KAJIAN GEOKIMIA ORGANIK FRAKSI NAPTHA DAN LIGHT OIL PRODUK PENCAIRAN BATUBARA ANTRASIT SUMATERA SELATAN Ali Budiardjo, Prof. Dr. R. Y. Perry Burhan, M. Sc. Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Email : [email protected] Abstrak- Batubara antrasit Sumatera Selatan dicairkan pada tekanan 12 MPa dan temperatur 450 ̊C selama 60 menit. Pada proses pencairan dihasilkan produk slurry yang terdiri dari fraksi nafta, LO, MO, HO sebesar 39.27 gram (52.359% w/w), serta produk gas yang terdiri dari CO, CO2, pada tahun 2006 I ndonesia memiliki 4.300 juta ton cadangan minyak atau sekitar 0,36% dari total cadangan minyak dunia yang besarnya 1.208.200 juta ton. Apabila tingkat produksi minyak bumi sebesar 390 j uta ton per tahun, maka produksi bahan bakar minyak di Indonesia diperkirakan hanya dapat bertahan hingga 11 tahun ke depan (2017) [5]. Sehingga, diperlukan suatu energi alternatif lain yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pasar terhadap bahan bakar tersebut, misalnya batubara [1]. Saat ini tingkat penggunaan batubara sebagai sumber energi primer mulai berkurang seiring dengan semakin meningkatnya pemakaian minyak. Dan akhirnya, sejak tahun 1960 minyak menempati posisi paling atas sebagai sumber energi primer menggantikan batubara. Meskipun demikian, bukan berarti bahwa batubara akhirnya tidak berperan sama sekali sebagai salah satu sumber energi primer. Kandungan utama batubara adalah senyawa hidrokarbon aromatik dan alifatik. Senyawa hidrokarbon alifatik yang terkandung dalam batubara memiliki kesamaan sifat dengan hidrokarbon alifatik pada bahan bakar minyak, sehingga batubara berpotensi sebagai sumber energi alternatif pengganti minyak bumi. Keberadaan rantai panjang n-alkana (hidrokarbon alifatik) pada batubara menunjukkan bahwa batubara memilki potensi yang besar untuk diubah sebagai bahan bakar cair. Salah satu cara untuk mengetahui kandungan hidrokarbon pada batubara adalah dengan menganalisa biomarka. Biomarka atau disebut juga dengan fosil molekul merupakan senyawa organik kompleks yang terdiri atas karbon, hidrogen dan unsur lain yang ditemukan dalam batuan dan sedimen. Struktur senyawa ini sedikit atau tidak mengalami perubahan sama sekali dari molekul induk yang terdapat pada organisme hidup. Selama proses pembantukan batubara, sebagian biomakromolekul dari organisme yang mati akan berubah menjadi batubara, sedangkan sebagian kecil lain akan tetap mengendap menjadi biomarka [6]. Kajian mengenai kandungan hidrokarbon alifatik pada beberapa jenis dan umur batubara, bertujuan untuk mengetahui potensinya untuk dapat diubah menjadi hidrokarbon cair [7]. Karakter suatu batubara ditentukan oleh beberapa hal, yaitu lingkungan pengendapan, tingkatan dan jenis batubara, serta kandungan mineral dan senyawa-senyawa organik dalam batubara tersebut. Batubara yang berasal dari satu tempat penggalian yang sama (yaitu berada C1-C4 sebesar 13.679 gram (18.238% w/w). Fraksi light oil yang diperoleh kemudian dipisahkan lagi dengan kromatografi kolom untuk mendapatkan fraksi alifatik, aromatik, dan fraksi polar. Karakterisasi senyawa dilakukan menggunakan KG-SM (Kromatografi Gas Spektroskopi Massa) untuk mengetahui karakter komposisi senyawa yang terkandung dalam fraksi nafta, alifatik, dan aromatik. Karakterisasi yang dilakukan diketahui komponen bahan bakar seperti nalkana, n-alkil sikloalkana, seskuiterpen, alkil benzena, kadalen, naftalen, dan fenantrena. Sumber bahan organik batubara antrasit Sumatera Selatan berasal dari tanaman tingkat tinggi (sinobakteri) dengan tingkat kematangan tinggi. Fraksi nafta dengan kandungan n-alkana