Minyak Atsiri sebagai Bahan Aktif Konservasi Benda Cagar Budaya

advertisement
Minyak Atsiri sebagai Bahan Aktif Konservasi Benda Cagar Budaya
Riyanto
Prodi Kimia Fakultas MIPA Universitas Islam Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak: Konservasi dengan mencegah kerusakan benda cagar budaya akibat tumbuhnya bakteri, lumut, jamur,
dan mikroorganisme sangat perlu untuk dilakukan. Konservasi BCB selama ini menggunakan bahan kimia
berbahaya seperti 5-bromo-3-sec-butyl-6-methyluracil (Hyvar-X), xylophene, aldrin, malathion, parathion, DDT
(Dichloro Diphenyl Trichloroethane) dan CCA (Chromated Copper Arsenat). Bahan kimia berbahaya tersebut
dapat dilakukan penggantian dengan menggunakan bahan alam yang berupa minyak atsiri, yang diambil dari
tanaman sereh wangi, cengkeh, pala, jahe karena mengandung zat-zat aktif seperti sitronelal, sitronelol, geraniol,
eugenol, cineol, dan camphene yang dapat membasmi, membunuh, dan mengusir serangga, bakteri, dan jamur.
Penggunaan minyak atsiri sebagai bahan konservasi BCB aman terhadap lingkungan, manusia, dan mampu
mencegah kerusakan BCB.
Kata Kunci: Minyak atsiri, Zat aktif, Bahan Konservasi
Abstrak: Conservation for controlling damages from the growth of bacteria, moss, fungi, and microorganism
is needed to be conducted in a cultural heritage. So far the conservation has been focused on the application
of dangerous chemical such as 5-bromo-3-sec-butyl-6-methyluracil (Hyvar-X), xylophene, aldrin, malathion,
parathion, DDT (Dichloro Diphenyl Trichloroethane) and CCA (Chromate Copper Arsenate). The chemical could
be substituted by natural compound in the form of essential oil, taken from lemongrass, clove, nutmeg, and ginger,
because they have active substances such as citronellal, citronellol, geraniol, eugenol, cineol and camphene that
could exterminate, kill, and remove insect, bacteria, and fungi. The application of essential oil as conservation
material is safe for the environment and human. Moreover, it could control damages in a cultural heritage.
Kata Kunci : Essential oil, Active substance, Conservation material
Pendahuluan
Indonesia mempunyai banyak benda cagar
budaya warisan dari nenek moyang yang tidak ternilai
harganya. Beberapa benda cagar budaya telah masuk
GDODPZDULVDQGXQLD81(6&2VHSHUWL&DQGL%RUREXGXU
Candi Prambanan, batik, dan wayang. Benda cagar budaya
terbuat dari batu, kayu, kertas, dan kain. Benda cagar
budaya harus dilindungi dari kepunahan dan kerusakan
akibat proses alam seperti hujan asam, serangan
serangga, jamur, cendawan, dan mikroba. Jenis mikroba
yang banyak tumbuh di batuan yaitu fungi, jamur, dan
alga. Mikroba tersebut mudah berkembang pada batuan,
batu pasir, granit, batu kapur, dan gypsum (Burford et
al., 2003). Pertumbuhan mikroba pada batuan tergantung
pada faktor lingkungan seperti ketersediaan air, pH,
iklim, sumber nutrisi, komposisi batuan, porositas, dan
permeabilitas batuan.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk
melindungi bangunan bersejarah dari kerusakan dan
4
pelapukan (Leisen et al. 2004; Triyana dan Soesilo
2013; Singh 2004; Gupta et al. 2012). Selama ini upaya
konservasi masih menggunakan pestisida, fungisida, dan
insektisida sintetik seperti 5-bromo-3-sec-butyl-6-methyluracil
(Hyvar-X), xylophene, aldrin, malathion, parathion, DDT
(Dichloro Diphenyl Trichloroethane), dan CCA (Chromated
Copper Arsenat) (Winkler 1994; Sing 2004; Gupta et al.
2012). Bahan-bahan tersebut merupakan bahan berbahaya
dan beracun, yang menyebabkan bahaya bagi manusia
yang melakukan konservasi, pengunjung, dan lingkungan
sekitar benda cagar budaya. Bahan-bahan tersebut dapat
menyebabkan kanker karena bersifat karsinogenik dan
mutagenic sehingga dilarang digunakan untuk konservasi
%&% 2OHK NDUHQD LWX SHQWLQJ XQWXN PHQFDUL EDKDQ
konservan alternatif yang aman dan ramah lingkungan.
