Pedoman dan Strategi Pemasangan Trakeostomi

advertisement
ARTIKEL KHUSUS
Pedoman dan Strategi Pemasangan
Trakeostomi Dilatasional Perkutan
Dis Bima Purwaamidjaja
PENDAHULUAN
Trakeostomi merupakan suatu tindakan membuat
lubang terbuka yang menghubungkan kulit dengan
trakea. Trakeostomi pertama kali dilakukan sekitar
5000 tahun yang lalu. Tahun 1909 Chevalier Jackson
menyebutkan suatu teknik trakeostomi yang mirip
dengan teknik trakeostomi surgikal (TS) yang
modern1. Tahun 1955 Shelden dkk melaporkan
suatu teknik trakeostomi yang disebut trakeostomi
dilatasional perkutan (TDP), yang dianggap lebih
mudah, sebagai alternatif tindakan trakeostomi
surgikal berbagai teknik dan peralatan TDP
disempurnakan dalam perkembangan tindakan ini.
Tahun 1969 Toye dan Weinstein memperkenalkan
teknik TDP menggunakan satu dilator yang
dilengkapi dengan pisau pemotongnya. Dilator
masuk ke trakea dengan panduan kateter fleksibel
dan pisau pemotongnya membuka jaringan kemudian
dilanjutkan dengan memasukkan kanul trakeostomi2.
Ciaglia memperkenalkan teknik Ciaglia tahun 1985,
TDP dilakukan dengan cara, setelah menusukkan
jarum insersi awal dan dimasukkan kateter pemandu,
dilatasi untuk membuat akses masuknya kanul trakea
dilakukan secara bertahap dan berulang. Teknik
Ciaglia merupakan teknik umum yang digunakan
untuk melakukan TDP pada pasien sakit kritis. Pada
saat ini telah tersedia berbagai kit seperti Cook
percutaneous dilational tracheostomy (PDT) set
dan Portex PDT kit.3 Tahun 1989 Schachner dkk
menciptakan suatu forcep yang berfungsi sebagai
dilator untuk membuat akses ke trakea tempat
Intensive Care Unit RSPAD Gatot Soebroto
Jl. Dr. A. Rahman Saleh No. 24 Jakarta Pusat 10410
Korespondensi: [email protected]
204
masuknya kanul trakea dengan panduan suatu
kateter yang fleksibel. Tahun 1990 Griggs dkk
juga melaporkan suatu teknik yang disebut guide
wire dilating forceps (GWDF) pada 1990. Dalam
perkembanganya banyak disebut peralatan dan juga
jenis kanul trakeostomi, yang pada prinsipnya TDP
dilakukan dengan identifikasi trakea perkutan yang
diikuti membuat akses masuk kanul trakea dengan
tindakan dilatasi menggunakan berbagai alat dengan
panduan kateter fleksibel, dilanjutkan dengan
memasukkan kanul trakeostomi ke dalam trakea4-6.
TDP dilakukan dengan harapan mengurangi
diseksi minimal atau kerusakan jaringan. Akses
ke trakea dicapai dengan menggunakan jarum
yang ditusukkan di kulit bagian depan trakea,
kemudian dengan menggunakan kateter dan dilator
membuat akses dari kulit ke dalam trakea, sehingga
memungkinkan kanul trakeostomi masuk ke trakea,
dengan besar lubang luka yang tepat seukuran
kanul.Secara umum TDP diharapkan memberikan
keuntungan berkurangnya komplikasi dari luka;
seperti perdarahan, infeksi, kerusakan jaringan;
secara kosmetik lebih baik; mudah dilakukan di
ruang perawatan intensif; berkurangnya waktu
melakukan trakeostomi dibandingkan TS.7-9
PEDOMAN DAN STRATEGI
Persiapan
Secara umum TDP merupakan suatu tindakan
yang berisiko tinggi karena berhubungan dengan
tindakan pengelolaan jalan napas. Seperti tindakan
yang berisiko lainnya, untuk menghindari komplikasi
kesakitan atau kematian, wajib dilakukan tindakan
persiapan yang lengkap. Persiapannya meliputi ;
alat ; obat-obatan; pasien; pelaksana tindakan atau
operator.
Persiapan alat TDP sesuai kebiasaan dan alat yang
Majalah Kedokteran Terapi Intensif
Dis Bima Purwaamidjaja
tersedia di tempat operator bekerja. Secara umum
yang perlu disiapkan meliputi minor set khusus TDP
(gaun operasi, lampu kepala, sarung tangan, masker,
tutup kepala); set TDP (jarum insersi, kateter
fleksibel pemandu, dilator, kanul trakeostomi; bisa
berupa set TDP yang sudah satu kemasan produk);
dan set untuk mengelola jalan napas (laringoskop,
pipa endotrakeal, spuit balon, suksion, stetoskop,
ventilator dll).
Persiapan obat-obatan sesuai dengan preferensi
operator, untuk membuat situasi selama tindakan
TDP lebih mudah dan nyaman buat operator dan
pasien. Secara umum yang perlu disiapkan seperti
obat-obatan emergensi (adrenalin, sulfas atropin,
vasodilator dll); sedatif (benzodiazepin, ketamin
dll); analgetik (fentanil, tramadol dll); pelumpuh otot
(atrakurium, norkuronium dll); dan anestetik lokal.
