ORIENTASI MUTU : INOVASI PEMBERDAYAAN PENDIDIKAN DI PERGURUAN TINGGI SWASTA Erwin Dwi Edi Wibowo *) Abstrak Dalam rangka mengemban tugas pembangunan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi sesuai kebutuhan pasar kerja, pendidikan tinggi di Indonesia sudah harus mengarah kepada orientasi mutu. Agar dapat meraih mutu, lembaga pendidikan tinggi perlu mengupayakan perbaikan manajemen pendidikannya, terutama yang bersifat inovatif. Langkah-langkah inovatif dalam membangun mutu pendidikan tinggi harus menyentuh beberapa aspek seperti legalitas, manajemen mutu, akuntabilitas, serta persepsi stake holders. Hal tersebut sangat memerlukan dukungan berbagai sumber daya potensial yang ada pada setiap perguruan tinggi. Melalui pengelolaan dan pemanfaatan sumber-sumber daya manajemen akan dapat direkonstruksi inovasi-inovasi berorientasi mutu yang sangat berperan dalam menciptakan lulusan perguruan tinggi yang memiliki kompetensi tinggi dan sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Kata kunci : Mutu, manajemen, inovasi PENDAHULUAN Hakikat manusia terletak pada budinya yang memungkinkan untuk menentukan kebenaran dan kebaikan (Socrates), sedangkan hakikat pendidikan antara lain adalah pertolongan atau pengaruh yang diberikan seseorang yang bertanggung-jawab kepada anak agar menjadi dewasa (Retno S Satmoko).Dari kedua rumusan tersebut bila dikaji secara logis akan ditemukan suatu hubungan yang konsisten. Pada hakikatnya manusia adalah makhluk paling berbudi, paling berakal dan merupakan makhluk termulia yang diciptakan oleh Tuhan. Untuk dapat menjadi berbudi, berakal dan makhluk termulia, manusia pasti melalui suatu proses dalam kehidupannya. Untuk menjadi dewasa yang memiliki akal dan budi, maka manusia memerlukan pendidikan. Pendidikan sering diasumsikan kebagai kunci menuju masa depan yang lebih baik, karena melalui pendidikan yang baik akan dihasilkan suatu outcome ______________ *) Fak ISIP Jurusan Administrasi Niaga Universitas Pandanaran yang akan dapat bermanfaat guna perbaikan nasib suatu bangsa. Pendidikan merupakan salah satu sarana perbaikan kualitas sumber daya manusia, sehingga bila diinginkan terciptanya sumber daya manusia yang memiliki kualifikasi yang dapat menjawab tantangan perkembangan dunia, maka harus dimulai dari pembangunan di bidang pendidikan. Pendidikan adalah investasi awal dalam mempersiapkan sumber daya manusia, sehingga tidak mengherankan bila untuk penyelenggaraannya diperlukan pendanaan yang relative besar. Namun yang membanggakan adalah bahwa saat ini sebagian besar masyarakat (terutama yang tinggal di kota) telah memahami dan menyadari arti pentingnya pendidikan, sehingga selalu mengupayakan pendidikan terbaik bagi anak-anaknya. Pendidikan adalah suatu proses, sehingga selalu terkait dengan kualifikasi mutu. Mutu selalu terkait dengan persepsi stake holders, baik itu peserta didik, alumnus, pengguna (user), pemerintah dan sebagainya. Oleh karena itu maka apakah suatu pendidikan itu dinilai bermutu, sangat tergantung pada persepsi stake holders terhadap pendidikan tersebut. Apabila sebagian besar stake holders mempersepsikan positif terhadap mutu sebuah pendidikan, maka dapat dikatakan pendidikan tersebut bermutu. Dengan demikian sebenarnya rambu-rambu standardisasi dari pemerintah yang tertuang dalam akreditasi bagi lembaga pendidikan, hanyalah merupakan salah satu instrument untuk membantu stake holders mempersepsikan sebuah lembaga pendidikan. Di antara banyak definisi tentang mutu, untuk keperluan pengembangan sistem jaminan mutu, dapat mengacu pengertian menurut dari Crosby (1979) dan Salis (1993), bahwa mutu pendidikan tinggi adalah pencapaian tujuan pendidikan dan kompetensi lulusan yang telah ditetapkan oleh