BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan

advertisement
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penyertaan Modal Pemerintah pada BUMN di PT Semen
Indonesia (Persero) Tbk.
1. Gambaran Umum Tentang PT Semen Indonesia (Persero) Tbk.
a) Profil Perusahaan
PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. merupakan salah satu
BUMN yang bergerak dalam bidang industri semen. Sejarah berdirinya
perusahaan bermula dari hasil survei seorang sarjana Belanda yang bekerja
untuk Jawatan Geologi Bandung dan melaksanakan survey geologis di
Gresik. Dalam laporan yang disusun pada tahun 1953 berjudul
Hoofdegeologiesch Technische Ondezoekingen terdapat indikasi adanya
kapur dan tanah liat yang merupakan bahan baku utama dalam pembuatan
semen. Hal ini telah mendorong keinginan untuk mendirikan pabrik semen
di lokasi tersebut, namun rencana tersebut terbengkalai karena terjadi
Perang Dunia II. Atas prakarsa Dr. Mohammad Hatta, Wakil Presiden
Republik Indonesia I, gagasan pendirian pabrik semen tersebut mendapat
perhatian
dari
Pemerintah
Republik
Indonesia
untuk
diteruskan
pembangunannya.
Pabrik Semen diresmikan oleh Presiden pertama Republik
Indonesia Soekarno pada tanggal 7 Agustus 1957, dengan nama Naamloze
Vennootschap yang selanjutnya disebut dengan NV Pabrik Semen Gresik
sebagai salah satu usaha dari Bank Industri Negara dengan kapasitas
produksi mencapai 250.000 ton semen per tahun. Perseroan mulai
memproduksi semen pada tahun 1957 di Pabrik Gresik I yang
menggunakan proses basah. Pada 7 Januari 2013, nama PT. Semen Gresik
(Persero) Tbk berubah menjadi PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk.
Pergantian nama itu juga diiringi pergantian logo. Perubahan nama ini
diharapkan bisa menyatukan seluruh potensi grup. Di tahun 2013,
39
40
perusahaan ini memulai pembangunan dua pabrik baru berkapasitas
masing-masing tiga juta ton, yakni di Padang, Sumatera Barat, dan
Rembang, Jawa Tengah. Selain melakukan ekspansi dalam negeri, Semen
ini akan melakukan ekspansi ke luar negeri terutama di kawasan Asia
Tenggara (http://profil.merdeka.com/indonesia/s/ semen-gresik/, diakses
tanggal 28 Februari 2016 Pukul 12:14).
Seperti
yang
juga
dikutip
dari
website
resmi
(www.semenindonesia.com, diakses tanggal 28 Februari 2016 Pukul
11.:52), PT Semen Indonesia (Persero) Tbk yang merupakan holding
company dari Semen Padang, Semen Gresik, Semen Tonasa serta Thang
Long Cement Vietnam, perusahaan dengan kode SMGR ini telah menjadi
BUMN pertama yang Go International dengan mengakuisisi Thang Long
Cement Vietnam. Usaha untuk mendongkrak daya saing perseroan, PT
Semen Indonesia (Persero) Tbk. juga telah meresmikan 5 (lima) proyek
strategis. Kelima proyek yang diresmikan diantaranya pertama adalah
Grinding Plant di Pabrik Tuban yang menggunakan teknologi Vertical
Cement Mill. Proyek ini merupakan salah satu strategi dalam peningkatan
kapasitas produksi perseroan dalam menjaga ketersediaan pasokan.
Proyek
kedua
yang
diresmikan
adalah
Packing
Plant
Banjarmasin. Proyek ini merupakan salah satu inisiatif strategis dalam
bidang pemasaran untuk mendekatkan produk kepada pelanggan (move
closer to the customer). Packing Plant Banjarmasin memiliki 1 buah silo
dengan kapasitas 600 ribu ton semen pertahun, dilengkapi 2 line semen
bag dengan rotary packer berkapasitas 2200 bag/jam dan 1 line curah
dengan kapasitas 120 ton/jam serta dilengkapi dermaga yang bisa
disandari kapal dengan kapasitas sebesar 5.000 DWT. Silo tersebut
berfungsi untuk menampung semen sebelum masuk ke unit pengemasan.
Investasi yang dikucurkan perseroan untuk proyek ini mencapai Rp 120
miliar.
Proyek ketiga yang diresmikan adalah Launching Center of
engineering. Center of enginering merupakan fungsi strategic yang
41
bertujuan untuk mengembangkan rancang bangun dan rekayasa teknologi
yang mampu menciptakan nilai inovasi guna mengantisipasi tantangan
menjadi perusahaan engineering kelas dunia. Launching E-Procurement
merupakan proyek ke empat yang diresmikan perseroan. Manfaat dari
implementasi E-Procurement ini antara lain untuk meningkatkan
transparansi dan akuntabilitas, bargaining power, kecepatan proses
pengadaan, serta akses informasi yang real time. Sedangkan proyek kelima
yang diresmikan adalah launching pedoman pelaksanaan komunikasi
perusahaan. Pedoman komunikasi perusahaan merupakan kebijakan yang
mengatur dan menetapkan kewenangan serta kelayakan penyampaian
informasi kepada stakeholders baik internal maupun eksternal oleh PT
Semen Indonesia (Persero) Tbk. sebagai Strategic Holding dan PT Semen
Padang, PT Semen Gresik, PT Semen Tonasa serta Thang Long Cement
Company sebagai Operating Company.
Hingga saat ini PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. telah
memiliki 4 pabrik semen yaitu 3 lokasi pabrik di Indonesia yang letaknya
secara geografis sangat strategis yaitu Semen Padang di Sumatera, Semen
Gresik di Jawa serta Semen Tonasa di Sulawesi dan memiliki 1 lokasi
pabrik di luar negeri yaitu Thang Long Cement di Vietnam, Perseroan
memiliki Cement Mill sebanyak 22 unit, packing plant 21 unit serta sarana
perluasan jangkauan pasar yang ditunjang dengan keberadaan pelabuhan
khusus (special sea port). Pelabuhan itu untuk menjamin kecepatan waktu
bongkar muat semen. Saat ini, ada 11 pelabuhan khusus yang dimiliki
perseroan, yaitu di Padang, Tuban, Gresik, Biringkasi, Dumai, Ciwandan,
Banyuwangi,
Sorong
dan
dua
pelabuhan
di
Vietnam
(www.semenindonesia.com, diakses tanggal 28 Februari 2016 Pukul
11.:52).
b) Visi dan Misi Perusahaan
Sebagai salah satu perusahan BUMN besar di Indonesia, PT
Semen Indonesia (Persero) Tbk. Mempunyai visi, misi sebagai berikut:
1) Visi
42
Menjadi Perusahaan Persemenan Internasional yang terkemuka di
Asia Tenggara
2) Misi
(1) Mengembangkan usaha persemenan dan industri terkait yang
berorientasikan kepuasan konsumen.
(2) Mewujudkan
perusahaan
berstandar internasional
dengan
keunggulan daya saing dan sinergi untuk meningkatkan nilai
tambah secara berkesinambungan.
(3) Mewujudkan tanggung jawab sosial serta ramah lingkungan.
(4) Memberikan nilai terbaik kepada para pemangku kepentingan
(stakeholders).
(5) Membangun kompetensi melalui pengembangan sumber daya
manusia.
c) Produk Perusahaan
PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. memproduksi berbagai jenis
semen. Semen utama yang diproduksi adalah semen Portland Tipe II-V
(Non-OPC). Di samping itu, juga memproduksi berbagai tipe khusus dan
semen campur (mixed cement), untuk penggunaan yang terbatas. Berikut
ini
penjelasan
mengenai
jenis
semen
yang
diproduksi
serta
penggunaannya. Semen produksi PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. ini
memiliki kualitas yang tinggi dan telah memenuhi standar SNI, ini wujud
komitmen perusahaan sebagai produsen semen berkualitas di Indonesia
dan produsen semen terbesar di Asia Tenggara. Adapun jenis produk PT
Semen
Indonesia
(Persero)
Tbk.
adalah
sebagai
berikut
(www.semenindonesia.com, diakses tanggal 28 Februari 2016 Pukul
11.:52):
1) Semen Portland Tipe I
Dikenal pula sebagai Ordinary Portland Cement (OPC), merupakan
semen hidrolis yang dipergunakan secara luas untuk konstruksi
umum, seperti konstruksi bangunan yang tidak memerlukan
43
persyaratan khusus, antara lain bangunan perumahan, gedunggedung bertingkat, landasan pacu, dan jalan raya.
2) Semen Portland Tipe II
Semen Portland Tipe II adalah semen yang mempunyai ketahanan
terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang. Misalnya untuk bangunan
di pinggir laut, tanah rawa, dermaga, saluran irigasi, beton massa
dan bendungan.
3) Semen Portland Tipe III
Semen jenis ini merupakan semen yang dikembangkan untuk
memenuhi kebutuhan bangunan yang memerlukan kekuatan tekan
awal yang tinggi setelah proses pengecoran dilakukan dan
memerlukan penyelesaian secepat mungkin, seperti pembuatan
jalan raya dan jalan bebas hambatan, bangunan tingkat tinggi dan
bandar udara.
4) Semen Portland Tipe V
Semen Portland Tipe V dipakai untuk konstruksi bangunanbangunan pada tanah/air yang mengandung sulfat tinggi dan sangat
cocok untuk instalasi pengolahan limbah pabrik, konstruksi dalam
air, jembatan, terowongan, pelabuhan dan pembangkit tenaga
nuklir.
5) Special Blended Cement (SBC)
Adalah semen khusus yang diciptakan untuk pembangunan mega
proyek jembatan Surabaya- Madura (Suramadu) dan sesuai
digunakan untuk bangunan di lingkungan air laut, dikemas dalam
bentuk curah.
6) Portland Pozzolan Cement (PPC)
Adalah semen Hidrolis yang dibuat dengan menggiling terak,
gypsum dan bahan pozzolan. Digunakan untuk bangunan umum
dan bangunan yang memerlukan ketahanan sulfat dan panas hidrasi
sedang, seperti: jembatan, jalan raya, perumahan, dermaga, beton
massa, bendungan, bangunan irigasi dan fondasi pelat penuh.
44
7) Portland Composite Cement
Adalah bahan pengikat hidrolis hasil penggilingan bersama-sama
terak, gypsum, dan satu atau lebih bahan anorganic. Kegunaan
semen jenis ini sesuai untuk konstruksi beton umum, pasangan
batu bata, plesteran, selokan, pembuatan elemen bangunan khusus
seperti beton pra-cetak, beton pra-tekan dan paving block.
8) Super Masonry Cement (SMC)
Adalah semen yang dapat digunakan untuk konstruksi perumahan
dan irigasi yang struktur betonnya maksimal K225, dapat juga
digunakan untuk bahan baku pembuatan genteng beton hollow
brick, paving block dan tegel.
9) Oil Well Cement (OWC) Class G HRC
Merupakan semen khusus yang digunakan untuk pembuatan sumur
minyak bumi dan gas alam dengan konstruksi sumur minyak di
bawah permukaan laut dan bumi. OWC yang telah diproduksi
adalah Class G, High Sulfat Resistant (HSR) disebut juga sebagai
“Basic OWC”. Aditif dapat ditambahkan untuk pemakaian pada
berbagai kedalaman dan temperatur tertentu.
Semen Portland Tipe I, PCC, dan PPC tersedia di pasar retail,
sementara jenis lainnya hanya diproduksi berdasarkan pesanan dalam
jumlah tertentu. Produk-produk tersebut dipasarkan terutama untuk
kebutuhan pasar dalam negeri dan sebagian lainnya diekspor. Sebagian
besar produk dipasarkan dalam bentuk kemasan zak, sedangkan
selebihnya dalam bentuk curah.
2. Penyertaan Modal PT Semen Indonesia (Persero) Tbk.
Penyertaan modal negara adalah pemisahan kekayaan negara dari
APBN atau penetapan cadangan perusahaan atau sumber lain untuk dijadikan
sebagai modal BUMN dan/atau perseroan terbatas lainnya, dan dikelola secara
korporasi (Pasal 1 angka 7 PP Nomor 44 Tahun 2005). Dalam keuangan
negara, penyertaan modal negara teresbut menjadi kekayaan negara yang
45
berasal dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara pada persero
dan/atau perum serta perseroan terbatas lainnya. Dalam Pasal 24 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
menjelaskan bahwa pemerintah dapat memberikan pinjaman/hibah/penyertaan
modal kepada dan menerima pinjaman/hibah dari perusahaan negara/daerah.
Pengaturan BUMN sendiri telah diatur dalam UU BUMN.
“Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian
besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang
berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Direksi adalah organ BUMN
yang bertanggungjawab atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan
BUMN, serta mewakili BUMN, baik di dalam maupun di luar pengadilan”.
