ABSTRACT

advertisement
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
PENGELOLAAN AIR UNTUK USAHATANI PERKEBUNAN
BERKELANJUTAN
Bariot Hafif
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung
Jln. Z.A. Pagar Alam 1 A Bandar Lampung
ABSTRAK
Air adalah unsur utama penyusun sel (protoplasma) tanaman. Air berperan
dalam menjaga suhu tanaman, proses fotosintesi, respirasi, media untuk reaksireaksi biokimia dan penyerapan mineral dari dalam tanah. Kekurangan air akan
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Untuk memenuhi
kebutuhan air tanaman, air harus tersedia di dalam tanah. Sumber utama dari air
di dalam tanah adalah curah hujan (CH). Namun ketersediaan air di dalam tanah
tidak hanya ditentukan oleh CH tetapi juga oleh kemampuan tanah dalam
menyimpan air yang berhubungan erat dengan kondisi fisik dan kimia tanah
terutama bahan organik. Apabila sifat fisik tanah rusak dan kandungan bahan
organik tanah rendah, air akan mudah hilang dari dalam tanah. Akibatnya air
sering tidak tersedia untuk kebutuhan tanaman. Kondisi ini diperparah oleh
distribusi CH yang kurang merata akibat perubahan iklim. Aktivitas petani di
lahan
perkebunan
rakyat
Lampung
disinyalir
telah
membawa
kepenurunan/kerusakan fisik tanah dan kehilangan bahan organik. Hal itu
diantaranya terindikasi dari semakin menurunnya produktivitas lada dan kopi
disentra produksi di Lampung Utara. Untuk mengatasi fenomena tersebut
pengelolaan lahan perkebunan harus mampu memperbaiki dan meningkatkan
kapasitas resapan air ke dalam tanah (infiltrasi), meningkatkan kapasitas
simpanan air tanah, mengendalikan aliran permukaan dan erosi, dan
meningkatkan ketersediaan air dan mengefektifkan penggunaan air. Peningkatan
ketersediaan air bisa dilakukan melalui eksploitasi air tanah, pemanenan air
hujan dan efektifitas penggunaan air dapat ditingkatkan dengan penerapan
teknologi irigasi hemat air. Aplikasi dari penggunan air akan lebih efisien dan
efektif bila dilakukan kalkulasi kebutuhan air tanaman.
Kata kunci: pengelolaan air, perkebunan berkelanjutan, Lampung
ABSTRACT
Water is the main constituent elements of the plant protoplasm. Water plays an
important role in maintaining the temperature of the plant, process of
photosynthesis, respiration, medium for biochemical reactions and absorption of
minerals from the soil. Lack of water will affect the growth and crop production.
To meet the water needs of the plant, the water should be available in the soil.
The main source of water in the soil is rainfall, but the availability of water in the
soil is not only determined by rainfall but also by the water holding capacity of the
soil that is closely related to the physical and chemical soil conditions, especially
organic matter. If the physical properties of the soil are damaged and soil organic
matter content is low, the water will be easily lost from the soil. As a result, water
is often not available to the plant needs. This condition is exacerbated by the
uneven distribution of raifall due to climate change. Activities of farmers in
Lampung smallholder plantations allegedly been brought to a decrease in the
274
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
quality of the physical properties of the soil and loss of organic matter. It was
such indications of the declining productivity of pepper and coffee in the
production center in North Lampung. To overcome this phenomenon, plantation
land management should be able to improve and increase the capacity of water
absorption into the soil (infiltration), increase water storage capacity of the soil,
control runoff and erosion, and improve water availability and effective use of
water. Increased water availability can be done through exploitation of
groundwater, rainwater harvesting and effective use of water can be improved by
the application of water-saving irrigation technology. Use of water will be more
efficient and effective when performed calculations for the water needs of plants.
Keywords: water management, plantation sustainability, Lampung
PENDAHULUAN
Air merupakan komponen utama penyusun tubuh tanaman. Kandungan
air di dalam tubuh tanaman kisaran 80-95% tergantung jenis tanaman.