Obat-obatan untuk mengantisipasi kondisi tidak
menguntungkan selama tindakan, misal hipertensi
karena nyeri atau perdarahan.
Persiapan pasien ditujukan untuk memberikan
situasi aman, nyaman dan mengurangi risiko kesakitan
dan kematian serta tuntutan sebagai komplikasi
tindakan. Tindakan informed concent tentang
keadaan pasien, tindakan yang akan dilaksanakan,
kemungkinan komplikasi yang mungkin timbul dan
manfaat yang diharapkan merupakan hal penting
yang tidak boleh ditinggalkan. Menentukan waktu
pelaksanaan tindakan trakeostomi merupakan
hal yang cukup penting. Dari beberapa literatur
menyebutkan TDP dini memberikan manfaat
kepada pasien secara langsung, mengurangi
angka kematian dan pneumonia, serta secara tidak
langsung mengurangi hari perawatan di ICU,
penggunaan ventilasi mekanik, penggunaan obat
sedasi dan penggunaan dosis tinggi obat inotropik
dan vasopresor. Mengetahui kelainan dasar pasien
untuk menentukan indikasi dan kontraindikasi
TDP; waktu TDP akan dilaksanakan segera (masuk
ruang perawatan intensif dengan prediksi akan
lama menggunakan ventilasi mekanik atau pipa
endotrakeal pada kasus neurologis berat misal GCS
< 8; kelainan lain sesuai penilaian operator) atau bisa
dilakukan lebih lanjut (pasien diharapkan dapat lepas
dari ventilasi mekanik atau pipa endotrakeal kurang
dari 10 hari atau sesuai penilaian operator); pemberian
obat-obatan premedikasi untuk menghindari respons
otonom atau kelainan lain misal risiko perdarahan.
Beberapa tindakan untuk menambah keamanan;
posisi tempat tidur didatarkan untuk memudahkan
paparan trakea dan mengurangi risiko aspirasi cairan
dari rongga mulut; ventilasi mekanik disesuaikan
assissted control untuk mengantisipasi jika akan
Volume 2 Nomor 4 Oktober 2012
menggunakan atau ada kemungkinan menggunakan
pelumpuh otot untuk memudahkan TDP. Indikasi
untuk trakeostomi ditentukan untuk pasien sakit
kritis di ruang perawatan intensif meliputi obstruksi
jalan napas atas, perlindungan jalan napas jangka
lama akibat trauma kepala, strok, ventilasi mekanik
jangka lama, pulmonary toilette, pencegahan
ventilator associated pneumonia, memfasilitasi
penyapihan dari ventilator pada pasien penyakit
paru obstruktif menahun, atau kondisi lain sesuai
preferensi operator dan keadaan pasien. Beberapa
kondisi disampaikan sebagai kontraindikasi TDP
adalah sebagian disebutkan sebagai kontraindikasi
relatif seperti adanya infeksi di leher bagian depan,
koagulopati yang tidak terkendali, usia < 15 tahun,
abnormalitas anatomi leher (pembesaran kelenjar
tiroid, pembuluh darah), kegawatdaruratan jalan
napas, riwayat operasi atau trauma daerah leher,
trakea tidak dapat dipalpasi, menggunakan positive
end-expiratory pressure (PEEP)> 15cmH2O dan
keluarga atau pasien menolakTDP.
Persiapan pelaksana atau operator merupakan
suatu komponen yang sangat penting dalam
menentukan keberhasilan tindakan dan keamanan
pelaksanaan TDP. Pengetahuan mengenai persiapan
alat-peralatan, obat-obatan, kondisi pasien dan
antisipasi yang diperlukan dan pengalaman melalui
literatur tertulis atau audiovisual tentang uruturutan tindakan yang akan dilaksanakan tentu
juga mempengaruhi kelancaran TDP. Pengenalan
tentang anggota tim yang akan melaksanakan TDP;
kesiapan fisik dan mental tim; latihan dan diskusi
bersama membuat situasi TDP akan lebih mudah.
Pengetahuan pelaksana menjadi suatu hal yang
sangat penting karena pengelolaan jalan napas
memiliki risiko tinggi yang memberi kontribusi
kecemasan selama tindakan. Kemungkinan kejadian
dari saat persiapan, tindakan dan perawatan jangka
pendek/panjang kanul trakeostomi termasuk
kemungkinan komplikasi jangka pendek/panjang
perlu diketahui dan diantisipasi rencana tindakannya
sejak dini, sehingga pelaksana lebih nyaman dan
memberikan ketenangan pada seluruh tim saat TDP
dilaksanakan.
TEKNIK TRAKEOSTOMI DILATASIONAL
PERKUTAN
Tidak ada teknik standar untuk TDP. Secara
umum pelaksanaan disesuaikan dengan kit TDP
yang akan digunakan. Prinsip dasarnya adalah
menggunakan panduan kateter untuk mengakses
trakea, dilakukan dilatasi perkutan kemudian diikuti
dengan memasukkan kanul trakeostomi. Banyak
205
Pedoman dan Strategi Pemasangan Trakeostomi Dilatasional Perkutan
b.
a.
c.
d.
