MENGGALI DUKUNGAN MASYARAKAT DALAM PROGRAM COP Tujuan : 1. Memberi pemahaman dan pengetahun untuk menganalisa kekuatan yang ada di lingkungan masyarakat 2. Memberi pemahaman dan pengetahuan tentang potensi-potensi yang ada dalam lingkungan masyarakat yang bisa digunakan untuk menggerakan program COP 3. Memberi pemahaman dan pengetahuan tentang strategi untuk mengali dukungan masyarakat dalam program COP Hasil yang diharapkan : 1. Peserta mampu melakukan penelusuran atas serangkaian problem yang ada untuk membangkitkan aktifitas COP 2. Peserta mampu memberi gambaran yang konkret tentang bentuk partisipasi apa yang bisa dikerjakan oleh masyarakat 3. Peserta mampu mengidentifikasi stakeholder untuk membangun jaringan kerja. Waktu : 120 menit Metode : 1. Ceramah 2. Diskusi kelompok 3. Pleno kelompok Perlengkapan Latihan : 1. Whiteboard 2. Spidol 3. Flipcart 4. Plastik transparan 5. OHP 6. LCD Projector 7. Film COP Proses Pelaksanaan : 1. Fasilitator membuka latihan dengan meminta peserta untuk menjelaskan tentang tema dalam latihan ini (15 menit) 2. Fasilitator menjelaskan secara umum tentang tema yang akan didiskusikan (20 menit) 3. Fasilitator membagi peserta menjadi 3 kelompok untuk berdiskusi dengan materi yang telah ditentukan (45 menit) 4. Fasilitator meminta ketua kelompok untuk memberikan ulasan atas hasil diskusi dan tangapan dari kelompok lain (25 menit) 5. Fasilitator mengemukakan kesimpulan materi yang disampaikan (15 menit) Materi : 1. Pengantar tentang Sistem Sosial a. Bagaimana mengenal anatomi sistem sosial dalam masyarakat. b. Bagiamana Karakter Sosial dan Konflik dalam Masyarakat c. Apakah Pontensi Kultural Masyarakat bisa digunakan untuk mendukung program COP 2. Strategi untuk menarik dukungan Masyarakat a. Identifikasi apa yang diperlukan dalam perumusan program COP b. Model aktifitas untuk mendorong dukungan masyarakat c. Bagaimana mengembangkan dukungan masyarakat melalui media, pokja dan pertemuan masyarakat DESKRIPSI MATERI A. Sistem Sosial 1. Mengenali ‘Anatomi Sistem Sosial’ Masyarakat Apa Itu Sistem Sosial? Adalah keseluruhan interaksi dan relasi di antara para individu dan berbagai kelompok sosial yang ada dalam masyarakat.’ Selain sistem sosial, dikenal pula apa yang disebut dengan struktur sosial masyarakat. Struktur Sosial Merupakan isi dari sistem sosial, terdiri dari berbagai perangkat aturan dan sumber-sumber kekuasaan (ekonomi, sosial, politik dan budaya) yang diorganisir oleh berbagai aktor dan kolektivitas yang ada dalam masyarakat Struktur inilah yang harus diketahui dan dibaca sebagai Anatomi Sosial Masyarakat Ada 3 hal yang harus diketahui untuk mengidentifikasi bagaimana sistem dan struktur tersebut terdapat dalam sebuah masyarakat: 1. Sumber-sumber kekuasaan dan kewenangan yang berlaku dan dipatuhi masyarakat. Misalnya, kekuasaan dan kewenangan formal yang diorganisir oleh birokrasi (RT/RW/dusun/desa/kelurahan) dan kekuasaan serta kewenangan yang berlangsung secara informal (seperti ormas agama, paguyuban, organisasi/institusi adat). 2. Pola kepemimpinan dan kekuasaan yang berlangsung dalam sumber/organisasi kekuasaan serta kewenangan di atas, yang berlangsung dalam masyarakat. 