Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian PENGELOLAAN AIR UNTUK USAHATANI PERKEBUNAN BERKELANJUTAN Bariot Hafif Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung Jln. Z.A. Pagar Alam 1 A Bandar Lampung ABSTRAK Air adalah unsur utama penyusun sel (protoplasma) tanaman. Air berperan dalam menjaga suhu tanaman, proses fotosintesi, respirasi, media untuk reaksireaksi biokimia dan penyerapan mineral dari dalam tanah. Kekurangan air akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Untuk memenuhi kebutuhan air tanaman, air harus tersedia di dalam tanah. Sumber utama dari air di dalam tanah adalah curah hujan (CH). Namun ketersediaan air di dalam tanah tidak hanya ditentukan oleh CH tetapi juga oleh kemampuan tanah dalam menyimpan air yang berhubungan erat dengan kondisi fisik dan kimia tanah terutama bahan organik. Apabila sifat fisik tanah rusak dan kandungan bahan organik tanah rendah, air akan mudah hilang dari dalam tanah. Akibatnya air sering tidak tersedia untuk kebutuhan tanaman. Kondisi ini diperparah oleh distribusi CH yang kurang merata akibat perubahan iklim. Aktivitas petani di lahan perkebunan rakyat Lampung disinyalir telah membawa kepenurunan/kerusakan fisik tanah dan kehilangan bahan organik. Hal itu diantaranya terindikasi dari semakin menurunnya produktivitas lada dan kopi disentra produksi di Lampung Utara. Untuk mengatasi fenomena tersebut pengelolaan lahan perkebunan harus mampu memperbaiki dan meningkatkan kapasitas resapan air ke dalam tanah (infiltrasi), meningkatkan kapasitas simpanan air tanah, mengendalikan aliran permukaan dan erosi, dan meningkatkan ketersediaan air dan mengefektifkan penggunaan air. Peningkatan ketersediaan air bisa dilakukan melalui eksploitasi air tanah, pemanenan air hujan dan efektifitas penggunaan air dapat ditingkatkan dengan penerapan teknologi irigasi hemat air. Aplikasi dari penggunan air akan lebih efisien dan efektif bila dilakukan kalkulasi kebutuhan air tanaman. Kata kunci: pengelolaan air, perkebunan berkelanjutan, Lampung ABSTRACT Water is the main constituent elements of the plant protoplasm. Water plays an important role in maintaining the temperature of the plant, process of photosynthesis, respiration, medium for biochemical reactions and absorption of minerals from the soil. Lack of water will affect the growth and crop production. To meet the water needs of the plant, the water should be available in the soil. The main source of water in the soil is rainfall, but the availability of water in the soil is not only determined by rainfall but also by the water holding capacity of the soil that is closely related to the physical and chemical soil conditions, especially organic matter. If the physical properties of the soil are damaged and soil organic matter content is low, the water will be easily lost from the soil. As a result, water is often not available to the plant needs. This condition is exacerbated by the uneven distribution of raifall due to climate change. Activities of farmers in Lampung smallholder plantations allegedly been brought to a decrease in the 274 Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian quality of the physical properties of the soil and loss of organic matter. It was such indications of the declining productivity of pepper and coffee in the production center in North Lampung. To overcome this phenomenon, plantation land management should be able to improve and