AKTIVITAS ENZIM ALANIN AMINOTRANSFERASE PADA JARINGAN OTAK TIKUS YANG DIINDUKSI HIPOKSIA SISTEMIK Rizka Ramadhani*, Ani Retno Prijanti**, Mohamad Sadikin** *Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia **Departemen Biokimia dan Biologi Molekular Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Abstrak Hipoksia adalah defisiensi oksigen setingkat jaringan. Otak merupakan organ yang mutlak memerlukan oksigen. Hipoksia akan mengganggu integritas otak, dan bermanifestasi menjadi berbagai penyakit. Untuk itu, tubuh memiliki sistem penginderaan oksigen. Pada saat perfusi oksigen jaringan kurang, muncul mekanisme adaptasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas enzim alanin aminotransferase (ALT) pada jaringan otak saat keadaan hipoksia sistemik. Penelitian ini merupakan studi eksperimental yang dilakukan kepada 25 tikus Sprague Dawley yang dibagi rata ke dalam 5 kelompok. Kelompok pertama merupakan kelompok kontrol, dipelihara dalam keadaan normoksia. Sisanya dipelihara dalam keadaan hipoksia (10% O2 dan 90% N2) masing-masing selama 1, 3, 7, dan 14 hari. Otak tikus diambil, dan dijadikan homogenat. Dilakukan pengukuran kadar protein jaringan otak untuk setiap sampel. Kemudian, dilakukan pengukuran aktivitas ALT menggunakan spektrofotometer. Hasilnya dibagi dengan kadar protein untuk mengetahui aktivitas spesifik. Data kadar protein dianalisis menggunakan uji one-way ANOVA. Diperoleh nilai p>0,05, artinya kadar protein di jaringan otak normoksia dan hipoksia tidak berbeda bermakna. Hasilnya, nilai p>0,05 yang berarti aktivitas enzim ALT di jaringan otak tikus pada keadaan normoksia tidak berbeda bermakna dengan keadaan hipoksia sistemik semua kelompok. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan dari kadar protein dan aktivitas ALT pada keadaan hipoksia. Kata kunci: Aktivitas Enzim Alanin Aminotransferase (ALT), Hipoksia, Mekanisme Adaptasi, Oksigen, Otak Abstract Hypoxia is a deficiency of O2 at tissue level. Brain is an organ that absolutely requires O2. Hypoxia will disrupt brain’s integrity, and manifests as various diseases. Therefore, the body has oxygen sensing system. When oxygen perfusion level decreases, there will be some adaptive mechanisms to cope with the situation. This study intends to ascertain the activity of ALT in brain tissue induced by systemic hypoxia. This is an experimental based study. Twenty five rats were divided into 5 groups. First group was placed in the normoxic condition. Four other groups were placed in hypoxic chamber (O2 10% and N2 90%), each group were placed for 1, 3, 7, 14 days. Their brains were extracted. Tissues’ protein level was measured for sample. Subsequently, the measurement of ALT activity was done by using reagent in assay kit. The results were divided by tissues’ protein level. Data of tissues’ protein level were analyzed using one-way ANOVA parametric test. This test obtained p value > 0.05, meaning there were no significant difference between the control and hypoxic groups. Data of specific ALT activity were analyzed using Kruskal-Wallis non-parametric test. The test obtained p value > 0.05, meaning there were no significant difference between the control and the hypoxic groups. Hence, it can be concluded that there were no significant difference of protein level and ALT activity in hypoxic brain. Aktivitas Enzim..., Rizka