EFEKTIFITAS PROGRAM DA`I SIAGA BENCANA

advertisement
EFEKTIFITAS PROGRAM DA’I SIAGA BENCANA LEMBAGA
PENANGGULANGAN BENCANA DAN PERUBAHAN IKLIM (LPBI)
NAHDLATUL ULAMA
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Disusun Oleh:
AGUNG SULISTIONO NUGROHO
NIM. 1110051000108
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H / 2017 M
EFEKTIFITAS PROGRAM DA’I SIAGA BENCANA LEMBAGA
PENANGGULANGAN BENCANA DAN PERUBAHAN IKLIM (LPBI)
NAHDLATUL ULAMA
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Disusun Oleh:
AGUNG SULISTIONO NUGROHO
NIM. 1110051000108
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H / 2017 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang memiliki judul “Efektifitas Program Da’i Siaga Bencana
Lembaga Penanggulangan Bencana Dan Perubahan Iklim (LPBI) Nahdlatul
Ulama”, telah diujikan dalam sidang Munaqasah Fakultas Dakwah Dan Ilmu
Komunikasi pada tanggal 10 Februari 2017.
Skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Sarjana Sosial pada jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu
Dakwah Dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Jakarta, 10 Februari 2017
PANITIA SIDANG MUNAQASAH
Ketua Merangkap Anggota
Sekretaris Merangkap Anggota
Dr. Hj. Roudhanah, MA
NIP : 195809101987032001
Fita Fathurokhmah, M.Si
NIP : 19830610200912201
Anggota
Penguji I
Penguji II
Dr. Sihabudin Noor, MA
NIP : 196902211997021001
Burhanudin, Lc, MA
NIP : 196902052014111002
Pembimbing
Drs. S. Hamdani, MA
NIP : 195503091994031001
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama
: Agung Sulistiono Nugroho
NIM
: 1110051000108
Fakultas
: Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Jurusan
: Komunikasi dan Penyiaran Islam
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan Skripsi ini, saya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengimbangi dan
mempertanggungjawabkan.
2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain.
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli
atau tanpa izin penulisan.
4. Tidak melakukan manipulasi dan pemalsuan data.
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggungjawab atas
karya ini.
Jikalau dikemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya dan telah
melalui pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang
ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pertanyaan diatas, maka saya siap
untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikan pertanyaan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta, Februari 2017
Agung Sulistiono Nugroho
NIM : 1110051000108
ABSTRAK
Nama
: Agung Sulistiono Nugroho
NIM
: 1110051000108
LPBI NU (Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim
Nahdlatul Ulama) adalah lembaga sosial kemanusian yang bergerak di bidang
lingkungan hidup dan kebencanaan dan sebagai organisasi islam terbesar di
Indonesia yang mempunyai tanggung jawab dakwah mencoba menerapakan
bagaimana bisa melakukan penyadaran dimasyarakat akan ancaman bencana
melalui program dakwah yaitu program Da’i Siaga Bencana di Desa Argomulyo,
Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman-Yogyakarta.
Penelitian ini, adalah untuk melihat bagaimana pelaksanaan dakwah
program Da’i Siaga Bencana, bagaimana tingkat kesadaran masyarakat sebelum
dan sesudah pelaksanaan program Da’i Siaga Bencana dan bagaimana efektifitas
program Da’i Siaga Bencana Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan
Iklim (LPBI) Nahdlatul Ulama.
Penelitian ini menggunakan Metode kualitatif. Data-data yang diperoleh
dari pelaksanaan penelitian adalah data tulisan dan verbal (lisan) bukan data
nominal atau yang menunjukkan angka-angka. Dalam menganalisis data penulis
menggunakan metode deskriptif analisis.
Data – data yang terkumpul melalui obvservasi, wawancara, dan
dokumentasi dilapangan kemudian dianalisis dengan mengacu pada teori yang di
kemukan oleh F.X Swarto dimana pengukuran ke efektifan meliputi : pendekatan
tujuan, pendekatan teori system dan pendekatan teori multiple konstituensi.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa : 1. Pelaksanaan kegiatan
dakwah meliputi sosialisasi, pelatihan, simulasi dan pendampingan masyarakat, 2.
Tingkat kesadaran masyarakat sebelum dilakukan proram bersifat anomous,
hetromous dan sosionomous, 3. Setelah dilakukan program masyarakat terdapat
peningkatan pengetahuan masyarakat baik teori ataupun tingkat kesiap-siagaan
masyarakat, 4. Ke-efektifan program terlihat pada adanya perubahan atau
tindakan masyarakat dalam merespon bencana.
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi tentang
“Efektifitas Program Da’i Siaga Bencana Lembaga Penanggulangan
Bencana Dan Perubahan Iklim (LPBI) Nahdlatul Ulama”. Shalawat serta
salam semoga tetap dan akan terus tercurahkan untuk Nabi Muhammad SAW,
manusia pilihan yang pribadinya selalu menjadi tauladan bagi kita semua, kepada
keluarganya, kepada sahabatnya sampai kepada para pengikutnya.
Penulis menyadari betul bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada
segenap pihak-pihak tersebut, yang diantaranya adalah:
1. Dr. Arief Subhan MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi. Suparto M.Ed, Ph.D, selaku Wakil Dekan Bidang Akademik.
Dr. Hj. Roudhanah MA, selaku Wakil Dekan Bidang Administrasi dan
Suhaimi M.Si, selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.
2. Drs. Masran MA, selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam dan
Fita Fathurokhmah SS, M.si, selaku Sekertaris Jurusan Komunikasi Dan
Penyiaran Islam.
3. Prof. Dr. Murodi MA, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang selalu
memberikan masukan dan membantu penulis selama proses perkuliahan.
4. Drs. S. Hamdani MA, selaku dosen pembimbing yang dengan tulus
memberikan dukungan dan bimbingan kepada penulis serta nasihat – nasihat
yang luar biasa yang semoga bermanfaat bagi penulis
ii
5. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Universitas
Islam
Negeri
Syarif
Hidayatullah
Jakarta
yang
sangat
berkontribusi dalam memberikan ilmu serta pengetahuan yang tiada terkira
kepada penulis selama menjalani studi.
6. Pimpinan dan Karyawan Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi Fakultas
7. Bapak Muhamad Ali Yusuf Selaku Ketua lembaga, TIM TD LPBI NU, PW
Yogyakarta LPBI NU, Pengurus Pusat LPBI NU yang selalu membantu dan
memberikan masukan kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan
skripsi ini.
8. Ucapan terima kasih terdalam penulis sampaikan kepada Kedua Orangtua
Bapak Bambang Sulistiono Dan Ibu Mursinah yang tak kenal lelah berjuang,
membantu, mendoakan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dan
keluarga besar H. Sepel yang terus memberi kebahagiaan, bahwa bahagia
tidak selalu dengan senyum dan tawa tapi esensi kebersamaan kita.
9. Keluarga besar KMPLHK RANITA yang sudah menjadi keluarga kedua
penulis dan memberikan banyak pelajaran berharga, yang juga memberikan
masukan kepada penulis, penelitian ini secara khusus saya dedikasikan kepada
organisasi yang banyak memberikan penulis pelajaran berharga
Serta tidak lupa penulis sampaikan rasa terima kasih penulis kepada aparatur
pemerintahan Kelurahan Argomulyo dan Bapak Alfian selaku Narasumber
yang dengan senang hati menerima penulis untuk melakukan penelitian ini.
iii
10. Sahabat–sahabat seperjuangan yang telah lebih dulu menyelesaikan masa
studinya Abdurahman, Fityan Aunilah, Abdulah Ihksan, Sumantri, Sehab
Budianto,
Boby
Gunaman,
Kurniawan
Prasetyo
dan
teman
teman
seperjuangan KPI D 2010 sehingga menjadi motivasi penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
11. Nurma Elita Sari yang selalu memotivasi penulis saat penulis sedang jenuh
dalam menyelesaikan skripsi ini, terima kasih atas semua yang telah di
lakukan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
12. Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, Saya ucapkan terima
kasih dengan tidak mengurangi rasa hormat.
Akhir kata, penulis memahami bawasannya tak ada satupun di dunia ini yang
sempurna, tak terkecuali skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kepada pembaca berkenan memberikan saran yang membangun guna memberikan
koreksi pada skripsi ini dan diadakan perbaikan untuk penulisan berikutnya.
Jakarta, Februari 2017
Agung Sulistiono Nugroho
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK
................................................... ............................ i
KATA PENGANTAR ................................................... ............................ ii
DAFTAR ISI
BAB I
................................................... .......................... ..v
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah......................................................... 1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ........................................ 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................... 7
D. Metodologi Penelitian ............................................................ 9
E. Tinjauan Pustaka.................................................................... .14
F. Sistematika Penulisan ............................................................ .17
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Pengertian Efektifitas.................................. .......................... 19
B. Pengertian Dakwah dan Unsur Dakwah ...... .......................... 21
C. Pengertian Efektifitas Dakwah .................... .......................... 32
D. Pengertian Bencana dan Penanggulangan Bencana................. 38
E. Pengertian Program Da’i............................. .......................... 41
F. Pengertian Meningkatkan Kesadaran Masyarakat................... 43
BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA PENANGGULANGAN
BENCANA DAN PERUBAHAN IKLIM
NAHDLATUL ULAMA (LPBI NU)
A. Profil Lembaga Penanggulangan Bencana dan
Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI NU) ....................... 46
B. Sejarah Berdirinya LPBI NU.................................................. 47
C. Visi dan Misi LPBI NU.......................................................... 51
v
D. Struktur Kepengurusan LPBI NU........................................... 52
E. Tugas Pokok, Fungsi, dan Strategi Fungsional LPBI NU ....... 55
F. Program dan Kegiatan LPBI NU ............................................ 57
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Pelaksanaan Kegiatan Dakwah Program
Da’i Siaga Bencana LPBI NU ..................... .......................... 60
B. Tingkat Kesadaran Masyarakat Sebelum Mengikuti Program
Da’i Siaga Bencana LPBI NU ..................... .......................... 63
C. Tingkat Kesadaran Masyarakat Setelah Mengikuti Program
Da’i Siaga Bencana LPBI NU ..................... .......................... 66
D. Efektifitas Dakwah Yang Dilakukan LPBI NU
Melalui Program Da’i Siaga Bencana.......... .......................... 68
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................ 75
B. Saran-saran ........................................................................ ...78
DAFTAR PUSTAKA
.............................................................................. 80
LAMPIRAN
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada hakekatnya dakwah Islam merupakan aktualisasi imani yang
dimanifestasikan dalam suatu sistematika kegiatan manusia beriman, dalam
bidang kemasyarakatan yang dilakukan secara teratur untuk mempengaruhi cara
merasa, berfikir, bersikap dan bertindak manusia pada dataran kenyataan
individual dan sosiakultural dalam rangka mengusahakan terwujudnya ajaran
Islam dalam segi kehidupan manusia dengan menggunakan cara tertentu.
Dakwah menurut Quraish Shihab “Dakwah merupakan seruan atau
ajakan kepada keinsyafan atau usaha mengubah situasi kepada situasi yang
lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat.
Perwujudan dakwah bukan sekadar usaha peningkatan pemahaman dalam
tingkah laku dan pandangan hidup saja, tetapi juga menuju sasaran yang
lebih luas. Apalagi pada masa sekarang ini, ia harus lebih berperan menuju
kepada pelaksanaan ajaran Islam secara lebih menyeluruh dalam berbagai
aspek.”1
Sebagai pelaksanaan ajaran Islam, tugas dakwah suatu kewajiban yang di
emban oleh setiap orang muslim menyampaikan kebenaran yang ada dalam AlQur’an dan As-Sunnah sudah menjadi konsekuensi seorang yang menganggap
dirinya beriman walaupun yang disampaikan itu hanya satu ayat. Oleh karena itu,
diperlukan beragam cara dalam syiar dan dakwah untuk menegakan ayat-ayat
Allah swt di muka bumi ini tidak hanya melakukan dakwah dilakukan di depan
mimbar dengan berceramah.
1
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu Dalam
Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 2001), hal. 194.
1
1
2
“Salah satu cara yang efektif dalam membentuk dan membawa
perubahan yang baik di masyarakat dengan menanamkan nilai-nilai
keislaman yaitu adanya peranan da’i atau pendakwah. Hal ini bertujuan
agar terciptanya individu, keluarga dan masyarakat untuk menjadikan
Islam sebagai pola pikir dan pola hidup agar tercapai kehidupan yang
bahagia baik di dunia maupun di akhirat.”2
Da’i adalah orang yang dibebani tugas untuk berdakwah kepada umat
manusia, untuk menyampaikan ajaran Islam yang selama ini hadir di tengahtengah masyarakat dengan peran aktifnya.
Sebagai pendakwah, da’i dituntut untuk bisa menyampaikan kebaikan atau
dakwahnya dimana pun ia berada, sekalipun di daerah rawan bencana seperti
Indonesia. Hal ini dilakukan agar da’i atau pendakwah mampu mengambil
peranan dalam memulihkan mental masyarakat pasca bencana serta upaya
meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana dengan
memasukkan nilai agama sebagai entry point terciptanya perubahan sosial yang
baik di masyarakat.
Berdasarkan letak geografis dan kondisi geologis, Indonesia menjadi salah
satu negara yang sangat berpotensi sekaligus rawan bencana, berbagai macam
bencana telah banyak terjadi mulai dari banjir, kebakaran, gunung berapi,
tsunami, angin ribut dan lain-lain. Oleh karena itu, Indonesia memiliki kebutuhan
program penanggulangan bencana yang signifikan akan program penanggulangan
bencana yang terintergrasi disemua tingkatan, dari tingkat masyarakat sampai
ketingkat nasional. Bencana yang telah menimpa bangsa Indonesia telah
menimbulkan
korban
jiwa
manusia
yang
tidak
sedikit,
kerusakan
lingkungan,kerugian harta benda, terganggunya kehidupan sosial ekonomi,
rusaknya prasarana dan struktur sosial, adanya lonjakan kebutuhan dasar serta
2
Rosidi, Dakwah Sufistik Kang Jalal, ( Jakarta: Paramadina, 2004), cet. Ke- I, hal. 1.
3
dampak sikologis dan pengungsian besar-besaran yang memunculkan banyak
persoalan sendiri.
Dalam Al-Qur’an, Surat Al-Baqarah ayat 156, bencana dijelaskan dengan
berbagai macam istilah, diantaranya mengenai musibah.:
ْ ‫ﻟﱠاَﺬ ِ ﯾْﻦ َإِذ َا أَﺻ َﺎﺑَﺘْﮭُﻢ‬
Artinya : “(Yaitu) Orang-orang yang apabila tertimpa musibah, mereka
mengucapkan Sesungguhnya aku ini milik Allah dan sesungguhnya
aku akan kembali kepada-Nya.”
Musibah adalah “sesuatu yang tidak sesuai kebiasaan. Dalam pengertian
ini musibah mencakup segala peristiwa yang berdampak negatif dan positif
sekaligus. Walaupun menurut kebiasaan musibah selalu diletakan pada peristiwa
yang berdampak negatif saja.”3
Islam juga mempunyai konsep dalam Pengurangan Resiko Bencana (PRB)
yang di gambarkan dalam bentuk siklus, masing – masing tahapan mitigasi
bencana dalam Islam mempunyai landasan normatif yang diambil dalam AlQur’an sebagai sumber hukum. Sebagaimana gambar 1.1 dibawah ini :
Gambar 1.1
Siklus Pengurangan Resiko Bencana (PRB)
3
Sihabuddin Muhammad ibn Abdillah al-Husaini al- Alusi, Ruh al- Ma’ani fi tafsiri alQur;ani al-Adzim wa as—sab’u al-Matsani, jilid 20, (Bairut: dar Ihya’ al-turats al-Arabi, t.t), hal.
337.
4
Pendekatan dalam Pengurangan Resiko Bencana dalam perspektif Islam
juga selaras dengan yang dikonsepsikan oleh Hyogo Framework For Action.
Bahwa Pengurangan Resiko Bencana (PRB) diartikan sebagai segala bentuk
kegiatan untuk meminimalkan jatuhnya korban jiwa dan hilang atau rusaknya
asset serta harta benda baik melalui upaya mitigasi bencana (Pencegahan,
peningkatan kesiapsiagaan) ataupun mengurangi kerentanan (fisik, material, sosial
kelembagaan, prilaku atau sikap). Model Pengurangan Resiko Bencana yang
banyak dianut dan menjadi acuan ahli kebencanaan adalah apa yang tertulis dalam
Hyogo Framework For Action (HFA) 2005 – 2015: Building The Resilience Of
Nation And Communities To Disasters. Di dalam HFA tersebut disebutkan bahwa
Pengurangan Resiko Bencana (PRB) dilakukan dengan mengintegrasikan dalam
kebijakan kebijakan yang berkelanjutan dengan memasukan unsur Pengurangan
Resiko Bencana yang menekankan pada pencegahan bencana, mitigasi,
kesiapsiagaan dan mengurangi kerentanan.
Terkait dengan hal tersebut di atas, komunitas atau organisasi
kemasyarakatan berperan penting dalam rangka pengurangan resiko bencana.
Nahdlatul Ulama (NU) sebagai salah satu lembaga sosial keagamaan terbesar di
Indonesia mempunyai peranan strategis bagi usaha penanggulangan bencana
berbasis masyarakat melihat posisi dan peran NU selama ini, maka keterlibatan
NU akan semakin mempercepat sosialisasi, desiminasi maupun pendidikan
manejemen resiko bencana bagi masyarakat. NU didirikan tahun 1926 oleh Kyai
(ulama) yang berpengaruh di Indonesia. Saat ini NU memiliki 100 juta anggota
yang mayoritas berada di daerah pedesaan dan memiliki struktur organisasi dari
5
tingkat nasional sampai ke pedesaan, seperti pendakwah, guru, nelayan, petani,
pedagang, dan di pemerintahan seperti di eksekutif, legislatif dan yudikatif.
“Dalam melaksanakan tugasnya, Nahdlatul Ulama mempunyai 14
badan otonom dan 18 lembaga. Salah satu lembaga yang dimiliki oleh
Nahdlatul Ulama adalah Lembaga Penanggulangan Bencana dan
Perubahan Iklim NU (LPBI NU). Lembaga Penanggulangan Bencana dan
Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI NU) adalah lembaga yang secara
struktural-organisatoris merupakan pelaksana kebijakan dan program
Nahdlatul Ulama di bidang penanggulangan bencana, perubahan iklim,
dan pelestarian lingkungan. Pembentukan LPBI NU disepakati pada
Muktamar NU ke-32 di Makassar tahun 2010. Semangat ini kemudian
dikukuhkan dan ditetapkan dalam rapat pleno harian PBNU untuk
membentuk LPBI NU. Setelah Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama di
Jombang tahun 2015 dibentuk kepengurusan baru PP. LPBI NU
berdasarkan SK No. 19/A.II.04/09/2015.”4
Sebagai wujud dari tanggung jawab dakwah NU untuk perkembangan dan
dakwah Islam di Indonesia, NU melalui LPBI NU mempunyai program da’i siaga
bencana. Da’i Siaga Bencana merupakan wujud dari komitmen dan aksi konkrit
NU dalam rangka jihad pengurangan resiko bencana, sehingga seminimal
mungkin jika terjadi bencana bisa dihindari sejak dini serta upaya meningkatkan
kapasitas masyarakat tanggap bencana.
Melalui
da’i siaga bencana juga
diharapkan isu keagamaan dapat menjadi entry point bagi pengurangan resiko
bencana, isu penyelamatan dan konservasi lingkungan, mengingat agama
merupakan salah satu penghambat bahkan merupakan rem bagi hasrat manusia
yang ingin melakukan hal – hal yang merusak. Pada kondisi seperti ini, da’i siaga
bencana dituntut menyampaikan dakwahnya kepada masyarakat dengan cara-cara
yang menyejukkan
dan bukan saatnya lagi da’i melakukan dakwah dengan
pendekatan yang menyalahkan masyarakat dengan terjadinya bencana. Hal ini
4
Situs LPBI NU, “Tentang LPBI NU”, diakses pada Tanggal 21 januari 2016 dari
http://lpbi-nu.org/tentang-kami/.
