kajian geokimia organik fraksi naptha dan light oil produk pencairan

advertisement
KAJIAN GEOKIMIA ORGANIK FRAKSI NAPTHA
DAN LIGHT OIL PRODUK PENCAIRAN BATUBARA
ANTRASIT SUMATERA SELATAN
Ali Budiardjo, Prof. Dr. R. Y. Perry Burhan, M. Sc.
Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Email : [email protected]
Abstrak- Batubara antrasit Sumatera Selatan
dicairkan pada tekanan 12 MPa dan temperatur
450 ̊C selama 60 menit. Pada proses pencairan
dihasilkan produk slurry yang terdiri dari fraksi
nafta, LO, MO, HO sebesar 39.27 gram (52.359%
w/w), serta produk gas yang terdiri dari CO, CO2,
pada tahun 2006 I ndonesia memiliki 4.300 juta ton
cadangan minyak atau sekitar 0,36% dari total cadangan
minyak dunia yang besarnya 1.208.200 juta ton. Apabila
tingkat produksi minyak bumi sebesar 390 j uta ton per
tahun, maka produksi bahan bakar minyak di Indonesia
diperkirakan hanya dapat bertahan hingga 11 tahun ke
depan (2017) [5]. Sehingga, diperlukan suatu energi
alternatif lain yang dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan pasar terhadap bahan bakar tersebut, misalnya
batubara [1].
Saat ini tingkat penggunaan batubara sebagai
sumber energi primer mulai berkurang seiring dengan
semakin meningkatnya pemakaian minyak. Dan akhirnya,
sejak tahun 1960 minyak menempati posisi paling atas
sebagai sumber energi primer menggantikan batubara.
Meskipun demikian, bukan berarti bahwa batubara
akhirnya tidak berperan sama sekali sebagai salah satu
sumber energi primer. Kandungan utama batubara adalah
senyawa hidrokarbon aromatik dan alifatik. Senyawa
hidrokarbon alifatik yang terkandung dalam batubara
memiliki kesamaan sifat dengan hidrokarbon alifatik
pada bahan bakar minyak, sehingga batubara berpotensi
sebagai sumber energi alternatif pengganti minyak bumi.
Keberadaan rantai panjang n-alkana (hidrokarbon alifatik)
pada batubara menunjukkan bahwa batubara memilki
potensi yang besar untuk diubah sebagai bahan bakar cair.
Salah satu cara untuk mengetahui kandungan hidrokarbon
pada batubara adalah dengan menganalisa biomarka.
Biomarka atau disebut juga dengan fosil molekul
merupakan senyawa organik kompleks yang terdiri atas
karbon, hidrogen dan unsur lain yang ditemukan dalam
batuan dan sedimen. Struktur senyawa ini sedikit atau
tidak mengalami perubahan sama sekali dari molekul
induk yang terdapat pada organisme hidup. Selama proses
pembantukan batubara, sebagian biomakromolekul dari
organisme yang mati akan berubah menjadi batubara,
sedangkan sebagian kecil lain akan tetap mengendap
menjadi biomarka [6]. Kajian mengenai kandungan
hidrokarbon alifatik pada beberapa jenis dan umur
batubara, bertujuan untuk mengetahui potensinya untuk
dapat diubah menjadi hidrokarbon cair [7].
Karakter suatu batubara ditentukan oleh beberapa
hal, yaitu lingkungan pengendapan, tingkatan dan jenis
batubara, serta kandungan mineral dan senyawa-senyawa
organik dalam batubara tersebut. Batubara yang berasal
dari satu tempat penggalian yang sama (yaitu berada
C1-C4 sebesar 13.679 gram (18.238% w/w). Fraksi
light oil yang diperoleh kemudian dipisahkan lagi
dengan kromatografi kolom untuk mendapatkan
fraksi alifatik, aromatik, dan fraksi polar.
