DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Direktorat Jenderal Cipta Karya MODUL KHUSUS FASILITATOR Pelatihan Dasar 1 Strategi Komunikasi dan Sosialisasi PNPM Mandiri Perkotaan F05 Proses – proses pendampingan di lapangan pada dasarnya merupakan proses komunikasi, di antara Fasilitator sebagai pelaku lapangan – pemerintah setempat dan masyarakat sasaran. Proses komunikasi sebetulnya merupakan proses yang kita lakukan sehari-hari, tetapi pada kenyataannya seringkali komunikasi tidak sesederhana yang kita bayangkan ,menjadi sulit dan tidak efektif sehingga pesan yang ingin disampaikan tidak diterima sesuai harapan komunikator. Agar komunikasi yang dilakukan efektif, banyak faktor yang harus dipahami dan dipertimbangkan. Komunikator harus memahami karakteristik komunikan baik bahasa, budaya dan sebagainya. Dalam melaksanakan tugas sebagai pendamping proses dan sosialisasi Fasilitator harus menyampaikan pesan PNPM Mandiri Perkotaan kepada masyarakat sasaran , sehingga bagi Fasilitator penting untuk mempunyai keterampilan komunikasi dan mengenal karakteristik kelompok sasaran. Sesuai dengan pendekatan partisipatif komunikasi yang dilakukan dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan adalah komunikasi horisontal atau sering disebut komunikasi partisipatif , komunikasi yang dialogis antara komunikator (Fasilitator) dan Komunikan (kelompok sasaran). Dasar dari komunikasi ini tentu saja penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia atau memanusiakan manusia. Dalam proses penyampaian pesan, perlu saluran agar pesan tersebut sampai kepada komunikan (kelompok sasaran). Media bisa menjadi alat bantu untuk menyalurkan pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh komunikan. Dengan demikian dalam proses komunikasi antara Fasilitator dan masyarakat sebagai khalayak sasaran PNPM Mandiri Perkotaan perlu strategi komunikasi sebagai berikut : Bagaimana budaya, bahasa dan karakteristik lain dari kelompok sasaran : disebut dengan analisa situasi Bagaimana tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku kelompok sasaran terhadap isu atau konsep yang akan disampaikan. Apa tujuan komunikasi yang ingin disampiakan oleh Fasilitator. Apa saluran atau media yang akan dipakai agar komunikasi efektif?. Apakah perlu lebih dari satu media ? Bagaimana agar diketahui apakah pesan itu efektif atau tidak ? apakah perlu dilakukan evaluasi ? i Modul 1 Kegiatan 1: Modul 2 Kemiskinan dan Kesenjangan Informasi Memahami Kesenjangan Informasi Komunikasi 1 2 Mensosilisasikan Program 10 Kegiatan 1 : Memahami Pardigma Komunikasi dalam Pembangunan 11 Kegiatan 2 : Memahami Strategi Komunikasi dalam PNPM Mandiri Perkotaan 12 Mengembangkan Media Komunikasi Berbasis Masyarakat 33 Kegiatan 1 : Pengembangan Pesan Sederhana 34 Kegiatan 2 : Memahami Media Warga 35 Modul 3 Modul 1 Topik: Kemiskinan dan Kesenjangan Informasi Peserta memahami dan menyadari: Hubungan antaras kesenjangan informasi dengan kemiskinan Memahami kesenjangan informasi komunikasi 3 Jpl ( 135 ’) Lembar Kasus – Kemiskinan Informasi yang Memprihatinkan LK 1 – Identifikasi Kesenjangan Informasi-Komunikasi BB 1 – Lingkaran Ketidakberdayaan • Kerta Plano • Kuda-kuda untuk Flip-chart • LCD • Metaplan • Papan Tulis dengan perlengkapannya • Spidol, selotip kertas dan jepitan besar 1 Memahami Kesenjangan Informasi-Komunikasi 1) Jelaskan kepada peserta bahwa selama beberapa waktu ke depan kita memasuki tahapan belajar baru, yaitu strategi komunikasi untuk penanggulangan kemiskinan. Kita bersama-sama akan belajar mengenai keterkaitan kesenjangan informasi-komunikasi dengan kemiskinan serta bagaimana program penanggulangan kemiskinan ini merancang strategi sosialisasi dan komunikasi. 2) Sampaikan, saat ini kita akan belajar memahami kesenjangan informasi-komunikasi dan hubungannya dengan kemiskinan. 3) Bagikan Lembar Kasus – Kemiskinan Informasi yang Memprihatinkan kepada semua peserta. Beri waktu kepada peserta untuk membacanya. 4) Beri kesempatan kepada beberapa peserta untuk mengajukan komentar atas cerita tersebut. Dorong diskusi dengan mengajukan pertanyaan, seperti : ”Benarkah kemiskinan dapat disebabkan oleh ketidakmampuan orang miskin mengakses informasi?” 5) Sampaikan, untuk memperdalam pemahaman kita, kita akan berdiskusi dalam kelompok kecil. Tampilkan LK 1 – Identifikasi Kesenjangan Informasi-Komunikasi di papan tulis atau layar (LCD). Setiap kelompok bertugas mendiskusikan satu isu. 6) Bagi peserta dalam lima kelompok kecil. Masing – masing kelompok akan mendiskusikan 1 isu, yaitu ekonomi, pendidikan, kesehatan, lingkungan, dan sosial politik. Ingatkan setiap kelompok untuk menuliskan hasil diskusi kelompok dalam kertas plano dan menunjuk juru bicara kelompok. 7) Setelah diskusi kelompok selesai, persilahkan juru bicara kelompok untuk menyampaikan hasil diskusi kelompok. Beri kesempatan kepada anggota kelompok lain untuk menanggapi. Setelah satu kelompok selesai, persilahkan kelompok berikutnya. 8) Beri umpan balik, gunakan BB 1 – Lingkaran Ketidakberdayaan untuk memperkuat pemahaman peserta. Menyoal kemiskinan adalah menyoal keterbatasan akses warga miskin terhadap banyak hal, termasuk salah satunya adalah akses informasi. Akses informasi ini penting, karena ketika kita tidak punya akses informasi maka akan menimbulkan kesenjangan pengetahuan, kesempatan, aset dan lain-lain. 2 Lembar Kerja 1 – Kesenjangan Informasi dan Kemiskinan Diskusikan dalam kelompok. Satu kelompok membahas 1 isu saja. Isu Gejala Kemiskinan di Masyarakat Kesenjangan Informasi Pengetahuan Kesenjangan Lain Kesehatan Pendidikan Ekonomi Lingkungan Sosial Politik 3 . Bacalah cerita ini dengan seksama Teropong Kompas, Jumat, 24 November 2006 otonomi daerah Kemiskinan Informasi yang Memprihatinkan KORNELIS KEWA AMA Bagi rakyat Nusa Tenggara Timur, mendapatkan makanan bergizi sangatlah sulit, tetapi mendapatkan informasi justru lebih sulit. Informasi menjadi kebutuhan yang amat mahal, susah dijangkau karena keterbatasan daya beli dan hambatan infrastruktur. Sejumlah perkembangan di ibu kota provinsi, bahkan di pusat kabupaten, tak dapat diikuti masyarakat kecamatan dan desa terpencil. Ketua Pengawas Pendidikan Dasar Pulau Adonara, Flores Timur, Laurens Todo Way, beberapa waktu lalu di Baniona, Adonara, mengatakan, meski jaringan telepon seluler sudah merambah masuk ke seluruh pelosok Nusa Tenggara Timur (NTT), hampir 80 persen masyarakat di daerah itu belum mampu mengakses informasi melalui media massa. "Hari ini saya baru dengar nama internet untuk mendapatkan informasi lengkap, padahal saya seorang pengawas pendidikan. Apalagi masyarakat biasa. Kami hanya tahu koran Pos Kupang, Flores Pos, Kompas, dan Jawa Pos. Koran-koran ini pun kami tahu saat berbelanja di pasar; dipakai membungkus hasil belanjaan. Koran bekas ini sering kami sambung satu demi satu potong, kemudian kami baca untuk mendapatkan informasi. Pedagang mendapatkan koran bekas ini dari Larantuka," tutur Way. NTT adalah satu dari delapan provinsi yang berbentuk kepulauan. Jumlah pulaunya 566 buah, 42 pulau sudah dihuni, 524 belum. Sebanyak 246 pulau sudah dinamai, 320 pulau belum punya nama. Luas daratan 47.393,9 km², perairan 191.484 km². Kondisi sebagian pulau di NTT termasuk sangat terbelakang, tidak tersentuh pembangunan. Masyarakat di pulau-pulau itu tidak bisa menjangkau informasi sama sekali, baik melalui media elektronik maupun cetak. Way menuturkan, peribahasa katak dalam tempurung sangat cocok bagi masyarakat di daerah itu. Mereka sama sekali tidak mengikuti perkembangan di kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, Medan, dan Makassar. Perkembangan Kota Kupang dan Larantuka pun tidak mampu mereka ikuti dari hari ke hari. Kejadian di Larantuka, ibu kota Kabupaten Flores Timur, baru mereka ketahui dua atau tiga hari kemudian. Bukan hanya warga biasa. Para pelajar dari tingkat SD sampai SMU di daerah itu pun ketinggalan informasi. Para guru yang mengajar di sekolah-sekolah pun semata-mata bergantung pada buku catatan 4 lama yang mereka miliki. Tidak ada tambahan informasi yang dimiliki guru untuk mengapresiasikan mata pelajaran yang ada. Bahkan, guru di desa-desa terpencil cenderung mengajar sesuai selera mereka, tidak berpedoman pada kurikulum yang berlaku. Menurut Way, semestinya di sekolah-sekolah di desa-desa terpencil itu disediakan sebuah perangkat televisi lengkap dengan parabola. Perangkat ini diletakkan di ruang guru atau kepala sekolah. Dari 750 kepala keluarga di Kecamatan Wotan Ulumado, Adonara Barat, hanya tujuh keluarga yang memiliki parabola. Namun, parabola tersebut hanya dapat dimanfaatkan pada malam hari setiap pukul 19.00 Wita, sesuai jadwal penerangan listrik setempat. Stasiun TVRI sebagai sarana pemersatu, mencerdaskan masyarakat, dan menyosialisasikan program pemerintah pun dalam tiga tahun terakhir tidak dapat beroperasi normal karena keterbatasan bahan bakar minyak. Sarana radio pun hanya dimiliki beberapa keluarga, tetapi tidak bisa dibunyikan karena tidak ada baterai atau daya listrik kurang. Koran lokal seperti Pos Kupang, Timor Express, Flores Pos, Rote Ndao Pos, dan Lembata Pos hanya beredar di kalangan pejabat dan warga kota. Keterbatasan sarana dan prasarana angkutan ke desa-desa dan pulau-pulau menyebabkan sirkulasi koran terkendala, sementara masyarakat tingkat bawah tidak mampu membeli atau berlangganan koran. Meski koran dijual seharga Rp 2.000-Rp 2.500 per eksemplar, warga tetap tidak mampu membeli. Daya beli mereka sangat rendah sehingga kebutuhan pokok pangan merupakan prioritas. Way menilai, kalau soal kebutuhan makanan, masyarakat dapat memproduksinya sendiri di daerah. Namun, kebutuhan akan informasi jelas perlu dukungan dari berbagai pihak. Informasi jauh lebih mahal dan sulit diperoleh daripada makanan atau pakaian. Sudah saatnya informasi menjadi salah satu kebutuhan pokok. Telepon seluler ini baru masuk tahun 2005 di Pulau Adonara dan sekitarnya. Namun, telepon seluler ini termasuk sarana cukup mahal bagi masyarakat pedesaan. Hanya beberapa warga masyarakat yang memiliki telepon genggam setelah mendapat kiriman uang dari anggota keluarga di Malaysia. Pada umumnya mereka memiliki telepon ini hanya untuk berkomunikasi dengan anggota keluarga di Malaysia. Kebanyakan para perantau menelepon dari Malaysia karena masyarakat di Adonara sulit membeli pulsa. Kecuali ada soal penting di desa, mereka hanya melakukan SMS ke anggota keluarga di Malaysia. Dengan hadirnya telepon seluler yang bisa diakses di daerah terpencil ini, intensitas surat-menyurat yang berlangsung sudah puluhan tahun antara perantau dan anggota keluarga sedikit berkurang. Akan tetapi, telepon seluler hanya sebatas komunikasi lisan. Tidak tersedia informasi lengkap seperti