7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Hakikat Model

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif
a. Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran merupakan suatu pola atau kerangka yang
digunakan oleh seorang pengajar atau guru untuk menyampaikan pelajaran.
Tingkat keberhasilan dari tujuan pembelajaran yang akan dicapai juga
dipengaruhi oleh model pembelajaran yang digunakan. Dalam menggunakan
dan memilih model pembelajaran seorang guru juga harus memperhatikan
kondisi siswa dan disesuaikan dengan materi pelajaran yang akan disampaikan
agar pembelajaran tersebut dapat membuat siswa lebih bersemangat dalam
mengikuti pembelajaran. Selain itu pemilihan model pembelajaran juga
disesuaikan dengan materi agar dapat meningkatkan hasil belajar dari para
siswa. Berikut ini adalah beberapa pendapat mengenai model pembelajaran
menurut para ahli:
a) Model pembelajaran menurut Sagala. “Model pembelajaran adalah
kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.”
(Suprijono, 2012: 46). Dari pendapat ahli tersebut peneliti menjelaskan
bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran diperlukan kerangka konseptual
yang digunakan sebagai pedoman untuk mencapai tujuan-tujuan dari
kegiatan belajar itu sendiri. Kerangka konseptual tersebut disusun atau
dirancang secara sistematis serta dapat menggambarkan prosedur
pembelajaran yang sistematis dan terorganisir agar dapat mencapai tujuan
dari kegiatan belajar tersebut.
b) Model pembelajaran menurut Arends. “model pembelajaran adalah suatu
perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial.”
7
8
c) Tritanto (2010: 51). Dari pendapat tersebut peneliti menjabarkan sebagai
berikut, model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman dalam
melakukan proses belajar, dimana model pembelajaran berisi tentang
perencanaan atau suatu pola dan susunan sebuah kegiatan pembelajaran.
Dengan adanya model pembelajaran ini maka proses kegiatan
pembelajaran dapat berjalan atau berlangsung secara efektif serta dapat
terarah sehingga materi pembelajaran yang disampaikan dapat diterima
dengan mudah dan diserap secara maksimal oleh peserta didik. Sehingga
dengan demikian akan tercapai tujuan-tujuan pembelajaran secara
maksimal.
d) Model pembelajaran menurut Joyce. “model pembelajaran adalah suatu
rangkaian kegiatan yang sangat berpengaruh bagi guru dalam membantu
peserta didik mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berfikir, dan
mengekspresikan ide. Model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman
bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan
aktivitas belajar mengajar.” (Agus Suprijono, 2012:46). Dari pendapat ahli
tersebut dapat dimengerti bahwa model pembelajaran dapat membantu
serta berpengaruh bagi siswa dan guru dalam menyerap dan
menyampaikan materi-materi pembelajaran dalam proses belajar
mengajar. Selain itu model pembelajaran memiliki fungsi yaitu sebagai
pedoman dalam pelaksanaan dan perencanaan proses belajar mengajar.
Dengan adanya model
pembelajaran ini
maka informasi, ide,
keterampilan, cara berfikir, dan mengekspresikan ide akan tersampaikan
secara maksimal dari guru kepada peserta didik.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa model
pembelajaran adalah pola atau kerangka konseptual yang menggambarkan
prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar yang
digunakan untuk pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas dengan
harapan siswa dapat mendapatkan informasi, ide, keterampilan serta cara
berfikir. Dengan adanya model pembelajaran maka akan memudahkan guru
dalam menyampaikan materi atau bahan ajar kepada peserta didik, selain itu
9
model pembelajaran juga dapat memudahkan serta memaksimalkan siswa
dalam menerima materi atau bahan ajar dari guru. Proses pembelajaran akan
sangat dipengaruhi oleh model pembelajaran yang digunakan oleh guru dan
siswa. Pemilihan model pembelajaran yang tepat dapat memotivasi siswa
sehingga tujuan dari pembelajaran akan dapat tercapai secara maksimal.
b. Model Pembelajaran Kooperatif
Terdapat banyak model pembelajaran yang dikembangkan untuk
meningkatkan atau memaksimalkan kinerja para peneliti atau pendidik agar
tercapai tujuan pembelajaran dengan hasil belajar yang optimal. Penerapan
model pembelajaran harus sesuai menyesuaikan dengan situasi, kondisi, serta
permasalahan yang terjadi di dalam kelas. Dari beberapa model pembelajaran,
peneliti memfokuskan untuk menggunakan model pembelajaran kooperatif
(cooperative learning).
Model pembelajaran kooperatif yaitu, suatu bentuk konsep pembelajaran
di dalam kelas yang lebih didominasi oleh guru yang meliputi semua jenis
kelompok sesuai dengan arahan guru.
Berikut ini pengertian model pembelajaran kooperatif menurut beberapa
ahli yang juga peneliti jelaskan, diantaranya adalah sebagai berikut:
a) Sugiyanto (2009:37) “pembelajaran kooperatif (cooperative learning)
adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan
kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi
belajar untuk mencapai tujuan belajar”.
Dari pendapat ahli tersebut peneliti jelaskan bahwa dalam pelaksanaannya
model pembelajaran kooperatif menngunakan kelompok-kelompok kecil
untuk saling berdiskusi dan bekerjasama didalam kelas. Kelompokkelompok kecil ini dibentuk dengan memiliki tujuan untuk mengajarkan
siswa agar dapat berfikir secara mandiri dan aktif dalam dalam kegiatan
belajar mengajar sehingga tujuan belajar akan dapat tercapai secara
maksimal.
10
b) Slavin (2005:8) “dalam model pembelajaran kooperatif, para siswa akan
duduk bersama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang untuk
menguasai materi yang disampaikan guru.”
Dari pendapat peneliti jelaskan bahwa pada model pembelajaran
kooperatif untuk menguasai dan memahami materi yang disampaikan oleh
guru, guru mengintruksikan masing-masing siswa untuk membentuk
kelompok dan setiap kelompoknya berisi empat orang. Setelah siswa
membentuk kelompok guru memberi tugas kepada setiap kelompok untuk
dikerjakan, dari tugas yang diberikan oleh guru inilah siswa dapat
memahami dan mendalami materi.
c) Model pembelajaran kooperatif menurut Sanjaya. “pembelajaran
kooperatif merupakan model pembelajaran yang menggunakan sistem
pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang
mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau
suku yang berbeda (heterogen).” Sanjaya (2009: 242).
Dari pendapat ahli tersebut dapat peneliti jelaskan bahwa dalam proses
pembelajaran siswa dibagi kedalam kelompok kecil yang terdiri dari empat
sampai enam orang. Dalam kelompok kecil tersebut terdiri dari siswasiswa yang memiliki latar belakang, kemampuan akademik, jenis kelamin
dan jika memungkinkan terdapat suku dan ras yang berbeda-beda atau
kelompok tersebut bersifat heterogen. Dengan kelompok yang bersifat
heterogen ini maka siswa dapat saling berbagi pengalaman, saling bertukar
pikiran dan saling berkontribusi terhadap keberhasilan kelompok.
Berdasarkan dari uraian-uraian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa
model
pembelajaran
kooperatif
adalah
model pembelajaran
dengan
membentuk kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai enam
orang dan bersifat heterogen, baik dari segi kemampuan, suku, ras, jenis
kelamin, maupun budaya dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk
mencapai tujuan belajar. Terdapat beberapa tipe dalam pembelajaran
kooperatif, yang pada intinya adalah sama, yaitu pembelajaran terpusat pada
11
siswa (student center) dan siswa dilatih untuk menghargai berbagai perbedaan
antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya.
c. Ciri-ciri Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang
saat ini sering digunakan oleh guru untuk menyampaikan materi pembelajaran.
Dalam pelaksanaannya model pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri atau
karakteristik tertentu karena dalam model ini menggunakan sistem
pengelompokan kecil. Isjoni (2010: 27) mengemukakan beberapa ciri dalam
pembelajaran kooperatif yaitu sebagai berikut;
a)
setiap anggota memiliki peran,
b)
terjadi hubungan interaksi langsung diantara siswa,
c)
setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga
teman-teman sekelompoknya,
d)
guru
membantu
mengembangkan
keterampilan-keterampilan
interpersonal kelompok,
e)
guru hanya berinteraksi dengan kelompok yang diperlukan.
