UJI EFEKTIVITAS PUPUK NPK PLUS HUMIK

advertisement
II.
2.1.
TINJAUAN PUSTAKA
Sifat Umum Tanah Ultisol
Menurut Soepardi (1983), golongan tanah Ultisol meliputi semua tanah
yang dulu dinamakan Podsolik Merah Kuning, Latentik coklat kemerah-merahan
dan kubrozem. Tanah ini berkembang dari bahan induk tua. Di Indonesia banyak
ditemukan di daerah dengan bahan induk batuan liat. Tanah ini merupakan bagian
terluar dari lahan kering yang masih berpotensi untuk pertanian. Tanah Ultisol
mempunyai lapisan permukaan yang sangat tercuci berwarna kelabu cerah sampai
kekuningan di atas horison akumulasi yang bertekstur relatif berat, berwarna
merah atau kuning dengan struktur gumpal, agregat kurang stabil dan
permeabilitas rendah dengan kandungan bahan organik rendah. Kandungan liat
meningkat berurutan dari horison A, E atau di atas horison B, kemudian menurun
dengan kedalaman sampai horison C. Ketebalan solum mencapai 1,5 – 2,0 m
(Miller, 1983 dalam Setiawan, 2006)
Ultisol adalah tanah dengan horison argilik bersifat masam dengan
kejenuhan basa rendah, pH tanah (4,2 – 4,8) tergolong rendah, kapasitas tukar
kation rendah, unsur hara rendah, kadar Al tinggi sehingga meracuni tanaman dan
menyebabkan terjadinya fiksasi P, unsur hara rendah (Hardjowigeno, 1993).
Perkembangan lapisan permukaan yang tercuci kadang-kadang kurang nyata.
Bahan induk sering kali berbercak kuning, merah dan kelabu tak begitu nyata,
tersusun atas batuan silikat, batu lapais, batu pasir, dan batu liat. Jenis tanah
Ultisol di Indonesia terbentuk dalam daerah iklim seperti Latosol, perbedaanya
hanya karena bahan induk. Bahan induk batuan liat berasal dari batuan volkanik
basa dan intermediate, sedangkan Ultisol berasal dari batuan beku dan tuff
(Rachim dan Suwardi, 1999).
Usaha-usaha untuk meningkatkan produktifitas tanah Ultisol ini telah
banyak dilakukan seperti dengan pengapuran, pemupukan, penambahan bahan
organik dan bahan-bahan lain yang dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan
biologi tanah (Prasetyo et al,. 2006).
4
2.2.
Botani dan Morfologi Tanaman Jagung.
Jagung merupakan tanaman berumah satu (monoecious) dimana letak
bunga jantan terpisah dengan bunga betina pada satu tanaman. Jagung termasuk
ke dalam ordo tripsaceae, famili poaceae, sub-famili panicoideae, genus zea dan
spesies Zea mays L (Muhadjir, 1988).
Menurut Effendi (1982), tanaman jagung toleran terhadap pH agak masam
sampai alkali. Jagung tumbuh baik pada kisaran pH tanah antara 5,5 – 7,0 dengan
pH optimum 6,0 - 7,0 selain itu, tanaman jagung juga sangat peka terhadap
kelembaban tanah yang rendah dari mulai awal pertumbuhan adalah 42 – 80 %
sedangkan, pada masa pemasakan kelembaban relatif sebesar 60 – 42 %. Tanaman
jagung harus mendapatkan sinar matahari yang cukup karena sangat
mempengaruhi pertumbuhannya dan suhu optimum untuk pertumbuhan jagung
berkisar antara 24 – 30
C. Untuk mendapatkan pertumbuhan dan hasil yang baik
tanaman jagung membutuhkan unsur hara yang cukup. Tanaman jagung
mengadsorpsi P dalam jumlah relatif sedikit dari pada hara N dan K. Pola
akumulasi P tanaman jagung hampir sama dengan akumulasi N dan P terpekat
terhadap biji. Konsentrasi P di dalam daun, batang dan kelobot relatif sama.