Kepentingan air untuk tanaman selain sebagai unsur utama penyusun sel
(protoplasma), air menjaga suhu tanaman, berperan dalam proses fotosintesis
dan mengangkut hasil fotosintesis keseluruh tubuh tanaman, pelarut untuk
mengangkut hara (mineral) dari tanah ke tubuh tanaman dan media untuk reaksireaksi biokimia (Colorado State University, 2014). Kekurangan air berpengaruh
nyata terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Carr (2011); Backoume’ et
al., (2013) melaporkan tandan buah segar (TBS) kelapa sawit menurun 2-3
ton/ha, bila tanaman tersebut mengalami kekurangan air 100 mm dari
kebutuhannya sekitar 2000 mm/tahun. Namun secara umum cekaman air telah
menurunkan sekitar 20% dari produksi tanaman budidaya di seluruh dunia
(Bouman et al., 2005; Scheiermeier, 2008).
Untuk mencukupi kebutuhan air tanaman khususnya tanaman tahunan
diperlukan tindakan penyiraman atau istilah lainnya irigasi. Penyiraman tanaman
perkebunan biasanya diperlukan pada saat curah hujan lebih rendah dari
evapotranspirasi potensial (ETP). Pada kondisi ini terjadi defisit air untuk
memenuhi kebutuahn tanaman.
Air
yang dibutuhkan
untuk mencukupi
kekurangan air bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kadang diistilahkan
sebagai air irigasi suplemen.
Di samping air dibutuhkan untuk batang tubuh tanaman, air juga
diperlukan
untuk
menjaga
kelembaban
tanah
sehingga
tanah
mudah
diperlakukan, mengatur suhu tanah dan iklim mikro, mencuci unsur beracun,
garam dan sebagainya. Cara manusia melakukan irigasi kadang berbeda-beda
275
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
tergantung kondisi tanah, topografi, ketersediaan air, jenis tanaman, iklim,
kebiasaan petani dan sebagainya.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBUTUHAN AIR TANAMAN
Kebutuhan air tanaman antara lain dipengaruhi oleh:

Evaporasi, yaitu hilangnya air dari permukaan tanah karena penguapan.

Transpirasi
yaitu
air
yang
dibutuhkan
tanaman
untuk
proses
metabolisme, fotosintesis, dan respirasi, menghilang/menguap dari
tubuh tanaman melalui stomata.

Evapotranspirasi (ETP) yaitu air untuk kebutuhan konsumtif tanaman,
adalah air untuk evaporasi dari areal tanam disekitar tanaman dan air
yang diperlukan untuk transpirasi. Bagaimana besaran atau jumlah air
yang dibutuhkan untuk ETP sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim antara
lain temperatur udara, kelembaban relatif, kecepatan angin, dan radiasi
matahari (FAO, 2014). Perubahan iklim (Climate change) yang antara
lain terindikasi dari peningkatan suhu udara, perubahan pola hujan
(terjadinya el-nino dan la-nina) dan perubahan sifat-sifat iklim lainnya
sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman
(Adamgbe dan Ujoh, 2013).
KENAPA PENGELOLAAN AIR PENTING?
Bertambahnya populasi makhluk terutama manusia di permukaan bumi,
juga diikuti oleh meningkatnya penggunaan air. Akibatnya semakin hari kompetisi
dalam penggunaan air semakin meningkat. Lama kelamaan kalau kondisi itu
dibiarkan maka air di muka bumi akan menjadi suatu barang langka. Artinya
ketersediaan air tidak lagi mencukupi kebutuhan air untuk kehidupan makhlukmakhluk dipermukaan bumi seperti tanaman, binatang, manusia dan lainnya.
Sejauh ini sudah sangat mudah dilihat dimana air sungai tidak lagi mencukupi
kebutuhan air untuk aktivitas manusia. Air juga terlihat tidak lagi mengalir sampai
ke laut, atau air habis dalam perjalanan menuju laut.
Air untuk irigasi merupakan pengguna air terbesar yaitu lebih kurang 70%
dari air tersedia (Lakitan, 2009). Seperti dikemukakan sebelumnya kebutuhan air
akan terus meningkat sementara jumlah air tersedia baik yang berasal dari curah
hujan maupun yang tersimpan di dalam tanah hanya sebegitu-begitu saja dan
selalu berada dalam siklusnya. Karenanya kearifan manusia/pengguna sangat
276
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
diperlukan untuk bagaimana mengelola jumlah air yang tersedia dan terbatas
tersebut agar selalu dapat memenuhi kebutuhan makhluk.