Indonesia mempunyai keanekaragaman hayati
tanaman penghasil minyak atsiri seperti sereh dapur
minyak cengkeh (Eugenia aromatica), minyak sereh wangi
(Andropogon nardus) dan minyak kayu manis (Cinnamomum
Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur, Volume 8, Nomor 2, Desember 2014, Hal 4-10
spp.), yang mengandung senyawa pestisida berbasis
minyak atsiri telah lolos registrasi dari EPA (Environmental
Protection Agency) dan dinyatakan aman dari GRAS
(Generally Recognized as Safe) (Koul et al., 2008) sehingga
ramah terhadap manusia dan lingkungan. Penelitian
penggunaan minyak atsiri untuk pestisida, fungisida,
dan insektisida telah banyak dilakukan umumnya untuk
PHOLQGXQJLWDQDPDQEHQ]HQHGDQJXJXV2+VHKLQJJD
dapat berperan sebagai pestisida nabati. Sereh dapur dan
sereh wangi dapat digunakan sebagai penolak serangga
hama dan juga nyamuk (Zanellato et al. 2009).
Untuk memperoleh informasi lebih lengkap
tentang jenis minyak atsiri sebagai konservan alami maka
pada makalah ini dikemukakan jenis-jenis minyak atsiri,
cara isolasi, dan analisis serta, aktivitasnya yang didasarkan
pada berbagai sumber literatur.
Tinjauan Pustaka
1. Proses Pelapukan Batu Candi Borobudur
Salah satu sebab kerusakan benda cagar budaya
adalah pelapukan oleh bahan-bahan organik. Pelapukan
organik yaitu proses penghancuran benda cagar budaya
yang diakibatkan oleh aktivitas makhuk hidup, baik hewan
maupun tumbuhan. Beberapa organisme penyebab
pelapukan yaitu bakteri dan jamur. Bakteri merupakan
salah satu jasad renik yang berbentuk seperti batang,
peluru, dan sekrup. Bakteri termasuk makhluk hidup
yang kasat mata. Untuk dapat mengamati dan mengenal
bakteri secara seksama diperlukan mikroskop. Selain
bakteri, organisme penyebab kerusakan yang lain adalah
jamur. Jamur dapat juga disebut fungi atau cendawan.
Jamur merupakan organisme yang tidak mempunyai
NORURÀODWDXEHUVLIDWKHWHURWURI8QWXNPHPSHUWDKDQNDQ
GLULQ\DMDPXUKLGXSVHEDJDLSDUDVLWGDQVDSURÀW-DPXU
tidak mempunyai akar, batang, dan daun, sehingga
disebut tumbuhan thalus. Jamur berkembang biak
secara kawin dan tidak kawin. Perkembangbiakan secara
kawin dilakukan dengan cara konjugasi, askospora, dan
basidiospora. Perkembangan dengan cara tidak kawin
dilakukan dengan membentuk spora, membelah diri,
fragmentasi, dan dengan kondium.
Berdasarkan
hasil
penelitian
di
Candi
Borobudur, bakteri dan jamur dapat mempercepat
proses pelapukan. Batuan Candi Borobudur yang
kaya mineral penting merupakan tempat yang tepat
EDJL WXPEXKQ\D RUJDQLVPH VDSURÀW 0LQHUDOPLQHUDO
batuan tersebut bereaksi dengan bahan-bahan organik
GDQ PDNKOXN KLGXS VDSURÀW VHKLQJJD WHUMDGLODK
pelapukan. Mikroorganisme penyebab kerusakan
yang ditemukan di Candi Borobudur di antaranya
adalah bakteri, alga, dan jamur. Bakteri yang tumbuh
di Candi Borobudur di antaranya adalah bakteri
fotoautotrof yang dapat mensintesis senyawa organik
dengan menggunakan energi cahaya matahari tidak
langsung. Bakteri tersebut menghasilkan berbagai
senyawa asam yang dapat bereaksi dengan oksida
batuan. Contoh bakteri yang ada pada batuan Candi
%RUREXGXU DGDODK $PRQLÀUL 63 $FHXWREDFWHXU GDQ
)LFWREDFWHXUÀ[LQJ
Alga juga ditemukan di batuan Candi Borobudur.