tersaji di media massa, baik elektronik maupun cetak. Bupati mengakui Bupati Kupang IA Medah ketika berbicara pada dialog tentang penguatan forum multipihak di Kupang memang mengungkapkan, meski Kabupaten Kupang berdampingan dengan Kota Kupang, masih sekitar 50 persen penduduk Kabupaten Kupang sangat ketinggalan informasi. Informasi atau sarana 5 mendapatkan informasi dinilai masyarakat sangat mahal dan sulit dijangkau. Masyarakat di Pulau Sabu, misalnya, sangat sulit mengakses informasi karena perlu delapan jam perjalanan dari Kota Kupang dengan feri. Koran yang sudah kedaluwarsa harganya mencapai Rp 5.000 per eksemplar, padahal informasinya sudah basi. "Untuk makan dan minum sehari-hari saja sulit, apalagi untuk membeli koran atau baterai untuk mengaktifkan pesawat radio," kata Medah. Hal itu berlaku terutama bagi mereka yang tinggal di pulaupulau terpencil, seperti Adonara, Solor, Sabu, Kera, dan Semau. Medah menilai koran adalah sarana paling tepat untuk menyosialisasikan program dan hasil pembangunan kepada masyarakat. Akan tetapi, koran-koran seperti itu sulit masuk ke desa dan kecamatan terpencil. Bahkan, camat pun jarang membaca koran dan sulit mengikuti perkembangan di pusat kota atau kabupaten. Kepala Badan Informasi dan Komunikasi NTT Umbu Saga Anakaka merasa prihatin atas tidak tercukupinya kebutuhan akan informasi di kalangan masyarakat itu. Hanya sekitar 15 persen warga NTT yang kebutuhannya terhadap informasi terpenuhi secara rutin, baik informasi tingkat lokal maupun nasional. Di Kota Kupang, hanya masyarakat kalangan atas, seperti pejabat, pegawai negeri, pengusaha, dan pemilik toko, yang mampu membeli koran atau mengikuti peristiwa yang terjadi di berbagai belahan dunia. Informasi, menurut Umbu, memang merupakan satu dari 10 kebutuhan pokok masyarakat. Hanya kebutuhan itu belum disadari kalangan tingkat bawah, kecuali informasi terkait kebutuhan mereka sendiri, seperti soal pendidikan, anak-anak, pengobatan, dan harga kebutuhan pokok di pasar. Informasi ini pun sering diabaikan. Semestinya ada program pembelajaran terhadap masyarakat pedesaan melalui pengadaan televisi desa, koran masuk desa, dan pesawat radio desa. Sarana dan prasarana ini ditempatkan di ruang publik, tempat berkumpulnya warga. Bukannya dimonopoli aparat desa. Membuatnya menjadi kenyataan rasanya bukan hal sulit bukan? 6 Lingkaran Ketidakberdayaan (Disarikan oleh Praya Arie Indrayana dari ”Memberdayakan Masyarakat dengan Mendyagunakan Telecenter”; Pe-PP) Kesenjangan informasi diyakini sebagai bagian dari lingkaran kemiskinan. Miskinnya informasi menyebabkan masyarakat kesulitan mengembangkan alternatif kehidupannya. Masyarakat membutuhkan informasi dan pengetahuan yang dapat mereka manfaatkan untuk meningkatkan kualitas kehidupannya dalam berbagai aspek (sosial, budaya, kesehatan, ekonomi, politik atau lingkungan). Sejak reformasi dan otonomi daerah bergulir di Indonesia, informasi mengemuka sebagai suatu isu keberpihakan kepada orang miskin dan hak (politik). Sebagai isu hak, informasi ditempatkan sebagai salah satu indikator untuk menilai apakah suatu pemerintahan berjalan baik, bersih, terbuka (transparan), bertanggung jawab (akuntabel) dan partisipatif (masyarakat dan pemerintah menjalin hubungan komunikasi dialogis). Kesenjangan informasi/pengetahuan harus dihilangkan karena hanya warga yang memiliki informasi/pengetahuan yang dapat berpartisipasi aktif. Apabila warga aktif maka mekanisme pengawasan publik terhadap jalannya pemerintahan akan berfungsi. Apabila pengawasan warga berjalan, maka pemerintahan pun akan segan melakukan penyalahgunaan wewenang. LINGKARAN KETIDAKBERDAYAAN Kesenjangan Akses Informasi Kesenjangan Sosial Kesenjangan Spasial Kesenjangan Pengetahuan Kesenjangan Kesempatan Kesenjangan Kemampuan Kesenjangan Asset Sebagai satu upaya mewujudkan masyarakat berdaya dan mandiri, PNPM Mandiri Perkotaan menggunakan komunikasi dan informasi sebagai salah satu media pemberdayaan. Meyakini akses masyarakat terhadap informasi sebagai hak ternyata tidaklah cukup, diperlukan sebuah proses pengembangan komunikasi-informasi secara terencana baik yang sifatnya horizontal (warga ke warga, pemerintah ke pemerintah, swasta ke swasta) maupun vertikal (warga ke pemerintah). Belajar dari kegagalan model komunikasi yang dikembangkan program-program terdahulu, PNPM Mandiri Perkotaan meletakkan keterlibatan aktif para pemangku kepentingan di dalam keseluruhan proses komunikasi pembangunan (komunikasi partisipatoris). Tujuan komunikasi bukanlah menginformasikan atau mempromosikan gagasan pembangunan kepada masyarakat agar pembangunan memperoleh legitimasi. Komunikasi yang hendak dikembangkan adalah berbagi 7 pengetahuan dan pengalaman dalam menganalisis masalah, mengidentifikasi penyelesaiannya dan melaksanakannya. Setiap pihak yang terlibat dalam dialog tersebut adalah subyek yang memiliki persepsi, pengetahuan, dan pengalaman. Obyeknya adalah realitas yang akan diperbaiki melalui proses-proses pembangunan. Kesenjangan Pengetahuan Wajah lain dari kemiskinan adalah kesenjangan pengetahuan. Kondisi ini seringkali dinyatakan sebagai ketidakmampuan orang miskin untuk mengakses pendidikan. Karena pendidikan diidentikkan dengan ijazah, maka pendidikan rendah berarti berijazah rendah. Logika sebab akibatnya kemudian mudah ditebak. Berijazah rendah hanya dapat bekerja ’rendahan’, dengan upah yang rendah. Karena itu, orang miskin pasti tidak akan pernah keluar dari kemiskinannya. Pandangan seperti ini pada dasarnya merupakan tradisi pendidikan liberal, paradigma yang mendominasi konsep pendidikan hingga saat ini. Pendidikan dan pelatihan dalam tradisi ini bersifat fabrikasi dan mekanisasi untuk memproduksi keluaran pendidikan yang harus sesuai dengan ’pasar kerja’. Pendidikan tidak toleran terhadap segala sesuatu yang disebut sebagai ’tidak ilmiah’. Murid dididik untuk tunduk pada struktur yang ada. Masalah pendidikan selalu terletak pada mentalitas anak didik, kreativitas, motivasi, keterampilan teknis, serta kecerdasan anak didik. Dengan tradisi liberal seperti itu, tidak memungkinkan bagi pendidikan untuk menciptakan ruang untuk secara kritis mempertanyakan tentang, pertama struktur ekonomi, politik, ideologi, gender, lingkungan serta hak-hak asasi manusiadan kaitannya dengan posisi pendidikan. Kedua, pendidikan untuk menyadari relasi pengetahuan sebagai kekuasaan menjadi bagian dari masalah demokratisasi. Tanpa mempertanyakan hal itu, tidak saja pendidikan gagal untuk menjawab akar permasalahan kemiskinan tetapi justru melanggengkannya karena merupakan bagian pendukung dari kelas penindasan dan dominasi. Karena itu, diperlukan suatu usaha untuk selalu meletakkan pendidikan dalam proses transformasi keseluruhan sistem perubahan sosial. Pendidikan harus ditujukan untuk pemberdayaan dan pembebasan, yang selalu mempertanyakan sistem dan struktur sosial, ekonomi dan politik yang tidak adil (penyebab kemiskinan). Dalam perspektif kritis, proses pendidikan merupakan proses refleksi dan aksi terhadap seluruh tatanan dan relasi sosial dan bagaimana cara kerjanya dalam menyumbangkan ketidakadilan dan kesetaraan sosial. Karena itu, tugas utama pendidikan sesungguhnya adalah pembebasan kaum miskin tertindas. Pembebasan bagi mereka tidak saja terbebas dari kesulitan aspek material saja, tetapi juga adanya ruang kebebasan dari aspek spiritual, ideologi, maupun kultural. Sesungguhnya rakyat memerlukan tidak saja bebas dari kelaparan, tetapi juga bebas untuk mencipta dan mengkonstruksi dan untuk bercita-cita (Paulo freire). Piramida Terbalik Struktur Sosial dan Penguasaan Informasi Piramida di bawah ini menunjukkan bahwa stratifikasi sosial berbanding terbalik dengan penguasaan berbagai aspek, termasuk informasi. Kecenderungan struktur sosial yang ada memperlihatkan kesenjangan penguasaan. Masyarakat di kelas atas (upper) menguasai banyak aspek antara lain informasi, pengetahuan, akses, skill, asset, modal, kemampuan, dan kesempatan. Masyarakat kelas menengah (Middle) menguasai lebih kecil (namun lebih besar daripada kelas terbawah) dan masyarakat yang menghuni strata terbawah (lower) memegang kendali paling sedikit atas berbagai aspek termasuk informasi. Jadi kesenjangan sosial menyebabkan berbagai kesenjangan dan bersama-sama dengan kesenjangan yang lain turut serta menyebabkan kemiskinan, dimana kesenjangan informasi termasuk di dalamnya. 8 B U S M K L Keterangan: U = Upper, masyarakat kelas atas. M = Middle, masyarakat kelas menengah. L = Lower, masyarakat kelas bahwa (miskin) B = penguasaan asset Besar S = penguasaan asset Sedang K = penguasaan asset Kecil 9 Modul 2 Topik: Mensosialisasikan Program Peserta memahami dan menyadari: 1. Paradigma komunikasi dalam pembangunan 2. Strategi sosialisasi PNPM Mandiri Perkotaan Kegiatan 1: Memahami paradigma komunikasi dalam pembangunan Kegiatan 2: Memahami strategi komunikasi dalam PNPM Mandiri Perkotaan 3 Jpl ( 135 ’) • • • Lembar Kasus 2 – Warga GCA Siap Hadapi Tuntutan Bahan Bacaan – Komunikasi dalam Paradigma Pembangunan Bahan Bacaan – Strategi Sosialisasi PNPM Mandiri Perkotaan • Kerta Plano • Kuda-kuda untuk Flip-chart • LCD • Metaplan • Papan Tulis dengan perlengkapannya • Spidol, selotip kertas dan jepitan besar 10 Memahami Paradigma Komunikasi Pembangunan 1) Jelaskan bahwa saat ini kita akan belajar tentang paradigma komunikasi pembangunan yang selama ini banyak digunakan dalam pelaksanaan program-program pembangunan. Selain itu kita akan belajar mengenai strategi sosialisasi program penanggulangan kemiskinan ini. 2) Ajukan pertanyaan : ”Mengapa program-program pembangunan perlu membangun komunikasi-informasi dengan masyarakat?” Lakukan curah pendapat untuk menggali pendapat peserta. 3) Bagikan Lembar Kasus 2 – Warga GCA Siap Hadapi Tuntutan kepada seluruh peserta. Persilahkan peserta untuk membaca. 4) Dorong diskusi mengenai cerita kasus tersebut. Ajukan pertanyaan-pertanyaan seperti: • Mengapa penolakan warga terhadap pembangunan PLTSa begitu kuat? • Bagaimana strategi komunikasi pembangunan yang dilakukan pemkot Bandung? Tepatkah? • Apakah penolakan warga terhadap pembangunan hanya terjadi di kasus ini? Banyakkah kejadian seperti ini di negara kita? Mengapa? • Bagaimana sebaiknya? Tuliskan poin-poin pembelajaran yang dapat dipetik dari berbagai kasus penolakan warga terhadap program pembangunan, terutama aspek strategi komunikasi pembangunan. 5) Beri umpan balik kepada peserta. Gunakan Bahan Bacaan – Komunikasi dalam Paradigma Pembangunan. Memahami Strategi Sosialisasi PNPM Mandiri Perkotaan 1) Jelaskan bahwa saat ini kita akan berdiskusi mengenai strategi sosialisasi PNPM Mandiri Perkotaan. 2) Bagikan Bahan Bacaan – Strategi Sosialisasi PNPM Mandiri Perkotaan. Persilahkan peserta untuk membaca dan menggaris-bawahi hal-hal yang dianggap penting atau perlu didiskusikan. 