Saat ini di Provinsi Lampung sudah mulai dirasakan adanya keterbatasan
ketersediaan air. Menurut Irianto dan Surmaini (2002), cekaman air merupakan
unsur utama penyebab rendahnya produktivitas pertanian di Provinsi Lampung.
Terganggunya ketersedia air untuk tanaman terutama sebagai akibat dari
pengaruh perubahan iklim yaitu adanya el-nino dan atau la-nina.
SUMBERDAYA AIR
Sumberdaya air di permukaan bumi dibagi dua yaitu air dalam dan air
permukaan. Sumberdaya air dalam adalah air yang tersimpan di dalam tanah
atau dibawah permukaan bumi. Sedangkan air permukaan adalah air yang
berada dipermukaan bumi seperti air sungai, air hujan, danau dan sebagainya.
Air dalam atau air yang tersimpan di bawah permukaan bumi jumlahnya tidak
sama antara satu tempat dengan tempat lainnya. Saat ini air yang tersimpan di
dalam tanah jumlahnya cenderung menurun akibat penggunaan yang berlebihan
dan tidak terkendali, sementara tingkat resapan air ke dalam tanah juga semakin
berkurang (kapasitas dan kecepatan infiltrasi air ke dalam tanah menurun akibat
sifat fisik tanah terganggu).
Demikian pula air permukaan sifat-sifatnya juga mulai terganggu terutama
akibat perubahan iklim, lahan di daerah aliran sungai mengalami degradasi dan
tata kelola, tataguna lahan dan air yang semakin tidak peduli keselamatan
lingkungan. Pada Gambar 1 disajikan kondisi neraca air di salah satu daerah
sentra Perkebunan Rakyat di Provinsi Lampung yaitu daerah Lampung Utara.
LAMPUNG UTARA
H2O mm
400
300
200
100
0
Jan Peb Mar Apr May Jun
CH mm
289 335 292 287 234 112
ETP mm 124 113 130 122 115
99
Jul
Ags Spt Okt Nop Des
93
94
Tota
l
119 151 187 301 2,494
107 145 140 154 131 114 1,494
Gambar 1. Rerata curah hujan dan evapotranspirasi potensial di Kabupaten
Lampung Utara
277
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
Di Kabupaten Lampung Utara terjadi kekurangan air selama 2-3 bulan
sepanjang tahun yaitu pada bulan Juni/Juli sampai dengan bulan September.
Pada bulan-bulan tersebut, ETP > CH. Namun berdasarkan kebutuhan air untuk
tanaman tahunan (perkebunan), daerah Lampung Utara adalah daerah
perkebunan potensial, karena menurut
klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson,
(1951), iklim di daerah Lampung Utara adalah tipe A (tipe basah) yaitu hampir
tidak ditemukannya bulan kering (CH < 60 mm). Namun dengan terjadi degradasi
tanah, baik secara alami ataupun dipercepat oleh aktivitas perkebunan, membuat
kemampuan tanah dalam menyimpan air berkurang dan kebanyakan air hujan
cepat menghilang bersama aliran permukaan (run-off). Akibatnya ketersediaan
air untuk tanaman pada kondisi ETP > CH tidak akan mampu mencukupi
kebutuhan tanaman. Indikasi ini diantaranya terlihat dari semakin menurunnya
produktivitas komoditas perkebunan rakyat di Lampung Utara. Seperti dilaporkan
Badan Pusat Statistik (2012), produktivitas dua komoditas unggulan perkebunan
daerah Lampung Utara yaitu lada dan kopi masing-masing hanya 428 kg/ha dan
542 kg/ha.
PENDEKATAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN AIR DI LAHAN PERKEBUNAN
Teknologi pengelolaan air untuk lahan perkebunan dapat dilakukan
melalui berbagai pendekatan, antara lain:
1. Teknologi harus mampu memperbaiki dan meningkatkan kapasitas
resapan air ke dalam tanah (infiltrasi). Hal in sangat diperlukan karena
ada kecenderungan pengelolaan lahan sering mengabaikan pentingnya
memelihara sifat fisik tanah agar kapasitas dan kecepatan infiltrasi ke
dalam tanah tetap baik. Erosi, pemadatan tanah dan meningkatnya berat
jenis tanah akibat kekurangan bahan organik dan daya disperse (energi
kinetik) butir hujan akibat lahan terbuka, dan terbentuknya sealing dan
crusting (Jakab et al., 2013) yaitu lapisan kerak tipis di permukaan tanah
yang sulit ditembus air yang juga erat kaitannya dengan kebiasaan
membakar, beban akibat aktivitas pengelolaan lahan dan energi kinetik
butir hujan, akan menurunkan kapasitas dan kecepatan infiltrasi.
2. Teknologi mampu meningkatkan daya/kapasitas simpan air tanah.
Kapasitas/daya simpan air pada tanah perkebunan cenderung menurun
akibat erosi, dan pembakaran yang menurunkan kadar bahan organik
tanah. Salah satu 278unsur yang sangat berperan dalam meningkatkan
278
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
kapasitas simpan air tanah adalah bahan organik. Bahan organik tidak
hanya meningkatkan daya simpan air, tetapi juga akan memperbaiki
struktur/agregat dan pori-pori tanah yang sangat menentukan sifat/siklus
hidrologi di dalam tanah.
3. Teknologi
mampu
memperlambat
laju
aliran
permukaan
dan
mengendalikan kehilangan air dari tanah. Kapasitas aliran air hujan yang
berlimpah
dipermukaan
tanah
akan
memunculkan
energy/daya
menghanyutkan yang besar apalagi kalau lahannya miring. Karenanya
teknologi pengelolaan air salah satunya harus mengarah ke pengendalian
aliran permukaan dan erosi dan memperbanyak air meresap air ke dalam
tanah.
4. Mampu meningkatkan ketersediaan air dan mengefektifkan penggunaan
air.
Teknologi
pengelolaan
air
harus
mampu
mengoptimalkan
penggunaan air hujan yang berlimpah yaitu dengan melakukan tindakan
konservasi atau menyimpan air, sehingga air tersedia untuk tanaman.
Disisi lain seiring dengan meningkatnya kebutuhan air maka cara
penggunaan air harus lebih efektif dan efisien sehingga ke depan dengan
jumlah air yang sama, fungsi produksinya terutama untuk produksi
pertanian/perkebunan, akan meningkat.
TEKNOLOGI IRIGASI DI LAHAN PERKEBUNAN
Seperti dikemukakan sebelumnya ada dua sumberdaya air yaitu air
dalam dan air permukaan. Kedua sumberdaya air ini dapat dimanfaatkan untuk
sumber air irigasi. Air dalam yaitu air yang tersimpan di dalam tanah. Air ini dapat
dieksploitasi, untuk digunakan sebagai sumber air irigasi suplemen. Eksploitasi
air dapat dilakukan dengan pembuatan sumur bor/artesis. Dengan bantuan
pompa air, air bisa langsung digunakan untuk menyiram tanaman, bisa juga
ditampung (tower penampungan air) sebelum digunakan untuk irigasi.
Sumberdaya air permukaan seperti air sungai juga dapat dioptimalkan
pemanfaatannya. Pembuatan cekdam, dan waduk adalah tindakan-tindakan
yang mampu meningkatkan ketersediaan air sungai bagi tanaman. Teknologi
yang lebih sederhana untuk mengefektifkan dayaguna air adalah dengan
memanen curah hujan. Artinya air hujan yang turun dihindari untuk mengalir
langsung ke badan sungai. Air terlebih dahulu dipanen/disimpan dengan embung
atau sarana penyimpanan air lainnya seperti 279nsure dan/atau kedung.
279
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
1. Embung
Embung dapat dibuat dengan berbagai volume. Embung kecil (mikro
embung) biasanya bervolume sekitar 100 m3 atau kurang. Sedangkan embung
ukuran sedang volume sekitar 400 – 500 m3 juga dapat dibuat untuk sumber air
irigasi suplemen di lahan perkebunan.
