PERTUMBUHAN DAN LAJU EKSPLOITASI IKAN TERI PEKTO (Stolephorus Waitei) DI PERAIRAN BELAWAN KOTA MEDAN SUMATERA UTARA “Growth and the rate exploitation of Anchovy Pekto (Stolephorus waitei) in the sea of Belawan , Medan, North Sumatra” 1 Dede Yuanda1, Miswar Budi Mulya2, Ahmad Muhtadi3 Mahasiswa Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia 20155, Email : [email protected] 2 Staff Pengajar di Fakultas Pertanian dan MIPA, Universitas Sumatera Utara, Medan. 3 Staff Pengajar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. ABSTRACT Anchovy Pekto is one of fish commodity that has high economic value in Medan, especially in Belawan. This type of fish is also in demand in the local market. So as fisherman of anchovies put Anchovy Pekto as a main target catch for their fishing. But, this activity has a negative impact to Anchovy Pekto population. This research was conducted in Belawan in June to August 2015, which aims to examine growth pattern, growth parameters, condition factor, and the rate of exploitation in order to provide appropriate management model for the fish resources. Primary data is total length and wet weight of 1137 samples of Anchovy pekto, whereas secondary data is the sea surface temperature data. The cohort length of fish is separated by Bhattacarya method in FISAT II software. Based on the estimation growth parameters by Von Bertalanffyin which the asymptotic length (L∞) = 7,04 cm, the growth coefficient (K) = 1,50 per year and the age at zero length (to) = -0,15 from the empiricalPauly’s method. Then the growth equation of Anchovy Pekto is Lt = 7,04 (1-e[-150(t+0,15]). The value of b obtained from the relations of weight- length Anchovy Pekto 2,975. Anchovy Pekto growth pattern is negative allometric with an equation growth W=0,007L2,975. the highest and the lowest valueof factor conditionare 0,53 and 1,86. the rate of total mortality (Z) Anchovy Pekto is 4,42 per year with natural mortality rate (M) 2,87 per year, and fishing mortality rate 1,54 per year so that the rate of exploitation is obtained with the amount 0,34 and the value of the exploitation rate does not exceed the optimum exploitation which is 0,5. Keywords: Anchovy Pekto, Long-weight, Pattern Of Growth, Factor Condition, Mortality. Pendahuluan Perairan Belawan merupakan perairan yang terdapat di Selat Malaka dan memiliki potensi perikanan yang cukup. Masyarakat Belawan umumnya berprofesi sebagai nelayan. Sebagian besar hasil tangkapan di kawasan ini adalah ikan teri. Nelayan yang menangkap ikan teri cukup mendominasi di daerah Belawan. Ikan teri (Stoleophorus spp.) termasuk ikan pelagis kecil yang banyak di temukan di perairan Belawan. Ikan teri ini merupakan ikan yang konsumtif bagi masyarakat. Hasil tangkapan ikan teri ini banyak di pasarkan di kota Medan yang dikenal dengan nama teri Medan. Akibat tingginya permintaan konsumen di pasar ikan, menyebabkan nelayan melakukan penangkapan berskala besar. Kegiatan penangkapan ikan berskala besar itu dapat mengganggu siklus pertumbuhan ikan teri tersebut, dan mengurangi jumlah populasi nya di perairan Belawan, terutama jika penangkapan tersebut dilakukan setiap saat. Berdasarkan hal tersebut, perlu di lakukan penelitian tentang “Pertumbuhan dan Laju Eksploitasi Ikan Teri (Stolephorus spp.) di Perairan Belawan Kota Medan Sumatera Utara”, agar dapat diketahui pertumbuhan ikan tersebut. Data pertumbuhan tersebut dapat digunakan sebagai informasi melakukan penangkapan ikan teri di perairan Belawan, sehingga dapat menghindari tingkat eksploitasi yang berlebihan dan menjaga keberlangsungan hidup ikan teri (Stolephorus spp.). Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan dari bulan Juni sampai dengan Agustus 2015. Sampel ikan diperoleh dari hasil penangkapan ikan teri di perairan Belawan yang didaratkan di Bagan Deli, Medan Belawan, Sumatera Utara. Alat yang digunakan dalam pengambilan data primer antara lain alat tulis, millimeter block dengan tingkat ketelitian 1 mm, kamera digital, cool box, timbangan digital dengan tingkat ketelitian 0,1 gram. Alat yang digunakan dalam pengambilan data sekunder adalah FISAT II, data suhu dan alat tulis. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan teri Pekto (Stolephorus waitei). Pengambilan ikan contoh diambil dari hasil tangkapan nelayan yang beroperasi di perarian sekitar perairan Belawan. Ikan teri yang diambil sebanyak 1% dari hasil tangkapan nelayan yang ada di Desa Kurnia tergantung kelimpahan pada tiap bulannya dengan interval waktu pengambilan 1 bulan selama 3 bulan. Panjang ikan teri yang diukur adalah panjang total. Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan millimeter blok dengan ketelitian 1 mm. berat ikan teri yang ditimbang adalah berat basah total. Berat basah total adalah berat total jaringan tubuh ikan dan air yang terdapat di dalamnya. Dalam hal ini digunakan timbangan digital yang mempunyai skala 0,1 gram. Pengumpulan data dan informasi lainnya dilakukan dengan cara wawancara dengan nelayan ikan teri. Informasi yang diperoleh dari hasil wawancara berupa data unit penangkapan ikan teri, kegiatan operasi penangkapan, daerah penangkapan, dan biaya operasi penangkapan. Analisis Data Sebaran Frekuensi Panjang Dalam metode sebaran frekuensi panjang data yang digunakan adalah data panjang total dari ikan teri. Dilakukan pengukuran ikan teri dengan menggunakan millimeter blok yang memiliki ketelitian 1 mm. Adapun langkah-langkah untuk membuat sebaran frekuensi panjang adalah sebagai berikut (Walpole, 1992) : Untuk menentukan banyaknya selang kelas diperlukan rumus: n = 1+3,32 Log N Keterangan : n = Jumlah kelompok ukuran N = Jumlah ikan pengamatan Menentukan wilayah data tersebut bagilah wilayah dengan banyaknya kelas untuk menduga lebar selang kelasnya, untukn dapat menentukan limit bawah kelas bagilah selang yang pertama dan kemudian batas bawah kelasnya, kemudian tambahkan lebar kelas pada batas bawah kelas untuk mendapatkan batas atas kelasnya. Mendaftarkan semua limit kelas dan batas kelas dengan cara menambahkan lebar kelas pada limit dan batas selang sebelumnya, lalu menentukan titik tengah kelas bagi masingmasing selang dengan merata-ratakan limit kelas atau batas kelasnya. Kemudian menentukan frekuensi bagi masing-masing kelas, menjumlahkan kolom frekuensi kemudian periksa apakah hasilnya sama dengan banyaknya total pengamatan. Hubungan Panjang dan Bobot Bobot dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Hubungan panjang dan bobotdapat diketahui dengan rumus (Effendie, 2002): W = a Lb Keterangan: W = Berat L = Panjang a = Intersep (perpotongan kurva hubungan panjang-berat dengan sumbu y) b = Penduga pola pertumbuhan panjang-berat Jika rumus umum tersebut ditransformasikan ke dalam logaritma, maka akan didapatkan persamaan linier atau persamaan garis lurus sebagai berikut : Log W = log a + b log L Bila nilai b= 3 menunjukkan bahwa pertumbuhan ikan pertambahan panjang ikan seimbang dengan pertambahan bobotnya (isometrik). Sedangkan apabila b>3 menunjukkan pertambahan bobot lebih cepat dari pertambahan panjangnya (allometrik positif), dan jika b<3 menunjukkan pertambahan panjang lebih cepat dari pertambahan bobotnya (allometrik negatif) (Effendie, 1979). Untuk mengkaji dalam penentuan nilai b maka dilakukan uji t, dimana terdapat usaha untuk melakukan penolakan atau penerimaan hipotesis yang dibuat. Keterangan: = Simpangan Baku = Intercept (3) = Slope (hubungan dari panjang berat) Sehingga diperoleh hipotesis: H0 : b = 3 (isometrik) H0 : b ≠ 3 (allometrik) Setelah itu, nilai thitung dibandingkan dengan nilai ttabel sehingga keputusan yang dapat diambil adalah sebagai berikut: Thitung > Ttabel, maka tolak H0 Thitung <Ttabel, maka gagal tolak H0 Apabila pola pertumbuhan allometrik maka dilanjutkan dengan hipotesis sebagai berikut: Allometrik positif H0 : B≤ 3 (isometrik) H1 : b>3 (allometrik) Allometrik negatif H0 : b ≥ 3 (isometrik) H1 : b < 3 (allometrik) Keeratan hubungan panjang berat ikan ditunjukkan oleh koefisien korelasi (r) yang diperoleh dari rumus √ : dimana R adalah keofisien determinasi. Nilai mendekati 1 (r > 0,7) menggambarkan hubungan yang erat antara keduanya, dan nilai menjauhi 1 (r < 0,7) menggambarkan hubungan yang tidak erat antara keduanya (Walpole, 1992). Data panjang dan bobot tersedian pada Lampiran 3. Parameter Pertumbuhan (L∞, K) dan t0 (Umur Teoritis) Model pertumbuhan yang berhubungan dengan panjang ikan, dimana rumus ini digunakan untuk menunjukkan pertumbuhan panjang ikan pada umur satu tahun lebih muda, artinya pertumbuhan ikan pada umur tertentu tidak mengalami perubahan panjang pada satu tahun kemudian. Yang rumusnya dikemukaan oleh Von Bertalanffy kemudian disebut Model Von Bertalanffy adalah sebagai berikut (Sparre dan Venema, 1999) : Lt = L∞ ( 1 – e [– K ( t-t0)]) Keterangan: Lt = Panjang ikan pada saat umur t (satuan waktu) L∞ = Panjang maksimum secara teoritis (panjang asimtotik) K = Koefisien pertumbuhan (per satuan waktu) t0 = umur teoritis pada saat panjang sama dengan nol Untuk nilai L∞ dan K didapatkan dari hasil perhitungan dengan metode ELEFAN 1 yang terdapat dalam program FISAT II. Sedangkan nilai t0 (umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol) dapat diduga dengan persamaan empiris (Pauly, 1984 diacu oleh Sparre dan Venema, 1999) sebagai berikut : Log (-t0) = 0,3922 – 0,2752 (Log L∞) – 1,038 (Log K) Keterangan: L∞ = Panjang asimptot ikan (cm) K = Koefisien laju pertumbuhan (tahun) t0 = Umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol (tahun) Faktor Kondisi Faktor kondisi yaitu keadaan atau kemontokan ikan yang dinyatakan dalam angka-angka untuk menunjukkan keadaan ikan dari segi kapasitas fisik untuk bertahan hidup dan melakukan reproduksi. Perhitungan factor kondisi didasarkan pada panjang dan bobot ikan. Faktor kondisi dapat dihitung dengan rumus (Effendie 1979) sebagai berikut : Jika nilai b ≠ 3 (allometrik), maka faktor kondisi ditentukan dengan rumus: FK = Jika nilai b = 3 (isometrik), maka faktor kondisi ditentukan dengan rumus Keterangan: K W L a dan b = faktor kondisi = bobot ikan (gram) = panjang total ikan (mm) = konstanta Mortalitas dan Laju Eksploitasi (E) Laju mortalitas total (Z) diduga dengan menggunakan metode Jones &Van Zalinge yang dikemas dalam program FiSAT II. Untuk pendugaan laju mortalitas alami (M) menggunakan rumus empiris Pauly (1984). Untuk memperhitungkan jenis ikan yang memiliki kebiasaan bergerombol dikalikan dengan nilai 0,8 sehingga untuk spesies yang bergerombol seperti ikan teri nilai dugaan menjadi 20% lebih rendah. Laju mortalitas alami (M) diduga dengan menggunakan rumus empiris Pauly dalam Sparre dan Venema (1999) sebagai berikut : In M ∞ = ∞ M = 0,8 e ( ) Keterangan: M = Mortalitas alami L∞ = Panjanga simtotik pada persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy K = Koefisien pertumbuhan pada persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy T = Rata-rata suhu permukaan air (oC) Laju mortalitas penangkapan (F) dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut : F=Z–M Laju eksploitasi (E) ditentukan dengan membandingkan mortalitas penangkapan (F) terhadap mortalitas total (Z). Perhitungan laju eksploitasi digunakan untuk menduga jumlah ikan yang ditangkap dibandingkan dengan jumlah total ikan yang Laju mortalitas penangkapan (F) atau laju eksploitasi optimum menurut Gulland dalam Sparre dan Venema (1999) adalah: Foptimum = M dan Eoptimum = 0,5 Pauly (1984) menyatakan bahwa nilai Eksploitasi optimal adalah 