Beberapa ciri-ciri atau karakeristik model pembelajaran menurut Isjoni
(2010:27) tersebut diatas, peneliti jelaskan sebagai berikut:
a)
Setiap anggota memiliki peran yaitu, dalam setiap kelompok belajar
yang terdiri dari empat sampai dengan enam orang ini tentunya
memiliki kemampuan dan keahlian yang berbeda-beda. Dengan
demikian saat proses diskusi setiap anggota kelompok memiliki
perannyanya masing-masing, misalnya saja siswa siswa A menguasai
soal nomor satu, maka siswa A bertugas untuk menjelaskan soal
tersebut kepada temannya yang lain. Hal ini juga berlaku bagi anggota
kelompok yang lain, jika si B memahami dan menguasai soal nomor
tiga maka dia bertugas untuk menjelaskan kepada teman yang lain,
begitu seterusnya.
b)
Terjadi hubungan interaksi langsung diantara siswa yaitu, dalam
proses diskusi siswa saling bertatap muka dan saling bertukar
12
pendapat mengenai materi yang disampaikan oleh guru, siswa dapat
saling bertanya mengenai materi yang belum dimengerti dan saling
berbagi ilmu kepada siswa yang lain mengenai materi yang ia kuasai.
c)
Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga
teman-teman sekelompoknya, yaitu pada saat siswa melakukan
diskusi maka setiap siswa mempunyai tanggung jawab terhadap
belajarnya dan juga anggota kelompoknya yang lain, maka apapun
hasilnya, baik maupun buruk hasil belajarnya setiap anggota
kelompok ikut bertanggung jawab.
d)
Guru
membantu
mengembangkan
keterampilan-keterampilan
interpersonal kelompok, yaitu dalam model pembelajaran kooperatif
guru hanya bersifat sebagai fasilitator saja. Setiap siswa memiliki
keterampilan-keterampilannya masing-masing, dan antara siswa yang
satu dengan yang lainnya tentu memiliki keterampilan dan keahlian
yang berbeda-beda. Sehingga sebagai fasilitator siswa maka guru
berkewajiban untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan
yang dimiliki oleh setiap siswanya.
e)
Guru
hanya
berinteraksi
dengan
kelompok-kelompok
yang
diperlukan, yaitu karena dalam model pembelajaran kooperatif guru
hanya bersifat sebagai fasilitator saja seperti yang sudah penulis
sebutkan diatas maka dalam penyampaian materi pembelajaran guru
tidak menerangkan semua materi yang akan dicapai, tetapi setiap
siswa ditugaskan untuk mencari tahu sendiri. Dan kemudian apabila
ada siswa atau salah satu kelompok ada yang kurang jelas atau kurang
memahami materi dan bertanya kepada guru maka guru berkewajiban
untuk menjelaskannya. Namun terkadang tidak setiap kelompok
mengajukan pertanyaan kepada guru sehingga guru hanya berinteraksi
dengan kelompok-kelompok yang diperlukan saja.
d. Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif memiliki berbagai tujuan yang dapat
dilihat dari segi proses belajar mengajar, tingkat keberhasilan siswa maupun
13
guru setelah pembelajaran kooperatif ini selesai. Tujuan tersebut dapat dicapai
apabila guru dan siswa dapat sama-sama aktif ketika pembelajaran.
Dalam model pembelajaran kooperatif terdapat tiga tujuan pembelajaran
yang dirangkum oleh Ibrahim, et al. (2000) dalam Isjoni (2009: 27-28), yaitu
sebagai berikut:
a)
b)
c)
Hasil belajar akademik. Dalam pembelajaran kooperatif
meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki
prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya.
Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam
membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para
pengembang model ini telah menunjukkan, model struktur
penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa
pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan
dengan hasil belajar.
Penerimaan terhadap perbedaan individu. Penerimaan secara
luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya,
kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya.
Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari latar
belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung
pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan
kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.
Pengembangan keterampilan sosial. Mengajarkan kepada siswa
keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilanketerampilan sosial penting dimiliki siswa, sebab saat ini masih
banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.
Pendapat mengenai tujuan pembelajaran menurut ahli tersebut, dapat
peneliti jelaskan sebagai berikut:
a)
Dalam pelaksanaanya model pembelajaran kooperatif memiliki
tujuan untuk memperbaiki nilai atau hasil belajar siswa.
Menurut pendapat para ahli, model pembelajaran ini memiliki
keunggulan dalam membantu siswa untuk memahami konsepkonsep yang sulit untuk dipahami oleh siswa. Dengan
penerapan model pembelajaran kooperatif ini maka diharapkan
dapat membantu siswa untuk memahami konsep-konsep yang
sulit, dengan demikian maka akan membantu siswa untuk
meningkatkan hasil belajarnya.
14
b)
Pada penerapan model pembelajaran kooperatif menggunakan
kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai enam orang yang
terdiri dari jenis kelamin, ras, kemampuan akademis, agama,
serta latar belakang yang berbeda dan diharuskan untuk saling
bekerja sama dan saling bergantung dalam menyelesaikan
tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Maka dengan adanya
perbedaan-perbedaan tersebut diharapkan siswa dapat saling
menghargai dan menghormati setiap perbedaan yang ada. Selain
itu model pembelajaran kooperatif ini juga dapat membentuk
dan membangun rasa toleransi dan dapat saling menghargai
pendapat orang lain melalui diskusi-diskusi yang dilakukan
dalam kelompok kecil tersebut.
c) Model pembelajaran kooperatif ini mengajarkan siswa untuk
saling bekerja sama dan berkolaborasi dalam sebuah kelompok
kecil dan saling menghargai pendapat orang lain serta
memberikan kesempatan bagi orang lain untuk mengemukakan
pendapat atau gagasannya. Maka secara tidak langsung akan
dapat membentuk keterampilan sosial siswa, keterampilan
sosial ini sangat penting dimiliki oleh setiap siswa dalam
menjalani kehidupannya mengingat masih banyak anak yang
kurang akan keterampilan sosialnya. Dengan tujuan tersebut,
siswa harus belajar bagaimana menghargai pendapat orang lain,
bagaimana kerjasama yang kompak sehingga setiap anggota
kelompok akan memiliki jiwa sosial yang tinggi.
e.
Macam-macam model Pembelajaran Kooperatif
Terdapat beberapa macam tipe dalam model pembelajaran kooperatif
(cooperative learning), dan setiap tipe memiliki ciri khas serta memiliki
perbedaan dalam penerapan di dalam pembelajaran. Dalam penerapannya
model pembelajaran harus sesuai dengan kebutuhan dan kondisi siswa di dalam
kelas, karena masing-masing model pembelajaran memiliki tujuan, prinsip, dan
tekanan utama yang berbeda-beda.
15
Beberapa variasi model pembelajaran menurut Suprijono (2014: 89102) adalah sebagai berikut: 1) Jigsaw, 2) Thing-Pair-Share, 3) Numbered
Heads Together, 4) Group Investigation, 5) Two Stay Two Stray, 6) Make a
match, 7) Listening Team, 8) Inside-Outside Circle, 9) Bambo Dancing, 10)
Point-Counter-Point, 11) The Power of Two
Berikut peneliti paparkan uraian singkat model pembelajaran
kooperatif dalam Suprijono diatas:
1) Jigsaw
Model pembelajaran jigsaw adalah tipe pembelajaran yang
dilakukan secara berkelompok, di dalam kelompok tersebut terdiri
dari beberapa siswa yang yang sudah menguasi materi pembelajaran,
dan kemudian siswa ini bertanggung jawab untuk menularkan atau
menyampaikan materi yang dikuasainya kepada teman satu
kelompoknya. Pada model ini siswa melakukan aktivitas belajar
dengan melakukan kerja sama dengan siswa lain untuk mewujudkan
tercapainya tujuan bersama.
2) Thing Pair Share
Model pembelajaran ini menggunakan metode diskusi
berpasangan yang kemudian dilanjutkan dengan diskusi pleno. Pada
model pembelajaran Thing-Pair-Share ini siswa dilatih untuk
menyampaikan pendapat dan siswa juga belajar untuk menghargai
pendapat orang lain dengan tetap mengacu pada materi dan atau tujuan
pembelajaran. Dalam model pembelajaran ini siswa dituntut untuk
dapat nemenukan serta memahami konsep-konsep baru, sehingga
guru bukanlah satu-satunya sumber pembelajaran.
3) Numbered Heads Together
Numbered Heads Together (NHT) merupakan varian dari
diskusi kelompok serta teknis pelaksanaanya hampir sama dengan
diskusi kelompok. Numbered Heads Together ini cocok untuk
memastikan akuntabilitas individu dalam kelompok diskusi. (Huda,
2003:130)
16
4) Group Investigation
Model group investigation ini memadukan beberapa landasan
pemikiran, yaitu berdasarkan pandangan konstruktivistik, democratic
teaching, dan kelompok belajar kooperatif. Model pembelajaran ini
adalah strategi belajar yang mengelompokkan siswa kedalam
kelompok kecil yang menuntun dan mendorong siswa untuk
melakukan investigasi terhadap suatu topik khusus atau materi ajar.
5) Two Stay Two Stray
Two Stay Two Stray atau “dua tinggal dua tamu” merupakan
model pembelajaran kooperatif dengan membagi siswa dalam
beberapa kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari empat siswa.
Kelompok yang dibentuk merupakan kelompok heterogen seperti
pada pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray yang bertujuan
untuk memberikan kepada siswa untuk saling membelajarkan dan
saling mendukung.
6) Make a match
Model pembelajaran ini merupakan pembelajaran yang
menggunakan teknik mencari pasangan dengan menggunakan kartu
pertanyaan dan kartu jawaban dan kemudian didiskusikan oleh
pasangan siswa tersebut. Model pembelajaran ini biasanya
menggunakan kartu sebagai media pembelajarannya.
7) Listening Team
Dalam
pembelajaran
ini
lebih
menekankan
kepada
pengoptimalan penggunaan indera pendengaran siswa di samping
indera lainnya. Listening Team diawali dengan pemaparan materi
pembelajaran oleh guru, kemudian guru memabagi siswa kedalam
beberapa kelompok dan setiap kelompok mempunyai perannya
masing-masing.
8) Inside-Outside Circle
Model pembelajaran Inside-Outside Circle atau lingkaran
dalam lingkaran luar adalah model pembelajaran dengan cara separuh
17
dari jumlah siswa membentuk lingkaran kecil menghadap keluar dan
separuhnya lagi membentuk lingkaran besar menghadap ke dalam,
siswa yang berhadapan saling berbagi informasi secara bersamaan,
siswa yang berada di lingkaran luar berputar kemudian berbagi
informasi kepada teman (baru) yang ada didepannya, begitu
seterusnya.
9) Bamboo Dancing
Model pembelajaran bamboo dancing ini dilakukan dengan cara
membagi siswa ke dalam dua kelompok besar dan kemudian kedua
kelompok ini saling berhadapan dengan posisi sejajar untuk saling
berdiskusi sesuai materi ajar, usai berdiskusi siswa bergeser sesui
dengan arah jarum jam agar mendapat teman diskusi baru untuk saling
bertukar informasi.
