. 19 2.1.4.4 Kelebihan dan Kelemahan Teknik Akrostik 1. Kelebihan Pembelajaran menggunakan Teknik Akrostik a. Akrostik mengggunakan huruf-huruf kunci untuk membuat konsep abstrak lebih konkret, hal ini mempermudah siswa dalam mengingat. b. Pengguna teknik akrostik dapat membuat hafalan sesuai kreatifitas masingmasing karena tidak adanya patokan khusus, akrostik tidak selalu menggunakan huruf pertama dan tidak selalu menghasilkan singkatan dalam bentuk satu kata, informasi yang diingat dalam akrostik dapat berbentuk kalimat atau frase tertentu. c. Pembuatan hafalan menggunakan teknik akrostik lebih mudah karena tidak ada kurangnya batasan kata. d. Penggunaan teknik akrostik dapat diaplikasikan dengan semua model pembelajaran. e. Siswa lebih mudah mengingat hafalan yang dapat dibuatnya sendiri, hal ini membuat siswa merasa dihargai terlebih lagi apabila hafalan yang dibuatnya digunakan oleh teman lainnya. 2. Kelemahan Pembelajaran menggunakan Teknik Akrostik a. Perlunya pendalaman pemahaman materi yang sedang dipelajari. Hal ini mempengaruhi siswa dalam mengambil kata-kata kunci untuk menyusun hafalan. b. Perlunya media pendukung (audio, visual, audio-visual) untuk menanaman konsep. Hal ini dikarenakan ingatan paling tajam pada diri manusia terjadi pada masa kanak-kanak (7-14 tahun) dan ini berlaku untuk ingatan yang bersifat mekanis yakni ingatan untuk kesan-kesan penginderaan. c. Kunci dalam membuat hafalan menggunakan teknik akrostik adalah minat dan kreatifitas siswa. Sehingga guru perlu membangkitkan minat dan kreatifitas siswa sebelum menerapkan teknik akrostik. d. Dibutuhkan komitmen siswa dalam mengingat, apabila komitmen ini tidak dilakukan maka akan menyebabkan lupa. 20 2.1.5 Minat Belajar 2.1.5.1 Pengertian Minat Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus menerus yang disertai rasa senang. Menurut Slameto (2003), minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih. Bila mereka melihat bahwa sesuatu akan menguntungkan, mereka merasa berminat. Ini kemudian mendatangkan kepuasan. Bila kepuasan berkurang, minatpun berkurang. Minat adalah kecenderungan yang menetap dalam subyek untuk merasa senang dan tertarik pada bidang/hal tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam bidang itu. Minat merupakan faktor psikologis yang terdapat pada setiap orang. Sehingga minat terhadap sesuatu/kegiatan tertentu dapat dimiliki setiap orang. Bila seseorang tertarik pada sesuatu maka minat akan muncul. Dari pengertian tersebut dapat dimengerti bahwa terjadinya minat itu karena dorongan dari perasaan senang dan adanya perhatian terhadap sesuatu. Ciri-ciri minat menurut Hurlock (1999: 115) adalah: 1) Minat tumbuh bersamaan dengan perkembangan fisik dan mental. 2) Minat bergantung pada kesiapan belajar 3) Minat bergantung pada kesempatan belajar. 4) Perkembangan minat mungkin terbatas. 5) Minat dipengaruhi budaya. 6) Minat berbobot emosional. 7) Minat cenderung bersifat egosentris. 2.1.5.2 Pengertian Minat Belajar Minat belajar adalah salah satu bentuk keaktifan seseorang yang mendorong untuk melakukan serangkaian kegiatan jiwa dan raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dalam lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik. Beberapa ahli pendidikan berpendapat bahwa paling efektif untuk membangkitkan 21 minat pada suatu subyek yang baru adalah dengan menggunakan minat-minat siswa yang telah ada. Disamping memanfaatkan minat yang telah ada sebaiknya para pengajar juga berusaha membentuk minat-minat baru pada diri siswa. Hal ini dapat dicapai dengan jalan memberikan informasi pada siswa mengenai hubungan antara suatu bahan pengajaran yang akan diberikan dengan bahan pengajaran yang lalu dan menguraikan kegunaannya bagi siswa di masa yang akan datang. Slameto (2003:180-181) mengemukakan, bila usaha-usaha tersebut tidak berhasil, pengajar dapat memakai intensif dalam usaha mencapai tujuan pengajaran. Intensif merupakan alat yang dipakai untuk membujuk seseorang agar melakukan sesuatu yang tidak mau melakukannya atau yang tidak dilakukannya dengan baik. Diharapkan pemberian intensif yang akan membangkitkan motivasi siswa dan mungkin minat terhadap bahan yang diajarkan akan muncul. Jadi dapat disimpulkan bahwa minat belajar adalah pilihan kesenangan dalam melakukan kegiatan dan dapat membangkitkan gairah seseorang untuk memenuhi kesediaanya dalam belajar. 