II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fosfor Fosfor merupakan unsur hara kedua yang penting bagi tanaman setelah nitrogen. Fosfor umumnya diserap tanaman sebagai ortofosfat primer (H2PO4-) atau bentuk sekunder (HPO42-). Fosfor kadarnya di dalam tanaman lebih rendah dari N, K, dan Ca. Hal ini disebabkan retensi yang tinggi terhadap unsur P di dalam tanah menyebabkan konsentrasinya di dalam larutan tanah cepat sekali berkurang (Leiwakabessy et al., 2003). Tanaman memerlukan P pada semua tingkat pertumbuhan terutama pada awal pertumbuhan dan pembungaan (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999). Apabila terjadi kekurangan P akibat retensi di dalam tanah, tanaman akan menunjukkan gejala di dalam jaringan yang tua terlebih dahulu baru diangkut ke bagian-bagian meristem atau jaringan yang lebih muda (Tisdale et al., 1999). Peranan fosfor (P) menurut Rismunandar (1990) dalam tanaman digunakan dalam pembentukan protein terutama dalam transfer metabolik ATP, ADP, fotosintesis dan respirasi, serta termasuk komponen dari fosfolipida, selain itu, peranan fosfor lainnya dalam pembentukan akar, mempercepat matangnya buah, dan memperkuat tubuh tanaman. 2.1.1 Bentuk-bentuk P di dalam Tanah Secara umum fosfat di dalam tanah dibagi dalam dua bentuk, bentuk P organik dan P anorganik. Jumlah kedua bentuk ini disebut sebagai P total. Bentuk yang tersedia bagi tanaman atau jumlah yang dapat diambil oleh tanaman hanya merupakan sebagian kecil dari jumlah yang ada di dalam tanah. Bentuk P organik, biasanya terdapat di lapisan atas tanah yang lebih banyak mengandung bahan organik. Kadar P organik dalam bahan organik kurang lebih sama dengan kadarnya dalam tanaman, yaitu antara 0,2% - 0,5% dan terdiri dari inositol fosfat, asam nukleat, fosfolipida dan berbagai senyawa ester yang stabil. Satu atau ketiga ion H+ dari asam fosfat pada bentuk P anorganik terikat dengan ikatan ester (ester linkage). Sebagian ion H+ yang tersisa atau seluruh ion H+ diganti oleh ion logam. 3 4 Fosfor dalam tanah berasal dari mineral apatit, yaitu fluoroapatit Ca3(PO4)3CaF2 (Tisdale et al., 1999). 2.1.2 Ketersediaan P Tanah Unsur P dalam tanah yang terikat dalam bentuk senyawa fosfat merupakan senyawa yang mudah tersedia bagi tanaman. Unsur P, N, dan K digolongkan sebagai unsur utama, tetapi unsur P diabsorpsi dalam jumlah kecil dibandingkan dengan unsur N dan K. Tanaman mengabsorpsi P dalam bentuk ion orthofosfat primer, H2PO4- dan sebagian kecil dalam bentuk sekunder, HPO42-. Tanaman dapat juga mengabsorpsi fosfat dalam bentuk P-organik. Bentuk-bentuk ini berasal dari dekomposisi bahan organik dan dapat langsung dipakai oleh tanaman (Tisdale et al., 1999). 2.1.3 Transformasi P-Anorganik Ada dua macam reaksi transformasi dalam tanah, yaitu reaksi pengendapan, yaitu reaksi ion fosfat dengan kation-kation di dalam larutan tanah membentuk senyawa-senyawa, yaitu Ca-fosfat, Al-fosfat, dan Fe-fosfat. Reaksireaksi absorpsi, terjadi baik pada permukaan mineral-mineral kristalin (permukaan dengan muatan tetap) maupun pada permukaan dengan muatan variabel seperti oksida/hidrousoksida dari Fe (III) dan Al, bahan organik, alofan dan kalsit (Leiwakabessy et al., 2003). 2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Retensi P di dalam Tanah Faktor-faktor yang mempengaruhi retensi P menurut Tisdale et al. (1999) yaitu sifat dan jumlah komponen tanah, adanya hidrousoksida dari Fe dan Al, tipe liat, kadar liat, koloid amorf, dan kalsium karbonat, pengaruh pH, pengaruh kation, pengaruh anion, tingkat kejenuhan kompleks absorpsi, suhu, dan waktu reaksi. 