faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan informasi sosial

advertisement
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUNGKAPAN
INFORMASI SOSIAL DALAM LAPORAN TAHUNAN PADA PERUSAHAAN
LQ45 YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
Oleh
Saruwi*) dan Yogi Satria Prasetyo**)
Abstract
This study aimed to determine the effect of management ownership, leverage, firm
size and profitability of the social disclosure in the Company's Annual Financial
Statements listed in LQ45. The study population was all companies listed in the LQ45
and has been listed (listing) on the Indonesia Stock Exchange. Chosen as a population
group LQ45 companies for the purpose of distinguishing with previous research.
Sampling in this study using purposive sampling method, which takes a sample
that had been predetermined based on the intent and purpose of the study. Researchers
sampling defined two criteria, namely: a) companies that were visited are LQ45
companies that publish full financial statements (including the notes to the financial
statements) and annual reports through the Indonesia Stock Exchange website, b) firms
into the sample is LQ45 companies disclose social information through its annual
report.
Based on the analysis results can be drawn several conclusions, among others: a)
Managerial Ownership statistically significant positive effect on social disclosure, b)
Leverage levels are statistically significant negative effect on social disclosure; c)
Company size is statistically significant positive effect on social disclosure; d )
Profitability is not statistically significant effect on social disclosure.
Keywords: property management, leverage, firm size, profitability and social
disclosure
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR sebagai sebuah gagasan menjadikan
perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single
bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi
keuangannya (financial), tetapi CSR harus berpijak pada triple bottom lines yaitu juga
memperhatikan masalah sosial dan lingkungan (Daniri, 2008 dalam Novita dan
Djakman, 2008). Sejauh ini perkembangan akuntansi konvensional (mainstream
accounting) telah banyak di kritik karena tidak dapat mengakomodir kepentingan
masyarakat secara luas, sehingga muncul konsep akuntansi baru yang disebut sebagai
Social Responsibility Accounting (SRA) atau Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial.
Hasil penelitiannya Belkaoui (1989) menemukan hasil (1) pengungkapan sosial
mempunyai hubungan yang positif dengan kinerja sosial perusahaan yang berarti bahwa
perusahaan yang melakukan aktivitas sosial akan mengungkapkannya dalam laporan
sosial, (2) ada hubungan positif antara pengungkapan sosial dengan visibilitas politis,
dimana perusahaan besar yang cenderung diawasi akan lebih banyak mengungkapkan
informasi sosial dibandingkan perusahaan kecil, (3) ada hubungan negatif antara
pengungkapan sosial dengan tingkat financial leverage, hal ini berarti semakin tinggi
rasio utang/modal semakin rendah pengungkapan sosialnya karena semakin tinggi
110
|
JEMA Vol. 10 No. 1 Oktober 2012
tingkat leverage maka semakin besar kemungkinan perusahaan akan melanggar
perjanjian kredit.
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI), sebagaimana tertulis dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) No.1 (Revisi 1998) paragraph kesembilan secara implisit menyarankan untuk
mengungkapkan tanggung jawab akan masalah lingkungan dan sosial. Perusahaan dapat
pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan
laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri dimana faktorfaktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang
menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan
penting. Pernyataan PSAK di atas merupakan manifestasi kepedulian akuntansi akan
masalah-masalah sosial yang merupakan wujud pertanggungjawaban sosial perusahaan.
Pertanggungjawaban sosial bukan merupakan fenomena sosial baru, melainkan
merupakan akibat dari semakin meningkatnya isu lingkungan di akhir 1980-an
(Kumalahadi, 2000).
Fitriani (2001) dalam penelitiannya menemukan bahwa pengungkapan informasi
sosial dipengaruhi oleh size perusahaan, status perusahaan, profitabilitas dan KAP.
Penelitian Sembiring (2005) menemukan bahwa ukuran perusahaan, profile dan ukuran
dewan komisaris berpengaruh positif terhadap pengungkapan informasi sosial
perusahaan, namun tidak menemukan hubungan signifikan antara profitabilitas dan
leverage dengan pengungkapan informasi sosial. Anggraini (2006) menemukan
hubungan signifikan antara persentase kepemilikan manajemen dengan pengungkapan
informasi sosial, namun tidak berhasil membuktikan pengaruh ukuran perusahaan,
leverage dan profitabilitas terhadap kebijakan pengungkapan informasi sosial oleh
perusahaan.
Atas dasar penelitian-penelitian di atas, peneliti ingin mengetahui sejauh mana
perusahaan menunjukkan tanggung jawabnya terhadap kepentingan sosial dengan
memberikan informasi sosial serta faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan
perusahaan untuk mengungkapkan informasi sosial di dalam laporan tahunan pada
perusahaan-perusahaan yang terdaftar dalam LQ45 di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi pokok masalah dalam
penelitian ini diwujudkan dalam rumusan masalah penelitian seperti berikut: apakah
kepemilikan manajemen, tingkat leverage, ukuran perusahaan dan profitabilitas
memiliki pengaruh terhadap pengungkapan informasi sosial dalam Laporan Keuangan
Tahunan pada Perusahaan yang terdaftar dalam LQ45?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ukuran dewan
komisaris, tingkat leverage, ukuran perusahaan, dan tingkat profitabilitas perusahaan
berpengaruh signifikan terhadap jumlah informasi sosial yang diungkapkan baik secara
simultan maupun secara parsial.
1.4 Kontribusi Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis, perusahaan
serta peneliti selanjutnya.
JEMA Vol. 10 No. 1 Oktober 2012
|
111
1.
2.
3.
Sebagai bahan masukan apabila dimintai pendapat mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi pengungkapan informasi sosial dalam laporan tahunan pada
perusahaan-perusahaan yang terdaftar dalam LQ45 di Bursa Efek Indonesia.
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam mengambil
keputusan yang berkaitan dengan pengungkapan informasi sosial dalam laporan
tahunan.