Ramadhani, FK-UI, 2013 Keywords: Adaptive Mechanism, Alanine Aminotransferase (ALT) Activity, Brain, Hypoxia, Oxygen 1. Pendahuluan Oksigen dibutuhkan oleh sel-sel dan jaringan pada mamalia untuk bertahan hidup, pengaturan homeostasis, tumbuh kembang, dan melakukan reproduksi.1 Oksigen berperan dalam berbagai macam reaksi biologi, terutama sebagai akseptor elektron utama di rantai pernapasan mitokondria. Pengikatan elektron dengan oksigen akan menghasilkan sintesis ATP lebih banyak, reaksi ini disebut fosforilasi oksidatif. Oleh karena itu, sebagian besar organisme multiselular bergantung pada oksigen untuk membentuk ATP yang menyebabkan adanya sistem penginderaan oksigen yang peka terhadap perubahan kadar oksigen.2 Pada keadaan hipoksia, dimana terjadi defisiensi oksigen setingkat jaringan, sel-sel tubuh akan melakukan adaptasi untuk menghadapi situasi ini agar sintesis ATP tetap berlangsung.2,3 Saat oksigen tidak mencukupi, jalur metabolisme aerob akan dirubah menjadi metabolisme anaerob agar sintesis ATP tidak putus walaupun yang dihasilkan lebih sedikit. Perubahan jalur metabolisme ini menunjukkan bahwa sel-sel tubuh tidak langsung mengalami kerusakan saat hipoksia, namun memiliki mekanisme adaptasi untuk berhadapan dengan hipoksia.2 Sumber energi utama dihasilkan dari metabolisme glukosa yang terdiri dari beberapa tahapan, salah satunya adalah glikolisis. Jalur inilah yang bisa mengalami perubahan antara aerob dan anaerob. Jalur ini pula menentukan apakah metabolisme glukosa bisa dilanjutkan ke tahapan selanjutnya, khususnya pada keadaan cukup oksigen.4 Apabila terjadi kekurangan glukosa, maka tubuh juga akan melakukan adaptasi dengan melakukan glukoneogenesis. Adanya glukoneogenesis dapat mempertahankan kadar glukosa di dalam tubuh sehingga ATP tetap dapat dihasilkan. Pada proses ini, asam amino adalah salah satu substrat yang berperan dalam glukoneogenesis.5 Otak adalah jaringan yang mutlak bergantung pada ketersediaan oksigen dan glukosa agar fungsi dan struktur otak dapat selalu dipertahankan. Apabila terjadi gangguan ketersediaan oksigen dan glukosa, akan terjadi ancaman pada jaringan otak yang dapat bersifat mengancam nyawa. Terutama bila hipoksia yang terjadi disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah lokal maupun sistemik. Glikolisis anaerob yang berjalan di keadaan ini dapat mencapai tahap tidak mampu memenuhi kebutuhan energi otak agar fungsinya tetap berjalan.6 Aktivitas Enzim..., Rizka Ramadhani, FK-UI, 2013 Setiap jaringan memiliki kemampuan adaptasi masing-masing dalam keadaan hipoksia. Umumnya, pada keadaan hipoksia akan terjadi perubahan jalur metabolisme menjadi anaerob. Selain itu, apabila ketersediaan glukosa tidak mencukupi untuk menghasilkan energi yang dibutuhkan, maka akan berlangsung proses glukoneogenesis. Sementara, pada otak mutlak membutuhkan glukosa. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai mekanisme adaptasi otak pada keadaan hipoksia, dan apakah nantinya jika dalam keadaan hipoksia ini terjadi penurunan kadar glukosa yang menyebabkan berkurangnya suplai energi, akan terjadi glukoneogenesis di otak. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana proses glukoneogenesis di otak dengan mengukur aktivitas enzim alanin aminotransferase pada jaringan otak hipoksia dan ada tidaknya perbedaan aktivitas enzim tersebut dengan jaringan otak tikus normoksia. 