BARCODING DNA RANGKONG BADAK

advertisement
BARCODING DNA RANGKONG BADAK SEBAGAI UPAYA
KONSERVASI GENETIK SATWA INDONESIA
Alivia F.P Pradani*, Sofia Ery Rahayu2, Dwi Listyorini2
1) Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Malang
2) Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Malang
Jalan Semarang No.5, Malang, Indonesia
*Email: [email protected]
ABSTRAK: Burung Rangkong Badak merupakan anggota dari genus Buceros yang
mempunyai pelindung kepala berbentuk tanduk yang berwarna orange (Poonswad,
1993a). Saat ini di Indonesia populasi Rangkong Badak semakin menurun, hal ini
disebabkan berkurangnya habitat burung akibat deforestasi hutan, berkurangnya
makanan tempat bersarang, dan perburuan liar. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan burung Rangkong Badak berdasarkan karakter morfologi dan
mengetahui sekuen gen Cytochrome-c Oxidase Sub-unit I (COI). Penelitian ini bersifat
deskriptif analitik meliputi pengamatan dan pengukuran bagian tubuh dan menganalisis
sekuen gen COI. Gen COI diamplifikasi menggunakan primer universal Foward BirdF1
5’-TTC TCC AAC CAC AAA GAG ATT GC AC-3’ dan Primer Reverse Bird2 5’ACT ACA TGT GAG ATG ATT CCG AAT CCA G-3’ (Hebert et al., 2004). Analisis
genetik menggunakan sofware MEGA6 dengan metode Maximum Likehood (ML),
Neighbor Joining (NJ) dan Minimum Evolution (ME) dengan model perhitungan
algoritmik parameter Kimura-2. Hasil identifikasi karakter morfologi menunjukan
bahwa spesies yang diteliti adalah Rangkong Badak (Buceros rhinoceros). Hasil analisis
genetik menggunakan ketiga metode dan BOLD System menunjukkan Rangkong Badak
(Buceros rhinoceros) berkerabat dengan Rangkong Papan (Buceros bicornis) voucher
KU08011.
Kata Kunci: Rangkong Badak, Karakter Morfologi, DNA Barcode, Cytochrome-c
Oxidase Sub-unit I (COI).
ABSTRACT: Rhinoceros hornbill is a type the genus Buceros, species which has the
character like a horn and have orange protective headgear (Poonswad, 1993). Currently
in Indonesia Rhinoceros hornbill population has declined this is due to the reduced area
of habitat due to deforestation, reduced food and nesting places, besides more serious
threat is poaching. The research focuses to describe the rhinoceros hornbill is based on
morphological characters and know the gene sequences Cytochrome c Oxidase Sub-unit
I (COI). This is a descriptive exploratory includes observation and measurement parts of
Rhinoceros hornbill species identification parameters. COI gene was amplified using
universal primers 5'-TTC Foward BirdF1 TCC AAC AAA GAG CAC ATT GC AC-3
'and 5'-Primer Reverse Bird2 ACT ACA TGT GAG CCG AAT CCA ATG ATT G-3'
(Hebert et al., 2004). The reconstruction of phylogenetic tree uses MEGA6 sofware
using method Maximum likelihood (ML), Neighbor Joining (NJ) and Minimum
Evolution (ME) with the algorithmic calculation model parameter Kimura-2. The
identification results of morphological characters is known that the species researched
were rhinoceros hornbill. The results of genetic analysis using all three methods and
BOLD System shows the Rhinoceros hornbill related with Rangkong Papan (Buceros
bicornis) KU08011 voucher.
Keywords: Rhinoceros hornbill, character morphology, DNA Barcode, Cytochrome-c
Oxidase Sub-unit I (COI).