Sebagai bahan masukan untuk menyempurnakan penelitian selanjutnya yang
sejenis.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hasil Penelitian Terdahulu
Susanto (1992) melakukan penelitian untuk menguji hubungan basis perusahaan,
waktu listing, dan tingkat kepemilikan saham oleh investor asing terhadap luas
corporate disclosure dalam laporan tahunan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa basis
perusahaan, waktu listing, dan size berpengaruh signifikan terhadap corporate
disclosures. Lang dan Lundholm (1993) meneliti determinan-determinan pilihan
pengungkapan sukarela, yang diukur dengan skor pengungkapan yang diberikan oleh
Financial Analisis Federation (FAF), hasil penelitian menunjukkan bahwa skor
pengungkapan lebih besar pada perusahaan yang kinerjanya lebih baik (khususnya
dengan return saham), untuk perusahaan yang lebih besar, untuk perusahaan yang
mempunyai return dan earningnya berhubungan lebih lemah antara return saham
tahunan dengan laba, dan untuk perusahaan yang menerbitkan sekuritas (Bambang
Suripto, 1998).
Utomo (2000) melakukan penelitian pengungkapan sosial pada perusahaan high
profile dan low profile pada laporan tahunan perusahaan 1998, hasil yang diperoleh
menunjukkan perusahaan high profile mengungkapkan lebih tinggi dari perusahaan low
profile, hasil yang sama dijumpai pada tema produk/konsumen. Namun hasil pengujian
secara parsial tidak signifikan pada teman kemasyarakatan dan tema ketangakerjaan.
Fitriani (2001) melakukan penelitian yang mempelajari signifikasi perbedaan tingkat
kelengkapan pengungkapan wajib dan sukarela pada laporan keuangan perusahaan
publik yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Hasil penelitian menemukan bahwa size
perusahaan, status perusahaan, jenis perusahaan ,net profit margin dan KAP mampu
mempengaruhi pengungkapan sukarela oleh perusahaan.
Penelitian Finch (2005) menunjukan bahwa motivasi perusahaan untuk
melakukan pengungkapan sosial lebih banyak dipengaruhi oleh usaha untuk
mengkomunikasikan kepada stakeholders mengenai kinerja manajemen dalam
mencapai manfaat bagi perusahaan dalam jangka panjang. Penelitian yang dilakukan
oleh Sembiring (2005) berusaha meneliti karakteristik perusahaan yang mempengaruhi
pengungkapan informasi sosial pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa secara simultan, tingkat pengaruh variabel
independen yaitu size, profitabilitas, profile, ukuran dewan komisaris dan leverage
mempengaruhi pengungkapan tanggung jawab sosial. Adapun secara parsial, tiga
variabel, yaitu size ,profile dan ukuran dewan komisaris berpengaruh signifikan
terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial, sedangkan profitabilitas dan leverage
pengungkapan tanggung jawab sosial, sedangkan profitabilitas dan leverage mempunyai
pengaruh yang tidak signifikan.
Anggraini (2006) meneliti pengaruh persentase kepemilikan manajemen, tingkat
leverage, tipe industri, biaya politis dan profitabilitas terhadap pengungkapan informasi
sosial pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek JakartaHasil penelitian ini, dua
112
|
JEMA Vol. 10 No. 1 Oktober 2012
variabel berpengaruh signifikan terhadap jumlah informasi sosial yang diungkapkan
yaitu kepemilikan manajemen dan tipe industri. Adapun tiga variabel lainnya yakni
tingkat leverage, biaya politis dan profitabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap
pengungkapan informasi sosial.
2.2 Tinjauan Teori
2.2.1 Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial
Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility
(CSR) adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan
perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan
stakeholders , yang melebihi tanggung jawab organisasi di bidang hukum (Darwin,
2004). Pertanggungjawaban sosial perusahaan diungkapkan di dalam laporan yang
disebut Sustainability Reporting . Sustainability Reporting adalah pelaporan mengenai
kebijakan ekonomi, lingkungan dan sosial, pengaruh dan kinerja organisasi dan
produknya di dalam konteks pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Darwin (2004) mengatakan bahwa Corporate Sustainability Reporting terbagi
menjadi 3 kategori yaitu kinerja ekonomi, kinerja lingkungan dan kinerja sosial.
Selanjutnya tiga kinerja utama ini akan dibagi dalam beberapa subkategori. Pembagian
Corporate Sustainability Reporting menurut Darwin dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1
Kategori dalam Corporate Sustainability Reporting menurut Darwin
Kategori
Aspek
Kinerja Ekonomi
Pengaruh ekonomi secara Pelanggan, pemasok, karyawan, penyedia modal dan sektor publik
langsung
Kinerja Lingkungan
Hal-hal
yang
terkait Bahan baku, energi, air, Keanekaragaman hayati (biodiversity),
dengan lingkungan
emisi, sungai, dan sampah, pemasok, produk dan jasa,
pelaksanaan, dan angkutan
Kinerja Sosial
Praktik Kerja
Keamanan dan keselamatan tenaga kerja, pendidikan dan
training , kesempatan kerja
Hak manusia
Strategi dan manajemen, non diskriminasi, kebebasan berserikat
dan berkumpul, tenaga kerja di bawah umur, kedisiplinan,
keamanan, dll.
Sosial
Komunitas, korupsi, kompetisi dan penetapan harga
Tanggung jawab terhadap Kesehatan dan keamanan pelanggan, iklan yang peduli
produk
Secara sempit, akuntansi pertanggungjawaban sosial didefinisikan hanya
mencakup menilai, mengukur, dan melaporkan dampak operasional perusahaan pada
masyarakat, tanpa mencakup program-program sosial yang diadakan oleh perusahaan.
Lee J. Seidler dan Lyn L. Seidler dikutip oleh Yuningsih (2001) mengatakan bahwa
"sebagai pedoman umum akuntansi pertanggungjawaban sosial merupakan modifikasi
dan penerapan oleh para akuntan berkenaan dengan keahlian teknik dan disiplin
akuntansi konvensional (keuangan dan manajerial)." Secara esensial, konsep ini
memandang akuntansi pertanggungjawaban sosial sebagai perluasan dari prinsip,
praktek, dan terutama keahlian dari akuntansi konvensional.