11 3) 4) Diskusikan bersama seluruh peserta hal-hal yang tidak dipahami. Sebaiknya peserta juga ditunjukkan contoh media-media sosialisasi yang pernah digunakan program penanggulangan kemiskinan, kegunaan dan efektivitasnya di lapangan. Beri umpan balik. Tutup diskusi. Sebagai satu upaya mewujudkan masyarakat berdaya dan mandiri, PNPM Mandiri Perkotaan menggunakan komunikasi dan informasi sebagai salah satu media pemberdayaan. Meyakini akses masyarakat terhadap informasi sebagai hak ternyata tidaklah cukup, diperlukan sebuah proses pengembangan komunikasi-informasi secara terencana baik yang sifatnya horizontal (warga ke warga, pemerintah ke pemerintah, swasta ke swasta) maupun vertikal (warga ke pemerintah). Belajar dari kegagalan model komunikasi yang dikembangkan program-program terdahulu, PNPM Mandiri Perkotaan meletakkan keterlibatan aktif para pemangku kepentingan di dalam keseluruhan proses komunikasi pembangunan (komunikasi partisipatoris). Tujuan komunikasi bukanlah menginformasikan atau mempromosikan gagasan pembangunan kepada masyarakat agar pembangunan memperoleh legitimasi. Komunikasi yang hendak dikembangkan adalah berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam menganalisis masalah, mengidentifikasi penyelesaiannya dan melaksanakannya. Setiap pihak yang terlibat dalam dialog tersebut adalah subyek yang memiliki persepsi, pengetahuan, dan pengalaman. Obyeknya adalah realitas yang akan diperbaiki melalui proses-proses pembangunan. 12 Bacalah cerita ini dengan seksama Warga GCA Siap Hadapi Tuntutan Tetap Menolak Pendirian PLTSa BANDUNG, (PR).Warga Kompleks Griya Cempaka Arum (GCA) siap menghadapi tuntutan Wali Kota Bandung terkait pencabutan patok di Kel. Rancanumpang Kec. Gedebage. "Silakan saja. Itu hak mereka. Kami tidak takut. Kalau perlu nama-nama warganya, tinggal lihat saja di kelurahan. Jangankan dipenjara, nyawa pun akan kami serahkan. Kami siap pasang badan menolak pendirian pabrik sampah," tutur Tabroni mewakili warga Kompleks GCA yang menolak Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) yang mereka sebut pabrik sampah. Menurut dia, ancaman tuntutan sama saja seperti tindakan represif. ”Alangkah lebih bijak jika Pak Wali itu datang ke sini dan bicara baik-baik dengan warga. Tanya apa maunya warga. Bukan sosialisasi lagi karena sudah terlambat. Kalau sosialisasi, ujung-ujungnya projek itu harus berjalan dengan atau tanpa persetujuan warga," ucap Tabroni di rumahnya, Kompleks GCA, Jumat (30/11). Ia mengungkapkan, warga Kompleks GCA tetap memberi alternatif tentang pembangunan pabrik sampah di lokasi itu. Artinya, pemerintah bisa membangunnya di sana, tetapi warga minta direlokasi. Warga kembali mencabuti patok, Kamis (29/11) malam. Sekitar lima puluh patok diambil dan dibakar warga. Warga menilai, pemkot mengada-ada dengan mengatakan pematokan dan pengukuran itu untuk pembangunan jalan. "Di berita-berita, pemda mengatakan bulan depan akan ada peletakan batu pertama pembangunan pabrik sampah. Pastinya jalan itu untuk akses ke pabrik sampah. Untuk apa lagi coba? Untuk jalan warga? Kita tidak perlu jalan itu," ucap Dinar, warga setempat. Waktu pengukuran rencananya dilakukan dua hari yaitu Selasa (27/11) dan Rabu (28/11). Namun, hingga Jumat (30/11), masih ada aktivitas pengukuran di lokasi tersebut. Tidak bisa bertani Rencana pembangunan PLTSa di lokasi tersebut, ditentang juga oleh petani. Salah seorang petani yang terancam tidak bisa bekerja lagi ialah Idin (45), warga Rancanumpang. Ia sudah 20 tahun lebih bekerja sebagai petani penggarap di lahan sawah tidak jauh dari bakal lokasi PLTSa. Ia menggarap lahan milik Ny. Tiah. Jika PLTSa jadi berdiri, lokasi lahan garapannya bersebelahan dengan bangunan itu. "Saya mah orang bodoh. Orang bodoh juga tahu kalau ada sampah pasti sawah tidak bisa menghasilkan dengan bagus. Air dan tanah tercemar. Jadi, saya tidak mengerti kalau orang pemerintah bilang pabrik sampah itu tidak akan merugikan orang. Mungkin bagi pemerintah iya 13 karena tinggal di kota. Tapi tidak bagi kita yang sehari-hari kerja di sini. Cing atuh pemerintah teh sing bageur ka rakyatna (pemerintah seharusnya baik ke rakyat)," kata Idin. Menyelidiki Sementara itu, Pemkot Bandung segera menyelidiki pelaku pencabutan patok-patok pengukuran tanah di sekitar Kompleks Griya Cempaka Arum (GCA). ”Tidak akan langsung dilaporkan ke polisi. Harus diselidiki dulu lah,” ujar Kepala Dinas Informasi dan Komunikasi Kota Bandung, Bulgan Alamin, di kantornya, Jumat (30/11). Aksi pencabutan patok tidak menyurutkan langkah Pemkot Bandung melakukan pengukuran tanah. Menurut Kepala Dinas Perumahan, Endang Warsoma, tahap pengukuran ditargetkan selesai akhir Desember. ”Kami positive thinking saja. Kami memaklumi tindakan itu dilakukan atas dasar ketidakmengertian warga terhadap rencana pembangunan PLTSa. Kalau tidak mengerti, cari tahu biar mengerti. Jangan memprovokasi orang lain untuk menolak PLTSa,” ujarnya. (A-128/A-156)*** (Dikutip dari Pikiran Rakyat, Sabtu, 01 Desember 2007) . 14 Komunikasi dalam Paradigma Pembangunan1 Pembangunan dilaksanakan mengacu pada paradigma yang menjadi landasannya. Berbagai Paradigma yang dianut oleh berbagai Negara untuk menjalankan proses pembangunan berimplikasi pada pola komunikasi yang dikembangkannya. Di Indonesia, implementasi pembangunan pernah dicoba dengan berbagai paradigma seiring dengan pergantian era kepemimpinan nasional, seperti Paradigma Modernisme, Paradigma Ketergantungan dan Paradigma Partisipatoris. 1. Pola Komunikasi dalam Paradigma Modernisme Dalam paradigma ini, pembangunan dimaknai sebagai modernisasi yang mengedepankan pertumbuhan ekonomi melalui industrialisasi, urbanisasi, pemanfaatan teknologi padat modal dan perencanaan terpusat (sentralistik). Dalam paradigma ini, kemiskinan dipersepsikan secara cultural. Penyebab berbagai keterbelakangan masyarakat adalah sistem social budaya yang tidak mendukung. Beberapa argumentasinya menyatakan bahwa tradisionalitas masyarakat dinilai sebagai factor pembentuk kepribadian masyarakat menjadi lemah, malas, santai dan demotivasi. Sebuah fenomena yang kontraproduktif dengan cita-cita yang diinginkan.pemerintah. Oleh sebab itu budaya semacam ini harus diubah dan “dibongkar habis” melalui pendekatan pembangunan topdown. Pola komunikasi yang dikembangkanpun bersifat Satu Arah untuk menunjang tercapainya orientasi pembangunan yang diputuskan sepihak oleh pemerintah. Masyarakat diposisikan sebagai obyek yang harus diubah cara pandang, mentalitas dan perilakunya agar dapat dengan mudah digerakkan sesuai tujuan yang diinginkan. Kelemahan Pola Komunikasi Satu Arah : 1. Tujuan komunikasi hanya menjadi milik si pemberi pesan (penyelenggara program) 2. Penerima pesan hanyalah obyek yang tidak merasa memiliki dan berkepentingan untuk berkomunikasi 3. Terjadi mobilisasi sosial dalam sebagai konsekuensi penyelenggaraan pembangunan yang didesain secara terpusat 4. Komunikasi yang dialogis tidak terjadi karena tidak ada kesetaraan hubungan antara pemberi pesan dengan penerima pesan 5. Relasi pemberi pesan dengan penerima pesan memperlihatkan hubungan antara pihak penguasa dengan yang dikuasai (hegemonik) sehingga pesan yang disampaikan lebih berfungsi sebagai alat legitimasi kekuasaan. 6. Pola Komunikasi searah cenderung menyeragamkan padahal komunikasi selalu berbeda di setiap tempat, sebagaimana perbedaan komunikasi antara masyarakat agraris dengan masyarakat pesisir. 2. Paradigma Ketergantungan Paradigma Modernisme dalam pembangunan menciptakan ketergantungan yang besar dari negaranegara miskin terhadap negara-negara kaya (adidaya) sebagai produsen teknologi. Penerapan 1 Diolah dari berbagai sumber dengan bacaan utama Memberdayakan Masyarakat dengan mendayagunakan Telecenter, Tim Partnership for the poor (Pe-PP), Bappenas UNDP, Jakarta 2007 15 kebijakan modernisasi secara sistematis telah mengubah sistem sosial budaya masyarakat lokal yang berakibat pada tergerogotinya modal sosial. Kerjasama (kohesivitas) dan saling percaya (trust) telah tergantikan dengan individualitistis, lunturnya solidaritas, maupun kompetisi yang tidak sehat. Dalam paradigma ketergantungan kadang-kadang terjadi pola komunikasi yang partisipatif, namun dominasi para stake holders untuk terlibat dalam proses pembangunan masih mengemuka. Peran aktif stake holders ditujukan lebih pada justifikasi agar hasil pembangunan terkelola dengan baik dan berkelanjutan bukan untuk memberdayakan masyarakat. Namun tidak semuanya berjalan demikian, karena pemerintah kemudian menyadari dan menjalankan pola komunikasi dua arah dan searah secara bersamaan. Media komunikasi dipakai dalam mendidik dan melatih masyarakat namun sepenuhnya dibawah kontrol pemerintah. 3. Paradigma Partisipatoris Bermasalahnya implementasi pembangunan yang berorientasi modernisme dan ketergantungan menyadarkan semua pihak untuk membenahi kembali sistem sosial yang carut marut. Proses pembangunan berbasis komunitas mulai dikembangkan dikawal oleh organisasi-organisasi non pemerintah. Modal sosial ditumbuhkan kembali melalui penguatan solidaritas, kerjasama dan kepercayaan. Pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui penguatan institusi komunitas (Community based Organization) dan partisipasi masyarakat ditumbuhkan. Komunikasi dalam paradigma partisipatoris memposisikan seluruh stakeholders untuk terlibat dalam seluruh tahap pembangunan. Komunikasi berlangsung dua arah (dialogis) bahkan dalam perkembangannya berlanjut multi arah. Tujuan komunikasi bukan untuk mempromosikan gagasan agar publik tertarik tetapi untuk menggalang partisipasi masyarakat seluas-luasnya. Orientasinya adalah berbagi pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman dalam mengidentifikasi masalah, menganalisisi potensi dan merumuskan problem solving melalui perancangan program. Modal sosial diletakkan sebagai motor penggerak pelaksanaan pembangunan termasuk program penanggulangan kemiskinan. Ikatan sosial yang kokoh hanya dapat dibangun oleh jaringan sosial yang mengakar. Modal sosial dibentuk melalui kebersamaan (kolektivitas) dan solidaritas antar individu. Selain menumbuhkan saling percaya antar anggota komunitas (Putnam dalam Shoemake, 2006) keadaan ini juga membangkitkan kepercayaan (trust) berbagai pihak luar kepada komunitas tersebut. Komunikasi sangat berperan dalam mengorganisasikan empati atau sekedar mengintensifkan keakraban komunitas. Pada waktunya nanti, komunitas berpeluang membangun jaringan eksternal dengan berbagai pihak terkait dalam mengakses sumberdaya luar agar semakin mendorong pengembangan potensi internalnya. Produktivitas sosial adalah salah satu tujuan komunitas