Satu siklus hidup tanaman jagung diselesaikan dalam 80 - 150 hari. Tinggi
tanaman jagung sangat bervariasi, meskipun tanaman jagung umumnya
berketinggian antara 1 m – 3 m, namun ada varietas yang dapat mencapai tinggi
6 m. Tinggi tanaman biasa diukur dari permukaan tanah hingga ruas teratas
sebelum bunga jantan. Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai
kedalaman 8 m meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Tanaman
jagung yang sudah cukup dewasa, muncul akar adventif dari buku-buku batang
bagian bawah yang membantu menyangga tegaknya tanaman. Jagung termasuk
tanaman penghasil bahan kering yang esensial produksi total bahan kering jagung
ditentukan oleh varietas, musim, dan dosis pemupukan (Muhadjir, 1988).
Ciri-ciri lahan yang sesuai (S1) untuk tanaman jagung menurut kriteria
kesesuaian lahan (LREP 1994 dalam Hardjowigeno et al., 1999) meliputi sifat
fisik dan kimia tanah sebagai berikut : drainase tanah baik sampai sedang,
kedalaman efektif > 60 cm, KTK tanah 17 - 24 me/100g, pH tanah 6,0 - 7,0, kadar
C-organik > 0,8% serta kadar hara tersedia N-total 0,21 - 0,5% ; P2O5 > 35 ppm
5
dan K2O 21 - 40 me/100 g dengan tingkat bahaya erosi sangat rendah. Kondisi
iklim yang sesuai untuk pertanaman jagung meliputi daerah dengan jumlah bulan
kering 1 - 7 mm/bulan dan curah hujan > 1200 mm/tahun.
2.3.
Pupuk Majemuk NPK Plus Humik
Pupuk majemuk adalah pupuk yang mengandung lebih dari satu unsur,
biasanya disebut juga pupuk campuran. Penggunaan pupuk majemuk juga
memiliki kelemahan seperti memberikan reaksi masam pada tanah yang
disebabkan karena sifat nitrogen yang dibawa dalam pupuk majemuk tersebut
(Sabiham et al., 1989). Pupuk ini dapat mengandung dua atau lebih unsur makro
atau campuran makro dan mikro. Pengelompokan biasanya dilakukan berdasarkan
jumlah dan jenis unsur hara dalam pupuk majemuk : (1) pupuk majemuk 2 unsur
hara, (2) pupuk majemuk 3 unsur hara. Pupuk majemuk 2 unsur hara seperti NP,
NK, NMg, NS, NCa, dan CaS. Pupuk majemuk 3 unsur hara yang paling banyak
dikenal adalah pupuk NPK disebut pupuk majemuk lengkap. Bahan baku utama
dalam pembuatan pupuk majemuk hara makro adalah fosfat alam, asam sulfat,
amoniak, dan kalium klorida. Ketiga bahan baku yang pertama atau turunannya
dalam perbandingan tertentu menghasilkan pupuk NPS. Apabila ditambahkan
KCl maka jadilah pupuk majemuk NPK atau NPKS (Leiwakabessy dan Sutandi,
2004).
Pupuk majemuk NPK yang memiliki tiga unsur hara sangat baik jika
dikombinasikan dengan bahan organik, karena bahan organik dapat memperbaiki
sifat-sifat tanah. Berbagai merk, kualitas dan komposisi telah tersedia di pasaran.
