EFEKTIFITAS MODALITAS TERAPI PEREGANGAN SEBELUM – SESUDAH LATIHAN DALAM MENCEGAH DELAYED ONSET MUSCLE SORENESS Effectiveness Therapy Modality Stretching Before - After Exercise In Preventing Delayed Onset Muscle Soreness Arief Hendrawan1* , Dwi Setiyawati2 STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap Jl. Cerme No 24, Sidanegara, Cilacap * Alamat Koresponden : [email protected] 1,2 ABSTRAK Olahraga merupakan aktifitas fisik yang bermanfaat bagi tubuh. Rendahnya tingkat keinginan untuk melakukan olahraga secara rutin menyebabkan seseorang berolahraga secara instan. Berolahraga secara instan sangat beresiko untuk mengalami gangguan otot. Salah satu gangguan yang terjadi adalah Delayed Onset Muscle Soreness (DOMS). Manifestasi dari DOMS adalah timbulnya odema tingkat selular. Odema ini akan menyebabkan penekanan serabut saraf perifer sehingga menyebabkan munculnya nyeri. Fisioterapi mempunyai peranan dalam pengurangan nyeri akibat DOMS. Modalitas fisioterapi yang dapat diberikan adalah peregangan.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas dari modalitas terapi peregangan dalam mencegah timbulnya DOMS. Metode penelitian yang digunakan adalah quasi experimental dengan design penelitian pre test – post test control group design. Jumlah sampel 18 orang dipisahkan dalam dua kelompok. Kelompok 1 (N = 9) mendapatkan perlakuan rendaman es dan kelompok 2 (N = 9) mendapat perlakuan peregangan sebelum dan sesudah latihan. Analisa data dengan uji diskriptif untuk mengetahui umur, tinggi badan, berat badan dan nyeri, uji normalitas dengan Shapiro Wilk tes, uji homogenitas dengan Levene’e Test dan uji kemaknaan dengan independent t-test. Hasil penelitian didapatkan bahwa modalitas terapi peregangan sebelum-sesudah latihan lebih efektif dari pada modalitas terapi rendaman es dalam mencegah timbulnya DOMS (p = 0,000). Kata Kunci : DOMS, peregangan, es ABSTRACT Sport is a physical activity that is beneficial to the body. The low level of willingness to perform regular exercise causes a person to exercise instantly. Exercising instantly very risky to impaired muscle. One disturbance is Delayed Onset Muscle soreness (DOMS). DOMS is a manifestation of the onset of edema cellular level. This will cause suppression edema peripheral nerve fibers that cause the appearance of pain. Physiotherapy has a role in the reduction of pain due DOMS. Physiotherapy modalities that can be given is peregangan.Tujuan of this study was to determine the effectiveness of therapeutic modalities stretching in preventing DOMS. The method used is a quasi-experimental research design with pretest - posttest control group design. Number of samples 18 were separated into two groups. Group 1 (n = 9) to get an ice bath treatment and group 2 (n = 9) treated stretching before and after exercise. Decriptive analysis for age, hight, weight and pain, Shapiro Wilk Test for normality, Levene’s Test for homogenity, and independent t test. Results showed that treatment modality-after stretch before exercise is more effective than treatment modality in preventing the onset of an ice bath DOMS (p = 0,000). Key Words : DOMS, Stretching, Ice Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. VIII, No. 2. September 2015 26 AOMS dan DOMS adalah timbulnya rasa PENDAHULUAN Berolahraga merupakan salah satu bentuk aktifitas fisik. Olahraga nyeri pada otot skeletal. adalah Fisioterapis berperan dalam aktifitas untuk melatih tubuh seseorang tidak mengembangkan, hanya secara jasmani tetapi juga rohani. memulihkan kemampuan gerak dan fungsi Olahraga bertujuan untuk memelihara gerak tubuh klien. Fisioterapis dapat menerapkan dan meningkatkan kemampuan gerak. berbagai macam intervensi fisioterapi untuk Minat masyarakat untuk berolahraga masih mencegah terjadinya DOMS. Metode yang sangat rendah. Rendahnya minat olahraga banyak digunakan adalah