2. Tinjauan Teoritis 2.1 Hipoksia Hipoksia adalah keadaan defisiensi oksigen setingkat jaringan. Berdasarkan penyebabnya, hipoksia dibagi menjadi beberapa tipe:3,7 -­‐ Hipoksia hipoksik: disebabkan oleh rendahnya PO2 di darah arteri. Dapat terjadi akibat berada di ketinggian. -­‐ Hipoksia anoksik: dapat terjadi pada saat PO2 di arteri adalah 0 mmHg. -­‐ Hipoksia anemik: disebabkan oleh sedikitnya jumlah hemoglobin darah sehingga transport oksigen ke jaringan menjadi berkurang. -­‐ Hipoksia iskemik: disebabkan oleh terhentinya aliran darah ke jaringan sehingga oksigen yang dikirimkan ke jaringan berkurang, walaupun PO2 dan hemoglobin normal. -­‐ Hipoksia oligemik: disebabkan oleh penuruan curah jantung atau hipotensi sistemik. -­‐ Hipoksia histotoksik: ketidakmampuan jaringan menggunakan oksigen sebagaimana mestinya, walaupun persediaan oksigen cukup. -­‐ Hipoksia hipoglikemia: defisiensi glukosa yang menyebabkan sel menjadi lebih iskemik walaupun PO22 arteri normal. Aktivitas Enzim..., Rizka Ramadhani, FK-UI, 2013 Di keadaan normal, manusia biasa menghirup udara yang mengandung oksigen sebesar 21%. Untuk bertahan hidup, sel-sel tubuh mampu berada di keadaan udara dengan keadaan oksigen sebanyak 0.5% – 12%.8 Di tingkat sistemik, hipoksia pertama kali dirasakan oleh kemoreseptor sentral dan perifer. Pada saat mendeteksi hipoksia, reseptor perifer dan sentral segera mengaktifkan mekanisme untuk memperbaiki penghantaran oksigen menuju jaringan. Mekanisme sistemik ini berfungsi untuk meningkatkan ambilan oksigen secara cepat dengan cara meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan efektivitas ekstraksi oksigen. Sejalan dengan itu, terjadi peningkatan curah jantung agar suplai oksigen ke jaringan tidak berkurang.9 Apabila usaha untuk menjaga konsumsi energi pada keadaan hipoksia agar selalu sesuai dengan keadaan normoksia tidak mencukupi, maka selanjutnya jika persediaan oksigen habis akan terjadi hipoksia anoksik atau hipoksia iskemik. Lalu, pembentukan ATP di keadaan ini tidak akan mampu memenuhi kebutuhan ATP tubuh, sementara fosfat berenergi tinggi ini terus menerus dikonsumsi. Saat jumlah ATP menurun hingga di bawah 50% keadaan normoksia, membran sel akan mengalami depolarisasi dan gradien ion akan hilang. Menurunnya ATP ini bersifat mengancam jiwa dan harus segera diatasi.9 Otak adalah jaringan yang sangat bergantung pada ketersediaan oksigen dan glukosa. Kekurangan oksigen tidak bisa ditoleransi dalam waktu yang lama karena kemampuan glikolisis anaerob memberikan energi tidak sebanyak glikolisis aerob. Gangguan pada ketersediaan oksigen berkaitan dengan penyakit pada sistem saraf pusat, termasuk stroke, trauma kepala, neoplasma, malformasi pembuluh darah, dan penyakit neurodegeneratif.6 Sistem selular peka oksigen menjamin regulasi homeostasis oksigen di otak untuk menghindari kerusakan metabolik atau risiko oksidasi toksik. Kompleks peka oksigen ini menginduksi suatu sekuens dari mekanisme adaptif terhadap variasi PO2 agar meminimalisir kerusakan otak jangka pendek dan jangka panjang.Oksigenasi di otak sangat tergantung pada aliran darah di otak. Dengan pengaturan aliran darah ini, perfusi jaringan dipertahankan konstan dalam berbagai tekanan oksigen, proses ini merupakan autoregulasi otak.6 Aktivitas Enzim..., Rizka Ramadhani, FK-UI, 2013 2.2 Hypoxia Inducible