III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pikir

advertisement
III. METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Pikir
Proses penetapan besaran subsidi harga listrik melalui proses yang panjang
antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI). Berbagai
pertimbangan telah diperhitungkan pemerintah dalam menetapka n nilai subsidi
listrik baik secara politik maupun dampak kebijakan subsidi listrik tersebut,
dampak positif maupun negatif. Kebijakan penetapan besaran subsidi akan
berimplikasi pada besarnya harga jual tenaga listrik. Penetapan harga jual ini
selanjutnya akan berpengaruh pada produksi dan konsumsi tenaga listrik. Ini
dikarenaka n subsidi yang dikeluarkan pemerintah, selain untuk konsumen tenaga
listrik juga disertai margin keuntungan yang diberikan kepada perusahaan
penyedia tenaga listrik.
Secara lebih luas, penetapan harga jual tenaga listrik juga akan berdampak
pada harga-harga barang di masyarakat karena listrik telah menjadi salah satu
sumber energi utama dalam menggerakan roda perekonomian. Sehingga
penetapa n harga jual tenaga listrik ini akan berdampak luas pada berbagai aspek
perekonomian seperti tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi, pengangguran,
bahkan perdagangan antar negara.
Berputarnya
roda
perekonomian,
selanjutnya
akan
meningkatkan
kesempatan kerja yang disertai peningkatan pendapatan. Perubahan pendapatan
ini, peruba han harga- harga, serta campur tangan pemerintah secara bersama-sama
maupun sendiri-sendiri aka n mempengaruhi tingkat kemiskinan.
38
3.2. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang akan diuji dalam disertasi ini adalah:
1. Subsidi harga diduga dapat memperbaiki kinerja perekonomian, diantaranya
menekan inflasi,
meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
meningkatkan
kesempatan kerja, dan menurunkan tingkat kemiskinan di desa maupun di
kota.
2. Kenaikan harga barang input produksi listrik akan meningkatkan biaya
produksi perusahaan penyedia tenaga listrik, yang dapat memperburuk kinerja
perekonomian serta meningkatkan kemiskinan.
3. Efisiensi di perusahaan penyedia tenaga listrik dapat menurunkan biaya
operasi dan daya jual tenaga listrik, serta dapat memperbaiki kinerja
pereko nomian.
3.3. Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif dan analisis model ekonometrika. Analisis deskriptif akan digunakan
untuk menggambarkan kondisi kelistrikan di Indonesia selama periode 19902010, seperti tingkat produksi dan konsumsi tenaga listrik, biaya operasional
perusahaan penyedia tenaga listrik, tarif listrik, subsidi listrik, dan tingkat
kemiskinan. Sedangkan model ekonometrika digunakan untuk mengidentifikasi
faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi nilai subsidi listrik di Indonesia dan
bagaimana dampaknya
terhadap
tingkat kemiskinan.
Selain
itu model
ekonometrika juga akan digunakan untuk menguji berbagai kejadian atau skenario
yang dapat terjadi terkait sektor kelistrikan melalui simulasi-simulasi.
39
ICP
Kebijakan Moneter
Kebijakan Fiskal
Nilai Tukar Rp/US$
Pengeluaran
Pemerintah
Penerimaan
Pemerintah
Dampak Positif:
- Meningkatkan daya
beli
- Stabilisasi harga
(inflasi)
Pertimbangan:
- UU
- Politik
- Nilai Tukar Rp/US$
- APBN
- Daya beli
masyarakat
terhadap tenaga
Penetapan Harga Jual
Tenaga Listrik (TDL)
Dampak Negatif:
- Inefisiensi
- Kemampuan APBN
menurun
- Distorsi pasar
- Ketidakadilan
Kinerja
Perekonomian
Produksi Tenaga
Listrik
Inflasi
Pertumbuhan
Ekonomi
Pengangguran
Neraca
Pembayaran
Kesempatan
Kerja
Gambar 5.
Konsumsi Listrik
Subsidi Harga
Listrik
Upah Tenaga
Kerja
Kemiskinan
Kerangka Pemikiran Dampak Subsidi Harga Listrik terhadap
Kemiskinan
40
3.3.1. Model Ekonometrika
Menurut Koutsoyiannis (1977), model ekonometrika adalah suatu model
yang menggambarkan hubungan antara variabel endo gen (endogenous variables)
dengan variabe l pe njelasnya (explanatory variables). Model ekonometrik dapat
digunakan untuk: (i) alat analisis, seperti pengujian suatu teori ekonomi, (ii)
penetapan kebijakan, berdasar nilai estimasi parameter, dan (iii) peramalan
da mpak, yaitu de ngan melakuka n perlakuan tertentu pada suatu variabe l untuk
mempredisi ekonomi mendatang.
Suatu model dianggap baik apabila memenuhi kriteria ekonomi
(theoritically meaningfull), terutama tanda dan besaran (magnitude and sign)
estimasi dari parameter yang dihasilkan. Dari sudut pandang statistik, model yang
baik dapat dilihat dari tingkat derajat ketepatan (goodness of fit) dan memuaskan
(statistically satisfactory). Sedangkan menurut kriteria ekonometrika model yang
baik dapat dilihat apakah estimasi parameter unbiasedness, efficieny, consistency,
dan sufficiency.
Model yang dibangun dalam penlitian ini adalah model untuk
menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi besarnya subsidi listrik di
Indo nesia. Banyak faktor yang mempengaruhi subsidi listrik, dalam penelitian ini
akan fokus dengan variabel-variabel ekonomi yang dominan yang mempengaruhi
besar kecilnya subsidi listrik.
Bentuk umum model ekonometrika secara operasional dirumuskan dalam
bentuk sebagai berikut:
Yt = β 0 + β1Yt * + β 2 X t + β 3 X t − j + β 4 Z t + β 5 Z t − j + β 6Yt − j + ut
dimana
Yt
= variabel endogen pada periode t
41
Y* t
= variabel endogen penjelas pada periode t
Xt
= variabel eksogen pada periode t
Xt-j
= variabel eksogen pada periode t-j
Zt
= variabel kebijakan pada periode t
Zt-j
= variabel kebijakan pada periode t-j
Yt-j
= variabel endogen pada periode t-j
ut
= faktor pengganggu
β0
= konstanta
β 1 ,., β6 = parameter
Nilai elastisitas jangka pendek dan jangka panjang dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
Xj
Elastisitas jangka pendek: ε j = βˆ j
Yj
Elastisitas jangka panjang: η j =
3.3.1.1.
εj
(1 − β 6 )
Persamaan Struktural dan Identitas
Model subsidi listrik di Indo nesia yang dibangun dalam penelitian ini
terdiri da ri 56 persamaan, dimana 29 persamaan merupakan persamaan struktural
dan 27 persamaan adalah persamaan identitas. Semua persamaan dikelompokkan
ke dalam 8 blok, yaitu (1) Blok Produksi Tenaga Listrik, (2) Blok Konsumsi
Tenaga Listrik, (3) Blok Subsidi, (4) Blok Harga Jual tenaga Listrik, (5) Blok
Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah, (6) Blok Perekonomian, (7) Blok
Tenaga Kerja, dan (8) Blok Kemiskinan. Keterkaitan antarblok dapat dilihat pada
Gambar 6, sedangkan ringkasan model subsidi listrik dapat dilihat pada Lampiran
2.
42
BLOK
KONSUMSI
BLOK PRODUKSI
TENAGA
BLOK HARGA
JUAL TENAGA
BLOK SUBSIDI
HARGA LISTRIK
BLOK
PEREKONOMIAN
BLOK TENAGA
KERJA
BLOK PENERIMAAN
DAN
PENGELUARAN
BLOK
KEMISKINAN
Gambar 6. Keterkaitan Antarblok Model Subsidi Harga Listrik di Indonesia
Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa subsidi listrik dipengaruhi oleh
ke mampuan pemerintah untuk memba yarnya da n juga besarnya tenaga listrik
yang diproduksi. Subsidi listrik yang ditetapkan akan berdampak pada besarnya
harga yang akan dikenakan kepada pelanggan. Harga jual ini akan mempengaruhi
tingkat konsumsi tenaga listrik, dan juga kinerja ekonomi terutama tingkat inflasi.
