BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dilahirkan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sejak dilahirkan, manusia hidup dalam suatu ruang lingkup sosial tertentu yang
menjadi wadah kehidupannya. Manusia dalam aktivitasnya setiap saat memerlukan
bantuan dari sesama di sekitarnya, dan untuk memudahkan proses interaksi manusia
dengan sesamanya dapat dilakukan melalui komunikasi. Secara kodrati manusia
memerlukan komunikasi sejak masih bayi sampai akhir hayatnya, atau ungkapan lain
yang dapat digambarkan bahwa secara empiris tiada kehidupan tanpa komunikasi.
Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu berkeinginan untuk berbicara, tukarmenukar gagasan, mengirim dan menerima informasi, membagi pengalaman serta
bekerja sama dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Berbagai keinginan
tersebut hanya dapat terpenuhi melalui kegiatan komunikasi dengan orang lain dalam
suatu sistem sosial tertentu.
Komunikasi dapat diartikan sebagai proses pertukaran informasi, pendapat
(communication is the prosess of sharing meaning) yang tujuannya untuk menciptakan
saling pengertian diantara mereka yang melakukan komunikasi (Setyaningsih, 2007:1).
Berdasarkan teori tersebut. Dari sinilah dapat dilihat bahwa peranan komunikasi menjadi
bagian yang sangat esensial bagi kehidupan manusia.
Dewasa ini, konteks komunikasi tidak hanya sebatas pada menciptakan saling
pengertian antara satu dengan yang lainnya tetapi komunikasi juga merambah pada usaha
untuk menyatukan perbedaan yang ada. Hal tersebut disebabkan karena ketika
berkomunikasi dengan orang lain, manusia dihadapkan dengan bahasa-bahasa, dan
aturan-aturan, serta nilai-nilai yang berbeda, mengingat manusia adalah individu-individu
yang memiliki latar belakang budaya yang berlainan. Seperti yang dikemukakan oleh
Margarete Schwezer (dalam Mulyana dan Rahmat, 2003:215) bahwa perbedaan
antardaerah tersebut khusus dapat ditemukan dalam bahasa, struktur ekonomi, struktur
sosial, agama, norma-norma, gaya interaksi dan pemikiran, serta sejarah lokal.
Manusia dalam menjalin relasi untuk memperoleh pemahaman mengenai
perbedaan budaya tersebut, membutuhkan suatu proses komunikasi. Oleh karena itu
dengan adanya komunikasi yang terjalin antara masyarakat yang berbeda kebudayaan,
maka munculah suatu proses komunikasi yang disebut komunikasi antarbudaya, yang
diartikan sebagai komunikasi antara dua orang atau lebih yang berbeda latar belakang
kebudayaan (Liliweri, 2004:9).
Secara umum, tujuan komunikasi antarbudaya adalah untuk menyatakan identitas
sosial dan menjembatani perbedaan antarbudaya melalui perolehan informasi baru,
mengurangi tingkat ketidakpastian serta mempelajari sesuatu yang baru yang tidak
pernah ada sebelumnya dalam kebudayaan. Komunikasi antarbudaya yang intensif dapat
mengubah persepsi dan sikap orang lain.
Perbedaan latar belakang budaya seringkali menjadi kendala dalam proses
komunikasi antarbudaya. Hal ini disebabkan adanya ukuran nilai baik-buruk dan benar
salah dari suatu kelompok yang berbeda budaya. Untuk mengatasi kendala tersebut, dapat
dilakukan melalui proses adaptasi, yang merupakan penyesuaian terhadap nilai-nilai
sosial budaya baru. Proses adaptasi akan berhasil apabila didahului dengan proses
mempelajari nilai-nilai sosial budaya dari kelompok lain.
Budaya yang dimaksud tidak hanya sebatas pada perbedaan suku, ras maupun
agama tetapi juga berkaitan dengan perbedaan lingkungan sosial, kebiasaan, nilai dan
norma yang berlaku diantara individu yang berasal dari lingkungan yang berbeda-beda.
Oleh karena itulah proses adaptasi sangat penting dalam komunikasi antarbudaya.