2.1.5.3 Faktor yang Mempengaruhi Minat belajar Seseorang akan berminat dalam belajar manakala ia dapat merasakan manfaat terhadap apa yang dipelajari, baik untuk masa kini maupun masa yang akan datang dan dirasakan ada kesesuaian dengan kebutuhan yang sedang dihadapi, sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh berkembangnya minat maupun sebaliknya mematikan minat belajar adalah sebagai berikut: 1. Faktor Internal Faktor internal adalah faktor yang berada dalam diri siswa antara lain: a. Kematangan Kematangan dalam diri siswa dipengaruhi oleh pertumbuhan mentalnya. Mengajarkan sesuatu pada siswa dapat dikatakan berhasil jika taraf pertumbuhan pribadi telah memungkinkan dan potensi-potensi jasmani serta rohaninya telah matang untuk menerima hal yang baru. 22 b. Latihan dan Ulangan Oleh karena telah terlatih dan sering mengulangi sesuatu, maka kecakapan dan pengetahuan yang dimiliki siswa dapat menjadi semakin dikuasai. Sebaliknya tanpa latihan pengalaman-pengalaman yang telah dimiliki dapat hilang atau berkurang. Oleh karena latihan dan seringkali mengalami sesuatu, maka seseorang dapat timbul minatnya pada sesuatu. c. Motivasi Motivasi merupakan pendorong bagi siswa untuk melakukan sesuatu. Motivasi dapat mendorong seseorang, sehingga akhirnya orang itu menjadi spesialis dalam bidang ilmu pengetahuan tertentu. Tidak mungkin seseorang mau berusaha mempelajari sesuatu dengan sebaik-baiknya jika ia tidak mengetahui betapa penting dan faedahnya hasil yang akan dicapai dari belajarnya bagi dirinya. 2. Faktor Eksternal Faktor eksternal adalah factor yang berasal dari luar diri siswa, antara lain: a. Faktor Guru Seorang guru mestinya mampu menumbuhkan dan mengembangkan minat diri siswa. Segala penampilan seseorang guru yang tersurat dalam kompetensi guru sangat mempengaruhi sikap guru sendiri dan siswa. Kompetensi itu terdiri dari kompetensi personal yaitu kompetensi yang berhubungan dengan kepribadian guru dan kompetensi professional yaitu kemampuan dalam penguasaan segala seluk beluk materi yang menyangkut materi pelajaran, materi pengajaran maupun yang berkaitan dengan metode pengajaran. Hal demikian ini dapat menarik minat siswa untuk belajar, sehingga mengembangkan minat belajar siswa. b. Faktor Metode Minat belajar siswa sangat dipengaruhi metode pengajaran yang digunakan oleh guru. Menarik tidaknya suatu materi pelajaran tergantung pada kelihaian guru dalam menggunakan metode yang tepat sehingga siswa akan timbul minat untuk memperhatikan dan tertarik untuk belajar 23 c. Faktor Materi Pelajaran Menurut Hamalik (2006:30-32), materi pelajaran yang diberikan atau dipelajari bila bermakna bagi diri siswa, baik untuk kehidupan masa kini maupun masa yang akan datang menumbuhkan minat yang besar dalam belajar. Berbagai faktor tersebut saling berhubungan erat dan dapat pula bersama-sama mempengaruhi minat belajar siswa. 