Pada Pasal 4 ayat (1) UU BUMN itu pun telah mepertegas bahwa modal
BUMN merupakan dan berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Maksud
dari dipisahkan adalah pemisahan kekayaan negara dari APBN untuk dijadikan
penyertaan modal negara pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan
pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, namun pembinaan
dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat.
Tujuan dari dilakukan penyertaan modal negara dari pemerintah
kepada BUMN khususnya kepada PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. untuk
mengoptimalisasi barang milik negara dan untuk mendirikan, mengembangkan
atau meningkatkan kinerja BUMN dalam hal ini PT. Semen Indonesia
(Persero) Tbk. Adapun tata cara penyertaan modal negara dengan pemisahan
kekayaan negara berbentuk modal atau saham pada PT Semen Indonesia
(Persero) Tbk. dilakukan melalui penyertaan penanaman modal oleh
pemerintah dan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 Prp 1960 tentang
Perusahaan Negara terdahulu maupun UU BUMN yang sekarang berlaku,
pemisahan tersebut baik berupa setiap penambahan maupun pengurangan pada
penyertaan modal negara harus ditetapkan dengan suatu peraturan pemerintah.
Dalam hal ini peraturan pemerintah yang ditunjuk yaitu PP Nomor 44 Tahun
2005 Tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara Pada
Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas. Karena pada masa itu PP
Nomor 44 Tahun 2005 masih belum ada dan belum dapat diterapkan, maka
penyertaan penanaman modal oleh pemerintah saat pendirian itu berdasarkan
46
pada Undang-Undang Nomor 19 Prp Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara.
Yang kemudian adanya pengalihan bentuk perusahaan negara menjadi
perusahaan perseroan yang selanjutnya tunduk pada Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (yang sekarang menjadi UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 tentang perseroan Terbatas).
Peran penting dari BUMN ini diharapkan bukan hanya sebagai
pengemban kepentingan dan pemenuhan kebutuhan rakyat banyak akan tetapi
juga sebagai penyumbang terbesar dalam perekonomian nasional khususnya
dalam pembangunan negara setiap tahunnya demi terciptanya kesejahteraan
rakyat. Menurut Mulhadi (2010: 148), untuk kedepannya tantangan yang
dihadapi oleh BUMN adalah memberikan sumbangan yang makin besar pada
keuangan negara. Di samping itu masyarakat yang semakin membutuhkan
pelayanan yang baik serta iklim persaingan dunia usaha yang semakin ketat
menuntut terciptanya BUMN yang sehat, efisien, serta berdaya saing tinggi,
baik dalam maupun luar negeri. PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. sebagai
salah satu perusahaan BUMN dibidang industri, persemenan, pertambangan,
produksi, perdagangan barang dan jasa, energi, pengelolaan limbah, investasi
dan pemberian jasa yang terkait dengan industri semen dan/atau industri
lainnya mempunyai komitmen untuk selalu meningkatkan nilai tambah bagi
para pemangku kepentingan.
PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. merupakan perusahaan perseroan
(persero) BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi
dalam saham yang seluruhnya atau paling sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh
pemerintah (atas nama negara) yang utamanya adalah untuk mengejar
keuntungan. Menurut Prof. Dr. Rudhi Prasetya (2011: 75-77), persero sebagai
akronim dari perusahaan perseroan, yaitu yang merupakan salah satu bentuk
badan usaha negara, tetapi ditundukkan kepada ketentuan-ketentuan hukum
yang berlaku untuk perseroan terbatas. Bentuk persero diciptakan bertalian
dengan pemikiran bahwa bentuk Perusahaan Negara yang selanjutnya disebut
PN itu tidaklah efisien sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 19 Prp.
Tahun 1960. Jika kita lihat, diantara PN yang ada yang ditundukkan di bawah
47
satu undang-undang yang diatur secara sama, yang padahal di antara PN yang
ada itu mempunyai latar belakang dan bidang tugas yang saling beraneka
ragam. Ada PN yang semula berasal dari perusahaan yang sudah ada sejak
zaman Belanda yang tuduk pada ICW dan IBW.
Sesungguhnya bentuk ini kurang tepat untuk dinamakan sebagai
“perusahaan”: karena lebih banyak bersifat sebagai bagian dari badan
pemerintah (dinas) yang mempunyai tugas sangat pokok dan penting untuk
pelayanan umum (public service). Dengan kata lain, PN dituntut harus mampu
menyelenggarakan fungsi pemupukan dana untuk sumber keuangan negara,
sekaligus dituntut pula harus menjalankan fungsi public utilities dan public
service. Keadaan inilah yang dianggap suatu kontradiksi yang menyulitkan PN
dalam menjalankan kegiatannya. Sebalikya, makna dari persero (yang disebut
pula Public Company) adalah untuk memupuk keuntungan. Keuntungan dalam
arti, adanya pelayanan dan pembina organisasi yang baik, efektif, efisien, dan
ekonomis secara business-zakelijk dan cost accounting principles, management
effectiveness, dan memuaskan memperoleh surplus atau laba. Ditegaskan pula
dalam lampiran instruksi dimaksud bahwa badan ini berstatus badan hukum
perdata yang berbentuk perseroan terbatas yang modal seluruhnya atau
sebagian milik negara, sehingga dimungkinkan diadakannya joint atau
mixedenterprice dengan swasta (nasional atau asing) dan dapatnya dilakukan
penjualan saham-saham perusahaan milik negara (Rudhi Prasetya, 2011: 79).
Awalnya realisasi pembangunan pabrik semen oleh pemerintah
diserahkan kepada Bank Industri Negara yang selanjutnya disebut BIN,
sekarang menjadi Bank Mandiri. Langkah pertama yang dilakukan BIN
menyediakan pembiayaan lokal berupa rupiah sedangkan untuk pembayaran
valuta asing digunakan kredit dari Exim Bank Amerika. Pada tanggal 25 Maret
1953, didirikan badan hukum NV. Pabrik semen pada awalnya berkedudukan
di Jakarta, dengan Akta Pendirian No. 41 tanggal 25 Maret 1953 yang dibuat di
hadapan Raden Meester Soewandi, Notaris di Jakarta dan telah disetujui oleh
Menteri Kehakiman Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusan No. J.A.
5/51/5, tanggal 8 Juni 1953, didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta pada
48
tanggal 22 Juni 1953 dibawah No. 748, serta diumumkan dalam Berita Negara
Republik Indonesia No. 61 tanggal 31 Juli 1953, tambahan No. 451. Sebagai
Presiden Komisaris adalah BIN dan Direktur yang pertama adalah Ir. Ibrahim
Bin Pangeran Mohammad Zabier, sebagai pegawai tinggi kementrian
perekonomian Republik Indonesia.
Pada tahun 1957, pembangunan awal pabrik selesai dilaksanakan,
pembangunan tersebut diselesaikan 73 hari lebih cepat dari waktu yang telah
ditentukan dalam kontrak. Biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan pabrik
semen ini adalah US$ 14,5 juta termasuk pengeluaran-pengeluaran lokal
sebesar Rp 512 juta (uang lama). Dengan selesainya pembangunan tahap I
tersebut, berarti secara teknis bagi pabrik PT Semen Indonesia (Persero) Tbk.
memasuki masa uji coba. Setelah masa uji coba berhasil dilakukan dengan baik
pada bulan mei 1957, selanjutnya telah diresmikan oleh Presiden pertama
Republik Indonesia Soekarno pada tanggal 7 Agustus 1957 sebagai salah satu
usaha dari BIN dengan kapasitas produksi mencapai 250.000 ton semen per
tahun. Perseroan mulai memproduksi semen pada tahun 1957 di Pabrik Gresik
I yang menggunakan proses basah.
Pada tanggal 17 April 1961 dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah No.
132 tahun 1961, tentang pendirian Perusahaan Negara Semen Gresik (sekarang
menjadi PT Semen Indonesia (Persero) Tbk.) yang diumumkan dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia No. 154/1961, sehingga status
perusahaan diubah menjadi PN dengan nama PN Semen Gresik (pada saat itu)
yang berkedudukan di Jakarta. Selanjutnya pada tahun 1969, berdasarkan Akta
No. 81 tanggal 24 Oktober 1969 yang dibuat di hadapan Juliaan Nimrod
Siregar Gelar Mangaradja Namora, SH., Notaris di Jakarta dan telah disetujui
oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusan No.
J.A.5/129/5 tanggal 18 Nopember 1969, didaftarkan di Pengadilan Negeri
Surabaya pada tanggal 22 Nopember 1969 dibawah No. 887/1969 dan
diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 95 tanggal 28
Nopember 1969, tambahan No. 255, status dan kedudukan perseroan diubah
lagi menjadi perusahaan perseroan yang berkedudukan di Surabaya.
49
Sesuai Peraturan Permerintah Nomor 19 Tahun 1969 Tentang
Pengalihan Bentuk Perusahaan Negara (PN) Semen Gresik Menjadi
Perusahaan (Persero) pada tanggal 11
Juni 1969 yang dilakukan oleh
pemerintah dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas dan produktivitas
dari PN, perlu diadakan tindakan yang memungkinkan PN tersebut
mengadakan perluasan usahanya yang dapat dipertanggungjawabkan. Oleh
karenanya dengan dialihkan bentuk PN menjadi persero, maka PN Semen
Gresik (sekarang menjadi PT Semen Indonesia (Persero) Tbk.) tersebut
dinyatakan bubar pada saat pendirian persero tersebut. Termasuk Peraturan
Pemerintah No 132 tahun 1961 (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun
1961 No 156) tentang Pendirian PN dan semua peraturan pelaksanaannya
dinyatakan tidak berlaku lagi. Pada beberapa persero, pemerintah telah
melakukan perubahan mendasar pada kepemilikannya dengan membuat
persero tersebut menjadi perusahaan terbuka yang sahamnya bisa dimiliki oleh
publik. Salah satunya adalah PT Semen Indonesia (Persero) Tbk, yang sesuai
kebijakan pemerintah melakukan privatisasi.
Privatisasi adalah penjualan saham persero, baik sebagian maupun
seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai
perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta
memperluas pemilikan saham oleh masyarakat (Pasal 1 angka 12 UU BUMN).
Selain itu berdasarkan Pasal 74 UU BUMN, privatisasi dilakukan dengan
maksud untuk:
a. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan;
b. Menciptakan struktur keuangan dan manajemen keuangan yang
baik/kuat;
c. Menciptakan struktur industri yang sehat dan kompetitif;
d. Menciptakan persero yang berdaya saing dan berorientasi global, dan
menumbuhkan iklim usaha, ekonomi makro, dan kapasitas pasar.
Hasil dari privatisasi dengan cara penjualan saham milik negara disetor
langsung ke kas negara (Pasal 86 UU BUMN). Dengan dilakukannya
privatisasi BUMN, bukan berarti kendali atau kedaulatan negara atas BUMN
50
yang bersangkutan menjadi berkurang atau hilang karena sebagaimana
dinyatakan di atas, negara tetap menjalankan fungsi penguasaan melalui
regulasi sektoral dimana BUMN yang diprivatisasi melaksanakan kegiatan
usahanya (Mulhadi, 2010: 145). Oleh karena itu, privatisasi BUMN dipandang
tidak hanya sebagai sarana untuk menghasilkan pendapatan bagi anggaran
negara (seperti yang tampak menjadi tujuan utama dari pemerintah Indonesia),
tetapi juga menempatkan BUMN dibawah disiplin pasar sebagai pengendali
untuk efisiensi. Dalam banyak proses privatisasi di Indonesia, peran pihak
asing telah cukup signifikan dalam mengakuisisi saham BUMN divestasi oleh
pemerintah Indonesia (Agung Wicaksono, 2008: 146).
PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. resmi menjadi perusahaan publik
pada tanggal 8 Juli 1991 dengan kode perdagangan saham: SMGR. Perseroan
tercatat di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (kini menjadi Bursa
Efek Indonesia yang selanjutnya disebut dengan BEI). Komposisi struktur
modal pemerintah pada PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. telah mengalami
perubahan beberapa kali. Perubahan komposisi permodalan dan kepemilikan
saham perseroan sejak pendirian sampai saat ini dapat dilihat pada annggaran
dasar perseroan yang telah mengalami beberapa kali perubahan dan dalam
rangka penawaran umum saham-saham perseroan kepada masyarakat, seluruh
ketentuan anggaran dasar perseroan telah diubah kembali dengan Akta
Keterangan Risalah Rapat No. 9 tanggal 3 Desember 1990 yang diubah dengan
Akta Perubahan No. 89 tanggal 16 Januari 1991 dan Akta Keterangan Risalah
Rapat No. 90 tanggal 16 Januari 1991, ketiga Akta tersebut dibuat di hadapan
Nyonya Poerbaningsih Adi Warsito, SH., Notaris di Jakarta dan telah disetujui
oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusan No.