6
dilakukan untuk mencapai kefektifan dakwah da’i siaga bencana terhadap
masyarakat.
Da’i Siaga Bencana sudah banyak melakukan kegiatannya di berbagai
lokasi rawan bencana di Indonesia salah satu daerah yang menjadi lokasi dakwah
dalam rangka pengurangan resiko bencana adalah di daerah Kabupaten SlemanYogyakarta. Daerah Sleman merupakan daerah yang rawan bencana dengan
ancaman bencananya ialah gunung merapi. Gunung merapi merupakan gunung
api teraktif didunia, resiko bencananya pun tak bisa di abaikan. Apalagi sekeliling
merapi merupakan wilayah padat pendunduk. Patut di catat bahwa letusan merapi
tahun 2010 menjadi letusan terbesar sepanjang sejarah meletusnya gunung
merapi, kini merapi memang sedang dalam ketenangan namun bukan berarti
kewaspadaan akan erupsi harus diabaikan.
Dengan melihat dari latar belakang masalah yang telah di paparkan penulis
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Efektifitas Program Da’i
Siaga Bencana Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim
(LPBI) Nahdlatul Ulama”.
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini penulis membatasi fokus pada efektifitas program
Da’i Siaga Bencana Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim
(LPBI) Nahdlatul Ulama dalam meningkatkan kesadaran masyarakat menghadapi
ancaman bencana di Kelurahan Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten
Sleman-Yogyakarta.
7
2. Rumusan Masalah
Agar pembahasan berfokus pada satu permasalahan penulis membatasi
penelitian ini pada kajian efektifitas program Da’i Siaga Bencana Lembaga
Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Nahdlatul Ulama dalam
meningkatkan kesadaran masyarakat menghadapi ancaman bencana di Kelurahan
Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman-Yogyakarta, adapun
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana pelaksanaan kegiatan program Da’i Siaga Bencana Lembaga
Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Nahdlatul Ulama?
b. Bagaimana kesadaran masyarakat sebelum mengikuti program Da’i Siaga
Bencana Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI)
Nahdlatul Ulama?
c. Bagaimana kesadaran masyarakat setelah mengikuti program Da’i Siaga
Bencana Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI)
Nahdlatul Ulama?
d. Bagaimana
efektivitas
program
Da’i
Siaga
Bencana
Lembaga
Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Nahdlatul Ulama?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui pelaksanaan kegiatan program Da’i Siaga Bencana
Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI)
Nahdlatul Ulama.
8
b. Untuk mengetahui kesadaran masyarakat sebelum mengikuti program
Da’i Siaga Bencana
Lembaga
Penanggulangan Bencana
dan
Perubahan Iklim (LPBI) Nahdlatul Ulama.
c. Untuk mengetahui kesadaran masyarakat setelah mengikuti program
Da’i Siaga Bencana
Lembaga
Penanggulangan Bencana
dan
Perubahan Iklim (LPBI) Nahdlatul Ulama.
d. Untuk mengetahui efektivitas program Da’i Siaga Bencana Lembaga
Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Nahdlatul
Ulama.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini sebagai berikut :
a. Manfaat Akademis
1. Penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bisa menjadi acuan
akademik bagi penelitian-penelitian yang memiliki kesamaan
dalam objek yang dikaji serta dapat menambah khazanah
kepustakaan mengenai efektifitas dakwah dalam bidang di Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dan menjadi pengembangan ilmiah dari ilmu komunikasi
dan dakwah itu sendiri.
2. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi acuan bagi
pengembangan ilmu dalam konteks kebencanaan maupun dalam
rangka penanggulangan bencana di Indonesia khususnya.
9
b. Manfaat Praktis
1. Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran dalam meningkatkan efektifitas dakwah terkait cara dan
metode dakwah dalam sebuah program penanggulangan bencana
yang kelak akan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat
menghadapi ancaman bencana.
2. Menambah wawasan bagi mahasiswa dan elemen masyarakat luas
serta
praktisi
dakwah
maupun
organisasi
dalam
bidang
penanggulangan bencana.
D. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan metode kualitatif dan di analisis
mengunakan metode deskriptif analisis yakni, penelitian yang bermaksud untuk
memahami fenomena apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan dan lain lain. Secara holistik, dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang
alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.5
Dalam penelitian ini penulis berusaha memahami pelaksanaan, tingkat
kesadaran masyarakat sebelum-sesudah dan efektifitas program Da’i Siaga
Bencana Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI)
Nahdlatul Ulama dalam meningkatkan kapasitas masyarakat tanggap bencana di
5
Lexy J. Moleong. Metedologi Penelitian Kualitatif ( Bandung: Remaja Rosda
Karya,2009), h.6.
10
Kelurahan Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman-Yogyakarta
dikarenakan daerah ini sangat rentan akan potensi ancaman bencana yang datang
dari gunung merapi.
2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara bertahap sampai penulis mendapatkan data
yang diperlukan dimulai pada bulan Juli 2016 hingga Februari 2017, penulis
melakukan pengamatan, perizinan sampai tahap pengumpulan data yang
dilakukan secara incidental (sesuai keperluan dalam melengakapi data).
Lokasi yang digunakan sebagai tempat penelitian adalah Sekertariat
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Yogyakarta dan kegiatan dakwah program
da’i siaga bencana di Kelurahan Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten
Sleman –Yogyakarta.
3. Subjek dan Objek Penelitian
a. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah Lembaga Penanggulangan Bencana
Dan Perubahan Iklim ( LPBI ) Nahdlatul Ulama.
b. Objek Penelitian
Objek Penelitian ini adalah efektifitas program Da’i Siaga Bencana
dalam meningkatkan kesadaran masyarakat mengahadapi ancaman
bencana di Kelurahan Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten
Sleman-Yogyakarta.
11
4. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
a. Pengamatan ( Observasi )
Metode
observasi
“yaitu
untuk
memperoleh
dan
mengumpulkan data dengan melakukan pengamatan dan
pencatatan langsung dilapangan serta
sistematis terhadap
fenomena – fenomena yang muncul dan mempertimbangkan
hubungan antara aspek dalam fenomena yang diselidiki.”6
Metode observasi merupakan metode pertama yang digunakan
dalam melakukan penelitian ini. Penulis akan mengamati objek yang
diteliti, yakni bagaimana pelaksanaan program sampai dengan tingkat
kesadaran masyarakat sebelum- sesudah dan efektifitas program Da’i
Siaga Bencana Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim
(LPBI) Nahdlatul Ulama dalam meningkatkan kapasitas masyarakat
tanggap bencana di Kelurahan Argomulyo, Kecamatan Cangkringan,
Kabupaten Sleman-Yogyakarta.
b. Wawancara atau Interview
Wawancara adalah “sebuah proses memperoleh keterangan untuk
tujuan penelitian dengan tanya jawab sambil bertatap muka antara
pewawancara dengan orang yang diwawancarai.”7
Penulis melakukan tanya-jawab secara langsung dengan orangorang
yang
terlibat
program
Da’i
Siaga
Bencana
6
E. Kristi Poerwandri, Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi,
(Jakarta:LPSP3-UI,1998) hal. 62.
7
Moh Nazim, Metode Penelitian, (Bandung: Ghalia Indonesia, 1999), hal.234.
Lembaga
12
Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Nahdlatul Ulama
dalam penelitian ini penulis akan mewawancarai Bapak Dimas Prasetyo
selaku Bendahara Pengurus Wilayah LPBI NU Yogyakarta serta Bapak
Alfian salah satu
masyarakat yang menerima program tersebut di
Kelurahan Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman Yogyakarta dengan tujuan untuk mendapatkan keterangan secara jelas
sesuai dengan tujuan penelitian ini. Sedangkan teknik wawancara yang
digunakan adalah wawancara semistruktur yakni campuran antara
wawancara berstruktur dan tidak berstruktur. Hal ini bertujuan untuk
memberikan kebebasan kepada narasumber dalam menjawab pertanyaan
yang diberikan namun tetap terarah pada masalah yang diangkat.
c. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu pencarian sumber data berupa catatan – catatan
resmi LPBI NU yang berupa buku- buku, foto-foto, ataupun jurnal yang
berhubungan dengan penelitian ini. Pada penelitian ini penulis berusaha
mengumpulkan dokumentasi terkait program dai siaga bencana baik
berupa foto, video, buku – buku.
5. Teknik Pengolahan Data
Untuk mendapatkan data-data dan informasi yang sesuai dengan pokok
permasalahan yang di rumuskan, penulis menggunakan metode deskriptif
kualitatif, “yaitu peneliti menganalisis data yang di peroleh dari hasil wawancara,
13
catatan dari lapangan dan buku-buku dengan cara menggambarkan dan
menjelaskan yang disertai dengan kutipan kutipan data” 8
Dalam buku Metodologi Penelitian Kualitatif karya Lexy J. Moleong
terhadap pendapat yang dikemukakan oleh Bogdan dan Tylor bahwa “metodologi
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata – kata tertulis atau lisan dari orang – orang dan perilaku yang diamati.”9
Alasan penulis menulis teknik pengolahan data secara kualitatif adalah
demi memudahkan proses penelitian. Data-data yang diperoleh dari pelaksanaan
penelitian adalah data tulisan dan verbal (lisan) bukan data nominal atau yang
menunjukkan angka-angka.
“Pendekatan yang digunakan karena beberapa pertimbangan yaitu bersifat
luwes atau fleksibel, tidak terlalu rinci, tidak lazim mengidentifikasi suatu konsep,
serta memberi kemungkinan bagi perubahan – perubahan manakala ditemukan
fakta yang lebih mendasar, menarik, dan unik bermakna dilapangan.”10
6. Teknik Analisis Data
Data – data yang terkumpul melalui obvservasi, wawancara, dan
dokumentasi dilapangan kemudian dianalisis dengan mengacu pada landasan
teoritis. Fase ini merupakan proses penyederhanaan bentuk data agar mudah
dibaca dan dipahami. Setelah itu disusun menjadi laporan penelitian.
8
Lexy. J Melong,Metodologi Penelitian Kualitatif, (bandung. PT. Rosdakarya, 2004),
cet. Ke-18, hal.6
9
Lexy J. Moleong. Metedologi Penelitian…, hal.4.
10
Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Grafindo Persada),
hal.39.
14
7. Pedoman Penulisan
Penulisan skripsi ini mengacu pada buku pedoman penulisan karya ilmiah
(Skripsi, Tesis dan Disertasi) yang ditentukan oleh CeQDA (Center for Quality
Development and Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2007, Tim Penyusun : Hamid Nasuhi, Ismatu Ropi, Oman
Fathurahman, M. Syairozi Dimyati, Netty Hartati, Syopiansyah Jaya Putra.
E. Tinjauan Pustaka
Sebelum melakukan penelitian ini, salah satu langkah awal yang dilakukan
adalah mencari dan menelaah hasil karya atau penelitian terdahulu sebagai bahan
acuan penulis menulis penelitian ini, adapun sumber primer yang menjadi acuan
penulis adalah :
1.
“Bagaimana Menjadi Eksekutif yang Efektif” ditulis oleh Peter F. Ducker,
tahun 1986. Dalam buku ini membahas mengenai efektititas.
2. “Pengantar Ilmu Dakwah” ditulis oleh Basrah Lubis, tahun 1993. Dalam buku
ini membahas mengenai pengertian dan unsur dakwah.
3. “Dakwah Islam dan Perubahan Sosial” ditulis oleh Amrullah Ahmad, tahun
1985. Dalam buku ini membahas mengenai dakwah meningkatkan kesadaran
masyarakat.
4. “Da’i Siaga Bencana – Pandua Praktis Dakwah Pengurangan Risiko Bencana”
yang disusun oleh Ellyasa KH. Darwis dkk, tahun 2011. Dalam buku ini
membahas mengenai program Da’i Siaga Bencana.
15
5. “Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat dalam Perspektif Islam” yang
disusun oleh A. Fawa’id Syadzili dkk, tahun 2007. Dalam buku ini membahas
mengenai bencana dan penanggulangan bencana.
Adapun beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan penulis sebagai
berikut:
1. “Aktivitas Dakwah Dra. Hj. Sinta Nuriya Abdurahman Wahid Dalam
Memperjuangkan Hak Hak Perempuan Di Yayasan Puan Amal Hayati” yang
ditulis Abdaue Azizah, Mahasiswa jurusan Komunikasi Dan Penyiaran Islam
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013. Dari judul skripsi tersebut,
terdapat persamaan mengenai aktivitas dakwahnya namun memiliki perbedaan
dengan judul skripsi yang sedang penulis lakukan. Perbedaan tersebut terletak
pada pokok permasalahan yang dikaji dimana judul skripsi tersebut meneliti
aktivitas dakwah Dra. Hj. Sinta Nuriya Abdurahman Wahid dalam
memperjuangkan hak – hak perempuan, sedangkan penulis membahas
efektifitas program Da’i Siaga Bencana Lembaga Penanggulangan Bencana
dan Perubahan Iklim (LPBI) Nahdlatul Ulama dalam meningkatkan kapasitas
masyarakat
tanggap
bencana
di
Kelurahan
Argomulyo,
Kecamatan
Cangkringan, Kabupaten Sleman-Yogyakarta.
2. “Efektifitas Model Dakwah Religi Pada Penderita Psikotropika Di Lembaga
Permasyarakatan Khusus Narkotika Kelas II A Cirebon (Studi Kasus Di
Lapassustik Kelas II A Cirebon)” yang ditulis Juhaeria Apriatin, Mahasiswa
jurusan Komunikasi Dan Penyiaran Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Syekh Nurjati Cirebon Tahun 2012. Dari judul skripsi tersebut, terdapat
persamaan mengenai Efektivitas dakwah namun memiliki perbedaan dengan
16
judul skripsi yang sedang penulis lakukan. Perbedaan tersebut terletak pada
pokok permasalahan yang dikaji dimana judul skripsi tersebut meneliti untuk
mengetahui bagaimana pelaksanaan dakwah, membuktikan respon, serta
menjelaskan sejauhmana efektifitas model dakwah religi terhadap penderita
psikotropika psikotropika di Lapassustik Cirebon, sedangkan penulis
membahas bagaimana pelaksanaan, tingkat kesadaran masyarakat sebelumsesudah
dan
efektifitas
program
Da’i
Siaga
Bencana
Lembaga
Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Nahdlatul Ulama
dalam meningkatkan kapasitas masyarakat tanggap bencana di Kelurahan
Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman-Yogyakarta.
3. “Efektifitas Dakwah Lembaga Tilawah Qur’an (LPTQ) DKI Jakarta Melalui
Program Musabaqah Tilawatul Qur’an (MTQ)” yang ditulis oleh Silma
Mausuli, Mahasiswa jurusan Komunikasi Dan Penyiaran Islam UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2010. Dari judul skripsi tersebut, terdapat
persamaan mengenai efektivitas dakwah dari sebuah lembaga melalui sebuah
program namun memiliki perbedaan dengan judul skripsi yang sedang penulis
lakukan. Perbedaan tersebut terletak pada pokok permasalahan yang dikaji
dimana judul skripsi tersebut meneliti aktivitas dakwah LPTQ DKI Jakarta
Melalui Program Musabaqah Tilawatul Qur’an (MTQ), sedangkan penulis
membahas efektifitas program Da’i Siaga Bencana Lembaga Penanggulangan
Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Nahdlatul Ulama dalam meningkatkan
kapasitas masyarakat tanggap bencana di Kelurahan Argomulyo, Kecamatan
Cangkringan, Kabupaten Sleman-Yogyakarta.
17
4. “Efektifitas Metode Dakwah Mauidzoh Hasanah Dalam Pembinaan Akhlak
Santri At-Taqwa Putra Bekasi” yang ditulis oleh Dedeh Mahmudah,
Mahasiswa
jurusan
Komunikasi
Dan
Penyiaran
Islam
UIN
Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2008. Dari judul skripsi tersebut, terdapat
persamaan mengenai efektivitas dakwah dalam membentuk manusia ke arah
lebih baik dengan judul skripsi yang sedang penulis lakukan. Perbedaan
tersebut terletak pada pokok permasalahan yang dikaji dimana judul skripsi
tersebut meneliti efektifitas dakwah mauidzoh hasannah, sedangkan penulis
membahas efektifitas program Da’i Siaga Bencana Lembaga Penanggulangan
Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Nahdlatul Ulama dalam meningkatkan
kapasitas masyarakat tanggap bencana di Kelurahan Argomulyo, Kecamatan
Cangkringan, Kabupaten Sleman-Yogyakarta.
F. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I
Pendahuluan membahas latar belakang masalah, pembatasan dan
rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi
penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.
BAB II
Landasan Teoritis membahas mengenai pengertian efektifitas,
pengertian dakwah dan unsur dakwah, pengertian efektifitas
dakwah, pengertian bencana dan penanggulangan bencana,
pengertian program da’i, pengertian meningkatkan kesadaran
masyarakat.
BAB III
Gambaran Umum Lembaga Penanggulangan dan Perubahan
Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI NU) menjelaskan profil, sejarah,
18
visi dan misi, struktur kepengurusan, tugas pokok, fungsi dan
strategi fungsional serta program dan kegiatan LPBI NU.
BAB IV
Temuan dan Analisis Data, bab ini inti dari penelitian dimana
penulis menjelaskan pelaksanaan kegiatan dakwah program Da’i
Siaga Bencana LPBI NU, tingkat kesadaram masyarakat sebelum
mengikuti program Da’i Siaga Bencana LPBI NU, tingkat
kesadaram masyarakat setelah mengikuti program Da’i Siaga
Bencana LPBI NU dan efektifitas dakwah yang dilakukan
Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI)
Nahdlatul Ulama melalui program Da’i Siaga Bencana berdasarkan
data – data yang sudah di dapat.
BAB V
Penutup, kesimpulan dan saran-saran.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Pengertian Efektifitas
Efektifitas diambil dari kata “efek” yang berarti akibat atau pengaruh,
sedangkan efektif berarti adanya pengaruh atau adanya akibat serta
penekanannya jadi sesuatu. Jadi “efektifitas” berarti keberpengaruhan atau
keadaan berpengaruh (keberhasilan setelah melakukan sesuatu).1 Efektivitas
berhubungan dengan penentuan apakah tujuan yang telah ditetapkan telah
tercapai atau tidak. Tim penyusunan kamus pusat pembinaan dan pengembangan
bahasa, menuliskan bahwa efektifitas adalah keberpengaruhan (keberhasilan)
setelah melakukan sesuatu.2 Efektifitas menunjukan pada keberhasilan dari segi
tercapai tidaknya sasaran yang telah diterapkan. Hasil yang semakin mendekati
sasaran berarti semakin tingginya efektivitasnya.3
Menurut Jhon M. Echols dan Hasan Shadily dalam kamus inggris dan
Indonesia, efektifitas secara epitimologi berasal dari kata efektif artinya berhasil
guna.4
Menurut ensiklopedia umum, efektifitas menunjukan taraf tercapainya
tujuan usaha, dikatakan efektif kalau usaha itu mencapai tujuan. Secara ideal
1
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa (P3B) Departamen
Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka Depdikbud,
1995), cet ke-7, edisi ke-2, hal.250.
2
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa (P3B) Departamen
Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar…, hal.250.
3
Ensikiopedia Nasional Indonesia (Jakarta: Cipta Adi Pusaka, 1995), jilid ke-5, hal.12.
4
Jhon M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris – Indonesia, ( Jakarta : Balai
Pustaka Depdikbud, 1995), cet ke -8, hal. 250.
19
19
20
keefektifan adalah pencapaian prestasi dari tujuan, taraf efektifitas dapat
dinyatakan dalam ukuran yang pasti.5
Dennis Mc. Quail, efektifitas secara teori komunikasi berasal dari bahasa
efektif. Artinya terjadi sebuah perubahan atau tindakan. Sebagai akibat diterima
suatu pesan, dan perubahan terjadi dari segi hubungan antara keduanya yakni
pesan yang diterima dan tindakan tersebut.6
Peter F. Drucker, salah satu tokoh yang memberikan perhatian besar
terhadap efektifitas mengatakan bahwa efektifitas dapat dan harus di pelajari
secara sistematis, sebab ia bukanlah bentuk keahlian yang lahir secara alamiah.