5 2.1.5 Kehilangan Fosfor dari Tanah Kehilangan fosfor dari tanah dapat terjadi melalui mekanisme panen, pencucian, erosi, dan penguapan. Kehilangan fosfor yang paling utama adalah melalui mekanisme panen dan erosi. Hilangnya fosfor dari tanah yang terjadi melalui mekanisme panen tergantung dari produksi tanaman dan jumlah sisa hasil panen yang dikembalikan ke lahan pertanian. Selain itu, kehilangan P melalui pencucian sangat kecil karena kadar fosfat di dalam larutan tanah sangat kecil walaupun terjadi drainase yang hebat sekali. Kehilangan P melalui penguapan sampai saat ini dapat diabaikan. Sedangkan kehilangan P melalui erosi dapat terjadi di dalam tanah terdapat dalam bentuk yang relatif sukar larut, karena fosfat yang diberikan dalam pupuk segera diikat oleh tanah menjadi bentuk yang sukar larut (Tisdale et al., 1999). 2.1.6 Pemupukan Fosfat dan Permasalahannya Fosfat mudah terfiksasi oleh Al dan Fe yang menyebabkan fosfat tidak tersedia bagi tanaman. Semakin rendah pH tanah maka semakin tinggi jumlah konsentrasi ion Al, Fe, dan Mn yang dapat larut. Akibatnya makin tinggi jumlah P yang diikat. Adanya pengikatan-pengikatan fosfat tersebut menyebabkan pupuk fosfat yang diberikan tidak efisien sehingga perlu diberikan dalam takaran tinggi. Pemberian pupuk fosfat ke dalam tanah hanya 15-20 % yang dapat diserap oleh tanaman sedangkan sisanya akan terjerap di antara koloid tanah dan tinggal sebagai residu dalam tanah (Buckman dan Brady, 1956; Jones, 1982). Hal ini akan menyebabkan defisiensi fosfat bagi pertumbuhan tanaman. 2.1.7 Fungsi P bagi Tanaman Fosfat merupakan unsur yang mobil di dalam tanaman. Peranan fosfat sangat khusus dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Fosfat yang cukup akan memperbesar pertumbuhan akar. Fungsi P yang lain bagi tanaman adalah untuk pembelahan sel, pembentukan albumin, pembentukan bunga, buah dan biji, memperbaiki kualitas tanaman terutama sayur mayur, sifat ketahanan 6 terhadap penyakit, metabolisme karbohidrat, dan dalam penyimpanan serta pemindahan energi (transfer energy) (Leiwakabessy, 2003). Apabila terjadi kekurangan fosfat maka fosfat di dalam jaringan yang tua akan berpindah ke bagian-bagian meristem yang sedang aktif. Gejala-gejala kekurangan P adalah pertumbuhan terhambat (kerdil) karena pembelahan sel terganggu, daun-daun menjadi ungu atau coklat mulai dari ujung daun, dan terlihat jelas pada tanaman yang masih muda (Hardjowigeno, 1987). 2.2 Mikrob Pelarut Fosfat 2.2.1 Penyebaran Mikrob Pelarut Fosfat Salah satu alternatif untuk meningkatkan efisiensi pemupukan fosfat dalam mengatasi rendahnya fosfat tersedia dalam tanah adalah dengan memanfaatkan kelompok mikrob pelarut fosfat yaitu mikrob yang dapat melarutkan fosfat tidak tersedia menjadi tersedia dan dapat diserap oleh tanaman. Dalam tanah dijumpai fosfor organik dan anorganik, keduanya merupakan sumber penting bagi tanaman. Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk H2PO4-, HPO42dan PO43-. Pada umumnya bentuk H2PO4- lebih tersedia bagi tanaman daripada HPO42- dan PO43-. Ketersediaan fosfor anorganik sangat ditentukan oleh pH tanah, jumlah dan tingkat dekomposisi bahan organik serta kegiatan jasad mikro dalam tanah (Lal, 2002). Efek pelarutan umumnya disebabkan oleh adanya produksi asam organik seperti asam asetat, asam format, asam laktat, asam oksalat, asam malat dan asam sitrat yang dihasilkan oleh mikrob pelarut fosfat. Mikrob tersebut juga memproduksi asam amino, vitamin dan zat pengatur tumbuh seperti asam indol asetat (IAA) dan asam giberelin (GA3) yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Richardson, 2001; Arshad dan Frankenberger, 1993; Patten dan Glick, 1996). Di dalam tanah dapat ditemukan mikrob pelarut fosfat anorganik yang jumlahnya sekitar 104-106 per gram tanah dan sebagian besar berada pada daerah perakaran. Populasi mikrob pelarut fosfat dari kelompok bakteri jauh lebih banyak dibandingkan dengan kelompok fungi. Jumlah populasi bakteri pelarut