Factor Sistem penginderaan oksigen kini diketahui terdapat pada seluruh sel bernukleus yang ada di dalam tubuh. Sistem ini akan bekerja pada keadaan hipoksia. Hypoxia inducible factor-1 (HIF-1) berperan dalam sistem penginderaan oksigen ini. Pada keadaan hipoksia, HIF-1 akan berperan dalam regulasi gen yang berfungsi sebagai respons adaptasi. Pada sel-sel hipoksia, terjadi peningkatan transkripsi ratusan mRNA, dan terjadi penurunan ekspresi mRNA dalam jumlah yang sebanding.Perubahan mana yang terjadi pada mRNA tergantung pada HIF-1, namun ikatan HIF-1 hanya dapat dideteksi pada gen dengan peningkatan ekspresi. Penurunan ekspresi secara tidak langsung dipengaruhi HIF-1 dengan cara meregulasi represor transkripsional dan mikroRNA.10,11 HIF-1 diketahui berperan dalam regulator eritropoietin, stimulasi angiogenesis pada vascular endothelial growth factor (VEGF), dan enzim glikolitik.11 HIF-1 juga akan mengaktifkan jalur metabolisme anaerob atau glikolisis anaerob dengan menyebabkan ekspresi enzim laktat dehidrogenase (LDH) dan piruvat dehidrogenase kinase 1 (PDK1) sehingga jalur metabolisme tetap berjalan seimbang meskipun jumlah energi yang dihasilkan jauh lebih sedikit.10 2.3 Glikolisis Setiap jaringan di tubuh memiliki kebutuhan energi yang bervariasi, namun dapat dipastikan bahwa sumber energi utama untuk semua jaringan adalah glukosa. Seluruh sel tubuh mampu melaksanakan glikolisis untuk memenuhi kebutuhan energi berupa ATP. Glikolisis merupakan proses yang berlangsung di sitosol. Proses ini istimewa karena tidak hanya berperan dalam metabolisme glukosa namun juga merupakan jalur metabolisme bagi fruktosa, galaktosa, dan turunan karbohidrat lainnya dari makanan. Keistimewaan lainnya adalah glikolisis dapat berjalan baik dengan atau tanpa oksigen (glikolisis aerob dan anaerob).12 Pada otak, glukosa akan dioksidasi melalui glikolisis dan siklus asam sitrat menjadi CO2 dan H2O untuk membentuk ATP yang dibutuhkan. Bahan bakar utama bagi otak adalah glukosa, kecuali pada situasi kelaparan yang berkepanjangan di mana badan keton juga bisa menjadi sumber energi di otak.Glukosa juga berfungsi sebagai prekursor utama bagi neurotransmitter. Pada kondisi normal, otak dan keseluruhan sistem saraf membutuhkan 150 g glukosa setiap hari.4,13 Aktivitas Enzim..., Rizka Ramadhani, FK-UI, 2013 2.4 Glukoneogenesis Glukoneogenesis adalah proses sintesis glukosa dan/atau glikogen dari senyawa nonkarbohidrat. Dalam tubuh, ada dua organ yang sudah diketahui berperan dalam glukoneogenesis jumlah besar, yaitu ginjal dan hepar. Proses glukoneogenesis ini terjadi saat tubuh butuh glukosa namun tidak ada asupan karbohidrat atau persediaan glikogen yang cukup.5 Senyawa yang bersifat glukoneogenik adalah asam amino glukogenik, laktat, gliserol, dan proprionat. Senyawa ini berperan sebagai sumber karbon utama pada glukoneogenesis. Laktat dihasilkan dari glikolisis anaerob. Gliserol dilepaskan dari penyimpanan triasilgliserol di jaringan lemak. Asam amino terutama didapatkan dari degradasi protein otot.5 2.5 Enzim Alanin Aminotransferase (ALT) Alanin aminotransferase merupakan katalis dalam reaksi transaminasi reversibel antara alanin bersama 2-oxoglutarat yang menghasilkan piruvat serta glutamat, dan berlaku sebaliknya.14 Enzim ini terdapat di semua jaringan tubuh namun konsentrasi tertinggi berada di hepar, otot rangka, dan otot