PERBEDAAN MANIFESTASI KLINIS INFEKSI DENGUE ANAK DAN DEWASA DI RUMAH SAKIT URIP SUMOHARJO BANDAR LAMPUNG Skripsi Oleh WAHIDATUR ROHMAH UNIVERSITAS LAMPUNG 2017 PERBEDAAN MANIFESTASI KLINIS INFEKSI DENGUE ANAK DAN DEWASA DI RUMAH SAKIT URIP SUMOHARJO BANDAR LAMPUNG Oleh WAHIDATUR ROHMAH Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar SARJANA KEDOKTERAN Pada FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017 ABSTRAK PERBEDAAN MANIFESTASI KLINIS INFEKSI DENGUE ANAK DAN DEWASA DI RUMAH SAKIT URIP SUMOHARJO BANDAR LAMPUNG Oleh Wahidatur Rohmah Latar Belakang: Demam berdarah dengue merupakan penyakit menular yang banyak ditemukan di daerah tropis maupun subtropis dan menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia. Penyakit ini dapat mengakibatkan manifestasi klinis yang berbeda antara anak dan dewasa. Tujuan: Membandingkan gejala dan tanda klinis infeksi dengue pada anak dan dewasa. Metode: Penelitian ini meupakan studi observasional analitik dengan rancangan cross sectional yang menggunakan rekam medik pasien infeksi dengue yang dirawat di Rumah Sakit Urip Sumoharjo Bandar Lampung. Data nominal dianalisis menggunakan uji Chisquare dan uji Fisher Exact, data numerik dianalisis menggunakan uji t tidak berpasangan dan uji Mann-whitney. Hasil: Terdapat 111 subyek penelitian yang terdiri dari anak (42,3%) dan dewasa (57,7%). Derajat infeksi DD pada anak 6,4%, DBD Derajat I 80,9, dan DBD Derajat II 12,9%. Pada subyek dewasa jumlah infeksi DD sebesar 4,7%, DBD Derajat I 70,3%, dan DBD Derajat II 25%. Tidak ditemukan subyek dengan DBD Derajat III dan IV baik pada anak maupun dewasa. Dari berbagai variable yang dianalisis, hanya gejala ruam (p=0,014) yang memiliki perbedaan bermakna. Simpulan: Terdapat perbedaan bermakna (p<0,05) gejala ruam pada anak dan dewasa. Kata kunci: Manifestasi klinis, infeksi dengue, anak dan dewasa ABSTRACT THE DIFFERENCE OF CLINICAL MANIFESTATIONS OF DENGUE INFECTION BETWEEN CHILDREN AND ADULT IN URIP SUMOHARJO HOSPITAL BANDAR LAMPUNG BY Wahidatur Rohmah Background: Dengue hemorrhagic fever is a communicable disease commonly found in tropical and subtropical area and a major health problem in Indonesia. This disease can lead to different clinical manifestations between children and adults. Aim: To compare the clinical symptoms and signs of dengue infection in and adult . Methodology: This research was an observational analytic study with a cross sectional design which used medical records of dengue infection patients in Urip Sumoharjo Hospital Bandar Lampung. Clinical presentation differences were analyzed using Chisquare test or Fisher's Exact test for nominal data and unpaired t-test or Mann Whitney for numerical data. Result: A total of 111 individuals was obtained, consisted of children (42,3%) and adult (57,7%). In children there were 6,4% of DF, 80,9 of DHF Grade I, and 12,9%. DHF Grade II. In adults there were 4,7% with DF, 70,3% DHF Grade I, and 25% DHF Grade II. DHF III and DHF IV are not found. From the clinical variables that had been studied only rash (p=0,014) showed significant differences. Conclusion: There is significant difference (p<0.05) of rash between children and adults. Key word: Clinical manifestations, dengue infection, children and adult. Riwayat Hidup Peneliti dilahirkan di Way Rate, 30 Agustus 1994 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara Bapak Siman, S.Ag, M.Pdi dan Ibu Suryati. Peneliti tidak menempuh pendidikan taman kanak-kanak, pendidikan sekolah dasar SDN 2 Negara Saka pada tahun 2000, tahun 2003 pindah ke MIN Negara Saka. Sekolah Menengah Pertama SMPN 1 Natar pada tahun 2006 dan lulus pada 2009. Sekolah menengah di MAN 1 Bandar Lampung hingga lulus tahun 2012. Pada tahun 2012 peneliti melanjutkan untuk menempuh pendidikan di jurusan kebidanan Poltekkes selama satu semester. Pada tahun 2013 melalui jalun SBMPTN peneliti terdaftar di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Selama menempuh pendidikan, peneliti masuk sebagai anggota BEM FK Unila, PAKIS, dan FSI Ibnu Sina. Bismillahirrohmannirrohim Sebuah Persembahan Sederhana Untuk Ibu, Bapak, Dwi, Zahra, Nenek, Kakek, dan Keluarga Besarku SANWACANA Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Skripsi Dengan Judul “Perbedaan Manifestasi Klinis Infeksi Dengue Anak dan Dewasa di RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung”. Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapatkan masukan, bantuan, dorongan, saran, bimbingan dan kritik dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P selaku rector Universitas Lampung. 2. Dr. dr. Muhartono, S.Ked, M.Kes.,Sp.PA selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung; 3. dr. Ety Apriliana, M.Biomed selaku pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk membantu, memberi kritik, saran, dan membimbing dalam penyelesaian skripsi ini; 4. Dr. dr. Jhons Fatriyadi Suwandi, M.Kes selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk membantu, memberi kritik, saran, dan membimbing dalam penyelesaian skripsi ini; 5. Dr. Agustyas Tjiptaningrum, Sp.PK selaku penguji yang telah meluangkan waktu untuk membantu, member kritis, saran dan membimbing dalam penyelesaian skripsi ini; 6. dr. Anggraini Janar Wulan, M.Sc selaku pembimbing akademik yang selalu bersedia dalam mendengar curahan dan memberi nasihat demi kebaikan akademik selama menempuh masa pre-klinik; 7. Orang tua tercinta, Ibu (Suryati) dan Bapak (Siman, S.Ag, M.Pd.i). Terimakasih atas do’a yang senantiasa dicurahkan, nasihat, bimbingan serta kasih sayang dan dukungan yang tidak pernah putus. 8. Kedua adikku tersayang Dwi Mar’atus Shalihah dan Zeist Zahra Maharani, Mbah Kakung dan Mbah Putri, Lek Mufid, Bi Kasmi tersayang, dan keluarga besar terima kasih atas dukungan dan kasih sayang yang tidak pernah putus. 9. Petugas bagian rekam medik RS Urip Sumoharjo yang dengan ikhlas membantu penelitian saya 10. Seluruh Civitas Akademika FK Unila atas ilmu, pengalaman berharga dan kelancaran yang telah diberikan penulis untuk menambah wawasan penulis; 11. Tim penelitian skripsi Nisa Arifa, M. Jyuldi Prayoga, Annisa Wahyuni, Adlia Ulfa. Terimakasih atas kerjasama serta dukungannya; Teman- teman bimbingan 2, Fia, Rosi, Ica. Teman dosen pembahas, Dani dan Farishal. 12. Keluarga keduaku Fauziah, Indrani, Nida, Sayyi, Zahra, Zulfa, Hanum, Meti, Wahid, Fadel, Fuad, Marco, Tito dan Firza yang sudah banyak membantu, memberikan semangat, berbagi canda tawa bersama dan merasakan kebersamaan pada fase kehidupan menjadi mahasiswa/i kedokteran. 13. Teman terdekatku Shafira Fauzia, Sutria, Azrie, Laras, Azzren, Vita, Wulan, Siti Masruroh, Dea Nur, Triola, Nismar, Rosi, Astriani Rahayu, Melly Setiawati, Analia yang selalu memberi semangat. 14. Teman-teman angkatan 2013 (CERE13ELLUMS) yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terimakasih atas kebersamaan dan kerjasama dalam mengemban ilmu. 15. Teman-teman SMP, Riska, Erva, Puteri Jati, Siti Maisaroh. 16. Teman-teman SMA Arnisa Aulia, Karimah Sofa, Syifa, dan 12 IPA 4. Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Akan tetapi, sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita semua. Aamiin. Bandar Lampung, Januari 2017 Penulis, Wahidatur Rohmah DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI....................................................................................................... v DAFTAR TABEL............................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 4 1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 5 1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................. 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Dengue ........................................................................................ 7 2.1.1 Epidemiologi ..................................................................................... 7 2.1.2 Patogenesis........................................................................................ 15 2.1.3 Gambaran Klinis ............................................................................... 18 2.1.4 Diagnosis........................................................................................... 22 2.2 Kerangka Teori........................................................................................ 24 2.3 Kerangka Konsep .................................................................................... 25 2.4 Hipotesis.................................................................................................. 25 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian..................................................................................... 26 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................. 26 3.3 Populasi dan Subjek ................................................................................ 26 3.4 Subjek...................................................................................................... 27 3.5 Kriteria Inklusi dan Ekslusi..................................................................... 28 3.6 Variabel Penelitian .................................................................................. 28 3.7 Definisi Operasional Variabel................................................................. 29 3.8 Prosedur Penelitian.................................................................................. 30 3.9 Teknik Analisis Data............................................................................... 30 3.10 Etika Penelitian ..................................................................................... 30 3.11 Alur Penelitian ...................................................................................... 31 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ........................................................................................................ 32 4.1.1 Karakteristik Subyek Penelitian........................................................ 32 v 4.1.2 Manifestasi Klinis Infeksi Dengue Subyek Penelitian...................... 33 4.1.3 Perbedaan Manifestasi Klinis Pada Anak dan Dewasa..................... 35 4.2 Pembahasan............................................................................................. 37 BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ................................................................................................. 46 5.2 Saran........................................................................................................ 47 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 48 LAMPIRAN vi DAFTAR TABEL Tabel 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Halaman Definisi Operasional................................................................................ 29 Distribusi Subyek Penelitian ................................................................... 32 Manifestasi Klinis Subyek Penelitian ..................................................... 33 Distribusi Frekuensi Derajat Infeksi Dengue.......................................... 33 Distribusi Subyek Berdasarkan Kadar Hemoglobin ............................... 34 Distribusi Subyek Berdasarkan Nilai Hematokrit .................................. 34 Distribusi Subyek Berdasarkan Jumlah Trombosit ................................ 35 Analisis Perbedaan Manifestasi Klinis Anak dan Dewasa .................... 36 Analisis Perbedaan Hemoglobin, Hematokrit, dan Trombosit Penderita Infeksi Dengue. ....................................................................................... 36 Analisis Perbedaan Hemoglobin, Hematokrit, dan Trombosit Berdasarkan Derajat Penyakit. ............................................................... 37 vii DAFTAR GAMBAR Gambar 1. 2. 3. Halaman Kerangka Teori Penelitian............................................................................24 Kerangka Konsep Penelitian ........................................................................25 Alur Penelitian .............................................................................................31 viii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Dengue merupakan penyakit infeksi akut sistemik yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina (Bhatt, Gething, Brady et al., 2013). Selama lebih dari tiga dekade terakhir telah terjadi peningkatan secara global frekuensi terjadinya insiden infeksi dengue di seluruh dunia. Infeksi ini telah menjadi endemik di lebih dari 100 negara di wilayah tropis dan subtropis. World Health Organization (WHO) memperkirakan 500.000 manusia yang sebagian besarnya adalah anak-anak dirawat di rumah sakit dan 2,5% di antaranya meninggal tiap tahunnya akibat infeksi dengue (WHO, 2011). Wilayah Asia Tenggara merupakan wilayah yang paling terpengaruh oleh infeksi dengue. Pada tahun 2009, hampir semua negara di wilayah tersebut melaporkan kejadian luar biasa (KLB), termasuk Indonesia. Pada tahun 2012, kasus demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia mencapai 90.245 kasus (incidence rate (IR)= 37,11/100.000) dengan angka kematian sebesar 816 kasus (case fatality rate (CFR)= 0,90) (WHO, 2011; Kemenkes, 2013). 2 Provinsi Lampung masuk ke dalam kategori 10 besar provinsi dengan IR dan CFR DBD tertinggi, yakni 64,87 per 100.000 penduduk untuk IR dan 1% untuk CFR pada tahun 2013 (Kemenkes, 2013). Data dinas kesehatan kota Bandar Lampung menunjukkan bahwa pada tahun 2010, jumlah penderita di Bandar Lampung mencapai 763 orang dan yang meninggal 16 orang. Pada tahun 2011, jumlah penderita mencapai 413 orang dan yang meninggal 7 orang. Pada tahun 2012, terjadi peningkatan jumlah penderita DBD hingga mencapai 1.111 orang dan meninggal 11 orang, jumlah tersebut merupakan jumlah tertinggi dibanding kabupaten lain (Dinkes, 2013; Sukohar, 2014). Angka kematian pada DBD yang tinggi disebabkan sulitnya memprediksi perjalanan klinik DBD yang memiliki tiga fase berbeda. Fase ini dimulai dari fase febril, kritis, hingga recovery atau pemulihan. Infeksi dengue juga memiliki spektrum klinis yang luas mulai dari demam yang tidak khas (undifferentiated febrile illness), demam dengue (DD) dengan atau tanpa perdarahan, DBD, sampai keadaan yang paling berat yang dapat menyebabkan kematian yaitu sindrom syok dengue (SSD) (Setiabudi, Setiabudiawan, Parwati, et