Menurut Belkaoui (1989), akuntansi pertanggungjawaban sosial adalah "Proses
pengurutan, pengukuran, dan pengungkapan pengaruh yang kuat dari pertukaran antara
JEMA Vol. 10 No. 1 Oktober 2012
|
113
suatu perusahaan dan lingkungan sosialnya." Freedman (1989) dalam Yuningsih (2001)
mengistilahkan akuntansi pertanggungjawaban sosial sebagai akuntansi sosial (social
accounting). "Akuntansi sosial tidak hanya mengungkapkan, mengukur, dan
menganalisa pengaruh atau konsekuensi sosial dan ekonomi dari prilaku atau kegiatan
operasional perusahaan, tetapi juga dari prilaku atau kegiatan pemerintahan". Menurut
Freedman lingkungan bisnis meliputi: sumber daya alam, masyarakat sekitar, orangorang yang dipekerjakan, pelanggan, pesaing, perusahaan dan kelompok-kelompok
yang membuat perjanjian.
Pada dasarnya tujuan akuntansi pertanggungjawaban sosial perusahaan adalah
menyediakan informasi yang memungkinkan dilakukan evaluasi pengaruh kegiatan
perusahaan kepada masyarakat. Pengaruh kegiatan perusahaan ini bisa negatif, yang
berarti menimbulkan biaya sosial pada masyarakat, atau positif, yang berarti
menimbulkan manfaat sosial pada masyarakat. Untuk lebih jelasnya tujuan akuntansi
pertanggungjawaban sosial perusahaan adalah untuk mengukur biaya dan manfaat sosial
dan kemudian melaporkan sehingga dapat diadakan pengaturan seperlunya agar
keuntungan sosial dapat menjadi maksimal.
2.2.2 Pelaporan Informasi Sosial dan Pemilihan Kebijakan Akuntansi
Pengungkapan dalam laporan keuangan dapat dikelompokkan menjadi dua bagian
yaitu pengungkapan wajib (Mandatory Disclosure) dan pengungkapan sukarela
(Voluntary Disclosure). (Darrough, 1993 dalam Na'im dan Rakhman, 2000).
Pengungkapan wajib merupakan pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh
standar akuntansi yang berlaku. Adapun pengungkapan sukarela merupakan pilihan
bebas manajemen perusahaan untuk memberikan informasi akuntansi dan informasi
lainnya yang dipandang relevan untuk keputusan oleh para pemakai laporan keuangan
tersebut. Menurut peraturan mengenai laporan keuangan yang ada di Indonesia hal
semacam ini dimungkinkan. Pengungkapan sosial perusahaan bersifat sukarela
(voluntary disclosure), yaitu diungkapkan oleh perusahaan secara sukarela tanpa
diharuskan oleh standar yang ada.
Setiap perusahaan memiliki karakteristik yang berbeda antara satu entitas dengan
entitas lainnya. Dalam penelitian ini, karakteristik perusahaan yang mempengaruhi
pengungkapan informasi sosial diproksikan dalam ukuran dewan komisaris, tingkat
leverage, ukuran perusahaan dan profitabilitas.
1. Kepemilikan manajerial
Semakin besar kepemilikan manajer di dalam perusahaan maka semakin
produktif tindakan manajer dalam memaksimalkan nilai perusahaan. Manajer
perusahaan akan mengungkapkan informasi sosial dalam rangka untuk
meningkatkan image perusahaan, meskipun ia harus mengorbankan sumber daya
untuk aktivitas tersebut (Gray et al, 1998).
2. Financial Leverage
Rasio leverage merupakan proporsi total hutang terhadap ekuitas pemegang
saham. Rasio tersebut digunakan untuk memberikan gambaran mengenai struktur
modal yang dimiliki perusahaan, sehingga dapat dilihat tingkat resiko tak
tertagihnya suatu utang. Semakin tinggi leverage, kemungkinan besar perusahaan
akan mengalami pelanggaran terhadap kontrak utang, maka manajer akan berusaha
untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi dibandingkan laba di masa depan.
Dengan laba yang dilaporkan lebih tinggi akan mengurangi kemungkinan
perusahaan melanggar perjanjian utang.
114
|
JEMA Vol. 10 No. 1 Oktober 2012
3. Ukuran Perusahaan (Size)
Bukti bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial dipengaruhi oleh ukuran
perusahaan telah ditemukan dalam penelitian sebelumnya. Menurut Meek, Roberts
dan Gray (1995) dalam Fitriani (2001) perusahaan besar mempunyai kemampuan
untuk merekrut karyawan yang ahli, serta adanya tuntutan dari pemegang saham dan
analis, sehingga perusahaan besar memiliki insentif untuk melakukan pengungkapan
yang lebih luas dari perusahaan kecil. Selain itu, perusahaan besar merupakan
emiten yang banyak disoroti, pengungkapan yang lebih besar merupakan
pengurangan biaya politis sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan.
Menurut Cowen et. al., (1987) dalam Sembiring (2005), secara teoritis
perusahaan besar tidak akan lepas dari tekanan, dan perusahaan yang lebih besar
dengan aktivitas operasi dan pengaruh yang lebih besar terhadap masyarakat
mungkin akan memiliki pemegang saham yang memperhatikan program sosial yang
dibuat perusahaan sehingga pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan akan
semakin luas.
4. Profitabilitas
Profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan
fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kepada pemegang
saham [Heinze (1976) Zalam Hackston & Milne (1996)]. Sehingga semakin tinggi
tingkat profitabilitas perusahaan maka semakin besar pengungkapan informasi
sosial. Hackston & Milne (1996) menemukan tidak ada hubungan yang signifikan
antara tingkat profitabilitas dengan pengungkapan informasi sosial. Belkaoui &
Karpik (1989) mengatakan bahwa dengan kepeduliannya terhadap masyarakat
(sosial) manajemen menghendaki untuk membuat perusahaan menjadi profitable .
Vence (1975) dalam Belkaoui & Karpik (1989) mempunyai pandangan yang
berkebalikan, bahwa pengungkapan sosial perusahaan justru memberikan kerugian
kompetitif (competitive disadvantage) karena perusahaan harus mengeluarkan
tambahan biaya untuk mengungkapkan informasi sosial tersebut.