2.1.5.4 Indikator Minat Belajar Safari (2005:111), definisi konsep minat belajar adalah pilihan kesenangan dalam melakukan kegiatan dan dapat membangkitkan gairah seseorang untuk memenuhi kesediaanya dalam belajar. Definisi operasional: minat belajar adalah skor siswa yang diperoleh dari tes minat belajar yang mengukur aspek: (1) kesukaan, (2) ketertarikan, (3) perhatian, dan (4) keterlibatan. Dari definisi operasional tersebut dapat disusun kisi-kisi sebagai berikut ini: 1. Kesukaan, pada umumnya individu yang suka pada sesuatu disebabkan karena adanya minat. biasanya apa yang paling disukai mudah sekali untuk diingat. Sama halnya dengan siswa yang berminat pada suatu mata pelajaran tertentu akan menyukai pelajaran itu. Kesukaan ini tampak dari kegairahan dan inisiatifnya dalam mengikuti pelajaran tersebut. Kegairahan dan inisiatif ini dapat diwujudkan dengan berbagai usaha yang dilakukan untuk menguasai ilmu pengetahuan yang terdapat dalam mata pelajaran tersebut dan tidak merasa lelah dan putus asa dalam mengembangkan pengetahuan dan selalu bersemangat, serta bergembira dalam mengerjakan tugas ataupun soal yang berkaitan dengan pelajaran yang diberikan guru di sekolah. Dapat disimpulkan bahwa kesukaan mencakup aspek: a. Gairah siswa saat mengikuti pelajaran IPS b. Respon siswa saat mengikuti palajaran IPS 2. Ketertarikan seringkali dijumpai beberapa siswa yang merespon dan memberikan reaksi terhadap apa yang disampaikan guru pada saat proses belajar mengajar di kelas. Tanggapan yang diberikan menunjukkan apa yang 24 disampaikan guru tersebut menarik perhatiannya, sehingga timbul rasa ingin tahu yang besar. Dapat disimpulkan bahwa ketertarikan mencakup aspek: a. Perhatian saat mengikuti pelajaran IPS di sekolah b. Konsentrasi siswa saat mengikuti pelajaran IPS 3. Perhatian semua siswa yang mempunyai minat terhadap pelajaran tertentu akan cenderung memberikan perhatian yang besar terhadap pelajaran itu. Melalui perhatiannya yang besar ini, seorang siswa akan mudah memahami inti dari pelajaran tersebut. Dapat disimpulkan bahwa ketertarikan mencakup aspek: a. Keterlibatan siswa saat mengikuti pelajaran IPS b. Kemauan siswa untuk mengerjakan tugas, bertanya kepada yang lebih mampu jika belum memahami materi dan mencari buku penunjang yang lain saat menemui kesulitan. 4. Keterlibatan yakni keikutsertaan, kesadaran keuletan, dan kerja keras yang tampak melalui diri siswa menunjukkan bahwa siswa tersebut ada keterlibatannya dalam belajar di mana siswa selalu belajar lebih giat, berusaha menemukan hal-hal yang baru yang berkaitan dengan pelajaran yang diberikan guru di sekolah. Dengan demikian, siswa akan memiliki keinginan untuk memperluas pengetahuan, mengembangkan diri, memperoleh kepercayaan diri, dan memiliki rasa ingin tahu. a. Kesadaran tentang belajar di rumah b. Langkah siswa setelah ia tidak masuk sekolah c. Kesadaran siswa untuk mengisi waktu luang d. Kesadaran siswa untuk bertanya e. Kesadaran untuk mengikuti les pelajaran IPS 2.1.5.5 Meningkatkan Minat Belajar Siswa Dalam Sardiman (2008: 95) cara membangkitkan minat adalah sebagai berikut: a. Membangkitkan adanya suatu kebutuhan. b. Menghubungkan dengan persoalan pengalaman yang lampau. c. Memberi kesempatan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. 25 d. Menggunakan berbagai macam bentuk mengajar Menurut Winkel (2005:30) perasaan merupakan faktor psikis yang nonintelektual, yang khusus berpengaruh terhadap semangat/gairah belajar. Dengan melalui perasaannya siswa mengadakan penilaian yang agak spontan terhadap pengalaman-pengalaman belajar di sekolah. Penilaian yang positif akan terungkap dalam perasaan senang (rasa puas, rasa gembira, rasa simpati, dan lain sebagainya). Perasaan senang akan menimbulkan minat pula, yang diperkuat lagi oleh sikap yang positif. Guru harus membuat siswa senang dalam belajar, dengan cara antara lain: 1. Membina hubungan akrab dengan siswa, namun tidak bertingkah seperti anak-anak. 2. Menyajikan bahan pelajaran yang tidak terlalu sulit, namun tidak terlalu mudah. 3. Menggunakan alat-alat pelajaran yang menunjang proses belajar. 4. Bervariasi dalam cara pengajarannya, namun tidak berganti-ganti metode sehingga siswa menjadi bingung. 