gambaran berat badan pada pasien diabetes mellitus tipe ii di

advertisement
GAMBARAN BERAT BADAN PADA PASIEN DIABETES
MELLITUS TIPE II DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2016
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan
Pada Program Studi S1 Keperawatan
Oleh :
FITRI INDRIYANI
NIM . 12SP277017
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
CIAMIS
2016
i
GAMBARAN BERAT BADAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2016 1
Fitri Indriyani2, Rudi Kurniawan3, Irpan Ali Rahman4
INTISARI
Angka kejadian Diabetes Melitus tipe 2 dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan. WHO (World Health Organisation) memperkirakan di Indonesia dari
8,4 juta pada tahun 2000 menjadi 21,3 juta pada tahun 2030 (FKUI, 2013).
Diabetes Mellitus tipe 2 menempati lebih dari 90% kasus di negara maju. Negara
berkembang, hampir seluruh diabetes tergolong sebagai penderita Diabetes
Mellitus tipe II yaitu 2,40%, diantaranya terbukti dari kelompok masyarakat yang
terlanjur mengubah gaya hidup tradisional menjadi modern(Depkes, 2013).
Laporan RISKESDAS tahun 2013 menyebutkan terjadi peningkatan prevalensi
pada penderita Diabetes Mellitus yang diperoleh berdasarkan wawancara yaitu
1,1% pada tahun 2007 menjadi 1,5% pada tahun 2013 sedangkan prevalensi
diabetes melitus berdasarkan diagnosis dokter atau gejala pada tahun 2013
sebesar 2,1% dengan prevalensi terdiagnosis dokter tertinggi pada daerah
Sulawesi Tengah (3,7%) dan paling rendah pada daerah Jawa Barat (0,5%).
Prevalensi penderita DM cenderung mengalami peningkatan pada laki-laki
sesuai dengan pertambahan usia dan cenderung mengalami penurunan pada
usia ≥ 65 tahun (RISKESDAS, 2013).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran berat badan pasien
Diabetes Mellitus Tipe II di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Ciamis.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan rancagan
penelitiannya survey. Jumlah sample dalam penelitian ini sebanyak 50 orang
dengan cara pengambilan sample menggunakan sampling jenuh.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berat badan pasien penderita sebelum
Diabetes Mellitus Tipe II, termasuk ke dalam kategori berat badan berlebih
sebanyak 15 orang (30%), berat badan pasien penderita selama Diabetes
Mellitus Tipe II, termasuk ke dalam kategori berat badan normal sebanyak 23
orang (46%) dan berat badan pasien penderita sebelum Diabetes Mellitus Tipe II,
termasuk ke dalam kategori berat badan kurang sebanyak 37 orang (74%).
Kesimpulan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pada umumnya pasien
Diabetes Mellitus mengalami penurunan berat badan. Sehingga diperlukan
adanya pemberian pengobatan dan pengelolaan makanan kepada pasien
Diabetes Mellitus Tipe II sesuai dengan yang dianjurkan dokter.
Kata kunci
: Berat badan, Diabetes Mellitus
Kepustakaan : 39, 2011-2013
Keterangan : 1 Judul, 2 nama mahasiswa, 3 nama pembimbing I,
4 nama pembimbing II
iii
DESCRIPTION OF BODY WEIGHT IN PATIENTS DIABETES MELLITUS
TYPE II IN GENERAL HOSPITAL DISTRICT CIAMIS 20161
Fitri Indriyani2, Rudi Kurniawan3, Irpan Ali Rahman4
ABSTRACT
The incidence of type 2 diabetes mellitus from year to year has increased. WHO
(World Health Organisation) estimates that in Indonesia from 8.4 million in 2000
to 21.3 million in 2030 (Medicine, 2013). Diabetes Mellitus Type 2 occupies more
than 90% of cases in developed countries. Developing countries, almost all
classified as diabetes type II Diabetes Mellitus is 2.40%, of which proved to be
the community groups already changed the traditional lifestyle into modern
(MOH, 2013). RISKESDAS report of 2013 mentions an increase in the
prevalence of Diabetes Mellitus obtained by interviews of 1.1% in 2007 to 1.5% in
2013 while the prevalence of diabetes mellitus is based on a doctor's diagnosis
or symptoms in the year 2013 by 2.1% to the highest prevalence of physician
diagnosed in Central Sulawesi (3.7%) and lowest in the West Java region (0.5%).
The prevalence of DM patients tend to have increased in men according to age
and tend to decrease at age ≥ 65 years (RISKESDAS, 2013).
This study aims to describe the weight of patients with Diabetes Mellitus Type II
at the General Hospital of Ciamis District.
The research method used was a descriptive survey research attack. The sample
in this study as many as 50 people by means of sampling using a sampling
saturated.
The results showed that body weight in patients with prior Diabetes Mellitus Type
II, included into the category of overweight of 15 people (30%), weight loss
patients for Diabetes Mellitus Type II, fall into the category of normal weight as
many as 23 people ( 46%) and weight loss in patients with prior Diabetes Mellitus
type II, belong to the category of less weight total of 37 people (74%).
The conclusion from this study indicate that in general Diabetes Mellitus patients
experience weight loss. So necessary to the provision of food to the treatment
and management of patients with Diabetes Mellitus Type II in accordance with
the recommended doctor.
Keywords
Bibliography
Description:
: Body weight, Diabetes Mellitus
: 39, 2011-2013
: one title, two names of students, three names supervisor I,
4 the name of the supervising II
iv
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Angka kejadian Diabetes Melitus tipe 2 dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan. WHO (World Health Organisation) memperkirakan akan terjadi
kenaikan jumlah penyandang DM (Diabetes Melitus) di Indonesia dari 8,4 juta
pada tahun 2000 menjadi 21,3 juta pada tahun 2030. Hal ini memperlihatkan
adanya peningkatan jumlah penyandang Diabetes Mellitus sebanyak 2-3 kali
lipat. Melihat keadaan ini diduga Obesitas merupakan penyebab utama dari
timbulnya kejadian Diabetes Mellitus tipe 2, karena Pola masyarakat modern
yang mulai meninggalkan pola hidup sehat. Adanya hubungan Obesitas
dengan kejadian Diabetes Mellitus tipe 2 sering dikaitkan dengan adanya
resistensi insulin (FKUI, 2013)
Diabetes Mellitus tipe 2 menempati lebih dari 90% kasus di negara
maju. Negara berkembang, hampir seluruh diabetes tergolong sebagai
penderita Diabetes Mellitus tipe 2,40%, diantaranya terbukti dari kelompok
masyarakat yang terlanjur mengubah gaya hidup tradisional menjadi modern.
Diabetes Mellitus tipe 2 merupakan yang terbanyak di Indonesia. Diabetes
Mellitus dapat menjadi penyebab aneka penyakit seperti hipertensi, stroke,
jantung koroner, gagal ginjal, katarak, glaukoma, kerusakan retina mata yang
dapat membuat buta, impotensi, gangguan fungsi hati, dan luka yang lama
sembuh mengakibatkan infeksi, sehingga harus diamputasi terutama pada
kaki (Depkes, 2013).
1
2
Laporan dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementrian Kesehatan (RISKESDAS) tahun 2013 menyebutkan terjadi
peningkatan prevalensi pada penderita Diabetes Mellitus yang diperoleh
berdasarkan wawancara yaitu 1,1% pada tahun 2007 menjadi 1,5% pada
tahun 2013 sedangkan prevalensi diabetes melitus berdasarkan diagnosis
dokter atau gejala pada tahun 2013 sebesar 2,1% dengan prevalensi
terdiagnosis dokter tertinggi pada daerah Sulawesi Tengah (3,7%) dan paling
rendah pada daerah Jawa Barat (0,5%). Prevalensi penderita DM cenderung
mengalami peningkatan pada laki-laki sesuai dengan pertambahan usia dan
cenderung mengalami penurunan pada usia ≥ 65 tahun (RISKESDAS, 2013).
Kebiasaan mengkonsumsi makanan cepat saji, seperti makanan dan
minuman berkadar gula tinggi, sudah menjadi gaya hidup masyarakat
modern sekarang ini yang kemudian memicu timbulnya penyakit-penyakit
akibat pola makan dan minum yang tidak sehat. Salah satu penyakit yang
dapat terjadi makan adalah Diabetes Mellitus atau penyakit gula darah.
Diabetes Mellitus merupakan salah satu penyakit yang cukup menonjol di
antara penyakit-penyakit yang lain seperti jantung, kanker serta stroke.
Penyakit-penyakit tersebut diakibatkan oleh pola makan, gaya hidup kurang
sehat serta tidak diimbangi oleh olahraga yang kemudian memicu
menurunnya antibodi dan menyebabkan kerusakan pada organ serta sistem
tubuh yang vital (FKUI, 2011).
Penatalaksanaan Diabetes Mellitus dikenal 4 pilar utama pengelolaan
yaitu : penyuluhan, perencanaan makan, latihan jasmani, dan obat
hipoglikemia. Terapi gizi merupakan komponen utama keberhasilan
penatalaksanaan diabetes. Kepatuhan pasien terhadap prinsip gizi dan
3
perencanaan makan merupakan salah satu kendala pada pasien diabetes.