Karakterisasi senyawa dilakukan menggunakan
KG-SM (Kromatografi Gas Spektroskopi Massa)
untuk mengetahui karakter komposisi senyawa
yang terkandung dalam fraksi nafta, alifatik, dan
aromatik.
Karakterisasi
yang
dilakukan
diketahui komponen bahan bakar seperti nalkana, n-alkil sikloalkana, seskuiterpen, alkil
benzena, kadalen, naftalen, dan fenantrena.
Sumber bahan organik batubara antrasit
Sumatera Selatan berasal dari tanaman tingkat
tinggi (sinobakteri) dengan tingkat kematangan
tinggi. Fraksi nafta dengan kandungan n-alkana
C5-C13 berpotensi sebagai bahan bakar bensin
atau gasolin. Fraksi light oil dengan kandungan
n-alkana C10-C19 berpotensi sebagai bahan bakar
solar.
Kata Kunci : Karakter produk pencairan batubara,
Pencairan batubara, Batubara antrasit, KG-SM
K
I.
PENDAHULUAN
ebutuhan masyarakat terhadap bahan bakar terus
meningkat seiring dengan peningkatan jumlah
kendaraan dan alat transportasi yang digunakan
oleh masyarakat saat ini. Dominannya penggunaan bahan
bakar minyak tersebut, mengakibatkan dilakukannya
eksplorasi minyak bumi secara terus menerus guna
memenuhi kebutuhan pasar [1]. Minyak bumi merupakan
salah satu sumber energi yang tidak dapat diperbaharui.
Sehingga meningkatnya kegiatan eksplorasi minyak bumi
yang tidak seimbang dengan jumlah cadangan minyak
sendiri akan mengakibatkan terjadinya krisis energi di
Indonesia. Berkaca dari data Economic Review No.208,
1
dalam lingkungan dan kondisi pengendapan yang sama)
dengan energi yang berbeda akan memilki karakteristik
yang berbeda pula. Setiap batubara dengan karakter
tertentu akan mengahasilkan fraksi minyak dengan
jumlah rendemen yang berbeda-beda pada proses
pencairannya. Pada proses pencairan batubara akan
diperoleh minyak yang terdiri dari berbagai fraksi,
minyak dengan fraksi terendah secara berturut-turut
adalah naptha, light oil, middle oil dan heavy oil. Ekinci
E. et al, (2002) telah melakukan pencairan batubara Turki
jenis sub-bituminus (energi batubara sebesar 5990-7540
Kcal/kg, berdasrakan ASTM D-388 ) dari empat daerah
penggalian yang berbeda yaitu Soma, Mengen, Bolluca
dan Seyitomer. Proses pencairan batubara tersebut
dilakukan melalui dua cara yaitu pirolisis menggunakan
nitrogen (gas inert) dan uap air. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan, diperoleh minyak sebagai produk
pirolisis batubara Soma, Mengen, Bolluca dan Seyitomer
secara berturut-turut sebesar 17.5%; 9,3%; 7.0%; 6.5%
(pirolisis dengan nitrogen) dan 8.3%; 5.8%; 4.3%; 4.3%
(pirolisis dengan uap air). Komponen senyawa pada
fraksi minyak nafta dan light oil dianalisa untuk mencari
korelasi kemiripan komponen fraksi minyak nafta dan
light oil produk pencairan batubara antrasit Sumatera
Selatan terhadap komponen hasil fraksi minyak mentah
secara umum.
II.
analisa pencairan batubara yang telah dilakukan,
diperoleh informasi mengenai haraga feed atau umpan
yang meliputi jumlah batubara 75 gram, pelarut 124
gram, sulfur 0,87 gram, dan katalis Limonite 5,39 gram
yang digunakan pada proses pencairan batubara. Feed
tersebut dimasukkan kedalam autoclave 1L dan
direaksikan selama 1 jam pada tekanan 12 M pa, suhu
450 ̊C, dalam kecepatan 500 rpm. Produk Slurry (larutan)
yang dihasilkan dari reaksi tersebut biasanya berupa
bubur hitam kemudian difraksinasi dengan menggunakan
destilasi vakum dan dicatat hasil fraksi-fraksi yang
terbentuk seperti naphta, heavy oil, medium oil, dan juga
light oil.