10) Point-Counter-Point
Point-Counter-Point adalah sebuah teknik untuk merangsang
diskusi dan mendapatkan pemahaman lebih mendalam tentang
berbagai isu yang kompleks, teknik ini berformat menyerupai sebuah
perdebatan yang tidak formal. Metode ini mengandalkan kerja sama
kelompok untuk mendiskusikan sebuah masalah dan kemudian akan
digunakan sebagai bahan untuk beradu argumen dengan kelompok
lain.
11) The Power of Two
The Power of Two adalah menggabungkan dua kekuatan dan
saling berkolaborasi untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai. Salah satu tujuan dari model pembelajaran ini adalah
membiasakan siswa agar belajar aktif baik secara individu maupun
kelompok.
Dari berabagai model pembelajaran diatas, peneliti memilih model
pembelajaran Make a match sebagai model pembelajaran yang akan meneliti
model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match untuk meningkatkan hasil
belajar siswa SMA Negeri 1 Mojolaban.
18
f.
Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajarann Kooperatif
Dalam proses pembelajaran guru menggunakan model pembelajaran
sebagai alat untuk menyampaikan bahan ajar. Namun dalam kenyataannya
tidak ada model pembelajaran yang sempurna untuk digunakan dalam proses
belajar mengajar, setiap model pembelajaran memiliki kelebihan serta
kekurangannya masing-masing. Berikut ini yang merupakan kelebihan dan
kekurangan model pembelajaran kooperatif:
1) Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif
Sugiyanto (2008:44-43) mengungkapkan keuntungan pembelajaran
kooperatif adalah sebagai berikut:
a) Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial
b) Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap
keterampilan, informasi, perilaku sosial, dan pandanganpandangan
c) Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial
d) Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial
dan komitmen
e) Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois
f)
Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa
dewasa
g) Berbagai keterampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara
hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan
h) Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia
i)
Meningkatkan kemampuan memandang masalah atau situasi dari
berbagai perspektif
j)
Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasa
baik
k) Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan
kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial,
agama, dan orientasi tugas
19
Dari keuntungan-keuntungan model pembelajaran kooperatif yang
telah dikemukakan oleh sugiyanto tersebut maka dapat peneliti jelaskan
sebagai berikut:
a) Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial, yaitu dalam
pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok ini model
pembelajaran kooperatif menuntut siswa untuk memiliki sikap
yang peka terhadap apa yang dirasakan teman satu kelompoknya
serta memiliki rasa setia kawan yang tinggi.
b) Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai belajar sikap
keterampilan, perilaku, dan pandangan-pandangan, yaitu model
pembelajaran kooperatif ini membantu siswa untuk belajar
mengenai sikap dan perilaku yang baik dan sesuai dengan normanorma karena dalam model pembelajaran ini siswa dihadapkan
dengan teman sekelompok yang memiliki latar belakang serta
gagasan-gagasan dan pandangan-pandangan yang berbeda.
c) Memudahkan siswa melakukan penyelesaian sosial, yaitu model
pembelajaran kooperatif ini membantu siswa untuk beradaptasi
atau menyesuaikan diri dalam bersosialisasi dan bergaul dengan
individu lain yang memiliki pandangan serta latar belakang yang
berbeda.
d) Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial
dan komitmen, dalam hal ini nilai-nilai sosial yang ada di dalam
diri manusia akan berkembang serta mampu membuat siswa
untuk dapat mempertahankan komitmen yang dimiliki oleh siswa
tersebut.
e) Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois, yang
dimaksud disini adalah dengan bekerja secara kelompok maka
diharapkan siswa dapat mengesampingkan sifat egois dan lebih
dapat untuk menghargai kepentingan orang lain.
f)
Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa
dewasa, bekerja sama dalam sebuah kelompok dan saling
20
bertukar gagasan dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh
guru maka akan membangun persahabatan diantara anggota
kelompok tersebut yang diharapkan dapat berlangsung hingga
masa dewasa.
g) Berbagi keterampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara
hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan,
maksudnya adalah setiap siswa tentunya memiliki keterampilan
sosialnya masing-masing yang terkadang keterampilan tersebut
belum dimiliki oleh siswa yang lain, maka dalam pembelajaran
kooperatif ini keterampilan sosial tersebut dapat dipraktekkan
serta diajarkan kepada siswa yang lain. Keterampilan antara siswa
yang satu dengan siswa yang lain tentunya berbeda-beda dan
saling dapat diajarkan.
h) Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia,
model pembelajaran kooperatif ini dapat meningkatkan rasa
saling
percaya
kepada
sesama
manusia
karena
model
pembelajaran ini mengajarkan siswa untuk saling menghargai
pendapat orang lain maka dengan demikian akan membuat siswa
untuk saling percaya akan akan gagasan yang dikemukakan oleh
orang lain dengan catatan gagasan tersebut memang dapat
diterima dan masuk akal.
i)
Meningkatkan kemampuan memandang masalah atau situasi dari
berbagai perspektif, yaitu dari berbagai pendapat dan gagasan
yang dikemukakan oleh teman-teman sekelompoknya maka hal
ini dapat membantu siswa dalam memandang masalah dari
berbagai perspektif.
j)
Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasa
baik, dalam berdiskusi tentunya setiap orang memiliki pendapat
serta gagasan yang berbeda, dan diantara gagasan-gagasan tentu
ada gagasan yang dirasa baik dan kurang baik, maka dengan
demikian apabila seseorang memiliki ide yang dirasa kurang baik
21
maka diharapkan ketersediaannya untuk menggunakan ide orang
lain yang dianggap baik.
k) Meningkatkan
kegemaran
berteman
tanpa
memandang
perbedaan, model pembelajaran ini mengajarkan siswa untuk
dapat berteman dengan siapapun tanpa memandang adanya
perbedaan kemampuan, jenis kelamin, ras, serta latar belakang,
karena model pembelajaran kooperatif ini dilakukan dengan
membentuk kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai enam
orang yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, ras, serta latar
belakang yang berbeda-beda. Selain itu model pembelajaran ini
juga mengajarkan bahwa perbedaan-perbedaan tersebut tidaklah
penting dalam sebuah hubungan pertemanan.
2) Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif
Disamping terdapat kelebihan, model pembelajaran kooperatif juga
memiliki kekurangan, Sanjaya (2009: 250-251) mengemukakan keterbatasan
model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
a) Untuk memahami dan mengerti filosofis strategi pembelajaran
kooperatif memang butuh waktu.
b) Ciri utama strategi pembelajaran kooperatif adalah bahwa siswa
saling membelajarkan.
c) Penilaian yang diberikan dalam strategi pembelajaran kooperatif
didasarkan kepada hasil kerja kelompok.
d) Keberhasilan
strategi
pembelajaran
kooperatif
dalam
upaya
mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu
yang cukup panjang.
e) Walaupun kemampuan bekerjasama merupakan kemampuan yang
sangat penting untuk siswa, akan tetapi banyak aktivitas dalam
kehidupan yang hanya didasarkan kepada kemampuan secara
individual.
22
Kekurangan model pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh
Sanjaya tersebut dapat peneliti jabarkan sebagai berikut:
a) Untuk memahami dan mengerti sebuah filosofi atau maksud dan
tujuan dari sesuatu hal memang membutuhkan waktu, begitu juga
untuk memahami dan mengerti dilosofi dari model pembelajaran
kooperatif ini.
b) Siswa saling membelajarkan merupakan ciri utama strategi
pembelajaran kooperatif, maksudnya adalah pembelajaran dilakukan
oleh siswa dan dari siswa. Dalam memahami sebuah materi atau
bahan ajar siswa diminta untuk membentuk sebuah kelompok kecil
dan saling berdiskusi di dalamnya.
c) Penilaian yang diberikan dalam strategi pembelajaran kooperatif
didasarkan kepada kelompok, hal ini dianggap sebagai kekurangan
karena dalam setiap kelompok belajar terkadang terdapat siswa yang
rajin dan malas, maka hal ini akan menimbulkan ketidakadilan bagi
siswa yang rajin.
d) Setiap sesuatu hal untuk mencapai keberhasilan memerlukan sebuah
proses, hal ini juga berlaku pada model pembelajaran kooperatif.
Upaya untuk mengembangkan kesadaran berkelompok dalam model
pembelajaran kooperatif ini memerlukan yang panjang .
e) Kegiatan berkelompok dalam model pembelajaran kooperatif ini
sering kali masih dilakukan secara individual. Tugas yang seharusnya
dilakukan dengan diskusi dan dilakukan bersama terkadang masih
dilakukan secara individualis atau masih kurangnya kekompakan
didalam kelompok tersebut.
Dengan adanya kelemahan-kelemahan dari model pembelajaran kooperatif
ini diharapkan agar menjadi pertimbangan sekaligus guru dapat mengantisipasi
atas berbagai kendala-kendala yang terdapat pada proses pembelajaran di kelas.
23
2. Hakikat Penelitian Tindakan Kelas
a. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Dalam kegiatan pembelajaran, PTK berkembang sebagai sebuah
penelitian terapan. PTK sangat bermanfaat bagi guru untuk meningkatkan mutu
proses dan hasil pembelajaran di dalam kelas. Penelitian Tindakan Kelas
dilakukan untuk menjawab persoalan-persoalan yang ada didalam kelas yang
pada nantinya akan berkaitan dengan hasil belajar siswa dan motiovasi siswa.
