Strategi Komunikasi dan Sosialisasi MODUL KHUSUS FASILITATOR

advertisement
DEPARTEMEN
PEKERJAAN
UMUM
Direktorat Jenderal Cipta Karya
MODUL KHUSUS FASILITATOR
Pelatihan Dasar 1
Strategi Komunikasi
dan Sosialisasi
PNPM Mandiri Perkotaan
F05
Proses – proses pendampingan di lapangan pada dasarnya merupakan
proses komunikasi, di antara Fasilitator sebagai pelaku lapangan –
pemerintah setempat dan masyarakat sasaran. Proses komunikasi
sebetulnya merupakan proses yang kita lakukan sehari-hari, tetapi pada
kenyataannya seringkali komunikasi tidak sesederhana yang kita
bayangkan ,menjadi sulit dan tidak efektif sehingga pesan yang ingin
disampaikan tidak diterima sesuai harapan komunikator.
Agar komunikasi yang dilakukan efektif, banyak faktor yang harus dipahami
dan dipertimbangkan. Komunikator harus memahami karakteristik
komunikan baik bahasa, budaya dan sebagainya. Dalam melaksanakan
tugas sebagai pendamping proses dan sosialisasi Fasilitator harus
menyampaikan pesan PNPM Mandiri Perkotaan kepada masyarakat
sasaran , sehingga bagi Fasilitator penting untuk mempunyai keterampilan
komunikasi dan mengenal karakteristik kelompok sasaran.
Sesuai dengan pendekatan partisipatif komunikasi yang dilakukan dalam
pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan adalah komunikasi horisontal atau
sering disebut komunikasi partisipatif , komunikasi yang dialogis antara
komunikator (Fasilitator) dan Komunikan (kelompok sasaran). Dasar dari
komunikasi ini tentu saja penghargaan terhadap harkat dan martabat
manusia atau memanusiakan manusia.
Dalam proses penyampaian pesan, perlu saluran agar pesan tersebut
sampai kepada komunikan (kelompok sasaran). Media bisa menjadi alat
bantu untuk menyalurkan pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh
komunikan.
Dengan demikian dalam proses komunikasi antara Fasilitator dan
masyarakat sebagai khalayak sasaran PNPM Mandiri Perkotaan perlu
strategi komunikasi sebagai berikut :
ƒ
Bagaimana budaya, bahasa dan karakteristik lain dari kelompok
sasaran : disebut dengan analisa situasi
ƒ
Bagaimana tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku kelompok
sasaran terhadap isu atau konsep yang akan disampaikan.
ƒ
Apa tujuan komunikasi yang ingin disampiakan oleh Fasilitator.
ƒ
Apa saluran atau media yang akan dipakai agar komunikasi efektif?.
Apakah perlu lebih dari satu media ?
ƒ
Bagaimana agar diketahui apakah pesan itu efektif atau tidak ?
apakah perlu dilakukan evaluasi ?
i
Modul 1
Kegiatan 1:
Modul 2
Kemiskinan dan Kesenjangan Informasi
Memahami Kesenjangan Informasi Komunikasi
1
2
Mensosilisasikan Program
10
Kegiatan 1 :
Memahami Pardigma Komunikasi dalam Pembangunan
11
Kegiatan 2 :
Memahami Strategi Komunikasi dalam PNPM Mandiri Perkotaan
12
Mengembangkan Media Komunikasi Berbasis
Masyarakat
33
Kegiatan 1 :
Pengembangan Pesan Sederhana
34
Kegiatan 2 :
Memahami Media Warga
35
Modul 3
Modul 1
Topik: Kemiskinan dan Kesenjangan Informasi
Peserta memahami dan menyadari:
Hubungan antaras kesenjangan informasi dengan kemiskinan
Memahami kesenjangan informasi komunikasi
3 Jpl ( 135 ’)
ƒ
ƒ
Lembar Kasus – Kemiskinan Informasi yang Memprihatinkan
LK 1 – Identifikasi Kesenjangan Informasi-Komunikasi
ƒ
BB 1 – Lingkaran Ketidakberdayaan
• Kerta Plano
• Kuda-kuda untuk Flip-chart
• LCD
• Metaplan
• Papan Tulis dengan perlengkapannya
• Spidol, selotip kertas dan jepitan besar
1
Memahami Kesenjangan Informasi-Komunikasi
1) Jelaskan kepada peserta bahwa selama beberapa waktu ke depan kita memasuki tahapan
belajar baru, yaitu strategi komunikasi untuk penanggulangan kemiskinan. Kita bersama-sama
akan belajar mengenai keterkaitan kesenjangan informasi-komunikasi dengan kemiskinan serta
bagaimana program penanggulangan kemiskinan ini merancang strategi sosialisasi dan
komunikasi.
2) Sampaikan, saat ini kita akan belajar memahami kesenjangan informasi-komunikasi dan
hubungannya dengan kemiskinan.
3) Bagikan Lembar Kasus – Kemiskinan Informasi yang Memprihatinkan kepada semua peserta.
Beri waktu kepada peserta untuk membacanya.
4) Beri kesempatan kepada beberapa peserta untuk mengajukan komentar atas cerita tersebut.
Dorong diskusi dengan mengajukan pertanyaan, seperti : ”Benarkah kemiskinan dapat
disebabkan oleh ketidakmampuan orang miskin mengakses informasi?”
5) Sampaikan, untuk memperdalam pemahaman kita, kita akan berdiskusi dalam kelompok kecil.
Tampilkan LK 1 – Identifikasi Kesenjangan Informasi-Komunikasi di papan tulis atau layar
(LCD). Setiap kelompok bertugas mendiskusikan satu isu.
6) Bagi peserta dalam lima kelompok kecil. Masing – masing kelompok akan mendiskusikan 1 isu,
yaitu ekonomi, pendidikan, kesehatan, lingkungan, dan sosial politik. Ingatkan setiap
kelompok untuk menuliskan hasil diskusi kelompok dalam kertas plano dan menunjuk juru
bicara kelompok.
7) Setelah diskusi kelompok selesai, persilahkan juru bicara kelompok untuk menyampaikan hasil
diskusi kelompok. Beri kesempatan kepada anggota kelompok lain untuk menanggapi. Setelah
satu kelompok selesai, persilahkan kelompok berikutnya.
8) Beri umpan balik, gunakan BB 1 – Lingkaran Ketidakberdayaan untuk memperkuat pemahaman
peserta.
Menyoal kemiskinan adalah menyoal keterbatasan akses warga miskin terhadap banyak hal,
termasuk salah satunya adalah akses informasi. Akses informasi ini penting, karena ketika kita
tidak punya akses informasi maka akan menimbulkan kesenjangan pengetahuan, kesempatan,
aset dan lain-lain.
2
Lembar Kerja 1 – Kesenjangan Informasi dan Kemiskinan
Diskusikan dalam kelompok. Satu kelompok membahas 1 isu saja.
Isu
Gejala Kemiskinan di
Masyarakat
Kesenjangan
Informasi Pengetahuan
Kesenjangan Lain
Kesehatan
Pendidikan
Ekonomi
Lingkungan
Sosial Politik
3
. Bacalah cerita ini dengan seksama
Teropong
Kompas, Jumat, 24 November 2006
otonomi daerah
Kemiskinan Informasi yang Memprihatinkan
KORNELIS KEWA AMA
Bagi rakyat Nusa Tenggara Timur, mendapatkan makanan bergizi sangatlah sulit, tetapi mendapatkan
informasi justru lebih sulit. Informasi menjadi kebutuhan yang amat mahal, susah dijangkau karena
keterbatasan daya beli dan hambatan infrastruktur.
Sejumlah perkembangan di ibu kota provinsi, bahkan di pusat kabupaten, tak dapat diikuti masyarakat
kecamatan dan desa terpencil.
Ketua Pengawas Pendidikan Dasar Pulau Adonara, Flores Timur, Laurens Todo Way, beberapa waktu
lalu di Baniona, Adonara, mengatakan, meski jaringan telepon seluler sudah merambah masuk ke
seluruh pelosok Nusa Tenggara Timur (NTT), hampir 80 persen masyarakat di daerah itu belum mampu
mengakses informasi melalui media massa.
"Hari ini saya baru dengar nama internet untuk mendapatkan informasi lengkap, padahal saya seorang
pengawas pendidikan. Apalagi masyarakat biasa. Kami hanya tahu koran Pos Kupang, Flores Pos,
Kompas, dan Jawa Pos. Koran-koran ini pun kami tahu saat berbelanja di pasar; dipakai membungkus
hasil belanjaan. Koran bekas ini sering kami sambung satu demi satu potong, kemudian kami baca untuk
mendapatkan informasi. Pedagang mendapatkan koran bekas ini dari Larantuka," tutur Way.
NTT adalah satu dari delapan provinsi yang berbentuk kepulauan. Jumlah pulaunya 566 buah, 42 pulau
sudah dihuni, 524 belum. Sebanyak 246 pulau sudah dinamai, 320 pulau belum punya nama. Luas
daratan 47.393,9 km², perairan 191.484 km².
Kondisi sebagian pulau di NTT termasuk sangat terbelakang, tidak tersentuh pembangunan. Masyarakat
di pulau-pulau itu tidak bisa menjangkau informasi sama sekali, baik melalui media elektronik maupun
cetak.
Way menuturkan, peribahasa katak dalam tempurung sangat cocok bagi masyarakat di daerah itu.
Mereka sama sekali tidak mengikuti perkembangan di kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya,
Medan, dan Makassar. Perkembangan Kota Kupang dan Larantuka pun tidak mampu mereka ikuti dari
hari ke hari. Kejadian di Larantuka, ibu kota Kabupaten Flores Timur, baru mereka ketahui dua atau tiga
hari kemudian.
Bukan hanya warga biasa. Para pelajar dari tingkat SD sampai SMU di daerah itu pun ketinggalan
informasi. Para guru yang mengajar di sekolah-sekolah pun semata-mata bergantung pada buku catatan
4
lama yang mereka miliki.
Tidak ada tambahan informasi yang dimiliki guru untuk mengapresiasikan mata pelajaran yang ada.
Bahkan, guru di desa-desa terpencil cenderung mengajar sesuai selera mereka, tidak berpedoman pada
kurikulum yang berlaku.
Menurut Way, semestinya di sekolah-sekolah di desa-desa terpencil itu disediakan sebuah perangkat
televisi lengkap dengan parabola. Perangkat ini diletakkan di ruang guru atau kepala sekolah.
Dari 750 kepala keluarga di Kecamatan Wotan Ulumado, Adonara Barat, hanya tujuh keluarga yang
memiliki parabola. Namun, parabola tersebut hanya dapat dimanfaatkan pada malam hari setiap pukul
19.00 Wita, sesuai jadwal penerangan listrik setempat.
Stasiun TVRI sebagai sarana pemersatu, mencerdaskan masyarakat, dan menyosialisasikan program
pemerintah pun dalam tiga tahun terakhir tidak dapat beroperasi normal karena keterbatasan bahan
bakar minyak. Sarana radio pun hanya dimiliki beberapa keluarga, tetapi tidak bisa dibunyikan karena
tidak ada baterai atau daya listrik kurang.
Koran lokal seperti Pos Kupang, Timor Express, Flores Pos, Rote Ndao Pos, dan Lembata Pos hanya
beredar di kalangan pejabat dan warga kota. Keterbatasan sarana dan prasarana angkutan ke desa-desa
dan pulau-pulau menyebabkan sirkulasi koran terkendala, sementara masyarakat tingkat bawah tidak
mampu membeli atau berlangganan koran.
Meski koran dijual seharga Rp 2.000-Rp 2.500 per eksemplar, warga tetap tidak mampu membeli. Daya
beli mereka sangat rendah sehingga kebutuhan pokok pangan merupakan prioritas.
Way menilai, kalau soal kebutuhan makanan, masyarakat dapat memproduksinya sendiri di daerah.
Namun, kebutuhan akan informasi jelas perlu dukungan dari berbagai pihak. Informasi jauh lebih mahal
dan sulit diperoleh daripada makanan atau pakaian. Sudah saatnya informasi menjadi salah satu
kebutuhan pokok.
Telepon seluler ini baru masuk tahun 2005 di Pulau Adonara dan sekitarnya. Namun, telepon seluler ini
termasuk sarana cukup mahal bagi masyarakat pedesaan. Hanya beberapa warga masyarakat yang
memiliki telepon genggam setelah mendapat kiriman uang dari anggota keluarga di Malaysia. Pada
umumnya mereka memiliki telepon ini hanya untuk berkomunikasi dengan anggota keluarga di Malaysia.
Kebanyakan para perantau menelepon dari Malaysia karena masyarakat di Adonara sulit membeli pulsa.
Kecuali ada soal penting di desa, mereka hanya melakukan SMS ke anggota keluarga di Malaysia.
Dengan hadirnya telepon seluler yang bisa diakses di daerah terpencil ini, intensitas surat-menyurat
yang berlangsung sudah puluhan tahun antara perantau dan anggota keluarga sedikit berkurang.