Efektifitas kerja dapat diwujudkan melalui sebuah rangkaian kerja, latihan intens,
terarah dan sistematis, bekerja dengan cepat sehingga menghasilkan kreatifitas.7
Dalam upaya mengukur sejauh mana tingkat efektifitas, F.X Swarto
mengemukakan bahwa terdapat tiga pendekatan dalam pengukuran keefektifan,
yaitu :
1. Pendekatan tujuan, yaitu pendekatan yang menekankan pada pentingnya
pencapaian tujuan sebagai kriteria penilaian keefektifan.
2. Pendekatan teori sistem, yaitu pendekatan yang menekankan pada pentingnya
adaptasi tuntunan sebagai kriteria penilaian keefektifan sehingga satu elemen
dan sejumlah elemen saling tergantung.
5
A. B. Prinnodigdo dan Hasan Shadely, Ensiklopedi Umum, (Yogyakarta: Kainisius,
1990). hal.51.
6
Dennis Mc. Quail, Teori Komunikasi Suatu Pengantar (Jakarta: Erlangga Pratama,
1992), hal. 281.
7
Peter F. Druker, Bagaimana Menjadi Efektif Yang Efektif (Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya,
1986), hal. 5.
21
3. Pendekatan teori multiple konstituensi, organisasi dapat dikatakan efektif bila
dapat memenuhi dari konstituensi yang pendukung kelanjutan eksistensi
organisasi tersebut.8
Dari pengertian di atas menunjukan bahwa efektifitas merupakan suatu
tingkat keberhasilan dari segi tercapai dan tidaknya sasaran atau tujuan yang
telah di tetapkan. Hasil yang mendekati sasaran atau tujuan berarti semakin
tinggi tingkat keefektifannya.
Dalam pengukuran keefektifan, penulis menggunakan pendekatan dan
teori yang di kemukakan oleh F.X. Swarto yang meliputi 3 pendekatan yaitu :
1. Pendekatan tujuan.
2. Pendekatan teori system.
3. Pendekatan teori multiple konstituensi.
B. Pengertian Dakwah dan Unsur Dakwah
1. Pengertian Dakwah
Dakwah berasal dari kata da’wah yang merupakan bentuk masdar dari
da’a-yad’u yang berarti seruan, ajakan atau panggilan.9
Seruan ini dapat dilakukan melalui kata – kata atau perbuatan.
Dalam Al-Qur’an banyak ayat yang berkaitan dengan dakwah, baik
menyangkut materi, metedologi, subjek maupun objeknya. Secara bahasa, dakwah
berarti memanggil, mengajak, atau menyeru.
8
FX. Suwarto, Perilaku Organisasi, (Yogyakarta:Universitas Atma Jaya
Yogyakarta,1999), Cet Ke 1, hal. 2.
9
A. Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayyid Quthub: Rekontruksi Pemikiran Dakwah
Harakah, (Jakarta: Penamadina, 2008), hal. 144.
22
Menurut Muhammad Al-wakil dalam ushuhlud – dakwah waadabud duat,
dakwah artinya “mengumpulkan manusia dalam kebaikan dan menunjukan
mereka
kepada jalan yang benar dengan cara amar ma’ruf nahi munkar.”10 Sandaran dari
pendapat ini murujuk pada firman Allah swt Pada QS Ali Imron [3] Ayat 104,
Artinya : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
mengajak kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf
dan mencegah dari yang mungkar, mereka itulah orangorang yang beruntung.”
Adapun pengertian dakwah secara terminologi yang dikemukanan oleh
para ahli adalah sebagai berikut: Amrullah Ahmad “Dakwah Islam dan Perubahan
Sosial”, menjelaskan tentang dakwah Islam sebagai berikut,
“Dakwah Islam adalah aktualisasi imani (teologis) yang di
manifestasikan dalam bentuk suatu sistem kegiatan manusia beriman
dalam bidang kemasyarakan yang dilaksanakan secara teratur untuk
mempengaruhi cara merasa, berfikir, bersikap, dan sosiokultural dalam
rangka mengusahakan terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi
kehidupan dengan cara tertentu.”11
Definisi lain mengenai dakwah juga dikatakan oleh Prof. Toha Yahya
Umar, bahwa pengertian dakwah dibagi menjadi dua bagian:
a. Pengertian umum, dakwah adalah suatu ilmu pengetahuan yang
berisikan cara-cara, tuntutan, bagaimana seharusnya menarik perhatian
10
11
hal.2.
A. Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah …, hal. 125.
Amrullah Ahmad, Dakwah Islam Dan Perubahan Sosial,(Yogyakarta PLPM, 1985),
23
manusia
untuk menganut,
menyetujui, melaksanakan
idiologi,
pendapat dan pekerjaan tertentu.
b. Pengertian khusus, dakwah adalah mengajak manusia dengan cara
bijaksana kepada jalan yang benar sebagaimana perintah tuhan untuk
kemaslahatan dan kebahagian mereka di dunia dan akhirat.
Dari definisi-definisi tersebut diatas, meskipun terdapat perbedaan dalam
perumusan tetapi apabila diperbandingkan satu sama lain, dapat disimpulkan
bahwa dakwah adalah suatu usaha untuk menyerukan atau mengajak orang
kepada jalan yang diridhai Allah swt melalui cara atau metode tertentu agar
terwujud pengamalan ajaran-ajaran Islam dengan baik dan benar untuk
mendapatkan kebahagian di dunia maupun di akhirat.
Dakwah sebagai suatu untuk menyerukan memiliki beberapa tujuan dan
fungsi sebagai berikut :
a. Tujuan Dakwah
Tujuan umum (mayor objective) dakwah adalah mengajak ummat
manusia meliputi orang mukmin maupun orang kasif atau musyrik kepada
jalan yang benar dan diridhai Allah swt agar mau menerima ajaran Islam
dan mengamalkan dalam dataran kenyataan kehidupan sehari – hari, baik
yang
bersangkutan
dengan
masalah
pribadi,
maupun
sosial
kemasyarakatan agar mendapat kehidupan di dunia dan di akhirat.
Tujuan khusus (minor objective) dakwah merupakan perumusan
tujuan sebagai perinci dari tujuan umum dakwah. Tujuan ini di maksudkan
agar dalam pelaksanaan aktifitas dakwah dapat diketahui arahnya secara
jelas, maupun jenis kegiatan apa yang hendak di kerjakan, kepada siapa
24
berdakwah dan media apa yang dipergunakan agar tidak terjadi
miscommunication pelaksanaan dakwah dengan audience (penerima
dakwah) yang hanya di sebabkan karena masih umumnya tujuan yang
hendak dicapai. Tujuan khusus tersebut adalah : membentuk masyarakat
Islam dengan predikat khairu ummah. Dengan tujuan kedua adalah
menghendaki manusia menjadi islah, yaitu berserah diri, tunduk dan patuh
kepada Allah swt .
b. Fungsi Dakwah
Menyampaikan kebenaran Islam (Tablig wal Bayan). Secara
harfiyah berarti menyampaikan sesuatu kepada pihak lain. Dalam AlQuran tabligh dalam berbagai bentuknya di ulang sebanyak 25 kali. Dalam
bentuk ballagha tujuh kali, ablagha empat kali, dan balagh sebanyak 14
kali. Namun dakwah tidak cukup hanya mengajak melalui lisan, tapi juga
harus melalui keteladanan. Menyampaikan kebaikan tidak hanya memalui
pidato tapi juga dengan mencontohkan kepada anak-anak, sahabat dan
orang-orang dimanapun kita berada.
Amar Ma’aruf Nahi Munkar adalah sebuah frase dalam bahasa
arab yang maksudnya sebuah perintah untuk mengajak atau menganjurkan
hal-hal yang baik dalam mencegah hal-hal yang buruk bagi masyarakat.
Frasa ini dalam syariat Islam hukumnya wajib. Berarti wajib hukumnya
menyampaikan kebaikan dan melarang keburukan.
25
2. Unsur Dakwah
Unsur dakwah adalah komponen yang terdapat dalam setiap kegiatan
dakwah.12 Adapun unsur-unsur tersebut adalah da’i (pelaku dakwah), mad’u
(mitra dakwah), maddah (materi dakwah), wasilah (media dakwah), thariqoh
(metode dakwah), dan atsar( efek dakwah).
a.
Da’i (Pelaku Dakwah)
Da’i adalah “orang yang melaksanakan dakwah baik melalui
lisan,tulisan
maupun
perbuatan
yang
dilakukan
baik
secara
individu,kelompok ataupun melalui organisasi atau lembaga.”13
Secara umum da’i seringkali disamakan dengan muballigh (orang
yang menyampaikan ajaran islam). Namun sebenarnya sebutan tersebut
memiliki konotasi sempit yaitu hanya membatasi da’i sebagai orang yang
menyampaikan ajaran Islam secara lisan saja. Padahal kewajiban dakwah
adalah milik siapa saja yang mengaku sebagai ummat Rasulullah SAW.
Da’i juga harus mengetahui cara menyampaikan dakwah tentang
Allah swt., alam semesta, dan kehidupan, serta apa yang dihadirkan
dakwah untuk memberikan solusi terhadap problema yang dihadapi
manusia, serta metode yang dihadirkan menjadikan manusia secara
perilaku dan pemikiran tidak melenceng.14
12
Muhammad Munir, S.AG,MA.& Wahyu Ilaihi,S.AG,MA, Manajemen Dakwah,
(Jakarta : Kencana, 2009), Cet ke-2, hal. 21.
13
Muhammad Munir, S.AG,MA.& Wahyu Ilaihi,S.AG,MA, Manajemen Dakwah …, hal.
22.
14
Mustafa malaikah, Manhaj Dakwah Yusuf Qordhawi Harmoni antara Kelembutan dan
Ketegasan,(Jakarta: Pustaka Al Kautsar,1997), hal. 18.
26
b. Mad’u ( Mitra Dakwah)
Adalah manusia yang menjadi sasaran dakwah, atau manusia
penerima dakwah, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok, baik
manusia yang beragama Islam maupun tidak, atau dengan kata lain
manusia secara keseluruhan.15
Dakwah kepada manusia yang belum beragama Islam adalah
dengan maksud unutk mengajak mereka kepada tauhid dan beriman
kepada Allah, sedangkan dakwah kepada manusia yang telah mendapat
cahaya hidayah Islam adalah untuk meningkatkan kualitas iman, islam dan
ihsan.
Muhammad Abduh membagi mad’u menjadi tiga golongan yaitu:
1) Golongan cerdik cendekia yang cinta kepada kebenaran,dapat berfikir
secara kritis, dan cepat dapat menangkap persoalan, 2) Golongan awam,
yaitu orang kebanyakan yang belum dapat berpikir secara kritis dan
mendalam, serta belum dapat menangkap pengertian-pengertian yang
tinggi, 3) Golongan yang berbeda dengan keduanya, mereka senang
membahas sesuatu tetapi hanya dalam batas tertentu saja, dan tidak
mampu membahasnya secara mendalam.
c. Maddah (Materi Dakwah)
Maddah dakwah adalah pesan-pesan dakwah dalam Islam atau
segala sesuatu yang harus disampaikan subjek kepada objek dakwah, yaitu
keseluruhan ajaran Islam yang ada didalam Kitabullah dan Sunnah
15
23.
Muhammad Munir, S.AG,MA.& Wahyu Ilaihi,S.AG,MA, Manajemen Dakwah …, hal.
27
Rasulullah saw.16 Secara umum materi dakwah bisa diklasifikasikan
menjadi empat masalah pokok:
1) Masalah Akidah, masalah pokok yang menjadi materi dakwah
adalah aqidah islamiyah. Masalah akidah dan keimanan menjadi
materi utama dalam dakwah. Karena aspek iman dan aqidah
merupakan komponen utama yang akan membentuk moralitas atau
akhlak ummat. Iman merupakan esensi dalam ajaran islam. Iman
juga erat kaitannya antara akal dan wahyu. Bahkan didalam AlQur’an iman disebutkan dengan berbagai variasinya sebanyak 244
kali.
2) Masalah Syari’ah, hukum atau syari’ah sering disebut sebagai
cermin peradaban dalam pengertian bahwa ketika ia tumbuh
matang dan sempurna, maka peradaban mencerminkan diri dalam
hukum-hukumnya. Pelaksanaan syari’ah merupakan sumber yang
melahirkan peradaban islam, yang melestarikan dan melindunginya
dalam sejarah. Syari’ah inilah yang akan selalu menjadi kekuatan
peradaban dikalangan kaum muslim.17
3) Masalah Muamalah, Islam merupakan agama yang menekankan
urusan muamalah lebih besar porsinya daripada urusan ibadah.
Ibadah muamalah disini dipahami sebagai ibadah yang mencakup
hubungan dengan sesama makhluk dalam rangka mengabdi kepada
Allah swt Karena Islam lebih banyak memperhatikan aspek
kehidupan sosial daripada kehidupan ritual.
16
Drs. H. Hafi Anshari, Pemahaman dan Pengalaman Dakwah,(Surabaya: Al
Ikhlas,1993), hal. 140.
17
Ismail R Al Faruqi, Menjelajah Atlas Dunia Islam, (Bandung: Mizan,2000), hal. 305.
28
4) Masalah Akhlak, secara etimologis kata akhlaq berasal dari bahasa
Arab, jamak dari Khuluqun yang berarti budi pekerti, perangai dan
tingkah laku.18Menurut Al Farabi, ilmu akhlak adalah pembahasan
tentang keutamaan-keutamaan yang dapat menyampaikan manusia
kepada tujuan hidup yang tertinggi, yaitu kebahagiaan.19Oleh
karena itu berdasarkan pengertian diatas, maka akhlak dalam Islam
pada
dasarnya
meliputi
kualitas
perbuatan
manusia
yang
merupakan ekspresi kondisi jiwanya
d. Wasilah (Media Dakwah)
Wasilah atau media dakwah adalah alat yang digunakan untuk
menyampaikan materi dakwah (ajaran islam) kepada penerima dakwah.20
Beberapa hal yang dapat digunakan sebagai media dakwah diantaranya
adalah lisan, tulisan, lukisan atau gambar, audiovisual dan akhlak.
e. Thariqoh (Metode Dakwah)
Metode memiliki pengertian “suatu cara yang bisa ditempuh atau
cara yang ditentukan secara jelas untuk mencapai dan menyelesaikan suatu
tujuan, rencana, sistem, tata pikir manusia”.21 Sedangkan dalam
metodologi pengajaran Islam metode diartikan sebagai “suatu cara yang
sistematis dan umum terutama dalam mencapai kebenaran ilmiah”.22
Metode dakwah mutlak dibutuhkan oleh seorang juru dakwah untuk
18
Muhammad Munir, S.AG,MA.& Wahyu Ilaihi,S.AG,MA, Manajemen Dakwah …,
hal. 28.
19
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Tematis Dunia Islami, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van
Hoeve,2002), hal. 190.
20
Muhammad Munir, S.AG,MA.& Wahyu Ilaihi,S.AG,MA, Manajemen Dakwah …, hal.
32.
21
M.Syafaat Habib, Buku Pedoman Dakwah,(Jakarta: Wijaya,1992), cet-ke I, hal.160.
22
Soeleman Yusuf,Slamet Soesanto,Pengantar Pendidikan Sosial,(Surabaya: Usaha
Nasional,1981), hal. 38.
29
menyampaikan pesan-pesan dakwah. Karena suatu pesan walaupun
mengandung kebenaran yang hakiki tetapi disampaikan dengan metode
yang kurang tepat akan mempengaruhi kualitas penerimaan oleh penerima
dakwah (mad’u).
Dan menurut A. Ilyas Ismail dalam buku “Paradigma Dakwah
Sayyid Quthub: Rekontruksi Pemikiran Dakwah Harakah” kerangka dasar
tentang metode dakwah adalah sebagai berikut :
1) Bi al- Hikmah, Dakwah Bi al- Hikmah adalah menyampaikan
dakwah dengan cara arif bijaksan, yaitu melakukan pendekatan
sedemikian
rupa
sehingga
pihak
obyek
dakwah
mampu
melaksanakan dakwa atas kemauannya sendiri, tidak merasa ada
paksaan, tekanan maupun konflik. Dengan kata lain dakwah Bi alHikmah merupakan suatu metode pendekatan komunikasi dakwah
yang dilakukan atas dasar persuasif. Menurut Said Bin Ali Bin
Wahif Al-Qathani, dalam kitab alhikmah fi
al da’wah ilallah
ta’ala, diuraikan lebih jelas tentang pengertian al-hikmah yaitu
dakwah dengan tehnik mengenal golongan; memilih saat harus
bicara dan saat harus diam; mengadakan kontak pemikiran mencari
titik pertemuan sebagai tempat bertolak, untuk maju secara
sistematis. Namum perlu diperhatikan, seorang da’i tidak boleh
melepas shibghah (keimanan murni), jadi walaupun dalam
berdakwah amat menekankan titik temu dengan pikiran mitranya,
akan tetapi sikap toleransi ini tidak boleh sampai mengorbankan
soal-soal
yang
esensial;
dan
tehnik
selanjutnya
setelah
30
mendapatkan titik temu adalah memilih dan menyusun kata-kata
yang tepat. Seorang da’i hendaknya mampu menerapkan perintah
Allah swt .
2) Bi Al-Mauizhoh Al-Hasanah, Menurut bahasa mauizhatul hasanah
berasal dari dua kata: mauizhoh yaitu berarti nasihat, bimbingan,
pendidikan dan peringatan, hasanah adalah kebalikan sayyi’ah
yang berarti kebaikan.23 Adapun penerapan metode ini adalah
dengan memberikan nasihat atau petuah; studi bimbingan, studi
pengajaran, studi penyuluhan, studi psikoterapi; memberikan
stimulus melalui kisah- kisah, kabar gembira dan peringatan (albasyir dan al-nadzir), serta wasiat (pesan-pesan positif).
3) Bi Al- Lati Hiya Ahsan, Menurut bahasa, mujadalah berasal dari
kata jadala yang bermakna memintal, melilit. Jika ditambah alif
pada jim mengikuti waza fa’ala maka mempunyai arti berdebat.24
Menurut istilah, mujadallah adalah upaya terukur pendapat yang
dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, tanpa adanya suasana
yang mengharuskan lahirnya permusuhan diantara keduanya.
Metode ini juga bisa dilakukan dengan sistem as’ilah wa
ajwibah.25 Sedangkan makna jidal bi al-lati hiya ahsan, sebagian
mufasir memaknai jidal bi al-lati hiya ahsan (debat yang terbaik)
secara global. Sayyid Quthub menerangkan bahwa jidal bi al-lati
hiya ahsan bukanlah dengan jalan menghinakan (tardzil) atau
23
A. Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayyid Quthub: Rekontruksi Pemikiran Dakwah
Harakah, (Jakarta: Penamadina, 2008), hal. 249.
24
A. Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah …, hal.252.
25
A. Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah …, hal.253.
31
mencela (taqbih) lawan debat, tetapi berusaha meyakinkan lawan
untuk sampai pada kebenaran (Fi Zhilal al-Quran,XIII/292). Jika
didalami, dalam debat itu ada 2 hal sekaligus: menetapkan
kebenaran dan menghancurkan kebatilan (lihat : QS. Al- Baqara
[2]: 258).26 Seruan dengan jidal bi al-lati hiya ahsan tertuju kepada
orang yang menentang kebenaran dan cenderung untuk menbantah
dan mendebat.
f. Atsar (Efek Dakwah)
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam setiap aktivitas dakwah akan
menuai reaksi baik positif maupun negatif. Artinya adalah setiap dakwah
akan memiliki efek (atsar) pada objek dakwah.
Kemampuan menganalisa efek dakwah sangat penting dalam
menetukan langkah-langkah dan strategi dakwah selanjutnya. Tanpa
menganalisis efek dakwah kemungkinan kesalahan strategi dakwah yang
bisa merugikan tujuan dakwah dapat terulang kembali.
Efek dakwah seringkali disebut feed back (umpan balik) da’i
proses dakwah ini seringkali diabaikan oleh pelaku dakwah. Mereka
seakan merasa tugas dakwah selesai manakala telah selesai menyampaikan
materi dakwah.