C2-322.HT.01.04-TH.91 tanggal 28 Januari 1991, didaftarkan di Pengadilan
Negeri Gresik pada tanggal 1 Februari 1991, tambahan No. 617 yang isinya
antara lain mengenai peningkatan modal dasar perseroan dari sebesar Rp
85.000.000.000
(delapan
puluh
lima
500.000.000.000 (lima ratus milyar rupiah).
milyar
rupiah)
menjadi
Rp
51
Selama pendirian PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. tahun 1957
hingga sekarang (tahun 2016), pemerintah telah melakukan pengurangan
penyertaan modal sebanyak 3 kali yaitu pada tahun 1991, 1995, dan 1998.
Pengurangan penyertaan modal diusulkan oleh Menteri Keuangan kepada
Presiden disertai dengan dasar pertimbangan setelah dikaji bersama dengan
Menteri. Rencana pengurangan penyertaan modal dapat dilakukan atas inisiatif
Menteri Keuangan atau Menteri. Dalam hal inisiatif pengurangan penyertaan
modal berasal dari Menteri Keuangan, maka inisiatif tersebut disampaikan
kepada Menteri untuk dikoordinasikan pengkajiannya. Koordinasi pengkajian
atas rencana pengurangan penyertaan modal dilakukan oleh Menteri didasarkan
atas pertimbangan bahwa tindakan tersebut merupakan kegiatan restrukturisasi
yang menjadi kewenangan Menteri selaku wakil pemerintah sebagai pemegang
saham atau pemilik modal (Pasal 18 PP Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata
Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha Milik
Negara dan Perseroan Terbatas).
Pada tanggal 8 Juli 1991 saham PT Semen Indonesia (Persero) Tbk.
tercatat di BEI serta merupakan BUMN pertama yang go public dengan
menjual 40 juta lembar saham kepada masyarakat. Oleh karena adanya
penjualan saham kepada publik, pemerintah telah melepaskan sahamnya
sebesar 27%. Privatisasi yang dilakukan oleh PT Semen Indonesia (Persero)
Tbk. dengan cara melakukan penawaran umum pada tahun 1991 atas
40.000.000 saham biasa atas nama dengan nilai nominal Rp. 1.000,00 (seribu
rupiah) setiap saham dengan harga penawaran Rp. 7.000,00 (tujuh ribu rupiah)
setiap saham.
Perseroan melakukan penjualan 444.864.000 saham bernilai nominal
Rp 444.864.000 (empat ratus empat puluh empat juta delapan ratus enam puluh
empat ribu rupiah) melalui penawaran umum terbatas kepada masyarakat
dengan hak memesan efek terlebih dahulu. Hasil penjualan adalah sebesar Rp
1.456.929.600 (satu miliar empat ratus lima puluh enam juta sembilan ratus
dua puluh sembilan ribu enam ratus). Perseroan mencatat modal disetor Rp
444.864.000 dan Rp 1.012.065.600 sebagai agio saham. Dana hasil penawaran
52
umum, seluruhnya dipergunakan untuk membiayai sebagian kebutuhan dana
pembangunan pabrik semen baru di Tuban, Jawa Timur, dengan kapasitas 2,3
juta ton semen per tahun, dan untuk proyek optimalisasi pabrik II Gresik untuk
meningkatkan kapasitas dari 1 juta ton semen per tahun menjadi 1,3 juta ton
semen per tahun serta meningkatkan efisiensi pemakaian tenaga listrik dan
bahan bakar. Sehingga komposi pemegang saham pada saat itu menjadi
Pemerintah 73% dan masyarakat 27%.
Anggaran dasar perseroan diubah kembali dengan Akta Keterangan
Risalah Rapat No. 65 tanggal 20 Maret 1995 yang dibuat di hadapan Nyonya
Poerbaningsih Adi Warsito, SH., Notaris di Jakarta dan telah disetujui oleh
Menteri Kehakiman Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusan No. C24581.HT.01.04.TH.95 tanggal 18 April 1995, perubahan tersebut antara lain
mengenai peningkatan modal dasar perseroan dari Rp 500.000.000.000 (lima
ratus milyar rupiah) menjadi Rp 741.440.000.000 (tujuh ratus empat puluh satu
milyar empat ratus empat puluh juta rupiah). Pada bulan September 1995,
perseroan melakukan penawaran umum terbatas I (Right Issue I) kepada para
pemegang saham. Dengan begitu telah terjadi pengurangan penyertaan modal
pemerintah sebesar 8%. Sehingga mengubah komposisi kepemilikan saham
menjadi Pemerintah 65% dan masyarakat 35%.
Pengurangan penyertaan modal pemerintah pada PT Semen Indonesia
(Persero) Tbk. dilakukan dalam rangka pengalihan asset BUMN untuk
penyertaan modal pada BUMN lain/perseroan terbatas. Oleh karenanya, hasil
penawaran umum terbatas I sekitar 74% dipergunakan untuk membiayai
pengalihan 100% saham milik Pemerintah di PT Semen Padang dan PT Semen
Tonasa, dengan total nilai transaksi sebesar Rp. 1.063.929.600.000 (satu triliun
enam puluh tiga miliar sembilan ratus dua puluh sembilan juta enam ratus ribu
rupiah). Sekitar 5% dipergunakan untuk menambah penyertaan modal
perseroan di PT Semen Padang yang digunakan PT Semen Padang untuk
membayar sebagian hutang modal kerjanya. Dan sisanya sekitar 21%
dipergunakan untuk membiayai proyek perluasan yang dilakukan oleh
perseroan (Tuban II dan Tuban III) dan PT Semen Padang (Indarung V).
53
Peningkatan kapasitas produksi pada PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. juga
diimbangi dengan adanya inovasi-inovasi baru dalam hal sisi bahan baku dan
produk, teknologi dan proses produksi. Dengan persaingan di era global ini
maka BUMN harus meningkatkan kualitas produknya serta jaringan pasar,
bukan hanya pada tingkat nasional tetapi juga di pasar global, sehingga ada
pembanding yang meningkatkan daya saing bagi BUMN. Adapun struktur
modal PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. pada tahun 1995 adalah sebagai
berikut:
Tabel 3.1
Struktur modal PT Semen Indonesia (Persero) Tbk tahun 1995
Sumber : Laporan Tahunan Perusahaan Tahun 1995
Pada tahun 1995 tersebut, pemerintah masih memiliki saham mayoritas sebesar
108.288.000 yang mewakili 65% saham. Sedangkan masyarakat sebagai
pemegang saham minoritas sebesar 6.2827.300 yang mewakili 35% saham PT
Semen Indonesia (Persero) Tbk.
Pada tanggal 17 September 1998, Pemerintah telah melepas
kepemilikan sahamnya di perseroan sebesar 14% melalui penawaran terbuka
yang dimenangkan oleh Cemex (Cement Mexico) S.A de C.V., perusahaan
semen global yang berpusat di Meksiko.
Kompisisi kepemilikan saham
berubah menjadi Pemerintah sebesar 51%, masyarakat 35%, dan Cemex 14%.
Dengan begitu telah terjadi pengurangan penyertaan modal. Karena PT Semen
54
Indonesia (Persero) Tbk. merupakan BUMN, maka dalam setiap penyertaan
modal negara (penambahan ataupun pengurangan) ditetapkan dengan peraturan
pemerintah. Pada tanggal 20 Oktober 1998, pemerintah mengeluarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 1998 Tentang Pengurangan Penyertaan
Modal Negara Republik Indonesia Pada Perusahaan Perseroan (Persero) PT
Semen Gresik (sekarang menjadi PT Semen Indonesia (Persero) Tbk.).
Pengurangan penyertaan modal ini dilakukan oleh pemerintah dalam rangka
meningkatkan nilai tambah BUMN dan meningkatkan penerimaan negara
melalui privatisasi BUMN. Oleh karenanya dipandang perlu melakukan
penjualan saham milik Pemerintah pada PT Semen Indonesia (Persero) Tbk.
Pengurangan penyertaan modal Pemerintah dilakukan melalui
penjualan secara langsung saham milik Pemerintah kepada mitra strategis.
Penyertaan modal negara yang dikurangan sebanyak 83.042.000 saham atau
kurang lebih sebesar 14% (empat belas persen) dari keseluruhan jumlah saham
perusahaan perseroan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. yang telah
dikeluarkan dan disetor penuh (Pasal 3 PP Nomor 76 Tahun 1998).
Pelaksanaan pengurangan penyertaan modal negara dilakukan menurut
ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas
(kini menjadi UUPT) dan peraturan pelaksanaanya. Pada tahun 1998 inilah
pengurangan penyertaan modal terakhir yang dilakukan oleh pemerintah.
Karena kini saham pemerintah pada PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. sudah
sampai pada batas minimal kepemilikan saham untuk disebut sebagai BUMN
yaitu paling sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh negara.
Tanggal 30 September 1999 komposisi kepemilikan saham PT Semen
Indonesia (Persero) Tbk. mengalami perubahan lagi namun pemerintah masih
memegang saham mayoritas yaitu menjadi Pemerintah Republik Indonesia
sebesar 51,01%, masyarakat 23,46%, dan Cemex 25,53%. Perusahaan Cemex
(Cement Mexico) S.A de C.V menambah komposisi kepemilikan saham
dengan membeli saham milik masyarakat sebesar 11,53%. Sehingga kini
perusahaan Cemex memegang saham mayoritas selain pemerintah yaitu
sebesar 25,53%. Bahkan perusahaan Cemex ingin menjadi pemegang saham
55
pengendali, namun pemerintah masih mempertahankan saham 51,01% nya
sebagai BUMN di PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. Pada tanggal 27 Juli
2006, terjadi transaksi penjualan saham Cemex Asia Holdings Pte. Ltd. kepada
Blue Valley Holdings Pte. Ltd. sehingga komposisi kepemilikan saham
berubah lagi menjadi Pemerintah sebesar 51,01%, Blue Valley Holdings Pte.
Ltd. 24,90%, dan masyarakat 24,09%.
Seiring dengan pelaksanaan program pembelian kembali saham
perseroan, maka komposisi kepemilikan saham pada tanggal 31 Desember
2008 berubah kembali menjadi Pemerintah sebesar 51,59%, Blue Valley
Holdings Pte. Ltd. 25,18%, dan masyarakat 23,23%. Saat itu kapasitas
produksi riil sebesar 17,2 juta ton per tahun dan menguasai sekitar 43,7%
pangsa pasar semen domestik. Pada tanggal 30 Januari 2009, perseroan
mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa yang selanjutnya
disebut dengan RUPSLB untuk mengukuhkan pelaksanaan pembelian kembali
saham perseroan tanggal 13 Oktober 2008 sampai dengan tanggal 9 Januari
2009 sebanyak 68.032.000 lembar saham dengan nilai transaksi Rp
198.672.291 (seratus sembilan puluh delapan juta enam ratus tujuh puluh dua
ribu dua ratus sembilan puluh satu).
Pada tanggal 7 Oktober 2009 perseroan menjual saham yang dibeli
kembali 68.032.000 lembar saham dengan harga Rp 6.075 (enam ribu tujuh
puluh lima) (nilai penuh) per lembar saham yang senilai Rp 413.294.400
(empat ratus tiga belas juta dua ratus sembilan puluh empat ribu empat ratus
rupiah). Selisih antara nilai perolehan dengan hasil penjualan setelah dikurangi
biaya jasa perantara dan kustodian sebesar Rp 210.902.460 (dua ratus sepuluh
juta sembilan ratus dua ribu empat ratus enam puluh) diakui sebagai tambahan
modal disetor. Pada akhir Maret 2010, Blue Valley Holdings PTE Ltd, menjual
seluruh sahamnya melalui private placement, sehingga komposisi pemegang
saham perseroan berubah menjadi pemerintah 51,01% dan publik 48,99%.
Tanggal 18 Desember 2012 perseroan resmi mengambil alih 70% kepemilikan
saham Thang Long Cement Joint Stock Company (TLCC) dari Hanoi General
Export-Import Joint Stock Company (Geleximco) di Vietnam, berkapasitas 2,3
56
juta ton. Aksi korporasi ini menjadikan perseroan tercatat sebagai BUMN
Multinasional yang pertama di Indonesia. Dengan akuisisi TLCC tersebut,
hingga akhir 2012, kapasitas desain perseroan menjadi sebesar 28,5 juta ton
(26,2 juta ton di Indonesia dan 2,3 juta ton di Vietnam) semen per tahun.
3. Posisi Terakhir Modal Pemerintah Pada PT Semen Indonesia (Persero)
Tbk.