Kabupaten Kupang merupakan salah satu kabupaten/kota dalam wilayah Propinsi
Nusa Tenggara Timur. Seperti daerah – daerah lain pada umumnya, Kabupaten Kupang
memiliki masyarakat yang majemuk. Dikatakan demikian karena selain masyarakat asli
Timor juga terdapat masyarakat pendatang dari berbagai pelosok daerah di NTT maupun
luar NTT. Dalam kondisi masyarakat yang majemuk ini, tentunya konflik bisa saja
terjadi, mengingat individu dalam komunitas ini berasal dari latar belakang budaya yang
berbeda-beda. Konflik biasanya sering timbul akibat adanya miskomunikasi antara
masyarakat pendatang dan masyarakat asli karena adanya latar belakang bahasa yang
berbeda. Sehingga sering menimbulkan ketegangan-ketegangan kecil seperti tidak
bertegur sapa antara satu dengan yang lainnya. Namun, sebagai masyarakat pendatang,
tentunya harus mampu
berinteraksi dan beradaptasi dengan masyarakat asli Timor.
Masyarakat pendatang yang berasal dari berbagai daerah di NTT maupun luar NTT ini
ada yang tidak menetap atau yang hanya untuk melanjutkan studi di Kupang dan ada
yang menetap atau yang sudah berdomisili terutama mereka yang mengadu nasib dengan
mencari sumber penghidupan/bekerja di Kupang. Hal ini dapat dilihat pada kelompok
masyarakat
pendatang yang menetap di Desa Baumata Timur RT 008/RW 004
Kabupaten Kupang ini.
Masyarakat asli yang dimaksudkan di sini adalah masyarakat yang para leluhur
serta nenek moyangnya berasal dari daerah tersebut untuk beberapa generasi terakhir
sedangkan masyarakat pendatang adalah masyarakat yang berasal dari suku atau daerah
lain yang menetap baik hanya sementara ataupun menjadi penduduk tetap juga termasuk
mereka yang lahir serta bertumbuh di lingkungan tersebut namun leluhur serta nenek
moyangnya berasal dari suku lain. Masyarakat pendatang yang memiliki latar belakang
budaya yang berbeda – beda ini telah berinteraksi dengan masyarakat lokal yang juga
memiliki budaya yang berbeda. Maka secara otomatis akan terjalin proses komunikasi
antarbudaya di dalam komunitas tersebut, namun untuk mendukung proses komunikasi
antarbudaya diperlukan proses adaptasi dalam rangka menghindari permasalahan yang
mungkin akan terjadi akibat adanya perbedaan latar belakang budaya dan yang terpenting
adalah untuk mempermudah jalannya proses komunikasi antarbudaya.
Dalam pelaksanaan proses adaptasi komunikasi antarbudaya di antara kedua
komunitas yang hidup bersama di Desa Baumata Timur RT 008/RW 004 ini, tentunya
terjadi proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan. Dalam penyebaran unsur-unsur
kebudayaan ini terdapat tiga proses yakni symbiotic, asimilasi dan akulturasi.
Proses symbiotic dapat terjadi bilamana kedua golongan komunitas tersebut yakni
komunitas masyarakat pendatang dan masyarakat asli tidak saling mempengaruhi
sehingga bentuk dan kebudayaan itu masing-masing tidak berubah. Selain itu
kemungkinan lahirnya kebudayaan baru bisa saja terjadi bilamana golongan individu
dengan latar belakang yang berbeda sudah tinggal dan bergaul dalam waktu yang lama di
daerah tersebut. Selain itu, kebudayaan golongan yang berbeda itu, masing-masing
merubah sifatnya yang khas demi beradaptasi antar satu dengan yang lain. Keseluruhan
proses asimilasi ini terjadi, jika memang ada suatu kewajiban bagi masyarakat pendatang
bila ingin diterima dalam komunitas penduduk asli. Namun demikian tidak tertutup pula
perubahan atau penciptaan kebudayaan baru tersebut memang atas dasar keinginan
sendiri. Keseluruhan proses inilah yang dikenal dengan proses asimilasi.
Dilain pihak akulturasi kebudayaan pun dapat menjadi salah satu bagian dalam
proses
adaptasi komunikasi,
bila
masing-masing
golongan kebudayaan
tetap
mempertahankan kebudayaan mereka namun dapat pula menerima kebudayaan asing.
Proses seperti ini bisa terlihat dalam proses kehidupan sehari-hari masyarakat minoritas.