jantung. Pada otak, konsentrasi enzim ini relatif tinggi walaupun tidak mencapai konsentrasi pada hepar, otot jantung, dan otot rangka. Pengukuran kadar enzim ini pada serum dapat berguna sebagai penunjang dalam diagnosis penyakit, terutama penyakit pada hepar karena tingginya konsentrasi ALT di jaringan tersebut.15 Asam amino alanin adalah subtrat yang berperan pada reaksi yang dikatalis oleh ALT dan merupakan salah satu asam amino glukoneogenik. Reaksi transaminasi akan merubah alanin menjadi piruvat dan selanjutnya piruvat akan melalui serangkaian reaksi yang merubahnya menjadi glukosa agar dapat masuk ke jalur metabolisme glukosa. Perubahan alanin menjadi piruvat merupakan reaksi bolak-balik.4,16 3. Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimental in vivo untuk mengukur kadar protein dalam jaringan otak tikus dan aktivitas spesifik enzim ALT yang berlangsung sejak Maret 2011 hingga Juni 2013 di Departemen Biokimia dan Biologi Molekuler Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hewan coba yang digunakan adalah tikus yang memenuhi kriteria inklusi, yaitu merupakan tikus putih galur Sprague Dawley, jenis Aktivitas Enzim..., Rizka Ramadhani, FK-UI, 2013 kelamin jantan, usia 8 – 12 minggu, berat badan kurang lebih 200 gram, dan sehat. Tikus yang sakit sebelum diberi perlakuan dan sudah pernah diberikan perlakuan sebelumnya diekslusi dari penelitian ini. Apabila saat diberi perlakuan tikus terserang penyakit atau mati, maka akan drop out dari subjek penelitian ini. Tikus putih galur Sprague Dawley dibagi ke dalam 5 kelompok, yaitu kelompok kontrol (tanpa perlakuan), hipoksia 1 hari, 3 hari, 7 hari, dan 14 hari, sehingga total terdapat 5 kelompok perlakuan. Dari rumus Federer didapatkan jumlah minimal sampel setiap kelompok adalah 5 ekor. Induksi hipoksia dilakukan menggunakan Dari rumus Federer didapatkan jumlah minimal sampel setiap kelompok adalah 5 ekor. Induksi hipoksia dilakukan menggunakan hypoxic chamber dengan kandungan oksigen sebesar 8% - 10%. Setela setiap kelompok selesai diberi perlakuan dengan menggunakan hypoxic chamber, maka seluruh tikus di masing-masing kelompok akan dieutanasia dengan eter kemudian dilakukan pembedahan untuk mengangkat jaringan-jaringan dari tikus tersebut, termasuk jaringan otak. Jaringan otak ini ditimbang hingga 100 mg kemudian dicampur dengan larutan buffer dan dilumatkan agar menjadi homogenat. Dari proses pelumatan, supernatan yang dihasilkan lalu dipindahkan. Dari supernatan dilakukan pengukuran kadar protein, dengan mengencerkan supernatan dan dibaca absorbansinya di spektrofotometer. Nilai absorbansi akan dihitung untuk mendapatkan kadar protein jaringan. Pengukuran aktivitas enzim ALT dilakukan dengan menggunakan kit ALT Randox yang sudah menyediakan bahan untuk membuat reagen. Campuran reagen dan supernatan diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada menit pertama dan keempat. Panjang gelombang yang digunakan 365 nm. Selisih absorbansi menit pertama dan keempat lalu dikalikan dengan tetapan pengali untuk mendapat aktivitas ALT, lalu untuk dibagi dengan kadar protein jaringan untuk mendapatkan nilai aktivitas spesifik enzim ALT. Aktivitas Spesifik Enzim ALT = 3235 x Nilai Absorbansi enzim ALT Kadar Protein Jaringan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Kadar Protein Jaringan Otak Induksi hipoksia sistemik