Kendati harganya relatif lebih mahal, pupuk majemuk tetap dipilih karena
kandungan haranya lebih lengkap. Efisiensi pemakaian tenaga kerja pada aplikasi
pupuk majemuk juga lebih tinggi dari aplikasi pupuk tunggal yang harus
diberikan dengan dicampur. Oleh karena itu, dibuatlah jenis pupuk NPK plus
Humik yang merupakan sebuah formula pupuk Organo-kimia majemuk,
diperkaya dengan bahan humik yang terdiri dari asam humik dan fulvik serta
mengandung hara makro dan hara mikro sesuai dengan kebutuhan spesifikasi
tanaman. Unsur hara B, Mo, Cl, Zn, Cu, Fe, dan Mn dibutuhkan oleh tanaman
dalam jumlah yang sangat kecil sekali (mikro). Bahan humik memiliki aktivitas
6
tinggi dengan kandungan protein bebas tinggi dan memiliki sifat hormon mirip
auksin dan giberelin yang mampu memacu pertumbuhan khlorofil, akar, dan
metabolisme sehingga tanaman berproduksi dengan optimal. Pupuk NPK Plus
Humik ini berbentuk butiran yang berukuran sekitar 2 – 4 mm dan berwarna
kelabu (Chen dan Aviad, 1990 dalam Amanda, 2009).
2.4.
Efisiensi Pemupukan
Efisiensi pupuk adalah sampai sejauh mana tanaman dapat memanfaatkan
unsur hara yang telah diserap untuk berproduksi lebih tinggi tanpa menambah
hara yang diperlukan. Peningkatan efisiensi penggunaan pupuk secara potensial
diperkirakan dapat menghemat energi sebesar 10%. Usaha-usaha yang digunakan
untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk antara lain uji tanah,
pengapuran, penempatan pupuk, waktu pemupukan, penggunaan legum,
penggunaan pupuk kandang dan faktor pengelolaan lainnya (seleksi varietas,
pengendalian hama penyakit dan gulma, penentuan dan pengaturan waktu dan
pola tanam, pengaruh carry over, rotasi tanaman dan pengairan) (Leiwakabessy
dan Sutandi 2004).
Menurut Santi et al., (2006) pada prinsipnya upaya peningkatan efisiensi
penggunaan pupuk dapat dilaksanakan melalui dua pendekatan yaitu: (1)
peningkatan kesuburan tanah jangka panjang dan (2) modifikasi produk pupuk
yang lebih efisien. Pendekatan pertama ditempuh melalui usaha peningkatan daya
dukung tanah dengan input hayati, baik berupa bahan organik maupun
mikroorganisme. Dengan meningkatnya kesuburan tanah, efisiensi penggunaan
pupuk oleh tanaman dapat diperoleh. Pendekatan kedua lebih menekankan kepada
perakitan produk baru yang lebih efisien dalam pengertian dosis aplikasi dapat
dikurangi karena efektivitas produk pupuknya ditingkatkan dan/atau biaya
produksinya dapat dikurangi.
Berkaitan dengan sifat tanah, bentuk pupuk menentukan efisiensi dan
efektivitas pemupukan. Pada tanah masam dengan kandungan Al tinggi, fiksasi
hara (P) akan tinggi yaitu sekitar 20% (Hagin dan Tucker, 1982), sedangkan pada
tanah basa (kapuran) persaingan serapan oleh Ca akan tinggi pula. Karena itu,
pupuk yang cocok untuk kedua kondisi tersebut adalah yang dapat melepaskan
7
hara secara perlahan (slow release) atau pupuk yang mempunyai kandungan yang
dapat menetralisasi kondisi tersebut. Pupuk N yang dapat diserap tanaman jagung
hanya 55 - 60% (Patrick dan Keddy, 1976), pupuk K berada di antara 20 - 70%
dan pupuk S adalah sekitar 33% (Morris, 1987).
(http://balitseral.litbang.deptan.go.id/ind//bjagung/satuempat.pdf, 30 Maret 2010).
