PERBEDAAN MANIFESTASI KLINIS INFEKSI DENGUE ANAK DAN

advertisement
PERBEDAAN MANIFESTASI KLINIS INFEKSI DENGUE ANAK DAN
DEWASA DI RUMAH SAKIT URIP SUMOHARJO BANDAR
LAMPUNG
Skripsi
Oleh
WAHIDATUR ROHMAH
UNIVERSITAS LAMPUNG
2017
PERBEDAAN MANIFESTASI KLINIS INFEKSI DENGUE ANAK DAN
DEWASA DI RUMAH SAKIT URIP SUMOHARJO BANDAR
LAMPUNG
Oleh
WAHIDATUR ROHMAH
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Pada
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
ABSTRAK
PERBEDAAN MANIFESTASI KLINIS INFEKSI DENGUE ANAK DAN
DEWASA DI RUMAH SAKIT URIP SUMOHARJO BANDAR
LAMPUNG
Oleh
Wahidatur Rohmah
Latar Belakang: Demam berdarah dengue merupakan penyakit menular yang
banyak ditemukan di daerah tropis maupun subtropis dan menjadi masalah
kesehatan utama di Indonesia. Penyakit ini dapat mengakibatkan manifestasi klinis
yang berbeda antara anak dan dewasa.
Tujuan: Membandingkan gejala dan tanda klinis infeksi dengue pada anak dan dewasa.
Metode: Penelitian ini meupakan studi observasional analitik dengan rancangan cross
sectional yang menggunakan rekam medik pasien infeksi dengue yang dirawat di Rumah
Sakit Urip Sumoharjo Bandar Lampung. Data nominal dianalisis menggunakan uji Chisquare dan uji Fisher Exact, data numerik dianalisis menggunakan uji t tidak berpasangan
dan uji Mann-whitney.
Hasil: Terdapat 111 subyek penelitian yang terdiri dari anak (42,3%) dan dewasa
(57,7%). Derajat infeksi DD pada anak 6,4%, DBD Derajat I 80,9, dan DBD Derajat II
12,9%. Pada subyek dewasa jumlah infeksi DD sebesar 4,7%, DBD Derajat I 70,3%, dan
DBD Derajat II 25%. Tidak ditemukan subyek dengan DBD Derajat III dan IV baik pada
anak maupun dewasa. Dari berbagai variable yang dianalisis, hanya gejala ruam
(p=0,014) yang memiliki perbedaan bermakna.
Simpulan: Terdapat perbedaan bermakna (p<0,05) gejala ruam pada anak dan dewasa.
Kata kunci: Manifestasi klinis, infeksi dengue, anak dan dewasa
ABSTRACT
THE DIFFERENCE OF CLINICAL MANIFESTATIONS OF DENGUE
INFECTION BETWEEN CHILDREN AND ADULT IN URIP
SUMOHARJO HOSPITAL BANDAR LAMPUNG
BY
Wahidatur Rohmah
Background: Dengue hemorrhagic fever is a communicable disease commonly
found in tropical and subtropical area and a major health problem in Indonesia.
This disease can lead to different clinical manifestations between children and
adults.
Aim: To compare the clinical symptoms and signs of dengue infection in and adult .
Methodology: This research was an observational analytic study with a cross sectional
design which used medical records of dengue infection patients in Urip Sumoharjo
Hospital Bandar Lampung. Clinical presentation differences were analyzed using Chisquare test or Fisher's Exact test for nominal data and unpaired t-test or Mann Whitney
for numerical data.
Result: A total of 111 individuals was obtained, consisted of children (42,3%) and adult
(57,7%). In children there were 6,4% of DF, 80,9 of DHF Grade I, and 12,9%. DHF
Grade II. In adults there were 4,7% with DF, 70,3% DHF Grade I, and 25% DHF Grade
II. DHF III and DHF IV are not found. From the clinical variables that had been studied
only rash (p=0,014) showed significant differences.
Conclusion: There is significant difference (p<0.05) of rash between children and adults.
Key word: Clinical manifestations, dengue infection, children and adult.
Riwayat Hidup
Peneliti dilahirkan di Way Rate, 30 Agustus 1994 sebagai anak pertama dari tiga
bersaudara Bapak Siman, S.Ag, M.Pdi dan Ibu Suryati. Peneliti tidak menempuh
pendidikan taman kanak-kanak, pendidikan sekolah dasar SDN 2 Negara Saka
pada tahun 2000, tahun 2003 pindah ke MIN Negara Saka.
Sekolah Menengah Pertama SMPN 1 Natar pada tahun 2006 dan lulus pada 2009.
Sekolah menengah di MAN 1 Bandar Lampung hingga lulus tahun 2012. Pada
tahun 2012 peneliti melanjutkan untuk menempuh pendidikan di jurusan
kebidanan Poltekkes selama satu semester.
Pada tahun 2013 melalui jalun SBMPTN peneliti terdaftar di Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung. Selama menempuh pendidikan, peneliti masuk sebagai
anggota BEM FK Unila, PAKIS, dan FSI Ibnu Sina.
Bismillahirrohmannirrohim
Sebuah Persembahan Sederhana
Untuk Ibu, Bapak, Dwi, Zahra,
Nenek, Kakek, dan Keluarga Besarku
SANWACANA
Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW.
Skripsi Dengan Judul “Perbedaan Manifestasi Klinis Infeksi Dengue Anak dan
Dewasa di RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung”. Dalam menyelesaikan
skripsi ini penulis banyak mendapatkan masukan, bantuan, dorongan, saran,
bimbingan dan kritik dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini dengan
segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada:
1.
Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P selaku rector Universitas
Lampung.
2.
Dr. dr. Muhartono, S.Ked, M.Kes.,Sp.PA selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung;
3.
dr. Ety Apriliana, M.Biomed selaku pembimbing I yang telah
meluangkan waktu untuk membantu, memberi kritik, saran, dan
membimbing dalam penyelesaian skripsi ini;
4.
Dr. dr. Jhons Fatriyadi Suwandi, M.Kes selaku pembimbing II yang
telah meluangkan waktu untuk membantu, memberi kritik, saran, dan
membimbing dalam penyelesaian skripsi ini;
5.
Dr. Agustyas Tjiptaningrum, Sp.PK selaku penguji yang telah
meluangkan waktu untuk membantu, member kritis, saran dan
membimbing dalam penyelesaian skripsi ini;
6.
dr. Anggraini Janar Wulan, M.Sc selaku pembimbing akademik yang
selalu bersedia dalam mendengar curahan dan memberi nasihat demi
kebaikan akademik selama menempuh masa pre-klinik;
7.
Orang tua tercinta, Ibu (Suryati) dan Bapak (Siman, S.Ag, M.Pd.i).
Terimakasih atas do’a yang senantiasa dicurahkan, nasihat, bimbingan
serta kasih sayang dan dukungan yang tidak pernah putus.
8.
Kedua adikku tersayang Dwi Mar’atus Shalihah dan Zeist Zahra
Maharani, Mbah Kakung dan Mbah Putri, Lek Mufid, Bi Kasmi
tersayang, dan keluarga besar terima kasih atas dukungan dan kasih
sayang yang tidak pernah putus.
9.
Petugas bagian rekam medik RS Urip Sumoharjo yang dengan ikhlas
membantu penelitian saya
10.
Seluruh Civitas Akademika FK Unila atas ilmu, pengalaman berharga
dan kelancaran yang telah diberikan penulis untuk menambah wawasan
penulis;
11.
Tim penelitian skripsi Nisa Arifa, M. Jyuldi Prayoga, Annisa Wahyuni,
Adlia Ulfa. Terimakasih atas kerjasama serta dukungannya; Teman-
teman bimbingan 2, Fia, Rosi, Ica. Teman dosen pembahas, Dani dan
Farishal.
12.
Keluarga keduaku Fauziah, Indrani, Nida, Sayyi, Zahra, Zulfa, Hanum,
Meti, Wahid, Fadel, Fuad, Marco, Tito dan Firza yang sudah banyak
membantu, memberikan semangat, berbagi canda tawa bersama dan
merasakan kebersamaan pada fase kehidupan menjadi mahasiswa/i
kedokteran.
13.