bermodal sosial (Partha Dasgupta and Ismail Serageldin, 2000: 3). Masyarakat yang tidak memiliki jaringan kerjasama akan kesulitan memperoleh kesetaraan dan kehilangan kesempatan untuk menjadi masyarakat kompetitif. Modal sosial adalah keharusan imperatif yang mesti dimiliki oleh masyarakat yang menginginkan kehidupan demokratis sejalan dengan perkembangan kesejahteraan kehidupannya (Budi Rajab, 2005) Pembangunan yang mengedepankan aspek kemanfaatan strategis membangkitkan modal sosial sebagai sarananya. Masyarakat Sipil (Civil Society) yang dicita-citakan Dahrendorf itu sekarang mulai mendapatkan pengakuan dari negara dan menjadi penopang pembangunan. Pembangunan yang diabdikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tidak dapat dilepaskan dari motivasi, paradigma, etika kerja dan nilai-nilai hidup yang mendasarinya. Sehingga target meningkatnya pengetahuan, keahlian dan faktor-faktor ekonomis, tidak bermakna apa-apa jika 16 tidak berpulang pada kemaslahatan manusia (Soedjatmoko, Pembangunan Berdimensi Manusia, 1983). Kesejahteraan yang dimaksud digali dan dielaborasi dari oleh dan untuk masyarakat. Memposisikan masyarakat sebagai subyek pembangunan adalah proses mengembalikan manusia sebagai subyek (humanisasi). Setiap warga negara memiliki hak untuk berinteraksi dan menentukan kehidupannya sendiri bersama komunitasnya. Negara melalui stake holdersnya menghormati otoritas tersebut karena kondisi ini menghidupkan suasana demokrasi. Komunikasi di dalamnya berlangsung partisipatif dan dialogis. Teknik dan media yang digunakan multi arah. Mendengar dan berbicara menjadi sama pentingnya. Semua pihak berperan sebagai subyek yang memiliki persepsi, pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman untuk selalu dibagi dan dipertukarkan (sharing) dalam proses pengambilan keputusan. Jika keberlanjutan pola interaksi ini mampu dipertahankan maka akan muncul beragam orisinalitas prakarsa komunitas yang digagas dan dikelola secara mandiri untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Paradigma partisipatoris mengedepankan proses komunikasi yang dialogis. Komunikasi benar-benar ditujukan untuk mencapai saling percaya dan konsensus antar para stake holders. Berikut ini perbedaan masing-masing pola komunikasi dalam Paradigma Pembangunan. Tabel 1 Pola Komunikasi Yang digunakan dalam berbagai Paradigma Komunikasi PARADIGMA KOMUNIKASI Ketergantungan Partisipatoris Media Untuk mencapai Dialog adalah esensi dari keswadayaan proses komunikasi ASPEK Nilai Modernisme Media untuk penyebarluasan kemajuan, sikap dan perilaku modern Tujuan Menyebarluaskan informasi pada khalayak luas Mendidik dan melatih masyarakat Model Komunikasi Satu Arah Satu Arah dan Dua arah Berbagi persepsi, pengetahuan dan pengalaman untuk menyusun rencana tindakan bersama dalam mencapai perubahan Dua arah Komunikasi partisipatoris lambat laun melahirkan solidaritas di level masyarakat dan kepercayaan di level stake holders. Kepedulian dan kohesivitas yang diasah terus menerus dan ditradisikan melalui rutinitas pertemuan dikenal sebagai modal sosial. Orientasi pembangunan yang mengarusutamakan (mainstreaming) komunikasi partisipatoris dalam penanggulangan kemiskinan diharapkan mampu merangsang tumbuh berkembangnya komunitas-komunitas semacam ini. Komunitas-komunitas yang memiliki modal sosial yang kuat akan mendorong tercapainya pembangunan yang partisipatif, efektif dan demokratis. 17 Gambar 1 POLA KOMUNIKASI DIALOGIS (PARTISIPATIF) FASILITATOR SUBYEK (MASYARAKAT) SUBYEK DIALOG (STAKEHOLDERS) SUBYEK (MASYARAKAT) OBYEK (REALITAS) Dalam pola Komunikasi yang dialogis terlihat kesetaraan peranan masing-masing subyek dalam mengkomunikasikan pesan. Obyeknya adalah realitas, pengalaman, pengetahuan dan ketrampilan. Gambar diatas dapat diurai sebagai berikut : 1. Pemberi pesan : semua pelaku komunikasi (Subyek) 2. Penerima pesan : semua pelaku komunikasi (Subyek) 3. Fasilitator adalah salah satu pelaku komunikasi (Subyek) 4. Isi Pesan : berbagai persoalan keseharian, pengalaman, ketrampilan, pengetahuan 5. Metode : interpersonal, tatap muka, kelompok (Partsipatif) 6. Tujuan Komunikasi terbagi menjadi : a. Jangka pendek : Untuk pemecahan masalah masyarakat b. Jangka panjang : Perubahan perilaku (individu), penguatan organisasi (kelompok), perubahan sosial (komunitas) 18 Acuan Strategi Sosialisasi Pengantar Maksud pelaksanaan sosialisasi yaitu agar masya-rakat mengetahui dan memahami tentang subtansi serta prosedur pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan. Sedangkan dalam tataran pemberdayaan masyarakat, sosialisasi merupakan pertukaran konsep dan nilai secara dialogis antara pelaku sosialisasi dan warga masya-rakat, yang dilakukan terus menerus agar prinsip dan nilai PNPM Mandiri Perkotaan secara sadar diinternalisasikan menjadi suatu kebiasaan masyarakat dalam memerangi ketidak berdayaannya (kemelut kemiskinan yang mengkungkungnya). Untuk melakukan sosialisasi secara efektif pada khalayak sasaran, diperlukan pemahaman karakter dan budaya khalayak sasaran, konsep dan meto-dologi serta alat atau media-media yang efektif untuk digunakan. APA ITU SOSIALISASI? Dalam konteks PNPM Mandiri Perkotaan, sosialisasi bukan hanya diartikan bagaimana program PNPM Mandiri Perkotaan dapat dipahami oleh masyarakat baik subtansi maupun prosedurnya. Sosialisasi bukan sekedar diseminasi atau media publikasi, melainkan bagian dari proses pemberdayaan, dimana diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran kritis, menumbuhkan perubahan sikap, dan perilaku masyarakat. Oleh sebab itu, sosialisasi harus terintegrasi dalam aktivitas pemberdayaan dan dilakukan secara terus menerus untuk memampukan masyarakat menanggulangi masalah-masalah kemiskinan secara mandiri dan berkesinambungan. Pada sisi aktifitas fisiknya, sosialisasi diharapkan menerapkan beberapa pendekatan yang didasarkan atas perbedaan khalayak sasaran. Pendekatan yang dilakukan, diharapkan bisa membangun keterlibatan masyarakat (sebagai subjek pelaksana program) melalui pertukaran pengalaman, pengetahuan, dan pemahaman untuk menemukan kesepakatan-kesepakatan bersama yang berpijak pada kesetaraan, kesadaran kritis dan akal sehat. Pada akhirnya, diharapkan melalui sosialisasi terjadi internalisasi konsep P2KP secara utuh, serta terlembaganya kebiasaan menanamkan prinsip dan nilai P2KP di kalangan masyarakat dalam segala aktivitasnya. MENGAPA HARUS SOSIALISASI ? Secara umum, sosialisasi PNPM Mandiri Perkotaan menghadapi per-masalahan dengan adanya pandangan negatif masyarakat terhadap program-program penang-gulangan kemiskinan yang diakibatkan oleh pelaksanaan proyek secara tidak amanah, bersifat karitatif, salah sasaran dan demi kepentingan kelompok atau golongan. Selain itu, pembangunan di masa lampau, menempatkan masyarakat sekedar sebagai objek bukan subjek pembangunan itu sendiri. Dari kondisi tadi, timbul ketidak-percayaan masyarakat terhadap program penanggulangan kemiskinan. Pandangan dan sikap demikian akan sangat bertentangan dengan nilai-nilai pember-dayaan, semangat kerja-sama dan kemandirian yang ingin diwujudkan oleh PNPM Mandiri Perkotaan. 19 Pada konteks sosialisasi PNPM Mandiri Perkotaan, masyarakat ditempatkan sebagai pelaku (subjek), dimana mereka terlibat secara aktif dalam pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan. Sosialisasi dilakukan untuk membangun suatu kesepakatan dalam penanggulangan kemiskinan yang dilandasi dari suatu pemahaman yang sama diantara pelaku PNPM Mandiri Perkotaan. Oleh karena itu, sosialisasi dilakukan seiring (integrasi) dengan jalannya alur program yang dilaksanakan, baik oleh para pendamping program maupun masyarakat yang terlibat. APA TUJUAN SOSIALISASI? A. TUJUAN UMUM 1. Mengupayakan masyarakat luas mengetahui dan memahami ‘makna’ dari konsep, tujuan, maksud dan metodologi PNPM Mandiri Perkotaan 2. Masyarakat luas mengetahui dan memahami perkembangan pelaksanaan proyek PNPM Mandiri Perkotaan sebagai bagian dari pertanggungjawaban publik. 3. Menjadi bagian dari kegiatan-kegiatan pemberdayaan yang terdapat dalam siklus proyek dan kegiatan-kegiatan spesifik proyek. B. TUJUAN KHUSUS 1. Terdapatnya komitmen dan kerjasama antara konsultan PNPM Mandiri Perkotaan dengan pemerintah kabupaten/Kota untuk merencanakan, melaksanakan dan memonitormensupervisi secara bersama-sama kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan 2. Dapat merangsang minat Kelompok Strategis dan Kelompok Peduli untuk melakukan tindakan baik dalam kerjasama maupun mem-bangun pengawasan berbasis masyarakat. 3. Menyebar luaskan hasil-hasil dan per-kembangan proyek kepada masyarakat luas. 4. Bersama dengan bidang pelatihan, menyiapkan materi-materi bagi kepentingan masyarakat kelurahan untuk tujuan belajar mandiri 5. Membangun KBP (Kelompok Belajar Perko-taan) dan KBK (Kelompok Belajar Kelurahan) sebagai wujud nyata dari tumbuhnya kegiatan belajar mandiri masyarakat. APA KETENTUAN DASAR SOSIALISASI? Ketentuan dasar sosialisasi pada konteks program PNPM Mandiri Perkotaan, adalah : 1. Pesan-pesan PNPM Mandiri Perkotaan yang disosialisasikan didasarkan dari konsep, tujuan, maksud serta cara pencapaian tujuan PNPM Mandiri Perkotaan secara argumentatif dan dialogis. 2. Menerima pengalaman, pandangan, pema-haman, aspirasi, informasi dan opini komunitas sebagai realitas dan mengajukan alternatif konsep sosialisasi sebagai jawaban. 3. Media sosialisasi dibuat untuk kepentingan mempermudah pemahaman dan pelaksanaan program PNPM Mandiri Perkotaan dengan memperhatikan kon-disi riil masyarakat (muatan lokal). 4. Menempatkan masyarakat kelurahan sasaran sebagai salah satu pelaku sosialisasi, baik dalam perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasinya. 5. Media sosialisasi dibuat bersama masyarakat dan atau pemerintah di kelurahan sasaran. 6. Pelaksanaan sosialisasi lebih banyak dilaku-kan melalui media-media lokal sebagai proses dan basis pemberdayaan informasi (sebagai media dialogis untuk memahami, internalisasi dan media untuk mengangkat permasalahan yang dihadapi masyarakat ). 7. Kegiatan sosialisasi merupakan kegiatan yang terus menerus dan bertahap sesuai dengan tahapan siklus PNPM Mandiri Perkotaan. 