Usaha efisiensi pemupukan dalam praktek dapat ditempuh dengan
perbaikan sifat pupuk. Upaya ini meliputi teknik dan proses pembuatan pupuk
dengan bentuk, ukuran, kadar hara atau spesifikasi tertentu yang dapat
menghasilkan reaktivitas ataupun efektivitas sesuai dengan yang dikehendaki
(Goenadi, 1992). Dengan kata lain, teknologi pengembangan produksi pupuk
hendaknya mengacu pada kecukupan hara tanaman dan spesifikasi yang
dibutuhkan konsumen saat ini. Pupuk NPK plus Humik merupakan pupuk
alternatif yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hara kimia dan
organik tanaman. Penggunaan bahan humat dari bahan organik pada pembuatan
pupuk NPK plus Humik, diharapkan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan
pupuk, juga akan mengurangi dampak pencemaran air tanah dan lingkungan yang
timbul akibat pemakaian dosis pupuk konvensional yang berlebih (Goenadi, 1992
dalam Amanda, 2009).
2.5.
Bahan Humik (Humic Substances)
Bahan humik adalah bahan koloidal terpolidispersi yang bersifat amorf,
berwarna kuning hingga coklat-hitam, merupakan hasil humifikasi dari sisa-sisa
tanaman, hewan dan bahan-bahan organik serta mempunyai berat molekul relatif
tinggi. Bahan humik merupakan produk biosintesis yang paling banyak tersebar
dimuka bumi. Bahan humik berperanan dalam reaksi kompleks dalam tanah dan
dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara langsung maupun tidak
langsung. Secara tidak langsung, dapat memperbaiki kesuburan tanah dengan
mengubah kondisi fisik, kimia dan biologi tanah. Secara langsung bahan humik
dapat merangsang pertumbuhan tanaman melalui pengaruhnya terhadap
metabolisme dan terhadap proses fisiologi lainnya (Tan, 1982).
Senyawa humik memiliki daya tahan yang tinggi terhadap biodegradasi
dalam tanah, karena itu sangat penting dalam pengelolaan tanah, bila Humik
8
substans dalam tanah kosong, maka agregat mudah terdispersi dan tanah rawan
terhadap bahaya erosi. Berdasarkan kelarutan dalam larutan asam dan alkali bahan
humik (HS) dibedakan menjaga tiga fraksi utama yaitu (1) asam humik,
merupakan fraksi humik yang larut dalam alkali encer tetapi mengendap oleh
pengasaman; (2) asam fulvik, merupakan fraksi humik yang larut baik pada alkali
encer maupun asam dan (3) humin, merupakan fraksi humik yang tidak dapat
diekstrak dari tanah (sedimen) oleh asam dan basa encer (Schnitzer, 1978).
Berdasarkan penelitian para ahli, ketiga fraksi humik tersebut secara kimia
hampir sama tetapi berbeda dalam bobot molekul dan kandungan gugus
fungsional dimana asam fulvik mempunyai bobot molekul lebih rendah tetapi
kandungan gugus fungsionalnya mengandung O(-COOH, -OH, -C=O) lebih tinggi
per unit bobot, apabila dibandingkan dengan kedua fraksi humik lainya
(Schnitzer, 1978)
Menurut Chen and Aviad (1990) asam humik tidak larut dalam air pada
kondisi asam dengan pH <2 dan akan larut dalam air jika pH tinggi. Kandungan
asam humik dalam bahan organik terutama mengandung C, N, O, S, P dan unsur
lain seperti Na, K, Mg, Mn, Fe, dan Al-oksida. Asam fluvat larut dalam air pada
semua kondisi pH. Asam humin tidak larut dalam air pada semua kondisi pH.
Bahan humik pada dasarnya tersusun atas asam-asam amino yang
bermanfaat bagi mikroorganisme dan tanaman. Peran utama bahan humik ini
adalah membuat tanah semakin subur, 80% pembentukan tanah gelap (subur)
karena adanya bahan humik, menstimulasi aktivitas biologis didalam tanah,
meningkatkan penyerapan nutrisi terutama P, S, N, serta merangsang
permeabilitas membrane sel sehingga metabolisme berlangsung lebih optimal,
pembentukan klorofil diakselirasi, dan pertumbuhan akar dirangsang sehingga
tanaman akan sehat dan efisien dalam mengkonsumsi unsur hara
2.6.