Donovan dan Gibson (2000) menyatakan bahwa berdasarkan teori legitimasi,
salah satu argumen dalam hubungan antara profitabilitas dan tingkat pengungkapan
tanggung jawab sosial adalah bahwa ketika perusahaan memiliki tingkat laba yang
tinggi, perusahaan (manajemen) menganggap tidak perlu melaporkan hal-hal yang
dapat mengganggu informasi tentang sukses keuangan perusahaan. Sebaliknya, pada
saat tingkat profitabilitas rendah, mereka berharap para pengguna laporan akan
membaca "good news" kinerja perusahaan, misalnya dalam lingkup sosial, dan
dengan demikian investor akan tetap berinvestasi di perusahaan tersebut. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa profitabilitas mempunyai hubungan yang negatif
terhadap tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.
2.3 Hipotesis
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu dan tinjauan teori, maka dapat dirumuskan
hipotesis sebagai berikut :
H0
: Karakteristik pada perusahaan LQ45 tidak mempengaruhi pengungkapan sosial
dalam laporan tahunan.
H1
: Kepemilikan manajerial (MANJ) berpengaruh positif terhadap jumlah
informasi sosial yang diungkapkan.
H2
: Tingkat Leverage (LEV) berpengaruh negatif terhadap jumlah informasi sosial
yang diungkapkan.
H3
: Ukuran (SIZE) perusahaan berpengaruh positif pada karakteristik
pengungkapan sosial..
JEMA Vol. 10 No. 1 Oktober 2012
|
115
H4
: Profitabilitas (PROF) berpengaruh pengaruh positif terhadap jumlah informasi
sosial yang diungkapkan.
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar dalam LQ45 dan
telah terdaftar (listing) di Bursa Efek Indonesia. Dipilihnya kelompok perusahaan LQ45
sebagai populasi dimaksudkan untuk membedakan dengan penelitian sebelumnya.
Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode purposive sampling,
yaitu mengambil sampel yang telah ditentukan sebelumnya berdasarkan maksud dan
tujuan penelitian. Peneliti menetapkan dua kriteria pengambilan sampel, yaitu: 1)
perusahaan-perusahaan yang menjadi sampel adalah perusahaan LQ45 yang
mempublikasikan laporan keuangan lengkap (termasuk catatan atas laporan keuangan)
dan laporan tahunan melalui situs Bursa Efek Indonesia, 2) perusahaan-perusahaan yang
menjadi sampel adalah perusahaan LQ45 yang mengungkapkan informasi sosial melalui
laporan tahunannya.
3.2 Definisi Operasional Variabel
3.2.1 Kepemilikan Manajemen
Semakin besar kepemilikan manajer di dalam perusahaan maka semakin produktif
tindakan manajer dalam memaksimalkan nilai perusahaan. Manajer perusahaan akan
mengungkapkan informasi sosial dalam rangka untuk meningkatkan image perusahaan,
meskipun ia harus mengorbankan sumber daya untuk aktivitas tersebut (Gray, et. al.,
1998). Kepemilikan manajemen diukur berdasarkan prosentase kepemilikan saham
yang dimiliki pihak manajemen (Indra dan Dessy, 2004).
3.2.2 Tingkat Leverage (LEV)
Rasio leverage merupakan proporsi total hutang terhadap ekuitas pemegang
saham. Rasio tersebut digunakan untuk memberikan gambaran mengenai struktur modal
yang dimiliki perusahaan, sehingga dapat dilihat tingkat resiko tak tertagihnya suatu
utang. Variabel ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Diukur dengan rasio utang dibagi
ekuitas.
% LEV =
3.2.3 Ukuran Perusahaan (SIZE)
Menurut Meek, Roberts dan Gray (1995) dalam Fitriani (2001) perusahaan besar
mempunyai kemampuan untuk merekrut karyawan yang ahli, serta adanya tuntutan dari
pemegang saham dan analis, sehingga perusahaan besar memiliki insentif untuk
melakukan pengungkapan yang lebih luas dari perusahaan kecil. Selain itu, perusahaan
besar merupakan emiten yang banyak disoroti, pengungkapan yang lebih besar
merupakan pengurangan biaya politis sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan.
Diukur dengan total aset, yang selanjutnya dalam pengolahan data akan digunakan Ln
total aset seperti yang dilakukan dalam penelitian Hackston & Milne (1992). Variabel
ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
UPit = Ln (TAit)
Keterangan :
UP
: Ukuran Perusahaan i pada periode (tahun) t
TA
: Total aktiva perusahaan i pada periode (tahun) t
3.2.4 Profitabilitas
116
|
JEMA Vol. 10 No. 1 Oktober 2012
Profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan
fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kepada pemegang saham
[Heinze (1976) Zalam Hackston & Milne (1996)]. Sehingga semakin tinggi tingkat
profitabilitas perusahaan maka semakin besar pengungkapan informasi sosial.
Probitabilita diukur dengan Net Profit Margin.
Net Profit Margin =
3.2.5 Pengungkapan Sosial
Secara konseptual, pengungkapan merupakan bagian integral dari pelaporan
keuangan. Secara teknis, pengungkapan merupakan langkah akhir dalam proses
akuntansi yaitu penyajian informasi dalam bentuk seperangkat penuh statement
keuangan.Pengungkapan sosial yang di ungkapkan perusahaan merupakan informasi
yang sifatnya sukarela karena perusahaan memiliki kebebasan untuk mengungkapkan
informasi yang tidak diharuskan oleh badan penyelenggara pasar modal. Keleluasaan
tersebut terjadinya keragaman dalam kualitas pengungkapan diantara perusahaan publik
(Marwata 1999).
3.3 Model Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan tinjuan teori, maka model penelitian dapat
digambarkan sebagai berikut :
Kepemilikan manajerial
(MANJ)
H1
Tingkat Leverage
(LEV)
H2
Ukuran Perusahaan
(SIZE)
H3
Profitabilitas
(PM)
H4
Jumlah Informasi Sosial
yang Diungkapkan
(IS)
Gambar 2.1 Model Penelitian
Keterangan :
Dari skema diatas dapat dilihat bahwa karakteristik perusahaan yang mempengaruhi
pengungkapan informasi sosial diproksikan dalam ukuran dewan komisaris, tingkat
leverage, ukuran perusahaan dan profitabilitas.