0,5. Sehingga jika nilai eksploitasi lebih dari 0,5 maka dapat dikatakan indikasi dari kondisi lebih tangkap terutama akibat penangkapan. Hasil Sebaran Frekuensi Panjang Ikan Teri Pekto yang diamati selama penelitian sebanyak 1137 ekor yaitu pada bulan Juni – Agustus 2015, dimana pada bulan Juni terdiri atas 352 ekor, bulan Juli 379 ekor dan pada bulan Agustus 406 ekor. Ukuran panjang maksimum ikan Teri Pekto ini adalah 6,7 cm sedangkan panjang minimum 4 cm. Selang kelas dengan frekuensi tertinggi terdapat pada 4,9-5,1 cm dengan jumlah populasi sebanyak 419 ekor. Sebaran frekuensi panjang ikan teri Pekto dapat dilihat Pada Gambar 4. 500 Frekuensi 400 300 200 100 6,7-6,9 6,4-6,6 6,1-6,3 5,8-6 5,5-5,7 5,2-5,4 4,9-5,1 4,6-4,8 4,3-4,5 4-4,2 0 Selang Kelas Gambar 4. Sebaran Frekuensi Panjang Ikan Teri Pekto Kelompok Umur Kelompok umur (kohort) adalah sekelompok individu ikan dari jenis yang sama dan berasal dari tempat pemijahan yang sama. Berdasarkan metode Bhatacharya dalam program FISAT II, maka didapat kurva yang menggambarkan jumlah kohort dari sebaran frekuensi panjang. Hasil analisis pemisahan kelompok umur ikan Teri Pekto dapat dilihat pada Gambar yang menunjukkan bahwa terdapat 3 kohort. Hasil analisis pemisahan kelompok umur ikan Teri Pekto yaitu jumlah populasi 1137 ekor dengan indeks separasi 2,03. Hasil analisis dari kelompok ukuran panjang total ikan teri Pekto dapat dilihat pada Gambar 5. Frekuensi (10^2) mati karena semua factor baik factor alami maupun faktor penangkapan (Pauly, 1984): Panjang (cm) Gambar 5. Kelompok Ukuran Panjang Total Ikan Teri Pekto Hubungan Panjang dan Bobot Analisis hubungan panjang dan bobot digunakan panjang total (cm) dan bobot (gr) contoh ikan Teri Pekto. Pada Gambar dapat dilihat persamaan regresi dan pola pertumbuhan ikan Teri Pekto yaitu W=0,007L2,975 dengan nilai determinasi (R2) 0,760. Hubungan panjang dan bobot ikan teri Pekto dapat dilihat pada Gambar 6. 2,5 7,5 7 Panjang (cm) Bobot (g) 2 y = 0,007L2,975 R² = 0,760 n = 1137 1,5 1 0,5 6,5 6 5,5 0 5 0 2 4 Panjang (cm) 6 8 Gambar 6. Hubungan Panjang dan Bobot Ikan Teri Pekto Secara umum hasil analisis pada gambar di atas menunjukkan bahwa hubungan panjang dan bobot ikan Teri Pekto memiliki hubungan yang sangat erat. Setelah dilakukan uji T (α=0,05) serta ikan Teri Pekto memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif dimana nilai b<3 yang memiliki arti bahwa pertambahan panjang lebih dominan dibandingkan pertambahan bobot. Faktor Kondisi Hasil perhitungan faktor kondisi (FK) ikan Teri Pekto di perairan Belawan berdasarkan pola pertumbuhan allometrik negatif berkisar antara 0,53-1,86 dengan nilai rata-rata 1,10. Parameter Pertumbuhan Koefisien pertumbuhan Von Bartalanffy ikan Teri Pekto didapatkan dengan metode ELEFAN 1 yang diolah dengan program FISAT II. Didapatkan nilai panjang asimtotik (L∞) ikan Teri Pekto sebesar 7,04 cm. Koefisien pertumbuhan (K) ikan Teri Pekto yaitu 1,50. Selanjutnya, nilai-nilai parameter pertumbuhan tersebut digunakan sebagai dasar untuk mendapatkan persamaan Von Bertalanffy ikan Teri Pekto, yaitu Lt = 7,04 (1-e[-150(t+0,15]). Hubungan panjang dan umur ikan teri Pekto dapat dilihat pada Gambar 7. 0 5 10 15 20 Umur (bulan) Gambar 7. Hubungan Panjang dan Umur Ikan Teri Pekto Mortalitas dan Laju Eksploitasi Mortalitas yang dihitung adalah laju mortalitas total (Z), laju mortalitas alami (M) dan juga laju mortalitas penangkapan (F). Untuk pendugaan laju mortalitas alami digunakan rumus empiris Pauly (Sparre dan Venema, 1999) dan dalam perhitungan mortalitas alami dibutuhkan data suhu permukaan laut yang dapat dilihat pada lampiran 2 yaitu suhu rata-rata permukaan laut di Selat Malaka adalah 30oC (World Weather 2015). Hasil analisis dugaan laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan Teri Pekto dapat dilihat pada Tabel 1, serta