Gambar 1. a) Anatomi leher ; b) Posisikan pasien; tempat tidur datar, ekstensi dengan diganjal bantal atau alat lain. Sebelumnya jika perlu
diberikan premedikasi, sedatif, analgetik, pelumpuh otot sesuai preferensi operator. Sesuaikan mode ventilator untuk memfasilitasi TDP; c)
Tindakan a/antiseptik di daerah insisi akan dibuat. Dilakukan drapping daerah operasi untuk memudahkan tindakan dan mengurangi resiko
infeksi daerah tindakan; d) Kenali anatomi daerah leher untuk menghindari daerah yang berbahaya untuk mengurangi komplikasi.Beri tanda
anatomi untuk memudahkan pelaksanaan tindakan. Garis tiroid, krikoid, manubrium sternum dan perkiraan cincin 2 dan 3 trakea.
5
penelitian yang melaporkan berbagai teknik yang
dilakukan dengan perbandingan keuntungan dan
kerugiannya. Pelaksanaan tindakan pada akhirnya
tentu sesuai preferensi dan pengalaman dari operator
dan tim yang akan melaksanakan TDP. Setiap
tahapan dari tindakan TDP ini merupakan hal yang
penting, karena tahap sebelumnya akan menentukan
kelancaran proses tahap berikutnya. Untuk ketepatan
dan keberhasilan TDP hal khusus yang perlu menjadi
perhatian adalah identifikasi trakea untuk kanulasi
awal trakea di antara cincin trakea 2 – 3, atau sesuai
sasaran, tanpa mengenai pipa endotrakeal. Tahap
a.
berikutnya akan relatif lebih mudah dan aman. Setelah
identifikasi dilakukan, bisa dilakukan identifikasi
trakea pendahuluan menggunakan jarum suntik
ukuran 5cc berisi NaCl di daerah yang diperkirakan
sebagai daerah incisi (celah antara cincin trakea 2-3)
di garis tengah. Trakea diidentifikasi saat didapatkan
gelembung udara saat dilakukan aspirasi jarum
suntik, kemudian ditandai sebagai titik tengah insisi.
Identifikasi awal trakea dapat juga dilakukan dengan
bantuan alat USG (ultrasonografi) atau bronkoskop.
Dilakukan pemberian obat anestesi lokal di daerah
insisi. Insisi dilakukan horisontal sesuai garis kulit
b.
c.
Gambar 2. a). identifikasi menggunakan jarum suntik; b) anestesi lokal; c) insisi horizontal.
206
Majalah Kedokteran Terapi Intensif
Dis Bima Purwaamidjaja
Setelah identifikasi dilakukan, bisa dilakukan
identifikasi trakea pendahuluan menggunakan
jarum suntik ukuran 5cc berisi NaCl di daerah yang
diperkirakan sebagai daerah incisi (celah antara cincin
trakea 2-3) di garis tengah. Trakea diidentifikasi saat
didapatkan gelembung udara saat dilakukan aspirasi
jarum suntik, kemudian ditandai sebagai titik tengah
insisi. Identifikasi awal trakea dapat juga dilakukan
dengan bantuan alat USG (ultrasonografi) atau
bronkoskop. Dilakukan pemberian obat anestesi lokal
di daerah insisi. Insisi dilakukan horisontal sesuai
garis kulit kurang lebih seukuran kanul trakeostomi
yang akan dipasang. (Gambar 2).
Diseksi jaringan di bawah kulit dilakukan secara
tumpul bertahap sampai trakea bisa diraba dengan
mudah, dengan menggunakan klem bengkok dengan
ujung tumpul.
Diseksi tumpul dan identifikasi trakea dilanjutkan
dengan menggunakan jari tangan secukupnya sampai
trakea yang didalamnya terdapat pipa endotrakea
teraba dengan jelas. Identifikasi trakea dilanjutkan
insersi awal jarum TDP dilakukan setelah sebelumnya
menarik pipa endotrakea, agar pipa endotrakea tidak
tertusuk selama insersi. Balon pipa endotrakea
dikempiskan dan dilakukan pembersihan daerah
orofaring lagi dengan suksion. Asisten menarik pipa
endotrakea. Penarikan pipa endotrakea oleh asisten
dikomando oleh operator. Selama penarikan, operator
melakukan perabaan di atas trakea untuk merasakan
bahwa ujung pipa endotrakea tepat melewati daerah
yang akan dilakukan insersi jarum TDP. Selain
dengan teknik ini, penarikan pipa endotrakea bisa
dipandu menggunakan pandangan langsung melalui
laringoskopi direk, penarikan dihentikan saat balon
pipa endotrakea tepat melewati pita suara. Panduan
penarikan juga bisa dilakukan dengan menggunakan
USG atau bronkoskop. Kemudian balon pipa
endotrakea dikembangkan sampai tidak ada suara
aliran udara dari rongga mulut dan pernapasan
pasien dengan ventilator berjalan baik. Tindakan
penarikan pipa endotrakea disertai identifikasi ujung
pipa endotrakea untuk menghindari tertusuknya pipa
endotrakea selama insersi jarum kateter TDP awal
merupakan hal yang sangat menentukan keberhasilan
TDP. (Gambar 3).
