bab i pendahuluan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam perancangan suatu struktur biasanya
hanya memperhitungkan kekuatan struktur saja tanpa
memperhitungkan aspek ekonomisnya. Padahal jika
aspek ekonomis juga diperhitungkan, maka dapat
dilakukan penghematan dalam suatu perancangan
struktur tersebut. Sehingga untuk mendapatkan
perancangan struktur yang ekonomis maka perlu
dilakukan optimasi dalam perhitungannya.
Beban yang bekerja pada suatu elemen struktur
baik yang berupa beban gravitasi ( vertikal ) maupun
beban – beban yang lain, seperti halnya beban angin
ataupun beban gempa dapat menyebabkan adanya
lentur pada elemen struktur.
Karakteristik dari beton adalah kuat menerima
tekan namun lemah bila terkena tarik. Sedangkan jika
suatu elemen struktur mengalami lentur maka salah
satu bagian menerima tekan dan bagian yang lain
menerima tarik. Untuk mengatasi masalah tarik yang
terjadi maka diperlukan tulangan baja yang berfungsi
sebagai penahan beban tarik yang terjadi pada elemen
struktur ( beton ) tersebut ( Nawy, 1998 ). Sehingga
dalam perencanaan struktur pemakaian tulangan baja
ini sangat perlu diperhatikan.
Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka
(frame) struktur yang memikul beban dari balok.
Kolom meneruskan beban-beban dari elevasi atas ke
elevasi yang lebih bawah hingga akhirnya sampai ke
tanah melalui fondasi.
Menurut Kirsch pada tahun 1981 biasanya
dalam suatu perencanaan terdiri atas empat langkah
yaitu :
1. Perumusan syarat-syarat fungsional, yaitu
mencari dan merumuskan syaratsyarat
fungsional yang dalam beberapa kasus tidak
terlihat secara nyata.
2. Perencanaan dasar, misalnya pemilihan
topologi, tipe struktur dan material.
3. Proses optimasi, yaitu untuk memperoleh
kemungkinan perencanaan terbaik dengan
kriteria, pertimbangan dan batas-batas yang
ada.
4. Pendetailan, setelah seluruh penyajian
optimasi, hasil yang didapat harus diperiksa
dan dimodifikasi.
Salah satu metode optimasi yang dapat
digunakan adalah metode algoritma genetika ( Mitsuo
Gen, 1997 ), disamping metode optimasi yang ada,
antara lain metode tradisional dan metode Random.
Penggunaan metoda optimasi dalam perencanaan
struktur sebenarnya bukanlah merupakan hal yang
baru dan sudah banyak dikembangkan karena
manfaatnya yang banyak dirasakan. Pada tahun 1890
Maxwell mengemukakan beberapa teori tentang desain
yang rasional pada suatu struktur yang kemudian
dikembangkan lebih lanjut oleh Michell pada tahun
1904 ( Wu, 1986 ).
Beberapa penelitian tentang optimasi struktur
yang ditujukan untuk penggunaan praktis telah
dilakukan sekitar tahun 1940 dan 1950. Pada tahun
1960 Schmit mendemonstrasikan penggunaan teknik
pemrograman non-linier untuk desain struktur dan
menyebutnya dengan istilah “sintesa struktur” ( Wu,
1986 ). Komputer digital yang kemudian dibuat dan
mampu untuk memecahkan masalah numeris dalam
skala besar telah memberikan momentum yang besar
untuk penelitian. Pada awal tahun 1970 optimasi
struktur telah menjadi sesuatu yang penting dalam
berbagai aspek perancangan suatu struktur ( Wu,
1986 ).
Algoritma genetika adalah salah satu cabang
dari algoritma evolusi yang merupakan metode adaptif
yang digunakan untuk pencarian solusi dalam sebuah
masalah optimasi.
Algoritma ini diilhami oleh proses genetic yang
terjadi pada makhluk hidup. Semua populasi makhluk
hidup pasti mengalami proses seleksi alamiah, dimana
individu yang kuat yang akan bertahan, sedangkan
yang lemah akan musnah.
Algoritma genetika akan meniru prinsip tersebut
untuk mencari solusi yang terbaik ( yang paling
optimal ) dari suatu permasalahan optimasi ( Goldberg,
1989 ).
Metode ini mengkombinasikan suatu rangkaian
terbaik dengan suatu rangkaian acak dengan cara
pertukaran informasi untuk membentuk pencarian
algoritma dengan beberapa pengamatan. Metode ini
ialah mengeksploitasi informasi terlebih terdahulu
untuk mempertimbangkan pencarian nilai yang baru
dengan harapan mendapatkan hasil yang terbaik
( Goldberg, 1989 ). Hal inilah yang menjadi
keunggulan dari metode algoritma genetika bila
dibandingkan dengan metode tradisional yang
menggunakan dasar kalkulus yang berupa penurunan
fungsi, padahal tidak semua fungsi dapat diturunkan.
Sedangkan bila dibandingkan dengan metode random,
algoritma genetika dapat diperoleh dari hasil yang
terbaik.
Dalam perancangan struktur , metode algoritma
genetik digunakan untuk mengoptimasi ukuran
penampang serta jumlah tulangan lentur yang akan
digunakan tetapi masih mampu memikul gaya yang
bekerja pada elemen tersebut.
Untuk melakukan optimasi dengan metode
algoritma genetic perlu dibuatkan suatu program bantu.
Bahasa pemrograman yang akan diperguanakan adalah
Microsoft Visual Basic 6.0 Karena selain mudah
penggunaannya juga mempunyai tampilan yang
menarik. Namun ada beberapa juga bahasa
pemrograman yang juga bisa dipergunakan untuk
mengaplikasikan metode ini, antara lain C, C++, Java,
Matlab, Delphi, Perl, Phyton, dan Pascal.