increase the capacity of water absorption into the soil (infiltration), increase water storage capacity of the soil, control runoff and erosion, and improve water availability and effective use of water. Increased water availability can be done through exploitation of groundwater, rainwater harvesting and effective use of water can be improved by the application of water-saving irrigation technology. Use of water will be more efficient and effective when performed calculations for the water needs of plants. Keywords: water management, plantation sustainability, Lampung PENDAHULUAN Air merupakan komponen utama penyusun tubuh tanaman. Kandungan air di dalam tubuh tanaman kisaran 80-95% tergantung jenis tanaman. Kepentingan air untuk tanaman selain sebagai unsur utama penyusun sel (protoplasma), air menjaga suhu tanaman, berperan dalam proses fotosintesis dan mengangkut hasil fotosintesis keseluruh tubuh tanaman, pelarut untuk mengangkut hara (mineral) dari tanah ke tubuh tanaman dan media untuk reaksireaksi biokimia (Colorado State University, 2014). Kekurangan air berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Carr (2011); Backoume’ et al., (2013) melaporkan tandan buah segar (TBS) kelapa sawit menurun 2-3 ton/ha, bila tanaman tersebut mengalami kekurangan air 100 mm dari kebutuhannya sekitar 2000 mm/tahun. Namun secara umum cekaman air telah menurunkan sekitar 20% dari produksi tanaman budidaya di seluruh dunia (Bouman et al., 2005; Scheiermeier, 2008). Untuk mencukupi kebutuhan air tanaman khususnya tanaman tahunan diperlukan tindakan penyiraman atau istilah lainnya irigasi. Penyiraman tanaman perkebunan biasanya diperlukan pada saat curah hujan lebih rendah dari evapotranspirasi potensial (ETP). Pada kondisi ini terjadi defisit air untuk memenuhi kebutuahn tanaman. Air yang dibutuhkan untuk mencukupi kekurangan air bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kadang diistilahkan sebagai air irigasi suplemen. Di samping air dibutuhkan untuk batang tubuh tanaman, air juga diperlukan untuk menjaga kelembaban tanah sehingga tanah mudah diperlakukan, mengatur suhu tanah dan iklim mikro, mencuci unsur beracun, garam dan sebagainya. Cara manusia melakukan irigasi kadang berbeda-beda 275 Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian tergantung kondisi tanah, topografi, ketersediaan air, jenis tanaman, iklim, kebiasaan petani dan sebagainya. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBUTUHAN AIR TANAMAN Kebutuhan air tanaman antara lain dipengaruhi oleh: Evaporasi, yaitu hilangnya air dari permukaan tanah karena penguapan. Transpirasi yaitu air yang dibutuhkan tanaman untuk proses metabolisme, fotosintesis, dan respirasi, menghilang/menguap dari tubuh tanaman melalui stomata. Evapotranspirasi (ETP) yaitu air untuk kebutuhan konsumtif tanaman, adalah air untuk evaporasi dari areal tanam disekitar tanaman dan air yang diperlukan untuk transpirasi. Bagaimana besaran atau jumlah air yang dibutuhkan untuk ETP sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim antara lain temperatur udara, kelembaban relatif, kecepatan angin, dan radiasi matahari (FAO, 2014). Perubahan iklim (Climate change) yang antara lain terindikasi dari peningkatan suhu udara, perubahan pola hujan (terjadinya el-nino dan la-nina) dan perubahan sifat-sifat iklim lainnya sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman (Adamgbe dan Ujoh, 2013). KENAPA PENGELOLAAN AIR