2.2.3 Persiapan Alat dan Bahan
Seluruh peralatan gelas yang akan digunakan dalam
penelitian ini harus dikondisikan dalam keadaan
geokimia. Semua pelarut yang digunakan seperti aseton,
dichlorometana, kloroform, n-heksana dan metanol
didistilasi lagi menurut proses pemurnian pelarut organik.
Awalnya, semua peralatan gelas dicuci dengan air sabun
hingga bersih dan dikeringkan, kemudian dibilas dengan
aquabides dan dikeringkan. Selanjutnya dicuci dengan
aseton dan diklorometana. Pipet tetes, sea sand, kapas
dan silika gel dicuci dengan kloroform dengan alat
sokhlet selama 36 jam.
2.2.4 Isolasi Biomarka Fraksi light oil dan Nafta
Fraksi light oil dapat dianalisa dengan menggunakan
metode Jones, yaitu diambil dari fraksi light oil yang
terbentuk yaitu sebanyak 2,7984 gram dalam beaker glass
lalu diaduk sempurna setelah ditambahkan dengan 25 mL
kloroform dan 25 mL n-heksana. Setelah diaduk dengan
sempurna campuran didiamkan selama 60 m enit untuk
memisahkan asphalten yang terdapat dalam minyak
tersebut, baru kemudian dilakukan proses ekstraksi.
Proses ekstraksi yang dilakukan adalah ekstraksi cair –
cair dengan tujuan untuk memisahkan kandungan garam
dan mineral terlarut pada minyak tersebut. Fasa nheksana diambil dan ditambahkan beberapa tetes H2SO4
10% hingga pH mencapai 2 untuk memperoleh garam
asamnya dan 5 tetes NaOH 10% untuk memperoleh
garam basanya, yaitu pH 12. Hasil fraksi minyak netral
yang diperoleh adalah 13,3911 gram. Masing – masing
fraksi minyak yang didapatkan dipekatkan dengan
menggunakan rotary evaporator dan dialiri gas N2.
Khusus untuk fraksi aromatik setelah dipekatkan dengan
proses
evaporasi
dilakukan
proses
sulfurisasi
menggunakan serbuk Cu baru kemudian dialiri gas gas
N2. Tahap akhir setelah didapatkan fraksi alifatik,
aromatik, dan naphta kemudian dilakukan analisa
menggunakan kromatografi gas spektrofotometri massa.
Untuk fraksi naphta setelah dilakukan pencairan batubara
langsung dilakukan analisa menggunakan kromatografi
gas spektrofotometri massa.
URAIAN PENELITIAN
2.1 Alat dan Bahan
2.1.1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah autoclave 1L, Gastec dagger, seperangkat alat
distilasi sederhana, sokhletasi, distilasi vakum, hot plate,
kertas pH, pengaduk magnetic, KG-SM, dan peralatan
gelas lainnya yang mendukung.
2.1.2 Bahan
Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah batu bara jenis antrasit yang berasal dari Sumatera
Selatan, n-heksana p.a, diklorometana p.a, metanol 99.8
% p.a, kloroform p.a, aseton p.a, pasir laut, silika 0.25
nm, H2SO4 10%, NaOH 10%, NaCl dan aquabides.
2.2 Prosedur Kerja
2.2.1 Sampling
Proses sampling dilakukan dengan cara menggali
batubara pada kedalaman 3 m dari permukaan tanah.
Kemudian diambil batubara antrasit sebanyak 5 kg.
