6 1 BAB II 2 LANDASAN TEORI A. Regresi Non

advertisement
1
2
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Regresi Non-linear
Analisis regresi merupakan metode dalam statistika yang digunakan
untuk mengetahui pola hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat
(Hosmer and Lemeshow, 2000). Berdasarkan pola hubungannya, analisis
regresi terbagi atas analisis regresi linear dan analisis regresi non-linear.
Menurut (Hasan, 1999) suatu model disebut model regresi nonlinear apabila
variabel-variabelnya ada yang berpangkat. Contoh model regresi nonlinear
dalam antara lain model parabola, kuadratik, hiperbola, dan lain-lain.
Menurut Montgomery dan Peck (1992) model regresi nonlinear dalam
parameter adalah suatu model apabila dideferensialkan hasilnya masih
merupakan fungsi dalam parameter tersebut. Contoh model regresi nonlinear
dalam parameter adalah model regresi logistik.
Model regresi nonlinear dalam parameter menurut (Montgomery dan
Peck, 1992) dapat dituliskan sebagai:
𝑦𝑖 = 𝑓(π‘₯𝑖 , πœƒ) + πœ€π‘– , i = 1, 2, ..., n.
dengan,
𝑦𝑖
= variabel terikat ke-i
π‘₯𝑖
= variabel bebas ke-i
πœƒ
= parameter yang tidak diketahui
πœ€π‘–
= error, dimana πœ€~𝑁(0, 𝜎 2 )
6
(2.1)
Di bawah ini adalah contoh model regresi nonlinear dalam parameter:
𝑦𝑖 = 𝑒 −πœƒπ‘₯𝑖 + πœ€π‘– . Karena
𝑑𝑓
π‘‘πœƒ
= −π‘₯𝑖 𝑒 −πœƒπ‘₯𝑖 merupakan fungsi dalam πœƒ maka
model di atas adalah model nonlinear dalam parameter.
B. Pengukuran Data
Data hasil penelitian dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok.
Dalam melakukan pengelompokkan perlu didasarkan pada pengukuran yang
akurat. Menurut Siegel (1994) ada 4 skala pengukuran:
1. Skala nominal adalah pengukuran yang hanya untuk mengklasifikasikan
suatu objek.
2. Skala ordinal adalah pengukuran yang menunjukkan tingkatan. Seperti
sesuatu yang lebih disukai, lebih tinggi, lebih sulit, dan lain-lain.
3. Skala interval adalah pengukuran yang mempunyai segala sifat skala
ordinal. Disamping itu jarak antara dua angka pada skala interval diketahui
ukurannya.
4. Skala rasio adalah pengukuran yang mempunyai semua ciri pada skala
interval. Disamping itu memiliki suatu titik nol sejati sebagai titik asalnya.
C. Regresi Logistik Multinomial
Regresi logistik multinomial (nominal dan ordinal) merupakan salah
satu pendekatan pemodelan yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan
hubungan beberapa variabel bebas dengan suatu variabel respon multinomial
(polytomous) (Adisanto, 2010)
7
Data berskala nominal merupakan data dengan angka yang diberikan
kepada objek mempunyai arti sebagai label dan tidak menunjukkan tingkatan
apapun. Sedangkan data ordinal merupakan data yang menunjukkan suatu
tingkatan pada variabel terikatnya. Apabila terdapat π‘˜ yang berarti banyaknya
kategori pada variabel bebas maka model logistik yang terbentuk sebanyak π‘˜ −
1. Menurut Agresti (1990), model umum regresi logistik multinomial untuk 𝑝
banyaknya variabel terikat yang dinyatakan dalam vektor π‘₯𝑖 serta probabilitas
kategori bebas ke-π‘˜ sebagai berikut:
exp⁑(π‘”π‘˜ (π‘₯𝑖 ))
𝑗=0 exp⁑(𝑔𝑗 (π‘₯𝑖 ))
πœ‹π‘˜ (π‘₯𝑖 ) = 𝑃(𝑦 = π‘˜|π‘₯𝑖 ) = ∑π‘˜−1
(2.2)
Jika ada urutan pada kategori respon (respon ordinal) maka model yang
digunakan adalah regresi logistik ordinal. Misalkan z adalah variabel kontinu
yang
dapat
dipotong-potong
dengan
titik-titik
𝐢1 , . . . , 𝐢𝑗−1
untuk
mendefinisikan 𝑗 kategori ordinal yang masing-masing dengan peluang
𝑗
πœ‹1 , . . . , πœ‹π‘— dimana ∑𝑖=1 πœ‹π‘– = 1. Ada beberapa model yang dapat digunakan
untuk regresi logistik ordinal ini, antara lain model logit kumulatif,
proportional odds, adjacent categories logit, dan continuation ratio logit.
