II. TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Teori Keagenan Atmaja

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Teori Keagenan
Atmaja (2008:12-13) menyatakan bahwa paper mengenai penerapan teori
keagenan pada manajemen keuangan diajukan oleh Michael C. Jensen dan William H.
Meckling. Hubungan keagenan muncul ketika satu atau lebih individu (majikan)
menggaji individu lain (agen atau karyawan) untuk bertindak atas namanya,
mendelegasikan
kekuasaan
untuk
membuat
keputusan
kepada
agen
atau
karyawannya.
Pada Teori Keagenan yang dimaksud dengan principal adalah pemilik
persahaan atau pemegang saham, sedangkan yang dimaksud dengan agent adalah
manajer perusahaan atau manajemen yang mengelola perusahaan. Hubungan antara
pemilik dan manajer pada hakikatnya sulit terbangun karena benturan kepentingan
(conflict of interest). Dimana manajer dalam menjalankan perusahaan seharusnya
memperhatikan kepentingan pemilik, namun manajer juga mempunyai kepentingan
untuk memaksimumkan kesejahteraan mereka (Ardianingsih, 2010:97).
Potensi masalah yang timbul dalam perspektif teori keagenan yaitu adanya
asimetri informasi. Akibat dari adanya informasi yang tidak seimbang atau asimetris
ini, dapat menimbulkan dua masalah yang muncul karena kesulitan pemilik untuk
memonitor dan mengontrol tindakan-tindakan yang dilakukan oleh manajer. Jensen
dan Meckling, 1976 (dalam Noviawan, 2013:2) menyatakan permasalahan tersebut
adalah moral hazard dan adverse selection. Moral hazard, yaitu permasalahan yang
timbul ketika agent atau manajer tidak melaksanakan hal-hal yang telah disepakati
Pengaruh Corporate Governance ..., Nafrizal Fahmi, Fakultas Ekonomi UMP, 2014
bersama dalam kontrak kerja. Adverse selection, yaitu suatu keadaan dimana pemilik
tidak dapat mengetahui apakah suatu keputusan yang diambil oleh manajer benarbenar didasarkan atas informasi yang telah diperolehnya, atau terjadi sebagai suatu
kelalaian dalam menjalankan tugas.
2. Biaya Keagenan (agency cost)
Konfik keagenan (Agency Conflict) pada perusahaan publik dapat diatasi
dengan berbagai cara. Namun cara tersebut menimbulkan biaya yang sangat besar
untuk memantau kinerja manajer. Biaya itu dikenal sebagai biaya keagenan (agency
cost).
J. Fred Weston dan Eugene F. Brigham (1994:21) mendefinisikan biaya
keagenan (agency cost) sebagai biaya yang berkaitan dengan pemantauan tindakan
manajemen guna menjamin agar tindakan tersebut konsisten dengan kesepakatan
kontrak diantara manajer, pemegang saham, dan kreditur.
Tingginya biaya keagenan diakibatkan adanya penyimpangan yang dilakukan
oleh manajemen berupa pengeluaran yang tidak perlu untuk kepentingan peningkatan
kesejahteraan mereka. Meningkatnya biaya keagenan diikuti dengan meningkatnya
biaya operasional perusahaan sehingga melebihi biaya yang dianggarkan perusahaan
yang berdampak pada menurunnya efisiensi perusahaan.
Menurut Jensen dan Meckling (1976) dalam Noviawan (2013) terdapat tiga
macam biaya keagenan (agency cost), yaitu :
a. Monitoring cost, yaitu biaya yang dikeluarkan dengan tujuan untuk membatasi
penyimpangan yang dilakukan oleh pihak manajer dengan memonitor aktivitas
yang dilakukan oleh manajer.
Pengaruh Corporate Governance ..., Nafrizal Fahmi, Fakultas Ekonomi UMP, 2014
b. Bonding cost, dalam beberapa situasi tertentu, pihak agen diberikan kesempatan
untuk membelanjakan sumber daya perubahan yang diharapkan dapat menjamin
bahwa manajer tidak akan merugikan pemilik perusahaan.
c. Residual cost, merupakan nilai uang yang ekuivalen dengan kesejahteraan yang
dialami oleh pemilik, biaya ini dianggap sebagai biaya yang timbul dari hubungan
keagenan dan dinamakan dengan biaya kerugian residual.
Wahidahwati (2002:2) mengemukakan terdapat alternatif untuk mengurangi
agency cost yaitu :
a. Meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen.
Cara ini akan berdampak manajer merasakan langsung manfaat dari
keputusan yang diambil dan juga apabila ada kerugian yang timbul sebagai
konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah. Kepemilikan ini akan
mensejajarkan kepentingan manajemen dengan pemegang saham (Jensen dan
Meckling, 1976). Dengan demikian maka kepemilikan saham oleh manajemen
merupakan insentif bagi para manajer untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan
manajer akan menggunakan hutang secara optimal sehingga akan meminimumkan
biaya keagenan.
b. Kepemilikan institusional sebagai agen pengawas.