Penderita diabetes banyak yang merasa tersiksa sehubungan dengan jenis
dan jumlah makanan yang dianjurkan (Maulana, 2012).
Diet adalah terapi utama pada Diabetes Mellitus untuk mencegah
terjadinya
berat
badan
berlebih
(obesitas),
maka
setiap
penderita
semestinya mempunyai sikap yang positif (mendukung) terhadap diet agar
tidak terjadi komplikasi, baik akut maupun kronis. Jika penderita tidak
mempunyai sikap yang positif terhadap diet Diabetes Mellitus, maka akan
terjadi komplikasi dan pada akhirnya akan menimbulkan kematian, untuk
mempertahankan kualitas hidup dan menghindari komplikasi dari Diabetes
Mellitus tersebut, maka setiap penderita harus menjalankan gaya hidup yang
sehat yaitu menjalankan diet Diabetes Mellitus dan olahraga yang teratur
(Effendi, 2013).
Penyakit Diabetes Mellitus ini, jika tidak ditangani dengan baik di
hawatirkan akan terjadi komplikasi. Komplikasi yang sering terjadi pada
penderita Diabetes Mellitus adalah komplikasi kronik yang sangat sukar di
tangani karena berjalan pelan tapi pasti dan karena itu akan memerlukan
biaya pengobatan yang sangat tinggi terutama yang disebabkan oleh
makroangiopati yang ada hubungan dengan aterosklerosis atau PJK
(penyakit jantung koroner), untuk menghindari terjadi komplikasi maka harus
dilakukan tindakan/penatalaksanaan Diabetes Mellitus yang berfungsi
menormalkan aktifitas insulin. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus adalah
menjalankan diet dengan benar, latihan atau olahraga, pemantauan kadar
glukosa, terapi dan pendidikan. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa
kepatuhan pasien kepada pola gaya hidup sehat yang dianjurkan oleh dokter
4
pada pengobatan penyakit yang bersifat kronik, umumnya rendah (Hoesada,
2013).
Penderita penyakit Diabetes Mellitus 80% diantaranya menyuntik
insulin dengan cara yang tidak tepat, 5,8% memakai dosis yang salah, 75%
tidak mengikuti diet yang dianjurkan. Ketidakpatuhan ini merupakan salah
satu hambatan untuk tercapainya tujuan pengobatan. Untuk mengatasi
ketidakpatuhan tersebut, penyuluhan bagi penderita Diabetes Mellitus
beserta keluarganya mutlak dan sangat diperlukan (Karyoso, 2011).
Berikut ini disajikan data mengenai jumlah pasien penderita Diabetes
Mellitus di RSUD Kabupaten Ciamis Periode Tahun 2015.
Tabel 1.1
Data Pasien Rawat Inap Diabetes Mellitus di RSUD Kab. Ciamis
Periode Tahun 2013 – 2015
No Tahun
1
2013
2
2014
3
2015
Jumlah
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
108
203
184
495
97
154
130
381
Jumlah Persentase Kenaikan
205
357
314
876
23,40
40,75
35,84
100
17,35
4,91
Sumber : Rekam Medik RSUD Kab. Ciamis
Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa jumlah pasien penderita
Diabetes Mellitus dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2014 mengalami
kenaikan yang cukup signifikan yaitu sebesar 17,35%. Pada tahun 2014
sampai dengan tahun 2015 jumlah pasien penderita Diabetes Mellitus
mengalami penurunan sebesar 4,91%. Pada bulan Januari tahun 2016
jumlah pasien penderita Diabetes Mellitus sebanyak 41 orang. Adapun
penyebab dari pasien tersebut menderita Diabetes Mellitus berdasarkan dari
sejumlah informasi yang diperoleh diantaranya adalah disebabkan oleh
faktor keturunan, usia dan obesitas.
5
Berat badan berlebih merupakan faktor resiko Diabetes Mellitus yang
dominan dan merupakan salah satu faktor resiko lingkungan yang sangat
penting dalam pathogenesis diabetes mellitus tipe II. Berat badan berlebih
memiliki peran yang kurang baik dalam hal ini yaitu meningkatkan resistensi
insulin oleh tubuh, sehingga glukosa yang ada di dalam darah tidak mampu
di metabolisme dengan baik oleh sel dan akhirnya terjadi peningkatan
glukosa dalam darah, memang resistensi insulin berkaitan dengan berat
badan berlebih (Smetzer & Bare (2002).
Diabetes Mellitus merupakan salah satu penyakit degeneratif, yaitu
penyakit akibat organ tubuh yang secara progresif menurun dari waktu ke
waktu karena usia atau pilihan gaya hidup. Penyakit ini juga dikenal sebagai
penyakit akibat dari pola hidup modern, diantaranya lebih suka makan
makanan siap saji, kurangnya aktivitas fisik karena lebih memanfaatkan
teknologi seperti penggunaan kendaraan bermotor dibandingkan dengan
berjalan kaki (Nurhasan, 2013).
Pernyataan tersebut sesuai dengan firman Allah dalam al Qur’an Surat
Al Baqoroh ayat 168 sebagai berikut.
ً ‫ض َحالَالً َطيِّبا‬
ِ ْ‫َيا أَ ُّي َها ال َّناسُ ُكلُو ْا ِممَّا فِي األَر‬
Artinya :
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi” (QS.Al Baqarah.168)
Hal yang sama di dalam Al-Qur'an prinsip makanan sehat adalah tidak
berlebih-lebihan, seperti halnya perintah makan, minum, dan berpakaian
tanpa berlebihan, yaitu sebagai berikut :
6
‫عن عمرو بن شعيب عن ابيه عن جده عن النبي صلى هللا عليه وسلم‬
‫ص َّدقُو ْا فِي َغي ِْر َس َرف َو َال َم ِخ ْيلَة‬
َ ‫ ُكا ُ ْوا َو ْش َربُو ْا َو ْال َبس ُْوا َو َت‬: ‫ انه قال‬,
)‫( رواه البيهقى في شعب االيمان‬
Artinya :
Dari umar bin syu’aib dari ayahnya dari kakeknya dari Nabi SAW,
sesungguhnya Nabi Bersabda: makanlah, minumlah, berpakaianlah dan
shodaqohlah tanpa berlebihan dan sikap sombong.( HR. Baihaqi)
Seorang mukmin sudah semestinya memakan dan meminum atas
sesuatu yang sudah mendapat label halal oleh Allah dan Rasul-Nya. Namun,
tidak hanya cukup makan dan minum apa-apa yang dihalalkan oleh syari’at
saja melainkan makanan dan minuman itu hendaknya juga Tayyibah (Baik).
Kategori baik juga harus memperhatikan kondisi manusia, karena makanan
yang dapat memberi dampak negatif terhadap jiwa raganya. Maka, makanan
dan minuman yang halal dan tayib itulah barang konsumsinya orang-orang
beriman.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan terhadap 10 penderita Diabetes
Mellitus di Ruang Kenanga RSUD Kabupaten Ciamis, ditemukan masalah
yang berhubungan dengan konsumsi makanan yang tidak sesuai dengan
aturan yang telah ditentukan dan diinformasikan oleh perawat dan dokter,
yaitu sebanyak 7 orang pasien kurang disiplin dalam hal jadwal, jumlah dan
jenis makanan dan minuman yang mengkonsumsi sehari-hari bahkan pasien
suka ngemil dengan tidak memperhatikan kandungan gizi dalam makanan
tersebut dengan alasan malas dan bosan dengan menu yang sesuai aturan.
Sehingga dengan adanya hal tersebut pasien mengalami permasalahan
dengan berat badannya, diantaranya adalah obesitas. Sebanyak 3 orang
7
pasien memiliki pola hidup yang baik, sehingga tidak mengalami obesitas
karena mereka beranggapan bahwa dengan mematuhi segala yang
dianjurkan dokter penyakit yang diderita akan cepat sembuh.
Suyono
(2012)
menyebutkan
bahwa
dalam
penatalaksanaan
pengendalian kadar glukosa darah 86,2% penderita Diabetes Mellitus
mematuhi pola diet Diabetes Mellitus yang diajurkan, namun secara faktual
jumlah penderita Diabetes Mellitus yang disiplin menerapkan program diet
hanya berkisar 23,9%.
Berdasarkan
fenomena
tersebut,
maka
penulis
tertarik
untuk
menyusun sebuah penelitian dengan judul “Gambaran Berat Badan Pasien
Diabetes Mellitus Tipe II di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Ciamis Tahun 2016 “.
B. Rumusan Masalah
Adanya sejumlah penderita Diabetes Mellitus
yang belum memahami
dan melaksanakan pengendalian berat badan terhadap sejumlah makanan,
menyebabkan terjadinya obesitas dan kurang stabilnya kadar gula darah.