C5-C13 berpotensi sebagai bahan bakar bensin atau gasolin. Fraksi light oil dengan kandungan n-alkana C10-C19 berpotensi sebagai bahan bakar solar. Kata Kunci : Karakter produk pencairan batubara, Pencairan batubara, Batubara antrasit, KG-SM K I. PENDAHULUAN ebutuhan masyarakat terhadap bahan bakar terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah kendaraan dan alat transportasi yang digunakan oleh masyarakat saat ini. Dominannya penggunaan bahan bakar minyak tersebut, mengakibatkan dilakukannya eksplorasi minyak bumi secara terus menerus guna memenuhi kebutuhan pasar [1]. Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi yang tidak dapat diperbaharui. Sehingga meningkatnya kegiatan eksplorasi minyak bumi yang tidak seimbang dengan jumlah cadangan minyak sendiri akan mengakibatkan terjadinya krisis energi di Indonesia. Berkaca dari data Economic Review No.208, 1 dalam lingkungan dan kondisi pengendapan yang sama) dengan energi yang berbeda akan memilki karakteristik yang berbeda pula. Setiap batubara dengan karakter tertentu akan mengahasilkan fraksi minyak dengan jumlah rendemen yang berbeda-beda pada proses pencairannya. Pada proses pencairan batubara akan diperoleh minyak yang terdiri dari berbagai fraksi, minyak dengan fraksi terendah secara berturut-turut adalah naptha, light oil, middle oil dan heavy oil. Ekinci E. et al, (2002) telah melakukan pencairan batubara Turki jenis sub-bituminus (energi batubara sebesar 5990-7540 Kcal/kg, berdasrakan ASTM D-388 ) dari empat daerah penggalian yang berbeda yaitu Soma, Mengen, Bolluca dan Seyitomer. Proses pencairan batubara tersebut dilakukan melalui dua cara yaitu pirolisis menggunakan nitrogen (gas inert) dan uap air. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh minyak sebagai produk pirolisis batubara Soma, Mengen, Bolluca dan Seyitomer secara berturut-turut sebesar 17.5%; 9,3%; 7.0%; 6.5% (pirolisis dengan nitrogen) dan 8.3%; 5.8%; 4.3%; 4.3% (pirolisis dengan uap air). Komponen senyawa pada fraksi minyak nafta dan light oil dianalisa untuk mencari korelasi kemiripan komponen fraksi minyak nafta dan light oil produk pencairan batubara antrasit Sumatera Selatan terhadap komponen hasil fraksi minyak mentah secara umum. II. analisa pencairan batubara yang telah dilakukan, diperoleh informasi mengenai haraga feed atau umpan yang meliputi jumlah batubara 75 gram, pelarut 124 gram, sulfur 0,87 gram, dan katalis Limonite 5,39 gram yang digunakan pada proses pencairan batubara. Feed tersebut dimasukkan kedalam autoclave 1L dan direaksikan selama 1 jam pada tekanan 12 M pa, suhu 450 ̊C, dalam kecepatan 500 rpm. Produk Slurry (larutan) yang dihasilkan dari reaksi tersebut biasanya berupa bubur hitam kemudian difraksinasi dengan menggunakan destilasi vakum dan dicatat hasil fraksi-fraksi yang terbentuk seperti naphta, heavy oil, medium oil, dan juga light oil. 2.2.3 Persiapan Alat dan Bahan Seluruh peralatan gelas yang akan digunakan dalam penelitian ini harus dikondisikan dalam keadaan geokimia. Semua pelarut yang digunakan seperti aseton, dichlorometana, kloroform, n-heksana dan metanol didistilasi lagi menurut proses pemurnian pelarut organik. Awalnya, semua peralatan gelas dicuci dengan air sabun hingga bersih dan dikeringkan, kemudian dibilas dengan aquabides dan dikeringkan. Selanjutnya dicuci dengan aseton dan diklorometana. Pipet tetes, sea sand, kapas dan silika gel dicuci dengan kloroform dengan alat sokhlet selama 36 jam. 2.2.4 Isolasi Biomarka Fraksi light oil dan Nafta Fraksi light oil dapat dianalisa dengan menggunakan metode Jones, yaitu diambil dari fraksi light