al., 2013). World Health Organization pada tahun 2009 mengklasifikasikan infeksi dengue berdasarkan tingkat keparahannya, yakni infeksi dengue (dengan atau tanpa tanda bahaya) dan severe dengue. Selain itu WHO guidelines 2011 juga merupakan konsensus yang ada guna membantu klinisi dalam merekognisi evolusi infeksi dengue dalam berbagai bentuk keparahannya sehingga diagnosis dan manajemen yang tepat dapat tercapai. Penyakit Dengue merupakan satu 3 entitas dengan hasil akhir serta evolusi klinis yang tidak dapat diprediksi. Pasien tanpa tanda bahaya memungkinkan untuk berkembang menuju severe dengue. Akhirnya hal ini menyebabkan keterlambatan pengelolaan yang mengakibatkan komplikasi seperti perdarahan dan disfungsi organ ganda hingga kematian (WHO, 2012). Patogenesis yang menerangkan mengapa proporsi kecil orang yang terinfeksi virus dengue dapat memperlihatkan manifestasi berat, sementara sebagian besar tidak, sampai saat ini belum dapat diterangkan sepenuhnya. Secara umum, ada tiga faktor yang berperan dalam patogenesisnya, yakni faktor pejamu (host), faktor virus, dan faktor imun host (imunopatogenesis). Faktor host yang sering dikemukakan yaitu usia, status gizi, dan genetik (Setiabudi, Setiabudiawan, Parwati, et al., 2013) Penelitian Kittigul et al mengungkap terdapat perbedaan signifikan dalam gejala klinis maupun temuan laboratorium berdasarkan usia penderita penyakit dengue. Beberapa gejala klinis seperti petekie, nyeri retro-orbital, sakit kepala, nyeri sendi, myalgia, mual, muntah, hematuria, dan menorrhagia lebih sering dijumpai pada dewasa. Sementara epistaksis, oliguria, hematemesis, melena, hepatomegali, dan kebocoran plasma lebih umum dijumpai pada anak (Kittigul L, Pitakarnjanakul P, Sujirarat, 2007). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh De Souza et al didapatkan muntah, nyeri abdomen, perdarahan mukosa, dan pembesaran hepar lebih banyak terdapat pada usia dewasa dibandingkan anak (de Souza, Pessanha, Mansur et al, 2013). 4 Berdasarkan uraian di atas, peneliti bermaksud untuk membandingkan gejala klinis antara kelompok usia anak (5-18 tahun) dan kelompok usia dewasa (≥1965 tahun). Hal ini didasarkan karena meskipun penyakit dengue telah banyak menyerang usia dewasa, kejadian syok dan kematian lebih banyak terjadi pada usia anak (WHO, 2011). Dibutuhkan penelitian mengenai perbedaan gejala klinis pada anak dan dewasa guna mempermudah mengenali gejala khas, mendiagnosis, dan melakukan tatalaksana awal penanganan infeksi dengue agar angka kematian yang diakibatkan dapat ditekan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Apa saja manifestasi klinis infeksi dengue pada pasien anak dan dewasa di RS Urip Sumoharjo? 2. Apakah terdapat perbedaan ada tidaknya gejala muntah antara pasien infeksi dengue anak dan dewasa di RS Urip Sumoharjo? 3. Apakah terdapat perbedaan ada tidaknya perdarahan antara pasien infeksi dengue anak dan dewasa di RS Urip Sumoharjo? 4. Apakah terdapat perbedaan nilai hemoglobin antara pasien infeksi dengue anak dan dewasa di RS Urip Sumoharjo? 5. Apakah terdapat perbedaan nilai hematokrit antara pasien infeksi dengue anak dan dewasa di RS Urip Sumoharjo? 6. Apakah terdapat perbedaan jumlah trombosit antara pasien infeksi dengue anak dan dewasa di RS Urip Sumoharjo? 5 7. Apakah perbedaan manifestasi klinis berdasar derajat keparahan pada anak dan dewasa? 1.3 Tujuan penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui apa saja gejala klinis infeksi dengue pada pasien anak dan dewasa di RS Urip Sumoharjo 2. Mengetahui perbedaan ada tidaknya gejala muntah antara pasien infeksi dengue anak dan dewasa di RS Urip Sumoharjo. 3. Mengetahui perbedaan perdarahan antara pasien infeksi dengue anak dan dewasa di RS Urip Sumoharjo. 4. Mengetahui perbedaan nilai hemoglobin antara pasien infeksi dengue anak dan dewasa di RS Urip Sumoharjo. 5. Mengetahui perbedaan nilai hematokrit antara pasien infeksi dengue anak dan dewasa di RS Urip Sumoharjo. 6. Mengetahui perbedaan jumlah trombosit antara pasien infeksi dengue anak dan dewasa di RS Urip Sumoharjo. 7. Terdapat perbedaan manifestasi klinis berdasar derajat keparahan pada anak dan dewasa. 6 1.4 Manfaat penelitian Manfaat penelitian adalah sebagai berikut: 1. Bagi Peneliti Untuk menambah pengetahuan mengenai tata cara penulisan karya ilmiah yang baik dan mengetahui perbedaan manifestasi klinis pada penderita infeksi dengue anak dan dewasa di RS Urip Sumoharjo. 2. Bagi Institusi Pendidikan Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat dipublikasikan sehingga memberikan sumbangan informasi bagi ilmu pengetahuan di bidang kedokteran 3. Manfaat Bagi Klinisi Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan klinisi untuk menentukan derajat klinik, gejala khas, dan prognosis pasien infeksi dengue. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Infeksi Dengue 2.1.1 Epidemiologi Infeksi Dengue merupakan penyakit infeksi virus mosquito-borne yang paling cepat penyebarannya di dunia (WHO, 2009). Infeksi dengue dalam berbagai spektrum klinisnya selama lebih dari 30 tahun terakhir telah menjadi masalah kesehatan global. Penyakit ini ditemukan pada wilayah tropis dan subtropis terutama area urban dan semi-urban dimana kondisi lingkungan mendukung sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti. Diperkirakan 50 juta infeksi dengue terjadi di seluruh dunia tiap tahunnya; 500.000 manusia dengan DBD membutuhkan perawatan rumah sakit dan 2,5 % mengalami kematian (WHO, 2011). Tiap sepuluh tahun, jumlah kasus infeksi dengue yang dilaporkan kepada WHO terus tumbuh secara eksponensial. Tahun 2000-2008, jumlah kasus mencapai 1.656.870 atau tiga kali interval tahun 1990-1999 yang sebesar 479.848 kasus. Tahun 2008, dilaporkan aktivitas dengue terjadi pada 69 negara WHO di wilayah Pasifik Barat, Amerika, dan Asia Tenggara. Perancis dan Croatia melaporkan adanya kemungkinan KLB pada tahun 2010. Pada tahun 2012, Pulau Madeira di Portugal melaporkan terjadinya KLB. Hingga 8 sampai di tahun 2015 merupakan kategori KLB yang besar di seluruh dunia, wilayah Asia Tenggara khususnya Filipina dan Malaysia melaporkan masingmasing 169.000 dan 111.000 kasus tersangka dengue (WHO, 2016). Infeksi Dengue merupakan kasus endemik di kebanyakan negara pada wilayah Asia Tenggara. Pada tahun 2009, hampir semua negara di wilayah ini, kecuali Korea, melaporkan terjadinya KLB. Deteksi keempat serotipe virus di negaranegara tersebut menjadikannya negara hyperendemic, sehingga WHO memberi variabel endemisitas yang terdiri dari beberapa kategori berdasar tingkat endemisitasnya. Indonesia yang merupakan salah satu negara di wilayah Asia Tenggara bersama enam negara lainnya, seperti India, Sri Lanka, Thailand, Timor-Leste dan Maldives, masuk ke dalam kategori A variabel endemisitas tersebut (WHO, 2011). Kemenkes RI pada tahun 2013 melaporkan bahwa selama 45 tahun terakhir, DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat. Penyakit ini telah menyebar di 33 provinsi dan 436 kabupaten/kota dari 497 kabupaten/kota (88%). Angka kesakitan atau IR terus meningkat dan cenderung menurun pada tahun 2010 ke 2011 kemudian meningkat kembali pada tahun 2012 ke 2013. (41,25 per 100.000 penduduk). Bali, DKI Jakarta, dan Kalimantan Timur merupakan tiga provinsi dengan IR tertinggi, sementara IR terendah ditempati oleh Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara Timur (Kemenkes, 2013). 