3. Faktor-faktor kultural, ekonomi dan politik yang mempengaruhi proses pembentukan dan berlangsungnya kekuasaan, kepemimpinan dan aktivitas serta perilaku masyarakat. Sistem Struktur Faktor-faktor yang membentuk dan mempengaruhi ekonomi, politik, budaya dan lain-lain. Hubungan antara struktur dan sistem sosial tersebut yang membentuk perilaku dan watak indvidu/masyarakat. Watak dan sifat kekuasaan/kepemimpinan dan aturan-aturan yang dominan, akan sangat banyak mempengaruhi sistem dan struktur sosial masyarakat. 2. ‘Karakter Sosial dan Konflik’ dalam Masyarakat Setiap masyarakat tentu memiliki karakter dan ciri khas yang unik. Antara satu masyarakat dan masyarakat lain berbeda dalam hal nilai, organisasi, aktivitas, model kepemimpinan dan sumber-sumber pekerjaan/kehidupan mereka. Seluruh unsur-unsur sosiologis dalam masyarakat ini harus dikenali dan bisa diidentifikasi secara detail. 1. 2. 3. 4. 5. sumber-sumber legitimasi nilai-nilai, moral, norma dan etika yang berlaku dalam masyarakat (agama, adat-istiadat, budaya dan filsafat tertentu). organisasi sosial, kultural yang ada dalam masyarakat yang mengawal dan mengorganisir berlakunya norma-norma, dan nilai-nilai sosial-masyarakat di atas. model kepemimpinan dan “penokohan” yang berlangsung dalam masyarakat. aktivitas, dan kebiasaan yang dilakukan masyarakat (baik secara individu maupun bersama-sama), baik yang mencerminkan dukungan terhadap nilai-nilai/norma tersebut, maupun yang menunjukkan adanya gejala deviasi/penyimpangan. sumber-sumber kehidupan ekonomi dan afiliasi politik masyarakat. Dengan mengetahui karakter sosial masyarakat tersebut, maka dengan demikian, karakter konflik akan selalu berkisar pada persoalan krisis dan konflik di sekitar masalah-masalah atau persoalan yang mengganggu berbagai identitas, struktur, social resourcers, legitimasi mereka dan lain-lain. Dengan demikian konflik dalam masyarakat, secara umum, akan berkisar pada persoalan-persoalan sebagai berikut: 1. Hilangnya sumber legitimasi yang lama dan hendak digantikan oleh sumber legitimasi baru. Misal: (1) konflik antara kelompok tradisionalis-modernis (2) konflik antara kelompok konservatis dan reformis (3) konflik antara adat istiadat dengan nilai-nilai baru yang dianggap modern 2. Persaingan beberapa kelompok kepentingan untuk memperebutkan sumber-sumber legitimasi dan kekuasaan (politik) di masyarakat. 3. Tidak terpenuhinya kebutuhan simbolik dan formalistik (struktural) dari masyarakat-kepentingan tertentu. 4. Tidak terpenuhinya kebutuhan ekonomi dan politik masyarakat yang menghendaki akses ekonomi dan representasi politik. 3. Pontensi Kultural Masyarakat untuk Keamanan Mula-mula harus dimengerti terlebih dahulu tentang apa yang dimaksud dengan kultur atau budaya. Salah satu pengertian kultur adalah bahwa ia memiliki dua dimensi. 1. Dimensi supra struktur. Berupa kebiasaan-kebiasaan sosial dan masyarakat yang dilakukan secara sistematis (sadar atau tidak sadar) yang mempengaruhi perilaku, watak, pikiran dan aktivitas individu dan masyarakat, yang bisa memberikan sanksi dan ganjaran kepada semua anggota/warga masyarakat. Kebiasaan-kebiasaan tersebut merujuk pada norma, filsafat, nilai-nilai tertentu (ideologi, agama, adat). 