2.2.2 Pencairan Batubara
Batubara dihaluskan (digrinding) dan diayak hingga
memiliki 3 variasi luas permukaan yaitu 60, 120, dan 200
mesh, kemudian dilakukan analisa kalori dan proksimat
pada batubara tersebut. Batubara yang memiliki luas
permukaan 60 mesh dilakukan analisa untuk mengetahui
kandungan air, abu, material-material yang mudah
menguap dan karbon dalam sampel batubara tersebut.
Batubara dengan luas permukaan 120 mesh dilakukan
analisa kalori untuk mengetahui energi batubara tersebut,
sedangkan batubara dengan luas permukaan 200 m esh
digunakan untuk proses pencairan. Berdasarkan hasil
III.
HASIL DAN DISKUSI
3.1 Pencairan Batubara Antrasit Sumatera Selatan
Sebelum dilakukan pencairan, dilakukan analisa
proksimat pada batubara Antrasit untuk mengetahui
komposisi umpan yang digunakan dalam proses
2
pencairan. Untuk komposisi umpan ditunjukkan pada
Tabel 1.
digunakan serta kondisi reaksi selama pencairan yang
meliputi temperatur, tekanan dan waktu. Peningkatan
temperatur pada proses pencairan dapat memutus ikatanikatan eter ataupun gugus karboksil yang terkandung pada
batubara, sehingga dapat dihasilkan produk hidrokarbon
cair seperti yang terkandung dalam minyak bumi [8].
Fraksi naptha, LO dan MO mengandung senyawasenyawa hidrokarbon penyusun bahan bakar cair. Fraksi
naptha merupakan gas yang tidak mengandung aspalten
sehingga dapat dianalisa KG-MS secara langsung.
Namun, pada fraksi LO dan MO masih mengandung
aspalten, maka pada tahap selanjutnya masih perlu
dilakukan fraksinasi kembali.
Tabel 1. Komposisi umpan pencairan batubara Antrasit
Sumatera Selatan
Tabel 2. Produk Pencairan Batubara Antrasit Sumatera
Selatan
Tabel 2 diatas menunjukkan hasil pencairan
Batubara Antrasit Sumatera Selatan yang telah melalui
proses distilasi vakum untuk produk slurry. Distilasi
vakum ini dilakukan untuk memperoleh fraksi light oil,
medium oil, heavy oil, nafta, dan coal liquid bottom.
Produk total hasil pencairan batubara Antrasit
Sumatera Selatan adalah 60.74 gram (80.985%w/w),
dengan produk yang tidak terukur sebesar 0.581 gram
(0.777 %w/w). Destilat total yang dihasilkan dari 75 gram
sampel batubara yang digunakan pada proses pencairan
batubara tersebut sebesar 39.27 gram (52.36%w/w), yang
terdiri dari fraksi nafta, LO, MO dan HO sebagai produk
cair, serta produk gas yang meliputi CO, CO2, C1-C4.
Data tersebut menggambarkan bahwa fraksi terbesar yang
diperoleh adalah light oil (92.253%). Temperatur yang
tinggi pada proses pencairan menyebabkan fraksi-fraksi
minyak yang berat dapat terkonversi ke dalam fraksi yang
lebih ringan. Kondisi tersebut mengakibatkan prosentase
perolehan fraksi heavy oil bernilai minus. Produk heavy
oil yang diperoleh dari proses fraksinasi merupakan heavy
oil yang ditambahkan sebagai solvent saat proses awal
pencairan, dan kalaupun dihasilkan fraksi heavy oil
selama proses fraksinasi, akan berada dalam jumlah yang
sangat kecil.
Produk yang dihasilkan dari proses pencairan
dipengaruhi oleh pelarut, katalis dan jenis batubara yang
3
3.2 Fraksinasi Minyak Produk Pencairan Batubara
Antrasit (Fraksi Nafta dan Light oil)
Fraksi nafta merupakan fraksi minyak teringan yang
dihasilkan pada proses pencairan batubara, dimana pada
fraksi tersebut tidak terkandung asphalten sebagai residu
minyak, sehingga dapat dilakukan analisa KG-MS secara
langsung. Berbeda dengan fraksi nafta, pada fraksi light
oil perlu dilakukan pemisahan lebih lanjut untuk
memisahkan kandungan asphaltennya serta memperoleh
fraksi minyak alifatik, aromatik dan polar. Proses
fraksinasi light oil dilakukan menggunakan metode
fraksinasi kolom silica gel.
