PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH

advertisement
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016
“Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif
di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN
DI SEKOLAH DASAR MELALUI CERITA KEPAHLAWANAN
AGUNG WIDYANTORO
SDN Duren 2
[email protected]
Abstract
Character education is taught to children as early as possible as a key to building
the nation. One of them through learning in primary schools using stories of
heroism. School is a strategic place for character education for children will be
educated in school. Besides children spend most of their time in the school, so that
what is acquired at school will affect the formation of character. Through stories
of heroism is expected to foster positive character, mainly nurture the spirit of
nationalism. Material heroism not only taught through reading texts and answer
questions, but more focused on the message and the mandate contained in the
story as well as how to emulate the attitude of the hero.
Keywords: character education, heroism, elementary school
PENDAHULUAN
Pendidikan adalah usaha masyarakat dan bangsa mempersiapkan generasi
mudanya bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik
di masa depan (Puskur Balitbang, 2010:4). Pendidikan yang terjadi selama ini
masih mengedepankan nilai atau hasil akademik daripada pendidikan moralnya.
Persoalan yang berhubungan dengan sikap dan moral yang buruk masih sering
kita jumpai baik lewat media elektronik maupun media cetak, misalnyakasus
korupsi, kolusi dan nepotisme di semua lapisan jabatan, perkelahian antar pelajar,
penyalahgunaan penggunaan narkoba. Ngainum Naim (2012:18) mengemukakan
bahwa ada begitu banyak persoalan yang mencerminkan lemahnya karakter positif
dalam dunia pendidikan. Kita bisa menyimak pada kasus tawuran pelajar yang
semakin hari semakin mengerikan, dan tentu juga masih ada deretan panjang
persoalan pendidikan lainnya dari bangsa ini yang belum dapat mencapai tujuan
pendidikan seperti yang tertera dalam undang-undang Sisdiknas khususnya
pendidikan karakter. Oleh karena itu penanaman moral melalui pendidikan
karakter sedini mungkin kepada anak-anak adalah kunci utama untuk membangun
bangsa. Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini. Usia
dini merupakan masa kritis bagi pembentukan karakter seseorang. Banyak pakar
mengatakan bahwa kegagalan penanaman karakter sejak usia dini, akan
membentuk pribadi yang bermasalah dimasa dewasanya kelak. Selain itu,
menanamkan moral kepada generasi muda adalah usaha yang strategis.
Kata karakter berasal dari kata Yunani, Charassein, yang berarti mengukir
sehingga terbentuk sebuah pola. Mempunya akhlak mulia adalah tidak secara
otomatis dimiliki oleh setiap manusia begitu ia dilahirkan, tetapi memerlukan
proses panjang melalui pengasuhan dan pendidikan (proses pengukiran). Dalam
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016
“Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif
di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
istilah bahasa Arab karakter ini mirip dengan akhlak (akar kata khuluk), yaitu
tabiat atau kebiasaan melakukan hal yang baik.Karakter adalah watak, tabiat,
akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai
kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara
pandang, berfikir, bersikap dan bertindak, kebajikan terdiri atas sejumlah nilai,
moral, dan norma seperti bersikap jujur, berani bertindak, dapat dipercaya dan
hormat kepada orang lain (Puskur balitbang, 2010:3). Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), karakter berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi
pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain; tabiat; watak (1995:445).
Seseorang dapat dikatakan berkarakter baik jika telah berhasil menyerap
nilai dan moral dalam hidupnya. Demikian juga guru dikatakan berkarakter, jika
memiliki nilai dan keyakinan yang dilandasi hakikat dan tujuan pendidikan serta
digunakan sebagai kekuatan moral dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik.
Dengan demikian pendidik yang berkarakter, berarti telah memiliki kepribadian
dan sifat-sifat baik yang harus melekat pada diri pendidik. Pendidik yang
berkarakter kuat tidak hanya memiliki kemampuan mengajar, melainkan juga
harus memiliki keteladanan sehari-hari. Menurut Sjarkawi (2011:64) ada empat
nilai yang berkembang dalam masyarakat, yang harus diperhatikan oleh guru,
yaitu nilai moral, nilai sosial, nilai undang-undang dan nilai agama. Nilai moral
memiliki tuntutan yang lebih mendesak dibanding nilai lainnya karena berkaitan
dengan perilaku dan perbuatan. Guru adalah sumber nilai moral siswanya yang
menjadi figur di sekolah. Sehingga peran guru dalam proses pembelajaran sangat
besar.