Perubahan harga ini secara langsung akan mempengaruhi proses produksi.
Adanya perubahan tingkat produksi akan mempengaruhi tingkat kebutuhan tenaga
kerja dan juga tingkat upah. Selanjutnya tingkat kesempatan kerja, upah, inflasi,
dan juga campur tangan pemerintah akan mempengaruhi tingkat kemiskinan. Dari
Gambar 6 tersebut juga dapat dilihat pentingnya peran serta pemerintah.
Sebagaimana negara-negara berkembang yang lain, di Indonesia peranan
pemerintah sangat penting baik dalam menggerakkan roda perekonomian maupun
program pengentasan kemiskinan.
43
Adapun penjelasan secara lengkap untuk setiap persamaan akan diuraikan
pada bagian di bawah ini.
1.
Blok Produksi Tenaga Listrik
a.
Produksi Tenaga Listrik
Secara keseluruhan produksi tenaga listrik berasal dari tenaga listrik yang
dibangkitkan sendiri dan pembangkit sewa ditambah tenaga listrik yang dibeli
dari listrik swasta (Independent Power Produser). Prod uks i tenaga listrik yang
diproduksi sendiri diproksi dengan banyaknya konsumsi bahan bakar minyak
(QBBM), batubara (QBTB), da n gas alam (QGAS). Persamaan tenaga listrik yang
diproduksi sendiri (PRODSDR) dapat dirumuskan sebagai berikut:
PRODSDRt = a 0 + a1 QBBM t + a2 QBTBt + a3 QGAS t +
a 4 PRODSDRt-1 + u1t ..............................................
(3.1)
Tanda dan besaran yang diharapkan dari estimasi parameter: a 1 , a 2 , a 3 > 0 dan 0 <
a 7 < 1.
Bahan bakar minyak (BBM), batubara, dan gas alam merupakan bahan
bakar utama yang digunakan untuk membangkitkan tenaga listrik. Konsumsi
bahan bakar tersebut sangat dipengaruhi oleh jumlah atau kuantitas bahan bakar
dan harganya. Jumlah konsumsi BBM dipengaruhi oleh harganya (PBBM) dan
tenaga listrik yang diproduksi sendiri (PRODSDR). Jumlah konsumsi batubara
dipengaruhi oleh harganya (PBTB), tenaga listrik yang diproduksi sendiri
(PRODSDR), dan harga BBM. Sedangkan konsumsi gas alam dipengaruhi oleh
harga nya (PGAS), tenaga listrik yang diproduksi sendiri (PRODSDR), jumlah
konsumsi BBM, dan konsumsi batubara. Lonjakan harga minyak mentah dunia
44
tahun 2008 juga diduga mempengaruhi konsumsi bahan bakar-bahan bakar
tersebut. Persamaan konsumsi BBM, batubara, dan gas alam dapat dirumuskan
sebagai berikut:
QBBM t = b 0 + b1 PBBM t + b2 PRODSDRt + b 3 D08 +
b 4 QBBM t-1 + u2t ............................................................
(3.2)
QBTBt = c 0 + c1 PBTBt + c 2 PRODSDRt + c3 PBBM t +
c 4 D08 + c5 QBTBt-1 + u3t ................................................
(3.3)
QGAS t = d0 + d1 PGASt + d2 PRODSDRt + d 3 QBBM t +
d 4 QBTBt + d5 D08 + u4t ..................................................
(3.4)
Tanda dan besaran yang diharapkan dari estimasi parameter: b 1 , c 1 , d1 , b3 , d3 , d4
< 0; b 2 , c2 , d2 , c3 > 0; dan 0 < b 4 , c 5 < 1.
Harga BBM sendiri dipengaruhi oleh harga minyak mentah Indonesia atau
Indonesian Crude Oil Price (ICP) dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika
Serikat (KURS). Harga batubara dipengaruhi harga dunia batubara (PDBTB) dan
nilai tukar rupiah terhadap do lar Amerika Serikat. Sedangkan harga gas alam
dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dan harga
BBM. Melonjaknya harga minyak mentah dunia pada tahun 2008 juga
diperkirakan mempengaruhi harga BBM dan batubara dalam negeri. Sedangkan
kr isis ekonomi tahun 1998 mempengaruhi harga gas alam. Persamaan harga
BBM, batubara, dan gas alam dapat dirumuskan sebagai berikut:
45
PBBM t = e 0 + e1 ICPt + e 2 KURS t + e3 D08 + e 4 PBBM t-1 + u5t ...............
(3.5)
PBTBt = f0 + f1 PDBTBt + f2 KURS t + f3 PBBM t + f4 PBTBt-1 + u6t .......
(3.6)
PGAS t = g0 + g1 KURS t + g2 PBBM t + g3 D98 + g4 PGAS t-1 + u7t ..........
(3.7)
Tanda dan besaran yang diharapkan dari estimasi parameter: e 1 , f1 , g1 , e 2 , f2 , g2 ,
f3 > 0; e 3 , g3 > 0; dan 0 < e 4 , f4 , g4 < 1.
Persamaan nilai konsumsi BBM, batubara, dan gas alam adalah persamaan
identitas yang merupaka n perka lian jumlah ba han bakar de ngan harganya.
Persamaan nilai konsumsi BBM (CBBM), batubara (CBTB), dan gas alam
(CGAS) dapat dirumuskan sebagai berikut:
CBBM t = QBBM t * PBBM t ................................................................
(3.8)
CBTBt = QBTBt * PBTBt ....................................................................
(3.9)
CGAS t = QGAS t * PGAS t ..................................................................
(3.10)
Sebagian produksi tenaga listrik adalah tenaga listrik yang dibeli dari
perusahaan lain. Besarnya tenaga listrik yang dibeli dari pihak lain dipengaruhi
oleh tenaga listrik yang diprod uks i sendiri, tenaga listrik yang terjual, dan
besarnya listrik yang hilang atau susut (SUSUT). Melonjaknya harga minyak
mentah dunia tahun 2008 dan kebijakan perluasan pelanggan bersubsidi juga
46
diduga mempengaruhi besarnya tenaga listrik yang dibeli. Persamaan tenaga
listrik yang dibeli dari pihak lain (TLBELI) dapat dirumuskan sebagai berikut :
TLBELI t = h0 + h1 PRODSDRt + h2 TLJUALt + h3 SUSUTt +
h4 D08 + h5 D05 + h6 TLBELI t-1 + u8t ...........................
(3.11)
Tanda dan besaran yang diharapkan dari estimasi parameter: h1 , h4 , h5 < 0; h2 , h3
> 0; dan 0 < h6 < 1.
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa total produksi tenaga listrik adalah
penjumlahan tenaga listrik yang diproduksi sendiri dengan tenaga listrik yang
dibeli. Sehingga produksi tenaga listrik total (PRODTL) dapat dirumuskan
sebagai berikut:
PRODTLt = PRODSDRt + TLBELI t .................................................