Berdasarkan laporan tahunan 2014, pada tanggal 31 Desember 2014,
jumlah saham yang diterbitkan dan disetor berjumlah Rp 593.152.000.000
(lima ratus sembilan puluh tiga miliar seratus lima puluh dua juta) yang terdiri
atas 5.931.520.000 lembar saham, masing-masing bernilai Rp 100 (seratus
rupiah) per lembar saham. Tahun 2014 tercatat ada 6.596 investor pemegang
saham perseroan. Kepemilikan saham PT Semen Indonesia (Persero) Tbk.
masih mayoritas dipegang oleh pemeritah sebesar 51,01% dan masyarakat
sebesar 48,99%. Berikut gambar grafik komposisi pemegang saham PT Semen
Indonesia (Persero) Tbk. per 31 Desember 2014:
Gambar 3.1
Grafik komposisi pemegang saham PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. per 31 Desember 2014
Sumber : Laporan Tahunan Perusahaan Tahun 2014
Sesuai dengan daftar pemegang saham yang dikeluarkan oleh Biro
Administrasi Efek, PT Datindo Entrycom, susunan pemegang saham perseroan
pada tanggal 31 Desember 2014 dan 2013 adalah sebagai berikut:
57
Tabel 3.2
Struktur modal PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. tahun 2014
Sumber : Laporan Tahunan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. Tahun 2014
Berdasarkan tabel 3.2 di atas, pada tanggal 31 Desember 2014 dan 2013,
saham milik Pemerintah Republik Indonesia memegang saham mayoritas
sebesar 3.025.406 saham atau mewakili 51,01% saham. Sedangkan masyarakat
memegang saham minoritas sebesar 2.906.114 saham atau mewakili 48,99%
saham. Selanjutnya, tabel berikut menjelaskan rincian informasi yang terkait
dengan kepemilikan saham perseroan per 31 Desember 2014.
Tabel 3.3
Daftar nama pemegang saham PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. tahun 2014
Sumber : Laporan Tahunan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. Tahun 2014
58
Berdasarkan uraian singkat di atas, jelas bahwa PT Semen Indonesia
(Persero) Tbk. memenuhi syarat sebagai badan hukum berkonsep perseroan
terbatas, dimana pada mulanya perseroan ini merupakan perusahaan negara
yang seluruh sahamnya 100% dimiliki negara. Yang kemudian pemerintah
melakukan pengurangan penyertaan modal negara sehingga pemegang saham
dipegang oleh pemerintah dan masyarakat. Oleh karenanya, keuangan negara
dalam hal ini kekayaan negara yang dipisahkan dalam penyertaan modal
negara terhadap PT Semen Indonesia (Persero) Tbk., telah menjadi harta
kekayaan perseroan. Yang termasuk lingkup keuangan negara hanya sebatas
permodalan yang diberikan pemerintah dan eksistensi BUMN saja.
Menurut pendapat Arifin P. Soeria Atmadja, pemisahan kekayaan
negara mengandung makna pemerintah menyisihkan kekayaan negara untuk
dijadikan modal penyertaan guna dijadikan modal pendirian perseroan atau
untuk menambah dan memperkuat struktur permodalan perseroan terbatas.
Batasan atau kriteria suatu BUMN dapat diberikan penyertaan modal negara
dilihat dari aspek manajemen dan prospek ekonomi yang lazim berlaku pada
penyertaan modal. Pada umumnya batasan tersebut menyangkut laporan
keuangan yang baik, kinerja yang baik, pelaksanaan good corporate
governance yang intinya berorientasi pada pelayanan kepada stakeholder,
bukan sekedar kepada pemegang saham dan pemenuhan kebutuhan jangka
panjang di bidang sosial dan ekonomi, maksimal penciptaan nilai perusahaan
sebagai entitas ekonomi dan entitas sosial dan prospek usaha yang cukup baik
atau diperlukan karena penting bagi negara dan/atau memenuhi hajat hidup
orang banyak (Arifin P. Soeria Atmadja, 2010:100). Penyertaan modal
negara/daerah harus dilakukan dengan perencanaan dan pengkajian yang
mendalam agar kekayaan negara/daerah yang dipisahkan tersebut memberikan
manfaat sosial dan ekonomi untuk mewujudkan kesejahteran umum (Yanuar
Syaripulloh, 2012: 150).
59
B. Implikasi dari Pelaksanaan Penyertaan Modal Pemerintah pada PT
Semen Indonesia (Persero) Tbk. dengan Adanya Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara
Lahirnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara awalnya didasarkan pada UUD NRI Tahun 1945 Pasal 23 yang
berbunyi: APBN sebagai wujud pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap
tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan
bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Selanjutnya
dalam Pasal 23 C Bab VIII UUD NRI Tahun 1945, “Keuangan negara harus
diatur dalam undang-undang terkait dengan pengelolaan hak dan kewajiban
negara”. Atas amanat ini kemudian dituangkan dalam bentuk Undang-Undang
Keuangan Negara yang selanjutnya disebut dengan UUKN. Berangkat dari
landasan konstitual itulah berbagai upaya dilakukan untuk dapat menghadirkan
UUKN. Keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai
dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang
yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan
kewajiban tersebut. Dimana hak dan kewajiban yang dimiliki oleh negara
nantinya akan digunakan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat (Konsep
Welfare State).
Rezim keuangan negara sebelum tahun 2003 diatur dengan ICW yaitu
merupakan instrumen hukum keuangan negara yang dibuat oleh dan
diberlakukan sejak pemerintahan Hindia Belanda. ICW ini sendiri menjadi
substance di dalam sistem hukum Indonesia berdasarkan Ketentuan Peralihan
Pasal II UUD 1945 yang menentukan bahwa “Segala badan negara dan
peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru
menurut Undang-Undang Dasar ini”. Keberlakuan ICW berakhir setelah
UUKN diundangkan, yang selanjutnya diikuti dengan pengundangan UndangUndang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UndangUndang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara. Namun jauh sebelum lahirnya UUKN,
pemisahan kekayaan negara pada dasarnya telah dilaksanakan dalam
60
mekanisme pengelolaan keuangan negara (http://kppnjember.net/ambiguitaspembatasan-ruang-lingkup-keuangan-negara-dalam-penerapan-prinsip-hukum
-dan akuntansi/, diakses tanggal 17 Maret 2016 Pukul 11:52).
Mencermati sejarah pengaturan mengenai status hukum uang negara
pada BUMN sebenarnya sejak berlakunya UUKN pada masa Hindia Belanda
yang dikenal dengan ICW, yang kemudian diubah menjadi UU Perbendaharaan
Indonesia, telah menganut definisi luas terhadap makna keuangan negara yang
menempatkan uang di BUMN sebagai cakupan rezim hukum keuangan negara.
Hal itu berarti apa yang diatur dalam UUKN saat ini sudah memiliki latar
belakang historis yang sangat kuat. Jika ditinjau dari “teori sumber” uang
negara yang dipisahkan dari APBN untuk diinvestasikan di BUMN, jelas
bersumber dari uang rakyat di APBN. Hal itu berimplikasi harus tunduk pada
mekanisme pengelolaan, pertanggungjawaban dan pemeriksaan yang sama
dengan aliran uang negara lainnya. Asas kelengkapan yang dikenal dengan
dalam hukum keuangan negara mengharuskan seluruh uang negara bersifat
transparan dan tak ada yang boleh berlindung dibalik otonomi badan hukum
privat untuk melucuti akses pengawasan rakyat terhadap uang negara yang
dipisahkan (Riawan Tjandra, 2014: 5-6). Hal ini terkait dengan adanya BPK
sebagai lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan
tanggungjawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam UUD NRI
Tahun 1945.
Adanya UUKN tersebut juga telah menimbulkan perspektif yang
berbeda dalam memandang status keuangan negara. Salah satunya adalah
dilatarbelakangi kontroversi undang-undang yang berkaitan dengan keuangan
negara dan BUMN dalam mendefinisikan keuangan negara. Terutama yang
tertuang pada Pasal 2 huruf g UUKN yang menyatakan bahwa yang termasuk
ruang lingkup keuangan negara:
“Kekayaan negara/daerah yang dikelola sendiri dan oleh atau pihak lain berupa
uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai
dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan
negara/perusahaan daerah”.
61
Apabila kita mencermati penjelasan pasal di atas menunjukkan bahwa
kekayaan negara yang sudah dipisahkan masih tetap dianggap sebagai
keuangan negara.
Sementara itu pada Pasal 4 ayat (1) UU BUMN menyatakan bahwa
Modal BUMN merupakan dan berasal dari kekayaan yang dipisahkan. Yang
dimaksud dengan dipisahkan adalah pemisahan kekayaan negara dari APBN
untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk selanjutnya
pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN,
namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip
perusahaan yang sehat. Oleh karenanya, dalam rangka penguasaan cabangcabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang
banyak (seperti yang diamanatkan UUD NRI Tahun 1945) itu lah, negara
memisahkan sebagian dari kekayaan negara dalam bentuk PN atau yang
sekarang disebut dengan BUMN. Pengaturan status hukum keuangan negara
pada Pasal 4 ayat (1) UU BUMN dengan memperhatikan ketentuan Pasal 2
huruf g UUKN, tampak terjadi perbenturan kepentingan, di satu pihak
kekayaan BUMN sebagai kekayaan BUMN itu sendiri sedangkan di lain pihak
kekayaan BUMN sebagai kekayaan negara.
Adanya ketidaksinkronan pengaturan berkaitan dengan kelembagaan
BUMN di dalam peraturan perundang-undangan telah mengakibatkan
kekaburan hukum dalam tataran normatif. UU BUMN secara eksplisit telah
menegaskan berlakunya segala ketentuan dan prinsip perseroan sebagaimana
diatur dalam UUPT bagi kelembagaan BUMN. Melalui pengaturan yang
demikian maka jelaslah bahwa segala prinsip kemandirian perseroan terbatas
demi hukum berlaku bagi BUMN. Sebagaimana telah dikemukakan di atas,
kekaburan hukum terjadi manakala ketentuan UUKN disandingkan dengan
ketentuan UU BUMN. UUKN mengkategorikan “kekayaan perusahaan negara
sebagai bagian dari keuangan negara”. Ketentuan ini seakan memberikan
legitimasi bagi negara untuk melakukan campur tangan atas pengelolaan
BUMN persero yang sejatinya merupakan badan hukum mandiri. Inilah yang
kemudian menimbulkan begitu banyak implikasi baik dalam tataran normatif
62
maupun dalam tataran praktis. Salah satunya adalah mengenai campur tangan
negara dalam pengelolaan BUMN yang terus-menerus dilakukan hingga
menimbulkan berbagai persoalan bahkan tak jarang memunculkan indikasi
monopoli. Namun jangan sampai intervensi negara dalam pengelolaan BUMN
justru „menodai‟ prinsip kemandirian BUMN itu sendiri (Inda Rahadiyan,
2013: 625-626).
Apabila dilihat dari frase “prinsip-prinsip perusahaan yang sehat‟,
tentunya pengelolaan keuangan BUMN sudah ada di ranah pengelolaan
keuangan mandiri oleh BUMN sebagai perusahaan. Namun hal demikian itu
tentunya tidak mengurangi keberadaan keuangan BUMN sebagai unsur
keuangan negara. Arifin P. Soeria Atmadja (2010:115-116) mengungkapkan
konsekuensi logis dari penyertaan modal pemerintah kepada BUMN yang
berbentuk perseroan adalah pemerintah ikut menanggung risiko dan tanggung
jawab terhadap kerugian usaha yang dibiayainya. Selanjutnya, Arifin juga
menegaskan bahwa dalam menanggung risiko dan bertanggung jawab dalam
kerugian usaha yang demikian ini, pemerintah tidak dapat mengenakan baju
badan hukum publik, karena dapat mengganggu penyelenggaraan fungsi
layanan publik oleh pemerintah secara optimal dan maksimal, serta
bertentangan dengan prinsip hukum dan logika hukum yang berlaku.
BUMN merupakan badan hukum perseroan yang pengesahannya
dilakukan dengan Keputusan Menteri Hukum dan Ham. Dan di samping itu,
memiliki kekayaan terpisah dengan kekayaan negara maupun pemegang saham
(pemilik), direksi (pengurus), dan komisaris (pengawas). Meskipun negara
memiliki saham paling sedikit 51% pengelolaannya dilakukan berdasarkan
prinsip-prinsip perusahaan yang sehat. Pendirian suatu BUMN melalui modal
negara, baik modal seluruhnya atau modal sebagian, dan modal negara pada
BUMN merupakan kekayaan negara yang dipisahkan dari APBN. Sumber
utama dari modal pada pendirian suatu BUMN dilakukan melalui penyertaan
modal secara langsung dari kekayaan negara yang dipisahkan. Penyertaan
secara langsung dari kekayaan negara yang dipisahkan dimaknai sebagai
penyertaan modal negara dalam rangka pendirian atau penyertaan pada
63
BUMN. Bukti konkrit dari adanya modal negara dan penyertaan modal negara
pada suatu BUMN ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Adanya
pengundangan peraturan pemerintah atas penyertaan modal negara pada suatu
BUMN, diartikan sebagai dokumentasi formal hukum atas kegiatan modal
negara dan penyertaan modal negara tersebut pada suatu BUMN Indonesia
(Ronny Sautma Hotma Bako, 2013: 17).