1.2. Permasalahan
1
1. Parameter dari algoritma genetika apa saja
yang harus ditentukan.
2. Parameter dari algoritma genetika apa saja
yang akan di analisa.
3. Data data kolom apa saja yang harus
ditentukan.
4. Data dari kolom apa saja yang akan di
optimasi.
5. Bagaimana menentukan satu hasil yang
optimum diantara yang lain.
1.3. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam
pembahasan ini ialah :
1. Menentukan parameter dari algoritma
genetika yang akan diperlukan dalam
mengoptimasi kolom seperti ukuran
generasi, ukuran populasi, probabilitas
mutasi, dan probabilitas cross over.
2. Menganalisa parameter parameter dari
algoritma
genetika seperti inialisasi
kromosom, seleksi kromosom, crossover,
mutasi, dan lain lain.
3. Menetukan data dari kolom yang harus
diketahui sebelum mengoptimasi, seperti
dimensi kolom, jumlah tulangan terpasang,
dan diameter tulangan terpasang.
4. Menganalisa kolom berdasarkan data data
yang diketahui sebelumnya seperti analisa
momen, dan lain lain.
5. Menenetukan hasil yang paling optimum
selain berdasarkan kemampuan juga ditinjau
dari nilai nominalnya.
1.4. Batasan Masalah
Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis
akan membatasi permasalahan agar pembahasan
masaalah bisa menjadi mudah dan terfokus. Adapun
batasan tersebut meliputi :
1. Perancangan sruktur yang ditinjau berupa
perancangan
kolom
dengan
bentuk
penampang bujur sangkar dan lingkaran
dengan jumlah tulangan sama setaiap
sisinya..
2. Perancangan
yang
ditinjau
ialah
perancangan tulangan vertikal saja.
3. Perancangan tulangan hanya akibat beban
vertikal dan momen satu arah saja.
4. Pemilihan tulangan dalam perancangan
kolom menggunakan beberapa diameter
yang ada di pasaran, yang nantinya akan
terpilih satu dengan hasil yang optimal.
5. Pemilihan elemen kolom yang optimal
hanya berdasarkan harga yang paling
minimum
yang
dihasilkan
dari
penggabungan antara material beton dan
tulangan baja tetapi tetap mampu menahan
beban yang diterima.
6. Dalam perancangan aspek pelaksanaan tidak
ditinjau.
1.5. Manfaat
Adapun manfaat yang bisa diambil dari hasil
tugas akhir ini adalah memberikan alternatif cara
optimasi kepada perancang dalam mendesain kolom
dan tulangan lentur yang terpasang untuk mendapatkan
suatu desain yang ekonomis. Yang kemudian bisa
dikembangkan lagi untuk mengggoptimasi aspek dan
elemen struktur elemen yang lain, sehingga bisa
mendapatkan desain struktur yang kuat dan ekonomis
secara keseluruhan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Algoritma Genetika
2.1.1. Umum
Sebelum melakukan proses perumusan
masalah optimasi struktur beton betulang ( kolom ),
yang terkena beban vertical dan momen, diperlukan
pendefinisian variable desain, fungsi kendala atau
konstrain, dan fungsi sasaran atau fungsi objektif,
dimana hal hal tersebut merupakan dasar perumusan
optimasi.
Dalam metoda optimasi terdapat tiga besaran
utama, yaitu:
1. Variabel desain. Besaran yang tidak berubah
nilainya disebut parameter tetap, sedangkan
yang nilai berubah selama proses optimasi
disebut variabel desain. Variabel desain
merupakan variabel yang dicari dalam
masalah optimasi. Contohnya adalah ukuran
komponen struktur dan geometri struktur.
2. Fungsi kendala atau constrain. Fungsi
kendala merupakan suatu fungsi yang
memberikan batasan daerah layak dan
daerah tak layak. Dalam bidang teknik
terdapat dua macam kendala yaitu : (a)
Kendala rencana, yaitu kendala yang
menentukan variabel desain selain yang
memberikan batasan berdasarkan sifat.
Kendala ini biasanya dapat dilihat secara
nyata, misalnya batasan karena masalah
fungsional, fabrikasi atau keindahan.
Contoh kendala rencana adalah ketebalan
plat, kemiringan atap. (b) Kendala sifat,
yaitu kendala yang didapat dari persyaratan
sifat. Biasanya kendala ini tidak dapat
terlihat secara nyata karena berhubungan
dengan analisis struktur. Contoh kendala
sifat adalah batas tegangan maksimum,
perpindahan ( displacements ) yang
diijinkan, kekuatan tekuk.
2
3. Fungsi sasaran atau fungsi objektif. Fungsi
sasaran adalah suatu fungsi yang
mengandung kriteria dari struktur yang
diinginkan, misalnya struktur dengan berat
paling ringan, dengan harga termurah,
paling aman atau paling efisien. Pemilihan
fungsi sasaran merupakan hal yang
terpenting dalam proses optimasi agar dapat
mencapai sasaran yang sebenarnya sedekat
mungkin. Dalam beberapa situasi fungsi
sasaran dapat terlihat jelas.
Misalnya jika ingin mencari harga yang
termurah maka fungsi sasarannya dapat diasumsikan
ke dalam berat strukturnya. Namun terkadang sulit
juga untuk menentukan harga yang sebenarnya dari
sebuah konstruksi, misalnya struktur dengan berat
paling ringan, atau dengan kemampuan yang besar
belum tentu yang termurah.
2.1.2. Konsep Dasar
Secara umum proses Algoritma Genetika
dalam stu kali siklus melalui beberapa tahapan tahapan
sebagai berikut :
1. Inialialisasi.
2. Evaluasi kromosom.
3. Seleksi kromosom.
4. Crossover.
5. Mutasi.
2.1.2.1. Inialisasi
Dalam proses ini ditentukan variabel variabel
apa saja yang akan dioptimasi, lalu ditentukan bentuk
kromosomnya, dan di tentukan berapa jumlah
kromosom dalam suatu populasinya.