2.1.5.6 Hambatan Minat Belajar Siswa Dalam Winkel (2005) perasaan tidak senang menghambat dalam belajar, karena tidak melahirkan sikap yang positif dan tidak menunjang minat dalam belajar, motivasi yang intrinsik juga sukar berkembang. Dengan demikian suatu sumber gairah/semangat belajar yang seharusnya ada, menjadi tidak ada. Rasa takut dan rasa cemas juga dapat menghambat minat belajar siswa, karena rasa takut dan rasa cemas yang mendalam membuat siswa tidak tenang, gelisah dan gugup, kalut dalam berfikir dan berperasaan tidak senang. 2.1.6 Hasil Belajar Setelah individu mengalami proses belajar maka akan memperoleh output atau hasil dari proses belajar yang dialaminya itulah yang biasa disebut hasil belajar. Hasil belajar biasanya ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku yang dimaksud adalah perubahan ke arah yang positif misalnya anak yang belum bisa naik bersepeda, setelah belajar anak tersebut dapat 26 bersepeda, dari belum bisa naik sepeda menjadi bisa naik sepeda. inilah yang dimaksud hasil belajar atau perubahan perilaku ke arah positif. Banyak para ahli yang mendefinisikan tentang hasil belajar. Menurut Slameto (2003:2) berpendapat bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perunahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya, Menurut Nana Sudjana (2004:22) hasil belajar adalah kemampuankemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah menerima pengalaman belajar. Sedangkan menurut Dimyati (dalam Nabisi, 1999:4) dampak pembelajaran adalah hasil yang dapat diukur seperti tertuang dalam raport, angka dalam ijazah atau kemampuan meloncat setelah latihan dan hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak dari suatu interaksi dalam proses pembelajaran. Menurut Arikunto (2006:55), hasil belajar adalah hasil yang dicapai seseorang setelah melakukan kegiatan belajar dan merupakan penilaian yang dicapai seseorang siswa untuk mengetahui sejauh mana materi pelajaran atau materi yang diajarkan sudah diterima oleh siswa. Untuk dapat menentukan tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran dilakukan usaha untuk menilai hasil belajar. Penilaian bertujuan untuk melihat kemampuan peserta didik dalam penguasaan materi yang telah dipelajari dan ditetapkan. Menurut Oemar Hamalik dalam Restika (2009:46), hasil belajar tampak sebagai perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Hasil belajar ini merupakan penilaian yang dicapai seorang siswa untuk mengetahui pemahaman tentang bahan pelajaran atau materi yang diajarkan sehingga dapat dipahami siswa. Untuk dapat menentukan tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran dilakukan usaha untuk menilai hasil belajar. Penilaian ini menurut Suharsimi Arikunto dalam Restika (2009:46) bertujuan untuk melihat kemajuan peserta didik dalam menguasai materi yang telah dipelajari dan ditetapkan. Kingsley membagi hasil belajar menjadi tiga macam yaitu ketrampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, sikap dan cita-cita. Sedangkan Djamarah 27 dan Zain (2002:120) menetapkan bahwa hasil belajar telah tercapai apabila telah terpenuhi dua indikator berikut, yaitu: 1. Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individual maupun kelompok. 2. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran/instruktusional khusus telah dicapai oleh siswa baik secara individual maupun kelompok Keberhasilan belajar dapat dilihat dan diketahui berdasarkan perubahan perilaku setelah diadakan kegiatan belajar, sebagaimana dikemukakan oleh Winkel (2005:59), bahwa hasil belajar mencakup tiga kemampuan, yaitu a. Kemampuan Kognitif yaitu hasil belajar yang berkenaan dengan pemahaman pengetahuan dan pengertian pada suatu materi b. Kamampuan Afektif yaitu tahap-tahap perubahan sikap, nilai, dan kepribadian setelah mendapatkan pengetahuan dari proses belajar c. Kemampuan Psikomotor yaitu kesatuan psikis yang di manifestasikan dalam tingkah laku fisik (sekumpulan ketrampilan dalam bidang tertentu). Sementara itu Moh. Uzer Usman dalam Restika Parendrati (2009:47), menyatakan bahwa hasil belajar siswa banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor. Hasil belajar yang dicapai siswa pada hakikatnya merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar, antara lain: 1. Faktor yang berasal dari diri sendiri (internal), meliputi: a. Faktor jasmaniah (Fisiologi), seperti mengalami sakit, cacat tubuh atau perkembangan yang tidak sempurna. b. Faktor psikologis, seperti kecerdasan, bakat, sikap, kebiasaan, minat kebutuhan, motivasi, emosi dan penyesuaian diri. c. Faktor kematangan fisik maupun psikis. 2. Faktor yang berasal dari luar diri (eksternal), meliputi: a. Faktor sosial, seperti lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, dan kelompok. b. Faktor budaya, seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian. 28 c. Faktor lingkungan fisik, seperti fasilitas rumah dan fasilitas belajar. d. Faktor lingkungan spiritual atau keagamaan. Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku seseorang yang dapat diukur sehingga dapat menambah pengetahuan, sikap dan keterampilan. Hasil belajar merupakan hal penting dalam proses belajar mengajar, karena menjadi alat ukur untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan seorang siswa dan guru dalam kegiatan belajar mengajar yang telah dilaksanakan. Tinggi rendahnya hasil belajar manjadi tolok ukur keberhasilan proses belajar mengajar. 2.1.7 Hubungan Penggunaan Teknik Akrostik dengan Minat Belajar Hubungan merupakan kaitan antara satu hal dengan hal yang lainnya. Demikian pula ada kaitan antara penggunaan teknik akrostik dengan minat belajar. Teknik akrostik yang dikemas dalam model pembelajaran yang menarik membuat siswa antusias dalam mengikuti proses belajar-mengajar didalam kelas. Minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih. Teknik akrostik menawarkan kebebasan kreatifitas siswa dalam membuat maupun menggunakannya. Seseorang akan berminat dalam belajar manakala ia dapat merasakan manfaat terhadap apa yang dipelajari, baik untuk masa kini maupun masa yang akan datang dan dirasakan ada kesesuaian dengan kebutuhan yang sedang dihadapi. Demikian pula dengan siswa yang menanggap bahwa materi IPS yang sebagian besar berupa hafalan merupakan materi yang sulit, maka teknik akrostik datang sebagai solusi untuk membantu siswa mengingat. Melalui tes berupa angket minat akan diketahui seberapa minat siswa dalam mengikuti pelajaran dengan menerapkan teknik akrosti yang mengacu pada beberapa aspek yaitu kesukaan, ketertarikan, perhatian, dan keterlibatan. Jadi, pelaksanaan teknik akrostik sangat mempengaruhi minat belajar siswa. 29 2.1.8 Hubungan Penggunaan Teknik Akrostik dengan Hasil Belajar Keterkaitan antara penggunaan teknik akrostik dengan hasil belajar dapat kita lihat dengan adanya peningkatan hasil belajar. Tentu saja hal ini tidak lepas dari proses belajar-mengajar yang dilakukan oleh guru dan siswa didalam kelas. Dengan adanya teknik akrostik siswa tebantu dalam mengingat beberapa konsep materi yang dipelajari siswa. Dengan komitmen menghafal, nantinya akan mempermudah siswa menjawab beberapa pertanyaan maupun soal-soal yang akan dikerjakan untuk mengukur kemampuan pemahaman siswa dari aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik. Evaluasi merupakan hal yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi siswa secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran. Hasil dari evaluasi ini digunakan untuk memantau hasil belajar dari siswa. Evaluasi bisa berupa tes pilihan ganda atau uraian. Soal evaluasi dikerjakan oleh masing-masing siswa, yang nantinya akan dinilai untuk mengetahui hasil belajar dari siswa. Hasil belajar merupakan hal penting dalam proses belajar mengajar, karena menjadi alat ukur untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan seorang siswa dan guru dalam kegiatan belajar mengajar yang telah dilaksanakan. Teknik akrostik dan hasil belajar mempunyai keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan. Jadi, pelaksanaan teknik akrostik sangat mempengaruhi hasil belajar siswa. 