Cumulative odds untuk kategori ke-j adalah
𝑃(𝑧⁑ ≤ ⁑ 𝐢𝑗 )
πœ‹1 ⁑+⁑. . . +β‘πœ‹π‘—
⁑ = ⁑⁑
𝑃(𝑧⁑ > ⁑ 𝐢𝑗 )
πœ‹π‘— + 1⁑+⁑. . . +β‘πœ‹π½
⁑
Sehingga model kumulatif logit adalah
πœ‹1 ⁑+⁑...+β‘πœ‹π‘—
log (πœ‹
𝑗 +1⁑+⁑...+β‘πœ‹π½
8
) = π‘₯𝑗𝑇 𝛽𝑗 ⁑
(2.3)
Jika penduga linier π‘₯𝑗𝑇 𝛽𝑗 ⁑pada persamaan (2.3) memiliki intercept 𝛽0𝑗 untuk
kategori ke-j tetapi variabel kovariat tidak tergantung pada j, maka digunakan
model proportional odds, yaitu
πœ‹1 ⁑+⁑...+β‘πœ‹π‘—
log (πœ‹
𝑗 +1⁑+⁑...+β‘πœ‹π½
) = β0j ⁑ + ⁑ β1 x1 ⁑⁑+⁑. . . +⁑βp−1 xp−1
(2.4)
Alternatif lainnya dari model kumulatif odd adalah rasio dari peluang sukses
untuk kategori yang bersebelahan, yaitu
πœ‹π½−1
πœ‹1 πœ‹2
⁑⁑, ⁑⁑, . . . ,
⁑
πœ‹2 πœ‹3
πœ‹π½
Sehingga model adjacent logit menjadi
log(
πœ‹π‘—
πœ‹π‘—+1
⁑) ⁑⁑ = ⁑ π‘₯𝑗𝑇 ⁑𝛽𝑗
(2.5)
Model rasio peluang lainnya adalah
πœ‹1 ⁑+⁑. . . +β‘πœ‹π½−1
πœ‹1 ⁑ β‘πœ‹1 ⁑ + ⁑ 𝑝𝑖2
⁑,
⁑⁑, . . . ,
⁑
πœ‹2
πœ‹3
πœ‹π½
Atau
πœ‹π½−1 ⁑
πœ‹1
⁑𝑝𝑖2
⁑⁑,
⁑⁑, . . . ,
πœ‹2 ⁑+⁑. . . +β‘πœ‹π½ πœ‹3 ⁑+⁑. . . +β‘πœ‹π½
πœ‹π½
sehingga model logit rasio menjadi
log πœ‹
πœ‹π‘—
𝑗+1 +⁑...+β‘πœ‹π½
⁑ ⁑⁑ = ⁑ π‘₯𝑇𝑗 ⁑𝛽𝑗
(2.6)
D. Pengujian Parameter
Menurut Hosmer dan Lemeshow (1989) pengujian terhadap parameter
model dilakukan sebagai upaya memeriksa peranan variabel bebas terhadap
model. Uji yang dilakukan ada dua yaitu:
9
1. Pengujian Parameter dengan Uji Simultan atau Uji G
Statistik uji G yaitu uji yang digunakan untuk menguji peranan variabel
bebas dalam model secara bersama-sama. Adapun pengujian hipotesis yang
dilakukan adalah:
𝐻0 ∢ ⁑ 𝛽1 = 𝛽2 = β‹― = 𝛽𝑗 = ⁑0
𝐻1⁑⁑ :⁑∃𝛽𝑗 ≠ 0
Digunakan uji statistik G, yaitu:
𝐷(π‘’π‘›π‘‘π‘’π‘˜β‘π‘šπ‘œπ‘‘π‘’π‘™β‘π‘‘π‘Žπ‘›π‘π‘Žβ‘π‘£π‘Žπ‘Ÿπ‘–π‘Žπ‘π‘’π‘™β‘π‘¦π‘Žπ‘›π‘”β‘π‘‘π‘–π‘Žπ‘šπ‘Žπ‘‘π‘–)
G =⁑⁑⁑𝐷(π‘’π‘›π‘‘π‘’π‘˜β‘π‘šπ‘œπ‘‘π‘’π‘™β‘π‘‘π‘’π‘›π‘”π‘Žπ‘›β‘π‘£π‘Žπ‘Ÿπ‘–π‘Žπ‘π‘’π‘™β‘π‘¦π‘Žπ‘›π‘”β‘π‘‘π‘–π‘Žπ‘šπ‘Žπ‘‘π‘–)
𝑙
⁑⁑⁑⁑⁑= −2 ln[π‘™π‘œ ]
π‘˜
𝐺⁑ = ⁑ −2 ln(π‘™π‘œ ) − (−2 ln(π‘™π‘˜ ))
denganβ‘π‘™π‘œ adalah likelihood tanpa variabel bebas dan π‘™π‘˜ adalah likelihood
dengan variabel bebas.
Jika hipotesis nol benar, statistik uji G akan berdistribusi Chi-Square
dengan derajat bebas π‘˜, dengan π‘˜β‘adalah banyaknya prediktor dalam model.
2
Dengan demikian kriteria penolakan 𝐻0 adalah 𝐺 > π‘‹π‘˜,𝛼
Untuk mengetahui 𝛽𝑗 mana yang berpengaruh signifikan, dapat
dilakukan uji parameter 𝛽𝑗 secara parsial dengan Uji Wald.