Agar algoritma genetika dapat dijalankan
berdasarkan teori evolusi, maka tiap solusi harus
dipresentasikan dalam suatu kode yang sesuai dengan
persoalan. Kode yang digunakan harus dapat mewakili
seluruh ruangan persoalan. Pada algoritma genetika
persoalan diasumsikan sebagai sebuah kromosom yang
terdiri dari beberapa gen.
Populasi adalah himpunan kromosom, populasi
tersebut yang nantinya akan digunakan oleh algoritma
genetika untuk memulai melakukan optimasi
( Gen,1997 ).
Ada banyak jenis kromosom yang dapat
digunakan dalam proses Algoritma Genetika, misalnya
kromosom biner ( kromosom yang disusun dari gen
gen yang bernilai 0 dan 1 ) , kromosom float
( kromosom yang disusun dari gen gen dengan nilai
pecahan dan bilangan integer juga termasuk ),
kromosom string ( kromosom yang disusun dari gen
gen yang bernilai string atau simbol ) , dalam
pengerjaan Tugas Akhir ini akan digunakan bentuk
kromosom float, tetapi akan dijelaskan juga kromosom
biner yang biasa digunakan dalam Algoritma Genetika,
berikut penjelasannya :
1. Kromosom Biner, bentuk ini adalah bentuk
standart yang sering digunakan, tetapi jarak
antar batasannya harus sama, bentuk biner
ini nantinya akan dirubah menjadi bilangan
integer lalu dirubah lagi menjad bentuk
bilangan float. Untuk menentukan panjang
bilangan integer ditentukan dengan rumusan,
berikut penjelasnnya :
Misalkan variabel yang dipakai adalah rasio tulangan
( ρ ), dan range dari ρ misalkan 1% - 8% atau ( 0,01 –
0,08 ) dan kita menginginkan ketelitian 4 angka
dibelakang koma , maka :
2m-1 < ( b - a ) . 10p ≤ 2m - 1 .
a = batas bawah = 0,0100 ( ketelitian 4 angka
dibelakang koma )
b = batas atas = 0,0800 ( ketelitian 4 angka dibelakang
koma )
p = ketelitian yang diinginkan = 4 ( Ketelitian 4 angka
dibelakang koma )
m = panjang bilangan biner
2m-1 < ( b - a ) . 10p ≤ 2m - 1
2m-1 < ( 0,0800 – 0,0100 ) . 104 ≤ 2m – 1
2m-1 < ( 0,0700 ) . 104 ≤ 2m – 1
2m-1 < ( 0,0700 ) . 104 ≤ 2m – 1
210-1 < 700 ≤ 210 – 1  512 < 700 ≤ 1023
Dari contoh diatas didapatkan panjang bilangan
binernya 10, contoh bilangan biner dengan panjang 10
digit :
( 1001100101 ), ( 0110011011 ), ( 1110011001 ), dan
lain lain.
Kemudian bilangan biner akan dirubah menjadi
bilangan integer dengan menggunakan suatu rumusan,
berikut penjelasannya :
( bm ... b3 b2 b1 b0 ) 
( 20 x b0 + 21 x b1 + 22 x b2 + ... + 2m x bm )
Misalkan bilangan binernya ( 1110011001 ), maka :
( b9 b8 b7 b6 b5 b4 b3 b2 b1 b0 ) = ( 1001100111 )
( dibalik )
b0 = 1
b5 = 1
b1 = 1
b6 = 1
b2 = 1
b7 = 0
b3 = 0
b8 = 0
b4 = 0
b9 = 1
Bilangan integer :
20.b0 + 21.b1 + 22.b2 + 23.b3 + 24.b4 + 25.b5 + 26.b6 +
27.b7 + 28.b8 + 29.b9
Bilangan Integer :
20.1 + 21.1 + 22.1 + 23.0 + 24.0 + 25.1 + 26.1 + 27.0 +
28.0 + 29.1
Bilangan integer :
( 1 + 2 + 4 + 0 + 0 + 32 + 64 + 0 + 0 + 512 ) = 615
Kemudian bilangan integer akan dirubah menjadi
bilangan float dengan menggunakan suatu rumusan,
berikut penjelasannya :
Bilangan float :
a + bilangan integer . ( b – a ) / ( 2m – 1 )
Misalkan diambil dari contoh diatas :
a = 0,0100
b = 0,0800
3
m = 10
bilangan integer = 615
Bilangan float = 0,0100 + 615 .
Maka untuk permasalahan minimalisasi nilai
fitness adalah inversi dari nilai minimal yang
(0,0800 - 0,0100)
(210 - 1)
= 0,0521
Jadi arti bilangan integer ( 1110011001 ) dalam contoh
diatas adalah rasio tulangan ( ρ ) sebesar 0,0521 atau
5,21 %.
2. Kromosom Float, bentuk ini bisa digunakan
apabila batasanya meiliki selisih yang tidak
sama, bentuk ini lebih simpel dan lebih
mudah dipahami oleh orang awam, berikut
penjelasannya :
Misalkan kita mempunyai suatu fungsi F ( w, x, y, z )
dari fungsi tersebut kita mempunya 4 variabel atau
solusi untuk fungsi tersebut yaitu ( w, x, y, z ), maka
bentuk pengkodeannya adalah susunan dari keempat
variabel tersebut, berikut penjelasannya :
Misalkan batasan nilai dari variabel ( w, x, y, z )
adalah bilangan integer 0 – 30, berikut beberapa
contoh kromosomnya :
( w1, x1, y1, z1 ) = ( 12; 05; 03; 08 )
( w2, x2, y2, z2 ) = ( 02; 01; 08; 03 )
( w3, x3, y3, z3 ) = ( 10; 04; 03; 04 ), dan lain lain
Gambar 2.1. Gambaran Populasi, Kromosom dan Gen
2.1.2.2. Evaluasi Kromosom
Setelah terbentuk kromosom dan ditentukan
jumlahnya dalam suatu populasi, akan dilakukan
proses evaluasi, proses ini dilakukan berdasarkan
fungsi objektif yang dibentuk dari fungsi yang akan
dioptimasikan.