Nilai penting dari efek dakwah terletak dalam kemampuan
mengevaluasi dan koreksi terhadap metode dakwah. Hal tersebut harus
dilakukan dengan komprehensif dan radikal, artinya tidak parsial,
menyeluruh, tidak setengah-setengah. Seluruh unsur-unsur dakwah harus
26
A. Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah …, hal.254.
32
dievaluasi secara total guna efektifitas yang menunjang keberhasilan
tujuan dakwah.
Menurut Jalaludin Rahmat, “efek Kognitif bisa terlihat bila ada
perubahan pada apa yang diketahui,dipahami dan dipersepsi khalayak.
Efek Afektif timbul bila ada perubahan pada apa yang disenangi dan
dibenci khalayak yang meliputi emosi,sikap serta nilai. Sedangkan efek
behavioral dapat diketahui dengan perilaku nyata yang diamati, yang
meliputi pola-pola tindakan, kegiatan atau kebiasaan berperilaku.”27
C. Pengertian Efektifitas Dakwah
Dakwah dipandang sebagai suatu proses komunikasi, maka efektifitas
dakwah identik dengan efektifitas komunikasi. Komunikasi dikatakan efektif bila
rangsangan yang disampaikan oleh komunikator (da’i) dapat ditangkap dan
dipahami oleh penerima (mad’u). dalam hal teknisnya dakwah bisa berupa
dakwah bi-lisan dan dakwah bi-hal, maka diperlukan keteladanan da’i agar
rangsangan tersebut bisa diterima baik secara bilogis maupun psikologis oleh
mad’u. Umpan balik (feed back) berupa tanggapan atau respon yang positif
tentunya merupakan indikator yang dapat diukur tentang keberhasilan komunikasi
tersebut. Model dakwah semacam ini dapat disebut dakwah persuasif. Yang
penting apa yang disampaikan kepada mad’u itu sesuai dengan cara berfikir dan
cara merasa mereka, sehingga mad’u mengikuti kehendak da’i tetapi merasa
sedang mengikuti kehendak sendiri. Jika dakwah disampaikan secara persuasif,
maka pasti komunikatif. Jika komunikatif maka pasti lebih efektif.28
Menurut Tubbs dan Moss, komunikasi bisa dikatakan efektif bila
menunjukkan setidaknya lima indikator berikut: pengertian, kesenangan,
27
Jalaludin Rahmat, Retorika Modern, Sebuah Kerangka Teori dan Praktik Berpidato,
(Bandung: Akademika, 1982), hal. 269.
28
Slamet, Ffcktifitas Komunikasi dalam Dahvah Persuasif, (Jurnal Dakwah, vol. X no. 2,
Juli-Desember 2009),hal. 186.
33
pengaruh pada sikap, hubungan yang semakin baik dan tindakan29. 1) Pengertian,
artinya pesan dimengerti oleh penerima sebagaimana yang dikehendaki
pengirimnya (komunikator). Apabila pesan yang disampaikan tersebut diartikan
lain, maka berarti telah terjadi kegagalan komunikasi primer (primary breakdown
in communication). 2) Kesenangan, artinya bahwa komunikasi dilakukan untuk
menimbulkan kesenangan; sehingga akan menjadikan hubungan semakin akrab,
hangat dan menyenangkan. Hal ini tidak akan terjadi bilamana masing-masing
pihak saling menjadi jarak. 3) Mempengaruhi sikap, maksudnya komunikasi itu
lebih sering ditujukan untuk mempengarahi orang lain agar memilih persepsi,
sikap atau perilaku yang diinginkan komunikator. 4) Hubungan sosial yang baik.
Manusia sebagai makhluk sosial memiliki kebutuhan untuk menumbuhkan dan
mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan orang lain, yaitu dalam hal
interaksi dan asosiasi, pengendalian dan kekuasaan, serta cinta kasih pada sesama.
Kegagalan dalam hal ini akan menjadikan seseorang merasa teralienasi (asing,
kesepian) meskipun hidup di jaman modern. 5) Tindakan, yaitu suatu perilaku
yang diharapkan sebagai hasil dari proses komunikasi yang dilakukan.
Dalam mewujudkan tercapainya efektivitas komunikasi, ada beberapa
prinsip dasar yang berlaku aktivitas komunikasi yang perlu dikuasai oleh para
da’i, yaitu: respect, emphaty, audible, clarity, dan humble.30
1. Respect, adalah sikap hormat dan menghargai setiap individu (mad’u)
yang menjadi sasaran pesan yang disampaikan. Penghargaan yang
jujur dan tulus pada seseorang merupakan prinsip dasar dalam
29
30
Jalaludin Rahmat,Psikologi Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999), hal.13.
Slamet, Ffcktifitas Komunikasi …, hal. 187.
34
berinteraksi dengan orang lain; bahkan prinsip paling dalam dari sifat
manusia adalah kebutuhan untuk dihargai. Berawal dari hal itu, maka
seseorang akan memiliki antusiasme dan melakukan hal-hal terbaik
dalam kehidupannya.
2. Emphaty, adalah kemampuan untuk menempatkan diri pada situasi dan
kondisi yang dialami oleh orang lain, prasyarat utamanya adalah
kemampuan kita untuk terlebih dahulu mendengarkan dan mengerti
orang lain, sebelum kita didengarkan dan dimengerti orang lain.
Komunikasi empatik akan memudahkan kita dalam membangun
keterbukaan dan kepercayaan untuk membangun kerjasama dengan
orang lain. Rasa empati juga akan menjadikan seseorang mampu
menyampaikan pesan dengan cara dan sikap tertentu sehingga akan
memudahkan
penerima
pesan
(mad’u)
dalam
menerima
dan
memahaminya. Sebagaimana dalam dunia marketing (pemasaran),
memahami perilaku konsumen merupakan keharusan; sehingga kita
bisa empati dengan apa yang menjadi kebutuhan, keinginan, minat,
harapan dan kesenangan konsumen. Demikian pula tentunya dalam
konteks dakwah, memahami perilaku mad’u merupakan 'kewajiban'
mutlak bagi pada da’i. Pemahaman terhadap kondisi mad’u akan
meminimalisir terjadinya hambatan psikologis, sebab da’i memiliki
pengetahuan yang cukup tentang problematika hidup serta suasana
batin yang dialami mad’u. Pada dataran ini, da’i mempresentasikan
diri sebagai bagian dari mad’u, sehingga ia telah menjadi bagian dari
35
masyarakat yang dijadikan sasaran dakwah itu sendiri. Dengan
demikian tidak ada jarak (gap) antara dirinya dengan mad’u.
3. Audible, maksudnya pesan harus dapat didengarkan atau dimengerti
dengan baik oleh penerima pesan (mad’u). Dalam hal ini pesan dapat
disajikan dengan cara, sikap atau media yang memang bisa dengan
mudah diterima dan dimengerti oleh mad’u.
4. Clarity, yaitu kejelasan dari pesan sehingga terhindar dari penafsiran
yang lain (multi interpretasi atau bias). Makna lainnya adalah
keterbukaan (transparansi), yaitu perlunya mengembangkan sikap
terbuka (tidak ada yang disembunyikan) sehingga menambah
kepercayaan. Tanpa adanya keterbukaan, maka akan memberi peluang
munculnya sikap curiga dan menurunnya kepercayaan.
5. Humble, yaitu membangun sikap rendah hati, yang meliputi: sikap siap
melayani, menghargai, tidak menyombongkan diri, lemah lembut,
penuh pengendalian diri dan mengutamakan kepentingan yang lebih
besar.
Setiap da’i sebagai komunikator harus berupaya menciptakan proses
komunikasi menjadi efektif dengan melakukan beberapa persiapan, antara lain:
persiapan fisik, materi, corak komunikasi dan mental. Secara umum setiap da’i
harus memastikan bahwa penampilan fisiknya telah memenuhi standar kelayakari
di depan publik selaku mad’u. Da’i harus mernperhatikan kondisi fisik
jasmaninya agar tetap fit (bugar), penampilan pakaian yang dapat diterima
masyarakat dan bisa memantapkan citra positif pribadinya.
36
Para da’i harus benar-benar mempersiapkan materi dakwahnya agar sesuai
dengan konteks masyarakatnya. Materi yang tidak sesuai dengan kebutuhan
masyarakat hanya akan menimbulkan penolakan, dan jelas menjadi awal yang
kurang baik untuk proses selanjutnya. Materi harus menyangkut 'pulic interest'.
Pada sisi lain da’i harus menguasai dasar-dasar (dalil) syari’ah terkait materi yang
akan disampaikan, sehingga akan menjadi daya tarik tersendiri bagi mad’u. Setiap
materi dan suasana (situasi kondisi) memerlukan cara penyampaian yang tepat.
Ketidak sesuai cara penyampaian bisa berdampak kontra produktif.
Dalam hal ini penyampaian dakwah dapat dirancang dengan corak atau
langgam pembicaraan. Langgam orator, yaitu proses komunikasi disampaikan
dengan bersemangat, berapi-api selayaknya sorang panglima perang atau sejenis
kampanye dengan tujuan memberikan semangat, membangkitkan daya juang.
Biasanya dilakukan para politisi dalam kampanye, demontsran di jalanan atau
juga dakwah terbuka (tabligh akbar). Langgam sentimental, yaitu penyampaian
pesan dengan penuh perasaan, perlahan dan menggambarkan suasana duka.
Langgam ini biasa dipakai dalam forum takziah, ceramah dalam masa musibah
dengan tujuan memberikan penguatan batin, memberi dukungan moril dan
kesabaran. Langgam statistik, yaitu penyampaian komunikasi dengan banyak
menyajikan data atau angka sebagai dasar pendukung argumentasi atas sebuah
masalah yang dijadikan pokok pembicaraan. Data dan angka ini menjadi menarik
bila berkaitan dengan kondisi sosial yang menyangkut kehidupan masyarakat.
Misal: tingkat kriminalitas, kekerasan dalam rumah tangga, pembunuhan dsb.
Langgam keagamaan, yaitu penyajian data dengan banyak didukung dalil-dalil
Qur'an dan Hadits, Setiap da’i perlu mempersiapakan diri secara mental
37
ruhaniyah, agar dirinya memiliki kemampuan dan kekuatan batin saat
menyampaikan pesan-pesan dakwahnya. Da’i harus siap dan menyadari akan
kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi sebagai dampak logis dari aktivitas
yang dilakukannya, khususnya dalam hal resiko.
Persiapan mental ruhaniyah ini mutlak dilakukan sebagaimana para nabi
dan rasul telah membekali diri dengan amalan ibadah baik wajib maupun sunat.
Apabila proses komunikasi dalam dakwah telah diupayakan memenuhi berbagai
prosedur ataupun kriteria dalam mewujudkan komunikasi yang efektif ini, maka
peluang untuk terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku secara sadar akan
semakin besar dan menguat. Namun begitu, tetap masih memungkinkan adanya
hambatan dalam prakteknya. Misalnya, mad’u sesungguhnya sudah memiliki
pengertian dan pemahaman yang baik serta benar, tetapi masih belum melakukan
pesan-pesan dakwah yang disampaikan. Dalam persoalan ini, seringkali mad’u
memang harus dibujuk, didorong atau setengah dipaksa; atau bahkan benar-benar
'dipaksa dengan suatu terapi' sehingga mereka dapat memahami makna sebuah
nilai dari hakikat kebenaran (kebaikan). Pada konteks ini peran seorang da’i
bukan lagi sekedar sebagai penyeru ajaran di bidang moral agama, melainkan
sudah merambah sebagai pemimpin dalam kehidupan sosial kemasyarakatan
dalam arti yang luas.
38
D. Pengertian Bencana dan Penanggulangan Bencana
1. Pengertian Bencana
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bencana mempunyai arti sesuatu
yang menyebabkan atau menimbulkan kesusahan, kerugian atau penderitaan.
Sedangkan bencana alam artinya adalah bencana yang disebabkan oleh alam.31
Menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa
atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau faktor
non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. 32
Bencana merupakan pertemuan dari tiga unsur, yaitu ancaman bencana,
kerentanan, dan kemampuan yang dipicu oleh suatu kejadian. Bencana alam
adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
disebabkan oleh gejala-gejala alam yang dapat mengakibatkan kerusakan
lingkungan, kerugian materi, maupun korban manusia.
Menurut Asian Disaster Reduction Center , bencana adalah suatu
gangguan serius terhadap masyarakat yang menimbulkan kerugian secara meluas
dan dirasakan baik oleh masyarakat, berbagai material dan lingkungan (alam)
dimana dampak yang ditimbulkan melebihi kemampuan manusia guna
mengatasinya dengan sumber daya yang ada. Lebih lanjut, menurut Parker ,
bencana ialah sebuah kejadian yang tidak biasa terjadi disebabkan oleh alam
maupun ulah manusia, termasuk pula di dalamnya merupakan imbas dari
31
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa (P3B) Departamen
Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar…, hal.100.
32
A. Fawa’id Syadzili dkk , Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat dalam
Perspektif Islam, (Jakarta : NU CBDRM,2007), hal.140.
39
kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas, individu
maupun lingkungan untuk memberikan antusiasme yang bersifat luas.33
Jenis-jenis bencana menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, antara
lain:
1. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami,
gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
2. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal
modernisasi, epidemi dan wabah penyakit.
3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial
antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.34
2. Pengertian Penanggulangan Bencana
Bancana dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Sebagian bencana tidak
dapat dicegah agar tdak terjadi. Sebagai contoh gempa bumi adalah bencana yang
tidak dapat dicegah namum dapat dilakukan tindakan agar resiko kerugian
material dan korban jiwa atau terluka akibat gempa bumi dapat dikurangi atau di
hilangkan.
Penanggulangan
bencana
adalah
“serangkaian
tindakan
meliputi
pencegahan ,mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat serta rehabiltasi dan
rekonstruksi melalui pengamatan dan analisis sistematik. Dalam penanggulangan
bencana terdapat serangkaian tindakan yang dilakukan sebelum, saat terjadi
33
34
A. Fawa’id Syadzili dkk, Penanggulangan Bencana …, hal.14.
A. Fawa’id Syadzili dkk, Penanggulangan Bencana …, hal. 140.
40
bencana, dan setelah bencana yang tujuannya untuk mencegah dan meminimalisir
korban jiwa atau kerugian matrial akibat terjadinya bencana.”35
Adapun tindakan yang dilakukan sebelum bencana terjadi meliputi :
1. Tindakan pencegahan
Tindakan pencegahan adalah tindakan yang dilakukan untuk
mencegah tidak terjadi bencana atau mencegah dampak yang merusak
bagi komonitas dan fasilitas.
2. Tindakan mitigasi
Mitigasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi
kerusakan yang diakibatkan oleh bahaya serta meminimalkan resiko
bencana yang akan terjadi. Seringkali tindakan mitigasi disebut sebagai
tindakan stuktural dan tindakan non struktural.
3. Tindakan kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan adalah tindakan yang dilakukan dalam rangka
mengantisipasi suatu bencana untuk menjamin efektifitas dan ketepatan
tindakan saat dan setelah terjadinya bencana.36
Sedangkan tindakan yang dilakukan setelah bencana terjadi meliputi :
1. Tindakan tanggap darurat
Tanggap darurat adalah tindakan yang dilakukan segera setelah
terjadinya bencana untuk menolong korban dan memenuhi kebutuhan
korban dasar yang selamat dari kejadian bencana. Contoh dari tindakan
yang dilakukan saat tanggap darurat adalah tindakan pencarian dan
penyelamatan korban bencana serta pemberian bantuan kepada para
35
36
A. Fawa’id Syadzili dkk, Penanggulangan Bencana …, hal. 79.
A. Fawa’id Syadzili dkk, Penanggulangan Bencana …, hal. 81.
41
korban , mengatur posko pengungsuian agar korban yang selamat dalam
kejadain bencana masih mendapatkan hak hidupnya sebagai mana yang di
atur dalam perundang undangan.
2. Tindakan pemulihan
Tindakan pemulihan atau istilah lain dapat disebut rehabilitasi
adalah tindakan yang pada dasarnya adalah proses pemenuhan pelayaan
dasar bagi masyarakat korban bencana.
3. Tindakan rekontruksi
Rekontruksi (pembangunan kembali) adalah tindakan untuk
memperbaiki atau mengganti tempat tinggal atau insfrastruktur yang rusak
serta mengembalikan kondisi social ekonomi masyarakat seperti semula
sebelum bencana terjadi.37
E. Pengertian Program Da’i
Dakwah memiliki posisi yang tinggi dan mulia dalam agama islam. Islam
adalah agama dakwah artinya agama yang senantiasa mendorong pemeluknya
untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah. Islam adalah agama yang
rahmatan lil alamin, seberapa jauh ia menjadi rahmatan tergantung pada sejauh
mana umatnya mampu mengaplikasikan ajaran ajarannya dan mewujudkan
rahmatan itu dalam realitas yang luas. Artinya bahwa ajaran Islam harus mampu
ditunjukan oleh para pemeluknya sebagai pedoman hidup sehari hari.
37
Pusat Mitigasi Bencana- ITB, Draft Manual/Panduan Pelaksanaan Pengolaan
Bencana Berbasis Komunitas – Nahdlatul Ulama, (Bandung : Jurnal ITB,2007), Bagian 3 konsep
pengelolaan bencana, hal. 35.
42
Seruan untuk berbuat baik harus terus menerus dilakukan. Seruan seruan
ini biasanya dilakukan oleh seorang dai. Da’i adalah orang yang memposisikan
dirinya menjadi pendidik masyarakat dengan prinsip – prinsip Islam kearah yang
lebih baik.
Program dai untuk menanggulangi bencana adalah program dalam rangka
penanggulangan bencana, para dai berkewajiban untuk menjaga agar masyarakat
dapat selamat dari kemungkinan bencana. Dai di harapkan dapat turut
berpartisipasi dan berkonstribusi dalam rangka mengantisipasi dan meinimalisir
resiko dan kerugian yang di akibatkan oleh dampak bencana dengan melakukan
beberapa hal berikut, yaitu :
a. Memberikan informasi tentang pentingnya upaya pengurangan resiko
bencana khususnya dan penanggulngan bencana pada umumnya
b. Mengajak masyarakat untuk mewaspadai adanya berbagai macam
ancaman dan bencana baik yang disebabkan oleh factor alam maupun
yang disebabkan oleh manusia
c. Mengajak masyarakat untuk mengidentifikasi setiap ancaman atau
kerentanan yang ada di lingkungannya sehingga dapat mewaspadai
sekaligus mencari solusi aternatif pemecahannya.
d. Berusaha mengingatkan masyarakat agar memiliki kesadaran untuk
melakukan upaya – upaya yang dapat mencegah dan meminimalisir
kerugian yang di akibatkan oleh bencana.
e. Mengajak masyarakat untuk mencari solusi aternatif untuk bagi setiap
upaya yang dapat mencegah atau mengurangi resiko bencana (mitigasi).
43
f. Bersama
masyarakat
melatih
kesiapsiagaan
dalam
menghadapi
kemungkinan bencana yang mengkin terjadi secara tidak diduga. 38
F. Pengertian Meningkatkan Kesadaran Masyarakat
Secara harfiah kata “kesadaran” berasal dari kata “sadar”, yang berarti
insyaf, merasa tahu dan mengerti. Kita sadar jika kita tahu, mengerti, insyaf, dan
yakin tentang kondisi tertentu, khususnya sadar atas hak dan kewajibannya
sebagai warga negara. Dapat diartikan bahwa kesadaran masyarakat adalah
keinsyafan, merasa, tahu dan mengerti yang dialami oleh masyarakat dikarenakan
adanya persepsi yang diterima baik dari dalam maupun dari luar.39 Kesadaran
masyarakat lahir dari masyarakatnya itu sendiri yang lahir dari kebiasaaan dalam
masyarakat, dipengaruhi oleh lingkungan, peraturan-peraturan dan peranan
pemerin tahnya.
Menurut Kosasih Djahiri dalam buku Strategi Pengajaran Afektif Nilai
Moral VCT Dan Games Dalam VCT, bahwa kesadaran dapat dibagi menjadi
beberapa tingkatan yang masing-masing tingkatan menunjukan derajat kesadaran
seseorang.40 Tingkatan-tingkatan kesadaran tersebut antara lain:
1. Kesadaran yang bersifat anomous, yaitu kesadaran atau kepatuhan yang
tidak jelas dasar dan alasan atau orientasinya.