2.2 Penggunaan Teknik Akrostik dalam Pembelajaran IPS Menurut Hidayati (2002:13), bahwa untuk sekolah dasar, Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan perpaduan mata pelajaran sejarah, geografi dan ekonomi. Dengan demikian, Ilmu Pengetahuan Sosial bukanlah ilmu-ilmu sosial itu sendiri yang diartikannya sebagai semua bidang ilmu pengetahuan mengenai manusia dalam konteks sosialnya atau sebagai masyarakat. Mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Penanaman konsep-konsep IPS di SD dengan benar dan tepat akan berpengaruh terhadap penguasaan materi IPS ditingkat selanjutnya. Namun yang terjadi pada penanaman konsep seringkali 30 timbul permasalahan. Kesalahan yang terjadi salah satunya diakibatkan oleh cara guru dalam menyampaikan materi kepada siswa sehingga akan menimbulkan miskonsepsi yang akhirnya membuat minat dah hasil belajar siswa menjadi rendah. Guru dituntut untuk bisa menguasai penggunaan teknik yang bervariasi dalam menyampaikan materi. Menurut Gerlach dan Ely (Hamzah B Uno, 2009:2) teknik adalah jalan, alat, atau media yang digunakan oleh guru untuk mengarahkan kegiatan peserta didik kearah tujuan yang ingin dicapai. Teknik akrostik adalah salah satu cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk memudahkan siswa untuk mengingat sebuah materi yang ingin diingat dengan cara menggunakan huruf awal, tengah atau akhir dalam sebuah kalimat atau frase tertentu. Karen Markowitz (2002:87), akrostik juga menggunakan huruf kunci untuk membuat konsep abstrak menjadi lebih konkrit sehingga lebih mudah diingat. Teknik akrostik dapat digunakan untuk semua mata pelajaran dengan berbagai macam materi. Teknik akrostik pada penelitian ini akan digunakan pada mata pelajaran IPS kelas V dengan mengambil Standar Kompetensi 2. Menghargai peranan tokoh pejuang dan masyarakat dalam mempersiapkan dan mempertahankaan kemerdekaan Indonesia dan Kompetensi Dasar 2.3. Menghargai jasa dan peranan tokoh dalam memproklamasikan kemerdekaan dan 2.4. Menghargai perjuangan para tokoh dalam mempertahankan kemerdekaan. Adapun langkah-langkah pembelajaran IPS menggunakan teknik akrostik sebagai berikut : 1. Tahap persiapan Sebelum melaksanakan pembelajaran, guru terlebih dahulu memahami materi yang akan disampaikan. Dengan penguasaan materi yang baik seorang guru dapat mengambil beberapa unsur pokok penting yang harus dikuasai siswa. Dari sinilah guru mulai berkreasi hal-hal apa saja yang perlu diingat oleh siswa. Guru mulai merangkai konsep-konsep penting kemudian dibuat singkatan menggunakan teknik akrostik. Guru menyiapkan sumber dan media belajar yang dapat menunjang pemahaman siswa. Pada tahap awal pelaksanaan tindakan, guru dapat memberikan stimulasi dari penggunaan 31 teknik akrostik, bisa dengan menggunakan lagu maupun pertanyaanpertanyaan. 2. Tahap penyampaian Pada tahap ini, penyampaian materi oleh guru sangatlah penting agar siswa dapat menerima informasi-informasi penting. Hal ini memudahkan siswa untuk menangkap konsep-konsep yang perlu diingat. Materi yang disampaikan harus benar-benar dikuasai oleh siswa. Untuk menarik perhatian dan fokus siswa, guru dapat menyampaikan materi menggunakan macammacam alat dan media sesuai dengan karakteristik kelas. 3. Tahap pelatihan Pada tahap ini, guru berperan memberikan pelatihan penggunaan teknik akrostik kepada siswa. Informasi-informasi penting dari materi diintegrasikan dalam suatu konsep yang mudah diingat oleh siswa. Dalam melakukan pelatihan guru hendaknya melibatkan siswa agar siswa mempunyai pengalaman secara langsung dalam penggunaan teknik akrostik. Di tahap pelatihan ini, siswa diberi kesempatan untuk mencoba sendiri membuat singkatan menggunakan teknik akrostik sesuai kreatifitas masing-masing. 