Teman terdekatku Shafira Fauzia, Sutria, Azrie, Laras, Azzren, Vita,
Wulan, Siti Masruroh, Dea Nur, Triola, Nismar, Rosi, Astriani Rahayu,
Melly Setiawati, Analia yang selalu memberi semangat.
14.
Teman-teman angkatan 2013 (CERE13ELLUMS) yang tidak bisa
disebutkan satu persatu. Terimakasih atas kebersamaan dan kerjasama
dalam mengemban ilmu.
15.
Teman-teman SMP, Riska, Erva, Puteri Jati, Siti Maisaroh.
16.
Teman-teman SMA Arnisa Aulia, Karimah Sofa, Syifa, dan 12 IPA 4.
Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Akan tetapi, sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini
dapat bermanfaat dan berguna bagi kita semua. Aamiin.
Bandar Lampung, Januari 2017
Penulis,
Wahidatur Rohmah
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI....................................................................................................... v
DAFTAR TABEL............................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................. 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Infeksi Dengue ........................................................................................ 7
2.1.1 Epidemiologi ..................................................................................... 7
2.1.2 Patogenesis........................................................................................ 15
2.1.3 Gambaran Klinis ............................................................................... 18
2.1.4 Diagnosis........................................................................................... 22
2.2 Kerangka Teori........................................................................................ 24
2.3 Kerangka Konsep .................................................................................... 25
2.4 Hipotesis.................................................................................................. 25
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian..................................................................................... 26
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................. 26
3.3 Populasi dan Subjek ................................................................................ 26
3.4 Subjek...................................................................................................... 27
3.5 Kriteria Inklusi dan Ekslusi..................................................................... 28
3.6 Variabel Penelitian .................................................................................. 28
3.7 Definisi Operasional Variabel................................................................. 29
3.8 Prosedur Penelitian.................................................................................. 30
3.9 Teknik Analisis Data............................................................................... 30
3.10 Etika Penelitian ..................................................................................... 30
3.11 Alur Penelitian ...................................................................................... 31
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil ........................................................................................................ 32
4.1.1 Karakteristik Subyek Penelitian........................................................ 32
v
4.1.2 Manifestasi Klinis Infeksi Dengue Subyek Penelitian...................... 33
4.1.3 Perbedaan Manifestasi Klinis Pada Anak dan Dewasa..................... 35
4.2 Pembahasan............................................................................................. 37
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ................................................................................................. 46
5.2 Saran........................................................................................................ 47
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 48
LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
Tabel
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Halaman
Definisi Operasional................................................................................ 29
Distribusi Subyek Penelitian ................................................................... 32
Manifestasi Klinis Subyek Penelitian ..................................................... 33
Distribusi Frekuensi Derajat Infeksi Dengue.......................................... 33
Distribusi Subyek Berdasarkan Kadar Hemoglobin ............................... 34
Distribusi Subyek Berdasarkan Nilai Hematokrit .................................. 34
Distribusi Subyek Berdasarkan Jumlah Trombosit ................................ 35
Analisis Perbedaan Manifestasi Klinis Anak dan Dewasa .................... 36
Analisis Perbedaan Hemoglobin, Hematokrit, dan Trombosit Penderita
Infeksi Dengue. ....................................................................................... 36
Analisis Perbedaan Hemoglobin, Hematokrit, dan Trombosit
Berdasarkan Derajat Penyakit. ............................................................... 37
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
1.
2.
3.
Halaman
Kerangka Teori Penelitian............................................................................24
Kerangka Konsep Penelitian ........................................................................25
Alur Penelitian .............................................................................................31
viii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Dengue merupakan penyakit infeksi akut sistemik yang disebabkan
oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina
(Bhatt, Gething, Brady et al., 2013). Selama lebih dari tiga dekade terakhir telah
terjadi peningkatan secara global frekuensi terjadinya insiden infeksi dengue di
seluruh dunia. Infeksi ini telah menjadi endemik di lebih dari 100 negara di
wilayah
tropis
dan
subtropis.
World
Health
Organization
(WHO)
memperkirakan 500.000 manusia yang sebagian besarnya adalah anak-anak
dirawat di rumah sakit dan 2,5% di antaranya meninggal tiap tahunnya akibat
infeksi dengue (WHO, 2011).
Wilayah Asia Tenggara merupakan wilayah yang paling terpengaruh oleh
infeksi dengue. Pada tahun 2009, hampir semua negara di wilayah tersebut
melaporkan kejadian luar biasa (KLB), termasuk Indonesia. Pada tahun 2012,
kasus demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia mencapai 90.245 kasus
(incidence rate (IR)= 37,11/100.000) dengan angka kematian sebesar 816 kasus
(case fatality rate (CFR)= 0,90) (WHO, 2011; Kemenkes, 2013).
2
Provinsi Lampung masuk ke dalam kategori 10 besar provinsi dengan IR dan
CFR DBD tertinggi, yakni 64,87 per 100.000 penduduk untuk IR dan 1% untuk
CFR pada tahun 2013 (Kemenkes, 2013). Data dinas kesehatan kota Bandar
Lampung menunjukkan bahwa pada tahun 2010, jumlah penderita di Bandar
Lampung mencapai 763 orang dan yang meninggal 16 orang. Pada tahun 2011,
jumlah penderita mencapai 413 orang dan yang meninggal 7 orang. Pada tahun
2012, terjadi peningkatan jumlah penderita DBD hingga mencapai 1.111 orang
dan meninggal 11 orang, jumlah tersebut merupakan jumlah tertinggi dibanding
kabupaten lain (Dinkes, 2013; Sukohar, 2014).
Angka kematian pada DBD yang tinggi disebabkan sulitnya memprediksi
perjalanan klinik DBD yang memiliki tiga fase berbeda. Fase ini dimulai dari
fase febril, kritis, hingga recovery atau pemulihan. Infeksi dengue juga memiliki
spektrum klinis yang luas mulai dari demam yang tidak khas (undifferentiated
febrile illness), demam dengue (DD) dengan atau tanpa perdarahan, DBD,
sampai keadaan yang paling berat yang dapat menyebabkan kematian yaitu
sindrom syok dengue (SSD) (Setiabudi, Setiabudiawan, Parwati, et al., 2013).
World Health Organization pada tahun 2009 mengklasifikasikan infeksi dengue
berdasarkan tingkat keparahannya, yakni infeksi dengue (dengan atau tanpa
tanda bahaya) dan severe dengue. Selain itu WHO guidelines 2011 juga
merupakan konsensus yang ada guna membantu klinisi dalam merekognisi
evolusi infeksi dengue dalam berbagai bentuk keparahannya sehingga diagnosis
dan manajemen yang tepat dapat tercapai. Penyakit Dengue merupakan satu
3
entitas dengan hasil akhir serta evolusi klinis yang tidak dapat diprediksi. Pasien
tanpa tanda bahaya memungkinkan untuk berkembang menuju severe dengue.
Akhirnya hal ini menyebabkan keterlambatan pengelolaan yang mengakibatkan
komplikasi seperti perdarahan dan disfungsi organ ganda hingga kematian
(WHO, 2012).
Patogenesis yang menerangkan mengapa proporsi kecil orang yang terinfeksi
virus dengue dapat memperlihatkan manifestasi berat, sementara sebagian besar
tidak, sampai saat ini belum dapat diterangkan sepenuhnya. Secara umum, ada
tiga faktor yang berperan dalam patogenesisnya, yakni faktor pejamu (host),
faktor virus, dan faktor imun host (imunopatogenesis). Faktor host yang sering
dikemukakan yaitu usia, status gizi, dan genetik (Setiabudi, Setiabudiawan,
Parwati, et al., 2013)
Penelitian Kittigul et al mengungkap terdapat perbedaan signifikan dalam gejala
klinis maupun temuan laboratorium berdasarkan usia penderita penyakit dengue.