1
2
Burung Rangkong Badak adalah anggota dari genus Buceros, spesies yang
mempunyai karakter seperti bentuk tanduk dan mempunyai pelindung kepala
yang berwarna orange (Poonswad, 1993). Burung Rangkong Badak merupakan
salah satu spesies burung terbesar di Asia. Keanekaragaman burung Rangkong di
Indonesia saat ini semakin hari populasi makin menurun. Hal ini disebabkan oleh
berkurangnya kawasan habitat sebagai akibat deforestasi hutan, berkurangnya
makanan, tempat bersarang, dan perburuan burung Rangkong. Di Indonesia
terdapat beberapa jenis subspesies dari burung Rangkong Badak yaitu Buceros
rhinoceros rhinoceros (Malay & Sumatera), Buceros rhinoceros borneonsis
(Borneo), Buceros rhinoceros silvertris (Java) (Aviabase, 2003). Menurut Daftar
Merah IUCN (Internasional Union For Conservation of Nature and Natural
Resources), burung Rangkong Badak termasuk spesies yang hampir mengalami
kelangkaan. CITES juga mengklasifikasikan satwa burung ini ke dalam kategori
Appendix II, yaitu sebagai spesies yang dilarang untuk perdagangan komersial
internasional karena hampir mengalami kelangkaan, kecuali jika perdagangan
tersebut tunduk pada peraturan ketat, sehingga pemanfaatan yang tidak sesuai
dapat dihindari (IUCN, 2008).
Saat ini di Indonesia dukungan penuh mengenai konservasi burung
Rangkong Badak ini telah dilakukan, konservasi dan upaya pelestarian burung
Rangkong Badak dilakukan sebagai dukungan untuk melestarikan dan
memelihara habitat Rangkong Badak tersebut, salah satu upaya pelestarian burung
Rangkong Badak berada di Eco Green Park diantaranya adalah dengan
penangkaran dan rehabilitasi burung Rangkong Badak. Hasil observasi di Eco
Green Park terdapat beberapa burung Rangkong Badak dan berdasarkan
pengamatan morfologi burung Rangkong Badak mempunyai morfologi yang
berbeda seperti bentuk paruh, jenis kelamin, warna iris, ukuran tubuh burung
Rangkong Badak, sehingga perlu dilakukan pendekatan secara molekular untuk
memastikan apakah burung Rangkong Badak di Eco Green satu sub-spesies atau
tidak. Selain itu pendekatan secara molekuler dapat digunakan untuk konservasi
secara genetik. Sampai saat ini Eco Green Park belum melakukan konservasi
secara genetik pada burung Rangkong Badak, strategi konservasi ini merupakan
suatu langkah yang digunakan untuk menyelamatkan sumberdaya genetik suatu
spesies dari kepunahan, sehingga perlu dilakukannya pendekatan secara molekular
dengan teknik DNA barcode.
METODE
Penelitian ini menggunakan Rangkong Badak berjumlah 2 individu dan
mengunakan darah burung Rangkong Badak di Eco Green Park, Jawa Timur
dengan bantuan dokter hewan. Penelitian dilakukan berdasarkan tahap
pengamatan morfologi yang di lakukan Eco Green Park, Batu Jawa Timur dan
Preparasi DNA di Laboratorium Regulasi Jurusan Biologi UM & Laboratorium
Bioteknologi Sentral MIPA Universitas Negeri Malang, dan Tahap sekuensing
dilakukan di First BASE Laboratories, Malaysia. Penelitian ini dilaksanakan pada
3
bulan November 2014-April 2015. Alat yang digunakan seperti meteran kain
untuk pengamatan morfologi, sedangkan untuk isolasi DNA Centrifuge,
waterbath, microcentrifuge tube, high pure filter tube, mesin PCR, cetakan gel
agarose, tray, mesin elektroforesis, venojack, microwave oven, Tube berisi
Alkohol 96% 3ml, 1,5 PCR tube, , UV transluminator, oven sterilisasi, oven
pengering, autoklaf, UV spektrofotometer, refrigerator digunakan untuk PCR dan
Elektroforesis.
HASIL
Hasil Pengamatan Karakter Morfologi Burung Rangkong Badak
Identifikasi karakter morfologi burung Rangkong Badak dilakukan dengan
mengamati dan mengukur bagian-bagian tubuh yang merupakan parameter
identifikasi spesies rangkong. Hasil pengamatan karakter morfologi burung kepala
Rangkong Badak ditunjukan dengan Gambar 1.1 dibawah ini
B. Paruh
C. Iris
RB 2
RB1
A. Balung (casque)
Gambar 1.1 Karakter Morfologi dan Morfometrik Rangkong Badak bentuk balung
(casque) (panah merah), paruh (panah biru) dan iris, (panah kuning).