9 Case Fatality Rate pada awal masuknya penyakit ini ke Indonesia tergolong tinggi yakni 41,4%, namun kemudian dapat ditekan karena manejemen pelayanan kesehatan yang lebih baik hingga mencapai 0,7% pada tahun 2013. Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, dan Nusa Tenggara Timur merupakan provinsi dengan CFR tertinggi pada tahun 2013 (Kemenkes, 2013). Provinsi Lampung menurut data yang diperoleh masuk ke dalam kategori 10 besar provinsi dengan IR dan CFR tertinggi di Indonesia, yakni 64,87 per 100.000 penduduk untuk IR dan 1% untuk CFR pada tahun 2013 (Kemenkes, 2013). Hal ini menunjukkan perubahan dibandingkan dengan laporan Dinas Kesehatan Provinsi Lampung pada tahun 2012, yakni IR mencapai 68,44 per 100.000 penduduk (di atas IR nasional: 55 per 100.000 penduduk) yang berarti menurun, sementara CFR pada tahun tersebut kurang dari 1% yang berarti meningkat (Dinkes, 2013) Data dinas kesehatan kota Bandar Lampung menyebutkan pada tahun 2010, jumlah penderita DBD di Bandar Lampung mencapai 763 orang dan yang meninggal 16 orang. Pada tahun 2011, jumlah penderita DBD di Bandar Lampung mencapai 413 orang dan yang meninggal 7 orang. Pada tahun 2012, terjadi peningkatan jumlah penderita DBD di Bandar Lampung mencapai 1.111 orang dan meninggal 11 orang, jumlah tersebut merupakan tertinggi dibanding dengan kabupaten lain (Sukohar, 2014). 10 Pemicu dibalik ekspansi global penyakit ini meliputi berbagai faktor baik itu faktor biotik (virus, vektor, dan host) maupun faktor abiotik (temperatur, kelembaban, curah hujan). a. Virus Virus dengue adalah virus RNA rantai tunggal, berbentuk sferis, positifsense, berselubung, berdiameter 50nm, anggota genus Flavivirus, dan famili Flaviviridae. Virus ini memiliki empat serotipe, yakni DENV I, DENV II, DENV III, dan DENV IV. Genom RNA virus mencakup 10.700 nukleotida dan mengkode 3.411 prekursor asam amino poliprotein yang meliputi 3 protein struktural (capsid [c], precursor membrane [prM], dan envelope [E]) dan 7 protein non-struktural (NS1, NS2A, NS2B, NS3, NS4A, NS4B, dan NS5) (Back & Lundkvist, 2013). Setiap infeksi karena serotipe virus dengue dapat menyebabkan manifestasi klinis dan profil epidemiologi yang bervariasi, sehingga sangat sulit untuk menilai karakteristik klinis dan hasil laboratorium yang khas untuk setiap serotipe. Beberapa laporan menyatakan bahwa DENV-2 dan DENV-3 menyebabkan manifestasi klinis yang lebih berat dibandingkan dengan serotype lainnya. Manifestasi klinis yang lebih ringan disebabkan karena DENV-4 (Andriyoko, Parwati, Tjandrawati, et al., 2011). 11 b. Vektor dan Penularan Nyamuk Aedes aegypti adalah vektor utama penularan virus dengue sedangkan nyamuk Aedes albopictus menjadi vektor pendampingnya. Kedua spesies nyamuk memiliki genus Aedes dari famili Culicidae, berukuran lebih kecil dibandingkan dengan ukuran rata-rata nyamuk lain. Nyamuk ini dapat hidup optimal pada ketinggian 1000 hingga 1.500 meter di atas permukaan laut. Tahapan hidup nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus adalah telur, larva, pupa, kemudian dewasa. Keduanya meletakkan telurnya di atas genangan air, telur ini dapat bertahan hingga lebih dari enam bulan. Proses dari telur menjadi nyamuk dewasa terjadi sedikitnya 7-8 hari pada Aedes aegypti, sementara Aedes albopictus membutuhkan waktu 7-9 hari dan nyamuk dewasa dapat bertahan hidup selama tiga minggu.. Nyamuk betina dan jantan memakan nektar tanaman, namun demikian nyamuk betina membutuhkan darah untuk memproduksi telur. Nyamuk ini beroperasi siang hari, terutama dua jam setelah matahari terbit dan beberapa jam sebelum matahari tenggelam (CDC, 2016). Secara morfologis keduanya dapat dibedakan dari strip putih yang terdapat pada bagian skutum. Skutum Ae. Aegypti berwarna hitam dengan strip putih sejajar di bagian dorsal tengah diapit oleh dua garis lengkung berwarna putih. Sementara skutum Ae. albopictus hanya berisi satu garis putih tebal di bagian dorsalnya (Candra, 2010). Nyamuk Ae. aegypti berasal dari Afrika sedangkan Ae.albopictus berasal dari wilayah Asia Tenggara (WHO, 2011) 12 Agar transmisi dapat terjadi, nyamuk Aedes betina harus menggigit manusia yang terinfeksi selama fase viremia yang bermanifestasi dua hari sebelum onset demam dan berakhir 4-5 hari pasca onset. Setelah menelan darah terinfeksi, virus bereplikasi di dalam lapisan sel epithelial midgut dan selanjutnya ke dalam haemocoele untuk menginfeksi kelenjar saliva. Saluran genital nyamuk juga terinfeksi, virus dapat sepenuhnya masuk ke dalam telur yang sedang berkembang. Periode inkubasi ekstrinsik (IEP) berakhir mulai dari 8 hingga 12 hari dan nyamuk akan tetap terinfeksi sepanjang hidupnya. Transmisi ini biasanya terjadi selama musim hujan dimana temperatur dan kelembaban mendukung untuk terjadinya perkembangbiakan nyamuk (WHO, 2011). c. Host Terdapat beberapa faktor host yang penting dalam menilai outcome manifestasi klinis dengue, antara lain status imunitas, usia, jenis kelamin, penyakit, dan genetik (Yacoub, Mongkolsapaya, Screaton, 2016). Sistem imunitas dalam pertahanan tubuh melawan penyakit berhubungan dengan usia. Sistem imun pada anak usia satu hingga lima tahun masih belum matang. Terdapat jumlah sel T yang tinggi pada neonatus tetapi berupa sel naif dan tidak memberikan respon adekuat terhadap antigen. Pada bayi usia beberapa bulan pertama sangat tergantung pada IgG ibu. (Baratawidjaja & Rengganis, 2004). Kejadian DBD lebih sering terjadi pada anak imunokompeten dan status gizi yang baik, hal ini berhubungan 13 dengan respon imun yang baik, yang dapat menyebabkan terjadinya DBD berat (Candra, 2010). Status nutrisi mempengaruhi derajat berat ringannya penyakit berdasarkan teori imunologi yaitu gizi baik meningkatkan respon antibodi. Reaksi antigen dan antibodi yang berlebihan menyebabkan infeksi dengue lebih berat. Walaupun demikian, mekanisme peningkatan SSD pada obesitas masih belum jelas. Sel adiposit jaringan lemak mensekresikan dan melepaskan sitokin pro-inflamasi yaitu TNFα (tumour necrosis factor α) dan beberapa interleukin (IL) yaitu IL-1β, IL-6, dan IL-8. Pada obesitas terjadi peningkatan ekspresi TNF α dan IL-6. Salah satu efek TNF α adalah meningkatkan permeabilitas kapiler sedangkan pada SSD juga terjadi produksi TNF α, IL-1, IL-6 dan IL-8 (Elmy S, BNP Arhana, IKG Suandi, 2009). Anak akan lebih mudah mengalami kebocoran plasma karena secara intrinsik endotel vaskulernya lebih permeabel, semantara gangguan organ dan perdarahan lebih sering terjadi pada dewasa (Yacoub, Mongkolsapaya, Screaton, 2016). Usia merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi kepekaan terhadap infeksi virus dengue. Semua usia dapat terserang infeksi dengue, namun manifestasi dan gambaran klinik dari berbagai usia bisa mengalami perbedaan. Data dari beberapa negara di Asia Tenggara menunjukkan ratarata usia yang dilaporkan mengalami kasus infeksi dengue meningkat dari 14 5-9 tahun menjadi anak yang berusia lebih tua dan usia dewasa (Tantawichien, 2012; Carabali, Hernandez, Arauz et al., 2015). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penderita berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh laki-laki lebih banyak beraktivitas di luar rumah sehingga lebih rentan terkena gigitan nyamuk Aedes aegypti yang juga lebih aktif dua jam setelah matahari terbit dan beberapa jam sebelum matahari tenggelam (CDC, 2016) Peningkatan hubungan terhadap penyakit kronis seperti, asma bronkial, diabetes mellitus, ulkus peptik, dan sickle cell anemia telah diobservasi. Meskipun demikian pengaruh infeksi dengue terhadap penyakit-penyakit kronik dan patogen lain masih membutuhkan investigasi lebih lanjut. Studi kontrol di Singapura mendemonstrasikan bahwa usia dewasa dengan komorbiditas penyakit diabetes meningkatkan risiko DBD. Patogenesis hubungan antara diabetes dan DBD masih belum jelas, tetapi ada hubungannya dengan disfungsi imun tubuh (Rowe, Leo, Wong et al., 2014). Faktor genetik dari host diperkirakan memiliki peran penting terhadap penyakit ini. Telah dilakukan penelitian terhadap epidemi infeksi dengue di Cuban dimana terdapat penurunan risiko DBD/SSD terhadap orang Afrika dibandingkan dengan Eropa. Etnis Cina juga memiliki kerentanan 15 lebih tinggi dibanding dengan etnis selainnya seperti Melayu dan India (Pang, Salim, Lee et al., 2012). Agar dapat memahami hal ini, gen HLA polimorfik menjadi target studi dari para kandidat guna mencari hubungannya terhadap DBD/SSD. Beberapa studi serologi dari alel-alel HLA kelas I telah dicobakan di antara populasi dan ditemukan korelasi kerentanan dari berbagai macam alel HLA kelas I terhadap DBD. Frekuensi yang tinggi dari alel HLA kelas I A*31 dan B*15 ditemukan pada individu Cuban simptomatik terhadap infeksi DENV. Sementara kontrol asimptomatik menunjukkan peningkatan frekuensi alel HLA II DRB1*07 dan DRB1*04. DRB1*04 merupakan alel yang paling banyak dan berhubungan dengan resistensi DBD pada orang Meksiko Mestizo. Populasi Meksiko Mestizo dan populasi Cuban memiliki latar belakang yang sama yakni Ameridian, maka hal yang mungkin pada identifikasi alel HLA kelas II dapat menjelaskan hubungan terhadap proteksi infeksi dengue (Back & Lundkvist, 2013). 2.1.2 Patogenesis Telah dilakukan berbagai penelitian dalam memahami patogenesis infeksi dengue, meski demikian mekanisme pastinya masih belum sepenuhnya dapat dijelaskan. Demam berdarah dengue terjadi pada sebagian kecil pasien infeksi dengue. Meskipun biasanya dialami oleh penderita dengan infeksi dengue sekunder, DBD juga dapat terjadi pada infeksi primer. Observasi mengenai 16 severe dengue lebih sering terjadi pada infeksi sekunder dapat dijelaskan oleh ADE (antibody-dependent enhancement), dimana antibodi heterotipik nonnetralisasi dari infeksi dengue sebelumnya memfasilitasi penempelan virus pada reseptor Fc dari monosit dan makrofag yang mengarah pada viral load dan respon pertanda inflamasi yang lebih lagi (Guzman, Alvarez, Halstead et al., 2013). Reaksi silang sel T memori juga memainkan peran penting sebagai pemicu kaskade inflamasi. Peran sel CD8+ dalam patogenesis penyakit yang parah dengan cepatnya terlibat dengan beberapa studi yang menyatakan bahwa peran patogeniknya muncul sejalan dengan peningkatan frekuensi reaksi silang sel T CD8+ yang ditemukan pada DBD/SSD selama infeksi sekunder. Temuan lainnya mendemonstrasikan respons sel T paling banyak ditandai dengan protein NS3, sitokin yang tinggi, dan CD107a yang rendah. Keluaran sitokin, TNFα, dan mediator vasoaktif lain memainkan peran penting bagi peningkatan permeabilitas kapiler pada severe dengue (Yacoub, Mongkolsapaya, Screaton, 2016). Studi mengenai imunopatologis mekanisme kerusakan vaskuler masih kurang, namun NS1 dikaitkan dengan patogenesis kebocoran vascular. Tingginya level NS1 solubel diidentifikasi dalam plasma pasien dari fase awal penyakit hingga lebih dari dua mnggu seperti halnya viral load, antigenemia dari NS1 muncul dan berkorelasi dengan keparahan penyakit. NS1 dan protein E virus dapat menempel pada heparin sulfat, salah satu glycosaminoglycan (GAGs) utama, 17 dalam glikokaliks lapisan sel endotel. Glikokaliks berhubungan dengan charge negative network dari glikoprotein, proteoglikan, dan GAGs yang menutup permukaan luminal endothelial mikrovaskuler. Mereka menyediakan ukuran dan selektifitasnya terhadap permeabilitas dinding kapiler seperti berperan sebagai sebuah transduser stress. Aderen dari NS1 dari protein E DENV terhadap glikokaliks dimungkinkan berkontribusi terhadap karakteristik kebocoran vaskuler yang berhubungan dengan severe dengue (Modhiran, Watterson, Muller et al., 2015). Antibodi anti-NS1 dan NS1 juga berimplikasi terhadap patogenesis trombositopenia dan koagulopati yang merupakan karakteristik infeksi dengue. NS1 juga mengaktivasi komplemen yang berkontribusi dalam kebocoran vaskuler melalui anafilatoksin dan kompleks komplemen terminal SC5b-9. Tingginya NS1 dan SC5b-9 pada pasien infeksi dengue berkorelasi dalam keparahannya, mereka terdeteksi sejalan dengan C5a anafilatoksin dalam cairan pleural pasien SSD. Parameter imunologik yang memainkan peran dalam patogenesis severe dengue juga mencakup frekuensi plasmablast yang tinggi saat fase kritis, aktivasi sel mast dan mediator mast-cell derived, faktor pertumbuhan vaskuler, dan kompleks antibody-immune (Yacoub, Mongkolsapaya, Screaton, 2016). Trombositopenia dimulai dengan supresi sum-sum tulang belakang selama fase viremia febril dari penyakit. Progresif trombositopenia dengan penurunan suhu tubuh sampai ke normal hasil dari destruksi platelet immune mediated. 18 Kompleks virus-antibodi terdeteksi pada permukaan platelet pasien DBD yang mengarahkan pada peran ini ditambah dengan adhesi platelet pada sel endotel vaskuler hasil dari keluaran level yang tinggi platelet-activating factor oleh monosit dengan heterologous secondary infection. Plasma fibrinogen rendah terdeteksi pada DBD dapat menjadi refleksi hilangnya ruang interstitial dalam latar peningkatan permeabilitas vaskuler. Heparan sulfat memberntuk bagian dari glikokaliks yang mana jika dihancurkan oleh respon sitokin pada DBD bebas dalam sirkulasi dan beraksi seperti antikoagulan dapat menjelaskan pemanjangan APTT (Activated Partial Protromboplastin Time). Gangguan pada kedua hal tersebut merupakan peran penting dalam terjadinya perdarahan spontan (Sellahewa, 2013) 2.1.3 Gambaran Klinis Terdapat tiga fase penyakit setelah periode inkubasi virus berakhir, yakni fase febril, fase kritis, dan fase recovery. a. Fase febril Pasien biasanya akan mengalami demam derajat tinggi secara mendadak. Fase febril akut berakhir 2-7 hari dan sering kali diikuti oleh ruam facial, eritema kulit, sakit di sekujur tubuh, myalgia, arthralgia, retroorbital pain, fotofobia, rubeliform exanthema, dan sakit kepala. Beberapa pasien juga dapat mengalami sakit tenggorokan, anoreksia, dan muntah. Sulit untuk membedakan infeksi dengue secara klinis dari non-dengue saat fase febril. Tes tourniquet yang positif mengindikasikan peningkatan probabilitas 19 dengue dan krusial