Penyertaan modal negara pada suatu BUMN terbatas dalam rangka
pendirian atau penyertaan pada BUMN. Ada 2 kondisi dari penyertaan modal
negara pada suatu BUMN, yaitu pada kondisi pendirian suatu BUMN atau
pada kondisi penyertaan modal negara. Pada konteks pendirian suatu BUMN,
penyertaan modal negara sifatnya terbatas pada kondisi pendirian suatu
BUMN. Tetapi apabila ada suatu BUMN membutuhkan modal tambahan untuk
kegiatan BUMN tersebut, maka diberikan penyertaan modal negara. Sampai
pada level modal BUMN berasal dari negara atau adanya tambahan penyertaan
modal pada suatu BUMN tidak banyak permasalahannya. Berdasarkan sudut
administrasi hukum, maka sumber dari modal suatu BUMN berasal dari modal
negara. Artinya, ada tanggungjawab negara atas suatu BUMN melalui
pemberian modal atau penyertaan modal kepada suatu BUMN yang ditetapkan
dengan suatu peraturan pemerintah (Ronny Sautma Hotma Bako, 2013: 18).
Menurut Alfin Sulaiman (Alfin Sulaiman, 2011: 114), bahwa perlu
dilakukan persamaan persepsi masyarakat menyangkut keuangan negara dan
keuangan BUMN. Berdasarkan teori badan hukum, jelas menunjukkan bahwa
uang negara yang telah disetorkan ke dalam BUMN sudah bukan menjadi uang
negara lagi. Selanjutnya, menyangkut pengertian keuangan negara, apakah
keuangan negara dalam arti luas, atau arti sempit, Alfin Sulaiman sependapat
dengan pendapat Arifin P. Soeria Atmadja yang memberikan pendapatnya
mengenai keuangan negara. Bahwa definisi keuangan negara dalam Pasal 23
UUD NRI Tahun 1945 dapat diinterpretasi, yaitu:
1. Pengertian keuangan negara diartikan secara sempit, yang meliputi
keuangan negara yang bersumber pada APBN, didasarkan pada
pertanggungjawaban keuangan negara oleh pemerintah yang telah
64
disetujui oleh DPR selaku pemegang hak begrooting, yaitu APBN.
Karena tidak mungkin pemerintah mempertanggungjawabkan
APBD yang seyogyanya dipertanggungjawabkan oleh Pemerintah
Daerah kepada DPRD, dan keuangan negara pada perusahaan
negara, dimana perusahaan negara (BUMN) mempunyai tata cara
pengelolaan dan pertanggungjawaban sendiri.
2. Pengertian keuangan negara diartikan secara luas, jika didasarkan
pada objek pemeriksaan dan pengawasan keuangan negara, yakni
APBN, APBD, BUMN/BUMD.
Pasal 1 angka 10 UU BUMN mendefinisikan bahwa kekayaan negara
yang dipisahan adalah kekayaan negara yang berasal dari APBN untuk
dijadikan penyertaan modal negara pada persero/perum serta perseroan terbatas
lainnya. Sumber kekayaan negara yang berasal dari APBN menunjukkan
bahwa uang negara tersebut harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat
sebagai uang negara yang bersumber dari APBN. BUMN hanya sebatas
mengelolanya tetapi sifat kekayaan negara yang bersumber dari APBN kiranya
tidak menghilangkan karakteristiknya sebagai uang negara, meskipun dikelola
oleh BUMN persero. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Alfin Sulaiman
mengenai pengertian keuangan negara secara luas didasarkan pada objek
pemeriksaan dan pengawasan keuangan negara. Apabila Pasal 1 angka 10 UU
BUMN tersebut dikaitkan degan Pasal 71 ayat (2)
Bab VII tentang
pemeriksaan eksternal UU BUMN yang menyatakan bahwa Badan Pemeriksa
Keuangan
selanjutnya
disebut
dengan
BPK
berwenang
melakukan
pemeriksaan terhadap BUMN sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, timbul keyakinan kuat bahwa semangat pembentuk UU BUMN
sejalan dengan UUKN untuk mengamankan uang negara yang dipisahkan agar
dapat dipertanggungjawabkan pengelolaannya kepada rakyat. Pasal 3 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan, Pengelolaan
dan Pertanggungjawaban Keuanga Negara menegaskan bahwa pemeriksaan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh BPK
65
meliputi seluruh unsur keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
UUKN (Riawan Tjandra, 2014: 13).
Hal ini artinya uang negara yang dipisahkan dan dikelola oleh BUMN
termasuk dalam lingkup kewenangan pemeriksaan BPK dan merupakan bagian
dari keuangan negara. Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2006 Tentang BPK juga menyatakan bahwa BPK menilai dan/atau menetapkan
jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik
sengaja
maupun
lalai
yang
dilakukan
oleh
bendahara,
pengelola
BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan
pengelolaan keuangan negara. Jadi, posisi BUMN dalam prespektif hukum
positif adalah melakukan pengelolaan keuangan negara. Artinya pengelolaan
keuangan negara oleh BUMN tidak menghilangkan sifat dari kekayaan negara
yang dipisahkan sebagai uang negara, tidak berubah sifatnya menjadi uang
privat. Uang negara yang dipisahkan dan dikelola BUMN tersebut termasuk
klasifikasi
keuangan
negara
yang
harus
dipertanggungjawabkan
pengelolaannya kepada rakyat tata kelolanya di BUMN (Riawan Tjandra,
2014: 14). Oleh karenanya, eksistensi BUMN juga tak lepas dari campur
tangan pemeritah. Artinya, dalam mepertanggungjawabkan itu, BUMN setiap
tahunnya harus menyampaikan laporan tahunan perusahaan kepada pemerintah
dan pemegang saham lainnya. Penyampaian laporan ini nantinya juga harus
dipublikasikan kepada masyarakat. Harus terbuka dan transparan dalam
penyampaian laporan tersebut.
Namun Mahkamah Konstitusi, melalui Putusan MK Nomor 62/PUUXI/2013 yang dibacakan tanggal 18 September 2014, telah mengukuhkan
status kekayaan negara yang bersumber dari keuangan negara dan dipisahkan
dari APBN untuk disertakan menjadi penyertaan modal di BUMN tetap
menjadi bagian dari rezim keuangan negara. Hal itu telah mengakhiri
perdebatan mengenai frasa "kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan
negara/perusahaan daerah" dalam Pasal 2 Huruf g UUKN yang merupakan
salah satu unsur dari keuangan negara. Meskipun UUKN dengan tegas telah
menempatkan kekayaan yang dipisahkan pada BUMN merupakan bagian dari
66
keuangan negara, ketentuan tersebut sering dibenturkan dengan pandangan
yang menganut prinsip otonomi badan hukum privat dan teori transformasi
keuangan negara (http://www.bpk.go.id/news/pemisahan-kekayaan-negara-dibumn, diakses pada tanggal 28 Maret 2016 Pukul 21.52).
BUMN berperan utama dalam kegiatan-kegiatan ekonomi yang
strategis dan atau menguasai hajat hidup orang banyak, adalah merupakan
amanat dari Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 yang menunjuk pemerintah untuk
mendirikan perusahaan negara untuk dapat mengurus hak dan kekayaan negara
yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak. Hal ini untuk mencegah
kekhawatiran terjadinya penguasaan ekonomi oleh orang atau lembaga
ekonomi yang dapat menyengsarakan dan menindas rakyat. Dalam fungsi
inilah BUMN seringkali mempunyai peran ganda, yaitu badan usaha yang
bersifat profit oriented sekaligus juga berfungsi sebagai agent of development.
Alasan inilah yang menguatkan filosofi BUMN sebagai bagian dari kekayaan
negara yang dipisahkan adalah dalam rangka menjalankan amanat konstitusi
Pasal 33 (Putusan Mahhkamah Konstitusi RI Nomor 62/PUU-XI/2013).
Atas konsepsi itulah BUMN berlakulah dua rezim hukum yaitu rezim
hukum publik dan rezim hukum privat. Rezim hukum publik/UU bidang
keuangan negara hanya berlaku bagi BUMN hanya sebatas yang mengatur
permodalan dan eksistensi BUMN. Oleh karenanya dalam setiap penyertaan
modal negara atau penambahan penyertaan modal negara ke dalam BUMN dan
Perseroan Terbatas yang dananya berasal dari APBN ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah (Pasal 3 ayat (1) PP Nomor 44 Tahun 2005). Hal inilah
yang membedakan BUMN dengan badan usaha swasta. Bahkan pendirian,
perubahan modal, merger, akuisisi, konsolidasi, pembubaran BUMN harus
dengan PP, bahkan privatisasi melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat yang
selanjutnya disebut DPR. Sedangkan yang berlaku bagi rezim hukum
privat/UU bidang korporasi mengatur tindakan-tindakan operasional (di luar
eksistensi
permodalan
dan
eksistensi
BUMN)
(http://bem.law.ui.ac.id/fhuiguide/ uploads/materi/hanggar-bumn-di-indonesia.
pptx, diakses tanggal 18 Maret 2016 Pukul 09.25).
67
Berbicara sekilas mengenai eksistensi BUMN, penulis akan sedikit
membahas tentang strategi dan kegiatan usaha PT Semen Indonesia (Persero)
Tbk. yang dikutip penulis dari Laporan Tahunan 2014, bahwa perseroan telah
menyempurnakan board manual, Pedoman Sistem Pelaporan Pelanggaran dan
Pedoman IT Governance sebagai salah satu implementasi dari pelaksanaan
Pedoman Good Corporate Governance yang selanjutnya disebut dengan GCG
dan telah diberlakukan melalui surat keputusan Direksi. Board Manual tersebut
disusun sesuai ketentuan pasal 2 Peraturan Menteri Negara BUMN No: Per01/MBU/2011, merupakan pedoman kerja Dewan Komisaris, Direksi, dan
perangkatnya yang bertujuan untuk:
1. Mempermudah dewan komisaris dan direksi dalam memahami peraturanperaturan yang terkait dengan tata kerja dewan komisaris dan direksi;
2. Menjadi rujukan tentang tugas pokok, fungsi kerja dan meningkatkan
kualitas serta efektivitas hubungan kerja antar kedua organ;
3. Menerapkan
asas-asas
GCG
yakni
transparansi,
akuntabilitas,
responsibilitas, independensi, dan fairness (kewajaran).
Sebagai implementasi penerapan tata kelola, perseroan secara terusmenerus melakukan penyempurnaan atas Standard Operating Procedure
(SOP) pada seluruh proses bisnis yang tertuang di dalam Sistem Manajemen
Semen Indonesia yang selanjutnya disebut dengan SMSI. Sebagai kerangka
pelaksanaan GCG yang diprakarsai oleh dewan komisaris dan direksi,
perseroan melengkapi seluruh soft structure yang dibutuhkan dalam
pengelolaan perusahaan sesuai dengan kaidah GCG. Kerangka kebijakan soft
struktur tersebut meliputi pedoman pelaksanaan GCG, pedoman kode etik
perusahaan, manual board, it governance, pedoman sistem pelaporan
pelanggaran dan kebijakan-kebijakan lainnya, yang ditandatangani oleh dewan
komisaris dan direksi (Laporan tahunan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk.
2015: 239-240).
Pedoman dan kebijakan tersebut secara jelas mengatur segala aspek
pengelolaan perusahaan, termasuk di antaranya memberikan definisi visi, misi
dan nilai-nilai perseroan; menjelaskan kebijakan penyusunan strategi,
68
penyusunan organisasi, kesekretariatan korporasi, manajemen risiko, sistem
pengendalian intern dan pengawasan, standar etika, keuangan, akuntansi,
pengelolaan SDM, dan sebagainya. Dengan kelengkapan kompetensi
pemrakarsa praktik GCG dan kelengkapan soft structure penunjangnya, maka
perseroan meyakini tata kelola perusahaan sebagaimana tergambar dalam
struktur dibawah dapat berjalan dengan baik. Keseluruhan pedoman dan aturan
tersebut telah memperhatikan butir-butir yang terkandung dalam “Pedoman
Umum GCG Indonesia”, UUPT, dan praktik-praktik GCG yang lazim
digunakan. Selain hal tersebut, konsistensi penerapan GCG diharapkan juga
dapat meningkatkan kinerja usaha dan pertumbuhan berkelanjutan yang pada
akhirnya akan meningkatkan nilai perseroan bagi pemegang saham dan
pemangku kepentingan lainnya (www.semenindonesia.com, diakses tanggal 16
Maret 2016 Pukul 10:52).
Pemerintah sebagai regulator bertanggung jawab untuk melindungi
masyarakat dan bertanggungjawab untuk memastikan bahwa perusahaan
melakukan GCG untuk melindungi para pemangku kepentingan mereka. Studi
terbaru masih menemukan, hasil campuran mengenai perusahaan pemerintahan
dan kepemilikan pemerintah menyatakan bahwa perusahaan negara yang
dimiliki mungkin memiliki GCG yang lebih lemah dari perusahaan lain karena
mereka memiliki tujuan yang berkaitan dengan kesejahteraan negara dan bukan
hanya tujuan perusahaan saja yaitu mencari keuntungan. Perusahaan milik
negara menerima dana dari pemerintah yang cenderung menggunakan investor
jangka panjang dan tidak aktif memonitor investasinya. Namun, perusahaan
negara yang dimiliki adalah tetap yang terbaik untuk menerapkan GCG.