Mengenai pengertian Penelitian tindakan kelas ini terdapat beberapa
pendapat dari para ahli, diantaranya adalah sebagai berikut:
a) Penelitian tindakan kelas menurut Sumadayo
Menurut Sumadayo (2013) adalah sebagai berikut:
Merupakan ragam penelitian pembelajaran yang berkonteks didalam kelas
yang dilaksanakan oleh guru atau calon guru untuk memecahkan
permasalahan yang ada di dalam kelas untuk memperbaiki mutu dan hasil
pembelajaran dan mencobakan hal-hal yang baru dalam pembelajaran guna
peningkatan dan hasil pembelajaran (hlm.20).
Dari pendapat tersebut dapat peneliti jelaskan bahwa penelitian
tindakan kelas adalah berbagai macam penelitian yang dilakukan didalam
kelas yang dilakukan atau dilaksanakan baik oleh guru maupun oleh calon
guru, dengan tujuan untuk memecahkan masalah-masalah didalam kelas
yang mempengaruhi hasil belajar serta minat atau motivasi siswa dalam
mengikuti proses pembelajaran didalam kelas.
b) Penelitian tindakan kelas menurut Herawati, dkk (2008)
Penelitian tindakan kelas menurut Herawati, dkk (2008) dalam
Mulyasa (2012), “Penelitian reflektif yang dilaksanakan secara siklus oleh
guru atau calon guru di dalam kelas. Proses pelaksanaan PTK dilaksanakan
mulai dari tahapan perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi untuk
memecahkan permasalahan dan mencobakan hal-hal baru demi perbaikan
dan
peningkatan
kualitas
pembelajaran.Penelitian
tindakan
kelas
merupakan suatu upaya untuk mencermati kegiatan belajar sekelompok
peserta didik dengan memberikan sebuah tindakan (treatment) yang sengaja
dimunculkan.”
24
Dari pendapat Herawati, dkk tersebut dapat peneliti jelaskan bahwa
penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru atau
calon guru didalam kelas yang bertujuan untuk memperbaiki serta
meningkatkan kualitas kegiatan belajar mengajar dan meningkatkan hasil
belajar. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan mulai dari perencanaan,
tindakan, pengamatan, dan refleksi. Dalam upaya peningkatan hasil belajar
serta kualitas pembelajaran peneliti dengan sengaja dan terencana
memberikan sebuah tindakan.
c) Penelitian tindakan kelas menurut Igak (2002: 4)
PTK menurut Igak (2011: 4), “penelitian yang dilakukan oleh guru
didalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan untuk
memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga prestasi belajar siswa
menjadi meningkat.”
Dari pendapat Igak (2011:4) tersebut dapat peneliti jabarkan bahwa
penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan atau
dilaksanakan di dalam kelas oleh seorang guru, dengan tujuan untuk
meningkatkan dan memperbaiki kinerjanya dalam mengajar didalam kelas
sehingga dengan penelitian tersebut dapat meningkatkan hasil belajar atau
prestasi belajar siswa.
Dari uraian-uraian peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa
penelitian tindakan kelas adalah sebuah penelitian terapan yang dilakukan
oleh guru atau calon guru untuk memperbaiki dan atau meningkatkan mutu
proses dan hasil pembelajaran dengan menerapkan model atau metode
pembelajaran.
Dari uraian-uraian diatas juga dapat ditarik kesimpulan bahwa
Penelitian Tindakan Kelas memiliki 3 unsur, yaitu:
(a) Penelitian Tindakan Kelas memiliki permasalahan yang khusus, jadi
pada setiap kelas memiliki permasalahan yang berbeda-beda. Dengan
permasalahan yang berbeda-beda ini tentunya memerlukan solusi
yang berbeda-beda pula.
25
(b) Penanganan permasalahan pada PTK ini biasanya guru menggunakan
model atau metode pembelajaran yang dirasa cocok dan sesuai untuk
menangani serta untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
(c) Menanganani dan memperbaiki kualitas belajar siswa tentunya
memerlukan tahapan, tidak bisa hanya satu tahapan saja untuk
menangani masalah yang terdapat dalam PTK. Dalam PTK tahapan
ini disebut dengan siklus.
b. Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Karakteristik PTK menurut Suyadi (2012:23-29) adalah:
1) Guru merasa bahwa ada permasalahan yang mendesak untuk segera
diselesaikan di dalam kelasnya.
2) Refleksi diri. Ini yang membedakan antara PTK dengan penelitian
pada umumnya.
3) Penelitian dilakukan di dalam kelas sehingga fokus perhatian adalah
proses pembelajaran antara guru dan siswa melalui interaksi.
4) PTK bertujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran secara terus
menerus.
Dari karakteristik penelitian tindakan kelas menurut Suyadi tersebut
dapat peneliti jabarkan sebagai berikut:
1)
Dalam suatu kegiatan terkadang tidak selalu berjalan sesuai dengan
rencana atau harapan, begitu juga dalam sebuah proses kegiatan
belajar mengajar di dalam kelas. Dalam sebuah proses pembelajaran
terkadang
terdapat
sebuah
permasalahan
yang
serius
yang
mempengaruhi prestasi atau hasil belajar siswa di dalam kelas
sehingga harus segera ditangani atau diatasi agar permasalahan
tersebut dapat terselesaikan sehingga tidak mengganggu hasil atau
prestasi belajar siswa.
2)
Penelitian tindakan kelas berbeda dengan penelitian-penelitian pada
umumnya, yang membedakan penelitian tindakan kelas dengan
penelitian pada umumnya yaitu di dalam penelitian tindakan kelas
terdapat refleksi diri yang dilakukan oleh peneliti. Refleksi diri ini
26
dilakukan dengan tujuan untuk mencari penyebab dari permasalahan
yang ada atau yang ditimbulkan sehingga dapat dicari solusi yang baik
agar masalah tersebut dapat segera terselesaikan.
3)
Sesuai dengan namanya, penelitian ini hanya dilakukan di dalam
kelas. Sehingga permasalahan dan solusi apa yang tepat pada nantinya
hanya terfokus kepada guru dan siswanya saja.
4)
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan tidak hanya untuk
memperbaiki masalah atau proses pembelajaran pada saat itu juga,
namun penelitian ini juga dapat digunakan untuk memperbaiki proses
pembelajaran secara terus menerus dan pada waktu yang relatif lama.
c.
Manfaat Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Dalam melakukan sebuah penelitian tentulah memiliki manfaat,
begitu juga dengan melakukan PTK. Penelitian tindakan kelas ini memiliki
manfaat yang sangat penting bagi pendidikan, utamanya yaitu dalam
meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran di dalam kelas.
Dalam Sanjaya (2009:34-36) terdapat empat klasifikasi manfaat dari
PTK, antara lain adalah sebagai berikut:
1) Manfaat untuk Guru
PTK memiliki manfaat yang besar bagi guru, di antaranya: pertama,
PTK dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang menjadi
tanggung jawabnya. Kedua, melalui perbaikan dan peningkatan kinerja,
maka akan tumbuh kepuasan dan rasa percaya diri yang dapat dijadikan
sebagai modal untuk secara terus menerus meningkatkan kemampuan
dan kinerjanya. Ketiga, keberhasilan PTK dapat berpengaruh terhadap
guru lain. Keempat, PTK juga dapat mendorong guru untuk memiliki
sikap profesional. Kelima, guru akan selalu mengikuti kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
2) Manfaat PTK untuk siswa
PTK juga bermanfaat bagi siswa, diantaranya: Pertama, melalui PTK
dapat mengurangi bahkan menghilangkan rasa jenuh dalam mengikuti
proses pembelajaran. Kedua, PTK dapat berpengaruh positif terhadap
pencapaian hasil belajar siswa. Tujuan akhir dari PTK adalah hasil
belajar yang optimal. Oleh sebab itu, PTK juga akan bermanfaat bagi
orang tua yang mengharapkan keberhasilan putra putrinya dalam
belajar.
3) Manfaat PTK untuk Sekolah
Guru-guru yang kreatif dan inovatif dengan selalu berupaya
meningkatkan hasil belajar siswa, secara langsung akan membantu
27
sekolah yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan
untuk mendidik siswanya. Dengan demikian, tidak dapat dipungkiri
lagi manfaat PTK bagi sekolah.
4) Manfaat untuk Perkembangan Teori Pendidikan
PTK dapat menjembatani antara teori dan praktik. Teori sebagai hasil
proses berfikir deduktif-induktif, penuh dengan pembahasan abstrak
yang tidak semua orang dapat memahaminya sehingga sulit untuk
dipraktikkan oleh para praktisi lapangan. Dengan kata lain, teori
biasanya hanya dikonsumsi oleh para akademikus yang selalu berusaha
menjelaskan keterkaitan antara dua atau lebih variabel. PTK yang
bersifat kolaboratif antara setiap unsur yang berkepentingan termasuk
kolaborasi antara guru dan orang LPTK, memiliki potensi untuk
menerjemahkan teori yang bersifat riil dan praktis.
Dari manfaat yang dikemukakan oleh Sanjaya tersebut dapat peneliti
jelaskan sebagai berikut:
1) Bagi penelitian tindakan kelas ini jika dilaksanakan tidak hanya
menghasilkan satu manfaat saja, namun bagi guru penelitian tindakan
kelas ini memiliki beberapa manfaat, antara lain yaitu dapat
meningkatkan mutu pembelajaran yang mana mutu pembelajaran ini
merupakan tanggung jawab dari seorang guru. Kemudian dengan
melakukan perbaikan dan peningkatan kinerja maka hal ini dapat
meningkatkan kepuasan serta rasa percaya diri bagi guru yang dapat
dijadikan sebagai modal untuk tetap dan terus meningkatkan
kinerjanya. Manfaat bagi guru yang selanjutnya adalah penelitian
tindakan kelas ini dapat mempengaruhi guru yang lain, maksudnya
adalah dengan melakukan penelitian tindakan kelas ini maka akan
memacu guru-guru yang lain untuk memperbaiki kinerjanya dalam
mengajar di dalam kelas. Kemudian maanfaat yang selanjutnya bagi
guru adalah untuk meningkatkan profesionalitas yang ada dalam setiap
diri seorang guru dalam mengajar didalam kelas. Manfaat yang terakhir
bagi guru adalah dapat mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, dengan melakukan penelitian tindakan kelas ini maka
akan dapat menambah ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki
oleh guru.