PENTING? Bertambahnya populasi makhluk terutama manusia di permukaan bumi, juga diikuti oleh meningkatnya penggunaan air. Akibatnya semakin hari kompetisi dalam penggunaan air semakin meningkat. Lama kelamaan kalau kondisi itu dibiarkan maka air di muka bumi akan menjadi suatu barang langka. Artinya ketersediaan air tidak lagi mencukupi kebutuhan air untuk kehidupan makhlukmakhluk dipermukaan bumi seperti tanaman, binatang, manusia dan lainnya. Sejauh ini sudah sangat mudah dilihat dimana air sungai tidak lagi mencukupi kebutuhan air untuk aktivitas manusia. Air juga terlihat tidak lagi mengalir sampai ke laut, atau air habis dalam perjalanan menuju laut. Air untuk irigasi merupakan pengguna air terbesar yaitu lebih kurang 70% dari air tersedia (Lakitan, 2009). Seperti dikemukakan sebelumnya kebutuhan air akan terus meningkat sementara jumlah air tersedia baik yang berasal dari curah hujan maupun yang tersimpan di dalam tanah hanya sebegitu-begitu saja dan selalu berada dalam siklusnya. Karenanya kearifan manusia/pengguna sangat 276 Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian diperlukan untuk bagaimana mengelola jumlah air yang tersedia dan terbatas tersebut agar selalu dapat memenuhi kebutuhan makhluk. Saat ini di Provinsi Lampung sudah mulai dirasakan adanya keterbatasan ketersediaan air. Menurut Irianto dan Surmaini (2002), cekaman air merupakan unsur utama penyebab rendahnya produktivitas pertanian di Provinsi Lampung. Terganggunya ketersedia air untuk tanaman terutama sebagai akibat dari pengaruh perubahan iklim yaitu adanya el-nino dan atau la-nina. SUMBERDAYA AIR Sumberdaya air di permukaan bumi dibagi dua yaitu air dalam dan air permukaan. Sumberdaya air dalam adalah air yang tersimpan di dalam tanah atau dibawah permukaan bumi. Sedangkan air permukaan adalah air yang berada dipermukaan bumi seperti air sungai, air hujan, danau dan sebagainya. Air dalam atau air yang tersimpan di bawah permukaan bumi jumlahnya tidak sama antara satu tempat dengan tempat lainnya. Saat ini air yang tersimpan di dalam tanah jumlahnya cenderung menurun akibat penggunaan yang berlebihan dan tidak terkendali, sementara tingkat resapan air ke dalam tanah juga semakin berkurang (kapasitas dan kecepatan infiltrasi air ke dalam tanah menurun akibat sifat fisik tanah terganggu). Demikian pula air permukaan sifat-sifatnya juga mulai terganggu terutama akibat perubahan iklim, lahan di daerah aliran sungai mengalami degradasi dan tata kelola, tataguna lahan dan air yang semakin tidak peduli keselamatan lingkungan. Pada Gambar 1 disajikan kondisi neraca air di salah satu daerah sentra Perkebunan Rakyat di Provinsi Lampung yaitu daerah Lampung Utara. LAMPUNG UTARA H2O mm 400 300 200 100 0 Jan Peb Mar Apr May Jun CH mm 289 335 292 287 234 112 ETP mm 124 113 130 122 115 99 Jul Ags Spt Okt Nop Des 93 94 Tota l 119 151 187 301 2,494 107 145 140 154 131 114 1,494 Gambar 1. Rerata curah hujan dan evapotranspirasi potensial di Kabupaten Lampung Utara 277 Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian Di Kabupaten Lampung Utara terjadi kekurangan air selama 2-3 bulan sepanjang tahun yaitu pada bulan Juni/Juli sampai dengan bulan September. Pada bulan-bulan tersebut, ETP > CH. Namun berdasarkan kebutuhan air untuk tanaman tahunan (perkebunan), daerah Lampung Utara adalah daerah perkebunan potensial, karena menurut klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson, (1951), iklim di daerah