institusi pendidikan tinggi di dalam rencana strategisnya, atau kesesuaian dengan standar yang telah ditentukan. Jaminan mutu adalah keseluruhan aktivitas dalam berbagai bagian dari sistem untuk memastikan bahwa mutu produk atau layanan yang dihasilkan selalu konsisten sesuai dengan yang direncanakan/dijanjikan. Dalam jaminan mutu terkandung proses penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan pendidikan secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga seluruh stakeholders memperoleh kepuasan. Pendidikan tinggi memegang peran strategis dalam mengembangkan inovasi, karena lembaga pendidikan tinggi atau perguruan tinggi merupakan pusat sarana pengkajian dan penelaahan produk. Dengan demikian maka setiap perguruan tinggi selalu dituntut untuk dapat melahirkan gagasan, konsep bahkan teori baru melalui telaah dan kajian. Dalam hal pengelolaanpun perguruan tinggi harus selalu inovatif di bidang manajemen pendidikannya. Paradigma baru manajemen pendidikan tinggi menekankan pentingnya otonomi institusi yang berlandaskan pada akuntabilitas, evaluasi, dan akreditasi dan bermuara pada tujuan akhir peningkatan kualitas secara berkelanjutan. Di pihak lain, kecenderungan globalisasi, kebutuhan masyarakat dan tuntutan persaingan yang semakin ketat menuntut komitmen yang tinggi pada penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Pemahaman tersebut menegaskan perlunya perguruan tinggi termasuk perguruan tinggi swasta melaksanakan suatu manajemen mutu terpadu, termasuk di dalamnya sistem jaminan mutu pendidikan untuk menjamin agar mutu pendidikan di perguruan tinggi dapat dipertahankan dan ditingkatkan sesuai dengan yang direncanakan. Diperlukan terobosan-terobosan yang inovatif untuk dapat membentuk mutu pendidikan. Untuk itu diperlukan pemberdayaan seluruh sumber daya yang dimiliki dalam rangka untuk dapat mencapai pendidikan tinggi yang bermutu. Sistem jaminan mutu pendidikan di perguruan tinggi dapat ditujukan untuk membantu pencapaian visi dan misi melalui penjaminan mutu program dan pelayanan pendidikan,menetapkan peran seluruh komponen dalam penjaminan mutu pendidikan, memfasilitasi dan mengoordinasikan perbaikan mutu berkelanjutan, dan menjamin konsistensi dan efektifitas penjaminan mutu pendidikan. PEMBAHASAN Mutu Perguruan Tinggi Barnet (Gaspersz, 2005) menunjukkan, bahwa setidak-tidaknya ada empat pengertian atau konsep tentang hakikat perguruan tinggi : a. Perguruan tinggi sebagai penghasil tenaga kerja yang bermutu (qualified manpower). Dalam pengertian ini pendidikan tinggi merupakan suatu proses dan mahasiswa dianggap sebagai keluaran (output) yang mempunyai nilai atau harga (value) dalam pasaran kerja, dan keberhasilan itu diukur dengan tingkat penyerapan lulusan dalam masyarakat (employment rate) dan kadang-kadang diukur juga dengan tingkat penghasilan yang mereka peroleh dalam karirnya. b. Perguruan tinggi sebagai lembaga pelatihan bagi karier peneliti. Mutu perguruan tinggi ditentukan oleh penampilan/prestasi penelitian anggota staf. Ukuran masukan dan keluaran dihitung dengan jumlah staf yang mendapat hadiah/penghargaan dari hasil penelitiannya (baik di tingkat nasional maupun di tingkat internasional), atau jumlah dana yang diterima oleh staf dan/atau oleh lembaganya untuk kegiatan penelitian, ataupun jumlah publikasi ilmiah yang diterbitkan dalam majalah ilmiah yang diakui oleh pakar sejawat (peer group). c. Perguruan tinggi sebagai organisasi pengelola pendidikan yang efisien. Dalam pengertian ini perguruan tinggi dianggap baik jika dengan sumber daya dan dana yang tersedia, jumlah mahasiswa yang lewat proses pendidikannya (throughput) semakin besar. d. Perguruan tinggi sebagai upaya memperluas dan mempertinggi pengkayaan