Insersi jarum khusus (jarum kateter no 14) TDP
dilakukan dengan panduan identifikasi anatomi yang
telah dibuat saat awal tindakan. Dilakukan penusukan
dengan jarum suntik 5 mL yang berisi NaCI didorong
perlahan di garis tengah sambil dilakukan aspirasi.
Trakea diidentifikasi dengan adanya gelembung
udara saat diaspirasi. Panduan penusukan jarum
kateter TDP bisa juga menggunakan bronkoskop
Volume 2 Nomor 4 Oktober 2012
sampai terlihat bahwa jarum tepat berada di lumen
trakea. Kemudian jarum kateter dimasukkan lebih
dalam disertai penarikan jarum tajam TDP. Setelah
kanul plastik TDP masuk secara lengkap dilakukan
pengecekan posisi dengan cara mengaspirasi ulang.
Posisi yang tepat di dalam lumen trakea dan juga
tidak menembus atau terhalang pipa endotrakea
ditandai dengan adanya gelembung udara yang
lancar dan mudah saat diaspirasi. Selanjutnya
dilakukan insersi kawat pemandu TDP sampai
batas yang direkomendasikan yang ada di setiap set
TDP. Insersi kawat pemandu tindakan dilatasi TDP.
Masuknya kawat secara lancar tanpa ada hambatan
bisa menjadi asumsi bahwa ujung jarum kateter
berada dalam lumen trakea. Batas bawah dan atas
kawat pemandu perlu diperhatikan saat insersi, agar
insersi tidak terlalu dalam sehingga menimbulkan
risiko trauma paru. Koordinasi dengan asisten saat
insersi kawat pemandu penting, untuk mengingatkan
batas bawah dan atas dari insersi keseluruhan kawat
pemandu TDP. (Gambar 4 ).
Kanul jarum kateter dicabut sambil tetap menahan
kawat pemandu berada di lumen trakea. Perhatikan
batas bawah kawat pemandu tepat di tepi lubang
subkutis. Tindakan dilanjutkan dengan melakukan
dilatasi awal. Dengan dilator yang sudah diberi
pelumas, dilakukan dilatasi lubang trakeostomi
berulang sampai dirasakan masuk dan keluarnya
dilator lancar (kurang lebih 2 – 3 kali). Dilatasi
dilakukan secara halus, kuat dan tegas mengikuti
alur kawat dan dengan mengikuti bentuk anatomi
trakea. Setelah dilatasi awal dirasakan cukup, dilator
dilepaskan sambil tetap menahan kawat pemandu.
(Gambar 5).
Kemudian dilakukan pemasangan kateter penguat
kawat pemandu untuk memudahkan masuknya dilator
utama TDP ke dalam lumen trakea, dan menghindari
bengkoknya kawat pemandu dan salah tidak masuk
ke trakea saat upaya dilatasi utama tindakan TDP.
Kateter penguat kawat pemandu dipasang sesuai
rekomendasi penggunaan. Ada bagian kateter penguat
(kurang lebih 4 cm di ujung depan) berukuran lebih
besar dari lingkaran kateter dan berukuran lebih
besar sedikit dari ujung dilator utama TDP. Bagian itu
untuk memudahkan ujung dilator utama masuk dan
tindakan dilatasi selanjutnya lebih mudah. Sebelum
dilakukan dilatasi, dilator utama perlu diberikan
pelumas yang cukup agar tindakan dilatasi lebih
mudah. Dilatasi utama TDP dilakukan secara halus,
kuat dan tegas dimasukkan dengan kekuatan penuh
dan terarah dengan arah dilatasi sesuai anatomi dari
lumen trakea. Dilatasi dilakukan sampai dilihat batas
luar mencapai batas yang direkomendasikan jenis set
207
Pedoman dan Strategi Pemasangan Trakeostomi Dilatasional Perkutan
a.
b.
c.
Gambar 3. a) Diseksi tumpul menggunakan jarum bengkok ; b) Tempelkan trakea dengan jari tangan
a.
b.
c.
Gambar 4.a) Insersi sprint dan jarum kateter no.12 sambil dilakukan aspirasi ; b) kawat pemandu dimasukkan; c) batas masuknya kawat pemandu
a.
b.
c.
d.
Gambar 5. a) kawat jarum kateter dicabut; b) batas bawah kawat pemandu; c) dilator awal dimasukkan melalui kawat pemandu; d) dilatasi awal lubang lubang
trakeostomi
a.
b.
c.
d.
Gambar 6. Dilator dimasukkan melalui kawat pemandu;
208
Majalah Kedokteran Terapi Intensif
Dis Bima Purwaamidjaja
b.
a.
c.
Gambar 7. Pemasangan kanul trakeostomi
d.
a.
b.
c.
d.