Pengaruh Bahan Organik Tanah
Menurut
Indranada
(1986)
sumbangan
bahan
organik
terhadap
pertumbuhan tanaman merupakan pengaruhnya terhadap sifat-sifat fisik, kimia,
dan biologis dari tanah. Mereka memiliki peranan kimia di dalam menyediakan N,
P, dan S untuk tanaman, peran biologis di dalam mempengaruhi aktivitas
9
organisme mikroflora dan mikrofauna, serta peranan fisik di dalam memperbaiki
struktur tanah dan lainya. Bahan organik tanah terdiri dari bahan organik segar
hingga humus. Humus, biasanya bahan berwarna gelap, dijumpai terutama pada
lapisan tanah atas dan didefinisikan sebagai fraksi bahan organik tanah yang
kurang lebih stabil, sisa dari sebagian besar residu tanaman serta binatang yang
telah terdekomposisi.
Pelapukan bahan organik umumnya dilakukan oleh jasad mikro pada
tingkat ini bahan organik mengandung berbagai senyawa hasil antara, yang
berkisar di senyawa yang mantap hingga sel jasad mikro hidup dan mati. Pada
saat aktivitas jasad mikro menurun, kejadiannya disertai dengan terdapatnya
sejumlah senyawa dan bahan organik yang tersisa yang berwarna gelap yang
merupakan masa koloidal heterogen biasanya disebut sebagai humus. Fungsi hasil
dekomposisi bahan organik adalah sebagai sumber hara bagi tanaman (Soepardi,
1983).
Manfaat bahan organik adalah memperbaiki dan mempertahankan struktur
tanah yang stabil berdasarkan sifat-sifat fisik dan fisikokimia seperti peningkatan
dalam kapasitasnya untuk mengikat air, sifat-sifat buffer, reaksi tanah seta
aktivitas biologi dalam tanah (Soepardi, 1983)
Dekomposisi bahan organik menghasilkan asam-asam organik dan
senyawa organik lain yang mengandung berbagai gugus fungsional seperti
hidroksil dan karboksil yang dapat berperan dalam pengkelatan ion logam seperti
Al dan Fe membentuk komplek organometal. Selain itu, penambahan bahan
organik akan meningkatkan aktifitas mikroorganisme yang menghasilkan bahan
organik seperti unsur N, P, dan S. Penambahan residu tanaman pada tanah yang
mengandung mineral seskuioksida, dapat meningkatkan ketersediaan fosfor bagi
pertumbuhan tanaman (Setiawan, 2006).
2.7.
Karakteristik Hara N, P, dan K Dalam Tanah
Sebagian besar N tanah berada dalam bentuk N organik maka pelapukan N
organik merupakan proses menjadikan N tersedia bagi tanaman. Nitrogen bagi
tanaman merupakan usur hara yang paling banyak dibutuhkan. Nitrogen
10
dibebaskan dalam bentuk ammonium, dan bila dalam keadaan aerobik ammonium
dioksidasikan menjadi nitrit kemudian nitrat (Soepardi, 1983)
Sumber N dalam tanah diperoleh dari sisa tanaman, pupuk organik, garam
ammonium dan nitrat yang diendapkan serta N terfiksasi dari atmosfer yang
dilakukan oleh mikroorganisme tertentu (Bukman dan Brady, 1969). Nitrogen
dalam tanah selalu berada dalam keadaan kekurangan. Tanpa penambahan N
pertumbuhan menjadi terhambat. Nitrogen berfungsi merangsang pertumbuhan
dan memberikan warna hijau pada daun (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004)
Mobilitas hara P dalam tanah sangat rendah karena reaksi dengan
komponen tanah maupun dengan ion-ion logam dalam tanah seperti Ca, Al, Fe
dan lain-lain membentuk senyawa yang kurang larut dengan tingkat kelarutan
berbeda-beda. Reaksi tanah (pH) memegang peranan sangat penting dalam
mobilitas unsur ini. Tanah bertekstur halus kadar P tersedia dalam tanah lebih
tinggi dibandingkan tanah yang bertekstur kasar. (Leiwakabessy dan Sutandi,
2004).