Beberapa gejala klinis seperti petekie, nyeri retro-orbital, sakit kepala, nyeri
sendi, myalgia, mual, muntah, hematuria, dan menorrhagia lebih sering
dijumpai pada dewasa. Sementara epistaksis, oliguria, hematemesis, melena,
hepatomegali, dan kebocoran plasma lebih umum dijumpai pada anak (Kittigul
L, Pitakarnjanakul P, Sujirarat, 2007). Sedangkan penelitian yang dilakukan
oleh De Souza et al didapatkan muntah, nyeri abdomen, perdarahan mukosa,
dan pembesaran hepar lebih banyak terdapat pada usia dewasa dibandingkan
anak (de Souza, Pessanha, Mansur et al, 2013).
4
Berdasarkan uraian di atas, peneliti bermaksud untuk membandingkan gejala
klinis antara kelompok usia anak (5-18 tahun) dan kelompok usia dewasa (≥1965 tahun). Hal ini didasarkan karena meskipun penyakit dengue telah banyak
menyerang usia dewasa, kejadian syok dan kematian lebih banyak terjadi pada
usia anak (WHO, 2011). Dibutuhkan penelitian mengenai perbedaan gejala
klinis pada anak dan dewasa guna mempermudah mengenali gejala khas,
mendiagnosis, dan melakukan tatalaksana awal penanganan infeksi dengue agar
angka kematian yang diakibatkan dapat ditekan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian
sebagai berikut:
1. Apa saja manifestasi klinis infeksi dengue pada pasien anak dan dewasa di
RS Urip Sumoharjo?
2. Apakah terdapat perbedaan ada tidaknya gejala muntah antara pasien
infeksi dengue anak dan dewasa di RS Urip Sumoharjo?
3. Apakah terdapat perbedaan ada tidaknya perdarahan antara pasien infeksi
dengue anak dan dewasa di RS Urip Sumoharjo?
4. Apakah terdapat perbedaan nilai hemoglobin antara pasien infeksi dengue
anak dan dewasa di RS Urip Sumoharjo?
5. Apakah terdapat perbedaan nilai hematokrit antara pasien infeksi dengue
anak dan dewasa di RS Urip Sumoharjo?
6. Apakah terdapat perbedaan jumlah trombosit antara pasien infeksi dengue
anak dan dewasa di RS Urip Sumoharjo?
5
7. Apakah perbedaan manifestasi klinis berdasar derajat keparahan pada anak
dan dewasa?
1.3 Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui apa saja gejala klinis infeksi dengue pada pasien anak dan
dewasa di RS Urip Sumoharjo
2. Mengetahui perbedaan ada tidaknya gejala muntah antara pasien infeksi
dengue anak dan dewasa di RS Urip Sumoharjo.
3. Mengetahui perbedaan perdarahan antara pasien infeksi dengue anak dan
dewasa di RS Urip Sumoharjo.
4. Mengetahui perbedaan nilai hemoglobin antara pasien infeksi dengue anak
dan dewasa di RS Urip Sumoharjo.
5. Mengetahui perbedaan nilai hematokrit antara pasien infeksi dengue anak
dan dewasa di RS Urip Sumoharjo.
6. Mengetahui perbedaan jumlah trombosit antara pasien infeksi dengue anak
dan dewasa di RS Urip Sumoharjo.
7. Terdapat perbedaan manifestasi klinis berdasar derajat keparahan pada
anak dan dewasa.
6
1.4 Manfaat penelitian
Manfaat penelitian adalah sebagai berikut:
1.
Bagi Peneliti
Untuk menambah pengetahuan mengenai tata cara penulisan karya ilmiah
yang baik dan mengetahui perbedaan manifestasi klinis pada penderita
infeksi dengue anak dan dewasa di RS Urip Sumoharjo.
2.
Bagi Institusi Pendidikan
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat dipublikasikan
sehingga memberikan sumbangan informasi bagi ilmu pengetahuan di
bidang kedokteran
3.
Manfaat Bagi Klinisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan
klinisi untuk menentukan derajat klinik, gejala khas, dan prognosis pasien
infeksi dengue.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Infeksi Dengue
2.1.1 Epidemiologi
Infeksi Dengue merupakan penyakit infeksi virus mosquito-borne yang paling
cepat penyebarannya di dunia (WHO, 2009). Infeksi dengue dalam berbagai
spektrum klinisnya selama lebih dari 30 tahun terakhir telah menjadi masalah
kesehatan global. Penyakit ini ditemukan pada wilayah tropis dan subtropis
terutama area urban dan semi-urban dimana kondisi lingkungan mendukung
sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti. Diperkirakan 50
juta infeksi dengue terjadi di seluruh dunia tiap tahunnya; 500.000 manusia
dengan DBD membutuhkan perawatan rumah sakit dan 2,5 % mengalami
kematian (WHO, 2011).
Tiap sepuluh tahun, jumlah kasus infeksi dengue yang dilaporkan kepada
WHO terus tumbuh secara eksponensial. Tahun 2000-2008, jumlah kasus
mencapai 1.656.870 atau tiga kali interval tahun 1990-1999 yang sebesar
479.848 kasus. Tahun 2008, dilaporkan aktivitas dengue terjadi pada 69
negara WHO di wilayah Pasifik Barat, Amerika, dan Asia Tenggara. Perancis
dan Croatia melaporkan adanya kemungkinan KLB pada tahun 2010. Pada
tahun 2012, Pulau Madeira di Portugal melaporkan terjadinya KLB. Hingga
8
sampai di tahun 2015 merupakan kategori KLB yang besar di seluruh dunia,
wilayah Asia Tenggara khususnya Filipina dan Malaysia melaporkan masingmasing 169.000 dan 111.000 kasus tersangka dengue (WHO, 2016).
Infeksi Dengue merupakan kasus endemik di kebanyakan negara pada wilayah
Asia Tenggara. Pada tahun 2009, hampir semua negara di wilayah ini, kecuali
Korea, melaporkan terjadinya KLB. Deteksi keempat serotipe virus di negaranegara tersebut menjadikannya negara hyperendemic, sehingga WHO
memberi variabel endemisitas yang terdiri dari beberapa kategori berdasar
tingkat endemisitasnya. Indonesia yang merupakan salah satu negara di
wilayah Asia Tenggara bersama enam negara lainnya, seperti India, Sri Lanka,
Thailand, Timor-Leste dan Maldives, masuk ke dalam kategori A variabel
endemisitas tersebut (WHO, 2011).
Kemenkes RI pada tahun 2013 melaporkan bahwa selama 45 tahun terakhir,
DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat. Penyakit ini telah
menyebar di 33 provinsi dan 436 kabupaten/kota dari 497 kabupaten/kota
(88%). Angka kesakitan atau IR terus meningkat dan cenderung menurun pada
tahun 2010 ke 2011 kemudian meningkat kembali pada tahun 2012 ke 2013.
(41,25 per 100.000 penduduk). Bali, DKI Jakarta, dan Kalimantan Timur
merupakan tiga provinsi dengan IR tertinggi, sementara IR terendah ditempati
oleh Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara Timur (Kemenkes, 2013).
9
Case Fatality Rate pada awal masuknya penyakit ini ke Indonesia tergolong
tinggi yakni 41,4%, namun kemudian dapat ditekan karena manejemen
pelayanan kesehatan yang lebih baik hingga mencapai 0,7% pada tahun 2013.
Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, dan Nusa Tenggara Timur merupakan
provinsi dengan CFR tertinggi pada tahun 2013 (Kemenkes, 2013).
Provinsi Lampung menurut data yang diperoleh masuk ke dalam kategori 10
besar provinsi dengan IR dan CFR tertinggi di Indonesia, yakni 64,87 per
100.000 penduduk untuk IR dan 1% untuk CFR pada tahun 2013 (Kemenkes,
2013). Hal ini menunjukkan perubahan dibandingkan dengan laporan Dinas
Kesehatan Provinsi Lampung pada tahun 2012, yakni IR mencapai 68,44 per
100.000 penduduk (di atas IR nasional: 55 per 100.000 penduduk) yang
berarti menurun, sementara CFR pada tahun tersebut kurang dari 1% yang
berarti meningkat (Dinkes, 2013)
Data dinas kesehatan kota Bandar Lampung menyebutkan pada tahun 2010,
jumlah penderita DBD di Bandar Lampung mencapai 763 orang dan yang
meninggal 16 orang. Pada tahun 2011, jumlah penderita DBD di Bandar
Lampung mencapai 413 orang dan yang meninggal 7 orang. Pada tahun 2012,
terjadi peningkatan jumlah penderita DBD di Bandar Lampung mencapai
1.111 orang dan meninggal 11 orang, jumlah tersebut merupakan tertinggi
dibanding dengan kabupaten lain (Sukohar, 2014).