(3.12)
b. Biaya Pokok Penyediaan Ene rgi Listrik
Biaya pokok penyediaan (BPP) adalah biaya penyediaan tenaga listrik
mulai
dari
pembangkitan,
penyaluran
(transmisi)
sampai
dengan
pendistribusiannya ke pelanggan. Dalam menghitung biaya pokok penyediaan
tenaga listrik, PT PLN (persero) menggunakan komponen-komponen yang
meliputi: biaya pembelian tenaga listrik termasuk sewa pembangkit, biaya bahan
bakar (BBM, gas alam, panas bumi, batubara, minyak pelumas, dan biaya
retribusi air permukaan), biaya pemeliharaan, biaya kepegawaian, biaya
administrasi, penyusutan aktiva tetap operasional, dan biaya pinjaman yang
digunakan untuk penyediaan energi listrik. Berdasarkan data PT PLN (persero),
47
lebih dari 50 pe rsen biaya operasional digunakan untuk biaya bahan bakar, diikuti
biaya untuk pembelian listrik dari pihak lain termasuk sewa pembangkit. Dalam
penelitian ini biaya operasional perusahaan penyedia tenaga listrik yang akan
digunakan untuk menghitung biaya pokok penyediaan (BPP) diproksi dengan
besarnya energi listrik yang dibeli dari pihak lain (TLBELI), biaya bahan bakar,
dan biaya lainnya (CLAIN). Biaya bahan bakar akan difokuskan pada konsumsi
BBM (CBBM), batubara (CBTB), dan gas alam (CGAS). Hal ini dilakukan
karena selain ketiga jenis bahan bakar tersebut seperti panas bumi nilainya relatif
kecil, sedangkan untuk biaya retribusi air permukaan relatif konstan dan sangat
tergantung faktor alam. Krisis ekonomi yang menimpa Indonesia sejak
pertengahan tahun 1997 juga diduga sangat berpengaruh terhadap besarnya biaya
operasional perusahaan penyedia tenaga listrik. Ini terjadi karena pada saat krisis
harga-harga barang naik tajam da n nilai tukar rupiah terhadap berbagai mata uang
asing mengalami koreksi yang cukup dalam, sementara pendapatan riil
masyarakat mengalami penurunan. Lonjakan harga minyak dunia tahun 2008
juga dipercaya mempengaruhi biaya operasional perusahaan karena penggunaan
BBM oleh perusahaan penyedia tenaga listrik yang masih cukup tinggi.
Persamaan total biaya operasi produksi tenaga listrik (BOP) adalah:
BOP t = i0 + i1 TLBELI t + i2 CBBM t + i3 CBTBt + i4 CGAS t +
i5 CLAIN t + i6 D05 + i7 BOPt-1 + u9t ...............................…
(3.13)
Tanda dan besaran yang diharapkan dari estimasi parameter: i 1 , i2 , i3 , i4 , i5 > 0 dan
0 < i7 < 1.
48
Biaya pokok penyediaan energi listrik per kWh dihitung berdasar nilai
total biaya operasional dibagi dengan total kWh yang terjual. Persamaan biaya
pokok penyediaan energi listrik per kWh adalah:
BPP t = BOPt / TLJUALt …...........................................…………..... (3.14)
2.
Blok Kons umsi Tenaga Listrik
PT PLN (Persero) membagi pelanggan menjadi enam kelompok yaitu
rumah tangga, industri, bisnis, sosial, gedung kantor pemerintahan, dan
penerangan jalan umum. Dalam penelitian ini kelompok pelanggan hanya dibagi
menjadi tiga kelompok yaitu rumah tangga, industri, dan lainnya. Pengelompokan
ini didasarkan pada besarnya konsumsi listrik oleh setiap kelompok pelanggan,
dimana rumah tangga dan industri merupakan pemakai energi listrik utama di
Indo nesia.
Pelanggan rumah tangga mengkonsumsi energi listrik sebesar 40.83
persen dari total konsumsi listrik nasional, diikuti pelanggan industri sebesar
34.58 persen, dan sisanya dikonsumsioleh pelanggan bisnis, lembaga- lembaga
sos ial, dan kantor pelayanan publik seperti kantor-kantor pemerintah dan
penerangan jalan umum. Konsumsi energi listrik untuk rumah tangga diproksi
dengan harga jual energi listrik untuk pelanggan rumah tangga (HJTLRT), jumlah
pelanggan rumah tangga (PELRT) da n produk domestik bruto (PDB) per kapita
(PDBKPT). Konsumsi listrik oleh ka langan industri diprok si de ngan harga jual
energi listrik untuk industri (HJTLIND), PDB sektor industri (PDBI), dan jumlah
pelanggan industri (PELIND). Sedangkan konsumsi energi listrik untuk
pelanggan lainnya diproksi dengan rata-rata harga jual tenaga listrik (HJTLOTH),
PDB selain sektor industri (PDBL), da n jumlah pelanggan lainnya (PELOTH).
49
Krisis eko nomi yang melanda Indo nesia dengan puncaknya terjadi pada tahun
1998 menyebabkan penurunan pendapatan riil masyarakat dan banyak perusahaan
dan bisnis ba ngkrut. Hal tersebut tentunya aka n berpengaruh terhadap konsumsi
energi listrik secara komulatif. Perluasan pe langga n yang mendapatka n subsidi
pada tahun 2005 diperkirakanjuga mendorong peningkatan konsumsi listrik
karena harga listrik menjadi lebih murah da ri yang seharusnya. Krisis keuangan
global yang dimulai dari Amerika Serikat sejak pertengahan tahun 2008 (D 09 ) dan
diikuti negara- negara lain sepe rti Jepa ng da n negara- negara ka wasan Eropa
mempengaruhi industri dan bisnis dalam negeri terutama yang berorientasi
ekspor. Penurunan ekspor ke negara-negara tersebut menyebabkan penurunan
produksi dan barang-barang penunjang lainnya seperti kebutuhan energi listrik.
Persamaan konsumsi energi listrik untuk pelanggan rumah tangga (CLISRT),
industri (CLISIND), dan lainnya (CLISOTH) dapat dirumuskan sebagai berikut:
CLISRTt = j 0 + j1 HJTLRTt + j 2 PELRTt + j 3 PDBKPTt +
j 4 D98 + j 5 CLISRTt-1 + u10t .........................................
(3.15)
CLISINDt = k 0 + k1 HJTLINDt + k 2 PDBI t + k 3 PELIND t +
k 4 D98 + k5 D09 + k6 CLISINDt-1 + u11t ....................
(3.16)
CLISOTHt = l0 + l1 HJTLOTHt + l2 PDBLt + l3 PELOTHt +
l4 D05 + l5 D08 + u12t ......,,.........................................
(3.17)
50
Tanda dan besaran yang diharapkan dari estimasi parameter: j 1 , k 1 , l1 < 0; j 2 , k2 ,
l2 , j 3 , k 3 , l3 > 0; dan 0 < j 6 , k 6 < 1.
Jumlah tenaga listrik yang terjual adalah persamaan identitas yang
merupakan penjumlahan tenaga listrik yang dikonsumsi rumah tangga, industri,
dan pelanggan lainnya. Persamaan jumlah tenaga listrik yang terjual (TLJUAL)
dapat dirumuskan sebagai berikut:
TLJUALt = CLISRTt + CLISINDt + CLISOTH t
.............................
(3.18)
Sementara jumlah tenaga listrik yang hilang atau susut (SUSUT) adalah
persamaan identitas yang merupakan selisih dari produksi tenaga listrik dengan
tenaga listrik yang terjual dan dipakai sendiri, dan dirumuskan sebagai berikut:
SUSUTt = PRODTLt – (TLJUALt + CLISDRt ) ................................
(3.19)
3.