kehidupan. pertumbuhan jumlah mahasiswa dan variasi jenis program yang ditawarkan.Rasio mahasiswa-dosen yang besar dan satuan biaya pendidikan setiap mahasiswa yang rendah juga dipandang sebagai ukuran keberhasilan perguruan tinggi. Perguruan tinggi di Indonesia mengandung unsur-unsur dari keempatnya Sedangkan menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI No.232/U/2000, menyelenggarakan pendidikan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas. Perguruan tinggi menyelenggarakan pendidikan tinggi, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Sehingga manajemen perguruan tinggi berarti ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu pada satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi. Di Indonesia terdapat fenomena menarik terkait mutu pendidikan tinggi yang perlu dicermati, dari sejumlah lulusan perguruan tinggi di Indonesia menghadapi masalah ketidakmampuan lulusan tersebut untuk cepat beradaptasi dengan kebutuhan pasar kerja/dunia industri modern. Sehingga berakibat pada semakin meingkatnya jumlah pengangguran lulusan perguruan tinggi dari waktu terhadap tenaga kerja lulusan perguruan tinggi di luar negeri, baik itu tenaga kerja WNI maupun tenaga kerja asing. Mutu adalah paduan sifat-sifat barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan pelanggan, baik kebutuhan yang dinyatakan maupun yang tersirat. Jaminan mutu pendidikan di perguruan tinggi dilaksanakan dengan pendekatan siklus PDCA (Plan – Do – Check – Action) atau yang dikenal dengan Roda Deming, pada proses penyelenggaraan pendidikan. 1. Perencanaan Mutu (Plan) Plan berkaitan dengan perencanaan mutu, meliputi penetapan kebijakan mutu, penetapan tujuan mutu beserta indikator pencapaiannya, serta penetapan prosedur untuk pencapaian tujuan mutu. Apabila kebijakan mutu perguruan tinggi secara efisien menghasilkan lulusan dengan kompetensi yang relevan dengan kebutuhan stakeholder; maka upaya pemenuhan dinamika kepuasan stakeholder harus didukung oleh komitmen tinggi terhadap mutu oleh seluruh komponen yang terlibat dalam proses pendidikan. Berdasarkan kebijakan mutu tersebut, maka ditetapkan tujuan dan sasaran mutu yang sebaiknya meliputi : Bidang akademik berupa penjaminan dalam kualifikasi waktu penyelesaian studi mahasiswa dan masa tunggu kerja pertama setelah lulus, serta Bidang administrasi dan penunjang pendidikan berupa penjaminan prosedur rutin dilaksanakan secara efisien sesuai dengan standard operating procedure, staf administrasi bersifat ramah (friendly) dan siap membantu (helpful), serta lingkungan kampus yang kondusif Sedangkan untuk mengukur pencapaian tujuan mutu di perguruan tinggi ditetapkan indikator kinerja program pendidikan yang dikelompokkan menurut kategori input – process – output – outcome - impact. 2. Pelaksanaan (Do) Untuk menjamin mutu pendidikan, maka seluruh proses pendidikan, termasuk pelayanan administrasi pendidikan dilaksanakan sesuai dengan Standard operating procedure yang telah ditentukan. Harus diupayakan untuk mengendalikan seluruh proses pendidikan berdasarkan standard operating procedure tersebut, termasuk memberdayakan dosen, tenaga penunjang dan mahasiswa agar menjalankan peran masing-masing , memantau pelaksanaannya dan memberikan umpan balik kepada pihak terkait (dosen, tenaga penunjang dan mahasiswa) serta memastikan bahwa pelaksanaan pemberian reward dan punishment sesuai ketentuan yang berlaku. Berbagai infra struktur seperti borang, instrumen pemantauan dan check list disiapkan. Hal tersebut menuntut komitmen seluruh komponen terkait, seperti mahasiswa, dosen, tenaga penunjang dan unsur manajemen pada tugas dan fungsinya masing-masing. Ketersediaan sarana dan prasarana yang diperlukan juga merupakan prasyarat yang harus dipenuhi. Untuk itu keterpaduan program dan penganggaran juga perlu mendapat perhatian. Dalam hal ini penganggaran dan pembiayaan seluruh kegiatan yang berhubungan dengan jaminan mutu pendidikan terintegrasi dalam mekanisme Rencana Anggaran Tahunan pada tiap unit kerja. 