2. Pengujian Parameter dengan Uji Wald (Uji Parsial)
Pengujian variabel dilakukan satu per satu menggunakan statistik Uji Wald
(Hosmer dan Lemeshow, 1989). Hipotesis yang akan diuji adalah sebagai
berikut:
10
𝐻0 ∢ ⁑ 𝛽𝑗 ⁑ = 0
𝐻1 ∢ ⁑ 𝛽𝑗 ⁑ ≠ ⁑0⁑, 𝑗 = ⁑1, 2, 3, . . . 𝑝
Statistik uji:
2
̂𝑗
𝛽
π‘Š = [𝑆𝐸(𝛽̂)] ; 𝑗 = 1,2, … , 𝑝
𝑗
(2.7)
Dengan 𝛽̂𝑗 adalah penduga dari 𝛽𝑗 dan SE(𝛽̂𝑗 ) adalah standart error dari 𝛽𝑗
(penduga galat baku dari 𝛽𝑗 ). W diasumsikan mengikuti distribusi ChiSquare dengan derajat bebas 1. Menurut Utomo (2009) 𝐻0 akan ditolak jika
2
nilai π‘Š > 𝑋(1;𝛼)
atau (𝑝 − π‘£π‘Žπ‘™π‘’π‘’) < 𝛼. Jika 𝐻0 ditolak maka dapat
disimpulkan bahwa 𝛽𝑗 signifikan. Dengan kata lain, variabel bebas 𝑋 secara
parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat.
E. Uji Kebaikan Model
Uji kebaikan model (goodness of fit) penting dilakukan untuk
mengetahui apakah model yang diperoleh sesuai atau tidak. Statistik uji yang
digunakan adalah Pearson dengan hipotesis:
𝐻0 : model regresi logistik sesuai (tidak ada perbedaan yang nyata antara hasil
observasi dengan prediksi model)
𝐻1 : model regresi logistik tidak sesuai (ada perbedaan yang nyata antara hasil
observasi dengan prediksi model)
Statistik uji yang digunakan adalah statistik uji Pearson dengan rumus:
2
Μ… π‘˜ )⁑
(π‘œ −π‘›π‘˜ πœ‹
𝑔
𝐢̂ = ∑π‘˜=1 𝑛 π‘˜πœ‹Μ… (1−πœ‹
Μ… )
π‘˜ π‘˜
11
π‘˜
(2.8)
dengan,
π‘œπ‘˜ : jumlah kejadian yang diamati di kelompok-k
π‘›π‘˜ : jumlah observasi kelompok di kelompok-k
πœ‹Μ…π‘˜ : rata-rata kejadian kelompok-k
Statistik uji 𝐢̂ berdistribusi Chi-Square dengan derajat bebas g-2. 𝐻0 diterima
apabila nilai 𝑝 − π‘£π‘Žπ‘™π‘’π‘’ > 𝛼 atau nilai 𝐢̂ ≤ πœ’ 2 (Hosmer dan Lemeshow, 2000).
F. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R-Square) adalah ukuran yang menunjukkan
seberapa besar variasi dalam data kadar gula darah penderita diabetes mellitus
dapat dijelaskan oleh model regresi yang dibangun. Koefisien determinasi
merujuk kepada kemampuan dari variabel bebas dalam menerangkan variabel
terikatnya. Besarnya nilai koefisien determinasi pada model regresi logistik
ditunjukkan oleh nilai Mc Fadden, Cox and Snell, dan Nagelkerke R-Square.
(Rizki, 2016)
Pengujian koefisien determinasi dilakukan untuk melihat seberapa
besar variabel-variabel bebas mempengaruhi nilai variabel terikat. Menurut
Rizki (2016), suatu model dikatakan baik bila koefisien Nagelkerke lebih dari
70% yang artinya bahwa variabel bebas yang dibuat model mempengaruhi
70% terhadap variabel terikat.
12
π‘™π‘–π‘˜π‘’π‘™π‘–β„Žπ‘œπ‘œπ‘‘β‘π‘šπ‘œπ‘‘π‘’π‘™β‘π΅
]
π‘™π‘–π‘˜π‘’π‘™π‘–β„Žπ‘œπ‘œπ‘‘β‘π‘šπ‘œπ‘‘π‘’π‘™β‘π΄
2
𝑅𝑀𝐹
= 1−[
2
Dengan 𝑅𝑀𝐹
⁑merupakan koefisien determinasi McFadden. Berikut adalah
rumus untuk mencari koefisien determinasi Cox and Snell.
2
2
𝑅𝐢𝑆
= 1 − exp[− [π‘™π‘–π‘˜π‘’π‘™π‘–β„Žπ‘œπ‘œπ‘‘(π‘šπ‘œπ‘‘π‘’π‘™β‘π΅) − π‘™π‘–π‘˜π‘’π‘™π‘–β„Žπ‘œπ‘œπ‘‘β‘(π‘šπ‘œπ‘‘π‘’π‘™β‘π΄)]]
𝑛
2
Dengan 𝑅𝐢𝑆
⁑merupakan koefisien determinasi Cox and Snell.
2
2
𝑅𝑀𝐴𝑋
= 1 − exp[− 𝑛 × π‘™π‘–π‘˜π‘’π‘™π‘–β„Žπ‘œπ‘œπ‘‘β‘(π‘šπ‘œπ‘‘π‘’π‘™β‘π΄)]
𝑅2
𝑅𝑁2 ⁑⁑⁑⁑⁑ = [𝑅2𝐢𝑆 ]
𝑀𝐴𝑋
Dengan 𝑅𝑁2 merupakan koefisien determinasi Nagelkerke.