Karena diet merupakan terapi utama pada pasien Diabetes Mellitus,
sehingga diperlukan adanya dukungan yang positif baik dari dalam diri
penderita, keluarga maupun dari orang disekitatnya.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka rumusan
masalahnya adalah “Bagaimanakah gambaran berat badan pasien Diabetes
Mellitus Tipe II di Rumah Sakit Umum Kabupaten Ciamis?”.
8
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya gambaran berat badan pasien Diabetes Mellitus Tipe II di
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Ciamis Tahun 2016.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya berat badan pasien sebelum Diabetes Mellitus Tipe II di
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Ciamis Tahun 2016.
b. Diketahuinya berat badan pasien pada saat Diabetes Mellitus Tipe II
di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Ciamis Tahun 2016.
c. Diketahuinya berat badan pasien pada saat dirawat/berobat rawat
jalan Diabetes Mellitus Tipe II di Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Ciamis Tahun 2016.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu
keperawatan, khususnya yang mengenai Diabetes Mellitus.
2. Manfaat praktis
a. Bagi RSUD Ciamis
Diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak RSUD
mengenai penatalaksanaan pasien Diabetes Mellitus.
b. Bagi institusi pendidikan
Hasil penelitian diharapkan dapat memberian kontribusi akademis
dalam mengembangkan konsep atau teori Diabetes Mellitus.
c. Bagi pasien penderita Diabetes Mellitus
9
Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai pelaksanaan berat
badan yang ideal untuk penderita Diabetes Mellitus.
d. Bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi dan
dapat dikembangan untuk penulisan karya tulis selanjutnya dengan
tingkatan yang lebih tinggi.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian Juleka (2012) pada penderita Diabetes Mellitus rawat inap di
RSU. Gunung Jati Cirebon menemukan bahwa pengidap yang memiliki
asupan energi melebihi kebutuhan mempunyai risiko 31 kali lebih besar
untuk mengalami kadar glukosa darah tidak terkendali dibandingkan dengan
pengidap yang asupan energinya sesuai kebutuhan. Penderita Diabetes
Mellitus
seharusnya
menerapkan
pola
makan
seimbang
untuk
menyesuaikan kebutuhan glukosa sesuai dengan kebutuhan tubuh melalui
pola makan sehat. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif dan
analisis data yang digunakan adalah analisis univariat.
Persamaan dengan penelitian ini adalah jenis penelitian dengan
menggunakan adalah deskriptif, variabel yang digunakan adalah Diabetes
Mellitus dan analisis data yang digunakan adalah analisis univariat.
Perbedaan dengan penelitian ini adalah populasi dan sampel dalam
penelitian ini adalah pasien rawat inap RSUD Kabupaten Ciamis, tekhnik
pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan menggunakan
purposive sampling.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Diabetes Mellitus
a. Definisi Diabetes Mellitus (DM)
Menurut American Diabetes Association (2011), Diabetes Melitus
(DM)
merupakan
suatu
kelompok
penyakit
metabolik
dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya.
Diabetes melitus
adalah penyakit yang disebabkan oleh
gagalnya penguraian zat gula di dalam tubuh (darah) pada tubuh
normal, zat gula harus diurai menjadi glukosa dan glikogen oleh
hormon insulin yang diproduksi sel beta pankreas. Glukosa dan
glikogen inilah yang kemudian oleh tubuh melalui proses metabolisme
atau pembakaran diubah menjadi energi (Hartini, 2012).
Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau
gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai
dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan
metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi
fungsi insulin (Depkes, 2015).
Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa
(gula sederhana) di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat
melepaskan atau menggunakan insulin secara adekuat. Kadar gula
darah bervariasi sepanjang hari. Gula darah akan meningkat setelah
10
11
makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam. Kadar gula darah yang
normal cenderung meningkat secara ringan tetapi progresif setelah
usia 50 tahun, terutama pada orang-orang yang tidak aktif (Ragil,
2013).
b. Etiologi
Insulin berfungsi untuk mengatur kadar gula dalam darah guna
menjamin kecukupan gula yang disediakan setiap saat bagi seluruh
jaringan dan organ, sehingga proses-proses kehidupan utama bisa
berkesinambungan. Pelepasan insulin dihambat oleh adanya hormon –
hormon tertentu lainnya, terutama adrenalin dan nonadrenalin, yang
dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar adrenal, yang juga dikenal sebagai
katekolamin, dan somatostatin (Bogdan Mc Wright, MD. 2012).
Penyebab diabetes yang utama adalah kurangnya produksi
insulin (DM tipe I) atau kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap
insulin (DM tipe II).
Menurut Wardati (2012) faktor resiko terjadinya diabetes mellitus
meliputi
faktor
keturunan,
lanjut
usia,
kegemukan
(obesitas),
ketegangan (stress), nutrisi, sosial ekonomi, status urban dan kelainan
genekologis.
1) Keturunan / riwayat keluarga
Menurut penelitian yang telah dilakukan, penyakit diabetes
mellitus merupakan penyakit keturunan, jika orang tua mengidap
penyakit ini maka anak telah mempunyai 40% resiko terkena
penyakit ini juga (Faiz Akhadiyat T, 2012).
12
2) Usia lajut
Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis yang
secara drastis menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun.
Diabetes Mellitus ssering muncul setelah seseorang memasuki usia
rawan tersebut, terutama setelah usia 45 tahun pada mereka yang
berat badannya berlebih, sehingga tubuhnya tidak peka lagi
terhadap insulin.
Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan meningkatnya
umur maka intoleransi terhadap glukosa juga meningkat. Intoleransi
glukosa pada lanjut usia ini sering dikaitkan dengan obesitas,
aktivitas fisik yang kurang, berkurangnya massa otot, adanya
penyakit penyerta dan penggunaan obat, di samping itu pada orang
lanjut usia sudah terjadi penurunan sekresi insulin dan resistensi
insulin. Resiko terkena penyakit diabetes tipe 2 meningkat dengan
penuaan, para ahli sepakat mulai usia 45 tahun ke atas (Arief,
2012).
3) Obesitas
Obesitas adalah salah satu faktor resiko lingkungan yang
sangat penting dalam pathogenesis diabetes mellitus tipe II
(Robbin, 2012). Obesitas memiliki peran yang kurang baik dalam
hal ini yaitu meningkatkan resistensi insulin oleh tubuh, sehingga
glukosa yang ada di dalam darah tidak mampu di metabolisme
dengan baik oleh sel dan akhirnya terjadi peningkatan glukosa
dalam darah, memang resistensi insulin berkaitan dengan obesitas
(Smelzer & Bare, 2002)
13
4) Stress
Stress dapat meningkatkan kandungan glukosa darah karena
stress menstimulus organ endokrin untuk mengeluarkan ephinefrin,
ephinefrin mempunyai efek yang sangat kuat dalam menyebabkan
timbulnya proses glikoneogenesis di dalam hati sehingga akan
melepaskan sejumlah besar glukosa ke dalam darah dalam
beberapa menit (Guyton and Hall, 2007).
Sistem simpatis umumnya bersifat katabolik, mengeluarkan
energi (flight or flight) sistem ini meningkatkan frekuensi jantung,
mendilatasi bronki, dan mengurangi sekresi. Glikogen dan lipid
dipecah dan glukosa disintesis untuk energi. Motilitas saluran
pencernaan dan sekresi menurun serta urin ditahan (Olson J,
2013).
5) Diet nutrisi
Menurut Ayu Bulan FKD (2011) dijelaskan bahwa Diabetes
Mellitus
merupakan
salah
satu
penyakit
degeneratif
yang
prevalensinya semakin meningkat. Penyakit ini sangat erat
kaitannya dengan pola makan. Tingginya kadar gula dalam darah
akibat asupan kalori dan karbohidrat yang berlebih merupakan
penyebab utama penyakit tersebut.
6) Ekonomi
Hal ini berkaitan dengan gaya hidup, semakin tinggi status
ekonomi
dari
mendapatkan
seseorang
sesuatu
semakin
yang
mudah
seseorang
diinginkannya.
Tanpa
untuk
harus
mengeluarkan banyak tenaga barang yang diinginkannya akan
14
dimilikinya, hal ini akan minimbulkan penurunan pemakaian kalori
sehingga glukosa tidak terpakai dan akan diubah oleh hati menjadi
glikogen atau disimpan di bawah kulit berupa lemak, lama kelamaan
akan timbul obesitas dan akhirnya terjadi resistensi insulin, diabetes
tipe 2 lebih sering terjadi pada orang yang mengalami obesitas
akibat gaya hidup yang dijalaninya (Herman, 2012).
7) Status urban
Cara hidup masyarakat urban yang sibuk dengan pekerjaan
dari pagi hingga sore bahkan kadang-kadang sampai malam hari
dan hanya duduk di belakang meja, menyebabkan tidak adanya
kesempatan untuk berekreasi atau berolah raga. Pola hidup
beresiko inilah yang menyebabkan tingginya kekerapan penyakit
PJK, Diabetes Mellitus dan lainnya (Herman, 2012).