3.4 Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan adalah model analisis regresi berganda
dengan bantuan Software SPSS for Windows. Penggunaan metode analisis regresi
dalam pengujian hipotesis, terlebih dahulu diuji apakah model tersebut memenuhi
asumsi klasik atau tidak.
3.4.1 Analisis Regresi
Teknik regresi linier berganda dilakukan terhadap model yang diajukan peneliti.
Hubungan antara karakteristik perusahaan dengan pengungkapan sosial perusahaan,
diukur dengan rumus, sebagai berikut:
IS = a + b1MANJ + b 2LEV+ b3SIZE + b4PROF + e
JEMA Vol. 10 No. 1 Oktober 2012
|
117
Keterangan:
IS
= Indeks pengungkapan informasi sosial
MANJ
= Kepemilikan Manajerial
LEV
= Tingkat Leverage
SIZE
= Ukuran Perusahaan
PROF
= Profitabilitas
a
= Konstanta
b1 ,…, b4
= Koefisien regresi
e
= error
3.4.2 Uji Normalitas Data
Bertujuan untuk mengetahui distribusi data dalam variabel yang digunakan dalam
penelitian. Data yang baik dan layak digunakan adalah data yang memiliki distribusi
data normal. Untuk menguji apakah data berdistribusi normal akan digunakan analisis
grafik probability plot dan Kolmogrov-Smirnov test.
3.4.3 Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik harus dilakukan untuk menghindari terjadinya estimasi yang
bias.
1. Uji Autokorelasi
Pengujian autokorelasi menggunakan Durbin Watson. Jika angka D-W diantara
-2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi (Singgih Santoso, 2000).
2. Uji Multikolinearitas
Deteksi multikolinieritas dilakukan dengan melihat nilai VIF (Variable
Inflation Factor). Batasan yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya
multikolineritas adalah nilai VIF >10.
3. Uji heterokedastisitas
Heteroskedastisitas diukur dengan metode plot, jika scatterplot menunjukkan
adanya titik-titik yang membentuk pola tertentu maka terjadi heteroskedastisitas.
Akan tetapi, bila menyebar di atas dan di bawah sumbu y, serta tidak membentuk
pola maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
3.4.4 Uji Hipotesis
Uji F digunakan untuk menunjukkan apakah semua variabel independen yang
dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama atau simultan
terhadap variabel dependen. Adapun uji t digunakan untuk menunjukkan seberapa jauh
pengaruh masing-masing variabel independen secara parsial terhadap variabel
dependen.
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Proses Seleksi Sampel
Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode purposive
sampling, yaitu mengambil sampel yang telah ditentukan sebelumnya berdasarkan
maksud dan tujuan penelitian. Berikut hasil seleksi sampel penelitian:
118
|
JEMA Vol. 10 No. 1 Oktober 2012
Tabel 4.1
Seleksi Sampel Penelitian
Kriteria Sampel
Jumlah
a. Perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2008-2009
391
b. Perusahaan tidak masuk dalam daftar LQ-45 secara berturut-turut
pada tahun 2008-2009
(368)
c. Perusahaan masuk dalam daftar LQ-45 secara berturut-turut pada
tahun 2008-2009
23
d. Perusahaan LQ-45 yang tidak mengungkapkan informasi sosial
melalui laporan tahunannya
(0)
e. Perusahaan memenuhi sampel
23
Sumber data: Data Diolah, tahun 2011
Dari hasil seleksi sampel sebagaimana tampak pada tabel 4.1, Perusahaan yang
terdaftar pada BEJ pada tahun 2008-2009 sebanyak 391 perusahaan. Dari 391
perusahaan, sebanyak 368 Perusahaan tidak masuk dalam daftar LQ-45 secara berturutturut pada tahun 2008-2009, sehingga terdapat 23 perusahaan yang terjaring sebagai
anggota sampel. Dari 23 perusahaan secara keseluruhan mengungkapkan informasi
sosial melalui laporan tahunannya. Jadi total perusahaan yang terpilih sebagai anggota
sampel sebanyak 23 perusahaan.
4.1.2 Statistik Deskriptif
Berikut disajikan statistik deskriptif atas data yang digunakan dalam penelitian.
Tabel 4.2
Statistik Deskriptif
Variabel
Kepemilikan Manajerial
Tingkat Leverage
Ukuran Perush
Profitabilitas
Pengungkapan Sosial
N
46
46
46
46
46
Kisaran
0,380
10,623
8,494
0,871
17
Min
Maks
0,000
0,123
11,299
-0,462
7
0,380
10,746
19,793
0,409
24
RataRata
0,057
3,305
17,201
0,141
13,348
Std.
Deviasi
0,106
3,746
1,896
0,138
4,254
Sumber : Data diolah, 2011
a. Kepemilikan Manajerial
Berdasarkan tabel 4.2, Kepemilikan Manajerial memiliki rata-rata sebesar
0,057 dengan nilai minimum sebesar 0,000 dan nilai maksimum sebesar 0,380.
Sedang kisaran Kepemilikan Manajerial berada pada nilai 0,380 dengan standar
deviasi sebesar 0,106.
b. Tingkat Leverage
Berdasarkan tabel 4.2, Tingkat Leverage memiliki rata-rata sebesar 4,214
dengan nilai minimum sebesar 0,123 dan nilai maksimum sebesar 23,281. Sedang
kisaran Tingkat Leverage berada pada nilai 23,158 dengan standar deviasi sebesar
5,551.
c. Ukuran Perusahaan
Berdasarkan tabel 4.2, Ukuran Perusahaan memiliki rata-rata sebesar 17,201
dengan nilai minimum sebesar 11,299 dan nilai maksimum sebesar 19,793. Sedang
kisaran Ukuran Perusahaan berada pada nilai 8,494 dengan standar deviasi sebesar
1,896.