data suhu permukaan laut kota Medan tersedia pada Lampiran 4. Tabel 1. Laju Mortalitas dan Laju Eksploitasi Ikan Teri Pekto Parameter Nilai Mortalitas Total (Z) Mortalitas Alami (M) Mortalitas Penangkapan (F) Laju Eksploitasi (E) 4,42 2,87 1,54 0,34 Pembahasan Sebaran Frekuensi Panjang Ikan Teri Pekto yang diamati selama penelitian sebanyak 1137 ekor, ukuran panjang maksimum ikan Teri Pekto yang didapat adalah 6,7 cm sedangkan panjang minimum 4 cm di mana selang kelas yang mendominasi terdapat pada 4,9 – 5,1 cm sebanyak 419 ekor sedangkan frekuensi terendah terdapat pada selang kelas 6,7 – 6,9 cm hanya 1 ekor. Hal ini diduga terkait dengan adanya perbedaan faktor dalam dan factor luar yang mempengaruhi pertumbuhan ikan tersebut. Menurut Effendie (1979), faktor dalam yang mempengaruhi pertumbuhan ikan antara lain keturunan, jenis kelamin, umur, parasit dan penyakit. Sedangkan faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan ikan adalah suhu dan makanan. Dengan mengasumsikan bahwa ikan contoh sudah mewakili populasi yang ada maka ukuran panjang total maksimum yang lebih kecil bisa mengindikasikan adanya tekanan penangkapan yang tinggi. Namun, untuk menyimpulkan hal ini perlu dilakukan pembandingan spesies dan lokasi yang sama serta kajian lebih lanjut. Pengambilan sampel ikan dilakukan pada bulan Juni – Agustus 2015, dimana pada bulan Juni terdiri atas 352 ekor, bulan Juli 379 ekor dan bulan Agustus 406 ekor. Kelompok Umur Kelompok ukuran ikan Teri Pekto dipisahkan dengan menggunakan metode Bhatacharya dalam program FISAT II. Pengelompokkan ini menggambarkan beberapa kelompok ukuran yang menjelaskan umur pada waktu tertentu. Dari hasil analisis kelompok ukuran ikan Teri Pekto diperoleh nilai indeks separasi dalam pemisahan kelompok ukuran dengan metode Bhatacharya sangat penting untuk memperhatikan indeks separasi (SI) yang diperoleh. Menurut Sparre dan Venema (1999) menjelaskan bahwa indeks separasi merupakan kuantitas yang relevan terhadap studi bila dilakukan kemungkinan bagi suatu pemisahan yang berhasil dari dua komponen yang berdekatan, bila indeks separasi kurang dari dua (S.I < 2), maka tidak mungkin dilakukan pemisahan di antara dua kelompok ukuran, karena terjadi tumpang tindih yang besar antara kelompok ukuran tersebut. Berdasarkan nilai indeks separasi dari hasil analisis pemisahan kelompok ukuran ikan Teri Pekto sebasar 2,03. Hal ini menunjukkan bahwa hasil pemisahan kelompok ukuran ikan Teri Pekto dapat digunakan untuk analisis selanjutnya atau dengan kata lain data tersebut relevan untuk data selanjutnya dan tidak terjadi tumpang tindih yang besar antar kelompok ukuran tersebut. Kelompok umur (kohort) yaitu sekelompok individu ikan dari jenis yang sama yang berasal dari pemijahan yang sama (Suwarso & Hariati, 2002). Analisis kelompok ukuran ikan Teri Pekto di Belawan dari Gambar dapat dilihat bahwa dari hasil penelitian terdapat tiga kelompok umur. Hal ini menunjukkan terdapat tiga kohort atau generasi yang hidup bersama dalam satu waktu di lingkungan perairan yang sama. Hal ini sesuai dengan Suwarso dan Hariati (2002) yang menyatakan bahwa Kelompok ukuran (kohort) yaitu sekelompok individu ikan dari jenis yang sama yang berasal dari pemijahan yang sama. Hubungan Panjang dan Bobot Hubungan panjang bobot dari ikan Teri Pekto didapat analisis persamaan eksponen W = 0,007L2,975 hal ini menunjukkan bahwa nilai b yang didapat lebih kecil dari 3, yang mengindikasi bahwa pertumbuhannya adalah allometrik negatif. Nilai koefisien determinasi R2 adalah 0,760 dimana menunjukkan hubungan panjang bobot ikan Teri Pekto memiliki tingkat kepercayaan sebesar 76% yang artinya data dapat dipercaya. Sedangkan untuk nilai koefisien kolerasi (r) sebesar 0,87 yang artinya hubungan panjang dan bobot pada ikan Teri Pekto memiliki korelasi yang sangat erat