Pembelajaran adalah aktivitas untuk menolong siswa belajar, maka strategi
pembelajaran yang dipilih guru harus memperlakukan siswa sebagai obyek yang
memiliki keunikan sendiri. Pembelajaran pada hakekatnya merupakan proses
interaksi antara siswa dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku
ke arah lebih baik. Guru bertanggung jawab untuk mengatur dan menciptakan
suasana yang mendorong siswa untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan di kelas.
Untuk menunjang ini perlu adanya manajemen kelas yang baik, diantaranya
adalah perbaikan dalam pembelajaran di sekolah dasar melalui sastra, salah
satunya dengan cerita kepahlawanan.
Cerita merupakan salah satu bentuk sastra yang memiliki keindahan dan
kenikmatan tersendiri (Abdul Majid, 2002:8). Cerita selalu menjadi instrument
pengajaran yang disukai oleh para pengajar (Lickona, 2013:125). Cerita lebih
banyak digunakan dalam pelajaran bahasa Indonesia. Kegiatan pembelajarannya
pun lebih didominasi kegiatan membaca dan menjawab pertanyaan. Cerita yang
seharusnya berisi pesan moral yang harus disampaikan dengan bercerita hanya
sebagai bagian dari materi pelajaran yang harus dibaca oleh siswa.
KAJIAN PUSTAKA
a. Pendidikan Karakter
Beberapapakar mengemukakan definisi dari “pendidikan”. Menurut Fuad
Ihsan(2010:1-2), “Dalam pengertian yang sederhana dan umum makna pendidikan
sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi
pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016
“Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif
di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
dalam masyarakat dan kebudayaan”.Usaha-usaha manusia disini tekait proses
menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani`
maupun rohani dan penanaman nilai-nilai yang ada di dalam masayarakat dan
kebudayaan. Dengan usaha-usaha tersebut diharapakan potensi-potensi yang ada
mampu membawa kemajuan dalam kehidupan sehari-hari. Pendapat lain
disampaikan oleh Ilahi (2012:27), “Pendidikan dalam konteks kekinian adalah
upaya untuk mengembangkan, mendorong, dan mengajak manusia agar tampil
lebih progresif dengan berdasarkan pada nilai yang tinggi dan kehidupan yang
mulia agar terbentuk pribadi yang sempurna, baik yang berkaitan dengan akal,
perasaan, maupun perbuatan”. Dengan demikian maka pendidikan adalah wahana
untuk membentuk generasi masa depan untuk pribadi yang sempurna baik yang
berkaitan dengan akal, perasaan, maupun perbuatan. Berdasarkan teori diatas,
dapat disimpulkan bahwa istilah pendidikan adalah usaha-usaha manusia untuk
mengembangkan potensi bawaannya, serta mendorong dan mengajak manusia
agar tampil lebih progresif dengan berdasarkan pada nilai yang tinggi dan
kehidupan yang mulia agar terbentuk pribadi yang sempurna, baik yang berkaitan
dengan akal, perasaan, maupun perbuatan.
Pendidikan karakter adalah suatu penanaman nilai-nilai karakter. Menurut
Fitri (2012:20) “Secara etimologi, istilah karakter berasal dari bahasa Latin
character, yang berarti watak atau tabiat, sifat-sifat kejiawan, budi pekerti,
kepibadian dan akhlak”. lebih lanjut lagiFitri mengemukakan “ secara
termonologi (istilah), karakter diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya
yang bergantung pada faktor kehidupannya”. Dengan demikian secara etimologi
dan termonologi karakter diartikan sifat/watak yang dimiliki manusia. Sifat atau
watak ini menjadi ciri khas manusia itu sendiri.Sifat-sifat ini tergantung pada
faktor-faktor kehidupannya. Pendapat lain disampaikan oleh Abdul Majid dan
Dian Ardiyani (2012:12), “karakter adalah watak/sifat, atau hal-hal yang memang
sangat mendasar yang ada pada diri seseorang”. Sifat-sifat ini mempengaruhi
pikiran dan perbuatan manusia, sehingga untuk mengetahui karakter seseorang
maka bisa dilihat dari pikiran dan perbuatan manusia.Muclas Samani dan
Hariyanto (2013:41) menyatakan bahwa karakter dimaknai sebagai cara berfikir
dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama baik dalam
lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Menurut Abdul Majid, dkk
(2012:12) “karakter ini lebih sempit dari kepribadian dan hanya salah satu aspek
dari kepribadian sebagaimana juga tempramen”.
Menurut Muchlas Samani &Hariyanto(2013:45) “Pendidikan karakter
adalah proses pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk menjadi manusia
seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa”.
