Proses Komunikasi Interpersonal Dancer Gay: studi kasus “peletek

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Harus diakui bahwa kita hidup di dunia kehidupan yang penuh
dengan tanda dan simbol yang kita ketahui sebagai budaya (Koentjaraningrat,
1993). Munculnya budaya populer yang menjalar di berbagai wilayah
Indonesia membuat munculnya satu perkumpulan atau komunitas. Tidak
hanya dalam konteks ilmu pengetahuan yang didukung adanya teknologi,
budaya populer bahkan memasuki tempat di ruang masyarakat dalam bentuk
seni yang meskipun pada akhirnya terbawa dalam hal gender (Douglas
Kellner, 2010).
Berbicara mengenai gender, adanya interaksi seksual atau romantis
antara pribadi yang berjenis kelamin sama secara situasional atau
berkelanjutan dikatakan sebagai homoseksual1 (Karl-Maria Kertbeny, 1869).
Definisi gay yakni lelaki yang mempunyai orientasi seksual terhadap sesama
lelaki (Duffy & Atwater, 2005). Gay merupakan salah satu fenomena sosial
yang tidak lagi mampu disangkal. Keberadaannya disadari sebagai sebuah
realita di dalam masyarakat dan menimbulkan berbagai macam reaksi oleh
lingkungan sekitar, karena perbedaan pandangan dan perlakuan terhadap
kaum homoseksual ditengah kuasa heteronormativitas2. Hal itu terjadi karena
gay (homoseksual pada laki-laki) secara umum masih dianggap sebagai
perilaku seksual yang menyimpang. Penolakan dari lingkungan sekitar dan
lingkup luas membuat kaum gay terhimpit rasa takut, bahkan malu untuk
1
Homoseksualitas mengacu pada interaksi seksual atau romantis antara pribadi yang berjenis kelamin sama
secara situasional atau berkelanjutan. Pada penggunaan mutakhir, kata sifat homoseks digunakan untuk
hubungan intim atau hubungan seksual di antara orang-orang berjenis kelamin yang sama, yang biasa dikenal
diri mereka sebagai gay atau lesbian.
2Heteronormativitas merupakan norma, hukum, atau aturan dan pandangan yang hanya mengutamakan
kepentingan kaum heteroseksual, sehingga di luar hubungan heteroseksual mengalami pendeskriminasian dan
penyingkiran. Salah satu contoh disekitar masyarakat kita yaitu tuntutan untuk melangsungkan pernikahan
secara hetero dan lain sebagainya.
1
menunjukkan identitas seksual mereka yang sebenarnya (Puspitosari dan
Pujileksono, 2005). Seperti yang kita ketahui tertanam dalam benak mereka
kefeminiman dan kemaskulinan yang diketahui berdasarkan budaya yang
mereka anut bahwa seorang lelaki dan perempuan seperti apa yang mereka
pikirkan. Laki-laki dengan kemaskulinannya dan perempuan dengan
kefeminimannya. Namun pada kenyataannya dalam kehidupan modern ini
bahkan pemikiran mereka itu berbalik. Tidak hanya laki-laki maskulin namun
ada pula diantara mereka laki-laki yang feminim.
Perkembangan kaum homoseksual itu sudah ada di Indonesia sejak
dulu. Warok adalah sebutan untuk laki-laki jagoan di Ponorogo yang
memiliki gemblak serta Ludruk dengan tandaknya para waria yang ada di
daerah Jawa Timur. Dalam tradisi gemblak yang ada di masyarakat
Ponorogo, laki-laki yang memiliki kekuatan atau sering disebut warok itu
tidak boleh melakukan hubungan seksual dengan perempuan agar
kekuatannya tidak hilang. Sebagai alternatifnya, mereka memilih laki-laki
muda untuk melampiaskan hasrat seksualnya.
Di Indonesia, data statistik menunjukkan 8-10 juta populasi pria
Indonesia pada suatu waktu terlibat pengalaman homoseksual. Dari jumlah
ini, sebagian dalam jumlah bermakna terus melakukannya (Kompas Cyber
Media, 2010). Terbukti dengan mulai munculnya komunitas-komunitas
homoseksualitas seperti salah satu contoh komunitas dancer dari berbagai
grup di Kota Tasikmalaya.
Sebagian besar masyarakat Indonesia masih menganggap kaum
homoseksual sebagai penyimpangan seksual yang belum berlaku secara
umum dan belum dapat diterima oleh masyarakat (Puspitosari dan
Pujileksono, 2005:44). Belum lagi bagi mereka yang memiliki persepsi kuat
mengenai seksualitas tradisional dengan struktur yang sangat kaku di tengah
masyarakat seperti adanya larangan perkawinan sejenis, paham-paham
kepantasan pergaulan lelaki dan perempuan, larangan terhadap seks di luar
nikah, dan juga homoseksualitas. Semua pola pikir itu berbanding terbalik
dengan apa yang dirasakan dan diinginkan oleh kaum homoseksual. Mereka
2
juga menginginkan kebahagiaan melalui jalannya sebagai homoseksual,
karena adanya beberapa faktor penyebab yang membuat mereka menjadi
homoseksual (Freud Sigmund, 2007). Hingga pada akhirnya kaum ini
memiliki dua pilihan di dalam hidupnya yakni berani membuka diri atau tetap
menutup diri terhadap keluarga serta masyarakat tentang pilihan hidupnya
(Abu Ameenah, 2003).