Produk light oil berwarna kuning kecoklatan
sebanyak 1,15 gram ditambahkan pelarut n-heksana untuk
memisahkan fraksi asphaltene yang tidak larut dalam nheksana dan bersifat sebagai pengotor karena dapat
mengganggu proses analisa, kemudian fraksi n-heksana
diekstraksi dengan H2SO4 10%, dihasilkan nilai pH
larutan 2, kemudian diekstraksi lagi NaOH 10%,
dihasilkan nilai pH larutan 12. Fraksi minyak netral yang
diperoleh sebanyak 13,3911 gram. Proses ektraksi
tersebut bertujuan untuk memisahkan senyawa–senyawa
yang bersifat asam dan basa.
Fraksi netral yang didapatkan dimasukkan ke dalam
kolom silika yang sebelumnya telah dibilas dengan nheksana melalui dinding kolom. Fraksi alifatik diperoleh
melalui elusi eluen n-heksana. Fraksi alifatik pada
awalnya berwarna hijau muda, lalu elusi dilanjutkan
kembali hingga semua fraksi alifatik telah dipisahkan.
Pembuktian bahwa semua komponen telah dipisahkan
sempurna dengan cara tetesan eluat terakhir ditotolkan
pada plat KLT, lalu diamati di bawah dengan sinar UV.
Hasil pengamatan tidak terdapat noda pada plat KLT
yang menunjukanan bahwa tidak ada komponen lagi yang
dapat dielusi dengan eluen n-heksana, dengan kata lain
semua fraksi alifatik telah sempurna dipisahkan, maka
elusi dengan eluen n-heksana dapat dihentikan. Eluat
yang diperoleh diuapkan pelarutnya dengan rotarry
evaporator. Fraksi alifatik yang diperoleh sebanyak
0,1867 gram.
Elusi sampel kemudian dilanjutkan kembali dengan
ditambahkan pelarut n-heksana/diklorometana (95/5)
dengan tujuan untuk memisahkan fraksi aromatik. Fraksi
aromatik berwarna coklat diturunkan kemudian akan
berubah warnanya menjadi lebih jernih. Hal ini
menandakan komponen–komponen aromatik berkurang
kandungannya. Pembuktian bahwa semua komponen
aromatik telah dipisahkan sempurna dengan cara
menotolkan tetesan eluat yang terakhir pada plat KLT,
lalu diamati di bawah sinar UV. Hasil pengamatan jika
tidak terdapat noda pada plat KLT menunjukkan bahwa
tidak ada lagi komponen aromatik yang dapat dielusi
dengan eluen n-heksana/diklorometanaa (95/5), maka
elusi dengan eluen tersebut dapat dihentikan. Fraksi
aromatik yang diperoleh diuapkan pelarutnya dengan
rotarry evaporator. Fraksi aromatik yang diperoleh
disulfurisasi dengan serbuk Cu. Jumlah fraksi aromatik
yang diperoleh adalah sebanyak 0,0009 gram.
3.3 Analisa Senyawa Hidrokarbon Produk Pencairan
Batubara Antrasit
3.3.1
Komposisi Senyawa Hidrokarbon Fraksi
Alifatik dan Aromatik Produk Light Oil
Hasil analisa KG-SM produk light oil ditunjukkan
pada Gambar 1 untuk fraksi alifatik dan Gambar 2 untuk
fraksi aromatik. Komposisi senyawa hidrokarbon alifatik
penyusun fraksi light oil produk pencairan batubara
Antrasit adalah n-alkana (C10-C19), alkana bercabang,
alkilsikloalkana (C9-C18), metil alkilsikloalkana, transkadinan sebagai senyawa seskuiterpen. Senyawa n-alkana
yang teridentifikasi pada m/z 57 (puncak dasar) sebagai
lepasnya gugus (C4H9)+. Spektrum masa pada senyawa
hidrokarbon n-alkana menunjukkan puncak dengna pola
yang linier dari puncak m/z 57 sebagai puncak dasar,
selanjutnya terjadi enurunan intensitas puncak secara
linier pada m/z 71, 85, 99 dan seterusnya dengan
penambahan 14 (lepasnya gugus metilen (-CH2-)) [4].
