BAB II

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN
MODEL PENELITIAN
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1
Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu
Menurut Penelitian Prathika Andini Citra (2012) yang bertujuan untuk
menganalisis tingkat ketaatan serta kendala pemrakarsa dalam mengimplementasikan
UKL-UPL, pengawasan oleh Kantor Lingkungan Hidup Kota Magelang dan instansi
terkait lainnya, merumuskan rekomendasi terkait hal tersebut. Manfaat dari penelitian
ini adalah untuk meningkatkan kesadaran pemrakarsa dalam melaksanakan
pengelolaan dan pemantauan lingkungan, bahan pertimbangan Kantor Lingkungan
Hidup Kota Magelang dalam melakukan pengawasan, menambah informasi kepada
masyarakat tentang pengelolaan dan pemantauan yang dilakukan oleh pemrakarsa,
pengembangan ilmu lingkungan terkait ketaatan terhadap peraturan yang berlaku dan
menambah wawasan mengenai UKL-UPL dan pelaksanaannya. Obyek penelitian
adalah 6 (enam) kegiatan di bidang kesehatan yang telah memiliki dokumen UKLUPL yang ada di Kota Magelang. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode
observasi dengan pendekatan analisis bersifat preskriptif berbasis data kualitatif. Data
penelitian ini didapat dengan metode survei, wawancara mendalam dengan panduan
pertanyaan dan studi literatur.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemrakarsa belum taat dalam
melaksanakan pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Hal ini dikarenakan : 1)
10
11
Belum menyadari bahwa lingkungan hidup adalah kepentingan publik yang tidak
boleh dirusak, 2) SDM dan sarana kurang memadai, 3) Anggaran yang besar.
Pengawasan yang dilakukan Kantor Lingkungan Hidup Kota Magelang dan instansi
terkait lainnya belum berjalan sebagaimana diharapkan. Pengawasan dan koordinasi
yang ada selama ini bersifat reaktif. Saran dalam penelitian ini adalah : 1)
Pengawasan dari Kantor Lingkungan Hidup melalui pemberitahuan dan surat teguran
mengenai kewajiban pelaporan rutin, dilanjutkan dengan verifikasi ke lapangan, dan
melibatkan pengambil kebijakan dalam pelatihan mengenai pengelolaan lingkungan,
serta meningkatkan kinerja PPLHD, 2) Meningkatkan peran serta masyarakat, 3)
Pemrakarsa agar lebih dapat menyadari arti pentingnya pengelolaan dan pemantauan
lingkungan, dengan meningkatkan sarana prasarana dan sumber daya manusia agar
dapat mewujudkan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan.
2.1.2
Tinjauan Umum Taman Budaya Nasional PT. Taman Nusa
Pembangunan Taman Budaya Nusantara “PT. Taman Nusa“ yang berlokasi di
Banjar Blahpane, Desa Sidan, Kecamatan Gianyar, Kabupaten Gianyar menggunakan
lahan seluas 28.050 m2. Total luas bangunan mencapai 17.428 m2. Jenis” bangunan
yang ada antara lain, Kampung yang terdiri dari bangunan adat yaitu : Aceh, Atoni
(rumah), Bajawa (rumah), Bali, Batak Karo (rumah), Batak Toba, Bengkulu, Betawi,
Bima, Boalang Mongondow, Bugis, Dayak, Gorontalo, Jambi, Jawa, Lampung,
Manggarai, Mentawai, Minahasa, Minang, Makasar, Nias Selatan, Nias Utara,
Palembang, Papua Dani, Enai, Honai, Kandang Babi, Kandang Ayam, Dapur, Riau,
Sasak, Sumba, Sunda, Timor Amarasi, Toraja (Lumbung), Walotopo (Lio).
12
Bangunan Utama/bangunan Depan terdiri dari miniatur Candi Borobudur,
Miniatur Candi Prambanan, Museum Indonesia, Galeri Seni dan Budaya, Pavilion
Nusantara, Ampitheater, Wedding Hall, Souvenir, Bazzar Area. Bangunan Penunjang
terdiri atas Ticketing, Kantor, Locker Karyawan, Klinik, Securiti, Dapur, Auditorium,
Restoran.
2.1.3
Definisi Ketaatan
Pengertian “ketaatan”, sebagaimana disebutkan dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, berarti kepatuhan, kesetiaan. Suryohadiprojo (2000) mendefinisikan
sebagai berikut: “Ketaatan adalah sikap kejiwaan seseorang atau kelompok orang
yang senantiasa berkehendak untuk mengikuti atau mematuhi keputusan yang telah
ditetapkan”.
Selanjutnya Lateiner dan Levine (2002) memberikan definisi: “ketaatan
merupakan suatu kekuatan yang selalu berkembang di tubuh para pekerja yang
membuat mereka dapat mematuhi keputusan dan peraturan-peraturan yang telah
ditetapkan”. Yuspratiwi (2005) mendefinisikan bahwa : “Ketaatan adalah disiplin
yang sikapnya impersonal, tidak memakai perasan dan tidak memakai perhitungan
pamrih atau kepentingan pribadi”.
Pada hakekatnya ketaatan merupakan implementasi dari himpunan peraturanperaturan yang bersifat mengikat seseorang, masyarakat, golongan, instansi, dan
pemerintah akan taat terhadap kaidah-kaidah peraturan tersebut. Dikaitkan dengan
penelitian ini ketaatan pemrakarsa dalam pelaksanaan dokumen AMDAL adalah yang
berorientasi kepada pemilik usaha dan/atau kegiatan dalam hal ini pemrakarsa
mampu mengimplementasikan atau menjadikan peraturan perundang-undangan
13
terkait pengelolaan lingkungan sebagai dasar acuan untuk menerapkan lingkungan
berbasis sustainable development yang dimana pada titik pointnya mengarahkan
pemeliharan dari suatu pembangunan agar lingkungan tidak berubah fungsi sebagai
keberlanjutan dan tidak mengacuhkan apa yang sudah tertuang dan menjadi
keharusan sebagaimana yang terdapat dalam klausul dokumen AMDAL.
2.1.4
Tinjauan Hasil Pengawasan Pengelolaan Lingkungan di Kabupaten
Gianyar
Pada kajian pustaka ini akan diuraikan hasil kajian terdahulu yang dianggap
relevan dan berhubungan dengan penelitian ini, dalam hal ini akan disajikan hasil
Pengawasan yang dilakukan oleh BLH Kabupaten Gianyar terhadap Ketaatan
pelaksanaan Dokumen AMDAL di Kabupaten Gianyar. Tujuannya adalah sebagai
pembanding dalam pembahasan penelitian ini.
Berdasarkan pasal 63 huruf o Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup bahwa dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, Pemerintah bertugas dan berwenang melakukan
pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
terhadap ketentuan perizinan lingkungan dan peraturan perundang-undangan.