Gambar 8. Kanul trakeostomi dihubungkan dengan ventilator
Volume 2 Nomor 4 Oktober 2012
209
Pedoman dan Strategi Pemasangan Trakeostomi Dilatasional Perkutan
TDP, disesuaikan dengan ukuran kanul trakeostomi
yang akan dipasang. Jika menggunakan bronkoskop
saat tindakan ini, pada layar bronkoskopi bisa dilihat
bahwa dilatasi cukup dengan dilihatnya batas dalam
dilator utama sesuai rekomendasi dari ukuran kanul
trakeostomi yang akan dipasang. (Gambar 6).
Setelah dilatasi menggunakan dilator utama
dianggap cukup, dilator utama dilepas sambil tetap
menahan kawat pemandu berada di lumen trakea.
Kemudian dilakukan pemasangan kanul trakeostomi
secara halus, kuat dan tegas dengan kekuatan penuh
dan terarah sesuai dengan anatomi trakea. Kanul
trakeostomi dipasang sampai tepi kanul trakeostomi
sebagai fiksasi tepat berada di kulit dan tidak
menggantung. Memasukkan kanul trakea dapat
menggunakan alat pembantu untuk memasukkan
kanul trakeostomi sesuai jenis kanul yang dipasang,
alat pembantu ditarik keluar sambil menahan kanul
trakeostomi yang sudah dipasang agar tidak tercabut
kembali. (Gambar 7).
Kanul trakeostomi bagian dalam dimasukkan
sambil segera mengembangkan balon kanul,
kemudian kanul trakeostomi dihubungkan dengan
ventilasi mekanis. Pipa endotrakea ditarik oleh
asisten, dilakukan pemeriksaan kuman, dilanjutkan
pembersihan daerah orofaring oleh asisten. Fiksasi
kanul trakeostomi dilakukan dengan menjahit ke
kulit agar kanul tidak lepas. Lepasnya kanul pada
minggu pertama dapat menyulitkan rekanul karena
alur trakeostomi belum terbentuk dan dengan teknik
TDP alurnya kecil. Dilakukan pembersihan daerah
trakeostomi kemudian trakeostomi dirawat dengan
kassa povidon iodine. Fiksasi kanul trakeostomi di
perkuat dengan tali trakeostomi. Ikatan tali trakeostomi
ke leher dilakukan secukupnya tidak terlalu ketat, tiga
jari dapat masuk melewati ruang antara leher dan tali
fiksasi penguat. Dilakukan pembersihan lumen kanul
trakeostomi dan bronkus, dengan penyedotan cairan,
lendir atau darah sesuai kebutuhan melalui kanul
trakeostomi yang telah terpasang. Dapat diberikan
cairan NaCl jika dirasa perlu untuk mengencerkan
lendir atau untuk mengetahui adanya perdarahan.
Penyedotan dilakukan sampai bersih. TDP selesai dan
pasien diposisikan seperti semula dan disesuaikan
dengan rencana ventilasi mekanis setelah tindakan
trakeostomi dilakukan.(Gambar 8).
DILATASI MENGGUNAKAN FORSEP
Selain dilatasi bertahap menggunakan dilator
utama TDP, teknik dilatasi untuk membuat hubungan
dari kulit ke lumen trakea dapat menggunakan suatu
forsep khusus. Forsep khusus ini dapat dimasuki
kawat pemandu sehingga dapat masuk ke lumen
210
trakea secara lengkap.
Secara umum tindakan TDP dapat dilakukan
dengan dua teknik dilatasi ini. Keberhasilan tindakan
dari kedua teknik ini disebutkan tidak berbeda secara
signifikan oleh beberapa literatur. Beberapa literatur
menyebutkan bahwa TDP menggunakan forsep
memberikan komplikasi perdarahan dan emfisema
subkutis lebih banyak. Sementara beberapa literatur
menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna
antara keberhasilan tindakan TDP dan komplikasi
perdarahan dan emfisema subkutis pada kedua teknik
ini11,12,13. Perhatian saat melakukan insersi jarum
TDP awal, sebaiknya dihindari penusukan di daerah
bawah cincin trakea ketiga, untuk menghindari
kemungkinan terkenanya ismus tiroid dan mencegah
terjadinya erosi tak diharapkan terhadap arteri
Inominata. Penusukan di subkrikoid diatas cincin
trakea 2 memberikan risiko tinggi terjadinya stenosis
subglotis.14
Dilatasi menggunakan forsep dilakukan sesuai
dengan tahapan sebelumnya. Forsep berbentuk klem
khusus dengan adanya alur di ujung klem, untuk
memungkinkan kawat pemandu masuk dari ujung
forsep. Dilatasi menggunakan forsep dilakukan
setelah melaksanakan dilatasi awal sesuai ukuran
ujung forsep, sehingga forsep dapat masuk ke lubang
awal daerah kulit.
Dilatasi dilakukan secara bertahap. Dilatasi
pertama daerah subkutis sampai sekitar dinding
depan trakea. Dilakukan dengan cara memasukkan
forsep sampai ada tahanan dengan sudut sekitar
30 – 40 derajat, kemudian forsep dibuka seukuran
luka insisi (+/- 2 cm) yang dibuat untuk membuka
secara tumpul jaringan sebelum masuk lumen trakea.
Kemudian dilator dimasukkan kembali seperti awal
dilatasi dan dimasukkan lebih dalam secara terarah
sesuai anatomi dari trakea dengan merubah arah
forsep sesuai lumen trakea sampai sekitar 90 derajat.