G. Odd Ratio
Menurut (Hosmer dan Lemeshow, 1989) rasio kecenderungan adalah
ukuran yang memperkirakan berapa besar kecenderungan variabel-variabel
bebas
terhadap
variabel
terikat.
Odd
Ratio
berfungsi
untuk
menginterpretasikan hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat.
Jika OR=1 menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara variabel bebas
dan variabel terikat. Jika OR>1 menunjukkan bahwa nilai peluang sukses
lebih tinggi dari nilai yang dijadikan pembanding. Sedangkan jika nilai
OR<1, maka peluang sukses lebih kecil dari nilai yang dijadikan
pembanding. Sebagai contoh model regresi logistik multinomial dengan
variabel bebas (Y) yang terdiri dari tiga kategori 1, 2 dan 3 dan dua variabel
13
terikat (X) yaitu 𝑋1 dan 𝑋2. Jika variabel terikat 𝑋1 ⁑berskala kategori yang
terdiri dari dua kategori, yaitu 0 dan 1, sedangkan variabel terikat
𝑋2 ⁑kontinu, maka rumus Odd Ratio variabel 𝑋1 pada fungsi logit 1 adalah
𝑃(π‘Œ = 1|π‘₯ = 1, 𝑋 )/𝑃(π‘Œ=π‘˜|π‘₯=1,𝑋 )
Ψ = ⁑ 𝑃(π‘Œ = 1|π‘₯ = 0, 𝑋2)/𝑃(π‘Œ=π‘˜|π‘₯=0,𝑋2 ) = 𝑒π‘₯𝑝⁑[𝛽1 ]
2
2
(2.9)
Untuk πœ“β‘ = 0 berarti bahwa π‘₯ = 1 memiliki kecenderungan yang sama
dengan π‘₯ = 0 untuk menghasilkan π‘Œ = 1. Jika 1 < β‘πœ“β‘ < ∞ berarti π‘₯ = 1
memiliki kecenderungan lebih besarβ‘πœ“ kali dibandingkan π‘₯ = 0 untuk
menghasilkan π‘Œ = 1⁑dan sebaliknya untuk 0 < β‘πœ“β‘ < 1
H. Diabetes Mellitus
1. Istilah Diabetes Mellitus
Istilah diabetes mellitus diperoleh dari bahasa Latin yang berasal dari
kata Yunani, yaitu diabetes yang berarti pancuran dan mellitus yang berarti
madu. Jika diterjemahkan, diabetes mellitus adalah pancuran madu. Istilah
pancuran madu berkaitan dengan kondisi pasien yang mengeluarkan sejumlah
besar urine dengan kadar gula yang tinggi. Di Indonesia dikenal dengan nama
kencing gula/kencing manis karena urine (kencing) pasien sering dikerumuni
semut karena tingginya kadar gula dalam urine.
Diabetes Mellitus (DM) atau yang biasa disebut kencing manis
merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh kadar gula darah yang melebihi
nilai normal karena tubuh tidak lagi memiliki insulin atau insulin tidak dapat
bekerja dengan baik (Tandra, 2009). Diabetes mellitus adalah penyakit kronis
yang paling sering ditemukan pada abad 21 dan telah menjadi penyebab
14
kematian terbesar keempat di dunia. Setiap tahun ada 3,2 juta kematian yang
disebabkan langsung oleh diabetes. Itu berarti ada satu orang per sepuluh detik
atau 6 orang per menit yang meninggal akibat penyakit yang berkaitan dengan
diabetes (Tandra, 2009).
Menurut Muchid (2005) diabetes mellitus didefinisikan sebagai suatu
penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang
ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan
metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein sebagai insufisiensi fungsi insulin.
Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi
produksi insulin oleh sel-sel 𝛽 Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan
oleh kurang respontifnya sel-sel tubuh terhadap insulin.
Diabetes mellitus sebagai penyakit kronis progresif yang ditandai dengan
ketidakmampuan tubuh untuk metabolisme karbohidrat, lemak (lipid) dan
protein, mengarah ke hiperglikemia (tingkat glukosa darah tinggi). Dari segi
ilmiah, diabetes mellitus merupakan penyakit kelainan metabolik glukosa
(molekul gula paling sederhana yang merupakan hasil pemecahan
karbohirdrat) akibat defisiensi atau penurunan efektivitas insulin, yaitu hormon
yang berperan dalam metabolisme glukosa dan disekresikan oleh sel 𝛽 pada
pankreas. Kurangnya sekresi insulin menyebabkan kadar glukosa darah
meningkat dan melebihi batas normal jumlah glukosa yang seharusnya ada
dalam darah. Kelebihan glukosa tersebut akan dibuang melalui urine yang
merupakan gejala awal penyakit diabetes mellitus.