JEMA Vol. 10 No. 1 Oktober 2012
|
119
d. Profitabilitas
Berdasarkan tabel 4.2, Profitabilitas memiliki rata-rata sebesar 0,141 dengan
nilai minimum sebesar -0,462 dan nilai maksimum sebesar 0,409. Sedang kisaran
Profitabilitas berada pada nilai 0,871 dengan standar deviasi sebesar 0,138.
e. Pengungkapan Sosial
Berdasarkan tabel 4.2, Pengungkapan Sosial memiliki rata-rata sebesar 13,348
dengan nilai minimum sebesar 7 dan nilai maksimum sebesar 24. Sedang kisaran
Pengungkapan Sosial berada pada nilai 17 dengan standar deviasi sebesar 4,254.
4.2 Hasil Analisis dan Pembahasan
Sebelum dilakukan analisis regresi linier berganda guna menguji hipotesis, perlu
terlebih dahulu untuk dilakukan serangkaian pengujian terhadap variable yang
digunakan dalam penelitian, antara lain Uji Normalitas dan Uji Asumsi Klasik.
4.2.1 Uji Normalitas
Hasil pengujian normalitas data dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut :
Tabel 4.3
Uji Normalitas
Variabel
Kepemilikan Manajerial
Tingkat Leverage
Ukuran Perush
Profitabilitas
Pengungkapan Sosial
Kolmogorov
SmirnovZ
1,217
0,954
0,699
1,079
1,266
p-value
0,097
0,342
0,713
0,195
0,081
Nilai
Kritis
> 0,05
> 0,05
> 0,05
> 0,05
> 0,05
Keterangan
Berdistribusi Normal
Berdistribusi Normal
Berdistribusi Normal
Berdistribusi Normal
Berdistribusi Normal
Sumber: data diolah, 2011
Hasil pengujian menunjukkan p-value semua model prediksi tidak signifikan
secara statistik pada : 5%, yang berarti bahwa semua berdistribusi normal
4.2.2 Uji Asumsi Klasik
Hasil uji asumsi klasik dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi menggunakan Durbin-Watson statistic (DW). Sebagai
pedoman, regresi OLS tidak mengandung autokorelasi jika nilai d disekitar 2
(Gujarati, 2003). Regresi OLS bebas autokorelasi positif atau negatif, jika nilai d
terletak diantara diantara -2 sampai +2. Berdasarkan hasil analisis regresi
sebagaimana tampak pada lampiran 4 didapat hasil dhitung sebesar 2,092, yang
menunjukkan bahwa model penelitian bebas autokorelasi.
b. Uji Heteroskedastisitas
Uji heroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji Glejser. Dengan
menggunakan uji Glejser, nilai absolut residual diregresikan pada tiap-tiap variabel
independen. Masalah heteroskedastisitas terjadi jika ada variabel yang secara
statistik signifikan. Hasil dari uji heteroskedastisitas bisa dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Variabel
Kepemilikan Manajerial
Tingkat Leverage
Ukuran Perush
Profitabilitas
t
p-value
Keterangan
-0,800
-1,192
1,411
-0,708
0,428
0,240
0,166
0,483
Tidak ada masalah heteroskedastisitas
Tidak ada masalah heteroskedastisitas
Tidak ada masalah heteroskedastisitas
Tidak ada masalah heteroskedastisitas
Sumber: data diolah, 2011
120
|
JEMA Vol. 10 No. 1 Oktober 2012
Hasil uji heteroskedastisitas menunjukkan bahwa tidak ada satupun variabel
independen yang mengalami masalah heteroskedastisitas. Semua variabel
independen memiliki nilai p value lebih besar dari 0,05.
c. Uji Multikolinieritas
Tabel 4.10
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Variabel
Kepemilikan Manajerial
Tingkat Leverage
Ukuran Perush
Profitabilitas
VIF
Tolerance
1,059
1,122
1,118
1,151
0,945
0,891
0,895
0,869
Nilai
Kritis
< 10
< 10
< 10
< 10
Keterangan
Tidak ada masalah Multikolinieritas
Tidak ada masalah Multikolinieritas
Tidak ada masalah Multikolinieritas
Tidak ada masalah Multikolinieritas
Sumber : data diolah, 2011
Berdasarkan hasil analisis yang diuraikan tersebut, tidak ada variabel
independen dalam penelitian ini yang memiliki nilai variance inflation factor (VIF)
lebih dari sepuluh dan tolerance yang mendekati angka 1 (satu). Nilai VIF variabel
independen berkisar antara 1,059 sampai dengan 1,151. Dengan demikian, hasil
analisis menunjukkan tidak adanya masalah multikolinier. Nilai VIF dari tiap-tiap
variabel independen bisa dilihat di tabel 4.10 yang menampilkan hasil uji
multikolinieritas variabel-variabel independen penelitian.
4.2.3 Pengujian Hipotesis
Tabel 4.11
Hasil Analisis Regresi Berganda
Variabel
Koefisien t-stat
Sig
(Constant)
1,446
MANJ
12,564
2,437
0,019
LEV
-0,329
-3,248
0,002
SIZE
0,753
2,545
0,015
PROF
-2,754
-0,668
0,508
F Test
= 5,826
Sig. F
= 0,001
R
= 0,602
R Square
= 0,362
Sumber : data diolah, 2011
Berdasarkan tabel 4.11 dapat ditulis persamaan sebagai berikut:
PS = 1,446 + 12,564 MANJ - 0,329 LEV + 0,753 SIZE - 2,754 PROF + e
(Sig. 0,019) (Sig. 0,002) (Sig. 0,015) (Sig. 0,508)
Untuk menguji hipotesis, maka dilakukan beberapa pengujian seperti dibawah
ini
d. F Test
Pengaruh variabel independen secara simultan terhadap variabel dependen
dapat dilihat dari nilai F hitung dan signifikansinya. Dari hasil pengolahan data
sebagaimana tabel 4.11 diperoleh nilai F hitung 5,826 dengan nilai signifikan yang
diperoleh adalah 0,001 lebih kecil dari taraf keyakinan 0,05. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa kepemilikan manajerial, tingkat leverage, ukuran perusahaan,
dan profitabilitas secara bersama-sama berpengaruh terhadap pengungkapan sosial.