Akan tetapi, telepon seluler hanya sebatas komunikasi lisan. Tidak tersedia informasi lengkap seperti
tersaji di media massa, baik elektronik maupun cetak.
Bupati mengakui
Bupati Kupang IA Medah ketika berbicara pada dialog tentang penguatan forum multipihak di Kupang
memang mengungkapkan, meski Kabupaten Kupang berdampingan dengan Kota Kupang, masih sekitar
50 persen penduduk Kabupaten Kupang sangat ketinggalan informasi. Informasi atau sarana
5
mendapatkan informasi dinilai masyarakat sangat mahal dan sulit dijangkau.
Masyarakat di Pulau Sabu, misalnya, sangat sulit mengakses informasi karena perlu delapan jam
perjalanan dari Kota Kupang dengan feri. Koran yang sudah kedaluwarsa harganya mencapai Rp 5.000
per eksemplar, padahal informasinya sudah basi.
"Untuk makan dan minum sehari-hari saja sulit, apalagi untuk membeli koran atau baterai untuk
mengaktifkan pesawat radio," kata Medah. Hal itu berlaku terutama bagi mereka yang tinggal di pulaupulau terpencil, seperti Adonara, Solor, Sabu, Kera, dan Semau.
Medah menilai koran adalah sarana paling tepat untuk menyosialisasikan program dan hasil
pembangunan kepada masyarakat. Akan tetapi, koran-koran seperti itu sulit masuk ke desa dan
kecamatan terpencil. Bahkan, camat pun jarang membaca koran dan sulit mengikuti perkembangan di
pusat kota atau kabupaten.
Kepala Badan Informasi dan Komunikasi NTT Umbu Saga Anakaka merasa prihatin atas tidak
tercukupinya kebutuhan akan informasi di kalangan masyarakat itu. Hanya sekitar 15 persen warga NTT
yang kebutuhannya terhadap informasi terpenuhi secara rutin, baik informasi tingkat lokal maupun
nasional.
Di Kota Kupang, hanya masyarakat kalangan atas, seperti pejabat, pegawai negeri, pengusaha, dan
pemilik toko, yang mampu membeli koran atau mengikuti peristiwa yang terjadi di berbagai belahan
dunia.
Informasi, menurut Umbu, memang merupakan satu dari 10 kebutuhan pokok masyarakat. Hanya
kebutuhan itu belum disadari kalangan tingkat bawah, kecuali informasi terkait kebutuhan mereka
sendiri, seperti soal pendidikan, anak-anak, pengobatan, dan harga kebutuhan pokok di pasar. Informasi
ini pun sering diabaikan.
Semestinya ada program pembelajaran terhadap masyarakat pedesaan melalui pengadaan televisi desa,
koran masuk desa, dan pesawat radio desa. Sarana dan prasarana ini ditempatkan di ruang publik,
tempat berkumpulnya warga. Bukannya dimonopoli aparat desa. Membuatnya menjadi kenyataan
rasanya bukan hal sulit bukan?
6
Lingkaran Ketidakberdayaan
(Disarikan oleh Praya Arie Indrayana dari ”Memberdayakan Masyarakat dengan
Mendyagunakan Telecenter”; Pe-PP)
Kesenjangan informasi diyakini sebagai bagian dari lingkaran kemiskinan. Miskinnya informasi
menyebabkan masyarakat kesulitan mengembangkan alternatif kehidupannya. Masyarakat
membutuhkan informasi dan pengetahuan yang dapat mereka manfaatkan untuk meningkatkan
kualitas kehidupannya dalam berbagai aspek (sosial, budaya, kesehatan, ekonomi, politik atau
lingkungan).
Sejak reformasi dan otonomi daerah bergulir di Indonesia, informasi mengemuka sebagai suatu isu
keberpihakan kepada orang miskin dan hak (politik). Sebagai isu hak, informasi ditempatkan
sebagai salah satu indikator untuk menilai apakah suatu pemerintahan berjalan baik, bersih,
terbuka (transparan), bertanggung jawab (akuntabel) dan partisipatif (masyarakat dan pemerintah
menjalin hubungan komunikasi dialogis). Kesenjangan informasi/pengetahuan harus dihilangkan
karena hanya warga yang memiliki informasi/pengetahuan yang dapat berpartisipasi aktif. Apabila
warga aktif maka mekanisme pengawasan publik terhadap jalannya pemerintahan akan berfungsi.
Apabila pengawasan warga berjalan, maka pemerintahan pun akan segan melakukan
penyalahgunaan wewenang.
LINGKARAN KETIDAKBERDAYAAN
Kesenjangan
Akses Informasi
Kesenjangan
Sosial
Kesenjangan
Spasial
Kesenjangan
Pengetahuan
Kesenjangan
Kesempatan
Kesenjangan
Kemampuan
Kesenjangan
Asset
Sebagai satu upaya mewujudkan masyarakat berdaya dan mandiri, PNPM Mandiri Perkotaan
menggunakan komunikasi dan informasi sebagai salah satu media pemberdayaan. Meyakini akses
masyarakat terhadap informasi sebagai hak ternyata tidaklah cukup, diperlukan sebuah proses
pengembangan komunikasi-informasi secara terencana baik yang sifatnya horizontal (warga ke
warga, pemerintah ke pemerintah, swasta ke swasta) maupun vertikal (warga ke pemerintah).
Belajar dari kegagalan model komunikasi yang dikembangkan program-program terdahulu, PNPM
Mandiri Perkotaan meletakkan keterlibatan aktif para pemangku kepentingan di dalam keseluruhan
proses komunikasi pembangunan (komunikasi partisipatoris). Tujuan komunikasi bukanlah
menginformasikan atau mempromosikan gagasan pembangunan kepada masyarakat agar
pembangunan memperoleh legitimasi. Komunikasi yang hendak dikembangkan adalah berbagi
7
pengetahuan dan pengalaman dalam menganalisis masalah, mengidentifikasi penyelesaiannya dan
melaksanakannya. Setiap pihak yang terlibat dalam dialog tersebut adalah subyek yang memiliki
persepsi, pengetahuan, dan pengalaman. Obyeknya adalah realitas yang akan diperbaiki melalui
proses-proses pembangunan.
Kesenjangan Pengetahuan
Wajah lain dari kemiskinan adalah kesenjangan pengetahuan. Kondisi ini seringkali dinyatakan
sebagai ketidakmampuan orang miskin untuk mengakses pendidikan. Karena
pendidikan
diidentikkan dengan ijazah, maka pendidikan rendah berarti berijazah rendah. Logika sebab
akibatnya kemudian mudah ditebak. Berijazah rendah hanya dapat bekerja ’rendahan’, dengan
upah yang rendah. Karena itu, orang miskin pasti tidak akan pernah keluar dari kemiskinannya.
Pandangan seperti ini pada dasarnya merupakan tradisi pendidikan liberal, paradigma yang
mendominasi konsep pendidikan hingga saat ini. Pendidikan dan pelatihan dalam tradisi ini bersifat
fabrikasi dan mekanisasi untuk memproduksi keluaran pendidikan yang harus sesuai dengan ’pasar
kerja’. Pendidikan tidak toleran terhadap segala sesuatu yang disebut sebagai ’tidak ilmiah’. Murid
dididik untuk tunduk pada struktur yang ada. Masalah pendidikan selalu terletak pada mentalitas
anak didik, kreativitas, motivasi, keterampilan teknis, serta kecerdasan anak didik.
Dengan tradisi liberal seperti itu, tidak memungkinkan bagi pendidikan untuk menciptakan ruang
untuk secara kritis mempertanyakan tentang, pertama struktur ekonomi, politik, ideologi, gender,
lingkungan serta hak-hak asasi manusiadan kaitannya dengan posisi pendidikan. Kedua,
pendidikan untuk menyadari relasi pengetahuan sebagai kekuasaan menjadi bagian dari masalah
demokratisasi. Tanpa mempertanyakan hal itu, tidak saja pendidikan gagal untuk menjawab akar
permasalahan kemiskinan tetapi justru melanggengkannya karena merupakan bagian pendukung
dari kelas penindasan dan dominasi.
Karena itu, diperlukan suatu usaha untuk selalu meletakkan pendidikan dalam proses transformasi
keseluruhan sistem perubahan sosial. Pendidikan harus ditujukan untuk pemberdayaan dan
pembebasan, yang selalu mempertanyakan sistem dan struktur sosial, ekonomi dan politik yang
tidak adil (penyebab kemiskinan). Dalam perspektif kritis, proses pendidikan merupakan proses
refleksi dan aksi terhadap seluruh tatanan dan relasi sosial dan bagaimana cara kerjanya dalam
menyumbangkan ketidakadilan dan kesetaraan sosial. Karena itu, tugas utama pendidikan
sesungguhnya adalah pembebasan kaum miskin tertindas. Pembebasan bagi mereka tidak saja
terbebas dari kesulitan aspek material saja, tetapi juga adanya ruang kebebasan dari aspek
spiritual, ideologi, maupun kultural. Sesungguhnya rakyat memerlukan tidak saja bebas dari
kelaparan, tetapi juga bebas untuk mencipta dan mengkonstruksi dan untuk bercita-cita (Paulo
freire).
Piramida Terbalik Struktur Sosial dan Penguasaan Informasi
Piramida di bawah ini menunjukkan bahwa stratifikasi sosial
berbanding terbalik dengan
penguasaan berbagai aspek, termasuk informasi. Kecenderungan struktur sosial yang ada
memperlihatkan kesenjangan penguasaan. Masyarakat di kelas atas (upper) menguasai banyak
aspek antara lain informasi, pengetahuan, akses, skill, asset, modal, kemampuan, dan kesempatan.
Masyarakat kelas menengah (Middle) menguasai lebih kecil (namun lebih besar daripada kelas
terbawah) dan masyarakat yang menghuni strata terbawah (lower) memegang kendali paling
sedikit atas berbagai aspek termasuk informasi.
Jadi kesenjangan sosial menyebabkan berbagai kesenjangan dan bersama-sama dengan
kesenjangan yang lain turut serta menyebabkan kemiskinan, dimana kesenjangan informasi
termasuk di dalamnya.
8
B
U
S
M
K
L
Keterangan:
U = Upper, masyarakat kelas atas.
M = Middle, masyarakat kelas menengah.
L = Lower, masyarakat kelas bahwa (miskin)
B = penguasaan asset Besar
S = penguasaan asset Sedang
K = penguasaan asset Kecil
9
Modul 2
Topik: Mensosialisasikan Program
Peserta memahami dan menyadari:
1. Paradigma komunikasi dalam pembangunan
2. Strategi sosialisasi PNPM Mandiri Perkotaan
Kegiatan 1: Memahami paradigma komunikasi dalam pembangunan
Kegiatan 2: Memahami strategi komunikasi dalam PNPM Mandiri Perkotaan
3 Jpl ( 135 ’)
•
•
•
Lembar Kasus 2 – Warga GCA Siap Hadapi Tuntutan
Bahan Bacaan – Komunikasi dalam Paradigma Pembangunan
Bahan Bacaan – Strategi Sosialisasi PNPM Mandiri Perkotaan
• Kerta Plano
• Kuda-kuda untuk Flip-chart
• LCD
• Metaplan
• Papan Tulis dengan perlengkapannya
• Spidol, selotip kertas dan jepitan besar
10
Memahami Paradigma Komunikasi Pembangunan
1) Jelaskan bahwa saat ini kita akan belajar tentang paradigma komunikasi pembangunan yang
selama ini banyak digunakan dalam pelaksanaan program-program pembangunan. Selain itu
kita akan belajar mengenai strategi sosialisasi program penanggulangan kemiskinan ini.
2) Ajukan pertanyaan : ”Mengapa program-program pembangunan perlu membangun
komunikasi-informasi dengan masyarakat?” Lakukan curah pendapat untuk menggali pendapat
peserta.
3)
Bagikan Lembar Kasus 2 – Warga GCA Siap Hadapi Tuntutan kepada seluruh peserta.
Persilahkan peserta untuk membaca.
4)
Dorong diskusi mengenai cerita kasus tersebut. Ajukan pertanyaan-pertanyaan seperti:
• Mengapa penolakan warga terhadap pembangunan PLTSa begitu kuat?
• Bagaimana strategi komunikasi pembangunan yang dilakukan pemkot Bandung?
Tepatkah?
• Apakah penolakan warga terhadap pembangunan hanya terjadi di kasus ini? Banyakkah
kejadian seperti ini di negara kita? Mengapa?
• Bagaimana sebaiknya?
Tuliskan poin-poin pembelajaran yang dapat dipetik dari berbagai kasus penolakan warga
terhadap program pembangunan, terutama aspek strategi komunikasi pembangunan.
5)
Beri umpan balik kepada peserta. Gunakan Bahan Bacaan – Komunikasi dalam Paradigma
Pembangunan.