Blok Subsidi Listrik
Selain pertimbangan politik, besarnya subsidi listrik juga sangat ditentukan
besarnya kemampuan anggaran pemerintah. Anggaran pemerintah tersebut
ditentukan penerimaan pemerintah baik dari pajak maupun sumber-sumber
penerimaan lainnya. Subsidi harga listrik per kWh baik untuk pelanggan rumah
tangga, industri, maupun pelanggan lainnya diproksi dengan jumlah penerimaan
pemerintah (PENPEM). Lonjakan harga minyak mentah dunia pada tahun 2008
juga diperkirakan mempengaruhi besarnya subsidi listrik karena tidak adanya
kebijakan menaikan tarif listrik. Persamaan subs idi harga listrik pe r kW h untuk
pelanggan rumah tangga (SUBPRT), industri (SUBPIND), dan pelanggan lainnya
(SUBPOTH) dirumuskan sebagai berikut:
51
SUBPRTt = m0 + m1 PENPEM t + m2 D08 + m3 SUBPRTt-1 + u13t ......
(3.20)
SUBPIND t = n0 + n1 PENPEM t + n2 D08 + n3 SUBPINDt-1 + u14t ......
(3.21)
SUBPOTHt = o 0 + o 1 PENPEM t + o2 D08 + o 3 SUBPOTHt-1 + u15t ...
(3.22)
Tanda dan besaran yang diharapkan dari estimasi parameter: m1 , n1 , o1 > 0 dan 0
< m3 , n3 , o 3 < 1.
Nilai subsidi yang harus ditanggung pemerintah adalah persamaan
identitas yang merupakan perkalian subsidi harga listrik per kWh dengan jumlah
konsumsi tenaga listrik untuk setiap golongan pelanggan. Persamaan besarnya
subsidi listrik untuk pelanggan rumah tangga (SUBRT0, industri (SUBIND0 dan
pelanggan lainnya (SUBOTH) dapat dirumuskan sebagai berikut:
SUBRTt = SUBPRTt * CLISRTt / 1000 .............................................
(3.23)
SUBINDt = SUBPINDt * CLISINDt / 1000 .......................................
(3.24)
SUBOTHt = SUBPOTHt * CLISOTHt / 1000 ....................................
(3.25)
SUBLSTRt = SUBRTt + SUBINDt + SUBOTHt ...............................
(3.26)
4.
Blok Harga Jual Tenaga Listrik
Perusahaan penyedia tenaga listrik tidak dapat menaikka n harga sesuai
keinginan sendiri atau sesuai mekanisme pasar karena listrik telah menguasai
52
hajat hidup orang banyak. Pemerintah ikut campur tangan dalam menentukan
besarnya tarif listrik yang akan dikenakan kepada pelanggan. Dalam Undangundang nomor 30 tahun 2009 tentang ketenagalistrikan dengan jelas disebutkan
bahwa yang menetapkan tarif tenaga listrik adalah pemerintah dengan persetujuan
DPR-RI.
Besarnya harga jual tenaga listrik untuk setiap golongan pelanggan
ditetapkan berbeda-beda dengan mempertimbangkan aspek keadilan, daya beli
masyarakat, biaya produksi, dan efisiensi pengusahaan. Dalam penelitian ini,
harga jual energi listrik untuk rumah tangga merupakan persamaan identitas yang
merupakan selisih antara harga pokok penyediaan tenaga listrik per kWh
(termasuk margin) dengan subsidinya. Persamaan rata-rata harga jual energi listrik
untuk rumah tangga (HJTLRT), industri (HJTLIND), dan lainnya (HJTLOTH)
ada lah:
HJTLRTt = (1 + m t ) BPP t
– SUBPRTt
............................................
(3.27)
HJTLINDt = (1 + mt ) BPP t – SUBPIND t
.........................................
(3.28)
HJTLOTHt = (1 + mt ) BPP t – SUBPOTH t
.......................................
(3.29)
Rata-rata harga jual tenaga listrik adalah persamaan identitas yang
merupaka n rata-rata tertimbang dari tarif listrik setiap golongan pelanggan yang
dirumuskan sebagai berikut:
AVHJTL t =
5.
HJTLRTt × CLISRTt + HJTLINDt × CLISINDt + HJTLOTH t × CLISOTH t
CLISRTt + CLISINDt + CLISOTH t
Blok Penerimaa n dan Penge luaran Pemerintah
(3.30)
53
Penerimaan pemerintah berasal dari pajak dan non pajak. Besarnya
penerimaan pemerintah dari pajak diproksi dengan PDB tahun sebelumnya dan
inflasi. Persamaan penerimaan pemerintah dari pajak (PENPJK)dapat dirumuskan
sebagai berikut:
PENPJK t = p 0 + p 1 PDBt-1 + p2 INFLASI t + p3 D98 +
p 4 PENPJKt-1 + u16t ................................................
(3.31)
Tanda dan besaran yang diharapkan dari estimasi parameter: p 1 , p 2 > 0 dan 0 < p 4
< 1.
Total penerimaan pemerintah adalah persamaan identitas yang merupakan
penjumlahan penerimaan dari pajak dan penerimaan dari sumber-sumbe r lain.
Persamaan total penerimaan pemerintah (PENPEM) dirumuskan sebagai berikut:
PENPEM t = PENPJK t + PENNPJK t ..................................................
(3.32)
Sementara dari sisi pengeluaran terbagi menjadi dua, yaitu pengeluaran
untuk subsidi listrik dan belanja lainnya. Belanja lainnya dipengaruhi oleh jumlah
penerimaan pemerintah dan IHK. Krisis keuangan global juga berpengaruh
terhadap belanja selain subsidi. Persamaan belanja selain subsidi (BLJLAIN)
dapat dirumuskan sebagai berikut:
BLJLAIN t = q 0 + q 1 PENPEM t + q2 IHKt + q3 D09 +
q 4 BLJNSUBt-1 + u17t .............................................
(3.33)
Tanda dan besaran yang diharapkan dari estimasi parameter: q 1 > 0; q 2 < 0; da n 0
< q 4 < 1.
54
Sedangkan nilai total pengeluaran pemerintah (GOVEXP) adalah
persamaan ide ntitas yang merupaka n pe njumlahan pe ngeluaran untuk subsidi
listrik dan belanja lainnya, dan dirumuskan sebagai berikut:
GOVEXP t = SUBLSTRt + BLJLAIN t ...............................................
(3.34)
6.
Blok Perekonomian
Blok ini terdiri dari enam persamaan struktural, yaitu persamaan konsumsi
rumah tangga selain utuk listrik, persamaan investasi, ekspor, impor, nilai tukar
rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, dan persamaan indeks harga konsumen.
Selain itu juga ada enam persamaan identitas, yaitu konsumsi rumah tangga untuk
listrik, total konsumsi rumah tangga, nilai PDB, PDB riil, laju pertumbuhan
ekonomi, dan tingkat inflasi.
i.
Konsumsi
Pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi terbagi menjadi dua yaitu
pengeluaran untuk konsumsi listrik dan pengeluaran untuk konsumsi lainnya.
Pengeluaran untuk konsumsi listrik (CONLIS) adalah persamaan identitas yang
merupakan perkalian antara harga jual tenaga listrik dengan konsumsi tenaga
listriknya, dan dirumuskan sebagai berikut:
CONLIS t = HJTLRTt *CLISRTt + HJTLINDt *CLISINDt +
HJTLOTH t *CLISOTHt
...................................................
(3.35)
Total konsumsi selain listrik (CONLAIN) diproksi dengan PDRB per
kapita dan tingkat inflasi dan dirumuskan sebagai berikut:
CONLAIN t = r0 + r1 PDBKPTt + r 2 INFLASI t + r 3 D98 + r 4 D08 +
55
r 5 CONLAIN t-1 + u18t
............................................
(3.36)
Tanda dan besaran yang diharapkan dari estimasi parameter: r 1 , r 2 > 0 dan 0 < r 5
< 1.
Total konsumsi rumah tangga (CONRT) adalah persamaan identitas yang
merupakan penjumlahan total pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi listrik
dan total pengeluaran lainnya dan dirumuskan sebagai berikut:
CONRTt = CONLIS t + CONLAIN t
.................................................