Karakter morfologi balung (casque) pada kedua individu mempunyai
warna orange, sedangkan pada paruh keduanya memiliki warna putih,
pengamatan morfologi pada iris mempunyai warna yang berbeda, pada
Rangkong Badak Individu 1 memiliki warna iris merah, sedangkan pada
Rangkong Badak Individu 2 memiliki warna iris putih. Pengukuran morfologi
lainnya seperti bulu tubuh, bulu sayap, bulu penutup sayap dapat dilihat pada
gambar 2.2 dibawah ini.
4
E. Bulu Sayap Tubuh
F.
Bulu Penutup Sayap
RB 2
RB1
D. Bulu Tubuh
Gambar 2.2 Karakter Morfologi dan Morfometrik Rangkong Badak bentuk Bulu Tubuh
(panah ijo) Bulu Sayap Tubuh (panah orange ) dan Bulu Penutup Sayap,
(panah ungu).
RB 2
RB1
Pada pengamatan morfologi bagian bulu tubuh Rangkong badak individu 1
dan Rangkong Badak Individu 2 memiliki bulu tubuh seluruhnya berwarna hitam,
dan pada bagian perut berwarna putih, sedangkan pada bulu penutup sayap tubuh
(alula) keduanya memiliki pola warna coklat kehitaman. Hasil pengamatan
morfologi ekor dan kaki burung dapat dilihat pada gambar 3.3
G. Ekor
H. Kaki
Gambar 3.3 Karakter Morfologi dan Morfometrik Rangkong Badak bentuk Ekor (panah
biru gelap), Kaki (panah biru muda).
5
Pada hasil pengamatan morfologi bentuk ekor pada keduanya memiliki
perbedaan pada Rangkong Badak 1 memiliki bentuk ekor yang lengkap memiliki
corak pita berwarna hitam dibagian subterminal, sedangkan pada Rangkong Badak
individu 2 mempunyai bentuk ekor yang lebih pendek, dikarenakan oleh pihak
Eco Green Park ekor burung tersebut digunting. Pada hasil pengamatan morfologi
bentuk kaki pada keduanya memiliki 4jari kaki (lengkap) dan mempunyai warna
tapak kaki yang berwarna kuning kecoklatan.
Pengamatan morfologi burung Rangkong Badak ini juga dilakukan dengan
pengukuran morfometrik, hasil pengukuran karakter morfometrik dilakukan pada
bagian tubuh tertentu yaitu penimbangan berat badan dan pengukuran dari panjang
total tubuh; panjang sayap; rentang sayap; lebar sayap; lebar patagium; panjang
ekor; panjang tarsus; diameter tarsus; panjang tapak kaki yang terdiri dari jari
bercakar dengan jari tanpa cakar; panjang cakar ruas jari pertama (hallux), kedua
(medial), ketiga dan keempat (lateral); panjang paruh ; tingggi paruh; lebar paruh;
warna iris; jumlah bulu primer, jumlah bulu sekunder.