fosfat dapat mencapai 12 juta organisme per gram tanah sedangkan fungi pelarut fosfat 7 hanya berkisar dua puluh ribu sampai dengan satu juta per gram tanah (Alexander, 1977). Mikrob pelarut fosfat hidup terutama di sekitar perakaran tanaman yaitu di daerah permukaan tanah sampai kedalaman 25 cm dari permukaan tanah. Keberadaan mikrob pelarut fosfat berkaitan dengan banyaknya jumlah bahan organik yang secara langsung mempengaruhi jumlah dan aktivitas hidupnya. Akar tanaman mempengaruhi kehidupan mikrob dan secara fisiologis mikrob yang berada dekat dengan daerah perakaran akan lebih aktif daripada yang hidup jauh dari daerah perakaran. Keberadaan mikrob pelarut fosfat dari suatu tempat ke tempat yang lainnya sangat beragam. Salah satu faktor yang menyebabkan keragaman tersebut adalah sifat biologisnya. Mikrob pelarut fosfat ada yang hidup pada kondisi asam, netral dan basa, ada yang hipofilik, mesofilik, dan termofilik, serta ada yang hidup di kondisi aerob atau anaerob. Pertumbuhan mikrob pelarut fosfat sangat dipengaruhi oleh kemasaman tanah. Pada tanah masam, aktivitas mikrob didominasi oleh kelompok fungi sebab pertumbuhan fungi optimum pada pH 55,5. Pertumbuhan fungi menurun bila pH meningkat. Sebaliknya pertumbuhan kelompok bakteri optimum pada pH sekitar netral dan meningkat seiring dengan meningkatnya pH tanah. 2.2.2 Mekanisme Pelarutan Fosfat Fosfat di dalam tanah dapat dalam bentuk organik dan anorganik yang merupakan sumber fosfat penting bagi tanaman. Fosfat organik berasal dari bahan organik, sedangkan fosfat anorganik berasal dari mineral-mineral yang mengandung fosfat. Pelarutan senyawa fosfat oleh mikrob pelarut fosfat berlangsung secara kimia dan biologi baik untuk bentuk fosfat organik maupun anorganik. Mikrob pelarut fosfat membutuhkan adanya fosfat dalam bentuk tersedia dalam tanah untuk pertumbuhannya. Mekanisme pelarutan fosfat secara kimia merupakan mekanisme pelarutan fosfat utama yang dilakukan oleh mikrob pelarut fosfat. Mikrob pelarut fosfat mengekskresikan sejumlah asam organik berbobot molekul rendah seperti oksalat, suksinat, tartrat, sitrat, laktat, alfa ketoglutarat, asetat, formiat, propionat, glikolat, glutamat, glioksilat, malat, fumarat. Meningkatnya asam-asam organik 9 tersebut diikuti dengan menurunnya pH. Penurunan pH juga dapat disebabkan karena terbebasnya asam sulfat dan nitrat pada oksidasi kemoautotrofik sulfur dan amonium, berturut-turut oleh bakteri Thiobacillus dan Nitrosomonas (Alexander, 1977). Perubahan pH berperan penting dalam peningkatan kelarutan fosfat (Thomas, 1985; Asea et al., 1988). Selanjutnya asam-asam organik ini akan bereaksi dengan bahan pengikat fosfat seperti Al3+, Fe3+, Ca2+ atau Mg2+ membentuk khelat organik yang stabil sehingga mampu membebaskan ion fosfat terikat sehingga dapat diserap oleh tanaman. Pelarutan fosfat secara biologi terjadi karena mikrob tersebut menghasilkan enzim antara lain enzim fosfatase (Lynch, 1983) dan menghasilkan enzim fitase (Alexander, 1977). Fosfatase merupakan enzim yang akan dihasilkan apabila ketersediaan fosfat rendah. Fosfatase disekresikan baik oleh akar tanaman dan mikrob (Joner et al., 2000). Fosfatase yang dihasilkan oleh mikrob lebih dominan di dalam tanah. Pada proses mineralisasi bahan organik, senyawa fosfat organik diuraikan menjadi bentuk fosfat anorganik yang tersedia bagi tanaman dengan bantuan enzim fosfatase. Enzim fosfatase dapat memutuskan fosfat yang terikat oleh senyawa-senyawa organik menjadi bentuk yang tersedia. Mikrob pelarut fosfat juga menghasilkan fosfat terlarut ke dalam tanah sehingga fosfat tersedia dalam tanah meningkat dan dapat diserap oleh akar tanaman. Unsur hara P diserap oleh akar tanaman melalui mekanisme difusi. 