2. Dimensi infra struktur. Sistem, tata, dan struktur sosial-kultur masyarakat yang mengorganisir dan mengikat seluruh anggota masyarakat. Tata dan struktur ini berbentuk organisasi, teknologi, alat-alat, sistem, perangkat, bangunan yang berhubungan secara langsung dengan aktivitas dan tindakan masyarakat. Hubungan antara supra dan infra struktur tersebutlah yang membentuk dan mengatur kultur serta kebudayaan masyarakat. Dari pemetaan tersebut, maka yang perlu dilacak adalah potensi-potensi kultural apa yang membantu tugas keamanan. 1. Kultur (ideologi, agama, adat, norma) apa yang memiliki etika dan nilai-nilai yang sinergis dan mendukung UU/peraturan yang berlaku secara formal, yang sah secara hukum. Atau, aspek hukum formal (UU/hukum positif) apakah yang mendukung kultur masyarakat. 2. Kultur yang menerapkan sanksi, hukuman dan ganjaran atas perbuatan yang melanggar aturan-aturan tersebut. Kultur ini diorganisir oleh sebuah kepemimpinan kultural yang termanifestasi dalam organisasi dan manajemen yang mempengaruhi, mengontrol dan mengendalikan seluruh anggota masyarakat. 4. Kelompok Strategis kelompok atau orang-orang yang memiliki legitimasi yang kuat, peran dan fungsi yang dominan dan berpengaruh dalam mengorganisir, mengatur dan mengontrol masyarakat Misal: para pemimpin adat, pemimpin agama, dan kaum cendekiawan Kelompok/orang ini memiliki fungsi: 1. Sebagai sumber panutan dan referensi 2. Sebagai pengambil kebijakan 3. Penentu nilai-nilai yang baik dan buruk Peran mereka mancakup: 1. pengatur: mengatur sistem dan interaksi sosial di dalam masyarakat 2. pelaksana: melaksanakan tugas-tugas sosial-kultural yang sudah ditetapkan oleh masyarakat 3. kontrol: mengontrol berlangsungnya aktivitas dan berbagai perkembangan yang ada dalam masyarakat. Kekuatan dan Potensi Kelompok Strategis Kelompok-kelompok strategis dalam masyarakat, sebetulnya bervariasi dan menyebar ke berbagai aspek kehidupan mereka. 1. Secara kultural (budaya), kekuatan dan potensi strategis dipegang oleh para pemimpin adat, agama dan tokoh-tokoh informal lainnya. 2. Secara sosial, kekuatan strategis ini dipegang oleh para pemimpin organisasi sosial (keagamaan, paguyuban etnis, solidaritas sosial, organisasi petani, dll) yang berpengaruh dalam anggota-anggotanya. 3. Secara ekonomi, tentu saja ditentukan oleh para pelaku ekonomi, pengusaha yang banyak memberikan input finansial kepada masyarakat. Faktor Penunjang dan Kendala Untuk mendapatkan dukungan dari kelompok strategis yang ada dalam masyarakat, maka kunci yang paling utama adalah komunikasi untuk membangun saling pemahaman dan kerjasama di antara para pemimpin strategis tersebut dengan aparat keamanan. Tujuan lain dari komunikasi ini adalah adanya saling memenuhi kebutuhan di antara pihak-pihak yang berkepentingan atas keamanan, terutama dari masyarakat itu sendiri. Sehingga di dalam prinsip komunikasi dan kerjasama ini, para pemimpin strategis dan masyarakat merupakan mitra yang statusnya setara dan sejajar dengan aparat. Dengan demikian, faktor kendala dalam usaha mencari dukungan tersebut adalah: 1. Adanya kecenderungan mendominasi dan menguasai dari salah satu pihak 2. Kurangnya pemenuhan kebutuhan dan hak-hak sosial, ekonomi, kultural, politik dari masyarakat yang dipimpin dan dipengaruhi beberapa kelompok strategis. Berikut paradigma komunikasi menurut