karena koefisien korelasi (r) mendekati satu. Tingginya nilai r yang diperoleh dari hubungan panjang bobot ikan Teri Pekto menyatakan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara panjang tubuh total dan bobot tubuh total. Menurut Walpole (1992), jika nilai r mendekati 1 maka terdapat hubungan yang kuat antara kedua variabel. Dalam penelitian Magdalena (2010) pola pertumbuhan yang sama juga dimiliki oleh ikan Teri Pekto yang berasal dari perairan Teluk Banten dan memiliki persamaan hubungan panjang bobot W = 0,048*L1,03 dengan nilai b sebesar 1,03. Namun, berbeda dengan penelitian yang dilakukan Gurukinayan (2014) di perairan Belawan yang memiliki persamaan hubungan panjang bobot W = 0,00001*L3,360 dengan nilai b sebesar 3,360 yang berarti pola pertumbuhan ikan Teri Pekto di perairan Belawan pada musim timur adalah allometrik positif artinya pertambahan bobot lebih dominan dari pertambahan panjang ikan. Secara umum, menurut Bagenal (1978) yang diacu oleh Dina (2008) faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan nilai b selain perbedaan spesies adalah faktor lingkungan, berbedanya stok ikan dalam spesies yang sama, tahap perkembangan ikan, jenis kelamin, tingkat kematangan gonad, bahkan perbedaan waktu dalam hari karena perubahan isi perut. Moutopoulos dan Stergiou (2002) diacu oleh Kharat., dkk, (2008) menambahkan bahwa perbedaan nilai b juga dapat disebabkan oleh perbedaan jumlah dan variasi ukuran ikan yang diamati. Dari hasil uji T pada selang kepercayaan 95% diperoleh nilai Thitung > Ttabel yang berarti tolak H0 yaitu pola pertumbuhan ikan Teri Pekto bersifat allometrik negatif, yaitu pertambahan panjang lebih cepat dari pada pertambahan bobot (Effendie, 2002). Faktor Kondisi Nilai faktor kondisi ikan Teri Pekto di Belawan dengan nilai faktor kondisi terkecil 0,53 dan nilai faktor kondisi terbesar 1,86 serta nilai faktor kondisi rata-rata 1,10. Nilai rata-rata faktor kondisi ini untuk ikan allometrik negatif menunjukkan kemontokkan ikan yang baik. Hal ini sesuai dengan Effendie (1979) yang menyatakan bahwa nilai FK pada ikan yang badannya agak pipih berkisar antara 2 – 4, sedangkan pada ikan yang kurang pipih antara 1 – 2, ini diduga dipengaruhi oleh perbedaan kelompok ukuran ikan sehingga nilai panjang total ikan di daerah tersebut memiliki kisaran yang luas. Selain itu hal ini diduga karena kondisi perairan ikan tersebut baik untuk proses pertumbuhan ikan Teri Pekto, ketersediaan makanan yang cukup dan faktor predator kecil. Faktor kondisi dipengaruhi makanan, umur, jenis kelamin dan kematangan gonad. Faktor kondisi juga dipengaruhi oleh indeks relatif penting makanan dan pada ikan dipengaruhi oleh indeks kematangan gonad. Ikan yang cenderung menggunakan cadangan lemaknya sebagai sumber tenaga selama proses pemijahan, sehingga akibatnya ikan akan mengalami penurunan faktor kondisi. Faktor kondisi juga akan meningkat apabila kepadatan populasi berkurang sehingga kompetisi dalam mencari makan juga rendah (Effendie, 1979). Parameter Pertumbuhan (L∞, K, dan t0) Berdasarkan hasil analisis parameter pertumbuhan Von Bertalanffy ikan Teri Pekto didapatkan dengan metode ELEFAN I yang diolah dengan program FISAT II (Versi 1.2.2). Didapatkan nilai panjang asimtotik (L∞) ikan Teri Pekto sebesar 7,04. Koefisien pertumbuhan ikan Teri Pekto yaitu 1,50 sedangkan nilai t0 yang didapat secara empiris sebesar -0,15. Sedangkan Penelitian yang dilakukan Gurukinayan (2014) di Perairan Belawan dengan nilai koefisien pertumbuhan adalah 0,890 dan panjang infinitif yang lebih besar yaitu 39,18 mm dibandingkan dengan penelitian ini sehingga dapat dilihat bahwa semakin tinggi nilai koefisien pertumbuhan maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan oleh spesies tersebut untuk mendekati panjang infinitif dan sebaliknya semakin kecil nilai koefisien