15
2. Proses Terjadi Diabetes Mellitus
Secara garis besar, tubuh mempunyai sistem yang dapat mengatur dan
menyeimbangkan zat-zat yang mengalir di dalamnya. Demikian pula dengan
glukosa, jumlah glukosa dalam tubuh biasanya sangat terkontrol. Manusia
mendapatkan glukosa dari makanan yang manis, karbohidrat dan janis
makanan lain (Sormin, 2008)
Glukosa dalam tubuh akan mengalami proses metabolisme agar dapat
dimanfaatkan oleh sel-sel yang membutuhkan. Dalam proses pencernaan
makanan, karbohidrat akan dipecah menjadi molekul yang lebih sederhana,
yaitu glukosa agar mudah diserap tubuh. Glukosa diserap ke dalam aliran darah
dan bergerak dari aliran darah ke seluruh sel yang akan digunakan sebagai
energi. Tingginya konsumsi karbohidrat menyebabkan konsentrasi glukosa
dalam darah meningkat. Oleh karena itu, untuk menormalkan konsentrasi
glukosa darah, glukosa diubah dalam dua bentuk, yaitu glikogen disimpan
dalam hati dan otot serta lemak disimpan dalam jaringan adiposa (Hembing,
2008).
Menurut Hembing (2008), jika sedang lapar atau tidak ada asupan
karbohidrat, konsentrasi glukosa darah akan turun. Dengan bantuan glukagon
yaitu hormon yang disekresi sel 𝛼 pankreas, glikogen hati akan dipecah lagi
menjadi glukosa dan dilepaskan kembali ke dalam darah untuk menjaga
konsentrasi glukosa darah tetap normal. Metabolisme glukosa dapat berjalan
secara normal melalui mekanisme timbal-balik insulin-glukagon untuk
menjaga kadar glukosa darah tetap normal.
16
Produksi dan sekresi insulin dipacu oleh jumlah glukosa dalam darah.
Jika jumlah glukosa telah mencapai kadar tertentu, insulin akan disekresikan
dan membuka sel-sel dalam hati, otot dan lemak sehingga memungkinkan
glukosa masuk ke dalam sel-sel tersebut. Peningkatan produksi glukosa oleh
hepar terjadi pada masa-masa awal diabetes, meskipun sepertinya setelah
gangguan sekresi insulin dan resistensi insulin pada otot rangka (Powers,
2010). Dengan demikian, glukosa tidak menumpuk dalam darah dan kadar
glukosa darah tetap normal.
Insulin mengatur kesanggupan glukosa untuk masuk ke dalam sel-sel
yang membutuhkannya dan membantu proses oksidasi glukosa menjadi energi
yang digunakan untuk beraktivitas. Pada kasus defisiensi insulin, glukosa tidak
dapat masuk ke dalam sel-sel sehingga konsentrsi glukosa di luar sel termasuk
di dalam darah meningkat. Penurunan sekresi insulin dan peningkatan produksi
glukosa hepatik menyebabkan diabetes dengan hiperglikemia puasa sehingga
kegagalan sel mungkin terjadi (Powers, 2010). Namun, timbunan glukosa di
luar sel dan di dalam darah tidak dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan
energi yang diperlukan sel-sel. Glukosa yang menumpuk di dalam darah akan
dibuang melalui ginjal ke dalam urine sehingga terjadi glikosuria, yaitu glukosa
terdapat dalam urine yang menyebabkan terjadinya diabetes mellitus.
Peranan insulin adalah membantu mengubah glukosa menjadi energi
bagi sel adalah dengan cara mentransfer glukosa darah ke dalam sel-sel yang
membutuhkan. Glukosa dalam darah tidak dapat digunakan sebagai energi.
Untuk dapat mengubah glukosa menjadi energi, glukosa harus ditransfer
17
terlebih dahulu ke dalam sel dan melalui proses oksidasi dalam sel yaitu
respirasi sel. Selain itu, insulin mengubah glukosa menjadi energi cadangan
(glikogen dan lemak).
Jika glukosa darah belum dibutuhkan oleh sel-sel, kadar glukosa darah
yang masih tinggi akan diubah menjadi glikogen yang disimpan dalam hati dan
otot dan lemak akan disimpan dalam jaringan adiposa untuk menormalkan
kadar glukosa darah. Jika insulin tidak disekresikan oleh sel-sel 𝛽 pankreas
akibat beberapa gangguan dalam tubuh, glukosa darah tidak dapat diubah
menjadi energi dan tidak dapat diubah dalam bentuk glikogen (cadangan energi
yang disimpan hati) (Sormin, 2008).
Dalam proses pencernaan karbohidrat pada kondisi normal,
karbohidrat dicerna menjadi glukosa sehingga kadar glukosa darah meningkat.
Insulin berperan dalam menjaga kadar glukosa darah tetap normal dengan cara:
a.
Mentransfer glukosa darah ke dalam sel-sel yang membutuhkan. Glukosa
darah tidak dapat digunakan secara langsung menjadi energi, tetapi harus
ditransfer terlebih dahulu ke dalam sel. Di dalam sel, glukosa dapat diubah
menjadi energi melalui proses oksidasi (respirasi).
b.
Jika tidak segera diubah menjadi energi, glukosa darah akan diubah
menjadi glikogen dan lemak untuk disimpan sebagai energi cadangan.
Asupan karbohidrat dalam tubuh dapat meningkatkan kadar glukosa darah.