Menurut Soepardi (1983), sumber fosfor dalam tanah yang utama adalah
pupuk buatan, pupuk organik, sisa tanaman dan pupuk hijau dan senyawa alamiah
baik organik maupun inorganik dari unsur tersebut yang sudah ada dalam tanah.
Ketersediaan P dalam tanah, terutama P inorganik ditentukan oleh pH tanah, Fe,
Al, Mn, tersedianya Ca dalam tanah, jumlah dan tingkat dekomposisi bahan
organik dan kegiatan jasad mikro.
Kalium merupakan kation monovalen (K+) yang diserap oleh akar tanaman
yang lebih besar jumlahnya dari kation-kation lainya. Jumlah kalium dalam tanah
jauh lebih banyak dari fosfat. Berdasarkan ketersediaanya bagi tanaman K di
dalam tanah dapat dikelompokan menjadi (1) K tak dapat dipertukarkan, (2) K
dapat dipertukarkan, dan (3) K dalam larutan tanah. Kalium diikat dalam bentukbentuk yang kurang tersedia. Jumlah kalium dapat dipertukarkan atau tersedia
bagi tanaman tidak melebihi 1 persen dari seluruh kalium tanah (Soepardi, 1983).
Kalium peka terhadap pencucian, terutama pada tanah-tanah dengan
kapasitas tukar kation dan kapasitas anion yang rendah. Sumber kalium dalam
tanah yang utama adalah pupuk buatan, pupuk organik, sisa tanaman dan pupuk
hijau, senyawa alamiah baik organik maupun inorganik dari unsur tersebut yang
11
ada dalam tanah (Soepardi, 1983). Leiwakabessy (1988) menambahakan kalium
tanah berasal dari dekomposisi mineral primer yang mengandung K seperti Kfeldspar, muskovit, biotit dan flogopit.
2.8.
Karakteristik Hara N, P, dan K Dalam Tanaman
Senyawa N digunakan tanaman untuk membentuk asam amino yang akan
diubah menjadi protein dan membentuk klorofil. Senyawa N juga berperan dalam
perbaikan pertumbuhan vegetatif tanaman. Tanaman yang tumbuh pada tanah
yang cukup N, berwarna lebih hijau. Gejala kekurangan N akan menyebabkan
tanaman menjadi kerdil, pertumbuhan tanaman terbatas, daun-daun menguning
dan gugur. Gejala kelebihan N menyebabkan keterlambatan kematangan tanaman
yang diakibatkan terlalu banyak pertumbuhan vegetatif, batang lemah dan mudah
roboh serta mengurangi daya tahan tanaman terhadap penyakit (Hardjowigeno,
1993).
Unsur P berperan dalam proses karbohidrat untuk energi. Penyimpanan
dan peredaranya keseluruhan tanaman dalam bentuk ADP dan ATP. Unsur P
berperan dalam pembelahan sel melalui peranan nukleoprotein yang ada unsur
dalam inti sel, selanjutnya berperan dalam menentukan sifat-sifat kebaikan dari
generasi melalui peran DNA. Unsur ini juga menentukan pertumbuhan akar,
mempercepat kematangan dan produksi buah dan biji (Leiwakabessy dan Sutandi,
2004). Gejala defisiensi P mengakibatkan pertumbuhan terhambat (kerdil) karena
pembelahan sel terganggu dan daun menjadi ungu atau coklat mulai dari ujung
daun (Hardjowigeno, 1993).