Embung mikro dan embung ukuran sedang sebaiknya dibuat di lahan
olah pada lahan agak miring. Volume embung yang akan dibuat harus
mempertimbangkan luas daerah tangkapan hujan. Sebagai contoh untuk
pembuatan embung volume 400 m3, daerah tangkapan hujan sebaiknya tidak
kurang dari 0,1 ha. Hal ini menjadi pertimbangan agar embung terisi air selama
musim hujan. Embung dapat dibuat permanen (struktur semen) atau hanya
dilapisi
bahan
kedap
air
seperti
terpal.
Hal
itu
dilakukan
dengan
mempertimbangkan sifat tanah dan juga volume embung. Embung ukuran 100 3
atau kurang sebaiknya hanya dilapisan bahan kedap air.
Air di dalam embung biasanya dimanfaatkan untuk penyelamatan
tanaman di musim kemarau. Pembuatan embung dan juga rorak-rorak di lahan
perkebunan selain bisa menyimpan air juga meningkatkan simpanan air tanah.
Embung mikro/kecil dan pembuatan jebakan-jebakan air dinilai sesuai diterapkan
untuk lahan perkebunan. Pembutan embung dengan volume yang lebih besar
juga dapat dilakukan. Air embung ini agar bisa terdistribusi ke area yang lebih
luas biasanya ditunjang dengan pembangunan jaringan irigasi terutama untuk
lahan yang jaraknya jauh dari embung.
Dipermukaan bumi banyak didapatkan area-area penyimpanan air secara
alami, diantaranya adalah rawa. Dalam kondisi tertentu air yang tersimpan di
rawa lebak sebaiknya dibiarkan dalam kondiai alami tetapi airnya harus bisa
dimanfaatkan secara optimal untuk pertanian. Banyak diantara rawa lebak saat
ini fungsinya untuk konservasi air telah hilang. Daya konservasi tersebut telah
digantikan oleh teknologi drainase dan kadang lahan rawa lebak dijadikan lahan
persawahan.
2. Teknologi Irigasi Hemat Air
Ketersediaan air untuk tanaman bisa meningkat dengan menerapkan
teknologi irigasi hemat air. Untuk penyiraman tanaman perkebunan terutama di
musim kering, dapat diaplikasikan berbagai teknologi irigasi yang hemat air.
Bentuk irigasi hemat air yang bisa diaplikasikan untuk tanaman perkebunan
280
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
seperti irigasi tetes, irigasi resapan, irigasi parit/alur (air dialirkan ke lahan
dengan membuat parit-parit irigasi). Selain itu penggunaan mulsa terutama
mulsa dari bahan organik juga dinilai efektif untuk meningkatkan ketersediaan air
bagi tanaman perkebunan. Mulsa dari bahan organik tidak hanya mengurangi
kehilangan air melalui penguapan dari permukaan tanah, juga akan memperkaya
kadar bahan organik tanah sehingga memperbaiki infiltrasi dan daya simpan air
tanah.
KALKULASI KEBUTUHAN AIR UNTUK TANAMAN PERKEBUNAN
Seperti disinggung sebelumnya kebutuhan air tanaman ditentukan oleh
tingkat evaporasi dan transpirasi. Kedua 281nsure ini selanjutnya digabung
menjadi evapotranspirasi (ET). Kebutuhan air tanaman (ET) perkebunan dapat
dihitung dengan menggunakan formula ET = ETP x Kc tanaman. ETP adalah
singkatan dari evapotranspirasi potensial, sedangkan Kc adalah koefisien
tanaman yang nilainya didapatkan melalui penelitian (FAO, 1986). ETP untuk
daerah tropis seperti Indonesia dapat dihitung menggunakan berbagai metoda
seperti metoda Thornwaite , Blaney-Criddle, Doorenbos and Pruitt, evaporimeter,
Penman-Montieth dan sebagainya. Nilai ETP antara lain ditentukan oleh rata-rata
temperature udara, kelembaban relative, kecepatan angin, dan radiasi matahari.