Defisiensi insulin menyebabkan hal-hal berikut ini:
18
a.
Gangguan saat glukosa darah ditransfer ke dalam sel sehingga saat kadar
glukosa tinggi, glukosa darah tidak dapat diubah menjadi energi.
b.
Gangguan saat glukosa menjadi glikogen dan lemak. Glukosa yang tidak
dapat diubah menjadi energi dan glikogen beserta lemak, menyebabkan
kadar glukosa darah tetap tinggi. Kondisi ini menyebabkan glukosa akan
dibuang melalui ginjal ke dalam urine sehingga urine mengandung glukosa
(glikosuria).
Hal ini menyebabkan gangguan kadar glukosa dalam darah dalam
tubuh, glukosa darah tidak dapat diubah menjadi energi dan tidak dapat diubah
dalam bentuk glikogen. Hal ini menyebabkan kadar glukosa dalam darah
meningkat. Jika konsentrasi glukosa darah meningkat (melewati ambang batas
ginjal), glukosa akan dikeluarkan melalui urine. Sebenarnya, ginjal dapat
mencegah setiap glukosa agar tidak masuk ke dalam urine karena ginjal telah
menyaring, tetapi jika kadar glukosa terlalu tinggi maka ginjal tidak mampu
menyaring semua glukosa. Keadaan ini disebut dengan melewati ambang batas
ginjal. Jika glukosa masuk ke dalam urine akan mengakibatkan kencing manis
(diabetes mellitus) (Sormin, 2008).
19
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kadar Gula Darah Penderita
Diabetes Mellitus
a.
Konsumsi Zat Gizi
Menurut penelitian Sujaya (2009) konsumsi karbohidrat yang tinggi
dapat meningkatkan kadar gula darah dan meningkatkan risiko terkena diabetes
mellitus sebanyak 10,28 kali. Selain itu orang dengan lemak tinggi dapat
berisiko 5,25 kali lebih besar terkena diabetes mellitus, dibandingkan dengan
orang yang konsumsi lemaknya rendah.
Hasil penelitian Yuniatun (2003) menunjukkan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara konsumsi karbohidrat, protein dan lemak dengan tingginya
kadar gula darah.
b.
Usia
Menurut America Diabetes Association (ADA) tahun 2003, diabetes
mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hipoglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Meningkatnya usia mengakibatkan meningkatnya toleransi
terhadap kadar gula darah (Misnadiarly, 2006). Jadi, untuk golongan usia lanjut
diperlukan batas kadar gula darah yang lebih tinggi daripada batas yang dipakai
untuk menegakkan diagnosis diabetes mellitus pada orang dewasa yang bukan
merupakan golongan usia lanjut. Menurut Misnadiarly (2006), peningkatan
kadar gula darah pada usia lanjut disebabkan oleh beberapa hal:
20
1) Fungsi sel pankreas dan sekresi insulin yang berkurang
2) Perubahan karena usia lanjut sendiri yang berkaitan dengan resistensi
insulin, akibat kurangnya massa otot dan perubahan vaskular.
3) Aktivitas fisik yang berkurang, banyak makan dan mengakibatkan
obesitas.
4) Keberadaan penyakit lain seperti sering menderita stress, operasi dan
sebagainya.
5) Sering menggunakan bermacam-macam obat.
6) Adanya faktor keturunan.
c.
Jenis Kelamin
Hasil Riset Kesehatan Dasar 2007 menunjukkan bahwa prevalensi DM
menurut pemeriksaan kadar gula darah pada perempuan lebih tinggi
dibandingkan dengan laki-laki. Prevalensi DM pada perempuan adalah 6,4%
sedangkan pada laki-laki 4,9%.
Grant, dkk. (2009) memaparkan bahwa variasi proporsi diabetes
mellitus, khususnya pada wanita dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti
usia harapan hidup wanita lebih tinggi dari pada pria. Selain itu, wanita juga
lebih rentan terkena faktor-faktor resiko diabetes mellitus dibandingkan
dengan pria. Faktor-faktor tersebut diantaranya indeks massa tubuh serta
tekanan darah yang lebih tinggi pada wanita (Juutilainen, 2004)
21
d.
Indeks Massa Tubuh (IMT)
Obesitas atau sering disebut juga dengan kegemukan adalah salah satu
faktor yang mempengaruhi diabetes mellitus, semakin berat tubuh maka akan
membutuhkan semakin banyak pula hormon insulin yang dibutuhkan untuk
metabolisme. Jumlah kalori yang masuk ke dalam tubuh harus disesuaikan
dengan pertumbuhan, status gizi, usia, stress akut dan kegiatan jasmani.
Penentuan status gizi dapat menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT) melalui
rumus Broca yaitu sebagai berikut:
𝐼𝑀𝑇 = 𝐡𝐡(𝐾𝑔)/[𝑇𝐡(π‘š)]2
Keterangan
BB : Berat Badan (Kg)
TB : Tinggi Badan (m)
IMT Normal Wanita
= 18,5 – 23,5
IMT Normal Pria
= 22,5 – 25
BB Kurang
= kurang dari 18,5
BB Lebih
ο‚·
Dengan Resiko
= 23,0 – 24,9
ο‚·
Obesitas I
= 25,0 – 29,9
ο‚·
Obesitas II
= lebih dari 30,0
e.