Kalium merupakan unsur logam yang paling banyak terdapat pada cairan
sel tanaman yang dapat mengatur keseimbangan garam-garam atau denga kata
lain mengatur tekanan osmotik dalam sel tanaman sehingga memungkinkan
pergerakan air ke dalam akar. Kalium berperan dalam pembelahan sel,
Pembukaan stomata, fotosintesis (pembentukan karbohidarat), traslokasi gula,
reduksi nitrat dan selanjutnya sistem protein dan dalam aktivitas enzim. Tanaman
jagung dapat menyerap kalium hingga 9 kg/ha/hari. Tanaman yang kekurangan K
akan kurang tahan kekeringan dibandingkan denagn yang cukup K. Tanaman
12
yang kekurangan K lebih peka terhadap penyakit dan kualitas produksi biasanya
rendah, baik daun, buah maupun biji.
Unsur K mudah diserap oleh tanaman dan bersifat sangat mobil. Kalium
selalu diserap lebih awal daripada nitrogen dan fosfat. Peranan kalium di dalam
tanaman sangat berhubungan dengan kualitas hasil dan resistensi tanaman
terhadap patogen-patogen tanaman. Gejala defisiensi K pertama kali terjadi pada
daun-daun tua, karena daun-daun muda yang masih tumbuh dengan aktif
menghisap K dari daun-daun tua. Selain itu gejala defisiensi K memyebabkan
pinggir-pinggir daun berwarna coklat, mulai dari daun tua (Hardjowigeno, 1993).
2.9. Karakteristik Basa-basa dapat Dipertukarkan dalam Tanah
Kalsium dan Magnesium tergolong unsur-unsur mineral esensial sekunder,
unsur-unsur ini dibutuhkan dalam jumlah lebih sedikit dibandingkan dengan unsur
N, P, K yang merupakan unsur essensial primer. Kalsium dan Magnesium diserap
tanaman dalam bentuk Ca2+ dan Mg2+ terutama malalui mass flow dan intersepsi.
Keduanya mempunyai sifat dan perilaku yang mirip di dalam tanah. Kadar Ca
dalam larutan biasanya 10 kali lebih besar dari K+ tetapi serapanya jauh lebih
rendah. Kadar Ca dalam tanah di daerah tropika basah antara 0,1 - 0,3 %,
sedangkan kadar Mg dalam tanah didaerah tropika basah antara 5 - 50 ppm
(Leiwakabessy, 1988).
Ca dan Mg merupakan dua kation yang paling cocok untuk mengurangi
kemasaman tanah. Pada tanah-tanah di daerah basah Kalsium dan sebagaian kecil
Magnesium bersama-sama dengan H+ merupakan kation-kation dominan pada
kompleks jerapan. Senyawa Ca dan Mg mempunyai keuntungan tidak
meningalkan residu yang dapat merugikan tanah. Kehilangan Kalsium dan
Magnesium dari tanah disebabkan oleh tiga hal yaitu melalui erosi, pencucian,
dan terangkut oleh tanaman. Hal ini yang menyebabkan mengapa tanah di daerah
humid cenderung bereaksi masam (Soepardi, 1983).
Natrium pada umumnya merupakan penyusun utama dari larutan tanah
pada tanah-tanah salin. Hal itu sering kali memberikan pengaruh yang sifatnya
dapat merugikan terhadap pertumbuhan beberapa tanaman.
13
2.10. Aluminium yang dapat Dipertukarkan (Al-dd) dalam Tanah
Al-dd adalah jumlah dari tempat pertukaran kation yang digantikan oleh Al
dalam komplek pertukaran kation relatif terhadap valensinya. Al-dd terikat kuat
dan dapat menjadi muatan negatif (negative charges) pada lapisan silikat dan
sistem lapisan silikat yang terselaputi oleh oksida. Al-dd dapat diikat kuat oleh
koloid tanah dan umumnya hanya ion Al(OH2)63+ yang dapat digantikan apabila
dilakukan pencucian dengan garam dari asam kuat pada keadaan pH tanah yang
tinggi hidrolisis Al tidak akan terjadi. Al dapat dipertukarkan (Al-dd) merupakan
kation dominan yang berhubungan kation dominan yang berhubungan dengan
kemasaman tanah. Sudah pula diketahui bahwa pertumbuhan tanaman yang tidak
memadai pada tanah-tanah masam secara langsung dapat dihubungkan dengan
kejenuhan Al (Sanchez, 1976).