dalam memonitor warning signs, namun gambaran klinis ini tidak dapat memprediksi keparahan penyakit. abnormalitas paling awal dalam pengukuran tes darah lengkap ialah penurunan secara progresif pada jumlah sel darah putih yang mana dapat dijadikan sebagai pertanda kemungkinan besar infeksi dengue (WHO, 2012). b. Fase kritis Selama fase febril menuju afebril, pasien tanpa peningkatan permeabilitas kapiler akan mengalami perbaikan tanpa melalui fase critical. Pasien dengan peningkatan permeabilitas kapiler dapat memiliki manifestasi klinis berupa warning sign sebagai hasil dari kebocoran plasma. Warning sign merupakan tanda dimulainya fase critical. Pasien menjadi buruk keadaannya ketika temperatur menurun ke 37,5oC-38oC atau kurang dan terus berada di bawah level ini, biasanya terjadi pada hari ke 3-8 (WHO, 2012). Leukopenia progresif diikuti penurunan jumlah platelet secara cepat dan peningkatan hematokrit di atas batas normal mengindikasikan kebocoran plasma. Periode klinis signifikansi kebocoran plasma biasanya berakhir selama 24-48 jam. Derajat hemokonsentrasi merefleksikan keparahan kebocoran plasma yang akan berkurang dengan terapi cairan intravena. Pengukuran hematokrit adalah esensial bagi sinyal dibutuhkannya terapi cairan. Efusi pleura dan ascites biasanya hanya terdeteksi setelah terapi 20 intravena kecuali bila kebocoran plasma terjadi dengan signifikan (WHO, 2012). c. Fase recovery Jika pasien dapat bertahan selama 24-48 fase kritis, maka reabsorpsi gradual cairan kompartemen esktravaskular akan mengikuti di 48-72 jam berikutnya. Perbaikan gejala umum, kembalinya selera makan, gejala gastrointestinal yang membaik, stabilitas hemodinamik, dan diuresis membaik merupakan tanda fase ini. Begitu pula dengan peningkatan hitung sel darah putih dan stabilitas hematokrit (WHO, 2012). Infeksi virus dengue memiliki spektrum klinis yang luas, mulai dari gambaran asimptomatik yang menyebabkan undifferentiated febrile, demam dengue, hingga gambaran parahnya yakni DBD dan SSD. Infeksi terhadap satu jenis serotipe virus akan memberikan imunitas seumur hidup terhadap serotipe tersebut, namun proteksi silang hanya berlangsung singkat terhadap serotipe yang lain (WHO, 2011). a. Undifferentiated fever Infant, anak, dan dewasa yang telah terinfeksi virus dengue, terutama infeksi primer, akan menimbulkan gejala demam yang tidak dapat dibedakan dengan infeksi virus lain. Ruam makulopapular, gejala respiratori dan gastrointestinal biasanya menyertai demam ini (WHO, 2011). 21 b. Demam dengue Setelah periode inkubasi selama 4-6 hari, berbagai gejala konstitusional muncul. Biasanya onset DD mendadak dengan suhu yang meningkat tajam antara 39oC dan 40oC selama 5-7 hari pada kebanyakan kasus. Demam dengue merupakan gejala panas akut yang terkadang bifasik dengan sakit kepala yang parah, myalgia, arthralgia, ruam, nyeri retro-orbital gerakan mata, fotofobia, nyeri sendi, abdominal tenderness, leukopenia, dan trombositopenia. Perdarahan gastrointestinal, hypermenorrhea, dan epistaksis jarang terjadi (Vernon J. David, Lye, Sun, et al., 2008) c. Demam berdarah dengue dan sindrom syok dengue Demam berdarah dengue lebih sering terjadi pada anak kurang dari 15 tahun di daerah hiperendemik. Biasanya DBD terjadi pada anak dengan infeksi virus dengue sekunder. Meskipun demikian, insiden DBD pada dewasa kini juga meningkat. Karakteristik DBD mencakup onset akut panas yang tinggi juga disertai gejala yang mirip dengan DD pada fase awal febril. Pada fase akhir febril, terdapat kemungkinan untuk berkembangnya DBD ke syok hipovolemik dan kebocoran plasma. Demam berdarah dengue dapat dibedakan dari DD dengan hadirnya peningkatan permeabilitas vaskuler (sindrom kebocoran plasma) dan pertanda trombositopenia (<100.000/µl) terkait dengan perdarahan, hepatomegali, dan fungsi liver abnormal. Kegagalan respirasi akut meskipun komplikasi yang jarang pada dewasa memiliki tingkat mortalitas yang tinggi. (Wang, Liu, Liao, et al., 2007) 22 Kehadiran warning sign seperti muntah persisten, sakit bagian abdominal, letargi, iritabilitas, dan oliguria merupakan pertanda penting guna mencegah syok. Kebocoran plasma dimulai saat transisi dari febril menuju fase afebril yang pada fase awal tidak dapat dideteksi dengan pemeriksaan fisik. Syok dikarakteristikkan dengan nadi yang cepat dan lemah, penyempitan tekanan nadi ≤20mmHg, peningk atan tekanan diastolik hingga 100/90mmHg atau hipotensi. 2.1.4 Diagnosis Diagnosis infeksi dengue dapat ditegakkan melalui kriteria klinis dan temuan laboratorium. Kriteria klinis mencakup sakit kepala, retro-orbital pain, myalgia, arthralgia, ruam, dan manifestasi perdarahan. Diagnosis DD meliputi kumpulan kriteria klinis ditambah leukopenia (white blood count ≤5000cells/mm3), trombositopenia ≤150.000 cells/mm 3, peningkatan hematokrit 5%-10% tanpa kebocoran plasma; DBD derajat I, kriteria klinis ditambah trombositopenia <100.000cells/mm3, HT meningkat ≥20%, dan bukti kebocoran plasma; DBD II, DBD derajat I ditambah perdarahan spontan dengan trombositopenia <100.000cells/mm3, HT meningkat ≥20%; DBD III, DBD derajat I ditambah derajat II dengan kegagalan sirkulasi (nadi lemah ≤20mmHg, hipotensi) dan trombositopenia <100.000cells/mm3, HT meningkat ≥20%; DBD IV, DBD III dengan temuan syok berupa nadi dan tekanan darah takterukur trombositopenia <100.000cells/mm3, HT meningkat ≥20% (WHO, 2011) 23 Diagnosis laboratorium infeksi dengue bergantung pada fase klinis penderitanya. Pada fase awal penyakit demam dan viremia diikui oleh adanya antigen NS1 di dalam darah. Setelah satu minggu antibody spesifik IgG dan IgM muncul dalam darah (Sharma, Seth, Mishra, et al. 2011). 24 2.2 Kerangka Teori Terdapat tiga faktor penentu derajat keparahan dengue, yakni faktor virus, host, dan lingkungan. Faktor host ditentukan oleh lima hal, yakni usia, genetik, imunitas, gizi, dan gender. Interaksi antara virus dan host akan menghasilkan serangkaian mekanisme patogenesis yang memunculkan berbagai manifestasi klinis yang kompleks. Lingkungan Anak Usia Virulensi Faktor Virus Faktor Host imunitas Serotipe virus Dewasa Genetik Infeksi primer Gender Infeksi sekunder reaksi kompleks virus-antibodi Gizi Peningkatan permeabilitas vaskuler Trombositopenia Gejala Klinis Muntah Manifestasi perdarahan Gambar 1. Kerangka Teori Penelitian. (Sumber:Yacoub, Mongkolsapaya, Screaton, 2016;WHO, 2011;Sellahewa, 2013) 25 2.3 Kerangka Konsep Anak Manifestasi Klinis Infeksi Dengue Dewasa : Variabel bebas : Variabel terikat Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian. 2.4 Hipotesis Terdapat perbedaan manifestasi klinis infeksi dengue anak dan dewasa di RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2016-Desember 2016 di Bagian Rekam Medik RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung 3.3 Populasi dan Subjek 3.3.1 Populasi Target Populasi penelitian ini adalah semua pasien infeksi dengue anak dan dewasa di RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung. 3.3.2 Pupulasi Terjangkau Populasi terjangkau penelitian ini adalah semua pasien infeksi dengue anak dan dewasa di RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung periode November 2015November 2016. 