Karena bahwa dengan adanya kepemilikan pemerintah secara positif sangat
berperan dalam pelaksanaan GCG (Ferdinand T. Siagian, 2011: 190).
Berdasarkan data prospek usaha perseroan yang diperoleh penulis
melalui Laporan Tahunan 2014, perseroan meyakini perekonomian Indonesia
di tahun mendatang masih akan menghadapi tantangan di tingkat makro.
Konsumsi domestik dan kegiatan investasi masih tetap menjadi kontributor
utama dari pertumbuhan ekonomi Indonesia. Tekanan inflasi dan stabilitas nilai
69
tukar belum ada titik terang yang membuat suku bunga rujukan masih akan
tinggi. Sekalipun ada harapan dari realisasi proyek-proyek infrastruktur,
dampaknya terhadap perbaikan ekonomi masih harus ditunggu. Proyeksi
pertumbuhan ekonomi tersebut, sudah barang tentu memberi prospek yang
masih menantang bagi industri persemenan, berupa terbatasnya peningkatan
permintaan pasar yang diperkirakan mencapai 6-7%. Hal ini membuat
perseroan harus tetap waspada untuk menjaga kinerjanya dalam mengelola
biaya dan menjaga efisiensi operasional. Perseroan kini berada pada kondisi
yang lebih siap untuk mengimbangi pertumbuhan permintaan pasar. Guna
memastikan diperolehnya keunggulan bersaing sekaligus memberikan hasil
kinerja yang optimal, perseroan akan konsisten menerapkan inisiatif strategis
yang bersifat kritikal, yaitu: pertumbuhan kapasitas, pengamanan energi,
penguatan citra korporasi, pemenuhan kebutuhan konsumen dan penguatan
faktor penunjang dan pengendalian resiko (Laporan tahunan PT Semen
Indonesia (Persero) Tbk. 2015: 43).
Adanya penyelesaian pembangunan dua unit pabrik baru di tahun
2012 lalu dan realisasi tahap pembangunan pabrik baru di Padang dan di
Rembang di tahun 2014, diikuti penyelesaian pembangunan beberapa fasilitas
pendukung produksi maupun fasilitas pendukung distribusi membuat perseroan
siap menyambut peluang pertumbuhan pasar semen di pasar domestik pada
tahun tahun mendatang. Sementara itu realisasi akuisisi TLCC di Vietnam dan
keberhasilan program restrukturisasi kewajiban dan berbagai perbaikan yang
dilaksanakan, membuat perseroan juga semakin siap untuk berkiprah di kancah
persemenan di pasar regional. Seluruh perkembangan tersebut menunjukkan
kesiapan perseroan untuk meraih peluang pertumbuhan dari membaiknya
kondisi pasar semen di kancah domestik maupun regional untuk menciptakan
level kinerja baru di masa mendatang (Laporan tahunan PT Semen Indonesia
(Persero) Tbk. 2015: 55-56).
Pembahasan selanjutnya berdasarkan hasil wawancara penulis dengan
unit kerja biro hukum dan administrasi&advisory mengenai implikasi dari
pelaksanaan penyertaan modal pemerintah pada PT Semen Indonesia (Persero)
70
Tbk. pada saat saham Pemerintah masih 65% kemudian terjadi pengurangan
penyertaan modal menjadi 51% yaitu mengenai pembagian dividen. Adanya
perbedaan dividen yang diterima oleh negara terjadi mengingat pemerintah
telah melakukan pengurangan penyertaan modal pada PT Semen Indonesia
(Persero) Tbk. Dengan kedudukannya sebagai pemegang saham, negara berhak
memperoleh setiap pembagian keuntungan atau dividen dari BUMN setiap
tahunnya. Oleh karenanya setiap tahunnya, perusahaan (persero) BUMN wajib
melaporkan mengenai laporan tahunan kepada Menteri Keuangan melalui
Menteri BUMN pada saat RUPS.
Adanya laporan tahunan ini membuat para pemegang saham dan
pemangku kepentingan mendapatkan dan memperoleh informasi tentang
pencapaian kinerja, laporan posisi keuangan, laba rugi, dan arus kas dalam
setahun. Selain itu, laporan ini memberikan gambaran lengkap tentang kinerja
berkelanjutan perseroan yang berlandaskan triple bottom line yakni pencapaian
kinerja keuangan unggul (Profit), komitmen pemberdayaan masyarakat
(People) dan menjamin pelestarian lingkungan (Planet). Dengan adanya
laporan tahunan ini diharapkan dapat membangun pemahaman dan
kepercayaan terhadap perseroan, sehingga seluruh pemegang saham dan
pemangku kepentingan memperoleh informasi yang memadai terkait langkah
dan strategi perseroan atas pencapaian kinerja setiap tahunnya serta proyeksi
pada masa mendatang.
Berdasarkan data yang telah penulis peroleh dari dokumen
perusahaan, apabila penulis bandingkan pembagian dividen pada buku tahun
1994 dengan buku tahun 2014 dimana pada tahun 1994 pemerintah masih
memegang saham mayoritas sebesar 65% dan pada tahun 2014 pemerintah
memegang saham sebesar 51%. Berdasarkan laporan tahunan 1994
diselenggarakan RUPST pada tanggal 12 Juni 1995. Dalam rapat tersebut turut
hadir Dirjen pembinaan BUMN selaku perwakilan dari Pemerintah, direktur,
komisaris, serta pemegang saham lainnya. Pada tahun 1995 tersebut komposisi
saham, Pemerintah 65% sebagai saham mayoritas dan masyarakat 35%. Pada
laporan tahunan tersebut menjelaskan mengenai laporan direksi perseroan
71
tentang keadaan perseroan dan keuangan untuk tahun buku 1994, pengesahan
neraca dan perhitungan laba rugi untuk tahun buku 1994, penentuan pembagian
dividen final untuk tahun buku 1994, penunjukan akuntan publik untuk tahun
buku 1995, dan hal-hal lain terkait dengan rapat. Dalam RUPST tersebut
dihadiri oleh para pemegang saham atau kuasa mereka sebanyak 115.059.300
saham atau sejumlah 77,59 % dari 148.288.000 saham.
Laba bersih untuk tahun buku 1994 adalah sebesar Rp 54.722.281.000
(lima puluh empat miliar tujuh ratus dua puluh dua juta dua ratus delapan
puluh satu ribu). Berdasarkan jumlah laba tersebut, maka untuk dividen sebesar
50 % atau Rp 27.361.140.000,50 (dua puluh tujuh miliar tiga ratus enam puluh
satu juta seratus empat puluh ribu rupiah lima puluh sen) atau dividen setiap
sahamnya sebesar Rp 184,51 (seratus delapan puluh empat rupiah lima puluh
satu sen). Sedangkan 50% lagi masuk ke dalam dana cadangan. Karena
Pemerintah pada tahun 1995 memegang saham PT Semen Indonesia (Persero)
Tbk. sebesar 65% atau 108.288.000 (seratus delapan juta dua ratus delapan
puluh delapan ribu) saham perseroan maka dividen yang diperoleh negara pada
buku tahun 1994 sebesar Rp 19.980.218.880 (sembilan belas miliar sembilan
ratus delapan puluh juta dua ratus delapan belas ribu delapan ratus delapan
puluh).
Berdasarkan data dari dokumen perusahaan, pada tanggal 16 April
2015 diselenggarakan RUPST. Dalam RUPST tersebut dihadiri oleh para
pemegang saham atau kuasa mereka sebanyak 4.491.918.433 saham atau
sejumlah 75,73% dari 5.931.520.000 saham. Pada tahun 2015, komposisi
saham Pemerintah 51,01% sebagai saham mayoritas dan masyarakat 48,99%.
RUPST yang diagendakan adalah perihal beikut ini:
1.
Persetujuan laporan tahunan mengenai keadaan dan jalannya
perseroan selama tahun buku 2014 termasuk laporan pelaksanaan
tugas pengawasan dewan komisaris selama tahun buku 2014 dan
pengesahan laporan keuangan perseroan tahun buku 2014 sekaligus
pemberian pelunasan dan pembebasan tanggung jawab sepenuhnya
(volledig acquit et decharge) kepada direksi dan dewan komisaris
72
atas tindakan pengurusan dan pengawasan perseroan yang telah
dijalankan selama tahun buku 2014.
2.
Pengesahan laporan tahunan program kemitraan dan bina
lingkungan tahun buku 2014, sekaligus pemberian pelunasan dan
pembebasan tanggung jawab (acquit et decharge) kepada direksi
dan dewan komisaris atas tindakan pengurusan dan pengawasan
program kemitraan dan bina lingkungan yang telah dijalankan
selama tahun buku 2014.
3.
Penetapan penggunaan laba bersih perseroan tahun buku 2014
Perseroan senantiasa membagikan dividen dengan memperhatikan
kondisi keuangan untuk pengembangan usaha dan imbal hasil bagi
para
pemegang
saham.
Untuk
memastikan
keberlanjutan
perusahaan dan diperolehnya keunggulan bersaing sekaligus
memberikan hasil kinerja yang optimal, perseroan menerapkan
inisiatif strategi jangka panjang, meliputi pertumbuhan kapasitas
produksi,
pengamanan
energi,
penguatan
citra
korporasi,
pemenuhan kebutuhan konsumen dan pengendalian resiko. Dengan
inisiatif
strategi
memanfaatkan
tersebut,
peluang
perseroan
yang
dipastikan
terbuka
dan
mampu
mencatatkan
pertumbuhan kinerja yang berkesinambungan. Perseroan kini
memasuki tahap implementasi strategi pengembangan usaha jangka
panjang guna menjamin pertumbuhan menyeluruh yang sejalan
dengan pembangunan komunitas dan pertumbuhan daya beli
masyarakat. Dan untuk mengimplementasikan strategi tersebut
perseroan berencana melakukan investasi proyek-proyek strategis
sehingga diperlukan pendanaan yang cukup dengan senantiasa
tetap
memperhatikan
pada
hak-hak
shareholders
untuk
mendapatkan hasil yang optimal. Oleh karena itu, perseroan masih
mengkaji besaran dividen yang paling optimal bagi pertumbuhan
perseroan dan kesejahteraan pemegang saham.
73
4.
Penetapan Tantiem Tahun Buku 2014, gaji untuk direksi dan
honorarium untuk dewan komisaris berikut fasilitas dan tunjangan
lainnya untuk tahun 2015.
5.
Persetujuan penunjukan kantor akuntan publik untuk mengaudit
laporan keuangan perseroan termasuk audit laporan PKBL tahun
buku 2015 dan periode lainnya dalam tahun buku 2015.
6.
Persetujuan perubahan anggaran dasar perseroan
7.
Perubahan pengurus perseroan.
Berdasarkan hasil RUPST, laba bersih untuk tahun buku 2014 adalah
sebesar Rp 5.565.857.595.000 (lima triliun lima ratus enam puluh lima miliar
delapan ratus lima puluh lima tujuh juta lima ratus sembilan puluh lima ribu).
Berdasarkan jumlah laba tersebut, maka untuk dividen sebesar 40 % atau Rp
2.226.343.038.000 (dua triliun dua ratus dua puluh enam miliar tiga ratus
empat puluh tiga juta tiga puluh depalan ribu) atau dividen setiap sahamnya
sebesar Rp 375,34 (tiga ratus tujuh puluh lima tiga puluh empat sen).
Sedangkan 60% lagi masuk ke dalam dana cadangan. Karena Pemerintah
memegang saham PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. sebesar 51,01% atau
3.025.406 saham perseroan maka dividen yang diperoleh negara pada buku
tahun 2014 sebesar Rp 1.135.559.112.204,3 (satu triliun seratus tiga puluh lima
miliar lima ratus lima puluh sembilan juta seratus dua belas ribu dua ratus
empat tiga sen).