Kemudian forsep dibuka dengan posisi ujung forsep
berukuran sesuai rekomendasi kanul trakeostomi
yang akan dipasang. Forsep ditarik keluar dengan
halus, kuat dan tegas secara perlahan dan terarah,
sambil menahan kawat pemandu tetap berada di
dalam lumen trakea. Setelah terbuka lumen trakea,
tindakan selanjutnya tahap lanjutan memasukkan
kanul trakeostomi sampai dengan fiksasi dan
mengamankan pasien kembali ke ventilasi mekanis
sesuai urutan tindakan TDP.
Saat menarik pipa endotrakeal untuk keamanan
pasien dapat dilakukan dengan cara kombinasi palpasi
daerah insisi disertai penglihatan langsung melalui
laringoskop atau bronkoskop, sehingga balon pipa
endotrakeal tepat berada di bawah pita suara, yang
Majalah Kedokteran Terapi Intensif
Dis Bima Purwaamidjaja
Gambar 9. Dilatasi menggunakan forsep
Volume 2 Nomor 4 Oktober 2012
211
Pedoman dan Strategi Pemasangan Trakeostomi Dilatasional Perkutan
Tabel 1. Komplikasi tindakan trakeostomi dilatasional perkutan dan trakeostomi surgikal
Kejadian
Komplikasi
TDP
TS
Selama tindakan (terjadi selama dan segera setelah tindakan
Tindakan diulang
0 – 4
0–4
Insersi paratrakea
0 – 4
0 – 10
Lserasi dinding posterior trakea
0 – 13
TA
Segera setelah tindakan (terjadi sebelum alur kanul trakea yang baik ≤ 7 hari)
Perdarahan
Minor 10 – 20
11 – 80
Mayor
0 – 4
0 – 10
Pneumotoraks
< 1
0–4
Emfisema subkutis
0 – 5
0 – 11
Dekanulasi tak disengaja
0 – 5
0 – 15
Infeksi luka
0 – 10 0 – 63
Loss of airway
0 – 8
0–4
Airway fire
< 1
<1
Aspirasi
0–7
0–3
Setelah tindakan ≥ 7 hari
Stenosis trakea
7 – 27 11 – 63
Trakheomalasia
0–7
0–8
Fistula trakeoesofagus
< 1
<1
Fistula trakeoarteri
< 1
<1
Keloid / deformitas luka
0 – 20 5 – 40
Penutupan stoma terlambat
0 – 39
10 – 54
Paralisis pita suara
<1
0–2
Gejala jalan napas lain
0 – 41 5 – 46
Keterangan : TA = tidak ada ; TDP = trakeostomi dilatasional perkutan; TS = trakeotomi surgikal; gejala jalan napas lain termasuk serak, stridor, batuk, sesak napas, masalah bicara subyektif, gangguan pernapasan.
kemudian difiksasi dan dijaga tidak bergerak selama
TDP oleh asisten operator. Tindakan ini mencegah
terlepasnya secara tidak sengaja pipa endotrakeal
selama operasi dan mencegah tertusuknya pipa
endotrakeal sehingga mengganggu ventilasi pasien
selama tindakan. Penusukan awal yang tepat dari
jarum TDP di dalam lumen trakea tepat di bawah ujung
pipa endotrakeal dan tidak mengenainya, merupakan
kunci penting untuk kelanjutan keberhasilan dari
urut urutan tindakan TDP selanjutnya.
Perawatan kanul trakeostomi
Perawatan kanul trakeostomi pasca TDP
merupakan suatu tindakan yang perlu mendapat
perhatian. Keuntungan trakeostomi dibandingkan
dengan pipa endotrakeal bisa menimbulkan komplikasi
jangka pendek atau panjang jika perawatan tidak
dilakukan dengan baik. Perawatan kanul trakeostomi
sangat mudah, bisa dilakukan oleh perawat atau
personil medis lain yang merawat pasien. Personil
melakukan perawatan kanul trakeostomi pasca TDP
harus mengetahui kekhususan TDP dibanding TS,
yaitu insisi yang lebih terlepas kecil, sehingga jika
kanul trakeostomi secara tidak sengaja sebelum
terbentuk alur yang cukup baik dari kulit ke lumen
212
trakea akan lebih berbahaya. Alur trakeostomi akan
terbentuk pada sekitar tujuh hari. Fiksasi bisa dilepas
pada hari ke tujuh perawatan pasca TDP, karena
perawatan hari pertama sampai hari ketujuh kanul
trakeostomi adalah perawatan luka trakeostomi dan
menjaga jalan napas bersih dari sisa darah atau sekret,
termasuk bagian atas balon trakeostomi. Perawatan
luka trakeostomi dilakukan dengan mengganti kasa
penutup luka dan membersihkan dengan betadin
dengan teknik sterilisasi. Balon kanul dikempiskan
setelah 24 jam pasca TDP dan dikembang selama
pemberian nutrisi, juga saat pembersihan kanul
dalam, dikanul dalam dilepas secara hati – hati dan
terarah sesuai rekomendasi dari kanul trakeostomi
yang digunakan. Saat melepas kanul dalam
perhatikan agar kanul trakeostomi tidak terlepas
saat penarikan. Lepasnya kanul tanpa sengaja saat
melepascan kanul dalam, dapat terjadi kegawatan
jalan napas jika terjadi kesulitan insersi ulang kanul,
akibat alur kanul dari kulit ke lumen trakea belum
terbentuk baik. Pasien diintubasi ulang jika perlu dan
dilakukan TDP sesuai urutan. Pembersihan kanul
dalam dilakukan dengan cara merendam dalam air
hangat dan kemudian disikat dengan sikat khusus
kanul setelah itu dibilas dengan air hangat. Di
Majalah Kedokteran Terapi Intensif
Dis Bima Purwaamidjaja
bersihkan dengan alkohol 70% dan diseka dengan
kasa steril, kemudian direndam dengan air hangat lagi
dan diseka dengan kasa steril. Selama pembersihan
kanul dalam, dipasang kanul dalam pengganti untuk
memfasilitasi keamanan ventilasi mekanik terhadap
pasien.Penghisapan sekret atau sisa darah dari paru
melalui kanul trakeostomi dipermudah dengan
melakukan humidifikasi dan pemberian mukolitik,
sehingga lendir atau sisa kotoran di jalan napas dan
paru mudah dihisap. Jika perlu dapat diberikan NaCl
0,9% sekitar 5 – 10 mL sebelum penghisapan lendir
agar pembersihan jalan napas dan paru lebih mudah.