Tujuan pelaksanaan kegiatan tersebut adalah untuk memantau, mengevaluasi
dan menetapkan status ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap
peraturan perundang-undangan dan perizinan yang terkait dengan pengendalian
pencemaran dan perusakan lingkungan hidup, serta kewajiban pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup yang tercantum dalam dokumen AMDAL. Pemerintah
Kabupaten Gianyar melalui Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Gianyar pada tahun
14
2013 telah melaksanakan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan terhadap pengelolaan lingkungan hidup. Pengawasan yang dilakukan
meliputi beberapa aspek antara lain : Aspek administrasi meliputi perizinan, dokumen
lingkungan maupun izin PPLHD, dan pelaporan pelaksanaan dokumen lingkungan
AMDAL.
Aspek pengelolaan limbah cair yang mencakup persyaratan teknis
ketersediaan IPAL dan sarana pendukungnya seperti flowmeter dan titik penaatan,
Aspek pengelolaan pencemaran udara meliputi upaya pengelolaan emisi gas buang
yang dihasilkan, ketentuan teknis cerobong yang meliputi keberadaan lubang
sampling maupun alat bantu untuk sampling, Aspek pengelolaan limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3) yang meliputi syarat teknis TPS limbah B3 dan
penyaluran limbah B3 kepada pihak pengangkut yang telah berizin.
Pengawasan yang dilakukan terhadap BLH Gianyar terhadap 40 perusahaan.
Berdasarkan hasil pengawasan yang telah dilakukan Tingkat ketaatan perusahaan
masih rendah yaitu yaitu sekitar 25 %. Ketidaktaatan perusahaan sebagian besar
meliputi aspek :
-
Dokumen
Lingkungan
Tidak
Sesuai
dengan
Kondisi
Lingkungan
sesungguhnya. serta tidak memiliki izin IPLC dan TPS Limbah B3
-
Tidak melakukan uji laboratorium limbah cair dan tidak memasang flowmeter
-
Tidak melaporkan pengelolaan Lingkungan kepada BLH Gianyar secara rutin
-
Tidak memiliki TPS Limbah B3 yang memenuhi persyaratan teknis
15
2.2 Kerangka Berfikir, dan Konsep
2.2.1 Kerangka Berfikir
AMDAL merupakan salah satu instrumen pengelolaan lingkungan hidup.
AMDAL memiliki peranan dan fungsi yang strategis dalam upaya pencegahan dan
pengendalian kerusakan lingkungan. Melalui AMDAL suatu rencana usaha atau
kegiatan telah menuangkan komitmen pengelolaan lingkungan yang akan
dilakukannya. Hal ini telah jelas diatur dalam kebijakan nasional melalui UU No 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup beserta
peraturan turunannya yang bersifat lebih teknis. Di Kabupaten Gianyar AMDAL
telah difungsikan secara strategis dalam pengelolaan lingkungan sebagai pelaksanaan
kebijakan nasional serta diperkuat dengan kebijakan daerah berupa pembentukan
Komisi Penilai AMDAL Kabupaten Gianyar sebagaimana yang tertuang dalam SK
Bupati Gianyar Nomor : 625/06-C/HK/2014 tangal 14 April 2014.
Berdasarkan kebijakan nasional dan kebijakan daerah tersebut maka setiap
rencana usaha dan atau kegiatan yang wajib AMDAL di Kabupaten Gianyar wajib
memiliki dokumen AMDAL sebelum kegiatan tersebut operasional. Hal ini
mengingat pesatnya perkembangan pariwisata di Gianyar apabila tidak diimbangi
dengan komitmen pengelolaan lingkungan yang kuat akan menimbulkan dampak
negatif. Salah satunya keberadaan Taman Budaya Nusantara PT. Taman Nusa, telah
memiliki dokumen AMDAL sebagai acuan pelaksanaan pengelolaan linkungan.
Sangat penting untuk meneliti lebih jauh tentang ketaatan perusahaan dalam
pelaksanaan Dokumen AMDAL di lapangan. Hal ini sangat penting agar Dokumen
AMDAL tidak hanya menjadi persyaratan administrasi semata. Analisis ketaatan juga
16
dapat memberikan gambaran tentang berbagai kendala yang dihadapi perusahaan
dalam pelaksanaan AMDAL dan yang terpenting hasil analisis ketaatan dapat
memberikan rekomendasi perbaikan secara menyeluruh yang harus dilakukan oleh
pihak perusahaan maupun Badan Lingkungan Hidup Gianyar sebagai instansi teknis
di daerah yang bertanggung jawab dalam pengelolaan lingkungan.
Kebijakan Pengelolaan LH
Kebijakan Daerah
Kebijakan Nasional
Perkembangan kepariwisataan memberikan dampak positif dan dampak negatif.
Fakta yang ada di Kab. Gianyar :
1. Pembangunan di Kab. Gianyar memberikan dampak negatif berupa meningkatnya tekanan
terhadap lingkungan.
2. Pembangunan sarana pariwisata seperti tempat rekreasi sangat pesat salah satunya adalah
Pembangunan PT. Taman Nusa.
3. Taman Nusa telah memiliki Dokumen AMDAL sebagai acuan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan.
-
ANALISIS
1.
2.
KESIMPULAN
3.
Pelaksanaan dokumen RKL
& RPL
Kendala-kendala
pelaksanaan RKL & RPL
Pelaksanaan CSR
USULAN PERBAIKAN PELAKSANAAN RKL-RPL
BAGI PERUSAHAAN
Gambar 2.1
Kerangka Berfikir
17
2.2.2 Konsep
Dalam penelitian ini dikaji dengan menggunakan beberapa konsep sebagai berikut.
2.2.2.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup
Menurut Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup dijelaskan bahwa Pengelolaan lingkungan hidup
adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi
kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan,
pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup. Pengelolaan lingkungan hidup
yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab Negara, asas berkelanjutan dan
asas manfaat bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Adapun sasaran pengelolaan lingkungan
hidup adalah :
1. Tercapainya keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara manusia dan
lingkungan hidup
2. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang
memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup
3. Terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan
4. Tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup
5. Terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana
18
6. Terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak usaha
dan/atau kegiatan di luar wilayah Negara yang menyebabkan pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Pengelolaan lingkungan hidup bukan semata-mata menjadi tanggung jawab
pemerintah. Swasta dan masyarakat juga sangat penting peran sertanya dalam
melaksanakan kebijaksanaan pengelolaan lingkungan hidup. Setiap orang mempunyai
hak dan kewajiban berperan serta dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup,
sehingga dapat tercapai kelestarian fungsi lingkungan hidup. Pelestarian fungsi
lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Daya dukung merupakan kemampuan
lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain,
sedangkan daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup
untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke
dalamnya.