38
Ellyasa KH. Darwis dkk, Da’i Siaga Bencana – Pandua Praktis Dakwah Pengurangan
Risiko Bencana, (Jakarta:LPBI NU, 2011), hal. 15.
39
Rochmad, Efek Tayangan Info Kesehatan Terhadap Kesadaran Masyarakat, (eJournal
Ilmu Komunikasi, 2013, 1 (1): 248-261, ISSN 0000-0000, ejournal.ilkom.or.id: 2013), hal. 251.
40
Kosasih Djahiri A., Strategi Pengajaran Afektif Nilai Moral VCT Dan Games Dalam
VCT. (Bandung: Lab.. PMP IKIP:1985), hal. 24.
44
2. Kesadaran yang bersifat heteronomous, yaitu kesadaran atau kepatuhan
yang berlandaskan dasar/orientasi/motivasi yang beraneka ragam atau
berganti-ganti
3. Kesadaran yang bersifat sosionomous, yaitu kesadaran atau kepatuhan
yang berorientasi kepada kiprah umum atau karena khalayak ramai.
4. Kesadaran yang bersifat autonomous yaitu kesadaran atau kepatuhan yang
terbaik karena didasari oleh konsep atau landasan yang ada dalam diri
sendiri.
Persepsi yang diterima baik oleh masyarakat akan meningkatkan
kesadaran masyarakat pada akhirnya akan menimbulkan partisipasi dari
masyarakat untuk ikut mengelola lingkungan sekitarnya. Partisipasi merupakan
kemampuan dari masyarakat untuk bertindak dalam keberhasilan (keterpaduan)
yang teratur untuk menanggapi kondisi lingkungan sehingga masyarakat tersebut
dapat bertindak sesuai dengan logika dari yang dikandung oleh kondisi
lingkungan tersebut.
Menurut Cohen dan Uphoff, pengertian partisipasi adalah keterlibatan
aktif masyarakat dalam proses pengembilan keputusan, pelaksanaan, pemanfaatan
hasil dan evaluasi.41Pengertian partisipasi lainnya didefinisikan oleh Sajogyo,
sebagai peluang untuk ikut menentukan kebijaksanaan pembangunan serta
peluang ikut menilai hasil pembangunan. Dari berbagai pendapat tersebut, secara
umum partisipasi merupakan keterlibatan seseorang secara aktif dalam suatu
kegiatan.42
41
Anandriyo Suryo Mratihatani, Menuju Pengelolaan Sungai Bersih
Di Kawasan Industri Batik Yang Padat Limbah Cair, (Fak.Ekonomi UNDIP:2013), hal. 40.
42
Anandriyo Suryo Mratihatani, Menuju Pengelolaan …, hal. 40.
45
Menurut Cohen dan Uphoff, membagi partisipasi ke 4 tahapan43, yaitu:
1. Tahap pengambilan keputusan, yang diwujudkan dengan keikutsertaan
masyarakat dalam rapat-rapat.
2. Tahap
pelaksanaan,
yang
merupakan
tahap
terpenting
dalam
pembangunan, sebab inti dari pembangunan adalah pelaksanaannya.
Wujud nyata partisipasi pada tahap ini dapat digolongkan menjadi tiga,
yaitu partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, bentuk sumbangan
materi, dan bentuk keterlibatan sebagai anggota proyek.
3. Tahap menikmati hasil, yang dapat dijadikan indikator keberhasilan
partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek.
Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subjek pembangunan,
maka semakin besar manfaat proyek dirasakan, berarti proyek tersebut
berhasil mengenai sasaran.
4. Tahap evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap
ini dianggap sebagai umpan balik yang dapat memberi masukkan demi
perbaikan pelaksanaan proyek selanjutnya.
43
Anandriyo Suryo Mratihatani, Menuju Pengelolaan …, hal. 40.
BAB III
GAMBARAN UMUM LEMBAGA PENANGGULANGAN
BENCANA DAN PERUBAHAN IKLIM NAHDLATUL ULAMA (LPBI NU)
A. Profil Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim
Nahdlatul Ulama (LPBI NU)
Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi sosial kemasyarakatan
terbesar di Indonesia. NU didirikan tahun 1926 oleh kyai (ulama) yang
berpengaruh di Indonesia. Saat ini NU memiliki 100 juta anggota yang mayoritas
berada di daerah pedesaan dan memiliki struktur organisasi dari tingkat nasional
sampai ke pedesaan, seperti pendakwah, guru, nelayan, petani, pedagang, dan di
pemerintahan seperti di eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Struktur organisasi NU adalah sebagai berikut: Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama, Pengurus Wilayah NU (PWNU) di 34 provinsi; Pengurus Cabang NU
(PCNU) di 566 Kabupaten, Pengurus Cabang Istimewa NU (PCINU) di 12
negara, Pengurus MWC NU di tingkat Kecamatan dan Pengurus Ranting NU di
tingkat desa/kelurahan di seluruh Indonesia.
Dalam melaksanakan tugasnya, Nahdlatul Ulama mempunyai 14 badan
otonom dan 18 lembaga. Salah satu lembaga yang dimiliki oleh Nahdlatul Ulama
adalah Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim NU (LPBI NU).
Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama
(LPBI NU) adalah lembaga yang secara struktural-organisatoris merupakan
pelaksana kebijakan dan program Nahdlatul Ulama di bidang penanggulangan
bencana, perubahan iklim, dan pelestarian lingkungan. Pembentukan LPBI NU
46
46
47
disepakati pada Muktamar NU ke-32 di Makassar tahun 2010. Semangat ini
kemudian dikukuhkan dan ditetapkan dalam rapat pleno harian PBNU untuk
membentuk LPBI NU. Setelah Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama di Jombang
tahun 2015 dibentuk kepengurusan baru PP. LPBI NU berdasarkan SK No.
19/A.II.04/09/2015.1
B. Sejarah Berdirinya LPBI NU
Posisi Indonesia dilihat pada aspek geografis, topografis dan demografis
sangat berpotensi menimbulkan ancaman bencana.Letak geografis Indonesia
yang berada di atas kawasan tiga lempeng benua merupakan ancaman bagi
penyebab terjadinya gempa bumi dan tsunami. Selain itu Indonesia juga berada
di kawasan yang disebut lingkaran cincin api (the ring of fire) yang terdiri dari
rantai gunung berapi aktif dari ujung utara pulau Sumatera sampai pulau Papua
yang berpotensi menimbulkan gempa bumi dan letusan gunung berapi (seperti
ancaman awan panas atau wedus gembel dan banjir lahar), selain mengakibatkan
terjadinya tsunami dan longsor.
Sementara secara topografis Indonesia terdiri dari daerah-daerah
perbukitan, lereng gunung, dataran landai serta pesisir pantai. Sebagai negara
yang berada di jalur khatulistiwa Indonesia memiliki iklim tropis yang
memungkinkan datangnya curah hujan tinggi sehingga dapat menyebabkan
ancaman bahaya banjir bandang, tanah longsor dan bahkan sebaliknya ancaman
1
Situs LPBI NU, “Tentang LPBI NU”, diakses pada Tanggal 12 Juni 2016 dari
http://lpbi-nu.org/tentang-kami/.
48
kekeringan. Masih ditambah lagi kebakaran hutan juga sering terjadi di wilayah
Sumatera dan Kalimantan.
Bukti-bukti empiris di atas semakin meyakinkan kita semua bahwa tidak
ada satu pun kawasan di Indonesia yang benar-benar terbebas dari ancaman
bencana. Karena itu sangat masuk akal apabila Indonesia dinyatakan sebagai
negeri rawan bencana atau supermarket bencana karena beraneka ragam bencana
bisa sewaktu-waktu datang di bumi Indonesia yang kita cintai. Oleh karena itu
kalau kita tidak siap-siaga sejak dini atau berusaha hidup harmoni dengan
bencana maka otomatis situasi ini akan menambah kesengsaraan hidup bahkan
mengancam harta benda dan jiwa.
Secara saintifik besarnya kerugian material dan jumlah korban jiwa yang
ada, di samping karena faktor geografis juga secara umum disebabkan oleh
faktor-faktor yang lain. Pertama, besarnya intensitas bencana yang terjadi bahkan
jenisnya pun bermacam-macam. Kedua, jumlah penduduk Indonesia yang
semakin padat karena pertumbuhan populasi yang tidak bisa dikendalikan dengan
baik. Ketiga, rentannya lingkungan fisik maupun lingkungan sosial (budaya). Hal
ini sangat dipengaruhi seiring berubahnya setting ekologis dan gaya hidup
masyarakat atau life style. Dankeempat, kurangnya pemahaman sebagian besar
masyarakat dalam kesiap-siagaan dalam menghadapi ancaman bencana. Budaya
hidup harmoni dengan bencana belum tercipta.
Pada beberapa dekade terakhir ini fenomena perubahan iklim (climate
change) merupakan salah satu ancaman serius terhadap kelangsungan hidup
manusia.Indonesia termasuk negara yang dapat dikatakan rentan terhadap
dampak perubahan iklim. Beberapa sektor penghidupan menjadi terganggu
49
sebagai akibat ketidakmampuan kita dalam beradaptasi dengan kondisi tersebut,
misalnya kasus gagal panen pada masyarakat petani dan ancaman gelombang
besar bagi para nelayan yang tidak bisa melaut, sehingga mata pencaharian
utama yang menjadi penopang hidup keluarga bisa terganggu. Akibat lebih parah
lagi yaitu tenggelamnya beberapa pulau kecil dan semakin terkikisnya bibir
pantai akibat abrasi. Fenomena ini akan terus berlanjut apabila dampak
perubahan iklim tidak segera diantisipasi dengan baik dan kontinu.
Sudah nampak nyata bahwa dampak perubahan iklim tidak hanya
dirasakan oleh penduduk di wilayah pesisir dengan naiknya air laut (rob) dan
abrasi pantai, namun juga dapat mempengaruhi wilayah daratan yang berkaitan
langsung dengan musim tanam, yang sudah barang tentu berdampak pada
penurunan produksi pangan, kekeringan atau musim kemarau yang panjang.
Sementara frekuensi dan intensitas curah hujan yang tidak stabil jelas akan
berdampak pada adanya potensi longsor, banjir dan kebakaran hutan.
Kondisi alam Indonesia yang kaya raya dan subur ini tidak lagi
mendatangkan berkah justru malah bisa menjadi musibah. Terjadinya beragam
bencana ekologis di Indonesia akhir-akhir ini ditengarai adanya salah urus
lingkungan akibat eksplorasi yang berlebihan atas sumberdaya alam, baik yang
melalui izin negara (legal) maupun yang dilakukan secara ilegal. Praktek
eksplorasi ini merupakan orientasi pembangunan yang hanya mengejar target
pertumbuhan ekonomi dan bukan pada keberlanjutan bangsa (sustainable
development) dan kesejahteraan rakyat. Belum banyak masyarakat yang benar-
50
benar sadar bahwa alam yang kita tempati saat ini sebenarnya adalah titipan anak
cucu yang mesti kita jaga dan dirawat bersama kelestariannya.2
Penting juga diketahui bahwa golongan yang paling rentan terhadap
ancaman bencana dan perubahan iklim adalah masyarakat miskin secara ekonomi
dengan tingkat pendidikan rendah. Mereka pada umumnya adalah yang tinggal di
desa-desa (kondisi tertinggal) dan merupakan golongan masyarakat yang mudah
ditemukan dalam komunitas NU. Dengan demikian respon terhadap perubahan
iklim dan aksi penanggulangan bencana harus disertai program pengentasan
kemiskinan dan edukasi terhadap masyarakat yang tergolong rentan tersebut.
Untuk itu, maka strategi nasional dalam menghadapi perubahan iklim juga perlu
diarahkan pada pengembangan rekayasa sosial agar masyarakat rentan tersebut
dapat mengalami perubahan terencana, sistematis dan dalam segala aspek
kehidupan sehingga bermanfaat bagi kelangsungan sosial dan ekologi manusia.
Khusus untuk menangani urusan yang terkait dengan urusan warganya
dalam hal masalah penanggulangan bencana, adaptasi perubahan iklim dan
pelestarian lingkungan hidup, maka NU telah menginisiasi lahirnya LPBI NU
(Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama)
yang pada awalnya merupakan bentuk transformasi dari Community Based
Disaster Risk Management Nahdlatul Ulama (CBDRM-NU) yang bersifat badan
ad-hoc dari PBNU. Bahwa perubahan status kelembagaan CBDRM-NU menjadi
LPBI-NU berdasarkan hasil keputusan Muktamar NU ke-31 di Makasar pada
tahun 2010. Tidak bisa dinafikan kehadiran CBDRM-NU atau LPBI NU telah
menjadi pioner di lingkungan NU dalam kegiatan kemanusian, baik secara
2
Situs LPBI NU, “Tentang LPBI NU”, diakses pada Tanggal 12 Juni 2016.
51
mandiri maupun bekerjasama dengan pihak Pemerintah Indonesia maupun pihak
luar negeri seperti pemerintah negara lain, PBB dan NGO (lembaga donor luar
negeri), perusahaan pemerintah dan swasta, dll.3
Kerjasama yang dilakukan dengan multistakeholders tersebut telah
mengembang-kan program manajemen resiko bencana dan penanggulangan
bencana, pelestarian lingkungan dan adaptasi perubahan iklim dengan melibatkan
madrasah/sekolah yang bernaung di bawah lembaga ma’arif NU, pesantren, dan
jajaran pengurus di tingkat pusat hingga ranting (desa) dan warga NU di tingkat
basis. Program pengembangan kapasitas dan pemberdayaan masyarakat dalam
perspektif PRB (Pengurangan Resiko Bencana) ini merupakan upaya NU untuk
melakukan transformasi sosial budaya agar masyarakat, pesantren dan madrasah
sebagai basis kultural NU dapat meningkat kapasitasnya dalam mengurangi
kerentanan, yaitu sebagai bagian dari ikhtiyar NU untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di lingkungan sekitarnya.4
C. Visi dan Misi LPBI NU
1. Visi LPBI NU
Terwujudnya masyarakat yang memiliki ketahanan dan adaptif terhadap
bencana, menurunnya daya dukung lingkungan dan perubahan iklim.5
3
Situs LPBI NU, “Tentang LPBI NU”, diakses pada Tanggal 12 Juni 2016.
Situs LPBI NU, “Tentang LPBI NU”, diakses pada Tanggal 12 Juni 2016.
5
Situs LPBI NU, “Tentang LPBI NU”, diakses pada Tanggal 12 Juni 2016.
4
52
2. Misi LPBI NU
a. Meningkatkan kapasitas multi stakeholder melalui penguatan simpul
basis.
b. Meningkatkan jejaring dan kerjasama guna mewujudkan organisasi
yang kredibel dan profesional.
c. Mendorong
penyebarluasan
informasi
dan
pengetahuan
terkait
pengurangan risiko bencana, adaptasi perubahan iklim, dan pelestarian
lingkungan.
d. Meningkatkan kapasitas emergency response yang berkualitas.6
D. Struktur Kepengurusan LPBI NU
Untuk menjalankan mandat yang telah ditetapkan oleh Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama, Pengurus Pusat LPBI NU menetapkan pembidangan dalam
struktur kepengurusan sebagai berikut:
6
1.
Riset & Pengembangan
2.
Kelembagaan & Advokasi Kebijakan
3.
Pengelolaan Risiko Bencana
4.
Tanggap Darurat & Rehabilitasi-Rekonstruksi Bencana
5.
Knowledge Management & Networking
6.
Pengendalian Perubahan Iklim dan Pelestarian Lingkungan.
Situs LPBI NU, “Tentang LPBI NU”, diakses pada Tanggal 12 Juni 2016.
53
Struktur Pengurus LPBI NU Pusat, Masa Khidmat 2015-20207
7
Situs LPBI NU, “Tentang LPBI NU”, diakses pada Tanggal 12 Juni 2016.
54
Struktur Dewan Eksekutif LPBI NU Pusat, Masa Khidmat 2015-2020 :8
8
Situs LPBI NU, “Tentang LPBI NU”, diakses pada Tanggal 12 Juni 2016.
55
E. Tugas Pokok, Fungsi, dan Strategi Fungsional LPBI NU
Sejak awal didirikan NU, telah menyatakan diri sebagai organisasi
keagamaan (jam’iyyah diniyyah) dan sosial kemasyarakatan (jam’iyyah
ijtima’iyyah). Hal ini berarati NU tidak hanya mengurus hal-hal yang tekait
dengan permasalahan keagamaan (keislaman) ansich, melain juga permasalahan
yang terkait dengan hubungan antarmanusia dan kehidupan bermasyarakat.
Termasuk di dalamnya yaitu masalah tentang penanggulangan bencana,
pelestarian lingkungan dan adaptasi perubahan iklim. Ketiga permasalahan ini
sangatlah terkait dengan keberlangsungan hidup umat manusia dan upaya-upaya
untuk mencegah timbulnya kerusakan (korban) adalah perkara wajib yang harus
segera dilakukan. Dinyatakan dengan tegas dalam tata nilai yang dianut oleh NU,
yaitu kaidah:dar’ul mafaasit muqoddamun ‘ala jalbil masholih[1]:bahwa
mencegah
kerusakan
atau
marabahaya
itu
lebih
diutamakan
daripada
memiliki
dukungan
mengupayakan hal-hal baik.
Untuk
menunjang
kinerja
jamiyahnya,
NU
organisatoris dari tingkat nasional hingga pada tingkat desa (ranting) yang ada di
seluruh provinsi dan
di seluruh kabupaten/kota di Indonesia, serta beberapa
perangkat pelaksana kebijakan yang berupa lembaga, lajnah dan badan otonom.
Penting pula diketahui, bahwa basis kekuatan NU adalah jejaring sosialnya
yang bertumpu pada lembaga pendidikan ma’arif yang menaungi sekitar 200.000
madrasah/ sekolah dan pondok pesantren yang jumlahnya mencapai 14.000 buah
lebih dan tersebar di seluruh penjuru Tanah Air. Belum lagi basis pendukung NU
yang diperkirakan kini jumlahnya mencapai 60 juta orang dengan beragam status
56
sosial dan profesi, misalnya kiai, santri, guru, pegawai negeri, petani, nelayan,
buruh, pedangan, tentara, polisi, wartawan, pekerja seni, dll. Termasuk di antara
masa NU juga yaitu mereka yang aktif di jajaran pemerintahan, baik yang
menjabat di lingkungan eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Oleh karena itu
sangat logis apabila NU disebut-sebut sebagai organisasi kemasyarakatan yang
sangat potensial menjadi agen perubahan sosial (agent of social change), budaya
dan kebijakan di masyarakat.
Khusus untuk menangani urusan yang terkait dengan urusan warganya
dalam hal masalah penanggulangan bencana, adaptasi perubahan iklim dan
pelestarian lingkungan hidup, maka NU telah menginisiasi lahirnya LPBI NU
(Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama) yang
pada awalnya merupakan bentuk transformasi dari Community Based Disaster
Risk Management Nahdlatul Ulama (CBDRM-NU) yang bersifat badan ad-hoc
dari PBNU. Bahwa perubahan status kelembagaan CBDRM-NU menjadi LPBINU berdasarkan hasil keputusan Muktamar NU ke-31 di Makasar pada tahun
2010. Tidak bisa dinafikan kehadiran CBDRM-NU atau LPBI NU telah menjadi
pioner di lingkungan NU dalam kegiatan kemanusian, baik secara mandiri
maupun bekerjasama dengan pihak Pemerintah Indonesia maupun pihak luar
negeri seperti pemerintah negara lain, PBB dan NGO (lembaga donor luar negeri),
perusahaan pemerintah dan swasta, dll.