oil yang terbentuk yaitu sebanyak 2,7984 gram dalam beaker glass lalu diaduk sempurna setelah ditambahkan dengan 25 mL kloroform dan 25 mL n-heksana. Setelah diaduk dengan sempurna campuran didiamkan selama 60 m enit untuk memisahkan asphalten yang terdapat dalam minyak tersebut, baru kemudian dilakukan proses ekstraksi. Proses ekstraksi yang dilakukan adalah ekstraksi cair – cair dengan tujuan untuk memisahkan kandungan garam dan mineral terlarut pada minyak tersebut. Fasa nheksana diambil dan ditambahkan beberapa tetes H2SO4 10% hingga pH mencapai 2 untuk memperoleh garam asamnya dan 5 tetes NaOH 10% untuk memperoleh garam basanya, yaitu pH 12. Hasil fraksi minyak netral yang diperoleh adalah 13,3911 gram. Masing – masing fraksi minyak yang didapatkan dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator dan dialiri gas N2. Khusus untuk fraksi aromatik setelah dipekatkan dengan proses evaporasi dilakukan proses sulfurisasi menggunakan serbuk Cu baru kemudian dialiri gas gas N2. Tahap akhir setelah didapatkan fraksi alifatik, aromatik, dan naphta kemudian dilakukan analisa menggunakan kromatografi gas spektrofotometri massa. Untuk fraksi naphta setelah dilakukan pencairan batubara langsung dilakukan analisa menggunakan kromatografi gas spektrofotometri massa. URAIAN PENELITIAN 2.1 Alat dan Bahan 2.1.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah autoclave 1L, Gastec dagger, seperangkat alat distilasi sederhana, sokhletasi, distilasi vakum, hot plate, kertas pH, pengaduk magnetic, KG-SM, dan peralatan gelas lainnya yang mendukung. 2.1.2 Bahan Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah batu bara jenis antrasit yang berasal dari Sumatera Selatan, n-heksana p.a, diklorometana p.a, metanol 99.8 % p.a, kloroform p.a, aseton p.a, pasir laut, silika 0.25 nm, H2SO4 10%, NaOH 10%, NaCl dan aquabides. 2.2 Prosedur Kerja 2.2.1 Sampling Proses sampling dilakukan dengan cara menggali batubara pada kedalaman 3 m dari permukaan tanah. Kemudian diambil batubara antrasit sebanyak 5 kg. 2.2.2 Pencairan Batubara Batubara dihaluskan (digrinding) dan diayak hingga memiliki 3 variasi luas permukaan yaitu 60, 120, dan 200 mesh, kemudian dilakukan analisa kalori dan proksimat pada batubara tersebut. Batubara yang memiliki luas permukaan 60 mesh dilakukan analisa untuk mengetahui kandungan air, abu, material-material yang mudah menguap dan karbon dalam sampel batubara tersebut. Batubara dengan luas permukaan 120 mesh dilakukan analisa kalori untuk mengetahui energi batubara tersebut, sedangkan batubara dengan luas permukaan 200 m esh digunakan untuk proses pencairan. Berdasarkan hasil III. HASIL DAN DISKUSI 3.1 Pencairan Batubara Antrasit Sumatera Selatan Sebelum dilakukan pencairan, dilakukan analisa proksimat pada batubara Antrasit untuk mengetahui komposisi umpan yang digunakan dalam proses 2 pencairan. Untuk komposisi umpan ditunjukkan pada Tabel 1. digunakan serta kondisi reaksi selama pencairan yang meliputi temperatur, tekanan dan waktu. Peningkatan temperatur pada proses pencairan dapat memutus ikatanikatan eter ataupun gugus karboksil yang terkandung pada batubara, sehingga dapat dihasilkan produk hidrokarbon cair seperti yang terkandung dalam minyak bumi [8]. Fraksi naptha, LO dan MO mengandung senyawasenyawa hidrokarbon penyusun bahan bakar cair. Fraksi naptha merupakan gas yang tidak mengandung aspalten sehingga dapat dianalisa KG-MS secara langsung. Namun, pada fraksi LO dan MO masih mengandung aspalten, maka pada tahap selanjutnya masih perlu dilakukan fraksinasi kembali. Tabel 1. Komposisi umpan pencairan batubara Antrasit Sumatera