Upaya
perlindungan
lingkungan
dilakukan
berdasarkan
baku
mutu
lingkungan, baik berupa kriteria kualitas lingkungan (ambient) maupun kualitas
buangan atau limbah (effluent). Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas
atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada
dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya
tertentu sebagai unsur lingkungan hidup. Baku mutu sebagai tolok ukur untuk
menetapkan apakah lingkungan telah rusak atau apakah suatu kegiatan telah merusak
lingkungan perlu dilaksanakan dan diacu dalam kegiatan pembangunan nasional.
19
Baku mutu lingkungan dapat berbeda untuk setiap wilayah atau waktu yang berbeda
mengingat adanya perbedaan kondisi lingkungan, tata ruang dan teknologi.
2.2.2.2 Pengawasan Ketaatan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Menurut Mockler pengawasan dalam konteks manajemen pada dasarnya
merupakan upaya yang sistematis untuk menentukan standar kinerja (performance
standards), merancang sistem umpan balik informasi, membandingkan prestasi aktual
dengan standar yang ditentukan, menentukan apakah terdapat penyimpangan dan
mengukur besarnya, serta mengambil tindakan yang diperlukan untuk menjamin
bahwa seluruh sumberdaya organisasi digunakan dengan cara yang paling efektif dan
efisien untuk mencapai tujuan organisasi. Dari pemahaman atas definisi tersebut
terlihat secara jelas tujuan dari pengawasan dan hakekat pengawasan sebagai sebuah
proses yang terdiri atas tahapan kegiatan yang saling terkait.
Dikaitkan dengan otonomi daerah, pengawasan atas penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar
Pemerintahan Daerah berjalan secara efisien dan efektif sesuai dengan rencana dan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
telah ditetapkan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) dan Pejabat Pengawas
Lingkungan Hidup Daerah (PPLHD) yang berwenang melakukan pengawasan
penaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap ketentuan yang telah
ditetapkan dalam peraturan perundang undangan pengendalian pencemaran dan atau
kerusakan lingkungan Hidup.
20
Pengawasan lingkungan hidup yang selanjutnya disebut pengawasan adalah
serangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup
dan/atau Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah untuk mengetahui,
memastikan, dan menetapkan tingkat ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam izin lingkungan dan peraturan
perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Pengawasan lingkungan hidup merupakan kegiatan yang dilaksanakan secara
langsung atau tidak langsung oleh Pegawai Negeri yang mendapat surat tugas untuk
melakukan pengawasan lingkungan hidup atau Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup
(PPLH) di pusat atau daerah. Kegiatan tersebut bertujuan untuk memeriksa dan
mengetahui tingkat ketaatan penanggung jawab kegiatan dan/atau usaha terhadap
ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah lingkungan hidup
termasuk di dalamnya pengawasan terhadap ketaatan yang diatur dalam perizinan
maupun dalam dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau
Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL)
Sebenarnya peranan Petugas PPLH/PPLHD tidak terbatas pada kegiatan
pengawasan saja, namun dituntut untuk lebih dari itu, antara lain memberikan
kesaksian di dalam proses peradilan lingkungan atau memberikan masukan kepada
atasan dalam menentukan kebijakan di bidang penegakan hukum lingkungan dan
sebagainya. Dengan demikian, sebagai PPLH/PPLHD dituntut untuk selalu belajar
dan mengembangkan diri dalam melakukan pengawasan, khususnya pengawasan
dalam rangka penegakan hukum lingkungan.
21
Hal penting yang perlu diperhatikan oleh para PPLH/PPLHD adalah
menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran dan tidak melakukan Kolusi, Korupsi dan
Nepotisme. Kesempatan tersebut sangat mungkin terjadi karena wewenang dan
peranan yang cukup luas menjadikan kedudukannya sangat strategis dan sangat
penting dalam proses penegakan hukum lingkungan.
2.2.2.3 Konsep Corporate Social Responsibility (CSR)
Terobosan besar dalam perkembangan gema tanggungjawab sosial perusahaan
atau CSR dikemukakan oleh John Elkington (1997) yang terkenal dengan “The Triple
Bottom Line”. Dalam konsep tersebut, dijelaskan bahwa perusahaan yang ingin
sustain perlu untuk memperhatikan 3P, yakni bukan hanya mencari profit, tetapi juga
dapat memberikan kontribusi positif bagi masyarakat (people) serta dapat ikut serta
dalam pelestarian lingkungan (planet). Dalam fokus TBL perusahaan tidak hanya
tertuju kepada nilai ekonomi yang mereka tambahkan melainkan juga kepada
lingkungan serta manfaat sosial yang mereka tambahkan atau hancurkan (Henriques,
2004).
Terkait tanggapan atas perusahaan mengenai tanggungjawab sosial atas
permasalah sosial dan lingkungan yang ditimbulkan, maka disahkannya UU No 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas di Indonesia. Hal itu disebabkan karena UU
tersebut menyebutkan secara tegas bahwa CSR menjadi kewajiban perusahaan, dalam
pasal 74 ayat 1 yang berbunyi “PT yang menjalankan usaha di bidang dan/atau
bersangkutan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggungjawab sosial
dan lingkungan”.
22
CSR sebagai kewajiban pengusaha untuk merumuskan sebuah kebijakan,
membuat keputusan, atau mengikuti garis tindakan yang diinginkan dalam hal tujuan
dan nilai-nilai dalam masyarakat (Bowem. 1953). Konsep dalam CSR terdapat
hubungan antara perusahaan dan masyarakat yang harus selalu diingat oleh top
management dan kelompok-kelompok yang terkait dengan upaya mencapai tujuan
masing-masing. Dalam hubungan ini perusahaan harus memiliki tingkat profitabilitas
yang memadai sebab laba merupakan fondasi bagi perusahaan untuk dapat
berkembang dalam mempertahankan eksistensinya. Dengan perolehan laba yang
memadai, perusahaan membagi deviden kepada pemegang saham, memberi imbalan
yang layak kepada karyawan, mengalokasikan sebagian laba yang diperoleh untuk
pertumbuhan dan pengembangan usaha di masa depan, membayar pajak kepada
pemerintah, dan memberikan multiplier effect yang diharapkan kepada masyarakat.
Sementara itu dengan memperhatikan masyarakat, perusahaan dapat berkontribusi
terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat khususnya masyarakat sekitar.
Ranah tanggungjawab sosial mengandung dimensi yang luas dan kompleks.