Evaluasi kromosom dilakukan dengan cara
memasukkan nilai dari gen gen yang ada didalam
setiap kromosom kedalam fungsi objektifnya.
Nilai fitness merupakan suatu ukuran baik
tidaknya suatu solusi yang dinyatakan sebagai satu
individu, atau dengan kata lain nilai fitness
menyatakan nilai dari fungsi tujuan.
Algoritma genetika mempunyai tujuan untuk
memaksimalkan nilai fitness atau mencari nilai fitness
maksimal.
Misalkan kita akan mencari nilai minimum
dari suatu fungsi F ( w, x, y, z ) dan tentu saja
solusinya adalah ( w, x, y, z ), batasannya misalkan
untuk ( w, x, y, z ) adalah bilangan
integer 0 – 30.
diharapkan
1
F ( w, x, y, z )
Tetapi bila untuk mencari nilai maksimal dari
suatu fungsi maka nilai fitness adalah nilai fungsi F
( w, x, y, z ) itu sendiri.
2.1.2.3. Seleksi Kromosom
Seleksi adalah proses pemilihan calon induk,
Gen dan Cheng ( 2000 ) menjelaskan bahwa selama
dua dekade beberapa metode seleksi telah
diperkenalkan, dipelajari dan dibandingkan. Beberapa
jenis seleksi yang umum dipakai adalah: roulette wheel
selection, (μ + λ) selection, tournament selection,
steady-state reproduction, ranking and scaling, sharing.
Dalam mengerjakan tugas akhir ini akan digunakan
metode Roulette wheel selection, selain itu Roulette
wheel selection merupakan salah satu metode seleksi
yang banyak dipergunakan, maka dari itu hanya akan
dijelaskan metode ini saja.
Roulette wheel selection, metode ini diajukan
oleh John Holland. Ide dasarnya adalah untuk
menentukan proporsi probabilitas seleksi atau
probabilitas survival pada tiap kromosom sesuai
dengan nilai fitness-nya. Individu dipetakan dalam
suatu segmen garis secara berurutan sedemikian
hingga tiap segmen individu memiliki ukuran yang
sama dengan ukuran fitness-nya. Sebuah bilangan
random dibangkitkan dan individu yang memiliki
segmen dalam kawasan bilangan random tersebut akan
terseleksi. Proses ini diulang hingga diperoleh
sejumlah individu yang diharapkan, berikut contoh
aplikasinya :
Misalkan ada suatu fungsi yang akan
diminimalisasikan F ( w, x, y, z ) dan solusi
persamaannya ( w, x, y, z ), dan dipilih bentuk
kromosom float, dan jumlah dalam satu populasi
misalkan 6 kromosom, dan telah dilakukan proses
evaluasi kromosom, berikut hasilnya dan contoh
proses Roulette Wheel :
Kromosom 1 ( w1, x1, y1, z1 )  Fitness1 = 90
Kromosom 2 ( w2, x2, y2, z2 )  Fitness2 = 80
Kromosom 3 ( w3, x3, y3, z3 )  Fitness3 = 83
Kromosom 4 ( w4, x4, y4, z4 )  Fitness4 = 46
Kromosom 5 ( w5, x5, y5, z5 )  Fitness5 = 94
Kromosom 6 ( w6, x6, y6, z6 )  Fitness6 = 55
Minimal fungsi maka perlu dilakukan inversi, tetapi
apabila yang dicari maksimal fungsinya maka tidak
perludilakukan inversi, langsung gunakan nilai
fitnessnya
Q1 = 1/Fitness1 = 1/90 = 0,0108
Q2 = 1/Fitness2 = 1/80 = 0,0125
Q3 = 1/Fitness3 = 1/83 = 0,0120
Q4 = 1/Fitness4 = 1/46 = 0,0217
Q5 = 1/Fitness5 = 1/94 = 0,0106
Q6 = 1/Fitness6 = 1/55 = 0,0182
4
ΣQ = Q1 + Q2 + Q3 + Q4 + Q5 + Q6
ΣQ = 0,0108 + 0,0125 + 0,0120 + 0,0217 + 0,0106 +
0,0182
ΣQ = 0,0859
Mencari probabilitasnya
P ( i ) = Q ( i ) / ΣQ
P1 = 0,0108 / 0,0859 = 0,1252
P2 = 0,0125 / 0,0859 = 0,1456
P3 = 0,0120 / 0,0859 = 0,1403
P4 = 0,0217 / 0,0859 = 0,2532
P5 = 0,0106 / 0,0859 = 0,1239
P6 = 0,0182 / 0,0859 = 0,2118
Mencari Kumulatif probabilitasnya
C0 = 0
C1 = P1 = 0,1252
C2 = P1 + P2 = 0,2708
C3 = P1 + P2 + P3 = 0,4111
C4 = P1 + P2 + P3 + P4 = 0,6643
C5 = P1 + P2 + P3 + P4 + P5 = 0,7882
C6 = P1 + P2 + P3 + P4 + P5 + P6 = 1,0000
Setelah dihitung kumulatif probabilitasnya bangkitkan
bilangan random ( R ) dalam range 0 – 1, sebanyak
jumlah koromosom dalam satu populasi, dalam contoh
ini jumlahnya ada 6
R1 = 0,201
R2 = 0,284
R3 = 0,009
R4 = 0,822
R5 = 0,398
R6 = 0,501
Berikut cara kerja Roulette Wheel
C0 < R3
< C1
C1 < R1 < C2
C1 < R1, R2, R5 < C2 
C1 < R2 < C2
C2 < R6
< C3
C0 < R3 < C1
C3 <
< C4
C4 < R4 < C5
C4 < R4
< C5
C1 < R5 < C2
C5 <
< C6
C2 < R6 < C3
Berikut penjelasannya
C1 < R1 < C2 
Kromosom 1 baru = Kromosom 2 lama = ( w2, x2, y2, z2 )
C1 < R2 < C2 
Kromosom 2 baru = Kromosom 2 lama = ( w2, x2, y2, z2 )
C0 < R3 < C1 
Kromosom 3 baru = Kromosom 1 lama = ( w1, x1, y1, z1 )
C4 < R4 < C5 
Kromosom 4 baru = Kromosom 5 lama = ( w5, x5, y5, z5 )
C1 < R5 < C2 
Kromosom 5 baru = Kromosom 2 lama = ( w2, x2, y2, z2 )
C2 < R6 < C3 
Kromosom 6 baru = Kromosom 3 lama = ( w3, x3, y3, z3 )
2.1.2.4. Cross Over
Dalam bahasa indonesia artinya pindah silang,
dalam hal ini yang pindah silang adalah pertukaran gen
gen antar kromosom dalam suatu populasi dengan
kondisi tertentu, untuk penjelasan selengkapnya akan
dibahas dalam sub bab berikutnya.