8) Kelainan genekologis
Beberapa kelainan genekologis dapat menyebabkan penyakit
Diabetes mellitus (Smelzer & Bare, 2002)
c. Patofisiologi
Pada Diabetes Mellitus tipe 2, sekresi insulin di fase 1 atau early
peak yang terjadi dalam 3-10 menit pertama setelah makan yaitu
insulin yang disekresi pada fase ini adalah insulin yang disimpan
dalam sel beta (siap pakai) tidak dapat menurunkan glukosa darah
sehingga merangsang fase 2 adalah sekresi insulin dimulai 20 menit
setelah stimulasi glukosa untuk menghasilkan insulin lebih banyak,
tetapi sudah tidak mampu meningkatkan sekresi insulin sebagaimana
pada orang normal (Indraswari, 2012).
15
Gangguan sekresi sel beta menyebabkan sekresi insulin pada
fase 1 tertekan, kadar insulin dalam darah turun menyebabkan
produksi glukosa oleh hati meningkat, sehingga kadar glukosa darah
puasa meningkat. Secara berangsur-angsur kemampuan fase 2 untuk
menghasilkan insulin akan menurun. Dengan demikian perjalanan
Diabetes Mellitus tipe 2, dimulai dengan gangguan fase 1 yang
menyebabkan hiperglikemi dan selanjutnya gangguan fase 2 di mana
tidak terjadi hiperinsulinemi akan tetapi gangguan sel beta. Penelitian
menunjukkan adanya hubungan antara kadar glukosa darah puasa
dengan kadar insulin puasa (Indraswari, 2012).
Pada sebagian orang kepekaan jaringan terhadap kerja insulin
tetap dapat dipertahankan sedangkan pada sebagian orang lain
sudah terjadi resistensi insulin dalam beberapa tingkatan. Resistensi
insulin merupakan sindrom yang heterogen, dengan faktor genetik
dan lingkungan berperan penting pada
perkembangannya. Selain
resistensi insulin berkaitan dengan kegemukan, terutama gemuk di
perut, sindrom ini juga ternyata dapat terjadi pada orang yang tidak
gemuk. Faktor lain seperti kurangnya aktifitas fisik, makanan
mengandung
perkembangan
lemak,
juga
terjadinya
(Indraswari, 2012).
dinyatakan
kegemukan
dan
berkaitan
resistensi
dengan
insulin
16
Berikut ini disajikan gambar patofisiologi Diabetes Mllitus .
Gambar 2.1
Patofisiologi
(Sumber : Indraswari, 2012)
17
d. Klasifikasi Diabetes Mellitus
Berdasarkan Perkeni (2013) diabetes, diklasifikasikan menjadi :
1) Diabetes Mellitus Tipe-1
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut, yang disebabkan oleh autoimun dan idiopatik
2) Diabetes Mellitus Tipe-2
Penderita Diabetes Mellitus tipe-2 memiliki satu atau lebih
keabnormalan di bawah ini, antara lain :
a)
Defisiensi insulin relatif: insulinyang disekresi oleh sel-β
pankreas untuk memetabolisme tidak mencukupi (Kumar et al,
2013).
b)
Resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif (Perkeni,
2013).
3) Diabetes Mellitus Tipe Lain
Diabetes tipe ini dapat disebabkan karena beberapa hal, antara
lain : defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin
penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat
kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang dan sindrom genetik
lain yang berkaitan dengan diabetes.
4) Diabetes Mellitus Kehamilan
Diabetes mellitus kehamilan atau sering disebut dengan istilah
Diabetes Mellitus Gestasional (DMG) adalah suatu gangguan
toleransi karbohidrat yang terjadi atau diketahui pertama kali pada
saat kehamilan sedang berlangsung. Faktor risiko diabetes tipe ini
antara lain obesitas, adanya riwayat DMG, gukosuria, adanya
18
riwayat keluarga dengan diabetes, abortus berulang, adanya
riwayat melahirkan bayi dengan berat > 4 kg, dan adanya riwayat
preeklamsia. Penilaian adanya risiko diabetes melitus gestasional
perlu dilakukan sejak kunjungan pertama untuk pemeriksaan
kehamilannya.
Savitri Ramaniah (2012) menyatakan, terdapat dua jenis
diabetes yaitu tipe 1 atau insulin dependent diabetes dan tipe 2 atau
non-insulin dependent diabetes. Dan yang terbanyak diderita yakni
tipe 2 atau sekitar 85%.
Arief Sudarmoko (2013) menyatakan bahwa penyakit diabetes
mellitus menurut ada tidaknya insulin terbagi atas dua jenis, yaitu
a) Diabetes tipe 1 yang bergantung pada insulin (IDDM)
b) Diaetes tipe 2 yang tidak bergantung pada insulin (NIDDM)
Dua jenis utama diabetes adalah :
a) Diabetes tipe I
Tipe 1 diabetes, mulanya disebut “diabetes usia muda”,
biasanya diagnosa awal bagi anak-anak, remaja dan dewasa
muda. Pada diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat menghasilkan
cukup insulin (International Diabetes Federation, 2012). Karena
kekurangan insulin menyebabkan glukosa tetap ada di dalam
aliran arah dan tidak dapat digunakan sebagai energi. Beberapa
penyebab pankreas tidak dapat menghasilkan cukup insulin pada
penderita diabetes tipe 1, antara lain karena:
19
(1) Faktor keturunan atau genetika. Jika salah satu atau kedua
orang tua menderita diabetes, maka anak akan beresiko
terkena diabetes.
(2) Autoimunitas yaitu tubuh alergi terhadap salah satu jaringan
atau jenis selnya sendiri dalam hal ini, yang ada dalam
pankreas. Tubuh kehilangan kemampuan untuk membentuk
insulin karena sistem kekebalan tubuh menghancurkan sel-sel
yang memproduksi insulin.
(3) Virus atau zat kimia yang menyebabkan kerusakan pada
pulau sel (kelompok-kelompok sel) dalam pankreas tempat
insulin dibuat. Semakin banyak sel yang rusak, semakin besar
kemungkinan seseorang menderita diabetes.
b) Diabetes tipe II
Pada diabetes tipe ini, penderita mampu menghasilkan
insulin, tetapi nsulin yang dihasilkan tidak dapat digunakan
sebagaimana mestinya di dalam tubuh. Jenis ini adalah jenis yang
paling umum (Marhendra, 2012).
Beberapa
penyebab
utama
diabetes
tipe
2
dapat
diringkaskan sebagai berikut:
(1) Faktor keturunan, apabila orang tua atau adanya saudara
sekandung yang mengalaminya.
(2) Pola makan atau gaya hidup yang tidak sehat. Banyaknya
gerai makanan cepat saji (fast food) yang menyajikan
makanan berlemak dan tidak sehat.
(3) Kadar kolesterol yang tinggi.
20
(4) Jarang berolahraga.
(5) Obesitas atau kelebihan berat badan.
(Marhendra, 2012)
e. Komplikasi pada Diabetes Mellitus
Komplikasi diabetes mellitus dapat muncul secara angkut
maupun kronik, yaitu timbul beberapa bulan atau beberapa tahun
setelah mengidap penyakit Diabetes Mellitus. Komplikasi akut yang
sering timbul adalah hipoglikemia dan koma diabetik. Hipoglikemia
adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa, dengan
tanda-tanda : rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing.Berlawanan
dengan koma hipoglikemik, koma diabetin ini timbul karena kadar
darah dalam tubuh semakin tinggi, dan biasanya lebih dari 600 mg/dl.
Gejala koma diabetik adalah nafsu makan menurun, banyak minum,
banyak kencing, mual dan muntah, napas menjadi cepat dan berbau
aseton, sering disertai panas karena terjadi infeksi (Tjokroprawito,
2013).
Komplikasi kronik yang sering timbul adalah bila penderita
lengah, komplikasi Diabetes Mellitus dapat menyerang seluruh alat
tubuh, mulai rambut sampai ujung kaki termasuk semua alat tubuh di
dalamnya. Sebaliknya, komplikasi tersebut tidak akan muncul jika
perawatan Diabetes Mellitus dilaksanakan dengan tertib dan teratur
(Tjokroprawito, 2013).
21
f. Pencegahan dan Pengobatan Diabetes Mellitus
Untuk menghindari akibat-akibat yang akan timbul dari penyakit
diabetes, maka perlu adanya pengobatan dan pencegahan. Namun,
sebelumnya kita harus tahu akibat dari penyakit diabetes. Biasanya
penyakit selalu menimbulkan efek samping atau menimbulkan penyakit
lainnya (Arief Sudarmoko, 2012).
Penyakit-penyakit yang dapat timbul sebagai komplikasi dari
diabetes yakni sebagai berikut :
1) Penyakit penyempitan pembuluh darah jantung. Hal ini disebabkan
mudahnya lemak menempel pada lapisan dalam pembuluh darah
yang mengalir ke jantung.
2) Penyakit pembuluh darah ginjal. Sehingga ginjal tidak berfungsi
untuk mengeluarkan zat-zat sisa sebagaimana layaknya.
