PENGARUH KOMPOTENSI PEDAGOGIK, KOMPETENSI PROFESIONAL, KOMPETENSI KEPRIBADIAN DAN KOMPETENSI SOSIAL GURU TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA Reksa Setiawan1, Arief Noviarakhman Zagladi2 1 SMK Dharma Putera Jl. Sutoyo S, Banjarmasin, Kalimantan Selatan 2 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pancasetia Banjarmasin Jl. A Yani Km 5,5 Banjarmasin, Kalimantan Selatan e-mail: [email protected] Abstract: Teacher‟s role as educators oblige them to have a series of goof competence in teaching to maintain or increase student‟s learning motivation. This research‟s goal is to understand how much teacher‟s teaching competence influence student‟s learning motivation. Teacher‟s teaching competence in this research are divided into pedagogic competence, professional competence, personality competence, and social competence. This research is done in SMP Kartika V-3 Banjarmasin by involving 90 students as research respondent. Partial regression analysis result shows that only social competence happen to influence student‟s learning motivation significantly, which means that social competence is the dominant factor in influencing student‟s learning motivation. Simultaneous regression analysis shows that teacher‟s competence have significant influence to student‟s learning motivation, but only with a very low determination coefficient, which means teacher‟s teaching competence doesn‟t really have a significant role in understanding student‟s learning motivation. Keywords : Teacher‟s competence, student‟s learning motivation. Peran guru sebagai tenaga pendidik mengharuskan mereka untuk memiliki serangkaian kompetensi yang mumpuni untuk menjaga atau meningkatkan motivasi belajar dari siswa. Penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar pengaruh kompetensi mengajar guru terhadap motivasi siswa dalam menuntut ilmu. Kompetensi mengajar dalam penelitian ini dibagi menjadi kompetensi pedagogik, kompetensi professional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial. Penelitian dilakukan pada SMP Kartika V-3 Banjarmasin dengan melibatkan 90 siswa sebagai responden penelitian. Hasil uji regresi menunjukkan bahwa secara parsial variabel yang memiliki pengaruh terhadap motivasi belajar siswa hanya variabel kompetensi sosial, ini artinya kompetensi sosial adalah variabel yang berpengaruh dominan terhadap motivasi belajar siswa. Hasil uji secara simultan menunjukkan pengaruh yang signifikan, tetapi memiliki koefisien determinasi yang sangat rendah, sehingga semakin menegaskan temuan bahwa kompetensi mengajar guru tidak banyak berperan dalam menentukan motivasi belajar siswa. Kata Kunci: Kompetensi guru, motivasi belajar siswa Latar Belakang Guru adalah pendidik profesional dengan tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi, peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Definisi ini memberikan pengertian bahwa guru merupakan salah satu pekerjaan profesional 131 132 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 1, Maret 2015, hal 131 - 150 yang membutuhkan keahlian khusus hasil proses pendidikan yang dilaksanakan oleh lembaga pendidikan keguruan. Dengan demikian, jelaslah bahwa sebagai tenaga profesional guru diharuskan untuk memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (WJS, Purwadarminta) kompetensi berarti (kewenangan) kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal. Pengertian dasar kompetensi (competency) yakni kemampuan atau kecakapan. Istilah kompetensi guru mempunyai banyak makna, Broke and Stone (1995) mengemukakan bahwa kompetensi guru sebagai “descriptive of qualitative nature of teacher behavior appears to be entirely meaningful” (Kompetensi guru merupakan gambaran kualitatif tentang hakikat perilaku guru penuh arti). Sementara Charles (1994) mengemukakan bahwa: “competency as rational performance which satisfactorily meets the objective for a desired condition” (Kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang di persyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan). Sedangkan dalam UndangUndang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dijelaskan bahwa: “Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.” Kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. The state of legally competent or qualified (Mc. Leod 1989). Keadaan berwewenang atau memenuhi syarat menuntut ketentuan hukum. Adapun kompetensi guru (teacher competency) the ability of a teacher to responsibility perform has or her duties appropriately. Kompetensi guru merupakan kemampuan seseorang guru dalam melasanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak. Dari uraian di atas, bahwa kompetensi mengacu pada kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan; kompetensi guru menunjuk kepada performance dan perbuatan yang rasional untuk memenuhi spesifikasi tertentu didalam pelaksanaan tugas-tugas pendidikan. Dikatakan rasional karena mempunyai arah dan tujuan, sedangkan performance merupakan perilaku nyata dalam arti tidak hanya dapat diamati, tetapi mencakup sesuatu yang tidak kasat mata. Kompetensi merupakan komponen utama dari standar profesi di samping kode etik sebagai regulasi perilaku profesi yang ditetapkan dalam prosedur dan sistem pengawasan tertentu. Kompetensi diartikan dan dimaknai sebagai perangkat perilaku efektif yang terkait dengan eksplorasi dan investigasi, menganalisis dan memikirkan, serta memberikan perhatian, dan mempersepsi yang mengarahkan seseorang menemukan cara-cara untuk mencapai tujuan tertentu secara efektif dan efisien. Kompetensi bukanlah suatu titik akhir dari suatu upaya melainkan suatu proses yang berkembang dan belajar sepanjang hayat (life long learning process). Kompetensi guru merupakan perpaduan antara kemampuan personal, keilmuan, teknologi, sosial dan spritual yang secara kaffah membentuk kompetensi standar kompetensi guru, yang mencakup penguasaan materi, pemahaman terhadap peserta didik pembelajaran yang mendidik, pengembangan pribadi dan profesionalisme. Penguasaan materi meliputi pemahaman karakteristik dan substansi ilmu sumber bahan pembelajaran, pemahaman disiplin ilmu yang bersangkutan dalam konteks yang lebih luas, penggunaan metodelogi ilmu yang bersangkutan untuk memverifikasi dan memantapkan pemahaman konsep yang dipelajari, penyesuaian substansi dengan tuntutan dan ruang gerak kurikuler, serta pemahaman manajemen pembelajaran. Hal ini menjadi penting dalam memberikan dasar-dasar pembentukan kompetensi dan profesionalisme guru di sekolah. Dengan menguasai materi pembelajaran, guru dapat memilih, menetapkan, dan mengembangkan alternatif strategi dari berbagai sumber belajar yang mendukung pembentukan Setiawan dkk, Pengaruh Kompetensi Pedagogik, Kompetensi…. 133 standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD). Pemahaman terhadap peserta didik meliputi berbagai karakteristik, tahap-tahap perkembangan dalam berbagai aspek dan penerapannya (kognitif, afektif, dan psikomotor) dalam mengoptimalkan perkembangan dan pembelajaran. Guru dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dihadapkan pada sekelompok individu yang memiliki karakteristik berbeda sesuai dengan jumlahnya. Pemahaman terhadap karakteristik peserta didik oleh para guru menjadi prasyarat dalam memberikan pembelajaran, pembimbingan, dan pelatihan yang sesuai dengan karkarestik dan kebutuhan masing-masing individu peserta didik. Pembelajaran yang mendidik terdiri atas pemahaman konsep dasar proses pendidikan dan pembelajaran bidang studi yang bersangkutan, serta penerapannya dalam pelaksanaan dan pengembangan pembelajaran. Pembelajaran yang mendidik merupakan upaya memfasilitasi perkembangan potensi individu secara optimal dan bersinergi antara pengembangan potensi pada setiap aspek kepribadian dalam pembelajaran dilakukan dengan mengacu pada pembentukan individu yang utuh dalam kompetensi kecakapan hidup yang bertakwa, bermartabat, bermoral, dan bertanggung jawab. Pengembangan pribadi dan profesionalisme mencakup pengembangan intuisi keagaamaan, kebangsaan yang berkepribadian, sikap dan kemampuan mengaktualisasi diri, serta sikap dan kemampuan mengembangkan profesionalisme kependidikan. Guru dalam melaksanakan tugasnya harus bersikap terbuka, kritis, dan skeptis untuk mengaktualisasikan penguasaan isi bidang studi, pemahaman