20 SIAPA SASARAN SOSIALISASI? A. KHALAYAK SASARAN Khalayak sasaran sosialisasi PNPM Mandiri Perkotaan dibagi dalam 2 katagori berupa : 1. Khalayak sasaran Primer, terdiri dari : Warga masyarakat di tingkat kelurahan yang dianggap layak menjadi penerima dan pemanfaat BLM secara langsung 2. Khalayak sasaran Sekunder; terdiri dari : a. Seluruh warga masyarakat pada lokasi kelurahan sasaran b. Kelompok Strategis yang terdiri dari : Para pemegang posisi kunci yang dianggap dapat mempengaruhi kebijakan atau mempunyai kemampuan mendorong gerakan penanggulangan kemiskinan sebagai gerakan moral, seperti pengusaha, pejabat pe-merintah (legislatif dan eksekutif) dan pihak-pihak penyandang dana. c. Kelompok Peduli yang terdiri dari orang-orang yang memiliki kepedulian tinggi terhadap masalah penanggulangan kemiskinan namun tidak memiliki jabatan/posisi strategis. Misalnya pemerhati masalah pembangunan, cendekiawan, akademisi, pemuka agama, pemuka masyarakat, dll. d. Masyarakat umum: seluruh warga masyarakat di tingkat nasional maupun daerah. Selanjutnya, khalayak sasaran sekunder, dapat digolongkan secara bertingkat, yaitu khalayak sasaran sekunder tingkat kabupaten/kota, tingkat propinsi dan tingkat pusat/nasional. Khalayak sasaran pada masing-masing tingkatan ini memiliki kebutuhan dan kepentingan yang berbeda terhadap PNPM Mandiri Perkotaan, karena itu sosialisasi pada khalayak sasaran pada tingkatan yang berbeda harus memiliki tujuan dan perlakukan yang berbeda, disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi khalayak sasaran yang berbeda pada setiap tingkatan. APA PESAN SOSIALISASI? Pesan-pesan yang disampaikan dalam pelaksanan sosialisasi, adalah : 1. Visi, misi, konsep, tujuan, prinsip, nilai, metodologi dan prosedur PNPM Mandiri Perkotaan. 2. Peran pemanfaat langsung, peran aktor pengubah, peran pejabat formal, pemuka masyarakat, relawan pendamping masya-rakat, lembaga-lembaga yang ada di masyarakat, serta kalangan media massa. 3. Prinsip-prinsip penyelenggaraan BKM/LKM , UP dan KSM 4. Konsep ‘Partisipasi Aktif Perempuan Dalam PNPM Mandiri Perkotaan’ 5. Prinsip-prinsip penyelenggaraan KBP 6. Prinsip-prinsip penyelenggaraan KBK 7. Program PAKET 8. Program Replikasi 9. Program Channeling 10. Prinsip-prinsip penyelenggaraan Neighbour-hood Development 11. Prinsip-prinsip pengelenggaraan Pengaduan Masyarakat (PPM) 12. Proses pelaksanaan proyek 13. Media-media dari Materi-materi umum seperti ancaman kemiskinan, kepedulian sosial, tanggungjawab sosial, permasalahan kemis-kinan, model-model penanggulangan kemiskinan, dll. 21 14. Media-media dari Materi-materi pember-dayaan dan keswadayaan masyarakat yang digunakan pada pelatihan maupun rembug-rembug warga. APA PENDEKATAN SOSIALISASI? Pendekatan-pendekatan yang dilakukan pada pelak-sanaan sosialisasi disesuaikan dengan karakteris-tik khalayak sasaran yang beragam. Keberagaman ini mencakup status sosial, status ekonomi, tingkat pemahaman terhadap PNPM Mandiri Perkotaan dan kepentingan terhadap PNPM Mandiri Perkotaan, pola hidup, pola komunikasi, cara memperoleh informasi, dll. Keberagaman akan ber-pengaruh pada tingkat daya serap informasi, cara, serta media atau alat yang akan digunakan serta dimanfaatkan oleh khalayak sasaran untuk mencerna informasi. Ada beberapa pendekatan yang perlu dicermati pada saat pelaksanaan sosialisasi. Setiap tingkatan khalayak sasaran akan memerlukan pendekatan yang berbeda. Oleh sebab itu, pelaku sosialisasi harus memahami pendekatan-pendekatan yang akan digunakannnya. Beberapa pendekatan yang bisa menjadi bahan acuan pelaksanaan sosialisasi, adalah : 1. Jalur Komunikasi. Peran sosialisasi dalam pemberdayaan dan peran dalam pembangunan opini dan kepedulian publik diselenggarakan sepanjang masa proyek. Maka pendekatan yang dilakukan melalui multi jalur komunikasi, yaitu : a. Jalur Interpersonal Jalur ini dilakukan dengan melakukan kontak langsung secara individual dengan khalayak sasaran. Jalur interpersonal ini memungkinkan komunikasi lebih mendalam dan dapat memahami sasaran lebih efektif. Selain itu komunikasi ini akan mencegah terjadinya penyimpangan dalam komunikasi. Sasaran komunikasi ini adalah anggota masya-rakat dan pihak-pihak yang dianggap dapat berpengaruh dalam terbentuknya sikap dan pan-dangan masyarakat, atau pihak-pihak yang dianggap memahami kondisi dan situasi masya-rakat di tingkat kelurahan. Jalur komunikasi interpersonal ini perlu digu-nakan untuk membangun saling pengertian yang lebih dalam antara Tim Fasilitator dengan unsur-unsur yang diperkirakan berperan dalam perubahan pandangan, pendapat dan pemahaman masyarakat. Kelebihan jalur komunikasi ini terletak pada kekuatan pengaruh dari pihak-pihak yang dianggap sebagai orang yang memiliki pengaruh di masyarakat. Bila komunikasi sosialisasi yang dilakukan dapat mempengaruhi sikap, pan-dangan dan tindakan dari pihak-pihak tersebut untuk mendukung PNPM Mandiri Perkotaan, maka akan berdampak positif terhadap keberlangsungan penang-gulangan kemiskinan yang dilakukan masyarakat. b. Jalur Komunikasi Kelompok Jalur komunikasi kelompok dilakukan melalui sekumpulan anggota masyarakat. Penggunaannya dilakukan terhadap kumpulan anggota masyarakat dalam komunitas lokal kelurahan dan kumpulan masyarakat dalam bentuk-bentuk lainnya. Jalur komunikasi kelompok merupakan media sosialisasi yang terbanyak digunakan dalam program PNPM Mandiri Perkotaan karena dianggap efektif untuk terjadinya proses komunikasi yang dialogis, sehingga memungkinkan terjadinya pertukaran ide yang dapat mengarah pada perubahan sikap dan perilaku khalayak sasaran. 22 b.1. Kelompok Komunitas Lokal Yang dimaksud komunitas lokal adalah kumpulan masyarakat yang berada pada tingkat RT/RW dalam kelurahan sasaran program P2KP. b.2. Kelompok Bentuk Lain Kelompok bentuk lain adalah kumpulan masyarakat dan pihak tertentu yang sengaja dibentuk secara terencana dengan tujuan tertentu. Bentuk kelompok antara lain: saresehan, Temu Karya, Lokakarya, dan Seminar. c. Jalur Komunikasi Media Massa Jalur Komunikasi Media Massa yang dapat digunakan sebagai media sosialisasi, antara lain : c.1. Media Elektronik : 1. Televisi Sesuai dengan jangkauan wilayah yang luas, media televisi dapat menjadi media sosialisasi yang efektif untuk penyampaian informasi. Bentuk acara yang dapat ditampilkan antara lain berupa diskusi interaktif atau ‘talkshow’. Namun demikian, mengingat segmentasi pemirsa yang cukup beragam dan biaya yang besar, tentunya penggunaan media televisi perlu mendapatkan tinjauan yang seksama. 2. Radio Media ini dapat digunakan melalui radio-radio lokal dengan membentuk paket acara berupa diskusi interaktif, sehingga diharapkan dapat terjadi interaksi antara pelaku PNPM Mandiri Perkotaan dengan masyarakat sasaran yang menjadi pendengar radio tertentu. Bentuk media radio lain adalah Radio Komunitas yang dibentuk dan dikelola oleh warga masyarakat. 3. VCD Penggunaan media sosialisasi melalui VCD diharapkan menjadi alat untuk mendiseminasikan standard konsep dan nilai PNPM Mandiri Perkotaan, selain itu juga berfungsi sebagai media penggerak diskusi pada pelatihan maupun pada rembug-rembug warga. c.2. Surat Kabar Media Surat Kabar digunakan sebagai alat untuk penyebaran informasi PNPM Mandiri Perkotaan, membangun opini publik, membangun kepedulian publik, sebagai pertanggungjawaban publik, dan juga sebagai sumber belajar dan pertukaran pendapat bagi khalayak umum. c.3. Media Tradisional Media Tradisional yang telah akrab dan telah sering digunakan oleh masyarakat untuk menyampaikan pesan-pesan, merupakan pilihan yang cukup efektif untuk melaksanakan sosialisasi PNPM Mandiri Perkotaan pada tingkat lokal. Bentuk media tradisional antara lain berupa kesenian rakyat dan kegiatan budaya lokal, seperti: ludruk, campur sari, wayangan, ketoprak, sandiwara rakyat, isra miraj. c.4. Media (materi) Cetakan Materi Cetakan yang digunakan dalam kegiatan sosialisasi dapat berisi informasi/penjelasan tentang konsep-konsep pelaksanaan program PNPM Mandiri Perkotaan dan pemberdayaan masyarakat, atau dapat pula berupa kisah/alat untuk penggerak diskusi warga dalam rembugrembug masyarkat. Bentuk cetakan yang memungkinkan adalah; leaflet, booklet, poster, lembar balik, komik dan selebaran. Berbagai jenis/bentuk media cetakan ini semata-mata bersifat sebagai media bantu untuk mendukung media komunikasi lain, seperti media kelompok 23 dan interpersonal. Media cetakan tidak dimaksudkan untuk digunakan tanpa disertai dengan diskusi bersama masyarakat. Misalnya: leaflet disebarkan kepada masyarakat tanpa disertai penjelasan mengenai materi pembahasan yang terdapat dalam leaflet, dapat menjadi sia-sia bila tidak menimbulkan ketertarikan ataupun kebutuhan masyarakat. Leaflet dapat menjadi efektif bila disertai dengan diskusi/penjelasan, sehingga menimbulkan pemahaman warga masyarakat yang menerima. Pemilihan jenis/bentuk media cetakan yang akan dikembangkan perlu disesuaikan dengan hasil social mapping. SIAPA PELAKU SOSIALISASI? Pelaku sosialisasi adalah segenap pelaku PNPM Mandiri Perkotaan, Aparat Pemerintah dari berbagai tingkatan, kelompok strategis/peduli ataupun setiap warga masyarakat yang peduli terhadap masalah-masalah kemiskinan. Kegiatan sosialisasi ini dilaksanakan pada tingkatan nasional hingga kelurahan sasaran. Pada tingkatan lokal atau kelurahan sasaran, sosialisasi dilakukan oleh Fasilitator bersama dengan relawan, baik pada tataran RT, RW, dan Kelurahan. Pada tingkatan kabupaten, anggota KBP bersama dengan KMW diharapkan dapat melakukan sosialisasi secara lebih luas pada khalayak sasaran dalam cakupan kabupaten. Sedangkan pada tingkatan propinsi KMW dapat membangun pula komunitas peduli tingkat propinsi untuk ikut serta melaksanakan sosialisasi pada tingkatan propinsi. Demikian pula hal yang sama berlaku pada tingkat Pusat/Nasional di Jakarta oleh KMP dan kelompok peduli tingkat nasional. Prinsipnya, siapapun dapat menjadi pelaku sosialisasi KAPAN SOSIALISASI DILAKUKAN? Sosialisasi dilakukan sejak awal dicanangkannya proyek PNPM Mandiri Perkotaan, baik oleh KMW maupun KMP. Mengingat pentingnya peran sosialisasi dalam menginternalisasi konsep dan nilainilai PNPM Mandiri Perkotaan, kegiatan sosialisasi dilaksanakan secara terus-menerus dan berkelanjutan, oleh konsultan ataupun oleh warga masyarakat sendiri, baik dalam masa proyek maupun setelah proyek secara administratif berakhir. Sosialisasi dapat pula dilaksanakan pada saat warga memiliki acara-acara pertemuan, seperti arisan RW, pertemuan keagamaan, pertemuan ibu-ibu PKK, dll. Prinsipnya, kapan saja dan dalam kesempatan apapun (sesuai kesepakatan warga) sosialisasi dapat dilaksanakan DI MANA SOSIALISASI DILAKUKAN? Sosialisasi dapat dilaksanakan secara formal, yaitu dengan cara mengundang resmi warga masyarakat untuk berkumpul di balai warga atau kelurahan, (biasanya dalam jumlah besar), atau 24 dapat juga dilaksanakan secara informal, dimana warga berkumpul dalam jumlah kecil (misalnya di warung kopi, di pinggir jalan, di teras rumah warga, dsb). Prinsipnya, dimanapun (sesuai kesepakatan warga) sosialisasi dapat dilaksanakan APA SAJA MEDIA BANTU SOSIALISASI? Media bantu sosialisasi yang digunakan untuk program PNPM Mandiri Perkotaan pada tingkat masyarakat lokal sebaiknya menggunakan Media Warga