Disamping itu, tanggung jawab sosial mengandung interpretasi yang sangat berbeda,
terkait dengan kepentingan para stakeholders. David (2008) menguraikan prinsip
tanggungjawab sosial menjadi tiga, yakni : (1) sustainability; (2) accountability; dan
(3) transparency. Tanggung jawab sosial menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
perusahaan. Hal itu karena perusahaan yang berada ditengah masyarakat memiliki
dampak positif maupun negatif. Khusus pada dampak negative atau negative
externalities dapat memicu reaksi dan protes dari stakeholders, sehingga diperlukan
23
penyeimbangan melalui peran social responsibility sebagai salah satu strategi
legitimasi bagi perusahaan.
CSR memerlukan perumusan yang jelas, baik materi, strategi, sasaran,
penelitian stakeholders, maupun anggaran yang dibutuhkan. Wibisono (2007)
mengatakan bahwa perencanaan program menjadi arah penting untuk melaksanan
(implementasi) pelaksanaan sebuah program. Perencanaan juga menentukan strategi
yang lebih efektif dapat dilaksanakan. Setidaknya ada sembilan hal yang perlu
dilakukan yaitu : merumuskan visi, misi, tujuan, kebijakan, merancang struktur
organisasi, menyiapkan SDM, membagi wilayah, mengelola dana, rancangan
implementasi, evaluasi dan pelaporan.
Implementasi tanggungjawab sosial merupakan tahap aplikasi program social
responsibility sebagaimana direncanakan sebelumnya. Penerapan tanggungjawab
sosial membutuhkan iklim organisasi yang saling percaya dan kondusif, sehingga
memunculkan motivasi dan komitmen karyawan pelaksana.
2.3 Landasan Teoritis
2.3.1 Peraturan Perundang-Undangan Tentang AMDAL
Adapun peraturan perundangan yang berhubungan dengan AMDAL
adalah:
1. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup berisi :
a. Pasal 22 (1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting
terhadap lingkungan hidup wajib memiliki AMDAL. (2) Dampak penting
24
ditentukan berdasarkan kriteria : a. besarnya jumlah penduduk yang akan
terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan; b. luas wilayah
penyebaran dampak; c. intensitas dan lamanya dampak berlangsung; d.
banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak;
e. sifat kumulatif dampak; f. berbalik atau tidak berbaliknya dampak;
dan/atau g. kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
b. Pasal 23 (1) Kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting
yang wajib dilengkapi dengan AMDAL terdiri atas: a. pengubahan bentuk
lahan dan bentang alam; b. eksploitasi sumber daya alam, baik yang
terbarukan maupun yang tidak terbarukan; c. proses dan kegiatan yang
secara potensial dapat menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup serta pemborosan dan kemerosotan sumber daya alam
dalam pemanfaatannya; d. proses dan kegiatan yang hasilnya dapat
mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan
sosial dan budaya; e. proses dan kegiatan yang hasilnya akan
mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya alam dan/atau
perlindungan cagar budaya; f. introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan,
dan jasad renik; g. pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan
nonhayati; h. kegiatan yang mempunyai
risiko tinggi dan/atau
mempengaruhi pertahanan negara; dan/atau i. penerapan teknologi yang
diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan
hidup. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis usaha dan/atau kegiatan
25
yang wajib dilengkapi dengan AMDAL sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan peraturan Menteri.
c. Pasal 24 Dokumen AMDAL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
merupakan dasar penetapan keputusan kelayakan lingkungan hidup.
d. Pasal 25 Dokumen AMDAL memuat: a. pengkajian mengenai dampak
rencana usaha dan/atau kegiatan; b. evaluasi kegiatan di sekitar lokasi
rencana usaha dan/atau kegiatan; c. saran masukan serta tanggapan
masyarakat terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan; d. prakiraan
terhadap besaran dampak serta sifat penting dampak yang terjadi jika
rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut dilaksanakan; e. evaluasi secara
holistik terhadap dampak yang terjadi untuk menentukan kelayakan atau
ketidaklayakan lingkungan hidup; dan f. rencana pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup.
e. Pasal 26 (1) Dokumen AMDAL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
disusun oleh pemrakarsa dengan melibatkan masyarakat. (2) Pelibatan
masyarakat harus dilakukan berdasarkan prinsip pemberian informasi
yang transparan dan lengkap serta diberitahukan sebelum kegiatan
dilaksanakan. (3) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi: a. yang terkena dampak; b. pemerhati lingkungan hidup;
dan/atau c. yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses
AMDAL. (4) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
mengajukan keberatan terhadap dokumen AMDAL.
26
f. Pasal 27 Dalam menyusun dokumen AMDAL, pemrakarsa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dapat meminta bantuan kepada pihak
lain.
g. Pasal 28 (1) Penyusun AMDAL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
ayat (1) dan Pasal 27 wajib memiliki sertifikat kompetensi penyusun
AMDAL. (2) Kriteria untuk memperoleh sertifikat kompetensi penyusun
AMDAL sebagaimana dimasud pada ayat (1) meliputi: a. penguasaan
metodologi
penyusunan
AMDAL;
b.
kemampuan
melakukan
pelingkupan, prakiraan, dan evaluasi dampak serta pengambilan
keputusan; dan c. kemampuan menyusun rencana pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup. (3) Sertifikat kompetensi penyusun
AMDAL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh lembaga
sertifikasi kompetensi penyusun AMDAL yang ditetapkan oleh Menteri
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Ketentuan
lebih lanjut mengenai sertifikasi dan kriteria kompetensi penyusun
AMDAL diatur dengan peraturan Menteri.
h. Pasal 29 (1) Dokumen AMDAL dinilai oleh Komisi Penilai AMDAL
yang dibentuk oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya. (2) Komisi Penilai AMDAL wajib memiliki lisensi dari
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(3) Persyaratan dan tatacara lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan Peraturan Menteri.
27
i. Pasal 30 (1) Keanggotaan Komisi Penilai AMDAL sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 terdiri atas wakil dari unsur: a. instansi
lingkungan hidup; b. instansi teknis terkait; c. pakar di bidang
pengetahuan yang terkait dengan jenis usaha dan/atau kegiatan yang
sedang dikaji; d. pakar di bidang pengetahuan yang terkait dengan dampak
yang timbul dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang sedang dikaji; e.
wakil dari masyarakat yang berpotensi terkena dampak; dan f. organisasi
lingkungan hidup. (2) Dalam melaksanakan tugasnya, Komisi Penilai
AMDAL dibantu oleh tim teknis yang terdiri atas pakar independen yang
melakukan kajian teknis dan sekretariat yang dibentuk untuk itu. (3) Pakar
independen dan sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
j. Pasal 31 Berdasarkan hasil penilaian Komisi Penilai AMDAL, Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota menetapkan keputusan kelayakan atau
ketidaklayakan lingkungan hidup sesuai dengan kewenangannya.
k. Pasal 32 (1) Pemerintah dan pemerintah daerah membantu penyusunan
AMDAL bagi usaha dan/atau kegiatan golongan ekonomi lemah yang
berdampak penting terhadap lingkungan hidup. (2) Bantuan penyusunan
AMDAL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa fasilitasi, biaya,
dan/atau penyusunan AMDAL. (3) Kriteria mengenai usaha dan/atau
kegiatan golongan ekonomi lemah diatur dengan peraturan perundangundangan.