Apabila dicermati, memang secara keseluruhan laba yang dapat
didistribusikan kepada pemilik entitas induk mencatat kenaikan sebesar 3,6%
menjadi Rp 5,6 triliun di tahun 2014 dari Rp 5,4 triliun di tahun 2013. Dengan
demikian laba bersih per saham yang dapat di distribusikan kepada pemilik
entitas induk meningkat 3,6%. Setiap tahunnya, PT Semen Indonesia (Persero)
Tbk. membagikan dividen itu dengan memperhatikan kondisi keuangan untuk
pengembangan usaha dan imbal hasil bagi para pemegang saham, namun
demikian, sesuai kebijakan manajemen, rasio pembagian dividen berkisar 4055% dari laba bersih. Direksi perseroan, dengan persetujuan dewan komisaris
dapat membagikan dividen interim, sepanjang kondisi keuangan perusahaan
74
memungkinkan, dan dividen interim yang dibagikan ini adalah bagian dari
dividen final yang jumlahnya diputuskan dalam RUPS. Pembagian dividen
kepada pemegang saham perseroan diakui sebagai liabilitas dalam laporan
keuangan konsolidasian pada periode saat dividen tersebut disetujui oleh para
pemegang saham perseroan. Pembagian dividen interim kepada pemegang
saham perseroan diakui sebagai liabilitas berdasarkan keputusan direksi dengan
persetujuan dewan komisaris. Berikut tabel tingkat pertumbuhan rata-rata
tahunan (CAGR) dividen yang dibagikan dalam enam tahun terakhir:
Tabel 3.4
Tingkat pertumbuhan dividen yang dibagikan dalam enam tahun terakhir
Sumber : Laporan Tahunan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. Tahun 2014
PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. dalam menjalankan perusahaan
tidak lepas dari adanya organ pereseroan yang sangat penting dan berpengaruh
dalam menjalankan suatu perusahaan. Sesuai dengan UUPT, organ perusahaan
terdiri dari RUPS, dewan komisaris dan direksi. Kepengurusan perseroan
menganut system dua badan (two boards system), yaitu dewan komisaris dan
direksi, yang memiliki wewenang dan tanggung jawab yang jelas sesuai
fungsinya masing-masing sebagaimana diamanatkan dalam anggaran dasar dan
peraturan perundang- undangan. Dalam forum RUPS, para pemegang saham
dapat melakukan pengambilan keputusan penting berkaitan dengan investasi
yang telah ditanamkan di perseroan. Keputusan yang diambil dalam RUPS
didasarkan pada kepentingan perseroan. RUPS atau pemegang saham tidak
75
dapat melakukan intervensi terhadap tugas, fungsi dan wewenang dewan
komisaris dan direksi dengan tidak mengurangi wewenang RUPS untuk
menjalankan haknya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundangundangan. Dengan kedudukan yang setara, para pemegang saham akan
mempertimbangkan dengan seksama keputusannya demi kepentingan jangka
panjang perseroan. Setelah keputusan diambil, maka RUPS kemudian akan
menyerahkan segala kewenangan pengawasan dan pelaksanaan keputusan
tersebut kepada dewan komisaris dan direksi. Hal ini sesuai dengan anggaran
dasar
perseroan
dan
peraturan
perundangan
yang
berlaku.
Berikut
penjelasannya mengenai organ perusahaan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk
berdasarkan Board Manual perusahaan:
1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
RUPS
merupakan
lembaga
tertinggi
perseroan.
RUPS
merupakan wadah para pemegang saham untuk mengambil keputusan
penting yang kewenangannya tidak diberikan kepada direksi dan dewan
komisaris sesuai yang ditentukan dalam anggaran dasar dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Wewenang tersebut antara lain adalah
meminta pertanggungjawaban dewan komisaris dan direksi terkait dengan
pengelolaan perseroan, mengubah anggaran dasar, mengangkat dan
memberhentikan direktur dan anggota dewan komisaris, memutuskan
pembagian tugas dan wewenang pengurusan di antara direktur dan lainlain. Perseroan menjamin untuk memberikan segala keterangan yang
berkaitan dengan perseroan kepada RUPS, sepanjang tidak bertentangan
dengan kepentingan perseroan dan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan Pasal 14 UU BUMN, Menteri dalam hal ini
bertindak selaku pemegang saham pada persero dan perseroan terbatas
dalam hal tidak seluruh sahamnya dimiliki oleh negara. Sebagaimana
pemegang saham lainnya pada perseroan, Menteri BUMN juga dapat
memberikan kuasa dengan hak substitusi kepada perorangan atau badan
hukum untuk mewakilinya dalam menghadiri dan memberikan suara di
RUPS. Hanya saja, direksi perlu memperhatian bahwa tidak setiap agenda
76
RUPS dapat diputuskan dengan hak suara yang diberikan oleh penerima
kuasa Menteri BUMN tersebut. Selanjutnya berdasarkan pasal 14 ayat (3)
UU BUMN, agenda-agenda RUPS tertentu yang mewajibkan penerima
kuasa tersebut untuk memperoleh persetujuan sebelumnya dari Menteri
BUMN adalah sebagai berikut:
a. Perubahan jumlah modal;
b. Perubahan anggara dasar perseroan;
c. Rencana penggunaan laba;
d. Penggabungan, peleburan, pengambilalihan, pemisahan, serta
pembubaran;
e. Investasi dari pembiayaan jangka panjang dengan nilai lebih dari
50% kekayaan bersih perseroan;
f. Pengalihan aktiva
Walaupun Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara
merupakan
wakil
pemerintah
dalam
kepemilikan
saham,
namun
kewenangan RUPS tersebut didelegasikan kepada Menteri BUMN.
Dengan pendelegasian ini, maka dalam pengelolaan penyertaan modal
negara dilakukan dalam mekanisme korporasi, kewenangan Menteri
BUMN lebih kepada pengusulan kebijakan perusahaan yang dapat
berdampak pada penyediaann anggaran dalam APBN, sedangkan posisi
Menteri Keuangan lebih kepada pemberi usul dalam pengajuan penyertaan
modal negara kepada Presiden. Dalam RUPS seluruh pemegang saham,
baik pemegang saham mayoritas maupun minoritas memiliki hak yang
sama untuk memberikan suaranya dalam pengambilan keputusan atas
setiap rencana investasi maupun rencana korporasi lainnya. Guna
menjamin terlindunginya kepentingan pemilik saham minoritas, perseroan
menugaskan komisaris independen untuk memastikan seluruh mekanisme
pengambilan keputusan dan pelaksanaan rapat mampu mengakomodir
suara
pemegang
saham
minoritas
tersebut.
Sesuai
dengan
penyelenggaraannya, RUPS terbagi atas: RUPST (merupakan agenda rutin
77
setiap tahun dan diselenggarakan minimal satu kali) dan RUPSLB (yang
waktu penyelenggaraannya bisa terjadi di luar waktu RUPST).
Pelaksanaan RUPST diselenggarakan dengan tata cara sesuai
dengan ketentuan, yakni:
a. Didahului dengan pemasangan iklan pemeritahuan mengenai rencana
RUPS melalui iklan di surat kabar terkemuka satu bulan sebelum
pelaksanaan.
b. Pemasangan iklan panggilan pelaksanaan pemanggilan pemegang
saham disertai dengan agenda-agenda yang akan dibahas 2 minggu
(kini 3 minggu) sebelum pelaksanaan.
c. Pemasangan iklan pemberitahuan pelaksanaan RUPS, beserta hasilhasil RUPS satu hari setelah pelaksanaan.
d. Dihadiri
secara
kuorum
oleh
para
pemegang
saham
atau
perwakilannya.
2. Dewan Komisaris
UUPT mewajibkan semua perseroan yang didirikan berdasarkan
hukum Indonesia mempunyai dewan komisaris yang bertugas untuk
melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan
pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan, dan
memberi nasihat kepada direksi. Pengawasan dan pemberian nasihat
dilakukan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan
tujuan perseroan. Dewan komisaris yang terdiri lebih dari satu orang
anggota merupakan majelis dan setiap anggota dewan komisaris tidak
dapat bertindak sendiri-sendiri, melainkan berdasarkan keputusan dewan
komisaris.
Berdasarkan Board Manual PT Semen Indonesia (Persero) Tbk.
yang dikutip oleh penulis, setiap anggota dewan komisaris wajib dengan
itikad baik, kehati-hatian dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas
pengawasan dan pemberian nasihat kepada direksi untuk kepentingan
perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Dewan
komisaris melakukan pengawasan dan rekomendasi dari Rencana Kerja
78
dan Anggaran Perusahaan (RKAP), termasuk dari sisi manajemen risiko.
Peranan dewan komisaris dalam manajemen risiko lebih dititikberatkan
pada proses persetujuan (baik yang diajukan direksi dalam RKAP maupun
yang diajukan secara terpisah di tengah tahun buku) dan melakukan
evaluasi atas kebijakan manajemen risiko. Artinya, Dewan komisaris tidak
mencampuri wewenang direksi untuk melakukan pengurusan, tapi lebih
pada evaluasi pelaksanaan pengurusan perseroan serta melakukan analisa
atas transaksi yang membutuhkan persetujuan dewan komisaris. Dalam
melaksanakan tugas pengawasan, dewan komisaris berhak untuk meminta
segala keterangan yang diperlukan dari direksi dan wajib untuk
memberikannya. Dewan komisaris juga diberi kewenangan untuk
memberhentikan sementara anggota direksi yang melanggar anggaran
dasar perseroan, ketentuan dan peraturan perundangan yang berlaku.
Tugas dan Tanggung Jawab Dewan Komisaris
a. Komisaris bertugas melakukan pengawasan terhadap direksi, atas
kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik
mengenai perseroan maupun usaha perseroan, serta memberi nasehat
kepada direksi. Pengawasan dan pemberian nasihat dilakukan untuk
kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan
(Pasal 108 UUPT).
b. Dewan komisaris wajib dengan iktikad baik, kehati-hatian, dan
bertanggung jawab dalam menjalankan tugas pengawasan dan
pemberian nasihat kepada direksi, untuk kepentingan perseroan dan
sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Setiap anggota dewan
komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian
perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai dalam
menjalankan tugasnya. Dalam hal dewan komisaris terdiri dari atas 2
(dua) anggota dewan komisaris atau lebih, tanggung jawab tersebut
berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota dewan komisaris
(pasal 114 uupt).
79
c. Anggota komisaris tidak dapat dipertanggung jawabkan atas kerugian
tersebut apabila dapat membuktikan bahwa (a) telah melakukan tugas
pengawasan dengan iktikad baik dan dengan prinsip kehati-hatian
untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan
perseroan; (b) tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung
maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan
kerugian perseroan; dan (c) telah memberi nasehat kepada direksi
untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut (Pasal 114
UUPT).
d. Dalam melaksanakan tugas pengawasan, dewan komisaris berhak
untuk meminta segala keterangan yang diperlukan dari direksi dan
wajib
untuk
memberikannya.
Dewan
Komisaris
juga
diberi
kewenangan untuk memberhentikan sementara anggota direksi yang
melanggar anggaran dasar perseroan, ketentuan dan peraturan
perundangan yang berlaku.
Mekanisme Kerja Dewan Komisaris
Dewan komisaris dalam melaksanakan tugas pengawasan
tersebut diatas, dewan komisaris dibantu oleh komite-komite, dan seorang
sekretaris dewan komisaris. Dalam melakukan tugas pengawasan yang
efektif, dewan komisaris membentuk 3 (tiga) komite yang saling
berhubungan, yaitu Komite Audit; dan Komite Strategi, Manajemen
Risiko dan Investasi (KSMRI), serta Komite Nominasi dan Remunerasi
(KNR). Keanggotaan komite dibagi menjadi dua jenis, yaitu ketua dan
anggota yang merupakan anggota dewan komisaris dan anggota non
dewan komisaris (profesional). Anggota komite non komisaris terdiri dari
2 orang untuk masing-masing komite, yang berasal dari profesional yang
berpengalaman. Sekretaris dewan komisaris bekerja secara full time, dan
berasal dari professional yang berpengalaman.
Adanya posisi komite sebagai pembantu dewan komisaris, maka
dapat dipahami bahwa program kerja dewan komisaris merupakan
“payung” bagi program kerja komite-komite dimana tugas dan tanggung
80
jawab yang bersifat strategis tetap menjadi program kerja dewan
komisaris, dan yang bersifat teknis operasional diturunkan menjadi
program kerja komite, namun tetap merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari program kerja dewan komisaris. Dewan komisaris dalam
memberikan nasihat dan rekomendasi kepada direksi dan perlakuan
kepada para stakeholders berpedoman kepada prinsip-prinsip sebagai
berikut:
a. Dewan komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan,
baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan dan memberikan
nasihat kepada direksi dalam menjalankan pengurusan perseroan.
b. Kebijakan dilandasi oleh itikad baik, kehati-hatian dan rasa tanggung
jawab dan ditujukan pada kepentingan perseroan dan sesuai dengan
maksud dan tujuan perseroan.
c. Kebijakan diambil secara terbuka (transparent) kepada direksi maupun
para stakeholders.
d. Kebijakan dilandasi oleh obyektivitas (objectivity) serta perlakuan
yang adil dan konsisten (fair and consistent treatment) pada data dan
informasi yang disampaikan oleh direksi kepada dewan komisaris.
3. Direksi
Dalam menjalankan perseroan direksi mempunyai visi untuk
menjadi organ perseroan yang memiliki kompetensi tinggi dan bekerja
secara profesional serta independen dalam melaksanakan tugasnya.