Sedang nilai Kc berbeda untuk masing-masing tanaman. Nilai Kc sendiri
juga berbeda untuk fase-fase pertumbuhan tanaman antara lain fase
pertumbuhan awal, fase perkembangan/vegetative, fase pertengahan/generative
dan fase akhir/pematangan (FAO, 2013). Namun untuk tanaman perkebunan
dewasa (tanaman telah berproduksi) nilai Kc sepanjang tahun hampir sama.
Sebagai contoh adalah tanaman kakao yang telah menghasilkan. Nilai Kc
tanaman ini 1.05. Hasil penghitungan besar kebutuhan air tanaman kakao
sepanjang tahun dengan menggunakan program CROPWAT (FAO, 1991)
disajikan di dalam Tabel 1. Hasil kalkulasi memperlihatkan tanaman kakao di
daerah sentra produksi kakao Lampung Timur, membutuhkan air irigasi
suplemen dimulai dari bulan Mei sampai dengan bulan Nopember (Tabel 1).
281
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
Tabel 1. Prediksi kebutuhan irigasi suplemen untuk tanaman kakao yang telah
berproduksi
Tanaman: Kakao
Bulan
Dekade
Kc
Jan
Jan
Jan
Peb
Peb
Peb
Maret
Maret
Maret
April
April
April
Mei
Mei
Mei
Juni
Juni
Juni
Juli
Juli
Juli
Agust
Agust
Agust
Sept
Sept
Sept
Okt
Okt
Okt
Nop
Nop
Nop
Des
Des
Des
Total
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1.05
1.05
1.05
1.05
1.05
1.05
1.05
1.05
1.05
1.05
1.05
1.05
1.05
1.05
1.05
1.05
1.05
1.05
1.05
1.05
1.05
1.05
1.05
1.05
1.05
1.05
1.05
1.05
1.05
1.05
1.05
1.05
1.05
1.05
1.05
1.05
ET
ET
Hujan
Kakao Kakao Effekti Kebutuhan Kebutuhan
mm/hr Mm/dek mm/dek irigasi
Irigasi
mm/hr
mm/dek
4.62
46.2
86.2
0.00
0.00
4.73
47.3
99.8
0.00
0.00
4.55
45.5
90.0
0.00
0.00
4.38
43.8
78.9
0.00
0.00
4.20
42.0
68.4
0.00
0.00
4.20
42.0
66.1
0.00
0.00
4.20
42.0
63.9
0.00
0.00
4.20
42.0
61.6
0.00
0.00
4.06
40.6
57.2
0.00
0.00
3.92
39.2
53.5
0.00
0.00
3.78
37.8
49.5
0.00
0.00
3.74
37.4
41.7
0.00
0.00
3.71
37.1
32.6
0.45
4.5
3.67
36.7
24.2
1.26
12.6
3.61
36.1
23.2
1.31
13.1
3.53
35.3
22.3
1.33
13.3
3.46
34.6
21.3
1.31
13.1
3.47
34.7
21.6
1.14
11.4
3.39
33.9
22.6
1.04
10.4
3.36
33.6
23.2
1.80
18.0
3.74
37.4
19.4
2.74
27.4
4.23
42.3
15.0
3.53
35.3
4.62
46.2
10.9
3.53
35.3
4.59
45.9
11.6
3.42
34.2
4.52
45.2
12.3
3.28
32.8
4.52
45.2
13.1
3.21
32.1
4.65
46.5
15.3
3.13
31.3
4.79
47.9
16.8
3.12
31.2
4.93
49.3
18.6
3.07
30.7
4.76
47.6
25.1
2.25
22.5
4.59
45.9
31.5
1.43
14.3
4.41
44.1
38.0
0.61
6.1
4.41
44.1
45.0
0.00
0.00
4.41
44.1
51.4
0.00
0.00
4.41
44.1
58.0
0.00
0.00
4.52
45.2
69.6
0.00
0.00
1508.8
407.2
282
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
KESIMPULAN
Air merupakan unsur utama penyusun tubuh tanaman. Kekurangan air
berdampak nyata terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Pengelelolaan
lahan perkebunan yang kurang tepat, cenderung merusak sifat fisik dan kimia
tanah sehingga berdampak terhadap kemampuan tanah dalam menyimpan air.