4. Tahap kompetisi Pada tahap kompetisi, siswa dibentuk menjadi kelompok, dapat berkelompok dengan teman sebangku maupun dengan beberapa teman. Di dalam kelompok tidak perlu adanya pengelompokan khusus. Sebelum dilakukan kompetisi antar kelompok, terlebih dahulu setiap kelompok memahami materi yang sudah ditugaskan, kemudian setiap kelompok akan membuat singkatan menggunakan teknik akrostik. Lalu setiap kelompok yang akan menyajikan hasilnya kepada kelompok lainnya. Kelompok yang membuat singkatan paling menarik, mudah diingat dan bermakna adalah pemenangnya 5. Tahap akhir Pada tahap ini, siswa bersama guru menyimpulkan materi pelajaran yang telah dilakukan, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya. Mengadakan refleksi antara cara menghafal teknik konvensial dengan teknik akrostik. 32 2.3 Kajian Penelitian yang Relevan Hj Tuti Susilawati 2012 yang berjudul Model Pembelajaran Menulis Puisi dengan Menggunakan Teknik Akrostik pada Siswa Kelas VI SDN Sukagalih 2 Tarogong Tahun Ajaran 2011/2012. Pembelajaran menulis puisi dengan menggunakan teknik akrostik berhasil dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan rata-rata tes awal dan tes akhir, yaitu nilai rata-rata tes awal 6.21 dan nilai rata-rata tes akhir sebesar 7.31. Ini berarti ada kenaikan nilai sebesar 1.10. Teknik akrostik efektif digunakan guru dalam proses pembelajaran menulis puisi. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan skor rata-rata yang diperoleh siswa pada kegiatan tes akhir. Dengan hal tersebut, ini menunjukkan kemampuan siswa dalam kegiatan menulis mengalami peningkatan yang signifikan. Desy Pratika Reni, 2003. Peningkatan Keterampilan Menulis Puisi melalui Teknik Akrosti dengan Media Lagu pada Siswa Kelas V SDN Gajahmungkur 02 Semarang. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa persentase keterampilan guru meningkat, siklus I sebanyak 61% kategori baik dan pada siklus II menjadi 81% kategori sangat baik. Aktivitas siswa juga meningkat, yaitu 66% siklus I dengan kategori baik dan 75% pada siklus II kategori sangat baik. Selain itu, keterampilan siswa dalam menulis puisi meningkat, yakni ketuntasan klasikal 65% (belum tuntas) siklus I dan ketuntasan klasikal sebesar 87,5% (tuntas) pada siklus II. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa teknik akrostik dengan media lagu dapat meningkatkan keterampilan guru, aktivitas siswa, dan keterampilan menulis puisi. Peneliti menyarankan agar guru menerapkan model pembelajaran yang bervariasi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Kartini, 2011. Peningkatan Kemampuan Menulis Puisi Bebas dengan Teknik Menulis Akrostik pada Siswa Kelas VA MI Semplak Pilar, Kabupaten Bogor. Data hasil tes siklus I menunjukkan bahwa siswa yang memperoleh skor dengan kategori tuntas (memperoleh skor ≥72) hanya sebanyak 6 siswa (26,1%), 17 siswa lainnya (73,9%) masuk dalam kategori tidak tuntas (skor < 72). Hasil tes siklus II menunjukkan bahwa siswa yang mendapat skor ≥72 dengan kategori tuntas ada 21 siswa (87,5%) dan siswa yang mendapat skor <72 dengan kategori tidak tuntas hanya 3 siswa (12,5%). Hasil tersebut menunjukkan bahwa persentase 33 ketuntasan siswa (87,5%) sudah melampaui standar yang diharapkan (75%). Perolehan nilai rata-rata menulis puisi bebas siklus II juga sudah mencapai kategori tinggi yaitu 81,04. Berdasarkan uraian mengenai tiga contoh kajian penelitian yang relevan diatas terdapat persamaan yaitu terjadinya peningkatan hasil belajar siswa yang dinyatakan dalam kenaikan nilai rata-rata kelas. Penelitian yang dilakukan oleh Hj Tuti Susilawati menunjukkan pada nilai rata-rata tes awal 6.21 dan nilai rata-rata