Tekanan Darah
Tekanan darah adalah tekanan yang dialami darah pada pembuluh arteri
ketika darah dipompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh. Tekanan darah
normal adalah 120/80 mmHg. Angka 120 menyatakan tekanan atas pembuluh
22
arteri akibat denyutan jantung atau disebut juga tekanan systole. Tekanan
systole ini digunakan untuk merujuk pada tekanan arterial maksimum saat
terjadi kontraksi pada lobus ventricular kiri dari jantung. Rentang waktu
terjadinya kontraksi disebut systole. Angka 80 menyatakan tekanan saat
jantung tidak sedang berkontraksi atau beristirahat di antara pemompaan atau
disebut juga tekanan diastole.
f.
Ukuran Serum Darah (Blood Serum Measurment)
Kadar darah dalam tubuh dapat ditentukan dari Total Kolesterol (TC).
Low-Density
Lipoprotein
(LDL),
High-density
Lipoprotein
(HDL),
Thyrocalcitonin Hormone (TCH), Loss Trigliserida (LTG). Berikut
merupakan kadar total kolesterol pada darah:
Tabel 1. Kadar dari Total Kolesterol pada Darah
Total Kolesterol
Kurang dari 200 mg/dl Standar yang baik
(5,17 mmol/L)
200-239 mg/dl (5,17-6,18 Batas normal tertinggi
mmol/L)
Lebih dari 240 mg/dl (6,21 Tinggi
mmol/L)
Kadar darah lainnya adalah Low-Density Lipoprotein sering juga
disebut dengan istilah kolesterol jahat, yaitu kolesterol yang mengangkut
paling banyak kolesterol dan lemak di dalam darah. Kadar Low-Density
Lipoprotein yang tinggi dan pekat akan menyebabkan kolesterol lebih banyak
melekat pada dinding-dinding pembuluh darah pada saat transportasi
23
dilakukan. Kolesterol yang melekat perlahan-lahan membentuk tumpukan
endapan seperti plak pada dinding-dinding pembuluh darah. Akibatnya saluran
darah terganggu dan ini bisa meningkatkan resiko penyakit pada tubuh. Berikut
merupakan kadar Low-Density Lipoprotein pada darah.
Tabel 2. Kadar dari Low-Density Lipoprotein pada Darah
Low-Density Lipoprotein
Kurang dari 100 mg/dl (2,6 Optimal
mmol/L)
100-129 mg/dl (2,6-3,34 mmol/L)
130-159
Mendekati Optimal
mg/dl
(3,34-4,13 Batas Normal tertinggi
mg/dl
(4,14-4,90 Tinggi
mmol/L)
160-189
mmol/L)
Selanjutnya, High-density lipoprotein sering disebut kolesterol baik.
Kolesterol High-density lipoprotein ini mengangkut kolesterol lebih sedikit
dan mengandung banyak protein. High-density lipoprotein berfungsi
membuang kelebihan kolesterol yang dibawa oleh low-density lipoprotein
dengan membawanya kembali ke hati dan kemudian diurai kembali. Membawa
kelebihan kolesterol ini, artinya membantu mencegah terjadinya pengendapan
dan mengurangi terjadinya plak di pembuluh darah yang dapat mengganggu
peredaran darah dan membahayakan tubuh. Berikut merupakan kadar Highdensity lipoprotein pada darah.
24
Tabel 3. Kadar dari High-density lipoprotein pada Darah
High-density lipoprotein
Kurang dari 40 mg/dl (1,04 Rendah
mmol/L)
Lebih dari 60 mg/dl (1,56 mmol/L) Tinggi
Lalu ada pula Thyrocalcitonin Hormone (TCH), yaitu hormon tiroid
untuk mensekresikan kalsitonin, yang berfungsi menyeimbangkan kadar
kalsium darah normal. Kadar normal hormon tiroid adalah 0,4 – 4,5 mlU/L
(mili-Internasional unit per liter).
Kemudian Loss Trigliserida (LTG), trigliserida adalah sejenis lemak
dalam darah yang bermanfaat sebagai energi. Bila tubuh menerima makanan
melebihi yang diperlukan tubuh maka akan disimpan sebagai trigliserida
dalam sel-sel lemak untuk penggunaan selanjutnya. Kadar trigliserida yang
tinggi disebabkan oleh obesitas dan gaya hidup kurang berolahraga. Kadar
trigliserida melebihi batas normal teringgi merupakan salah satu faktor resiko
sindroma metabolik yang meningkatkan resiko diabetes mellitus, hal ini
disebabkan karena jika kadar trigliserida meningkat dalam sel lemak akan
merangsang pelepasan sel-sel inflamasi tertentu yang disebut cytokine ke aliran
darah. Ini nantinya akan mempengaruhi kemampuan tubuh dalam
mengendalikan tingkat gula darah yang meningkatkan resiko diabetes. Berikut
merupakan kadar trigliserida dalam darah.