Pembersihan gigi dan rongga orofaring menggunakan
air hangat dan menggunakan a – antiseptik oral
merupakan tindakan penting untuk mencegah infeksi
dari daerah orofaring dan trakea di atas balon ke paru.
Pembersihan oral merupakan suatu cara pencegahan
ventilator-assosciated pneumonia khususnya pada
pasien dengan ventilasi mekanik lama.
Perawatan kanul trakeostomi jangka lama
setelah tujuh hari, ditujukan untuk perawatan
luka dan pencegahan infeksi serta pencegahan
komplikasi terhadap trakea akibat penggunaan kanul
trakeostomi jangka panjang. Jahitan fiksasi kanul
dilepas pada hari ketujuh, dianggap alur kanul dari
kulit ke lumen trakea sudah terbentuk cukup baik.
Biasanya jika kanul trakea utama terlepas secara tidak
sengaja atau sengaja untuk diganti atau dibersihkan
per satu bulan sekali, alur yang sudah terbentuk
memudahkan reinsersi dari kanul. Perawatan luka,
kanul dalam dan pembersihan gigi serta daerah
orofaring tetap dilakukan setiap hari sampai
kemungkinan bisa dilakukan pelepasan keseluruhan
kanul trakeostomi. Balon kanul selalu dikempiskan
kecuali ada kepentingan untuk memfasilitasi target
ventilasi mekanik, misal perlu adanya penggunaan
PEEP (positive end-expiratory pressure) untuk
meningkatkan
oksigenasi
terhadap
pasien.
Pembersihan yang tidak baik dapat menyebabkan
infeksi sampai pembentukan granuloma di jalan
napas. Stenosis trakea bisa terjadi akibat rangsangan
kronis dari balon atau kanul trakeostomi terhadap
jalan napas yang disertai dengan infeksi yang
berulang.
Pelepasan dari trakeostomi atau disebut tindakan
dekanulasi memiliki indikasi seperti ekstubasi pipa
endotrakea. Indikasi utamanya adalah tidak lagi
memerlukan proteksi jalan napas (misal refleks
menelan dan batuk baik) dan/atau tidak memerlukan
ventilasi mekanik lagi. Sebelum dilakukan dekanulasi
dilakukan penggantian kanul dengan ukuran yang
lebih kecil dari yang dipakai atau dengan jenis kanul
dengan lubang (fenestrate atau cuffless tube)untuk
Volume 2 Nomor 4 Oktober 2012
melihat patensi jalan napas atas pasien dan latihan
bicara. Protokol penilaian dan dekanulasi kanul
trakeostomi dapat berbeda di berbagai institusi.
Beberapa menyatakan dekanulasi bisa dilakukan
pada pasien yang sudah lepas dari ventilator, sedang
beberapa menyatakan bahwa dekanulasi bisa
dilakukan jika pasien sudah dapat mentoleransi kanul
khusus bicara. Secara umum dekanulasi dilakukan
jika pasien sudah tidak memerlukan bantuan ventilasi
mekanik dan/atau tidak perlu tindakan proteksi
jalan napas. Persiapan tindakan dekanulasi perlu
mempersiapkan alat – peralatan dan obat – obatan
untuk mengantisipasi kejadian kegawatdaruratan
yang mungkin timbul. Dekanulasi dan penggantian
kanul trakeostomi dapat menimbulkan keadaan
mengancam nyawa seperti ruptur arteri inominata,
kolaps jalan napas, pnemomediastinum sampai henti
jantung. Penggantian kanul trakeostomi luar dapat
dilakukan dengan cara dekanulasi biasa kurang
lebih satu bulan pasca trakeostomi atau lebih,
sambil diawasi tindakan perawatan kanul dan tanda
infeksi yang mungkin terjadi akibat penggunaan
kanul trakeostomi yang lama. Saat penggantian
kanul, pasien dibaringkan telentang dan leher
diekstensikan. Teknik klasiknya adalah kanul lama
dicabut dan langsung dipasang kanul yang baru.