Kerjasama yang dilakukan dengan multistakeholders tersebut telah
mengembang-kan program manajemen resiko bencana dan penanggulangan
bencana, pelestarian lingkungan dan adaptasi perubahan iklim dengan melibatkan
57
madrasah/sekolah yang bernaung di bawah lembaga ma’arif NU, pesantren, dan
jajaran pengurus di tingkat pusat hingga ranting (desa) dan warga NU di tingkat
basis. Program pengembangan kapasitas dan pemberdayaan masyarakat dalam
perspektif PRB (Pengurangan Resiko Bencana) ini merupakan upaya NU untuk
melakukan transformasi sosial budaya agar masyarakat, pesantren dan madrasah
sebagai basis kultural NU dapat meningkat kapasitasnya dalam mengurangi
kerentanan, yaitu sebagai bagian dari ikhtiyar NU untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di lingkungan sekitarnya.9
F. Program dan Kegiatan LPBI NU
Beberapa program dan kegiatan terkait Penanggulangan Bencana,
Pengendalian Perubahan Iklim dan Pelestarian Lingkungan telah dilaksanakan
oleh LPBI NU, di antaranya:
1. Kajian dan riset terkait isu Penanggulangan Bencana, Pengendalian
Perubahan Iklim dan Pelestarian Lingkungan. Hasil kajian kemudian
didokumentasikan dalam bentuk buku, manual, booklet, majalah, poster
dan stiker. Saat ini, tercatat ada 13 judul buku termasuk manual terkait
dengan 3 (tiga) isu tersebut.
2. Advokasi kebijakan di tingkat Provinsi dan Kabupaten dengan
melakukan
pendampingan:
Penyusunan
regulasi
yaitu
Perda
Penanggulangan Bencana dan regulasi turunan dari Perda tersebut dan
Penyusunan perencanaan dalam Penanggulangan Bencana meliputi:
9
Situs LPBI NU, “Tentang LPBI NU”, diakses pada Tanggal 12 Juni 2016
58
Rencana Penanggulangan Bencana (RPB), Rencana Aksi Daerah
Pengurangan Resiko Bencana (RAD PRB) dan Rencana Kontijensi
Penanggulangan Bencana.
3. Penguatan Koordinasi Stakeholder dalam Penanggulangan Bencana
dengan mendorong dan menginisiasi pembentukan Forum PRB
Provinsi dan Kabupaten. Forum PRB merupakan wadah koordinasi para
pihak (Pemerintah, Masyarakat dan Dunia Usaha) dalam upaya
pengurangan risiko bencana.
4. Penguatan
Kelembagaan
Penanggulangan
Bencana
dengan
menyelenggarakan workshop dan pelatihan: PRB, PDRA, Tanggap
Darurat dan Penyusunan Rencana Kontijensi, Fasilitator,Community
Organizer (CO), Teknik dan Strategi Advokasi serta Kajian Risiko
Bencana Berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG). Rangkaian
kegiatan tersebut diikuti oleh perwakilan Pemerintah, masyarakat dan
media.
5. Pengarusutamaan isu pengurangan risiko Bencana, pengendalian
perubahan iklim dan pelestarian lingkungan kepada masyarakat di
daerah rawan bencana.
6. Peningkatan kapasitas masyarakat dalam penanggulangan bencana,
pengendalian perubahan iklim dan pelestarian lingkungan dengan
mengadakan pelatihan: PRB, PDRA, tanggap darurat, adaptasi
perubahan iklim serta pengelolaan sampah.
59
7. Pengendalian perubahan iklim dalam bentuk konservasi kawasan
pesisir,
penanaman
pohon,
dan
pengelolaan
sampah
berbasis
masyarakat.
8. Mengumpulkan dan mendistribusikan bantuan kemanusiaan untuk
pemenuhan kebutuhan dasar, psikososial serta pengembalian fungsi
dasar fasilitas umum untuk masyarakat terdampak bencana berdasarkan
hasil penilaian dan kajian (assessment).
9. Terlibat aktif dalam forum nasional terkait pengurangan risiko bencana
seperti Platform Nasional Pengurangan Risiko Bencana (PLANAS
PRB) dan Konsorsium Pendidikan Bencana (KPB).
10. Terlibat dalam forum atau pertemuan regional dan internasional seperti
UNFCCC, WCDRR, GPDRR, WOC, International MACCA dan
AMCDRR.
Untuk melaksanakan program dan kegiatan tersebut di atas, LPBI NU
bekerjasama dengan berbagai pihak di antaranya: AusAID/DFAT, UN OCHA,
UNDP, MFF, ODA Jepang, Islamic Help, Islamic Relief, WWF, BNPB & BPBD,
KLHK, Kemenag, Kemenkes, Kemendes PDT dan Transmigrasi, dan lainlain.Setiap
program
kerjasama diaudit
oleh
akuntan
publik. Secara
keseluruhan, hasil audit program LPBI NU adalah WTP (Wajar Tanpa
Pengecualian).10
10
Situs LPBI NU, “Tentang LPBI NU”, diakses pada Tanggal 12 Juni 2016.
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Pelaksanaan Kegiatan Dakwah Program Da’i Siaga Bencana LPBI NU
Program Da’i Siaga Bencana adalah salah satu program dari LPBI NU
untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya bencana di beberapa
daerah rawan bencana di Indonesia dengan cara berdakwah. Cara ini dipilih,
karena dakwah merupakan terobosan terbaru untuk masuk ke komunitas
masyarakat khususnya yang menganut ajaran islam dalam mensosialisasikan atau
membentuk masyarakat yang tangguh akan bencana karena bencana dapat
menimbulkan keadaan sosial yang merugikan masyarakat.1
Program ini sejalan dengan visi misi LPBI NU yang melakukan
pengembangan kapasitas dan pemberdayaan masyarakat dalam perspektif PRB
(Pengurangan Resiko Bencana) ini merupakan upaya NU untuk melakukan
transformasi sosial budaya agar masyarakat, pesantren dan madrasah sebagai basis
kultural NU dapat meningkat kapasitasnya dalam mengurangi kerentanan, yaitu
sebagai bagian dari ikhtiar NU untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
lingkungan sekitarnya karena NU sendiri sebagai organisasi Islam terbesar di
Indonesia yang mempunyai tanggungjawab sosial melalui keagamaan.
Awal mula program Da’i Siaga Bencana sudah dilakukan sejak awal tahun
2006, yang dilakukan oleh Nahdlatul Ulama atas nama CBDRM NU (Community
Based Disaster Risk Management Nahdlatul Ulama) yang dilakukan di beberapa
daerah rawan bencana di Indonesia. pasca mukhtamar di makasar 2010 CBDRM
1
Wawancara pribadi dengan Bapak Dimas Prasetyo, Bendahara Pengurus Wilayah LPBI
NU, Yogyakarta, 4 September 2016.
60
60
61
NU berubah menjadi LPBI NU (Lembaga Penanggulangan Bencana dan
Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama).2 Pada tahun 2011 pasca erupsi gunung merapi
yang mengakibatkan kurang lebih 230 meninggal dunia. Program Da’i siaga
bencana ini di lakukan Sleman Yogyakarta tepatnya di Kelurahan Argomulyo,
Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Daerah yang terletak di lereng
gunung merapi ini merupakan daerah yang rawan dari ancaman bencana
khususnya bencana yang ditimbulkan dari erupsi gunung merapi. Daerah ini juga
merupakan daerah yang mayoritas
masyarakatnya anggota NU sehingga
pengurus lembaga mempunyai tanggung jawab lebih sesuai dengan visi dan misi
LPBI NU.
Setelah menjadi lembaga LPBI NU Bekerjasama dengan NGO
Internanasional yaitu UN OCHA, LPBI NU meningkatkan kinerja program Da’i
Siaga Bencana sampai sekarang, penguatan program ini terlihat dari kegiatannya
yang saat ini sedang berjalan, berdasarkan wawancara penulis dengan Bapak
Dimas Prasetyo, Bendahara Pengurus Wilayah LPBI NU Yogyakarta, program
yang dilakukan pasca CBDRM NU menjadi LPBI NU ini, kegiatan yang
dilakukan tidak hanya penguatan kapasitas masyarakat dalam rangka pengurangan
resiko bencana, program ini juga menyasar pada penguatan kapasitas masyarakat
pada saat bencana berupa pelatihan ketanggap daruratan dan kegiatan pasca
bencana seperti pendampingan pada masyarakat penyandang disabilitas pasca
letusan gunung merapi ataupun mereka yang trauma pasca terjadi bencana, semua
kegiatan ini yang dilakukan oleh para da’i yang sudah terlebih dahulu
mendapatkan pelatihan dan pembekalan akan materi penanggulangan bencana
2
Wawancara pribadi dengan Bapak Dimas Prasetyo, Bendahara Pengurus Wilayah LPBI
NU, Yogyakarta, 4 September 2016.
62
dalam khususnya penanggulangan bencana dalam perspektif islam, program ini
melibatkan berbagai stakeholder dari tingkat pemerintah kelurahan maupun
komunitas masyarakat seperti pengajian, majelis taklim, sekolah umum dan
pesantren.3
Dari hasil wawancara dan temuan data-data di lapangan penulis
memetakan kegiatan yang dilakukan Da’i Siaga Bencana dalam penanggulangan
bencana adalah sebagai berikut :
1.
Kegiatan Sebelum Bencana (Pra Bencana)
Dalam konsep penanggulangan bencana ada 3 tindakan yang
dilakukan dalam rangka penaggulangan pencana yaitu kegiatan mitigasi ,
pencegahan dan kesiapsiaagaan. Berdasarkan wawancara penulis dengan
Bapak Dimas Prasetyo, kegiatan yang dilakukan meliputi pelatihan mengenai
penanggulangan bencana yang dilakukan oleh para da’i kepada kelompok
komunitas, pesantren dan sekolah, sebagai bentuk penguatan kapasitas
masyarakat. LPBI NU juga melakukan kegiatan bakti sosial bersama
masyarakat dengan membersikan lingukan serta penanaman pohon.
2. Tindakan Tanggap Darurat
Tanggap darurat adalah tindakan yang dilakukan segera setelah terjadinya
bencana untuk menolong korban dan memenuhi kebutuhan korban dasar yang
selamat dari kejadian bencana.4 Pada fase tanggap darurat LPBI NU juga
berperan aktif dalam rangka penanggulangan bencana, perananan yang
dilakukan antara lain dengan melakukan bantuan kepada korban bencana
3
Wawancara pribadi dengan Bapak Dimas Prasetyo, Bendahara Pengurus Wilayah LPBI
NU, Yogyakarta, 4 September 2016.
4
A. Fawa’id Syadzili dkk , Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat dalam
Perspektif Islam, (Jakarta : NU CBDRM,2007), hal.81.
63
meliputi bantuan kesehatan kepada masyarakat dan bantuan bahan bahan
pokok dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar pada saat terjadi bencana.
Melalui para da’i yang sudah dilatih LPBI juga melakukan pendamingan anak
dalam rangka psikososial.
3. Tindakan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (Pasca Bencana)
Pasca tanggap darurat LPBI dalam rangka rehabilitasi dan rekontruksi
kegiatan yang dilakukan oleh LPBI NU biasanya melakukan kerjasama
dengan pemerintah daerah, BNPB, UN OCHA dsb dalam membangun
kembali fasilitas ibadah dan fasilitas umum yang rusak akibat bencana.
B. Tingkat Kesadaran Masyarakat Sebelum Mengikuti Program Da’i Siaga
Bencana LPBI NU
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis.
Indonesia adalah negara yang rawan akan bencana, salah satu ancaman
yang harus mempunyai perhatian serius yaitu bencana dari erupsi gunung berapi.
Dari sabang sampai merauke Indonesia memiliki puluhan gunung berapi aktif
yang kapan saja dapat erupsi, salah satu yang paling aktif yaitu di Gunung Merapi
yang terletak di daerah jawa tengah. Salah satu daerah yang sangat terdampak
oleh letusan gunung merapi yaitu di Kelurahan Argomulyo Kecamatan
Cangkringan Kabupaten Sleman-Yogyakarta. Dengan ancaman bencana yang
64
besar, masyarakat dituntut dapat memahami penanggualangan bencana walaupun
sebatas tanggap darurat seperti terjadi erupsi masyarakat sudah tahu harus kemana
mereka pergi dan apa-apa saja yang harus diselamatkan.5
Kesadaran masyarakat lahir dari masyarakatnya itu sendiri yang lahir dari
kebiasaaan dalam masyarakat. Secara harfiah “kesadaran” berasal dari kata
“sadar” yang berarti insyaf, merasa tahu dan mengerti, kita sadar jika kita sudah
tahu dan mengerti.6 Hidup atau bertempat tinggal di daerah rawan bencana di
butuhkan sikap kesadaran yang tinggi akan ancaman dan resiko yang timbul
akibat dari bencana yang terjadi. Masyarakat yang tinggal di daerah rawan
bencana wajib hukumnya untuk selalu siap siaga dalam rangka penanggulangan
bencana, untuk membentuk masyarakat yang siap dibutuhkan kesadaran lebih
masyarakat akan ancaman dari bencana yang terjadi. Melihat sejarah letusan
gunung merapi pada tahun 2010 yang mengakibatkan kerugian material dari
bencana erupsi serta banyaknya korban meninggal akibat letusan ini yang
mendasari LPBI NU melakukan Program Da’i Siaga Bencana di Kelurahan
Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman-Yograkarta, dari hasil
wawancara penulis dengan salah satu warga di kelurahan argomulyo terlihat ratarata masyarakat sebelum mengikuti Program Da’i Siaga Bencana belum memiliki
kesadaran yang akan bahaya dari bencana dari letusan gunung merapi, mereka
masih awam akan bagaimana penanggulangan bencana dan punya ketergantungan
yang tinggi kepada pemerintah maupun lembaga yang bergerak di bidang
kebencanaan,misalnya jika terjadi bercana mereka hanya mengikuti intruksi
5
Wawancara pribadi dengan Bapak Dimas Prasetyo, Bendahara Pengurus Wilayah LPBI
NU, Yogyakarta, 4 September 2016.
6
Rochmad, Efek Tayangan Info Kesehatan Terhadap Kesadaran Masyarakat, (eJournal
Ilmu Komunikasi, 2013, 1 (1): 248-261, ISSN 0000-0000, ejournal.ilkom.or.id: 2013), hal.251.
65
orang-orang sekitar mereka saja, misal di suruh turun ke tempat yang lebih aman
mereka mengikuti intruksi tersebut.7 Dari hasil penulisan dilapangan penulis
menyimpulkan bahwa masyarakat memiliki tingkat kesadaran yang bermacammacam sebelum menerima Program Da’i Siaga Bencana:
1. Kesadaran yang bersifat anomous, yaitu kesadaran atau kepatuhan yang tidak
jelas dasar dan alasan atau orientasinya. Dari wawancara penulis dengan
Bapak Alfian terlihat bahwa masyarakat masih belum memahami langkahlangkah pada konsep penanggulangan bercana, mereka melakukan sesuatu
berdasarkan apa yang meraka pahami dan sangat bergantung pada bantuan
orang lain.8
2. Kesadaran yang bersifat heteronomous, yaitu kesadaran atau kepatuhan yang
berlandaskan dasar/orientasi/motivasi yang beraneka ragam atau bergantiganti. Banyaknya korban meninggal pasca erupsi merapi 2010, menurut
Bapak Dimas Prasetyo menunjukan bahwa tingkat kesadaran akan bahaya dari
bencana masih sangat rendah dan harus ditingkatkan kembali.9 Kesadaran
masyarakat tidak timbul dari dirinya sendiri melainkan mereka masih
bergantung kepada orang lain dalam kegiatan penanggulangan bencana,
masyarakat benar-benar menjadi objek dalam rangka penganggulangan
bencana padahal dalam kegaitan ini masyarakat dapat menjadi subjek untuk
penanggulangan bencana.
7
Wawancara pribadi dengan Bapak Alfian, Masyarakat yang menerima Program Da’i
Siaga Bencana, Yogyakarta, 5 September 2016.
8
Wawancara pribadi dengan Bapak Alfian, Masyarakat yang menerima Program Da’i
Siaga Bencana, Yogyakarta, 5 September 2016.
9
Wawancara pribadi dengan Bapak Dimas Prasetyo, Bendahara Pengurus Wilayah LPBI
NU, Yogyakarta, 4 September 2016.
66
3. Kesadaran yang bersifat sosionomous, yaitu kesadaran atau kepatuhan yang
berorientasi kepada kiprah umum atau karena khalayak ramai. Dari hasil
wawancara penulis dengan kedua narasumber penulis menyimpulkan
masyarakat kelurahan argomulyo masih berorientasi pada kiprah umum,
dimana masyarakat masih bergantung kepada orang lain.
C. Tingkat Kesadaran Masyarakat Setelah Mengikuti Program Da’i Siaga
Bencana LPBI NU
Kesadaran masyarakat adalah keinsyafan, merasa, tahu dan mengerti yang
dialami oleh masyarakat dikarenakan adanya persepsi yang diterima baik dari
dalam maupun dari luar. Kesadaran masyarakat lahir dari masyarakatnya itu
sendiri yang lahir dari kebiasaaan dalam masyarakat, dipengaruhi oleh
lingkungan, peraturan-peraturan dan peranan pemerintahnya.10
Persepsi yang diterima baik oleh masyarakat akan meningkatkan
kesadaran masyarakat pada akhirnya akan menimbulkan partisipasi dari
masyarakat untuk ikut mengelola lingkungan sekitarnya. Partisipasi merupakan
kemampuan dari masyarakat untuk bertindak dalam keberhasilan (keterpaduan)
yang teratur untuk menanggapi kondisi lingkungan sehingga masyarakat tersebut
dapat bertindak sesuai dengan logika dari yang dikandung oleh kondisi
lingkungan tersebut.
Berdasarkan monitoring dan evaluasi serta tinjauan di lapangan pasca
program da’i siaga bencana baik di komunitas masyarakat, pesantren dan sekolah,
dari program yang sudah dilakukan terdapat beberapa peningkatan pengetahuan
10
Rochmad, Efek Tayangan …, hal.251.
67
masyarakat dari mulanya meraka bulum mengerti apa itu penanggulangan
bencana, setalah mengikuti program tersebut sekarang masyarakat sudah mulai
memahami apa itu penanggulangan bencana baik pra dan pasca bencana serta
lebih sigap, mereka bisa mengerti dalam bertindak jika terjadi letusan gunung
merapi dan apa saja yang harus disiapkan jika sewaktu waktu terjadi letusan. Dari
hasil wawancara penulis dengan salah seorang masyarakat juga membuktikan
bahwa meraka sudah mengerti bagaimana bertindak saat terjadi letusan , serta
bagaimana masyarakat dapet mengelola posko kebencanaan ini membuktikan
bahwa masyarakat sudah lebih siap dan mampu beradaptasi dengan ancaman
bencana.
Bukan hanya itu dari hasil wawancara penulis dengan Bapak Dimas
prasetyo di fase pra bencana banyak pula kegiatan yang masih rutin di lakukan
saat ini masyarakat masih sering mengadakan pertemuan rutin yang sekaligus
pengajian untuk membahas sekilas tentang gunung merapi itu sendiri maupun
kerja bakti untuk lingkungan mereka. Dakwah yang disampaikan oleh para da’i
membawa perubahan perilaku masyarakat bagaimana bersikap dan bertindak. Ini
menjadi point penting dalam rangka pengurangan resiko bencana bagaimana da’i
tidak hanya memberikan suatu ceramah agama akan tetapi dapat membawa
perubahan di dalam komunitas masyarakat.
Dari analisis di atas penulis menyimpulkan bahwa di tahap ini masyarakan
kelurahan argomulyo sudah pada tahap Kesadaran yang bersifat autonomous yaitu
kesadaran atau kepatuhan yang terbaik karena didasari oleh konsep atau landasan
yang ada dalam diri sendiri. Ini tergambar dari wawancara penulis dengan Bapak
Alfian masyarakat sudah mengerti apa yang harus dipersiapkan kalau terjadi
68
erupsi, apa yang harus di bawa dan harus kemana, jika terjadi letusan masyarakat
juga sudah tahu bagaimana mengelolah posko bencana. Dan kita juga di ajarkan
bagaimana kita harus beradaptasi dengan ancaman serta bersama sama menjaga
lingkungan.11
Dari hasil wawancara penulis dengan Bapak Dimas Prasetyo juga
menunjukan bahwa peningkatan kesadaran masyarakat dari mulanya hanya paham
mengenai tanggap darurat, setalah mengikuti program tersebut Alhamdulillah
masyarakat sudah mulai memahami bagaiaman pra dan pasca bencana serta lebih
sigap. Dan secara teori bencana mereka mulai mengerti. Sampai saat ini
masyarakat masih sering mengadakan pertemuan rutin yang sekaligus pengajian
untuk membahas sekilas tentang gunung merapi itu sendiri maupun kerja bakti
untuk lingkungan merek.12
D. Efektifitas Dakwah Yang Dilakukan LPBI NU Melalui Program Da’i
Siaga Bencana
Program Da’i Siaga Bencana sudah dilakukan tahun 2011 di Kelurahan
Argomulyo,
Kecamatan
Cangkringan,
Kabupaten
Sleman-Yogyakarta.
