EFEKTIFITAS PROGRAM DA’I SIAGA BENCANA LEMBAGA PENANGGULANGAN BENCANA DAN PERUBAHAN IKLIM (LPBI) NAHDLATUL ULAMA Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Disusun Oleh: AGUNG SULISTIONO NUGROHO NIM. 1110051000108 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H / 2017 M EFEKTIFITAS PROGRAM DA’I SIAGA BENCANA LEMBAGA PENANGGULANGAN BENCANA DAN PERUBAHAN IKLIM (LPBI) NAHDLATUL ULAMA Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Disusun Oleh: AGUNG SULISTIONO NUGROHO NIM. 1110051000108 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H / 2017 M PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang memiliki judul “Efektifitas Program Da’i Siaga Bencana Lembaga Penanggulangan Bencana Dan Perubahan Iklim (LPBI) Nahdlatul Ulama”, telah diujikan dalam sidang Munaqasah Fakultas Dakwah Dan Ilmu Komunikasi pada tanggal 10 Februari 2017. Skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Sosial pada jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta, 10 Februari 2017 PANITIA SIDANG MUNAQASAH Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota Dr. Hj. Roudhanah, MA NIP : 195809101987032001 Fita Fathurokhmah, M.Si NIP : 19830610200912201 Anggota Penguji I Penguji II Dr. Sihabudin Noor, MA NIP : 196902211997021001 Burhanudin, Lc, MA NIP : 196902052014111002 Pembimbing Drs. S. Hamdani, MA NIP : 195503091994031001 LEMBAR PERNYATAAN Yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Agung Sulistiono Nugroho NIM : 1110051000108 Fakultas : Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan : Komunikasi dan Penyiaran Islam Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan Skripsi ini, saya: 1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengimbangi dan mempertanggungjawabkan. 2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain. 3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa izin penulisan. 4. Tidak melakukan manipulasi dan pemalsuan data. 5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggungjawab atas karya ini. Jikalau dikemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya dan telah melalui pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pertanyaan diatas, maka saya siap untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Demikan pertanyaan ini saya buat dengan sesungguhnya. Jakarta, Februari 2017 Agung Sulistiono Nugroho NIM : 1110051000108 ABSTRAK Nama : Agung Sulistiono Nugroho NIM : 1110051000108 LPBI NU (Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama) adalah lembaga sosial kemanusian yang bergerak di bidang lingkungan hidup dan kebencanaan dan sebagai organisasi islam terbesar di Indonesia yang mempunyai tanggung jawab dakwah mencoba menerapakan bagaimana bisa melakukan penyadaran dimasyarakat akan ancaman bencana melalui program dakwah yaitu program Da’i Siaga Bencana di Desa Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman-Yogyakarta. Penelitian ini, adalah untuk melihat bagaimana pelaksanaan dakwah program Da’i Siaga Bencana, bagaimana tingkat kesadaran masyarakat sebelum dan sesudah pelaksanaan program Da’i Siaga Bencana dan bagaimana efektifitas program Da’i Siaga Bencana Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Nahdlatul Ulama. Penelitian ini menggunakan Metode kualitatif. Data-data yang diperoleh dari pelaksanaan penelitian adalah data tulisan dan verbal (lisan) bukan data nominal atau yang menunjukkan angka-angka. Dalam menganalisis data penulis menggunakan metode deskriptif analisis. Data – data yang terkumpul melalui obvservasi, wawancara, dan dokumentasi dilapangan kemudian dianalisis dengan mengacu pada teori yang di kemukan oleh F.X Swarto dimana pengukuran ke efektifan meliputi : pendekatan tujuan, pendekatan teori system dan pendekatan teori multiple konstituensi. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa : 1. Pelaksanaan kegiatan dakwah meliputi sosialisasi, pelatihan, simulasi dan pendampingan masyarakat, 2. Tingkat kesadaran masyarakat sebelum dilakukan proram bersifat anomous, hetromous dan sosionomous, 3. Setelah dilakukan program masyarakat terdapat peningkatan pengetahuan masyarakat baik teori ataupun tingkat kesiap-siagaan masyarakat, 4. Ke-efektifan program terlihat pada adanya perubahan atau tindakan masyarakat dalam merespon bencana. i KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi tentang “Efektifitas Program Da’i Siaga Bencana Lembaga Penanggulangan Bencana Dan Perubahan Iklim (LPBI) Nahdlatul Ulama”. Shalawat serta salam semoga tetap dan akan terus tercurahkan untuk Nabi Muhammad SAW, manusia pilihan yang pribadinya selalu menjadi tauladan bagi kita semua, kepada keluarganya, kepada sahabatnya sampai kepada para pengikutnya. Penulis menyadari betul bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada segenap pihak-pihak tersebut, yang diantaranya adalah: 1. Dr. Arief Subhan MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Suparto M.Ed, Ph.D, selaku Wakil Dekan Bidang Akademik. Dr. Hj. Roudhanah MA, selaku Wakil Dekan Bidang Administrasi dan Suhaimi M.Si, selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan. 2. Drs. Masran MA, selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam dan Fita Fathurokhmah SS, M.si, selaku Sekertaris Jurusan Komunikasi Dan Penyiaran Islam. 3. Prof. Dr. Murodi MA, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang selalu memberikan masukan dan membantu penulis selama proses perkuliahan. 4. Drs. S. Hamdani MA, selaku dosen pembimbing yang dengan tulus memberikan dukungan dan bimbingan kepada penulis serta nasihat – nasihat yang luar biasa yang semoga bermanfaat bagi penulis ii 5. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang sangat berkontribusi dalam memberikan ilmu serta pengetahuan yang tiada terkira kepada penulis selama menjalani studi. 6. Pimpinan dan Karyawan Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Fakultas 7. Bapak Muhamad Ali Yusuf Selaku Ketua lembaga, TIM TD LPBI NU, PW Yogyakarta LPBI NU, Pengurus Pusat LPBI NU yang selalu membantu dan memberikan masukan kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. 8. Ucapan terima kasih terdalam penulis sampaikan kepada Kedua Orangtua Bapak Bambang Sulistiono Dan Ibu Mursinah yang tak kenal lelah berjuang, membantu, mendoakan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dan keluarga besar H. Sepel yang terus memberi kebahagiaan, bahwa bahagia tidak selalu dengan senyum dan tawa tapi esensi kebersamaan kita. 9. Keluarga besar KMPLHK RANITA yang sudah menjadi keluarga kedua penulis dan memberikan banyak pelajaran berharga, yang juga memberikan masukan kepada penulis, penelitian ini secara khusus saya dedikasikan kepada organisasi yang banyak memberikan penulis pelajaran berharga Serta tidak lupa penulis sampaikan rasa terima kasih penulis kepada aparatur pemerintahan Kelurahan Argomulyo dan Bapak Alfian selaku Narasumber yang dengan senang hati menerima penulis untuk melakukan penelitian ini. iii 10. Sahabat–sahabat seperjuangan yang telah lebih dulu menyelesaikan masa studinya Abdurahman, Fityan Aunilah, Abdulah Ihksan, Sumantri, Sehab Budianto, Boby Gunaman, Kurniawan Prasetyo dan teman teman seperjuangan KPI D 2010 sehingga menjadi motivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 11. Nurma Elita Sari yang selalu memotivasi penulis saat penulis sedang jenuh dalam menyelesaikan skripsi ini, terima kasih atas semua yang telah di lakukan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 12. Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, Saya ucapkan terima kasih dengan tidak mengurangi rasa hormat. Akhir kata, penulis memahami bawasannya tak ada satupun di dunia ini yang sempurna, tak terkecuali skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kepada pembaca berkenan memberikan saran yang membangun guna memberikan koreksi pada skripsi ini dan diadakan perbaikan untuk penulisan berikutnya. Jakarta, Februari 2017 Agung Sulistiono Nugroho iv DAFTAR ISI ABSTRAK ................................................... ............................ i KATA PENGANTAR ................................................... ............................ ii DAFTAR ISI BAB I ................................................... .......................... ..v PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah......................................................... 1 B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ........................................ 6 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................... 7 D. Metodologi Penelitian ............................................................ 9 E. Tinjauan Pustaka.................................................................... .14 F. Sistematika Penulisan ............................................................ .17 BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pengertian Efektifitas.................................. .......................... 19 B. Pengertian Dakwah dan Unsur Dakwah ...... .......................... 21 C. Pengertian Efektifitas Dakwah .................... .......................... 32 D. Pengertian Bencana dan Penanggulangan Bencana................. 38 E. Pengertian Program Da’i............................. .......................... 41 F. Pengertian Meningkatkan Kesadaran Masyarakat................... 43 BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA PENANGGULANGAN BENCANA DAN PERUBAHAN IKLIM NAHDLATUL ULAMA (LPBI NU) A. Profil Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI NU) ....................... 46 B. Sejarah Berdirinya LPBI NU.................................................. 47 C. Visi dan Misi LPBI NU.......................................................... 51 v D. Struktur Kepengurusan LPBI NU........................................... 52 E. Tugas Pokok, Fungsi, dan Strategi Fungsional LPBI NU ....... 55 F. Program dan Kegiatan LPBI NU ............................................ 57 BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Pelaksanaan Kegiatan Dakwah Program Da’i Siaga Bencana LPBI NU ..................... .......................... 60 B. Tingkat Kesadaran Masyarakat Sebelum Mengikuti Program Da’i Siaga Bencana LPBI NU ..................... .......................... 63 C. Tingkat Kesadaran Masyarakat Setelah Mengikuti Program Da’i Siaga Bencana LPBI NU ..................... .......................... 66 D. Efektifitas Dakwah Yang Dilakukan LPBI NU Melalui Program Da’i Siaga Bencana.......... .......................... 68 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan............................................................................ 75 B. Saran-saran ........................................................................ ...78 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 80 LAMPIRAN vi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya dakwah Islam merupakan aktualisasi imani yang dimanifestasikan dalam suatu sistematika kegiatan manusia beriman, dalam bidang kemasyarakatan yang dilakukan secara teratur untuk mempengaruhi cara merasa, berfikir, bersikap dan bertindak manusia pada dataran kenyataan individual dan sosiakultural dalam rangka mengusahakan terwujudnya ajaran Islam dalam segi kehidupan manusia dengan menggunakan cara tertentu. Dakwah menurut Quraish Shihab “Dakwah merupakan seruan atau ajakan kepada keinsyafan atau usaha mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat. Perwujudan dakwah bukan sekadar usaha peningkatan pemahaman dalam tingkah laku dan pandangan hidup saja, tetapi juga menuju sasaran yang lebih luas. Apalagi pada masa sekarang ini, ia harus lebih berperan menuju kepada pelaksanaan ajaran Islam secara lebih menyeluruh dalam berbagai aspek.”1 Sebagai pelaksanaan ajaran Islam, tugas dakwah suatu kewajiban yang di emban oleh setiap orang muslim menyampaikan kebenaran yang ada dalam AlQur’an dan As-Sunnah sudah menjadi konsekuensi seorang yang menganggap dirinya beriman walaupun yang disampaikan itu hanya satu ayat. Oleh karena itu, diperlukan beragam cara dalam syiar dan dakwah untuk menegakan ayat-ayat Allah swt di muka bumi ini tidak hanya melakukan dakwah dilakukan di depan mimbar dengan berceramah. 1 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 2001), hal. 194. 1 1 2 “Salah satu cara yang efektif dalam membentuk dan membawa perubahan yang baik di masyarakat dengan menanamkan nilai-nilai keislaman yaitu adanya peranan da’i atau pendakwah. Hal ini bertujuan agar terciptanya individu, keluarga dan masyarakat untuk menjadikan Islam sebagai pola pikir dan pola hidup agar tercapai kehidupan yang bahagia baik di dunia maupun di akhirat.”2 Da’i adalah orang yang dibebani tugas untuk berdakwah kepada umat manusia, untuk menyampaikan ajaran Islam yang selama ini hadir di tengahtengah masyarakat dengan peran aktifnya. Sebagai pendakwah, da’i dituntut untuk bisa menyampaikan kebaikan atau dakwahnya dimana pun ia berada, sekalipun di daerah rawan bencana seperti Indonesia. Hal ini dilakukan agar da’i atau pendakwah mampu mengambil peranan dalam memulihkan mental masyarakat pasca bencana serta upaya meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana dengan memasukkan nilai agama sebagai entry point terciptanya perubahan sosial yang baik di masyarakat. Berdasarkan letak geografis dan kondisi geologis, Indonesia menjadi salah satu negara yang sangat berpotensi sekaligus rawan bencana, berbagai macam bencana telah banyak terjadi mulai dari banjir, kebakaran, gunung berapi, tsunami, angin ribut dan lain-lain. Oleh karena itu, Indonesia memiliki kebutuhan program penanggulangan bencana yang signifikan akan program penanggulangan bencana yang terintergrasi disemua tingkatan, dari tingkat masyarakat sampai ketingkat nasional. Bencana yang telah menimpa bangsa Indonesia telah menimbulkan korban jiwa manusia yang tidak sedikit, kerusakan lingkungan,kerugian harta benda, terganggunya kehidupan sosial ekonomi, rusaknya prasarana dan struktur sosial, adanya lonjakan kebutuhan dasar serta 2 Rosidi, Dakwah Sufistik Kang Jalal, ( Jakarta: Paramadina, 2004), cet. Ke- I, hal. 1. 3 dampak sikologis dan pengungsian besar-besaran yang memunculkan banyak persoalan sendiri. Dalam Al-Qur’an, Surat Al-Baqarah ayat 156, bencana dijelaskan dengan berbagai macam istilah, diantaranya mengenai musibah.: ْ ﻟﱠاَﺬ ِ ﯾْﻦ َإِذ َا أَﺻ َﺎﺑَﺘْﮭُﻢ Artinya : “(Yaitu) Orang-orang yang apabila tertimpa musibah, mereka mengucapkan Sesungguhnya aku ini milik Allah dan sesungguhnya aku akan kembali kepada-Nya.” Musibah adalah “sesuatu yang tidak sesuai kebiasaan. Dalam pengertian ini musibah mencakup segala peristiwa yang berdampak negatif dan positif sekaligus. Walaupun menurut kebiasaan musibah selalu diletakan pada peristiwa yang berdampak negatif saja.”3 Islam juga mempunyai konsep dalam Pengurangan Resiko Bencana (PRB) yang di gambarkan dalam bentuk siklus, masing – masing tahapan mitigasi bencana dalam Islam mempunyai landasan normatif yang diambil dalam AlQur’an sebagai sumber hukum. Sebagaimana gambar 1.1 dibawah ini : Gambar 1.1 Siklus Pengurangan Resiko Bencana (PRB) 3 Sihabuddin Muhammad ibn Abdillah al-Husaini al- Alusi, Ruh al- Ma’ani fi tafsiri alQur;ani al-Adzim wa as—sab’u al-Matsani, jilid 20, (Bairut: dar Ihya’ al-turats al-Arabi, t.t), hal. 337. 4 Pendekatan dalam Pengurangan Resiko Bencana dalam perspektif Islam juga selaras dengan yang dikonsepsikan oleh Hyogo Framework For Action. Bahwa Pengurangan Resiko Bencana (PRB) diartikan sebagai segala bentuk kegiatan untuk meminimalkan jatuhnya korban jiwa dan hilang atau rusaknya asset serta harta benda baik melalui upaya mitigasi bencana (Pencegahan, peningkatan kesiapsiagaan) ataupun mengurangi kerentanan (fisik, material, sosial kelembagaan, prilaku atau sikap). Model Pengurangan Resiko Bencana yang banyak dianut dan menjadi acuan ahli kebencanaan adalah apa yang tertulis dalam Hyogo Framework For Action (HFA) 2005 – 2015: Building The Resilience Of Nation And Communities To Disasters. Di dalam HFA tersebut disebutkan bahwa Pengurangan Resiko Bencana (PRB) dilakukan dengan mengintegrasikan dalam kebijakan kebijakan yang berkelanjutan dengan memasukan unsur Pengurangan Resiko Bencana yang menekankan pada pencegahan bencana, mitigasi, kesiapsiagaan dan mengurangi kerentanan. Terkait dengan hal tersebut di atas, komunitas atau organisasi kemasyarakatan berperan penting dalam rangka pengurangan resiko bencana. Nahdlatul Ulama (NU) sebagai salah satu lembaga sosial keagamaan terbesar di Indonesia mempunyai peranan strategis bagi usaha penanggulangan bencana berbasis masyarakat melihat posisi dan peran NU selama ini, maka keterlibatan NU akan semakin mempercepat sosialisasi, desiminasi maupun pendidikan manejemen resiko bencana bagi masyarakat. NU didirikan tahun 1926 oleh Kyai (ulama) yang berpengaruh di Indonesia. Saat ini NU memiliki 100 juta anggota yang mayoritas berada di daerah pedesaan dan memiliki struktur organisasi dari 5 tingkat nasional sampai ke pedesaan, seperti pendakwah, guru, nelayan, petani, pedagang, dan di pemerintahan seperti di eksekutif, legislatif dan yudikatif. “Dalam melaksanakan tugasnya, Nahdlatul Ulama mempunyai 14 badan otonom dan 18 lembaga. Salah satu lembaga yang dimiliki oleh Nahdlatul Ulama adalah Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim NU (LPBI NU). Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI NU) adalah lembaga yang secara struktural-organisatoris merupakan pelaksana kebijakan dan program Nahdlatul Ulama di bidang penanggulangan bencana, perubahan iklim, dan pelestarian lingkungan. Pembentukan LPBI NU disepakati pada Muktamar NU ke-32 di Makassar tahun 2010. Semangat ini kemudian dikukuhkan dan ditetapkan dalam rapat pleno harian PBNU untuk membentuk LPBI NU. Setelah Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama di Jombang tahun 2015 dibentuk kepengurusan baru PP. LPBI NU berdasarkan SK No. 19/A.II.04/09/2015.”4 Sebagai wujud dari tanggung jawab dakwah NU untuk perkembangan dan dakwah Islam di Indonesia, NU melalui LPBI NU mempunyai program da’i siaga bencana. Da’i Siaga Bencana merupakan wujud dari komitmen dan aksi konkrit NU dalam rangka jihad pengurangan resiko bencana, sehingga seminimal mungkin jika terjadi bencana bisa dihindari sejak dini serta upaya meningkatkan kapasitas masyarakat tanggap bencana. Melalui da’i siaga bencana juga diharapkan isu keagamaan dapat menjadi entry point bagi pengurangan resiko bencana, isu penyelamatan dan konservasi lingkungan, mengingat agama merupakan salah satu penghambat bahkan merupakan rem bagi hasrat manusia yang ingin melakukan hal – hal yang merusak. Pada kondisi seperti ini, da’i siaga bencana dituntut menyampaikan dakwahnya kepada masyarakat dengan cara-cara yang menyejukkan dan bukan saatnya lagi da’i melakukan dakwah dengan pendekatan yang menyalahkan masyarakat dengan terjadinya bencana. Hal ini 4 Situs LPBI NU, “Tentang LPBI NU”, diakses pada Tanggal 21 januari 2016 dari http://lpbi-nu.org/tentang-kami/. 6 dilakukan untuk mencapai kefektifan dakwah da’i siaga bencana terhadap masyarakat. Da’i Siaga Bencana sudah banyak melakukan kegiatannya di berbagai lokasi rawan bencana di Indonesia salah satu daerah yang menjadi lokasi dakwah dalam rangka pengurangan resiko bencana adalah di daerah Kabupaten SlemanYogyakarta. Daerah Sleman merupakan daerah yang rawan bencana dengan ancaman bencananya ialah gunung merapi. Gunung merapi merupakan gunung api teraktif didunia, resiko bencananya pun tak bisa di abaikan. Apalagi sekeliling merapi merupakan wilayah padat pendunduk. Patut di catat bahwa letusan merapi tahun 2010 menjadi letusan terbesar sepanjang sejarah meletusnya gunung merapi, kini merapi memang sedang dalam ketenangan namun bukan berarti kewaspadaan akan erupsi harus diabaikan. Dengan melihat dari latar belakang masalah yang telah di paparkan penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Efektifitas Program Da’i Siaga Bencana Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Nahdlatul Ulama”. B. Pembatasan dan Rumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Dalam penelitian ini penulis membatasi fokus pada efektifitas program Da’i Siaga Bencana Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Nahdlatul Ulama dalam meningkatkan kesadaran masyarakat menghadapi ancaman bencana di Kelurahan Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman-Yogyakarta. 7 2. Rumusan Masalah Agar pembahasan berfokus pada satu permasalahan penulis membatasi penelitian ini pada kajian efektifitas program Da’i Siaga Bencana Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Nahdlatul Ulama dalam meningkatkan kesadaran masyarakat menghadapi ancaman bencana di Kelurahan Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman-Yogyakarta, adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Bagaimana pelaksanaan kegiatan program Da’i Siaga Bencana Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Nahdlatul Ulama? b. Bagaimana kesadaran masyarakat sebelum mengikuti program Da’i Siaga Bencana Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Nahdlatul Ulama? c. Bagaimana kesadaran masyarakat setelah mengikuti program Da’i Siaga Bencana Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Nahdlatul Ulama? d. Bagaimana efektivitas program Da’i Siaga Bencana Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Nahdlatul Ulama? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui pelaksanaan kegiatan program Da’i Siaga Bencana Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Nahdlatul Ulama. 8 b. Untuk mengetahui kesadaran masyarakat sebelum mengikuti program Da’i Siaga Bencana Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Nahdlatul Ulama. c. Untuk mengetahui kesadaran masyarakat setelah mengikuti program Da’i Siaga Bencana Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Nahdlatul Ulama. d. Untuk mengetahui efektivitas program Da’i Siaga Bencana Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Nahdlatul Ulama. 2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini sebagai berikut : a. Manfaat Akademis 1. Penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bisa menjadi acuan akademik bagi penelitian-penelitian yang memiliki kesamaan dalam objek yang dikaji serta dapat menambah khazanah kepustakaan mengenai efektifitas dakwah dalam bidang di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan menjadi pengembangan ilmiah dari ilmu komunikasi dan dakwah itu sendiri. 2. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi acuan bagi pengembangan ilmu dalam konteks kebencanaan maupun dalam rangka penanggulangan bencana di Indonesia khususnya. 9 b. Manfaat Praktis 1. Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam meningkatkan efektifitas dakwah terkait cara dan metode dakwah dalam sebuah program penanggulangan bencana yang kelak akan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat menghadapi ancaman bencana. 2. Menambah wawasan bagi mahasiswa dan elemen masyarakat luas serta praktisi dakwah maupun organisasi dalam bidang penanggulangan bencana. D. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan metode kualitatif dan di analisis mengunakan metode deskriptif analisis yakni, penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain lain. Secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.5 Dalam penelitian ini penulis berusaha memahami pelaksanaan, tingkat kesadaran masyarakat sebelum-sesudah dan efektifitas program Da’i Siaga Bencana Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Nahdlatul Ulama dalam meningkatkan kapasitas masyarakat tanggap bencana di 5 Lexy J. Moleong. Metedologi Penelitian Kualitatif ( Bandung: Remaja Rosda Karya,2009), h.6. 10 Kelurahan Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman-Yogyakarta dikarenakan daerah ini sangat rentan akan potensi ancaman bencana yang datang dari gunung merapi. 2. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan secara bertahap sampai penulis mendapatkan data yang diperlukan dimulai pada bulan Juli 2016 hingga Februari 2017, penulis melakukan pengamatan, perizinan sampai tahap pengumpulan data yang dilakukan secara incidental (sesuai keperluan dalam melengakapi data). Lokasi yang digunakan sebagai tempat penelitian adalah Sekertariat Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Yogyakarta dan kegiatan dakwah program da’i siaga bencana di Kelurahan Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman –Yogyakarta. 3. Subjek dan Objek Penelitian a. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah Lembaga Penanggulangan Bencana Dan Perubahan Iklim ( LPBI ) Nahdlatul Ulama. b. Objek Penelitian Objek Penelitian ini adalah efektifitas program Da’i Siaga Bencana dalam meningkatkan kesadaran masyarakat mengahadapi ancaman bencana di Kelurahan Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman-Yogyakarta. 11 4. Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Pengamatan ( Observasi ) Metode observasi “yaitu untuk memperoleh dan mengumpulkan data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan langsung dilapangan serta sistematis terhadap fenomena – fenomena yang muncul dan mempertimbangkan hubungan antara aspek dalam fenomena yang diselidiki.”6 Metode observasi merupakan metode pertama yang digunakan dalam melakukan penelitian ini. Penulis akan mengamati objek yang diteliti, yakni bagaimana pelaksanaan program sampai dengan tingkat kesadaran masyarakat sebelum- sesudah dan efektifitas program Da’i Siaga Bencana Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Nahdlatul Ulama dalam meningkatkan kapasitas masyarakat tanggap bencana di Kelurahan Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman-Yogyakarta. b. Wawancara atau Interview Wawancara adalah “sebuah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan orang yang diwawancarai.”7 Penulis melakukan tanya-jawab secara langsung dengan orangorang yang terlibat program Da’i Siaga Bencana 6 E. Kristi Poerwandri, Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi, (Jakarta:LPSP3-UI,1998) hal. 62. 7 Moh Nazim, Metode Penelitian, (Bandung: Ghalia Indonesia, 1999), hal.234. Lembaga 12 Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Nahdlatul Ulama dalam penelitian ini penulis akan mewawancarai Bapak Dimas Prasetyo selaku Bendahara Pengurus Wilayah LPBI NU Yogyakarta serta Bapak Alfian salah satu masyarakat yang menerima program tersebut di Kelurahan Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman Yogyakarta dengan tujuan untuk mendapatkan keterangan secara jelas sesuai dengan tujuan penelitian ini. Sedangkan teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara semistruktur yakni campuran antara wawancara berstruktur dan tidak berstruktur. Hal ini bertujuan untuk memberikan kebebasan kepada narasumber dalam menjawab pertanyaan yang diberikan namun tetap terarah pada masalah yang diangkat. c. Dokumentasi Dokumentasi yaitu pencarian sumber data berupa catatan – catatan resmi LPBI NU yang berupa buku- buku, foto-foto, ataupun jurnal yang berhubungan dengan penelitian ini. Pada penelitian ini penulis berusaha mengumpulkan dokumentasi terkait program dai siaga bencana baik berupa foto, video, buku – buku. 5. Teknik Pengolahan Data Untuk mendapatkan data-data dan informasi yang sesuai dengan pokok permasalahan yang di rumuskan, penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif, “yaitu peneliti menganalisis data yang di peroleh dari hasil wawancara, 13 catatan dari lapangan dan buku-buku dengan cara menggambarkan dan menjelaskan yang disertai dengan kutipan kutipan data” 8 Dalam buku Metodologi Penelitian Kualitatif karya Lexy J. Moleong terhadap pendapat yang dikemukakan oleh Bogdan dan Tylor bahwa “metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata – kata tertulis atau lisan dari orang – orang dan perilaku yang diamati.”9 Alasan penulis menulis teknik pengolahan data secara kualitatif adalah demi memudahkan proses penelitian. Data-data yang diperoleh dari pelaksanaan penelitian adalah data tulisan dan verbal (lisan) bukan data nominal atau yang menunjukkan angka-angka. “Pendekatan yang digunakan karena beberapa pertimbangan yaitu bersifat luwes atau fleksibel, tidak terlalu rinci, tidak lazim mengidentifikasi suatu konsep, serta memberi kemungkinan bagi perubahan – perubahan manakala ditemukan fakta yang lebih mendasar, menarik, dan unik bermakna dilapangan.”10 6. Teknik Analisis Data Data – data yang terkumpul melalui obvservasi, wawancara, dan dokumentasi dilapangan kemudian dianalisis dengan mengacu pada landasan teoritis. Fase ini merupakan proses penyederhanaan bentuk data agar mudah dibaca dan dipahami. Setelah itu disusun menjadi laporan penelitian. 8 Lexy. J Melong,Metodologi Penelitian Kualitatif, (bandung. PT. Rosdakarya, 2004), cet. Ke-18, hal.6 9 Lexy J. Moleong. Metedologi Penelitian…, hal.4. 10 Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Grafindo Persada), hal.39. 14 7. Pedoman Penulisan Penulisan skripsi ini mengacu pada buku pedoman penulisan karya ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) yang ditentukan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2007, Tim Penyusun : Hamid Nasuhi, Ismatu Ropi, Oman Fathurahman, M. Syairozi Dimyati, Netty Hartati, Syopiansyah Jaya Putra. E. Tinjauan Pustaka Sebelum melakukan penelitian ini, salah satu langkah awal yang dilakukan adalah mencari dan menelaah hasil karya atau penelitian terdahulu sebagai bahan acuan penulis menulis penelitian ini, adapun sumber primer yang menjadi acuan penulis adalah : 1. “Bagaimana Menjadi Eksekutif yang Efektif” ditulis oleh Peter F. Ducker, tahun 1986. Dalam buku ini membahas mengenai efektititas. 2. “Pengantar Ilmu Dakwah” ditulis oleh Basrah Lubis, tahun 1993. Dalam buku ini membahas mengenai pengertian dan unsur dakwah. 3. “Dakwah Islam dan Perubahan Sosial” ditulis oleh Amrullah Ahmad, tahun 1985. Dalam buku ini membahas mengenai dakwah meningkatkan kesadaran masyarakat. 4. “Da’i Siaga Bencana – Pandua Praktis Dakwah Pengurangan Risiko Bencana” yang disusun oleh Ellyasa KH. Darwis dkk, tahun 2011. Dalam buku ini membahas mengenai program Da’i Siaga Bencana. 15 5. “Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat dalam Perspektif Islam” yang disusun oleh A. Fawa’id Syadzili dkk, tahun 2007. Dalam buku ini membahas mengenai bencana dan penanggulangan bencana. Adapun beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan penulis sebagai berikut: 1. “Aktivitas Dakwah Dra. Hj. Sinta Nuriya Abdurahman Wahid Dalam Memperjuangkan Hak Hak Perempuan Di Yayasan Puan Amal Hayati” yang ditulis Abdaue Azizah, Mahasiswa jurusan Komunikasi Dan Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013. Dari judul skripsi tersebut, terdapat persamaan mengenai aktivitas dakwahnya namun memiliki perbedaan dengan judul skripsi yang sedang penulis lakukan. Perbedaan tersebut terletak pada pokok permasalahan yang dikaji dimana judul skripsi tersebut meneliti aktivitas dakwah Dra. Hj. Sinta Nuriya Abdurahman Wahid dalam memperjuangkan hak – hak perempuan, sedangkan penulis membahas efektifitas program Da’i Siaga Bencana Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Nahdlatul Ulama dalam meningkatkan kapasitas masyarakat tanggap bencana di Kelurahan Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman-Yogyakarta. 2. “Efektifitas Model Dakwah Religi Pada Penderita Psikotropika Di Lembaga Permasyarakatan Khusus Narkotika Kelas II A Cirebon (Studi Kasus Di Lapassustik Kelas II A Cirebon)” yang ditulis Juhaeria Apriatin, Mahasiswa jurusan Komunikasi Dan Penyiaran Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon Tahun 2012. Dari judul skripsi tersebut, terdapat persamaan mengenai Efektivitas dakwah namun memiliki perbedaan dengan 16 judul skripsi yang sedang penulis lakukan. Perbedaan tersebut terletak pada pokok permasalahan yang dikaji dimana judul skripsi tersebut meneliti untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan dakwah, membuktikan respon, serta menjelaskan sejauhmana efektifitas model dakwah religi terhadap penderita psikotropika psikotropika di Lapassustik Cirebon, sedangkan penulis membahas bagaimana pelaksanaan, tingkat kesadaran masyarakat sebelumsesudah dan efektifitas program Da’i Siaga Bencana Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Nahdlatul Ulama dalam meningkatkan kapasitas masyarakat tanggap bencana di Kelurahan Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman-Yogyakarta. 3. “Efektifitas Dakwah Lembaga Tilawah Qur’an (LPTQ) DKI Jakarta Melalui Program Musabaqah Tilawatul Qur’an (MTQ)” yang ditulis oleh Silma Mausuli, Mahasiswa jurusan Komunikasi Dan Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2010. Dari judul skripsi tersebut, terdapat persamaan mengenai efektivitas dakwah dari sebuah lembaga melalui sebuah program namun memiliki perbedaan dengan judul skripsi yang sedang penulis lakukan. Perbedaan tersebut terletak pada pokok permasalahan yang dikaji dimana judul skripsi tersebut meneliti aktivitas dakwah LPTQ DKI Jakarta Melalui Program Musabaqah Tilawatul Qur’an (MTQ), sedangkan penulis membahas efektifitas program Da’i Siaga Bencana Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Nahdlatul Ulama dalam meningkatkan kapasitas masyarakat tanggap bencana di Kelurahan Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman-Yogyakarta. 17 4. “Efektifitas Metode Dakwah Mauidzoh Hasanah Dalam Pembinaan Akhlak Santri At-Taqwa Putra Bekasi” yang ditulis oleh Dedeh Mahmudah, Mahasiswa jurusan Komunikasi Dan Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2008. Dari judul skripsi tersebut, terdapat persamaan mengenai efektivitas dakwah dalam membentuk manusia ke arah lebih baik dengan judul skripsi yang sedang penulis lakukan. Perbedaan tersebut terletak pada pokok permasalahan yang dikaji dimana judul skripsi tersebut meneliti efektifitas dakwah mauidzoh hasannah, sedangkan penulis membahas efektifitas program Da’i Siaga Bencana Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Nahdlatul Ulama dalam meningkatkan kapasitas masyarakat tanggap bencana di Kelurahan Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman-Yogyakarta. F. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan sebagai berikut : BAB I Pendahuluan membahas latar belakang masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan. BAB II Landasan Teoritis membahas mengenai pengertian efektifitas, pengertian dakwah dan unsur dakwah, pengertian efektifitas dakwah, pengertian bencana dan penanggulangan bencana, pengertian program da’i, pengertian meningkatkan kesadaran masyarakat. BAB III Gambaran Umum Lembaga Penanggulangan dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI NU) menjelaskan profil, sejarah, 18 visi dan misi, struktur kepengurusan, tugas pokok, fungsi dan strategi fungsional serta program dan kegiatan LPBI NU. BAB IV Temuan dan Analisis Data, bab ini inti dari penelitian dimana penulis menjelaskan pelaksanaan kegiatan dakwah program Da’i Siaga Bencana LPBI NU, tingkat kesadaram masyarakat sebelum mengikuti program Da’i Siaga Bencana LPBI NU, tingkat kesadaram masyarakat setelah mengikuti program Da’i Siaga Bencana LPBI NU dan efektifitas dakwah yang dilakukan Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Nahdlatul Ulama melalui program Da’i Siaga Bencana berdasarkan data – data yang sudah di dapat. BAB V Penutup, kesimpulan dan saran-saran. BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pengertian Efektifitas Efektifitas diambil dari kata “efek” yang berarti akibat atau pengaruh, sedangkan efektif berarti adanya pengaruh atau adanya akibat serta penekanannya jadi sesuatu. Jadi “efektifitas” berarti keberpengaruhan atau keadaan berpengaruh (keberhasilan setelah melakukan sesuatu).1 Efektivitas berhubungan dengan penentuan apakah tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai atau tidak. Tim penyusunan kamus pusat pembinaan dan pengembangan bahasa, menuliskan bahwa efektifitas adalah keberpengaruhan (keberhasilan) setelah melakukan sesuatu.2 Efektifitas menunjukan pada keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah diterapkan. Hasil yang semakin mendekati sasaran berarti semakin tingginya efektivitasnya.3 Menurut Jhon M. Echols dan Hasan Shadily dalam kamus inggris dan Indonesia, efektifitas secara epitimologi berasal dari kata efektif artinya berhasil guna.4 Menurut ensiklopedia umum, efektifitas menunjukan taraf tercapainya tujuan usaha, dikatakan efektif kalau usaha itu mencapai tujuan. Secara ideal 1 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa (P3B) Departamen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka Depdikbud, 1995), cet ke-7, edisi ke-2, hal.250. 2 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa (P3B) Departamen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar…, hal.250. 3 Ensikiopedia Nasional Indonesia (Jakarta: Cipta Adi Pusaka, 1995), jilid ke-5, hal.12. 4 Jhon M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris – Indonesia, ( Jakarta : Balai Pustaka Depdikbud, 1995), cet ke -8, hal. 250. 19 19 20 keefektifan adalah pencapaian prestasi dari tujuan, taraf efektifitas dapat dinyatakan dalam ukuran yang pasti.5 Dennis Mc. Quail, efektifitas secara teori komunikasi berasal dari bahasa efektif. Artinya terjadi sebuah perubahan atau tindakan. Sebagai akibat diterima suatu pesan, dan perubahan terjadi dari segi hubungan antara keduanya yakni pesan yang diterima dan tindakan tersebut.6 Peter F. Drucker, salah satu tokoh yang memberikan perhatian besar terhadap efektifitas mengatakan bahwa efektifitas dapat dan harus di pelajari secara sistematis, sebab ia bukanlah bentuk keahlian yang lahir secara alamiah. Efektifitas kerja dapat diwujudkan melalui sebuah rangkaian kerja, latihan intens, terarah dan sistematis, bekerja dengan cepat sehingga menghasilkan kreatifitas.7 Dalam upaya mengukur sejauh mana tingkat efektifitas, F.X Swarto mengemukakan bahwa terdapat tiga pendekatan dalam pengukuran keefektifan, yaitu : 1. Pendekatan tujuan, yaitu pendekatan yang menekankan pada pentingnya pencapaian tujuan sebagai kriteria penilaian keefektifan. 2. Pendekatan teori sistem, yaitu pendekatan yang menekankan pada pentingnya adaptasi tuntunan sebagai kriteria penilaian keefektifan sehingga satu elemen dan sejumlah elemen saling tergantung. 5 A. B. Prinnodigdo dan Hasan Shadely, Ensiklopedi Umum, (Yogyakarta: Kainisius, 1990). hal.51. 6 Dennis Mc. Quail, Teori Komunikasi Suatu Pengantar (Jakarta: Erlangga Pratama, 1992), hal. 281. 7 Peter F. Druker, Bagaimana Menjadi Efektif Yang Efektif (Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1986), hal. 5. 21 3. Pendekatan teori multiple konstituensi, organisasi dapat dikatakan efektif bila dapat memenuhi dari konstituensi yang pendukung kelanjutan eksistensi organisasi tersebut.8 Dari pengertian di atas menunjukan bahwa efektifitas merupakan suatu tingkat keberhasilan dari segi tercapai dan tidaknya sasaran atau tujuan yang telah di tetapkan. Hasil yang mendekati sasaran atau tujuan berarti semakin tinggi tingkat keefektifannya. Dalam pengukuran keefektifan, penulis menggunakan pendekatan dan teori yang di kemukakan oleh F.X. Swarto yang meliputi 3 pendekatan yaitu : 1. Pendekatan tujuan. 2. Pendekatan teori system. 3. Pendekatan teori multiple konstituensi. B. Pengertian Dakwah dan Unsur Dakwah 1. Pengertian Dakwah Dakwah berasal dari kata da’wah yang merupakan bentuk masdar dari da’a-yad’u yang berarti seruan, ajakan atau panggilan.9 Seruan ini dapat dilakukan melalui kata – kata atau perbuatan. Dalam Al-Qur’an banyak ayat yang berkaitan dengan dakwah, baik menyangkut materi, metedologi, subjek maupun objeknya. Secara bahasa, dakwah berarti memanggil, mengajak, atau menyeru. 8 FX. Suwarto, Perilaku Organisasi, (Yogyakarta:Universitas Atma Jaya Yogyakarta,1999), Cet Ke 1, hal. 2. 9 A. Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayyid Quthub: Rekontruksi Pemikiran Dakwah Harakah, (Jakarta: Penamadina, 2008), hal. 144. 22 Menurut Muhammad Al-wakil dalam ushuhlud – dakwah waadabud duat, dakwah artinya “mengumpulkan manusia dalam kebaikan dan menunjukan mereka kepada jalan yang benar dengan cara amar ma’ruf nahi munkar.”10 Sandaran dari pendapat ini murujuk pada firman Allah swt Pada QS Ali Imron [3] Ayat 104, Artinya : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang mengajak kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, mereka itulah orangorang yang beruntung.” Adapun pengertian dakwah secara terminologi yang dikemukanan oleh para ahli adalah sebagai berikut: Amrullah Ahmad “Dakwah Islam dan Perubahan Sosial”, menjelaskan tentang dakwah Islam sebagai berikut, “Dakwah Islam adalah aktualisasi imani (teologis) yang di manifestasikan dalam bentuk suatu sistem kegiatan manusia beriman dalam bidang kemasyarakan yang dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara merasa, berfikir, bersikap, dan sosiokultural dalam rangka mengusahakan terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan dengan cara tertentu.”11 Definisi lain mengenai dakwah juga dikatakan oleh Prof. Toha Yahya Umar, bahwa pengertian dakwah dibagi menjadi dua bagian: a. Pengertian umum, dakwah adalah suatu ilmu pengetahuan yang berisikan cara-cara, tuntutan, bagaimana seharusnya menarik perhatian 10 11 hal.2. A. Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah …, hal. 125. Amrullah Ahmad, Dakwah Islam Dan Perubahan Sosial,(Yogyakarta PLPM, 1985), 23 manusia untuk menganut, menyetujui, melaksanakan idiologi, pendapat dan pekerjaan tertentu. b. Pengertian khusus, dakwah adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sebagaimana perintah tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagian mereka di dunia dan akhirat. Dari definisi-definisi tersebut diatas, meskipun terdapat perbedaan dalam perumusan tetapi apabila diperbandingkan satu sama lain, dapat disimpulkan bahwa dakwah adalah suatu usaha untuk menyerukan atau mengajak orang kepada jalan yang diridhai Allah swt melalui cara atau metode tertentu agar terwujud pengamalan ajaran-ajaran Islam dengan baik dan benar untuk mendapatkan kebahagian di dunia maupun di akhirat. Dakwah sebagai suatu untuk menyerukan memiliki beberapa tujuan dan fungsi sebagai berikut : a. Tujuan Dakwah Tujuan umum (mayor objective) dakwah adalah mengajak ummat manusia meliputi orang mukmin maupun orang kasif atau musyrik kepada jalan yang benar dan diridhai Allah swt agar mau menerima ajaran Islam dan mengamalkan dalam dataran kenyataan kehidupan sehari – hari, baik yang bersangkutan dengan masalah pribadi, maupun sosial kemasyarakatan agar mendapat kehidupan di dunia dan di akhirat. Tujuan khusus (minor objective) dakwah merupakan perumusan tujuan sebagai perinci dari tujuan umum dakwah. Tujuan ini di maksudkan agar dalam pelaksanaan aktifitas dakwah dapat diketahui arahnya secara jelas, maupun jenis kegiatan apa yang hendak di kerjakan, kepada siapa 24 berdakwah dan media apa yang dipergunakan agar tidak terjadi miscommunication pelaksanaan dakwah dengan audience (penerima dakwah) yang hanya di sebabkan karena masih umumnya tujuan yang hendak dicapai. Tujuan khusus tersebut adalah : membentuk masyarakat Islam dengan predikat khairu ummah. Dengan tujuan kedua adalah menghendaki manusia menjadi islah, yaitu berserah diri, tunduk dan patuh kepada Allah swt . b. Fungsi Dakwah Menyampaikan kebenaran Islam (Tablig wal Bayan). Secara harfiyah berarti menyampaikan sesuatu kepada pihak lain. Dalam AlQuran tabligh dalam berbagai bentuknya di ulang sebanyak 25 kali. Dalam bentuk ballagha tujuh kali, ablagha empat kali, dan balagh sebanyak 14 kali. Namun dakwah tidak cukup hanya mengajak melalui lisan, tapi juga harus melalui keteladanan. Menyampaikan kebaikan tidak hanya memalui pidato tapi juga dengan mencontohkan kepada anak-anak, sahabat dan orang-orang dimanapun kita berada. Amar Ma’aruf Nahi Munkar adalah sebuah frase dalam bahasa arab yang maksudnya sebuah perintah untuk mengajak atau menganjurkan hal-hal yang baik dalam mencegah hal-hal yang buruk bagi masyarakat. Frasa ini dalam syariat Islam hukumnya wajib. Berarti wajib hukumnya menyampaikan kebaikan dan melarang keburukan. 25 2. Unsur Dakwah Unsur dakwah adalah komponen yang terdapat dalam setiap kegiatan dakwah.12 Adapun unsur-unsur tersebut adalah da’i (pelaku dakwah), mad’u (mitra dakwah), maddah (materi dakwah), wasilah (media dakwah), thariqoh (metode dakwah), dan atsar( efek dakwah). a. Da’i (Pelaku Dakwah) Da’i adalah “orang yang melaksanakan dakwah baik melalui lisan,tulisan maupun perbuatan yang dilakukan baik secara individu,kelompok ataupun melalui organisasi atau lembaga.”13 Secara umum da’i seringkali disamakan dengan muballigh (orang yang menyampaikan ajaran islam). Namun sebenarnya sebutan tersebut memiliki konotasi sempit yaitu hanya membatasi da’i sebagai orang yang menyampaikan ajaran Islam secara lisan saja. Padahal kewajiban dakwah adalah milik siapa saja yang mengaku sebagai ummat Rasulullah SAW. Da’i juga harus mengetahui cara menyampaikan dakwah tentang Allah swt., alam semesta, dan kehidupan, serta apa yang dihadirkan dakwah untuk memberikan solusi terhadap problema yang dihadapi manusia, serta metode yang dihadirkan menjadikan manusia secara perilaku dan pemikiran tidak melenceng.14 12 Muhammad Munir, S.AG,MA.& Wahyu Ilaihi,S.AG,MA, Manajemen Dakwah, (Jakarta : Kencana, 2009), Cet ke-2, hal. 21. 13 Muhammad Munir, S.AG,MA.& Wahyu Ilaihi,S.AG,MA, Manajemen Dakwah …, hal. 22. 14 Mustafa malaikah, Manhaj Dakwah Yusuf Qordhawi Harmoni antara Kelembutan dan Ketegasan,(Jakarta: Pustaka Al Kautsar,1997), hal. 18. 26 b. Mad’u ( Mitra Dakwah) Adalah manusia yang menjadi sasaran dakwah, atau manusia penerima dakwah, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok, baik manusia yang beragama Islam maupun tidak, atau dengan kata lain manusia secara keseluruhan.15 Dakwah kepada manusia yang belum beragama Islam adalah dengan maksud unutk mengajak mereka kepada tauhid dan beriman kepada Allah, sedangkan dakwah kepada manusia yang telah mendapat cahaya hidayah Islam adalah untuk meningkatkan kualitas iman, islam dan ihsan. Muhammad Abduh membagi mad’u menjadi tiga golongan yaitu: 1) Golongan cerdik cendekia yang cinta kepada kebenaran,dapat berfikir secara kritis, dan cepat dapat menangkap persoalan, 2) Golongan awam, yaitu orang kebanyakan yang belum dapat berpikir secara kritis dan mendalam, serta belum dapat menangkap pengertian-pengertian yang tinggi, 3) Golongan yang berbeda dengan keduanya, mereka senang membahas sesuatu tetapi hanya dalam batas tertentu saja, dan tidak mampu membahasnya secara mendalam. c. Maddah (Materi Dakwah) Maddah dakwah adalah pesan-pesan dakwah dalam Islam atau segala sesuatu yang harus disampaikan subjek kepada objek dakwah, yaitu keseluruhan ajaran Islam yang ada didalam Kitabullah dan Sunnah 15 23. Muhammad Munir, S.AG,MA.& Wahyu Ilaihi,S.AG,MA, Manajemen Dakwah …, hal. 27 Rasulullah saw.16 Secara umum materi dakwah bisa diklasifikasikan menjadi empat masalah pokok: 1) Masalah Akidah, masalah pokok yang menjadi materi dakwah adalah aqidah islamiyah. Masalah akidah dan keimanan menjadi materi utama dalam dakwah. Karena aspek iman dan aqidah merupakan komponen utama yang akan membentuk moralitas atau akhlak ummat. Iman merupakan esensi dalam ajaran islam. Iman juga erat kaitannya antara akal dan wahyu. Bahkan didalam AlQur’an iman disebutkan dengan berbagai variasinya sebanyak 244 kali. 2) Masalah Syari’ah, hukum atau syari’ah sering disebut sebagai cermin peradaban dalam pengertian bahwa ketika ia tumbuh matang dan sempurna, maka peradaban mencerminkan diri dalam hukum-hukumnya. Pelaksanaan syari’ah merupakan sumber yang melahirkan peradaban islam, yang melestarikan dan melindunginya dalam sejarah. Syari’ah inilah yang akan selalu menjadi kekuatan peradaban dikalangan kaum muslim.17 3) Masalah Muamalah, Islam merupakan agama yang menekankan urusan muamalah lebih besar porsinya daripada urusan ibadah. Ibadah muamalah disini dipahami sebagai ibadah yang mencakup hubungan dengan sesama makhluk dalam rangka mengabdi kepada Allah swt Karena Islam lebih banyak memperhatikan aspek kehidupan sosial daripada kehidupan ritual. 16 Drs. H. Hafi Anshari, Pemahaman dan Pengalaman Dakwah,(Surabaya: Al Ikhlas,1993), hal. 140. 17 Ismail R Al Faruqi, Menjelajah Atlas Dunia Islam, (Bandung: Mizan,2000), hal. 305. 28 4) Masalah Akhlak, secara etimologis kata akhlaq berasal dari bahasa Arab, jamak dari Khuluqun yang berarti budi pekerti, perangai dan tingkah laku.18Menurut Al Farabi, ilmu akhlak adalah pembahasan tentang keutamaan-keutamaan yang dapat menyampaikan manusia kepada tujuan hidup yang tertinggi, yaitu kebahagiaan.19Oleh karena itu berdasarkan pengertian diatas, maka akhlak dalam Islam pada dasarnya meliputi kualitas perbuatan manusia yang merupakan ekspresi kondisi jiwanya d. Wasilah (Media Dakwah) Wasilah atau media dakwah adalah alat yang digunakan untuk menyampaikan materi dakwah (ajaran islam) kepada penerima dakwah.20 Beberapa hal yang dapat digunakan sebagai media dakwah diantaranya adalah lisan, tulisan, lukisan atau gambar, audiovisual dan akhlak. e. Thariqoh (Metode Dakwah) Metode memiliki pengertian “suatu cara yang bisa ditempuh atau cara yang ditentukan secara jelas untuk mencapai dan menyelesaikan suatu tujuan, rencana, sistem, tata pikir manusia”.21 Sedangkan dalam metodologi pengajaran Islam metode diartikan sebagai “suatu cara yang sistematis dan umum terutama dalam mencapai kebenaran ilmiah”.22 Metode dakwah mutlak dibutuhkan oleh seorang juru dakwah untuk 18 Muhammad Munir, S.AG,MA.& Wahyu Ilaihi,S.AG,MA, Manajemen Dakwah …, hal. 28. 19 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Tematis Dunia Islami, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve,2002), hal. 190. 20 Muhammad Munir, S.AG,MA.& Wahyu Ilaihi,S.AG,MA, Manajemen Dakwah …, hal. 32. 21 M.Syafaat Habib, Buku Pedoman Dakwah,(Jakarta: Wijaya,1992), cet-ke I, hal.160. 22 Soeleman Yusuf,Slamet Soesanto,Pengantar Pendidikan Sosial,(Surabaya: Usaha Nasional,1981), hal. 38. 29 menyampaikan pesan-pesan dakwah. Karena suatu pesan walaupun mengandung kebenaran yang hakiki tetapi disampaikan dengan metode yang kurang tepat akan mempengaruhi kualitas penerimaan oleh penerima dakwah (mad’u). Dan menurut A. Ilyas Ismail dalam buku “Paradigma Dakwah Sayyid Quthub: Rekontruksi Pemikiran Dakwah Harakah” kerangka dasar tentang metode dakwah adalah sebagai berikut : 1) Bi al- Hikmah, Dakwah Bi al- Hikmah adalah menyampaikan dakwah dengan cara arif bijaksan, yaitu melakukan pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak obyek dakwah mampu melaksanakan dakwa atas kemauannya sendiri, tidak merasa ada paksaan, tekanan maupun konflik. Dengan kata lain dakwah Bi alHikmah merupakan suatu metode pendekatan komunikasi dakwah yang dilakukan atas dasar persuasif. Menurut Said Bin Ali Bin Wahif Al-Qathani, dalam kitab alhikmah fi al da’wah ilallah ta’ala, diuraikan lebih jelas tentang pengertian al-hikmah yaitu dakwah dengan tehnik mengenal golongan; memilih saat harus bicara dan saat harus diam; mengadakan kontak pemikiran mencari titik pertemuan sebagai tempat bertolak, untuk maju secara sistematis. Namum perlu diperhatikan, seorang da’i tidak boleh melepas shibghah (keimanan murni), jadi walaupun dalam berdakwah amat menekankan titik temu dengan pikiran mitranya, akan tetapi sikap toleransi ini tidak boleh sampai mengorbankan soal-soal yang esensial; dan tehnik selanjutnya setelah 30 mendapatkan titik temu adalah memilih dan menyusun kata-kata yang tepat. Seorang da’i hendaknya mampu menerapkan perintah Allah swt . 2) Bi Al-Mauizhoh Al-Hasanah, Menurut bahasa mauizhatul hasanah berasal dari dua kata: mauizhoh yaitu berarti nasihat, bimbingan, pendidikan dan peringatan, hasanah adalah kebalikan sayyi’ah yang berarti kebaikan.23 Adapun penerapan metode ini adalah dengan memberikan nasihat atau petuah; studi bimbingan, studi pengajaran, studi penyuluhan, studi psikoterapi; memberikan stimulus melalui kisah- kisah, kabar gembira dan peringatan (albasyir dan al-nadzir), serta wasiat (pesan-pesan positif). 