Kelompok masyarakat di RT 008/RW 004 Desa Baumata Timur kecamatan Taebenu
Kabupaten Kupang memiliki interaksi sosial yang dapat dikatakan cukup baik. Hal
tersebut dapat dilihat dalam setiap momen – momen kemasyarakatan (pesta, gotong
royong, upacara keagamaan, kedukaan, dsb).
Berdasarkan uraian diatas maka penulis ingin melakukan penelitian dengan judul:
“Adaptasi Dalam Komunikasi Antarbudaya ( Studi Kasus pada Masyarakat pendatang
dari suku-suku di Flores, di Desa Baumata Timur RT 008/RW 004 ).
1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah: “Bagaimana proses adaptasi komunikasi antarbudaya masyarakat
pendatang dari suku-suku di Flores dengan masyarakat lokal di Desa Baumata Timur RT
008/RW 004?”
1.3
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui proses
adaptasi komunikasi antarbudaya masyarakat pendatang dari suku-suku di Flores dengan
masyarakat lokal di Desa Baumata Timur RT 008/RW 004.
1.4
Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran pada
Ilmu Komunikasi dalam melakukan penelitian tentang proses adaptasi sebagai
interaksi komunikasi antarbudaya pada kelompok masyarakat majemuk.
1.4.2 Kegunaan Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini dapat berguna bagi peneliti lain yang
ingin melakukan penelitian mengenai proses adaptasi dalam komunikasi
antarbudaya.
1.5
Kerangka Pemikiran, Asumsi, dan Hipotesis
1.5.1 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran penelitian adalah penalaran yang dikembangkan dalam
memecahkan masalah penelitian ini. Kerangka pemikiran pada dasarnya
menggambarkan jalan pikiran dan landasan rasional dari pelaksanaan penelitian
tentang adaptasi dalam komunikasi antarbudaya (studi kasus pada masyarakat
pendatang dari suku-suku di Flores yang menetap di Desa Baumata Timur RT
008/RW 004 ).
Dewasa ini, peradaban manusia telah berkembang demikian kompleksnya.
Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup berkelompok dan berkomunikasi
dengan sesamanya, juga sebagai individu-individu dengan latar belakang budaya
yang berlainan. Sebagai makhluk sosial tentunya saling bertemu, baik secara tatap
muka maupun melalui media komunikasi. Hal ini menimbulkan anggapan bahwa
sekarang ini komunikasi antarbudaya semakin penting dan semakin vital.
Komunikasi antarbudaya merupakan proses komunikasi yang melibatkan
orang-orang dari latar belakang budaya yang berbeda-beda. Jadi, dapat dikatakan
komunikasi antarbudaya dapat terjadi bila produsen pesan (komunikator) adalah
anggota budaya dan penerima pesannya (komunikan) adalah anggota budaya lain.
Namun dalam pelaksanaannya, proses komunikasi antarbudaya tersebut
tentu menemui banyak kendala. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan latar
belakang budaya yang menghalangi jalannya interaksi. Untuk itu proses adaptasi
sangat diperlukan untuk mendukung proses komunikasi yang terjalin antara orang
– orang yang berbeda latar belakang budaya tersebut. Namun proses adaptasi
dalam interaksi tersebut tidak menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan
dari masing-masing penghayat budaya. Dengan kata lain, yang terjadi dalam
interaksi antarbudaya tersebut adalah saling menerima dan mempengaruhi tanpa
menghilangkan kebudayaan itu sendiri.
Dari uraian tersebut, maka kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut :
Gambar I
Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian
Komunikasi Antarbudaya
Masyarakat
Pendatang
Adaptasi
 Symbiotic
 Akulturasi
 Asimilasi
Masyarakat Asli
1.5.2 Asumsi
Adapun asumsi yang dipegang oleh peneliti adalah bahwa dua komunitas
yang berbeda budaya dapat saling mempengaruhi.
1.5.3 Hipotesis
Hipotesis merupakan pendapat atau kesimpulan sementara terhadap hasil
penelitian yang akan dilakukan. Dengan kata lain suatu pendapat yang kita
gunakan untuk mengetahui kenyataan yang sebenarnya dari sesuatu hal yang
belum terbukti kebenarannya.
Jadi hipotesis yang dapat peneliti rumuskan pada penelitian ini adalah dua
komunitas yang berbeda budaya dapat saling mempengaruhi tetapi tidak
mengubah kepribadian kebudayaan masing-masing penghayat budaya.
Download