menyebabkan kadar protein jaringan otak tikus meningkat apabila dibandingkan dengan kelompok kontrol. Pada kelompok kontrol, Aktivitas Enzim..., Rizka Ramadhani, FK-UI, 2013 didapatkan rerata kadar protein sebesar 5.404 mg/mL. Kadar protein tertinggi dimiliki oleh kelompok hipoksia 3 hari, yaitu dengan rerata sebesar 6.972 mg/mL. Besar kadar proteim hipoksia 7 hari dan 14 hari hampir sama, namun tetap lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol. Kadar protein untuk semua kelompok dapat Kadar Protein Jaringan Otak Tikus (mg/mL) dilihat pada gambar 1. 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 5.404 6.782 6.972 Kontrol Hipoksia 1 Hari Hipoksia 3 Hari 6.53 6.55 Hipoksia 7 Hipoksia 14 Hari Hari Kelompok Perlakuan Gambar 1. Grafik Kadar Protein Jaringan Otak (mg/mL) Kadar protein jaringan otak semua kelima kelompok dianalisis menggunakan uji statistik parametrik one way ANOVA untuk menghitung nilai p. Dari uji ini didapatkan nilai p = 0.541, artinya peningkatan kadar protein yang terjadi pada kelompok hipoksia tidak signifikan. Kecenderungan peningkatan kadar protein pada jaringan otak tikus yang diinduksi hipoksia sistemik ini dapat terjadi karena adanya peningkatan ekspresi HIF-1α yang kerjanya dipengaruhi oksigen. Peningkatan ekspresi HIF-1α merupakan respons awal yang terjadi di kondisi hipoksia. Wanandi et al. menyatakan bahwa ekspresi relatif mRNA HIF-1α pada jaringan otak tikus yang diinduksi hipoksia sistemik secara bertahap akan meningkat hingga hari ke-14, setelahnya mengalami sedikit penurunan. Hal ini dapat terjadi karena dalam waktu 14 hari, protein HIF-1α akan menjadi stabil dan tidak lagi meningkat ekspresinya. Peningkatan ekspresi relatif mRNA HIF-1α meningkat lebih tinggi pada keadaan hipoksia akut dibandingkan dengan hipoksia kronik atau hipoksia berulang.17 Di jaringan lain seperti hepar, ekspresi HIF-1α pada induksi hipoksia sistemik mengalami peningkatan yang signifikan.18 Aktivitas Enzim..., Rizka Ramadhani, FK-UI, 2013 4.2 Aktivitas Spesifik Enzim ALT Pada gambar 2 tampak bahwa di kelompok hipoksia 1 hari aktivitas spesifik enzim ALT di jaringan otak menurun bila dibandingkan dengan kontrol. Pada kelompok hipoksia 3 hari, 7 hari, dan 14 hari aktivitas spesifik enzim ALT cenderung mengalami peningkatan dibandingkan dengan kontrol dan kelompok hipoksia 1 hari, puncaknya berada pada kelompok hipoksia 14 hari. Aktivitas Spesifik Enzim ALT 0.012 0.012 0.01 0.01 0.008 0.008 0.006 0.006 0.004 0.004 0.002 0.002 0 Median Q1 Min Max Q3 0 Normoksia Hipoksia 1 Hipoksia 3 Hipoksia 7 Hipoksia Hari Hari Hari 14 Hari Gambar 2. Grafik Aktivitas Spesifik Enzim ALT pada Jaringan Otak Tikus (U/mg) Dari data aktivitas spesifik enzim ALT, dilakukan uji statistik menggunakan uji non-parametrik Kruskal-Wallis dan didapatkan nilai p = 0.972. Besar nilai p > 0.05 berarti tidak terdapat perbedaan bermakna aktivitas spesifik enzim ALT antara semua kelompok. Tidak adanya perbedaan bermakna pada aktivitas spesifik enzim ALT jaringan otak tikus yang diinduksi hipoksia sistemik menunjukkan bahwa hipoksia tidak memberi pengaruh yang signifikan tingkat aktivitas ALT. Lau et al. melalui penelitiannya melaporkan bahwa respons hepar terhadap hipoksia kronik tidak menyebabkan kadar ALT pada serum berada di luar rentang normal. Respons yang dijalankan hepar dalam menghadapi hipoksia kronik adalah