3) Bi Al- Lati Hiya Ahsan, Menurut bahasa, mujadalah berasal dari kata jadala yang bermakna memintal, melilit. Jika ditambah alif pada jim mengikuti waza fa’ala maka mempunyai arti berdebat.24 Menurut istilah, mujadallah adalah upaya terukur pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, tanpa adanya suasana yang mengharuskan lahirnya permusuhan diantara keduanya. Metode ini juga bisa dilakukan dengan sistem as’ilah wa ajwibah.25 Sedangkan makna jidal bi al-lati hiya ahsan, sebagian mufasir memaknai jidal bi al-lati hiya ahsan (debat yang terbaik) secara global. Sayyid Quthub menerangkan bahwa jidal bi al-lati hiya ahsan bukanlah dengan jalan menghinakan (tardzil) atau 23 A. Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayyid Quthub: Rekontruksi Pemikiran Dakwah Harakah, (Jakarta: Penamadina, 2008), hal. 249. 24 A. Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah …, hal.252. 25 A. Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah …, hal.253. 31 mencela (taqbih) lawan debat, tetapi berusaha meyakinkan lawan untuk sampai pada kebenaran (Fi Zhilal al-Quran,XIII/292). Jika didalami, dalam debat itu ada 2 hal sekaligus: menetapkan kebenaran dan menghancurkan kebatilan (lihat : QS. Al- Baqara [2]: 258).26 Seruan dengan jidal bi al-lati hiya ahsan tertuju kepada orang yang menentang kebenaran dan cenderung untuk menbantah dan mendebat. f. Atsar (Efek Dakwah) Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam setiap aktivitas dakwah akan menuai reaksi baik positif maupun negatif. Artinya adalah setiap dakwah akan memiliki efek (atsar) pada objek dakwah. Kemampuan menganalisa efek dakwah sangat penting dalam menetukan langkah-langkah dan strategi dakwah selanjutnya. Tanpa menganalisis efek dakwah kemungkinan kesalahan strategi dakwah yang bisa merugikan tujuan dakwah dapat terulang kembali. Efek dakwah seringkali disebut feed back (umpan balik) da’i proses dakwah ini seringkali diabaikan oleh pelaku dakwah. Mereka seakan merasa tugas dakwah selesai manakala telah selesai menyampaikan materi dakwah. Nilai penting dari efek dakwah terletak dalam kemampuan mengevaluasi dan koreksi terhadap metode dakwah. Hal tersebut harus dilakukan dengan komprehensif dan radikal, artinya tidak parsial, menyeluruh, tidak setengah-setengah. Seluruh unsur-unsur dakwah harus 26 A. Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah …, hal.254. 32 dievaluasi secara total guna efektifitas yang menunjang keberhasilan tujuan dakwah. Menurut Jalaludin Rahmat, “efek Kognitif bisa terlihat bila ada perubahan pada apa yang diketahui,dipahami dan dipersepsi khalayak. Efek Afektif timbul bila ada perubahan pada apa yang disenangi dan dibenci khalayak yang meliputi emosi,sikap serta nilai. Sedangkan efek behavioral dapat diketahui dengan perilaku nyata yang diamati, yang meliputi pola-pola tindakan, kegiatan atau kebiasaan berperilaku.”27 C. Pengertian Efektifitas Dakwah Dakwah dipandang sebagai suatu proses komunikasi, maka efektifitas dakwah identik dengan efektifitas komunikasi. Komunikasi dikatakan efektif bila rangsangan yang disampaikan oleh komunikator (da’i) dapat ditangkap dan dipahami oleh penerima (mad’u). dalam hal teknisnya dakwah bisa berupa dakwah bi-lisan dan dakwah bi-hal, maka diperlukan keteladanan da’i agar rangsangan tersebut bisa diterima baik secara bilogis maupun psikologis oleh mad’u. Umpan balik (feed back) berupa tanggapan atau respon yang positif tentunya merupakan indikator yang dapat diukur tentang keberhasilan komunikasi tersebut. Model dakwah semacam ini dapat disebut dakwah persuasif. Yang penting apa yang disampaikan kepada mad’u itu sesuai dengan cara berfikir dan cara merasa mereka, sehingga mad’u mengikuti kehendak da’i tetapi merasa sedang mengikuti kehendak sendiri. Jika dakwah disampaikan secara persuasif, maka pasti komunikatif. Jika komunikatif maka pasti lebih efektif.28 Menurut Tubbs dan Moss, komunikasi bisa dikatakan efektif bila menunjukkan setidaknya lima indikator berikut: pengertian, kesenangan, 27 Jalaludin Rahmat, Retorika Modern, Sebuah Kerangka Teori dan Praktik Berpidato, (Bandung: Akademika, 1982), hal. 269. 28 Slamet, Ffcktifitas Komunikasi dalam Dahvah Persuasif, (Jurnal Dakwah, vol. X no. 2, Juli-Desember 2009),hal. 186. 33 pengaruh pada sikap, hubungan yang semakin baik dan tindakan29. 1) Pengertian, artinya pesan dimengerti oleh penerima sebagaimana yang dikehendaki pengirimnya (komunikator). Apabila pesan yang disampaikan tersebut diartikan lain, maka berarti telah terjadi kegagalan komunikasi primer (primary breakdown in communication). 2) Kesenangan, artinya bahwa komunikasi dilakukan untuk menimbulkan kesenangan; sehingga akan menjadikan hubungan semakin akrab, hangat dan menyenangkan. Hal ini tidak akan terjadi bilamana masing-masing pihak saling menjadi jarak. 3) Mempengaruhi sikap, maksudnya komunikasi itu lebih sering ditujukan untuk mempengarahi orang lain agar memilih persepsi, sikap atau perilaku yang diinginkan komunikator. 4) Hubungan sosial yang baik. Manusia sebagai makhluk sosial memiliki kebutuhan untuk menumbuhkan dan mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan orang lain, yaitu dalam hal interaksi dan asosiasi, pengendalian dan kekuasaan, serta cinta kasih pada sesama. Kegagalan dalam hal ini akan menjadikan seseorang merasa teralienasi (asing, kesepian) meskipun hidup di jaman modern. 5) Tindakan, yaitu suatu perilaku yang diharapkan sebagai hasil dari proses komunikasi yang dilakukan. Dalam mewujudkan tercapainya efektivitas komunikasi, ada beberapa prinsip dasar yang berlaku aktivitas komunikasi yang perlu dikuasai oleh para da’i, yaitu: respect, emphaty, audible, clarity, dan humble.30 1. Respect, adalah sikap hormat dan menghargai setiap individu (mad’u) yang menjadi sasaran pesan yang disampaikan. Penghargaan yang jujur dan tulus pada seseorang merupakan prinsip dasar dalam 29 30 Jalaludin Rahmat,Psikologi Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999), hal.13. Slamet, Ffcktifitas Komunikasi …, hal. 187. 34 berinteraksi dengan orang lain; bahkan prinsip paling dalam dari sifat manusia adalah kebutuhan untuk dihargai. Berawal dari hal itu, maka seseorang akan memiliki antusiasme dan melakukan hal-hal terbaik dalam kehidupannya. 2. Emphaty, adalah kemampuan untuk menempatkan diri pada situasi dan kondisi yang dialami oleh orang lain, prasyarat utamanya adalah kemampuan kita untuk terlebih dahulu mendengarkan dan mengerti orang lain, sebelum kita didengarkan dan dimengerti orang lain. Komunikasi empatik akan memudahkan kita dalam membangun keterbukaan dan kepercayaan untuk membangun kerjasama dengan orang lain. Rasa empati juga akan menjadikan seseorang mampu menyampaikan pesan dengan cara dan sikap tertentu sehingga akan memudahkan penerima pesan (mad’u) dalam menerima dan memahaminya. Sebagaimana dalam dunia marketing (pemasaran), memahami perilaku konsumen merupakan keharusan; sehingga kita bisa empati dengan apa yang menjadi kebutuhan, keinginan, minat, harapan dan kesenangan konsumen. Demikian pula tentunya dalam konteks dakwah, memahami perilaku mad’u merupakan 'kewajiban' mutlak bagi pada da’i. Pemahaman terhadap kondisi mad’u akan meminimalisir terjadinya hambatan psikologis, sebab da’i memiliki pengetahuan yang cukup tentang problematika hidup serta suasana batin yang dialami mad’u. Pada dataran ini, da’i mempresentasikan diri sebagai bagian dari mad’u, sehingga ia telah menjadi bagian dari 35 masyarakat yang dijadikan sasaran dakwah itu sendiri. Dengan demikian tidak ada jarak (gap) antara dirinya dengan mad’u. 3. Audible, maksudnya pesan harus dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik oleh penerima pesan (mad’u). Dalam hal ini pesan dapat disajikan dengan cara, sikap atau media yang memang bisa dengan mudah diterima dan dimengerti oleh mad’u. 4. Clarity, yaitu kejelasan dari pesan sehingga terhindar dari penafsiran yang lain (multi interpretasi atau bias). Makna lainnya adalah keterbukaan (transparansi), yaitu perlunya mengembangkan sikap terbuka (tidak ada yang disembunyikan) sehingga menambah kepercayaan. Tanpa adanya keterbukaan, maka akan memberi peluang munculnya sikap curiga dan menurunnya kepercayaan. 5. Humble, yaitu membangun sikap rendah hati, yang meliputi: sikap siap melayani, menghargai, tidak menyombongkan diri, lemah lembut, penuh pengendalian diri dan mengutamakan kepentingan yang lebih besar. Setiap da’i sebagai komunikator harus berupaya menciptakan proses komunikasi menjadi efektif dengan melakukan beberapa persiapan, antara lain: persiapan fisik, materi, corak komunikasi dan mental. Secara umum setiap da’i harus memastikan bahwa penampilan fisiknya telah memenuhi standar kelayakari di depan publik selaku mad’u. Da’i harus mernperhatikan kondisi fisik jasmaninya agar tetap fit (bugar), penampilan pakaian yang dapat diterima masyarakat dan bisa memantapkan citra positif pribadinya. 36 Para da’i harus benar-benar mempersiapkan materi dakwahnya agar sesuai dengan konteks masyarakatnya. Materi yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat hanya akan menimbulkan penolakan, dan jelas menjadi awal yang kurang baik untuk proses selanjutnya. Materi harus menyangkut 'pulic interest'. Pada sisi lain da’i harus menguasai dasar-dasar (dalil) syari’ah terkait materi yang akan disampaikan, sehingga akan menjadi daya tarik tersendiri bagi mad’u. Setiap materi dan suasana (situasi kondisi) memerlukan cara penyampaian yang tepat. Ketidak sesuai cara penyampaian bisa berdampak kontra produktif. Dalam hal ini penyampaian dakwah dapat dirancang dengan corak atau langgam pembicaraan. Langgam orator, yaitu proses komunikasi disampaikan dengan bersemangat, berapi-api selayaknya sorang panglima perang atau sejenis kampanye dengan tujuan memberikan semangat, membangkitkan daya juang. Biasanya dilakukan para politisi dalam kampanye, demontsran di jalanan atau juga dakwah terbuka (tabligh akbar). Langgam sentimental, yaitu penyampaian pesan dengan penuh perasaan, perlahan dan menggambarkan suasana duka. Langgam ini biasa dipakai dalam forum takziah, ceramah dalam masa musibah dengan tujuan memberikan penguatan batin, memberi dukungan moril dan kesabaran. Langgam statistik, yaitu penyampaian komunikasi dengan banyak menyajikan data atau angka sebagai dasar pendukung argumentasi atas sebuah masalah yang dijadikan pokok pembicaraan. Data dan angka ini menjadi menarik bila berkaitan dengan kondisi sosial yang menyangkut kehidupan masyarakat. Misal: tingkat kriminalitas, kekerasan dalam rumah tangga, pembunuhan dsb. Langgam keagamaan, yaitu penyajian data dengan banyak didukung dalil-dalil Qur'an dan Hadits, Setiap da’i perlu mempersiapakan diri secara mental 37 ruhaniyah, agar dirinya memiliki kemampuan dan kekuatan batin saat menyampaikan pesan-pesan dakwahnya. Da’i harus siap dan menyadari akan kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi sebagai dampak logis dari aktivitas yang dilakukannya, khususnya dalam hal resiko. Persiapan mental ruhaniyah ini mutlak dilakukan sebagaimana para nabi dan rasul telah membekali diri dengan amalan ibadah baik wajib maupun sunat. Apabila proses komunikasi dalam dakwah telah diupayakan memenuhi berbagai prosedur ataupun kriteria dalam mewujudkan komunikasi yang efektif ini, maka peluang untuk terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku secara sadar akan semakin besar dan menguat. Namun begitu, tetap masih memungkinkan adanya hambatan dalam prakteknya. Misalnya, mad’u sesungguhnya sudah memiliki pengertian dan pemahaman yang baik serta benar, tetapi masih belum melakukan pesan-pesan dakwah yang disampaikan. Dalam persoalan ini, seringkali mad’u memang harus dibujuk, didorong atau setengah dipaksa; atau bahkan benar-benar 'dipaksa dengan suatu terapi' sehingga mereka dapat memahami makna sebuah nilai dari hakikat kebenaran (kebaikan). Pada konteks ini peran seorang da’i bukan lagi sekedar sebagai penyeru ajaran di bidang moral agama, melainkan sudah merambah sebagai pemimpin dalam kehidupan sosial kemasyarakatan dalam arti yang luas. 38 D. Pengertian Bencana dan Penanggulangan Bencana 1. Pengertian Bencana Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bencana mempunyai arti sesuatu yang menyebabkan atau menimbulkan kesusahan, kerugian atau penderitaan. Sedangkan bencana alam artinya adalah bencana yang disebabkan oleh alam.31 Menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. 32 Bencana merupakan pertemuan dari tiga unsur, yaitu ancaman bencana, kerentanan, dan kemampuan yang dipicu oleh suatu kejadian. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh gejala-gejala alam yang dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan, kerugian materi, maupun korban manusia. Menurut Asian Disaster Reduction Center , bencana adalah suatu gangguan serius terhadap masyarakat yang menimbulkan kerugian secara meluas dan dirasakan baik oleh masyarakat, berbagai material dan lingkungan (alam) dimana dampak yang ditimbulkan melebihi kemampuan manusia guna mengatasinya dengan sumber daya yang ada. Lebih lanjut, menurut Parker , bencana ialah sebuah kejadian yang tidak biasa terjadi disebabkan oleh alam maupun ulah manusia, termasuk pula di dalamnya merupakan imbas dari 31 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa (P3B) Departamen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar…, hal.100. 32 A. Fawa’id Syadzili dkk , Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat dalam Perspektif Islam, (Jakarta : NU CBDRM,2007), hal.140. 39 kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas, individu maupun lingkungan untuk memberikan antusiasme yang bersifat luas.33 Jenis-jenis bencana menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, antara lain: 1. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. 2. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi dan wabah penyakit. 3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.34 2. Pengertian Penanggulangan Bencana Bancana dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Sebagian bencana tidak dapat dicegah agar tdak terjadi. Sebagai contoh gempa bumi adalah bencana yang tidak dapat dicegah namum dapat dilakukan tindakan agar resiko kerugian material dan korban jiwa atau terluka akibat gempa bumi dapat dikurangi atau di hilangkan. Penanggulangan bencana adalah “serangkaian tindakan meliputi pencegahan ,mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat serta rehabiltasi dan rekonstruksi melalui pengamatan dan analisis sistematik. Dalam penanggulangan bencana terdapat serangkaian tindakan yang dilakukan sebelum, saat terjadi 33 34 A. Fawa’id Syadzili dkk, Penanggulangan Bencana …, hal.14. A. Fawa’id Syadzili dkk, Penanggulangan Bencana …, hal. 140. 40 bencana, dan setelah bencana yang tujuannya untuk mencegah dan meminimalisir korban jiwa atau kerugian matrial akibat terjadinya bencana.”35 Adapun tindakan yang dilakukan sebelum bencana terjadi meliputi : 1. Tindakan pencegahan Tindakan pencegahan adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah tidak terjadi bencana atau mencegah dampak yang merusak bagi komonitas dan fasilitas. 2. Tindakan mitigasi Mitigasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi kerusakan yang diakibatkan oleh bahaya serta meminimalkan resiko bencana yang akan terjadi. Seringkali tindakan mitigasi disebut sebagai tindakan stuktural dan tindakan non struktural. 3. Tindakan kesiapsiagaan Kesiapsiagaan adalah tindakan yang dilakukan dalam rangka mengantisipasi suatu bencana untuk menjamin efektifitas dan ketepatan tindakan saat dan setelah terjadinya bencana.36 Sedangkan tindakan yang dilakukan setelah bencana terjadi meliputi : 1. Tindakan tanggap darurat Tanggap darurat adalah tindakan yang dilakukan segera setelah terjadinya bencana untuk menolong korban dan memenuhi kebutuhan korban dasar yang selamat dari kejadian bencana. Contoh dari tindakan yang dilakukan saat tanggap darurat adalah tindakan pencarian dan penyelamatan korban bencana serta pemberian bantuan kepada para 35 36 A. Fawa’id Syadzili dkk, Penanggulangan Bencana …, hal. 79. A. Fawa’id Syadzili dkk, Penanggulangan Bencana …, hal. 81. 41 korban , mengatur posko pengungsuian agar korban yang selamat dalam kejadain bencana masih mendapatkan hak hidupnya sebagai mana yang di atur dalam perundang undangan. 2. Tindakan pemulihan Tindakan pemulihan atau istilah lain dapat disebut rehabilitasi adalah tindakan yang pada dasarnya adalah proses pemenuhan pelayaan dasar bagi masyarakat korban bencana. 3. Tindakan rekontruksi Rekontruksi (pembangunan kembali) adalah tindakan untuk memperbaiki atau mengganti tempat tinggal atau insfrastruktur yang rusak serta mengembalikan kondisi social ekonomi masyarakat seperti semula sebelum bencana terjadi.37 E. Pengertian Program Da’i Dakwah memiliki posisi yang tinggi dan mulia dalam agama islam. Islam adalah agama dakwah artinya agama yang senantiasa mendorong pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah. Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin, seberapa jauh ia menjadi rahmatan tergantung pada sejauh mana umatnya mampu mengaplikasikan ajaran ajarannya dan mewujudkan rahmatan itu dalam realitas yang luas. Artinya bahwa ajaran Islam harus mampu ditunjukan oleh para pemeluknya sebagai pedoman hidup sehari hari. 37 Pusat Mitigasi Bencana- ITB, Draft Manual/Panduan Pelaksanaan Pengolaan Bencana Berbasis Komunitas – Nahdlatul Ulama, (Bandung : Jurnal ITB,2007), Bagian 3 konsep pengelolaan bencana, hal. 35. 