Pertukaran informasi antar individu melalui
pertukaran dari komponen suatu kromosom. Sehingga
dari dua individu bias dihasilkan dua individu baru lagi,
atau dari satu pasang individu lama menghasilkan
sepasang individu baru, berikut contohnya :
Dalam crossover ada parameter Algoritma
Genetika yang dibutuhkan yaitu Probabilitas Crossover
( Pc ), misalkan Pc ditentukan 0,50 maka diharapkan
50% dari total kromosom akan mengalami crossover,
bila dipakai contoh sebelumnya dengan jumlah
kromosom dalam satu populasi ada 6, maka yang akan
di crossover adalah 50% dari 6 kromosom yaitu 3
kromosom, berikut penjelasannya :
Kromosom awal
Kromosom 1 = ( w1, x1, y1, z1 )
Kromosom 2 = ( w2, x2, y2, z2 )
Kromosom 3 = ( w3, x3, y3, z3 )
Kromosom 4 = ( w4, x4, y4, z4 )
Kromosom 5 = ( w5, x5, y5, z5 )
Kromosom 6 = ( w6, x6, y6, z6 )
Setelah proses Roulette Wheel
Kromosom 1 = ( w2, x2, y2, z2 )
Kromosom 2 = ( w2, x2, y2, z2 )
Kromosom 3 = ( w1, x1, y1, z1 )
Kromosom 4 = ( w5, x5, y5, z5 )
Kromosom 5 = ( w2, x2, y2, z2 )
Kromosom 6 = ( w3, x3, y3, z3 )
Bangkitkan bilangan random 0 - 1 ( R ) seperti pada
proses Roulette Wheel sebelumnya sebanyak jumlah
kromosom
R1 = 0,191
R2 = 0,959
R3 = 0,760
R4 = 0,006
R5 = 0,159
R6 = 0,340
Berikut cara kerja crossover ( Pc = 0,500 )
R1 < Pc
R4 < Pc
R2 < Pc
R5 < Pc
R3 > Pc
R6 < Pc
Karena yang akan di crossover hanya 3, tetapi dari
hasil diatas didapatkan ada 4 ( R1, R4, R5, R6 )
bilangan random yang lebih kecil dari Pc ( memenuhi
syarat ), maka cukup diambil 3 saja yang dijadikan
induknya, misalkan ( R1, R4 dan R5 )
Setelah itu bangkitkan bilangan acak antara 1 sampai
( panjang kromosom dikurangi 1 ), dalam contoh
diatas karena panjang kromosomnya 4 ( w, x, y, z )
maka bilangan acaknya antara 1 sampai ( 4 – 1 = 3 ),
berikut permisalannya
Kromosom 1 baru 
Kromosom 1 >< Kromosom 4  Bilangan acak 1 = 1
Kromosom 4 baru 
Kromosom 4 >< Kromosom 5  Bilangan acak 2 = 3
Kromosom 5 baru 
Kromosom 5 >< Kromosom 1  Bilangan acak 3 = 2
Kromosom 1 baru = Kromosom 1 >< Kromosom 4
= ( w2, x2, y2, z2 ) >< ( w5, x5, y5, z5 )
= ( w2, x5, y5, z5 )
Kromosom 4 baru = Kromosom 4 >< Kromosom 5
= ( w5, x5, y5, z5 ) >< ( w2, x2, y2, z2 )
= ( w5, x5, y5, z2 )
Kromosom 5 baru = Kromosom 5 >< Kromosom 1
= ( w2, x2, y2, z2 ) >< ( w2, x2, y2, z2 )
= ( w2, x2, y2, z2 )
Maka kromosom baru setelah proses Cross Over
Kromosom 1 = ( w2, x5, y5, z5 )
5
Kromosom 2
Kromosom 3
Kromosom 4
Kromosom 5
Kromosom 6
=
=
=
=
=
( w2, x2, y2, z2 )
( w1, x1, y1, z1 )
( w5, x5, y5, z2 )
( w2, x2, y2, z2 )
( w3, x3, y3, z3 )
2.1.2.5. Mutasi
Dalam hal ini gen gen dalam satu kromosom
atau lebih akan diganti dengan gen gen yang baru
sesuai dengan kondisi kondisi tertentu. Menyisipkan
suatu perbedaan pada suatu populasi, hal ini
diperlukan karena suatu saat semua populasi menjadi
homogen dan tidak adanya kemungkinan untuk
peningkatan ( perbaikan ).