Selatan Tabel 2. Produk Pencairan Batubara Antrasit Sumatera Selatan Tabel 2 diatas menunjukkan hasil pencairan Batubara Antrasit Sumatera Selatan yang telah melalui proses distilasi vakum untuk produk slurry. Distilasi vakum ini dilakukan untuk memperoleh fraksi light oil, medium oil, heavy oil, nafta, dan coal liquid bottom. Produk total hasil pencairan batubara Antrasit Sumatera Selatan adalah 60.74 gram (80.985%w/w), dengan produk yang tidak terukur sebesar 0.581 gram (0.777 %w/w). Destilat total yang dihasilkan dari 75 gram sampel batubara yang digunakan pada proses pencairan batubara tersebut sebesar 39.27 gram (52.36%w/w), yang terdiri dari fraksi nafta, LO, MO dan HO sebagai produk cair, serta produk gas yang meliputi CO, CO2, C1-C4. Data tersebut menggambarkan bahwa fraksi terbesar yang diperoleh adalah light oil (92.253%). Temperatur yang tinggi pada proses pencairan menyebabkan fraksi-fraksi minyak yang berat dapat terkonversi ke dalam fraksi yang lebih ringan. Kondisi tersebut mengakibatkan prosentase perolehan fraksi heavy oil bernilai minus. Produk heavy oil yang diperoleh dari proses fraksinasi merupakan heavy oil yang ditambahkan sebagai solvent saat proses awal pencairan, dan kalaupun dihasilkan fraksi heavy oil selama proses fraksinasi, akan berada dalam jumlah yang sangat kecil. Produk yang dihasilkan dari proses pencairan dipengaruhi oleh pelarut, katalis dan jenis batubara yang 3 3.2 Fraksinasi Minyak Produk Pencairan Batubara Antrasit (Fraksi Nafta dan Light oil) Fraksi nafta merupakan fraksi minyak teringan yang dihasilkan pada proses pencairan batubara, dimana pada fraksi tersebut tidak terkandung asphalten sebagai residu minyak, sehingga dapat dilakukan analisa KG-MS secara langsung. Berbeda dengan fraksi nafta, pada fraksi light oil perlu dilakukan pemisahan lebih lanjut untuk memisahkan kandungan asphaltennya serta memperoleh fraksi minyak alifatik, aromatik dan polar. Proses fraksinasi light oil dilakukan menggunakan metode fraksinasi kolom silica gel. Produk light oil berwarna kuning kecoklatan sebanyak 1,15 gram ditambahkan pelarut n-heksana untuk memisahkan fraksi asphaltene yang tidak larut dalam nheksana dan bersifat sebagai pengotor karena dapat mengganggu proses analisa, kemudian fraksi n-heksana diekstraksi dengan H2SO4 10%, dihasilkan nilai pH larutan 2, kemudian diekstraksi lagi NaOH 10%, dihasilkan nilai pH larutan 12. Fraksi minyak netral yang diperoleh sebanyak 13,3911 gram. Proses ektraksi tersebut bertujuan untuk memisahkan senyawa–senyawa yang bersifat asam dan basa. Fraksi netral yang didapatkan dimasukkan ke dalam kolom silika yang sebelumnya telah dibilas dengan nheksana melalui dinding kolom. Fraksi alifatik diperoleh melalui elusi eluen n-heksana. Fraksi alifatik pada awalnya berwarna hijau muda, lalu elusi dilanjutkan kembali hingga semua fraksi alifatik telah dipisahkan. Pembuktian bahwa semua komponen telah dipisahkan sempurna dengan cara tetesan eluat terakhir ditotolkan pada plat KLT, lalu diamati di bawah dengan sinar UV. Hasil pengamatan tidak terdapat noda pada plat KLT yang menunjukanan bahwa tidak ada komponen lagi yang dapat dielusi dengan eluen n-heksana, dengan kata lain semua fraksi alifatik telah sempurna dipisahkan, maka elusi dengan eluen n-heksana dapat dihentikan. Eluat yang diperoleh diuapkan pelarutnya dengan rotarry evaporator. Fraksi alifatik yang diperoleh sebanyak 0,1867 gram. Elusi sampel kemudian dilanjutkan kembali dengan ditambahkan pelarut n-heksana/diklorometana (95/5) dengan tujuan untuk memisahkan fraksi aromatik. Fraksi aromatik berwarna coklat diturunkan kemudian