atau media komunitas. Media ini adalah media yang biasa digunakan oleh masyarakat setempat untuk berkomunikasi. Contoh media warga misalnya teater rakyat, koran kampung, papan pengumuman, ataupun radio komunitas yang dikemas untuk pemberdayaan. Sedangkan alat atau media bantu sosialisasi yang sifatnya lebih umum antara lain leaflet, poster, selebaran yang bernuansa lokal, VCD, juga media lain seperti kesenian tradisional. Media bantu digunakan sesuai dengan konteks yang akan disosialisasikan. Tentu saja, selain daya tarik juga yang perlu diperhatikan adalah segi pesan yang tidak menimbulkan interpretasi ganda dan mudah dipahami masyarakat. Dan khusus untuk mediamedia yang digunakan dalam rembug-rembug warga, diupayakan yang dapat menumbuhkan terjadinya dialog diantara peserta rembug. Sosialisasi dilakukan untuk menumbuhkan pemahaman kritis masyarakat terhadap konsep PNPM Mandiri Perkotaan serta mendorong terjadinya perubahan perilaku (kebiasaan) dimasyarakat yang sesuai dengan nilai dan prinsip PNPM Mandiri Perkotaan PERAN FASILITATOR DALAM PELAKSANAAN SOSIALISASI Tim Fasilitator akan dipandang oleh komunitas masyarakat sebagai petugas program PNPM Mandiri Perkotaan dan dianggap sebagai sumber informasi pertama yang terdekat dan kompeten dalam memberikan informasi. Konsekuensinya, pertama Fasilitator dianggap memiliki kekuasaan, minimal menjadi perantara dalam menyalurkan kepentingan masyarakat terha-dap para pengambil keputusan. Kedua, Fasilitator sebagai sumber informasi utama dan kompeten, maka setiap ucapan Fasilitator akan diingat oleh masyarakat dan dapat dianggap sebagai patokan-/ukuran. Dengan kedua anggapan tersebut, maka Tim Fasilitator menempati kedudukan unik bahkan peka. Tampilan, sikap, ucapan dan tindakannya tidak luput dari perhatian dan penilaian masyarakat. Ringkas-nya, kesan terhadap Tim Fasilitator dan tingkat kepercayaan terhadapnya diyakini akan 25 mempe-ngaruhi sikap dan pandangan masyarakat terhadap konsep PNPM Mandiri Perkotaan, yang selanjutnya akan mempengaruhi pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan. SOSIALISASI STATUS DAN PELAKSANAAN PERAN FASILITATOR Dengan keunikannya, Tim Fasilitator pada dasarnya berstatus sebagai pembawa pesan atau pembawa amanat. Pada saat yang sama, juga berstatus sebagai subyek yang secara langsung melakukan transaksi sosial dengan menempatkan pesan sebagai alat. Tim Fasilitator akan memfasilitasi masyarakat untuk memahami pesan dan menanggapi isi pesan sehing-ga antara Fasilitator dan masyarakat akan terjadi proses dialogis. Sebagai pembawa amanat, Tim Fasilitator tentunya tidak dapat menyimpang dari isi pesan/amanat yang telah ditetapkan dalam PNPM Mandiri Perkotaan. Kondisi ini menuntut perlunya kemampuan Tim Fasilitator untuk menilai reaksi dan serapan komunitas masyarakat. Kemampuan ini penting untuk mendorong tumbuh-kembangnya tingkat kesadaran yang dilandasi oleh pengertian dan pemahaman terhadap maksud dan tujuan PNPM Mandiri Perkotaan. Situasi ini memposisikan Tim Fasilitator sebagai salah satu pelaku pada proses pembelajaran, yang mengedepankan proses dialogis. Pendekatan dialogis akan membutuhkan suasana dan kondisi dimana terciptanya kesetaraan, adanya suasana psikologis yang menunjang kebersamaan dan adanya kebutuhan atau minat dari pihak komunitas masyarakat untuk mengetahui dan memahami. Kesadaran akan masalah dan tantangan bersama pada tingkat kelurahan dengan tolok ukur pemberdayaan masyarakat, akan menjadi awal dari proses pembelajaran secara dialogis. Dengan pendekatan ini komunitas masyarakat dapat mene-mukan nilai-nilai baru yang diharapkan oleh PNPM Mandiri Perkotaan. Maka apabila hal itu tercapai, Fasilitator dapat dikatakan telah memfungsikan diri sebagai agen perubahan. Dengan gambaran di atas, maka peran Fasilitator dalam pelaksanaan sosialisasi secara umum, adalah: 1. 2. Menyampaikan pesan berupa konsep PNPM Mandiri Perkotaan berikut tujuan, maksud, dan proses penca-paiannya. Pesan ini harus disampaikan sebagaimana isi dan maknanya dalam koridor yang membatasi ucapan dan tindakan Fasilitator. Melakukan dialog dengan komunitas dalam rangka pemberdayaan, agar terbangun komunitas masyarakat yang mengerti dan memahami maksud yang diinginkan oleh PNPM Mandiri Perkotaan. Dengan pemahaman yang dimiliki, masyarakat diharapkan dapat menerapkan konsep PNPM Mandiri Perkotaan seperti yang telah digariskan, dan bukan sekedar terbangun “ saling pengertian” antara Fasilitator dengan komunitas masyarakat, tanpa terjadi proses kesadaran kritis dalam dalam diri masyarakat. Peran umum tersebut akan berhadapan dengan kondisi dan realitas yang ada di masyarakat. Pengalaman, pengetahuan dan kebutuhan serta kepentingan komunitas masyarakat dapat saja menimbulkan pandangan dan opini yang tidak selaras dengan maksud dan tujuan program P2KP. Pandangan dan opini ini akan dapat membuahkan keputusan-keputusan praktis untuk kepentingan sesaat sekaligus mengancam gagasan PNPM Mandiri Perkotaan dan lenyapnya proses pembelajaran yang sangat diharapkan. Apabila ini terjadi, maka alat/instrument akan berubah fungsi menjadi tujuan (end), hal ini tidak lain merupakan sebuah indikator kegagalan program. Sebagai contoh: Fasilitator menso-sialisasikan PNPM Mandiri Perkotaan sebagai proyek yang membagi-bagikan bantuan dana semata-mata demi kemu-dahan masyarakat menerima PNPM Mandiri Perkotaan. Tujuan utama program PNPM Mandiri Perktoaan adalah membangun manusia, meletakkan manusia pada harkat dan keberadaan martabatnya yang tinggi, saling mem-pedulikan satu sama lain, tidak membedakan sikap dan perlakukan karena kaya atau miskin, laki-laki atau perempuan, atau karena 26 etnik maupun keturunan. Menghargai perbedaan pendapat dan pandangan atau kepercayaan siapapun, menjunjung tinggi kemerdekaan tanpa melenyapkan kemer-dekaan orang lain. Jadi terlalu naïf untuk menganggap bahwa melalui dana BLM program PNPM Mandiri Perkotaan akan mampu menyelesaikan atau menun-taskan kemiskinan masyarakat di kelurahan. Demikian pula menganggap bahwa masalah kemis-kinan akan dapat diselesaikan semata-mata melalui dana atau uang. Kemiskinan hanya mampu diselesaikan melalui peningkatan mutu sumberdaya manusia, baik individu maupun sistem kemasyarakatan, bahkan melalui kebijakan publik. Atas landasan inilah dibangun kerjasama warga untuk memecahkan persoalan bersama; masalah kemiskinan dan masalah lingkungan secara proporsional dan berkesinambungan. Proporsional dalam hal ini diartikan dapat menem-patkan keputusan dan tindakan menurut proporsinya. Tidak bermartabat dan tidak manusiawi bila sesorang atau sekelompok warga menerima sesuatu yang sesungguhnya bukan menjadi haknya. Sebalik-nya, juga tidak manusiawi dan bermartabat bila hak yang diterima seseorang atau sekelompok warga dianggap sebagai kepemilikan pribadi, tanpa mem-pedulikan adanya hak warga lain sesamanya. Terbentuknya kerjasama dan kebersamaan warga berdasarkan nilai-nilai di atas menjadi tujuan program yang sekaligus menjadi esensi program PNPM Mandiri Perkotaan , oleh karena itu kegiatan sosialisasi hendaknya mampu membangun pandangan, pendapat, dan konsensus komunitas masyarakat bahwa input program adalah alat/instrument dan bukan tujuan, dan hal-hal yang bertentangan dengan pandangan ini hendaknya dijadikan sebagai musuh bersama (common enemy). PERSIAPAN YANG PERLU DIMILIKI OLEH FASILITATOR INTERNALISASI SUBTANSI PNPM Mandiri PERKOTAAN Aktifitas internalisasi dilakukan melalui rembug-rembug kajian intensif sebelum fasilitator dimobilisasi ke daerah sasaran proyek. Kegiatan ini dimaksud-kan agar fasilitator mempunyai bekal yang mumpuni tentang konsep, subtansi maupun metodologi pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di tingkat lapangan. Pada rembug intensif ini, yang menjadi bahan kajian adalah tentang Subtansi PNPM Mandiri Perktoaan, Prinsip dan Nilai PNPM Mandiri Perkotaan, Siklus PNPM Mandiri Perkotaan, konsep-konsep, koridor, pendekatan serta metodologi yang akan dilakukan di lapangan. Dengan dilakukannnya aktifitas internalisasi (sebagai sosialisasi internal) pada pelaksana PNPM Mandiri Perktoaan, maka diharapkan kesulitan-kesulitan secara subtansial di lapangan akan bisa diminimalkan PEMETAAN SOSIAL Pemetaan Sosial dapat dikatakan sebagai aktivitas awal Fasilitator melakukan kegiatan sosialisasi. Fasilitator bertindak sebagai representasi dari program PNPM Mandiri Perkotaan yang akan dilaksanakannya. Sebelum melakukan pemetaan sosial, Fasilitator wajib untuk mengunjungi secara personal pejabat dan tokoh-tokoh kunci masyarakat dan menjelaskan tentang aktiftas yang akan dilakukannya. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan dukungan dalam pelaksanaan program PNPM Mandiri Perkotaan. Untuk tujuan ini, maka alat-alat sosialisasi tahap awal yang minimal diperlukan adalah leaflet atau booklet tentang PNPM Mandiri Perktoaan, serta kebijakan-kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan. 27 Pemetaan Sosial, dimaksudkan untuk meneropong maupun memahami tentang struktur sosial dan budaya setempat. Melingkupi kebiasaan-kebiasaan masyarakat, nilai-nilai, hubungan antar sosial, kegiatan keagamaan, kelembagaan, kelompok-kelompok dominan serta aktifitas keseharian masyarakat pada umumnya. Hasil dari pemetaan sosial, wajib dikaji dan dibahas dalam rapat tim kerja sosialisasi (Tim Fasilitator, Korkot, TA Pelatihan, TA Monev dan TA Sosialisasi KMW) untuk mencari dan menemukan strategi dan pendekatan sosialisasi yang akan digunakan. TAHAPAN PELAKSANAAN SOSIALISASI SOSIALISASI AWAL Sosialisasi awal dilaksanakan berdasarkan strategi maupun pendekatan yang telah dibuat setelah pemetaan sosial. Untuk itu, alat-alat bantu sosialisasi yang akan digunakan oleh Fasilitator harus telah diproduksi oleh KMW. Karena sosialisasi awal ini lebih menitik beratkan pada level komunitas masyarakat, maka alat maupun media bantu sosialisasi yang diproduksi harus bermuatan lokal dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai lokal yang ada. Media publikasi yang wajib ada pada sosialisasi awal ini, adalah booklet, lembar balik, leaflet, poster tentang PNPM Mandiri Perkotaan yang bernuansa lokal, acuan pelaksanaan rembug Warga dan VCD. Sosialisasi awal, bisa dilakukan melalui berbagai bentuk media kegiatan masyarakat. Misalnya melalui kumpulan-kumpulan arisan, pertemuan keagamaan, warung kopi, kumpulan kesenian rakyat, serta kumpulan-kumpulan warga lainnya. Dan tentu saja alat atau media bantu sosialisasi yang digunakanpun akan berbeda sesuai dengan khalayak sasaran yang ada. Yang patut untuk diperhatikan pada sosialisasi awal oleh fasilitator adalah, memahami mana yang boleh dan tidak boleh diungkapkan, tidak mengobral janji-janji muluk, tidak menggurui, serta tidak arogan dalam hal konsep penanggulangan kemiskinan. Jadi sosialisasi awal merupakan media dialog dan media integrasi khusus Fasilitator ke dalam suatu tatanan kehidupan masyarakat sasaran proyek, dimana masyarakat diharapkan akan memahami secara benar konsep PNPM Mandiri Perkotaan. Dalam hubungan ini, secara khusus pesan utama Tim Fasilitator dalam pelaksanaan sosialisasi adalah: 1. 