10
Pemicu dibalik ekspansi global penyakit ini meliputi berbagai faktor baik itu
faktor biotik (virus, vektor, dan host) maupun faktor abiotik (temperatur,
kelembaban, curah hujan).
a. Virus
Virus dengue adalah virus RNA rantai tunggal, berbentuk sferis, positifsense, berselubung, berdiameter 50nm, anggota genus Flavivirus, dan
famili Flaviviridae. Virus ini memiliki empat serotipe, yakni DENV I,
DENV II, DENV III, dan DENV IV. Genom RNA virus mencakup 10.700
nukleotida dan mengkode 3.411 prekursor asam amino poliprotein yang
meliputi 3 protein struktural (capsid [c], precursor membrane [prM], dan
envelope [E]) dan 7 protein non-struktural (NS1, NS2A, NS2B, NS3,
NS4A, NS4B, dan NS5) (Back & Lundkvist, 2013).
Setiap infeksi karena serotipe virus dengue dapat menyebabkan
manifestasi klinis dan profil epidemiologi yang bervariasi, sehingga sangat
sulit untuk menilai karakteristik klinis dan hasil laboratorium yang khas
untuk setiap serotipe. Beberapa laporan menyatakan bahwa DENV-2 dan
DENV-3 menyebabkan manifestasi klinis yang lebih berat dibandingkan
dengan serotype lainnya. Manifestasi klinis yang lebih ringan disebabkan
karena DENV-4 (Andriyoko, Parwati, Tjandrawati, et al., 2011).
11
b. Vektor dan Penularan
Nyamuk Aedes aegypti adalah vektor utama penularan virus dengue
sedangkan nyamuk Aedes albopictus menjadi vektor pendampingnya.
Kedua spesies nyamuk memiliki genus Aedes dari famili Culicidae,
berukuran lebih kecil dibandingkan dengan ukuran rata-rata nyamuk lain.
Nyamuk ini dapat hidup optimal pada ketinggian 1000 hingga 1.500 meter
di atas permukaan laut. Tahapan hidup nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus adalah telur, larva, pupa, kemudian dewasa. Keduanya
meletakkan telurnya di atas genangan air, telur ini dapat bertahan hingga
lebih dari enam bulan. Proses dari telur menjadi nyamuk dewasa terjadi
sedikitnya 7-8 hari pada Aedes aegypti, sementara Aedes albopictus
membutuhkan waktu 7-9 hari dan nyamuk dewasa dapat bertahan hidup
selama tiga minggu.. Nyamuk betina dan jantan memakan nektar tanaman,
namun demikian nyamuk betina membutuhkan darah untuk memproduksi
telur. Nyamuk ini beroperasi siang hari, terutama dua jam setelah matahari
terbit dan beberapa jam sebelum matahari tenggelam (CDC, 2016).
Secara morfologis keduanya dapat dibedakan dari strip putih yang terdapat
pada bagian skutum. Skutum Ae. Aegypti berwarna hitam dengan strip
putih sejajar di bagian dorsal tengah diapit oleh dua garis lengkung
berwarna putih. Sementara skutum Ae. albopictus hanya berisi satu garis
putih tebal di bagian dorsalnya (Candra, 2010). Nyamuk Ae. aegypti
berasal dari Afrika sedangkan Ae.albopictus berasal dari wilayah Asia
Tenggara (WHO, 2011)
12
Agar transmisi dapat terjadi, nyamuk Aedes betina harus menggigit
manusia yang terinfeksi selama fase viremia yang bermanifestasi dua hari
sebelum onset demam dan berakhir 4-5 hari pasca onset. Setelah menelan
darah terinfeksi, virus bereplikasi di dalam lapisan sel epithelial midgut
dan selanjutnya ke dalam haemocoele untuk menginfeksi kelenjar saliva.
Saluran genital nyamuk juga terinfeksi, virus dapat sepenuhnya masuk ke
dalam telur yang sedang berkembang. Periode inkubasi ekstrinsik (IEP)
berakhir mulai dari 8 hingga 12 hari dan nyamuk akan tetap terinfeksi
sepanjang hidupnya. Transmisi ini biasanya terjadi selama musim hujan
dimana temperatur dan kelembaban mendukung untuk terjadinya
perkembangbiakan nyamuk (WHO, 2011).
c. Host
Terdapat beberapa faktor host yang penting dalam menilai outcome
manifestasi klinis dengue, antara lain status imunitas, usia, jenis kelamin,
penyakit, dan genetik (Yacoub, Mongkolsapaya, Screaton, 2016). Sistem
imunitas dalam pertahanan tubuh melawan penyakit berhubungan dengan
usia. Sistem imun pada anak usia satu hingga lima tahun masih belum
matang. Terdapat jumlah sel T yang tinggi pada neonatus tetapi berupa sel
naif dan tidak memberikan respon adekuat terhadap antigen. Pada bayi
usia beberapa bulan pertama sangat tergantung pada IgG ibu.
(Baratawidjaja & Rengganis, 2004). Kejadian DBD lebih sering terjadi
pada anak imunokompeten dan status gizi yang baik, hal ini berhubungan
13
dengan respon imun yang baik, yang dapat menyebabkan terjadinya DBD
berat (Candra, 2010).
Status nutrisi mempengaruhi derajat berat ringannya penyakit berdasarkan
teori imunologi yaitu gizi baik meningkatkan respon antibodi. Reaksi
antigen dan antibodi yang berlebihan menyebabkan infeksi dengue lebih
berat. Walaupun demikian, mekanisme peningkatan SSD pada obesitas
masih belum jelas. Sel adiposit jaringan lemak mensekresikan dan
melepaskan sitokin pro-inflamasi yaitu TNFα (tumour necrosis factor α)
dan beberapa interleukin (IL) yaitu IL-1β, IL-6, dan IL-8. Pada obesitas
terjadi peningkatan ekspresi TNF α dan IL-6. Salah satu efek TNF α
adalah meningkatkan permeabilitas kapiler sedangkan pada SSD juga
terjadi produksi TNF α, IL-1, IL-6 dan IL-8 (Elmy S, BNP Arhana, IKG
Suandi, 2009). Anak akan lebih mudah mengalami kebocoran plasma
karena secara intrinsik endotel vaskulernya lebih permeabel, semantara
gangguan organ dan perdarahan lebih sering terjadi pada dewasa (Yacoub,
Mongkolsapaya, Screaton, 2016).
Usia merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi kepekaan
terhadap infeksi virus dengue. Semua usia dapat terserang infeksi dengue,
namun manifestasi dan gambaran klinik dari berbagai usia bisa mengalami
perbedaan. Data dari beberapa negara di Asia Tenggara menunjukkan ratarata usia yang dilaporkan mengalami kasus infeksi dengue meningkat dari
14
5-9 tahun menjadi anak yang berusia lebih tua dan usia dewasa
(Tantawichien, 2012; Carabali, Hernandez, Arauz et al., 2015).
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penderita berjenis kelamin
laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh laki-laki lebih banyak beraktivitas di luar rumah sehingga
lebih rentan terkena gigitan nyamuk Aedes aegypti yang juga lebih aktif
dua jam setelah matahari terbit dan beberapa jam sebelum matahari
tenggelam (CDC, 2016)
Peningkatan hubungan terhadap penyakit kronis seperti, asma bronkial,
diabetes mellitus, ulkus peptik, dan sickle cell anemia telah diobservasi.
Meskipun demikian pengaruh infeksi dengue terhadap penyakit-penyakit
kronik dan patogen lain masih membutuhkan investigasi lebih lanjut. Studi
kontrol di Singapura mendemonstrasikan bahwa usia dewasa dengan
komorbiditas penyakit diabetes meningkatkan risiko DBD. Patogenesis
hubungan antara diabetes dan DBD masih belum jelas, tetapi ada
hubungannya dengan disfungsi imun tubuh (Rowe, Leo, Wong et al.,
2014).