42 Seruan untuk berbuat baik harus terus menerus dilakukan. Seruan seruan ini biasanya dilakukan oleh seorang dai. Da’i adalah orang yang memposisikan dirinya menjadi pendidik masyarakat dengan prinsip – prinsip Islam kearah yang lebih baik. Program dai untuk menanggulangi bencana adalah program dalam rangka penanggulangan bencana, para dai berkewajiban untuk menjaga agar masyarakat dapat selamat dari kemungkinan bencana. Dai di harapkan dapat turut berpartisipasi dan berkonstribusi dalam rangka mengantisipasi dan meinimalisir resiko dan kerugian yang di akibatkan oleh dampak bencana dengan melakukan beberapa hal berikut, yaitu : a. Memberikan informasi tentang pentingnya upaya pengurangan resiko bencana khususnya dan penanggulngan bencana pada umumnya b. Mengajak masyarakat untuk mewaspadai adanya berbagai macam ancaman dan bencana baik yang disebabkan oleh factor alam maupun yang disebabkan oleh manusia c. Mengajak masyarakat untuk mengidentifikasi setiap ancaman atau kerentanan yang ada di lingkungannya sehingga dapat mewaspadai sekaligus mencari solusi aternatif pemecahannya. d. Berusaha mengingatkan masyarakat agar memiliki kesadaran untuk melakukan upaya – upaya yang dapat mencegah dan meminimalisir kerugian yang di akibatkan oleh bencana. e. Mengajak masyarakat untuk mencari solusi aternatif untuk bagi setiap upaya yang dapat mencegah atau mengurangi resiko bencana (mitigasi). 43 f. Bersama masyarakat melatih kesiapsiagaan dalam menghadapi kemungkinan bencana yang mengkin terjadi secara tidak diduga. 38 F. Pengertian Meningkatkan Kesadaran Masyarakat Secara harfiah kata “kesadaran” berasal dari kata “sadar”, yang berarti insyaf, merasa tahu dan mengerti. Kita sadar jika kita tahu, mengerti, insyaf, dan yakin tentang kondisi tertentu, khususnya sadar atas hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Dapat diartikan bahwa kesadaran masyarakat adalah keinsyafan, merasa, tahu dan mengerti yang dialami oleh masyarakat dikarenakan adanya persepsi yang diterima baik dari dalam maupun dari luar.39 Kesadaran masyarakat lahir dari masyarakatnya itu sendiri yang lahir dari kebiasaaan dalam masyarakat, dipengaruhi oleh lingkungan, peraturan-peraturan dan peranan pemerin tahnya. Menurut Kosasih Djahiri dalam buku Strategi Pengajaran Afektif Nilai Moral VCT Dan Games Dalam VCT, bahwa kesadaran dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan yang masing-masing tingkatan menunjukan derajat kesadaran seseorang.40 Tingkatan-tingkatan kesadaran tersebut antara lain: 1. Kesadaran yang bersifat anomous, yaitu kesadaran atau kepatuhan yang tidak jelas dasar dan alasan atau orientasinya. 38 Ellyasa KH. Darwis dkk, Da’i Siaga Bencana – Pandua Praktis Dakwah Pengurangan Risiko Bencana, (Jakarta:LPBI NU, 2011), hal. 15. 39 Rochmad, Efek Tayangan Info Kesehatan Terhadap Kesadaran Masyarakat, (eJournal Ilmu Komunikasi, 2013, 1 (1): 248-261, ISSN 0000-0000, ejournal.ilkom.or.id: 2013), hal. 251. 40 Kosasih Djahiri A., Strategi Pengajaran Afektif Nilai Moral VCT Dan Games Dalam VCT. (Bandung: Lab.. PMP IKIP:1985), hal. 24. 44 2. Kesadaran yang bersifat heteronomous, yaitu kesadaran atau kepatuhan yang berlandaskan dasar/orientasi/motivasi yang beraneka ragam atau berganti-ganti 3. Kesadaran yang bersifat sosionomous, yaitu kesadaran atau kepatuhan yang berorientasi kepada kiprah umum atau karena khalayak ramai. 4. Kesadaran yang bersifat autonomous yaitu kesadaran atau kepatuhan yang terbaik karena didasari oleh konsep atau landasan yang ada dalam diri sendiri. Persepsi yang diterima baik oleh masyarakat akan meningkatkan kesadaran masyarakat pada akhirnya akan menimbulkan partisipasi dari masyarakat untuk ikut mengelola lingkungan sekitarnya. Partisipasi merupakan kemampuan dari masyarakat untuk bertindak dalam keberhasilan (keterpaduan) yang teratur untuk menanggapi kondisi lingkungan sehingga masyarakat tersebut dapat bertindak sesuai dengan logika dari yang dikandung oleh kondisi lingkungan tersebut. Menurut Cohen dan Uphoff, pengertian partisipasi adalah keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pengembilan keputusan, pelaksanaan, pemanfaatan hasil dan evaluasi.41Pengertian partisipasi lainnya didefinisikan oleh Sajogyo, sebagai peluang untuk ikut menentukan kebijaksanaan pembangunan serta peluang ikut menilai hasil pembangunan. Dari berbagai pendapat tersebut, secara umum partisipasi merupakan keterlibatan seseorang secara aktif dalam suatu kegiatan.42 41 Anandriyo Suryo Mratihatani, Menuju Pengelolaan Sungai Bersih Di Kawasan Industri Batik Yang Padat Limbah Cair, (Fak.Ekonomi UNDIP:2013), hal. 40. 42 Anandriyo Suryo Mratihatani, Menuju Pengelolaan …, hal. 40. 45 Menurut Cohen dan Uphoff, membagi partisipasi ke 4 tahapan43, yaitu: 1. Tahap pengambilan keputusan, yang diwujudkan dengan keikutsertaan masyarakat dalam rapat-rapat. 2. Tahap pelaksanaan, yang merupakan tahap terpenting dalam pembangunan, sebab inti dari pembangunan adalah pelaksanaannya. Wujud nyata partisipasi pada tahap ini dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, bentuk sumbangan materi, dan bentuk keterlibatan sebagai anggota proyek. 3. Tahap menikmati hasil, yang dapat dijadikan indikator keberhasilan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek. Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subjek pembangunan, maka semakin besar manfaat proyek dirasakan, berarti proyek tersebut berhasil mengenai sasaran. 4. Tahap evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini dianggap sebagai umpan balik yang dapat memberi masukkan demi perbaikan pelaksanaan proyek selanjutnya. 43 Anandriyo Suryo Mratihatani, Menuju Pengelolaan …, hal. 40. BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA PENANGGULANGAN BENCANA DAN PERUBAHAN IKLIM NAHDLATUL ULAMA (LPBI NU) A. Profil Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI NU) Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi sosial kemasyarakatan terbesar di Indonesia. NU didirikan tahun 1926 oleh kyai (ulama) yang berpengaruh di Indonesia. Saat ini NU memiliki 100 juta anggota yang mayoritas berada di daerah pedesaan dan memiliki struktur organisasi dari tingkat nasional sampai ke pedesaan, seperti pendakwah, guru, nelayan, petani, pedagang, dan di pemerintahan seperti di eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Struktur organisasi NU adalah sebagai berikut: Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Pengurus Wilayah NU (PWNU) di 34 provinsi; Pengurus Cabang NU (PCNU) di 566 Kabupaten, Pengurus Cabang Istimewa NU (PCINU) di 12 negara, Pengurus MWC NU di tingkat Kecamatan dan Pengurus Ranting NU di tingkat desa/kelurahan di seluruh Indonesia. Dalam melaksanakan tugasnya, Nahdlatul Ulama mempunyai 14 badan otonom dan 18 lembaga. Salah satu lembaga yang dimiliki oleh Nahdlatul Ulama adalah Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim NU (LPBI NU). Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI NU) adalah lembaga yang secara struktural-organisatoris merupakan pelaksana kebijakan dan program Nahdlatul Ulama di bidang penanggulangan bencana, perubahan iklim, dan pelestarian lingkungan. Pembentukan LPBI NU 46 46 47 disepakati pada Muktamar NU ke-32 di Makassar tahun 2010. Semangat ini kemudian dikukuhkan dan ditetapkan dalam rapat pleno harian PBNU untuk membentuk LPBI NU. Setelah Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama di Jombang tahun 2015 dibentuk kepengurusan baru PP. LPBI NU berdasarkan SK No. 19/A.II.04/09/2015.1 B. Sejarah Berdirinya LPBI NU Posisi Indonesia dilihat pada aspek geografis, topografis dan demografis sangat berpotensi menimbulkan ancaman bencana.Letak geografis Indonesia yang berada di atas kawasan tiga lempeng benua merupakan ancaman bagi penyebab terjadinya gempa bumi dan tsunami. Selain itu Indonesia juga berada di kawasan yang disebut lingkaran cincin api (the ring of fire) yang terdiri dari rantai gunung berapi aktif dari ujung utara pulau Sumatera sampai pulau Papua yang berpotensi menimbulkan gempa bumi dan letusan gunung berapi (seperti ancaman awan panas atau wedus gembel dan banjir lahar), selain mengakibatkan terjadinya tsunami dan longsor. Sementara secara topografis Indonesia terdiri dari daerah-daerah perbukitan, lereng gunung, dataran landai serta pesisir pantai. Sebagai negara yang berada di jalur khatulistiwa Indonesia memiliki iklim tropis yang memungkinkan datangnya curah hujan tinggi sehingga dapat menyebabkan ancaman bahaya banjir bandang, tanah longsor dan bahkan sebaliknya ancaman 1 Situs LPBI NU, “Tentang LPBI NU”, diakses pada Tanggal 12 Juni 2016 dari http://lpbi-nu.org/tentang-kami/. 48 kekeringan. Masih ditambah lagi kebakaran hutan juga sering terjadi di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Bukti-bukti empiris di atas semakin meyakinkan kita semua bahwa tidak ada satu pun kawasan di Indonesia yang benar-benar terbebas dari ancaman bencana. Karena itu sangat masuk akal apabila Indonesia dinyatakan sebagai negeri rawan bencana atau supermarket bencana karena beraneka ragam bencana bisa sewaktu-waktu datang di bumi Indonesia yang kita cintai. Oleh karena itu kalau kita tidak siap-siaga sejak dini atau berusaha hidup harmoni dengan bencana maka otomatis situasi ini akan menambah kesengsaraan hidup bahkan mengancam harta benda dan jiwa. Secara saintifik besarnya kerugian material dan jumlah korban jiwa yang ada, di samping karena faktor geografis juga secara umum disebabkan oleh faktor-faktor yang lain. Pertama, besarnya intensitas bencana yang terjadi bahkan jenisnya pun bermacam-macam. Kedua, jumlah penduduk Indonesia yang semakin padat karena pertumbuhan populasi yang tidak bisa dikendalikan dengan baik. Ketiga, rentannya lingkungan fisik maupun lingkungan sosial (budaya). Hal ini sangat dipengaruhi seiring berubahnya setting ekologis dan gaya hidup masyarakat atau life style. Dankeempat, kurangnya pemahaman sebagian besar masyarakat dalam kesiap-siagaan dalam menghadapi ancaman bencana. Budaya hidup harmoni dengan bencana belum tercipta. Pada beberapa dekade terakhir ini fenomena perubahan iklim (climate change) merupakan salah satu ancaman serius terhadap kelangsungan hidup manusia.Indonesia termasuk negara yang dapat dikatakan rentan terhadap dampak perubahan iklim. Beberapa sektor penghidupan menjadi terganggu 49 sebagai akibat ketidakmampuan kita dalam beradaptasi dengan kondisi tersebut, misalnya kasus gagal panen pada masyarakat petani dan ancaman gelombang besar bagi para nelayan yang tidak bisa melaut, sehingga mata pencaharian utama yang menjadi penopang hidup keluarga bisa terganggu. Akibat lebih parah lagi yaitu tenggelamnya beberapa pulau kecil dan semakin terkikisnya bibir pantai akibat abrasi. Fenomena ini akan terus berlanjut apabila dampak perubahan iklim tidak segera diantisipasi dengan baik dan kontinu. Sudah nampak nyata bahwa dampak perubahan iklim tidak hanya dirasakan oleh penduduk di wilayah pesisir dengan naiknya air laut (rob) dan abrasi pantai, namun juga dapat mempengaruhi wilayah daratan yang berkaitan langsung dengan musim tanam, yang sudah barang tentu berdampak pada penurunan produksi pangan, kekeringan atau musim kemarau yang panjang. Sementara frekuensi dan intensitas curah hujan yang tidak stabil jelas akan berdampak pada adanya potensi longsor, banjir dan kebakaran hutan. Kondisi alam Indonesia yang kaya raya dan subur ini tidak lagi mendatangkan berkah justru malah bisa menjadi musibah. Terjadinya beragam bencana ekologis di Indonesia akhir-akhir ini ditengarai adanya salah urus lingkungan akibat eksplorasi yang berlebihan atas sumberdaya alam, baik yang melalui izin negara (legal) maupun yang dilakukan secara ilegal. Praktek eksplorasi ini merupakan orientasi pembangunan yang hanya mengejar target pertumbuhan ekonomi dan bukan pada keberlanjutan bangsa (sustainable development) dan kesejahteraan rakyat. Belum banyak masyarakat yang benar- 50 benar sadar bahwa alam yang kita tempati saat ini sebenarnya adalah titipan anak cucu yang mesti kita jaga dan dirawat bersama kelestariannya.2 Penting juga diketahui bahwa golongan yang paling rentan terhadap ancaman bencana dan perubahan iklim adalah masyarakat miskin secara ekonomi dengan tingkat pendidikan rendah. Mereka pada umumnya adalah yang tinggal di desa-desa (kondisi tertinggal) dan merupakan golongan masyarakat yang mudah ditemukan dalam komunitas NU. Dengan demikian respon terhadap perubahan iklim dan aksi penanggulangan bencana harus disertai program pengentasan kemiskinan dan edukasi terhadap masyarakat yang tergolong rentan tersebut. Untuk itu, maka strategi nasional dalam menghadapi perubahan iklim juga perlu diarahkan pada pengembangan rekayasa sosial agar masyarakat rentan tersebut dapat mengalami perubahan terencana, sistematis dan dalam segala aspek kehidupan sehingga bermanfaat bagi kelangsungan sosial dan ekologi manusia. Khusus untuk menangani urusan yang terkait dengan urusan warganya dalam hal masalah penanggulangan bencana, adaptasi perubahan iklim dan pelestarian lingkungan hidup, maka NU telah menginisiasi lahirnya LPBI NU (Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama) yang pada awalnya merupakan bentuk transformasi dari Community Based Disaster Risk Management Nahdlatul Ulama (CBDRM-NU) yang bersifat badan ad-hoc dari PBNU. Bahwa perubahan status kelembagaan CBDRM-NU menjadi LPBI-NU berdasarkan hasil keputusan Muktamar NU ke-31 di Makasar pada tahun 2010. Tidak bisa dinafikan kehadiran CBDRM-NU atau LPBI NU telah menjadi pioner di lingkungan NU dalam kegiatan kemanusian, baik secara 2 Situs LPBI NU, “Tentang LPBI NU”, diakses pada Tanggal 12 Juni 2016. 51 mandiri maupun bekerjasama dengan pihak Pemerintah Indonesia maupun pihak luar negeri seperti pemerintah negara lain, PBB dan NGO (lembaga donor luar negeri), perusahaan pemerintah dan swasta, dll.3 Kerjasama yang dilakukan dengan multistakeholders tersebut telah mengembang-kan program manajemen resiko bencana dan penanggulangan bencana, pelestarian lingkungan dan adaptasi perubahan iklim dengan melibatkan madrasah/sekolah yang bernaung di bawah lembaga ma’arif NU, pesantren, dan jajaran pengurus di tingkat pusat hingga ranting (desa) dan warga NU di tingkat basis. Program pengembangan kapasitas dan pemberdayaan masyarakat dalam perspektif PRB (Pengurangan Resiko Bencana) ini merupakan upaya NU untuk melakukan transformasi sosial budaya agar masyarakat, pesantren dan madrasah sebagai basis kultural NU dapat meningkat kapasitasnya dalam mengurangi kerentanan, yaitu sebagai bagian dari ikhtiyar NU untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di lingkungan sekitarnya.4 C. Visi dan Misi LPBI NU 1. Visi LPBI NU Terwujudnya masyarakat yang memiliki ketahanan dan adaptif terhadap bencana, menurunnya daya dukung lingkungan dan perubahan iklim.5 3 Situs LPBI NU, “Tentang LPBI NU”, diakses pada Tanggal 12 Juni 2016. Situs LPBI NU, “Tentang LPBI NU”, diakses pada Tanggal 12 Juni 2016. 5 Situs LPBI NU, “Tentang LPBI NU”, diakses pada Tanggal 12 Juni 2016. 4 52 2. Misi LPBI NU a. Meningkatkan kapasitas multi stakeholder melalui penguatan simpul basis. b. Meningkatkan jejaring dan kerjasama guna mewujudkan organisasi yang kredibel dan profesional. c. Mendorong penyebarluasan informasi dan pengetahuan terkait pengurangan risiko bencana, adaptasi perubahan iklim, dan pelestarian lingkungan. d. Meningkatkan kapasitas emergency response yang berkualitas.6 D. Struktur Kepengurusan LPBI NU Untuk menjalankan mandat yang telah ditetapkan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Pengurus Pusat LPBI NU menetapkan pembidangan dalam struktur kepengurusan sebagai berikut: 6 1. Riset & Pengembangan 2. Kelembagaan & Advokasi Kebijakan 3. Pengelolaan Risiko Bencana 4. Tanggap Darurat & Rehabilitasi-Rekonstruksi Bencana 5. Knowledge Management & Networking 6. Pengendalian Perubahan Iklim dan Pelestarian Lingkungan. Situs LPBI NU, “Tentang LPBI NU”, diakses pada Tanggal 12 Juni 2016. 53 Struktur Pengurus LPBI NU Pusat, Masa Khidmat 2015-20207 7 Situs LPBI NU, “Tentang LPBI NU”, diakses pada Tanggal 12 Juni 2016. 54 Struktur Dewan Eksekutif LPBI NU Pusat, Masa Khidmat 2015-2020 :8 8 Situs LPBI NU, “Tentang LPBI NU”, diakses pada Tanggal 12 Juni 2016. 