28
2) Manfaat penelitian tindakan kelas bagi siswa yaitu dapat mengurangi
rasa jenuh pada saat mengikuti proses pembelajaran di dalam kelas,
karena dengan melakukan penelitian ini metode pembelajaran yang
digunakan oleh guru tidak hanya metode ceramah saja yang sering
menimbulkan kebosanan bagi siswa, namun hal ini bukan berarti
metode pembelajaran ceramah jelek atau tidak bagus digunakan.
Namun dengan melakukan penelitian tidakan kelas ini guru biasanya
menerapkan metode-metode pembelajaran yang bervariasi dan
cenderung menyenangkan dan tidak membosankan. Selain itu manfaat
yang selanjutnya bagi siswa adalah dengan suasana pembelajaran yang
menyenangkan dan tidak membosankan di dalam kelas tersebut secara
tidak langsung dapat meningkatkan prestasi dan hasil belajar siswa.
Karena dengan suasana pembelajaran yang menyenangkan dan tidak
membosankan tersebut siswa dapat lebih mudah menerima materi
pembelajaran dan semakin semangat dalam mengikuti pelajaran. Jika
sudah demikian, manfaat yang selanjutnya sudah jelas dapat dirasakan
oleh orang tua. Dalam menyekolahkan anaknya sudah jelas apabila
orang tua mengharapkan anaknya untuk memperoleh prestasi dan hasil
belajar yang memuaskan.
3) Kemudian penelitian tindakan kelas ini juga bermanfaat bagi sekolah
karena dengan menerapkan metode pembelajaran yang kreatif dan
inovatif ini maka akan dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang
memuaskan dan dengan demikian akan mencetak lulusan-lulusan
terbaik dengan nilai akademik yang memuaskan sehingga secara
langsung akan dapat mengarumkan nama sekolah.
4) Manfaat yang selanjutnya adalah bagi perkembangan pendidikan,
manfaat bagi perkembangan pendidikan adalah dapat menjembatani
antara teori dan praktek. Sebuah teori tidak akan bermanfaat apabila
tidak dibarengi dengan praktek. Antara teori dan praktek haruslah
berjalan beriringan dan seimbang. Dengan penelitian tindakan kelas
yang dilakukan secara kolaboratif ini memiliki potensi untuk
29
menerjemahkan teori yang bersifat riil dan praktis. Karena dalam
sebuah teori terdapat kalimat yang abstrak yang tidak semua orang
dapat memahaminya sebingga maksud dari teori tersebut tidak dapat
tersampaikan secara maksimal. Dengan adanya penelitian tindakan
kelas ini maka diharapkan dapat membantu guru untuk memahami
teori-teori tentang pendidikan yang pada nantinya dapat membantu
guru dalam mewujudkan tujuan dari pembelajaran.
3. Hakikat Pembelajaran Sosiologi
a. Pengertian Sosiologi
Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang hubungan masyarakat.
Ilmu sosiologi ini merupakan rumpun dari ilmu pengetahuan sosial. Terdapat
beberapa pendapat dari para ahli mengenai pengertian sosiologi, antara lain
yaitu:
a) Menurut Auguste Comte sebagai bapak sosiologi dalam Sunarto (1993)
menjalaskan bahwa sosiologi adalah “Ilmu yang terutama mempelajari
manusia sebagai makhluk yang mempunyai naluri untuk senantiasa
hidup bersama dengan sesamanya.”
Dari pendapat ahli tersebut dapat peneliti jelaskan bahwa sosiologi
adalah ilmu yang mempelajarai atau ilmu yang berisi tentang manusia
sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang memiliki naluri untuk
senantiasa hidup dengan manusia lain dan cenderung tidak dapat hidup
sendiri tanpa adanya manusia lain.
b) Sedangkan menurut F. Ogburn dan Meyer F.Nimkoff dalam Soerjono
Soekanto (2010: 17), “Sosiologi adalah penelitian secara ilmiah
terhadap interaksi sosial dan hasilnya yaitu organisasi sosial.”
Maka dari pendapat tersebut dapat peneliti jelaskan bahwa sosiologi
adalah sebuah penelitian yang dilakukan secara ilmiah mengenai
interaksi-interaksi sosial yang ada dalam kehidupan manusia dan
sebagai hasilnya yaitu organisasi-organisasi sosial.
c) Menurut Piritim A. Sorokin dalam (Soejono Soekanto, 2001: 20) bahwa
sosiologi adalah ilmu yang mempelajari:
30
a) Hubungan maupun pengaruh timbal balik antara gejala sosial
dengan gejala nonsosial, seperti pengaruh iklim terhadap watak
manusia, dan pengaruh kesuburan tanah terhadap pola migrasi
penduduk;
b) Ciri-ciri umum dari semua jenis gejala atau fenomena sosial yang
terjadi dalam masyarakat;
c) Hubungan maupun pengaruh timbal balik antara berbagai gejala
sosial, seperti antara gejala ekonomi dengan agama, keluarga
dengan moral, hukum dengan ekonomi, dan gerak masyarakat
dengan politik.
Dari pendapat tersebut dapat peneliti jabarkan sebagai berikut,
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari:
a)
Adanya hubungan dan pengaruh timbal balik yang terjadi di dalam
masyarakat antara gejala sosial maupun gejala non sosial, seperti
misalnya saja adanya pengaruh iklim terhadapa watak yang
dimiliki manusia, kemudian pengaruh dari tingkat kesuburan tanah
terhadap pola migarasi penduduk.
b) Ciri-ciri secara umum dari semua jenis gejala atau fenomenafenomena sosial yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat.
c)
Hubungan maupun pengaruh timbal balik antara berbagai gejala
sosial, misalnya saja seperti antara gejala ekonomi dengan agama,
kemudian antara gejala keluarga dengan moral.
Dari pengertian-pengertian ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa sosiologi adalah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari
hubungan serta kehidupan masyarakat yang mencakup semua tatanan
yang ada di dalam masyarakat itu sendiri.
b. Ciri-ciri Sosiologi
Menurut Harry M. Johnson, sosiologi sebagai ilmu memiliki ciriciri sebagai berikut:
1)
Bersifat empiris, yaitu didasarkan pada observasi dan akal sehat
yang hasilnya tidak bersifat spekulatif.
31
2)
Bersifat teoritis, yaitu selalu berusaha menyusun abstraksi dari
hasil observasi yang konkret di lapangan.
3)
Bersifat
kumulatif,
yaitu
teori-teori
sosiologis
dibentuk
berdasarkan teori yang sudah ada, kemudian diperbaiki,
diperluas, dan diperhalus.
4)
Bersifat nonetis, yang dipersoalkan dalam sosiologi bukanlah
baik buruknya fakta tertentu, melainkan menjelaskan fakta
tersebut secara analitis.
Dari pendapat ahli mengenai ciri-ciri sosiologi tersebut dapat
peneliti jabarkan sebagai berikut:
1)
Sosiologi bersifat empiris, maksudnya disini adalah ilmu
sosiologi didasarkan oleh observasi atau pengamatan serta akal
sehat yang hasilnya tidak bersifat spekulatif atau hasilnya sesuai
dengan kenyataan dan sesuai dengan hasil pengematan yang
sebenarnya dan benar-benar terjadi atau ada di dalam kehidupan
masyarakat.
2)
Sosiologi bersifat teoritis, maksudnya teoritis disini adalah dalam
menusun abstraksi selalu berusaha sesuai dengan hasil observasi
yang konkret dan sebenar-benarnya di lapangan.
3)
Sifat sosiologi yang selanjutnya adalah kumulatif, yang dimaksud
dengan kumulatif disini adalah teori-teori dalam sosiologi
dibentuk berdasarkan dengan teori-teori yang sudah ada. Dan
kemudia teori-teori yang sudah ada ini selanjutnya diperbaiki,
diperluas kemudian deperhalus dan disempurnakan.
4)
Sifat sosiologi yang terakhir adalah sosiologi bersifat nonetis,
maksudnya adalah yang dijelaskan dan dipersoalkan dalam ilmu
sosiologi bukanlah baik dan buruknya sebuah fakta dan fenomena
tertentu namun dalam ilmu sosiologi ini menjelaskan serta
menjabarkan sebuah fakta dan fenomena secara analitis.
32
c.
Tujuan Pembelajaran Sosiologi di SMA
Suatu pembelajaran tentunya memiliki tujuan-tujuan tertentu yang
ingin dicapai begitu juga dengan pembelajaran sosiologi di SMA.
Menurut Basuki Haryono dkk (2009: 11) objek yang dipelajari dalam
sosiologi adalah “Hubungan timbal balik antara sesama manusia,
hubungan antara individu dengan kelompok, hubungan antara satu
kelompok dengan kelompok lain, sifat-sifat kelompok sosial yang
beraneka ragam”.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari
pembelajaran sosiologi adalah sebagai berikut:
1) Agar siswa dapat mempelajari serta mengetahui tentang hubungan
timbal balik antara sesama manusia.
2) Agar siswa dapat mempelajari tentang hubungan antara individu
dengan kelompok.
3) Agar siswa dapat mempelajari hubungan antara satu kelompok
dengan kelompok lain.