27 3.4 Subjek Besar subjek ditentukan dengan total sampling dimana semua pasien infeksi dengue pada periode November 2015-November 2016 yang tidak memenuhi kriteria ekslusi. Besar sampel minimal dapat diukur berdasarkan rumus besar sampel dua kelompok independen: n1 = n2 = ( 2 n = Besar sampel + ( − ) ) Zα = Kesalahan tipe I yang ditetapkan 5%, maka Zα = 1,96 Zβ = Kesalahan tipe II yang ditetapkan 20%, maka Zβ = 0,84 P1 = 0,80 P2 = 0,47 Q2 = 1-P2= 0,53 Dengan demikian jika dimasukkan dalam rumus = 0,63 P = Proporsi total = Q = 1 - P = 0,37 n1=n2= ( , n= 32,50 √ , ( , , ) √ , ) Besaran minimal sampel untuk setiap kelompok yang diperoleh dari hasil perhitungan sampel adalah 32 orang. 28 Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan consecutive sampling dimana sampel yang diambil sesuai dengan nomor urutan kedatangan sampel di rumah sakit. 3.5 Kriteria Inklusi dan Eklusi 3.5.1 Kriteria Inklusi a. Pasien anak dan dewasa masing-masing berusia 5-18 tahun dan 19-65 tahun. b. Pasien yang telah didiagnosis secara klinik dan laboratorium menderita infeksi dengue. 3.5.2 Kriteria Ekslusi a. Data rekam medik tidak lengkap b. Pasien dengan koinsiden infeksi lain c. Pasien penderita penyakit diabetes mellitus 3.6 Variabel Penelitian Variabel penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut: 3.6.1 Variabel Dependen Gambaran klinis berdasarkan tingkat keparahan infeksi dengue berdasar WHO guidelines 2011; muntah, manifestasi perdarahan; hemoglobin; hematokrit; trombosit. 3.6.2 Variabel Independen a. Anak 5-18 tahun b. Dewasa ≥19-65 tahun 29 3.7 Definisi Operasional Variabel Definisi operasional dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1 yang mencantumkan definisi variabel, cara ukur, dan skala pengukuran. Tabel 1 Definisi Operasional. No Variabel Definisi Cara Ukur Skala pengukura n Variabel Independen 1. Kelompok Usia Anak: Usia 5-18 tahun Dewasa: Usia ≥19 -65tahun Hasil anamnesis pada rekam medik Nominal 1.Ya 2.Tidak Variabel Dependen 1 Muntah 2 Perdarahan (uji rumple leed positif, perdarahan GI, gusi, epistaksis) 3 Hemoglobin 7 Hematokrit 8. Trombosit Pengeluaran isi lambung melalui Hasil mulut Anamnesis dalam rekam medik Ruam dapat berupa, purpura: Hasil ekstravasasi darah ke dalam pemeriksaan kulit atau membran mukosa, fisik dalam makula merah-keunguan yang rekam medik tidak hilang pada penekanan. ; petekhie: berukuran <3mm; perdarahan pada mukosa GI, gusi, dan nasal. Laki-laki dewasa: 14.0-17.5 Melihat hasil (mean 15.7) g/dL, Wanita laboratorium dewasa: 12.3-15.3 (mean 13.8) yang tercatat g/dL; anak 6-12 tahun: mean dalam rekam 13.5 g/dL (-2SD: 11.5 g/dL), medik 12-18 tahun perempuan mean 14.0 g/dL (-2SD: 12.0 g/dL) 1218 tahun laki-laki: mean 14.5 g/dL (-2SD: 13.0 g/dL) DF: meningkat 5%-10% ; DHF: Melihat hasil meningkat ≥20% laboratorium yang tercatat dalam rekam medik DF: Trombositopenia Melihat hasil <150.000cells/mm3 ; DHF: laboratorium trombositopenia <100.000 yang tercatat cells/mm3 dalam rekam medik Nominal 1.Ya 2.Tidak Nominal 1.Ya 2.Tidak Numerik Numerik Numerik 30 3.8 Prosedur Penelitian Peneliti meminta surat izin penelitian ke bagian akademik yang ditujukan ke bagian diklat dan direktur RS Urip Sumoharjo. Setelah mendapatkan izin, peneliti mendapatkan surat pengantar dari bagian diklat ke bagian rekam medik. Data berupa gejala klinis dan temuan laboratorium yang dicatat diperoleh dari rekam medik pasien yang telah didiagnosis secara klinis dan laboratorium menderita infeksi dengue di RS Urip Sumoharjo. Pasien yang tidak memenuhi kriteria ekslusi akan menjadi subjek penelitian. Selanjutnya gejala klinis infeksi dengue pada pasien anak dan dewasa akan dibandingkan dan dianalisis. 3.9 Teknik Analisis Data Analisis data meliputi analisis deskriptif dan uji hipotesis. Digunakan analisis bivariat untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen dan variable independen. Skala nominal dianalisis menggunakan uji chi-square, apabila syarat uji chi-square tidak terpenuhi maka dilakukan uji alternatif taknik fisher exact tes untuk mengetahui perbedaan gejala klinis anak dan dewasa. Sedangkan skala numerik menggunakan uji t tidak berpasangan, tetapi apabila sebaran data tidak normal maka digunakan analisis dengan uji Mann-Whitney. 3.10 Etika Penelitian Penelitian ini telah memperoleh surat kelayakan etik oleh komisi etik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. 31 3.11 Alur Penelitian Rekam medik pasien Rumah Sakit Urip Sumoharjo Bandar Lampung Kriteria inklusi Pengambilan data 1. Muntah 2. Perdarahan 3. Hemoglobin 4. Trombosit 5. Hematokrit Pengolahan dan analisis data Gambar 1. Alur Penelitian. Kriteria ekslusi BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5. 1 SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian didapatkan simpulan sebagai berikut: 1. Didapatkan manifestasi klinis berupa muntah, hepatomegali, perdarahan (uji rumple leed positif, epistaksis, ruam, perdarahan gusi, hematoschezia, melena), trombositopenia, dan hemokonsentrasi pada pasien infeksi dengue anak dan dewasa di RS Urip Sumoharjo. 2. Terdapat perbedaan yang bermakna gejala klinis perdarahan berupa ruam pada pasien anak dan dewasa di RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung. 3. Terdapat perbedaan yang bermakna manifestasi klinis nilai hemoglobin, nilai hematokrit, dan jumlah trombosit pada derajat keparahan demam dengue pasien infeksi dengue anak dan dewasa di RS Urip Sumoharjo. 4. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna gejala klinis perdarahan berupa hasil uji rumple leed positif, epistaksis, perdarahan gigi mulut, dan hematoschezia pada pasien anak dan dewasa di RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung. 5. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna nilai hemoglobin pada pasien anak dan dewasa di RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung. 6. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna nilai hematokrit pada pasien anak dan dewasa di RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung. 47 7. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna jumlah trombosit pada pasien anak dan dewasa di RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung 5. 2. SARAN 1. Pada penelitian lebih lanjut diharapkan dapat menggunakan jumlah sampel yang lebih besar yang melibatkan berbagai rumah sakit di Provinsi Lampung. 2. Pada penelitian lebih lanjut diharapkan pemeriksaan gejala dan tanda klinis infeksi dengue menggunakan data primer sehingga hasil yang diperoleh lebih akurat. 3. Pada penelitian lebih lanjut dilakukan pada pasien usia lanjut 60 tahun ke atas karena memiliki risiko tinggi DBD dan DSS. DAFTAR PUSTAKA Andriyoko, Parwati, Tjandrawati, Lismayanti. 2011. Penentuan serotipe virus dengue dan gambaran manifestasi klinis serta hematologi rutin pada infeksi virus dengue dengue virus. MKB. 44(4):253–260. Back & Lundkvist. 2013. Dengue viruses an overview. Infection Ecology and Epidemiology. 1(3):1–21. Baratawidjaja & Rengganis. 2004. Imunologi Dasar. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Bhatt S, Gething PW, Brady OJ, Messina JP, Farlow A, Moyes C, et al. 2013. The global distribution and burden of dengue. Nature. 