No
Karakter yang diukur
Hasil
Rangkong Rangkong
Badak 1
Badak 2
1
Berat Badan
3,5 Kg
2 Kg
2
Panjang Total Badan
112 cm
82 cm
3
Panjang Sayap
58 cm
43 cm
4
Rentang Sayap
136 cm
86 cm
5
Lebar Sayap
52 cm
37 cm
6
Tinggi Paruh
6,5 cm
6 cm
7
Panjang Balung (Casque)
14 cm
15 cm
8
Panjang Paruh
21 cm
22 cm
9
Jumlah Bulu Primer
7
6
10
Jumlah Bulu sekunder
11
12
11
Panjang Ekor
40 cm
16 cm
12
Panjang Tarsus
14 cm
12 cm
13
Diameter Tarsus
11 cm
8 cm
14
lebar tapak
4,5 cm
12 cm
15
Panjang tapak kaki tanpa cakar
9 cm
8 cm
16
Panjang Tapak kaki dengan Cakar
11,5 cm
12 cm
17
Panjang Cakar Ruas Jari Pertama (hallux)
6 cm
6 cm
18
Panjang Cakar Ruas Jari Kedua (medial)
8 cm
5 cm
19
20
Panjang Cakar Ruas jari Ketiga
Panjang Cakar Ruas Jari Keempat (lateral)
9 cm
7 cm
6,5 cm
7 cm
6
Identifikasi Spesies Berdasarkan DNA Barcode Gen COI
Isolasi DNA dari darah burung Rangkong Badak dilakukan hingga
memperoleh konsenterasi DNA murni dan cukup untuk melakukan ke tahap
selanjutnya yaitu Polymerase Chain Reaction (PCR). Isolasi gen COI dilakukan
dengan menggunakan sepasang primer universal, Panjang gen COI yang berhasil
diamplifikasi sebesar ±700 dp.
Setelah mendapatkan pita DNA yang sesuai dengan ukuran gen target,
langkah selanjutnya yaitu tahap sekuensing untuk melihat susunan basa
nukleotida DNA. Data hasil sekuensing berupa kromatogram yang dapat dibaca
dengan menggunakan Software Finch TV. Sekuen gen COI burung Rangkong
Badak dianalisis menggunakan software DNA baser dilakukan untuk
menggabungkan hasil sekuensing Forward dan Reverse sehingga didapatkan
sekuen konsensus untuk sampel individu 1 780 bp dan untuk sampel individu 2
sebesar 800 bp. Selanjutnya, sekuen konsensus dianalisis secara online
menggunakan BLAST untuk memastikan sekuen yang di peroleh adalah sekuen
gen COI. Sekuen konsensus sampel dibandingkan dengan sekuen spesies-spesies
dalam satu genus (Query) yang diperoleh dari BLOD system dan Gen Bank.
Berdasarkan analisis dengan menggunakan BLAST, sekuen konsesus yang
diperoleh adalah sekuen gen COI. Hal tersebut dibuktikan dari tingkat homologi
sekuen sampel dengan sekuen gen COI Buceros bicornis voucher KU08011 yang
diperoleh dari Gene Bank sebesar 96%.
Sekuen konsensus gen COI Rangkong Badak Individu 1 dan 2 yang
diperoleh dianalisis lebih jauh menggunakan Software Clustal X untuk
dibandingkan dengan sekuen gen COI spesies lain dalam satu genus dan satu
famili yaitu Buceros bicornis voucher GBIR1640-09, Buceros hydrocorax
voucher USNME151-11, Penelopides panini voucher USNME150-11, Pitta
erythrogaster voucher PBB049-12, Polytelis alexandrae voucher NZPBD088-12.
Data spesies-spesies tersebut didapat dari BLOD system dan Gene Bank. Hasil
alignment menunjukkan bahwa sekuen gen COI sampel memiliki domain-domain
yang conserved dengan semua sekuen spesies pembanding hingga sepanjang 24
basa pada nomor 340-364, 11 basa pada nomor 557-567. Hasil analisis ini
menunjukkan adanya tingkat mutasi yang cukup tinggi dengan ditemukannya
yang mengalami transisi dan transversi.
Hasil aligment tersebut kemudian digunakan untuk membuat rekontruksi
topologi pohon filogenetik dengan menggunakan software MEGA 6, Rekontruksi
topologi pohon filogenetik dibuat dengan metode Maximum Likehood (ML),
Neighbor Joining (NJ), dan Minimum Evolution (ME), dilakukan untuk
mengetahui posisi filogenetik burung Rangkong badak diantara spesies
pembanding yang berada dalam satu genus dan family dengan sampel.
Hasil rekontruksi topologi pohon filogenetik dengan metode Maximum
Likehood ( ML) menunjukkan bahwa terdapat dua clade dalam satu cluster yaitu
clade yang merupakan kelompok monofiletik terdiri dari spesies Rangkong badak
7
1 & 2 dengan nilai boostrap 99 dan clade kedua merupakan posisi spesies
pembanding dengan nilai boostrap 100.