(3.37)
ii. Investasi
Nilai investasi diproksi dengan PDB dan tingkat suku bunga. Hajatan
nasional berupa pemilu yang memilih anggota legislatif dan presiden langsung
yang pertama kali tahun 2004 diduga mempengaruhi tingkat investasi di
Indo nesia. Persamaan investasi (INV) dapat dirumuskan sebagai berikut:
INV t = s 0 + s 1 PDBt + s 2 SKBGt + s3 D04 + s 4 INVt-1 + u19t ...................
(3.38)
Tanda dan besaran yang diharapkan dari estimasi parameter: s 1 > 0; s 2 < 0; dan 0
< s 4 < 1.
iii. Ekspor dan Impor
Nilai ekspor Indonesia diproksi dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar
Amerika Serikat. Sedangkan nilai impor dipengaruhi selain oleh kurs, juga oleh
tingkat inflasi da n jumlah pe nduduk (POP). Krisis eko nomi yang melanda
Indo nesia juga diduga mempengaruhi ekspor dan impor Indonesia. Persamaan
ekspor (EKSPOR) dan impor (IMPOR) dapat dirumuskan sebagai berikut:
56
EKSPORt = t 0 + t1 KURS t + t2 D98 + t3 EKSPORt-1 + u20t ...................
(3.39)
IMPORt = u0 + u1 INFLASI t + u2 KURSt + u3 POPt + u4 D98 +
u5 IMPORt-1 + u21t
....................................................
(3.40)
Tanda dan besaran yang diharapkan dari estimasi parameter: t 1 , u1 , u3 > 0; u2 < 0;
dan 0 < t 3 , u5 < 1.
iv. Produk Domestik Bruto
Produk domestik bruto (PDB), PDB riil, dan laju pertumbuhan eko nomi
adalah persamaan identitas dan dirumuskan sebagai berikut:
PDBt = CONRTt + INV t + GOVEXP t + EKS t - IMPt ........................
(3.41)
RPDBt = PDBt * 100/IHK t .................................................................
(3.42)
GROWTHt = (RPDBt – RPDBt-1 )/RPDBt-1 * 100 ..............................
(3.43)
PDBKPTt = PDBt /POPt
......................................................................
(3.44)
v.
Nilai Tukar dan Tingkat Inflasi
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat diproksi dengan indeks
harga konsumen (IHK) dan cadangan devisa yang dimiliki pemerintah (CADEV).
Sedangkan IHK dipengaruhi oleh suku bunga tabungan rata-rata (SKBG) dan
banyaknya uang yang beredar di tengah masyarakat (UANGBR), rata-rata harga
jual tenaga listrik (AVHJTL), harga BBM (PBBM), dan nilai tukar (KURS).
57
Krisis eko nomi yang melanda Indo nesia pada tahun 1997-1999 juga sangat
berpengaruh terhadap merosotnya nilai tukar rupiah da n meningkatnya inflasi.
Persamaan nilai tukar (KURS), da n indeks harga konsumen (IHK) adalah:
KURS t = v0 + v1 IHK t + v2 CADEVt + v3 D9799 + v4 KURS t-1 + u22t ...
(3.45)
IHK t = w0 + w1 SKBGt + w2 UANGBRt + w3 AVHJTLt + w4 PBBM t +
w5 KURS t + w6 D98 + w7 D02 + w8 D05 +
w9 IHK t-1 + u23t ................................................................
(3.46)
Tanda dan besaran yang diharapkan dari estimasi parameter: v1 , w2 , w3 , w4 , w5 >
0; v2 , w1 < 0; dan 0 < v4 , w9 < 1.
Sedangkan persamaan tingkat inflasi (INFLASI) dirumuskan sebagai
berikut:
INFLASI t = ( IHK t – IHKt-1 ) / IHK t-1 * 100 % .................................
(3.47)
Sementara suku bunga (SKBG) dipengaruhi oleh tingkat inflasi dan
dirumuskan sebagai berikut:
SKBGt = x0 + x1 INFLASI t + x2 D9799 + x3 SKBGt-1 + u24t ................
(3.48)
Tanda da n besaran yang diharapkan dari estimasi parameter: x1 > 0 dan 0 < x3 < 1.
7.
Blok Tenaga Kerja
Blok ini terdiri dari tiga persamaan struktural, yaitu jumlah penawaran
tenaga kerja, jumlah permintaan tenaga kerja, dan upah riil, serta satu persamaan
identitas yaitu jumlah pengangguran. Jumlah penawaran tenaga kerja diproksi
58
dengan upah riil tenaga kerja (RUPH), jumlah penduduk (POP), dan perubahan
belanja lain per tahun. Pemilu tahun 2004 dan krisis keuangan global tahun 2009
juga diduga mempengaruhi jumlah penawaran tenaga kerja. Sedangkan
permintaan tenaga kerja diproksi dengan tingkat upah riil dan PDB. Krisis
ekonomi tahun 1997-1999 juga diduga mempengaruhi tingkat permintaan tenaga
kerja. Sementara upah riil dipengaruhi oleh tingkat penawaran dan permintaan
tenaga kerja. Persamaan penawaran tenaga kerja (STK), perintaan tenaga kerja
(DTK), dan upah riil (RUPH) dirumuskan sebagai berikut:
STK t = y0 + y1 RUPHt + y2 POPt + y3 DBLJLAIN t + y4 D04 +
y5 D09 + y6 STKt-1 + u25t ................................................
(3.49)
DTK t
= z0 + z1 RUPHt + z2 PDBt + z3 D9799 + u26t .........................
(3.50)
UNEMPLt = STKt – DTK t .................................................................
(3.51)
RUPHt
= aa 0 + aa 1 STK t-1 + aa 2 DDTK t + aa 3 D98 +
aa 4 RUPHt-1
+
u27t
....................................................
(3.52)
Tanda dan besaran yang diharapkan dari estimasi parameter: y1 , y2 , y3 , z2 , aa 2 >
0; z1 , aa 1 < 0; dan 0 < y6 , aa 4 < 1.
8.
Blok Kemiskinan
Kemiskinan menjadi permasalahan mendasar di dunia terutama di negara-
negara berkembang seperti Indonesia. Oleh karena itu sangat penting mengetahui
dampak suatu kebijakan terhadap kemiskinan. Dalam penelitian ini, jumlah
59
penduduk miskin dibedakan menjadi dua yaitu penduduk miskin daerah perkotaan
dan penduduk miskin daerah pedesaan.
Jumlah penduduk miskin baik di daerah perkotaan diproksi dengan tingkat
inflasi, upah riil, da n jumlah pengangguran. Krisis ekonomi yang terjadi pada
tahun 1997 – 1999 diperkirakan telah menyebabkan banyak rakyat Indonesia
terjatuh dalam lembah kemiskinan. Sedangkan jumlah pe nduduk miskin di
60
PBBMt-1
PBBMt
PBTBt
PGAS t
CBTBt
CGAS t
PGAS t-1
ICPt
D08
CBBMt
BOPt
QBTBt-1
QBTBt
QBBMt
BOPt-1
QGAS t
QBBMt-1
BPPt
PRODSDRt
PRODSDRt-1
TLBELIt-1
TLBELIt
BLOK PRODUKSI
TEN AGA LISTRIK
CLISDRt
PRODTLt
D04
CLISINDt-1
D09
TLJUALt
SUSUTt
CLISRTt-1
D05
D98
CLISOTHt
CLISINDt
BLOK KONSUMSI
TEN AGA LISTRIK
BLOK
PEREKO NOMIAN
CLISRTt
mt
KURS t-1
KURS t
HJTLRTt
HJTLINDt
HJTLOTHt
SKBGt
SKBGt
IHKt
AVHJTLt
BLOK HARGA JUAL
TEN AGA LISTRIK
IHKt-1
INFLASIt
PENPJKt-1
PENNPJKt
BLJLAINt-1
PENPJKt
PENPEMt
SUBPRTt
SUBRTt
CADEV t
UANGBRt
SUBPNDt
SUBPOTHt
SUBNDt
SUBOTHt
IMPORt
SUBLSTRt
IMPORt-1
EKSPORt
EKSPORt-1
INV t
BLOK
SUBSIDI
LISTR IK
BLJLAINt
POPt-1
INV t-1
PDBt
GOVEXPt
MISDESAt-1
BLOK PEN &
PENG PEM
MISKOTA t
MISDESAt
UNEMPLt
STKt
STKt-1
TMISKINt
PMISKINt
RUPHt
BLOK
KEMISKIN AN
DTKt
BLOK TK
D9799
Variabel endogen
Gambar 7. M odel Subsidi Harga Listrik
Variabel eksogen
RUPHt-1
61
pedesaan dipengaruhi oleh tingkat inflasi, total pengeluaran pemerintah, dan
jumlah pengangguran. Persamaan jumlah penduduk miskin kota (MISKOTA) dan
miskin desa (MISDESA) dirumuskan sebagai berikut:
MISKOTAt = ab 0 + ab1 INFLASI t + ab 2 RUPHt + ab3 UNEMPLt +
ab 4 D9799
+
u28t
..................................................