Alga yang dapat hidup di Candi Borobudur atau batuan
GLVHEXW 3HULÀWRQ GDUL NHODV &\DQRSK\FHDH DOJD ELUX
dan Chlorophyceae (Alga hijau). Alga biru merupakan
vegetasi perintis, yaitu merupakan tumbuhan yang
mampu menghancurkan batuan sehingga dapat hidup di
daerah tersebut. Alga dapat berfotosintesis dan mampu
hidup pada lingkungan dengan suhu 80 C, sehingga dapat
bertahan lama pada batuan Candi Borobudur. Spesies alga
yang ditemukan di Candi Borobudur adalah Nostoceae,
Gleocapsa, dan Chlorophyceae bersel satu.
Fungi (jamur) merupakan organisme bersifat
VDSURÀW SDGD &DQGL %RUREXGXU -DPXU PHPSHUROHK
makanan secara tidak langsung dari makhluk hidup.
Celah-celah Candi Borobudur yang lembab, kurang
cahaya matahari, dan banyak mengandung zat-zat
organik, merupakan daerah yang paling tepat bagi
pertumbuhan jamur. Beberapa jamur yang tumbuh pada
Gambar 1. Cagar budaya berbahan batu yang ditumbuhi oleh
mikroba jenis jamur dan alga
5
Riyanto, Minyak Atsiri sebagai Bahan Aktif Konservasi Benda Cagar Budaya
batuan Candi Borobudur seperti aspergilus nigeruan
tioghom, aspergilus tlavus link, dan rhyzopus orrhyzus
ÀFKHU*DPEDUPHQXQMXNNDQPLNURED\DQJWXPEXKGL
berbagai benda cagar budaya.
2. Minyak Atsiri
Minyak atsiri adalah minyak yang diperoleh
GHQJDQ FDUD GHVWLODVL HNVWUDNVL GDQ HQÁXRUDVL GDUL
bagian tanaman: akar, batang, kulit, daun, bunga,
dan buah. Contoh tanaman penghasil minyak atsiri
dapat dilihat pada Tabel. 1. Minyak atsiri yang
dengan mudah dapat dipisahkan menjadi komponenNRPSRQHQQ\D GDSDW VHFDUD NLPLD DWDX ÀVLND \DQJ
dapat merupakan bahan dasar untuk dikonversi
menjadi produk-produk lain seperti minyak sereh,
minyak daun cengkeh, minyak permen, dan minyak
terpentin. Minyak atsiri yang sukar dipisahkan
menjadi komponen-komponennya dan digunakan
secara langsung seperti minyak nilam, minyak
kenanga, dan minyak akar wangi.
2. 1 Teknik Isolasi Minyak Atsiri
Minyak atsiri dapat didestilasi dari bagian tanaman
seperti daun, batang, akar, buah, kulit batang, dan bunga.
Berbagai jenis teknik isolasi minyak atsiri seperti destilasi
kukus, destilasi rebus, destilasi uap air, ekstraksi, dan
HQÁXRUDVL %HUEDJDL MHQLV GHVWLODVL GLWXQMXNNDQ SDGD
Gambar 2. Destilasi kukus (Gambar 2A) sangat sesuai
untuk isolasi minyak atsiri sereh, kenanga, dan cengkeh.
Destilasi rebus sangat sesuai untuk isolasi minyak atsiri
empon-empon seperti jahe, kencur, kunyit, temu mangga,
dan lain-lain. Teknik dengan destilasi rebus (Gambar
2B), bahan baku harus dihancurkan sampai halus dan
dicampur dengan air menggunakan perbandingan yang
sesuai. Teknik ini memerlukan api yang kecil supaya
sampel tidak hangus. Teknik yang banyak digunakan
untuk isolasi minyak atsiri berbahan baku keras sepeti
daun, batang, dan akar yaitu destilasi uap air (Gambar 2C).
Keberhasilan teknik ini sangat ditentukan dengan tekanan
uap yang dihasilkan oleh boiler. Untuk optimasi hasil
biasanya bahan baku perlu dikeringkan untuk mengurangi
kandungan air dan dihaluskan untuk mengeluarkan
semua minyak atsiri dalam jaringan tanaman.