e. Koefisien Determinasi (R Square)
Dari koefisien R Square pada tabel 4.11 diketahui bahwa hanya 36,2%
tingkat pengungkapan sosial yang dapat dijelaskan oleh keempat variabel
JEMA Vol. 10 No. 1 Oktober 2012
|
121
independennya dalam bentuk hubungan linear sedangkan 63,8% dijelaskan oleh
faktor lain diluar model.
f. Uji t
Uji t dilakukan untuk mengetahui pengaruh secara parsial ataupun individual
vairabel bebas terhadap variabel terikat. Berdasarkan tabel 4.12 dapat diketahui
pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secara parsial antara lain :
1. Kepemilikan Manajerial
Berdasarkan hasil pengujian didapatkan t uji sebesar 2,437 dengan tingkat
signifikansi sebesar 0,019, hal ini membuktikan bahwa Kepemilikan Manajerial
secara statistik berpengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan sosial pada
alfa 5%, sehingga H1 diterima. Hasil ini sesuai dengan penelitian Gray et al
(1998) yang menyatakan semakin besar kepemilikan manajer di dalam
perusahaan maka semakin produktif tindakan manajer dalam memaksimalkan
nilai perusahaan. Manajer perusahaan akan mengungkapkan informasi sosial
dalam rangka untuk meningkatkan image perusahaan, meskipun ia harus
mengorbankan sumber daya untuk aktivitas tersebut
2. Tingkat Leverage
Berdasarkan hasil pengujian didapatkan t uji sebesar -3,248 dengan
tingkat signifikansi sebesar 0,002, hal ini membuktikan bahwa Tingkat Leverage
secara statistik berpengaruh negatif signifikan terhadap pengungkapan sosial
pada alfa 5%, sehingga H2 diterima. Hasil ini sesuai dengan penelitian Watt &
Zimmerman (1990) dalam Scott (1997), Belkaoui & Karpik (1989) dalam
Anggraini (2006) yang menyatakan bahwa semakin tinggi leverage,
kemungkinan besar perusahaan akan mengalami pelanggaran terhadap kontrak
utang, maka manajer akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi
dibandingkan laba di masa depan. Dengan laba yang dilaporkan lebih tinggi akan
mengurangi kemungkinan perusahaan melanggar perjanjian utang. Manajer akan
memilih metode akuntansi yang akan memaksimalkan laba sekarang. Kontrak
utang biasanya berisi tentang ketentuan bahwa perusahaan harus menjaga tingkat
leverage tertentu (rasio utang/ekuitas), interest coverage, modal kerja dan ekuitas
pemegang saham. Oleh karena itu semakin tinggi tingkat leverage (rasio
utang/ekuitas) semakin besar kemungkinan perusahaan akan melanggar perjanjian
kredit sehingga perusahaan akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih
tinggi. Supaya laba yang dilaporkan tinggi maka manajer harus mengurangi
biaya-biaya termasuk biaya untuk mengungkapkan informasi sosial.
3. Ukuran Perusahaan
Berdasarkan hasil pengujian didapatkan t uji sebesar 2,545 dengan tingkat
signifikansi sebesar 0,015, hal ini membuktikan bahwa Ukuran Perusahaan
secara statistik berpengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan sosial pada
alfa 5%, sehingga H3 diterima. Hasil ini sesuai dengan penelitian Roberts dan
Gray (1995) dalam Fitriani (2001) dan Cowen et. al., (1987) dalam Sembiring
(2005) yang menyatakan bahwa perusahaan besar mempunyai kemampuan untuk
merekrut karyawan yang ahli, serta adanya tuntutan dari pemegang saham dan
analis, sehingga perusahaan besar memiliki insentif untuk melakukan
pengungkapan yang lebih luas dari perusahaan kecil. Disisi lain, perusahaan besar
merupakan emiten yang banyak disoroti, pengungkapan yang lebih besar
merupakan pengurangan biaya politis sebagai wujud tanggung jawab sosial
perusahaan. Selain itu, secara teoritis perusahaan besar tidak akan lepas dari
tekanan, dan perusahaan yang lebih besar dengan aktivitas operasi dan pengaruh
122
|
JEMA Vol. 10 No. 1 Oktober 2012
yang lebih besar terhadap masyarakat mungkin akan memiliki pemegang saham
yang memperhatikan program sosial yang dibuat perusahaan sehingga
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan akan semakin luas. Dari sisi
tenaga kerja, dengan semakin banyaknya jumlah tenaga kerja dalam suatu
perusahaan, maka tekanan pada pihak manajemen untuk memperhatikan
kepentingan tenaga kerja akan semakin besar. Program berkaitan dengan tenaga
kerja yang merupakan bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan, akan
semakin banyak dilakukan oleh perusahaan. Hal ini berarti program tanggung
jawab sosial perusahaan juga semakin banyak dan akan diungkapkan dalam
laporan tahunan
4. Profitabilitas
Berdasarkan hasil pengujian didapatkan t uji sebesar -0,668 dengan
tingkat signifikansi sebesar 0,508, hal ini membuktikan bahwa Profitabilitas
secara statistik tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sosial,
sehingga H4 ditolak. Hasil ini sesuai dengan penelitian Donovan dan Gibson
(2000) dalam Sembiring (2005) yang menyatakan bahwa berdasarkan teori
legitimasi, salah satu argumen dalam hubungan antara profitabilitas dan tingkat
pengungkapan tanggung jawab sosial adalah bahwa ketika perusahaan memiliki
tingkat laba yang tinggi, perusahaan (manajemen) menganggap tidak perlu
melaporkan hal-hal yang dapat mengganggu informasi tentang sukses keuangan
perusahaan. Sebaliknya, pada saat tingkat profitabilitas rendah, mereka berharap
para pengguna laporan akan membaca “good news” kinerja perusahaan, misalnya
dalam lingkup sosial, dan dengan demikian investor akan tetap berinvestasi di
perusahaan tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa profitabilitas
mempunyai hubungan yang negatif terhadap tingkat pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan
5. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepemilikan manajemen,
tingkat leverage, ukuran perusahaan dan profitabilitas terhadap pengungkapan informasi
sosial dalam Laporan Keuangan Tahunan pada Perusahaan yang terdaftar dalam LQ45.