28
l. Pasal 33 Ketentuan lebih lanjut mengenai AMDAL sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 32 diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
m. Pasal 34 (1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam
kriteria wajib AMDAL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1)
wajib memiliki UKL-UPL. (2) Gubernur atau bupati/walikota menetapkan
jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan UKL-UPL.
n. Pasal 35 (1) Usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib dilengkapi UKLUPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) wajib membuat surat
pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.
(2) Penetapan jenis usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan berdasarkan kriteria: a. tidak termasuk dalam ketegori
berdampak penting sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1); dan b.
kegiatan usaha mikro dan kecil. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
UKL-UPL
dan
surat
pernyataan
kesanggupan
pengelolaan
dan
pemantauan lingkungan hidup diatur dengan peraturan Menteri.
o. Pasal 36 (1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki AMDAL
atau UKL -UPL wajib memiliki izin lingkungan. (2) Izin lingkungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan berdasarkan keputusan
kelayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 atau
rekomendasi UKL-UPL. (3) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib mencantumkan persyaratan yang dimuat dalam keputusan
kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL. (4) Izin
29
lingkungan diterbitkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya.
p. Pasal 37 (1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya wajib menolak permohonan izin lingkungan apabila
permohonan izin tidak dilengkapi dengan AMDAL atau UKL-UPL. (2)
Izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (4) dapat
dibatalkan apabila: a. persyaratan yang diajukan dalam permohonan izin
mengandung
cacat
hukum,
kekeliruan,
penyalahgunaan,
serta
ketidakbenaran dan/atau pemalsuan data, dokumen, dan/atau informasi; b.
penerbitannya tanpa memenuhi syarat sebagaimana tercantum dalam
keputusan komisi tentang kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi
UKL-UPL; atau c. kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen AMDAL
atau UKL-UPL tidak dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan.
q. Pasal 38 Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2),
izin lingkungan dapat dibatalkan melalui keputusan pengadilan tata usaha
negara.
r. Pasal 39 (1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya wajib mengumumkan setiap permohonan dan keputusan
izin lingkungan. (2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan cara yang mudah diketahui oleh masyarakat.
s. Pasal 40 (1) Izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh
izin usaha dan/atau kegiatan. (2) Dalam hal izin lingkungan dicabut, izin
30
usaha dan/atau kegiatan dibatalkan. (3) Dalam hal usaha dan/atau kegiatan
mengalami perubahan, penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib
memperbarui izin lingkungan
2. Pelaksanaan peraturan pemerintah tentang AMDAL dituangkan dalam
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup sebagai berikut :
a. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 05 Tahun 2012
tentang jenis rencana dan atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan
AMDAL.
Pasal 2 Ayat (1) Setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang berdampak penting
terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Amdal. Ayat (2) Jenis rencana
Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Ayat (3) Untuk
menentukan rencana Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), pemrakarsa melakukan penapisan sesuai dengan tata cara
penapisan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Ayat (4) Terhadap
hasil penapisan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), instansi lingkungan
hidup Pusat, provinsi, atau kabupaten/kota menelaah dan menentukan
wajib tidaknya rencana Usaha dan/atau Kegiatan memiliki Amdal.
b. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2012
tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan.
31
1. Pasal 4 Dokumen Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(2) huruf a terdiri atas dokumen: a. Kerangka Acuan; b. Andal; dan
RKL-RPL.
2. Pasal 5 Ayat (1) Kerangka Acuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 huruf a memuat:
a. pendahuluan;
b. pelingkupan;
c. metode studi;
d. daftar pustaka; dan
e. lampiran.
Ayat (2) Penyusunan Kerangka Acuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan sesuai dengan pedoman penyusunan Kerangka
Acuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
3. Pasal 6 Ayat (1) Andal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b
memuat:
a. Pendahuluan;
b. Deskripsi rinci rona lingkungan hidup awal;
c. Prakiraan dampak penting;
d. Evaluasi secara holistik terhadap dampak lingkungan;
e. Daftar pustaka;dan
f. Lampiran.
Ayat (2) Penyusunan Andal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan sesuai dengan pedoman penyusunan Andal sebagaimana
32
tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
4. Pasal 7 Ayat (1) RKL-RPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
huruf c memuat: a. pendahuluan; b. rencana pengelolaan lingkungan
hidup; c. rencana pemantauan lingkungan hidup; d. jumlah dan jenis
izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang dibutuhkan;
e. pernyataan komitmen pemrakarsa untuk melaksanakan ketentuan
yang tercantum dalam RKL-RPL; f. daftar pustaka; dan g. lampiran.
Ayat (2) Penyusunan RKL-RPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan
sesuai
dengan
pedoman
penyusunan
RKL-RPL
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
c. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2012
tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat dalam Proses AMDAL dan Izin
Lingkungan.
Pasal 2 Pelaksanaan keterlibatan masyarakat dalam proses Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup dan izin lingkungan dilakukan
berdasarkan prinsip dasar : a. pemberian informasi yang transparan dan
lengkap; b. kesetaraan posisi diantara pihak-pihak yang terlibat; c.
penyelesaian masalah yang bersifat adil dan bijaksana; dan d. koordinasi,
komunikasi dan kerjasama dikalangan pihak-pihak yang terkait.
d. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun 2013
tentang Tata Laksana Penilaian Dokumen Lingkungan.
33
Pasal 3 Ayat (1) Dokumen Amdal dinilai oleh KPA yang dibentuk oleh
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya. Ayat (2)
KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. KPA pusat yang dibentuk oleh Menteri;
b. KPA provinsi yang dibentuk oleh gubernur; atau
c. KPA kabupaten/kota yang dibentuk oleh bupati/walikota.
Ayat (3) KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki lisensi
dari
Menteri,
gubernur,
atau
bupati/walikota
sesuai
dengan
kewenangannya. (4) Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diterbitkan berdasarkan persyaratan dan tata cara lisensi yang diatur
dengan Peraturan Menteri.
3. Kebijakan tentang AMDAL di Kabupaten Gianyar dengan keluarnya
Keputusan Bupati Gianyar Nomor 445 Tahun 2004 tentang Standar
Operasional Prosedur (SOP) Pelaksanaan Pengelolaan dan Pemantauan
AMDAL, UKL dan UPL di Kabupaten Gianyar.