Dengan demikian pendidikan karakter dimaknai sebagai proses untuk
memberikan tuntunan peserta didik untuk menjadi manusia yang berkarakter dari
segala aspek.Pendapat lain disampaikan oleh Zubaedi (2011:19) “Proses
pendidikan karakter ataupun pendidikan akhlak dipandang sebagai usaha dasar
dan terencana, bukan usaha yang sifatnya terjadi secara kebetulan. Pendidikan
karakter adalah usaha yang sungguh-sungguh untuk memahami, membentuk,
memupuk nilai-nilai etika, baik untuk diri sendiri maupun untuk semua warga
masyarakat atau warga negara secara keseluruhan”.
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016
“Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif
di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
Menurut Mulyasa (2013:9), “Pendidikan karakter bertujuan untuk
meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan yang mengarah pada
pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu dan
seimbang, sesuai dengan standar kompetensi lulusa pada setiap satuan
pendidikan”. Dengan demikian pendidikan karakter pada satuan pendidikan
adalah untuk membentuk karakter anak sesuai dengan standar lulusan setiap
satuan pendidikan. Pendapat lain disampaikan oleh Fitri (2012:22), “Pendidikan
karakter bertujuan membentuk dan membangun pola pikir, sikap, dan perilaku
peserta didik agar menjadi pribadi yang positif, berakhlak karimah, berjiwa luhur,
dan bertanggung jawab”. Dengan demikian pendidikan karakter memiliki tujuan
yang mulia karena ingin mendidik anak menjadi pribadi yang positif, berakhlak
karimah, berjiwa luhur, dan bertanggung jawab.
Menurut Pupuh Fathurrohman, AA Suryana, Fenny Fatriyani (2013:145146), pendidikan karakter harus didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut :
(1) Mempromosikan nilai-nilai dasar etika/akhlaq mulia sebagai basis karakter;
(2) Mengidentifikasikan karakter secara komprehensif supaya mencangkup
pemikiran, perasaan, dan perilaku; (3) Menggunakan pendekatan yang tajam,
proaktif, dan efektif untuk membangun karakter; (4) Menciptakan komunitas
sekolah yang memiliki kepedulian; (5) Memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk menunjukkan perilaku yang baik; (6) Memiliki cakupan terhadap
kurikulum yang bermakna dan menantang yang menghargai semua peserta didik,
membangun karakter mereka dan membantu mereka untuk sukses; (7)
Mengusahakan tumbuhnya motivasi dari pada peserta didik; (8) Mengfungsikan
seluruh staf sekolah sebagai komnitas moral yang bertanggung jawab untuk
pendidikan karater dan setia pada nilai-nilai dasar yang sama; (9) Adanya
pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun inisiatif
pendidikan karakter; (10) Mengfungsikan keluarga dan anggota masyarakat
sebagai mitra dalam usaha untuk membangun karakter; (11) Mengevaluasi
karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karakter, dan manifestasi
karakter positif dalam kehidupan peserta didik.
Menurut Pupuh Fathurrohman, AA Suryana, Fenny Fatriyani (2013:120121) ada 16 karakter yang perlu dikembangkan di sekolah berdasarkan 56 butirbutir pekerti yang dikumpulkan oleh Edi Sedyawati, dkk. Keenam belas karakter
tersebut yaitu, “ (1) Jujur; (2) Tahu Berterima kasih; (3) Tertib; (4) Penuh
perhatian; (5) Baik hati; (6)Tanggung jawab; (7) Pemaaf; (8) Peduli; (9)
Menghargai Waktu; (10) Sabar; (11) Cermat/Teliti; (12) Pengendalian diri; (13)
Tenggang rasa; (14) Sopan Santun; (15) Rela Berkorban; (16) Sportif/berjiwa
ksatria/berjiwa besar”.
b. Cerita Kepahlawanan
Menurut Herman J. Waluyo, (2002: 6) cerita itu bukan kenyataan
yang faktual (riil) namun hanya rekaan pencerita (pembuat cerita atau
pengarang). Cerita berkaitan dengan manusia, waktu, tempat, dan urutan
kejadian (peristiwa).Cerita sebagai suatu bentuk wacana yang sasaran
utamanya adalah tindak-tanduk yang dijalin dan dirangkaikan menjadi sebuah
peristiwa yang terjadi dalam suatu kesatuan waktu (Gorys Keraf, 2007: 136).
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016
“Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif
di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
c.