Jika panjang kromosom adalah Nc bits,
kemudian bilangan random dibuat antara 1 dan Nc
nilai bit pada lokasi yang sesuai dengan bilangan
tersebut diganti ( Goldberg,1989 ), berikut
permisalannya :
Pertama hitung total gen
Total Gen = Jumlah gen dalam kromosom x Jumlah
populasi
Total gen = 4 x 6 = 24
Setelah itu bangkitkan bilangan random ( R ) antara 0
– 1 sebanyak total gen ( 24 )
Pada proses mutasi dibutuhkan parameter Algoritma
Genetika yaitu Probabilitas Mutasi ( Pm ), probabilitas
ini menentukan berapa gen yang akan mengalami
mutasi.
Misalkan Pm ditentukan sebesar 0,1 maka diharapkan
10% dari total gen mengalami mutasi ( 10% dari 24
adalah 2,4 ≈ 2 gen saja ).
Bilangan random yang terbentuk
Kromosom 1
R1 = 0,125
R3 = 0,888
R2 = 0,521
R4 = 0,912
Kromosom 2
R5 = 0,321
R7 = 0,212
R6 = 0,333
R8 = 0,111
Kromosom 3
R9 = 0,125
R11 = 0,888
R10 = 0,521
R12 = 0,012
Kromosom 4
R13 = 0,321
R15 = 0,212
R14 = 0,333
R16 = 0,111
Kromosom 5
R17 = 0,125
R19 = 0,888
R18 = 0,521
R20 = 0,912
Kromosom 6
R21 = 0,321
R23 = 0,212
R22 = 0,093
R24 = 0,111
Dari bilangan random diatas, diketahui bahwa pada
Bilangn random ke 12 dan ke 22 yang nilainya lebih
kecil dibandingkan Pm, maka yang megalami mutasi
adalah kedua gen tersebut, jadi bangkitkan bilangan
yang dipilih secara acak sesuai dengan batasan batasan
awal yag ditentukan, misalkan untuk variabel ( w, x, y,
z ) batasannya alphabet mulai A sampai Z, maka
bangkitkan alphabet mulai A sampai Z sebanyak dua
kali untuk menggantikan posisi gen ke 12 dan ke 22.
Misalkan yang terbangkitkan adalah huruf K dan F,
maka kromosom baru setelah mutasi :
Kromosom 1 = ( w2, x5, y5, z5 )
Kromosom 2 = ( w2, x2, y2, z2 )
Kromosom 3 = ( w1, x1, y1, K )
Kromosom 4 = ( w5, x5, y5, z2 )
Kromosom 5 = ( w2, x2, y2, z2 )
Kromosom 6 = ( w3, F, y3, z3 )
Kromosom hasil mutasi ini akan digunakan sebagai
kromosom awal pada generasi berikutnya.
2.1.3. Parameter Algoritma Genetika
Dari proses proses yang dilalui dalam Algoritma
Genetika diatas diketahui ada beberapa parameter yang
diperlukan dalam Algoritma Genetika, yaitu Popsize
( ukuran populasi atau jumlah kromosom dalam suatu
populasi ), Pc ( Probabilitas Crossover ), dan Pm
( Probabilitas Mutasi ).
Parameter parameter tersebut ditentukan
berdasarkan permasalahan yang akan dipecahkan. Ada
beberapa rekomendasi yang bisa digunakan, antara
lain :
1. Untuk permasalahan yang memiliki
kawasan solusi cukup besar, De Jong
merekomendasikan untuk nilai parameter
kontrol :
( popsize; Pc; Pm ) = ( 50; 0,6; 0,001 )
2. Bila rata-rata fitness setiap generasi
digunakan
sebagai
indikator,
maka
Grefenstette merekomendasikan : ( popsize;
Pc; Pm ) = ( 30; 0,95; 0,01 )
3. Bila fitness dari individu terbaik dipantau
pada setiap generasi, maka usulannya
adalah :
( popsize; Pc; Pm ) = ( 80; 0,45; 0,01 )
4. Ukuran populasi sebaiknya tidak lebih kecil
dari
30,
untuk
sembarang
jenis
permasalahan.
2.1.4. Pemanfaatan Algoritma Genetika pada bidang
yang lain
Telah lebih dari 10 – 15 tahun Genetik
Algoritma digunakan dalam berbagai macam
lingkungan aplikasi yang luas, dan juga berbagai
bidang, seperti disain jaringan listrik tegangan
tinggidisain optimasi jaringan pipa air bersih,
perancangan mesin turbin gas untuk mendapatkan
penggunaan bahan bakar yang efisien pada pesawat
udara,
dan
lain
lain.
(
Kuliah
Umum
IlmuKomputer.Com, 2004 )
2.2. Struktur Lentur pada Kolom
2.2.1. Umum
6
Beban – beban yang bekerja pada struktur,
baik berupa beban gravitasi ( arah vertikal ), maupun
beban – beban yang lain seperti beban angin dan beban
gempa ( arah horizontal ), menyebabkan adanya lentur
pada elemen struktur.
Komponen penyusun dari suatu elemen
struktur beton bertulang adalah beton dan tulangan
baja . Karakteristik beton adalah kuat menerima tekan
tapi lemah dalam menerima tarik, maka dari itu untuk
mengatasi masalah tarik pada beton dipasanglah
tulangan baja sebagai penahan beban tarik yang terjadi
( Nawy, 1998 ).
Kolom adalah elemen struktur yang menerima
beban aksial dan beban momen secara bersamaan,
maka dari itu perlu dilakukan perhitungan tentang
tulangan baja dengan tepat agar seluruh beban tarik
dapat di atasi, kecuali adanya gaya aksial yang bekerja
maka pada dasarnya analisis kolom sama dengan balok.