2.3.2 Pengertian Tentang AMDAL
a. Menurut Permen LH Nomor 16 Tahun 2012, Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut Amdal adalah kajian mengenai
dampak penting suatu Usaha dan/atau Kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan Usaha dan/atau Kegiatan.
b. Menurut Permen LH Nomor 16 Tahun 2012, Upaya Pengelolaan Lingkungan
Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut
34
UKL-UPL adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap Usaha dan/atau
Kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan
Usaha dan/atau Kegiatan.
c. Keputusan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 56 Tahun 1994
tentang Pedoman Mengenai Dampak Penting adalah sebagai berikut:
1. Jumlah manusia yang terkena dampak
Jumlah manusia yang terkena dampak menjadi penting bila manusia di
wilayah studi ANDAL yang terkena dampak lingkungan tetapi tidak
menikmati manfaat dari usaha atau kegiatan, jumlahnya sama atau lebih
besar dari jumlah manusia yang menikmati manfaat dari usaha atau
kegiatan di wilayah tersebut.
2. Luas wilayah persebaran dampak
Suatu rencana usaha atau kegiatan bersifat penting bila mengakibatkan
adanya wilayah yang mengalami perubahan mendasar dari segi intensitas
dampak, tidak berbaliknya dampak, kumulatif dampak.
3. Lamanya dampak berlangsung
Dikatakan penting bila rencana usaha atau kegiatan mengakibatkan
timbulnya perubahan mendasar dari segi intensitas dampak atau tidak
berbaliknya dampak, atau segi kumulatif dampak yang berlangsung hanya
pada satu atau lebih tahapan kegiatan.
4. Intensitas dampak
Perubahan lingkungan yang timbul bersifat hebat, atau drastic, berlangsung
diarea yang relative luas, dalam kurun waktu yang relative singkat.
35
5. Banyaknya komponen lingkungan lain yang akan terkena dampak Rencana
usaha atua kegiatan menimbulkan dampak sekunder dan dampak lanjutan
lainnya yang jumlah komponennya lebih atau sama dengan dengan
komponen lingkungan yang terkena dampak primer.
6. Sifat komulatif dampak
Komulatif mengandung pengertian bersifat bertambah, bertumpuk atau
bertimbun. Dampak suatu usaha atau kegiatan dikatakan bersifat kumulatif
bila pada awalnya dampak tersebut tidak tampak atau tidak dianggap
penting., tetapi karena aktivitas tersebut bekerja berulang kali atau terus
menerus, maka lama kelamaan dampaknya bersifat kumulatif.
7. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak
2.3.3 Tujuan Penyusunan AMDAL
Tujuan pengelolaan lingkungan hidup adalah terlaksananya pembangunan
berwawasan lingkungan dan terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam secara
bijaksana. Agar tujuan tersebut dapat tercapai maka sejak awal perencanaan sudah
harus memperkirakan perubahan kondisi lingkungan baik yang positif maupun yang
negatif, dengan demikian dapat dipersiapkan langkah-langkah pengelolaannya, cara
untuk mengkaji perubahan kondisi tersebut melalui studi AMDAL. Dalam suatu
kegiatan pembangunan, studi kelayakan umumnya meliputi analisis dari aspek teknis
dan ekonomis. kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap
lingkungan hidup harus ditambahkan dengan studi kelayakan lingkungan.
Oleh karena itu AMDAL sudah harus disusun dan mendapatkan persetujuan
sebelum kegiatan konstruksi/pembangunan dilaksanakan. AMDAL bertujuan untuk
36
mengkaji kemungkinan-kemungkinan perubahan kondisi lingkungan baik dari aspek
geologi fisika kimia, biologi maupun sosial ekonomi budaya kesehatan masyarakat
akibat adanya suatu kegiatan pembangunan.
2.3.4 Prosedur Penyusunan AMDAL
Studi kelayakan lingkungan diperlukan bagi kegiatan usaha yang akan mulai
melaksanakan pembangunan, sehingga dapat diketahui dampak yang akan timbul dan
bagaimana cara pengelolaanya. Pembangunan disini bukan hanya pembangunan fisik
tetapi mulai dari perencanaan, proses pembangunan sampai pembangunan tersebut
berhenti dan kegiatan operasional berjalan. Jadi AMDAL lebih ditekankan pada
akibat dari aktifitas dari suatu kegiatan.
Kajian kelayakan lingkungan adalah salah satu syarat untuk mendapatkan
perijinan yang diperlukan bagi suatu kegiatan/usaha, seharusnya dilaksanakan secara
bersama-sama dengan kelayakan teknis dan ekonomi. sehingga dapat dilakukan
optimasi untuk mendapatkan keadaan yang optimum bagi proyek tersebut, terutama
dampak lingkungan dapat dikendalikan melalui pendekatan teknis atau dapat disebut
sebagai penekanan dampak negatif dengan engineering approach.
37
Dengan Pendekatan Teknis (Engineering Approach)
Studi Kelayakan
teknis
Studi Kelayakan
Lingkungan
Studi Kelayakan
Ekonomis
Proyek berjalan
Dampak
lingkungan
Pengelolaan
lingkungan
Gambar 2.2
Pengendalian Dampak Lingkungan
Sumber : Gunarwan Suratmo, 2002
Kenyataan yang biasanya terjadi adalah bahwa studi kelayakan lingkungan
tidak dapat mempengaruhi atau menghasilkan penyesuaian didalam studi kelayakan
teknis maupun ekonomis. Keadaan ini dapat dikatakan usaha pengendalian
dampaknya disebut sebagai pendekatan limbah atau waste approach dan biasanya
akan tidak mudah dan mahal. Pendekatan ini terlihat pada gambar halaman
selanjutnya.
38
Dengan Pendekatan Limbah (Waste Approach)
Studi Kelayakan teknis
Studi Kelayakan
Lingkungan AMDAL
Studi Kelayakan
Ekonomis
Dampak
lingkungan
Proyek berjalan
Pengelolaan
lingkungan
Gambar 2.3
Pengendalian Dampak Lingkungan
Sumber : Gunarwan Suratmo, 2002
Secara umum proses penyusunan kelayakan lingkungan dimulai dari proses
penapisan untuk menentukan studi menyusun AMDAL atau UKL UPL. Proses
penapisan ini mengacu pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05
Tahun 2012 tentang Jenis Usaha dan atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan
AMDAL. Jika usaha dan atau kegiatan tersebut tidak termasuk dalam daftar wajib
AMDAL harus menyusun dokumen UKL UPL
Bila kegiatan termasuk wajib AMDAL, maka ada beberapa prosedur
penyusunan AMDAL yaitu :
39
1. Kerangka acuan ANDAL (KA ANDAL)
KA ANDAL merupakan ruang lingkup studi ANDAL yang disepakati
bersama antara semua pihak terkait yaitu pemrakarsa, penyusun AMDAL,
masyarakat maupun instansi pemerintah yang bertanggung jawab mengenai
kegiatan tersebut. KA ANDAL ini menjadi pegangan bagi semua pihak, baik
dalam penyusunan ANDAL maupun evaluasi dokumen studi tersebut. KA
ANDAL merupakan hasil akhir dari proses pelingkupan yang memuat
berbagai kegiatan penting dari suatu rencana usaha atau kegiatan yang dapat
menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan, berbagai
parameter yang akan terkena dampak tersebut, lingkup wilayah studi maupun
lingkup waktu.
2. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
Dalam proses penyusunan ANDAL langkah-langkah penting yang harus
dilaksanakan oleh penyusun AMDAL yaitu :
a. Pengumpulan data dan informasi tentang rencana kegiatan dan rona
lingkungan awal. Data ini harus sesuai dengan yang tercantum dalam KA
ANDAL.
b. Proyeksi perubahan rona lingkungan awal sebagai akibat adanya rencana
kegiatan. Seperti diketahui, bahwa kondisi atau kualitas lingkungan tanpa
adanya proyek akan mengalami perubahan menurut waktu dan ruang.
Demikian juga kondisi atau kualitas lingkungan tersebut akan mengalami
perubahan yang lebih besar dengan adanya aktivitas suatu kegiatan
menurut ruang dan waktu. Perbedaan besarnya perubahan antara “dengan
proyek” dan “tanpa proyek” inilah yang disebut dampak lingkungan.
40
c. Penentuan dampak penting terhadap lingkungan akibat rencana kegiatan.
Berdasarkan hasil perkiraan dampak yang dilakukan dari dampak ke dua
tersebut diatas, dapat diketahui berbagai dampak penting yang perlu
dievaluasi
d. Evaluasi dampak penting terhadap ingkungan. Dampak penting di evaluasi
dari segi sebab akibat dampak tersebut terjadi, ciri dan karakteristik
dampaknya, maupun pola dan luas persebaran dampak. Hasil evaluasi ini
yang menjadi dasar penentuan langkah-langkah pengelolaan dan
pemantauan lingkungan nantinya.
3. Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)
Pengelolaan
lingkungan
meliputi
upaya
pencegahan,
pengendalian,
penanggulangan dan pemulihan kerusakan dan atau pencemaran lingkungan.
Menurut Adiwibowo (2000), prinsip - prinsip pokok pengelolaan lingkungan
yaitu :
a. Upaya pencegahan dampak penting yang sekaligus meningkatkan efisiensi
usaha dan mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan harus
merupakan prioritas utama.
b. Upaya pengelolaan lingkungan harus merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem manajemen organisasi keseluruhan dan harus terus
menerus diintegrasikan ke dalam proses produksi, produk maupun jasa.
c. Upaya pengelolaan lingkungan harus merupakan tanggung jawab seluruh
manajemen dan karyawan organisasi sesuai tugas dan fungsi masingmasing
41
d. Upaya pengelolaan ligkungan harus membuka ruang yang cukup bagi
masyarakat sekitar untuk terlibat dalam pengelolaan lingkungan.
Pengelolaan lingkungan dengan melibatkan masyarakat harus berorientasi
pada pengelolaan lingkungan sekaligus kebutuhan masyarakat serta dalam
merencanakan, melaksanakan, mengawasi dan mengevaluasi program
yang akan dilaksanakan bersama-sama dengan masyarakat.
4. Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)
Pemantauan lingkungan merupakan upaya sistematis dan terencana untuk
memperoleh data kondisi lingkungan hidup secara periodik diruang tertentu
berikut perubahannya menurut waktu. Dokumen ini memuat rencana
pemantauan terhadap berbagai komponen lingkungan hidup yang sumber
dampaknya telah dikelola.
Menurut Soeryo Adiwibowo (2000), pemantauan lingkungan harus didesain
sedemikian rupa agar memberikan masukan atau informasi periodik mengenai hal-hal
berikut:
a. Efektivitas upaya pencegahan dampak penting negatif
b. Perubahan efeisiensi usaha
c. Antisipasi sejak dini risiko lingkungan yang akan timbul
d. Efektivitas sistem manajemen yang dibangun
e. Mutu lingkungan
Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan yang diajukan kepada instansi
yang bertanggung jawab mengendalikan dampak lingkungan untuk mendapat
persetujuan, selanjutnya kerangka acuan ini menjadi dasar penyusunan ANDAL dan
RKL RPL yang kemudian dipresentasikan di Komisi AMDAL.
42
Hasil penilaian Komisi terhadap dokumen ada tiga kemungkinan :
1. Hasil penilaian bahwa dokumen tidak lengkap sehingga harus diperbaiki
2. Hasil penilaian bahwa dokumen ditolak karena tidak ada teknologi untuk
pengelolaan lingkungannya
3. Hasil dokumen disetujui yang berarti kegiatan dapat dilaksanakan.
Setelah itu dilakukan penyusunan ANDAL, RKL dan RPL kemudian
dipresentasikan lagi dihadapan tim komisi penilai AMDAL. Setelah disetujui maka
dikeluarkan SK kelayakan lingkungan bagi usaha atau kegiatan tersebut dan kegiatan
pembangunan maupun konstruksi dapat dimulai.
Kegiatan yang tidak menimbulkan dampak besar dan penting diwajibkan
menyusun Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (UKL UPL), prosedur
penyusunannya yaitu pemrakarsa melakukan studi kelayakan lingkungan sesuai
dengan format yang berlaku selanjutnya dikonsultasikan dan diajukan kepada instansi
yang bertanggung jawab mengendalikan dampak lingkungan untuk mendapat
persetujuan. Untuk Kabupaten Gianyar UKL UPL akan dipresentasikan dihadapan
tim pengarah sebagai Dinas/Instansi Pembina untuk mendapatkan arahan dan
masukan sebelum adanya persetujuan dari Badan Lingkungan Hidup Kabupaten
Gianyar. Untuk lebih jelasnya pada lampiran dibelakang disertakan gambar prosedur
penilaian dokumen AMDAL yang ada di Kabupaten Gianyar.
43
Rencana Kegiatan
Dampak Besar
dan Penting
tidak
UKL & UPL
ya
Evaluasi oleh
dinas terkait
Lingkungan
Hidup
AMDAL
Ditolak
Evaluasi
Komisi
Tidak
Lengkap
Disetujui komisi
Dilengkapi/
diperbaiki
Pelaksanaan
Kegiatan
Pengawasan Oleh
Dinas Lingkungan
Gambar 2.4
Prosedur Penyusunan AMDAL
Sumber : Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012
tentang Izin Lingkungan
44
2.3.5 Keterlibatan Masyarakat Dalam Penyusunan AMDAL
Keterlibatan masyarakat dalam proses AMDAL adalah keikutsertaan
masyarakat dalam proses pengambilan keputusan tentang AMDAL. Dalam proses ini
masyarakat menyampaikan aspirasi, kebutuhan dan nilai-nilai yang dimiliki
masyarakat, serta usulan penyelesaian masalah dari masyarakat yang berkepentingan
dengan tujuan memperoleh keputusan yang terbaik.
