3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit
Kelapa sawit adalah tumbuhan hutan yang dibudidayakan. Tanaman ini
memiliki respon yang baik sekali terhadap kondisi lingkungan hidup dan
perlakuan yang diberikan. Seperti tanaman budidaya lainnya, kelapa sawit juga
membutuhkan kondisi tumbuh yang baik agar dapat berproduksi secara maksimal.
Kondisi iklim dan tanah merupakan faktor utama di samping faktor lainnya
seperti faktor genetik dan perlakuan yang diberikan (Pahan, 2006).
Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah seperti
podsolik, latosol, hidromorfik kelabu, regosol, andosol, organosol, dan alluvial.
Sifat fisik tanah yang baik untuk tanaman kelapa sawit adalah:
1) Solum tebal 80 cm. Solum yang tebal merupakan media yang baik bagi
perkembangan akar sehingga efisiensi penyerapan unsur hara tanaman akan
lebih baik.
2) Tekstur ringan, memiliki kandungan atau komposisi pasir 20-60 %, debu 1040 %, dan liat 20-50 %.
3) Kelapa sawit dapat tumbuh pada pH 4,0-6,0, namun pH yang terbaik untuk
pertumbuhan tanaman kelapa sawit adalah 5,0-5,5. Tanah yang memiliki pH
yang rendah dapat dinaikkan dengan melakukan pengapuran, namun kendala
yang dihadapi pada umumnya pengapuran memerlukan biaya yang cukup
tinggi. Tanah dengan pH ini biasanya dijumpai pada daerah pasang surut
terutama tanah gambut.
4) Kandungan unsur hara tinggi seperti: Rasio C/N mendekati 10 dimana C 1 %
dan N 0,1 %. Daya tukar unsur Mg 0,4-1,0 me/100 g, daya tukar K 0,15-0,20
me/100 g, serta perbandingan daya tukar Mg dan K berada pada batas normal
(Pahan,2006).
Menurut Pahan (2006) persyaratan untuk tumbuh pada tanaman kelapa
sawit sebagai berikut:
1) Curah hujan ≥ 2.000 mm/tahun dan merata sepanjang tahun dengan periode
bulan kering (< 100 mm/bulan) tidak lebih dari 3 bulan.
2) Temperatur siang hari rata-rata 29-33 0C dan malam hari 22-24 0C.
3) Ketinggian tempat dari permukaan laut < 500 m.
3
4) Matahari bersinar sepanjang tahun, minimal 5 jam/hari.
5) pH optimum untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah 5,0-5,5.
6) Kelapa sawit menghendaki tanah yang subur, gembur, datar, berdrainase baik,
dan memiliki lapisan solum yang dalam tanpa lapisan padas.
2.2.
Penciri dan Pembentukan Bahan Sulfidik (Pirit)
Bahan sulfidik (pirit) merupakan hasil endapan marin. Pirit terbentuk
melalui serangkaian proses kimia, geokimia, dan biokimia secara bertahap. Ionion sulfat yang banyak terkandung dalam air laut oleh ayunan pasang diendapkan
pada dataran-dataran pantai dan sebagian menjorok memasuki dataran pasang
surut. Besi yang merupakan penyusun mineral liat silikat dalam bahan induk tanah
bersenyawa dengan sulfat. Pada dasarnya, persenyawaan antara sulfat dan besi
inilah yang membentuk pirit (Noor, 2004).
Menurut Dent (1986) pembentukan pirit dipengaruhi oleh banyak faktor,
antara lain 1) tingginya kandungan bahan organik, 2) suasana yang anaerob, 3)
jumlah kecukupan sulfat terlarut, dan 4) kadar besi terlarut. Bahan organik
merupakan sumber energi atau makanan bagi mikroorganisme yang mempunyai
peranan penting dalam kegiatan reduksi oksidasi pada tanah sulfat masam.
Suasana anaerob merupakan kondisi alami dari lahan rawa umumnya. Kondisi ini
menyebabkan terjadinya proses reduksi sulfat (SO42-) menjadi sulfida (H2S) dan
ferri (Fe3+) menjadi ferro (Fe2+). Reduksi sulfat menjadi sulfida ini dibantu oleh
bakteri pereduksi Desulfovibrio sp dan Desulfotomalcum sp pada kondisi redoks
(Eh) antara 200-300 mV. Reaksi-reaksi kimia berikut menggambarkan tahap
proses yang terjadi dalam pembentukan pirit.