Distribusi tegangan tekan aktual yang terjadi
pada penampang memiliki bentuk parabola. Untuk hal
ini digunakan blok segi empat ekuivalen yang dapat
digunakan untuk menghitung gaya tekan tanpa harus
kehilangan ketelitiannya, yang berarti juga dapat
digunakan untuk menghitung kekuatan lentur
penampang. Blok tegangan ekuivalen ini memiliki
tinggi a dan tegangan tekan rata – rata sebesar 0,85f’c.
Besarnya a adalah β1c. Berdasarkan penelitian
regangan maksimum beton yang dizinkan adalah 0.003.
2.2.2. Konsep Dasar pada Kolom Beton Bertulang
Pada kenyataannya, hampir semua elemen
struktur tekan (kolom) diperlakukan untuk menerima
momen sebagai tambahan terhadap beban aksial. Hal
ini bisa diakibatkan oleh beban yang tidak terletak
pada center kolom seperti pada gambar di bawah atau
juga sebagai hasil dari penahan daripada keadaan tidak
seimbang momen pada ujung balok yang didukung
oleh kolom.
Gambar 2.3. Blok Tegangan Tekan Beton Ekuivalen
2.2.4. Faktor Konversi Bentuk Parabola ke Bentuk
Persegi
Mengacu Pasal 12.2.7.3 SNI 03 – 2847 – 2002,
faktor β1 harus diambil sebesar 0,85 untuk beton
dengan nilai kuat tekan f’c lebih kecil daripada atau
sama dengan 30 Mpa. Untuk beton dengan nilai kuat
tekan diatas 30 Mpa, β1 harus direduksi sebesar 0,05
untuk setiap kelebihan 7 Mpa diatas 30 Mpa, tetapi β1
tidak boleh diambil kurang dari 0,65.
f'c ≤ 30 Mpa ............................. β1 = 0,85
30 Mpa < f’c ≤ 58 Mpa ............ β1 = 0,85 – ( f’c – 30 ) .( 0,05 / 7 )
f’c > 58 Mpa ............................ β1 = 0,65
Gambar 2.2. Beban Aksial dan Momen pada Kolom
Jarak e diartikan sebagai eksentrisitas terhadap
beban. Kedua kasus ini pada dasarnya sama, Beban P
eksentris pada Gambar 2.14(b) bisa diganti dengan
beban P yang bekerja pada aksis centroidal, ditambah
dengan momen, M = P x e terhadap sumbu centroid.
Beban P dan momen M dapat dikalkulasi
dengan memperhatikan geometri daripada aksis
centroid karena momen dan gaya yang didapatkan dari
analisa struktur dihitung terhadap aksis ini.
2.2.3. Blok Segi Empat Ekuivalen
Gambar 2.4. Nilai β1 untuk berbagai Mutu Beton
7
2.2.5. Kuat Rencana
melampaui kapasitas kolom dan dapat menyebabkan
keruntuhan.
Kuat rencana, dalam tata cara perhitungan
struktur beton adalah kuat struktur minimal yang harus
dimiliki penampang beton terhadap kuat perlu
( Ultimate ).
Mengacu Pasal 11.3 SNI 03 – 2847 – 2002,
maka Ф ditentukan berikut :
 Lentur tanpa beban aksial ....................................
 Aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur ..........
 Aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur
Komponen struktur dangan tulangan spiral .........
Komponen struktur lainnya .................................
 Geser dan torsi .....................................................
2.2.8. Penggambaran Diagram Interaksi
0,80
0,80
0,70
0,65
0,75
Untuk komponen struktur dimana fy tidak
melampaui 400 Mpa, dengan tulangan simetris, dan
dengan ( h – d’ – ds ) / h ≥ 0,70, maka nilai Ф boleh
ditingkatkan secara linier menjadi 0,80 seiring dengan
berkurangnya Ф.Pn dari 0,1.f’c.Ag ke 0.
2.2.6. Ragam Keruntuhan
Berdasarkan besarnya regangan pada tulangan
baja yang tertarik, penampang kolom dapat dibagi
menjadi dua kondisi awal keruntuhan yaitu :
1. Keruntuhan tarik, yang diawali dengan
lelehnya tulamgan yang tertarik
2. Keruntuhan tekan, yang diawali dengan
hancurnya beton yang tertekan.
3. Kondisi balanced terjadi apabila keruntuhan
diawali dengan lelehnya tulangan yang
tertarik sekaligus juga hancurnya beton yang
tertekan.
Apabila
e
adalah
eksentrisitas
yaitu
perbandingan antara momen dan beban aksial dan eb
adalah eksentrisitas pada kondisi balanced, maka :
1. e > eb
Keruntuhan tarik ( Tekan
menentukan )
2. e = eb
Keruntuhan balanced
3. e < eb
Keruntuhan tekan ( Tarik
menentukan )
2.2.7. Diagram Interaksi Kolom Beton Bertulang
Untuk memudahkan mengetahui keruntuhan
pada kolom beton bertulang dibuatlah diagram
interaksi. Kapasitas penampang kolom beton bertulang
dapat dinyatakan dalam bentuk diagram interaksi
aksial-momen (P-M) yang menunjukkan hubungan
beban aksial dan memen lentur pada kondisi batas.
Setiap titik kurva menunjukkan kombinasi P dan M
sebagai kapasitas penampang terhadap suatu garis
netral tertentu.
Suatu kombinasi beban yang diberikan pada
kolom bila diplot ternyata berada di dalam diagram
interaksi kolom, berarti kolom masih mampu memikul
dengan baik kombinasi pembebanan tersebut.