Memahami Strategi Sosialisasi PNPM Mandiri Perkotaan
1) Jelaskan bahwa saat ini kita akan berdiskusi mengenai strategi sosialisasi PNPM Mandiri
Perkotaan.
2) Bagikan Bahan Bacaan – Strategi Sosialisasi PNPM Mandiri Perkotaan. Persilahkan peserta
untuk membaca dan menggaris-bawahi hal-hal yang dianggap penting atau perlu didiskusikan.
11
3)
4)
Diskusikan bersama seluruh peserta hal-hal yang tidak dipahami. Sebaiknya peserta juga
ditunjukkan contoh media-media sosialisasi yang pernah digunakan program penanggulangan
kemiskinan, kegunaan dan efektivitasnya di lapangan.
Beri umpan balik. Tutup diskusi.
Sebagai satu upaya mewujudkan masyarakat berdaya dan mandiri, PNPM Mandiri Perkotaan
menggunakan komunikasi dan informasi sebagai salah satu media pemberdayaan. Meyakini
akses masyarakat terhadap informasi sebagai hak ternyata tidaklah cukup, diperlukan sebuah
proses pengembangan komunikasi-informasi secara terencana baik yang sifatnya horizontal
(warga ke warga, pemerintah ke pemerintah, swasta ke swasta) maupun vertikal (warga ke
pemerintah).
Belajar dari kegagalan model komunikasi yang dikembangkan program-program terdahulu,
PNPM Mandiri Perkotaan meletakkan keterlibatan aktif para pemangku kepentingan di dalam
keseluruhan proses komunikasi pembangunan (komunikasi partisipatoris). Tujuan komunikasi
bukanlah menginformasikan atau mempromosikan gagasan pembangunan kepada masyarakat
agar pembangunan memperoleh legitimasi. Komunikasi yang hendak dikembangkan adalah
berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam menganalisis masalah, mengidentifikasi
penyelesaiannya dan melaksanakannya. Setiap pihak yang terlibat dalam dialog tersebut
adalah subyek yang memiliki persepsi, pengetahuan, dan pengalaman. Obyeknya adalah
realitas yang akan diperbaiki melalui proses-proses pembangunan.
12
Bacalah cerita ini dengan seksama
Warga GCA Siap Hadapi Tuntutan
Tetap Menolak Pendirian PLTSa
BANDUNG,
(PR).Warga Kompleks Griya Cempaka Arum (GCA) siap menghadapi tuntutan Wali Kota Bandung terkait
pencabutan patok di Kel. Rancanumpang Kec. Gedebage. "Silakan saja. Itu hak mereka. Kami tidak
takut. Kalau perlu nama-nama warganya, tinggal lihat saja di kelurahan. Jangankan dipenjara,
nyawa pun akan kami serahkan. Kami siap pasang badan menolak pendirian pabrik sampah," tutur
Tabroni mewakili warga Kompleks GCA yang menolak Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa)
yang mereka sebut pabrik sampah.
Menurut dia, ancaman tuntutan sama saja seperti tindakan represif. ”Alangkah lebih bijak jika Pak
Wali itu datang ke sini dan bicara baik-baik dengan warga. Tanya apa maunya warga. Bukan
sosialisasi lagi karena sudah terlambat. Kalau sosialisasi, ujung-ujungnya projek itu harus berjalan
dengan atau tanpa persetujuan warga," ucap Tabroni di rumahnya, Kompleks GCA, Jumat (30/11).
Ia mengungkapkan, warga Kompleks GCA tetap memberi alternatif tentang pembangunan pabrik
sampah di lokasi itu. Artinya, pemerintah bisa membangunnya di sana, tetapi warga minta
direlokasi.
Warga kembali mencabuti patok, Kamis (29/11) malam. Sekitar lima puluh patok diambil dan
dibakar warga. Warga menilai, pemkot mengada-ada dengan mengatakan pematokan dan
pengukuran itu untuk pembangunan jalan.
"Di berita-berita, pemda mengatakan bulan depan akan ada peletakan batu pertama pembangunan
pabrik sampah. Pastinya jalan itu untuk akses ke pabrik sampah. Untuk apa lagi coba? Untuk jalan
warga? Kita tidak perlu jalan itu," ucap Dinar, warga setempat.
Waktu pengukuran rencananya dilakukan dua hari yaitu Selasa (27/11) dan Rabu (28/11). Namun,
hingga Jumat (30/11), masih ada aktivitas pengukuran di lokasi tersebut.
Tidak bisa bertani
Rencana pembangunan PLTSa di lokasi tersebut, ditentang juga oleh petani. Salah seorang petani
yang terancam tidak bisa bekerja lagi ialah Idin (45), warga Rancanumpang. Ia sudah 20 tahun
lebih bekerja sebagai petani penggarap di lahan sawah tidak jauh dari bakal lokasi PLTSa. Ia
menggarap lahan milik Ny. Tiah. Jika PLTSa jadi berdiri, lokasi lahan garapannya bersebelahan
dengan bangunan itu.
"Saya mah orang bodoh. Orang bodoh juga tahu kalau ada sampah pasti sawah tidak bisa
menghasilkan dengan bagus. Air dan tanah tercemar. Jadi, saya tidak mengerti kalau orang
pemerintah bilang pabrik sampah itu tidak akan merugikan orang. Mungkin bagi pemerintah iya
13
karena tinggal di kota. Tapi tidak bagi kita yang sehari-hari kerja di sini. Cing atuh pemerintah teh
sing bageur ka rakyatna (pemerintah seharusnya baik ke rakyat)," kata Idin.
Menyelidiki
Sementara itu, Pemkot Bandung segera menyelidiki pelaku pencabutan patok-patok pengukuran
tanah di sekitar Kompleks Griya Cempaka Arum (GCA). ”Tidak akan langsung dilaporkan ke polisi.
Harus diselidiki dulu lah,” ujar Kepala Dinas Informasi dan Komunikasi Kota Bandung, Bulgan
Alamin, di kantornya, Jumat (30/11).
Aksi pencabutan patok tidak menyurutkan langkah Pemkot Bandung melakukan pengukuran tanah.
Menurut Kepala Dinas Perumahan, Endang Warsoma, tahap pengukuran ditargetkan selesai akhir
Desember. ”Kami positive thinking saja. Kami memaklumi tindakan itu dilakukan atas dasar
ketidakmengertian warga terhadap rencana pembangunan PLTSa. Kalau tidak mengerti, cari tahu
biar mengerti. Jangan memprovokasi orang lain untuk menolak PLTSa,” ujarnya. (A-128/A-156)***
(Dikutip dari Pikiran Rakyat, Sabtu, 01 Desember 2007)
.
14
Komunikasi dalam Paradigma Pembangunan1
Pembangunan dilaksanakan mengacu pada paradigma yang menjadi landasannya. Berbagai
Paradigma yang dianut oleh berbagai Negara untuk menjalankan proses pembangunan berimplikasi
pada pola komunikasi yang dikembangkannya. Di Indonesia, implementasi pembangunan pernah
dicoba dengan berbagai paradigma seiring dengan pergantian era kepemimpinan nasional, seperti
Paradigma Modernisme, Paradigma Ketergantungan dan Paradigma Partisipatoris.
1. Pola Komunikasi dalam Paradigma Modernisme
Dalam paradigma ini, pembangunan dimaknai sebagai modernisasi yang mengedepankan
pertumbuhan ekonomi melalui industrialisasi, urbanisasi, pemanfaatan teknologi padat modal dan
perencanaan terpusat (sentralistik). Dalam paradigma ini, kemiskinan dipersepsikan secara cultural.
Penyebab berbagai keterbelakangan masyarakat adalah sistem social budaya yang tidak
mendukung. Beberapa argumentasinya menyatakan bahwa tradisionalitas masyarakat dinilai
sebagai factor pembentuk kepribadian masyarakat menjadi lemah, malas, santai dan demotivasi.
Sebuah fenomena yang kontraproduktif dengan cita-cita yang diinginkan.pemerintah. Oleh sebab
itu budaya semacam ini harus diubah dan “dibongkar habis” melalui pendekatan pembangunan topdown.
Pola komunikasi yang dikembangkanpun bersifat Satu Arah untuk menunjang tercapainya orientasi
pembangunan yang diputuskan sepihak oleh pemerintah. Masyarakat diposisikan sebagai obyek
yang harus diubah cara pandang, mentalitas dan perilakunya agar dapat dengan mudah digerakkan
sesuai tujuan yang diinginkan.
Kelemahan Pola Komunikasi Satu Arah :
1. Tujuan komunikasi hanya menjadi milik si pemberi pesan (penyelenggara program)
2. Penerima pesan hanyalah obyek yang tidak merasa memiliki dan berkepentingan untuk
berkomunikasi
3. Terjadi mobilisasi sosial dalam sebagai konsekuensi penyelenggaraan pembangunan yang
didesain secara terpusat
4. Komunikasi yang dialogis tidak terjadi karena tidak ada kesetaraan hubungan antara
pemberi pesan dengan penerima pesan
5. Relasi pemberi pesan dengan penerima pesan memperlihatkan hubungan antara pihak
penguasa dengan yang dikuasai (hegemonik) sehingga pesan yang disampaikan lebih
berfungsi sebagai alat legitimasi kekuasaan.
6. Pola Komunikasi searah cenderung menyeragamkan padahal komunikasi selalu berbeda di
setiap tempat, sebagaimana perbedaan komunikasi antara masyarakat agraris dengan
masyarakat pesisir.
2. Paradigma Ketergantungan
Paradigma Modernisme dalam pembangunan menciptakan ketergantungan yang besar dari negaranegara miskin terhadap negara-negara kaya (adidaya) sebagai produsen teknologi. Penerapan
1
Diolah dari berbagai sumber dengan bacaan utama Memberdayakan Masyarakat dengan
mendayagunakan Telecenter, Tim Partnership for the poor (Pe-PP), Bappenas UNDP, Jakarta
2007
15
kebijakan modernisasi secara sistematis telah mengubah sistem sosial budaya masyarakat lokal
yang berakibat pada tergerogotinya modal sosial. Kerjasama (kohesivitas) dan saling percaya
(trust) telah tergantikan dengan individualitistis, lunturnya solidaritas, maupun kompetisi yang tidak
sehat.
Dalam paradigma ketergantungan kadang-kadang terjadi pola komunikasi yang partisipatif, namun
dominasi para stake holders untuk terlibat dalam proses pembangunan masih mengemuka. Peran
aktif stake holders ditujukan lebih pada justifikasi agar hasil pembangunan terkelola dengan baik
dan berkelanjutan bukan untuk memberdayakan masyarakat. Namun tidak semuanya berjalan
demikian, karena pemerintah kemudian menyadari dan menjalankan pola komunikasi dua arah dan
searah secara bersamaan. Media komunikasi dipakai dalam mendidik dan melatih masyarakat
namun sepenuhnya dibawah kontrol pemerintah.
3. Paradigma Partisipatoris
Bermasalahnya implementasi pembangunan yang berorientasi modernisme dan ketergantungan
menyadarkan semua pihak untuk membenahi kembali sistem sosial yang carut marut. Proses
pembangunan berbasis komunitas mulai dikembangkan dikawal oleh organisasi-organisasi non
pemerintah. Modal sosial ditumbuhkan kembali melalui penguatan solidaritas, kerjasama dan
kepercayaan. Pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui penguatan institusi komunitas
(Community based Organization) dan partisipasi masyarakat ditumbuhkan.
Komunikasi dalam paradigma partisipatoris memposisikan seluruh stakeholders untuk terlibat dalam
seluruh tahap pembangunan. Komunikasi berlangsung dua arah (dialogis) bahkan dalam
perkembangannya berlanjut multi arah. Tujuan komunikasi bukan untuk mempromosikan gagasan
agar publik tertarik tetapi untuk menggalang partisipasi masyarakat seluas-luasnya. Orientasinya
adalah berbagi pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman dalam mengidentifikasi masalah,
menganalisisi potensi dan merumuskan problem solving melalui perancangan program. Modal sosial
diletakkan sebagai motor penggerak pelaksanaan pembangunan termasuk program
penanggulangan kemiskinan.
Ikatan sosial yang kokoh hanya dapat dibangun oleh jaringan sosial yang mengakar. Modal sosial
dibentuk melalui kebersamaan (kolektivitas) dan solidaritas antar individu. Selain menumbuhkan
saling percaya antar anggota komunitas (Putnam dalam Shoemake, 2006) keadaan ini juga
membangkitkan kepercayaan (trust) berbagai pihak luar kepada komunitas tersebut. Komunikasi
sangat berperan dalam mengorganisasikan empati atau sekedar mengintensifkan keakraban
komunitas. Pada waktunya nanti, komunitas berpeluang membangun jaringan eksternal dengan
berbagai pihak terkait dalam mengakses sumberdaya luar agar semakin mendorong
pengembangan potensi internalnya. Produktivitas sosial adalah salah satu tujuan komunitas
bermodal sosial (Partha Dasgupta and Ismail Serageldin, 2000: 3).