4
Tabel 1. Proses Pembentukan Pirit
1
2
Reduksi sulfat menjadi sulfida
Reaksi
SO42- + 9H+ + 8e-
HS- + 4H2O
SO42- + 10H+ + 8e-
H2S + 4H2O
oksidasi
parsial
sulfida HS-
elemen
sulfur
atau H2S
menjadi
Srh + 2eSrh + 2H+ + 2e-
polysulfida
3
Reduksi besi (III) menjadi besi (II)
4
Pembentukan
besi
Fe(OH)3 + 3H+ + e-
monosulfida 2FeO.OH + 2H2S
Fe2+ + 3H2O
FeS + Srh +
(FeS) dari sulfida terlarut dengan 4H2O
5
besi (II)
H2S + Fe2+
Pembentukan pirit (FeS2)
FeS + Srh
FeS + 2H+
FeS2
Sumber: Dent (1982)
Reaksi pembentukan pirit dapat secara langsung, yaitu 1) pengendapan
atau 2) reaksi padat (solid-solid reaction), yang masing-masing diformulasikan
sebagai berikut.
1) Fe2+ + S222) FeS + S
FeS2
FeS2
Laju pembentukan pirit ini belum banyak diketahui. Proses pembentukan
endapan pirit secara skematik disajikan pada Gambar 1. Hasil penelitian
laboratoris menunjukkan bahwa pembentukan pirit dalam reaksi padat di atas
berjalan sangat lambat memakan waktu bulanan bahkan tahunan, sedang dengan
pengendapan secara langsung dari besi (II) dengan polisulfida di bawah kondisi
yang baik, pirit dihasilkan lebih cepat hanya dalam beberapa hari (Goldhaber dan
Kaplan, 1974 dalam Pons, Breemen, dan Driessen, 1982).
5
Udara
(O2)
Oksidasi S2biologis &
abiologik
Bahan Organik
(CH3-ROH)
Laut
(SO42-)
Mineral
(Fe)
Bakteri
Pereduksi
Sulfat
S2-
S0
Sn2-
Fe2+
Mackinawit
(FeS)
Griegit
(Fe3S4)
Markasit
Fe3+
Goetit
(FeO-OH)
Haematit
(Fe2O3)
Waktu
Pirit
(FeS2)
Sumber: Pons, Breemen, dan Driessen (1982)
Gambar 1. Bagan Proses Pembentukan Endapan Pirit
2.3.
Sifat Kimia Tanah Berbahan Sulfidik (Pirit)
Kemasaman Tanah
Reaksi tanah berbahan sulfidik (tanah sulfat masam potensial) tergolong
masam sampai luar biasa masam, berkisar pada pH 4 (untuk ordo Entisol) dan
pH<3,5 (ordo Inceptisol) (Noor , 2004).
Ketentuan nilai pH untuk disebut sebagai bahan sulfidik dan horison
sulfurik masih diperdebatkan. Kriteria batasan untuk pH 4 disebut bahan sulfidik
dan pH<3,5 disebut sebagai horison sulfurik telah diusulkan untuk direvisi dengan
ketentuan pH 3,5-4,0 untuk bahan sulfidik dan pH<3,7 untuk disebut horison
sulfurik. Hal ini berdasarkan sigi tanah di Delta Pulau Petak, Kalsel/Kalteng
6
bahwa banyak tanah sulfat masam tergenang mempunyai pH<4,0 dan jarosit
kebanyakan stabil pada pH<3,7 (Sutrisno, 1990).
Kemasaman merupakan kendala paling inherence dalam pengembangan
pertanian di lahan sulfat masam. Tanaman tumbuh normal (sehat) umumnya pada
pH 5,5 untuk tanah gambut dan pH 6,5 untuk tanah mineral karena pada pH<4,5
terjadi peningkatan Al3+, Fe2+, dan Mn2+ dan pada pH<6,5 terjadi kahat Ca, Mg,
dan K (Notohadiprawiro, 2000).
Kemasaman yang tinggi di lahan sulfat masam setelah reklamasi
mengimbas terhadap peningkatan kelarutan Al3+, Fe2+, asam-asam organik, dan
diiringi oleh kahat hara makro P, hara mikro Cu, serta Zn. Kekahatan hara Cu dan
Zn umumnya karena tanah sulfat masam adakalanya berasosiasi dengan gambut.
Kahat hara Cu dan Zn pada tanah gambut sering dilaporkan dan pemberian Cu
dan Zn pada tanah gambut dapat meningkatkan jumlah gabah isi (Noor, 2004).
Keracunan Aluminium
Kadar aluminium (Al) pada tanah sulfat masam berkaitan dengan oksidasi
pirit. Suasana yang sangat masam mempercepat pelapukan mineral aluminosilikat dengan membebaskan dan melarutkan Al yang lebih banyak (Pons, 1973;
Notohadiprawiro, 2000). Kelarutan aluminium pada tanah sulfat masam selain
dalam bentuk kation yang dapat ditukar (Al3+), juga dalam bentuk koloidal
sebagai hidroksil. Kadar Al meningkat pada pH 4,0-4,5 (Dent, 1986). Aktivitas
Al3+ meningkat hampir 10 kali lipat dengan penurunan setiap satu unit pH. Kadar
Al3+ pada air tanah dari tanah sulfat masam Thailand mencapai 0,015 mol.m-3 (0,4
ppm) pada pH 5,5 dan meningkat menjadi 2,12 mol.m-3 (54 ppm) pada pH 2,8.