Konflik kepentingan mendasari adanya biaya keangenan, dengan asumsi
rasionalitas ekonomi dimana orang akan memenuhi kepentingannya terlebih
dahulu sebelum pemenuhan kepentingan orang lain. Demikian juga halnya dengan
manajemen perusahaan. Kepemilikan institusional dapat digunakan sebagai cara
untuk mengurangi konflik keagenan antara pemegang saham dan manajer dimana
Pengaruh Corporate Governance ..., Nafrizal Fahmi, Fakultas Ekonomi UMP, 2014
monitoring dari pemegang saham diharapkan akan dapat mengurangi biaya
keagenan.(Ahmad dan Yossi, 2008).
3. Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan)
Corporate
governance
(Tata
Kelola
Perusahaan)
memiliki
berbagai
pandangan dan definisi. Pendefinisian corporate governance (Tata Kelola
Perusahaan) dipengaruhi oleh teori yang melandasinya. Menurut Forum for
Corporate Governance in Indonesia (FCGI) dalam Aryani (2011) Corporate
governance didefinisikan sebagai seperangkat peraturan yang mengatur hubungan
antara pemegang saham, pengelola saham, kreditor, pemerintah, karyawan serta para
pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan
kewajiban mereka untuk menggatur dan mengendalikan perusahaan.
Sementara itu, menurut Kaen (2003) dalam Arifin (2005) mendefinisikan
corporate governance sebagai sesuatu tentang siapa yang mengontrol perusahaan dan
mengapa dia mengontrol. Menilik definisi corporate governance di atas nampak
bahwa salah satu unsur penting dalam corporate governance adalah adanya hubungan
agensi. Hubungan agensi hanya membatasi pada hubungan antara penyandang dana
perusahaan (pemegang saham dan kreditor) dengan manajemen sedangkan corporate
governance melihat dalam cakupan yang lebih luas dengan melibatkan semua
pemegang kepentingan (stakeholders) perusahaan dalam rangka mengendalikan
perusahaan.
Suatu perusahaan dikatakan sudah melakukan good corporate governance
(GCG) apabila sudah menerapkan prinsip-prinsip GCG dengan baik. Menurut Komite
Nasional Kebijakan Governance (KNKG) terdapat 5 prinsip yang harus dilakukan
oleh setiap perusahaan, yaitu:
1. Transparency (keterbukaan informasi)
Pengaruh Corporate Governance ..., Nafrizal Fahmi, Fakultas Ekonomi UMP, 2014
Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus
menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah
diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Secara sederhana bisa
diartikan sebagai keterbukaan informasi. Dalam mewujudkan prinsip ini,
perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang cukup, akurat, tepat waktu
kepada segenap stakeholdersnya.
2. Accountability (akuntabilitas)
Yang dimaksud dengan akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan
pertanggungjawaban elemen perusahaan. Apabila prinsip ini diterapkan secara
efektif, maka akan ada kejelasan akan fungsi, hak, kewajiban dan wewenang serta
tanggung jawab antara pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi.
Jadi, perusahaan harus mengatur cara agar kepentingan perusahaan sejalan dengan
kepentingan pemegang saham dan stakeholder lain. Akuntabilitas adalah salah
satu prasyarat untuk memperoleh kinerja berkelanjutan.
3. Responsibility (pertanggung jawaban)
Bentuk pertanggung jawaban perusahaan adalah kepatuhan perusahaan terhadap
peraturan yang berlaku, diantaranya; masalah pajak, hubungan industrial,
kesehatan dan keselamatan kerja, perlindungan lingkungan hidup, memelihara
lingkungan bisnis yang kondusif bersama masyarakat dan sebagainya. Dengan
menerapkan prinsip ini, diharapkan akan menyadarkan perusahaan bahwa dalam
kegiatan operasionalnya, perusahaan juga mempunyai peran untuk bertanggung
jawab kepada shareholder juga kepada stakeholder lainnya.
4. Independency (kemandirian)
Pengaruh Corporate Governance ..., Nafrizal Fahmi, Fakultas Ekonomi UMP, 2014
Intinya, prinsip ini mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara profesional
tanpa ada benturan kepentingan dan tanpa tekanan atau intervensi dari pihak
manapun yang tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku.
5. Fairness (kesetaraan dan kewajaran)
Prinsip ini menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak
stakeholder sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Diharapkan
fairness dapat menjadi faktor pendorong yang dapat memonitor dan memberikan
jaminan perlakuan yang adil di antara beragam kepentingan dalam perusahaan.