Masyarakat yang tidak memiliki jaringan kerjasama akan kesulitan memperoleh kesetaraan dan
kehilangan kesempatan untuk menjadi masyarakat kompetitif. Modal sosial adalah keharusan
imperatif yang mesti dimiliki oleh masyarakat yang menginginkan kehidupan demokratis sejalan
dengan perkembangan kesejahteraan kehidupannya (Budi Rajab, 2005) Pembangunan yang
mengedepankan aspek kemanfaatan strategis membangkitkan modal sosial sebagai sarananya.
Masyarakat Sipil (Civil Society) yang dicita-citakan Dahrendorf itu sekarang mulai mendapatkan
pengakuan dari negara dan menjadi penopang pembangunan.
Pembangunan yang diabdikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tidak dapat dilepaskan dari
motivasi, paradigma, etika kerja dan nilai-nilai hidup yang mendasarinya. Sehingga target
meningkatnya pengetahuan, keahlian dan faktor-faktor ekonomis, tidak bermakna apa-apa jika
16
tidak berpulang pada kemaslahatan manusia (Soedjatmoko, Pembangunan Berdimensi Manusia,
1983).
Kesejahteraan yang dimaksud digali dan dielaborasi dari oleh dan untuk masyarakat. Memposisikan
masyarakat sebagai subyek pembangunan adalah proses mengembalikan manusia sebagai subyek
(humanisasi). Setiap warga negara memiliki hak untuk berinteraksi dan menentukan kehidupannya
sendiri bersama komunitasnya. Negara melalui stake holdersnya menghormati otoritas tersebut
karena kondisi ini menghidupkan suasana demokrasi. Komunikasi di dalamnya berlangsung
partisipatif dan dialogis. Teknik dan media yang digunakan multi arah. Mendengar dan berbicara
menjadi sama pentingnya. Semua pihak berperan sebagai subyek yang memiliki persepsi,
pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman untuk selalu dibagi dan dipertukarkan (sharing) dalam
proses pengambilan keputusan. Jika keberlanjutan pola interaksi ini mampu dipertahankan maka
akan muncul beragam orisinalitas prakarsa komunitas yang digagas dan dikelola secara mandiri
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Paradigma partisipatoris mengedepankan proses
komunikasi yang dialogis. Komunikasi benar-benar ditujukan untuk mencapai saling percaya dan
konsensus antar para stake holders. Berikut ini perbedaan masing-masing pola komunikasi dalam
Paradigma Pembangunan.
Tabel 1
Pola Komunikasi Yang digunakan dalam berbagai Paradigma Komunikasi
PARADIGMA KOMUNIKASI
Ketergantungan
Partisipatoris
Media Untuk mencapai
Dialog adalah esensi dari
keswadayaan
proses komunikasi
ASPEK
Nilai
Modernisme
Media untuk
penyebarluasan
kemajuan, sikap dan
perilaku modern
Tujuan
Menyebarluaskan
informasi pada khalayak
luas
Mendidik dan melatih
masyarakat
Model
Komunikasi
Satu Arah
Satu Arah dan Dua arah
Berbagi persepsi,
pengetahuan dan
pengalaman untuk
menyusun rencana
tindakan bersama dalam
mencapai perubahan
Dua arah
Komunikasi partisipatoris lambat laun melahirkan solidaritas di level masyarakat dan kepercayaan di
level stake holders. Kepedulian dan kohesivitas yang diasah terus menerus dan ditradisikan melalui
rutinitas pertemuan dikenal sebagai modal sosial. Orientasi pembangunan yang mengarusutamakan
(mainstreaming) komunikasi partisipatoris dalam penanggulangan kemiskinan diharapkan mampu
merangsang tumbuh berkembangnya komunitas-komunitas semacam ini. Komunitas-komunitas
yang memiliki modal sosial yang kuat akan mendorong tercapainya pembangunan yang partisipatif,
efektif dan demokratis.
17
Gambar 1
POLA KOMUNIKASI DIALOGIS (PARTISIPATIF)
FASILITATOR
SUBYEK
(MASYARAKAT)
SUBYEK
DIALOG
(STAKEHOLDERS)
SUBYEK
(MASYARAKAT)
OBYEK
(REALITAS)
Dalam pola Komunikasi yang dialogis terlihat kesetaraan peranan masing-masing subyek dalam
mengkomunikasikan pesan. Obyeknya adalah realitas, pengalaman, pengetahuan dan ketrampilan.
Gambar diatas dapat diurai sebagai berikut :
1. Pemberi pesan : semua pelaku komunikasi (Subyek)
2. Penerima pesan : semua pelaku komunikasi (Subyek)
3. Fasilitator adalah salah satu pelaku komunikasi (Subyek)
4. Isi Pesan : berbagai persoalan keseharian, pengalaman, ketrampilan, pengetahuan
5. Metode : interpersonal, tatap muka, kelompok (Partsipatif)
6. Tujuan Komunikasi terbagi menjadi :
a. Jangka pendek
: Untuk pemecahan masalah masyarakat
b. Jangka panjang : Perubahan perilaku (individu), penguatan organisasi (kelompok),
perubahan sosial (komunitas)
18
Acuan Strategi Sosialisasi
Pengantar
Maksud pelaksanaan sosialisasi yaitu agar masya-rakat mengetahui dan memahami tentang
subtansi serta prosedur pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan. Sedangkan dalam tataran
pemberdayaan masyarakat, sosialisasi merupakan pertukaran konsep dan nilai secara dialogis
antara pelaku sosialisasi dan warga masya-rakat, yang dilakukan terus menerus agar prinsip dan
nilai PNPM Mandiri Perkotaan secara sadar diinternalisasikan menjadi suatu kebiasaan masyarakat
dalam memerangi ketidak berdayaannya (kemelut kemiskinan yang mengkungkungnya).
Untuk melakukan sosialisasi secara efektif pada khalayak sasaran, diperlukan pemahaman
karakter dan budaya khalayak sasaran, konsep dan meto-dologi serta alat atau media-media yang
efektif untuk digunakan.
APA ITU SOSIALISASI?
Dalam konteks PNPM Mandiri Perkotaan, sosialisasi bukan hanya diartikan bagaimana program
PNPM Mandiri Perkotaan dapat dipahami oleh masyarakat baik subtansi maupun prosedurnya.
Sosialisasi bukan sekedar diseminasi atau media publikasi, melainkan bagian dari proses
pemberdayaan, dimana diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran kritis, menumbuhkan
perubahan sikap, dan perilaku masyarakat. Oleh sebab itu, sosialisasi harus terintegrasi dalam
aktivitas pemberdayaan dan dilakukan secara terus menerus untuk memampukan masyarakat
menanggulangi masalah-masalah kemiskinan secara mandiri dan berkesinambungan.
Pada sisi aktifitas fisiknya, sosialisasi diharapkan menerapkan beberapa pendekatan yang
didasarkan atas perbedaan khalayak sasaran. Pendekatan yang dilakukan, diharapkan bisa
membangun keterlibatan masyarakat (sebagai subjek pelaksana program) melalui pertukaran
pengalaman, pengetahuan, dan pemahaman untuk menemukan kesepakatan-kesepakatan bersama
yang berpijak pada kesetaraan, kesadaran kritis dan akal sehat.
Pada akhirnya, diharapkan melalui sosialisasi terjadi internalisasi konsep P2KP secara utuh, serta
terlembaganya kebiasaan menanamkan prinsip dan nilai P2KP di kalangan masyarakat dalam
segala aktivitasnya.
MENGAPA HARUS SOSIALISASI ?
Secara umum, sosialisasi PNPM Mandiri Perkotaan menghadapi per-masalahan dengan adanya
pandangan negatif masyarakat terhadap program-program penang-gulangan kemiskinan yang
diakibatkan oleh pelaksanaan proyek secara tidak amanah, bersifat karitatif, salah sasaran dan
demi kepentingan kelompok atau golongan. Selain itu, pembangunan di masa lampau,
menempatkan masyarakat sekedar sebagai objek bukan subjek pembangunan itu sendiri. Dari
kondisi tadi, timbul ketidak-percayaan masyarakat terhadap program penanggulangan kemiskinan.
Pandangan dan sikap demikian akan sangat bertentangan dengan nilai-nilai pember-dayaan,
semangat kerja-sama dan kemandirian yang ingin diwujudkan oleh PNPM Mandiri Perkotaan.
19
Pada konteks sosialisasi PNPM Mandiri Perkotaan, masyarakat ditempatkan sebagai pelaku (subjek),
dimana mereka terlibat secara aktif dalam pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan.
Sosialisasi dilakukan untuk membangun suatu kesepakatan dalam penanggulangan kemiskinan
yang dilandasi dari suatu pemahaman yang sama diantara pelaku PNPM Mandiri Perkotaan. Oleh
karena itu, sosialisasi dilakukan seiring (integrasi) dengan jalannya alur program yang
dilaksanakan, baik oleh para pendamping program maupun masyarakat yang terlibat.
APA TUJUAN SOSIALISASI?
A. TUJUAN UMUM
1. Mengupayakan masyarakat luas mengetahui dan memahami ‘makna’ dari konsep, tujuan,
maksud dan metodologi PNPM Mandiri Perkotaan
2. Masyarakat luas mengetahui dan memahami perkembangan pelaksanaan proyek PNPM
Mandiri Perkotaan sebagai bagian dari pertanggungjawaban publik.
3. Menjadi bagian dari kegiatan-kegiatan pemberdayaan yang terdapat dalam siklus proyek
dan kegiatan-kegiatan spesifik proyek.
B. TUJUAN KHUSUS
1. Terdapatnya komitmen dan kerjasama antara konsultan PNPM Mandiri Perkotaan dengan
pemerintah kabupaten/Kota untuk merencanakan, melaksanakan dan memonitormensupervisi secara bersama-sama kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan
2. Dapat merangsang minat Kelompok Strategis dan Kelompok Peduli untuk melakukan
tindakan baik dalam kerjasama maupun mem-bangun pengawasan berbasis masyarakat.
3. Menyebar luaskan hasil-hasil dan per-kembangan proyek kepada masyarakat luas.
4. Bersama dengan bidang pelatihan, menyiapkan materi-materi bagi kepentingan masyarakat
kelurahan untuk tujuan belajar mandiri
5. Membangun KBP (Kelompok Belajar Perko-taan) dan KBK (Kelompok Belajar Kelurahan)
sebagai wujud nyata dari tumbuhnya kegiatan belajar mandiri masyarakat.
APA KETENTUAN DASAR SOSIALISASI?
Ketentuan dasar sosialisasi pada konteks program PNPM Mandiri Perkotaan, adalah :
1. Pesan-pesan PNPM Mandiri Perkotaan yang disosialisasikan didasarkan dari konsep, tujuan,
maksud serta cara pencapaian tujuan PNPM Mandiri Perkotaan secara argumentatif dan
dialogis.
2. Menerima pengalaman, pandangan, pema-haman, aspirasi, informasi dan opini komunitas
sebagai realitas dan mengajukan alternatif konsep sosialisasi sebagai jawaban.
3. Media sosialisasi dibuat untuk kepentingan mempermudah pemahaman dan pelaksanaan
program PNPM Mandiri Perkotaan dengan memperhatikan kon-disi riil masyarakat (muatan
lokal).
4. Menempatkan masyarakat kelurahan sasaran sebagai salah satu pelaku sosialisasi, baik
dalam perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasinya.
5. Media sosialisasi dibuat bersama masyarakat dan atau pemerintah di kelurahan sasaran.
6. Pelaksanaan sosialisasi lebih banyak dilaku-kan melalui media-media lokal sebagai proses
dan basis pemberdayaan informasi (sebagai media dialogis untuk memahami, internalisasi
dan media untuk mengangkat permasalahan yang dihadapi masyarakat ).
7. Kegiatan sosialisasi merupakan kegiatan yang terus menerus dan bertahap sesuai dengan
tahapan siklus PNPM Mandiri Perkotaan.
20
SIAPA SASARAN SOSIALISASI?
A. KHALAYAK SASARAN
Khalayak sasaran sosialisasi PNPM Mandiri Perkotaan dibagi dalam 2 katagori berupa :
1. Khalayak sasaran Primer, terdiri dari :
Warga masyarakat di tingkat kelurahan yang dianggap layak menjadi penerima dan pemanfaat
BLM secara langsung
2. Khalayak sasaran Sekunder; terdiri dari :
a. Seluruh warga masyarakat pada lokasi kelurahan sasaran
b. Kelompok Strategis yang terdiri dari :
Para pemegang posisi kunci yang dianggap dapat mempengaruhi
kebijakan atau mempunyai kemampuan mendorong gerakan penanggulangan kemiskinan sebagai gerakan
moral, seperti pengusaha, pejabat pe-merintah (legislatif dan eksekutif) dan pihak-pihak
penyandang dana.
c. Kelompok Peduli yang terdiri dari orang-orang yang memiliki kepedulian tinggi terhadap
masalah penanggulangan kemiskinan namun tidak memiliki jabatan/posisi strategis. Misalnya pemerhati masalah pembangunan, cendekiawan, akademisi, pemuka agama, pemuka
masyarakat, dll.
d. Masyarakat umum: seluruh warga masyarakat di tingkat nasional maupun daerah.