Berdasarkan penulisan yang dilakukan, dapat ditemukan sebuah keefektifan
program ini karena adanya perubahan atau tindakan masyarakat dalam merespon
bencana. Mayarakat mampu menerima pesan yang disampaikan oleh da’i dan
perubahan terjadi dari segi hubungan antara keduanya yakni pesan yang diterima
dan tindakan dalam merespon bencana.
11
Wawancara pribadi dengan Bapak Alfian, Masyarakat yang menerima Program Da’i
Siaga Bencana, Yogyakarta, 5 September 2016.
12
Wawancara pribadi dengan Bapak Dimas Prasetyo, Bendahara Pengurus Wilayah LPBI
NU, Yogyakarta, 4 September 2016.
69
Dari hasil penelitian penulis dilapangan ini sejalan dengan yang di
ungkapkan Dennis Mc. Quail dimana efektifitas secara teori komunikasi berasal
dari bahasa efektif. Artinya terjadi sebuah perubahan atau tindakan. Sebagai
akibat diterima suatu pesan, dan perubahan terjadi dari segi hubungan antara
keduanya yakni pesan yang diterima dan tindakan tersebut.13 Dari wawancara
penulis dengan Bapak Alfian penulis mendapatkan kesimpulan bahwa dakwah
bisa dikatakan efektif dalam rangka peningkatan kesadaran di masyarakat
terutama
di
Kelurahan
Argomulyo,
Kecamatan
Cangkringan
Sleman-
Yogyakarta, dimana di daerah tersubut juga merupakan basis dari Nahdlatul
Ulama. Ke-efektifan juga terlihat dari beberapa kegiatan yang dilakukan dari data
yang peneliti dapatkan di lapangan seperti penanaman pohon, pembersihan
lingkungan, Dan simulasi apababila terjadi gempa dan letusan gunung merapi.
Program yang berkelanjutan sampai saat ini memberikan umpan balik
(feed back) berupa respon positif dari masyarakat tentunya merupakan indikator
yang dapat diukur tentang keberhasilan komunikasi tersebut. Model dakwah
semacam ini dapat disebut dakwah persuasif. Para da’i disini pun paham apa
yang disampaikan kepada masyarakat itu sesuai dengan cara berfikir dan cara
merasa measyarakat, sehingga masyarakat mengikuti kehendak da’i tetapi merasa
sedang mengikuti kehendak sendiri. Jika dakwah disampaikan secara persuasif,
maka pasti komunikatif. Jika komunikatif maka pasti lebih efektif. Dalam upaya
mengukur sejauh mana tingkat efektifitas penulis mengukur tingkat keefektifan
13
Dennis Mc. Quail, Teori Komunikasi Suatu Pengantar (Jakarta: Erlangga Pratama,
1992), hal. 281.
70
megunakan teori yang dikemukakan oleh F.X Swarto bahwa terdapat tiga
pendekatan dalam pengukuran keefektifan, yaitu :
1. Pendekatan tujuan, yaitu dimana masyarakat sudah memahami akan bencana
sehingga mampu mengantisipasi dan meminimalisir resiko dan kerugian yang
di akibatkan oleh dampak bencana. Pendekatan ini menekankan pada
pentingnya pencapaian tujuan sebagai kriteria penilaian keefektifan.
2. Pendekatan teori sistem, yaitu dimana masyarakat sudah memahami suatu
system atau siklus pengelolaan bencana dimulai pra bencana (mitigasi,
pencegahan dan kesiapsiagaan) dan pasca bencana (rehabilitasi, pemulihan
dan rekontruksi). Pendekatan ini menekankan pada pentingnya adaptasi
tuntunan sebagai kriteria penilaian keefektifan sehingga satu elemen dan
sejumlah elemen saling tergantung.
3. Pendekatan teori multiple konstituensi, yaitu dimana program yang sudah
berlangsung kepada masyarakat membuat masyarakat mandiri serta dapat
memberikan pengetahuan yang sudah didapat di komunitas mereka masingmasing seperti pengajian, majelis takhlim, sekolah umum dan pesantren.
Pendekatan ini dapat dikatakan efektif bila dapat memenuhi dari konstituensi
yang pendukung kelanjutan eksistensi organisasi tersebut.
Dakwah dipandang sebagai suatu proses komunikasi, maka efektifitas
dakwah identik dengan efektifitas komunikasi. Program Da’i Siaga Bencana
adalah salah satu program dari LPBI NU dengan cara berdakwah sebagai suatu
usaha untuk menyerukan atau mengajak masyarakat kepada jalan yang diridhoi
Allah SWT. melalui cara atau metode tertentu agar terwujud pengalaman ajaran
71
ajaran islam dengan baik dan benar agar mendapat kebahagian di dunia maupun di
akhirat.
Pada Program ini penulis melihat beberapa unsur dakwah yang
mendukung keberhasilan dari program ini meliputi :
1.
Da’i (pelaku dakwah)
Da’i adalah “orang yang melaksanakan dakwah baik melalui lisan,tulisan
maupun perbuatan yang dilakukan baik secara individu,kelompok ataupun melalui
organisasi atau lembaga.14Dalam pelaksanaanya Program ini melibatkan para da’i
dan da’i yang dilibatkan merupakan para tokoh agama setempat dan beberapa da’i
dari pengurus cabang NU setempat,
Hal ini di harapkan dapat memperlancar berjalannya program dengan
mengikut sertakan tokoh agama sekitar. Sebelum melakukan dakwahnya da’i
secara khusus di ajarkan materi penanggulangan bencana, LPBI NU sendiri sudah
menerbitkan buku panduan untuk para da’i dalam rangka penunjang suksesnya
program ini.
2.
Mad’u (mitra dakwah)
Adalah manusia yang menjadi sasaran dakwah, atau manusia penerima
dakwah, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok, baik manusia yang
beragama Islam maupun tidak, atau dengan kata lain manusia secara
keseluruhan.15 dalam dakwah juga harus memiliki unsur mad’u atau mereka yang
menerima pesan dakwah ini, pada program da’i siaga bencana ini masyarakat
Kelurahan Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman-Yogyakarta
adalah mad’u-nya.
14
15
Muhammad Munir, S.AG,MA.& Wahyu Ilaihi,S.AG,MA, Manajemen Dakwah, hal.22.
Muhammad Munir, S.AG,MA.& Wahyu Ilaihi,S.AG,MA, ……, hal. 23
72
Dalam konteks penanggulangan bencana masyarakat kelurahan argomulyo
merupakan masyarakat yang rentan akan ancaman bencana, yaitu bencana erupsi
gunung merapi.
3.
Maddah (materi dakwah)
Maddah (materi dakwah) atau pesan-pesan dakwah dalam Islam atau
segala sesuatu yang harus disampaikan subjek kepada objek dakwah, yaitu
keseluruhan ajaran Islam yang ada didalam Kitabullah dan Sunnah Rasulullah
saw. sebelum melakukan dakwah dalam rangka pengurangan resiko bencana pada
da’i dilatih untuk menguasai materi penanggulangan bencana baik teori secara
umumnya atau teori penanggulangan bencana dalam perspektif islam yang sudah
terlebih dahulu di terbitkan oleh LPBI NU, dan LPBI NU juga sudah membuat
materi khusus buku pedoman da’i siaga bencana.
4. Wasilah (media dakwah)
Wasilah atau media dakwah adalah alat yang digunakan untuk
menyampaikan materi dakwah (ajaran islam) kepada penerima dakwah. Beberapa
hal yang dapat digunakan sebagai media dakwah dianataranya adalah lisan,
tulisan, lukisan atau gambar, audiovisual dan akhlak.
Para da’i menyampaikan materinya menggunakan lisan berupa penjelasan
kepada para masyarakat (mad’u) lalu materi yang di sampaikan di simulasikan
oleh para mad’u berupa simulasi lansung apabila terjadi letusan gunung api pada
fase ini para mad’u di harapkan dapat mengaplikasikan materi penanggulanagan
bencana dalam konteks kesiapsiagaan dan tahapan tanggap darurat.
73
5. Thariqoh (metode dakwah)
Metode memiliki pengertian “suatu cara yang bisa ditempuh atau cara
yang ditentukan secara jelas untuk mencapai dan menyelesaikan suatu tujuan,
rencana, sistem, tata pikir manusia”16 Pada program da’i siaga bencana metode
dakwah yang digunakan adalah Bi Al-Mauizhoh Al-Hasanah, Menurut bahasa
mauizhatul hasanah berasal dari dua kata: mauizhoh yaitu berarti nasihat,
bimbingan, pendidikan dan peringatan, hasanah adalah kebalikan sayyi’ah yang
berarti kebaikan.
Adapun penerapan metode ini adalah dengan memberikan nasihat atau
petuah; studi bimbingan, studi pengajaran, studi penyuluhan, studi psikoterapi;
memberikan stimulus melalui kisah- kisah, kabar gembira dan peringatan (albasyir dan al-nadzir), serta wasiat (pesan pesan positif).
Para da’i memberikan nasihatnya dengan memberikan ceramah agama di
majlis taklim atau pengajian-pengajian di masyarakat serta melakukan pengajaran
tentang penanggulangan bencana di sekolah dan pesantren di lokasi penulisan,
lalu membuat simulasi kedaruratan saat bencana untuk mempraktekan teori yang
sudah di berikan.17
6. Atsar( efek dakwah),
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam setiap aktivitas dakwah akan menuai
reaksi baik positif maupun negatif. Artinya adalah setiap dakwah akan memiliki
efek (atsar) pada objek dakwah. masyarakat di Kelurahan Argomulyo, Kecamatan
Cangkringan, Kabupaten Sleman-Yogyakarta yang mayoritas muslim sangat
16
M.Syafaat Habib, Buku Pedoman Dakwah,(Jakarta: Wijaya,1992), cet-ke I, hal.160.
Wawancara pribadi dengan Bapak Dimas Prasetyo, Bendahara Pengurus Wilayah LPBI
NU, Yogyakarta, 4 September 2016.
17
74
senang dengan dakwah yang dilakukan, karena mendapat banyak ilmu
kebencanaan dan juga ilmu agama.
Konsep program yang dibalut dengan dakwah merupakan terobosan
terbaru bagaimana bisa masuk ke komunitas masyarakat khususnya yang
menganut ajaran islam untuk mensosialisasikan atau membentuk masyarakat yang
tangguh akan bencana karena bencana dapat menimbulkan keadaan sosial yang
merugikan masyarakat.
Belum lagi masyarakat yang antusias sehingga tidak terlalu banyak
hambatan karena setiap kegiatan selalu melibatkan semua stakeholder baik dari
pemerintah dan tokoh agama sekitar. Pendampingan yang harus lebih
berkelanjutan, karena memang kami masyarakat di Kelurahan Argomulyo hidup
di ancaman letusan merapi yang tiap saat bisa meletus.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah melakukan analisis dan pembahasan pada bab-bab terdahulu,
dibawah ini beberapa kesimpulan yang diperoleh oleh penulis:
1.
Pelaksanaan
kegiatan
program
Da’i
Siaga
Bencana
Lembaga
Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Nahdlatul Ulama
dalam
meningkatkan kesadaran
masyarakat menghadapi
ancaman
bencana di Kelurahan Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten
Sleman-Yogyakarta berjalan lancar hingga sekarang. Program ini sejalan
dengan visi misi LPBI NU yang melakukan pengembangan kapasitas dan
pemberdayaan masyarakat dalam perspektif PRB (Pengurangan Resiko
Bencana) ini merupakan upaya NU untuk melakukan transformasi sosial
budaya agar masyarakat, pesantren dan madrasah sebagai basis kultural
NU dapat meningkat kapasitasnya dalam mengurangi kerentanan, yaitu
sebagai bagian dari ikhtiar NU untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat di lingkungan sekitarnya karena NU sendiri sebagai organisasi
Islam terbesar di Indonesia yang mempunyai tanggungjawab sosial melalui
keagamaan. Program yang di lakukan menurut pengamatan peniliti di
lapangan di nilai efektif mulai dari sosialisasi, pelatihan, simulasi dan
pendampingan, masyarakat yang dilibatkanpun beragam dari mulai
75
75
76
pemeritah
desa,
komunitas
masyarakat
sehingga
mempermudah
berjalannya program.
2.
Tingkat kesadaran masyarakat di Kelurahan Argomulyo, Kecamatan
Cangkringan, Kabupaten Sleman-Yogyakarta masih pada tahap :
a. Kesadaran yang bersifat anomous, yaitu kesadaran atau kepatuhan
yang tidak jelas dasar dan alasan atau orientasinya. Dari wawancara
penulis dengan Bapak Alfian terlihat bahwa masyarakat masih belum
memahami langkah-langkah pada konsep penanggulangan bencana,
mereka melakukan sesuatu berdasarkan apa yang meraka pahami dan
sangat bergantung pada bantuan orang lain.
b. Kesadaran yang bersifat heteronomous, yaitu kesadaran atau kepatuhan
yang berlandaskan dasar/orientasi/motivasi yang beraneka ragam atau
berganti-ganti Kesadaran masyarakat tidak timbul dari dirinya sendiri
melainkan mereka masih bergantung kepada orang lain dalam kegiatan
penanggulangan bencana, masyarakat benar-benar menjadi obyek
dalam rangka penanggulangan bencana padahal dalam kegaitan ini
masyarakat dapat menjadi subjek untuk penanggulangan bencana.
c. Kesadaran yang bersifat sosionomous, yaitu kesadaran atau kepatuhan
yang berorientasi kepada kiprah umum atau karena khalayak ramai
dalam hal ini masyarakat masih bergantung kepada orang lain.
3.
Berdasarkan monitoring dan evaluasi serta tinjauan di lapangan pasca
program di beberapa komunitas dan dari program yang sudah dilakukan
terdapat beberapa peningkatan pengetahuan masyarakat baik teori ataupun
tingkat kesiapsiagaan masyarakat akan bahwa erupsi gunung merapi, dari
77
mulanya hanya paham mengenai tanggap darurat, setelah mengikuti
program tersebut sekarang masyarakat sudah mulai memahami bagaiaman
pra dan pasca bencana serta lebih siap. Dakwah yang disampaikan oleh
para da’i membawa perubahan perilaku masyarakat bagaimana bersikap
dan bertindak. Ini menjadi point penting dalam rangka pengurangan resiko
bencana bagaimana da’i tidak hanya memberikan suatu ceramah agama
akan tetapi dapat membawa perubahan di dalam komunitas masyarakat,
terjadinya peningkatan kesadaran masyarat ini tidak terlepas dari
komunikasi dan metode dakwah yang dilakukan berjalan dengan baik
dengan mempertimbangkan berbagai macam unsur dakwah di dalam
program ini. Pada tahap ini peneliti menyimpulkan bahwa pada tahap ini
masyarakat sudah sampai pada kesadaran yang bersifat autonomous yaitu
kesadaran atau kepatuhan yang terbaik karena didasari oleh konsep atau
landasan yang ada dalam diri sendiri.
4.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat ditemukan
keefektifan
program ini karena adanya perubahan atau tindakan masyarakat dalam
merespon bencana. Masyarakat mampu menerima pesan yang disampaikan
oleh da’i dan perubahan terjadi dari segi hubungan antara keduanya yakni
pesan yang diterima dan tindakan dalam merespon bencana, masyarakat di
Kelurahan Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten SlemanYogyakarta yang mayoritas muslim sangat senang dengan dakwah yang
dilakukan, karena dapat banyak ilmu kebencanaan dan juga ilmu agama.
Konsep program yang dibalut dengan dakwah merupakan terobosan
terbaru bagaimana bisa masuk ke komunitas masyarakat khususnya yang
78
menganut ajaran islam untuk mensosialisasikan atau membentuk
masyarakat
yang
tangguh
akan
bencana
karena
bencana
dapat
menimbulkan keadaan sosial yang merugikan masyarakat. Belum lagi
masyarakat yang antusias sehingga tidak terlalu banyak hambatan karena
setiap kegiatan selalu melibatkan semua stakeholder baik dari pemerintah
dan tokoh agama sekitar. Pendampingan yang harus lebih berkelanjutan,
karena memang kami masyarakat di Kelurahan Argomulyo hidup di
ancaman letusan merapi yang tiap saat bisa meletus.
B. Saran-saran
1. Kepada para da’i dalam menjalankan dakwahnya para pelaku dakwah
diharapkan memperhatikan budaya masyarakat lokal dan tetap menghargai
kearifan masyarakat lokal sekitar, dengan cara melibatkan masyarakat asli
atau ulama lokal dalam rangka dakwah untuk melakukan perubahan sosial
di masyarakat.
2. LPBI NU dalam hal ini Program yang sudah berjalan dengan baik
semaksimal mungkin harus terus berkelanjutan khususnya dalam rangka
memonitoring hasil yang sudah dicapai dari program ini, karena gunung
merapi merupakan salah satu gunung berapi yang teraktif di dunia sampai
hari ini, erupsi bisa terjadi kapan saja, belum lagi bahaya lain dari banjir
lahar dingin, keterlibatan lembaga dalam rangka peningkatan kapasitas
kesadaran masyarakat sangat di butuhkan serta kerjasama dengan
pemerintah lokalpun di anggap penting selama ancaman bencana masih
ada.
79
3. Kepada lembaga kemanusian maupun pelaku dakwah bahwa program
seperti ini merupakan salah satu sarana yang efektif dalam menyampaikan
pesan mengenai penanggulangan bencana. Oleh karna itu, program da’i
siaga bencana menjadi salah satu cara berdakwah yang baik selain melalui
mimbar ceramah. Serta menjadi trobosan terbaru dalam rangka
peningkatan kapsitas masyarakat dalam rangka penanggulangan bencana.
DAFTAR PUSTAKA
A. Fawa’id Syadzili dkk. Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat dalam
Perspektif Islam, (Jakarta: NU CBDRM, 2007).
Ahmad, Amrullah. Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, (Yogyakarta: PLPM,
1985).
Anshari, Drs. H. Hafi. Pemahaman dan Pengalaman Dakwah, (Surabaya: Al
Ikhlas,1993).
Apriatin, Juhaeria. Efektifitas Model Dakwah Religi Pada Penderita Psikotropika
Di Lembaga Permasyarakatan Khusus Narkotika Kelas II A Cirebon
(Studi Kasus Di Lapassustik Kelas II A Cirebon), (Perpustakaan Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon, 2012).
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta:
Rineka Cipta, 1997).
Azizah, Abdaue. Aktivitas Dakwah Dra. HJ. Sinta Nuriya Abdurahman Wahid
Dalam Memperjuangkan Hak Hak Perempuan Di Yayasan Puan Amal
Hayati, (Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013).
Bungin, Burhan. Analisis Data Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Grafindo
Persada).
Dahlan, Abdul Aziz. Ensiklopedia Tematis Dunia Islami, (Jakarta: PT Ichtiar
Baru Van Hoeve,2002).
Djahiri A., Kosasih. Strategi Pengajaran Afektif Nilai Moral VCT Dan Games
Dalam VCT. (Bandung: Lab.. PMP IKIP:1985).
Ducker, Peter F. Bagaimana Menjadi Eksekutif yang Efektif ,(Jakarta: Pedoman
Ilmu Jaya, 1986).
Ellyasa KH. Darwis dkk. Da’i Siaga Bencana – Pandua Praktis Dakwah
Pengurangan Risiko Bencana, (Jakarta:LPBI NU, 2011).
Habib,M.Syafaat. Buku Pedoman Dakwah, cet-ke I , (Jakarta: Wijaya,1992).
Ismail, A. Ilyas. Paradigma Dakwah Sayyid Quthub: Rekontruksi Pemikiran
Dakwah Harakah, (Jakarta: Penamadina, 2008).