Prosa cerita atau cerita plot adalah kisahan yang diemban oleh pelaku-pelaku
tertentu dengan pemeranan, latar serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu
yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya (Aminuddin, 2009: 66).
Unsur – unsur dalam cerita meliputi unsur instrinsik dan ekstrinsik.
Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya itu sendiri. Unsur–unsur
intrinsik mencakup tema(ide pokok sebuah cerita), Latar(setting) adalah
tempat, waktu , suasana yang terdapat dalam cerita, alur (plot) (susunan
peristiwa atau kejadian yang membentuk sebuah cerita), perwatakan, tokoh (
orang yang ada atau diceritakan dalam cerita), nilai atau amanat yang
terkandung dalam cerita. Sedangkan unsur ekstrinsik terdiri dari nilai-nilai
dalam cerita (agama, budaya, politik, ekonomi), latar belakang kehidupan
pengarang, dan situasi sosial ketika cerita itu diciptakan.
Jenis cerita yang berkembang dalam masyarakat meliputi sage, mite,
dan legenda. Sage merupakan cerita kepahlawanan. Misalnya Joko Dolog,
ciung Wanara dan cerita pahlawan-pahlawan Nasional yang berjuang
mengusir penjajah, misalnya cerita tentang Jendral Sudirman. Mite atau mitos
lebih mengarah pada cerita yang terkait dengan kepercayaan masyarakat
setempat tentang sesuatu. Contohnya mitos tentang asal-usul Nyi Roro Kidul.
Sedangkan legenda mengandung pengertian sebagai sebuah cerita mengenai
asal usul terjadinya suatu tempat. Misalnya terjadinya danau Toba.
Pahlawan adalah orang yang rela berkorban demi kepentingan
bersama dan mengorbankan tenaga, harta,
keluarga demi membela
bangsanya. Seperti contohnya tentara dan para pejuang kemerdekaan yang
rela mati-matian bertempur dengan mpenjajah hingga kemerdekaan itu dapat
diraih. Orang yang memiliki jiwa kepahlawanan akan mengutamakan
toleransi daripada individualis. Cerita kepahlawanan adalah cerita yang
mengisahkan sesorang sebagai orang yang berjasa dan memiliki kebaikan
menolong sesama umat. Salah satu jenis pahalawan adalah pahlawan
nasional. Pahlawan nasional adalah gelar yang diberikan oleh pemerintah
Indonesia kepada seseorang yang semasa hidupnya berjasa bagi kepentingan
bangsa.
Pembelajaran dengan Cerita Kepahlawanan
Pendidikan karakter dapat dibentuk salah satu yang paling mudah ialah
melalui cerita. Bercerita dapat dilakukan oleh guru baik di dalam maupun di
luar kelas. Tidak hanya tergantung pada mata pelajaran bahasa Indonesia.
Sehingga guru harus teliti dalam memilih cerita yang akan disampaikan
kepada siswanya. Karena sebagian besar cerita ada yang mengandung unsurunsur negatif. Dalam cerita terdapat ide, tujuan cerita, imajinasi, kosakata
atau kalimat, gaya bahasa. Sehingga penting memilih cerita yang sesuai
dengan usia dan perkembangan siswa khususnya di sekolah dasar.
Salah satu cerita yang dapat dijadikan sumber pendidikan karakter
adalah cerita kepahlawanan. Cerita kepahlawanan berisi tentang seseorang
yang berjasa atau yang mengutamakan kebaikan. Dalam pembelajaran di
sekolah dasar cerita kepahlawanan diajarkan pada mata pelajaran bahasa
Indonesia dengan teks sebagai bahan bacaan dan menjawab pertanyaan.
Cerita kepahlawanan akan menjadi salah satu bentuk pengajaran moral
disekolah dasar sebagai bagian dari pendidikan karakter. Cerita kepahlawanan
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016
“Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif
di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
diajarkan tidak hanya melalui teks bacaan tapi harus dilakukan dengan
bercerita sebagai daya tarik dan bersifat mengajak bukan mengganggu.
Dalam menyampaikan cerita guru harus mengetahui seluruh rangkaian
peristiwa yang terjadi dalam cerita dan mempelajarai dengan baik tohoktokoh dalam cerita sehingga dapat menirukan berbagai macam suara baik
binatang maupun manusia. Cara menyampaikan ceritadapat dilakukan
sebagai berikut.