pemberian pijat secara seseorang olahraga (sport massage), penguluran otot, berolahraga secara instan (tidak bertahap, terapi es, terapi gelombang suara (ultrasound tidak teratur dan tidak progresif). Olahraga therapy) yang beresiko (TENS). Pemberian penguluran sebelum dan terjadinya cidera dan kelelahan otot. Cidera sesudah latihan bermanfaat dalam mengatasi yang sering muncul dari olahraga secara DOMS (Sudarsono, 2011). instan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rutin menyebabkan dilakukan secara adalah instan munculnya sindrom penggunaan berlebih (overuse syndrome). Syndrome penggunaan berlebih adalah suatu cidera dengan ciri adanya efektifitas dan memelihara terapi dari gelombang pemberian dan listrik peregangan sebelum-sesudah latihan dalam mencegah terjadinya DOMS. kumpulan berbagai gejala akibat penggunaan struktur tubuh secara berlebihan (Sudarsono, METODE 2011). Pada tubuh akibat dari hal ini adalah Metode yang digunakan dalam munculnya rasa sakit (soreness) baik yang penelitian ini adalah quasi experimental. bersifat akut (Acute Onset Muscle Soreness / Design penelitian yang diterapkan adalah pre AOMS) kronik test – post test group design. Jumlah sampel (Delayed Onset Muscle Soreness / DOMS). 18 orang dibagi menjadi 2 kelompok. AOMS dan DOMS sangat berbeda. AOMS Kelompok 1 disebut kelompok kontrol muncul selama dan segera setelah seseorang (jumlah sampel 9 orang) mendapatkan melakukan berat. perlakuan rendaman es selama 10 menit. Sedangkan DOMS muncul setelah 24 jam Kelompok 2 disebut kelompok perlakuan dari latihan fisik yang dilakukan (Connolly (jumlah sampel 9 orang) mendapatkan dkk. 2003). Manifestasi dari munculnya perlakuan maupun latihan yang fisik bersifat yang Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. VIII, No. 2. September 2015 peregangan sebelum-sesudah 27 latihan. Peregangan dilakukan secara aktif Hasil analisis kelompok kontrol dan dinamik. Tiap kelompok mendapatkan didapatkan bahwa rata-rata umur adalah program latihan untuk m. Gastrocnemeus 19,22 tahun dengan standar deviasi 0,667. sebanyak 5 x 15 hitungan. Sampel di ukur Umur termuda adalah 18 tahun dan umur derajat sesudah tertua adalah 20 tahun. Rata-rata tinggi badan mendapatkan perlakuan. Pengukuran derajat adalah 160,11 cm dengan standar deviasi nyeri menggunakan NRS (Numeric Rating 7,656. Tinggi badan terendah 150 cm dan Scale). Analisa data yang digunakan adalah tertinggi 169 cm. uji diskriptif, uji normalitas (Shapiro Wilk 57,89 kg dengan standar deviasi 11,05. Berat Test), uji homogenitas (Levene’s Test) dan badan teringan 46 kg dan terberat 78 kg. uji komparasi (independent T-Test). Rata-rata nyeri awal 5,11 dengan standar Gambar 1. Numeric Rating Scale deviasi 0,928. Nyeri teringan adalah skala 4 nyeri 0 1 2 3 sebelum 4 5 6 dan 7 8 9 10 dan terberat skala 7. Berdasarkan Keterangan : 1,2 3-5 6,7 8,9 10 0 1 2 diperoleh badan dan nyeri awal pada kelompok perlakuan. HASIL tabel tabel gambaran tentang umur, berat badan, tinggi : Tidak Nyeri : Nyeri Ringan : Nyeri Sedang : Nyeri Agak Berat : Nyeri Berat : Nyeri Tak Tertahankan Berdasarkan Rata-rata berat badan diperoleh gambaran tentang umur, berat badan, tinggi badan dan nyeri awal pada kelompok kontrol. Tabel 1. Distribusi Umur, Tinggi Badan, Berat Badan dan Nyeri Awal Kelompok Kontrol Variabel N Mean SD Min-Max Umur 19.22 .667 18 – 20 Tinggi 160.11 7.656 150 – Badan 169 Berat 9 57.89 11.05 46 – 78 Badan Nyeri 5.11 .928 4 - 7 Awal Sumber Data Primer, 2013 Tabel 2. Distribusi Umur, Tinggi Badan, Berat Badan dan Nyeri Awal Kelompok Perlakuan Variabel N Mean SD Min-Max Umur 19.89 .782 19 - 21 Tinggi 161.11 6.547 154 - 169 Badan Berat 9 57.67 7.969 46 - 68 Badan Nyeri 5.67 1 4-7 Awal Sumber Data Primer, 2013 Hasil analisis kelompok kontrol didapatkan bahwa rata-rata umur adalah 19,89 tahun dengan standar deviasi 0,782. Umur termuda adalah 19 tahun dan umur tertua adalah 21 tahun. Rata-rata tinggi badan adalah 160,11 cm dengan standar deviasi 6,547. Tinggi badan terendah 154 cm dan tertinggi 169 cm. Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. VIII, No. 2. September 2015 13 Rata-rata berat badan 57.67 kg dengan standar deviasi 7,969. Berat badan teringan 46 kg dan terberat 68 kg. Rata-rata nyeri awal 5,67 dengan standar deviasi 1. Nyeri teringan adalah skala 4 dan terberat skala 7. Tabel 6. Distribusi Rerata Selisih Penurunan Nyeri Kelompok Mean SD p Value Kontrol 1.67 0.866 0,000 (n = 9) 4.00 0.866 Perlakuan (n = 9) Sumber Data Primer, 2013 Tabel 3. Hasil Uji Normalitas Kelompok Kontrol Variab el Nyeri Awal Nyeri Akhir Selisih Mea n 5.11 SD 3.56 1.590 1.67 0.866 Hasil analisis pada Tabel 6 - p Value 0.68 menunjukkan bahwa rata-rata selisih nyeri 2–6 0.72 dibandingkan dengan kelompok perlakuan 0–3 0.132 yang rata-rata selisih nyeri adalah 4,00 Min Mak 0.928 4 – 7 Sumber Data Primer, 2013 pada kelompok kontrol adalah 1,67 dengan standar deviasi dengan standar 0,866 lebih deviasi 0,866. rendah Nilai p = 0,000 (p < 0,05). Hal ini berarti ada perbedaan yang bermakna antara selisih nyeri Tabel 4. Hasil Uji Normalitas Kelompok Perlakuan Variabel Mean SD Min - p Value Mak 4 – 7 0.364 Nyeri 5.67 1.0 Awal Nyeri 1,67 0.500 1 - 2 0.000 Akhir Selisih 4.0 0.866 2 – 5 0.003 Sumber Data Primer, 2013 pada kelompok kontrol dengan selisih nyeri pada kelompok perlakuan. Berdasarkan uji di atas dapat disimpulkan bahwa pemberian peregangan sebelum – sesudah latihan lebih efektif mencegah terjadinya DOMS. PEMBAHASAN Peregangan merupakan tehnik yang diberikan guna memanjangkan Tabel 5. Hasil Uji Homogenitas Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan lunak seperti otot, Variabel F Tinggi Badan 0.105 Berat Badan 0.698 Nyeri Awal 0.512 Sumber Data Primer, 2013 Peregangan P Value 0.770 0.962 0.240 ligamen yang fascia, tendon dan mengalami dapat jaringan pemendekan. bermanfaat untuk mengurangi ketegangan otot, mengurangi kelelahan otot dan mengurangi rasa sakit otot (muscle Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. VIII, No. 2. September 2015 soreness) (Appleton, 2011) 14 Pemendekan otot dapat bersifat fisiologis Dengan terjadinya relaksasi maka nyeri dapat maupun patologis. Pemberian peregangan dikurangi. dapat bermanfaat untuk menambah lingkup gerak sendi yang akibat respon neurofisiologi, pemberian peregangan pemendekan otot oleh karena rasa nyeri. akan mempengaruhi muscle spindle dan Peregangan diberikan secara gentle (perlahan golgi tendon organ. Muscle spindle dan golgi dan nyaman) sehingga tidak mencetuskan tendon organ merupakan organ sensorik yang timbulnya nyeri. Peregangan yang diberikan utama dari otot. Adanya peregangan pada secara otot akan merangsang muscle spindle dan perlahan berkurang Menurut Kisner & Allen (2007) pada akan mereduksi nyeri (Ylinen, 2008). golgi tendon organ sebagai mekanoreseptor. Peregangan otot dapat dilakukan Sehingga aktivasi mekanoreseptor akan secara aktif maupun secara pasif (Nelson & menginhibisi atau menutup pintu gerbang Kokkonen, 2009). terhadap impuls nyeri (Gate Control Theory) Peregangan yang diberikan akan bermanfaat yang dibawa oleh nociceptor. Selanjutnya untuk relaksasi dan pengembalian panjang rasa nyeri akan turun secara perlahan. dari otot dan jaringan ikat. Jaringan ikat Dengan demikian pada saat peregangan membutuhkan waktu sekitar 20 detik untuk terjadi dua keadaan yaitu terjadinya relaksasi memperoleh otot dan terjadinya inhibisi nyeri pada tingkat 2007 ; efek Muscolino, relaksasi. Sedangkan jaringan otot membutuhkan waktu 120 detik reseptor. untuk memperoleh efek relaksasi. Peregangan dapat lebih dari 45 detik, akan diikuti pembuangan menghasilkan respon mekanikal dan respon sampah metabolik. Penumpukan sampah neurofisiologi. mekanikal, metabolik akan mengakibatkan peningkatan