Lampung Utara adalah tipe A (tipe basah) yaitu hampir tidak ditemukannya bulan kering (CH < 60 mm). Namun dengan terjadi degradasi tanah, baik secara alami ataupun dipercepat oleh aktivitas perkebunan, membuat kemampuan tanah dalam menyimpan air berkurang dan kebanyakan air hujan cepat menghilang bersama aliran permukaan (run-off). Akibatnya ketersediaan air untuk tanaman pada kondisi ETP > CH tidak akan mampu mencukupi kebutuhan tanaman. Indikasi ini diantaranya terlihat dari semakin menurunnya produktivitas komoditas perkebunan rakyat di Lampung Utara. Seperti dilaporkan Badan Pusat Statistik (2012), produktivitas dua komoditas unggulan perkebunan daerah Lampung Utara yaitu lada dan kopi masing-masing hanya 428 kg/ha dan 542 kg/ha. PENDEKATAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN AIR DI LAHAN PERKEBUNAN Teknologi pengelolaan air untuk lahan perkebunan dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan, antara lain: 1. Teknologi harus mampu memperbaiki dan meningkatkan kapasitas resapan air ke dalam tanah (infiltrasi). Hal in sangat diperlukan karena ada kecenderungan pengelolaan lahan sering mengabaikan pentingnya memelihara sifat fisik tanah agar kapasitas dan kecepatan infiltrasi ke dalam tanah tetap baik. Erosi, pemadatan tanah dan meningkatnya berat jenis tanah akibat kekurangan bahan organik dan daya disperse (energi kinetik) butir hujan akibat lahan terbuka, dan terbentuknya sealing dan crusting (Jakab et al., 2013) yaitu lapisan kerak tipis di permukaan tanah yang sulit ditembus air yang juga erat kaitannya dengan kebiasaan membakar, beban akibat aktivitas pengelolaan lahan dan energi kinetik butir hujan, akan menurunkan kapasitas dan kecepatan infiltrasi. 2. Teknologi mampu meningkatkan daya/kapasitas simpan air tanah. Kapasitas/daya simpan air pada tanah perkebunan cenderung menurun akibat erosi, dan pembakaran yang menurunkan kadar bahan organik tanah. Salah satu 278unsur yang sangat berperan dalam meningkatkan 278 Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian kapasitas simpan air tanah adalah bahan organik. Bahan organik tidak hanya meningkatkan daya simpan air, tetapi juga akan memperbaiki struktur/agregat dan pori-pori tanah yang sangat menentukan sifat/siklus hidrologi di dalam tanah. 3. Teknologi mampu memperlambat laju aliran permukaan dan mengendalikan kehilangan air dari tanah. Kapasitas aliran air hujan yang berlimpah dipermukaan tanah akan memunculkan energy/daya menghanyutkan yang besar apalagi kalau lahannya miring. Karenanya teknologi pengelolaan air salah satunya harus mengarah ke pengendalian aliran permukaan dan erosi dan memperbanyak air meresap air ke dalam tanah. 4. Mampu meningkatkan ketersediaan air dan mengefektifkan penggunaan air. Teknologi pengelolaan air harus mampu mengoptimalkan penggunaan air hujan yang berlimpah yaitu dengan melakukan tindakan konservasi atau menyimpan air, sehingga air tersedia untuk tanaman. Disisi lain seiring dengan meningkatnya kebutuhan air maka cara penggunaan air harus lebih efektif dan efisien sehingga ke depan dengan jumlah air yang sama, fungsi produksinya terutama untuk produksi pertanian/perkebunan, akan meningkat. TEKNOLOGI IRIGASI DI LAHAN PERKEBUNAN Seperti dikemukakan sebelumnya ada dua sumberdaya air yaitu air dalam dan air permukaan. Kedua sumberdaya air ini dapat dimanfaatkan untuk sumber air irigasi. Air dalam yaitu air yang tersimpan di dalam tanah. Air ini dapat