2.2.3 Isolasi Mikrob Pelarut Fosfat Mikrob pelarut fosfat dapat diisolasi dari tanah yang kandungan fosfatnya rendah terutama di sekitar perakaran tanaman. Hal ini karena mikrob pelarut fosfat menggunakan fosfat dalam jumlah sedikit dan mampu memanfaatkan fosfat tidak tersedia untuk keperluan metabolismenya (Alexander, 1977). Adanya pelarutan fosfat oleh mikrob pelarut fosfat, maka fosfat tersedia dalam tanah meningkat dan dapat diserap oleh akar tanaman. Media selektif yang umum digunakan untuk mengisolasi dan memperbanyak mikrob pelarut fosfat adalah media agar Pikovskaya yang berwarna putih keruh karena mengandung P tidak larut seperti kalsium fosfat. Ciri terisolasinya bakteri pelarut fosfat pada media Pikovskaya adalah terbentuknya zona bening di sekitar bakteri. Zona 9 bening mencirikan bahwa bakteri tersebut mampu membebaskan fosfat dari kalsium fosfat yang digunakan dalam media Pikovskaya tersebut. Kemampuan tiap mikrob pelarut fosfat tumbuh dan melarutkan fosfat berbeda-beda yang diidentifikasi dari waktu terbentuk dan luas zona bening. Mikrob pelarut fosfat yang unggul akan menghasilkan diameter zona bening yang paling besar dibandingkan dengan koloni yang lainnya. Pengukuran kemampuan kuantitatif pelarutan fosfat dari mikrob dilakukan dengan cara menumbuhkan biakan murni mikrob pelarut fosfat pada media cair Pikovskaya. Sumber fosfat Ca3(PO4)2 dapat diganti dengan fosfat alam atau senyawa fosfat tidak larut lainnya. Medium disterilisasi dalam autoklaf dan kemudian diinokulasi dengan mikrob pelarut fosfat. Selanjutnya biakan tersebut diinkubasi. Kandungan P terlarut dalam media pikovskaya cair diukur dengan menggunakan metode Bray-1. 2.3 Tanaman Sawi Sendok Tanaman sawi sendok mampu tumbuh pada ketinggian 5-2000 mdpl sehingga dapat ditanam pada dataran tinggi maupun dataran rendah. Tanaman sawi sendok tahan terhadap air hujan oleh karena itu dapat ditanam sepanjang tahun. Meski demikian, jumlah air yang berlebihan dapat menyebabkan tanaman menjadi lebih cepat busuk terutama pada bagian akar. Tanaman sawi sendok ini memiliki potensial untuk dibudidayakan dan memiliki harga yang tinggi. Selain itu manfaat sawi sendok sangat baik untuk menghilangkan rasa gatal di tenggorokan pada penderita batuk, penyembuh penyakit kepala, bahan pembersih darah, memperbaiki fungsi ginjal, serta memperbaiki dan memperlancar pencernaan. Sedangkan kandungan yang terdapat pada sawi sendok adalah protein, lemak, karbohidrat, Ca, P, Fe, vitamin A, vitamin B, dan vitamin C (Aji, 2009). 2.4 Karakteristik Umum Latosol (Inceptisol) Pusat Penelitian Tanah (1983) mendefinisikan Latosol sebagai tanah yang mempunyai distribusi kadar liat tinggi (lebih atau sama dengan 60%), remah sampai gumpal, gembur, dan warna relatif homogen pada penampang tanah 10 dengan batas horison baur. Kejenuhan basa (NH4OAc) kurang dari 30% sekurangkurangnya pada beberapa bagian dari horison B di penampang 125 cm dari permukaan. Tanah latosol tidak mempunyai horison diagnostik kecuali jika tertimbun oleh 50 cm atau lebih bahan baru. Selain horison A umbrik atau horison B kambik, tidak memperlihatkan gejala plintik di dalam penampang 125 cm dari permukaan dan tidak mempunyai sifat-sifat vertik. Latosol dijumpai di daerah dengan kondisi curah hujan dan suhu yang tinggi yaitu lebih dari 2000 mm/tahun dengan bulan kering kurang dari 3 bulan (Soepardi, 1983). Latosol mempunyai solum dalam (>3,5 m) dengan warna merah hingga coklat. Sifat lain yang menonjol dan penting dari Latosol adalah terbentuknya keadaan granular. Inceptisol adalah tanah-tanah yang selain memiliki epipedon okrik dan horison albik seperti yang dimiliki tanah Entisol juga mempunyai beberapa sifat penciri lain seperti misalnya horison kambik. Inceptisol adalah tanah yang mulai berkembang tapi belum matang yang ditandai oleh perkembangan profil yang lebih lemah.