Esensi dari corporate governance (tata kelola perusahaan) adalah peningkatan kinerja
perusahaan melalui pemantauan kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas
manajemen terhadap pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya. Dalam hal
ini manajemen lebih terarah dalam mencapai sasaran-sasaran manajemen dan tidak
disibukkan untuk hal-hal yang bukan menjadi sasaran pencapaian kinerja manajemen.
a. Ukuran Dewan Direksi
Dewan direksi sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab
secara kolegial dalam mengelola perusahaan. Masing-masing anggota direksi
dapat melaksanakan tugas dan mengambil keputusan sesuai dengan pembagian
tugas dan wewenangnya. Namun, pelaksanaan tugas oleh masing-masing anggota
direksi tetap merupakan tanggungjwab bersama. (KNKG,2006). Pfeffer dan
Salanciik (dalam Noviawan, 2013) menjelaskan bahwa semakin besar kebutuhan
akan hubungan eksternal yang semakin efektif, maka kebutuhan akan dewan
dalam jumlah besar akan semakin tinggi. Oleh karena itu, ukuran dewan direksi
berperan dalam kinerja perusahaan dan dapat mengurangi konflik keagenan yang
terjadi di perusahaan.
Pengaruh Corporate Governance ..., Nafrizal Fahmi, Fakultas Ekonomi UMP, 2014
b. Ukuran Dewan Komisaris
Dewan komisaris merupakan mekanisme penggendalian intern tertinggi
yang bertanggung jawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan
memberikan nasihat kepada Direksi serta memastikan bahwa perusahaan
melaksanakan GCG (KNKG, 2006). Dewan Komisaris merupakan inti corporate
governance (tata kelola perusahaan) yang ditugaskan untuk menjamin
pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola
perusahaan serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Menurut Sembiring
(2003) dalam Aryani (2011), semakin besar jumlah anggota dewan komisaris,
semakin mudah untuk mengendalikan Chief Executives Officer (CEO) dan
semakin efektif dalam memonitor aktivitas manajemen.
4. Struktur Kepemilikan
Struktur kepemilikan merupakan proporsi kepemilikan saham oleh manajerial,
publik ataupun institusional. Di dalam penelitian ini digunakan kepemilikan
manajerial dan institusional.
a. Struktur Kepemilikan Manajerial (Managerial Ownership)
Kepemilikan manajerial merupakan kepemilikan saham perusahaan oleh pihak
manajer atau dengan kata lain manajer juga sekaligus sebagai pemegang saham.
Dengan adanya kepemilikan manajerial tentu akan mendorong pihak manajer
untuk bertindak sejalan dengan keinginan pemegang saham dengan meningkatkan
kinerja dan tanggungjawab dalam mencapai kemakmuran pemegang saham. Hal
ini dikarenakan manajer akan merasakan langsung manfaat dari setiap keputusan
yang diambil dan kerugian yang timbul apabila membuat keputusan yang salah.
(Imanta, 2011).
b. Struktur Kepemilikan Institusional (Institutional Ownership)
Pengaruh Corporate Governance ..., Nafrizal Fahmi, Fakultas Ekonomi UMP, 2014
Adanya pemegang saham seperti institutional ownership memiliki arti penting
dalam memonitor manajemen. Adanya kepemilikan oleh institusional seperti
perusahaan asuransi, bank, perusahaan – perusahaan investasi dan kepemilikan
oleh institusi – institusi lain akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih
optimal (Ardianingsih, 2010). Jensen dan Meckling (1976) dalam Aryani (2011)
menyatakan bahwa kepemilikan institusional memiliki peranan yang sangat
penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan
pemegang saham.
B. Kerangka pemikiran
Menurut Jensen dan Meckling (1976) dalam Faisal (2005), kepemilikan
manajerial dan kepemilikan institusional adalah dua mekanisme corporate governance
utama yang membantu mengendalikan masalah keagenan. Fama (1980) dalam Faisal
(2005) menyatakan bahwa dewan direksi merupakan mekanisme pengendalian internal
utama yang memonitor manajer. Pfeffer dan Salancik (dalam Noviawan, 2013)
menjelaskan bahwa semakin besar kebutuhan akan hubungan eksternal yang semakin
efektif, maka kebutuhan akan dewan dalam jumlah besar akan semakin tinggi. Oleh
karena
itu, Ukuran dewan direksi berperan dalam kinerja perusahaan dan dapat
mengurangi konflik keagenan yang terjadi di perusahaan.
Dewan komisaris merupakan mekanisme penggendalian intern tertinggi yang
bertanggung jawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat
kepada Direksi serta memastikan bahwa perusahaan melaksanakan GCG (KNKG, 2006).