dieksploitasi, untuk digunakan sebagai sumber air irigasi suplemen. Eksploitasi air dapat dilakukan dengan pembuatan sumur bor/artesis. Dengan bantuan pompa air, air bisa langsung digunakan untuk menyiram tanaman, bisa juga ditampung (tower penampungan air) sebelum digunakan untuk irigasi. Sumberdaya air permukaan seperti air sungai juga dapat dioptimalkan pemanfaatannya. Pembuatan cekdam, dan waduk adalah tindakan-tindakan yang mampu meningkatkan ketersediaan air sungai bagi tanaman. Teknologi yang lebih sederhana untuk mengefektifkan dayaguna air adalah dengan memanen curah hujan. Artinya air hujan yang turun dihindari untuk mengalir langsung ke badan sungai. Air terlebih dahulu dipanen/disimpan dengan embung atau sarana penyimpanan air lainnya seperti 279nsure dan/atau kedung. 279 Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian 1. Embung Embung dapat dibuat dengan berbagai volume. Embung kecil (mikro embung) biasanya bervolume sekitar 100 m3 atau kurang. Sedangkan embung ukuran sedang volume sekitar 400 – 500 m3 juga dapat dibuat untuk sumber air irigasi suplemen di lahan perkebunan. Embung mikro dan embung ukuran sedang sebaiknya dibuat di lahan olah pada lahan agak miring. Volume embung yang akan dibuat harus mempertimbangkan luas daerah tangkapan hujan. Sebagai contoh untuk pembuatan embung volume 400 m3, daerah tangkapan hujan sebaiknya tidak kurang dari 0,1 ha. Hal ini menjadi pertimbangan agar embung terisi air selama musim hujan. Embung dapat dibuat permanen (struktur semen) atau hanya dilapisi bahan kedap air seperti terpal. Hal itu dilakukan dengan mempertimbangkan sifat tanah dan juga volume embung. Embung ukuran 100 3 atau kurang sebaiknya hanya dilapisan bahan kedap air. Air di dalam embung biasanya dimanfaatkan untuk penyelamatan tanaman di musim kemarau. Pembuatan embung dan juga rorak-rorak di lahan perkebunan selain bisa menyimpan air juga meningkatkan simpanan air tanah. Embung mikro/kecil dan pembuatan jebakan-jebakan air dinilai sesuai diterapkan untuk lahan perkebunan. Pembutan embung dengan volume yang lebih besar juga dapat dilakukan. Air embung ini agar bisa terdistribusi ke area yang lebih luas biasanya ditunjang dengan pembangunan jaringan irigasi terutama untuk lahan yang jaraknya jauh dari embung. Dipermukaan bumi banyak didapatkan area-area penyimpanan air secara alami, diantaranya adalah rawa. Dalam kondisi tertentu air yang tersimpan di rawa lebak sebaiknya dibiarkan dalam kondiai alami tetapi airnya harus bisa dimanfaatkan secara optimal untuk pertanian. Banyak diantara rawa lebak saat ini fungsinya untuk konservasi air telah hilang. Daya konservasi tersebut telah digantikan oleh teknologi drainase dan kadang lahan rawa lebak dijadikan lahan persawahan. 2. Teknologi Irigasi Hemat Air Ketersediaan air untuk tanaman bisa meningkat dengan menerapkan teknologi irigasi hemat air. Untuk penyiraman tanaman perkebunan terutama di musim kering, dapat diaplikasikan berbagai teknologi irigasi yang hemat air. Bentuk irigasi hemat air yang bisa diaplikasikan untuk tanaman perkebunan 280 Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian seperti irigasi tetes, irigasi resapan, irigasi parit/alur (air dialirkan ke lahan dengan membuat parit-parit irigasi). Selain itu penggunaan mulsa terutama mulsa dari bahan organik juga dinilai efektif untuk meningkatkan ketersediaan air bagi tanaman perkebunan. Mulsa dari bahan organik tidak hanya mengurangi kehilangan