tes akhir sebesar 7.31. Sehingga dapat dilihat terdapat kenaikan nilai hasil belajar sebesar 1.10. Penelitian yang dilakukan oleh Desy Pratika Reni menunjukkan bahwa teknik akrostik tidak hanya meningkatkan hasil belajar siswa namun juga aktivitas dan keterampilan siswapun juga ikut naik. Hal ini terlihat dari ketuntasan nilai siklus I sebanyak 61% kategori baik dan pada siklus II menjadi 81% kategori sangat baik, aktivitas siswa yaitu 66% siklus I dengan kategori baik dan 75% pada siklus II kategori sangat baik dan keterampilan siswa dalam menulis puisi meningkat, yakni ketuntasan klasikal 65% (belum tuntas) siklus I dan ketuntasan klasikal sebesar 87,5% (tuntas) pada siklus II. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Kartini menunjukkan nilai pada, siklus 1 nilai ketuntasan 26,1% dan pada siklus II ketuntasan nilai mencapai 87,5%. Dari tiga penelitian diatas, dapat dilihat bahwa setiap penelitian mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tiga penelitian tersebut mempunyai kesamaan yaitu penggunaan teknik akrostik pada penulisan puisi untuk meningkatkan hasil belajar, aktivitas serta keterampilan siswa. Dan penelitian saya berbeda dengan tiga penelitian yang dilakukan Hj Tuti Susilawati, Desy Pratika Reni dan Kartini. Penelitian ini pada pelajaran IPS siswa kelas V. Materi yang akan diteliti tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia. Penelitian ini mengedepankan tentang minat dan hasil belajar siswa. 2.4 Kerangka Berpikir Pembelajaran IPS yang dilakukan guru sebelum ada tindakan, guru masih selalu mengajar dengan metode ceramah yang berpusat pada guru. Sehingga siswa cepat bosan, kurang perhatian, pasif (partisipasi kurang) yang mengakibatkan 34 hasil belajarnya rendah. Hal ini dapat dilihat dari nilai ulangan IPS siswa yang menunjukkan bahwa sebagian besar siswa mendapatkan nilai dibawah KKM yaitu 70. Dengan melihat kondisi tersebut dibutuhkan usaha supaya kegiatan belajar mengajar dapat menarik perhatian siswa sehingga mampu meningkatkan hasil belajar. Kemudian peneliti akan melaksanakan suatu tindakan untuk meningkatkan minat dan hasil belajar IPS siswa kelas V SD Negeri Kutowinangun 04 Salatiga menggunakan teknik akrostik dengan harapan teknik akrostik ini dapat menjadi solusi. Setelah pembelajaran dengan menggunakan teknik akrostik diharapkan minat dan hasil belajar siswa dapat meningkat. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat digambarkan kerangka pikir yang disajikan pada gambar 2.2 berikut ini. Kondisi Awal Tindakan Pembelajaran konvensional a. Siswa mengalami kesulitan menghafal. b. Siswa merasa bosan dan tidak tertarik mengikuti pelajaran. c. Guru mengajar dengan model konvensional. d. Teacher centered Guru menerapkan teknik pembelajaran akrostik Kondisi Akhir Penggunaan Teknik Akrostik a. Siswa menangkap konsepkonsep penting b. Siswa aktif dalam menyusun singkatan akrostik akademik. c. Siswa mempunyai komistmen menghafal d. Siswa mudah dalam mengingat konsep informasi penting dari materi e. Siswa berkompetisi untuk membuat hafalan akrostik Minat dan hasil belajar rendah Siklus I Minat dan Hasil Belajar meningkat. Namun minat belajar belum mencapai indikator dan hasil belajar belum mencapai KKM Siklus II Minat dan Hasil Belajar meningkat. Minat belajar mencapai indikator dan hasil belajar sudah mencapai KKM Minat dan Hasil Belajar meningkat. Minat belajar mencapai indikator dan hasil belajar mencapai KKM 70. Gambar 2.2 Kerangka Pikir Teknik Pembelajaran Akrostik. 35 2.5 Hipotesis Tindakan Berdasarkan uraian dari kerangka teoritis di atas maka dapat diturunkan hipotesis tindakan antara lain sebagai berikut. penggunaan pembelajaran dengan teknik akrostik diduga dapat meningkatkan minat dan hasil belajar IPS siswa kelas V SD Negeri Kutowinangun 04 Kecamatan Tingkir Kota Salatiga semester II tahun ajaran 2013/2014.