terhadap karakteristik peserta didik, dan melakonkan pembelajaran yang mendidik. Di samping itu, guru perlu dilandasi sifat ikhlas dan bertanggung jawab atas profesi pilihannya, sehingga berpotensi menumbuhkan kepribadian yang tangguh dan memiliki jati diri. Dalam pasal 28 PP RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dinyatakan bahwa pendidik adalah agen pembelajaran yang harus memiliki empat jenis kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial. Kompetensi guru diartikan sebagai keutuhan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diwujudkan dalam bentuk perangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang untuk memangku jabatan guru sebagai profesi. Pertama, kompetensi pedagogik merupakan kemampuan yang berkenaan dengan pemahaman peserta didik dan pengelola pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Secara substantif, kompetensi ini mencakup kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kedua, kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Ketiga, kompetensi profesional merupakan kemampuan yang berkenaan dengan penguasaan materi pembelajaran bidang studi secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan substansi isi materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materi kurikulum tersebut serta menambah wawasan keilmuan sebagai guru. Keempat, kompetensi sosial berkenaan dengan kemampuan pendidik sebagai bagian dan masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Keempat standar kompetensi guru tersebut masih bersifat umum dan perlu dikemas dengan menempatkan manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang beriman dan bertakwa, serta sebagai warga negara Indonesia yang demokratis bertanggung jawab. Pengembangan keempat 134 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 1, Maret 2015, hal 131 - 150 standar kompetensi guru di atas perlu didasarkan pada (1) landasan konseptual, landasan teoretik, dan peraturan perundangan yang berlaku; (2) landasan empirik dan fenomena pendidikan yang ada, kondisi, strategi, dan hasil di lapangan, serta kebutuhan stakeholders; (3) jabaran tugas dan fungsi guru: merancang, melaksanakan dan menilai pembelajaran, serta mengembangkan pribadi peserta didik; (4) jabaran indikator standar kompetensi: rumpun kompetensi, butir kompetensi, dan indikator kompetensi; dan (5) pengalaman belajar dan assesmen sebagai tagihan konkret yang dapat diukur dan diamati untuk setiap indikator kompetensi (Depdiknas, 2004). Dalam upaya peningkatan kualitas layanan dan hasil pendidikan, Indonesia menempatkan pekerjaan guru sebagai profesi. Untuk itu, seseorang yang ingin menjadi guru dipersyaratkan memenuhi kualifikasi akademik minimal S1 atau D4 dan memiliki sertifikat pendidik. Untuk memperoleh sertifikat pendidik, seseorang perlu menempuh pendidikan profesi terlebih dahulu. Pendidikan profesi adalah pendidikan tinggi setelah program S1 atau D4 yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus sesuai dengan standar kompetensi. Kompetensi yang di persyaratkan bagi pendidikan profesi pendidik mencakup kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Pendidkan profesi pendidik merupakan pendidikan dengan sistem terbuka, sehingga peserta pendidikan profesi pendidik dapat berasal dari guru atau calon guru dengan latar belakang pendidikan bidang pendidikan atau kelompok bidang non kependidikan. Mengingat latar belakang bidang studi peserta pendidikan profesi yang beragam, diperlukan asesmen awal untuk menentukan materi dan beban studi yang harus ditempuh oleh setiap peserta. Salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap prestasi belajar peserta didik adalah motivasi belajar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara motivasi belajar dengan prestasi belajar sebesar 98,30 %. Dengan demikian keberadaan motivasi belajar siswa menjadi faktor yang sangat penting dan harus diperhatikan untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan prestasi peserta didik. Menurut Winkels yang dikutip oleh Iskandar “motivasi belajar merupakan motivasi yang diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar dengan keseluruhan penggerak psikis dari diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan belajar dalam mencapai satu tujuan”. Selain itu, motivasi belajar adalah daya penggerak dari dalam diri individu untuk melakukan kegiatan belajar untuk menambah pengetahuan dan keterampilan serta pengalaman. Dalam kegiatan belajar yang penting adalah bagaimana menciptakan kondisi atau suatu proses yang mengarahkan siswa melakukan aktivitas belajar. Dalam hal ini sudah barang tentu peran guru sangat penting. Guru dituntut untuk melakukan usaha-usaha untuk dapat menumbuhkan dan memberikan motivasi agar anak didiknya melakukan aktivitas belajar dengan baik. Untuk dapat belajar dengan baik diperlakukan proses dan motivasi yang baik pula. Guru memiliki peranan penting dalam menumbuhkan motivasi belajar peserta didiknya melalui berbagai aktivitas belajar yang didasarkan pada pengalaman dan kemampuan guru kepada siswa secara individual. Untuk itulah, seorang guru dituntut untuk mempunyai kepribadian menarik agar mampu membangkitkan semangat belajar anak didik dan menanamkan mentalitas pemenang dalam menakapi kehidupan yang terjal dan penuh duri ini. Bagaimanapun kompetensi kepribadian guru memiliki peranan dan pengaruh yang sangat besar dalam rangka menumbuhkan motivasi belajar siswa dengan melalui berbagai aktivitas belajar apapun. Hal tersebut kiranya disebabkan karena guru memegang peran utama dalam pembangunan pendidikan, khususnya yang di selenggarakan secara formal di sekolah. Guru sangat menentukan keberhasilan Setiawan dkk, Pengaruh Kompetensi Pedagogik, Kompetensi…. 135 peserta didik, terutama dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar. Penelitian ini dilakukan di sebuah sekolah menengah yang ada di wilayah perkotaan yaitu di SMP KARTIKA V-3 BANJARMASIN. Alasan peneliti memilih SMP KARTIKA V-3 BANJARMASIN sebagai lokasi penelitian di dasarkan pada keunikan yang dimiliki lembaga tersebut dalam meningkatkan kualitas pendidikan, serta beberapa prestasi yang telah diraih siswa dan sekolah dari tahun ke tahun. Bagaimanapun, keberhasilan tersebut tidak terlepas dari kompetensi guru yang dimiliki. Penelitian ini untuk mengetahui dan membuktikan bahwa kompetensi kepribadian guru mempunyai posisi yang sangat penting dan berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa. Maka dari itu perlu diadakan penelitian lapangan agar kebenaran dari teori-teori yang ada dalam buku-buku dapat dibuktikan dan diperkuat dengan kenyataan di lapangan. Urgensi penelitian ini adalah untuk memperkuat teori dan memberi informasi baru kepada kalangan akademis bahwa kompetensi kepribadian guru memiliki pengaruh terhadap motivasi belajar siswa, sehingga dapat membantu bagi tercapainya tujuan pendidikan. Adapun masalah yang dihadapi adalah pengaruh kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial guru terhadap motivasi belajar siswa. Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat di temukan: 1. Apakah kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial memiliki pengaruh yang signifikan secara parsial terhadap motivasi belajar siswa? 2. Apakah kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial memiliki pengaruh yang signifikan secara simultan terhadap motivasi belajar siswa? 3. Variabel manakah diantara kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial yang memiliki pengaruh paling kuat terhadap motivasi belajar siswa? Kajian Literatur Kompetensi, dalam bahasa Inggris disebut competency, merupakan kebulatan penguasaan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang ditampilkan melalui unjuk kerja, yang dicapai setelah menyelesaikan suatu program pendidikan. Beberapa kata kunci yang terdapat dalam pengertian tersebut sebagai berikut. Pertama, pengetahuan yang dimaksud dalam kompetensi guru adalah penguasaan, pemahaman disiplin ilmu yang menjadi tanggung jawabnya, dan ilmu kependidikan. Kedua, keterampilan atau psikomotor, yaitu kemahiran dalam menjalankan, mengoperasikan tugas, fungsi dan peran sebagai pendidik. Demikian halnya dengan sikap, merupakan bagian dari kepribadian yang menentukan kecenderungan bertindak dalam menghadapi, menjalankan peran, tugas, dan fungsinya sebagai pendidik. Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan teknis dalam menjalankan tugas sebagai pendidik, pengajar, dan pembimbing. Untuk menguasai kompetensi ini, calon guru atau guru harus belajar tentang pendidikan sebagai ilmu pengetahuan. Ilmu mendidik, yang dalam istilah latinnya disebut pedagogik, berasal dari kata paeda yang artinya anak dan logos yang berarti ilmu pengetahuan. Jadi, kalau mau belajar ilmu tentang mendidik, belajarlah pedagogik. Dalam kaitannya dengan kompetensi pedagogik, ini berkenaan dengan pemahaman guru terhadap peserta didik dan pengelolaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Maksudnya, guru harus mengenal secara mendalam siapa sebenarnya peserta didik. Bahwa peserta didik adalah manusia dengan segala keunggulan dan kekurangannya. Dengan menguasai kompetensi ini, guru diharapkan akan memperlakukan peserta didik sebagai manusia. Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru yang berkenaan dengan pemahaman terhadap peserta didik dan pengelolaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Secara substantif, kompetensi ini mencakup kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil 136 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 1, Maret 2015, hal 131 - 150 belajar, serta pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Secara rinci, tiap-tiap elemen kompetensi pedagogik tersebut dapat dijabarkan menjadi subkompetensi dan indikator esensial sebagai berikut. 1. Memahami Peserta Didik Guru harus memahami peserta didik. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: memahami peserta didik dengan memafaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif, memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian, dan mengidentifikasi beka-ajar awal peserta didik. Agar memahami peserta didik, guru perlu mempelajari psikologi perkembangan. Dengan memahami sifat-sifat dan tahapan perkembangan peserta didik, guru diharapkan akan lebih mudah berkomunikasi, menyesuaikan materi pelajaran dengan perkembangan kognitif, dan memperlakukan peserta didik sebagaimana tuntutan setiap tahapan perkembangan. Simpelnya, guru yang memahami psikologi perkembangan akan memperlakukan anak jenius sesuai dengan kejeniusnya dan berbeda dalam memperlakukan peserta didik yang normal. Mengajar anak kelas 1 SD berbeda dengan kelas VI karena tahap perkembangan kognitifnya yang berbeda. Pembelajaran yang mendidik dan hendaknya bermakna bagi perkembangan dan pertumbuhan, serta membuat peserta didik semakin dewasa secara intelektual. 2. Merancang Pembelajaran Guru harus merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: menerapkan teori belajar dan pembelajaran, menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin di capai dan materi ajar, serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih. Merancang pembelajaran berarti harus memilih teori atau pendekatan belajar yang hendak diikuti pada saat proses pembelajaran. Apakah akan mengikuti teori behavioristik, kognitif, konstruktivistik, sosial, atau yang lain? Dalam memilih strategi belajar perlu memperhatikan karakteristik peserta didik dan tujuan yang hendak di capai dari pembelajaran tersebut. Guru perlu meningkatkan kemampuannya dalam merancang pembelajaran yang efektif dan efisien berdasarkan pengalaman dan mempelajari ilmu pengetahuan yang terbaru. 3. Melaksanakan Pembelajaran Guru harus melaksanakan pembelajaran. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: menata latar (setting) pembelajaran dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif. Dalam pembelajaran di sekolah diharapkan terjadi dialog antara guru dengan peserta didik, tidak hanya satu arah dari guru yang mentransformasikan ilmu pengetahuan kepada peserta didiknya. Guru seharusnya memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya, mendebat, dan lain sebagainya pada saat pembelajaran. Peserta didik tidak hanya menerima begitu saja semua materi melainkan harus bersifat proaktif dan kreatif dalam setiap proses pembelajaran. Pembelajaran yang bersifat dialogis mengandung makna bahwa guru dan peserta didik adalah setara. Di lapangan, penulis sering menemukan guru mengajar berdasarkan apa yang diketahui, bukan berdasarkan apa yang sudah direncanakan. Dalam pembelajaran, hasil belajar itu penting, tetapi proses tidak kalah pentingnya. 4. Evaluasi Hasil Belajar Guru harus merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode, menganilisis hasil penilaian proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (master level), serta memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan Setiawan dkk, Pengaruh Kompetensi Pedagogik, Kompetensi…. 137 kualitas program pembelajaran secara umum. Mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik sangat penting, baik bagi guru maupun bagi peserta didik itu sendiri. Bagi guru, hasil penilaian tersebut menjadi umpan balik dalam melanjutkan pembelajaran atau acuan dalam memperbaiki atau meningkatkan pembelajaran, sedangkan bagi peserta didik berfungsi untuk memotivasi untuk meraih tujuan pembelajaran berikutnya. Guru harus terampil dalam menggunakan berbagai cara dalam mengukur hasil belajar dan terampil dalam memanfaatkan hasil penilaian tersebut. Perlakuan terhadap peserta didik berdasarkan hasil pengukuran hasil belajar, antara lain memberikan pengayaan kepada remedial bagi peserta didik yang belum mencapai tingkat ketuntasan belajar yang ditentukan. 5. Pengembangan Peserta Didik Pengembangan harus mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik dan nonakademik. Selain menjadi tenaga pengajar yang profesional, guru juga berperan sebagai fasilitator dalam mengembangkan atau mengaktualisasikan berbagai bakat dan potensi yang dimiliki peserta didik. Guru tidak cukup hanya memberikan pembelajaran sesuai dengan yang tertulis dalam kurikulum, tetapi juga membimbing peserta didik mengembangkan karya kreatif dan inovatif, membimbing peserta didik mengembangkan bakat dan minat, serta mendorong peserta didik untuk melakukan proses belajar lanjut. Selain itu, guru memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi nonakademik, antara lain membimbing peserta didik mengembangkan iman dan taqwa serta membimbing peserta didik mengembangkan keterampilan sosial. (Situmorang & Winarno, 2009). Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir a di kemukakan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didi, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. (E. Mulyasa, 2012:75). Kompetensi pedagogik sebagai kemampuan mengelola pelajaran yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Dalam UndangUndang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dikemukakan kompetensi pedagogik adalah “kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik”. Depdiknas menyebut kompetensi ini dengan kompetensi pengelolaan pembelajaran. Kompetensi ini dapat dilihat dari kemampuan merencanakan program belajar mengajar, kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan kemampuan melakukan penilaian. Kemampuan merencanakan program belajar mengajar mencakup kemampuan merencanakan pengorganisasian bahan-bahan pengajaran, merencanakan pengelolaan kegiatan belajar mengajar, merencanakan pengelolaan kelas, merencanakan penggunaan media dan sumber pengajaran, dan merencanakan penilaian prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran. Berdasarkan pengertian seperti tersebut di atas maka yang dimaksud dengan pedagogik adalah ilmu tentang pendidikan anak yang ruang lingkupnya terbatas pada interaksi edukatif antara pendidik dengan siswa. Kompetensi pedagogik memiliki kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktuali- 138 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 1, Maret 2015, hal 131 - 150 1. 2. 3. 4. 5. sasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Sub kompetensi dalam kompetensi pedagogik adalah: Memahami peserta didik secara mendalam yang meliputi memahami peserta didik dengan memamfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif, prinsip-prinsip kepribadian, dan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta didik. Merancang pembelajaran termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran yang meliputi memahmi landasan pendidikan, menerapkan teori belajar dan pembelajaran, menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar, serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih. Melaksanakan pembelajaran yang meliputi menata latar (setting) pembelajaran dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif. Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran yang meliputi merancang dan melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode, menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery level), dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum. Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensinya meliputi memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik, dan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi non akademik. Kompetensi profesional merupakan kemampuan yang berkenaan dengan penguasaan materi pembelajaran bidang studi secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan substansi isi materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dam substansi keilmuan yang menaungi materi kurikulum tersebut, serta menambah wawasan keilmuan sebagai guru. Secara rinci, tiap-tiap elemen kompetensi tersebut memiliki subkompetensi dan indikator: 1. Memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; 2. Memahami struktur, konsep, dan metode keilmuan yang menaungi/koheren materi ajar; 3. Memahami hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; serta 4. Menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir c dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam standar Nasional Pendidikan. Dari berbagai sumber yang membahas tentang kompetensi guru, secara umum dapat diidentifikasikan dan disarikan tentang ruang lingkup kompetensi profesional guru sebagai berikut: 1. Mengerti dan dapat menerapkan landasan kependidikan baik filosofi, psikologis, sosiologis, dan sebagainya; 2. Mengerti dan dapat menerapkan teori belajar sesuai taraf perkembangan peserta didik; 3. Mampu menangani dan mengembangkan bidang studi yang menjadi tanggung jawab; 4. Mengerti dan dapat menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi; 5. Mampu mengembangkan dan menggunakan berbagai alat, media dan sumber belajar yang relevan; 6. Mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program pembelajaran; 7. Mampu melaksanakan evaluasi hasil belajar peserta didik; 8. Mampu menumbuhkan kepribadian peserta didik; Memahami uraian di atas, nampak bahwa kompetensi profesional merupakan kompetensi yang harus dikuasai guru dalam Setiawan dkk, Pengaruh Kompetensi Pedagogik, Kompetensi…. 139 kaitannya dengan pelaksanaan tugas utamanya mengajar. Sementara itu, dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir c, sebagaimana dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi Standar Nasional Pendidikan (E.Mulyasa, 2012) Kompetensi profesional yaitu penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran/mata diklat di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya. Sub kompetensi menguasai keilmuan yang terkait dengan bidang studi memiliki beberapa indikator, seperti memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah, memahami struktur, konsep, dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar, memahami hubungan konsep antar mata pelajaran terkait, dan menerapkan konsepkonsep keilmuan dalam kehidupan seharihari. Sedangkan sub kompetensi menguasai struktur dan metode keilmuan memiliki indikator esensial menguasai langkahlangkah penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan/materi bidang studi. Kepribadian merupakan „identitas‟ atau jati diri yang menggambarkan seseorang. Kepribadian itu sendiri dapat berkembang. Kepribadian terbentuk serta berkembang melalui pengalaman dan pendidikan. Dalam arti luas, pendidikan adalah pembentukan atau pengembangan kepribadian peserta didik. Penganut psikonalisis berpandangan bahwa pengalaman masa kanak-kanak sampai dengan usia 5 tahun sangat berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian seseorang. Pribadi anak yang sudah ditunggu-tunggu oleh kedua orang tuanya akan berbeda perkembangannya dengan pribadi anak yang tidak diharapkan lahir oleh ibu dan bapaknya. Secara umum, pengembangan kepribadian tergantung pada faktor-faktor internal, predisposisi yang terdapat dalam diri indiividu dan faktor eksternal, berupa kondisi yang berpengaruh dilingkungan individu tersebut berada. Kepribadian yang berkembang dengan baik akan menjadi sehat atau normal. Normal dalam arti sebagian besar orang berprilaku demikian. Kelainan kepribadian berarti menyimpang dari orang normal. Pribadi yang demikian tidak sehat alias sakit jiwa. Guru seharusnya memiliki kepribadian yang sehat, normal, dan berkembang secara wajar. Jika kepribadian guru tidak sehat, misalnya ada luka batin yang mendalam, ada kemungkinan guru tersebut akan melampiaskannya kepada peserta didik. Rasanya, tidak mungkin orang yang sakit jiwa melakukan tugas sebagai pendidik dengan baik. Kepribadian guru sangat kuat pengaruhnya terhadap tugasnya sebagai pendidik. Kewibawaan guru ada dalam kepribadiannya. Sulit bagi guru mendidik peserta didik menggugu dan meniru gurunya sehingga apa yang dikatakan oleh guru seharusnya sama dengan tindakannya. Guru yang jujur dan tulus dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik berbeda dengan guru yang mengajar karena tidak ada pekerjaan lain. Peserta didik dengan mudah membaca hal tersebut Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Secara rinci, setiap elemen kepribadian tersebut dapat dijabarkan menjadi subkompetensi dan indikator esensial sebagai berikut. 1. Kepribadian Mantap dan Stabil Guru harus memiliki kepribadian yang mantap dan stabil. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma hukum, bertindak sesuai dengan norma sosial, bangga sebagai pendidik, dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma. Guru yang berkepribadian mantap dan stabil berarti tidak plinplan, terpecaya. Apa yang diucapkan sesuai dengan tindakannya. Bagi guru yang 140 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 1, Maret 2015, hal 131 - 150 berkepribadian seperti ini, janji sama dengan utang yang harus dibayar, disiplin dan konsisten dalam bertindak, serta tidak melakukan perbuatan tercela, apalagi melanggar tatanan sosial dan norma hukum. Sebagai anggota masyarakat, ia ikut berpartisipasi membangun kehidupan komunitasnya. Kepribadiannya terpancar dari tindakannya yang konsisten, bertanggung jawab. 2. Kepribadian yang Dewasa Guru harus memiliki kepribadian yang dewasa. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai pendidik. Kepribadian dewasa boleh dikatakan merupakan model kepribadian yang menjadi tujuan pendidikan. Pada akhirnya, pendidikan itu adalah mendewasakan peserta didik. Dewasa berarti mampu berperan dan berfungsi sebagai anggota masyarakat, tidak terkait dalam mengambil keputusan, dan bertanggung jawab terhadap semua perbuatannya, serta dewasa dalam berfikir, berbicara, dan bertindak. 3. Kepribadian yang Arif Guru harus memiliki kepribadian yang arif. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat, serta menunjukkan keterbukaan dalam berfikir dan bertindak. Pribadi yang arif berarti bijaksana, dalam arti tahu dan berbuat apa yang seharusnya diperbuat, bukan berbuat apa yang mampu diperbuat. Guru harus tahu apa yang seharusnya diperbuat, bukan hanya di depan peserta didik, tetapi dalam kehidupan sehari-hari. Jika harus memberi hukuman kepada peserta didik, seharusnya guru bertindak bijaksabna agar hukuman tersebut bermakna bagi peserta didik dalam mengembangkan diri menuju pribadi yang dewasa. Guru yang memberi hukuman karena balas dendam merupakan contoh yang tidak bijaksana. 4. Kepribadian yang Berwibawa Guru harus memiliki kepribadian yang berwibawa. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: memiliki perilaku yang berperangkat positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani. Berwibawa berarti berpengaruh, tetapi tidak sama dengan ditakuti. Ada guru yang ditakuti oleh peserta didik karena galak, tetapi ada guru yang disegani. Berwibawa berarti disegani. Kehadiran guru tersebut memberi warna terhadap peserta didik. Peserta didiknya segan untuk tidak mengerjakan tugas belajar, segan untuk tidak hadir di sekolah. Rasa segan itu sendiri muncul dengan sendirinya sebagai reaksi peserta didik terhadap kepribadian guru yang berwibawa tersebut. Bukan dibuat-buat, tetapi apa adanya. 