Berdasarkan hasil analisis pada bab-bab sebelumnya dapat ditarik beberapa simpulan
antara lain:
1. Kepemilikan Manajerial secara statistik berpengaruh positif signifikan terhadap
pengungkapan sosial pada alfa 5% (t uji sebesar 2,437 dengan tingkat signifikansi
sebesar 0,019)
2. Tingkat Leverage secara statistik berpengaruh negatif signifikan terhadap
pengungkapan sosial pada alfa 5% (t uji sebesar -3,248 dengan tingkat signifikansi
sebesar 0,002).
3. Ukuran Perusahaan secara statistik berpengaruh positif signifikan terhadap
pengungkapan sosial pada alfa 5% (t uji sebesar 2,545 dengan tingkat signifikansi
sebesar 0,015)
4. Profitabilitas secara statistik tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan
sosial (t uji sebesar -0,668 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,508)
5. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu
a. Periode penelitian yang digunakan hanya 2 tahun yaitu tahun 2008-2009.
JEMA Vol. 10 No. 1 Oktober 2012
|
123
b. Hanya menggunakan perusahaan yan terdaftar dalam LQ-45 sebagai sampel
penelitian. Oleh karena itu, hasilnya masih belum dapat digeneralisir untuk
seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia bahkan perusahaan di
Indonesia.
5.2 Saran
1. Pada penelitian selanjutnya, diharapkan periode penelitian dapat lebih diperpanjang
2. Agar hasil penelitian dapat lebih di generalisir pada seluruh perusahaan, maka pada
penelitian selanjutnya obyek penelitian dapat lebih diperbanyak yaitu dengan
memasukkan seluruh perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, Fr.Reni Retno, 2006. “Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan
Tahunan (Studi Empiris pada Perusahaan-Perusahaan yang terdaftar Bursa Efek
Jakarta)”, Simposium Nasional Akuntansi IX , Padang.
Arifin Sabeni, 2002. “An Empyrical Analysis of The Relation Between The Board of
Director’s Composition and the Level of Voluntary Disclosure”, Prooceedings For
The Fifth Indonesian Conference On Accounting, No. 5 hal. 46-57.
Belkaoui, Ahmed and Philip G. Karpik, 1989. “Determinants of the Corporate Decision
to Disclose Sosial Information”, Accounting, Auditing and Accountability
Journal, Vol. 2 No. 1, p. 36- 51.
Chwastiak, Michele, 1999. “Deconstructing the Pincipal-Agent Model: A View From
the Bottom”, Critical Perspectives on Accounting , Vol. 10, p. 425-441.
Darwin, Ali, 2004. “Penerapan Sustainability Reporting di Indonesia”, Konvensi
Nasional Akuntansi V, Program Profesi Lanjutan , Yogyakarta.
Dellaportas, S.; Gibson, K.; Alagiah, R.; Hutchinson, M.; Leung, P and Von Homrigh,
2005. Ethics, Governance and Accountability: A Professional Perspective , John
Wiley and Sons, Milton.
Erlina dan Sri Mulyani, 2007. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan
Manajemen, USU Press, Medan.
Fitriany, 2001. “Signifikansi Perbedaan Tingkat Kelengkapan Pengungkapan Wajib dan
Sukarela pada Laporan Keuangan Perusahaan Publik yang terdaftar di Bursa Efek
Jakarta”, Simposium Nasional Akuntansi IV , Bandung.
Hadibroto, 1990. Masalah Akuntansi, Buku Empat, Lembaga Penerbit FEUI, Jakarta.
Kholis, Azizul dan Azhar Maksum, 2003. “Analisis Tentang Pentingnya Tanggung
Jawab dan Akuntansi Sosial Perusahaan (Corporate Responsibilities and Social
Accounting)”, Media Riset Akuntansi, Auditing dan Informasi , Vol.3 No.2, hal
101-132.
Komar, Seful, 2004. “Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial (Social Responsibility
Accounting) dan Korelasinya dengan Akuntansi Islam”, Media Akuntansi , Edisi
42/Tahun XI, hal. 54-58.
Lewis, Linda and Jeffrey Unerman, 1999. “Ethical Relativism: A Reason for
Differences in Corporate Social Reporting”, Critical Perspectives on Accounting ,
Vol. 10, p. 521-547.
Mangos, Nicholas C. and Neil R. Lewis, 1995. “A Socio-Economic Paradigm for
Analysing Managers’Accounting Choice Behaviour”, Accounting, Auditing and
124
|
JEMA Vol. 10 No. 1 Oktober 2012
Accountability Journal , Vol. 8 No. 1, p. 38-62. Mardiyah, Aida Ainul, 2002.
“Pengaruh Informasi Asimetri dan Disclosure terhadap Cost of Capital”, Jurnal
Riset Akuntansi Indonesia , Vol. 5 No. 2, Mei, hal. 229-256.
Marwata, 2001. “Hubungan Antara Karakteristik Perusahaan dan Kualitas Ungkapan
Sukarela dalam Laporan Tahunan Perusahaan Publik di Indonesia”, Simposium
Nasional Akuntansi IV , Bandung.
Meythi, 2005. “Konflik Keagenan : Tinjauan Teoretis dan Cara Menguranginya”, Jurnal
Ilmiah Akuntansi , Vol 4 No.2.
Naim, Ainun dan Fuad Rachman, 2000. “Analisis Hubungan antara Kelengkapan
Pengungkapan Laporan Keuangan dengan Struktur Modal dan Tipe Kepemilikan
Perusahaan”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia , Vol 15.No 1.hal.70-82.
*) Saruwi adalah dosen tetap Prodi Akuntansi FE Unisma
**) Yogi Satria Prasetyo adalah alumni prodi Akuntansi FE Unisma
JEMA Vol. 10 No. 1 Oktober 2012
|
125
Download