(A)
(B)
Tabel 1. Tanaman penghasil minyak atsiri yang sudah umum dibudidayakan
No.
6
Tanaman
Bagian tanaman
Minyak atsiri
Cengkeh
Komponen utama
1.
Pohon cengkeh
Bunga/daun
Eugenol
2.
Pohon lawang
Kulit
Lawang
Eugenol dan safrol
3.
Pohon pinus
Kulit/batang/getah
Terpentin
Alfa-pinen
4.
Pohon cendana
Kulit batang/akar
Cendana
Santanol
5.
Pohon kayu putih
Daun
Kayu putih
Sineol
6.
Pohon kenanga
Bunga
Kenanga
Ester
7.
Pohon kayu manis
Kulit/batang
Kayu manis
Sinamil aldehida
8.
Sereh
Daun
Sereh
Sitronelal, sitronelol
9.
Nilam
Daun
Nilam
Patchouli alkohol
10.
Menthaarvensis
Daun
Permen
Mentol
11.
Akar wangi
Akar
Akar wangi
Vetiverol
12.
Adas
Biji
Adas
Anetol, estragol, fenson
13.
Gondopuro
Daun
Gondopuro
Metil salisilat
Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur, Volume 8, Nomor 2, Desember 2014, Hal 4-10
(C)
Gambar 3. Kromatogram minyak atsiri jahe hasil destilasi rebus
Tabel 2. Komponen senyawa aktif dalam minyak atsiri
jahe
No.
Gambar 2. Jenis-jenis destilasi untuk isolasi minyak atsiri
dimana (A) destilasi kukus, (B) destilasi rebus dan (C)
destilasi uap air
2.2 Analisis Komponen Senyawa Aktif dalam
Minyak Atsiri
Analisis komponen senyawa aktif dalam minyak
atsiri dapat dilakukan dengan menggunakan alat
NURPDWRJUDÀ JDV VSHNWURPHWUL PDVD DWDX *&06
Salah satu contoh hasil analisis minyak atsiri jahe yang
dihasilkan dari destilasi rebus dengan perbandingan air
dan jahe (1:1). Kromatogram minyak atsiri jahe dapat
dilihat pada Gambar 3.
Komponen senyawa aktif dalam minyak atsiri
jahe mengandung lebih dari 25 senyawa. Nama-nama
VHQ\DZD DNWLI KDVLO DQDOLVLV GHQJDQ NURPDWRJUDÀ
dapat diketahui dengan menggunakan spektrometri
masa ditunjukkan pada Tabel 2.
Pada Gambar 4 terlihat bahwa minyak atsiri daun
cengkeh mengandung lima senyawa aktif yaitu eugenol
76,86%, beta carryophylllene 18,90%, alpha humulene
2,53%, alpha copaene 1,03% dan delta cadinene 0,67%.
3. Aktivitas Minyak Atsiri sebagai Antibakteri dan
Antijamur
Aktivitas biologi minyak atsiri terhadap mikroba
telah banyak diteliti terutama terhadap bakteri patogen
pada manusia dan hewan. Hasil beberapa penelitian
menunjukkan bahwa sejumlah minyak atsiri mempunyai
aktivitas terhadap bakteri patogen baik yang bersifat
gram negatif maupun positif dengan nilai MIC (Minimum
Inhibitory Concentration) yang bervariasi. Sejumlah
minyak atsiri juga dilaporkan mempunyai aktivitas
terhadap bakteri pathogen pada tanaman (Hartati et
al., 1994; Supriadi et al., 2008; Pradhanang et al., 2003;
Vasinauskiene et al.,2006; Kotan et al., 2007).
Nama Senyawa Kimia
Kadar (%)
1.
a-pinene
3,57
2.
Camphene
12,47
3.
b-pinene
0,23
4.
1,8-cineole
17,89
5.
Linalool
0,23
6.
Borneol
3,10
7.
a-terpineol
1,15
8.
Nerol
0,23
9.
Neral
0,21
10.
Bisabolene
1,63
11.
Zingiberene
0,32
Gambar 4. Kromatogram minyak atsiri daun cengkeh hasil destilasi
uap air
Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa
sejumlah minyak atsiri juga mempunyai aktivitas
terhadap jamur. Aktivitas antijamur yang dimiliki
oleh minyak atsiri juga berhubungan dengan senyawa
monoterpenik fenol khususnya timol, karvakrol, dan
eugenol (Isman, 2000).