Faktor genetik dari host diperkirakan memiliki peran penting terhadap
penyakit ini. Telah dilakukan penelitian terhadap epidemi infeksi dengue
di Cuban dimana terdapat penurunan risiko DBD/SSD terhadap orang
Afrika dibandingkan dengan Eropa. Etnis Cina juga memiliki kerentanan
15
lebih tinggi dibanding dengan etnis selainnya seperti Melayu dan India
(Pang, Salim, Lee et al., 2012).
Agar dapat memahami hal ini, gen HLA polimorfik menjadi target studi
dari para kandidat guna mencari hubungannya terhadap DBD/SSD.
Beberapa studi serologi dari alel-alel HLA kelas I telah dicobakan di
antara populasi dan ditemukan korelasi kerentanan dari berbagai macam
alel HLA kelas I terhadap DBD. Frekuensi yang tinggi dari alel HLA kelas
I A*31 dan B*15 ditemukan pada individu Cuban simptomatik terhadap
infeksi
DENV.
Sementara
kontrol
asimptomatik
menunjukkan
peningkatan frekuensi alel HLA II DRB1*07 dan DRB1*04. DRB1*04
merupakan alel yang paling banyak dan berhubungan dengan resistensi
DBD pada orang Meksiko Mestizo. Populasi Meksiko Mestizo dan
populasi Cuban memiliki latar belakang yang sama yakni Ameridian,
maka hal yang mungkin pada identifikasi alel HLA kelas II dapat
menjelaskan hubungan terhadap proteksi infeksi dengue (Back &
Lundkvist, 2013).
2.1.2 Patogenesis
Telah dilakukan berbagai penelitian dalam memahami patogenesis infeksi
dengue, meski demikian mekanisme pastinya masih belum sepenuhnya dapat
dijelaskan. Demam berdarah dengue terjadi pada sebagian kecil pasien infeksi
dengue. Meskipun biasanya dialami oleh penderita dengan infeksi dengue
sekunder, DBD juga dapat terjadi pada infeksi primer. Observasi mengenai
16
severe dengue lebih sering terjadi pada infeksi sekunder dapat dijelaskan oleh
ADE (antibody-dependent enhancement), dimana antibodi heterotipik nonnetralisasi dari infeksi dengue sebelumnya memfasilitasi penempelan virus
pada reseptor Fc dari monosit dan makrofag yang mengarah pada viral load
dan respon pertanda inflamasi yang lebih lagi (Guzman, Alvarez, Halstead et
al., 2013).
Reaksi silang sel T memori juga memainkan peran penting sebagai pemicu
kaskade inflamasi. Peran sel CD8+ dalam patogenesis penyakit yang parah
dengan cepatnya terlibat dengan beberapa studi yang menyatakan bahwa peran
patogeniknya muncul sejalan dengan peningkatan frekuensi reaksi silang sel T
CD8+ yang ditemukan pada DBD/SSD selama infeksi sekunder. Temuan
lainnya mendemonstrasikan respons sel T paling banyak ditandai dengan
protein NS3, sitokin yang tinggi, dan CD107a yang rendah. Keluaran sitokin,
TNFα, dan mediator vasoaktif lain memainkan peran penting bagi peningkatan
permeabilitas kapiler pada severe dengue (Yacoub, Mongkolsapaya, Screaton,
2016).
Studi mengenai imunopatologis mekanisme kerusakan vaskuler masih kurang,
namun NS1 dikaitkan dengan patogenesis kebocoran vascular. Tingginya level
NS1 solubel diidentifikasi dalam plasma pasien dari fase awal penyakit hingga
lebih dari dua mnggu seperti halnya viral load, antigenemia dari NS1 muncul
dan berkorelasi dengan keparahan penyakit. NS1 dan protein E virus dapat
menempel pada heparin sulfat, salah satu glycosaminoglycan (GAGs) utama,
17
dalam glikokaliks lapisan sel endotel. Glikokaliks berhubungan dengan
charge negative network dari glikoprotein, proteoglikan, dan GAGs yang
menutup permukaan luminal endothelial mikrovaskuler. Mereka menyediakan
ukuran dan selektifitasnya terhadap permeabilitas dinding kapiler seperti
berperan sebagai sebuah transduser stress. Aderen dari NS1 dari protein E
DENV
terhadap
glikokaliks
dimungkinkan
berkontribusi
terhadap
karakteristik kebocoran vaskuler yang berhubungan dengan severe dengue
(Modhiran, Watterson, Muller et al., 2015).
Antibodi anti-NS1 dan NS1 juga berimplikasi terhadap patogenesis
trombositopenia dan koagulopati yang merupakan karakteristik infeksi
dengue. NS1 juga mengaktivasi komplemen yang berkontribusi dalam
kebocoran vaskuler melalui anafilatoksin dan kompleks komplemen terminal
SC5b-9. Tingginya NS1 dan SC5b-9 pada pasien infeksi dengue berkorelasi
dalam keparahannya, mereka terdeteksi sejalan dengan C5a anafilatoksin
dalam cairan pleural pasien SSD. Parameter imunologik yang memainkan
peran dalam patogenesis severe dengue juga mencakup frekuensi plasmablast
yang tinggi saat fase kritis, aktivasi sel mast dan mediator mast-cell derived,
faktor pertumbuhan vaskuler, dan kompleks antibody-immune (Yacoub,
Mongkolsapaya, Screaton, 2016).
Trombositopenia dimulai dengan supresi sum-sum tulang belakang selama
fase viremia febril dari penyakit. Progresif trombositopenia dengan penurunan
suhu tubuh sampai ke normal hasil dari destruksi platelet immune mediated.
18
Kompleks virus-antibodi terdeteksi pada permukaan platelet pasien DBD yang
mengarahkan pada peran ini ditambah dengan adhesi platelet pada sel endotel
vaskuler hasil dari keluaran level yang tinggi platelet-activating factor oleh
monosit dengan heterologous secondary infection. Plasma fibrinogen rendah
terdeteksi pada DBD dapat menjadi refleksi hilangnya ruang interstitial dalam
latar peningkatan permeabilitas vaskuler. Heparan sulfat memberntuk bagian
dari glikokaliks yang mana jika dihancurkan oleh respon sitokin pada DBD
bebas dalam sirkulasi dan beraksi seperti antikoagulan dapat menjelaskan
pemanjangan APTT (Activated Partial Protromboplastin Time). Gangguan
pada kedua hal tersebut merupakan peran penting dalam terjadinya perdarahan
spontan (Sellahewa, 2013)
2.1.3 Gambaran Klinis
Terdapat tiga fase penyakit setelah periode inkubasi virus berakhir, yakni fase
febril, fase kritis, dan fase recovery.
a. Fase febril
Pasien biasanya akan mengalami demam derajat tinggi secara mendadak.
Fase febril akut berakhir 2-7 hari dan sering kali diikuti oleh ruam facial,
eritema kulit, sakit di sekujur tubuh, myalgia, arthralgia, retroorbital pain,
fotofobia, rubeliform exanthema, dan sakit kepala. Beberapa pasien juga
dapat mengalami sakit tenggorokan, anoreksia, dan muntah. Sulit untuk
membedakan infeksi dengue secara klinis dari non-dengue saat fase febril.
Tes tourniquet yang positif mengindikasikan peningkatan probabilitas
19
dengue dan krusial dalam memonitor warning signs, namun gambaran
klinis ini tidak dapat memprediksi keparahan penyakit. abnormalitas
paling awal dalam pengukuran tes darah lengkap ialah penurunan secara
progresif pada jumlah sel darah putih yang mana dapat dijadikan sebagai
pertanda kemungkinan besar infeksi dengue (WHO, 2012).
b. Fase kritis
Selama fase febril menuju afebril, pasien tanpa peningkatan permeabilitas
kapiler akan mengalami perbaikan tanpa melalui fase critical. Pasien
dengan peningkatan permeabilitas kapiler dapat memiliki manifestasi
klinis berupa warning sign sebagai hasil dari kebocoran plasma. Warning
sign merupakan tanda dimulainya fase critical. Pasien menjadi buruk
keadaannya ketika temperatur menurun ke 37,5oC-38oC atau kurang dan
terus berada di bawah level ini, biasanya terjadi pada hari ke 3-8 (WHO,
2012).