Demikian pula sebaliknya, yaitu jika suatu kombinasi
pembebanan yang diplot ternyata berada di luar
diagram itu berarti kombinasi beban itu telah
Gambar 2.5.. Hubungan P – M pada keruntuhan kolom beton bertulang
Dari semua titik-titik yang diperlukan untuk
menggambar diagram interaksi, ada lima titik yang
harus ada pada kurva interaksi ini. Adapun titik-titik
tersebut adalah :
1. Beban aksial tekan maksimum
Kolom dalam keadaan beban konsentris
dapat dituliskan sebagai rumus dibawah ini:
Pn o = (0.85f ' c )(A g - A st ) + f y (A st )
Dimana:
f’c = Kuat tekan maksimum beton
Ag = Penampang bruto kolom
Fy = Kuat leleh tulangan
Ast = Luas tulangan pada penampang
2. Beban aksial
diijinkan
tekan
maksimum
yang
Pn maks = 0.8 P no
3. Beban lentur dan aksial pada kondisi balans,
nilainya ditentukan dengan mengetahui
kondisi regangan ultimate beton εcu = 0.003,
dan regangan baja
εs = εy = fy / Es
4. Beban lentur pada kondisi beban aksial nol,
kondisi seperti pada balok.
5. Beban aksial tarik maksimum
n
Pn -T = ∑- f y A si
i =1
8
Mn, artinya desin kolom tidak mampu
menerima beban Pu dan Mu.
4. Zone 4 = Apabila titik ( Pu, Mu ) terdapat
di zone 4 maka Pu < 0, artinya desain
kolom tidak mampu menerima beban Pu
dan Mu.
Dari keempat zona di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa Pu dan Mu dapat diterima desain
kolom apabila terdapat di zona 2 saja, maka dari itu
dapat disimpulkan bahwa untuk mengetahui apakah
desain kolom kita dapat menerima beban Pu dan Mu
atau tidak hanya perlu dilihat apakah 0 < Pu ≤ Ф . ( 0,8
x ( 0,85 x f’c x ( Ag – Ast ) + Ast x fy ) ) dan Mu ≤ Ф .
Mn
BAB III
METODOLOGI
Gambar 2.6. Titik titik minimum pada Diagram Interaksi
3.1. Prosedur Umum
Gambar 2.7. Pembagian zona pada diagram interaksi kolom beton
bertulang
Untuk menentukan apakah kolom desain
mampu menahan beban aksial ( Pu ) dan beban momen
( Mu ) dapat diketahui dari letak koordinat titik ( Pu,
Mu ) di dalam diagram interaksi desain, berikut
penjelasannya :
1. Zone1 = Apabila titik ( Pu, Mu ) terdapat
di zone 1 maka Pu > Ф . ( 0,8 x ( 0,85 x f’c
x ( Ag – Ast ) + Ast x fy ) ), artinya desain
tidak mampu menerima beban Pu dan Mu.
2. Zone 2 = Apabila titik ( Pu, Mu ) terdapat
di zone 2 maka 0 < Pu ≤ Ф . ( 0,8 x ( 0,85 x
f’c x ( Ag – Ast ) + Ast x fy ) ) dan Mu ≤ Ф .
Mn, artinya desain kolom mampu menerima
beban Pu dan Mu.
3. Zone 3 = Apabila titik ( Pu, Mu ) terdapat
di zone 3 maka 0 < Pu ≤ Ф . ( 0,8 x ( 0,85 x
f’c x ( Ag – Ast ) + Ast x fy ) ) dan Mu > Ф .
Gambar 3.1. Flowchart prosedur umum
9
3.2. Algoritma Analisa Penampang Kolom
3.2.1. Algoritma Sederhana Aplikasi Metoda
Pembagi Interval
menghasilkan f ( x ) = 0, dan nilai ( x ) tersebut berada
diantara ( 2 ) dan ( 3 )
(x)
f(x)
0
-7
1
-4
2
-3
3
2
4
17
Tabel 3.1. Data masukan ( x ) dan hasil dari fungsi polynomial
f ( x ) = X3 – 4X2 +6X – 7
60
50
40
30
(X)=?
f(X)=0
20
10
0
0
1
2
3
4
5
6
-10
Gambar 3.2. Flowchart iterasi pencarian nilai ( x ) dari fungsi
polynomial f ( x )
3.2.1.1. Contoh Sederhana Aplikasi Metoda Pembagi
Interval
Untuk suatu persamaan non linier, mencari
akar persamaan dapat dilakukan dengan cara
melakukan iterasi, baik itu untuk persamaan satu
dimensi maupun lebih. Dalam kasus ini akan
digunakan suatu algoritma sederhana yaitu ” Pembagi
Interval ” ( Interval Halving ) untuk mencari nilai akar
persamaan tersebut dengan cara pendekatan ( bisa
sampai ketelitian 0,001 dari nilai akar yang
sebenarnya ).
Contoh sederhana :
Ada suatu fungsi polinomial
f(x) = X3 – 4X2 +6X – 7 = 0
Dari hasil memasukkan nilai ( x ) kedalam f
( x ) dapat dilihat dari tabel dibawah ini bahwa nilai f
( x ) yang mendekati nilai yang diinginkan ( 0 ) yaitu
saat f ( 2 ) = - 3 dan
f ( 3 ) = 2, jadi
pertanyaannya berapakah nilai ( x ) yang dapat
Gambar 3.3. Grafik dari fungsi polinomial f ( x ) = X3 – 4X2 +6X – 7
Tetapkan
” Batas Atas ” ( XP ) = 3
nilai yang menghasilkan f ( x ) negatif
” Batas Bawah ” ( XN ) = 2
nilai yang menghasilkan f ( x ) positif
” Nilai Tengah ” ( XM ) =
(XN + XP)
2
Iterasi pertama
XM =
(2 + 3)
= 2,5
2
f ( XM ) = f ( 2,5 ) = - 1,375
Bila nilai negatif maka ( XM ) menggantikan ( XN )
pada iterasi selanjutnya.
Iterasi kedua
XM =
(2,5 + 3)
= 2,75
2
f ( XM ) = f ( 2,75 ) = 0,046875
Bila nilai positif maka ( XM ) menggantikan ( XP )
pada iterasi selanjutnya
10
Download