peregangan mempengaruhi myofibril dan tekanan osmosis dari dan keluar sel otot. sarkomer otot (Kisner & Allen, 2007). Ketika Ketika diberikan modalitas terapi rendaman otot maka es, pada fase awal (60 – 120 detik) pembuluh pada darah akan menyempit sebagai reaksi adaptif. sarkomer kemudian diikuti myofibril. Saat Setelah selesai terapi (lebih dari 600 detik) gaya regangan dilepaskan maka setiap timbul fase relaksasi dari pembuluh darah. sarkomer akan kembali ke posisi resting Fase relaksasi ini akan memberikan rasa lenght dan akan menimbulkan relaksasi. nyaman. Tetapi setelah 6 jam diberikan Pada diregang pemanjangan pada Pada otot yang telah mengalami kerja respon secara awal otot akan pasif, terjadi modalitas rendaman maka akan timbul nyeri Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. VIII, No. 2. September 2015 15 yang jauh lebih berat. Timbulnya rasa nyeri pelaksanaan penelitian ini. Bantuan yang ini sebagai reaksi karena pembuluh darah penulis terima baik dukungan material secara mendadak dimasukkan dalam suhu maupun non material dari teman sejawat dingin dan dikembalikan lagi ke suhu fisioterapis, pihak UPT PPM STIKES Al- ruangan. Pada fase ini pembuluh darah dalam Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap serta pihak keadaan kontriksi (menyempit). Padahal di STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap satu sisi sudah terjadi peningkatan tekanan sangat menunjang pelaksanaan penelitian ini. osmotikakibat metabolisme. Hal penimbunan sampah inilah memicu yang timbulnya nyeri pada otot (Arovah, 2010) Hal ini berbeda dengan otot yang mendapatkan modalitas terapi peregangan sebelum – sesudah latihan. Ketika otot sudah lelah akibat penimbunan sampah metabolik kemudian otot diregang maka akan terjadi kontraksi dari otot-otot antagonis dan relaksasi dari otot agonis (Sudarsono, 2011). Peregangan akan membuat sarkomer otot memanjang sehingga penimbunan sampah metabolik dapat diurai. Inilah yang membuat peregangan setelah latihan dapat mencegah timbulnya nyeri DOMS. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini bahwa pemberian peregangan sebelum – sesudah latihan efektif dalam mencegah timbulnya DOMS. UCAPAN TERIMA KASIH RUJUKAN PUSTAKA Apleton, B. 2011. Stertching (serial online) [cited 2011 Nov 11] Aviable from : URL: http://www.people.bath.ac.uk/masrjb/stre tch/stretching_4html Arovah, N.I. 2010. Terapi Dingin (Cold Therapy) Pada Cedera Olahraga. Universitas Negeri Yogyakarta Connolly, D. A., Sayers, S. P. dan McHugh, M. P. 2003. Treatment and prevention of Delayed Onset Muscle Soreness. Journal of Strength and Conditioning Research, 17(1), 197-208. Ganong.W.F. 1991. Fisiologi Kedokteran. Edisi 10: Jakarta. EGC Penerbit Buku Kedokteran Guyton, A.C., Hall, J.E. 2007. Fisiologi Kedokteran. (Irawati Setiawan, Pentj). Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran Kisner, C., Allen Colby. 2007. Therapeutic Exercise Foundation and Techniques Six Edition. Philadelphia: FA. Davis Company Muscolino, J.E. 2009. The Muscle and Bone Palpation Manual With Trigger Points Refferal Pattern and Stretching. St. Louis Missouri : Mosby Nelson, A. G., Kokkonen, J. 2007. Stretching Anatomy. USA: Human Kinetics Prentice, E.W. 2002. Therapeutic Modalities For Physical Therapist. Second Edition. USA : Mc Graw-Hill Devision Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat dalam Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. VIII, No. 2. September 2015 16 Sudarsono, A. 2011. Peregangan Otot-otot Paha dan Slump Test Setelah Latihan Mencegah Timbulnya Nyeri Tekan dan Bengkak Otot-otot Paha Serta Memperbaiki Kemampuan Lompat Pada Orang Dewasa (Thesis). Universitas Udayana Bali Ylinen, J. 2008. Stretching Therapy For Sport And Manual Therapies. Philadelpia: Churchill Livingstone Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. VIII, No. 2. September 2015 17