air melalui penguapan dari permukaan tanah, juga akan memperkaya kadar bahan organik tanah sehingga memperbaiki infiltrasi dan daya simpan air tanah. KALKULASI KEBUTUHAN AIR UNTUK TANAMAN PERKEBUNAN Seperti disinggung sebelumnya kebutuhan air tanaman ditentukan oleh tingkat evaporasi dan transpirasi. Kedua 281nsure ini selanjutnya digabung menjadi evapotranspirasi (ET). Kebutuhan air tanaman (ET) perkebunan dapat dihitung dengan menggunakan formula ET = ETP x Kc tanaman. ETP adalah singkatan dari evapotranspirasi potensial, sedangkan Kc adalah koefisien tanaman yang nilainya didapatkan melalui penelitian (FAO, 1986). ETP untuk daerah tropis seperti Indonesia dapat dihitung menggunakan berbagai metoda seperti metoda Thornwaite , Blaney-Criddle, Doorenbos and Pruitt, evaporimeter, Penman-Montieth dan sebagainya. Nilai ETP antara lain ditentukan oleh rata-rata temperature udara, kelembaban relative, kecepatan angin, dan radiasi matahari. Sedang nilai Kc berbeda untuk masing-masing tanaman. Nilai Kc sendiri juga berbeda untuk fase-fase pertumbuhan tanaman antara lain fase pertumbuhan awal, fase perkembangan/vegetative, fase pertengahan/generative dan fase akhir/pematangan (FAO, 2013). Namun untuk tanaman perkebunan dewasa (tanaman telah berproduksi) nilai Kc sepanjang tahun hampir sama. Sebagai contoh adalah tanaman kakao yang telah menghasilkan. Nilai Kc tanaman ini 1.05. Hasil penghitungan besar kebutuhan air tanaman kakao sepanjang tahun dengan menggunakan program CROPWAT (FAO, 1991) disajikan di dalam Tabel 1. Hasil kalkulasi memperlihatkan tanaman kakao di daerah sentra produksi kakao Lampung Timur, membutuhkan air irigasi suplemen dimulai dari bulan Mei sampai dengan bulan Nopember (Tabel 1). 281 Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian Tabel 1. Prediksi kebutuhan irigasi suplemen untuk tanaman kakao yang telah berproduksi Tanaman: Kakao Bulan Dekade Kc Jan Jan Jan Peb Peb Peb Maret Maret Maret April April April Mei Mei Mei Juni Juni Juni Juli Juli Juli Agust Agust Agust Sept Sept Sept Okt Okt Okt Nop Nop Nop Des Des Des Total 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 ET ET Hujan Kakao Kakao Effekti Kebutuhan Kebutuhan mm/hr Mm/dek mm/dek irigasi Irigasi mm/hr mm/dek 4.62 46.2 86.2 0.00 0.00 4.73 47.3 99.8 0.00 0.00 4.55 45.5 90.0 0.00 0.00 4.38 43.8 78.9 0.00 0.00 4.20 42.0 68.4 0.00 0.00 4.20 42.0 66.1 0.00 0.00 4.20 42.0 63.9 0.00 0.00 4.20 42.0 61.6 0.00 0.00 4.06 40.6 57.2 0.00 0.00 3.92 39.2 53.5 0.00 0.00 3.78 37.8 49.5 0.00 0.00 3.74 37.4 41.7 0.00 0.00 3.71 37.1 32.6 0.45 4.5 3.67 36.7 24.2 1.26 12.6 3.61 36.1 23.2 1.31 13.1 3.53 35.3 22.3 1.33 13.3 3.46 34.6 21.3 1.31 13.1 3.47 34.7 21.6 1.14 11.4 3.39 33.9 22.6 1.04 10.4 3.36 33.6 23.2 1.80 18.0 3.74 37.4 19.4 2.74 27.4 4.23 42.3 15.0 3.53 35.3 4.62 46.2 10.9 3.53 35.3 4.59 45.9 11.6 3.42 34.2 4.52 45.2 12.3 3.28 32.8 4.52 45.2 13.1 3.21 32.1 4.65 46.5 15.3 3.13 31.3 4.79 47.9 16.8 3.12 31.2 4.93 49.3 18.6 3.07 30.7 4.76 47.6 25.1 2.25 22.5 4.59 45.9 31.5 1.43 14.3 4.41 44.1 38.0 0.61 6.1 4.41 44.1 45.0 0.00 0.00 4.41 44.1 51.4 0.00 0.00 4.41 44.1 58.0 0.00 0.00 4.52 45.2 69.6 0.00 0.00 1508.8 407.2 282 Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian KESIMPULAN Air merupakan unsur utama penyusun tubuh tanaman. Kekurangan air berdampak nyata terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Pengelelolaan lahan perkebunan yang kurang tepat, cenderung merusak sifat fisik dan kimia