Perkembangan yang terjadi dari masa ke masa menghasilkan
perubahan besar terhadap hidup kaum homoseksual. Dulu homoseksual yang
tabu untuk dikenal masyarakat kini telah membuat mereka kaum
homoseksual sebagian besar diterima di masyarakat. Namun tidak begitu di
Indonesia, karena adanya norma-norma dan ajaran agama yang dengan jelas
melarang perbuatan homoseksual. Di kalangan Kristen dan Islam, kisah
Lot/Luth dan massa penuh nafsu telah ditafsirkan sebagai penolakan terhadap
hubungan homoseksual, bahkan jika yang terlibat adalah dua orang dewasa
yang saling mengasihi. Dalam agama Islam hal tersebut tersirat dalam AlQuran Surat Al-A’raf ayat 80 :
‫سبَقَ ُك ْم بِ َها ِمنْ أَ َح ٍد ِمنَ ا ْل َعالَ ِمين‬
َ ‫اح‬
َ ‫شةَ َما‬
ِ َ‫َولُوطًا إِ ْذ قَا َل لِقَ ْو ِم ِه أَتَأْتُونَ ا ْلف‬
“Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala
dia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan
faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini)
sebelummu? Liwath merupakan dosa yang paling besar dan lebih keji
daripada zina.” (QS. Al-A’raf: 80)
Tidak hanya ajaran agama Islam, agama Kristen pun memiliki ajaran yang
sama tentang larangan homoseksual, sebagaimana dalam Alkitab penafsiran
ini didukung oleh larangan tentang hubungan homoseksual yang secara
eksplisit tertulis dalam Imamat 20:13 dan penolakan Paulus terhadap
kebiasaan orang Yunani / Romawi. Yudas menjelaskan penghancuran Sodom
dan Gomora sebagai hukuman untuk perilaku seks yang tidak wajar.
3
Adanya ajaran agama mengenai larangan kaum homoseksual
menjadikan masyarakat pun enggan menerima hadirnya kaum homoseksual
di Indonesia. Seiring dengan perkembangan jaman dan perubahan pola hidup
masyarakat modern membuat kaum gay sedikit bisa bernafas dalam arti bebas
untuk mengekspresikan dirinya. Salah satunya dengan membentuk komunitas
yang diharapkan dapat menjadi jembatan efektif untuk berkomunikasi dengan
masyarakat pada umumnya.
Komunitas merupakan perkumpulan dari beberapa manusia yang
memiliki satu kebutuhan, satu pandangan dan satu tujuan yang sama. Tujuan
komunitas adalah agar dapat saling membantu dalam menghasilkan sesuatu
sesuai dengan visi dan misi dan dapat mengimplementasikannya dalam
kehidupan sehari-hari. (Soekanto Soerjono 2005:149)
Hasil pra penelitian melalui wawancara dengan salah satu senior
dancer di Kota Tasikmalaya “SR”3, telah terbentuk beberapa komunitas kaum
homoseksual gay yang salah satunya adalah komunitas seni tari atau dance.
Di Indonesia seni tari sudah lama ada seperti adanya tari tradisional disetiap
adat yang berbeda. Modern Dance merupakan seni tari yang modern atau
percampuran tari tradisional yang telah diperbaharui karena adanya budaya
popular yang masuk ke Indonesia. Saat ini tidak sedikit peminat dance yang
ingin ikut meramaikan budaya popular ini.
Dari data yang didapatkan dari hasil pra penelitian, bahwa
setidaknya terdapat 17 grup yang aktif tergabung dalam sebuah komunitas
dancer Tasikmalaya4. Fenomena yang terjadi di Tasikmalaya adalah
ditemukannya anggota/personil gay dalam setiap grup dance. Dalam arti lain
semua laki-laki yang tergabung dalam komunitas dancer Tasikmalaya
terindikasi gay. Seorang pria dikatakan terindikasi gay ketika mereka
merasakan rasa suka terhadap sesama jenis (Duffy & Atwater, 2005). Artinya
3
Pra penelitian melalui wawancara dengan senior dance Tasikmalaya “SR” di Aries Studio, 4 September 2014
pukul 16.00
4
Pra penelitian melalui wawancara dengan ketua Bandidas Dance Crew yang merupakan salah satu grup
ternama di Tasikmalaya, di Aries Studio, 4 September 2014 pukul 16.00
4
secara sadar maupun tidak sadar (kejiwaan) mereka menjadi gay karena
beberapa faktor yang membuat mereka seperti itu misalnya broken home,
pemerkosaan/sodomi, comfort zone, salah pergaulan, biologis, hormon, DNA,
bahkan pola hidup.