4. Aktivitas Minyak Atsiri sebagai Antivirus,
Antinematoda, dan Antigulma
Sejumlah minyak atsiri juga dilaporkan dapat
menghambat infeksi dari virus (Koul et al., 2008;
Reichling, 2009). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa minyak atsiri juga efektif terhadap virus
7
Riyanto, Minyak Atsiri sebagai Bahan Aktif Konservasi Benda Cagar Budaya
pathogen pada tanaman seperti TMV, CPMV, BCMV,
MBMV, SBMV, CaVMV (Bishop, 1995; Reitz et al.,
2008). Menurut Mustika et al. (1994), Sangwan et al.
(1990), dan Tariq (2010), sejumlah minyak atsiri dan
komponennya seperti eugenol mempunyai aktivitas
terhadap nematoda parasit tanaman.
Selain aktivitasnya terhadap mikroba sejumlah
minyak atsiri juga berpotensi untuk digunakan sebagai
herbisida (Batish et al., 2008; Isman, 2000, Zanellato
et al., 2009). Menurut Batish et al. (2008), minyak
Eucalyptus dapat mengendalikan gulma yang sifatnya
VSHFLHV VSHVLÀN 0LQ\DN FLQDPRQ GDQ SHSHUPLQ
dilaporkan
dapat
menghambat
perkecambahan
biji beberapa jenis gulma di daerah Mediterania.
Sementara minyak lavender juga berpotensi sebagai
antigulma karena dapat menghambat pertumbuhan
gulma Vicia faba dan mikroba pengganggu tanaman
(Zanellato et. al., 2009).
5. Aktivitas Minyak Atsiri sebagai Antivirus,
Antinematoda, dan Antigulma
Menurut Dubey et al. (2008), Dubey et al. (2010),
Isman (2000), dan Koul et al. (2008), aktivitas biologi
minyak atsiri terhadap serangga dapat bersifat menolak
(repellent), menarik (attractant), racun kontak (toxic),
racun pernafasan (fumigant), mengurangi nafsu makan
(antifeedant), menghambat peletakan telur (oviposition
deterrent), menghambat petumbuhan, menurunkan
fertilitas, serta sebagai antiserangga vektor. Hasil dari
beberapa penelitian yang telah dilakukan tersebut di atas
menunjukkan bahwa sejumlah minyak atsiri mempunyai
aktivitas biologi yang berspektrum sangat luas baik
terhadap mikroba (bakteri, jamur, virus, nematoda)
maupun terhadap serangga hama dan vektor patogen
yang hidup di sekitar rumah serta serangga hama tanaman.
PEMBAHASAN
Minyak Atsiri Cengkeh dan Sereh untuk Bahan
Konservasi Bangunan Cagar Budaya
Potensi minyak atsiri sebagai pestisida nabati
MXJD VDQJDW EHVDU GLWLQMDX GDUL DNWLYLWDV ELRORJL HÀNDVL
kompatibilitas, organisme sasaran, serta keamanannya
terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Sebagai
contoh komponen kimia minyak sereh wangi adalah
sitronellal dan garaniol. Kedua komponen tersebut
8
menentukan intensitas bau, harum, serta nilai harga
minyak sereh wangi. Kadar komponen kimia penyusun
utama minyak sereh wangi tidak tetap dan tergantung
pada beberapa faktor. Komposisi minyak sereh wangi
dapat terdiri dari beberapa komponen, ada yang
mempunyai 30-40 komponen, yang isinya antara lain
alkohol, hidrokarbon, ester, alaehid, keton, oxida, lactone,
terpene, dan sebagainya.
Beberapa jenis minyak atsiri mengandung senyawa
monoterpen yang mempunyai sifat anti mikroba seperti
cymene, sabinen, alpha pinen, betapinen, sitronellol,
geraniol, carvacrol, thymol, farnesol, dan caryophyllene.
Struktur dan gugus fungsi yang berperan sebagai
antibakteri ditunjukkan pada Gambar 5 dan 6.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Zanellato
et al. (2009) komposisi kimia minyak atsiri bunga
cengkeh dari Turki melalui proses penyulingan uap
mendapatkan komponen terbesar adalah 87% eugenol,
Gambar 5. Contoh senyawa monoterpen dan sesqueterpen dalam
minyak atsiri yang mempunyai peran sebagai antibakteri (Oyen and
Dung, 1999).