55 E. Tugas Pokok, Fungsi, dan Strategi Fungsional LPBI NU Sejak awal didirikan NU, telah menyatakan diri sebagai organisasi keagamaan (jam’iyyah diniyyah) dan sosial kemasyarakatan (jam’iyyah ijtima’iyyah). Hal ini berarati NU tidak hanya mengurus hal-hal yang tekait dengan permasalahan keagamaan (keislaman) ansich, melain juga permasalahan yang terkait dengan hubungan antarmanusia dan kehidupan bermasyarakat. Termasuk di dalamnya yaitu masalah tentang penanggulangan bencana, pelestarian lingkungan dan adaptasi perubahan iklim. Ketiga permasalahan ini sangatlah terkait dengan keberlangsungan hidup umat manusia dan upaya-upaya untuk mencegah timbulnya kerusakan (korban) adalah perkara wajib yang harus segera dilakukan. Dinyatakan dengan tegas dalam tata nilai yang dianut oleh NU, yaitu kaidah:dar’ul mafaasit muqoddamun ‘ala jalbil masholih[1]:bahwa mencegah kerusakan atau marabahaya itu lebih diutamakan daripada memiliki dukungan mengupayakan hal-hal baik. Untuk menunjang kinerja jamiyahnya, NU organisatoris dari tingkat nasional hingga pada tingkat desa (ranting) yang ada di seluruh provinsi dan di seluruh kabupaten/kota di Indonesia, serta beberapa perangkat pelaksana kebijakan yang berupa lembaga, lajnah dan badan otonom. Penting pula diketahui, bahwa basis kekuatan NU adalah jejaring sosialnya yang bertumpu pada lembaga pendidikan ma’arif yang menaungi sekitar 200.000 madrasah/ sekolah dan pondok pesantren yang jumlahnya mencapai 14.000 buah lebih dan tersebar di seluruh penjuru Tanah Air. Belum lagi basis pendukung NU yang diperkirakan kini jumlahnya mencapai 60 juta orang dengan beragam status 56 sosial dan profesi, misalnya kiai, santri, guru, pegawai negeri, petani, nelayan, buruh, pedangan, tentara, polisi, wartawan, pekerja seni, dll. Termasuk di antara masa NU juga yaitu mereka yang aktif di jajaran pemerintahan, baik yang menjabat di lingkungan eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Oleh karena itu sangat logis apabila NU disebut-sebut sebagai organisasi kemasyarakatan yang sangat potensial menjadi agen perubahan sosial (agent of social change), budaya dan kebijakan di masyarakat. Khusus untuk menangani urusan yang terkait dengan urusan warganya dalam hal masalah penanggulangan bencana, adaptasi perubahan iklim dan pelestarian lingkungan hidup, maka NU telah menginisiasi lahirnya LPBI NU (Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama) yang pada awalnya merupakan bentuk transformasi dari Community Based Disaster Risk Management Nahdlatul Ulama (CBDRM-NU) yang bersifat badan ad-hoc dari PBNU. Bahwa perubahan status kelembagaan CBDRM-NU menjadi LPBINU berdasarkan hasil keputusan Muktamar NU ke-31 di Makasar pada tahun 2010. Tidak bisa dinafikan kehadiran CBDRM-NU atau LPBI NU telah menjadi pioner di lingkungan NU dalam kegiatan kemanusian, baik secara mandiri maupun bekerjasama dengan pihak Pemerintah Indonesia maupun pihak luar negeri seperti pemerintah negara lain, PBB dan NGO (lembaga donor luar negeri), perusahaan pemerintah dan swasta, dll. Kerjasama yang dilakukan dengan multistakeholders tersebut telah mengembang-kan program manajemen resiko bencana dan penanggulangan bencana, pelestarian lingkungan dan adaptasi perubahan iklim dengan melibatkan 57 madrasah/sekolah yang bernaung di bawah lembaga ma’arif NU, pesantren, dan jajaran pengurus di tingkat pusat hingga ranting (desa) dan warga NU di tingkat basis. Program pengembangan kapasitas dan pemberdayaan masyarakat dalam perspektif PRB (Pengurangan Resiko Bencana) ini merupakan upaya NU untuk melakukan transformasi sosial budaya agar masyarakat, pesantren dan madrasah sebagai basis kultural NU dapat meningkat kapasitasnya dalam mengurangi kerentanan, yaitu sebagai bagian dari ikhtiyar NU untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di lingkungan sekitarnya.9 F. Program dan Kegiatan LPBI NU Beberapa program dan kegiatan terkait Penanggulangan Bencana, Pengendalian Perubahan Iklim dan Pelestarian Lingkungan telah dilaksanakan oleh LPBI NU, di antaranya: 1. Kajian dan riset terkait isu Penanggulangan Bencana, Pengendalian Perubahan Iklim dan Pelestarian Lingkungan. Hasil kajian kemudian didokumentasikan dalam bentuk buku, manual, booklet, majalah, poster dan stiker. Saat ini, tercatat ada 13 judul buku termasuk manual terkait dengan 3 (tiga) isu tersebut. 2. Advokasi kebijakan di tingkat Provinsi dan Kabupaten dengan melakukan pendampingan: Penyusunan regulasi yaitu Perda Penanggulangan Bencana dan regulasi turunan dari Perda tersebut dan Penyusunan perencanaan dalam Penanggulangan Bencana meliputi: 9 Situs LPBI NU, “Tentang LPBI NU”, diakses pada Tanggal 12 Juni 2016 58 Rencana Penanggulangan Bencana (RPB), Rencana Aksi Daerah Pengurangan Resiko Bencana (RAD PRB) dan Rencana Kontijensi Penanggulangan Bencana. 3. Penguatan Koordinasi Stakeholder dalam Penanggulangan Bencana dengan mendorong dan menginisiasi pembentukan Forum PRB Provinsi dan Kabupaten. Forum PRB merupakan wadah koordinasi para pihak (Pemerintah, Masyarakat dan Dunia Usaha) dalam upaya pengurangan risiko bencana. 4. Penguatan Kelembagaan Penanggulangan Bencana dengan menyelenggarakan workshop dan pelatihan: PRB, PDRA, Tanggap Darurat dan Penyusunan Rencana Kontijensi, Fasilitator,Community Organizer (CO), Teknik dan Strategi Advokasi serta Kajian Risiko Bencana Berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG). Rangkaian kegiatan tersebut diikuti oleh perwakilan Pemerintah, masyarakat dan media. 5. Pengarusutamaan isu pengurangan risiko Bencana, pengendalian perubahan iklim dan pelestarian lingkungan kepada masyarakat di daerah rawan bencana. 6. Peningkatan kapasitas masyarakat dalam penanggulangan bencana, pengendalian perubahan iklim dan pelestarian lingkungan dengan mengadakan pelatihan: PRB, PDRA, tanggap darurat, adaptasi perubahan iklim serta pengelolaan sampah. 59 7. Pengendalian perubahan iklim dalam bentuk konservasi kawasan pesisir, penanaman pohon, dan pengelolaan sampah berbasis masyarakat. 8. Mengumpulkan dan mendistribusikan bantuan kemanusiaan untuk pemenuhan kebutuhan dasar, psikososial serta pengembalian fungsi dasar fasilitas umum untuk masyarakat terdampak bencana berdasarkan hasil penilaian dan kajian (assessment). 9. Terlibat aktif dalam forum nasional terkait pengurangan risiko bencana seperti Platform Nasional Pengurangan Risiko Bencana (PLANAS PRB) dan Konsorsium Pendidikan Bencana (KPB). 10. Terlibat dalam forum atau pertemuan regional dan internasional seperti UNFCCC, WCDRR, GPDRR, WOC, International MACCA dan AMCDRR. Untuk melaksanakan program dan kegiatan tersebut di atas, LPBI NU bekerjasama dengan berbagai pihak di antaranya: AusAID/DFAT, UN OCHA, UNDP, MFF, ODA Jepang, Islamic Help, Islamic Relief, WWF, BNPB & BPBD, KLHK, Kemenag, Kemenkes, Kemendes PDT dan Transmigrasi, dan lainlain.Setiap program kerjasama diaudit oleh akuntan publik. Secara keseluruhan, hasil audit program LPBI NU adalah WTP (Wajar Tanpa Pengecualian).10 10 Situs LPBI NU, “Tentang LPBI NU”, diakses pada Tanggal 12 Juni 2016. BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Pelaksanaan Kegiatan Dakwah Program Da’i Siaga Bencana LPBI NU Program Da’i Siaga Bencana adalah salah satu program dari LPBI NU untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya bencana di beberapa daerah rawan bencana di Indonesia dengan cara berdakwah. Cara ini dipilih, karena dakwah merupakan terobosan terbaru untuk masuk ke komunitas masyarakat khususnya yang menganut ajaran islam dalam mensosialisasikan atau membentuk masyarakat yang tangguh akan bencana karena bencana dapat menimbulkan keadaan sosial yang merugikan masyarakat.1 Program ini sejalan dengan visi misi LPBI NU yang melakukan pengembangan kapasitas dan pemberdayaan masyarakat dalam perspektif PRB (Pengurangan Resiko Bencana) ini merupakan upaya NU untuk melakukan transformasi sosial budaya agar masyarakat, pesantren dan madrasah sebagai basis kultural NU dapat meningkat kapasitasnya dalam mengurangi kerentanan, yaitu sebagai bagian dari ikhtiar NU untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di lingkungan sekitarnya karena NU sendiri sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia yang mempunyai tanggungjawab sosial melalui keagamaan. Awal mula program Da’i Siaga Bencana sudah dilakukan sejak awal tahun 2006, yang dilakukan oleh Nahdlatul Ulama atas nama CBDRM NU (Community Based Disaster Risk Management Nahdlatul Ulama) yang dilakukan di beberapa daerah rawan bencana di Indonesia. pasca mukhtamar di makasar 2010 CBDRM 1 Wawancara pribadi dengan Bapak Dimas Prasetyo, Bendahara Pengurus Wilayah LPBI NU, Yogyakarta, 4 September 2016. 60 60 61 NU berubah menjadi LPBI NU (Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama).2 Pada tahun 2011 pasca erupsi gunung merapi yang mengakibatkan kurang lebih 230 meninggal dunia. Program Da’i siaga bencana ini di lakukan Sleman Yogyakarta tepatnya di Kelurahan Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Daerah yang terletak di lereng gunung merapi ini merupakan daerah yang rawan dari ancaman bencana khususnya bencana yang ditimbulkan dari erupsi gunung merapi. Daerah ini juga merupakan daerah yang mayoritas masyarakatnya anggota NU sehingga pengurus lembaga mempunyai tanggung jawab lebih sesuai dengan visi dan misi LPBI NU. Setelah menjadi lembaga LPBI NU Bekerjasama dengan NGO Internanasional yaitu UN OCHA, LPBI NU meningkatkan kinerja program Da’i Siaga Bencana sampai sekarang, penguatan program ini terlihat dari kegiatannya yang saat ini sedang berjalan, berdasarkan wawancara penulis dengan Bapak Dimas Prasetyo, Bendahara Pengurus Wilayah LPBI NU Yogyakarta, program yang dilakukan pasca CBDRM NU menjadi LPBI NU ini, kegiatan yang dilakukan tidak hanya penguatan kapasitas masyarakat dalam rangka pengurangan resiko bencana, program ini juga menyasar pada penguatan kapasitas masyarakat pada saat bencana berupa pelatihan ketanggap daruratan dan kegiatan pasca bencana seperti pendampingan pada masyarakat penyandang disabilitas pasca letusan gunung merapi ataupun mereka yang trauma pasca terjadi bencana, semua kegiatan ini yang dilakukan oleh para da’i yang sudah terlebih dahulu mendapatkan pelatihan dan pembekalan akan materi penanggulangan bencana 2 Wawancara pribadi dengan Bapak Dimas Prasetyo, Bendahara Pengurus Wilayah LPBI NU, Yogyakarta, 4 September 2016. 62 dalam khususnya penanggulangan bencana dalam perspektif islam, program ini melibatkan berbagai stakeholder dari tingkat pemerintah kelurahan maupun komunitas masyarakat seperti pengajian, majelis taklim, sekolah umum dan pesantren.3 Dari hasil wawancara dan temuan data-data di lapangan penulis memetakan kegiatan yang dilakukan Da’i Siaga Bencana dalam penanggulangan bencana adalah sebagai berikut : 1. Kegiatan Sebelum Bencana (Pra Bencana) Dalam konsep penanggulangan bencana ada 3 tindakan yang dilakukan dalam rangka penaggulangan pencana yaitu kegiatan mitigasi , pencegahan dan kesiapsiaagaan. Berdasarkan wawancara penulis dengan Bapak Dimas Prasetyo, kegiatan yang dilakukan meliputi pelatihan mengenai penanggulangan bencana yang dilakukan oleh para da’i kepada kelompok komunitas, pesantren dan sekolah, sebagai bentuk penguatan kapasitas masyarakat. LPBI NU juga melakukan kegiatan bakti sosial bersama masyarakat dengan membersikan lingukan serta penanaman pohon. 2. Tindakan Tanggap Darurat Tanggap darurat adalah tindakan yang dilakukan segera setelah terjadinya bencana untuk menolong korban dan memenuhi kebutuhan korban dasar yang selamat dari kejadian bencana.4 Pada fase tanggap darurat LPBI NU juga berperan aktif dalam rangka penanggulangan bencana, perananan yang dilakukan antara lain dengan melakukan bantuan kepada korban bencana 3 Wawancara pribadi dengan Bapak Dimas Prasetyo, Bendahara Pengurus Wilayah LPBI NU, Yogyakarta, 4 September 2016. 4 A. Fawa’id Syadzili dkk , Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat dalam Perspektif Islam, (Jakarta : NU CBDRM,2007), hal.81. 63 meliputi bantuan kesehatan kepada masyarakat dan bantuan bahan bahan pokok dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar pada saat terjadi bencana. Melalui para da’i yang sudah dilatih LPBI juga melakukan pendamingan anak dalam rangka psikososial. 3. Tindakan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (Pasca Bencana) Pasca tanggap darurat LPBI dalam rangka rehabilitasi dan rekontruksi kegiatan yang dilakukan oleh LPBI NU biasanya melakukan kerjasama dengan pemerintah daerah, BNPB, UN OCHA dsb dalam membangun kembali fasilitas ibadah dan fasilitas umum yang rusak akibat bencana. B. Tingkat Kesadaran Masyarakat Sebelum Mengikuti Program Da’i Siaga Bencana LPBI NU Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Indonesia adalah negara yang rawan akan bencana, salah satu ancaman yang harus mempunyai perhatian serius yaitu bencana dari erupsi gunung berapi. Dari sabang sampai merauke Indonesia memiliki puluhan gunung berapi aktif yang kapan saja dapat erupsi, salah satu yang paling aktif yaitu di Gunung Merapi yang terletak di daerah jawa tengah. Salah satu daerah yang sangat terdampak oleh letusan gunung merapi yaitu di Kelurahan Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman-Yogyakarta. Dengan ancaman bencana yang 64 besar, masyarakat dituntut dapat memahami penanggualangan bencana walaupun sebatas tanggap darurat seperti terjadi erupsi masyarakat sudah tahu harus kemana mereka pergi dan apa-apa saja yang harus diselamatkan.5 Kesadaran masyarakat lahir dari masyarakatnya itu sendiri yang lahir dari kebiasaaan dalam masyarakat. Secara harfiah “kesadaran” berasal dari kata “sadar” yang berarti insyaf, merasa tahu dan mengerti, kita sadar jika kita sudah tahu dan mengerti.6 Hidup atau bertempat tinggal di daerah rawan bencana di butuhkan sikap kesadaran yang tinggi akan ancaman dan resiko yang timbul akibat dari bencana yang terjadi. Masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana wajib hukumnya untuk selalu siap siaga dalam rangka penanggulangan bencana, untuk membentuk masyarakat yang siap dibutuhkan kesadaran lebih masyarakat akan ancaman dari bencana yang terjadi. Melihat sejarah letusan gunung merapi pada tahun 2010 yang mengakibatkan kerugian material dari bencana erupsi serta banyaknya korban meninggal akibat letusan ini yang mendasari LPBI NU melakukan Program Da’i Siaga Bencana di Kelurahan Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman-Yograkarta, dari hasil wawancara penulis dengan salah satu warga di kelurahan argomulyo terlihat ratarata masyarakat sebelum mengikuti Program Da’i Siaga Bencana belum memiliki kesadaran yang akan bahaya dari bencana dari letusan gunung merapi, mereka masih awam akan bagaimana penanggulangan bencana dan punya ketergantungan yang tinggi kepada pemerintah maupun lembaga yang bergerak di bidang kebencanaan,misalnya jika terjadi bercana mereka hanya mengikuti intruksi 5 Wawancara pribadi dengan Bapak Dimas Prasetyo, Bendahara Pengurus Wilayah LPBI NU, Yogyakarta, 4 September 2016. 6 Rochmad, Efek Tayangan Info Kesehatan Terhadap Kesadaran Masyarakat, (eJournal Ilmu Komunikasi, 2013, 1 (1): 248-261, ISSN 0000-0000, ejournal.ilkom.or.id: 2013), hal.251. 65 orang-orang sekitar mereka saja, misal di suruh turun ke tempat yang lebih aman mereka mengikuti intruksi tersebut.7 Dari hasil penulisan dilapangan penulis menyimpulkan bahwa masyarakat memiliki tingkat kesadaran yang bermacammacam sebelum menerima Program Da’i Siaga Bencana: 1. Kesadaran yang bersifat anomous, yaitu kesadaran atau kepatuhan yang tidak jelas dasar dan alasan atau orientasinya. Dari wawancara penulis dengan Bapak Alfian terlihat bahwa masyarakat masih belum memahami langkahlangkah pada konsep penanggulangan bercana, mereka melakukan sesuatu berdasarkan apa yang meraka pahami dan sangat bergantung pada bantuan orang lain.8 2. Kesadaran yang bersifat heteronomous, yaitu kesadaran atau kepatuhan yang berlandaskan dasar/orientasi/motivasi yang beraneka ragam atau bergantiganti. Banyaknya korban meninggal pasca erupsi merapi 2010, menurut Bapak Dimas Prasetyo menunjukan bahwa tingkat kesadaran akan bahaya dari bencana masih sangat rendah dan harus ditingkatkan kembali.9 Kesadaran masyarakat tidak timbul dari dirinya sendiri melainkan mereka masih bergantung kepada orang lain dalam kegiatan penanggulangan bencana, masyarakat benar-benar menjadi objek dalam rangka penganggulangan bencana padahal dalam kegaitan ini masyarakat dapat menjadi subjek untuk penanggulangan bencana. 7 Wawancara pribadi dengan Bapak Alfian, Masyarakat yang menerima Program Da’i Siaga Bencana, Yogyakarta, 5 September 2016. 8 Wawancara pribadi dengan Bapak Alfian, Masyarakat yang menerima Program Da’i Siaga Bencana, Yogyakarta, 5 September 2016. 9 Wawancara pribadi dengan Bapak Dimas Prasetyo, Bendahara Pengurus Wilayah LPBI NU, Yogyakarta, 4 September 2016. 66 3. Kesadaran yang bersifat sosionomous, yaitu kesadaran atau kepatuhan yang berorientasi kepada kiprah umum atau karena khalayak ramai. Dari hasil wawancara penulis dengan kedua narasumber penulis menyimpulkan masyarakat kelurahan argomulyo masih berorientasi pada kiprah umum, dimana masyarakat masih bergantung kepada orang lain. C. Tingkat Kesadaran Masyarakat Setelah Mengikuti Program Da’i Siaga Bencana LPBI NU Kesadaran masyarakat adalah keinsyafan, merasa, tahu dan mengerti yang dialami oleh masyarakat dikarenakan adanya persepsi yang diterima baik dari dalam maupun dari luar. Kesadaran masyarakat lahir dari masyarakatnya itu sendiri yang lahir dari kebiasaaan dalam masyarakat, dipengaruhi oleh lingkungan, peraturan-peraturan dan peranan pemerintahnya.10 Persepsi yang diterima baik oleh masyarakat akan meningkatkan kesadaran masyarakat pada akhirnya akan menimbulkan partisipasi dari masyarakat untuk ikut mengelola lingkungan sekitarnya. Partisipasi merupakan kemampuan dari masyarakat untuk bertindak dalam keberhasilan (keterpaduan) yang teratur untuk menanggapi kondisi lingkungan sehingga masyarakat tersebut dapat bertindak sesuai dengan logika dari yang dikandung oleh kondisi lingkungan tersebut. Berdasarkan monitoring dan evaluasi serta tinjauan di lapangan pasca program da’i siaga bencana baik di komunitas masyarakat, pesantren dan sekolah, dari program yang sudah dilakukan terdapat beberapa peningkatan pengetahuan 10 Rochmad, Efek Tayangan …, hal.251. 