Dalam percobaan oksidasi, kadar Al3+ dari 0,1 mol.m-3 (2,7 ppm) pada pH 4
meningkat menjadi 58 mol.m-3 (1.500 ppm) pada pH 1,8. Kadar Al yang cukup
rendah, hanya 1-2 ppm sudah dapat meracuni tanaman (Dent, 1986). Pengeringan
secara berulang meningkatkan kelarutan Al3+. Kumulatif Al3+ terlindi rata-rata
dari tiga jenis tanah sulfat masam (pH 2,52-4,80) yang dikeringbasahkan secara
berulang sebanyak enam kali menunjukkan peningkatan sebesar 40% dari 5,84
cmol (+)/kg menjadi 9,26 cmol (+)/kg (Noor, 2004).
7
Ketersediaan Unsur Hara Makro dan Mikro
Ketersediaan P pada tanah sulfat masam rendah sampai sangat rendah.
Selain itu, pada tanah sulfat masam, P (dari pupuk) akan diikat kuat oleh Al-aktif
membentuk senyawa P tidak tersedia pada pH rendah. Meskipun beberapa
penelitian menunjukkan bahwa pemberian P menunjukkan tanggapan oleh padi
(Dent, 1986). Dalam keadaan reduktif, bentuk P dalam ikatan Fe-P mungkin juga
Al-P lepas, menjadi bentuk tersedia setelah penggenangan bertahap. Reaksi
berikut menggambarkan ikatan Al terhadap P yang terjadi pada permukaan
lempung atau tepi-tepi mineral lempung yang bermuatan positif.
Al-OH + H2PO4-
Al-H2PO4- + OH-
lempung
lempung oktahedral
Pada kondisi kadar bahan organik tinggi sering menimbulkan kekahatan
unsur-unsur mikro seperti Cu dan Zn karena terbentuknya ikatan senyawa
organometal. Lempung dapat membentuk kompleks dengan senyawa organik.
Menurut Tan (1998) kutub negatif (COO-) dari asam organik atau asam amino
dapat mengikat kation-kation logam dalam bentuk jerapan permukaan.
Kondisi yang ekstrim untuk aktivitas mikroorganisme tanah menyebabkan
kurang tersedianya unsur hara karena terhambatnya pelapukan bahan organik
tanah. Fiksasi nitrogen dari udara oleh bakteri Rhizobia yang bersimbiose dengan
tanaman legum akan terhambat pada pH dan ketersediaan fosfat yang rendah.
Mikoriza yang merupakan mikroorganisme pelarut fosfat sulit berkembang pada
kondisi keasaman tanah yang ekstrim (Noor, 2004).
Ketersediaan Basa-basa Dapat Dipertukarkan
Tanah sulfat masam yang telah mengalami pencucian pada periode yang
panjang, kation-kation basa hasil pelapukan mineral akan tercuci. Kompleks
pertukaran akan dijenuhi oleh aluminium. Defisiensi Ca, Mg, K, Mn, Zn, Cu, dan
Mo sering terjadi pada tanah sulfat masam. Batas kritis defisiensi kandungan
unsur hara dalam tanaman adalah 0,14–0,41 % P, 0,56-2,32 % K, 0,13-0,78 % Ca,
0,16-1,44 % Mg, 24-70 ppm Fe, <30 ppm Mn, <3,0 ppm Cu, 8-28 ppm Zn
(Tadano, Yonabayashi, dan Saito, 1992).
8
Konsentrasi basa-basa dapat dipertukarkan (Ca, Mg, dan K) pada lapisan
dimana terdapat oksidasi pirit sangat rendah dan kompleks pertukaran telah
dijenuhi oleh H dan Al sebagai akibat dari rendahnya pH dan tingginya Al dapat
dipertukarkan. Di sisi lain, pada kedalaman di bawah lapisan sulfida, konsentrasi
basa-basa dapat dipertukarkan dan pH meningkat seiring dengan penurunan
konsentrasi Al hingga mendekati nol sebagaimana terlihat pada Tabel 2 (Singh,
Grube, Smith, dan Keefer, 1982).
Tabel 2. Beberapa Kandungan Kimia dari Tanah Sulfida
Kedalaman
(m)
pH
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
5.4
5.4
5.7
5.7
5.4
5.8
7.6
7.9
7.1
7.5
7.1
6.3
Ca
0.13
0.57
1.04
0.77
0.42
1.37
3.00
3.20
3.30
2.90
1.93
1.30
Kation-kation Dapat
Dipertukarkan
Mg
K
(me/100g)
0.05
0.11
0.15
0.18
0.33
0.17
0.29
0.19
0.12
0.14
0.40
0.16
0.97
0.16
1.11
0.16
1.25
0.17
1.15
0.18
0.80
0.17
0.42
0.22
Al
0.54
0.44
0.33
1.00
0.56
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
Sumber: Singh, Grube, Smith, dan Keefer (1982).
9
Download