2. 3. Menjelaskan gagasan, tujuan, maksud dan prosedur PNPM Mandiri Perkotaan secara argumentatif dan dialogis. Menerima pengalaman, pandangan, pema-haman, aspirasi, informasi dan opini masyarakat sebagai realitas dan mengajukan alter-natif konsep PNPM Mandiri Perkotaan sebagai jawaban. Memfasilitasi terbentuknya konsensus dan komitmen dikalangan komunitas masyarakat untuk menerapkan program sebagaimana pesan atau amanat yang diemban Tim Fasilitator . SOSIALISASI BERKELANJUTAN: Sosialisasi Konsep/Materi Pemberdayaan: adalah aktifitas sosialisasi yang lebih menitik beratkan pada penerapan konsep-konsep pemberdayaan pada khalayak sasaran PNPM Mandiri Perkotaan (masyarakat), dengan mempertimbangkan dinamika yang terjadi pada masyarakat. 28 Konsep-konsep/Materi pemberdayaan yang dimungkinkan untuk disosialisasikan (diterapkan) di masyarakat, adalah: Bagaimana masyarakat membentuk kelompok dinamika pembelajaran, pemecahan masalah, manajemen kelompok, perencanaan kegiatan kelompok, dan konsep-konsep pengembangan masya-rakat lainnya yang menjadi daya dukung pemberdayaan dan pembelajaran masya-rakat di wilayah sasaran. Media atau alat yang dapat digunakan untuk kegiatan Sosialisasi Konsep/Materi Pemberdayaan ini adalah; alat-alat peraga, komik, poster, VCD, dan lembar-lembar pembahasan yang bisa dicerna dengan mudah oleh masyarakat. Sedangkan wa-dah untuk melakukan sosialisasi adalah; Rembug Warga, pertemuan keagamaan, arisan dan pertemuan warga lainnya, dimana metodologi yang harus diterapkan adalah melalui pendekatan partisipatif dan dialogis interaktif. Sosialisasi Kegiatan Siklus PNPM Mandiri Perkotaan: Merupakan aktivitas sosialisasi untuk mendukung pelaksanaan siklus PNPM Mandiri Perkotaan secara benar, dilakukan agar masyarakat memahami secara utuh tentang subtansi, proses serta metodologi pelaksanaan setiap tahapan siklus PNPM Mandiri Perkotaan. Alat atau Media sosialisasi harus dibuat secara effektif dan bernuansa lokal, menyesuaikannya dengan karakter dari masing-masing khalayak sasaran. Untuk suatu kegiatan yang cukup besar, bisa digunakan alat atau media publikasi kegiatan, seperti radio, spanduk ataupun poster pemberitahuan dimana kegiatan itu dilangsungkan. Alat atau media sosialisasi yang bisa digunakan pada sosialisasi kegiatan siklus ini, adalah: Poster, leaflet, komik, fotonovella, booklet, radio komunitas, teater rakyat, koran kampung, lembar diskusi, VCD, serta media-media rakyat lainnya. Khusus untuk media-media warga seperti teater rakyat, koran kampung, poster kampung maupun fotonovella, maka diharapkan dalam pem-buatannya masyarakat ikut terlibat secara langsung. Khusus untuk kegiatan radio lokal, maka kemasan acara harus dibuat sedemikian rupa sehingga mempunyai daya tarik yang khusus. Misalnya acara talk show dipadukan dengan kesenian rakyat, maupun dipadukan dengan acara-acara yang menjadi pusat perhatian dan kesukaan masya-rakat setempat. Media sosialisasi yang lainnya adalah kumpulan kelompok-kelompok masyarakat yang telah ada, baik yang secara rutin dilakukan maupun yang sifatnya pertemuan-pertemuan untuk melakukan rem-bug-rembug masyarakat dan sebagainya. Untuk sosialisasi kegiatan siklus, maka pesan yang harus termuat dalam alat atau media sosialisasi sebelum kegiatan siklus dilakukan adalah : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Siklus atau kegiatan apa yang akan disosialisasikan? Apa Tujuan siklus tersebut? Apa manfaatnya siklus bagi masya-rakat? Untuk Siapa kegiatan siklus ini dila-kukan? Siapa yang akan melakukan siklus ter-sebut? Kapan dan dimana akan dilakukan ke-giatan siklus? Bagaimana proses melaksanakan sik-lus? Sedangkan sosialisasi sebagai pertang-gungjawaban terhadap publik setelah kegiatan siklus PNPM Mandiri Perkotaan dilakukan, pesan yang harus disampaikan adalah: “Hasil-hasil yang didapat 29 dari kegiatan yang telah dilakukan”, yang disebarkan kepada masyarakat melalui alat atau media-media publikasi lokal maupun lembaga-lembaga lokal Kegiatan Siklus PNPM Mandiri Perkotaan atau kegiatan yang harus disosialisasikan, adalah: b. c. d. e. f. g. h. i. j. Sosialisasi Sosialisasi Sosialisasi Sosialisasi Sosialisasi Sosialisasi Sosialisasi Sosialisasi Sosialisasi RKM dan Hasil RKM RK dan Hasil RK PS dan hasil PS BKM/LKM dan Hasil Pemben-tukkannya Perencanaan Partisipatif dan hasilnya PJM PRONANGKIS dan hasilnya KSM dan Hasil Pemben-tukkannya, jumlah serta jenis usahanya UP-UP dan hasil pemben-tukkannya BLM dan Pemanfaatannya Monitoring dan Evaluasi Kegiatan monitoring aktifitas sosialisasi dimaksudkan untuk melihat sejauh mana tingkat keefektifan kegiatan sosialisasi tersebut, dari sisi pelaku maupun dari sisi alat atau media yang digunakannya. Juga untuk melihat tingkat perubahan yang terjadi di masyarakat (positif maupun negatif). Hasil dari monitoring dan evaluasi, diharapkan menjadi dasar untuk penyusunan kebijakan internal yang akan menyempurnakan strategi dan pendekatan sosialisasi, untuk digunakan pada kegiatan sosialisasi selanjutnya. PROSES DIALOG PROSES DIALOG Proses dialogis tentunya akan dapat berjalan secara wajar bila tidak terjadi hambatan komunikasi. Komunikasi antara lain bisa terhambat bila salah satu pihak atau kedua-duanya tidak dapat menang-galkan topeng masing-masing. Komunikasi juga tidak efektif bila informasi yang diberikan terlalu banyak dan bila tidak terpusat pada satu topik. Juga dapat terjadi karena topik yang disampaikan terasa tidak sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan mereka. Untuk mengatasi hambatan komunikasi, maka perlu dibentuk suasana kebersamaan dan keterbukaan. Secara praktis, keterbukaan dan kebersamaan ini antara lain dapat dimulai dengan membangun “ke kita an” yang sekaligus menghindari “ ke kami an”. Program kita, masalah kita, tujuan kita, harapan kita! Dialog dimulai dengan realitas yang diketahui oleh masyarakat. Tegasnya dialog dimulai dari apa yang mereka tahu dan bukan dari apa yang diinginkan oleh Tim Fasilitator. Proses tersebut harus ditunjang oleh Tim Fasilitator untuk lebih banyak mendengarkan sekaligus mem-pelajari dan memahami pemikiran-pemikiran, pema-haman-pemahaman, pandanganpandangan serta kepentingan masyarakat, sebagai dasar untuk menyusun topik-topik pembahasan yang dikaitkan dengan upaya pembangunan pemahaman masya-rakat terhadap program PNPM Mandiri Perktoaan. \ 30 MEMBANGUN KONDISI SITUASIONAL Pengenalan dan pemahaman terhadap masyarakat dapat merupakan syarat awal bagi pelaksanaan sosialisasi. Pengenalan ini mencakup kebiasaan setempat, hubungan antar kelompok sosial, potensi sosial yang dapat mendorong atau menghambat program PNPM Mandiri Perkotaan, proyek-proyek yang pernah dilun-curkan, kelompok-kelompok yang dominan atau berpengaruh, kepercayaan, serta hal-hal peka yang terdapat ditengah masyarakat berikut hubungan masyarakat dengan pejabat lokal. Selain itu untuk penggunaan jalur komunikasi inter-personal, pengenalan sikap, bahkan sifat serta kebiasaan khalayak sasaran juga penting untuk dikenali. Informasi ini dapat diperoleh melalui penga-matan langsung dengan mendengar, mengamati dan dialog dengan anggota masyarakat, yang diperkaya dengan pembicaraan ditingkat RW dan RT. Pengetahuan ini akan sangat berguna untuk menemukan jalan masuk, baik berupa bahasa yang digunakan, sikap yang tepat, bahkan antisipasi yang dianggap bijak dan tepat. MEMBANGUN KESAN DAN KEPERCAYAAN N KEPERCAYAAN Pertemuan pertama dengan komunitas masyarakat merupakan titik kritis. Subtansi pertemuan pertama akan dapat berpengaruh pada langkah selanjutnya, baik terhadap Tim Fasilitator maupun keberlanjutan proyek. Penampilan Tim Fasilitator sebagai satu kesatuan dan sebagai individu, baik bahasa maupun sikap dan tindakan akan mendapat perhatian dan penilaian komunitas masyarakat. Dalam hal ini, kesan sebagai mitra perlu dibentuk, kesan sebagai petugas perlu dihindari, terlebih kesan sebagi petugas yang memiliki kewenangan. Kebersamaan dapat dimulai dari kesan pertama. Kepercayaan akan tumbuh terhadap Tim Fasilitator apabila Fasilitator dapat menegakkan konsistensi pembicaraan dan sikap (taat asas) dan dapat menghargai komunitas ma-syarakat. Dan sebaiknya dihindari hal-hal yang bernuansa kecaman, penilaian, menggurui atau mengadili pendapat pihak lain atau perdebatan, minimal menghindari yang dapat mendatangkan konflik laten dan membuat jarak dengan komunitas masyarakat. Sebaliknya transaksi sosial yang seakan menem-patkan khalayak sasaran pada posisi yang lebih tinggi (dapat terjadi pada pendekatan persuasif) akan dapat mengurangi kepercayaan terhadap Fasilitator. Dalam situasi ini tidak mustahil Fasilitator seakan menjadi alat komunitas masyarakat yang dapat menghambat fungsinya sebagai agen peru-bahan. Terhadap kemungkinan-kemungkinan tersebut, sikap untuk lebih mendengar dan mencermati serta menganalisa perlu dibangun dikalangan Fasilitator untuk mempermudah transaksi sosial, khususnya dalam menyikapi opini dan pandangan komunitas masyarakat secara tepat dikaitkan dengan keten-tuan-ketentuan PNPM Mandiri Perktoaan sebagai koridor. Unsur-unsur yang dapat menjadi isu peka dalam transaksi sosial dengan komunitas masyarakat, antara lain : 1. Pembangunan masyarakat warga (civil society) dan pembentukan kebersamaan masyarakat kelurahan. 2. Kepentingan praktis, pemahaman, penge-tahuan masyarakat, dan pandangan negatif terhadap proyek-proyek penanggulangan kemiskinan. Selain itu, untuk penggunaan jalur komunikasi interpersonal, pengenalan sikap, bahkan sifat serta kebiasaan khalayak sasaran juga penting untuk diperhatikan. Menghadapi tantangan ini, maka membutuhkan kelenturan sikap tanpa harus meninggalkan koridor yang telah diten-tukan. 