(3.53)
MISDESA t = ac 0 + ac1 INFLASI t + ac2 GOVEXP t + ac 3 UNEMPLt +
ac 5 D9799 + ac 6 MISDESAt-1 + u29t ......................
(3.54)
Tanda dan besaran yang diharapkan dari estimasi parameter: ab 1 , ac 1 ,ab3 , ac 3 > 0;
s 2ab , ac 2 < 0; dan 0 < ac 5 < 1.
Total penduduk miskin (PMISKIN) merupakan penjumlahan pe nduduk
miskin di daerah perkotaan dengan penduduk miskin daerah pedesaan yang
dirumuskan sebagai berikut:
PMISKIN t = MISKOTA t + MISDESA t
.............................................
(3.55)
Sedangkan tingkat kemiskinan menunjukkan persentase total pe nduduk
miskin terhadap seluruh penduduk Indonesia yang dirumuskan sebagai berikut:
TMISKIN t = (MISKOTA t + MISDESA t )/POP t * 100
......................
(3.56)
3.3.1.2.
Uji Identifikasi
Langkah awal yang harus dilakukan sebelum melakukan proses penaksiran
parameter adalah uji identifikasi pada tiap-tiap persamaan struktural. Uji
identifikasi ini dilakukan untuk mengetahui dapat atau tidaknya mendapatkan nilai
62
parameter pada persamaan struktural melalui penaksiran parameter persamaan
reduced form. Disamping itu juga untuk mengetahui pendekatan apa yang terbaik
untuk mengestimasi mode l tersebut.
Pada penelitian ini uji identifikasi dilakukan dengan pengujian kondisi
ordo (order condition) dan kondisi tingkat identifikasi (rank condition
ofidentification). Menurut Koutsoyiannis (1977), rumusan uji identifika si tersebut
adalah sebagai berikut:
(K – M) > (G – 1)
dimana:
K
= banyaknya
variabel dalam
model (variabel endogen dan
predetermined)
G
= banyaknya persamaan dalam model (jumlah variabel endogen)
M = banyaknya variabel endo gen dan eksogen da lam suatu persamaan
yang diidentifikasi
Prinsip umum dalam mengidentifikasi suatu persamaan struktural da lam suatu
persamaan simultan adalah sebagai berikut:
(a).
Apabila K – M > G – 1, maka persamaan tersebut adalah teridentifikasi
secara berlebih (over identified).
(b). Apabila K – M = G – 1, maka persamaan tersebut tepat teridentifikasi
(exactly identified).
(c).
Apabila K – M < G – 1, maka persamaan tersebut tidak teridentifikasi
(unidentified).
63
Berdasarkan hasil uji identifikasi hanya persamaan yang teridentifikasi
secara tepat (exactly identified) da n teridentifikasi secara berlebih (overidentified)
yang dapat diestimasi.
Model subsidi listrik yang disusun terdiri dari 56 variabe l endo gen (G)
yang terdiri dari 29 persamaan struktural dan 27 persamaan identitas. Jumlah
variabel pre-determined adalah 41 variabel yang terdiri dari 16 variabel eksogen
dan 25 variabe l lag endogenous. Sehingga jumlah variabel yang digunakan dalam
model seluruhnya berjumlah 97 variabel (K). Persamaan yang mempunyai jumlah
variabel terbanyak adalah persamaan dengan 10 variabel (M) dan persamaan
tersebut adalah over identified. Berdasarkan kriteria order condition, maka model
adalah over identified karena seluruh persamaan struktural yang ada dalam mode l
adalah over identified.
Karena model adalah overidentified maka two-stage least squares (2SLS)
merupakan prosedur estimasi yang sangat bermanfaat untuk memperoleh nilai
parameter struktural (Pyndyck dan Rubinfeld, 1998). Oleh karena itu, dalam
penelitian ini digunakan metode estimasi parameter 2 SLS (two stage least
squares).
3.3.1.3.
Pengujian Parameter Model
Pengujian terhadap hasil estimasi parameter dilakukan untuk mengetahui
apakah variabel- variabel penjelas yang digunakan dalam model berpengaruh
secara nyata terhadap variabel endogennya atau tidak, baik secara individu
maupun bersama-sama.
1. Uji Keseluruhan Parameter
64
Uji terhadap hubungan antara variabel tak bebas dengan sekelompok
variabel bebas dilakukan untuk mengetahui apakah model layak digunakan atau
tidak. Hipotesis yang digunakan adalah:
H0: β 1 = β 2 =…= β k =0 ; i = 1, 2, …, k
artinya tidak ada pengaruh peubah bebas terhadap Y
HA: tidak semua β k = 0
artinya ada minimal satu peubah bebas yang mempengaruhi Y
Statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis tersebut adalah uji F di
mana:
•
Jika F stat < Ftabel (1– α , k-1, n-k) maka HA ditolak, artinya secara bersamasama (simultan) variabel bebas tidak berpengaruh signifikan terhadap
variabel tak bebas.
•
Jika F stat >Ftabel (1– α , k-1,n-k) maka HA tidak dapat ditolak, artinya secara
bersama-sama variabel bebas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
variabel tak bebas.
2. Uji Individual Parameter
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel tertentu
dengan variabel tak bebas. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai
berikut:
H0 : β i = 0 ; i = 1, 2, …, k
HA : β i ≠ 0
Pengambilan keputusannya yaitu:
•
Jika |t stat | > t tabel (1- α /2;n-k-1) maka H0 ditolak yang berarti bahwa pengaruh
suatu variabel bebas terhadap variabel tak bebas secara statistik signifikan.
65
•
Jika |t stat | < ttabel (1- α /2;n-k-1) maka H0 tidak dapat ditolak berarti bahwa
pengaruh suatu variabel bebas terhadap variabel bebas secara statistik tidak
signifikan.
3.3.1.4. Uji Durbin-h
Beberapa persamaan struktural dalam model yang disusun terdapat
variabel lag (beda waktu) maka uji Durbin-Watson tidak dapat digunakan untuk
mendeteksi adanya korelasi serial atau tidak
(Gujarati, 2003).
Durbin
mengembangkan suatu uji untuk mendeteksi model yang mengandung variabel
lag tersebut de ngan h-statistics yang dirumuska n seba gai berikut:
n
1 − n(var(βˆt ))
h = ρˆ
dimana n adalah jumlah sampel, var ( β̂ t ) adalah varians dari variabel beda waktu
dan ρ̂ adalah estimasi first-order correlation yang dirumuskan dengan:
ρˆ = ∑
µˆ t µˆ t −1
∑ µˆt2
dimana adalah µ̂t selisih antara nilai taksiran dengan nilai sebenarnya. Jika jumlah
sampel besar maka h statistik mengikuti distribusi normal dengan rata-rata nol dan
varians 1, h ~ N(0, 1).