akan berubah warnanya menjadi lebih jernih. Hal ini menandakan komponen–komponen aromatik berkurang kandungannya. Pembuktian bahwa semua komponen aromatik telah dipisahkan sempurna dengan cara menotolkan tetesan eluat yang terakhir pada plat KLT, lalu diamati di bawah sinar UV. Hasil pengamatan jika tidak terdapat noda pada plat KLT menunjukkan bahwa tidak ada lagi komponen aromatik yang dapat dielusi dengan eluen n-heksana/diklorometanaa (95/5), maka elusi dengan eluen tersebut dapat dihentikan. Fraksi aromatik yang diperoleh diuapkan pelarutnya dengan rotarry evaporator. Fraksi aromatik yang diperoleh disulfurisasi dengan serbuk Cu. Jumlah fraksi aromatik yang diperoleh adalah sebanyak 0,0009 gram. 3.3 Analisa Senyawa Hidrokarbon Produk Pencairan Batubara Antrasit 3.3.1 Komposisi Senyawa Hidrokarbon Fraksi Alifatik dan Aromatik Produk Light Oil Hasil analisa KG-SM produk light oil ditunjukkan pada Gambar 1 untuk fraksi alifatik dan Gambar 2 untuk fraksi aromatik. Komposisi senyawa hidrokarbon alifatik penyusun fraksi light oil produk pencairan batubara Antrasit adalah n-alkana (C10-C19), alkana bercabang, alkilsikloalkana (C9-C18), metil alkilsikloalkana, transkadinan sebagai senyawa seskuiterpen. Senyawa n-alkana yang teridentifikasi pada m/z 57 (puncak dasar) sebagai lepasnya gugus (C4H9)+. Spektrum masa pada senyawa hidrokarbon n-alkana menunjukkan puncak dengna pola yang linier dari puncak m/z 57 sebagai puncak dasar, selanjutnya terjadi enurunan intensitas puncak secara linier pada m/z 71, 85, 99 dan seterusnya dengan penambahan 14 (lepasnya gugus metilen (-CH2-)) [4]. Salah satu spektrum masa senyawa dengan puncak tertinggi yang teridentifikasi dalam hidrokarbon alifatik fraksi light oli produk pencairan batubara Antrasit adalah n-undekana (C11H24) (1) ditunjukkan pada Gambar. 3. Distribusi senyawa n-alkana C10-C19 pada produk light oil ini menunjukkan bahwa produk pencairan batubara Antrasit mengandung komponen yang berpotensi sebagai formula bahan bakar penyusun solar. Hal itu dikarenakan, n-alkana dengan rentang karbon C13C20 merupakan komponen penyusun bahan bakar solar [2]. Gambar 2 Kromatogram total senyawa hidrokarbon aromatik fraksi light oil produk pencairan batubara Antrasit Sumatera Selatan. Komposisi penyusun hidrokarbon aromatik dalam fraksi minyak tersebut adalah alkil benzene, metil alkilbenzen, senyawa nor kadalaen, kadalaen, senyawa naftalen dan turunannya (metilnaftalen, dan dimetilnaftalen) dan senyawa fenantren. 71 43 57 85 (1) Gambar 3 Spektrum massa n-undekana C11H24 fraksi alifatik produk light oil Batubara Antrasit Sumatera Selatan. 3.3.2 Komposisi Senyawa Hidrokarbon Fraksi Alifatik dan Aromatik Produk Nafta Hasil analisa KG-SM untuk produk Nafta ditunjukkan pada Gambar 4. Komposisi senyawa hidrokarbon alifatik penyusun fraksi light oil produk pencairan batubara Antrasit adalah n-alkana (C5-C13), alkana bercabang, alkilsikloalkana, metil alkilsikloalkana, trans-kadinan sebagai senyawa seskuiterpen. Sedangkan komponen penyusun hidrokarbon aromatik dalam fraksi minyak tersebut adalah alkil benzena, etil alkilbenzen, butil alkilbenzen, senyawa nor kadalaen, kadalaen, senyawa naftalen. Salah satu senyawa yang teridentifikasi dalam hidrokarbon alifatik fraksi nafta produk pencairan batubara Antrasit Sumatera Selatan adalah dodekana C12H26. Spektrum massa dari senyawa dodekana ditunjukkan pada Gambar 5. Hasil analisa menunjukkan adanya distribusi senyawa n-alkana C5-C13 pada produk nafta. Hal ini menunjukkan bahwa produk pencairan batubara Antrasit Sumatera Selatan ini mengandung komponen yang berpotensi sebagai bahan bakar bensin atau gasolin dimana n-alkana dengan rentang karbon C4-C12 merupakan komponen penyusun bahan bakar bensin atau gasolin [2]. Gambar 1 Kromatogram total senyawa hidrokarbon alifatik fraksi light oil produk pencairan batubara Antrasit Sumatera Selatan. 