31 Sebaliknya pengalaman-pengalaman negatif yang ditemui atau dirasakan, dapat men-jadi sumber belajar dan semangat bagi komunitas masyarakat untuk melakukan perubahan. PERLAKUAN TERHADAP KELOMPOK – KELOMPOK MASYARAKAT PERLAKUAN TERHADAP KELOMPOK-KELOMPOK MASYARAKAT Secara umum, di dalam khalayak sasaran akan ditemui kelompok yang akomodatif terhadap masukan, kelompok yang tidak peduli, frustasi, fatalis, atau bersikap menunggu. Beragamnya kelompok tersebut, harus disikapi dengan tidak diskiriminatif dalam perlakukan kegiatan sosialisasi, perbedaan hanya pada bagaimana cara melakukan sosialisasinya. Karena pemusatan perhatian sosialisasi berorientasi pada penang-gulangan musuh bersama (common enemy) dan menggali potensi masyarakat tanpa diskriminasi untuk menuju terbangunnya masyarakat warga. CATATAN ISTILAH CATATAN ISTILAH CATATAN ISTILAH Pendekatan Persuasif. Upaya menarik minat, simpati atau mengajak masyarakat untuk ikut program dengan cara membujuk. Dalam pendekatan ini Fasilitator cenderung untuk menyenangkan hati khalayak sasaran, bahkan cenderung untuk selalu mengalah. Pendekatan Dialogis Cara untuk membangun keterlibatan masyarakat dengan menempatkan pihak yang terlibat pada posisi subjek, melalui pertukaran pengalaman, pengetahuan, dan saling memahami serta meng-hargai pesan masing-masing untuk memperoleh kesepahaman dan kesepakatan yang berpijak pada akal sehat. Proses Dialogis Rangkaian pertukaran pemahaman, pandangan, pengalaman, pengetahuan, informasi, aspirasi, kearifan, transaksi sosial dalam pelaksanaan dialog yang berpijak pada asas kesetaraan sebagai manusia bebas dan unik. Proses ini tidak akan terwujud bila salah satu pihak atau kedua belah pihak berada pada suasana tekanan psikologis atau tidak dapat menanggalkan kepentingan dan status pribadi. Common Enemy (musuh bersama) Tantangan berupa masalah-masalah nyata atau masalah yang dirasakan oleh masyarakat untuk membentuk masyarakat warga (civil society) yang dapat berbentuk ketidak pedulian terhadap sesama, mau menang sendiri, serakah dan seba-gainya. Masyarakat Warga (Civil Society) Himpunan masyarakat warga yang diprakarsai oleh warga, dikelola oleh warga secara mandiri dan damai yang berupaya memenuhi kebutuhan dan kepentingan bersama, memecahkan persoalan bersama, menyatakan kepedulian ber-sama, menghargai hak orang lain untuk berbuat sama, dan bebas dari atau merdeka terhadap institusi Negara, institusi keluarga, institusi agama dan pasar (Saad Ibrahim, W. Bank.,Des. 96) Konflik Laten Pertentangan yang bersifat tersembunyi ditengah masyarakat yang akan muncul apabila terdapat alasan atau momentum. Kelompok Fatalis Kelompok yang menolak setiap masukan yang diberikan. 32 Modul 3 Topik: Mengembangkan Media Komunikasi Berbasis Masyarakat Peserta memahami dan menyadari: Media komuniaksi berbasis masyarakat Peserta mampu mengembangkan pesan – pesan sederhana Kegiatan 1: Pengembangan pesan sederhana Kegiatan 2: Memahami media warga 3 Jpl ( 135 ’) Bahan Bacaan: Membangun Komunikasi yang efektif Lembar Kerja : Lembar Pengamatan Media Bantu : Media Warga • Kerta Plano • Kuda-kuda untuk Flip-chart • LCD • Metaplan • Papan Tulis dengan perlengkapannya • Spidol, selotip kertas dan jepitan besar 33 Pengembangan Pesan Sederhana 1) Beri penjelasan kepada peserta bahwa kita akan membahas modul “mengembangkan media komunikasi berbasis masyarakat” dengan tujuan : Peserta mampu mengembangkan pesan – pesan komunikasi Peserta memahami media komunikasi berbasis masyarakat 2) Ingatkan kepada peserta mengenai kasus – kasus sulitnya berkomunikasi yang sudah dibahas dalam modul “Teknik Fasilitasi” . Tanyakan kepada peserta agar pesan yang kita sampaikan dipahami oleh khalayak sasaran, apa yang harus dilakukan?. 3) Bagi peserta ke dalam 3 kelompok, mintalah setiap kelompok untuk melakukan diskusi dengan mengenai : Kelompok 1 , mengembangkan pesan sederhana mengenai Strategi PNPM mandiri Perkotaan dalam mendorong proses transformasi sosial dari masyarakat yang tidak berdaya menjadi masyarakat nerdaya dan mandiri. Kelompok 2, mengembangkan pesan mengenai prinsip – prinsip pembangunan seperti demokrasi, partisipasi, transparansi, akuntabilitas dan desantralisasi. Kelompok 3, mengembangkan pesan mengenai kerelawanan Sarankan kepada peserta untuk membaca “Pengembangan Strategi Komunikasi” dalam bahan bacaan sebagai acuan pengembangan pesan. 4) Setelah selesai mintalah setiap kelompok untuk menyampaikan hasil presentasinya, kemudian diskusikan : 1) apa saja kesulitan yang dialami oleh setiap kelompok dalam membuat pesan; 2) bagaimana kerakteristik kelompok sasaran yang ada dalam bayangan kelompok . 3) bagaimana tahapan yang dilakukan dalam mengembangkan pesan?. 5) Refelksikan bersama apa yang harus diperbaiki dalam mengembangkan pesan agar komunikasi yang kita lakukan terhadap kelompok sasaran efektif. Beri penegasan oleh pemandu terhadap hal – hal yang dianggap penting. 34 Pesan yang ingin kita sampaikan harus mempertimbangkan : Tujuan komunikasi yang sudah dirumuskan, apakah perubahan yang ingin terjadai : 1) perubahan pengetahuan?; perubahan sikap? ; perubahan perilaku? Bagaimana kerakteristik khalayak sasaran kita? Berapa banyak khalayak yang kita inginkan berubah? Berapa lama waktu yang tersedia? Melalui media apa pesan itu akan disampaikan? Memahami Media Warga 1) Sampaikan kepada peserta bahwa berkomunikasi dengan warga akan lebih efektif dengan menggunakan media yang biasa digunakan warga itu sendiri. Media ini sering disebut sebagai media warga atau media komunitas. 2) Tanyakan kepada peserta, ”Media warga apa saja yang banyak berkembang di masyarakat saat ini?” Gali pengalaman peserta dengan mengajukan pertanyaan eksplorasi, misalnya: • Untuk kebutuhan apa media warga tersebut digunakan? • Apakah media warga tersebut efektif menjawab kebutuhan warga? • Apa manfaat atau dampak yang diperoleh warga dengan adanya media tersebut? • Bagaimana pengelolaan media warga tersebut? • Apa yang mendorong media tersebut berlanjut atau mati? 3) Beri umpan balik, gunakan Media Bantu – Media Warga. 4) Tutup diskusi dan ucapkan terima kasih. 35 Slide 1 Slide 2 Slide 3 Slide 4 36 Slide 5 Slide 6 Slide 7 Slide 8 Slide 9 Slide 10 37 Slide 11 Slide 12 Slide 13 Slide 14 Slide 15 Slide 16 38 Slide 17 Slide 18 Slide 19 Slide 20 Slide 21 Slide 22 39 Pengembangan Strategi Komunikasi (Mengembangkan Media Berorientasi Khalayak, Studio Driya Media dan AUSAID) Apa pengembangan strategi komunikasi itu ? Pengembangan strategi komunikasi adalah usaha – usaha yang mencakup pemilihan pengembangan pesan , pemilihan media – media dan kombinasi media serta pemilihan pendekatan yang tepat untuk menumbuhkan partisipasi khalayak, dalam upaya pencapaian tujuan program. Mengapa kita perlu tahu hal ini? Ya, dengan mengetahui strategi komunikasi lembaga kita, tentunya kita bisa memahami seluruh perencanaan program pengembangan media. Sehingga, kita dapat merumuskan pesan – pesannya, serta memilih media – media yang cocok dengan khalayak dan kemampuan lembaga. Bagaimana biasanya dilakukan? 1. Biasanya dalam kegiatan ini, kita sebagai tim pengembang media sudha dilibatkan. Umumnya, pengembangan strategi komunikasi dilakukan melalui tahapan sebagai berikut : 2. Mempelajari dan mengkaji tujuan komunikasi yang telah ditetapkan 3. Mengkaji perubahan tingkat pengetahuan, sikap, perilaku dan kepercayaan yang diinginkan 4. Mengkaji kembali indikator keberhasilan yang telah ditetapkan 5. Mengembangkan pesan – pesan yang cocok dengan tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku khalayak strategis kita. 6. Memilih metode – metode komunikasi yang cocok untuk menjangkau khalayak strategis kita dan sesuai dengan perubahan yang diinginkan. 7. Memilih alternatif jenis – jenis media yang cocok dan kombinasinya. 8. Mengkaji jenis – jenis media yang teridentifikasi dilihat dari dana dan sumber daya yang tersedia, fungsi media, saluran media dan karakteristik khalayak kita 9. Menentukan jenis media dan kombinasinya. Informasi yang perlu kita ketahui 1. Siapa khalayak kita? Media – media apa saja yang sudah mereka kenal? Bahasa (lisan,tulisan dan simbol) apa yang biasa mereka gunakan? Bagaimana kemampuan baca tulis mereka? 2. Pesan – pesan pokok apa yang telah ditetapkan? Apakah pesannya bersifat informasional? (berisi informasi lengkap yang terdiri dari fakta dan teori) Apakah pesannya bersifat motivasional? (bersifat membujuk dan berisi informasi analitis/sebab – akibat) Apakah pesannya bersifat instruksional? (terdiri dari langkah – langkah, dan akibatnya bila tidak mengikuti langkah tersebut) 3. Metode Komunikasi apa yang telah ditetapkan? Apakah metode komunikasi massa saja? 40 Apakah metode komunikasi tatap muka saja? Apakah metode komunikasi massa dan tatap muka? (campuran) 4. Saluran media apa yang dipilih ? Saluran media berarti saluran yang kita Pilih untuk menjadi perantara pesan dan media kita: Apakah media massa? (TV, radio, koran, tabloid, majalah, dll) Apakah media kelompok? (chalet, video, OHP, brosur, leaflet, buletin,dll) Apakah media individu/antar orang? (telepon/hotline, konsultasi, surat menyurat) Apakah campuran antara media massa, kelompok dan individu? 5. Media apa yang kita Pilih? Apakah media komunikasinya adalah leaflet? Poster? Artikel – artikel koran? Berita radio? Apakah media yang dipilih adalah satu – satunya media untuk pesan pokok? Ataukah ada media lainnya yang juga menyampaikan pesan pokok yang sama? (kombinasi media) Media massa adalah media yang sifatnya satu arah. Dengan saluran yang tepat, media massa ini dapat menjangkau jumlah khalayak yang tak terhingga dan lebih bersifat sebagai media kampanye dengan target khalayak yang lebih banyak, seperti program TV, program radio, koran, majalah dan tabloid. Namun, media kategori ini bisa menjadi media belajar bila sudah didokumentasikan. Sedangkan media non – massa bisa kita gunakan sebagai media belajar maupun media kampanye dengan jumlah khalayak terbatas. Selain media yang disebut dalam lampiran, ada juga media tradisional sebagai media yang sudah menjadi tradisi masyarakat setempat. Media teater rakyat dan lenong adalah media oleh rakyat, untuk rakyat dan dari rakyat, sehingga tingkat partisipasinya sangat tinggi. Akan tetapi, ketoprak/ludruk, wayang, sendratari, dan puisi adalah media yang tingkat partisipasinya rendah. Sedangkan media – media infromal, misalnya arisan hanya bisa menjadi media informasional saja. 41 Contoh Pengembangan Isi Pesan Segmen khalyakak Perempuan PSK di lokalisai x Pengetahuan Definisi HIV/AIDS dan perkembangannya Cara penularan HIV Perjalanan HIV/AIDS Perubahan yang diinginkan Sikap Perilaku Kebiasaan Selalu menawarkan menggunakan penggunaan kondom setiap kondom adalah kali berhubungan cara termudah seks dan termurah Pemasangan untuk mencegah kondom yang tertular baik dan benar HIV/AIDS Kepercayaan Penggunaan kondom sesungguhnya tidak mengurangi kenikmatan Pencegahan dini terhadap HIV/AIDS Mucikari di lokalisasi x Definisi HIV/AIDS dan perkembangannya Cara penularan HIV Pencegahan diri terhadap penularan HIV/AIDS 42 Mengharuskan PSK selalu menawarkan penggunaan kondom kepada pelanggannya bisa mencegah penularan HIV/AIDS Selalu mengharuskan PSK-nya untuk mengharuskan pelanggannya menggunakan kondom HIV/AIDS ada di dalam cairan perma dan vagina, maka hubungan seks laki – perempuan tanpa kondom berisiko Perkotaan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Direktorat Jenderal Cipta Karya