4) Agar siswa dapat mempelajari serta memahami tentang sifat-sifat
kelompok sosial yang beraneka ragam.
Ditinjau dari objek serta tujuan pembelajaran sosiologi dapat kita
ketahui bahwa ilmu sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang sangat
penting bagi siswa untuk menjalani kehidupannya di lingkungan
masyarakat dimanapun serta kapanpun dia berada. Dengan mempelajari
sosiologi maka diharapkan siswa dapat dengan mudahbersosialisasi
dilingkungan masyarakat, memahami fenomena-fenomena sosial,
dapat mengatasi serta dapat mengantisipasi terhadap adanya masalahmasalah sosial, serta dapat digunakan sebagai pedoman dalam hidup
bermasyarakat.
33
d.
Materi Sosiologi yang Digunakan sebagai Bahan Ajar dalam
Penelitian
Materi pembelajaran sosiologi yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah dinamika kehidupan. Materi ini berisi tentang:
1) Pengertian tentang kebudayaan menutut bahasa dan menurut para
ahli yang nantinya guru memberikan kesimpulan.
2) Ciri-ciri dari kebudayaan yang meliputi:
(a) Kebudayaan diciptakan manusia melalui perasaan (rasa),
kemauan (karsa), dan karya atau hasil manusia.
(b) Kebudayaan dibutuhkan manusia untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungannya dan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya.
(c) Kebudayaan diperoleh manusia dengan cara belajar.
(d) Kebudayaan diwariskan dari satu generasi kegenarasi
berikutnya.
(e) Kebudayaan dimiliki dan diakui masyarakat.
(f) Kebudayaan bersifat dinamis atau berubag-ubah.
(g) Kebudayaan dapat berupa ide atau gagasan, tindakan dan
hasil karya yang berwujud materi atau benda.
3) Wujud kebudayaan yang meliputi antara lain:
(a) Wujud kebudayaan yang bersifat abstrak terdapat dalam akal
pikiran manusia, sehingga tidak dapat dilihat, difoto, maupun
diraba.
(b) Wujud kebudayaan yang bersifat konkret berpola pada
tindakan manusia yang dapat dilihat, difoto dan diraba. Wujud
kebudayaan konkret ini dibagi menjadi 3 yaitu, perilaku,
bahasa, dan materi atau artefak.
4) Sifat-sifat kebudayaan, diantaranya adalah:
(a) Kebudayaan mempunyai nilai
(b) Kebudayaan memiliki sifat statis dan dinamis
34
(c) Kebudayaan dapat diwariskan dari satu generasi kegenarasi
berikutnya.
(d) Kebudayaan beranekaragam
(e) Kebudayaan mempunyai struktur.
5) Unsur-unsur kebudayaan menurut koentjaraningrat yaitu “sistem
religi atau kepercayaan, sistem mata pencaharian hidup, sistem
peralatan dan perlengkapan hidup atau sistem teknologi, bahasa,
kesenian, sistem organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan.”
6) Stuktur kebudayaan yang meliputi:
(a) Cultural universal atau kebudayaan semesta
(b) Cultural activities atau aktivitas kebudayaan
(c) Trait complexes atau komplek budaya
(d) Trait
(e) Items
7) Perubahan unsur-unsur kebudayaan yang meliputi:
(a) Akulturasi kebudayaan
(b) Asimilasi kebudayaan
(c) Difusi kebudayaan
(d) Penetrasi kebudayaan
4. Hakikat Media Pembelajaran
a. Pengertian Media Pembelajaran
Pada saat mengajar guru membutuhkan media pembelajaran sebagai
alat bantu untuk menyampaikan bahan ajar kepada siswa. Dengan
menggunakan media pembelajaran yang tepat dan sesuai maka diharapkan
akan tercipta suasana pembelajaran yang menyenangkan serta tidak
membosankan namun materi yang diajarkan dapat tersampaikan kepada
siswa.
Terdapat beberapa pendapat dari para ahli mengenai pengertian
media pembelajaran, berikut pengertian media pembelajaran beserta
penjelasan peneliti:
35
1) Gerlach dan Ely dalam Sri Anitah (2009: 5) menjelaskan bahwa “media
adalah grafik, fotografi, elektronik, atau alat-alat mekanik untuk
menyajikan, memproses, dan menjelaskan informasi lisan atau visual.”
Media merupakan alat-alat atau perangkat yang digunakan dan
memiliki fungsi untuk menjelaskan, memproses, menyajikan serta
mentransfer berbagai macam informasi atau pengetahuan dalam bentuk
lisan dan atau visual
2) Anitah (2009: 6) mengatakan bahwa “Konsep media pembelajaran
mempunyai dua segi yang satu sama lain saling menunjang, yaitu
perangkat keras (hardware) dan materi atau bahan yang yang disebut
perangkat lunak (software).
Dalam media pembelajaran terdapat dua segi atau dua komponen
yang saling menunjang antara komponen yang satu dengan komponen
yang lain. Adapun komponen tersebut adalah perangkat lunak
(software) contohnya seperti aplikasi power point, media pemutar
suara, dan sebagainya. Selain terdapat perangkat lunak juga terdapat
perangkat keras atau hardware, perangkat keras ini sebagai contoh
adalah LCD, speaker, dan lain sebagainya.
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa media
pembelajaran adalah alat perantara yang memiliki dua komponen yaitu
perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware) yang
digunakan oleh seorang guru sebagai alat penunjang pembelajaran baik
berupa elektronik, grafik, gambar, ataupun alat-alat peraga. Apabila dalam
pemanfaatan media pembelajaran ini digunakan secara tepat maka akan
dapat membantu tercapainya tujuan dari pembelajaran.
b. Jenis-jenis Media Pembelajaran
Media pembelajaran tidak hanya terdiri dari satu macam saja, melainkan
terdapat beberapa jenis pembelajaran. Menurut Hidayati dkk (2010: 7-9) bahwa
jenis-jenis media pembelajaran adalah sebagai berikut:
1) Media yang tidak diproyeksikan.
2) Media yang diproyeksikan
36
3) Media audio
4) Sistem multimedia.
Menurut Allen dalam Daryanto (2013: 18) bahwa “Terdapat sembilan
kelompok media, yaitu: visual diam, film, televisi, objek tiga dimensi, rekaman,
pelajaran terprogram, demonstrasi, buku teks cetak, dan sajian lisan.”
Dari uraian diatas peneliti menjabarkan mengenai media-media
pembelajaran tersebut:
1) Media yang Tidak Diproyeksikan
Jenis media pembelajaran adalah jenis media yang tidak menggunakan alat
proyeksi. Media pembelajaran ini biasanya dalam bentuk gambar, tabel,
grafik, serta benda-benda lain yang tidak bergerak atau diam. Media ini
adalah media yang peling sering digunakan oleh guru saat mengajar,
karena media ini adalah media yang paling mudah untuk digunakan.
2) Media yang Diproyeksikan
Media ini termasuk ke dalam media visual yang terdiri dari perangkat
lunak (software) dan perangkat keras (hardware). Media yang
diproyeksikan ini banyak jenisnya, Anitah (2009: 29) menyebutkan
beberapa jenis media yang diproyeksikan, diantaranya adalah:
(a) Overhead Projector (OHP) merupakan suatu pesawat yang
memproyeksikan sesuatu melalui atas kepala.
(b) Slide projector (projector film bingkai) alat ini diterjemahkan
demikian karena perangkatnya terdiri dari film yang digunting satu
persatu, kemudian diberi bingkai dari kertas karton atau plastik yang
dapat dibeli di toko-toko foto atau membuat sendiri dari karton.
(c) Filmstrip projector film ini sama halnya dengan slide, akan tetapi
tidak dipotong-potong, melainkan dibiarkan dalam gulungan satu rol,
kemudian diproyeksikan dengan projektor filmstrip.
(d) Opaque projector adalah perangkat lunak yang tidak tembus cahaya,
seperti gambar dalam majalah, koran, tulisan di buku, dan lain
sebagainya.
Dari uraian diatas dapat kita ketahui bahwa terdapat beberapa jenis
media yang diproyeksikan yang memiliki keunggulan serta memiliki
kelemahannya masing-masing. Dengan demikian guru harus pandai-
37
pandai memilih media ini sesuai dengan kebutuhan dan juga sesuai dengan
keadaan kelas.
3) Media Audio
Media audio ini adalah media pembelajaran yang berbasis bunyi
dan biasanya berupa rekaman suara-suara yang berkaitan dengan
pembelajaran. Media audio ini dapat digunakan untuk pembelajaran mata
pelajaran seperti Sosiologi, Sejarah, Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah,
dan Bahasa Inggris sekalipun.
Namun media audio ini memiliki kelemahan bila digunakan
sebagai media pembelajaran, yaitu media audio yang sifatnya searah ini
membuat siswa hanya sebagai pendengar yang pasif. Akan tetapi di
samping memiliki kekurangan tersebut, media audio ini juga memiliki
kelebihan, yaitu memudahkan guru dalam mengajar, apabila sewaktuwaktu guru tidak dapat mengajar di dalam kelas guru dapat merekam suara
dan kemudian diperdengarkan kepada murid.
4) Sistem Multimedia
Multimedia merupakan gabungan dari dua atau lebih media seperti
gambar, teks, suara atau audio, foto, dan atau video. Menurut Daryanto
(2013: 52) multimedia pembelajaran adalah “Aplikasi multimedia yang
digunakan dalam proses pembelajaran, dengan kata lain untuk
menyalurkan pesan (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) serta dapat
merangsang pilihan, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa sehingga
secara sengaja sehingga proses belajar terjadi, bertujuan dan terkendali”.