67 masyarakat dari mulanya meraka bulum mengerti apa itu penanggulangan bencana, setalah mengikuti program tersebut sekarang masyarakat sudah mulai memahami apa itu penanggulangan bencana baik pra dan pasca bencana serta lebih sigap, mereka bisa mengerti dalam bertindak jika terjadi letusan gunung merapi dan apa saja yang harus disiapkan jika sewaktu waktu terjadi letusan. Dari hasil wawancara penulis dengan salah seorang masyarakat juga membuktikan bahwa meraka sudah mengerti bagaimana bertindak saat terjadi letusan , serta bagaimana masyarakat dapet mengelola posko kebencanaan ini membuktikan bahwa masyarakat sudah lebih siap dan mampu beradaptasi dengan ancaman bencana. Bukan hanya itu dari hasil wawancara penulis dengan Bapak Dimas prasetyo di fase pra bencana banyak pula kegiatan yang masih rutin di lakukan saat ini masyarakat masih sering mengadakan pertemuan rutin yang sekaligus pengajian untuk membahas sekilas tentang gunung merapi itu sendiri maupun kerja bakti untuk lingkungan mereka. Dakwah yang disampaikan oleh para da’i membawa perubahan perilaku masyarakat bagaimana bersikap dan bertindak. Ini menjadi point penting dalam rangka pengurangan resiko bencana bagaimana da’i tidak hanya memberikan suatu ceramah agama akan tetapi dapat membawa perubahan di dalam komunitas masyarakat. Dari analisis di atas penulis menyimpulkan bahwa di tahap ini masyarakan kelurahan argomulyo sudah pada tahap Kesadaran yang bersifat autonomous yaitu kesadaran atau kepatuhan yang terbaik karena didasari oleh konsep atau landasan yang ada dalam diri sendiri. Ini tergambar dari wawancara penulis dengan Bapak Alfian masyarakat sudah mengerti apa yang harus dipersiapkan kalau terjadi 68 erupsi, apa yang harus di bawa dan harus kemana, jika terjadi letusan masyarakat juga sudah tahu bagaimana mengelolah posko bencana. Dan kita juga di ajarkan bagaimana kita harus beradaptasi dengan ancaman serta bersama sama menjaga lingkungan.11 Dari hasil wawancara penulis dengan Bapak Dimas Prasetyo juga menunjukan bahwa peningkatan kesadaran masyarakat dari mulanya hanya paham mengenai tanggap darurat, setalah mengikuti program tersebut Alhamdulillah masyarakat sudah mulai memahami bagaiaman pra dan pasca bencana serta lebih sigap. Dan secara teori bencana mereka mulai mengerti. Sampai saat ini masyarakat masih sering mengadakan pertemuan rutin yang sekaligus pengajian untuk membahas sekilas tentang gunung merapi itu sendiri maupun kerja bakti untuk lingkungan merek.12 D. Efektifitas Dakwah Yang Dilakukan LPBI NU Melalui Program Da’i Siaga Bencana Program Da’i Siaga Bencana sudah dilakukan tahun 2011 di Kelurahan Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman-Yogyakarta. Berdasarkan penulisan yang dilakukan, dapat ditemukan sebuah keefektifan program ini karena adanya perubahan atau tindakan masyarakat dalam merespon bencana. Mayarakat mampu menerima pesan yang disampaikan oleh da’i dan perubahan terjadi dari segi hubungan antara keduanya yakni pesan yang diterima dan tindakan dalam merespon bencana. 11 Wawancara pribadi dengan Bapak Alfian, Masyarakat yang menerima Program Da’i Siaga Bencana, Yogyakarta, 5 September 2016. 12 Wawancara pribadi dengan Bapak Dimas Prasetyo, Bendahara Pengurus Wilayah LPBI NU, Yogyakarta, 4 September 2016. 69 Dari hasil penelitian penulis dilapangan ini sejalan dengan yang di ungkapkan Dennis Mc. Quail dimana efektifitas secara teori komunikasi berasal dari bahasa efektif. Artinya terjadi sebuah perubahan atau tindakan. Sebagai akibat diterima suatu pesan, dan perubahan terjadi dari segi hubungan antara keduanya yakni pesan yang diterima dan tindakan tersebut.13 Dari wawancara penulis dengan Bapak Alfian penulis mendapatkan kesimpulan bahwa dakwah bisa dikatakan efektif dalam rangka peningkatan kesadaran di masyarakat terutama di Kelurahan Argomulyo, Kecamatan Cangkringan Sleman- Yogyakarta, dimana di daerah tersubut juga merupakan basis dari Nahdlatul Ulama. Ke-efektifan juga terlihat dari beberapa kegiatan yang dilakukan dari data yang peneliti dapatkan di lapangan seperti penanaman pohon, pembersihan lingkungan, Dan simulasi apababila terjadi gempa dan letusan gunung merapi. Program yang berkelanjutan sampai saat ini memberikan umpan balik (feed back) berupa respon positif dari masyarakat tentunya merupakan indikator yang dapat diukur tentang keberhasilan komunikasi tersebut. Model dakwah semacam ini dapat disebut dakwah persuasif. Para da’i disini pun paham apa yang disampaikan kepada masyarakat itu sesuai dengan cara berfikir dan cara merasa measyarakat, sehingga masyarakat mengikuti kehendak da’i tetapi merasa sedang mengikuti kehendak sendiri. Jika dakwah disampaikan secara persuasif, maka pasti komunikatif. Jika komunikatif maka pasti lebih efektif. Dalam upaya mengukur sejauh mana tingkat efektifitas penulis mengukur tingkat keefektifan 13 Dennis Mc. Quail, Teori Komunikasi Suatu Pengantar (Jakarta: Erlangga Pratama, 1992), hal. 281. 70 megunakan teori yang dikemukakan oleh F.X Swarto bahwa terdapat tiga pendekatan dalam pengukuran keefektifan, yaitu : 1. Pendekatan tujuan, yaitu dimana masyarakat sudah memahami akan bencana sehingga mampu mengantisipasi dan meminimalisir resiko dan kerugian yang di akibatkan oleh dampak bencana. Pendekatan ini menekankan pada pentingnya pencapaian tujuan sebagai kriteria penilaian keefektifan. 2. Pendekatan teori sistem, yaitu dimana masyarakat sudah memahami suatu system atau siklus pengelolaan bencana dimulai pra bencana (mitigasi, pencegahan dan kesiapsiagaan) dan pasca bencana (rehabilitasi, pemulihan dan rekontruksi). Pendekatan ini menekankan pada pentingnya adaptasi tuntunan sebagai kriteria penilaian keefektifan sehingga satu elemen dan sejumlah elemen saling tergantung. 3. Pendekatan teori multiple konstituensi, yaitu dimana program yang sudah berlangsung kepada masyarakat membuat masyarakat mandiri serta dapat memberikan pengetahuan yang sudah didapat di komunitas mereka masingmasing seperti pengajian, majelis takhlim, sekolah umum dan pesantren. Pendekatan ini dapat dikatakan efektif bila dapat memenuhi dari konstituensi yang pendukung kelanjutan eksistensi organisasi tersebut. Dakwah dipandang sebagai suatu proses komunikasi, maka efektifitas dakwah identik dengan efektifitas komunikasi. Program Da’i Siaga Bencana adalah salah satu program dari LPBI NU dengan cara berdakwah sebagai suatu usaha untuk menyerukan atau mengajak masyarakat kepada jalan yang diridhoi Allah SWT. melalui cara atau metode tertentu agar terwujud pengalaman ajaran 71 ajaran islam dengan baik dan benar agar mendapat kebahagian di dunia maupun di akhirat. Pada Program ini penulis melihat beberapa unsur dakwah yang mendukung keberhasilan dari program ini meliputi : 1. Da’i (pelaku dakwah) Da’i adalah “orang yang melaksanakan dakwah baik melalui lisan,tulisan maupun perbuatan yang dilakukan baik secara individu,kelompok ataupun melalui organisasi atau lembaga.14Dalam pelaksanaanya Program ini melibatkan para da’i dan da’i yang dilibatkan merupakan para tokoh agama setempat dan beberapa da’i dari pengurus cabang NU setempat, Hal ini di harapkan dapat memperlancar berjalannya program dengan mengikut sertakan tokoh agama sekitar. Sebelum melakukan dakwahnya da’i secara khusus di ajarkan materi penanggulangan bencana, LPBI NU sendiri sudah menerbitkan buku panduan untuk para da’i dalam rangka penunjang suksesnya program ini. 2. Mad’u (mitra dakwah) Adalah manusia yang menjadi sasaran dakwah, atau manusia penerima dakwah, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok, baik manusia yang beragama Islam maupun tidak, atau dengan kata lain manusia secara keseluruhan.15 dalam dakwah juga harus memiliki unsur mad’u atau mereka yang menerima pesan dakwah ini, pada program da’i siaga bencana ini masyarakat Kelurahan Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman-Yogyakarta adalah mad’u-nya. 14 15 Muhammad Munir, S.AG,MA.& Wahyu Ilaihi,S.AG,MA, Manajemen Dakwah, hal.22. Muhammad Munir, S.AG,MA.& Wahyu Ilaihi,S.AG,MA, ……, hal. 23 72 Dalam konteks penanggulangan bencana masyarakat kelurahan argomulyo merupakan masyarakat yang rentan akan ancaman bencana, yaitu bencana erupsi gunung merapi. 3. Maddah (materi dakwah) Maddah (materi dakwah) atau pesan-pesan dakwah dalam Islam atau segala sesuatu yang harus disampaikan subjek kepada objek dakwah, yaitu keseluruhan ajaran Islam yang ada didalam Kitabullah dan Sunnah Rasulullah saw. sebelum melakukan dakwah dalam rangka pengurangan resiko bencana pada da’i dilatih untuk menguasai materi penanggulangan bencana baik teori secara umumnya atau teori penanggulangan bencana dalam perspektif islam yang sudah terlebih dahulu di terbitkan oleh LPBI NU, dan LPBI NU juga sudah membuat materi khusus buku pedoman da’i siaga bencana. 4. Wasilah (media dakwah) Wasilah atau media dakwah adalah alat yang digunakan untuk menyampaikan materi dakwah (ajaran islam) kepada penerima dakwah. Beberapa hal yang dapat digunakan sebagai media dakwah dianataranya adalah lisan, tulisan, lukisan atau gambar, audiovisual dan akhlak. Para da’i menyampaikan materinya menggunakan lisan berupa penjelasan kepada para masyarakat (mad’u) lalu materi yang di sampaikan di simulasikan oleh para mad’u berupa simulasi lansung apabila terjadi letusan gunung api pada fase ini para mad’u di harapkan dapat mengaplikasikan materi penanggulanagan bencana dalam konteks kesiapsiagaan dan tahapan tanggap darurat. 73 5. Thariqoh (metode dakwah) Metode memiliki pengertian “suatu cara yang bisa ditempuh atau cara yang ditentukan secara jelas untuk mencapai dan menyelesaikan suatu tujuan, rencana, sistem, tata pikir manusia”16 Pada program da’i siaga bencana metode dakwah yang digunakan adalah Bi Al-Mauizhoh Al-Hasanah, Menurut bahasa mauizhatul hasanah berasal dari dua kata: mauizhoh yaitu berarti nasihat, bimbingan, pendidikan dan peringatan, hasanah adalah kebalikan sayyi’ah yang berarti kebaikan. Adapun penerapan metode ini adalah dengan memberikan nasihat atau petuah; studi bimbingan, studi pengajaran, studi penyuluhan, studi psikoterapi; memberikan stimulus melalui kisah- kisah, kabar gembira dan peringatan (albasyir dan al-nadzir), serta wasiat (pesan pesan positif). Para da’i memberikan nasihatnya dengan memberikan ceramah agama di majlis taklim atau pengajian-pengajian di masyarakat serta melakukan pengajaran tentang penanggulangan bencana di sekolah dan pesantren di lokasi penulisan, lalu membuat simulasi kedaruratan saat bencana untuk mempraktekan teori yang sudah di berikan.17 6. Atsar( efek dakwah), Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam setiap aktivitas dakwah akan menuai reaksi baik positif maupun negatif. Artinya adalah setiap dakwah akan memiliki efek (atsar) pada objek dakwah. masyarakat di Kelurahan Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman-Yogyakarta yang mayoritas muslim sangat 16 M.Syafaat Habib, Buku Pedoman Dakwah,(Jakarta: Wijaya,1992), cet-ke I, hal.160. Wawancara pribadi dengan Bapak Dimas Prasetyo, Bendahara Pengurus Wilayah LPBI NU, Yogyakarta, 4 September 2016. 17 74 senang dengan dakwah yang dilakukan, karena mendapat banyak ilmu kebencanaan dan juga ilmu agama. Konsep program yang dibalut dengan dakwah merupakan terobosan terbaru bagaimana bisa masuk ke komunitas masyarakat khususnya yang menganut ajaran islam untuk mensosialisasikan atau membentuk masyarakat yang tangguh akan bencana karena bencana dapat menimbulkan keadaan sosial yang merugikan masyarakat. Belum lagi masyarakat yang antusias sehingga tidak terlalu banyak hambatan karena setiap kegiatan selalu melibatkan semua stakeholder baik dari pemerintah dan tokoh agama sekitar. Pendampingan yang harus lebih berkelanjutan, karena memang kami masyarakat di Kelurahan Argomulyo hidup di ancaman letusan merapi yang tiap saat bisa meletus. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah melakukan analisis dan pembahasan pada bab-bab terdahulu, dibawah ini beberapa kesimpulan yang diperoleh oleh penulis: 1. Pelaksanaan kegiatan program Da’i Siaga Bencana Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Nahdlatul Ulama dalam meningkatkan kesadaran masyarakat menghadapi ancaman bencana di Kelurahan Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman-Yogyakarta berjalan lancar hingga sekarang. Program ini sejalan dengan visi misi LPBI NU yang melakukan pengembangan kapasitas dan pemberdayaan masyarakat dalam perspektif PRB (Pengurangan Resiko Bencana) ini merupakan upaya NU untuk melakukan transformasi sosial budaya agar masyarakat, pesantren dan madrasah sebagai basis kultural NU dapat meningkat kapasitasnya dalam mengurangi kerentanan, yaitu sebagai bagian dari ikhtiar NU untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di lingkungan sekitarnya karena NU sendiri sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia yang mempunyai tanggungjawab sosial melalui keagamaan. Program yang di lakukan menurut pengamatan peniliti di lapangan di nilai efektif mulai dari sosialisasi, pelatihan, simulasi dan pendampingan, masyarakat yang dilibatkanpun beragam dari mulai 75 75 76 pemeritah desa, komunitas masyarakat sehingga mempermudah berjalannya program. 2. Tingkat kesadaran masyarakat di Kelurahan Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman-Yogyakarta masih pada tahap : a. Kesadaran yang bersifat anomous, yaitu kesadaran atau kepatuhan yang tidak jelas dasar dan alasan atau orientasinya. Dari wawancara penulis dengan Bapak Alfian terlihat bahwa masyarakat masih belum memahami langkah-langkah pada konsep penanggulangan bencana, mereka melakukan sesuatu berdasarkan apa yang meraka pahami dan sangat bergantung pada bantuan orang lain. b. Kesadaran yang bersifat heteronomous, yaitu kesadaran atau kepatuhan yang berlandaskan dasar/orientasi/motivasi yang beraneka ragam atau berganti-ganti Kesadaran masyarakat tidak timbul dari dirinya sendiri melainkan mereka masih bergantung kepada orang lain dalam kegiatan penanggulangan bencana, masyarakat benar-benar menjadi obyek dalam rangka penanggulangan bencana padahal dalam kegaitan ini masyarakat dapat menjadi subjek untuk penanggulangan bencana. c. Kesadaran yang bersifat sosionomous, yaitu kesadaran atau kepatuhan yang berorientasi kepada kiprah umum atau karena khalayak ramai dalam hal ini masyarakat masih bergantung kepada orang lain. 3. Berdasarkan monitoring dan evaluasi serta tinjauan di lapangan pasca program di beberapa komunitas dan dari program yang sudah dilakukan terdapat beberapa peningkatan pengetahuan masyarakat baik teori ataupun tingkat kesiapsiagaan masyarakat akan bahwa erupsi gunung merapi, dari 77 mulanya hanya paham mengenai tanggap darurat, setelah mengikuti program tersebut sekarang masyarakat sudah mulai memahami bagaiaman pra dan pasca bencana serta lebih siap. Dakwah yang disampaikan oleh para da’i membawa perubahan perilaku masyarakat bagaimana bersikap dan bertindak. Ini menjadi point penting dalam rangka pengurangan resiko bencana bagaimana da’i tidak hanya memberikan suatu ceramah agama akan tetapi dapat membawa perubahan di dalam komunitas masyarakat, terjadinya peningkatan kesadaran masyarat ini tidak terlepas dari komunikasi dan metode dakwah yang dilakukan berjalan dengan baik dengan mempertimbangkan berbagai macam unsur dakwah di dalam program ini. Pada tahap ini peneliti menyimpulkan bahwa pada tahap ini masyarakat sudah sampai pada kesadaran yang bersifat autonomous yaitu kesadaran atau kepatuhan yang terbaik karena didasari oleh konsep atau landasan yang ada dalam diri sendiri. 4. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat ditemukan keefektifan program ini karena adanya perubahan atau tindakan masyarakat dalam merespon bencana. Masyarakat mampu menerima pesan yang disampaikan oleh da’i dan perubahan terjadi dari segi hubungan antara keduanya yakni pesan yang diterima dan tindakan dalam merespon bencana, masyarakat di Kelurahan Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten SlemanYogyakarta yang mayoritas muslim sangat senang dengan dakwah yang dilakukan, karena dapat banyak ilmu kebencanaan dan juga ilmu agama. Konsep program yang dibalut dengan dakwah merupakan terobosan terbaru bagaimana bisa masuk ke komunitas masyarakat khususnya yang 78 menganut ajaran islam untuk mensosialisasikan atau membentuk masyarakat yang tangguh akan bencana karena bencana dapat menimbulkan keadaan sosial yang merugikan masyarakat. Belum lagi masyarakat yang antusias sehingga tidak terlalu banyak hambatan karena setiap kegiatan selalu melibatkan semua stakeholder baik dari pemerintah dan tokoh agama sekitar. Pendampingan yang harus lebih berkelanjutan, karena memang kami masyarakat di Kelurahan Argomulyo hidup di ancaman letusan merapi yang tiap saat bisa meletus. B. Saran-saran 1. Kepada para da’i dalam menjalankan dakwahnya para pelaku dakwah diharapkan memperhatikan budaya masyarakat lokal dan tetap menghargai kearifan masyarakat lokal sekitar, dengan cara melibatkan masyarakat asli atau ulama lokal dalam rangka dakwah untuk melakukan perubahan sosial di masyarakat. 2. LPBI NU dalam hal ini Program yang sudah berjalan dengan baik semaksimal mungkin harus terus berkelanjutan khususnya dalam rangka memonitoring hasil yang sudah dicapai dari program ini, karena gunung merapi merupakan salah satu gunung berapi yang teraktif di dunia sampai hari ini, erupsi bisa terjadi kapan saja, belum lagi bahaya lain dari banjir lahar dingin, keterlibatan lembaga dalam rangka peningkatan kapasitas kesadaran masyarakat sangat di butuhkan serta kerjasama dengan pemerintah lokalpun di anggap penting selama ancaman bencana masih ada. 79 3. Kepada lembaga kemanusian maupun pelaku dakwah bahwa program seperti ini merupakan salah satu sarana yang efektif dalam menyampaikan pesan mengenai penanggulangan bencana. Oleh karna itu, program da’i siaga bencana menjadi salah satu cara berdakwah yang baik selain melalui mimbar ceramah. Serta menjadi trobosan terbaru dalam rangka peningkatan kapsitas masyarakat dalam rangka penanggulangan bencana. DAFTAR PUSTAKA A. Fawa’id Syadzili dkk. Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat dalam Perspektif Islam, (Jakarta: NU CBDRM, 2007). Ahmad, Amrullah. Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, (Yogyakarta: PLPM, 1985). Anshari, Drs. H. Hafi. Pemahaman dan Pengalaman Dakwah, (Surabaya: Al Ikhlas,1993). Apriatin, Juhaeria. Efektifitas Model Dakwah Religi Pada Penderita Psikotropika Di Lembaga Permasyarakatan Khusus Narkotika Kelas II A Cirebon (Studi Kasus Di Lapassustik Kelas II A Cirebon), (Perpustakaan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon, 2012). Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997). Azizah, Abdaue. Aktivitas Dakwah Dra. HJ. Sinta Nuriya Abdurahman Wahid Dalam Memperjuangkan Hak Hak Perempuan Di Yayasan Puan Amal Hayati, (Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013). Bungin, Burhan. Analisis Data Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Grafindo Persada). Dahlan, Abdul Aziz. Ensiklopedia Tematis Dunia Islami, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve,2002). Djahiri A., Kosasih. Strategi Pengajaran Afektif Nilai Moral VCT Dan Games Dalam VCT. (Bandung: Lab.. PMP IKIP:1985). Ducker, Peter F. Bagaimana Menjadi Eksekutif yang Efektif ,(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1986). Ellyasa KH. Darwis dkk. Da’i Siaga Bencana – Pandua Praktis Dakwah Pengurangan Risiko Bencana, (Jakarta:LPBI NU, 2011). Habib,M.Syafaat. Buku Pedoman Dakwah, cet-ke I , (Jakarta: Wijaya,1992). Ismail, A. Ilyas. Paradigma Dakwah Sayyid Quthub: Rekontruksi Pemikiran Dakwah Harakah, (Jakarta: Penamadina, 2008). Lubis, Basrah. Pengantar Ilmu Dakwah, ( Jakarta: CV Tursina,1993). Mahmudah, Dedeh. Efektifitas Metode Dakwah Mauidzoh Hasanah Dalam Pembinaan Akhlak Santri At-Taqwa Putra Bekasi, (Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008). Malaikah, Mustafa. Manhaj Dakwah Yusuf Qordhawi Harmoni antara Kelembutan dan Ketegasan,(Jakarta: Pustaka Al Kautsar,1997). 80 80 81 Mausuli, Silma. Efektifitas Dakwah Lembaga Tilawah Qur’an (LPTQ) DKI Jakarta Melalui Program Musabaqah Tilawatul Qur’an (MTQ), (Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010). Mc. Quail, Dennis. Teori Komunikasi Suatu Pengantar (Jakarta: Erlangga Pratama, 1992). Mratihatani, Anandriyo Suryo. Di Kawasan Industri Batik Yang UNDIP:2013). Menuju Pengelolaan Sungai Bersih Padat Limbah Cair, (Fak.Ekonomi Munir, S.AG,MA., Muhammad & Wahyu Ilaihi,S.AG,MA. Manajemen Dakwah, Cet ke-2, (Jakarta : Kencana, 2009). Moleong, Lexy J.. Metedologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2009). Nazih, Moh. Metode Penelitian, (Bandung: Ghalia Indonesia, 1999). Poerwandri, E. Kristi. Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi, (Jakarta:LPSP3-UI, 1998). Prinnodigdo, A. B. dan Hasan Shadely. Ensiklopedi Umum, (Yogyakarta: Kainisius, 1990). Pusat Mitigasi Bencana- ITB, Draft Manual/Panduan Pelaksanaan Pengolaan Bencana Berbasis Komunitas – Nahdlatul Ulama, Bagian 3 konsep pengelolaan bencana, (Bandung : Jurnal ITB,2007). Rahmat, Jalaludin. Psikologi Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999). Rahmat, Jalaludin. Retorika Modern, Sebuah Kerangka Teori dan Praktik Berpidato,( Bandung: Akademika, 1982). R Al Faruqi, Ismail. Menjeljah Atlas Dunia Islam,(Bandung: Mizan,2000). Rochmad, Efek Tayangan Info Kesehatan Terhadap Kesadaran Masyarakat, (eJournal Ilmu Komunikasi, 2013, 1 (1): 248-261, ISSN 0000-0000, ejournal.ilkom.or.id: 2013). Rosidi, Dakwah Sufistik Kang Jalal, cet. Ke- I, (Jakarta: Paramadina, 2004). Shihab, M. Quraish. Membumikan al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 2001). Sihabuddin Muhammad ibn Abdillah al-Husaini al- Alusi, Ruh al- Ma’ani fi tafsiri al-Qur;ani al-Adzim wa as—sab’u al-Matsani, jilid 20, Bairut: dar Ihya’ al-turats al-Arabi, t.t. Suwarto FX., Perilaku Organisasi, Cet Ke 1, h 2. (Yogyakarta : Universitas Atma Jaya Yogyakarta,1999). 82 Slamet, Ffcktifitas Komunikasi dalam Dahvah Persuasif, (Jurnal Dakwah, vol. X no. 2, Juli-Desember 2009). Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa (P3B) Departamen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet ke-7, edisi ke-2, (Jakarta : Balai Pustaka Depdikbud, 1995). Yusuf, Soeleman dan Slamet Soesanto,Pengantar Pendidikan Sosial,(Surabaya: Usaha Nasional,1981). Situs LPBI NU, “Tentang LPBI NU”, diakses pada Tanggal 21 januari 2016 dari http://lpbi-nu.org/tentang-kami/. Situs LPBI NU, “Tentang LPBI NU”, diakses pada Tanggal 12 Juni 2016 dari http://lpbi-nu.org/tentang-kami/. LAMPIRAN PEITIGURUS BE$AR NAHDLATUL Ul-ltA LEilSAOA PEI{IT]{GCUT.IilGAil IENGAI{A DII'I PERUEIHAil TrtLIT Hung ftsNU Lt" 1, tl-Kramt Raya No. 164 latarta pusu f 043Q Indonesia Tlp/fu : +6.2213142395, Ernail : [email protected], [email protected] l.{anpr : I JakfiL2 Septrmber20l6 2?ISKPILPBINU/IX/20 1 6 Larnpiran Pdhal , ,*u, Keterangan Penelitian A s s al aw*' alai hnn Wa m funatfiI lshi Wa h amknula YanS bertanda tangan dibawah ini" Pengurus Pusat LPBI NU, menyatakan bahwa Nama : Agung Sulistiono Nugroho NTM :111O051000108 Fakultas lurusan : : &kwahdar Iknu Ksnurika*i dar Penyirar Islam *Efektifitas Judul Penelitiur: Dakwah Program Da'i Siaga Bencana Lembaga : Komr:nikasi Iktifi (LPBI) Nahdlanrl Ulama klmn Memingka*kffi Kesdmr Masyrak* M€nghdryi turcaman Peffinggulaqgm Bsrtriwt Dan Psubahan Bencana Di Kelurahan Argomulyo, Kecamatan CangkingarL Kabupaten Sleman-Yogyakarta" Yary berrmgk*trr *lah btrs t€l& rehlnrlcan k€gi*a di LPBI NU wilayah Yqgf&karta dalam rangka rnenycleo*ikan mgas af*rir{s}ripsi}. Demikim sr.nat keErurgar ini kami buat, untrk dipergurukm sebagaimana semestinya Wal t*hut M*wffi Wos salfrn u'alfitk I laa Aqw*mith Tlnrieq tfi Wbruhf,rstxllahi Wabars*atah LPBI NU Pusat KEMENTERIAN AGAMA UNTYERSITAS ISLAM NEGERI (UTN) SYARIF TIIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI . Telp./Fax : (62-21) 7 4327 zEl 74703580 Email: [email protected] Jt. Ir. H. JuandaNo. 95 Ciputat l54l2Indonesia Website : www.fdkuiniakarta.ac.id Nornor [.arnpiran l-la : Urr.0li['5lt'P.00.9/ : Izin Penelitian (Skripsi) :- I \F>n /]0t6 .lakarta. f Septenrhcr 3016 Kepada Yth. Kepala'Lenrbaga Penanggulanagn Bencana dan Perubahan lklirn (LPtsl) .di Ternpat t .{r :; u I et n w' u I u i hr m ll: r. Il' b. Dekan Fakultas llmu Dakr.valr dan llmu Korrrunikasi L.llN Syarif Hidal.atullah Jakarta meneratrgkan bahwa Nanra Nouror Pokok 'f'erupat/'l'angga I Lah ir Semester Jurusan/Konsentrasi Alamat Telp. : Agung Sulistiorro : 'lI I 10051000108 ; angerang. l9 Agusrrrs 1992 : Xlll(Tiga Belas) : Konrunikasi dan Penl'iararr Islanr ... : 089668268074 adalah berrar rrtahasisit'a aktil'pada fjakrrltas lluru Dakuah clan llnru Koruurriklsi UIN Syarif Hidayatullah Jakar"ta yarrg akan nrelaksanakan penelitiau/nreucari data dalarrr rangka penulisan skripsi berjudul "Elakti/itu.t Dctlo,,,t7 progrtm Du'i !:-;;tt Banctrtrtt Lt;nhaga Pananggulattgcm Benc:ana dur Peruhuhan Iklin (LPBt) Nuhtlltttul (-iltrtnu irrlttnt :llcuittgkutkcnr Ke.utlortrn llltts.turukut lI<'rtgh<tdillri .1tx'Lttnttu 8.,,t(,Ltntt rli Kt,lrrrilttrtt Argomttl.tu, K(urtrctturt (ungkringttn Kuhtrsxrlen .\lcttrtttt I'og.wrkurtt". Sehtrbungart dengan itu. dirttolrorr kirany,a Bapaklltrrrisclr. dapar tnenerima/lnertgizinkan trtahasisr,r,a kami tersebut dalam pelaksanaan kegiatalr dinraksucl. Demikian. alas ker|asaura dan bantuarrrr-la kanri rnenuucapkltrr lerinra kasilr. ll:u.tstt I unt tt' ttl u i ktr tr t ll' r ll' lt Dekan- ief Subhan. MA 660r '[enrbusarr : I I Wakil Dekarr Bidang Akadenrik Ketua.lurtrsanlPlodi. Konrurrikasi dan Perrr iurarr ls lirnr l0 Iq9i0i KEMENTERIAN AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA AAKULTAS ILMU DAKWAH DAN IIMU KOMUNIKASI Telp./Fax: (62-21) 7432728 Email: fi [email protected] Jl. Ir. H. Juanda No. 95, Ciputat 15412, Indonesia Website : wwwfidkom.uinjkt.ac.id Nomor : Un.0l/t 5/PP.00.9126401201 6 / 74703580 arta,27 Juli 2016 Lamp :l(satu)bundel Hal : Bimbingan Skripsi Kepada Yth. Drs. H. S. Hamdani, MA Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta As s al am u' alaikum Bersama Wr. Wb. ini kami sampaikan outline dan naskah proposal mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi berikut, i I I skipsi yang diajukan oleh UIN Syarif Hidayatullat f*urtu sebagai { l Nama t. i Agung Sulistiono Nugroho Nomor Pokok I 1 1005t000108 Jurusan/Konsentrasi Komunikasi dan Penyiaran lslam XIII (Tiga Belas) Semester Telp. 089668268074 Judul Skripsi Efektifitas Dakwah Program Da'I Siaga Bencana Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan lklim (LPBD Nahdlatul U lama dalam Meningkatkan Kesadaran Masyarakat Menghadapi Ancaman Bencana di Ke lurah an Argomu lyo Kec. Cangkringan Kab Sleman Yogyakarta Kami mohon kesediaannya untuk membimbing mahasiswa tersebut dalam penyusunan dan penyelesaian skripsinya selama 6 (enam) bulan dari tanggal 27 Jsli 2016 s.d. 27 Januari Z0l7 . Demikian, atas perhatian dan kesediaannya kami sampaikan terima kasih. Was s alamu' alaila.tm Wn Wb. an,Dekan, Wakil Dekan Bidang Akademik Supd NIP. Tembusan : l. Dekan 2. Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KpI) I .Ed, Ph.D 0330 199803 I 004 Nama Narasumber : Bapak Dimas Prasetyo Jabatan : Pengurus Wilayah LPBI NU Yogyakarta Tanggal wawancara : 4 September 2016 Tempat : Kantor PW LPBI NU Yogyakarta 1. Apa Program Dai Siaga Bencana Itu ? Program dai siaga bencana adalah salah satu program dari LPBI NU untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya bencana di beberapa daerah rawan bencana di Indonesia. Program ini sejalan dengan visi misi LPBI NU dan NU sendiri sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia yang mempunyai tanggungjawab social melalui keagamaan. 2. Sejak kapan program Da’i Siaga Bencana dilaksanakan di Kelurahan Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman-Yogyakarta? Awal mula program Dai siaga bencana sudah dilakukan sejak awal tahun 2006 atas nama CBDRM NU yang dilakukan di beberapa daerah rawan bencana di Indonesia. Berjalannya waktu CBDRM NU berubah nama menjadi LPBI NU yang sudah berbentuk lembaga pada tahun 2010. Bekerjasama dengan NGO Internanasional yaitu UN OCHA, LPBI NU meningkatkan kinerja program Dai Siaga Bencana sampai sekarang dilihat dari kegiatannya yang tidak hanya pra bencana melainkan pasca bencana serta hasil kegiatan dalam bentuk buku, untuk di desa Yogyakarta tepatnya di Kelurahan Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman sendiri pelaksanaan program dai siaga bencana di lakukan pasca erupsi merapi tahun 2011. 3. Apa yang melatarbelakangi pelaksanaan program Da’i Siaga Bencana di Kelurahan Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten SlemanYogyakarta? Program ini secara umum dilakukan beberapa wilayah di Indonesia salah satunya di Yogyakarta, karena daerah ini rawan bencana dengan ancaman bencananya yaitu erupsi gunung merapi, yang memang sama sama kita ketahui merapi merupakan gunung aktif yang kapan saja bisa mengegluarkan semburan awan panas sekaligus Jawa Tengah merupakan mayoritas anggota NU sehingga pengurus lembaga mempunyai tanggungjawab lebih. Belum lagi sekarang di tambah dengan bencana baru yaitu banjir lahar dingin 4. Kegiatan apa saja yang dilakukan dalam program Da’i Siaga Bencana ? Kegiatan yang di lakukan meliputi Sosialisasi, pelatihan dan pendampingan mengenai penanggulangan bencana di tingkat pemerintah desa maupun komunitas masyarakat seperti pengajian, majelis takhlim, sekolah umum dan pesantren. 5. Bagaimana tingkat kesadaran masyarakat sebelum mengikuti program Da’i Siaga Bencana? Pada umumnya masyarakat di Kelurahan Argomulyo memahami penanggualangan bencana walaupun sebatas tanggap darurat seperti terjadi erupsi warga sudah tahu harus kemana mereka pergi dan apa-apa saja yang harus diselamatkan. Karena memang mereka hidup di bawah ancaman gunung merapi sehingga mau tidak mau mereka harus beradapatsi dengan ancaman tersebut. Tetapi melihat banyaknya korban meninggal akibat letusan merapi tahun 2010 sebanyak kurang lebih 230 orang, kami menganggap masih harus meningkatkan kesadaran masyarat di daerah rawan erupsi gunung merapi salah satunya di desa argomulyo ini 6. Bagaimana tingkat kesadaran masyarakat setelah mengikuti program Da’i Siaga Bencana? Berdasarkan monitoring dan evaluasi serta tinjauan di lapangan pasca program di beberapa komunitas melalui tes dari program yang sudah dilakukan terdapat beberapa peningkatan pengetahuan masyarakat dari mulanya hanya paham mengenai tanggap darurat, setalah mengikuti program tersebut Alhamdulillah masyarakat sudah mulai memahami bagaiaman pra dan pasca bencana serta lebih sigap. Dan secara teori bencana mereka mulai mengerti. Sampai saat ini masyarakat masih sering mengadakan pertemuan rutin yang sekaligus pengajian untuk membahas sekilas tentang gunung merapi itu sendiri maupun kerja bakti untuk lingkungan mereka 7. Efektif atau tidak kah dakwah yang dilakukan melalui program Da’i Siaga Bencana? Menurut saya pribadi, sangat efektif karena pada umumnya masyarakat daerah masih menganggap tokoh agama atau Da’I sebagai tokoh masyarakat yang disegani khususnya di dearah seperti ini. 8. Seberapa berpengaruh dakwah dalam program Da’i Siaga Bencana yang dilakukan oleh para dai dalam meningkatkan kesadaran masyarakat menghadapi ancaman bencana? Dengan hasil yang sudah di evaluasi di Kelurahan Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman-Yogyakarta, dakwah merupakan terobosan terbaru bagaimana bisa kita masuk ke komunitas masyarakat khususnya yang menganut ajaran islam utnuk mensosialisasikan atau membentuk masyarakat yang tangguh akan bencana karena bencana dapat menimbulkan keadaan social yang merugikan masyarakat. 9. Apa hambatan selama program Da’i Siaga Bencana berlangsung di Kelurahan Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten SlemanYogyakarta? Tidak terlalu banyak hambatan karena setiap kegiatan kita selalu melibatkan semua stakeholder baik dari pemerintah dan tokoh agama sekitar. 10. Bagaimana respon masyarakat terhadap program Da’i Siaga Bencana? Respon masyarakat sangat positif dan mendukung kegiatan ini karena manfaat yang di terima masyarakat sangat banyak. Narasumber Bapak Dimas prasetyo Nama Informan : Bapak Alfian (Salah Satu Masyarakat Yang Menerima Program Dai Siaga Bencana Di Kelurahan Argomulyo) Tanggal Wawancara : 5 September 2016 Tempat : Kantor Desa Argomulyo 1. Menurut anda, apa itu program Da’i Siaga Bencana? Yang saya tahu, program dai siaga bencana merupakan program pelatihan dan kegiatan dalam rangka penanggulangan bencana, serta melatih masyarakat dalam rangka peningkatan pengtahuan akan terjadinya bencana letusan gunung merapi. 2. Kapan Anda mengikuti program Da’i Siaga Bencana Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Nahdlatul Ulama di Kelurahan Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten SlemanYogyakarta? Kalo saya sendiri mengikuti pelatihan pada tahun 2011 setelah letusan erupsi merapi , kami diajarkan bagaimana jika terjadi letusan, kami tahu apa yang harus kami lakukan. 3. Bagaimana tanggapan anda setelah mengikuti program Da’i Siaga Bencana? Setelah mengikuti program ini saya jadi lebih tahu bagaimana bertindak jika terjadi letusan gunung merapi lalu sebelum terjadi letusan kami harus menyiapkan apa-apanya sudah lebih sigap. 4. Bagaimana tingkat kesadaran anda terhadap bencana sebelum mengikuti program Da’i Siaga Bencana? Awalnya saya kalau terjadi bercana ya kami mengikuti kata orang-orang saja, misal di suruh turun ke tempat yang lebih aman yasudah kami mengikuti intruksi untuk turun. jadi ya sebelum ada program ini saya tidak tahu. 5. Bagaimana tingkat kesadaran anda terhadap bencana setelah mengikuti program Da’i Siaga Bencana? Setelah program ini saya sudah mengerti apa yang harus dipersiapkan kalau terjadi erupsi, apa yang harus di bawa dan harus kemana, jika terjadi letusan masyarakat juga sudah tahu bagaimana mengelolah posko bencana. Dan kita juga di ajarkan bagaimana kita harus beradaptasi dengan ancaman serta bersama sama menjaga lingkungan. 6. Menurut Anda, efektif atau tidak dakwah yang dilakukan oleh para dai melalui program Da’i Siaga Bencana? Sangat efektif karna disini mayoritas NU, apalagi dibawakan dengan dakwah membuat hati, pikiran dan psikologis kami lebih tenang menyikapinya. 7. Seberapa pengaruh dakwah yang dilakukan oleh para dai melalui program Da’i Siaga Bencana terhadap tingkat kesadaran anda dalam merespon ancaman bencana ? Saya sendiri sebagai muslim sangat senang dengan dakwah yang dilakukan, kita dapat banyak ilmu kebencanaan dan juga ilmu agama. 8. Seberapa penting dakwah yang dilakukan oleh para dai dalam program Da’i Siaga Bencana? Sangat penting kalau melihat kondisi masyarakat yang mayoritas muslim. 9. Menurut anda, apa kekurangan dan kelebihan dari program Da’i Siaga Bencana? Pendampingan yang harus lebih berkelanjutan, karena memang kami masyarakat di Kelurahan Argomulyo hidup di ancaman letusan merapi yang tiap saat bisa meletus. Narasumber Bapak Alfian Lampiran Foto Foto bersama Bapak Dimas Prasetyo Wawancara peneliti dengan Bapak Alfian Bantuan sanitasi air LPBI NU Pesantren Based Disaster Management Simulasi gempa untuk anak SD Penanaman Pohon Pelayanan kesehatan