4 telah memberikan bimbingan, arahan, nasehat serta pengetahuan dan segenap keluarga super tim riset Geokimia Molekuler atas kerjasama, dukungan dan masukan-masukan yang bermanfaat serta semua pihak baik secara langsung atau tidak langsung turut berperan dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA [1] Boediono, 2007. Produksi Minyak Mutlak Harus Ditingkatkan (online), (http://kompas.com, diakses 8 Agustus 2008). [2] Collins, C., 2007. Implementing Phytoremediation of Petroleum Hydrocarbons, Methods in Biotechnology, 23, 99-108. Humana Press. ISBN 1588295419. [3] Ekinci E., Yardim F., Razvigorova M., Minkova V., Goranova M., Petrov N., and Budinova T., 2002. Characterization of Liquid Products from Pyrolysis of Subbituminous Coals, Fuel Processing Technology, 77-78, 309-315. [4] Herod, A.A., Hellenbrand, R., Xu, B., Zang, S. dan Kandiyoti, R., 1995. Alkanes and Solvent Dimers in Successive Extract Fractions Released from Coal During Liquefaction in a Flowing-solvent Reactor, Fuel, 74, 1739-1752. [5] Jauhary, M., ( 2007), Potency of Coal Liquefaction Industry, Beyond Pteroleum, Jakarta. [6] Peters, K. E dan Moldowan, S. M, 1993. The Biomarkers Guide Interprenting Molecular Fossil in Petroleum and Ancient Sediment. Prentice Hall, Inc., New Jersey. [7] Petersen, H. I. and Nytoft, H. P., 2005. Aliphatic chains in coal of different age: controls on ability to generate liquid Hydrocarbons. dalam: Organik Gambar 4 Kromatogram total senyawa hidrokarbon fraksi nafta produk pencairan batubara Antrasit Sumatera Selatan. Gambar 5 Spektrum massa senyawa dodekana C12H26 fraksi alifatik produk nafta Batubara Antrasit Sumatera Selatan. IV. KESIMPULAN Proses pencairan batubara Antrasit Sumatera Selatan sebanyak 75 gram menghasilkan destilat total sebesar 52.359 gram (45.19% w/w). Destilat tersebut terdiri atas fraksi naphta 2.53 gram (3.373% w/w), fraksi LO 1.15 gram (1.533% w/w), fraksi MO 69.19 gram (92.253% w/w), dan fraksi HO -33.60 gram (-44.80% w/w) serta produk gas yaitu CO, CO2, C1-C4 sebesar 13.679 gram (18.238% w/w). Fraksi heavy oil yang berharga minus menunjukkan bahwa pada hasil pencairan batubara antrasit Sumatera Selatan tidak dihasilkan fraksi tersebut, sedangkan produk heavy oil yang diperoleh dari proses fraksinasi berasal dari heavy oil yang ditambahkan sebagai solvent pada proses awal pencairan. Kandungan senyawa hidrokarbon dalam produk pencairan batubara Antrasit Sumatera Selatan fraksi light oil tersebut terdiri dari n-alkana (homolog C10-C19), alkil sikloalkana, seskuiterpen, alkil benzena, kadalen, naftalen, dan fenantrena. Senyawa – senyawa tersebut menunjukkan bahwa pada fraksi minyak light oil kandungan bahan organiknya berasal dari sinobakteri dan berpotensi sebagai bahan bakar solar. Sedangkan untuk fraksi naphta ditemukan senyawa – senyawa yang sama namun pada n-alkana homolog pada C5-C13 yang menunjukkan bahwa fraksi naphta berpotensi sebagai bahan bakar bensin atau gasolin. st Geochemistry Challenges for the 21 Century, 1, nd Gonzalez_Vila, dkk., (Eds), 22 IMOG Seville, 552-553. [8] Yoshida, T., Tokuhashi, K., dan Meekawa, Y., 1985. Liquefaction Reaction of Coal I. Depolimerization of Coal by Cleavage of Ether and Methylene Bridge, Fuel, 64, 890-901. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. R. Y. Perry Burhan, M.Sc selaku dosen pembimbing yang 5 6