496(7446):504–507. Candra A. 2010. Demam berdarah dengue : epidemiologi, patogenesis, dan faktor risiko penularan. Aspirator. 2(2):110–119. Carabali M, Hernandez LM, Libia MJ, Arauz LA, Maria J V, Ridde, et al. 2015. Why are people with dengue dying? A scoping review of determinants for dengue mortality. BMC Infectious Diseases. 15(301):1–14. CDC. 2016. Dengue and the Aedes aegypti mosquito. Puerto Rico: Centers for Disease Control. Dharma R, Rezeki S, Priatni. 2006. Disfungsi endotel pada demam berdarah dengue. Makara. 10(1):17–23. Dinkes. 2013. Profil Kesehatan Provinsi Lampung Tahun 2012. Lampung: Dinas Kesehatan Provinsi Lampung. 49 Elmy S, BNP Arhana, IKG Suandi. 2009. Obesitas sebagai faktor risiko sindrom syok dengue. Sari Pediatri. 11(4):238–243. Fitriastri N, Nilapsari R, Kusmiati M. 2015. Hubungan trombositopenia dengan manifestasi klinis Perdarahan pada pasien demam berdarah dengue anak. Prosiding Pendidikan Dokter. 2(2):10–16. Guilarde AO, Turchi MD, Sigueira JB, Feres VC, Rocha B, Levi, et al. 2008. Dengue and dengue hemorrhagic fever among adults:clinical outcomes related to viremia, serotypes, and antibody response. The Journal of Infectious Disease. 50(197):817-824 Guzman MG, Alvarez M, Halstead SB. 2013. Secondary infection as a risk factor for dengue hemorrhagic fever/dengue shock syndrome: an historical perspective and role of antibody-dependent enhancement of infection. Archives of Virology. 1587(7):1445–1459. Halstead SB. 2012. Controversies in dengue pathogenesis. Paediatric and International Health. 32(S1):5–9. Hammond SN, Balmaseda A, Pérez L, Tellez Y, Saborío S, Mercado JS, Videa E et al. 2005. Differences in dengue severity in infants, children, and adults in a-3 year hospital-based study in nicaragua. AMJ Trop Med. 73(6):1063– 1070. Hanafusa S, Chanyasanha C, Sujirarat D, Khuankhunsathid I, Yaguchi A, Suzuki T et al. 2008. Clinical features and differences between child and adult dengue infection in Rayong Province, Shouth Thailand. Shouthest Asian J Trop Med Public Health. 39(2):252-259. Kemenkes. 2013. Situasi Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Lampung: Pusat Data dan Informasi Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Kittigul L, Pitakarnjanakul P, Sujirarat D. 2007. The differences of clinical manifestations and laboratory findings in children and adults with dengue virus infection. Journal of Clinical Virology. 39(2):76-81. Livina, Rotty, Panda. 2012. Hubungan trombositopenia dan hematokrit dengan manifestasi perdarahan pada penderita demam dengue dan demam berdarah 50 dengue. Manado: Fakultas Kedokteran Sam Ratulangi. Mariko R, Hadinegoro SR, Satari HI. 2014. Faktor prognosis terjadinya perdarahan gastrointestinal dengan demam berdarah dengue pada dua dumah sakit rujukan. Sari Pediatri. 15(6):361–368. Modhiran N, Watterson D, Muller DA, Panetta A, Sester D, Liu L, et al. 2015. Dengue virus NS1 protein activates cells via Toll-like receptor 4 and disrupts endothelial cell monolayer integrity. Viral Toxin. 7(304):1-12. Namvongsa V, Sirivichayakul C, Songsithichok S, Chanthavanich, Chokejindachai, Sitcharungsi R. 2013. Differences in clinical features between children and adults with dengue hemorrhagic fever/dengue shock syndrome. The Southeast Asian Journal of Tropical Medicine and Public Health. 44(5):772–779. Orsi FA, Angerami RN, Mazetto BM, Quaino SKP, Santiago-bassora, Castro. 2013. Reduced thrombin formation and excessive fibrinolysis are associated with bleeding complications in patients with dengue fever : a case–control study comparing dengue fever patients with and without bleeding manifestations. BMC Infectious Disease. 13(350):1–10. Pang J, Salim A, Lee V, Hibberd ML, Chia KS, Leo et al. 2012. Diabetes with hypertension as risk factors for adult dengue hemorrhagic fever in a predominantly dengue serotype 2 epidemic : A case control study. PLo S Negl Trop Dis. 6(5):1-8. Rena R, Utama S, Parwati. 2009. Kelainan hematologi pada demam berdarah dengue. J Peny Dalam. 10(3):219–225. Rowe EK, Leo YS, Wong JG, Thein T, Gan VC, Lee LK, et al., 2014. Challenges in dengue fever in the elderly : Atypical presentation and risk of severe dengue and hospita-acquired infection. PLoS Negl Trop Dis. 8(4):1-6. Sellahewa KH. 2012. Pathogenesis of dengue haemorrhagic fever and its impact on case management. Hindawi. 20(13):1-6. Setiabudi D, Setiabudiawan, Parwati, Garnaet. 2013. Perbedaan kadar platelet activating factor plasma antara penderita demam berdarah dengue dan 51 demam dengue the difference of platelet activating factor plasma level between dengue hemorrhagic fever and dengue fever patients. MKB. 45(4):251–56. Setiati TE, Retnaningsih A, Supriatna M, Soemantri A. 2005. Vascular leakage score as the early predictor of shock. Jurnal Kedokteran Brawijaya. 21(1):16-21. Sharma SK, Seth T, Mishra P, Gupta N, Agrawal N, Broor S. 2011. Clinical profile of dengue infection in patients with hematological diseases. Mediterranean Journal of Hematology and Infectious Disease. 3(2035):1-4. de Souza LJ, Bastos P, Carvalho, Assed, Barbosa T, Mariana, et al. 2013. Comparison of clinical and laboratory characteristics between children and adults with dengue. Brazilian Journal of Infectious Diseases. 17(1):27–31. Sukohar A. 2014. Demam Berdarah Dengue (DBD) Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Medula Unila. 2(2) : 1-15. Tantawichien T. 2012. Dengue fever and dengue haemorrhagic fever in adolescents and adults Paediatric and International Child Health. 32(S1):2227. Taufik A, Yudhanto D, Wajdi F, Rohadi. 2007. Peranan kadar hematokrit, jumlah trombosit, dan serologi IgG-IgM antiDHF dalam memprediksi terjadinya syok pada pasien demam berdarah dengue (DBD) di Rumah Sakit Islam Siti Hajar Mataram. J Peny Dalam. 8(2):105–111. The TD, Thu T, Minh T, Van DN, Tinh NT, Vinh HT, et al., 2012. Clinical features of dengue in a large Vietnamese cohort : intrinsically lower platelet counts and greater risk for bleeding in adults than children. PLoS Negl Trop Dis. 6(6):1-11. Vernon J, Lye CB, Sun Y, Fernandez G, Ong A, Leo Y. 2008. Predictive value of simple clinical and laboratory variables for dengue hemorrhagic fever in adults. Journal of Clinical Virology. 42(1):34–39. 52 Wang C, Liu S, Liao S, Lee I, Liu J, Lin A, et al. 2007. Acute Respiratory Failure in Adult Patients with Dengue Virus Infection. Amj Trop Med. 77(1):151– 158. WHO. 2009. Dengue: Guidelines For Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control. Geneva: WHO. WHO. 2012. Handbook For Clinical Management of Dengue. Geneva: WHO. World Health Organization. 2011. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. Geneva: WHO. Wichmann O, Hongsiriwon S, Bowonwatanuwong C, Chureeratana, Chotivanich K. 2004. Risk factors and clinical features associated with severe dengue infection in adults and children during the 2001 epidemic in Chonburi , Thailand. Tropical Medicine and International Health. 9(9):1022–1029. Yacoub S, Mongkolsapaya J, Screaton G. 2016. Recent advances in understanding dengue. F1000 Faculty Rev. 5(78): 1–10.