3) Penyempitan pembuluh darah otak. Hal ini terjadi dapat berupa
penutupan pembuluh darah otak secara mendadak.
4) Penyakit pada mata.
5) Berbagai macam infeksi, seperti infeksi tuberkulosis dan infeksi
pada kaki.
(Tabrani, 2013)
Berdasarkan pendapat ahli di atas mengenai akibat dari penyakit
kencing manis, maka dapat disimpulkan, bahwa akibatnya kencing
manis adalah sebagai berikut :
1) Penyakit batu ginjal
2) Penyempitan pembuluh darah jantung
3) Penyempitan pembuluh darah otak
22
4) Penyakit pada mata
5) Infeksi tuberkulosis dan infeksi pada kaki.
Untuk menghindari atau mencegah terjadinya akibat-akibat dan
untuk menyembuhkan penyakit kencing manis, maka perlu adanya
pencegahan dan pengobatannya. Ada beberapa upaya pencegahan
dan pengobatan diabetes mellitus yang ditawarkan para ahli yang
masing-masing memandang dari berbagai segi dan pandangan. Data
yang diambil dari Link mengatakan,
bahwa pengobatan dan
penanganan penyakit diabetes mellitus ada dua yaitu untuk penderita
diabetes tipe 1, umumnya menjalani pengobatan terapi insulin (lantus
atau levemir, humalog, novolog atau apidra) yang berkesinambungan,
selain
itu
dengan
berolahraga
secukupnya
serta
melakukan
pengontrolan menu makanan (Mariani, 2012).
Penderita diabetes tipe 2, penatalaksanaan pengobatan dan
penanganan
difokuskan
pada
gaya
hidup
dan
aktivitas
fisik.
Pengontrolan nilai kadar gula dalam darah adalah menjadi kunci
program pengobatan, yaitu dengan mengurangi berat badan, diet, dan
berolahraga. Jika hal ini tidak mencapai hasil yang diharapkan, maka
pemberian obat tablet akan diperlukan. Bahkan pemberian suntikan
insulin turut diperlukan bila tablet tidak mengatasi pengontrolan kadar
gula darah. (Mariani, 2012).
Diabetes tidak dapat disembuhkan,akan tetapi, bila seseorang
yang terkena diabetes pandai menjaga diri, orang tersebut tidak
berbeda dengan orang yang sehat, dapat hidup segar, dan dapat
bekerja seperti biasa serta berbahagia dirumah tangga. Dengan
23
berkonsultasi pada dokter, penguasaan mengenal penyakit ini lebih
banyak serta pengaturan makan (Tabrani, 2012)
Pencegahan yang bisa dilakukukan yaitu pertama dengan cara
diet yang baik dan terukur agar berat badan tidak berlebihan. Kedua,
olah raga secara teratur dan terukur, agar kelebihan gula dan lemak
dalam tubuh dapat berkurang.
Cara untuk mengobati diabetes adalah sebagai berikut :
1)
Menjalani terapi primer yang terdiri atas diet diabetes mellitus,
latihan fisik olah raga, dan penyuluhan kesehatan.
2)
Menggunakan obat anti diabetika dan cangkok pankreas, bila
kadar gula darahnya masih tetap tinggi.
(Endang Lanywati, 2013)
Selanjutnya Savitri Ramaiah (2012) juga menyatakan cara untuk
mengobati diabetes mellitus, yaitu
1)
Program suntik insulin.
2)
Diet.
3)
Olah raga.
4)
Menggunakan obat Syzygium, Jaborandi, Gymnema sylvestra,
Uranium nitrat, Asam fosforat, Asam laktat, Asam asetat, dan
Fosfor.
5)
Relaksasi.
6)
Modifikasi makanan.
7)
Terapi air dan lumpur untuk meningkatkan fungsi pancreas dan
kaki serta menghilangkan racun.
8)
Perubahan gaya hidup.
24
Arief Sudarmoko (2012) memaparkan cara untuk mencegah dan
melawan diabetes mellitus dalam tujuh katagori, yaitu :
1)
Dengan diet khusus untuk penderita diabetes.
2)
Mengonsumsi makanan dan minuman khusus untuk penderita
diabetes, seperti produk kacang-kacangan, buah-buahan, pasta,
ubi jalar, roti gandum, beras merah, yoghurt, daging rendah lemak,
jenis-jenis
minyak
dari biji-bijian,
madu
alam
murni,
dan
sebagainya.
3)
Mengonsumsi jus buah-buahan dan sayuran, seperti jus apel,
jambu biji, alpukat, bayam, wortel, dan wortel.
4)
Mengonsumsi ramuan tradisional, seperti ramuan biji jamblang,
umbi bidara upas, rebusan kulit kayu pulai, kulit batang jambu
mete, seduhan biji mahoni, kunyit, tapak dara, dan ciplukan.
5)
Menjalani terafi alternative, seperti akupuntur dan yoga.
6)
Membiasakan aktivitas berolahraga, seperti berenang, jogging,
bersepeda, dan senam aerobik.
7)
Membiasakan hidup sehat, seperti menghentikan kebiasaan
ngemil, tidur yang cukup, memperbanyak aktivitas fisik, hindari
stress, hindari kebiasaan merokok, tidak mengonsumsi alkohol
atau minuman keras, memperbanyak minum air putih, dan hindar
makanan junk food.
Berdasarkan pendapat-pendapat ahli di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa cara pencegahan dan pengobatan diabetes
mellitus adalah sebagai berikut :
25
1)
Diet secara teratur dan terukur.
2)
Olah raga secara teratur.
3)
Menjalani terapi insulin.
4)
Mengonsumsi obat anti diabetika.
5)
Modifikasi makanan yang sehat dan bergizi.
6)
Menjalani terafi alternative, seperti yoga dan akupuntur.
7)
Membiasakan hidup sehat.
8)
Relaksasi.
9)
Cangkok pankreas.
10) Mengonsumsi ramuan tradisional
g. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
Pola makan adalah pola makan yang seimbang antara zat gizi
karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Makanan yang
seimbang adalah makanan yang tidak mementingkan salah satu zat
gizi tertentu dan dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan (Ramadhan,
2012). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pola diartikan sebagai
suatu sistem, cara kerja atau usaha untuk melakukan sesuatu. Dengan
demikian pola makan dapat diartikan sebagai suatu cara untuk
melakukan kegiatan makan secara sehat. Pola makan adalah suatu
cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis makanan dengan
maksud tertentu seperti mempertahankan kesehatan, status nutrisi,
mencegah atau membantu kesembuhan penyakit. Pola makan seharihari merupakan pola makan seseorang yang berhubungan dengan
kebiasaan makan setiap harinya (Depdiknas, 2012).
26
Pengaturan makan merupakan pilar utama dalam pengelolaan
Diabetes
Mellitus,
namun
penderita
Diabetes
Mellitus
sering
memperoleh sumber informasi yang kurang tepat yang dapat
merugikan penderita tersebut seperti penderita tidak lagi menikmati
makanan kesukaan mereka, sebenarnya anjuran makan pada
penderita Diabetes Mellitus sama dengan anjuran makan sehat
umumnya yaitu makan menuseimbang dan sesuai dengan kebutuhan
kalori masing-masing penderita Diabetes Mellitus (Badawi, 2012).
h. Faktor Resiko Penyebab Timbulnya Penyakit Diabetes Mellitus
1. Faktor Genetik
Menurut Wiyoto (2012) faktor genetik dianggap memegang
peranan penting dalam terjadinya penyakit diabetes mellitus.
Walaupun demikian bagaimana peranan faktor genetik ini dan
bagaimana faktor genetik ini diturunkan sampai sekarang belum
diketahui dengan jelas. Peranan faktor genetik ini juga jelas pada
kembar yang menderita diabetes mellitus. Pada kembar yang
monozygote insidensi agar keduanya menderita diabetes mellitus
berkisar anatara 45-90 %, sedangkan pada kembar yang dizygote
insidensi agar keduanya menderita diabetes mellitus berkisar antara
3-37 %.
2. Kurangnya Aktivitas Fisik
Menurut Leslie (2011), aktivitas fisik seperti pergerakan atau
olahraga yang dilakukan secara teratur adalah usaha yang dapat
dilakukan untuk menghindari kegemukan atau obesitas, sehingga
27
kemungkinan untuk menderita diabetes mellitus semakin kecil.
Apabila kita berolahraga atau mengerjakan pekerjaan-pekerjaan
yang berat kita memerlukan lebih banyak energi. Ini berarti bahwa
kita perlu lebih banyak glukosa yang kemudian diubah menjadi
energi. Dengan demikian untuk menghindari timbulnya diabetes
mellitus
karena
kadar
glukosa
darah
meningkat
akibat
mengkonsumsi makanan yang berlebihan dapat diimbangi dengan
aktivitas fisik (pekerjaan) yang seimbang. Sehingga kadar glukosa
darah dapat normal kembali dan cara kerja insulin tidak terganggu.