3. Evaluasi (Check) dan Tindak Lanjut (Action) Evaluasi pelaksanaan proses pendidikan dan jaminan mutu di perguruan tinggi dilaksanakan dengan cara evaluasi diri secara periodik, internal audit terhadap pelaksanaan proses pendidikan dan hasilnya, serta evaluasi oleh pihak eksternal, dalam hal ini bisa oleh Badan Akrediasi Nasional (BAN-PT ). Kemudian ada tindaklanjut laporan dengan melakukan internal audit dan memberikan umpan balik/saran-saran perbaikan dengan berkoordinasi untuk penyiapan tenaga auditnya.. Hasil setiap proses tersebut di atas dikomunikasikan dan dibahas dalam pertemuan ilmiah jaminan mutu pendidikan yang dilaksanakan secara berjenjang serta secara bersama-sama dipertimbangkan bagaimana tindak lanjut untuk perbaikan berkelanjutan. Hal ini akan sangat berpengaruh dalam pembuatan program kerja dan penerimaan jumlah mahasiswa setiap tahun, mengingat penerimaan mahasiswa akan berpengaruh pada kondisi keuangan perguruan tinggi terutama perguruan tinggi milik swasta. Sebaliknya kondisi keuangan pasti akan berpengaruh pada kebijakan-kebijakan dan program-program yang akan dilakukan oleh perguruan tinggi. Dengan menggunakan roda Deming pengembangan manajemen operasional perguruan tinggi di Indonesia seperti dibawah ini Tahap Kedua Desain proses Pendidikan Tahap Pertama Riset Pasar untuk Tahap Ketiga Manajemen Perguruan mengetahui Tinggi Kebutuhan Menjalankan ProsesBelajar Mengajar secara Efektif dan Tahap Keempat Menyerahkan Lulusan yang Kompetitif Inovasi manajemen perguruan tinggi Pengelola perguruan tinggi di Indonesia sudah sewajarnya memahami perkembangan manajemen sistem modern, sehingga mampu mendesain, menerapkan, mengendalikan, dan meningkatkan kinerja sistem pendidikan tinggi yang memenuhi kebutuhan manajemen sistem modern. Hal ini dimaksudkan agar setiap lulusan dari perguruan tinggi mampu dan cepat beradaptasi dengan kebutuhan pasar kerja modern. Dengan demikian sebelum membahas tentang sistem pendidikan tinggi, perlu diketahui tentang konsep dasar sistem manajemen modern yang akan dipergunakan sebagai landasan utama untuk membahas sistem pendidikan tinggi modern di Indonesia. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 1999 tentang pendidikan tinggi tujuan pendidikan tinggi adalah : a. menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian; b. mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional. Untuk mencapai tujuan tersebut, penyelenggaraan kegiatan perguruan tinggi berpedoman pada : tujuan pendidikan nasional; kaidah, moral dan etika ilmu pengetahuan; kepentingan masyarakat; serta memperhatikan minat, kemampuan dan prakarsa pribadi. Patrick Dixon dalam bukunya Future Wise : Six Faces of Global Change (2003), Ia mengatakan masa depan bisnis dan kehidupan personal akan didominasi oleh 6 faktor yaitu fast (cepat), urban (pergeseran demografis), tribal (kesukuan), universal, radical dan ethical. Bila hal tersebut diaplikasikan dalam perguruan tinggi, maka ke depan perguruan tinggi harus mampu dan jeli melihat cepatnya perkembangan dunia, sehingga perguruan tinggi membutuhkan pemimpin yang mampu melihat ke depan. Perlu membuat perencanaan sejauh mungkin. Untuk menghadapi hal ini dunia pendidikan tinggi dituntut untuk lebih jeli dalam memanfaatkan perubahan atau lebih memperhatikan rencana yang akan dibuat di masa yang akan datang. Perguruan tinggi harus dapat memanfaatkan sumber-sumber daya yang dimiliki atau sumber daya potensial. Dengan