Dari uraian di atas dapat peneliti simpulkan bahwa sistem
multimedia dalam pembelajaran dapat membantu guru untuk mengajar
atau menyampaikan berbagai ilmu pengetahuan, keterampilan, serta
menanamkan nilai-nilai sikap terhadap siswa. Dengan menggunakan
multimedia ini diharapkan dapat membangun suasana belajar yang
bervariasi, menyenangkan serta tidak membosankan namun materi yang
disampaikan dapat diterima oleh siswa.
38
5) Media Audio Visual
Media ini merupakan gabungan antara media audio atau suara
dengan media visual. Dengan menggunakan media ini seseorang atau
siswa tidak hanya dapat melihat gambar-gambar saja, melainkan dapat
mendengar sesuatu yang divisualisasikan. Menurut Basuki dan Farida
(2001: 67) bahwa “Ditinjau dari karakteristiknya media audio visual pada
dasarnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu media audio visual diam dan
media audio visual gerak”
Dari uraian diatas peneliti menjelaskan bahwa media pembelajaran
audio visual terdiri dari audio visual yang diam, yaitu media yang
menampilkan suara dan gambar diam atau tidak bergerak. Dan media
audio visual yang bergerak seperti film atau audio.
Salah satu kelebihan media audio visual ini adalah guru dapat
menjangkau siswa dalam jumlah banyak, dengan menggunakan media
audio visual sebagai media pembelajaran ini guru dapat memusatkan siswa
kepada satu objek.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa media
pembelajaran terdiri dari beberapa macam, yaitu media audio, media visual,
sistem multimedia, media audiovisual, media yang diproyeksikan, serta media
yang tidak diproyeksikan. Dengan guru memanfaatkan media-media
pembelajaran tersebut pembelajaran akan lebih bervariasi sehingga membuat
siswa tidak jenuh serta bersemangat untuk mengikuti pembelajaran. Di
samping itu juga diharapkan dapat membantu siswa dalam mencapai nilai yang
tinggi dan memuaskan.
5. Tinjauan tentang Model Pembelajaran Make a match
a.
Pengertian Model Pembelajaran Make a match
Terdapat berbagai macam tipe dalam model pembelajaran
kooperatif, salah satunya adalah Make a match. Model pembelajaran
kooperatif tipe ini tidak membosankan serta menyenangkan saat
diterapkan dalam proses pembelajaran, karena tipe ini menggunakan
39
permainan edukatif. Dengan menerapkan model pembelajaran ini
diharapkan akan membuat proses belajar mengajar di dalam kelas akan
lebih bervariasi dan tidak monoton sehingga siswa tidak jenuh saat
mengikuti proses pembelajaran. Tipe ini memerlukan kerjasama serta
kecepatan di antara siswa yang lainnya.
Terdapat
beberapa
pendapat
mengenai
pengertian
model
pembelajaran tipe make a match ini, antara lain adalah sebagai berikut:
1) Model pembelajaran menurur Elin Rosalin
Menurut Elin Rosalin (2008: 124) “ Model pembelajaran Make a match
adalah model pembelajaran dimana guru menyiapkan kartu yang berisi
persoalan-permasalahan dan kartu yang berisi jawaban.”
Dari pendapat ahli tersebut dapat peneliti jelaskan bahwa model
pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang diawali
dengan guru menyiapkan kartu yang berisi soal dan jawaban yang
kemudia siswa diminta untuk mencari pasangan dari kartu yang ia
peroleh.
2) Model pembelajan make a match menurut Aqib
“Pada model pembelajaran ini siswa diminta mencari pasangan
dari kartu” (Aqib, 2013: 23).
Dari pendapat tersebut dapat peneliti jelaskan bahwa dalam model
pembelajaran ini siswa diminta untuk mencari pasangan dari kartu yang
diterima oleh setiap siswa.
3) Model pembelajaran Make a match menurut Isjoni
Isjoni (2010: 67) berpendapat bahwa “Teknik Make a match adalah
teknik yang dikembangkan oleh Lorna Curran. Teknik ini bisa
digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan
usia”.
Dari pendapat ahli mengenai pengertian teknik make a match
tersebut dapat peneliti jelaskan bahwa teknik make a match merupakan
teknik pembelajaran yang dikembangkan oleh Lorna Curran. Teknik ini
40
tidak hanya dapat digunakan pada mata pelajaran tertentu melainkan
juga pada semua mata pelajaran.
Dari penjelasan-penjelasan di atas peneliti menyimpulkan bahwa
model pembelajaran Make a match adalah model pembelajaran
kooperatif dengan menggunakan media kartu, dimana kartu tersebut
terdiri dari kartu pertanyaan dan kartu jawaban untuk kemudian siswa
akan mencari pasangan dari kartu-kartu tersebut. Saat siswa mencari
pasangan dari kartu tersebut guru memberikan batas waktu, sehingga
mengharuskan siswa untuk bergerak dan berfikir cepat. Untuk
menerapkan model pembelajaran ini guru harus menyiapkan atau
membuat kartu pertanyaan dan kartu jawaban.
Peneliti menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Make a
match karena model pembelajaran tipe ini dapat menyelesaikan
permasalahan yang ada di dalam kelas XI IPS 4 SMA Negeri 1
Mojolaban. Hal tersebut
didukung dengan penelitian yang telah
dilakukan oleh beberapa peneliti pada waktu silam. Menurut peneliti
terdapat penelitian yang dianggap relevan dengan penelitian ini, yaitu:
1.
Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Melalui Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a
Match dengan Teknik
Penghargaan (Reward)) pada Mata Pelajaran Akuntansi Kelas XI IPS 2
SMA Negeri Surakarta Tahun 2014, oleh Natalia Vetyaningrum.
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan prestasi belajar siswa
melalui model pembelajaran make a match dengan teknik penghargaan
(reward) pada mata pelajaran akuntansi kelas XI IPS 2 SMA Negeri 5
Surakarta Tahun 2014. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPS 2
SMA Negeri 5 Surakarta. Teknik pengumpulan data dengan
menggunakan teknik observasi untuk memperoleh data keadaan awal
peserta didik dan observasi dilakukan dengan mengamati jalannya
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Make a match
melalui teknik penghargaan di kelas XI IPS 2 SMA Negeri 5 Surakarta.
Hasil dari penelitian dengan penerapan model pembelajaran Make a
41
match dengan teknik penghargaan (reward) mampu meningkatkan
prestasi belajar siswa pada materi jurnal penutup, buku besar penutupan
serta neraca saldo setelah penutupan di kelas XI IPS 2 SMA Negeri 5
Surakarta dengan hasil rata-rata siswa selalu mengalami kenaikan dari
pra tindakan ke siklus I dan siklus II yakni dari 68,90 menjadi 76,34
kemudian naik lagi menjadi 80,84 dengan presentase ketuntasan yang
ikut naik dari 68,75% menjadi 81,25% kemudian naik lagi menjadi
87,5%. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dengan
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make a match terbukti
dapat meningkatkan prestasi belajar Sosiologi peserta didik kelas XI
IPS 2 SMA Negeri 5 Surakarta tahun 2014.
2.
Penerapan model pembelajaran kooperatif teknik Make a
match untuk meningkatkan pemahaman konsep tembang macapat pada
siswa kelas IV SDN Karangasem 4 Surakarta tahun ajaran 2014/2015,
oleh Berti Dyah Permatasari. Tujuan penelitian ini adalah untuk
meningkatkan pemahaman konsep tembang macapat melalui model
pembelajaran kooperatif tipe Make a match pada siswa kelas IV SDN
Karangasem 4 Surakarta tahun ajaran 2014/2015. Bentuk penelitian ini
adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan sebanyak 2 siklus.
Subjek penelitian adalah siswa kelas IV SD Negeri Karangasem 4
Kecamatan Laweyan Kota Surakarta tahun ajaran 2014/2015 yang
berjumlah 35 siswa, dengan 14 siswa laki-laki dan 21 siswa perempuan.
Teknik pengumpulan data menggunakan observasi untuk memperoleh
data keadaan awal peserta didik dan teknik tes untuk memperoleh data
penelitian. Hasil penelitian dengan penerapan model pembelajaran
kooperatif teknik Make a match dalam pembelajaran Bahasa Jawa
materi Tembang Macapat pada siswa kelas IV SDN Karangasem 4
Surakarta adalah meningkat. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya
nilai pemahaman konsep Tembang Macapat yaitu pada pratindakan
nilai rata-rata adalah 44,71, pada siklus I menjadi 72,14, dan pada siklus
II meningkat lagi menjadi 81,14. Kemudian ketuntasan nilai tes pada
42
pemahaman konsep Tembang Macapat pada pratindakan sebanyak 3
siswa atau 8,82%, pada siklus I meningkat menjadi 25 siswa atau
71,43%, dan pada siklus II meningkat lagi menjadi 31 siswa atau
88,57%. Selain itu, kinerja guru dan aktivitas siswa mengalami
peningkatan. Hal ini dibuktikan dengan skor akhir hasil observasi
kinerja guru pada siklus I yaitu 3,3 (kategori baik). Pada siklus II,
menjadi 3,9 (kategori sangat baik). Pada siklus II, terjadi peningkatan
skor akhir hasil observasi aktivitas siswa menjadi 3,8 (kategori baik).
b. Langkah-langkah Pembelajaran Make a match
Dalam penerapan model pembelajaran Make a match ini terdapat
langkah-langkah yang sistematis dan harus dilakukan agar dalam
pelaksanaannya tidak kacau dan tidak asal-asalan yang akan membuat
pembelajaran menjadi tidak berhasil. Terdapat beberapa pendapat
mengenai langkah-langkah yang harus dilakukan saat pelaksanaan
make a match antara lain adalah:
Sedangkan menurut
Huda (2013: 252) langkah-langkah
pembelajaran Make a match yaitu:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
Guru menyampaikan materi.