25
Tabel 4. Kadar Trigliserida dalam Darah
Trigliserida
Kurang
dari
150mg/dl
(1,69 Normal
mmol/L)
150-199
mg/dl
(1,69-2,25 Batas Normal Tertinggi
mg/dl
(2,26-2,65 Tinggi
mmol/L)
200-499
mmol/L)
Lebih besar dari 500 mg/dl (5,64 Sangat Tinggi
mmol/L)
Selanjutnya kadar glukosa darah, hormon insulin mempunyai peran
utama mengatur kadar glukosa di dalam darah, pada orang normal kadar
glukosa darah sekitar 60 - 120 mg/dl waktu puasa dan kurang dari 140 mg/dl
pada dua jam sesudah makan. Bila terjadi gangguan pada kerja insulin, baik
secara kuantitas maupun kualitas, keseimbangan daam kondisi normal akan
terganggu dan kadar glukosa darah cenderung naik. Akibat dari kadar glukosa
naik maka glukosa berlebih dan dikeluarkan melalui urine sehingga terjadi
glukosuria atau adanya glukosa dalam urine.
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang
dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya diabetes mellitus. Hal ini
disebabkan kadar insulin oleh sel 𝛽 pankreas mempunyai kapasitas maksimum
untuk disekresikan. Oleh karena itu, mengkonsumsi makanan secara
berlebihan dan tidak diimbangi oleh sekresi insulin dalam jumlah memadai
26
dapat menyebabkan kadar gula dalam darah meningkat ddan menyebabkan
diabetes mellitus.
Tabel 5. Kriteria Penegakan Diagnosis (Muchid, 2005)
Glukosa Plasma
Glukosa Plasma
Puasa (mg/dl)
2 jam setelah
makan (mg/dl)
Normal
Pra-diabetes
Diabetes
3.
< 100
< 140⁑
100 – 125
140 – 199
≥ 126
≥ 200
Gejala Diabetes Mellitus
Gejala diabetes mellitus dapat dirasakan secara fisik. Gejala diabetes
mellitus dapat digolongkan menjadi gejala akut dan gejala kronik.
a.
Gejala akut penyakit diabetes mellitus
Gejala penyakit diabetes mellitus dari satu pasien ke pasien lainnya tidak selalu
sama, bahkan ada pasien diabetes yang tidak menunjukkan gejala apapun
sampai pada saat tertentu. Berikut merupakan gejala akut yang biasanya terjadi
pada pasien diabetes mellitus: (Misnadiarly, 2006).
1) Pada awalnya gejala yang ditunjukkan meliputi serba banyak (Poli), yaitu:
a)
Banyak makan (Polifagia)
Kadar glukosa yang tidak masuk ke dalam sel menyebabkan timbulnya
rangsangan ke otak untuk mengirim pesan lapar. Akibatnya pasien
semakin seirng makan. Kadar glukosa pun semakin tinggi, tetapi tidak
27
seluruhnya dapat dimanfaatkan tubuh karena tidak bisa masuk ke sel
tubuh.
b) Banyak minum (Polidipsia)
Semakin banyak urine yang dikeluarkan, tubuh semakin kekurangan air.
Akibatnya, timbul rasa haus dan ingin minum terus.
c)
Banyak buang air kecil (Poliuria)
Kadar glukosa darah yang berlebihan akan dikeluarkan melalui urine.
Akibat tingginya kadar glukosa darah, pasien merasa ingin buang air
terus dan dalam jumlah urine yang banyak.
2) Bila keadaan tersebut tidak segera diobati, maka akan timbul gejala:
a)
Banyak minum yang berakibat sering buang air kecil
b)
Mudah lelah serta berat badan menurun dalam waktu relatif singkat
dan sering merasa lemah, lesu serta tidak bergairah. Hal ini disebabkan
glukosa yang merupakan sumber energi dan tenaga tubuh, tidak dapat
masuk ke dalam sel. Oleh karena itu, sumber energi akan diambil dari
cadangan lemak dan dari hati. Jika dipakai terus, cadangan energi dari
lemak dan hati akan berkurang. Akibatnya, badan semakin kurus dan
berat badan menurun. Menurunnya berat badan sekitar 5 – 10 kg dalam
waktu 2 – 4 minggu.
c)
Bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual bahkan pasien akan
jatuh koma yang disebut koma diabetik. Koma diabetik adalah koma pada
penderita diabetes mellitus akibat kadar glukosa darah terlalu tinggi,
yaitu melebihi 600 mg/dl.
28
b.
Gejala kronik penyakit diabetes mellitus
Pasien diabetes mellitus seringkali tidak menunjuukkan gejala akut tetapi baru
menunjukkan gejala sesudah beberapa bulan atau tahun mengidap penyakit
diabetes. Gejala kronik yang sering dialami pasien diabetes mellitus adalah
sebagai berikut:
1) Kesemutan
2) Kulit terasa panas atau seperti tertusuk-tusuk jarum
3) Rasa tebal di kulit
4) Kram
5) Lelah
6) Mudah mengantuk
7) Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata
8) Iritasi genital (kemaluan) yang disebabkan jumlah glukosa yang besar
dalam urine sehingga genital terinfeksi jamur.
9) Gigi mudah goyah dan mudah lepas.
10) Kemampuan seksual menurun, bahkan impotensi.
11) Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam
kandungan atau melahirkan bayi dengan berat lahir lebih dari 4 kg.
29
Download