Menurut Rozeff (1982) dalam Faisal (2005) menyatakan bahwa kebijakan deviden
dan kepemilikan manajerial digunakan sebagai substitusi untuk mengurangi biaya
keagenan. Perusahaan dengan menetapkan persentase kepemilikan manajerial yang besar
Pengaruh Corporate Governance ..., Nafrizal Fahmi, Fakultas Ekonomi UMP, 2014
membayar dividen dalam jumlah kecil sedangkan pada persentase kepemilikan manajerial
yang kecil akan membayarkan dividen dengan jumlah besar.
Adanya kepemilikan oleh institusional seperti perusahaan asuransi, bank,
perusahaan – perusahaan investasi dan kepemilikan oleh institusi – institusi lain akan
mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal (Ardianingsih, 2010). Jensen dan
Meckling (1976) dalam Aryani (2011) menyatakan bahwa kepemilikan institusional
memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang
terjadi antara manajer dan pemegang saham.
Dalam penelitian ini ukuran dewan direksi, ukuran dewan komisaris, kepemilikan
manajerial dan kepemilikan institusional dijadikan sebagai variabel independen karena
dianggap berpengaruh terhadap biaya keagenan.
Berdasar hal-hal yang telah diuraikan dapat digambarkan model penelitian sebagai
berikut :
Ukuran Dewan Direksi
Ukuran Dewan Komisaris
Biaya Keagenan
Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan Institusional
Gambar 2.1 Model Penelitian
C. Hipotesis
Berdasarkan model penelitian dapat diketahui bahwa terdapat tiga variabel yang
akan diuji pengaruhnya terhadap biaya keagenan. Variabel - variabel tersebut adalah
Pengaruh Corporate Governance ..., Nafrizal Fahmi, Fakultas Ekonomi UMP, 2014
ukuran dewan direksi, ukuran dewan komisaris, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan
institusional.
Pfeffer dan Salancik (dalam Noviawan, 2013) menjelaskan bahwa semakin besar
kebutuhan akan hubungan eksternal yang semakin efektif, maka kebutuhan akan dewan
dalam jumlah besar akan semakin tinggi. Oleh karena itu ukuran dewan direksi berperan
dalam kinerja perusahaan dan dapat mengurangi konflik keagenan yang terjadi di
perusahaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Faisal (2005) menunjukkan bahwa ukuran dewan
direksi berpengaruh positif dengan biaya keagenan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
Mujiyati (2007). Maka dapat dihipotesiskan sabagai berikut :
Ha1 :
Ukuran dewan direksi berpengaruh positif terhadap biaya keagenan.
Dewan Komisaris merupakan inti corporate governance (tata kelola perusahaan)
yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi
manajemen dalam mengelola perusahaan serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas.
Menurut Sembiring (2003) dalam Aryani (2011), semakin besar jumlah anggota dewan
komisaris, semakin mudah untuk mengendalikan Chief Executives Officer (CEO) dan
semakin efektif dalam memonitor aktivitas manajemen.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mujiyati (2007) membuktikan bahwa ukuran
dewan komisaris berpengaruh positif terhadap biaya keagenan. Hal ini sejalan dengan
penelitian Mujiyati dan Iwan (2007), sehingga dapat dihipotesiskan sebagai berikut :
Ha2 :
Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap biaya keagenan.
Besar kecil jumlah kepemilikan saham manajerial dalam perusahaan dapat
mengindikasikan ada kesamaan kepentingan antara manajemen dengan pemegang saham.
Pengaruh Corporate Governance ..., Nafrizal Fahmi, Fakultas Ekonomi UMP, 2014
Perusahaan dengan jumlah kepemilikan saham yang besar seharusnya mempunyai konflik
keagenan yang rendah dan biaya keagenan yang rendah pula. Konflik keagenan yang
rendah dapat direfleksikan dari tingginya tingkat perputaran aktiva perusahaan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mujiyati (2007) membuktikan bahwa
kepemilikan manajerial secara parsial berpengaruh positif terhadap biaya keagenan. Hal
ini sejalan dengan penelitian Faisal (2005), sehingga dapat dihipotesiskan sebagai berikut:
Ha3 :
Kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap biaya keagenan.
Adanya kepemilikan oleh institusional seperti perusahaan asuransi, bank,
perusahaan – perusahaan investasi dan kepemilikan oleh institusi – institusi lain akan
mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal (Ardianingsih, 2010). Jensen dan
Meckling (1976) dalam Aryani (2011) menyatakan bahwa kepemilikan institusional
memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang
terjadi antara manajer dan pemegang saham.
Penelitian Mujiyati (2007) menyatakan bahwa kepemilikan institusional
berpengaruh positif terhadap biaya keagenan. Hal ini sejalan dengan penelitian Wijayanti
(2010), sehingga dapat dihipotesiskan sebagai berikut :
Ha4 :
Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap biaya keagenan.
Pengaruh Corporate Governance ..., Nafrizal Fahmi, Fakultas Ekonomi UMP, 2014
Download