Leukopenia progresif diikuti penurunan jumlah platelet secara cepat dan
peningkatan hematokrit di atas batas normal mengindikasikan kebocoran
plasma. Periode klinis signifikansi kebocoran plasma biasanya berakhir
selama 24-48 jam. Derajat hemokonsentrasi merefleksikan keparahan
kebocoran plasma yang akan berkurang dengan terapi cairan intravena.
Pengukuran hematokrit adalah esensial bagi sinyal dibutuhkannya terapi
cairan. Efusi pleura dan ascites biasanya hanya terdeteksi setelah terapi
20
intravena kecuali bila kebocoran plasma terjadi dengan signifikan (WHO,
2012).
c. Fase recovery
Jika pasien dapat bertahan selama 24-48 fase kritis, maka reabsorpsi
gradual cairan kompartemen esktravaskular akan mengikuti di 48-72 jam
berikutnya. Perbaikan gejala umum, kembalinya selera makan, gejala
gastrointestinal yang membaik, stabilitas hemodinamik, dan diuresis
membaik merupakan tanda fase ini. Begitu pula dengan peningkatan
hitung sel darah putih dan stabilitas hematokrit (WHO, 2012).
Infeksi virus dengue memiliki spektrum klinis yang luas, mulai dari gambaran
asimptomatik yang menyebabkan undifferentiated febrile, demam dengue,
hingga gambaran parahnya yakni DBD dan SSD. Infeksi terhadap satu jenis
serotipe virus akan memberikan imunitas seumur hidup terhadap serotipe
tersebut, namun proteksi silang hanya berlangsung singkat terhadap serotipe
yang lain (WHO, 2011).
a. Undifferentiated fever
Infant, anak, dan dewasa yang telah terinfeksi virus dengue, terutama
infeksi primer, akan menimbulkan gejala demam yang tidak dapat
dibedakan dengan infeksi virus lain. Ruam makulopapular, gejala
respiratori dan gastrointestinal biasanya menyertai demam ini (WHO,
2011).
21
b. Demam dengue
Setelah periode inkubasi selama 4-6 hari, berbagai gejala konstitusional
muncul. Biasanya onset DD mendadak dengan suhu yang meningkat tajam
antara 39oC dan 40oC selama 5-7 hari pada kebanyakan kasus. Demam
dengue merupakan gejala panas akut yang terkadang bifasik dengan sakit
kepala yang parah, myalgia, arthralgia, ruam, nyeri retro-orbital gerakan
mata, fotofobia, nyeri sendi, abdominal tenderness, leukopenia, dan
trombositopenia.
Perdarahan
gastrointestinal,
hypermenorrhea,
dan
epistaksis jarang terjadi (Vernon J. David, Lye, Sun, et al., 2008)
c. Demam berdarah dengue dan sindrom syok dengue
Demam berdarah dengue lebih sering terjadi pada anak kurang dari 15
tahun di daerah hiperendemik. Biasanya DBD terjadi pada anak dengan
infeksi virus dengue sekunder. Meskipun demikian, insiden DBD pada
dewasa kini juga meningkat. Karakteristik DBD mencakup onset akut
panas yang tinggi juga disertai gejala yang mirip dengan DD pada fase
awal febril. Pada fase akhir febril, terdapat kemungkinan untuk
berkembangnya DBD ke syok hipovolemik dan kebocoran plasma.
Demam berdarah dengue dapat dibedakan dari DD dengan hadirnya
peningkatan permeabilitas vaskuler (sindrom kebocoran plasma) dan
pertanda trombositopenia (<100.000/µl) terkait dengan perdarahan,
hepatomegali, dan fungsi liver abnormal. Kegagalan respirasi akut
meskipun komplikasi yang jarang pada dewasa memiliki tingkat mortalitas
yang tinggi. (Wang, Liu, Liao, et al., 2007)
22
Kehadiran warning sign seperti muntah persisten, sakit bagian abdominal,
letargi, iritabilitas, dan oliguria merupakan pertanda penting guna
mencegah syok. Kebocoran plasma dimulai saat transisi dari febril menuju
fase afebril yang pada fase awal tidak dapat dideteksi dengan pemeriksaan
fisik. Syok dikarakteristikkan dengan nadi yang cepat dan lemah,
penyempitan tekanan nadi ≤20mmHg, peningk atan tekanan diastolik
hingga 100/90mmHg atau hipotensi.
2.1.4 Diagnosis
Diagnosis infeksi dengue dapat ditegakkan melalui kriteria klinis dan
temuan laboratorium. Kriteria klinis mencakup sakit kepala, retro-orbital
pain, myalgia, arthralgia, ruam, dan manifestasi perdarahan. Diagnosis
DD meliputi kumpulan kriteria klinis ditambah leukopenia (white blood
count ≤5000cells/mm3), trombositopenia ≤150.000 cells/mm 3, peningkatan
hematokrit 5%-10% tanpa kebocoran plasma; DBD derajat I, kriteria klinis
ditambah trombositopenia <100.000cells/mm3, HT meningkat ≥20%, dan
bukti kebocoran plasma; DBD II, DBD derajat I ditambah perdarahan
spontan dengan trombositopenia <100.000cells/mm3, HT meningkat
≥20%; DBD III, DBD derajat I ditambah derajat II dengan kegagalan
sirkulasi (nadi lemah ≤20mmHg, hipotensi) dan trombositopenia
<100.000cells/mm3, HT meningkat ≥20%; DBD IV, DBD III dengan
temuan syok berupa nadi dan tekanan darah takterukur trombositopenia
<100.000cells/mm3, HT meningkat ≥20% (WHO, 2011)
23
Diagnosis laboratorium infeksi dengue bergantung pada fase klinis
penderitanya. Pada fase awal penyakit demam dan viremia diikui oleh
adanya antigen NS1 di dalam darah. Setelah satu minggu antibody spesifik
IgG dan IgM muncul dalam darah (Sharma, Seth, Mishra, et al. 2011).
24
2.2 Kerangka Teori
Terdapat tiga faktor penentu derajat keparahan dengue, yakni faktor virus, host,
dan lingkungan. Faktor host ditentukan oleh lima hal, yakni usia, genetik,
imunitas, gizi, dan gender. Interaksi antara virus dan host akan menghasilkan
serangkaian mekanisme patogenesis yang memunculkan berbagai manifestasi
klinis yang kompleks.
Lingkungan
Anak
Usia
Virulensi
Faktor Virus
Faktor Host
imunitas
Serotipe
virus
Dewasa
Genetik
Infeksi primer
Gender
Infeksi sekunder reaksi
kompleks virus-antibodi
Gizi
Peningkatan
permeabilitas vaskuler
Trombositopenia
Gejala Klinis
Muntah
Manifestasi perdarahan
Gambar 1. Kerangka Teori Penelitian.
(Sumber:Yacoub, Mongkolsapaya, Screaton, 2016;WHO, 2011;Sellahewa, 2013)
25
2.3 Kerangka Konsep
Anak
Manifestasi Klinis
Infeksi Dengue
Dewasa
: Variabel bebas
: Variabel terikat
Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian.
2.4 Hipotesis
Terdapat perbedaan manifestasi klinis infeksi dengue anak dan dewasa di RS
Urip Sumoharjo Bandar Lampung
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan
pendekatan cross sectional.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2016-Desember 2016 di
Bagian Rekam Medik RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung
3.3 Populasi dan Subjek
3.3.1 Populasi Target
Populasi penelitian ini adalah semua pasien infeksi dengue anak dan dewasa di
RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung.
3.3.2 Pupulasi Terjangkau
Populasi terjangkau penelitian ini adalah semua pasien infeksi dengue anak
dan dewasa di RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung periode November 2015November 2016.