3. Kehamilan
Kadang-kadang diabetes ditemukan pertama kali selama
kehamilan, dan kondisi ini dialami hanya sementara (sewaktu hamil)
saja, dan kembali normal sesudah hamil. Keadaan seperti ini
disebut dengan istilah Diabetes Mellitus Gestasional. Diabetes
Mellitus Gestasional adalah suatu intoleransi karbohidrat baik yang
ringan maupun yang berat yang terjadi atau pertama kali diketahui
pada saat kehamilan berlangsung (Sidartawan, 2011).
Hal
tersebut
bisa
dikaitkan
dengan
keadaan
seperti
kehamilan, ibu-ibu yang hamil secara lahiriah akan lebih banyak
makan dari biasanya dengan tujuan memberikan makanan yang
cukup kepada janin dan akhirnya mereka menjadi gemuk. Pada
saat tubuh tidak dapat lagi mengolah gula yang beredar didalam
darah, maka timbullah diabetes mellitus (Sidartawan, 2011).
28
4. Usia Lanjut
Dengan bertambahnya umur maka terjadilah gangguan pada
fungsi pankreas dan kerja dari insulin yang menyebabkan kadar
glukosa dalam darah meningkat. Gangguan fungsi pankreas
menyebabkan terjadinya sekresi insulin berkurang. Kerja insulin
yang berkurang akan menyebabkan terjaadinya resistensi insulin,
sehingga kadar glukosa dalam darah meningkat akibat terjadinya
diabetes mellitus (Pusat Diabetes dan Nutrisi, 2012).
5. Sosial Ekonomi
Perubahan pola penyakit di negara-negara berkembang
khususnya di Indonesia dianggap ada hubungannya dengan cara
hidup yang berubah sesuai dengan bertambahnya kemakmuran
yang bercermin dalam pendapatan perkapita Indonesia (Syaifoellah,
2012).
Beberapa
penelitian
menunjukkan
dengan
jelas
suatu
perubahan pada prevalensi diabetes mellitus diantara kelompok
sosial ekonomi yang berbeda. Pada umumnya peningkatan
prevalensi diabetes mellitus terjadi pada kelompok-kelompok sosial
ekonomi yang lebih tinggi pada negara-negara yang sedang
berkembang dibandingkan dengan kelompok-kelompok sosial yang
lebih rendah. Perubahan dalam gaya hidup, makanan, olahraga dan
perpindahan ke kota dianggap mempunyai kontribusi terhadap
prevalensi diabetes mellitus yang lebih tinggi disuatu daerah.
29
6. Obesitas
Menurut Buku Ajar Penyakit Dalam (Brunner and Suddarth,
2002), obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan
nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh
beberapa faktor biologik spesifik. Faktor genetik diketahui sangat
berpengaruh bagi perkembangan penyakit ini. Secara fisiologis,
obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi
lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa
sehingga dapat mengganggu kesehatan.
Untuk mengukur lemak tubuh secara langsung sangat sulit
dan sebagai pengganti dipakai Body Massa Indeks (BMI) atau
indeks massa tubuh (IMT) untuk menentukan berat badan lebih dan
obesitas pada orang dewasa. IMT merupakan indikator yang paling
sering digunakan dan praktis untuk mengukur tingkat
populasi
berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa. Untuk
penelitian epidemiologi, IMT ditentukan dengan indeks Quetlet,
yaitu berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi dalam meter
kuadrat (m2). Saat ini IMT merupakan indikator yang paling
bermanfaat untuk menentukan berat badan lebih atau obesitas.
Menurut Hans Tandra (2012) klasifikasi yang ditetapkan World
Health Organization (WHO) dikatakan obesitas bila nilai IMT >25
kg/m2 dan dikatakan Pra Obese jika nilai IMT 25,0 - 29,9 kg/m2.
Lebih dari 8 diantara penderita DM tipe 2 adalah mereka yang
mengalami kegemukan. Makin banyak jaringan lemak, jaringan
tubuh dan otot akan semakin resisten terhadap kerja insulin (insulin
30
resistance), terutama bila lemak tubuh atau kelebihan berat badan
terkumpul di daerah sentral atau perut (central obesity). Lemak ini
akan memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut
ke dalam sel dan menumpuk dalam peredaran darah. Obesitas
adalah salah satu faktor resiko lingkungan yang sangat penting
dalam pathogenesis diabetes mellitus tipe II (Robbin, 2012).
Obesitas memiliki peran yang kurang baik dalam hal ini yaitu
meningkatkan resistensi insulin oleh tubuh, sehingga glukosa yang
ada di dalam darah tidak mampu di metabolisme dengan baik oleh
sel dan akhirnya terjadi peningkatan glukosa dalam darah, memang
resistensi insulin berkaitan dengan obesitas (Smelzer & Bare, 2002)
i. Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus
Perbedaan karakteristik paling mencolok dari seseorang dengan
diabetes mellitus tipe I atau tipe II adalah umur saat terjadinya penyakit
ini. Umumnya diabetes mellitus tipe I terjadi pada seseorang dengan
usia dibawah 40 tahun bahkan separuh dari pengidap penyakit ini
didiagnosa pada saat mereka berumur kurang dari 20 tahun.
Sebaliknya hampir sepuluh orang yang didiagnosa sebagai pengidap
diabetes mellitus tipe II diketahui setelah berumur diatas 30 tahun.
Diabetes Mellitus tipe II lebih sering terjadi pada individu dengan berat
badan lebih dan obes (gemuk). Obesitas merupakan pemicu terpenting
penyebab diabetes mellitus tipe II. Kasus diabetes mellitus tipe II lebih
sering ditemukan pada wanita dengan riwayat melahirkan bayi dengan
berat badan diatas 4000 g, serta wanita yang pernah didiagnosa
31
sebagai diabetes pada waktu hamil (diabetes mellitus gestasional) dan
biasa terjadi pada usia 24 minggu masa kehamilan (Soewondo, 2012).
2. Berat Badan
a. Pengertian Berat Badan
Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting
pada masa bayi dan balita. Berat badan merupakan hasil peningkatan
atau penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh (Soetjiningsih,
2013).
Berat Badan adalah parameter antropometri yang sangat labil.
Dalam keadaan normal, di mana keadaan kesehatan baik dan
keseimbangan anatara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin,
berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya
dalam
keadaan
yang
abnormal,
terdapat
dua
kemungkinan
perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih
lambat dari keadaan normal. Berat badan harus selalu dimonitor agar
memberikan informasi yang memungkinkan intervensi gizi yang
preventif sedini mungkin guna mengatasi kecenderungan penurunan
atau penambahan berat badan yang tidak dikehendaki. Berat badan
harus selalu dievaluasi dalam konteks riwayat berat badan yang
meliputi gaya hidup maupun status berat badan yang terakhir.
Penentuan
berat
badan
dilakukan
dengan
cara
menimbang
(Anggraeni, 2012).
Menurut Cipto Surono (dalam Mabella, 2012), mengatakan
bahwa berat badan adalah ukuran tubuh dalam sisi beratnya yang
32
ditimbang dalam keadaan berpakaian minimal tanpa perlengkapan
apapun. Berat badan diukur dengan alat ukur berat badan dengan
suatu satuan kilogram.
b. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Indeks
Massa
tubuh
merupakan
pengukuran
yang
membandingkan berat dan tinggi badan seseorang. Formula
IMT digunakan diseluruh dunia sebagai alat diagnosa untuk
mengetahui berat badan yang underweight, normal, overweight
dan obesitas. Mengukur lemak tubuh secara langsung sangat sulit
dan sebagai pengganti dipakai Body Mass Index (BMI) atau Indeks
Massa Tubuh (IMT) yaitu perbandingan berat badan (dalam kilogram)
dengan kuadrat tinggi badan (dalam meter). Untuk usia lebih dari 20
tahun, menurut kriteria World Health Organization
(WHO) /
International Association for the Study of Obesity
(IASO) /
International Obesity Task Force (IOTF) dalam The Asia-Pasific
Perspective : Redefining Obesity and Its Treatment (Sugondo, 2012)
Indeks massa tubuh dihitung sebagai berat badan dalam
kilogram (kg) dibagi tinggi badan dalam meter dikuadratkan (m 2) dan
tidak terkait dengan jenis kelamin. Penggunaan IMT hanya berlaku
untuk orang dewasa yang berusia 18 tahun ke atas. IMT tidak
diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan, serta
tidak dapat diterapkan dalam keadaan khusus (penyakit lainnya),
seperti edema, asites, dan hepatomegali (Supariasa et al , 2012).