Tata cara keterlibatan masyarakat dalam proses AMDAL ada 4 tahapan yaitu:
a. Tahap persiapan penyusunan AMDAL
Pada
tahap
persiapan,
pemrakarsa
wajib
mengumumkan
rencana
kegiatannya secara jelas dan lengkap. Pada pengumuman tersebut warga
masyarakat diberikan kesempatan untuk menyampaikan saran, pendapat dan
tanggapan sampai batas waktu yang telah ditentukan yaitu 30 (tiga puluh
hari) sejak pengumuman dilaksanakan.
b. Tahap penyusunan KA ANDAL
Pada saat penyusunan KA ANDAL, pemrakarsa wajib melakukan konsultasi
kepada warga masyarakat yang berkepentingan. Hasil dari konsultasi kepada
warga masyarakat wajib digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
melakukan pelingkupan. Pemrakarsa harus mendokumentasikan semua
berkas yang berkaitan dengan pelaksanaan konsultasi dan membuat
rangkuman hasilnya untuk diserahkan kepada komisi penilai AMDAL
sebagai lampiran dokumen KA ANDAL.
45
c. Tahap penilaian KA ANDAL
Pada tahap penilaian KA ANDAL warga masyarakat yang terkena dampak
berhak duduk sebagai komisi penilai AMDAL melalui wakil masyarakat
yang telah ditentukan. Warga masyarakat dapat menyampaikan saran
pendapat, tanggapan sesuai denga ketentuan dalam persidangan.
d. Tahap penilaian ANDAL, RKL RPL
Pada tahap penilaian ANDAL, RKL RPL warga masyarakat yang terkena
dampak berhak duduk sebagai komisi penilai AMDAL melalui wakil
masyarakat yang telah ditentukan. Warga masyarakat dapat menyampaikan
saran pendapat, tanggapan sesuai denga ketentuan dalam persidangan.
2.3.6 Pelaksanaan AMDAL Di Kabupaten Gianyar
Untuk menangani dampak terhadap lingkungan yang akan timbul dari suatu
kegiatan pembangunan di kabupaten Gianyar setiap rencana usaha/kegiatan wajib
melakukan studi lingkungan, baik berupa penyusunan dokumen AMDAL.
Dari data yang ada, yang terbesar di Kabupaten Gianyar adalah sektor
pariwisata. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah, otonomi daerah memberikan kewenangan bidang lingkungan yang semakin
terbatas di tingkat pemerintah pusat dan propinsi, akan tetapi menjadi lebih besar di
tingkat kabupaten/kota.
Kewenangan pemerintah pusat di bidang lingkungan hidup tidak lagi sebagai
pelaksana, akan tetapi sebagai penyusun kebijakan makro dan penetapan berbagai
norma, standar, kriteria dan prosedur.
46
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun
2013, penilaian terhadap dokumen lingkungan telah menjadi tanggung jawab daerah,
melalui tahapan penilaian oleh komisi penilai AMDAL daerah masing-masing.
Pemrakarsa memberikan proposal tentang recana usaha dan atau kegiatan kepada
Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Gianyar. Kemudian dilakukan peninjauan
kelapangan, terus dilanjutkan dengan sosialisasi kepada masyarakat yang akan
terkena dampak untuk selanjutnya pemrakarsa menyusun dokumen sesuai dengan
pedoman yang berlaku dan memberikan hasil penyusunan untuk disidangkan
dihadapan komisi penilai AMDAL.
Sidang dilaksanakan dengan melalui presentasi oleh pihak konsultan dan
pemrakarasa untuk mendapatkan tanggapan langsung dari anggota komisi baik secara
lisan maupun tertulis, yang akan di jawab langsung oleh pemrakarasa baik secara
lisan maupun tertulis dalam bentuk perbaikan dokumen setelah sidang selesai
dilaksanakan. Perbaikan dokumen harus sesuai dengan notulen hasil sidang yang
dikirim oleh komisi penilai AMDAL untuk mendapat persetujuan dari Bupati
Gianyar.
Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan AMDAL di kabupaten Gianyar pada
tahun 2010, ditemukan bahwa:
1. Sebagian besar perusahaan masih beranggapan bahwa dokumen AMDAL
sekedar persyaratan untuk memenuhi perijinan dan ketentuan yang berlaku
2. Pemberlakuan kewajiban untuk melaksanakan penyusunan AMDAL bagi
kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak besar dan penting serta
penyusunan UKL UPL
47
3. Terdapat ketidaksesuaian antara prediksi dampak yang diperkirakan dalam
dokumen dengan realita dampak yang terjadi di masyarakat.
4. Upaya pengelolaan yang disarankan oleh penyusun dokumen tidak semuanya
dilaksanakan oleh pemrakarsa.
Menurut Soeryo Adiwibowo (2004), hal-hal yang menyebabkan AMDAL
kurang berdayaguna adalah sebagai berikut :
1. Aparatur pemerintah
a. AMDAL lebih dipandang sebagai instrumen perijinan daripada instrumen
pencegahan terhadap dampak lingkungan
b. Tidak mengetahui perbedaan manfaat apabila AMDAL disusun sebagai
bagian dari studi kelayakan dan disusun sesudah studi kelayakan
c. Terbatasnya sumber daya manusia yang berkemampuan menilai AMDAL
dengan baik
d. AMDAL masih dipandang sebagai komoditas ekonomi oleh oknum
aparatur pemerintah
2. Penyusun AMDAL
a. Hanya sedikit sekali penilai maupun penyusun yang memahami bahwa
AMDAL harus disusun sebagai bagian dari studi kelayakan
b. Metode identifikasi, pelingkupan dampak, prakiraan dampak dan metode
evaluasi dampak masih belum dipahami dalam penyusunan AMDAL
c. Pengelolaan lingkungan yang ada dalam dokumen saat ini belum
berorientasi penurunan biaya produksi sehingga cenderung diabaikan dalam
pelaksanaanya, malahan pengelolaan lingkungan teerkesan akan menambah
biaya operasional.
48
2.4 Model Penelitian
Dokumen AMDAL sebagai syarat perizinan dan
Instrumen Pengelolaan Lingkungan
Pelaksanaan RKL & RPL serta Program CSR
Data Hasil Penelitian
Pelaksanaan
Menggunakan Instrumen
Peraturan
Perundangundangan
Tidak
Taat
Taat
Usulan Perbaikan Pelaksanaan
RKL & RPL Serta Program CSR
Mempertahankan dan Meningkatkan
Pelaksanaan
RKL & RPL Serta Program CSR
Gambar 2.5
Model Penelitian
Download