Jumlah Al dalam larutan tanah akan sangat tergantung pada jumlah Al-dd
bila jumlah Al-dd dalam tanah meningkat maka konsentrasi Al dalam larutan
tanah akan meningkat. Penelitian di Calorina Utara dan Gunaya menyatakan
bahwa konsentrasi Al dalam larutan tanah umumnya rendah jika jumlah Al-dd
permukaan aktif berada dibawah 60%, tapi bila di atas 60% konsentrasi Al dalam
larutan tanah ternyata meningkat (Sanchez, 1976).
2.11. Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan Kejenuhan Basa (KB) Tanah.
Menurut Juo dan Adams (1986) kation-kation yang sesungguhnya terjerap
tidak disertai oleh anion-anion. Akan tetapi kation-kation “bebas” bisa jadi terikut
dan membawa serta anion lawan, sehingga anion-anion tersebut dapat teranalisis
bersama-sama dengan kation yang dapat dipertukarkan. Ion-ion dari garam bebas
tersebut harus dikurangi untuk mendapatkan KTK yang sesungguhnya. KTK
umumya berasal dari muatan variabel pada permukaan mineral-mineral oksida
dan bahan organik. Tinggi rendahnya nilai KTK tergantung pada pH tanah dan
juga luas permukaan dari koloid tanah. Pada nilai pH sangat rendah, hanya
muatan permanen liat dan sebagian kecil dari muatan koloid organik memegang
ion yang dapat digantikan melalui pertukaran kation. Dengan menaikan pH,
hidrogen yang diikat sisa koloid organik dan inorganik berionisasi dan dapat
digantikan. Ion hidroksi aluminium yang terjerap juga akan keluar dan
14
membentuk Al(OH)3. Dengan demikian, tercipta tapak pertukaran baru pada
koloid mineral. Hasil Akhir adalah naiknya kapasitas tukar kation (Soepardi,
1983).
Ada dua kelompok kation terjerap yang mempunyai pengaruh berlawanan
terhadap kemasaman dan kealkalian tanah. Hidrogen dan aluminium cenderung
mendominasi tanah masam, kedua-duanya merupakan penyumbang ion H+ dalam
larutan tanah, ion Al3+ secar tidal langsung melalui hidrolisis. Sebagian besar dari
kation-kation lainnya disebut basa-basa dapat dipertukarkan dan menetralkan
kemasaman tanah. Perbandingan dari kapasitas tukar kation yang ditempati basabasa disebut persentase kejenuhan basa (Leiwakabessy, 1988).
2.13. Uji Tanah
Uji tanah atau soil testing merupakan metode kimia (Chemical esssay)
untuk menilai kemampuan suplai hara atau ketersediaan hara dari suatu tanah.
Metode ini sifatnya tidak langsung sama halnya dengan metode mikrobiologi
sehingga untuk memperoleh nilai agronomik dari metode ini, diperlukan studi
kalibrasi dengan produksi tanaman di lapang melalui percobaan pemupukan.
Demikian juga larutan kimia ini harus bersifat selektif artinya hanya mengekstrak
bentuk-bentuk unsur yang tersedia saja bagi satu tanaman sedangkan yang tidak
tersedia sedapat mungkin tidak turut terekstrak. Untuk itu setiap metode ekstraksi
harus dinilai melalui studi korelasi dengan serapan hara oleh tanaman.
(Leiwakabessy et al., 2004).
Download