terjadinya pergeseran demografis dan gaya hidup akan berdampak bisnis pada perguruan tinggi. Kecenderungan yang dinamis berubah-ubah, persaingan mendapatkan tenaga dosen (SDM) yang berkualitas, persaingan dalam merekrut lulusan-lulusan SMA / SMK yang berbakat, munculnya inovasi teknologi komunikasi dan informasi, pengaruh ekonomi yang berkembang dengan adanya terobosan-terobosan bisnis baru, ini semua akan mengubah pula pola paradigm perguruan tinggi. Fokus kegiatan pendidikan tinggi bergerak dari kegiatan social image kearah kegiatan quality image. Walaupun dunia sudah terglobalisasi, tribalisme seringkali masih menjadi kekuatan dahsyat. Tiap kelompok masyarakat atau perguruan tinggi yang sukses akan membentuk tim, sesuai karakter perguruan tinggi tersebut dan mereka memiliki kekuatan yang harus diperhitungkan. Ciri globalisasi yang ditandai dengan munculnya superbrand dan tekanan besar dalam mengelola perguruan tinggi yang lebih efisien dan efektif dengan menggunakan teknologi baru, berakibat pada realita globalisasi yang akan mendominasi hubungan antara perguruan tinggi dengan pesaingnya, karena itu perguruan tinggi harus merespons perubahan-perubahan eksternal. Faktor lingkungan internal perguruan tinggi diperbaiki agar menjadi kuat dan kompetitif agar perguruan tinggi tersebut dapat bertahan, dan bila diperlukan dapat melakukan merger, akuisisi, atau kemitraan. Muncul radikalisme berbagai hal. Apakah perguruan tinggi cukup radikal dalam mengglobalisasikan gaya manajemen dengan melakukan penempatan personalia yang tepat untuk tugas yang tepat, orientasi, pelatihan pendisiplinan serta penilaian kerja untuk perbaikan kinerja, serta pemberian imbalan yang baik dan promosi. Diperlukan upaya mempertahankan, memotivasi SDM yang berkualitas dan mempunyai kesadaran etika yang semakin tinggi, hal ini akan menjadi isu-isu kunci perguruan tinggi.. Perkembangan iklim organisasi pendidikan tinggi ini akan terealisasi jika ada hasrat, kemauan seluruh sivitas akademika pendidikan tinggi dalam melaksanakan inovasi. Inovasi tersebut dapat berupa program layanan, metode, teknologi, proses dan komponen lainnya. Inovasi tersebut harus diimplementasikan secara terus menerus dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi perguruan tinggi tersebut. Manajemen perguruan tinggi tentu sangat berperan dalam menyingkapi 6 faktor diatas (F.U.T.U.R.E), terutama dalam pengambilan keputusan atau dalam pemilihan strategi yang akan diambil dan membentuk citra suatu perguruan tinggi berkualitas di masyarakat. Untuk membentuk citra perguruan tinggi selain meningkatkan promosi dengan mengemas pendidikan dengan sedemikian rupa, yang tidak kalah pentingnya adalah meningkatkan kinerja manajemen perguruan tinggi, saat ini manajemen perguruan tinggi seharusnya memandang bahwa proses pendidikan tinggi adalah suatu yang dinamis, yang dimulai dari ide-ide untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas, pengembangan kurikulum, proses pembelajaran dan ikut bertanggungjawab untuk memuaskan penguna lulusan perguruan tinggi tersebut, termasuk memuaskan lulusan itu sendiri.. Penting bagi perguruan tinggi untuk memiliki kemampuan manajemen dan kapasitas perencanaan yang memadai. Desakan adanya akuntabilitas dan peningkatan efisiensi, risiko yang mungkin ditemui dalam membuat berbagai keputusan, dan standar kualitas yang dipersyaratkan memerlukan tingkat kapasitas manajemen dan kepemimpinan yang kompeten, termasuk peningkatan kualitas akademis yang berkelanjutan Dalam penerapan Total Quality Management in Education, Vincent Gaspersz mengutip dari Spanbauer (1992) tentang paradigma baru dan paradigma lama yang dianut oleh manajemen perguruan tinggi, sebagai berikut Paradigma Lama