Siswa dibagi ke dalam dua kelompok.
Guru membagikan kartu pertanyaan dan kartu jawaban.
Guru menyampaikan bahwa mereka harus mencari pasangan
yang tepat.
Guru meminta semua anggota kelompok untuk mencari
pasangannya sesuai waktu yang ditentukan.
Jika waktu sudah habis, siswa yang belum menemukan
pasangan diminta untuk berkumpul tersendiri.
Guru memanggil setiap pasangan untuk presentasi.
Guru memberikan konfirmasi tentang kebenaran dan
kecocokan pertanyaan dan jawaban pada setiap pasangan.
Dari pendapat ahli tersebut dapat dilihat bahwa dalam
pembelajaran yang menggunakan teknik make a match terdapat delapan
langkah yang garus dilaksanakan. Proses yang pertama yaitu sebelum
metode make a match dilakukan terlebih dahulu guru menyampaikan
materi. Setellah guru selesai menyampaikan materi siswa dibagi ke
dalam dua kelompok besar. Kemudian guru membagikan kartu yang
43
berisi soal dan jawaban. Selanjutnya guru menyampaikan bahwa setiap
siswa harus mencari pasangan yang cocok dan tepat dengan kartu yang
diperolehnya sesuai dengan waktu yang sudah sitentukan. Apabila
waktu sudah habis dan masih ada siswa yang belum menemukan
pasangan kartunya maka siswa tersebut diminta untuk duduk
berkelompok dengan sesama teman yang belum menemukan pasangan
kartunya. Kemudian guru memanggil setiap pasangan untuk
mempresentasikan
kartu
yang
diperolehnya
beserta
dengan
pasangannya. Pada tahap akhir guru memberikan klasifikasi antara
jawaban atau pasangan kartu yang tepat dan yang tidak tepat.
Demikian merupakan langkah-langkah dalam pembelajaran
Make a match. Dalam penerapannya harus dilakukan secara sistematis
agar dapat mencapai tujuan dari pembelajaran itu sendiri.
c. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Make a match
1)
Kelebihan Model Pembelajaran Model Pembelajaran Make a match
Setiap model pembelajaran tentunya memiliki kelebihan dan
kekurangannya masing-masing, begitu juga dengan model pembelajaran
ini. Berikut ini merupakan kelebihan model pembelajaran menurut Huda
(2013: 253)
(a) Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif
maupun fisik.
(b) Karena ada unsur permainan, metode ini menyenangkan.
(c) Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari
dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
(d) Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil
presentasi.
(e) Efektif untuk melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk
belajar.
Dari pendapat ahli mengenai manfaat dari metode pembelajaran
make a match tersebut dapat peneliti jabarkan sebagai berikut:
(a)
Dengan penerapan metode pembelajaran make a match ini maka
dapat
membantu
siswa
untuk
meningkatkan
aktivitas
44
belajarnya, baik secara kognitif maupun secara fisik. Karena
dalam pelaksanaannya metode pembelajaran ini menuntut siswa
untuk berfikir serta bergerak cepat dalam menemukan pasangan
dari kartu yang diperolehnya.
(b)
Model pembelajaran ini mengandung unsur permainan yang
membuat suasana belajar di dalam kelas terasa menyenangkan
serta tidak membosankan sehingga meningkatkan motivasi
siswa dalam mengikuti pelajaran didalam kelas. Dengan
menerapkan metode pembelajaran ini maka akan membuat
suasana di dalam kelas tidak lagi tegang yang membuat siswa
merasa nyaman dan santai namun materi yang disampaikan oleh
guru dapat terserap secara maksimal oleh siswa.
(c)
Dengan penerapan metode pembelajaran make a match yang
terkesan santai dan menyenangkan ini akan meningkatkan
motivasi siswa dalam mengikuti pelajaran didalam kelas.
Dengan motivasi yang tinggi ini maka akan membantu siswa
dalam menyerap materi atau bahan ajar yang disampaikan oleh
guru.
(d)
Metode pembelajaran make a match ini dapat melatih
keberanian siswa untuk tampil di depan orang banyak. Karena
dalam metode pembelajaran
ini
siswa diminta
untuk
mempresentasikan kartu yang diperolehnya beserta dengan
pasangan dari kartu tersebut. Sehingga dengan demikian akan
melatih mental siswa untuk berani dan tidak malu untuk tampil
di depan orang banyak.
(e)
Dengan batasan waktu yang diberikan guru untuk menemukan
pasangan dari kartu yang diperolehnya tersebut maka akan dapat
melatih siswa untuk lebih dapat menghargai waktu. Siswa akan
menyadari bahwa semakin banyak waktu yang terbuang maka
akan semakin besar pula kerugian yang akan dirasakan.
45
2) Kekurangan Model Pembelajaran Make a match
Di samping memiliki kelebihan-kelebihan seperti yang sudah
diuraikan di atas, model pembelajaran Make a match ini juga terdapat
kekurangan. Terdapat kekurangan metode pembelajaran ini yang
disampaikan oleh Huda (2013: 252) yaitu sebagai berikut:
(1) Banyaknya waktu yang terbuang.
(2) Banyak siswa yang akan malu berpasangan dengan lawan jenisnya.
(3) Banyak siswa yang kurang memeperhatikan pada saat presentasi
pasangan.
(4) Menggunakan metode ini secara terus menerus akan menimbulkan
kebosanan.
Dari
pendapat
ahli
mengenai
kekurangan
dari
metode
pembelajaran make a match ini dapat peneliti jelaskan sebagai berikut:
(1)
Apabila dalam pelaksanaan serta penerapan metode pembelajaran
make a match ini tidak diberikan batasan-batasan waktu maka
akan banyak waktu yang terbuang sia-sia saat siswa mencari
pasaangan dari kartu yang diperolehnya.
(2)
Apabila pasangan dari kartu yang diperolehnya ternyata dipegang
oleh lawan jenis maka siswa akan merasa malu dan kurang
percaya diri saat nanti dipersilahkan untuk maju kedepan untuk
mempresentasikan antara kartu soal dan kartu jawaban yang ia
peroleh.
(3)
Pada saat presentasi berlangsung banyak siswa yang tidak
memperhatikan siswa yang lain yang sedang presentasi. Untuk
hal ini maka guru harus pandai-pandai mencari solusi agar setiap
siswa mau memperhatikan temannya yang sedang presentasi.
(4)
Apabila metode pembelajaran make a match ini dilakukan secara
terus menerus maka akan menimbulkan kebosanan bagi siswa,
yang nantinya malah akan menurunkan motivasi atau semangat
46
siswa dalam mengikuti pelajaran. Untuk itu diharapkan seorang
guru harus mampu berinovasi dalam proses pembelajaran.
Kekurangan-kekurangan dalam model pembelajaran ini seperti yang
sudah diuraikan diatas diharapkan dapat diminimalisir oleh guru saat
menerapkan metode ini, dengan adanya kekurangan-kekurangan tersebut
bukan berarti membuat metode Make a match ini tidak layak untuk digunakan
saat pembelajaran.
7. Kerangka Berfikir
Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa
adalah keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Hal tersebut
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, faktor motivasi dari dalam dan faktor
motivasi dari luar diri siswa, strategi serta model pembelajaran yang
digunakan guru untuk mengajar atau menyampaikan bahan ajar. Dengan
menerapkan model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa dan
lingkungan,
dapat
meningkatkan keberhasilan
dalam pembelajaran,
khususnya berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa.
Dalam kegiatan pembelajaran sosiologi di kelas XI IPS 4 SMA Negeri
1 Mojolaban Tahun Pelajaran 2014/2015, guru masih dominan menggunakan
model pembelajaran konvensional (ceramah) sebagai model pembelajaran
sehingga hal ini menjadikan pembelajaran berpusat kepada guru (teacher
center). Keadaan pembelajaran yang demikian mengakibatkan siswa mudah
jenuh dan bosan, partisipasi siswa dalam pelajaran menjadi rendah, materi
yang diajarkan kurang terfokus. Kecenderungan siswa dalam mengerjakan
tugas menjadikan siswa kurang aktif bertukar pendapat atau berdiskusi
dengan teman-temannya, menjadikan siswa kurang terampil dalam
menyampaikan pendapat dan segan atau malu untuk bertanya. Hal ini
mengakibatkan pembelajaran berlangsung kurang atau bahkan tidak
maksimal.
Sesuai dengan hal tersebut model pembelajaran kooperatif tipe Make a
match diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar siswa di dalam proses
47
belajar mengajar. Dengan model pembelajaran ini menuntut siswa untuk
berperan aktif dalam melakukan pembelajaran di kelas, dengan demikian
maka akan tercapai tujuan pembelajaran yang aktif, efektif, inovatif serta
menyenangkan yang berimplikasi pada peningkatan hasil belajar
Masalah dalam Pembelajaran
KONDISI
AWAL


Pembelajaran konvensional
menimbulkan kejenuhan
Banyak siswa yang tidak aktif
saat proses pebelajaran
Hasi pembelajaran rendah
TINDAKAN
Guru Menggunakan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Make
a match
Siklus I & Siklus 2
Hasil
KONDISI
AKHIR
Terjadi Peningkatan Hasil Belajar
Dalam Pembelajaran Sosiologi
2.1 Kerangka Berpikir
48
Hipotesis Tindakan
Sebagai jawaban sementara atas hasil tindakan yang dilakukan dalam
penelitian ini, maka dapat di ajukan sebagai hipotesa sebagai berikut: Dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make a match dapat
meningkatkan hasil belajar Sosiologi Siswa Kelas XI IPS 4 SMA Negeri I
Mojolaban Tahun Pelajaran 2015/2016.
Download