Selanjutnya, khalayak sasaran sekunder, dapat digolongkan secara bertingkat, yaitu khalayak
sasaran sekunder tingkat kabupaten/kota, tingkat propinsi dan tingkat pusat/nasional. Khalayak
sasaran pada masing-masing tingkatan ini memiliki kebutuhan dan kepentingan yang berbeda
terhadap PNPM Mandiri Perkotaan, karena itu sosialisasi pada khalayak sasaran pada tingkatan
yang berbeda harus memiliki tujuan dan perlakukan yang berbeda, disesuaikan dengan
kebutuhan dan kondisi khalayak sasaran yang berbeda pada setiap tingkatan.
APA PESAN SOSIALISASI?
Pesan-pesan yang disampaikan dalam pelaksanan sosialisasi, adalah :
1. Visi, misi, konsep, tujuan, prinsip, nilai, metodologi dan prosedur PNPM Mandiri Perkotaan.
2. Peran pemanfaat langsung, peran aktor pengubah, peran pejabat formal, pemuka
masyarakat, relawan pendamping masya-rakat, lembaga-lembaga yang ada di masyarakat, serta kalangan media massa.
3. Prinsip-prinsip penyelenggaraan BKM/LKM , UP dan KSM
4. Konsep ‘Partisipasi Aktif Perempuan Dalam PNPM Mandiri Perkotaan’
5. Prinsip-prinsip penyelenggaraan KBP
6. Prinsip-prinsip penyelenggaraan KBK
7. Program PAKET
8. Program Replikasi
9. Program Channeling
10. Prinsip-prinsip penyelenggaraan Neighbour-hood Development
11. Prinsip-prinsip pengelenggaraan Pengaduan Masyarakat (PPM)
12. Proses pelaksanaan proyek
13. Media-media dari Materi-materi umum seperti ancaman kemiskinan, kepedulian sosial,
tanggungjawab sosial, permasalahan kemis-kinan, model-model penanggulangan kemiskinan, dll.
21
14. Media-media dari Materi-materi pember-dayaan dan keswadayaan masyarakat yang
digunakan pada pelatihan maupun rembug-rembug warga.
APA PENDEKATAN SOSIALISASI?
Pendekatan-pendekatan yang dilakukan pada pelak-sanaan
sosialisasi disesuaikan dengan
karakteris-tik khalayak sasaran yang beragam. Keberagaman ini mencakup status sosial, status
ekonomi, tingkat pemahaman terhadap PNPM Mandiri Perkotaan dan kepentingan terhadap PNPM
Mandiri Perkotaan, pola hidup, pola komunikasi, cara memperoleh informasi, dll. Keberagaman
akan ber-pengaruh pada tingkat daya serap informasi, cara, serta media atau alat yang akan
digunakan serta dimanfaatkan oleh khalayak sasaran untuk mencerna informasi.
Ada beberapa pendekatan yang perlu dicermati pada saat pelaksanaan sosialisasi. Setiap tingkatan
khalayak sasaran akan memerlukan pendekatan yang berbeda. Oleh sebab itu, pelaku sosialisasi
harus memahami pendekatan-pendekatan yang akan digunakannnya.
Beberapa pendekatan yang bisa menjadi bahan acuan pelaksanaan sosialisasi, adalah :
1. Jalur Komunikasi.
Peran sosialisasi dalam pemberdayaan dan peran dalam pembangunan opini dan kepedulian
publik diselenggarakan sepanjang masa proyek. Maka pendekatan yang dilakukan melalui multi
jalur komunikasi, yaitu :
a. Jalur Interpersonal
Jalur ini dilakukan dengan melakukan kontak langsung secara individual dengan khalayak
sasaran. Jalur interpersonal ini memungkinkan komunikasi lebih mendalam dan dapat memahami sasaran lebih efektif. Selain itu komunikasi ini akan mencegah terjadinya penyimpangan
dalam komunikasi.
Sasaran komunikasi ini adalah anggota masya-rakat dan pihak-pihak yang dianggap dapat berpengaruh dalam terbentuknya sikap dan pan-dangan masyarakat, atau pihak-pihak yang
dianggap memahami kondisi dan situasi masya-rakat di tingkat kelurahan.
Jalur komunikasi interpersonal ini perlu digu-nakan untuk membangun saling pengertian yang
lebih dalam antara Tim Fasilitator dengan unsur-unsur yang diperkirakan berperan dalam perubahan pandangan, pendapat dan pemahaman masyarakat.
Kelebihan jalur komunikasi ini terletak pada kekuatan pengaruh dari pihak-pihak yang dianggap sebagai orang yang memiliki pengaruh di masyarakat. Bila komunikasi sosialisasi yang
dilakukan dapat mempengaruhi sikap, pan-dangan dan tindakan dari pihak-pihak tersebut
untuk mendukung PNPM Mandiri Perkotaan, maka akan berdampak positif terhadap
keberlangsungan penang-gulangan kemiskinan yang dilakukan masyarakat.
b. Jalur Komunikasi Kelompok
Jalur komunikasi kelompok dilakukan melalui sekumpulan anggota masyarakat. Penggunaannya dilakukan terhadap kumpulan anggota masyarakat dalam komunitas lokal kelurahan dan
kumpulan masyarakat dalam bentuk-bentuk lainnya. Jalur komunikasi kelompok merupakan
media sosialisasi yang terbanyak digunakan dalam program PNPM Mandiri Perkotaan karena
dianggap efektif untuk terjadinya proses komunikasi yang dialogis, sehingga memungkinkan
terjadinya pertukaran ide yang dapat mengarah pada perubahan sikap dan perilaku khalayak
sasaran.
22
b.1. Kelompok Komunitas Lokal
Yang dimaksud komunitas lokal adalah kumpulan masyarakat yang berada pada tingkat RT/RW
dalam kelurahan sasaran program P2KP.
b.2. Kelompok Bentuk Lain
Kelompok bentuk lain adalah kumpulan masyarakat dan pihak tertentu yang sengaja dibentuk
secara terencana dengan tujuan tertentu. Bentuk kelompok antara lain: saresehan, Temu
Karya, Lokakarya, dan Seminar.
c. Jalur Komunikasi Media Massa
Jalur Komunikasi Media Massa yang dapat digunakan sebagai media sosialisasi, antara lain :
c.1. Media Elektronik :
1. Televisi
Sesuai dengan jangkauan wilayah yang luas, media televisi dapat menjadi media sosialisasi
yang efektif untuk penyampaian informasi. Bentuk acara yang dapat ditampilkan antara lain
berupa diskusi interaktif atau ‘talkshow’. Namun demikian, mengingat segmentasi pemirsa yang
cukup beragam dan biaya yang besar, tentunya penggunaan media televisi perlu mendapatkan
tinjauan yang seksama.
2. Radio
Media ini dapat digunakan melalui radio-radio lokal dengan membentuk paket acara berupa
diskusi interaktif, sehingga diharapkan dapat terjadi interaksi antara pelaku PNPM Mandiri
Perkotaan dengan masyarakat sasaran yang menjadi pendengar radio tertentu. Bentuk media
radio lain adalah Radio Komunitas yang dibentuk dan dikelola oleh warga masyarakat.
3. VCD
Penggunaan media sosialisasi melalui VCD diharapkan menjadi alat untuk mendiseminasikan
standard konsep dan nilai PNPM Mandiri Perkotaan, selain itu juga berfungsi sebagai media
penggerak diskusi pada pelatihan maupun pada rembug-rembug warga.
c.2. Surat Kabar
Media Surat Kabar digunakan sebagai alat untuk penyebaran informasi PNPM Mandiri
Perkotaan,
membangun
opini
publik,
membangun
kepedulian
publik,
sebagai
pertanggungjawaban publik, dan juga sebagai sumber belajar dan pertukaran pendapat bagi
khalayak umum.
c.3. Media Tradisional
Media Tradisional yang telah akrab dan telah sering digunakan oleh masyarakat untuk
menyampaikan pesan-pesan, merupakan pilihan yang cukup efektif untuk melaksanakan
sosialisasi PNPM Mandiri Perkotaan pada tingkat lokal. Bentuk media tradisional antara lain
berupa kesenian rakyat dan kegiatan budaya lokal, seperti: ludruk, campur sari, wayangan,
ketoprak, sandiwara rakyat, isra miraj.
c.4. Media (materi) Cetakan
Materi Cetakan yang digunakan dalam kegiatan sosialisasi dapat berisi informasi/penjelasan
tentang konsep-konsep pelaksanaan program PNPM Mandiri Perkotaan dan pemberdayaan
masyarakat, atau dapat pula berupa kisah/alat untuk penggerak diskusi warga dalam rembugrembug masyarkat. Bentuk cetakan yang memungkinkan adalah; leaflet, booklet, poster,
lembar balik, komik dan selebaran. Berbagai jenis/bentuk media cetakan ini semata-mata
bersifat sebagai media bantu untuk mendukung media komunikasi lain, seperti media kelompok
23
dan interpersonal. Media cetakan tidak dimaksudkan untuk digunakan tanpa disertai dengan
diskusi bersama masyarakat. Misalnya: leaflet disebarkan kepada masyarakat tanpa disertai
penjelasan mengenai materi pembahasan yang terdapat dalam leaflet, dapat menjadi sia-sia
bila tidak menimbulkan ketertarikan ataupun kebutuhan masyarakat. Leaflet dapat menjadi
efektif bila disertai dengan diskusi/penjelasan, sehingga menimbulkan pemahaman warga
masyarakat yang menerima.
Pemilihan jenis/bentuk media cetakan yang akan dikembangkan perlu disesuaikan dengan hasil
social mapping.
SIAPA PELAKU SOSIALISASI?
Pelaku sosialisasi adalah segenap pelaku PNPM Mandiri Perkotaan, Aparat Pemerintah dari berbagai
tingkatan, kelompok strategis/peduli ataupun setiap warga masyarakat yang peduli terhadap
masalah-masalah kemiskinan. Kegiatan sosialisasi ini dilaksanakan pada tingkatan nasional hingga
kelurahan sasaran. Pada tingkatan lokal atau kelurahan sasaran, sosialisasi dilakukan oleh
Fasilitator bersama dengan relawan, baik pada tataran RT, RW, dan Kelurahan. Pada tingkatan
kabupaten, anggota KBP bersama dengan KMW diharapkan dapat melakukan sosialisasi secara
lebih luas pada khalayak sasaran dalam cakupan kabupaten. Sedangkan pada tingkatan propinsi
KMW dapat membangun pula komunitas peduli tingkat propinsi untuk ikut serta melaksanakan
sosialisasi pada tingkatan propinsi. Demikian pula hal yang sama berlaku pada tingkat
Pusat/Nasional di Jakarta oleh KMP dan kelompok peduli tingkat nasional.
Prinsipnya, siapapun dapat menjadi
pelaku sosialisasi
KAPAN SOSIALISASI DILAKUKAN?
Sosialisasi dilakukan sejak awal dicanangkannya proyek PNPM Mandiri Perkotaan, baik oleh KMW
maupun KMP. Mengingat pentingnya peran sosialisasi dalam menginternalisasi konsep dan nilainilai PNPM Mandiri Perkotaan, kegiatan sosialisasi dilaksanakan secara terus-menerus dan
berkelanjutan, oleh konsultan ataupun oleh warga masyarakat sendiri, baik dalam masa proyek
maupun setelah proyek secara administratif berakhir.
Sosialisasi dapat pula dilaksanakan pada saat warga memiliki acara-acara pertemuan, seperti arisan
RW, pertemuan keagamaan, pertemuan ibu-ibu PKK, dll.
Prinsipnya, kapan saja dan dalam kesempatan
apapun (sesuai kesepakatan warga) sosialisasi dapat
dilaksanakan
DI MANA SOSIALISASI DILAKUKAN?
Sosialisasi dapat dilaksanakan secara formal, yaitu dengan cara mengundang resmi warga
masyarakat untuk berkumpul di balai warga atau kelurahan, (biasanya dalam jumlah besar), atau
24
dapat juga dilaksanakan secara informal, dimana warga berkumpul dalam jumlah kecil (misalnya
di warung kopi, di pinggir jalan, di teras rumah warga, dsb).
Prinsipnya, dimanapun (sesuai kesepakatan warga) sosialisasi dapat
dilaksanakan
APA SAJA MEDIA BANTU SOSIALISASI?