Pada kondisi CH < ATP ketersediaan air menjadi faktor pembatas produksi
tanaman. Kondisi ini diperburuk oleh perubahan iklim yang terindikasi oleh
distribusi curah hujan tidak merata. Dampak dari kejadian ini dirasakan
diantaranya oleh petani sentra produksi lada dan kopi di Lampung Utara.
Untuk mengatasi fenomena tersebut pengelolaan lahan perkebunan
harus mampu memperbaiki dan meningkatkan kapasitas resapan air ke dalam
tanah (infiltrasi), mampu meningkatkan daya/kapasitas simpan air tanah, mampu
mengendalikan aliran permukaan dan erosi, dan mampu meningkatkan
ketersediaan air dan mengefektifkan penggunaan air. Peningkatan ketersediaan
air bisa dilakukan melalui eksploitasi air tanah, pemanenan air hujan dan
efektifitas penggunaan air dapat ditingkatkan dengan penerapan teknologi irigasi
hemat air. Aplikasi dari penggunan air akan lebih efisien dan efektif bila dilakukan
kalkulasi kebutuhan air tanaman.
DAFTAR PUSTAKA
Adamgbe, E.M. and F. Ujoh. 2013. Effect of Variability in Rainfall Characteristics
on Maize Yield in Gboko, Nigeria. Journal of Environmental Protection 4:
881-887
Backoumé, C., N. Shahbudin, S. Yacob, C.S. Siang, and M.N.A. Thambi. 2013.
Improved method for estimating soil moisture deficit in oil palm (Elaeis
guineensis Jacq.) areas with limited climatic data. Journal of Agricultural
Science. 5(8): 57-65.
Badan Pusat Statistik. 2012. Lampung Utara Dalam Angka. Kabupaten Lampung
Utara
Bouman, B.A.M., Peng, S., Castaoeda, A.R., & Visperas, R.M. (2005). Yield and
water use of irrigated tropical rice system. Agricultural water
Management, 74, 2, 87-105
Carr, M.C.V. 2011. The water relations and irrigation requirements of oil palm
(Elaeis guineensis Jacq.): A Review. Experimental Agriculture. 47(04):
629-652.
283
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
Colorado State University. 2014. Plant Growth Factors: Water. Cocorado Master
Gardener Program. www.ext. colostate.edu/mg/gardennotes/144.html
FAO. 1986. Yield response to water. FAO Irrigation and Drainage Paper, No. 33.
FAO., Water Deveopment Division Via delle di Caracalla. 00100. Rome.
FAO. 1991. Software library CROPWAT Version 5.7. Irrigation Planning and and
Management Tool. Land and water Development Division. 00100 Rome.
Italy
FAO. 2013. Crops Water Need. http://www.fao.org/docrep/s2022e/s2022e07.htm
#TopOfPage
FAO. 2014. Crop Evaporation. Guidelines for computing crop water requirement.
http://www.fao/docrep/x0490e/x0490e00.htm
Irianto G, Surmaini E. 2002. Analisis Potensi dan Kebutuhan Air untuk Menyusun
Rekomendasi Irigasi Suplementer Tanaman Tebu Lahan Kering. Jurnal
Tanah dan Iklim 20:1-12
Jakab, G., T. Nemeth, B. Csepinszky, B. Madarasz, Z. Szalai and A. Kertesz.
2013. The Influence of Short Term Soil Sealing and crusting on Hydrology
and Erosion at Balaton Uplands, Hungary. Journal of Earth and
Environmental Science 8 (1): 147-155.
Lakitan B. 2009. Air Untuk Pertanian. Koran Jakarta, 23 Maret 2009.
Project of Irrigation Technology Center, 2004. Using PET for determining crop
water requirement and irrigation scheduling. Texas A&M Center-Uvalde.
Scheiermeier, Q. 2008. A long dry summer. Nature 452, 270-273.
Schmidt, F.A., and J.H.A. Ferguson. 1951. Rainfall Types Based on Wet and Dry
Period Ratios for Indonesia with Western New Guinea. Verh. No. 42,
Djawatan Meteorologi dan Geofisika, Kementrian Perhubungan, Jakarta.
284
Download