27
3.4 Subjek
Besar subjek ditentukan dengan total sampling dimana semua pasien infeksi
dengue pada periode November 2015-November 2016 yang tidak memenuhi
kriteria ekslusi. Besar sampel minimal dapat diukur berdasarkan rumus besar
sampel dua kelompok independen:
n1 = n2 =
(
2
n = Besar sampel
+
( −
)
)
Zα = Kesalahan tipe I yang ditetapkan 5%, maka Zα = 1,96
Zβ = Kesalahan tipe II yang ditetapkan 20%, maka Zβ = 0,84
P1 = 0,80
P2 = 0,47
Q2 = 1-P2= 0,53
Dengan demikian jika dimasukkan dalam rumus
= 0,63
P = Proporsi total =
Q = 1 - P = 0,37
n1=n2=
( ,
n= 32,50
√ ,
( ,
,
)
√ ,
)
Besaran minimal sampel untuk setiap kelompok yang diperoleh dari hasil
perhitungan sampel adalah 32 orang.
28
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan consecutive
sampling dimana sampel yang diambil sesuai dengan nomor urutan kedatangan
sampel di rumah sakit.
3.5 Kriteria Inklusi dan Eklusi
3.5.1 Kriteria Inklusi
a. Pasien anak dan dewasa masing-masing berusia 5-18 tahun dan 19-65
tahun.
b. Pasien yang telah didiagnosis secara klinik dan laboratorium menderita
infeksi dengue.
3.5.2 Kriteria Ekslusi
a. Data rekam medik tidak lengkap
b. Pasien dengan koinsiden infeksi lain
c. Pasien penderita penyakit diabetes mellitus
3.6 Variabel Penelitian
Variabel penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:
3.6.1 Variabel Dependen
Gambaran klinis berdasarkan tingkat keparahan infeksi dengue berdasar WHO
guidelines 2011; muntah, manifestasi perdarahan; hemoglobin; hematokrit;
trombosit.
3.6.2 Variabel Independen
a. Anak 5-18 tahun
b. Dewasa ≥19-65 tahun
29
3.7 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1 yang
mencantumkan definisi variabel, cara ukur, dan skala pengukuran.
Tabel 1 Definisi Operasional.
No
Variabel
Definisi
Cara Ukur
Skala
pengukura
n
Variabel Independen
1.
Kelompok
Usia
Anak: Usia 5-18 tahun
Dewasa: Usia ≥19 -65tahun
Hasil
anamnesis
pada rekam
medik
Nominal
1.Ya
2.Tidak
Variabel Dependen
1
Muntah
2
Perdarahan
(uji rumple
leed positif,
perdarahan
GI, gusi,
epistaksis)
3
Hemoglobin
7
Hematokrit
8.
Trombosit
Pengeluaran isi lambung melalui Hasil
mulut
Anamnesis
dalam rekam
medik
Ruam dapat berupa, purpura:
Hasil
ekstravasasi darah ke dalam
pemeriksaan
kulit atau membran mukosa,
fisik dalam
makula merah-keunguan yang
rekam medik
tidak hilang pada penekanan. ;
petekhie: berukuran <3mm;
perdarahan pada mukosa GI,
gusi, dan nasal.
Laki-laki dewasa: 14.0-17.5
Melihat hasil
(mean 15.7) g/dL, Wanita
laboratorium
dewasa: 12.3-15.3 (mean 13.8)
yang tercatat
g/dL; anak 6-12 tahun: mean
dalam rekam
13.5 g/dL (-2SD: 11.5 g/dL),
medik
12-18 tahun perempuan mean
14.0 g/dL (-2SD: 12.0 g/dL) 1218 tahun laki-laki: mean 14.5
g/dL (-2SD: 13.0 g/dL)
DF: meningkat 5%-10% ; DHF: Melihat hasil
meningkat ≥20%
laboratorium
yang tercatat
dalam rekam
medik
DF: Trombositopenia
Melihat hasil
<150.000cells/mm3 ; DHF:
laboratorium
trombositopenia <100.000
yang tercatat
cells/mm3
dalam rekam
medik
Nominal
1.Ya
2.Tidak
Nominal
1.Ya
2.Tidak
Numerik
Numerik
Numerik
30
3.8 Prosedur Penelitian
Peneliti meminta surat izin penelitian ke bagian akademik yang ditujukan ke
bagian diklat dan direktur RS Urip Sumoharjo. Setelah mendapatkan izin,
peneliti mendapatkan surat pengantar dari bagian diklat ke bagian rekam medik.
Data berupa gejala klinis dan temuan laboratorium yang dicatat diperoleh dari
rekam medik pasien yang telah didiagnosis secara klinis dan laboratorium
menderita infeksi dengue di RS Urip Sumoharjo. Pasien yang tidak memenuhi
kriteria ekslusi akan menjadi subjek penelitian. Selanjutnya gejala klinis infeksi
dengue pada pasien anak dan dewasa akan dibandingkan dan dianalisis.
3.9 Teknik Analisis Data
Analisis data meliputi analisis deskriptif dan uji hipotesis. Digunakan analisis
bivariat untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen dan variable
independen. Skala nominal dianalisis menggunakan uji chi-square, apabila
syarat uji chi-square tidak terpenuhi maka dilakukan uji alternatif taknik fisher
exact tes untuk mengetahui perbedaan gejala klinis anak dan dewasa. Sedangkan
skala numerik menggunakan uji t tidak berpasangan, tetapi apabila sebaran data
tidak normal maka digunakan analisis dengan uji Mann-Whitney.
3.10 Etika Penelitian
Penelitian ini telah memperoleh surat kelayakan etik oleh komisi etik Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung.
31
3.11 Alur Penelitian
Rekam medik pasien Rumah
Sakit Urip Sumoharjo Bandar
Lampung
Kriteria inklusi
Pengambilan data
1. Muntah
2. Perdarahan
3. Hemoglobin
4. Trombosit
5. Hematokrit
Pengolahan dan analisis data
Gambar 1. Alur Penelitian.
Kriteria ekslusi
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5. 1 SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan simpulan sebagai berikut:
1. Didapatkan manifestasi klinis berupa muntah, hepatomegali, perdarahan
(uji rumple leed positif, epistaksis, ruam, perdarahan gusi, hematoschezia,
melena), trombositopenia, dan hemokonsentrasi pada pasien infeksi
dengue anak dan dewasa di RS Urip Sumoharjo.
2. Terdapat perbedaan yang bermakna gejala klinis perdarahan berupa ruam
pada pasien anak dan dewasa di RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung.
3. Terdapat perbedaan yang bermakna manifestasi klinis nilai hemoglobin,
nilai hematokrit, dan jumlah trombosit pada derajat keparahan demam
dengue pasien infeksi dengue anak dan dewasa di RS Urip Sumoharjo.
4. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna gejala klinis perdarahan berupa
hasil uji rumple leed positif, epistaksis, perdarahan gigi mulut, dan
hematoschezia pada pasien anak dan dewasa di RS Urip Sumoharjo
Bandar Lampung.
5. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna nilai hemoglobin pada pasien
anak dan dewasa di RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung.
6. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna nilai hematokrit pada pasien
anak dan dewasa di RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung.
47
7. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna jumlah trombosit pada pasien
anak dan dewasa di RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung
5. 2. SARAN
1. Pada penelitian lebih lanjut diharapkan dapat menggunakan jumlah sampel
yang lebih besar yang melibatkan berbagai rumah sakit di Provinsi
Lampung.
2. Pada penelitian lebih lanjut diharapkan pemeriksaan gejala dan tanda
klinis infeksi dengue menggunakan data primer sehingga hasil yang
diperoleh lebih akurat.
3. Pada penelitian lebih lanjut dilakukan pada pasien usia lanjut 60 tahun ke
atas karena memiliki risiko tinggi DBD dan DSS.
DAFTAR PUSTAKA
Andriyoko, Parwati, Tjandrawati, Lismayanti. 2011. Penentuan serotipe virus
dengue dan gambaran manifestasi klinis serta hematologi rutin pada infeksi
virus dengue dengue virus. MKB. 44(4):253–260.
Back & Lundkvist. 2013. Dengue viruses an overview. Infection Ecology and
Epidemiology. 1(3):1–21.
Baratawidjaja & Rengganis. 2004. Imunologi Dasar. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Bhatt S, Gething PW, Brady OJ, Messina JP, Farlow A, Moyes C, et al. 2013. The
global distribution and burden of dengue. Nature. 496(7446):504–507.
Candra A. 2010. Demam berdarah dengue : epidemiologi, patogenesis, dan faktor
risiko penularan. Aspirator. 2(2):110–119.