1. Guru mempersiapkan media yang dibutuhkan dalam menyampaikan cerita.
Media yang digunakan harus dapat dengan mudah diterima oleh siswa,
misalnya menggunakan salah satu gambar pahlawan nasional, maka
gambar yang digunkan harus jelas
2. Menuliskan catatan penting tentang cerita yang disampaikan
3. Memikirkan hasil cerita setelah disampaikan, pesan yang terkandung
dalam cerita
4. Bercerita dengan menggunakan gaya bahasa yang khas, artinya setiap
tokoh dan karakter yang ada dalam cerita dapat dilakukan dengan
berbeda.
5. Cerita yang disampaikan harus mengembangkan imajinasi dan sisi emosi
dari sebuah karakter anak.
Cerita kepahlawanan memiliki pesan yang positif dalam membentuk karakter
siswa, karena dalam cerita kepahlawanan terdapat nilai Kepahlawanan, yaitu suatu
sikap dan perilaku perjuangan yang mempunyai mutu dan jasa pengabdian serta
pengorbanan terhadap bangsa dan negara. Dengan cerita kepahlawanan siswa
diajak untuk mengenal pahlawan dan pengorbanan untuk negaranya. Dalam cerita
kepahlawanan nilai-nilai positif dimunculkan agar siswa dapat mencontoh sebagai
perbuatan yang baik dan meneladani kisah pahlawan, sehingga rasa nasionalime
dan semangat patriotisme muncul dari kesadaran siswa.
Penutup
Sekolah adalah tempat yang strategis untuk pendidikan karakter karena
anak-anak dari semua lapisan akan mengenyam pendidikan di sekolah. Selain itu
anak-anak menghabiskan sebagian besar waktunya di sekolah, sehingga apa yang
didapatkannya di sekolah akan mempengaruhi pembentukan karakternya.Namun
proses pembelajaran yang dilakukan adalah dengan pendekatan penghafalan
(kognitif). Sehingga siswa hanya dituntut menguasai materi yang keberhasilannya
diukur hanya dengan kemampuan anak menjawab soal ujian (terutama dengan
pilihan berganda dan uraian singkat) yang kemudian menjadi nilai akhir. Karena
orientasinya hanyalah semata-mata hanya untuk memperoleh nilai bagus, maka
bagaimana mata pelajaran dapat berdampak kepada perubahan perilaku, tidak
pernah diperhatikan. Tujuan akhir dari pendidikan karakter adalah bagaimana
manusia dapat berperilaku sesuai dengan kaidah-kaidah moral. Salah satu
pembelajaran dalam membentuk karakter siswa adalah dengan bercerita cerita
kepahlawanan. Dalam cerita kepahlawanan memiliki nilai-nilai positif yang dapat
dijadikan teladan bagi siswa. Selain memupuk rasa nasionalisme, toleransi juga
semangat patriotisme siswa jika diajarkan dengan meyakinkan siswa tentang isi
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016
“Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif
di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
cerita dan penuh pesan moral yang menarik. Hal ini sejalan dengan pendapat
Lickona (2013:129) meyakinkan merupakan kekuatan dari bercerita sebagai alat
untuk memberikan pendidikan moral.
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 2009. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Bari
Algesindo.
Balitbang. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional Balitbang Puskur
Fathurrohman,P,dkk. 2013. Pengembangan Pendidikan Karakter. Bandung:
Refika Aditama.
Fitri,AZ. 2012. Pendidikan Karakter Berbasis Nilai & Etika Di Sekolah.
Jogjakarta:Ar-Ruzz Media.
Ilahi,MH.2012. Revitalisasi Pendidikan Berbasis Moral. Jogjakarta:Ar-Ruzz
Media.
Keraf, Gorys. 2007. Argumentasi Narasi Komposisi Lanjutan III. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Kesuma,D,dkk.2012.Pendidikan Karakter.Bandung:Remaja.
Lickona, Thomas. 2013. Education for Charakter. Mendidik Untuk Membentuk
Karakter.Jakarta: Bumi AKsara
Majid,A,dkk. 2012. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung:PT Remaja
Rosdakarya.
Muchlish,M. 2011. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis
Multidimensional.Jakarta:Bumi Aksara.
Mulyasa. 2013. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kemandirian
Guru dan Kepala Sekolah. Jakarta:Bumi Aksara.
Naim,N. 2012. Character Building. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media
Samani,M dan Hariyanto. 2013. Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Sjarkawi.2011. Pembentukan Kebribadian Anak. Jakarta: Bumi Aksara
Waluyo, J. Herman. 2001. Pengkajian Sastra Rekaan. Salatiga: Widya Sari Press.
Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter (konsepsi dan aplikasinya dalam
lembaga pendidikan). Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Zuriah,N. 2010. Pendidikan Moral & Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Download