tanah sehingga berdampak terhadap kemampuan tanah dalam menyimpan air. Pada kondisi CH < ATP ketersediaan air menjadi faktor pembatas produksi tanaman. Kondisi ini diperburuk oleh perubahan iklim yang terindikasi oleh distribusi curah hujan tidak merata. Dampak dari kejadian ini dirasakan diantaranya oleh petani sentra produksi lada dan kopi di Lampung Utara. Untuk mengatasi fenomena tersebut pengelolaan lahan perkebunan harus mampu memperbaiki dan meningkatkan kapasitas resapan air ke dalam tanah (infiltrasi), mampu meningkatkan daya/kapasitas simpan air tanah, mampu mengendalikan aliran permukaan dan erosi, dan mampu meningkatkan ketersediaan air dan mengefektifkan penggunaan air. Peningkatan ketersediaan air bisa dilakukan melalui eksploitasi air tanah, pemanenan air hujan dan efektifitas penggunaan air dapat ditingkatkan dengan penerapan teknologi irigasi hemat air. Aplikasi dari penggunan air akan lebih efisien dan efektif bila dilakukan kalkulasi kebutuhan air tanaman. DAFTAR PUSTAKA Adamgbe, E.M. and F. Ujoh. 2013. Effect of Variability in Rainfall Characteristics on Maize Yield in Gboko, Nigeria. Journal of Environmental Protection 4: 881-887 Backoumé, C., N. Shahbudin, S. Yacob, C.S. Siang, and M.N.A. Thambi. 2013. Improved method for estimating soil moisture deficit in oil palm (Elaeis guineensis Jacq.) areas with limited climatic data. Journal of Agricultural Science. 5(8): 57-65. Badan Pusat Statistik. 2012. Lampung Utara Dalam Angka. Kabupaten Lampung Utara Bouman, B.A.M., Peng, S., Castaoeda, A.R., & Visperas, R.M. (2005). Yield and water use of irrigated tropical rice system. Agricultural water Management, 74, 2, 87-105 Carr, M.C.V. 2011. The water relations and irrigation requirements of oil palm (Elaeis guineensis Jacq.): A Review. Experimental Agriculture. 47(04): 629-652. 283 Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian Colorado State University. 2014. Plant Growth Factors: Water. Cocorado Master Gardener Program. www.ext. colostate.edu/mg/gardennotes/144.html FAO. 1986. Yield response to water. FAO Irrigation and Drainage Paper, No. 33. FAO., Water Deveopment Division Via delle di Caracalla. 00100. Rome. FAO. 1991. Software library CROPWAT Version 5.7. Irrigation Planning and and Management Tool. Land and water Development Division. 00100 Rome. Italy FAO. 2013. Crops Water Need. http://www.fao.org/docrep/s2022e/s2022e07.htm #TopOfPage FAO. 2014. Crop Evaporation. Guidelines for computing crop water requirement. http://www.fao/docrep/x0490e/x0490e00.htm Irianto G, Surmaini E. 2002. Analisis Potensi dan Kebutuhan Air untuk Menyusun Rekomendasi Irigasi Suplementer Tanaman Tebu Lahan Kering. Jurnal Tanah dan Iklim 20:1-12 Jakab, G., T. Nemeth, B. Csepinszky, B. Madarasz, Z. Szalai and A. Kertesz. 2013. The Influence of Short Term Soil Sealing and crusting on Hydrology and Erosion at Balaton Uplands, Hungary. Journal of Earth and Environmental Science 8 (1): 147-155. Lakitan B. 2009. Air Untuk Pertanian. Koran Jakarta, 23 Maret 2009. Project of Irrigation Technology Center, 2004. Using PET for determining crop water requirement and irrigation scheduling. Texas A&M Center-Uvalde. Scheiermeier, Q. 2008. A long dry summer. Nature 452, 270-273. Schmidt, F.A., and J.H.A. Ferguson. 1951. Rainfall Types Based on Wet and Dry Period Ratios for Indonesia with Western New Guinea. Verh. No. 42, Djawatan Meteorologi dan Geofisika, Kementrian Perhubungan, Jakarta. 284