pertumbuhan maka semakin lama waktu yang dibutuhkan oleh spesies tersebut untuk mendekati panjang infinitif. Pada Gambar disajikan kurva pertumbuhan ikan Teri Pekto dengan memplotkan umur (bulan) pada sumbu x dan panjang total (cm) pada sumbu y sampai dengan ikan berumur 16 bulan. Kurva tersebut menggambarkan laju pertumbuhan ikan Teri Pekto, ikan Teri Pekto yang memiliki umur muda memiliki laju pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan ikan Teri Pekto yang memiliki umur tua (mendekati L∞). Dari kurva tersebut juga dapat dilihat waktu yang dibutuhkan ikan Teri Pekto untuk mendekati L∞ sebesar 7,04 cm yaitu 16 bulan (±1,5 tahun). Sedangkan Penelitian yang dilakukan Gurukinayan (2014) di Perairan Belawan waktu yang dibutuhkan ikan Teri Pekto untuk mendekati L∞ sebesar 39,18 cm yaitu 18 bulan (±1,5 tahun). Terdapat perbedaan panjang asimtotik dan waktu yang dibutuhkan mencapai panjang maksimum, jika dirata-ratakan ikan Teri Pekto pada penelitian ini lebih cepat bertumbuh dibandingkan dengan penelitian ikan Teri yang dilakukan Gurukinayan (2014) dengan daerah penangkapan yang sama hal ini diduga bahwa terdapat perbedaan faktor internal dan eksternal pada ikan, seperti faktor keturunan dan perairan Belawan pada tahun 2014 yang kurang sesuai dengan pertumbuhan ikan Teri. Hal ini sesuai dengan Effendie (2002) yang menyatakan bahwa Perbedaan nilai yang diperoleh dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang dapat berpengaruh adalah keturunan (faktor genetik), parasit dan penyakit sedangkan faktor eksternal dapat berpengaruh adalah suhu dan ketersediaan makanan. Mortalitas dan Laju Eksploitasi Pada stok ikan yang telah dieksploitasi perlu untuk membedakan mortalitas akibat penangkapan dan mortalitas alami. Laju mortalitas total (Z) diduga dengan kurva hasil tangkapan kumulatif berdasarkan data komposisi panjang dengan dan laju kematian alami (M) menggunakan rumus empiris Pauly dengan suhu rata – rata permukaan 30o, kemudian dapat diketahui mortalitas penangkapan dan laju eksploitasi dari ikan Teri Pekto. Pada musim timur rata-rata suhu permukaan laut mengalami peningkatan Yusniati (2006). Hal ini menyebabkan pertumbuhan Ikan Teri Pekto mengalami peningkatan juga. Hal ini sesuai dengan Rasyid (2010) yang menyatakan bahwa kecenderungan ikan pelagis kecil memiliki kemampuan beradaptasi pada kisaran suhu hasil pengukuran yakni 28 oC – 30 oC. Laju mortalitas total ikan Teri Pekto (Z) sebesar 4,422 per tahun, laju mortalitas alami (M) 2,87 dengan suhu permukaan laut 30 oC, kemudian untuk laju mortalitas penangkapan (F) sebesar 1,54. Mortalitas alami dipengaruhi oleh predator, penyakit, dan usia. Selain itu menurut Pauly (1984) bahwa faktor lingkungan yang mempengaruhi laju mortalitas alami yaitu suhu rata-rata perairan, selain itu panjang maksimum (L∞) dan laju pertumbuhan (K). Jika dibandingkan nilai mortalitas penangkapan lebih kecil dari nilai mortalitas alami. Alternatif Pengelolaan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai pertumbuhan dan laju eksploitasi ikan Teri Pekto di Perairan Belawan bahwa ikan Teri Pekto belum mencapai nilai optimum atau dikategorikan dalam underfishing dimana nilai eksploitasi sebesar 0,34. Sehingga upaya yang dapat dilakukan dalam alternatif pengelolaan dengan cara tetap menggunakan dan mengoptimalkan alat tangkap yang sekarang masih digunakan dan masih dioperasionalkan oleh nelayan setempat. Untuk mencapai penangkapan yang lestari pada jenis Ikan Teri Pekto disarankan hendaknya pembatasan untuk daerah penangkapan dan waktu penangkapan. Hal ini diatur agar Ikan Teri Pekto yang tidak tertangkap bisa bereproduksi, sehingga terjadi rekrutmen dan pemulihan stok Ikan Teri Pekto di daerah penangkapan. Dari hasil penelitian yang dilakukan pada musim timur diketahui bahwa nilai eksploitasi di Perairan Belawan