sosiolog Jerman, Jurgen Habermas: Hubungan terhadap pihak lain • yang lain adalah mitra • pencarian pengakuan timbal balik Tujuan komunikasi kesepahaman untuk bertindak bersama Model komunikasi Mekanisme koordinasi Aturan main • saling pengertian • partner berbicara tentang dunia sosial dan kepentingannya saling pengertian untuk mengadopsi keinginan masing-masing aturan main dan kepentingan menjadi “objek” diskusi yang terbuka. Faktor-faktor penunjang dan penghambat bisa direfleksikan dari sejauhmana komunikasi tersebut berlangsung dan terlaksana dalam berbagai aktor dan pelaku yang menghendaki B. Analisis Sosial Masyarakat Dalam satu definisi yang sederhana, analisis sosial menunjuk pada usaha untuk mendapatkan pemahaman tentang situasi sosial dengan menelaah kondisi serta kaitan antara fakta historis dan struktural. Melalui analisis sosial kita akan mampu menangkap realitas sosial yang kita gumuli. Sehingga dalam banyak kalangan analisis sosial memiliki manfaat: (1) Mendapatkan pemahaman tentang masalah-masalah kunci yang ada di masyarakat (2) Mendapat informasi kelompok mana dalam masyarakat yang mendapatkan akses pada sumber daya (3) Kait-mengkait antar berbagai sistem dalam masyarakat (4) Mengetahui segala potensi yang ada dalam masyarakat (5) Mampu mengambil tindakantindakan yang mengubah situasi dan yang memperkuat situasi. Tentu untuk mengetahuinya, sekali lagi, model pendidikan partisipatoris dapat dikerjakan untuk memulainya. Sedangkan dalam terminologi sosial terdapat beraneka ragam aliran dalam melakukan analisis sosial. Diantara aliran-aliran ini memiliki berbagai keunggulan sekaligus kelemahan masing-masing. Untuk sekedar referensi penulis kutip disini beberapa aliran dalam melakukan analisis sosial yang meliputi: 1. Aliran fungsionalis Aliran ini cenderung melihat fungsi dari pelaku sebagai tanggapan logis atas munculnya sebuah fenomena sosial. Implikasi dari pendekatan ini pemecahan yang dikedepankan lebih bersifat pragmatis. Kelemahan: Walaupun mengarah ke kondisi yang baik dan berusaha membuat suasana kembali harmonis namun aliran ini tidak mempertanyakan adil atau tidaknya kondisi, serta tidak mendorong ke arah perubahan Pendekatan ini lebih cenderung ke arah pemecahan edukasi 2. Aliran strukturalis Perubahan yang dikedepankan pada aliran ini lebih pada perombakan seluruh strukturstruktur yang menindas, yang telah mengakibatkan penindasan. Kelemahan: pendekatan ini melihat hal-hal yang makro seperti Bank Dunia, IMF dan cenderung melupakan hal-hal yang kecil, seperti bagaimana buruh bisa tetap makan. Pendekatan ini lebih cenderung mengarah pada proses revolusi 3. Aliran Fenomenologis Ciri analisisnya sangat mikro, detail dan selalu mengaitkan dengan teori-teori besar. Memang tidak ada saran atau aksi yang bisa mengubah kondisi. Kelemahan: Yang dilakukan pada aliran ini hanya mengamati saja dan menuliskan realitas yang ada tanpa keberpihakan Pendekatan ini kerapkali memanfaatkan perangkat visualisasi 4. Aliran Humanis Ciri analisisnya melihat pada budaya dan kesadaran manusia sebagai sebab dari masalah yang muncul Kelemahan aliran ini: Terlalu lokal dan pemecahannya sangat bersifat jangka pendek Pendekatan ini misalnya dengan menggunakan sarana advokasi C. STRATEGI MENARIK