Lubis, Basrah. Pengantar Ilmu Dakwah, ( Jakarta: CV Tursina,1993).
Mahmudah, Dedeh. Efektifitas Metode Dakwah Mauidzoh Hasanah Dalam
Pembinaan Akhlak Santri At-Taqwa Putra Bekasi, (Perpustakaan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008).
Malaikah, Mustafa. Manhaj Dakwah Yusuf Qordhawi Harmoni antara
Kelembutan dan Ketegasan,(Jakarta: Pustaka Al Kautsar,1997).
80
80
81
Mausuli, Silma. Efektifitas Dakwah Lembaga Tilawah Qur’an (LPTQ) DKI
Jakarta Melalui Program Musabaqah Tilawatul Qur’an (MTQ),
(Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010).
Mc. Quail, Dennis. Teori Komunikasi Suatu Pengantar (Jakarta: Erlangga
Pratama, 1992).
Mratihatani,
Anandriyo Suryo.
Di Kawasan Industri Batik Yang
UNDIP:2013).
Menuju Pengelolaan Sungai Bersih
Padat Limbah Cair, (Fak.Ekonomi
Munir, S.AG,MA., Muhammad & Wahyu Ilaihi,S.AG,MA. Manajemen Dakwah,
Cet ke-2, (Jakarta : Kencana, 2009).
Moleong, Lexy J.. Metedologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda
Karya, 2009).
Nazih, Moh. Metode Penelitian, (Bandung: Ghalia Indonesia, 1999).
Poerwandri, E. Kristi. Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi,
(Jakarta:LPSP3-UI, 1998).
Prinnodigdo, A. B. dan Hasan Shadely. Ensiklopedi Umum, (Yogyakarta:
Kainisius, 1990).
Pusat Mitigasi Bencana- ITB, Draft Manual/Panduan Pelaksanaan Pengolaan
Bencana Berbasis Komunitas – Nahdlatul Ulama, Bagian 3 konsep
pengelolaan bencana, (Bandung : Jurnal ITB,2007).
Rahmat, Jalaludin. Psikologi Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999).
Rahmat, Jalaludin. Retorika Modern, Sebuah Kerangka Teori dan Praktik
Berpidato,( Bandung: Akademika, 1982).
R Al Faruqi, Ismail. Menjeljah Atlas Dunia Islam,(Bandung: Mizan,2000).
Rochmad, Efek Tayangan Info Kesehatan Terhadap Kesadaran Masyarakat,
(eJournal Ilmu Komunikasi, 2013, 1 (1): 248-261, ISSN 0000-0000,
ejournal.ilkom.or.id: 2013).
Rosidi, Dakwah Sufistik Kang Jalal, cet. Ke- I, (Jakarta: Paramadina, 2004).
Shihab, M. Quraish. Membumikan al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu Dalam
Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 2001).
Sihabuddin Muhammad ibn Abdillah al-Husaini al- Alusi, Ruh al- Ma’ani fi
tafsiri al-Qur;ani al-Adzim wa as—sab’u al-Matsani, jilid 20, Bairut: dar
Ihya’ al-turats al-Arabi, t.t.
Suwarto FX., Perilaku Organisasi, Cet Ke 1, h 2. (Yogyakarta : Universitas Atma Jaya
Yogyakarta,1999).
82
Slamet, Ffcktifitas Komunikasi dalam Dahvah Persuasif, (Jurnal Dakwah, vol. X
no. 2, Juli-Desember 2009).
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa (P3B)
Departamen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa
Indonesia, cet ke-7, edisi ke-2, (Jakarta : Balai Pustaka Depdikbud, 1995).
Yusuf, Soeleman dan Slamet Soesanto,Pengantar Pendidikan Sosial,(Surabaya:
Usaha Nasional,1981).
Situs LPBI NU, “Tentang LPBI NU”, diakses pada Tanggal 21 januari 2016 dari
http://lpbi-nu.org/tentang-kami/.
Situs LPBI NU, “Tentang LPBI NU”, diakses pada Tanggal 12 Juni 2016 dari
http://lpbi-nu.org/tentang-kami/.
LAMPIRAN
PEITIGURUS BE$AR NAHDLATUL Ul-ltA
LEilSAOA PEI{IT]{GCUT.IilGAil IENGAI{A DII'I PERUEIHAil TrtLIT
Hung ftsNU Lt" 1, tl-Kramt Raya No. 164 latarta pusu f 043Q Indonesia
Tlp/fu : +6.2213142395, Ernail : [email protected], [email protected]
l.{anpr
:
I
JakfiL2 Septrmber20l6
2?ISKPILPBINU/IX/20 1 6
Larnpiran
Pdhal
,
,*u, Keterangan Penelitian
A s s al aw*' alai hnn Wa m funatfiI lshi Wa h amknula
YanS bertanda tangan dibawah ini" Pengurus Pusat LPBI NU, menyatakan bahwa
Nama
: Agung Sulistiono Nugroho
NTM
:111O051000108
Fakultas
lurusan
:
:
&kwahdar Iknu Ksnurika*i
dar Penyirar Islam
*Efektifitas
Judul Penelitiur:
Dakwah Program Da'i Siaga Bencana Lembaga
: Komr:nikasi
Iktifi (LPBI) Nahdlanrl Ulama
klmn Memingka*kffi Kesdmr Masyrak* M€nghdryi turcaman
Peffinggulaqgm Bsrtriwt Dan Psubahan
Bencana
Di Kelurahan Argomulyo, Kecamatan CangkingarL
Kabupaten
Sleman-Yogyakarta"
Yary berrmgk*trr
*lah btrs
t€l& rehlnrlcan
k€gi*a
di LPBI NU
wilayah Yqgf&karta dalam rangka rnenycleo*ikan mgas af*rir{s}ripsi}.
Demikim sr.nat keErurgar
ini kami
buat, untrk dipergurukm sebagaimana
semestinya
Wal t*hut
M*wffi
Wos salfrn
u'alfitk
I laa Aqw*mith Tlnrieq
tfi
Wbruhf,rstxllahi Wabars*atah
LPBI NU Pusat
KEMENTERIAN AGAMA
UNTYERSITAS ISLAM NEGERI (UTN)
SYARIF TIIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
.
Telp./Fax : (62-21) 7 4327 zEl 74703580
Email: [email protected]
Jt. Ir. H. JuandaNo. 95 Ciputat l54l2Indonesia
Website : www.fdkuiniakarta.ac.id
Nornor
[.arnpiran
l-la
:
Urr.0li['5lt'P.00.9/
:
Izin Penelitian (Skripsi)
:-
I
\F>n /]0t6
.lakarta.
f
Septenrhcr 3016
Kepada Yth.
Kepala'Lenrbaga Penanggulanagn Bencana
dan Perubahan lklirn (LPtsl)
.di
Ternpat
t
.{r :; u I et n w' u I u i hr m ll: r. Il' b.
Dekan Fakultas llmu Dakr.valr dan llmu Korrrunikasi L.llN Syarif Hidal.atullah
Jakarta meneratrgkan bahwa
Nanra
Nouror Pokok
'f'erupat/'l'angga
I Lah ir
Semester
Jurusan/Konsentrasi
Alamat
Telp.
: Agung Sulistiorro
: 'lI I 10051000108
;
angerang. l9 Agusrrrs 1992
: Xlll(Tiga Belas)
: Konrunikasi dan Penl'iararr Islanr
...
: 089668268074
adalah berrar rrtahasisit'a aktil'pada fjakrrltas lluru Dakuah clan llnru Koruurriklsi
UIN Syarif Hidayatullah Jakar"ta yarrg akan nrelaksanakan penelitiau/nreucari data dalarrr
rangka penulisan skripsi berjudul "Elakti/itu.t Dctlo,,,t7 progrtm Du'i !:-;;tt Banctrtrtt
Lt;nhaga Pananggulattgcm Benc:ana dur Peruhuhan Iklin (LPBt) Nuhtlltttul (-iltrtnu irrlttnt
:llcuittgkutkcnr Ke.utlortrn llltts.turukut lI<'rtgh<tdillri .1tx'Lttnttu 8.,,t(,Ltntt rli Kt,lrrrilttrtt
Argomttl.tu, K(urtrctturt (ungkringttn Kuhtrsxrlen .\lcttrtttt I'og.wrkurtt".
Sehtrbungart dengan
itu. dirttolrorr kirany,a Bapaklltrrrisclr.
dapar
tnenerima/lnertgizinkan trtahasisr,r,a kami tersebut dalam pelaksanaan kegiatalr dinraksucl.
Demikian. alas ker|asaura dan bantuarrrr-la kanri rnenuucapkltrr lerinra kasilr.
ll:u.tstt I unt tt' ttl u i ktr tr t ll' r ll' lt
Dekan-
ief Subhan. MA
660r
'[enrbusarr
:
I
I
Wakil Dekarr Bidang Akadenrik
Ketua.lurtrsanlPlodi. Konrurrikasi dan Perrr iurarr
ls
lirnr
l0 Iq9i0i
KEMENTERIAN AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
AAKULTAS ILMU DAKWAH DAN IIMU KOMUNIKASI
Telp./Fax: (62-21) 7432728
Email: fi [email protected]
Jl. Ir. H. Juanda No. 95, Ciputat 15412, Indonesia
Website : wwwfidkom.uinjkt.ac.id
Nomor
:
Un.0l/t 5/PP.00.9126401201 6
/ 74703580
arta,27 Juli 2016
Lamp :l(satu)bundel
Hal : Bimbingan Skripsi
Kepada Yth.
Drs. H. S. Hamdani, MA
Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
As s al am u' alaikum
Bersama
Wr. Wb.
ini kami
sampaikan outline dan naskah proposal
mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
berikut,
i
I
I
skipsi yang diajukan oleh
UIN Syarif Hidayatullat f*urtu sebagai
{
l
Nama
t.
i
Agung Sulistiono Nugroho
Nomor Pokok
I 1 1005t000108
Jurusan/Konsentrasi
Komunikasi dan Penyiaran lslam
XIII (Tiga Belas)
Semester
Telp.
089668268074
Judul Skripsi
Efektifitas Dakwah Program Da'I Siaga Bencana Lembaga
Penanggulangan Bencana dan Perubahan lklim (LPBD Nahdlatul
U lama dalam Meningkatkan Kesadaran Masyarakat Menghadapi
Ancaman Bencana di Ke lurah an Argomu lyo Kec. Cangkringan Kab
Sleman Yogyakarta
Kami mohon kesediaannya untuk membimbing mahasiswa tersebut dalam penyusunan dan
penyelesaian skripsinya selama 6 (enam) bulan dari tanggal 27 Jsli 2016 s.d. 27 Januari
Z0l7 .
Demikian, atas perhatian dan kesediaannya kami sampaikan terima kasih.
Was
s
alamu' alaila.tm Wn Wb.
an,Dekan,
Wakil Dekan Bidang Akademik
Supd
NIP.
Tembusan :
l. Dekan
2. Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KpI)
I
.Ed, Ph.D
0330 199803
I 004
Nama Narasumber
: Bapak Dimas Prasetyo
Jabatan
: Pengurus Wilayah LPBI NU Yogyakarta
Tanggal wawancara : 4 September 2016
Tempat
: Kantor PW LPBI NU Yogyakarta
1. Apa Program Dai Siaga Bencana Itu ?
Program dai siaga bencana adalah salah satu program dari LPBI NU untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya bencana di beberapa daerah
rawan bencana di Indonesia. Program ini sejalan dengan visi misi LPBI NU
dan NU sendiri sebagai organisasi Islam
terbesar di Indonesia yang
mempunyai tanggungjawab social melalui keagamaan.
2. Sejak kapan program Da’i Siaga Bencana dilaksanakan di Kelurahan
Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman-Yogyakarta?
Awal mula program Dai siaga bencana sudah dilakukan sejak awal tahun
2006 atas nama CBDRM NU yang dilakukan di beberapa daerah rawan
bencana di Indonesia.
Berjalannya waktu CBDRM NU berubah nama
menjadi LPBI NU yang sudah berbentuk lembaga pada tahun 2010.
Bekerjasama dengan NGO Internanasional yaitu UN OCHA, LPBI NU
meningkatkan kinerja program Dai Siaga Bencana sampai sekarang dilihat
dari kegiatannya yang tidak hanya pra bencana melainkan pasca bencana serta
hasil kegiatan dalam bentuk buku, untuk di desa Yogyakarta tepatnya di
Kelurahan Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman sendiri
pelaksanaan program dai siaga bencana di lakukan pasca erupsi merapi tahun
2011.
3. Apa yang melatarbelakangi pelaksanaan program Da’i Siaga Bencana di
Kelurahan Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten SlemanYogyakarta?
Program ini secara umum dilakukan beberapa wilayah di Indonesia salah
satunya di Yogyakarta, karena daerah ini rawan bencana dengan ancaman
bencananya yaitu erupsi gunung merapi, yang memang sama sama kita
ketahui merapi merupakan gunung aktif yang kapan saja bisa mengegluarkan
semburan awan panas sekaligus Jawa Tengah merupakan mayoritas anggota
NU sehingga pengurus lembaga mempunyai tanggungjawab lebih. Belum lagi
sekarang di tambah dengan bencana baru yaitu banjir lahar dingin
4. Kegiatan apa saja yang dilakukan dalam program Da’i Siaga Bencana ?
Kegiatan yang di lakukan meliputi Sosialisasi, pelatihan dan pendampingan
mengenai penanggulangan bencana di tingkat pemerintah desa maupun
komunitas masyarakat seperti pengajian, majelis takhlim, sekolah umum dan
pesantren.
5. Bagaimana tingkat kesadaran masyarakat sebelum mengikuti program
Da’i Siaga Bencana?
Pada
umumnya
masyarakat
di
Kelurahan
Argomulyo
memahami
penanggualangan bencana walaupun sebatas tanggap darurat seperti terjadi
erupsi warga sudah tahu harus kemana mereka pergi dan apa-apa saja yang
harus diselamatkan. Karena memang mereka hidup di bawah ancaman gunung
merapi sehingga mau tidak mau mereka harus beradapatsi dengan ancaman
tersebut. Tetapi melihat banyaknya korban meninggal akibat letusan merapi
tahun 2010 sebanyak kurang lebih 230 orang, kami menganggap masih harus
meningkatkan kesadaran masyarat di daerah rawan erupsi gunung merapi
salah satunya di desa argomulyo ini
6.
Bagaimana tingkat kesadaran masyarakat setelah mengikuti program
Da’i Siaga Bencana?
Berdasarkan monitoring dan evaluasi serta tinjauan di lapangan pasca
program di beberapa komunitas melalui tes dari program yang sudah
dilakukan terdapat beberapa peningkatan pengetahuan masyarakat dari
mulanya hanya paham mengenai tanggap darurat, setalah mengikuti program
tersebut Alhamdulillah masyarakat sudah mulai memahami bagaiaman pra
dan pasca bencana serta lebih sigap. Dan secara teori bencana mereka mulai
mengerti. Sampai saat ini masyarakat masih sering mengadakan pertemuan
rutin yang sekaligus pengajian untuk membahas sekilas tentang gunung
merapi itu sendiri maupun kerja bakti untuk lingkungan mereka
7. Efektif atau tidak kah dakwah yang dilakukan melalui program Da’i
Siaga Bencana?
Menurut saya pribadi, sangat efektif karena pada umumnya masyarakat
daerah masih menganggap tokoh agama atau Da’I sebagai tokoh masyarakat
yang disegani khususnya di dearah seperti ini.
8. Seberapa berpengaruh dakwah dalam program Da’i Siaga Bencana yang
dilakukan oleh para dai dalam meningkatkan kesadaran masyarakat
menghadapi ancaman bencana?
Dengan hasil yang sudah di evaluasi di Kelurahan Argomulyo, Kecamatan
Cangkringan, Kabupaten Sleman-Yogyakarta, dakwah merupakan terobosan
terbaru bagaimana bisa kita masuk ke komunitas masyarakat khususnya yang
menganut ajaran islam utnuk mensosialisasikan atau membentuk masyarakat
yang tangguh akan bencana karena bencana dapat menimbulkan keadaan
social yang merugikan masyarakat.
9. Apa hambatan selama program Da’i Siaga Bencana berlangsung di
Kelurahan Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten SlemanYogyakarta?
Tidak terlalu banyak hambatan karena setiap kegiatan kita selalu melibatkan
semua stakeholder baik dari pemerintah dan tokoh agama sekitar.
10. Bagaimana respon masyarakat terhadap program Da’i Siaga Bencana?
Respon masyarakat sangat positif dan mendukung kegiatan ini karena manfaat
yang di terima masyarakat sangat banyak.
Narasumber
Bapak Dimas prasetyo
Nama Informan
: Bapak Alfian
(Salah Satu Masyarakat Yang Menerima Program Dai Siaga
Bencana Di Kelurahan Argomulyo)
Tanggal Wawancara : 5 September 2016
Tempat
: Kantor Desa Argomulyo
1. Menurut anda, apa itu program Da’i Siaga Bencana?
Yang saya tahu, program dai siaga bencana merupakan program pelatihan dan
kegiatan dalam rangka penanggulangan bencana, serta melatih masyarakat
dalam rangka peningkatan pengtahuan akan terjadinya bencana letusan
gunung merapi.
2. Kapan Anda mengikuti program Da’i Siaga Bencana Lembaga
Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Nahdlatul Ulama
di Kelurahan Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten SlemanYogyakarta?
Kalo saya sendiri mengikuti pelatihan pada tahun 2011 setelah letusan erupsi
merapi , kami diajarkan bagaimana jika terjadi letusan, kami tahu apa yang
harus kami lakukan.
3. Bagaimana tanggapan anda setelah mengikuti program Da’i Siaga
Bencana?
Setelah mengikuti program ini saya jadi lebih tahu bagaimana bertindak jika
terjadi letusan gunung merapi lalu sebelum terjadi letusan kami harus
menyiapkan apa-apanya sudah lebih sigap.
4. Bagaimana
tingkat
kesadaran
anda
terhadap
bencana
sebelum
mengikuti program Da’i Siaga Bencana?
Awalnya saya kalau terjadi bercana ya kami mengikuti kata orang-orang saja,
misal di suruh turun ke tempat yang lebih aman yasudah kami mengikuti
intruksi untuk turun. jadi ya sebelum ada program ini saya tidak tahu.
5. Bagaimana tingkat kesadaran anda terhadap bencana setelah mengikuti
program Da’i Siaga Bencana?
Setelah program ini saya sudah mengerti apa yang harus dipersiapkan kalau
terjadi erupsi, apa yang harus di bawa dan harus kemana, jika terjadi letusan
masyarakat juga sudah tahu bagaimana mengelolah posko bencana. Dan kita
juga di ajarkan bagaimana kita harus beradaptasi dengan ancaman serta
bersama sama menjaga lingkungan.
6. Menurut Anda, efektif atau tidak dakwah yang dilakukan oleh para dai
melalui program Da’i Siaga Bencana?
Sangat efektif karna disini mayoritas NU, apalagi dibawakan dengan dakwah
membuat hati, pikiran dan psikologis kami lebih tenang menyikapinya.
7. Seberapa pengaruh dakwah yang dilakukan oleh para dai melalui
program Da’i Siaga Bencana terhadap tingkat kesadaran anda dalam
merespon ancaman bencana ?
Saya sendiri sebagai muslim sangat senang dengan dakwah yang dilakukan,
kita dapat banyak ilmu kebencanaan dan juga ilmu agama.
8. Seberapa penting dakwah yang dilakukan oleh para dai dalam program
Da’i Siaga Bencana?
Sangat penting kalau melihat kondisi masyarakat yang mayoritas muslim.
9. Menurut anda, apa kekurangan dan kelebihan dari program Da’i Siaga
Bencana?
Pendampingan yang harus lebih berkelanjutan, karena memang kami
masyarakat di Kelurahan Argomulyo hidup di ancaman letusan merapi yang
tiap saat bisa meletus.
Narasumber
Bapak Alfian
Lampiran Foto
Foto bersama Bapak Dimas Prasetyo
Wawancara peneliti dengan Bapak Alfian
Bantuan sanitasi air LPBI NU
Pesantren Based Disaster Management
Simulasi gempa untuk anak SD
Penanaman Pohon
Pelayanan kesehatan
Download