Paradigma Baru Hasil ujian tidak digunakan sebagai informasi untuk memberikan Mahasiswa menerima hasil ujian, bimbingan dan nasehat kepada pembimbingan, dan nasehat agar mahasiswa membuat pilihan-pilihan yang sesuai. Mahasiswa tidak diperlakukan sebagai Mahasiswa pelanggan pelanggan diperlakukan sebagai Keluhan mahasiswa ditangani dalam Keluhan mahasiswa ditangani secara bentuk defensive dan dengan cara cepat dan efisien negative Mahasiswa tidak di dorong untuk Terdapat sistem memberikan saran atau keluhan mahasiswa saran aktif dari Staf bagian pelayanan tidak Setiap bagian pelayanan menetapkan memperlakukan karyawan lain dan/atau kepuasan pelanggan sesuai kebutuhan mahasiswa sebagai pelanggan Tidak ada sistem tindak lanjut yang cukup atau tepat untuk mahasiswa dan alumni Mahasiswa dipandang sebagai inferior, tidak diperlakukan dengan rasa hormat, cara yang akrab dan penuh pertimbangan. Terdapat rencana tindak lanjut untuk penempatan lulusan dan peningkatan pekerjaan Mahasiswa diperlakukan dengan sopan, rasa hormat, akrab, penuh pertimbangan. Fokus manajemen pada pengawasan Fokus manajemen pada ketrampilan karyawan, sistem dan operasional kepemimpinan kualitas seperti : pemberdayaan dan partisipasi aktif karyawan Banyak keputusan manajemen dibuat Manajemen secara aktif tanpa masukan informasi dari karyawan mempromosikan kerjasama dan solusi dan mahasiswa masalah dalam unit kerja Sistem info rmasi usang dan tidak Sistem informasi memberikan laporan membantu manajemen. yang berguna untuk membantu manajemen dan dosen Staf administrasi kurang memiliki Staf administrasi bertanggung jawab tanggung jawab dan kesiapan untuk dan siap memberikan pelayanan dengan memberikan pelayanan yang sesuai cara yang mudah dan cepat guna Paradigma Lama dengan kebutuhan mahasiswa Paradigma Baru memenuhi kebutuhan mahasiswa Berdasarkan perubahan paradigma yang terjadi pada manajemen perguruan tinggi, maka ada beberapa strategi yang dapat digunakan oleh perguruan tinggi, meliputi : A. Strategi Integrasi 1. Integrasi ke depan, yaitu memiliki atau meningkatkan kendali atas distributor. Contoh : membuka tempat pendaftaran di sekolah atau tempat-tempat umum. 2. Integrasi kebelakang, yaitu mencoba memiliki atau meningkatkan kendali atas sekolah yang merupakan pemasok. Contoh : dengan membuka sekolah sendiri atau memberikan jasa konsultasi atau bantuan-bantuan kepada sekolah (bukan hanya berbentuk dana tetapi juga bimbinganbimbingan) 3. Integrasi horizontal, yaitu mencoba memiliki atau meningkatkan kendali atas para pesaing. Contoh : mengakuisisi perguruan tinggi lain B. Strategi Intensif 1. Penetrasi pasar, yaitu mencari pangsa pasar yang lebih besar untuk jasa yang sudah ada sekarang melalui usaha pemasaran atau promosi yang lebih gencar. Contoh : meluncurkan kampanye iklan untuk melesatkan posisinya melebih pesaing 2. Pengembangan pasar, yaitu memperkenalkan jasa yang diberikan ke wilayah geografi baru. Contoh : perguruan tinggi di Jakarta mengakuisisi perguruan tinggi di daerah. 3. Pengembangan produk, yaitu mencoba meningkatkan penerimaan mahasiswa dengan memperbaiki pelayanan yang ada atau mengembangkan yang baru. Contoh : membuka program studi baru. C. Strategi Diversifikasi 1. Diversifikasi konsentris, yaitu menambah jasa / pelayanan baru tetapi yang masih terkait. Contoh : membuka kursus-kursus atau pelatihan-pelatihan. 2. Diversifikasi horizontal, yaitu menambah pelayanan atau jasa baru, yang tidak terkait untuk pelanggan yang sudah ada. Contoh : Perguruan tinggi di Jakarta melakukan merger operasi dengan Perguruan Tinggi di daerah. 