Salah satu spektrum masa senyawa dengan puncak
tertinggi yang teridentifikasi dalam hidrokarbon alifatik
fraksi light oli produk pencairan batubara Antrasit adalah
n-undekana (C11H24) (1) ditunjukkan pada Gambar. 3.
Distribusi senyawa n-alkana C10-C19 pada produk
light oil ini menunjukkan bahwa produk pencairan
batubara Antrasit mengandung komponen yang
berpotensi sebagai formula bahan bakar penyusun solar.
Hal itu dikarenakan, n-alkana dengan rentang karbon C13C20 merupakan komponen penyusun bahan bakar solar
[2].
Gambar 2 Kromatogram total senyawa hidrokarbon
aromatik fraksi light oil produk pencairan
batubara Antrasit Sumatera Selatan.
Komposisi penyusun hidrokarbon aromatik dalam
fraksi minyak tersebut adalah alkil benzene, metil
alkilbenzen, senyawa nor kadalaen, kadalaen, senyawa
naftalen
dan
turunannya
(metilnaftalen,
dan
dimetilnaftalen) dan senyawa fenantren.
71
43
57
85
(1)
Gambar 3 Spektrum massa n-undekana C11H24 fraksi
alifatik produk light oil Batubara Antrasit
Sumatera Selatan.
3.3.2
Komposisi Senyawa Hidrokarbon Fraksi
Alifatik dan Aromatik Produk Nafta
Hasil analisa KG-SM untuk produk Nafta
ditunjukkan pada Gambar 4. Komposisi senyawa
hidrokarbon alifatik penyusun fraksi light oil produk
pencairan batubara Antrasit adalah n-alkana (C5-C13),
alkana bercabang, alkilsikloalkana, metil alkilsikloalkana,
trans-kadinan sebagai senyawa seskuiterpen. Sedangkan
komponen penyusun hidrokarbon aromatik dalam fraksi
minyak tersebut adalah alkil benzena, etil alkilbenzen,
butil alkilbenzen, senyawa nor kadalaen, kadalaen,
senyawa naftalen.
Salah satu senyawa yang teridentifikasi dalam
hidrokarbon alifatik fraksi nafta produk pencairan
batubara Antrasit Sumatera Selatan adalah dodekana
C12H26. Spektrum massa dari senyawa dodekana
ditunjukkan pada Gambar 5.
Hasil analisa menunjukkan adanya distribusi
senyawa n-alkana C5-C13 pada produk nafta. Hal ini
menunjukkan bahwa produk pencairan batubara Antrasit
Sumatera Selatan ini mengandung komponen yang
berpotensi sebagai bahan bakar bensin atau gasolin
dimana n-alkana dengan rentang karbon C4-C12
merupakan komponen penyusun bahan bakar bensin atau
gasolin [2].
Gambar 1 Kromatogram total senyawa hidrokarbon
alifatik fraksi light oil produk pencairan
batubara Antrasit Sumatera Selatan.
4
telah memberikan bimbingan, arahan, nasehat serta
pengetahuan dan segenap keluarga super tim riset
Geokimia Molekuler atas kerjasama, dukungan dan
masukan-masukan yang bermanfaat serta semua pihak
baik secara langsung atau tidak langsung turut berperan
dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Boediono, 2007. Produksi Minyak Mutlak Harus
Ditingkatkan (online), (http://kompas.com, diakses 8
Agustus 2008).