Rekontruksi Topologi Pohon Filogenetik dengan Menggunakan Metode Maximum Likehood
(ML), Neightboor Joining (NJ), Maximum Evolution (ME) dengan nilai boostrap
1.000 kali Ulangan. Angka pada Cabang Menunjukkan Nilai Boostrap.
Berdasarkan analisis menggunakan metode NJ rekontruksi topologi
filogenetik dihasilkan tidak adanya perbedaan dengan metode ML sebelumnya,
hal yang membedakan pada nilai boostrap nya. Sampel yang diteliti berada dalam
satu clade dengan nilai boostrap 99 tetapi keduanya dalam satu cluster, Nilai
boostrap pada kelompok monofiletik yaitu 100. Rekontruksi topologi filogenetik
dengan menggunakan metode ME (Minimum Evolution) Sampel Rangkong badak
individu 1 & 2, berada dalam satu clade dengan nilai boostrap 100, dan berada
dalam satu cluster dengan speseies pembanding Buceros bicornis dengan nilai
boostrap 99.
Hasil rekontruksi pohon filogenetik yang dianalisis secara online
berdasarkan BOLD system menunjukkan bahwa burung Rangkong Badak sampel
individu 1 & 2 berada dalam clade yang sama dengan Buceros bicornis voucher
KU0801. Berdasakan Indeks similaritas BOLD system Rangkong Badak Individu
1 dan Individu 2 dengan burung Rangkong Papan (Buceros bicornis) voucher
GBIR140-09 dan ROMC199-07 menunjukkan hasil yang sama, yaitu 99,81% dan
100%.
Jarak genetik sampel burung Rangkong Badak individu 1 dan sampel
burung Rangkong Badak individu 2 menunjukkan hasil yang sama pada ketiga
metode ML,NJ, ME yaitu 0,030/ ±3% Selain itu indeks similaritas menunjukkan
hasil yang sama pada setiap metode. Nilai indeks similaritas sampel burung
Rangkong Badak individu 1 dan burung Rangkong Badak individu 2 sebesar
8
96,9% sedangkan dengan burung Rangkong Papan (Buceros bicornis) KU08011
dengan metode ML, NJ, ME yaitu 96,9% . Jarak genetik dan indeks similaritas
menunjukkan hasil berbanding terbalik, jadi semakin kecil jarak genetik maka
semakin tinggi indeks similaritasnya dan begitu sebaliknya.
PEMBAHASAN
Hasil identifikasi morfologi menunjukan bahwa kedua individu Rangkong
Badak (Buceros rhinoceros) yang mempunyai ciri iris berwarna merah pada
jantan dan putih pada betina. Ciri tersebut sesuai dengan deskripsi dari
(Poonswad, 1993). Tarsus berwarna kuning, mempunyai pelindung kepala yang
disebut casque, dahi, tenggorokan berwarna hitam, bagian perut hingga tungging
berwarna putih, pada bagian ekor didominasi warna putih dan terdapat pita hitam
subterminal, burung Rangkong badak memiliki sayap sepenuhnya berwarna
hitam.
Jika dibandingkan dengan spesies pembanding yang berkerabat dekat yaitu
Rangkong Papan (Buceros bicornis), terdapat perbedaan karakter morfologi
diantara keduanya. Rangkong Papan (Buceros bicornis) memiliki ukuran mulai
95-120 cm dan menampilkan lebar sayap 151-178 cm, rata-rata mencapai berat
badan 3 kg, Tubuh, kepala, dan sayap terutama hitam, perut dan leher berwarna
kuning. Ekor putih dan dilintasi oleh pita hitam subterminal, casque dan paruh
berwarna kuning, tenggorokan berwarna kuning, pada sayap tidak sepenuhnya
berwarna hitam, terdapat juga pita warna putih, sedangkan perut dan tungging
didominasi dengan warna putih (Beauti of Birds, 2015) (Gb.5.1)
Hasil analisis morfologi menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara
Rangkong Badak (Buceros rhinoceros) dengan Rangkong Papan (Buceros
bicornis) pada bagian warna sayap atas. Pada Rangkong Badak (Buceros
rhinoceros) sayap berwarna hitam sepenuhnya, sedangkan pada Rangkong Papan
(Buceros bicornis) terdapat pita putih di tengah dan di pinggir, bulu ekor kedua
jenis ini, terdapat juga kesamaan, didominasi warna putih dan terdapat pita hitam
pada bagian subterminal. Untuk mengetahui kekerabatan kedua jenis tersebut dan
jenis yang lain dilakukannya adanya kajian tentang filogenetik.