dengan meningkatkan aktivitas HIF-1α secara signifikan.18 Penelitian lain yang dilakukan Nakanishi et al. menunjukkan bahwa kadar ALT di serum tidak berubah secara signifikan pada tikus yang diinduksi hipoksia hipobarik.19 Aktivitas Enzim..., Rizka Ramadhani, FK-UI, 2013 Gambar 3 menunjukkan perbandingan antara aktivitas spesifik enzim ALT dan LDH pada jaringan otak tikus. Kadar LDH didapatkan dari penelitian yang dilakukan bersamaan dengan penelitian ini. Pada data ini, aktivitas enzim sudah diubah menjadi bentuk rasio dengan cara membandingkan aktivitas kedua enzim di semua kelompok terhadap aktivitas enzim masing-masing di kelompok kontrol. Pada kelompok hipoksia 1 hari, terlihat bahwa aktivitas LDH meningkat dibandingkan kontrol.Selanjutnya, menurun bertahap dari kelompok hipoksia 3, 7, dan 14 hari.Aktivitasnya mencapai di bawah keadaan normal pada kelompok hipoksia 7 dan 14 hari. Sementara, hal sebaliknya terjadi pada aktivitas enzim ALT yang cenderung mengalami peningkatan terhadap kontrol.20 Fenomena ini tampaknya menunjukkan usaha awal otak untuk tetap melakukan metabolisme di keadaan hipoksia akut dengan cara merubah jalur metabolisme menjadi glikolisis anaerob dengan bantuan enzim LDH.21 Namun, seiring berjalannya waktu induksi hipoksia sistemik, glikolisis anaerob tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan energi otak. Sehingga, pemenuhan kebutuhan energi diambil alih dengan proses glukoneogenesis yang dalam penelitian ini diwakilkan oleh aktivitas enzim ALT. Penelitian yang dilakukan oleh Griffin et al. menunjukkan bahwa pada kondisi hipoksia kronik, akan terjadi peningkatan ekspor alanin dari otak. Hal ini kemungkinan merupakan cara yang dilakukan tubuh untuk meningkatkan substrat bagi reaksi glukoneogenesis.22 Peningkatan aktivitas enzim ALT di jaringan diperkirakan merupakan mekanisme pertahanan jaringan untuk tetap bertahan hidup. 5. Simpulan Atas dasar hasil penelitian yang didapatkan, dapat disimpulkan bahwa kadar protein jaringan otak tikus akan meningkat pada induksi hipoksia sistemik. Hal ini terkait dengan peningkatan ekspresi relatif dari protein HIF-1α yang meningkat di keadaan hipoksia akut dan perlahan-lahan akan menjadi stabil di keadaan hipoksia kronik dan hipoksia berulang. Selain itu, didapatkan bahwa aktivitas spesifik enzim ALT cenderung mengalami peningkatan pada jaringan otak tikus yang diinduksi hipoksia sistemik, hal ini berkebalikan dengan aktivitas enzim LDH yang memiliki substrat sama dengan enzim ALT. Aktivitas Enzim..., Rizka Ramadhani, FK-UI, 2013 Perlu dilakukan penelitian selanjutnya mengenai topik ini dan topik terkait. Untuk penelitian selanjutnya, penulis menyarankan agar dilakukan pemeriksaan apoptosis sel pada jaringan yang sudah diinduksi hipoksia sistemik karena dapat berpengaruh kepada enzim yang memiliki aktivitas di intrasel seperti ALT. Selain itu pula, perlu dilakukan pengukuran konsumsi glukosa pada jaringan otak yang sudah diinduksi hipoksia sistemik. Daftar Pustaka 1. Webster KA. Evolution of the coordinate regulation of glycolytic enzyme by hypoxia. The Journal of Experimental Biology. The Company of Biologists Ltd.2003;2006: 2911-22. 2. Storey KB. Biochemical Adaptation. In: Storey KB, editor. Functional metabolism: Regulation and adaptation. New Jersey: John-Wiley & Sons; 2004. p.383-96. 3. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of anatomy and physiology. USA: John-Wiley & Sons, inc; 2009. p.698, 908. 4. Marks AD, Lieberman M, Peet A. Marks’ basic medical biochemistry a clinical approach. 4th edition. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins; 2012. p.25, 73, 335, 396-404, 416, 515, 717, 563, 730 5. Bender DA. Gluconeogenesis & the control of blood glucose. In: Murray RK, Bender DA, Botham KM, Kennelly PJ, Rodwell VW, Weil PA, editors. Harper’s illustrated biochemistry. 28th ed. New York: The McGraw Hill Companies; 2009. p.165-71 6. Acker T, Acker H. Cellular oxygen sensing need in CNS function: physiological and pathological implications. The Journal of Experimental Biology. 2004;207:3171-88. 7. Brierley JB. Experimental hypoxic brain damage. J.clin.Path. 11:181-7. 8. Weinberg JM. The cell biology of ischemic renal injury. Kidney int. 1991;39:476-500. 9. Lutz PL, Prentice HM. Sensing and responding to hypoxia, molecular and physiological mechanisms. Integ and comp biol. 2002;42:463-8. 10. Semenza GL. Oxygen sensing, homeostasis, and disease. The New England Journal of Medicinie. 2011;365:537-47. 11. Semenza GL. Oxygen homeostasis. Wiley Interdiscip Rev Syst Biol Med. 2010;2:33661. 12. Bender DA. Glycolysis & the oxidation of pyruvate. In: Murray RK, Bender DA, Botham KM, Kennelly PJ, Rodwell VW, Weil PA, editors. Harper’s illustrated biochemistry. 28thed. New York: The McGraw Hill Companies; 2009.p.149-56. Aktivitas Enzim..., Rizka Ramadhani, FK-UI, 2013 13. Semenza GL. Oxygen sensing, homeostasis, and disease. The New England Journal of Medicinie. 2011;365:537-47. 14. Orelwicz MS. Alanine aminotransferase [internet]. April 2012 [diakses 2 Juni 2013]. Diambil dari: http://emedicine.medscape.com/article/2087247-overview#a30. 15. Puri D. Textbook of Medical Biochemistry. Ed ke-3. New Delhi: Elsevier; 2011.p.11221. 16. King MW. Introduction to amino acid metabolism [internet]. April 2013 [diakses 2 Juni 2013]. Diambil dari: http://themedicalbiochemistrypage.org/amino-acid- metabolism.php 17. Wanandi SI, Dewi S, Paramita R. Ekspresi relatif mRNA HIF1-α pada jantung, otak, dan darah tikus selama induksi hipoksia sistemik. Makara Sains. 2009;13(2):185-8. 18. Lau TY, Xiao J, Liong EC, Liao L, Leung TM, Nanji AA, et al. Hepatic response to chronic hypoxia in experimental rat model through HIF-1 alpha, activator protein-1 and NF-kappa B. Histol Hisopathol. 2013;28(4):463-71. 19. Nakanishi K, Tajima F, Nakamura A, Yagura S, Ookawara T, Yamashita H, et al. Effects of hypobaric hypoxia on antioxidant enzymes in rats. Journal of Physiology. 1995;489(3):869-76. 20. Arandita RA. Aktivitas enzim laktat dehidrogenase (LDH) pada jaringan otak tikus yang diinduksi hipoksia sistemik [skripsi S1]. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2013. 21. Kotoh K, Enjoji M, Kato M, Kohjima M, Nakamuta M, Takayanagi R. A new parameter using serum lactate dehydrogenase and alanine aminotransferase level is useful for predicting the prognosis of patients at an early stage of acute liver injury: A retrospective study. Comparative hepatology. 2008;7:1-8. 22. Griffin JL, Rae C, Dixon RM, Radda GK, Matthews PM. Amino acid synthesis in hypoxic brain slices: does alanine act as a substrate for glutamate production in hypoxia?. Journal of neurochemistry. 1998;71(6):2477-86. Aktivitas Enzim..., Rizka Ramadhani, FK-UI, 2013