Gambar 6. Contoh senyawa aromatic dan terpenoid dalam minyak
atsiri yang mempunyai peran sebagai antibakteri (Oyen and Dung,
1999).
Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur, Volume 8, Nomor 2, Desember 2014, Hal 4-10
HXJHQ\O DVHWDW GDQ ƢFDU\RSK\OOHQH
Sangwan et al. (1990) menganalisa komposisi kimia
dalam minyak daun cengkeh menggunakan GC-MS
didapat 23 komposisi kimia dengan kadar komponen
WHUEHVDU DGDODK HXJHQRO ƢFDU\RSK\OOHQH
(17,4%), R-humulene (2,1%), dan eugenylacetate (1,2
%).
Beberapa jenis pestisida berbasis minyak atsiri telah
diproduksi dan sering digunakan untuk mengendalikan
patogen, serangga hama, dan vector patogen di lingkungan
rumah, rumah kaca, dan peternakan. Pestisida berbasis
minyak atsiri juga mempunyai nilai MIC (Minimum
Inhibitory Concentration) dan LD (Lethal Dose) yang
rendah, kompatibel, dan menghasilkan produk pertanian
yang bebas residu (Hartati, 2012).
Berdasarkan beberapa penelitian di atas
menunjukkan bahwa minyak atsiri mengandung senyawa
kimia yang berpotensi untuk membunuh bakteri, lumut,
jamur, dan mikroorganisme, sehingga dapat digunakan
sebagai bahan konservan BCB berbahan batu, kayu,
DWDXNHUWDV2OHKNDUHQDLWXGLVDUDQNDQXQWXNGLODNXNDQ
penelitian pada BCB secara langsung.
Kesimpulan
Minyak atsiri dapat diperoleh dari tanaman
cengkeh, sereh, jahe, nilam dan lain-lain. Pada
umumnya mengandung zat aktif yaitu eugenol,
sitronelal, sitronelol, geraniol, sineol, kamphen
dan pachuoli alcohol. Zat-zat tersebut berpotensi
untuk membunuh bakteri, lumut, jamur dan
mikroorganisme, sehingga berpotensi sebagai bahan
koservan batu, kayu, atau kertas, yang disarankan
untuk diuji di lapangan pada BCB.
Daftar Pustaka
Batish, D. R., H. P. Singh, and R. K. Kohli. 2008. Eucalyptus
essential oil as a natural pesticide. Forest Ecology and
Management 256: 2166-2174.
Burford, P.E., Kierans, M., Gadd, M.G. 2003, Geomycology:
fungi in mineral substrata, Mycologyst 17: 98-107.
Dubey, N. K. , B. Srivastava, and A. Kumar. 2008. Current
status of plant products as botanical pesticides in storage
pest management. J. of Biopesticides 1 (2):182-186.
Dubey, N. K., R. Shukla, A. Kumar, P. Singh, and B.
Prakash. 2010. Prospects of botanical pesticides in
sustainable agriculure. Current Science, 4 (25): 479480.
Gupta, S.P., Sharma, K., and Chhabra, B.S., 2012,
Biodeterioration and Chemical Conservation,
Journal of Conservation Science in Cultural Heritage,
Vol. 12: 135-147.
Hartati, S. Y., E. M. Adhi, A. Asman, dan Nuri Karyani.
1994. (ÀNDVL PLQ\DN FHQJNHK WHUKDGDS EDNWHUL
Pseudomonas solanacearum. Prosiding Seminar
Hasil Penelitian dalam Rangka Pemanfaatan
Pestisida Nabati, Bogor. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Balittro. Bogor. Hlm.
37-42.
Hartati, S.R., 2012, Prospek Pengembangan Minyak Atsiri
Sebagai Pestisida Nabati (Prospect Of Essential Oils
Developed As Botanical Pesticides), Perspektif, 11 (1):
45 – 58.
Isman, M. B. 2000. Plant essential oils for pest and disease
management. Crop Protection. 19: 603-608.
.RXO26:DOLDDQG*6'KDOLZDOEssential oils
as green pesticides: Potential and constrains. Biopesticides.