9
Gambar 5.1 Morfologi dari Rangkong Badak (Buceros rhinoceros) (A), Ragnkong Papan
(Buceros bicornis) (B). (Gambar A : dokumentasi pribadi 2015, Gambar B:
beautyofbirds.com)
Analisis filogenetik burung Rangkong Badak (Buceros rhinoceros)
dilakukan dengan pembuatan rekontruksi topologi pohon filogenetik d
menggunakan metode Maximum Likelihood (ML), Neighbor Joining (NJ),
Minimum Evolution (ME). Hasil rekonstruksi dari ketiga metode tersebut
menunjukkan bahwa posisi Rangkong Badak (Buceros rhinoceros) satu clade
dengan burung Rangkong Papan (Buceros bicornis). Hasil rekontruksi topologi
pohon filogenetik dari ketiga metode tersebut tidak berbeda, hanya berbeda pada
nilai boostrap saja. Secara berurutan nilai boostrap dari metode ME berbeda
dengan nilai boostrap MJ dan NJ. Kelompok monofilogenetik pada MJ,NJ adalah
100, sedangkan pada ME yaitu 99 nilai boostrap nya.
Analisis jarak genetik (Pairwise distance) dapat menunjukkan jarak
genetik anatara sampel dengan masing-masing individu yang menjadi spesies
pembanding. Jarak genetik antara burung Rangkong Badak (Buceros rhinoceros)
dan burung Rangkong Papan (Buceros bicornis) voucher KU08011 sebesar 0,030/
±3% dan bisa dikatakan merupakan satu spesies (intraspesies), jika lebih dari
±3% maka dikatakan interspesies atau beda spesies (interspesies), selain itu
indeks similaritas burung Rangkong Badak individu 1 dengan burung Rangkong
Badak 2 sebesar 96,9%, Rangkong Badak individu 1 dengan Rangkong Papan
(Buceros bicornis) sebesar 96,6%, sedangkan dengan burung Rangkong Badak
Individu 2 dengan Rangkong Papan (Buceros bicornis) sebesar 93,6%.
Hasil analisis dengan menggunakan BOLD System menunjukkan
Rangkong Badak satu cluster dengan Rangkong Papan (Buceros bicornis)
voucher GBIR140-09 dan ROMC199-07, hasil analisis rekonstruksi topologi
filogenetik, jarak genetik dan BOLD system semakin memperkuat posisi sampel
Rangkong Badak (Buceros rhinoceros) kedua sampel yang merupakan sister
spesies dari Rangkong Papan voucher GBIR140-09 dan ROMC199-07. Hasil
10
perbandingan sekuen burung Rangkong Badak dengan spesies pembanding,
menunjukkan adanya karakter automorfi yang merupakan karakter yang hanya
dimiliki oleh Rangkong Badak. Karakter automorfi ini ditunjukkan pada basa
nomor 293 (A), dan basa 360 (C).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedua Rangkong Badak (Buceros
rhinoceros) yang diteliti merupakan satu spesies kemungkinan juga keduanya
merupakan subspesies, namun saat ini belum bisa dilihat sampai tingkat
subspesies karena tidak ada referensi mengenai gen COI Rangkong Badak
(Buceros rhinoceros), oleh karena itu perlu adanya analisis sekuen burung
Rangkong Badak (Buceros rhinoceros) dengan menggunakan gen mitokondria
lainnya misalnya gen 16S, Cytochrome-B, dan D-loop.