Teknik railroad yaitu menggunakan alat pemandu
(misal kawat pemandu TDP, kateter suction) dengan
teknik modifikasi Seldinger.
KOMPLIKASI
Tindakan TDP memiliki kelebihan seperti lebih
mudah, lebih cepat, lebih kecil tindakan invasifnya
sehingga memberikan respons stres yang lebih ringan
dibandingkan TS. Akan tetapi disebutkan juga bahwa
TDP memiliki komplikasi yang bervariasi pada masa
perioperatif, postoperatif
KESIMPULAN
Trakeostomi memiliki berbagai keuntungan
dibandingkan penggunaan pipa endotrakeal dalam
jangka lama. Perlu peningkatan pengetahuan secara
komprehensif dari trakeostomi mulai tahap persiapan,
saat tindakan, pasca-tindakan jangka pendek dan
panjang, pengelolaan komplikasi dan perawatan
kanul trakeostomi agar keuntungan yang disebutkan
dari tindakan bisa diperoleh maksimal. Trakeostomi
bisa dilakukan dengan menggunakan teknik TDP
atau TS sesuai kemampuan dan kompetensi masing
– masing operator. Masing – masing teknik memiliki
keuntungan dan kerugian yang jika diperhatikan
dan dihindari dapat mengurangi komplikasi yang
213
Pedoman dan Strategi Pemasangan Trakeostomi Dilatasional Perkutan
mungkin timbul. Pemilihan teknik tindakan sebaiknya
disesuaikan dengan kompetensi dan kemampuan
operator yang akan melaksanakannya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Jackson C. Tracheostomy. Laryngoscope. 1909; 19:
285-90
2. Toye FJ, Weinstein JD. A percutaneous tracheostomy device. Surgery. 1969; 65: 384-89
3. Ciaglia P, Firsching R, Syniec C. Elective percutaneous dilatational tracheostomy. a new simple bedside procedure. preliminary report. Chest. 1985; 87:
715-19
4. Schachner A, Ovil Y, Sidi J, Rogev M, Heilbronn Y,
Levy MJ. Percutaneous tracheostomy-a new method. Critical Care Medicine. 1989; 17: 1052-56
5. Frova G, Quintel M, A new simple method for percutaneous tracheostomy. controlled rotating dilation. A preliminary report. Intens Care Med. 2002;
28: 299-03
6. Cothren C. Evaluation of a new technique for bedside percutaneous tracheostomy. Am J Surg. 2002;
183: 280-82
7. Freeman BD, Isabella K, Lin N. A Meta-analysis of
prospective trials comparing percutaneous and surgical tracheostomy in critically ill patients. Chest.
2000; 118: 1412-418
8. Barba CA, Angood PB, Kauder DR, etal. Bronchoscopic guidance makes percutaneous tracheostomy
a safe, cost effective, and easy-to-teach procedure.
Surgery. 1995; 118: 879-83
9. Fischler MP, Kuhn M, Cantieni R, Frutiger A. Late
outcome of percutaneous dilatational tracheostomy
in intensive care patients. Inten Care Med. 1995; 21:
475-81
214
10. Muhammad JK, Major E, Patton DW. Evaluating
the neck for percutaneous dilatational tracheosomy.
J Maxillofac Surg. 2000; 28: 336-342
11. Cantais E, Kaiser E, Le-Goff Y, Palmier B. Percutaneous tracheostomy: Prospective comparison of
the translaryngeal technique versus the forcepsdilationaltechnique in 100 critically ill adults. Crit
Care Med. 2002; 30: 815-19
12. Ambesh SP, Sinha PK, Tripathi M, Matreja P. J
Postgrad Med. 2002; 48: 11-15 41.
13. Heikkinen M, Aarnio P, Hannukainen J. Percutaneous dilational tracheostomy or conventional surgical
tracheostomy? Crit Care Med. 2000; 28: 1399-402
14. Freeman BD, Isabella K, Cobb JP, et al. A prospective, randomized study comparing percutaneous
with surgical tracheostomy in critically ill patients.
Crit Care Med. 2001;29: 926-930
15. Trottier SJ, Hazard PB, Sakabu SA, etal. Posterior
trachealwall perforation during percutaneous dilationaltracheostomy: An investigation into its mechanism andprevention. Chest. 1999; 115: 1383-89
16. Marx WH, Ciaglia P, Graniero KD. Some important
details in the technique of percutaneous dilatational
trahcheostomy via the modified seldinger technique.
Chest. 1996; 110: 762-66
17. Norwood S, Vallina VL, Short K, Saigusa M, Fernandez LG, McLarty JW. Incidence of tracheal
stenosis and other late complications after percutaneous tracheostomy. Ann Surg. 2000; 232: 233-41
18. Paul T, Engels MD, etal. Tracheostomy. from insertion to decannulation. Can J Surg. 2009;52:427-33
Majalah Kedokteran Terapi Intensif
Download