sebesar 0,34 yang artinya penangkapan ikan Teri Pekto di Perairan Belawan masih berada dibawah nilai optimum sehingga penangkapan ikan Teri Pekto di Perairan Belawan masih dapat ditingkatkan hingga batas optimum yaitu sebesar 0,5. Hal ini dapat dilakukan untuk penangkapan yang dilakukan hanya pada musim timur, dimana pada musim ini tingkat penyinaran tinggi dan curah hujan yang rendah dibandikan dengan musim barat sehingga metabolisme ikan menjadi optimal dan menyebabkan pertumbuhan ikan lebih cepat. Hal ini sesuai dengan Effendie (1979) yang menyatakan bahwa suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan. Maka berdasarkan hasil tersebut dapat dilakukan peningkatan penangkapan dengan menambah armada, tetapi tetap berdasarkan tangkapan lestari hingga tingkat penangkapan sebesar 50%. Kesimpulan Hasil dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pertumbuhan ikan Teri Pekto di perairan Belawan adalah Allometrik negatif. Persamaan Von Bertalanffy yang terbentuk untuk ikan Teri Pekto adalah Lt = 7,04*(1-e[-1,50(t+0,15)]). Faktor kondisi Ikan Teri Pekto dalam kisaran 0,53-1,58 (Pipih). 2. Status eksploitasi Ikan Teri Pekto di Perairan Belawan adalah Underfishig dengan nilai sebesar 0,34. Saran Dari penelitian yang telah dilakukan saran yang dapat diberikan berupa himbauan kepada nelayan agar dapat mengoptimalkan hasil tangkapan ikan Teri Pekto untuk mewujudkan penangkapan yang lestari. Dan perlunya penanggulangan sumberdaya ikan Teri Pekto agar keberadaannya tetap terjamin dan berkelanjutan. Daftar Pustaka Dina, R. 2008. Rencana Pengelolaan Sumberdaya Ikan Bada (Rasbora argyrotanaenia) Berdasarkan Analisis Frekuensi Panjang di Danau Maninjau, Sumatera Barat [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Effendie, M.I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. Effendie, M.I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. Gurukinayan,Z.A dkk, 2014. Kajian Aspek Pertumbuhan Dan Laju Eksploitasi Ikan Teri Nasi (Stolephorus Spp.) Di Perairan Belawan Sumatera Utara [Skripsi] Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Kharat S. S., Y. K. Khillare and Neelesh, D. 2008. Allometric Scalling in Growth and Reproduction of a Freshwater Loach Nemacheilus Mooreh (Sykes, 1839). Electronic Journal of Ichthyology, (4): 8-17. Magdalena, A.F. 2010. Dinamika Stok Ikan Teri Stolephorus indicus (Van Hasselt, 1983) di Teluk Banten Kabupaten Serang. Provinsi Banten[skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institus Pertanian Bogor, Bogor. Pauly, D. 1984. Fish Population Dynamics in Tropical Waters: a Manual for Use Programmable Calculators. International Center for Living Aquatic Resources Management. ICLARM Studies and Reviews 8. Manila. 325 hlm. Sparre, P., dan S. C. Venema. 1999. Introduksi pengkajian stok ikan tropis buku-i manual (Edisi Terjemahan). Kerjasama Organisasi Pangan, Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. 438 hlm. Suwarso dan T. Hariati. 2002. Identifikasi Kohor dan Dugaan Laju Pertumbuhan Ikan Pelagis Kecil di Laut Jawa. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Edisi Sumberdaya dan penangkapan. 8 (4):7-14. Rasyid, J.A. 2010. Distribusi Suhu Permukaan Pada Musim Peralihan Barat-Timur Terkait Dengan Fishing Ground Ikan Pelagis Kecil di Perairan Spermonde. Jurnal Kelautan dan Perikanan. 20 (1): 1 – 7. Walpole, R. E. 1992. Pengantar Statistika. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. World Weather. 2015. World Weather Forecast, Statistic, Analysis: Medan, [internet] Indonesia Weather [diunduh 2015 Okt 13]; Tersedia pada;http://wweather.com/Indonesia/Medan/june/ #sst. Yusniati, M. 2006. Analisis Suhu Permukaan Laut di Perairan Laut Jawa Pada Musim Timur Dengan Menggunakan Data Digital Satelit NOAA16-AVHRR [skripsi]. Jurusan Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.