Media bantu sosialisasi yang digunakan untuk program PNPM Mandiri Perkotaan pada tingkat
masyarakat lokal sebaiknya menggunakan Media Warga atau media komunitas. Media ini
adalah media yang biasa digunakan oleh masyarakat setempat untuk berkomunikasi. Contoh media
warga misalnya teater rakyat, koran kampung, papan pengumuman, ataupun radio komunitas
yang dikemas untuk pemberdayaan. Sedangkan alat atau media bantu sosialisasi yang sifatnya
lebih umum antara lain leaflet, poster, selebaran yang bernuansa lokal, VCD, juga media lain
seperti kesenian tradisional. Media bantu digunakan sesuai dengan konteks yang akan
disosialisasikan. Tentu saja, selain daya tarik juga yang perlu diperhatikan adalah segi pesan yang
tidak menimbulkan interpretasi ganda dan mudah dipahami masyarakat. Dan khusus untuk mediamedia yang digunakan dalam rembug-rembug warga, diupayakan yang dapat menumbuhkan
terjadinya dialog diantara peserta rembug.
Sosialisasi dilakukan untuk menumbuhkan
pemahaman kritis masyarakat terhadap konsep
PNPM Mandiri Perkotaan serta mendorong
terjadinya perubahan perilaku (kebiasaan)
dimasyarakat yang sesuai dengan nilai dan
prinsip PNPM Mandiri Perkotaan
PERAN FASILITATOR DALAM PELAKSANAAN SOSIALISASI
Tim Fasilitator akan dipandang oleh komunitas masyarakat sebagai petugas program PNPM Mandiri
Perkotaan dan dianggap sebagai sumber informasi pertama yang terdekat dan kompeten dalam
memberikan informasi.
Konsekuensinya, pertama Fasilitator dianggap memiliki kekuasaan, minimal menjadi perantara
dalam menyalurkan kepentingan masyarakat terha-dap para pengambil keputusan. Kedua,
Fasilitator sebagai sumber informasi utama dan kompeten, maka setiap ucapan Fasilitator akan
diingat oleh masyarakat dan dapat dianggap sebagai patokan-/ukuran.
Dengan kedua anggapan tersebut, maka Tim Fasilitator menempati kedudukan unik bahkan peka.
Tampilan, sikap, ucapan dan tindakannya tidak luput dari perhatian dan penilaian masyarakat.
Ringkas-nya, kesan terhadap Tim Fasilitator dan tingkat kepercayaan terhadapnya diyakini akan
25
mempe-ngaruhi sikap dan pandangan masyarakat terhadap konsep PNPM Mandiri Perkotaan, yang
selanjutnya akan mempengaruhi pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan.
SOSIALISASI
STATUS DAN PELAKSANAAN PERAN FASILITATOR
Dengan keunikannya, Tim Fasilitator pada dasarnya berstatus sebagai pembawa pesan atau
pembawa amanat. Pada saat yang sama, juga berstatus sebagai subyek yang secara langsung
melakukan transaksi sosial dengan menempatkan pesan sebagai alat.
Tim Fasilitator akan memfasilitasi masyarakat untuk memahami pesan dan menanggapi isi pesan
sehing-ga antara Fasilitator dan masyarakat akan terjadi proses dialogis. Sebagai pembawa
amanat, Tim Fasilitator tentunya tidak dapat menyimpang dari isi pesan/amanat yang telah
ditetapkan dalam PNPM Mandiri Perkotaan. Kondisi ini menuntut perlunya kemampuan Tim
Fasilitator untuk menilai reaksi dan serapan komunitas masyarakat. Kemampuan ini penting untuk
mendorong tumbuh-kembangnya tingkat kesadaran yang dilandasi oleh pengertian dan
pemahaman terhadap maksud dan tujuan PNPM Mandiri Perkotaan. Situasi ini memposisikan Tim
Fasilitator sebagai salah satu pelaku pada proses pembelajaran, yang mengedepankan proses
dialogis. Pendekatan dialogis akan membutuhkan suasana dan kondisi dimana terciptanya
kesetaraan, adanya suasana psikologis yang menunjang kebersamaan dan adanya kebutuhan atau
minat dari pihak komunitas masyarakat untuk mengetahui dan memahami. Kesadaran akan
masalah dan tantangan bersama pada tingkat kelurahan dengan tolok ukur pemberdayaan
masyarakat, akan menjadi awal dari proses pembelajaran secara dialogis. Dengan pendekatan ini
komunitas masyarakat dapat mene-mukan nilai-nilai baru yang diharapkan oleh PNPM Mandiri
Perkotaan. Maka apabila hal itu tercapai, Fasilitator dapat dikatakan telah memfungsikan diri
sebagai agen perubahan.
Dengan gambaran di atas, maka peran Fasilitator dalam pelaksanaan sosialisasi secara umum,
adalah:
1.
2.
Menyampaikan pesan berupa konsep PNPM Mandiri Perkotaan berikut tujuan, maksud, dan
proses penca-paiannya. Pesan ini harus disampaikan sebagaimana isi dan maknanya dalam
koridor yang membatasi ucapan dan tindakan Fasilitator.
Melakukan dialog dengan komunitas dalam rangka pemberdayaan, agar terbangun komunitas
masyarakat yang mengerti dan memahami maksud yang diinginkan oleh PNPM Mandiri
Perkotaan. Dengan pemahaman yang dimiliki, masyarakat diharapkan dapat menerapkan
konsep PNPM Mandiri Perkotaan seperti yang telah digariskan, dan bukan sekedar terbangun
“ saling pengertian” antara Fasilitator dengan komunitas masyarakat, tanpa terjadi proses
kesadaran kritis dalam dalam diri masyarakat.
Peran umum tersebut akan berhadapan dengan kondisi dan realitas yang ada di masyarakat.
Pengalaman, pengetahuan dan kebutuhan serta kepentingan komunitas masyarakat dapat saja
menimbulkan pandangan dan opini yang tidak selaras dengan maksud dan tujuan program P2KP.
Pandangan dan opini ini akan dapat membuahkan keputusan-keputusan praktis untuk kepentingan
sesaat sekaligus mengancam gagasan PNPM Mandiri Perkotaan dan lenyapnya proses pembelajaran
yang sangat diharapkan. Apabila ini terjadi, maka alat/instrument akan berubah fungsi menjadi
tujuan (end), hal ini tidak lain merupakan sebuah indikator kegagalan program. Sebagai contoh:
Fasilitator menso-sialisasikan PNPM Mandiri Perkotaan sebagai proyek yang membagi-bagikan
bantuan dana semata-mata demi kemu-dahan masyarakat menerima PNPM Mandiri Perkotaan.
Tujuan utama program PNPM Mandiri Perktoaan adalah membangun manusia, meletakkan manusia
pada harkat dan keberadaan martabatnya yang tinggi, saling mem-pedulikan satu sama lain, tidak
membedakan sikap dan perlakukan karena kaya atau miskin, laki-laki atau perempuan, atau karena
26
etnik maupun keturunan. Menghargai perbedaan pendapat dan pandangan atau kepercayaan
siapapun, menjunjung tinggi kemerdekaan tanpa melenyapkan kemer-dekaan orang lain. Jadi
terlalu naïf untuk menganggap bahwa melalui dana BLM program PNPM Mandiri
Perkotaan akan mampu menyelesaikan atau menun-taskan kemiskinan masyarakat di
kelurahan. Demikian pula menganggap bahwa masalah kemis-kinan akan dapat
diselesaikan semata-mata melalui dana atau uang.
Kemiskinan hanya mampu diselesaikan melalui peningkatan mutu sumberdaya manusia, baik
individu maupun sistem kemasyarakatan, bahkan melalui kebijakan publik. Atas landasan inilah
dibangun kerjasama warga untuk memecahkan persoalan bersama; masalah kemiskinan dan
masalah lingkungan secara proporsional dan berkesinambungan.
Proporsional dalam hal ini diartikan dapat menem-patkan keputusan dan tindakan menurut proporsinya. Tidak bermartabat dan tidak manusiawi bila sesorang atau sekelompok warga menerima
sesuatu yang sesungguhnya bukan menjadi haknya. Sebalik-nya, juga tidak manusiawi dan
bermartabat bila hak yang diterima seseorang atau sekelompok warga dianggap sebagai
kepemilikan pribadi, tanpa mem-pedulikan adanya hak warga lain sesamanya.
Terbentuknya kerjasama dan kebersamaan warga berdasarkan nilai-nilai di atas menjadi
tujuan program yang sekaligus menjadi esensi program PNPM Mandiri Perkotaan , oleh karena itu
kegiatan sosialisasi hendaknya mampu membangun pandangan, pendapat, dan konsensus
komunitas masyarakat bahwa input program adalah alat/instrument dan bukan tujuan, dan hal-hal
yang bertentangan dengan pandangan ini hendaknya dijadikan sebagai musuh bersama (common
enemy).
PERSIAPAN YANG PERLU DIMILIKI OLEH FASILITATOR
INTERNALISASI SUBTANSI PNPM Mandiri PERKOTAAN
Aktifitas internalisasi dilakukan melalui rembug-rembug kajian intensif sebelum fasilitator
dimobilisasi ke daerah sasaran proyek. Kegiatan ini dimaksud-kan agar fasilitator mempunyai
bekal yang mumpuni tentang konsep, subtansi maupun metodologi pelaksanaan PNPM Mandiri
Perkotaan di tingkat lapangan. Pada rembug intensif ini, yang menjadi bahan kajian adalah tentang
Subtansi PNPM Mandiri Perktoaan, Prinsip dan Nilai PNPM Mandiri Perkotaan, Siklus PNPM Mandiri
Perkotaan, konsep-konsep, koridor, pendekatan serta metodologi yang akan dilakukan di lapangan.
Dengan dilakukannnya aktifitas internalisasi (sebagai sosialisasi internal) pada pelaksana PNPM
Mandiri Perktoaan, maka diharapkan kesulitan-kesulitan secara subtansial di lapangan akan bisa
diminimalkan
PEMETAAN SOSIAL
Pemetaan Sosial dapat dikatakan sebagai aktivitas awal Fasilitator melakukan kegiatan sosialisasi.
Fasilitator bertindak sebagai representasi dari program PNPM Mandiri Perkotaan yang akan
dilaksanakannya.
Sebelum melakukan pemetaan sosial, Fasilitator wajib untuk mengunjungi secara personal pejabat
dan tokoh-tokoh kunci masyarakat dan menjelaskan tentang aktiftas yang akan dilakukannya. Hal
ini dimaksudkan untuk mendapatkan dukungan
dalam pelaksanaan program PNPM Mandiri
Perkotaan. Untuk tujuan ini, maka alat-alat sosialisasi tahap awal yang minimal diperlukan adalah
leaflet atau booklet tentang PNPM Mandiri Perktoaan, serta kebijakan-kebijakan pemerintah yang
berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan.
27
Pemetaan Sosial, dimaksudkan untuk meneropong maupun memahami tentang struktur sosial dan budaya setempat.
Melingkupi kebiasaan-kebiasaan masyarakat, nilai-nilai, hubungan antar sosial, kegiatan keagamaan, kelembagaan,
kelompok-kelompok dominan serta aktifitas keseharian masyarakat pada umumnya.
Hasil dari pemetaan sosial, wajib dikaji dan dibahas dalam rapat tim kerja sosialisasi (Tim
Fasilitator, Korkot, TA Pelatihan, TA Monev dan TA Sosialisasi KMW) untuk mencari dan
menemukan strategi dan pendekatan sosialisasi yang akan digunakan.
TAHAPAN PELAKSANAAN SOSIALISASI
SOSIALISASI AWAL
Sosialisasi awal dilaksanakan berdasarkan strategi maupun pendekatan yang telah dibuat setelah
pemetaan sosial. Untuk itu, alat-alat bantu sosialisasi yang akan digunakan oleh Fasilitator harus
telah diproduksi oleh KMW.
Karena sosialisasi awal ini lebih menitik beratkan pada level komunitas masyarakat, maka alat
maupun media bantu sosialisasi yang diproduksi harus bermuatan lokal dan tidak bertentangan
dengan nilai-nilai lokal yang ada. Media publikasi yang wajib ada pada sosialisasi awal ini, adalah
booklet, lembar balik, leaflet, poster tentang PNPM Mandiri Perkotaan yang bernuansa lokal, acuan
pelaksanaan rembug Warga dan VCD.
Sosialisasi awal, bisa dilakukan melalui berbagai bentuk media kegiatan masyarakat. Misalnya
melalui kumpulan-kumpulan arisan, pertemuan keagamaan, warung kopi, kumpulan kesenian
rakyat, serta kumpulan-kumpulan warga lainnya. Dan tentu saja alat atau media bantu sosialisasi
yang digunakanpun akan berbeda sesuai dengan khalayak sasaran yang ada.
Yang patut untuk diperhatikan pada sosialisasi awal oleh fasilitator adalah, memahami mana yang
boleh dan tidak boleh diungkapkan, tidak mengobral janji-janji muluk, tidak menggurui, serta tidak
arogan dalam hal konsep penanggulangan kemiskinan. Jadi sosialisasi awal merupakan media
dialog dan media integrasi khusus Fasilitator ke dalam suatu tatanan kehidupan masyarakat sasaran proyek, dimana masyarakat diharapkan akan memahami secara benar konsep PNPM Mandiri
Perkotaan.