[2] Collins, C., 2007. Implementing Phytoremediation of
Petroleum
Hydrocarbons,
Methods
in
Biotechnology, 23, 99-108. Humana Press. ISBN
1588295419.
[3] Ekinci E., Yardim F., Razvigorova M., Minkova V.,
Goranova M., Petrov N., and Budinova T., 2002.
Characterization of Liquid Products from Pyrolysis
of Subbituminous Coals, Fuel Processing
Technology, 77-78, 309-315.
[4] Herod, A.A., Hellenbrand, R., Xu, B., Zang, S. dan
Kandiyoti, R., 1995. Alkanes and Solvent Dimers in
Successive Extract Fractions Released from Coal
During Liquefaction in a Flowing-solvent Reactor,
Fuel, 74, 1739-1752.
[5] Jauhary, M., ( 2007), Potency of Coal Liquefaction
Industry, Beyond Pteroleum, Jakarta.
[6] Peters, K. E dan Moldowan, S. M, 1993. The
Biomarkers Guide Interprenting Molecular Fossil in
Petroleum and Ancient Sediment. Prentice Hall, Inc.,
New Jersey.
[7] Petersen, H. I. and Nytoft, H. P., 2005. Aliphatic
chains in coal of different age: controls on ability to
generate liquid Hydrocarbons. dalam: Organik
Gambar 4 Kromatogram total senyawa hidrokarbon
fraksi nafta produk pencairan batubara
Antrasit Sumatera Selatan.
Gambar 5 Spektrum massa senyawa dodekana C12H26
fraksi alifatik produk nafta Batubara Antrasit Sumatera
Selatan.
IV.
KESIMPULAN
Proses pencairan batubara Antrasit Sumatera Selatan
sebanyak 75 gram menghasilkan destilat total sebesar
52.359 gram (45.19% w/w). Destilat tersebut terdiri atas
fraksi naphta 2.53 gram (3.373% w/w), fraksi LO 1.15
gram (1.533% w/w), fraksi MO 69.19 gram (92.253%
w/w), dan fraksi HO -33.60 gram (-44.80% w/w) serta
produk gas yaitu CO, CO2, C1-C4 sebesar 13.679 gram
(18.238% w/w). Fraksi heavy oil yang berharga minus
menunjukkan bahwa pada hasil pencairan batubara
antrasit Sumatera Selatan tidak dihasilkan fraksi tersebut,
sedangkan produk heavy oil yang diperoleh dari proses
fraksinasi berasal dari heavy oil yang ditambahkan
sebagai solvent pada proses awal pencairan.
Kandungan senyawa hidrokarbon dalam produk
pencairan batubara Antrasit Sumatera Selatan fraksi light
oil tersebut terdiri dari n-alkana (homolog C10-C19), alkil
sikloalkana, seskuiterpen, alkil benzena, kadalen,
naftalen, dan fenantrena. Senyawa – senyawa tersebut
menunjukkan bahwa pada fraksi minyak light oil
kandungan bahan organiknya berasal dari sinobakteri dan
berpotensi sebagai bahan bakar solar. Sedangkan untuk
fraksi naphta ditemukan senyawa – senyawa yang sama
namun pada n-alkana homolog pada C5-C13 yang
menunjukkan bahwa fraksi naphta berpotensi sebagai
bahan bakar bensin atau gasolin.
st
Geochemistry Challenges for the 21 Century, 1,
nd
Gonzalez_Vila, dkk., (Eds), 22 IMOG Seville,
552-553.
[8] Yoshida, T., Tokuhashi, K., dan Meekawa, Y., 1985.
Liquefaction Reaction of Coal I. Depolimerization
of Coal by Cleavage of Ether and Methylene Bridge,
Fuel, 64, 890-901.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr.
R. Y. Perry Burhan, M.Sc selaku dosen pembimbing yang
5
6
Download