Tentu saja hal tersebut menjadi sebuah keunikan dimana anggota
laki-laki dalam komunitas dancer tersebut adalah seorang gay. Mereka
dancer gay menyatu dalam sebuah komunitas dance Tasikmalaya dengan
tujuan sebagai media unjuk gigi mereka pada masyarakat dengan
menunjukkan suatu hal yang positif.
Tentu saja ada keunikan yang menjadi sebuah pertanyaan dengan
tergabungnya komunitas tersebut, karena ternyata perekrutan anggota yang
masuk kedalam komunitas tersebut pada awalnya tidak semua gay. Awalnya
beberapa dari mereka hanya seorang laki-laki normal, yakni laki-laki yang
secara kejiwaan yang tidak menyimpang, mereka menyukai wanita
berdasarkan hakikatnya (Duffy & Atwater, 2005). Ada proses yang membuat
mereka laki-laki normal yang pada akhirnya menjadi gay. Bagaikan sebuah
magnet semua laki-laki yang ditarik masuk bisa menjadi gay.
Dengan sebuah fenomena dancer laki-laki yang semuanya
terindikasi gay menjadi sangat menarik untuk diperhatikan. Oleh karena itu
penulis tertarik untuk melakukan sebuah penelitian mengenai bagaimana
proses komunikasi yang dilakukan oleh para pelaku komunikasi yakni gay
dalam komunitas dancer Tasikmalaya untuk merubah laki-laki normal yang
masuk ke dalam komunitas dance tersebut menjadi gay. Menurut “SR” ada
istilah tersendiri yang digunakan mereka untuk memaknai arti perubahan
tersebut. Istilah tersebut dinamakan “peletek”, yang artinya merubah
seseorang menjadi menyimpang, mematahkan kenormalan seseorang, atau
membengkokkan keperkasaan/ke-gentle-an seorang laki-laki.
Dengan tergabungnya laki-laki normal ke dalam komunitas dancer
Tasikmalaya yang akhirnya menjadi seorang gay, penulis akan melakukan
penelitian untuk mengetahui bagaimana proses komunikasi yang terjadi
didalamnya, dalam arti proses komunikasi yang dilakukan dancer gay dalam
5
sebuah komunitas dancer tersebut melalui sebuah interaksi untuk membuat
setiap laki-laki normal yang masuk ke dalam komunitas tersebut berubah
menjadi gay (dipeletekkan). Sebuah interaksi yang terjadi pada para pelaku
komunikasi menghasilkan sebuah pemikiran dimana pesan yang diterima baik
berupa kata maupun simbol memproses seseorang untuk melakukan suatu
perubahan sebagai umpan balik. Proses tersebut dibawa melalui pembawaan
diri dengan konsep tujuan komunikasi interpersonal De Vito yang terhubung
dengan simbol verbal dan non verbal (De Vito, 1997). Hal inilah yang
membuat penulis memiliki rencana untuk melakukan penelitian.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah penulis sebutkan diatas, maka
rumusan masalah dari penelitian ini adalah :
Bagaimana proses komunikasi yang dilakukan dancer gay dalam
komunitas
dancer
Tasikmalaya
dengan
menggunakan
komunikasi
interpersonal untuk merubah (memeletekkan) setiap laki-laki normal yang
masuk ke dalam komunitas tersebut menjadi seorang gay?
1.3 Tujuan Penelitian
Dengan penelitian ini, diharapkan pencapaian tujuan yaitu :
Untuk mengetahui dan memperoleh gambaran proses komunikasi
yang dilakukan dancer gay dalam komunitas dancer Tasikmalaya dengan
menggunakan komunikasi interpersonal untuk merubah (memeletekkan)
setiap laki-laki normal yang masuk ke dalam komunitas tersebut menjadi
seorang gay.
1.4 Manfaat Penelitian
Dengan penelitian ini, manfaat yang diperoleh :
a. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian ilmu
pengetahuan tentang Ilmu Komunikasi terutama mengenai sebuah proses
komunikasi yakni komunikasi interpersonal dan bahasa verbal non verbal.
6
b. Secara praktis, pemahaman mengenai kasus “peletek” yang terjadi dalam
komunitas dancer gay di Tasikmalaya serta memahami kehidupan kaum gay
yang berprofesi sebagai dancer dalam mencari teman sepermainan.
1.5 Batasan Penelitian
Yang menjadi batasan penelitian ini adalah :
a. Komunitas dancer ini merupakan gabungan dari 17 grup dance di Kota
Tasikmalaya yang didalamnya adalah gay.
b. Proses komunikasi dari dancer gay yang tergabung dalam komunitas dancer
Tasikmalaya kepada anggota laki-laki yang masih normal.
7
Download