Dalam hubungan ini, secara khusus pesan utama Tim Fasilitator dalam pelaksanaan sosialisasi
adalah:
1.
2.
3.
Menjelaskan gagasan, tujuan, maksud dan prosedur PNPM Mandiri Perkotaan secara
argumentatif dan dialogis.
Menerima pengalaman, pandangan, pema-haman, aspirasi, informasi dan opini masyarakat sebagai realitas dan mengajukan alter-natif konsep PNPM Mandiri Perkotaan sebagai
jawaban.
Memfasilitasi terbentuknya konsensus dan komitmen dikalangan komunitas masyarakat
untuk menerapkan program sebagaimana pesan atau amanat yang diemban Tim
Fasilitator .
SOSIALISASI BERKELANJUTAN:
Sosialisasi Konsep/Materi Pemberdayaan: adalah aktifitas sosialisasi yang lebih menitik
beratkan pada penerapan konsep-konsep pemberdayaan pada khalayak sasaran PNPM Mandiri
Perkotaan (masyarakat), dengan mempertimbangkan dinamika yang terjadi pada masyarakat.
28
Konsep-konsep/Materi pemberdayaan yang dimungkinkan untuk disosialisasikan (diterapkan) di
masyarakat, adalah:
Bagaimana masyarakat membentuk kelompok dinamika pembelajaran, pemecahan masalah, manajemen kelompok, perencanaan kegiatan kelompok, dan
konsep-konsep pengembangan masya-rakat lainnya yang menjadi daya dukung
pemberdayaan dan pembelajaran masya-rakat di wilayah sasaran.
Media atau alat yang dapat digunakan untuk kegiatan Sosialisasi Konsep/Materi Pemberdayaan ini
adalah; alat-alat peraga, komik, poster, VCD, dan lembar-lembar pembahasan yang bisa dicerna
dengan mudah oleh masyarakat. Sedangkan wa-dah untuk melakukan sosialisasi adalah; Rembug
Warga, pertemuan keagamaan, arisan dan pertemuan warga lainnya, dimana metodologi yang
harus diterapkan adalah melalui pendekatan partisipatif dan dialogis interaktif.
Sosialisasi Kegiatan Siklus PNPM Mandiri Perkotaan:
Merupakan aktivitas sosialisasi untuk mendukung pelaksanaan siklus PNPM Mandiri Perkotaan
secara benar, dilakukan agar masyarakat memahami secara utuh tentang subtansi, proses serta
metodologi pelaksanaan setiap tahapan siklus PNPM Mandiri Perkotaan.
Alat atau Media sosialisasi harus dibuat secara effektif dan bernuansa lokal, menyesuaikannya
dengan karakter dari masing-masing khalayak sasaran. Untuk suatu kegiatan yang cukup besar,
bisa digunakan alat atau media publikasi kegiatan, seperti radio, spanduk ataupun poster
pemberitahuan dimana kegiatan itu dilangsungkan.
Alat atau media sosialisasi yang bisa digunakan pada sosialisasi kegiatan siklus ini, adalah: Poster,
leaflet, komik, fotonovella, booklet, radio komunitas, teater rakyat, koran kampung, lembar diskusi,
VCD, serta media-media rakyat lainnya. Khusus untuk media-media warga seperti teater rakyat,
koran kampung, poster kampung maupun fotonovella, maka diharapkan dalam pem-buatannya
masyarakat ikut terlibat secara langsung.
Khusus untuk kegiatan radio lokal, maka kemasan acara harus dibuat sedemikian rupa sehingga
mempunyai daya tarik yang khusus. Misalnya acara talk show dipadukan dengan kesenian rakyat,
maupun dipadukan dengan acara-acara yang menjadi pusat perhatian dan kesukaan masya-rakat
setempat.
Media sosialisasi yang lainnya adalah kumpulan kelompok-kelompok masyarakat yang telah ada,
baik yang secara rutin dilakukan maupun yang sifatnya pertemuan-pertemuan untuk melakukan
rem-bug-rembug masyarakat dan sebagainya.
Untuk sosialisasi kegiatan siklus, maka pesan yang harus termuat dalam alat atau media sosialisasi
sebelum kegiatan siklus dilakukan adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Siklus atau kegiatan apa yang akan disosialisasikan?
Apa Tujuan siklus tersebut?
Apa manfaatnya siklus bagi masya-rakat?
Untuk Siapa kegiatan siklus ini dila-kukan?
Siapa yang akan melakukan siklus ter-sebut?
Kapan dan dimana akan dilakukan ke-giatan siklus?
Bagaimana proses melaksanakan sik-lus?
Sedangkan sosialisasi sebagai pertang-gungjawaban terhadap publik setelah kegiatan siklus PNPM
Mandiri Perkotaan dilakukan, pesan yang harus disampaikan adalah: “Hasil-hasil yang didapat
29
dari kegiatan yang telah dilakukan”, yang disebarkan kepada masyarakat melalui alat atau
media-media publikasi lokal maupun lembaga-lembaga lokal
Kegiatan Siklus PNPM Mandiri Perkotaan atau kegiatan yang harus disosialisasikan, adalah:
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
Sosialisasi
Sosialisasi
Sosialisasi
Sosialisasi
Sosialisasi
Sosialisasi
Sosialisasi
Sosialisasi
Sosialisasi
RKM dan Hasil RKM
RK dan Hasil RK
PS dan hasil PS
BKM/LKM dan Hasil Pemben-tukkannya
Perencanaan Partisipatif dan hasilnya
PJM PRONANGKIS dan hasilnya
KSM dan Hasil Pemben-tukkannya, jumlah serta jenis usahanya
UP-UP dan hasil pemben-tukkannya
BLM dan Pemanfaatannya
Monitoring dan Evaluasi
Kegiatan monitoring aktifitas sosialisasi dimaksudkan untuk melihat sejauh mana tingkat
keefektifan kegiatan sosialisasi tersebut, dari sisi pelaku maupun dari sisi alat atau media yang
digunakannya. Juga untuk melihat tingkat perubahan yang terjadi di masyarakat (positif maupun
negatif).
Hasil dari monitoring dan evaluasi, diharapkan menjadi dasar untuk penyusunan kebijakan internal
yang akan menyempurnakan strategi dan pendekatan sosialisasi, untuk digunakan pada kegiatan
sosialisasi selanjutnya.
PROSES DIALOG
PROSES DIALOG
Proses dialogis tentunya akan dapat berjalan secara wajar bila tidak terjadi hambatan komunikasi.
Komunikasi antara lain bisa terhambat bila salah satu pihak atau kedua-duanya tidak dapat
menang-galkan topeng masing-masing. Komunikasi juga tidak efektif bila informasi yang diberikan
terlalu banyak dan bila tidak terpusat pada satu topik. Juga dapat terjadi karena topik yang
disampaikan terasa tidak sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan mereka.
Untuk mengatasi hambatan komunikasi, maka perlu dibentuk suasana kebersamaan dan
keterbukaan. Secara praktis, keterbukaan dan kebersamaan ini antara lain dapat dimulai dengan
membangun “ke kita an” yang sekaligus menghindari “ ke kami an”. Program kita, masalah kita,
tujuan kita, harapan kita!
Dialog dimulai dengan realitas yang diketahui oleh masyarakat. Tegasnya dialog dimulai dari apa
yang mereka tahu dan bukan dari apa yang diinginkan oleh Tim Fasilitator.
Proses tersebut harus ditunjang oleh Tim Fasilitator untuk lebih banyak mendengarkan sekaligus
mem-pelajari dan memahami pemikiran-pemikiran, pema-haman-pemahaman, pandanganpandangan serta kepentingan masyarakat, sebagai dasar untuk menyusun topik-topik pembahasan
yang dikaitkan dengan upaya pembangunan pemahaman masya-rakat terhadap program PNPM
Mandiri Perktoaan.
\
30
MEMBANGUN KONDISI SITUASIONAL
Pengenalan dan pemahaman terhadap masyarakat dapat merupakan syarat awal bagi pelaksanaan
sosialisasi. Pengenalan ini mencakup kebiasaan setempat, hubungan antar kelompok sosial, potensi
sosial yang dapat mendorong atau menghambat program PNPM Mandiri Perkotaan, proyek-proyek
yang pernah dilun-curkan, kelompok-kelompok yang dominan atau berpengaruh, kepercayaan,
serta hal-hal peka yang terdapat ditengah masyarakat berikut hubungan masyarakat
dengan
pejabat lokal.
Selain itu untuk penggunaan jalur komunikasi inter-personal, pengenalan sikap, bahkan sifat serta
kebiasaan khalayak sasaran juga penting untuk dikenali. Informasi ini dapat diperoleh melalui
penga-matan langsung dengan mendengar, mengamati dan dialog dengan anggota masyarakat,
yang diperkaya dengan pembicaraan ditingkat RW dan RT. Pengetahuan ini akan sangat berguna
untuk menemukan jalan masuk, baik berupa bahasa yang digunakan, sikap yang tepat, bahkan
antisipasi yang dianggap bijak dan tepat.
MEMBANGUN KESAN DAN KEPERCAYAAN
N KEPERCAYAAN
Pertemuan pertama dengan komunitas masyarakat merupakan titik kritis. Subtansi pertemuan
pertama akan dapat berpengaruh pada langkah selanjutnya, baik terhadap Tim Fasilitator maupun
keberlanjutan proyek.
Penampilan Tim Fasilitator sebagai satu kesatuan dan sebagai individu, baik bahasa maupun sikap
dan tindakan akan mendapat perhatian dan penilaian komunitas masyarakat. Dalam hal ini, kesan
sebagai mitra perlu dibentuk, kesan sebagai petugas perlu dihindari, terlebih kesan sebagi
petugas yang memiliki kewenangan. Kebersamaan dapat dimulai dari kesan pertama. Kepercayaan
akan tumbuh terhadap Tim Fasilitator apabila Fasilitator dapat menegakkan konsistensi
pembicaraan dan sikap (taat asas) dan dapat menghargai komunitas ma-syarakat. Dan sebaiknya
dihindari hal-hal yang bernuansa kecaman, penilaian, menggurui atau mengadili pendapat pihak
lain atau perdebatan, minimal menghindari yang dapat mendatangkan konflik laten dan membuat
jarak dengan komunitas masyarakat.
Sebaliknya transaksi sosial yang seakan menem-patkan khalayak sasaran pada posisi yang lebih
tinggi (dapat terjadi pada pendekatan persuasif) akan dapat mengurangi kepercayaan terhadap
Fasilitator. Dalam situasi ini tidak mustahil Fasilitator seakan menjadi alat komunitas masyarakat
yang dapat menghambat fungsinya sebagai agen peru-bahan.
Terhadap kemungkinan-kemungkinan tersebut, sikap untuk lebih mendengar dan mencermati serta
menganalisa perlu dibangun dikalangan Fasilitator untuk mempermudah
transaksi sosial,
khususnya dalam menyikapi opini dan pandangan komunitas masyarakat secara tepat dikaitkan
dengan keten-tuan-ketentuan PNPM Mandiri Perktoaan sebagai koridor.
Unsur-unsur yang dapat menjadi isu peka dalam transaksi sosial dengan komunitas masyarakat,
antara lain :
1. Pembangunan masyarakat warga (civil society) dan pembentukan kebersamaan masyarakat kelurahan.
2. Kepentingan praktis, pemahaman, penge-tahuan masyarakat, dan pandangan negatif
terhadap proyek-proyek penanggulangan kemiskinan.
Selain itu, untuk penggunaan jalur komunikasi interpersonal, pengenalan sikap, bahkan sifat serta
kebiasaan khalayak sasaran juga penting untuk diperhatikan. Menghadapi tantangan ini, maka
membutuhkan kelenturan sikap tanpa harus meninggalkan koridor yang telah diten-tukan.
31
Sebaliknya pengalaman-pengalaman negatif yang ditemui atau dirasakan, dapat men-jadi sumber
belajar dan semangat bagi komunitas masyarakat untuk melakukan perubahan.
PERLAKUAN TERHADAP KELOMPOK – KELOMPOK MASYARAKAT
PERLAKUAN TERHADAP KELOMPOK-KELOMPOK MASYARAKAT
Secara umum, di dalam khalayak sasaran akan ditemui kelompok yang akomodatif terhadap
masukan, kelompok yang tidak peduli, frustasi, fatalis, atau bersikap menunggu. Beragamnya
kelompok tersebut, harus disikapi dengan tidak diskiriminatif dalam perlakukan kegiatan sosialisasi, perbedaan hanya pada bagaimana cara melakukan sosialisasinya. Karena pemusatan
perhatian sosialisasi berorientasi pada penang-gulangan musuh bersama (common enemy) dan
menggali potensi masyarakat tanpa diskriminasi untuk menuju terbangunnya masyarakat warga.
CATATAN ISTILAH CATATAN ISTILAH
CATATAN ISTILAH
Pendekatan Persuasif.