3.3.1.5.
Metode Estimasi Model
Metode Two Stage Least Square/2SLS (Metode Kuadrat Terkecil Dua
Tahap) aka n digunakan untuk mengestimasi parameter-parameter dalam model
yang disusun dalam penelitian ini. Secara statistik, metode 2SLS ini menghasilkan
penaksir yang konsisten apabila persamaan teridentifikasi secara berlebih
(overidentified). Metode ini dikembangkan oleh Henri Theil (1953) dan Robert
66
Basman (1957). Metode ini meliputi dua penerapan metode OLS (Ordinary Least
Square) secara berturut-turut, yaitu:
Tahap 1
Masing- masing variabel Y j (variabel endogen yang bertindak sebagai variabel
bebas) diregresikan dengan X (semua variabel yang ada dalam seluruh sistem
persamaan), tidak hanya yang ada dalam persamaannya sendiri.
Misal mode l fungsi pendapatan (3.57) dan fungsi “money supply” (3.58) dalam
Gujarati (2003):
Y1t = β10 + β11Y2t + γ 11 X 1t + γ 12 X 2t + ε 1t ............................................. (3.57)
Y2t = β 20 + β 21Y1t + ε 2t ......................................................................... (3.58)
dimana Y1t = pendapatan
Y2t = stock uang
X 1 = pengeluaran investasi
X 2 = belanja pemerintah untuk barang dan jasa
Dari persamaan (3.21) da n (3.22), maka didapat persamaan :
^
^
^
^
Y 1t = Π 0 + Π 1 X 1t + Π 2 X 2t + et
............................................... (3.59)
dimana et adalah kesalahan penganggu ,dari persamaan (3.59) kita peroleh
persamaan regresi sebagai berikut:
^
^
^
^
Y 1t = Π 0 + Π 1 X 1t + Π 2 X 2t .......................................................... (3.60)
67
^
Y 1t merupakan perkiraan Y1t . Persamaan (3.60) merupaka n bentuk sede rhana
(reduced form), sebab yang ada disebelah kanan tanda persamaan hanya
predetermined variables atau variabel eksogen saja.
Selanjutnya persamaan (3.59) dapat ditulis sebagai berikut:
^
Y1t = Y 1t + et ................................................................................... (3.61)
^
Persamaan (3.61) menunjukk an ba hwa Y1t terdiri atas Y 1t yang merupakan
kombinasi linear dari X 1 dan X 2 serta kesalahan penganggu et . Berdasarkan
^
teori OLS antara Y 1t dan et tidak berkorelasi.
Tahap 2
Substitusikan persamaan (3.61) pada persamaan (3.58), sehingga sekarang dapat
ditulis sebagai berikut:
Y2t

^
= β 20 + β 21  Y 1t + et  + ε 2t


= β 20 + β 21 Y 1t + (ε 2t + β 21et )
^
^
= β 20 + β 21 Y 1t + ε t*
........................................................... (3.62)
dimana ε t* = ε 2t + β 21et
Bentuk persamaan (3.58) da n (3.62) adalah sama, perbedaannya hanya terletak
^
pada Y1t untuk persamaan (3.58) da n Y 1t untuk persamaan (3.62). Pada persamaan
(3.58) Y1t berkorelasi dengan ε 2t sehingga menyebabkan penggunaan OLS tidak
^
tepat. Namun pada persamaan (3.62) Y 1t tidak berkorelasi dengan ε t* secara
asimptotis, yaitu untuk sampel yang besar kalau n menuju tak terhingga (n→∞).
68
Dengan persamaan (3.62) metode OLS dapat digunakan dan akan menghasilkan
suatu perkiraan parameter untuk fungsi money-supply yang ko nsisten.
3.3.1.6. Validasi Model
Sebelum melakukan simulasi alternatif kebijakan, maka validitas mode l
harus diuji dahulu. Ketepatannya dalam menjelaskan keadaan sebenarnya menjadi
kriteria uji validitas model yang digunakan. Suatu model dikatakan baik apabila
mengikuti perkembangan dari nilai- nilai aktual variabel endogennya. Apabila
model yang valid telah ditemukan, maka persamaan model tersebut dapat
digunakan untuk melakukan simulasi maupun peramalan nilai-nilai variabel
endo gen de ngan nilai variabe l eksogen tertentu. Uji validitas mode l yang sering
digunakan adalah kesalahan rataan kuadrat terkecil (Root Mean Square Percent
Error, RMSPE) dan koefisien ketidaksamaan Theil (Theil Inequality Coefficient,
U) (Pindyck dan Rubinfeld, 1998).
Root Mean Square Error, RMSE, adalah rata-rata kuadrat dari selisih nilai
estimasi dengan nilai sebenarnya dari suatu variabel endogen. Semakin kecil nilai
RMSE maka estimasi variabel endogennya semakin valid. Nilai statistik RMSE
dirumuskan sebagai berikut:
RMSE =
(
1 T
Y s − Yt a
∑
t =1 t
T
)
2
dimana T adalah jumlah periode pengamatan, Yt s dan Yt a masing- masing
nilai
estimasi dan nilai pengamatan variabe l endo gen.
RMSPE merupaka n rata-rata kuadrat dari propo rsi perbedaan nilai estimasi
dengan nilai aktual suatu valiabel endogen. Sebagaimana RMSE, semakin kecil
69
nilai RMSPE semakin valid estimasi variabel endogennya. Nilai statistik RMSPE
dirumuskan dengan:
2
1 T  Yt s − Yt a 
 × 100
RMSPE =
∑ 
T t =1  Yt a 
Sedangkan U adalah rasio antara RMSE dengan rata-rata kuadrat nilai
pengamatan variabe l endo gen. Nilai U berkisar antara nol da n satu. Jika U=0,
maka model secara historis adalah sempurna. Jika U=1, maka model adalah naif.
Nilai statistik U didefinisikan dengan formula:
U=
(
1 T
∑ ∆Yt s − ∆Yt a
T t =1
2
1 T
∆Yt a
∑
t =1
T
(
)
2
)
Dimana ∆Yt s adalah perubahan nilai estimasi variabel endogen dan ∆Yt a adalah
perubahan nilai pengamatan variabel endogen.
Nilai U didekomposisikan menjadi tiga komponen yaitu bias (UM),
keragaman atau variance (US), da n covariance (UC). UM mengukur sejauh mana
nilai rata-rata estimasi menyimpang dari nilai sebenarnya. Model dikatakan valid
jika UM < 0.20. Pidyck da n Rubinfeld (1998) menyatakan bahwa jika UM lebih
besar dari 0.20 mengindikasikan adanya bias sistematik dan model tersebut
memerluka n revisi atau respesifikasi mode l. US menguk ur sejauh mana nilai
keragaman estimasi menyimpang dari nilai keragaman pengamatan. UM dan US
mengindikasikan kesalahan sistematis yang harus dihindari. Semakin kecil nilai
US, semakin valid estimasi variabel endogennya. Komponen terakhir UC yang
menggambarkan penyimpangan kovarian estimasi terhadap kovarian observasi.