33
Indeks massa tubuh banyak digunakan di rumah sakit untuk
mengukur status gizi pasien karena IMT dapat memperkirakan ukuran
lemak tubuh yang sekalipun hanya estimasi, tetapi lebih akurat
daripada pengukuran berat badan saja. Di samping itu, pengukuran
IMT lebih banyak dilakukan saat ini karena orang yang kelebihan
berat badan atau yang gemuk lebih berisiko untuk menderita penyakit
diabetes, penyakit jantung, stroke, hipertensi, osteoarthritis, dan
beberapa bentuk penyakit kanker (Hartono, 2012)
Berdasarkan PERKENI (2013), maka pembagian IMT dapat
dibagi sebagai berikut :
Tabel 2.1
Definisi Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT)
Kategori
Berat badan kurang (underweight)
Berat normal
Berat berlebih (overweight)
Dengan risiko
Obes derajat I
Obes derajat II
Sumber : PERKENI, 2013
IMT (kg/m2)
< 18,5
18,5 - 22,9
≥ 23,0
23,0 - 24,9
25,0 - 29,9
>30
c. Dampak Patologis dari Berat Badan Berlebih dan Obesitas
Tabel 2.2
Dampak Patologis dari Berat Badan
Jenis efek
Contoh penyakit/dampak patologis
Efek metabolic
Diabetes mellitus tipe 2 (gangguan intoleransi
glukosa, resistensi insulin)
Penyakit kardiovaskular termasuk hipertensi
dislipidemia, dan gangguan pembekuan darah
Disfungsi hormonal : kelainan menstruasi,
perubahan anatomis
Efek Mekanis
Muskuloskeletal (osteoarthritis pada sendi yang
menahan berat badan)
Kesulitan bernafas termasuk sleep apnoe dan
sesak nafas.
34
Komplikasi Bedah
Resiko anastetik, buruknya penyembuhan luka,
risiko trombosis.
Keletihan, agoraphobia, rasa rendah diri,
masalah dalam hubungan keluarga.
Efek Psikologis
Sumber : PERKENI, 2013
d. Diet pada Diabetes Mellitus
1) Pengertian diet
Penatalaksanaan diet hendaknya disertai dengan latihan
jasmani dan perubahan perilaku tentang makanan. Pada dasarnya
penyusunan program diit Diabetes Mellitus adalah :
a) Penghitungan jumlah kalori perhari sesuai kebutuhan setiap
penderita
b) Mengarah ke berat badan normal
c) Menunjang pertumbuhan
d) Mempertahankan kadar glukosa darah dalam batas normal
e) Mencegah
atau
memperlambat
berkembangnya
komplikasi
vaskuler
f) Sesuai dengan kemampuan daya beli setiap penderita
g) Komposisi sesuai dengan pola makan penderita sehari-hari.
2) Tujuan Diet
Tujuan diet Diabetes Mellitus adalah membantu pasien
memperbaiki kebiasaan makan dan olah raga untuk mendapatkan
kontrol metabolik yang lebih baik, dengan cara :
a) Mempertahankan kadar glukosa darah supaya mendekati normal
dengan menyeimbangkan asupan makanan dengan insulin
35
(endogenous atau exogenous), dengan obat penurun glukosa oral
dan aktivitas fisik.
b) Mencapai dan mempertahankan kadar lipida serum normal
c) Memberi cukup energi untuk mempertahakankan atau mencapai
berat badan normal.
(Sunita Almatser, 2012).
3) Bahan Makanan
a) Bahan makanan sehari
Jumlah makanan sehari untuk tiap standar diet Diabetes Mellitus
dinyatakan dalam satuan penukar. Pembagian bahan makanan
sehati untuk tiap standar diet Diabetes Mellitus disajikan dalam
tabel berikut :
Tabel 2.3
Jumlah Bahan Makanan Sehari Menurut Standar Diet Diabetes
Mellitus (Dalam Satuan Penukar II)
Golongan
Bahan Makanan
Standar Diet
1100 1300 1500 1700 1900 2100 2300 2500
Kkal kkal kkal kkal kkal kkal kkal kkal
Nasi atau penukar
2½
Ikan atau penukar
2
Daging atau penukar
1
Tempe atau penukar
2
Sayuran/penukar A
S
Sayuran/penukar B
2
Buah atau penukar
4
Susu atau penukar
Minyak atau penukar
3
(Sumber : Sunita Almatser, 2005)
3
2
1
2
S
2
4
4
4
2
1
2½
S
2
4
4
5
2
1
2½
S
2
4
4
5½
2
1
3
S
2
4
6
6
2
1
3
S
2
4
7
7
2
1
3
S
2
4
-1
7
7½
2
1
5
S
2
4
-1
7
b) Bahan makanan yang dianjurkan
Bahan makanan yang dianjurkan untuk Diabetes Mellitus adalah
sebagai berikut :
36
1) Sumber karbohidrat kompleks, seperti nasi, roti, mie, kentang,
singkong, ubi dan sagu.
2) Sumber protein rendah lemak, seperti ikan, yam tanpa kulit,
susu krim, tempe, tahu dankacang-kacangan.
3) Sumber lemak dalam jumlah terbatas, yaitu bentuk makanan
yang mudah dicerna. Makanan terutama diolah dengan cara
dipanggang, dikukus, disetup, direbus dan dibakar.
c) Bahan makanan yang dianjurkan (dibatasi/dihindari).
Tujuan menyesuaikan makanan dengan kesanggupan tubuh agar
mencapai keadaan faal normal, mencegah komplikasi, dan dapat
melakukan
aktivitas
sehari-hari
seperti
biasa.
Adanya
keseimbangan diet, aktivitas fisik, dan jumlah insulin yang didapat
syarat :
a) Kalori sesuai usia, jenis kelamin, TB, BB, aktivitas fisik dan
proses tumbuh kembang
b) Karbohidrat : 60-70%
c) Protein 15-20%
d) Lemak 20-25%, menggunakan lemak tak jenuh ganda
e) Cukup mineral
e. Terapi Berat Badan Pada Penderita Diabetes Mellitus
Ashaeryanto (2011) menyatakan bahwa terdapat 4 pilar utama
pengelolaan berat badan pada DM yaitu :
1) Penyuluhan
Penyuluhan dimaksudkan untuk memberikan pengertian dan
pengetahuan sebanyak mungkin pada penderita DM. Oleh karena
37
penyakit DM merupaka penyakit kronik yang berlangsung seumur
hidup, maka sangat diperlukan pengertian dan kerjasama antara
dokter
dengan
pengetahuan
penderita
yang
beserta
memadai
keluarganya.
kepada
penderita
Pemberian
DM
akan
menimbulkan motivasi penderita untuk turut bekerja sama dalam
mengendalikan kadar glukosa darahnya, dan senantiasa mau
menolong dirinya sendiri dalam upaya pemburukan penyakit dan
pencegahan komplikasi.
2) Perencanaan makan
Strandar diet bagi penderita DM adalah makanan dengan
komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan
lemak. Komposisi gizi yang dianjurkan adalah:
a) Karbohidrat 60 – 70 %
b) Protein 10 – 15 %
c) Lemak 20 – 25 %
Jumlah kalori yang diberikan disesuaikan dengan status gizi dan
aktifitas penderita untuk mencapai dan mempertahankan berat
badan idaman.
3) Latihan Jasmani
Disarankan latihan jasmani secara teratur ( 3-4 kali
seminggu ) selama kurang lebih 30 menit. Latihan jasmani yang
dianjurkan adalah jogging, bersepeda dan renang oleh karena
jenis olah raga ini memenuhi kriteria CRIPE (continous, rhythmical,
interval, progressive, endurance training). Sedapat mungkin
latihan mencapai zona sasaran yaitu : mencapai 75 – 85 % dari
38
denyut nadi maksimal (220 - umur), namun harus disesuiakan
dengan kemampuan dan ada atau tidaknya penyakit penyerta.
Pada dasarnya pengelolaan DM tanpa dekompensasi metabolik,
sebaiknya dimulai dengan pengaturan makan disertai latihan
jasmani yang cukup selama beberapa waktu (4-8 minggu). Bila
setelah itu kadar glukosa darah masih belum memenuhi kadar
sasaran
metabolik
yang
diinginkan,
baru
diberikan
obat
hipoglikemik oral atau insulin sesuai dengan indikasi. Dalam
keadaan dekompensasi metabolic, misalnya ketoasidosis, stress
berat, kadar glukosa darah yang sangat tinggi, berat badan yang
menurun dengan cepat dll, maka insulin atau obat berkhasiat
hipoglikemik dapat segera diberikan pada kesempatan pertama.
B. Landasan Teori
Penelitian Zhong, et al (2011) menunjukkan terjadi peningkatan kadar
trigliserida, pernurunan kadar kolesterol HDL, resistensi insulin, dan
peningkatan kadar faktor-faktor inflamasi pada pasien yang memiliki
kelebihan berat badan.
Berat badan berlebih adalah salah satu faktor resiko lingkungan yang
sangat penting dalam pathogenesis diabetes mellitus tipe II (Robbin, 2007).
Berat badan berlebih memiliki peran yang kurang baik dalam hal ini yaitu
meningkatkan resistensi insulin oleh tubuh, sehingga glukosa yang ada di
dalam darah tidak mampu di metabolisme dengan baik oleh sel dan akhirnya
terjadi peningkatan glukosa dalam darah, memang resistensi insulin
berkaitan dengan berat badan berlebih (Brunner and Suddarth, 2002).