Berdasarkan penelitian diketahui bahwa kedua sampel adalah burung
Rangkong Badak (Buceros rhinoceros) jantan dan betina. Oleh karena itu dapat
dipelihara dalam satu kandang untuk memperbanyak keturunannya agar tetap
lestari populasi dan genetiknya. Berdasarkan hasil analisis kekerabatannya
diketahui burung Rangkong Badak sampel berkerabat dekat dengan burung
Rangkong Papan, untuk menghindari terjadinya pencampuran gen dari kedua
spesies burung maka dalam pemeliharaanya sebaiknya dipisah dalam kandang
yang berbeda.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil identifikasi karakter morfologi dan morfometrik, burung
yang diteliti merupakan spesies Buceros rhinoceros (Rangkong Badak). Analisis
genetik dengan metode Maximum Likehood (ML), Neighboor Joining (NJ),
Maximum Evolution (ME) dan BOLD system menunjukan hasil bahwa burung
Rangkong Badak (Buceros rhinoceros) berkerabat dekat dengan burung
Rangkong Papan (Bucheros bicornis) voucher GBIR140-09 dan ROMC199-07.
Saran
Sebaiknya ada penelitian lanjutan mengenai morfometri dan sekuen burung
Rangkong Badak ditempat lainnya menggunakan gen COI dengan jumlah
individu yang lebih banyak lagi. Selain itu, perlu adanya analisis sekuen burung
Rangkong Badak menggunakan gen lain sebagai pendukung seperti gen
Cytochrom-B untuk lebih memastikan filogenetik burung Rangkong Badak
dengan Rangkong Papan (Buceros bicornis) sampai ketingkat sub-spesies.
11
DAFTAR RUJUKAN
Anggraini, K., M. Kinnaird & T. O’Brien. 2000. The Effect of Fruit Availability
and Habitat Disturbance on An Assemblage of Sumatran Hornbill. Bird
Conservation International 10:189-202.
Aviabase,
2003.
The
world
bird
database,
eoc.org/species.jsp?avibaseid=0D3D9303B6AEB120,
tanggal 2 Februari 2015.
http://avibase.bsc
diakses
pada
BirdLife International. 2014 Species factsheet: Buceros rhinoceros. The IUCN
Red List of Threatened Species. Version 2014.2. International Union for
Conservation of Nature.
Brinkmand, F. and D. liepie. 2001. Phylogenetic Analysis. In: Bioinformatics: A
Practical Guide to the Analisys of Gene and Protein. Baxevanis, A.D. and
B.F.F. Ouellette (Eds.). John Willey & Sons. pp. 323–358.
Chumatphong S,. Ponglikitmongkol M,. Charoennitikul W., Mudsri. S. &
Poonswad. P. 2013. Hybridisation in the Wild Between The Great Hornbill
(Buceros Bicornis) and the Rhinoceros Hornbill (Buceros rhinoceros) in
Thailand and its Genetic Assessment. The Bulletin of Zoology, National
University of Singapore.
Hebert, P.D. N, Ratnasingham, S. & de Waard, J.R. 2003. Barcoding animal life:
cytochrome c oxidase subunit 1 divergences among closely related species.
Proc R Soc 270: 96–99.
IUCN, 2008. IUCN Red List of Threatened Species. Downloaded from
http://www.iucnredlist.org. (diakses pada tanggal 8 Feb.2015).
Poonswad, P., 1993. Identification of Asian hornbills. In: Poonswad, P. & A. C.
Kemp (eds.), Manual to the Conservation of Asian Hornbills. Hornbill
Project Thailand, Bangkok. Pp. 26–75.
Shannaz J, & Rudyanto. 1995. Burung-Burung Terancam Punah di Indonesia.
Jakarta: PHPA/Birdlife International-Indonesian programme.
Sulandari, S., Sutrisno, H., Irham, M., Arida, E.A., Haryoko, T., Fitriana, Y.S.,
Dharmayanthi, A.B. & Natalia, I. 2013. DNA Barcode Fauna Indonesia.
Jakarta: Kencana.
The Raffles Bulletin of Zoology. 2013. An International Journal of Southeast
Asian Zoology. Vol 61 (1): 349
Waugh J. 2007. DNA Barcoding in Animal Species: Progress, Potential and
Pitfalls. BioEssays, 29: 188-197.
Download