Carabali M, Hernandez LM, Libia MJ, Arauz LA, Maria J V, Ridde, et al. 2015.
Why are people with dengue dying? A scoping review of determinants for
dengue mortality. BMC Infectious Diseases. 15(301):1–14.
CDC. 2016. Dengue and the Aedes aegypti mosquito. Puerto Rico: Centers for
Disease Control.
Dharma R, Rezeki S, Priatni. 2006. Disfungsi endotel pada demam berdarah
dengue. Makara. 10(1):17–23.
Dinkes. 2013. Profil Kesehatan Provinsi Lampung Tahun 2012. Lampung: Dinas
Kesehatan Provinsi Lampung.
49
Elmy S, BNP Arhana, IKG Suandi. 2009. Obesitas sebagai faktor risiko sindrom
syok dengue. Sari Pediatri. 11(4):238–243.
Fitriastri N, Nilapsari R, Kusmiati M. 2015. Hubungan trombositopenia dengan
manifestasi klinis Perdarahan pada pasien demam berdarah dengue anak.
Prosiding Pendidikan Dokter. 2(2):10–16.
Guilarde AO, Turchi MD, Sigueira JB, Feres VC, Rocha B, Levi, et al. 2008.
Dengue and dengue hemorrhagic fever among adults:clinical outcomes
related to viremia, serotypes, and antibody response. The Journal of
Infectious Disease. 50(197):817-824
Guzman MG, Alvarez M, Halstead SB. 2013. Secondary infection as a risk factor
for dengue hemorrhagic fever/dengue shock syndrome: an historical
perspective and role of antibody-dependent enhancement of infection.
Archives of Virology. 1587(7):1445–1459.
Halstead SB. 2012. Controversies in dengue pathogenesis. Paediatric and
International Health. 32(S1):5–9.
Hammond SN, Balmaseda A, Pérez L, Tellez Y, Saborío S, Mercado JS, Videa E
et al. 2005. Differences in dengue severity in infants, children, and adults in
a-3 year hospital-based study in nicaragua. AMJ Trop Med. 73(6):1063–
1070.
Hanafusa S, Chanyasanha C, Sujirarat D, Khuankhunsathid I, Yaguchi A, Suzuki
T et al. 2008. Clinical features and differences between child and adult
dengue infection in Rayong Province, Shouth Thailand. Shouthest Asian J
Trop Med Public Health. 39(2):252-259.
Kemenkes. 2013. Situasi Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Lampung: Pusat
Data dan Informasi Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
Kittigul L, Pitakarnjanakul P, Sujirarat D. 2007. The differences of clinical
manifestations and laboratory findings in children and adults with dengue
virus infection. Journal of Clinical Virology. 39(2):76-81.
Livina, Rotty, Panda. 2012. Hubungan trombositopenia dan hematokrit dengan
manifestasi perdarahan pada penderita demam dengue dan demam berdarah
50
dengue. Manado: Fakultas Kedokteran Sam Ratulangi.
Mariko R, Hadinegoro SR, Satari HI. 2014. Faktor prognosis terjadinya
perdarahan gastrointestinal dengan demam berdarah dengue pada dua dumah
sakit rujukan. Sari Pediatri. 15(6):361–368.
Modhiran N, Watterson D, Muller DA, Panetta A, Sester D, Liu L, et al. 2015.
Dengue virus NS1 protein activates cells via Toll-like receptor 4 and
disrupts endothelial cell monolayer integrity. Viral Toxin. 7(304):1-12.
Namvongsa V, Sirivichayakul C, Songsithichok S, Chanthavanich,
Chokejindachai, Sitcharungsi R. 2013. Differences in clinical features
between children and adults with dengue hemorrhagic fever/dengue shock
syndrome. The Southeast Asian Journal of Tropical Medicine and Public
Health. 44(5):772–779.
Orsi FA, Angerami RN, Mazetto BM, Quaino SKP, Santiago-bassora, Castro.
2013. Reduced thrombin formation and excessive fibrinolysis are associated
with bleeding complications in patients with dengue fever : a case–control
study comparing dengue fever patients with and without bleeding
manifestations. BMC Infectious Disease. 13(350):1–10.
Pang J, Salim A, Lee V, Hibberd ML, Chia KS, Leo et al. 2012. Diabetes with
hypertension as risk factors for adult dengue hemorrhagic fever in a
predominantly dengue serotype 2 epidemic : A case control study. PLo S Negl
Trop Dis. 6(5):1-8.
Rena R, Utama S, Parwati. 2009. Kelainan hematologi pada demam berdarah
dengue. J Peny Dalam. 10(3):219–225.
Rowe EK, Leo YS, Wong JG, Thein T, Gan VC, Lee LK, et al., 2014. Challenges
in dengue fever in the elderly : Atypical presentation and risk of severe
dengue and hospita-acquired infection. PLoS Negl Trop Dis. 8(4):1-6.
Sellahewa KH. 2012. Pathogenesis of dengue haemorrhagic fever and its impact
on case management. Hindawi. 20(13):1-6.
Setiabudi D, Setiabudiawan, Parwati, Garnaet. 2013. Perbedaan kadar platelet
activating factor plasma antara penderita demam berdarah dengue dan
51
demam dengue the difference of platelet activating factor plasma level
between dengue hemorrhagic fever and dengue fever patients. MKB.
45(4):251–56.
Setiati TE, Retnaningsih A, Supriatna M, Soemantri A. 2005. Vascular leakage
score as the early predictor of shock. Jurnal Kedokteran Brawijaya.
21(1):16-21.
Sharma SK, Seth T, Mishra P, Gupta N, Agrawal N, Broor S. 2011. Clinical
profile of dengue infection in patients with hematological diseases.
Mediterranean Journal of Hematology and Infectious Disease. 3(2035):1-4.
de Souza LJ, Bastos P, Carvalho, Assed, Barbosa T, Mariana, et al. 2013.
Comparison of clinical and laboratory characteristics between children and
adults with dengue. Brazilian Journal of Infectious Diseases. 17(1):27–31.
Sukohar A. 2014. Demam Berdarah Dengue (DBD) Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung. Medula Unila. 2(2) : 1-15.
Tantawichien T. 2012. Dengue fever and dengue haemorrhagic fever in
adolescents and adults Paediatric and International Child Health. 32(S1):2227.
Taufik A, Yudhanto D, Wajdi F, Rohadi. 2007. Peranan kadar hematokrit, jumlah
trombosit, dan serologi IgG-IgM antiDHF dalam memprediksi terjadinya
syok pada pasien demam berdarah dengue (DBD) di Rumah Sakit Islam Siti
Hajar Mataram. J Peny Dalam. 8(2):105–111.
The TD, Thu T, Minh T, Van DN, Tinh NT, Vinh HT, et al., 2012. Clinical
features of dengue in a large Vietnamese cohort : intrinsically lower platelet
counts and greater risk for bleeding in adults than children. PLoS Negl Trop
Dis. 6(6):1-11.
Vernon J, Lye CB, Sun Y, Fernandez G, Ong A, Leo Y. 2008. Predictive value of
simple clinical and laboratory variables for dengue hemorrhagic fever in
adults. Journal of Clinical Virology. 42(1):34–39.
52
Wang C, Liu S, Liao S, Lee I, Liu J, Lin A, et al. 2007. Acute Respiratory Failure
in Adult Patients with Dengue Virus Infection. Amj Trop Med. 77(1):151–
158.
WHO. 2009. Dengue: Guidelines For Diagnosis, Treatment, Prevention, and
Control. Geneva: WHO.
WHO. 2012. Handbook For Clinical Management of Dengue. Geneva: WHO.
World Health Organization. 2011. Comprehensive Guidelines for Prevention and
Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. Geneva: WHO.
Wichmann O, Hongsiriwon S, Bowonwatanuwong C, Chureeratana, Chotivanich
K. 2004. Risk factors and clinical features associated with severe dengue
infection in adults and children during the 2001 epidemic in Chonburi ,
Thailand. Tropical Medicine and International Health. 9(9):1022–1029.
Yacoub S, Mongkolsapaya J, Screaton G. 2016. Recent advances in understanding
dengue. F1000 Faculty Rev. 5(78): 1–10.
Download