Sedangkan untuk penerapannya direksi memiliki misi yang dijalankan
untuk mendukung pencapaian visi tersebut yaitu melaksanakan fungsi
pengelolaan perusahaan berstandar internasional sesuai dengan kaidah
GCG dalam rangka mencapai visi korporasi, dan selalu mematuhi
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan anggaran dasar
perusahaan.
Itikad baik dan penuh tanggung jawab direksi sebagai organ
perusahaan
melaksanakan
tugasnya
mengurus
perseroan
untuk
kepentingan perusahaan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perusahaan
81
serta mewakili perusahaan baik didalam maupun diluar pengadilan dengan
mengindahkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, anggaran
dasar dan
keputusan
RUPS. Direksi
bertanggungjawab terhadap
pengelolaan perusahaan dan memastikan terjadinya kesinambungan
perusahaan serta mempertanggungjawabkan kepengurusannya kepada
RUPS. Direksi bertanggungjawab terhadap pengelolaan perusahaan dan
memastikan
terjadinya
kesinambungan
perusahaan
serta
mempertanggungjawabkan kepengurusannya kepada RUPS.
Ruang Lingkup Pekerjaan dan Fungsi Pengurusan Direksi
Direksi merupakan organ perseroan yang berwenang dan
bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan
perseroan. Sesuai anggaran dasar, direksi melaksanakan fungsi pengurusan
untuk memimpin dan mengurus perseroan sesuai dengan maksud dan
tujuan yang telah ditetapkan, yaitu:
a. Memelihara dan mengurus kekayaan perseroan;
b. Melakukan pengurusan dengan itikad baik dan prinsip kehati-hatian
untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan;
c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak
langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian;
d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya
kerugian tersebut;
e. Tidak boleh mewakili perseroan jika mempunyai benturan kepentingan
dengan Perseroan;
f. Pada dasarnya direksi bekerja secara kolegial, putusan tiap anggota
direksi merupakan putusan organ direksi.
Direksi bertugas dan bertanggung jawab secara kolegial dalam
mengelola perseroan agar value driver berfungsi maksimal sehingga
mampu meningkatkan profitabilitas operasional dengan hasil akhir
meningkatnya nilai perseroan. Masing-masing anggota direksi dapat
melaksanakan dan mengambil keputusan sesuai dengan pembagian tugas
dan wewenangnya, namun demikian tanggung jawab kolegial tetap
82
berlaku. Adapun fungsi pengelolaan perseroan oleh direksi mencakup 5
tugas utama, yakni:
a. Kepengurusan
Direksi menyusun visi, misi dan nilai-nilai perusahaan, program jangka
pendek maupun panjang, mengendalikan sumber daya secara efektif
dan efisien, memperhatikan kepentingan minority shareholder secara
wajar dan memiliki tata kerja dan pedoman kerja (charter) yang jelas.
b. Manajemen risiko
Direksi menyusun dan melaksanakan manajemen risiko yang
mencakup seluruh aspek operasional perseroan.
c. Pengendalian internal
Direksi menyusun satuan pengendalian internal untuk mengawasi dan
mencegah terjadinya fraud maupun kegagalan penerapan strategi
perseroan.
d. Komunikasi
Direksi memastikan kelancaran komunikasi internal atau antar bagian
dan eksternal dengan pemangku kepentingan.
e. Tanggung jawab sosial.
Direksi juga menyusun dan memastikan melaksanakan kegiatan
tanggung
jawab
sosial
perusahaan,
sesuai
dengan
peraturan
perundangan yang belaku.
Disamping fungsi di atas, direksi juga bertugas memastikan
informasi yang terkait dengan tanggung jawab direktorat dari masingmasing bidang selalu tersedia untuk dewan komisaris. Direksi wajib
menyusun laporan tahunan yang memuat antara lain laporan keuangan,
laporan kinerja perusahaan, laporan pelaksanaan tanggung jawab sosial
dan lingkungan, rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang
bersangkutan. Laporan tahunan dimintakan persetujuan dari RUPS dan
laporan
keuangan
dimintakan
pengesahan
dari
RUPS.
Dengan
diberikannya persetujuan atas laporan tahunan dan pengesahan atas
laporan keuangan, berarti RUPS telah memberikan pembebasan dan
83
pelunasan tanggung jawab atas tindakan pengurusan dan pengawasan yang
telah dilakukan perseroan selama tahun buku yang bersangkutan sepanjang
tindakan tersebut tercatat pada buku perseroan dan tidak bertentangan
dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.
Tugas dan Wewenang Direksi
a. Direksi bertanggung jawab penuh dalam melaksanakan tugas untuk
kepentingan perusahaan. Tugas pokok direksi adalah memimpin dan
mengurus perusahaan sesuai dengan maksud dan tujuan perusahaan
serta memelihara dan mengurus kekayaan perusahaan.
b. Direksi bertanggungjawab untuk merumuskan dan menetapkan visi,
misi, dan nilai-nilai perusahaan serta Rencana Jangka Panjang
Perusahaan (RJPP) dan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan
(RKAP) setelah melalui pembahasan dan persetujuan dewan komisaris
dan RUPS.
c. Setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung
jawab menjalankan tugasnya dan bertindak sesuai dengan ketentuanketentuan dalam anggaran dasar, keputusan-keputusan yang diambil
dalam RUPS, Rencana Jangka Panjang (RJP), Rencana Kerja dan
Anggaran Perusahaan (RKAP) serta peraturan perundang-undangan
yang berlaku berlandaskan prinsip-prinsip GCG.
Rincian tugas masing-masing anggota direksi diantaranya
adalah sebagai berikut:
a. Direktur Utama bertugas untuk mengkoordinir anggota direksi lainnya,
agar seluruh kegiatan berjalan sesuai visi, misi, sasaran usaha, strategi,
kebijakan dan program kerja yang ditetapkan. Secara spesifik, direktur
utama bertanggung jawab untuk menyelaraskan seluruh inisiatif
strategi perseroan, mengkoordinasikan tugas operasional di bidang
audit internal, sumber daya manusia, komunikasi, memastikan
kepatuhan terhadap hukum dan regulasi serta mengkoordinir
manajemen risiko dan pengembangan perusahaan. Di samping itu juga
84
mengendalikan dan mengevaluasi penerapan prinsip-prinsip GCG dan
standar etika secara konsisten dalam perseroan.
b. Direktur Keuangan bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan,
mengendalikan dan mengevaluasi tugas operasional di bidang
keuangan, anggaran, akuntansi, memastikan penyediaan pendanaan
bagi pengembangan perseroan dan sistim teknologi informasi.
c. Direktur Komersial bertanggung jawab atas bidang, penjualan,
distribusi, transportasi serta pengembangan pemasaran dan juga
pelaksanaan tugas operasional atas bidang pengadaan dan pengelolaan
persediaan.
d. Direktur
Produksi
&
Litbang
bertanggung
jawab
untuk
mengkoordinasikan, mengendalikan dan mengevaluasi pelaksanaan
tugas operasional bidang produksi, teknik, keselamatan kerja,
lingkungan, mengembangkan program efisiensi proses produksi serta
mengkoordinasikan dan mengendalikan pelaksanaan rancang bangun,
penelitian & pengembangan dan menjaga jaminan mutu produk serta
bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan, mengendalikan dan
mengevaluasi pelaksanaan tugas operasional atas bidang pengadaan
dan pengelolaan persediaan, serta penelitian & pengembangan produk.
e. Direktur
Sumber
Daya
Manusia
bertanggung
jawab
untuk
mengkoordinasikan, mengendalikan dan mengevaluasi pelaksanaan
tugas operasional atas bidang sumber daya manusia, pengelolaan aset
perusahaan
dan
kepatuhan
perusahaan
terhadap
peraturan
&
perundangan-undangan yang berlaku serta penerapan manajemen
risiko di perusahaan.
f. Direktur Pengembangan Usaha dan Strategi Bisnis bertanggung jawab
untuk
mengkoordinasikan,
mengendalikan
dan
mengevaluasi
pelaksanaan tugas operasional atas bidang strategi dan pengembangan
bisnis perusahaan, pengelolaan strategi investasi capex, pengembangan
energi group dan pengamanan bahan baku.
85
g. Direktur
Engineering
&
Proyek
bertanggung
jawab
untuk
mengkoordinasikan, mengendalikan dan mengevaluasi pelaksanaan
rancang bangun dan realisasi pembangunan proyek baik dalam bidang
engineering maupun pembangunan fisik.
Perseroan telah menetapkan tata laksana hubungan dewan
komisaris dan direksi sesuai dengan butir-butir aturan dalam board manual
tersebut. Dewan komisaris dan direksi adalah organ perusahaan yang
berkedudukan setara di hadapan hukum. Hubungan kerja yang baik antara
dewan komisaris dengan direksi merupakan salah satu hal yang sangat
penting agar masing-masing organ tersebut dapat bekerja sesuai fungsinya
masing-masing dengan efektif dan efisien. Kedudukan masing-masing
anggota direksi termasuk direktur utama setara, dengan tugas direktur
utama adalah mengkoordinasikan kegiatan direksi. Direksi dapat
mengambil keputusan, termasuk dalam rapat direksi, dan melaksanakan
keputusan tersebut sesuai dengan pembagian tugas dan wewenangnya,
namun demikian tanggung jawab kolegial tetap berlaku. Adapun struktur
organisasi PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. dapat dilihat pada gambar
3.2.
Adapun hubungan perseroan dengan Kementerian BUMN sebagai
regulator adalah Kementerian BUMN merupakan lembaga pemerintah yang
memiliki tugas pokok dan fungsi melaksanakan pembinaan dan pengawasan
terhadap kegiatan kepengurusan dan pengelolaan BUMN dalam rangka
mencapai
peningkatan
pendapatan
negara
dan
kesejahteraan
rakyat
berdasarkan mekanisme korporasi. Oleh karena itu sebagai suatu BUMN,
kepengurusan perseroan terikat pada setiap peraturan, keputusan maupun
kebijakan yang dikeluarkan oleh Menteri BUMN dan/atau pejabat negara di
bawahnya pada hierarki Kementerian BUMN. Peraturan atau keputusan yang
diterbitkan oleh Kementerian BUMN pada dasarnya bersifat memberikan
standarisasi kualitas pengeloalan dan kepengurusan BUMN oleh organ-organ
perseroan di dalam BUMN terkait. Sedangkan hubungan perseroan dengan
Kementerian Keuangan sebagai regulator adalah Kementerian Keuangan
86
merupakan lembaga pemerintah yang bertugas melaksanakan administrasi
yang baik atas pengelolaan keuangan dan kekayaan negara dalam rangka
memastikan tercapainya pembangunan perekonomian negara. Sebagaimana
diatur di dalam UU BUMN, kekayaan BUMN merupakan kekayaan negara
yang telah dipisahkan dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara di
BUMN terkait. Oleh karena itu, di dalam fungsinya sebagai regulator, dalam
hal tindakan kepengurusan dan pengelolaan, Kementerian Keuangan memiliki
hubungan yang terbatas dengan perseroan. Terlepas dari penjelasan di atas,
dalam fungsinya sebaagai regulator untuk hal-hal yang berkaitan dengan arus
masuk dari keluarnya devisa yang akan menentukan kondisi keuangan negara,
kementerian keuangan berwenang untuk mengatur secara langsung perseroan
terkait adanya pinjaman luar negeri yang diperoleh oleh perseroan.
(http://repository.unhas.ac.id/, diakses tanggal 06 Januari 2016 Pukul 12:14).
Penyertaan modal pemerintah pada PT Semen Indonesia (Persero)
Tbk. sebesar 51,01% saham perseroan. Sebagai saham pengendali, pemerintah
mengendalikan secara efektif hal-hal yang membutuhkan keputusan pemegang
saham, termasuk komposisi direksi dan dewan komisaris serta menentukan
waktu pembayaran dividen yang ditentukan dalam RUPS. Dalam hal ini,
perseroan harus melaporkan laporan tahunan dan jumlah perolehan dividen
juga harus dipublikasikan secara umum termasuk kepada pemegang saham
lain. Karena saham yang dimiliki oleh negara lebih besar dan sebagai saham
pengendali, otomatis jumlah dividen yang diberikan PT Semen Indonesia
(Persero) Tbk. kepada negara sangat besar jumlahnya sebagai sumber
pendapatan negara. Berdasarkan putusan MK RI Nomor 62/PUU-XI/2013,
dengan melihat perolehan laba/dividen yang diperoleh oleh BUMN dan
besarnya nilai penyertaan modal negara kepada BUMN, menunjukkan bahwa
perlunya pengawasan dari pemerintah untuk memastikan bahwa pengelolaan
kekayaan negara yang dipisahkan melalui BUMN/BUMD yang dilakukan
secara korporasi harus membawa manfaat sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
87
Gambar 2
Struktur Organisasi PT Semen Indonesia (Persero) Tbk.
Sumber : Laporan Tahunan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. Tahun 2014
Download