Berbeda dengan UM dan US, semakin besar nilai UC, maka estimasi variabel
70
endo gennya semakin valid. Jumlah dari UM, US dan UC sama dengan satu. Nilai
statistik UM, US dan UC adalah:
UM =
US =
UC =
(Y s − Y a ) 2
(
1 T
∆Yt s − ∆Yt a
∑
t =1
T
(σ s − σ a ) 2
(
1 T
∑ ∆Yt s − ∆Yt a
T t =1
2(1 − ρ )σ sσ a
(
1 T
∆Yt s − ∆Yt a
∑
t =1
T
)
2
)
2
)
2
dimana Y s , Y a , σ s , σ a , dan ρ berturut-tur ut adalah rata-rata nilai estimasi variabel
endo gen, rata-rata nilai pengamatan variabel endogen, simpanga n baku nilai
estimasi variabel, simpangan baku nilai pengamatan variabel endogen, dan
koefisien korelasi antara nilai estimasi dengan nilai pengamatan variabel endogen.
3.3.1.7. Skenario Simulasi
Skenario
simulasi
peramalan
yang
dilakukan
dalam
penelitian
iniditentukan sesuai dengan kecenderungan data dan rencana kebijakan
pemerintah. Skenario simulasi yang dilakukan ada lah:
1.
Simulasi 1a: menaikka n subsidi harga listrik sebesar 10 persen. Jumlah
subsidi listrik setiap tahun meningkat. Sejak tahun 2005 nilainya melonjak
dan selalu melebihi nilai anggaran yang telah disiapka n. Untuk itu perlu
dievaluasi bagaimana sebenarnya dampak penambahan subsidi ini.
2.
Simulasi 1b: menurunkan subsidi harga listrik sebear 10 persen. Konsekuensi
dari kebijakan ini adalah harga jual tenaga listrik mengalami kenaikan. Cara
ini dianggap paling efektif untuk mengurangi jumlah subsidi yang terus
membebani APBN. Berbagai penelitian yang dilakukan, seperti Lembaga
71
Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, IPB (2005) dan Purwoko (2003)
mengisyaratkan untuk melakukan penyesuaian tarif secara bertahap pada
pelanggan kaya. Seberapa besar pengaruh kenaikan tarif listrik terhadap
pengurangan subsidi menjadi salah satu pertimba ngan yang dapa t diambil
pemerintah di tengah-tengah beba n angga ran yang semakin besar.
3.
Simulasi 1c: mengurangi subsidi harga listrik sebesar 10 persen dan dialihkan
ke belanja lain. Langkah ini dilakukan untuk mengetahui seberapa efektif
kebijakan pemberian subsidi listrik terhadap kinerja perekonomian dan
pengurangan tingkat kemiskinan dibandingkan jika uang untuk subsidi
tersebut dialihkan ke belanja lainnya.
4.
Simulasi 1d: menaikkan harga jual tenaga listrik sebesar 10 persen.
Sebagaimana telah dijelaskan pada Simulasi 1b, bahwa beberapa penelitian
menyaranka n unt uk dilakukan pe nyesuaian tarif untuk pe langgan yang
dianggap mampu. Untuk itu perlu diketahui berapa besar dampak kenaikan
tarif listrik tersebut, baik terhadap kinerja perekonomian, penga ngguran,
maupun ke miskinan.
5.
Simulasi 2a: kenaikan harga minyak mentah Indo nesia (ICP) sebesar 10
persen. Beberapa tahun belakangan ini harga minyak mentah mengalami
kenaikan yang sangat tajam, padahal ketergantungan perusahaan-perusahaan
penyedia tenaga listrik terhadap BBM masih cukup tinggi. Misalnya pada
tahun 2010, konsumsi BBM masih sebesar 16 persen (PT PLN Persero,
2010). Hal ini tentu sangat membebani perusahaan-perusahaan penyedia
tenaga listrik, sementara mereka tidak bisa menaikkan harga jual tenaga
listrik karena terbentur perundang- undangan dan juga masih rendahnya daya
72
beli masyarakat. Sebagai imbasnya pemerintah harus membayar ke
perusahaan-perusahaan tersebut berupa pemberian subsidi agar tidak merugi
dan dapat berproduksi sebagaimana mestinya.
6.
Simulasi 2b: kenaikan harga minyak mentah Indonesia (ICP) sebesar 10
persen dan harga jual tenaga listrik tidak berubah. Simulasi ini dilakukan
untuk mengetahui berapa nilai subsidi yang harus ditanggung pemerintah
apabila terjadi kenaikan harga minyak, sementara pemerintah tidak
mengambil kebijakan menaikan tarif listrik.
7.
Simulasi 2c: kenaikan harga minyak mentah Indo nesia (ICP) sebesar 10
persen dan subsidi harga listrik tetap. Simulasi ini dilakukan untuk
mengetahui berapa nilai tarif harus dinaikan apabila terjadi kenaikan harga
minyak, sementara pemerintah tidak mengambil kebijakan menaikan subsidi
harga listrik.
8.
Simulasi 2d: menurunnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat
sebesar 10 persen. Nilai tukar memegang peranan yang penting karena
ketergantungan perusahaan penyedia tenaga listrik terhadap BBM yang masih
cukup tinggi, sementara Indonesia sekarang telah menjadi negara pengimpor
minyak. Meskipun dalam beberapa tahun terakhir dollar Amerika Serikat
cenderung mengalami depresiasi terhadap berbagai mata uang negara lain,
termasuk terhadap rupiah, namun kondisi seperti ini dapat berubah cepat
tergantung kondisi perekonomian dunia, khususnya di Amerika Serikat. Hal
ini tentu akan berpengaruh terhadap ongkos yang harus dikeluarkan untuk
mengimpor BBM atau barang lainnya. Untuk itu perlu diketahui dampak
73
pelemahan ini terhadap beban biaya perusahaan penyedia energi listrik yang
berimbas pada besarnya subsidi listrik yang harus ditanggung pemerintah.
9.
Simulasi 3a: mengurangi tenaga listrik yang hilang atau susut (losses).
Kebijakan ini bersifat mengevaluasi efisiensi perusahaan penyedia tenaga
listrik dalam mendistribusikan tenaga listrik. Semakin kecil tenaga listrik
yang hilang, maka pendapatan perusahaan akan bertambah yang juga berarti
mengurangi subsidi yang harus dibayarkan. Untuk itu perlu disimulasikan
seberapa besar dampak pengurangan tenaga listrik yang hilang terhadap
subs idi yang harus diba yarka n pe merintah. PLN menargetka n susut listrik
sebesar 8.55 persen pada tahun 2014.
10. Simulasi 3b: menurunkan margin usaha PT PLN (Persero) sebesar 1 persen.
Simulasi ini dilakukan berkaitan wacana DPR-RI menurunkan margin usaha
PLN dari 8 persen menjadi 7 persen. Sehingga perlu disimulasikan bagaimana
dampaknya jika wacana tersebut dilaksanakan.
11. Simulasi 3c: ko mbinasi Simulasi 3a dan Simulasi 3b, yaitu susut tenaga listrik
dapat ditekan sebesar 10 persen dan margin usaha PLN dikurangi 1 persen.
Kombinasi simulasi ini merupaka n salah satu langkah efisiensi PLN untuk
mengurangi biaya pokok penyediaan tenaga listrik yang cenderung terus naik
setiap tahun.
3.3.2. Jenis dan Sumbe r Data yang Digunakan
Dalam penelitian disertasi ini menggunakan data sekunder yang berasal
dari berbagai sumber seperti PT PLN, Kementerian ESDM, Kementerian
Keuangan, Bank Indonesia, dan BPS. PT PLN (Persero) yaitu data tentang
produksi listrik, konsumsi listrik menurut golongan pelanggan, jumlah pelanggan
74
menurut golongan pe langgan, da n biaya ope rasional PLN. Kementerian ESDM
mengenai data energi secara umum dan data-data kelistrikan. Kementerian
Keuangan mengenai aloka si anggaran untuk subs idi terutama subs idi listrik.
Badan Pusat Statistik (BPS), yaitu data kemiskinan, PDB, inflasi dan lain- lain.
Bank Indonesia (BI), yaitu tentang nilai tukar, uang beredar, dan suku bunga.
Download