39
Pengelolaan makanan adalah penatalaksanaan yang penting dari
kedua tipe Diabetes Mellitus makanan yang masuk harus dibagi merata
sepanjang hari. Ini harus konsisten dari hari kehari. Adalah sangat penting
bagi pasien yang menerima insulin dikordinasikan antara makanan yang
masuk dengan aktivitas insulin lebih jauh orang dengan diabetes mellitus
tipe II, cenderung kegemukan dimana ini berhubungan dengan resistensi
insulin dan hiperglikemia. Toleransi glukosa sering membaik dengan
penurunan berat badan (Hendrawan, 2012).
Modifikasi dari faktor-faktor resiko Diabetes Mellitus adalah :
1. Menjaga berat badan
2. Tekanan darah
3. Kadar kolesterol
4. Berhenti merokok
5. Membiasakan diri untuk hidup sehat
6. Biasakan diri berolahraga secara teratur.
7. Hindari menonton televisi atau menggunakan komputer terlalu lama,
karena hali ini yang menyebabkan aktivitas fisik berkurang atau minim.
8. Jangan mengonsumsi permen, coklat, atau snack dengan kandungan.
garam yang tinggi. Hindari makanan siap saji dengan kandungan kadar
karbohidrat dan lemak tinggi.
9. Konsumsi sayuran dan buah-buahan.
Beberapa faktor yang dapat menyuburkan dan sering merupakan
faktor penyebab Diabetes Mellitus adalah sebagai berikut :
1. Kurang gerak.
2. Makan berlebihan.
40
3. Kehamilan.
4. Kekurangan produksi hormon insulin.
5. Penyakit hormon yang kerjanya berlawanan dengan insulin
(Soegono, 2014).
Menurut Lee, et (dalam Olatunbosun, 2011), kegemukan adalah
penyebab resistensi insulin tersering yang berhubungan dengan penurunan
jumlah reseptor dan kegagalan post-reseptor untuk mengaktivasi tirosin
kinase yang merupakan sub unit b pada reseptor insulin yang teraktivasi
ketika insulin berikatan dengan sub unit a. Aktivasi kompleks ini akan
mengaktivasi autofosforilase dan aksi termediasi insulin untuk mengontrol
kadar gula darah. Kegagalan dalam penghantaran sinyal untuk meregulasi
kadar gula darah ini menimbulkan hiperinsulinemia, gangguan glukosa darah
puasa, impaired glucose tolerance (IGT), dan diabetes tipe 2.
Perubahan pola hidup dan pola makan yang berlebihan menyebabkan
gangguan metabolisme zat-zat makanan baik berupa karbohidrat, protein
dan lemak yang menyebabkan penyakit diabetes mellitus (Fibrina, 2005).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mursyida (2012), Hasil
penelitian
menunjukkan dari 356
responden, sebesar 37,4%
yang
mengalami Diabetes mellitus dan 62,6% yang tidak mengalami Diabetes
Mellitus. Dari analisis bivariat dengan uji statistic chi- square didapatkan ada
hubungan yang bermakna antara obesitas dengan kejadian Diabetes melitus
ρ Value <α (0,009 < 0,05). Adapun pengukuran berat bedan yang dilakukan
meliputi 3 tahapan, yaitu berat badan sebelum DM, pada saat DM dan pada
saat berobat ke Rumah Sakit.
41
C. Kerangka Konsep
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit yang ditandai oleh
kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal yang disebabkan oleh
kekurangan hormon insulin yang di hasilkan oleh pancreas sehingga dapat
menurunkan kadar gula darah.
Peningkatan angka kejadian penyakit Diabetes Mellitus dipengaruhi
berbagai faktor, diantaranya adalah genetik, kurangnya aktivitas fisik,
kehamilan, usia lanjut, sosial ekonomi dan obesitas.
Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Diabetes
Mellitus
Tipe II
Berat
Badan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Berat badan kurang
Berat normal
Berat berlebih
Dengan risiko
Obes derajat I
Obes derajat II
Gambar 2.2
Kerangka Konsep
Penjelasan dari kerangka konsep tersebut adalah bahwa variabel yang
diteliti adalah gambaran berat badan pada penderita Diabetes Mellitus..
Pengukuran dari berat badan penderita DM menurut klasifikasi yang
ditetapkan World Health Organization (WHO) dikatakan obesitas bila nilai
IMT >25 kg/m2 dan dikatakan Pra Obese jika nilai IMT 25,0 - 29,9 kg/m2.
DAFTAR PUSTAKA
Al Qur’an Surat Al Baqoroh ayat 168
American Diabetes Association. (2011;34:511-61). Standards of Medical Care in
Diabetes. Diabetes Care. USA.
Anggraeni. (2012). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi
pada Pasien yang Berobat di Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkinang.
Bangkinang.
Arief. (2012, Maret). Diabetes Mellitus ? Apa Sih? Retrieved Maret Rabu, 2016,
from http://drarief.com//.
Arisman. (2012). Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC.
Badawi. (2012). Melawan dan Mencegah Diabetes. Yogyakarta: Araska.
Depkes. (2013, Maret Rabu). Pengobatan Secara Teratur. Retrieved Maret
Rabu, 2016, from http://repository.usu.ac.id/bitstream/
Depkes. (2015). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Jakarta: Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan.
Diana, L. (2013). Penatalaksanaan Penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2 pada
Pasien Rawat Inap di RSUD Koja Jakarta. Jakarta.
Effendi. (2013). Pengantar Proses Keperawatan. Jakarta: EGC.
FKUI. (2011). Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid IV Edisi Ketiga. Jakarta: FKUI.
Guyton and Hall. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran dan Mekanisme
Penyakit. Jakarta: EGC.
Hartini. (2012). Diabetes ? Siapa TAkut !!!! Bandung: Mizan Pustaka.
Hartono. (2012). Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.
Herman. (2012, Oktober). Retrieved Maret Rabu, 2016, from http://yuwie.com.
Hoesada. (2013). Penyembuhan Diabetes Mellitus. Surabaya: University Press.
Indraswari. (2012). HUbungan Indeks Glikemik Asupan makanan dengan Kadar
Glukosa Darah pada Pasien Rawat Jalan Diabetes Mellitus Tipe-2 di
RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo.
Karyoso. (2011, Maret). http://id.scribd.com/doc/160002201. Retrieved Maret
2016, from Diagnosa dan Penatalaksanaan Diabetes Mellitus.
Kurnia Dewi, A. B. (2012, Januari ). Menu Sehat 30 Hari untuk Mencegah dan
Mengatasi Diabetes Mellitus. Retrieved Maret Rabu, 2016, from
htp://agromedia.net/.
Lanywati, E. (2013). Diabetes Mellitus Penyakit Kencing Manis. Yogyakarta:
Kanisius.
Mahendra. (2012). Makalah Diabetes Mellitus. Makalah Diabetes Mellitus.
Mariani. (2012). Pengaruh Pola Konsumsi Makanan Modern Terhadap Kejadian
Obesitas Pada Remaja SLTP Kesatuan Kota Bogor . FKM-UI.
Maulana. (2012). Mengenal Diabetes Mellitus : Panduan Praktis Mengenai
Penyakit Kencing Manis. Jogjakarta: Katahati.
MD, B. M. (2012). Panduan Bagi Penderita Diabetes. Jakarta: Prestasi Pustaka
Publiser.
Mursyida. (2012). Hubungan Obesitas dengan Kejadian Diabetes Mellitus pada
Usia Lanjut. FKM-UI
Nurhasan. (2013). Retrieved Maret Rabu, 2016, from http://nurhasan-unija.com.
Olson, J. (2013). Belajar Mudah Farmakologi. Jakarta: EGC.
Perkeni. (2013). KOnsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus
Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia.
Ramaniah, S. (2012). Serba Serbi Kesehatan . Jakarta: Bukune.
Soetjiningsih. (2013). Ilmu GIzi. Jakarta: Gramedia.
Smetzer & Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner and
Suddarth.. Jakarta: EGC.
Sudarmoko, A. (2012). Tetap Tersenyum Melawan Diabetes. Yogyakarta: Media
Press.
_________, (2013). Mengenal, Mencegah dan Mengobati Gangguan Kesehatan.
Yogyakarta: TITANO.
Sunita Almatser. (2012). Jakarta: Gramedia Pustaka Umum.
Suyono. (2012). Diabetes Mellitus di Indonesia. Jakarta: FKUI.
Tabrani. (2013). Kencing Manis. Jakarta: Arcan.
Tjokroprawito. (2013). Hidup Sehat dan Bahagia Bersama Diabetes Mellitus.
Jakarta: PT Gramedia.
Trisnawati, F. A. (2012, Maret). Retrieved Maret Rabu, 2016, from http://
fazzapples.com.
Wardati. (2012). Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya penyakit
Diabetes Mellitus Tipe II pada pasien di RSU Tidar Magelang. Pusat data
jurnal dan skripsi.
Waspandji. (2012). Pedoman Diet Diabetes Mellitus. Jakarta: FKUI.
Download
Study collections