3. Diversifikasi konglomerat, yaitu menambah pelayanan atau jasa baru, yang tidak terkait untuk para pelanggan baru. Contoh : Perguruan tinggi mengakuisisi Perusahaan D. Strategi Defensif 1. Rasionalisasi biaya, yaitu merekstrukturisasi dengan cara mengurangi biaya dan asset agar dapat meningkatkan penjualan dan keuntungan. Contoh melakukan penghematan dengan jalan mematikan lampu-lampu apabila tidak dipakai, atau mem-PHK karyawan yang tidak perlu 2. Divestasi, yaitu menjual suatu divisi atau bagian dari Perguruan Tinggi. Contoh : menghapus satu atau beberapa bagian pada Perguruan Tinggi 3. Likuidasi, yaitu menjual semua aset sebuah Perguruan Tinggi secara bertahap sesuai dengan nilainya yang terlihat. Untuk menentukan jenis strategi yang akan digunakan, perguruan tinggi perlu mengetahui kondisi perguruan tinggi tersebut dengan melakukan analisis lingkungan internal dan eksternal perguruan tinggi. Dapat menggunakan analisis SWOT. Disamping itu, setelah melihat perkembangan dunia pendidikan tinggi yang sangat pesat dewasa ini seyogyanya manajemen perguruan tinggi meningkatkan kinerja perguruan tingginya karena apabila tidak, maka lambat laun perguruan tinggi tersebut akan tertinggal atau kalah bersaing dan bukan tidak mungkin akan tutup (likuidasi). Beberapa waktu lalu salah satu cara untuk meningkatkan nilai jual Perguruan tinggi adalah dengan memperoleh akreditasi yang dilakukan pemerintah melalui akreditasi program studi lewat Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinngi (BAN-PT). Tetapi melihat perkembangan perguruan tinggi saat ini hal ini tidak cukup memadai dan juga belum dapat dijadikan nilai jual karena kini perguruan tinggi berlomba mengemas dan menonjolkan beberapa program unggulan lain, diantaranya dengan melakukan kerjasama dengan dunia industri, kerjasama internasional dengan perguruan tinggi asing (melalui program transfer, sandwich, double degree), pengakuan dari organisasi profesi di luar negeri atau sertifikasi kendali mutu yang biasa dilakukan dunia industri (seperti ISO 9001). Untuk melakukan kerjasama internasional atau mendapat pengakuan organisasi profesi di luar negeri tentu saja sarana dan prasarana yang memadai untuk sebuah perguruan tinggi pun mutlak diperlukan. Seperti ruang kuliah dan peralatan yang mendukung, perpustakaan dengan buku yang memadai serta perpustakaan multimedia, laboratorium untuk disiplin ilmu yang memerlukan (komputer, bahasa, dan lain-lain), bengkel-bengkel percobaan untuk program studi-program studi, ruang ekspresi dan kreatifitas untuk mahasiswa mengembangkan diri dalam bidang seni dan budaya, aula atau auditorium untuk pelaksanaan seminar, atau kegiatan-kegiatan mahasiswa, lapangan olah raga, dan lain-lain. Penggunaan teknologi informasi dalam proses belajar mengajar pun mutlak diperlukan, sehingga mahasiswa tidak lagi tertinggal pada saat memasuki dunia kerja. Para tenaga pengajar pun dituntut memberikan kuliah dengan materi-materi yang up to date tidak lagi dengan sistem satu arah, tetapi diskusi-diskusi tentang perkembangan dunia dewasa ini dikaitkan dengan materi kuliah dan penerapannya dalam dunia usaha. Apabila hal tersebut dilakukan, bukan tidak mungkin setiap tahun para lulusan SMA dan SMK bersaing untuk masuk dalam perguruan tinggi tersebut, karena mereka akan dapat menerima apa yang mereka butuhkan dan terapkan dalam dunia kerja atau dapat membuka sendiri usaha-usaha baru. Demikian pula untuk para tenaga professional dapat mengembangkan diri melalui program pascasarjana sehingga nantinya dapat menduduki peran-peran strategis dalam perusahaan karena memiliki bekal kemampuan yang didapat. PENUTUP Dalam Undang-undang Dasar tahun 1945 dinyatakan bahwa setiap warga negara Indonesia mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak, dan pemerintah bertugas menyusun dan menyelenggarakan sistem pendidikan nasional yang diatur oleh negara. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional telah melakukan usaha-usaha perbaikan dalam pencapaian tujuan di bidang pendidikan, serta mengarah kepada mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Mutu pendidikan tinggi merupakan tuntutan, baik dari masyarakat umum, mahasiswa dan orang tua, serta pemerintah sebagai penanggung jawab pendidikan tinggi secara nasional. Mutu pendidikan bertujuan melindungi masyarakat agar mereka mendapatkan hasil pendidikan sesuai dengan yang dijanjikan oleh penyelenggara pendidikan tinggi. Arah dan tujuan Pendidikan Tinggi sesuai dengan tujuan pendidikan tinggi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 1999 tentang Pendidikan tinggi sebenarnya masih relevan sekarang ini hanya bagaimana manajemen perguruan tinggi menerjemahkan dalam realitas yang ada. Dalam menyingkapi F.U.T.U.R.E seperti digambarkan oleh Patrick Dixon, Manajemen perguruan tinggi perlu meningkatan kinerja perguruan tinggi yang merupakan hal yang sangat penting, selain itu perlu juga diperhatikan : o Dalam memilih strategi apa yang akan dipakai, sebaiknya perguruan tinggi terlebih dahulu melakukan analisis baik internal maupun eksternal sehingga dapat mengetahui kondisi perguruan tinggi tersebut dan dapat memilih strategi yang paling efektif. o Manajemen perguruan tinggi menjalankan sistem dengan efektif dan efisien serta mengorientasikan pada kemampuan menyesuaikan terhadap perubahan termasuk metode kerja, sistem, efektifitas dan kepekaan. o Melakukan perekrutan Tenaga Non Akademik yang berkualitas untuk menunjang kinerja perguruan tinggi. o Merekrut tenaga pengajar yang bukan hanya akademisi tetapi juga praktisi-praktisi dalam bidangnya. o Melakukan kerjasama dengan dunia usaha merupakan hal yang tidak dapat ditawar lagi, sehingga mahasiswa dapat dibekali bukan hanya teori tetapi juga praktek di dunia usaha sehingga saat lulus mereka telah menjadi tenaga yang siap pakai. o Penyesuaian kurikulum agar dapat diterima di dunia kerja (para mahasiswa juga para pengguna lulusan). Karena tantangan yang semakin berubah diperlukan produk yang siap pakai, oleh karena itu proses pembelajaran harus mengembangkan upaya penalaran, pemecahan masalah secara ilmiah serta menciptakan proses berpikir yang mampu mencari, mengolah dan menggunakan informasi sebagai kegiatan yang selalu melekat pada setiap kegiatan pembelajaran. o Perguruan tinggi menyediakan buku-buku yang up-to date (cukup lengkap) sehingga pengajar dan mahasiswa dapat mengetahui dan mempelajari hal-hal baru. (bukan hanya perpustakaan dalam bentuk buku tetapi juga perpustakaan dalam bentuk multimedia) o Menyediakan sarana dan prasarana pendukung lainnya yang memadai. REFERENSI BAN-PT, Konsep Akreditasi, http://www.ban-pt.or.id/id_konsep-akreditasi.htm 30 April 2011 Depdiknas, Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Tinggi, http://www.dikti.org/UUno20th2003-Sisdiknas.htm 20 April 2011 ------------, Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi, http://www.dikti.org/pp_60_th_1999.htm, 09 April 2011 Dixon, Patrick, Future Wise : Six Faces of Global Change, 2003 Gaspersz, Vincent , Penerapan Total Quality Managemen in Education (TQME) pada Perguruan Tinggi di Indonesia, http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/29/penerapan_total_quality_manage me.htm, 12 Mei 2011 Kartiwa, Asep, Akuntabilitas dan Standarisasi Kualitas Perguruan Tinggi Swasta di Daerah, Educare: Jurnal Pendidikan dan Budaya, http://educare.e-fkipunla.net , 09 Mei 2011 Sudiyono, Manajemen Pendidikan Tinggi, Rineka Cipta, 2004 Suyatno, prof, Dr, M.Pd, Pemberdayaan dan penguatan PTS dalam peningkatan mutu pendidikan, www.kopertis3.or.id/html/wp content/uploads/2008/09/suyatno.pdf, 15 Mei 2011