Int. 4 (1): 63-84.
Kotan, R., F. Dadasoglu, S. Kordali, A. Cakir, N. Dikbas,
and R. Cakmakci. 2007. Antibacterial activity of
essential oils extracted from some medicinal plants,
carvacrol, and thymol on Xanthomonas axonopodis pv.
vesicatoria (Doidge) dye causes bacterial spot disease on
pepper and tomato. J. of Agricultural Technology 3 (2):
299-306.
.RXO26:DOLDDQG*6'KDOLZDOEssential oils
as green pesticides: Potential and constrains. Biopesticides.
Int. 4 (1): 63-84.
Leisen, H., Plehwe, L.E., and Warrack, S., 2004, Success
and limits for stone repair mortars based on tetra ethyl
silicate-conservation of the reliefs at Angkor Wat Temple,
Cambodia. In Proc. of the 10th internet. Congr. On
Deterioration and Conservation of Stone, Stockholm
7 June-2 July, Stockholm.
Mustika, I. , dan A. Rahmat. 1994. (ÀNDVLEHEHUDSDPDFDP
produk cengkeh terhadap nematoda lada. Prosiding
9
Riyanto, Minyak Atsiri sebagai Bahan Aktif Konservasi Benda Cagar Budaya
Seminar Hasil Penelitian dalam Rangka Pemanfaatan
Pestisida Nabati, Bogor. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Balittro. Hlm. 49-55.
2\HQ /3$ DQG 'XQJ 1; 3526($ 3ODQW
Resource of South-East Asia) No. 19 Essential-Oil
Plants. Backhuys Publisher, Leiden Netherlands.
3UDGKDQDQJ30070RPRO602OVRQDQG-%
Jones. 2003. Effects of plant essential oils on Ralstonia
solanacearum population density and bacterial wilt
incidence in tomato. Plant Disease 87:423-427.
Reichling, J., P. Schnitzler, U. Suschke, and R. Saller. 2009.
Essential oils of aromatic plants with antibacterial,
antifungal, antiviral, and citotoxic properties-an overview.
Forsch Komplementmed. 16: 79-90.
5HLW] 6 5 * 0DLRULQR 6 2OVRQ 5 6SUHQNHO $
Crescenzi, and M. T. Momol. 2008. Interesting
plant essential oils and kaolin for the sustainable
management of thrips and tomato spotted wilt on tomato.
Plant Disease. 92: 878-886.
Sangwan, N. K., B. S. Verma, K. K. Verma, and K. S.
Dhindsa. 1990. Nematicidal activity of some essential
plant oils. Pestic. Sci. 28: 331-335.
Singh, G.M., 2004, Chemical Conservation of Monuments,
Abhilekha, Vol 15: 132-139.
Supriadi, S. H. Hartati, Makmun, N. Karyani. 2008.
Aktivitas biologi minyak atsiri cengkeh-kayumanis
terhadap Ralstonia solanacearum pada jahe. Prosiding
Seminar Nasional engendalian Terpadu Organisme
Pengganggu Tanaman Jahe dan Nilam. Bogor. Hlm:
55-60
10
Tariq, R.M., Naqvi, S.N.H. Choudhary, M. I. and A.
Abbas. 2010. Importance and Implementation of
essential oil of Pakistanian Acorus calamus Linn., as a
biopesticide. Pakistanian J. Bot. 42 (3): 2043-2050.
Triyono, K., dan Soesilo, H., 2012, Metode Konservasi
Benda Cagar Budaya Berbasis Elektro-osmosis, Balai
Konservasi Borobudur, Jawa Tengah, Indonesia.
Vasinauskiene, M., J. Radusiene, I. Zitikaite, and E.
Surviliene. 2006. Atibacterial activities of essential
oils from aromatic and medicinal plants against growth
of phytopathogenic bacteria. Agronomy Research 4
(Special issue): 437-440.
Winkler, E.M., 1994, Stone in Architecture: Properties,
Durability with 63 Tables, Springer Science & Business
Media, New York, USA.
Zanellato, M., E. Masciarelli, L. Cassori, P. Boccia, E.
Sturcio, M. Pezzella, A. Cavalieri, and F. Caporali.
2009. The essential oils in agriculture as an alternative
strategy to herbicides: a case study. International J. of
Environ. and Health. 3: 198-212.
Download