DUKUNGAN MASYARAKAT Identifikasi yang Diperlukan dalam Perumusan Program CoP 1. Karakteristik masyarakat (tipe Urban-Sub Urban) 2. Organisasi masyarakat yang telah ada dan berkembang 3. Problem keamanan yang melanda masyarakat 4. Interaksi antara masyarakat dengan Kepolisian maupun aparat hukum yang lain 5. Interaksi antara kelompok kepentingan, kelas sosial, komunitas agama di lingkungan masyarakat tersebut 6. Model penyelesaian konflik yang ada dalam masyarakat setempat 7. Karakteristik kepemimpinan yang muncul Aktor Yang terlibat 5. Anggota Masyarakat 6. Kepolisian 7. Penegak Hukum 8. Pemerintah Daerah Langkah-Langkah untuk melakukan identifikasi 1. Membuat workshop Untuk menguji hasil data 2. Melakukan Riset 3. Pendokumentasian atas tatanan Dan struktur masyarakat 4. Resensi berita media atas wilayah yang bersangkutan Strategi Menarik Dukungan Masyarakat 1. Masalah yang diambil merupakan persoalan lokal yang menjadi keresahan semua orang (pemilihan fokus isu) 2. Pelibatan secara maksimal aktor maupun tokoh masyarakat setempat sejak awal program 3. Libatkan juga kalangan instansi pemerintah, melihat kasus Yogyakarta keikut-sertaan aparat pemerintah memberikan legitimasi yang sempurna bagi program COP 4. Memasukkan persoalan ke dalam agenda kerja kelompok lokal, seperti Kelurahan, karang taruna, remaja masjid atau LPMK 5. Libatkan semua stake holders dalam memecahkan persoalan keamanan dan tidak Desain Model Aktivitas Untuk Mendorong Dukungan Masyarakat 1. Aktivitas yang memenuhi kebutuhan warga (seperti rasa aman dengan melakukan patroli keliling) 2. Aktivitas yang melibatkan banyak pihak tidak komunitas tertentu (membahas Perda Kost dengan melibatkan semua kalangan 3. Masuk dalam kegiatan yang sudah tersruktur dan berjalan lama di masyarakat (seperti pertemuan arisan atau LPMK) 4. Kegiatan yang akan menambah wawasan dan pengetahuan baik Polisi maupun warga (seperti kegiatan pendidikan) 5. Kegiatan yang dapat mengembangkan solidaritas dan persatuan antar warga (seperti pertemuan publik) Strategi Mengembangkan Dukungan 1. Memperkuat peran media sebagai bagian dari jaringan opini publik 2. Melebarkan keanggotaan Pokja sehingga menyentuh semua aktor 3. Merumuskan kerangka aksi yang lebih kongkrit dalam tiap pertemuan 4. Mendorong pendidikan publik tentang keamanan yang menjangkau kebutuhan warga 5. Meningkatkan status legal bagi keanggotaan Pokja sehingga memiliki legitimasi yang kuat Indikator Keberhasilan CoP 1. Naik turunya angka gangguan keamanan 2. Tinggi rendahnya tingkat partisipasi 3. Besar kecilnya dukungan pemerintah 4. Mandiri tidaknya Pokja dalam mendorong kesinambungan program selanjutnya Kelompok Kerja (Pokja) 1. Memediasi hubungan Polisi – Masyarakat 2. Fasilitasi forum pertemuan 3. Menjalankan pemantauan dan investigasi 4. Membangun jaringan / network Perluasan Jaringan Pokja COMMUNITY POLICING II Ornop / LSM aliansi Media publikasi Birokrasi POKJA Legitimasi pembiayaan Pengusaha Potensi Kesolidan Pokja 1. Kapasitas SDM (kemampuan melakukan Ansos) 2. Kepemimpinan di organ Pokja 3. Keterlibatan aktor-aktor lokal 4. Kesediaan logistik yang mandiri 5. Perencanaan yang sistematis dan mampu dilakukan evaluasi 6. Basis massa yang loyal 7. Relasi yang kritis dengan Kepolisian