Upaya menarik minat, simpati atau mengajak masyarakat untuk ikut program dengan cara
membujuk. Dalam pendekatan ini Fasilitator cenderung untuk menyenangkan hati khalayak
sasaran, bahkan cenderung untuk selalu mengalah.
Pendekatan Dialogis
Cara untuk membangun keterlibatan masyarakat dengan menempatkan pihak yang terlibat
pada posisi subjek, melalui pertukaran pengalaman, pengetahuan, dan saling memahami serta
meng-hargai pesan masing-masing untuk memperoleh kesepahaman dan kesepakatan yang
berpijak pada akal sehat.
Proses Dialogis
Rangkaian pertukaran pemahaman, pandangan, pengalaman, pengetahuan, informasi, aspirasi,
kearifan, transaksi sosial dalam pelaksanaan dialog yang berpijak pada asas kesetaraan sebagai manusia bebas dan unik. Proses ini tidak akan terwujud bila salah satu pihak atau kedua
belah pihak berada pada suasana tekanan psikologis atau tidak dapat menanggalkan kepentingan dan status pribadi.
Common Enemy (musuh bersama)
Tantangan berupa masalah-masalah nyata atau masalah yang dirasakan oleh masyarakat
untuk membentuk masyarakat warga (civil society) yang dapat berbentuk ketidak pedulian
terhadap sesama, mau menang sendiri, serakah dan seba-gainya.
Masyarakat Warga (Civil Society)
Himpunan masyarakat warga yang diprakarsai oleh warga, dikelola oleh warga secara mandiri
dan damai yang berupaya memenuhi kebutuhan dan kepentingan bersama, memecahkan persoalan bersama, menyatakan kepedulian ber-sama, menghargai hak orang lain untuk berbuat
sama, dan bebas dari atau merdeka terhadap institusi Negara, institusi keluarga, institusi
agama dan pasar (Saad Ibrahim, W. Bank.,Des. 96)
Konflik Laten
Pertentangan yang bersifat tersembunyi ditengah masyarakat yang akan muncul apabila
terdapat alasan atau momentum.
Kelompok Fatalis
Kelompok yang menolak setiap masukan yang diberikan.
32
Modul 3
Topik: Mengembangkan Media Komunikasi Berbasis
Masyarakat
Peserta memahami dan menyadari:
ƒ
Media komuniaksi berbasis masyarakat
Peserta mampu mengembangkan pesan – pesan sederhana
Kegiatan 1: Pengembangan pesan sederhana
Kegiatan 2: Memahami media warga
3 Jpl ( 135 ’)
ƒ
Bahan Bacaan: Membangun Komunikasi yang efektif
ƒ
Lembar Kerja : Lembar Pengamatan
ƒ
Media Bantu : Media Warga
• Kerta Plano
• Kuda-kuda untuk Flip-chart
• LCD
• Metaplan
• Papan Tulis dengan perlengkapannya
• Spidol, selotip kertas dan jepitan besar
33
Pengembangan Pesan Sederhana
1) Beri penjelasan kepada peserta bahwa kita akan membahas modul “mengembangkan media
komunikasi berbasis masyarakat” dengan tujuan :
ƒ
Peserta mampu mengembangkan pesan – pesan komunikasi
ƒ
Peserta memahami media komunikasi berbasis masyarakat
2) Ingatkan kepada peserta mengenai kasus – kasus sulitnya berkomunikasi yang sudah dibahas
dalam modul “Teknik Fasilitasi” . Tanyakan kepada peserta agar pesan yang kita sampaikan
dipahami oleh khalayak sasaran, apa yang harus dilakukan?.
3) Bagi peserta ke dalam 3 kelompok, mintalah setiap kelompok untuk melakukan diskusi dengan
mengenai :
ƒ
Kelompok 1 , mengembangkan pesan sederhana mengenai Strategi PNPM mandiri
Perkotaan dalam mendorong proses transformasi sosial dari masyarakat yang tidak
berdaya menjadi masyarakat nerdaya dan mandiri.
ƒ
Kelompok 2, mengembangkan pesan mengenai prinsip – prinsip pembangunan
seperti demokrasi, partisipasi, transparansi, akuntabilitas dan desantralisasi.
ƒ
Kelompok 3, mengembangkan pesan mengenai kerelawanan
Sarankan kepada peserta untuk membaca “Pengembangan Strategi Komunikasi” dalam
bahan bacaan sebagai acuan pengembangan pesan.
4) Setelah selesai mintalah setiap kelompok untuk menyampaikan hasil presentasinya, kemudian
diskusikan : 1) apa saja kesulitan yang dialami oleh setiap kelompok dalam membuat pesan;
2) bagaimana kerakteristik kelompok sasaran yang ada dalam bayangan kelompok . 3)
bagaimana tahapan yang dilakukan dalam mengembangkan pesan?.
5) Refelksikan bersama apa yang harus diperbaiki dalam mengembangkan pesan agar komunikasi
yang kita lakukan terhadap kelompok sasaran efektif. Beri penegasan oleh pemandu terhadap
hal – hal yang dianggap penting.
34
Pesan yang ingin kita sampaikan harus mempertimbangkan :
™ Tujuan komunikasi yang sudah dirumuskan, apakah perubahan yang ingin terjadai : 1)
perubahan pengetahuan?; perubahan sikap? ; perubahan perilaku?
™ Bagaimana kerakteristik khalayak sasaran kita?
™ Berapa banyak khalayak yang kita inginkan berubah?
™ Berapa lama waktu yang tersedia?
™ Melalui media apa pesan itu akan disampaikan?
Memahami Media Warga
1) Sampaikan kepada peserta bahwa berkomunikasi dengan warga akan lebih efektif dengan
menggunakan media yang biasa digunakan warga itu sendiri. Media ini sering disebut sebagai
media warga atau media komunitas.
2) Tanyakan kepada peserta, ”Media warga apa saja yang banyak berkembang di masyarakat saat
ini?” Gali pengalaman peserta dengan mengajukan pertanyaan eksplorasi, misalnya:
• Untuk kebutuhan apa media warga tersebut digunakan?
• Apakah media warga tersebut efektif menjawab kebutuhan warga?
• Apa manfaat atau dampak yang diperoleh warga dengan adanya media tersebut?
• Bagaimana pengelolaan media warga tersebut?
• Apa yang mendorong media tersebut berlanjut atau mati?
3)
Beri umpan balik, gunakan Media Bantu – Media Warga.
4)
Tutup diskusi dan ucapkan terima kasih.
35
Slide 1
Slide 2
Slide 3
Slide 4
36
Slide 5
Slide 6
Slide 7
Slide 8
Slide 9
Slide 10
37
Slide 11
Slide 12
Slide 13
Slide 14
Slide 15
Slide 16
38
Slide 17
Slide 18
Slide 19
Slide 20
Slide 21
Slide 22
39
Pengembangan Strategi Komunikasi
(Mengembangkan Media Berorientasi Khalayak, Studio Driya Media dan AUSAID)
Apa pengembangan strategi komunikasi itu ?
Pengembangan strategi komunikasi adalah usaha – usaha yang mencakup pemilihan
pengembangan pesan , pemilihan media – media dan kombinasi media serta pemilihan
pendekatan yang tepat untuk menumbuhkan partisipasi khalayak, dalam upaya pencapaian tujuan
program.
Mengapa kita perlu tahu hal ini?
Ya, dengan mengetahui strategi komunikasi lembaga kita, tentunya kita bisa memahami seluruh
perencanaan program pengembangan media. Sehingga, kita dapat merumuskan pesan – pesannya,
serta memilih media – media yang cocok dengan khalayak dan kemampuan lembaga.
Bagaimana biasanya dilakukan?
1. Biasanya dalam kegiatan ini, kita sebagai tim pengembang media sudha dilibatkan.
Umumnya, pengembangan strategi komunikasi dilakukan melalui tahapan sebagai berikut :
2. Mempelajari dan mengkaji tujuan komunikasi yang telah ditetapkan
3. Mengkaji perubahan tingkat pengetahuan, sikap, perilaku dan kepercayaan yang diinginkan
4. Mengkaji kembali indikator keberhasilan yang telah ditetapkan
5. Mengembangkan pesan – pesan yang cocok dengan tingkat Pengetahuan, Sikap dan
Perilaku khalayak strategis kita.
6. Memilih metode – metode komunikasi yang cocok untuk menjangkau khalayak strategis
kita dan sesuai dengan perubahan yang diinginkan.
7. Memilih alternatif jenis – jenis media yang cocok dan kombinasinya.
8. Mengkaji jenis – jenis media yang teridentifikasi dilihat dari dana dan sumber daya yang
tersedia, fungsi media, saluran media dan karakteristik khalayak kita
9. Menentukan jenis media dan kombinasinya.
Informasi yang perlu kita ketahui
1. Siapa khalayak kita?
ƒ Media – media apa saja yang sudah mereka kenal?
ƒ Bahasa (lisan,tulisan dan simbol) apa yang biasa mereka gunakan?
ƒ Bagaimana kemampuan baca tulis mereka?
2. Pesan – pesan pokok apa yang telah ditetapkan?
ƒ Apakah pesannya bersifat informasional? (berisi informasi lengkap yang terdiri dari
fakta dan teori)
ƒ Apakah pesannya bersifat motivasional? (bersifat membujuk dan berisi informasi
analitis/sebab – akibat)
ƒ Apakah pesannya bersifat instruksional? (terdiri dari langkah – langkah, dan
akibatnya bila tidak mengikuti langkah tersebut)
3. Metode Komunikasi apa yang telah ditetapkan?
ƒ Apakah metode komunikasi massa saja?
40
ƒ Apakah metode komunikasi tatap muka saja?
ƒ Apakah metode komunikasi massa dan tatap muka? (campuran)
4. Saluran media apa yang dipilih ?
ƒ Saluran media berarti saluran yang kita Pilih untuk menjadi perantara pesan dan
media kita:
ƒ Apakah media massa? (TV, radio, koran, tabloid, majalah, dll)
ƒ Apakah media kelompok? (chalet, video, OHP, brosur, leaflet, buletin,dll)
ƒ Apakah media individu/antar orang? (telepon/hotline, konsultasi, surat menyurat)
ƒ Apakah campuran antara media massa, kelompok dan individu?
5. Media apa yang kita Pilih?
ƒ Apakah media komunikasinya adalah leaflet? Poster? Artikel – artikel koran? Berita
radio?
ƒ Apakah media yang dipilih adalah satu – satunya media untuk pesan pokok?
Ataukah ada media lainnya yang juga menyampaikan pesan pokok yang sama?
(kombinasi media)
Media massa adalah media yang sifatnya satu arah. Dengan saluran yang tepat, media massa ini
dapat menjangkau jumlah khalayak yang tak terhingga dan lebih bersifat sebagai media
kampanye dengan target khalayak yang lebih banyak, seperti program TV, program radio, koran,
majalah dan tabloid. Namun, media kategori ini bisa menjadi media belajar bila sudah
didokumentasikan. Sedangkan media non – massa bisa kita gunakan sebagai media belajar
maupun media kampanye dengan jumlah khalayak terbatas.
Selain media yang disebut dalam lampiran, ada juga media tradisional sebagai media yang sudah
menjadi tradisi masyarakat setempat. Media teater rakyat dan lenong adalah media oleh rakyat,
untuk rakyat dan dari rakyat, sehingga tingkat partisipasinya sangat tinggi. Akan tetapi,
ketoprak/ludruk, wayang, sendratari, dan puisi adalah media yang tingkat partisipasinya rendah.
Sedangkan media – media infromal, misalnya arisan hanya bisa menjadi media informasional
saja.
41
Contoh Pengembangan Isi Pesan
Segmen
khalyakak
Perempuan PSK
di lokalisai x
Pengetahuan
Definisi HIV/AIDS
dan
perkembangannya
Cara penularan
HIV
Perjalanan
HIV/AIDS
Perubahan yang diinginkan
Sikap
Perilaku
Kebiasaan
Selalu
menawarkan
menggunakan
penggunaan
kondom setiap
kondom adalah
kali berhubungan
cara termudah
seks
dan termurah
Pemasangan
untuk mencegah kondom yang
tertular
baik dan benar
HIV/AIDS
Kepercayaan
Penggunaan
kondom
sesungguhnya
tidak
mengurangi
kenikmatan
Pencegahan dini
terhadap
HIV/AIDS
Mucikari di
lokalisasi x
Definisi HIV/AIDS
dan
perkembangannya
Cara penularan
HIV
Pencegahan diri
terhadap
penularan
HIV/AIDS
42
Mengharuskan
PSK selalu
menawarkan
penggunaan
kondom kepada
pelanggannya
bisa mencegah
penularan
HIV/AIDS
Selalu
mengharuskan
PSK-nya untuk
mengharuskan
pelanggannya
menggunakan
kondom
HIV/AIDS ada di
dalam cairan
perma dan
vagina, maka
hubungan seks
laki – perempuan
tanpa kondom
berisiko
Perkotaan
DEPARTEMEN
PEKERJAAN
UMUM
Direktorat Jenderal Cipta Karya
Download