5. Memiliki Akhlak Mulia dan Dapat Menjadi Teladan Guru harus memiliki akhlak mulia dan dapat menjadi teladan. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma religius (imtaq, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik. Guru berarti yang ditiru dan digugu oleh peserta didik. Agar pantas ditiru dan digugu oleh peserta didik, guru harus mempunyai moral yang tinggi, jujur dan religius. Sebagai orang yang religius, ia menerapkan nilai-nilai agama yang dianutnya dalam bertindak. Dengan demikian, ia akan menjadi pribadi yang pantas dijadikan teladan. Sangat tidak pantas guru berbicara dengan kasar, “jorok”, dan sinis. Dimana pun di dunia ini guru selalu sopan serta berprilaku terpuji dan berakhlak mulia. Oleh sebab itu tidak mudah untuk menjadi guru yang sejati. Guru boleh memiliki sense of humor yang tinggi, tetapi humor tidak identik dengan berbicara jorok. (Situmorang & Winarno, 2009:21) Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir b, dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah Setiawan dkk, Pengaruh Kompetensi Pedagogik, Kompetensi…. 141 kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Pribadi guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pendidikan, khususnya dalam kegiatan pembelajaran. Pribadi guru juga sangat berperan dalam membentuk pribadi peserta didik. Ini dapat dimaklumi karena manusia merupakan makhluk yang suka mencontoh, termasuk mencontoh pribadi gurunya dalam membentuk pribadinya. Semua itu menunjukkan bahwa kompetensi personal atau kepribadian guru sangat di butuhkan oleh peserta didik dalam proses pembentukkan pribadinya. Oleh karena itu wajar, ketika orang tua mendaftarkan anaknya ke suatu sekolah akan mencari tahu dulu siapa guru-guru yang akan membimbing anaknya. Kompetensi kepribadian sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan pribadi para peserta didik. Komptensi kepribadian ini memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian anak, guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM), serta mensejahterakan masyarakat, kemajuan negara, dan bangsa pada umumnya. Sehubungan dengan uraian di atas, setiap guru dituntut untuk memiliki kompetensi kepribadian yang memadai, bahkan kompetensi ini akan melandasi atau menjadi landasan bagi kompetensikompetensi lainnya. Dalam hal ini, guru tidak hanya dituntut untuk mampu memaknai pembelajaran, tetapi dan yang paling penting adalah bagaimana dia menjadikan pembelajaran sebagai ajang pembentukkan kompetensi dan perbaikan kualitas pribadi peserta didik. Untuk kepentingan tersebut, dalam bagian ini dibahas berbagai hal yang berkaitan dengan kompetensi kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia (E.Mulyasa, 2012). Kompetensi sosial berkenaan dengan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara afektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi ini memiliki subkompetensi dengan indikator esensial sebagai berikut. 1. Berkomunikasi secara Efektif Guru harus mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik. Guru harus mampu berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik, sejawat, dan orang tua/wali. Keterampilan guru dalam berkomunikasi antara lain: a. Mengomunikasikan pesan (message) secara lisan, b. Memaknai pesan (message) lisan, c. Mengomunikasikan pesan (message) secara tertulis, dan d. Memaknai pesan (message) tertulis. e. Mengomunikasikan pesan (message) secara lisan, f. Memaknai pesan (message) lisan, g. Mengomunikasikan pesan (message) secara tertulis, dan h. Memaknai pesan (message) tertulis. 2. Bergaul secara Efektif Guru harus mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan. Selain itu, guru harus mampu mengembangkan hubungan secara efektif dengan peserta didik, sejawat, orang tua/wali, dan masyarakat, yang meliputi: a. Mengembangkan hubungan atas dasar prinsip saling menghormati; b. Mengembangkan hubungan atas dasar prinsip keterbukaan; dan c. Mengembangkan hubungan berasaskan asah, asih, asuh. Guru harus mampu bekerja sama secara afektif dengan peserta didik sejawat, orang tua/wali, dan masyarakat, yang meliputi: a. Bekerja sama atas dasar prinsip saling menghormaati, 142 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 1, Maret 2015, hal 131 - 150 b. Bekerja sama atas dasar prinsip keterbukaan, dan c. Bekerja sama atas dasar prinsip saling memberi dan menerima. (Situmorang & Winarno, 2009). Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir d dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Hal tersebut diuraikan lebih lanjut dalam RPP tentang Guru, bahwa kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat. Istilah motivasi berasal dari kata bahasa Latin movere yang berarti “menggerakkan”. Berdasarkan pengertian ini, makna motivasi menjadi berkembang. Romiszowski (1984) menjelaskan motivasi sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu dan yang memberi arah dan ketahanan (presistence) pada tingkah laku tersebut. Pengertian ini jelas bernafaskan behaviorisme. Ames dan Ames (1984) menjelaskan motivasi dan pandangan kognitif. Menurut pandangan ini, motivasi didefinisikan sebagai perspektif yang dimiliki seseorang mengenai dirinya sendiri dan lingkungannya. Sebagai contoh, seorang siswa yang percaya bahwa dirinya memiliki kemampuan yang diperlukan untuk melakukan tugas tersebut. Konsep diri yang positif ini menjadi motor penggerak bagi kemauannya. Motivasi juga dapat di jelaskan sebagai “tujuan yang ingin di capai melalui perilaku tertentu” (Cropley, 1985). Dalam pengertian ini, siswa akan berusaha mencapai suatu tujuan karena di rangsang oleh manfaat atau keuntungan yang akan diperoleh. Dalam proses belajar, motivasi siswa tercermin melalui ketekunan yang tidak mudah patah untuk mencapai sukses meskipun di hadang banyak kesulitan. Motivasi juga ditunjukkan melalui intensias untuk bekerja dalam melakukan suatu tugas. Beberapa penelitian tentang prestasi belajar siswa menunjukkan motivasi sebagai faktor yang banyak berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar siswa. Tokoh-tokoh pendidikan seperti Mc clelland (1985), Bandura (1977), Bloom (1980), Wiener (1986), dan Fyans dan Maerh (1987) melakukan berbagai penelitian tentang peranan motivasi dalam belajar dan menemukan hasil yang menarik. Sebagai contoh, dalam studi yang dilakukan Fyans dan maerh (1987) di antara 3 faktor, yaitu: 1. Latar belakang keluarga; 2. Kondisi atau konteks sekolah; dan 3. Motivasi Faktor terakhir merupakan faktor prediktor yang paling baik untuk prestasi belajar. Walberg dan kawan-kawan (1983) menyimpulkan bahwa motivasi mempunyai kontribusi antara 11 sampai dengan 20 persen terhadap presentasi belajar. Studi yang dilakukan Suciati (1990) menyimpulkan bahwa kontribusi motivasi sebesar 36 persen, sedangkan Mc Clelland menunjukkan bahwa motivasi berprestasi (achievement motivation) mempunyai kontribusi sampai dengan 64 persen terhadap prestasi belajar. Berdasarkan penemuan di atas, guru dapat mempertimbangkan untuk melakukan intervensi dalam hal meningkatkan motivasi belajar siswa. Berdasarkan berbagai teori motivasi yang berkembang, Keller (1983) telah menyusun seperangkat prinsip-prinsip motivasi yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran yang disebut dengan ARCS. Guru sering berasumsi bahwa motivasi belajar siswa merupakan masalah siswa itu sendiri. Siswalah yang bertanggung jawab untuk mengusahakan agar mempunyai motivasi dan menerapkan prinsip-prinsip motivasi dalam proses dan cara mengajar, untuk merangsang, meningkatkan, dan memelihara motivasi siswa dalam belajar. Model ARCS dapat membantu guru untuk melakukan hal tersebut. Setiawan dkk, Pengaruh Kompetensi Pedagogik, Kompetensi…. 143 Di dalam model yang dikemukakan ada empat kategori kondisi motivasional yang harus diperhatikan oleh guru dalam usaha menghasilkan belajar mengajar yang menarik, bermakna, dan memberikan tantangan bagi siswa. Keempat kondisi motivasi tersebut di jelaskan sebagai berikut; 1. Perhatian (Attention) Perhatian siswa muncul, karena didorong oleh rasa ingin tahu. Oleh sebab itu, rasa ingin tahu ini perlu mendapat rangsangan, sehingga siswa akan memberikan perhatian, dan perhatian tersebut terpelihara selama proses belajar, bahwa lebih lagi. Rasa ingin tahu ini dapat dirangsang atau dipancing melalui elemen-elemen yang baru, aneh, lain dengan yang sudah ada, kontradiktif, atau kompleks. Apabila elemen-elemen seperti itu dimasukkan dalam proses belajar di kelas, hal ini dapat menstimulasi rasa ingin tahu siswa. Namun, perlu diperhatikan agar stimulus tersebut digunakan tidak berlebihan. Pengunaan stimulus menjadi hal yang biasa dan efektivitasnya hilang. Strategi untuk merangsang minat dan perhatian siswa: a. Gunakan metoda penyampaian materi pelajaran yang bervariasi (diskusi, permainan, simulasi, curah pendapat, demontrasi, studi kasus, dan lain-lain). b. Gunakan media (transparansi, animasi, film, video, tape recorder) untuk melengkapi penyampaian materi. c. Apabila dirasa tepat, gunakan humor dalam presentasi materi pelajaran, meskipun dalam menyajikan pelajaran yang serius sejenis matematika. d. Gunakan peristiwa nyata, anekdot, dan contoh-contoh untuk memperjelas konsep yang diutarakan. e. Gunakan teknik bertanya untuk melibatkan siswa. 2. Relevansi (Relevance) Relevansi menunjukkan adanya hubungan materi perkuliahan dengan kebutuhan dan kondisi siswa. Motivasi siswa akan terpelihara apabila mereka menganggap apa yang di pelajari memenuhi kebutuhan pribadi atau bermanfaat dan sesuai dengan nilai yang dipegang. Kebutuhan pribadi (basic needs) dikelompokkan ke dalam 3 kategori, yaitu: 1. Motif pribadi; 2. Motif instrumental; dan 3. Motif kultural Strategi untuk menunjukkan relevansi dalam proses mengajar di kelas: 1. Sampaikan kepada siswa didik apa yang dapat mereka lakukan setelah mempelajari materi perkuliahan. Ini berarti, guru harus menjelaskan tujuan instruksional. 2. Jelaskan manfaat pengetahuan atau keterampilan yang akan dipelajari yang akan di pelajari dan bagaimana hal tersebut dapat diterapkan dalam pekerjaan nanti atau bertanyalah kepada siswa bagaimana materi pelajaran akan membantu mereka untuk melaksanakan tugas dengan lebih baik di kemudian hari. 3. Berikan contoh, latihan atau tes yang langsung berhubungan dengan kondisi siswa atau profesi tertentu. 3. Kepercayaan Diri (Confidence) Merasa diri berkompeten atau mampu, merupakan potensi dapat berinteraksi secara positif dengan lingkungan. Bandura (1997) mengembangkan lebih lanjut konsep tersebut dengan mengajukan konsep self-efficacy. Konsep tersebut berhubungan dengan keyakinan pribadi bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk melakukan suatu tugas yang menjadi syarat keberhasilan. Prinsip yang berlaku dalam hal ini adalah bahwa motivasi akan meningkat sejalan dengan meningkatnya harapan untuk berhasil. Harapan ini seringkali dipengaruhi oleh pengalaman sukses si masa lampau. Dengan demikian, ada hubungan spiral antara pengalaman sukses dan motivasi. Motivasi dapat menghasilkan ketekunan yang membawa keberhasilan (prestasi), selanjutnya pengalaman sukses tersebut akan memotivasi siswa untuk mengerjakan tugas berikutnya. Strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kepercayaan diri: 144 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 1, Maret 2015, hal 131 - 150 a. Meningkatkan harapan siswa untuk berhasil dengan memperbanyak pengalaman berhasil siswa, misalnya dengan menyusun materi pelajaran agar mudah dipahami, diurutkan dari materi yang mudah ke yang sukar. Dengan demikian, siswa merasa mengalami keberhasilan sejak awal. b. Susunlah materi pelajaran ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil sehingga siswa tidak dituntut untuk mempelajari terlalu banyak konsep baru sekaligus. c. Meningkatkan harapan untuk berhasil dengan menggunakan dan menyatakan persyaratan untuk berhasil. Hal ini dapat dilakukan dengan menyampaikan tujuan belajar mengajar dan kriteria tes atau ujian pada awal kelas. Hal tersebut akan membantu siswa mempunyai gambaran yang jelas mengenai apa yang diharapkan. d. Meningkatkan harapan untuk berhasil dengan menggunakan strategi yang memungkinkan kontrol keberhasilan di tangan siswa sendiri. Contoh yang belum banyak dilakukan di Indonesia adalah kontrak belajar (learning contract) yang dengan jelas mencamtumkan strategi mengajar dan kriteria untuk menentukan berhasil atau tidaknya siswa belajar. e. Tumbuh kembangkan kepercayaan diri siswa dengan mengatakan “tampaknya Anda telah memahami konsep ini dengan baik”, serta menyebut kelemahan siswa sebagai “hal-hal yang perlu dikembangkan”. f. Berikan umpan balik yang konstruktif selama perkuliahan agar siswa mengetahui pemahaman dan prestasi belajar mereka sejauh ini. 4. Kepuasaan (Satisfaction) Keberhasilan dalam mencapai suatu tujuan akan menghasilkan kepuasaan dan siswa akan termotivasi untuk terus berusaha mencapai tujuan yang serupa. Kepuasan karena mencapai tujuan di pengaruhi oleh konsekuensi yang diterima, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar diri siswa. Sebagai contoh, dalam kelas bahasa inggris, siswa diuji kemampuannya berpidato. Setelah selesai berpidato, siswa merasa puas dan lega karena ternyata dia tidak pingsan seperti yang dikhawatirkannya. Akan tetapi beberapa saat kemudian, konsekuensi dari luar (dari guru) membuatnya merasa malu dan kecewa. Guru mengatakan dia tampak tegang, suaranya hampir tidak mendengar, dan jelas dia terlihat tidak berlatih sebelumnya. Dalam hal ini, terjadi konflik dalam diri siswa tersebut dan membuat kepuasannya menukik tajam. Untuk meningkatkan dan memelihara motivasi siswa, guru dapat menggunakan pemberian penguatan (reinforcement) berupa pujian, pemberian kesempatan, dan sebagainya. Strategi yang dapat dijalankan untuk meningkatkan kepuasan bagi para peserta didik meliputi: a. Gunakan pujian secara verbal dan umpan balik yang informatif, bukan ancaman atau sejenisnya. Pujian yang diberikan tetap harus dalam batasan tertentu. b. Berikan kesempatan kepada siswa untuk segera menggunakan pengetahuan yang baru di pelajari. c. Beri kesempatan kepada siswa untuk mempraktikan pengetahuan yang baru di pelajari. d. Mintalah kepada siswa yang telah menguasai suatu keterampilan atau pengetahuan untuk membantu temantemannya yang belum berhasil. e. Bandingkan prestasi siswa dengan prestasinya sendiri di masa lalu atau dengan suatu standar tertentu, bukan dengan siswa lain. Dengan menggunakan model tersebut, guru diharapkan dapat menyusun rencana mengajar di kelas yang mampu memotivasi siswa secara optimal. (Hendy Hermawan, 2010). Berdasarkan serangkaian uraian yang telah dikemukakan, maka kerangka konseptual pada penelitian ini adalah seperti ditunjukkan pada gambar 1. Setiawan dkk, Pengaruh Kompetensi Pedagogik, Kompetensi…. 145 (X 1) KOMPETENSI PEDAGOGIK (X 2) KOMPETENSI PROFESIONAL (X 3) KOMPETENSI KEPRIBADIAN MOTIVASI BELAJAR SISWA (Y) (X 4) KOMPETENSI SOSIAL Gambar 1. Model Kerangka Konseptual Hipotesis yang di gunakan pada penelitian ini adalah: H1 : Terdapat pengaruh parsial yang signifikan antara kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial terhadap motivasi belajar siswa. H2 : Terdapat pengaruh simultan yang signifikan antara kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial terhadap motivasi belajar siswa. H3 : Kompetensi Kepribadian memiliki pengaruh yang dominan terhadap motivasi belajar siswa. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian penjelasan (explanatory research) yaitu menjelaskan variabel dependen dan independen melalui pengujian hipotesis. Dalam penelitian ini di gunakan sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data primer yang merupakan acuan dalam pembahasan penelitian Singarimbun (1989). Populasi dalam penlitian ini adalah seluruh siswa di SMP KARTIKA V-3 BANJARMASIN sejumlah 275 orang. Karena jumlah populasi yang terlalu besar, maka diambil sampel dengan rumus slovin: Jadi jumlah sampel minimum pada penelitian ini adalah 73,3 sampel. Untuk memudahkan proses pembagian sampel, maka diputuskan jumlah sampel yang akan digunakan adalah 90 responden. Teknik yang di gunakan untuk memilih sampel adalah stratified random sampling yaitu memilih sampel secara acak berdasarkan kelompok tertentu, seperti ditunjukkan pada tabel 1. Tabel 1. Sampel Penelitian No KELAS % 1 VII 33.33% 2 VIII 33.33% 3 IX 33.33% Jumlah 100% SAMPEL 30 30 30 90 Teknis analisis data yang digunakan ialah analisa data kuantitatif, kemudian dianalisis dengan menggunakan dasar-dasar teoritis dari landasan teori yang sudah ada. Alat analisis yang di gunakan adalah analisis regresi berganda, yaitu alat statistik untuk mencari kekuatan pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikat, dengan menggunakan software SPSS. Studi ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Febuari 2013. Pengambilan data dilakukan di SMP KARTIKA V-3 BANJARMASIN yang beralamat di jalan Jend. Sutoyo S No. 10 RT. 01. Telp. (0511) 3353957 Banjarmasin 70117. Hasil Penelitian dan Pembahasan Proses analisis kuantitatif dalam penelitian ini dilakukan secara bertahap, mulai dari pengujian kelayakan instrumen hingga uji kekuatan pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikat. Selengkapnya urutan pengujian pada penelitian ini adalah uji validitas, uji reliabilitas, uji asumsi klasik (multikolinearitas, heterokedastisitas, dan normalitas, dan terakhir analisis regresi berganda. Uji validitas bertujuan untuk memastikan bahwa instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah instrumen yang memang sesuai dengan apa yang ingin diukur. Validitas kuesioner diukur dengan menghitung korelasi antar data pada masing-masing pernyataan dengan skor total. Suatu indikator dinyatakan valid 146 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 1, Maret 2015, hal 131 - 150 jika memiliki korelasi yang signifikan (a < 0,05). Tabel 2. Uji Validitas Item Sig Item X1.1.1 0.001 X3.1.1 X1.1.2 0.000 X3.1.2 X1.2.1 0.000 X3.2.1 X1.2.2 0.000 X3.2.2 X1.3.1 0.000 X3.3.1 X1.3.2 0.000 X3.3.2 X1.4.1 0.000 X3.4.1 X1.4.2 0.000 X3.4.2 X1.5.1 0.000 X3.5.1 X1.5.2 0.000 X3.5.2 X2.1 0.000 X4.1.1 X2.2 0.000 X4.1.2 X2.3 0.000 X4.2.1 X2.4 0.000 X4.2.2 Y1.1 0.000 Y3.1 Y1.2 0.000 Y3.2 Y2.1 0.000 Y4.1 Y2.2 0.000 Y4.2 Sig 0.000 0.000 0.000 0.000 0.001 0.000 0.000 0.001 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.003 0.000 0.000 Hasil uji validitas menunjukkan bahwa semua item memiliki korelasi yang signifikan dengan variabelnya, sehingga semua item dinyatakan valid (lihat tabel 2). Uji reliabilitas bertujuan untuk memastikan bahwa instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dapat diandalkan, maksudnya akan memberikan hasil yang konsisten jika dicoba berulangulang. Salah satu cara untuk melakukan pengukuran reliabilitas suatu instrumen penelitian adalah teknik One Shot, yaitu dengan melihat nilai Alpha Cronbach dari masing-masing variabel. Variabel yang baik adalah variabel yang nilai Alpha Cronbach nya ≥ 0,5. Tabel 3. Uji Reliabilitas Vari Cronbach Modifi abel Alpha kasi X1 0,825 X2 0,329 X2.1 dan X2.3 dihapus X3 0,620 X4 0,815 Y 0,603 - dengan menghapus item pertanyaan X2.1 dan X2.3 sehingga hanya menyisakan 2 item, yaitu X2.2 dan X2.4, sehingga dengan demikian semua variabel dinyatakan reliabel. Pengujian selanjutnya adalah uji asumsi klasik. Uji asumsi klasik pada penelitian ini terdiri dari uji multikolinearitas, uji heterokedastisitas, dan uji normalitas. Uji Multikolinearitas bertujuan untuk memastikan tidak ada hubungan yang terlalu erat antar masingmasing variabel independen. Suatu model regresi dinyatakan bebas masalah multikolinearitas jika nilai Tolerance untuk masing-masing variabel bebasnya > 0,100. Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa semua variabel memiliki nilai tolerance diatas 0,100 yang artinya semua variabel bebas dari masalah multikolinearitas. Tabel 4. Uji Multikolinearitas Variabel Tolerance VIF X1 .880 1.137 X2 .963 1.039 X3 .877 1.140 X4 .900 1.111 Uji Heterokesdastisitas bertujuan untuk memastikan variasi dari residual data menyebar secara merata. Suatu model regresi dinyatakan bebas masalah Heterokesdastisitas jika titik-titik dalam scatterplot menyebar tidak beraturan (tidak condong ke sisi tertentu). Karena titik-titik pada scatterplot di gambar 2 menyebar secara acak, maka dapat dikatakan penelitian ini bebas masalah Heterokesdastisitas. Cronbach Alpha 0,825 0,526 0,620 0,815 0,603 Hasil uji reliabilitas pada tabel 3 menunjukkan bahwa semua variabel dinyatakan reliabel kecuali variabel X2. Modifikasi dilakukan pada variabel X2 Gambar 2. Uji Heterokesdastisitas Setiawan dkk, Pengaruh Kompetensi Pedagogik, Kompetensi…. 147 Uji Normalitas bertujuan untuk memastikan tidak ada item pertanyaan yang menyimpang terlalu jauh dari batas normal (seperti ditunjukkan pada gambar 3). Walaupun terdapat sedikit kemencengan, tetapi tidak ada titik yang berada jauh dari kurva normal, sehingga dapat disimpulkan bahwa residual dari data penelitian berdistribusi normal. Gambar 3. Uji Normalitas Pengujian selanjutnya adalah analisis regresi berganda. Analisis regresi berganda dilakukan untuk mencari pengaruh dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat, baik secara simultan, maupun secara parsial. Dari tabel 5 dapat dilihat Nilai F pada penelitian ini adalah 2,752 dengan signifikansi sebesar 0,033. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh simultan yang signifikan antara kompetensi mengajar guru dengan motivasi belajar siswa. Hasil ini tentunya masih sangat gamblang mengingat tujuan utama dari uji simultan lebih kearah keinginan untuk mencari nilai koefisien determinasi. Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa hanya variabel X4 (kompetensi sosial yang memiliki pengaruh signifikan terhadap motivasi belajar siswa. Variabel lainnya dinyatkan tidak memiliki pengaruh yang signifikan karena nilai signifikansinya jauh diatas standar yang sudah ditetapkan (0,050). Dari tabel 7 dapat diketahui bahwa nilai koefisien determinasinya adalah 0,115. Nilai ini berarti kompetensi mengajar guru hanya mampu menjelaskan 11,5% dari perubahan motivasi belajar siswa, sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktorfaktor lain selain kompetensi mengajar guru, seperti misalnya suasana kelas, kondisi fisik kelas, kondisi fisik dan psikologis siswa, dll. Hasil ini menunjukkan bahwa kemampuan variabel-variabel kompetensi mengajar guru dalam menjelaskan motivasi belajar siswa sangat rendah, sehingga disarankan pada peneliti selanjutnya untuk menambah variabel bebas yang digunakan untuk menaikkkan nilai koefisien determinasinya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis pertama yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh parsial yang signifikan dari kompetensi mengajar guru terhadap motivasi belajar siswa tidak sepenuhnya benar, sehingga hipotesis 1 dinyatakan hanya terbukti sebagian. Variabel yang terbukti berpengaruh signifikan terhadap motivasi belajar siswa hanya variabel kompetensi sosial, sedangkan variabel kompetensi pedagogik, kompetensi professional, dan kompetensi kepribadian tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Tabel 5. ANOVA ANOVAb Model Sum of Squares df 1 Regression 38.788 4 Residual 299.534 85 Total 338.322 89 a. Predictors: (Constant), X4, X2, X1, X3 b. Dependent Variable: Mean Square 9.697 3.524 F 2.752 Sig. .033a 148 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 1, Maret 2015, hal 131 - 150 Tabel 6. Koefisien Regresi Model Unstandardized Coefficients B Std. Error 1 (Constant) 27.752 3.457 X1 -.004 .043 X2 -.060 .321 X3 .068 .063 X4 .222 .081 a. Dependent Variable: Y Tabel 7. Ringkasan Model Model R R Square 1 .339a .115 a. Predictors: (Constant), X4, X2, X1, X3 b. Dependent Variable: Y Hipotesis kedua yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh simultan yang signifikan antara kompetensi mengajar guru dengan motivasi belajar siswa terbukti memiliki pengaruh yang signifikan, yang artinya hipotesis kedua dinyatakan diterima, namun hasilnya masih kurang memuaskan mengingat nilai koefisien determinasinya yang sangat kecil. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kompetensi mengajar guru hanya berperan kecil terhadap perubahan motivasi belajar siswa. Hipotesis ketiga menyatakan bahwa variabel kompetensi yang diharapkan akan berpengaruh paling besar terhadap motivasi belajar siswa adalah kompetensi kepribadian. Hipotesis ini dinyatakan ditolak, mengingat satu-satunya variabel yang berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa hanya variabel kompetensi sosial. Temuan-temuan pada penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitianpenelitian terdahulu. Hasil ini bisa dimaklumi, mengingat penelitian ini bersifat applied research, sehingga tidak mampu untuk digeneralisasi pada objek yang lebih luas. Temuan ini menyatakan bahwa muridmurid di SMP Kartika V-3 Banjarmasin akan lebih termotivasi untuk berupaya meningkatkan prestasinya jika gurunya mampu berkomunikasi dengan baik dan Standardized Coefficients Beta -.011 -.019 .116 .295 Adjusted R Square .073 t 8.028 -.104 -.186 1.064 2.741 Sig. .000 .918 .853 .290 .007 Std. Error of the Estimate 1.87721 mampu bergaul dengan akrab dengan peserta didik. Kompetensi-kompetensi lainnya, seperti pedagogik, professional, dan kepribadian guru, juga merupakan hal penting yang mutlak harus dimiliki oleh seorang guru, tetapi penelitian ini menunjukkan bahwa hal-hal tersebut tidak dapat mempengaruhi motivasi belajar dari siswa. Kondisi ini terjadi sebagai akibat dari perilaku siswa yang tidak terlalu mempermasalahkan tentang pengetahuan dan kemampuan dari guru. Guru adalah panutan, sehingga seringkali dianggap selalu benar dan selalu lebih tahu. Semangat belajar murid baru meningkat jika gurunya bersikap ramah dan akrab dengan siswa. Kompetensi sosial mutlak dibutuhkan oleh setiap individu, terutama sekali seorang tenaga pengajar, seperti guru. Kompetensi sosial sendiri dapat dimengerti sebagai kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Hal tersebut diuraikan dalam RPP tentang guru, bahwa kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat, yang sekurang-kurangnya memiliki kompetensi untuk: 1. Berkomunikasi secara lisan, tulisan, dan isyarat. Setiawan dkk, Pengaruh Kompetensi Pedagogik, Kompetensi…. 149 2. Menggunakan teknologi informasi dan komunikasi secara fungsional. 3. Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik. 4. Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar. Dalam kompetensi sosial ini terdapat sub kompetensi, diantaranya adalah: seorang guru harus mampu bergaul secara efektif dengan peserta didik, mampu begaul secara efektif dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang lain, dan yang terakhir adalah mampu berkomunikasi secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitanya. Dalam kompetensi sosial jelaslah seorang guru dituntut untuk dapat berkomunikasi dengan baik tidak hanya sebatas pada peserta didik yang menjadi bagian dari proses pembelajaran didalam kelas dan sesama pendidik yang merupakan teman sejawat dalam dunia pendidikan namun juga seorang guru harus dapat berkomunikasi dengan baik dengan tenaga kependidikan, orang tua dan masyarakat sekitar yang juga bagian dari lembaga pendidikan yang seharusnya saling bekerja sama untuk dapat menciptakan suasana kondusif dalam proses belajar dan mengajar, serta dapat terjalinya kantinuitas antara apa yang diajarkan dalam kelas dapat diterapkan dan dipelajari kembali dalam lingkup keluarga dan masyarakat demi tercapainya tujuan pendidikan. Kompetensi sosial sangatlah penting dan harus dimiliki oleh seorang guru selain 3 kompetensi yang lainya yaitu kompetensi pedagogik, profesional, dan kepribadian. Kompetensi ini diangap sangat penting dan harus dimiliki oleh seorang guru karena guru itu sendiri merupakan bagian dari sosial (masyarakat) diamana masyarakat sendiri adalah konsumen pendidikan sehingga mau tidak mau baik guru maupun sekolah harus dapat berkomunikasi dengan baik dan efektif dengan masayarakat, jika tidak maka sekolah ataupun guru yang tidak dapat berkomunikasi dengan baik dengan masyarakat cenderung untuk ditinggalkan, mengingat bahwasanya lembaga pendidikan dan guru sebagai wadah untuk dapat mempersiapkan seorang peserta didik sebagai anggota dari masyarakat yang baik dan dapat mengahadapi permasalahan yang akan datang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kompetensi sosial guru perlu untuk dipertahankan dan ditingkatkan agar motivasi belajar siswa dapat meningkat. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menciptakan guru dengan kompetensi sosial yang baik, seperti: 1. Meningkatkan kemampuan komunikasi guru, seperti lebih sering mengirim guru ke seminar-seminar, workshop, atau pelatihan-pelatihan. 2. Meningkatkan keberadaan fasilitas komunikasi visual di kelas, seperti alatalat peraga, LCD Proyektor, pemutar audio video, dll 3. Meningkatkan keakraban antar guru melalui kegiatan-kegiatan bersama seperti outbond, serta meningkatkan interaksi guru dan murid melalui kegiatan seperti kerja bakti. 4. Meningkatkan interaksi guru dan murid terhadap masyarakat sekitar seperti mengadakan kegiatan-kegiatan sosial, atau kunjungan-kunjungan ke masyarakat. Kesimpulan Melalui uji secara parsial, ditemukan bahwa hanya hanya variabel kompetensi sosial yang berpengaruh signifikan terhadap motivasi belajar siswa. Variabel kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, dan kompetensi professional ternyata tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap perubahan motivasi belajar pada siswa di SMP Kartika V-3 Banjarmasin. Hasil pengujian secara simultan menunjukkan bahwa terdapat pengaruh simultan yang signifikan antara kompetensi guru dengan motivasi belajar siswa, namun nilai determinasi yang sangat rendah menunjukkan bahwa motivasi belajar siswa lebih banyak ditentukan oleh hal-hal selain kompetensi mengajar guru. Ditemukan bahwa variabel yang berpengaruh paling kuat terhadap motivasi belajar siswa adalah 150 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 1, Maret 2015, hal 131 - 150 satu-satunya variabel yang signifikan, yaitu variabel kompetensi sosial. Disarankan pada pihak yang terkait untuk semakin memperhatikan kompetensi sosial guru untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Peneliti selanjutnya dapat mengeksplorasi penelitian dengan menambahkan variabel-variabel lain untuk meningkatkan koefisien determinasinya. Disarankan bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian yang sama pada ruang lingkup yang lebih luas agar dimungkinkan 74 untuk dilakukan generalisasi hasil penelitian. DAFTAR PUSTAKA Ames, R & L. Ames. 1984. Research on Motivation Education: Student Motivation (vol:1). Orlando: academic Press, Inc. Bandura, A. 1977. Self-Efficacy: Toward a Unifying Theory of Behavioral Change. Psychological Review, 84, 191-215. Bloom, B. 1980. The New direction in Educational Research: Alternative Variables. Phi Delta Kappan, 61, 382285. Cropley, A.J. 1985. Motivation for Participation in Adult Education. Pada J.H. Knoll (Ed.) Motivation for Adult Education. Bonn K.G. Saur Munchen: German Commission for Unesco. Fathurrohman, Pupuh & Sukitno, M. Sobry. 2010. Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum & Konsep Islami PT. Refika Aditama. Bandung. Fyans, L.J. & Maerh, M.L. 1987. Source of Student Achievement: Student Motivation, School Context and Family Background. Sebuah Paper yang di presentasikan pada The Annual Conference of APA. Hermawan, Hendy. 2010. Teori Belajar dan Motivasi. CV Citra Praya Komplek Cibolerang Indah Blok E No. 52. Bandung. Keller, J.M. 1983. Motivation Design of Instruction, in Instructional-Design Theories and Models: An Overwiew of Their Current Status. Hillsdale: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers. Mc Clelland, D. 1985. How Motives, Skills, and Value Determine What People Do. American Phychologist 40, 812825. Mc. Donald, Frederick. 1959. Educational Phychology, Wadsworth Publishing Company, Inc., San Fransisco – Overseas Publications, Ltd., (Kaigai Shuppan Boeki KK), Tokyo. Mulyasa, E. 2012. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung. Romiszowski, A.J. 1984. Developing Auto Instructional Materials: From Programmed Text to CAL and Interactive Video. London: Kogan Page Ltd. Sardiman, AM. 2011. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta. Situmorang & Winarno. 200). Pendidikan Profesi & Sertifikasi Pendidik. PT. Saka Mitra Kompetensi. Suciati. 1990. The Effect of Motivation on Academia Achievement in Distance Education Setting: A Examination of Latent Variables in an Indonesian Case. Sebuah disertasi. Walberg, H.J. 1983. Probing a Model of Educational Productivity With National Assessment Samples. Journal of Educational Phychology, 74, 285307. Weiner, B. 1986. An Attributional Theory of Motivation and Emotion. New York: Springler-Verlag. Usman, Moh. Uzer. 2001. Menjadi Guru Profesional. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung http: //id.shvoong.com/books/dictionary /2117613 kompetensi guru/#ixzz27 GHJPPtU). http://halil-pkn.blogspot.com/2012/03/ empat-kompetensi-guru-professional. html).